“PENGARUH PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) DI MTS PEMBANGUNAN UIN JAKARTA” SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh: Nervi Pradewi NIM: 106011000035
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/1432 H
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bernama: Nama
: Nervi Pradewi
NIM
: 106011000035
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul Skripsi
: “Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Mata Pelajaran
Sejarah
Kebudayaan
Islam
di
MTs
Pembangunan UIN Jakarta” Dosen Pembimbing: Nama
: Bahrissalim, M.Ag
NIP
: 19680307 199803 1 002
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 Desember 2010
Nervi Pradewi
ABSTRAK Nama Judul Skripsi
: Nervi Pradewi : Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Jakarta Fakultas/Jurusan : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan / Pendidikan Agama Islam Sejarah Kebudayaan Islam di MTs merupakan salah satu mata pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam di masa lampau. Mata pelajaran inilah yang masih membutuhkan perhatian bagi seorang guru untuk tetap bisa menjadikan siswanya aktif di kelas, karena kebanyakan menurut para siswa pelajaran ini cenderung monoton atau membosankan. Bagaimana mengaktifkan siswa di kelas pada saat pelajaran SKI berlangsung, hal itu menjadi tugas seorang guru untuk memecahkannya. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Oleh karena itu, pengajar perlu menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa bekerja sama secara gotong royong dalam pengerjaan tugas mereka. Cooperative learning yang merupakan salah satu model pembelajaran yang sengaja diciptakan dengan tujuan pokok yaitu interaksi siswa dalam proses pengajaran, sepertinya cocok bila diterapkan dalam pembelajaran sejarah kebudayaan Islam dalam meningkatkan aktivitas siswa di kelas dalam proses pembelajaran. Penelitian ini dilakukan di MTs Pembangunan UIN Jakarta dengan menggunakan sistem random sampling khususnya kelas VIII dengan menggunakan koefisien korelasi product moment. Setelah penelitian dilakukan, penulis memperoleh hasil penelitian prosentase tingginya penerapan model cooperative learning pada sekolah tersebut sebesar 74,33%, sedangkan prosentase aktivitas belajar siswa SKI pada sekolah tersebut sebesar 66,62%. Selain itu peneliti mendapatkan angka korelasi antara variabel X dengan variabel Y atau rxy adalah 0,711 berdasarkan interpretasi nilai, rxy berada pada rentangan antara 0,70 – 0,90 yang berarti antara variabel X dengan variabel Y yaitu antara Penerapan model Cooperative Learning dengan Aktivitas Belajar Siswa MTs Pembangunan UIN Jakarta memang terdapat korelasi/pengaruh yang kuat atau tinggi.
i
KATA PENGANTAR بسم ا اهلل الرّ حمن ال ّر حيم Alhamdulillah… Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, karunia serta ridho-Nya skripsi dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Jakarta” ini dapat penulis selesaikan dengan maksimal. Shalawat serta salam tak lupa pula penulis hanturkan kepada junjungan nabi besar kita Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan hingga zaman terang benderang seperti sekarang ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan S1, jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan walaupun waktu, tenaga, dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan yang penulis miliki demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi beberapa pihak yang telah membantu. Adapun pihak-pihak yang berjasa itu diantaranya: 1. Kedua orang tuaku tercinta yang telah merawat, membesarkan, mendidik, membimbing serta mencurahkan seluruh kasih dan sayangnya dengan penuh keikhlasan yang tidak bosan-bosannya mendo’akan puterinya ini. Terimakasih atas dukungan moril dan materil selama ini. 2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bahrissalim, M.Ag. sebagai Ketua Jurusan dan dosen pembimbing skripsi yang telah membagi ilmunya dengan sabar dan teliti dalam mengoreksi dan membimbing penulis dalam menyusun skripsi. 4. Drs. Sapiudin Shidiq, M. Ag. sebagai Sekretaris Jurusan dan dosen penasehat akademik.
ii
5. Drs. Rusli Ishaq, M.Pd. sebagai Kepala MTs Pembangunan UIN Jakarta, yang telah memberikan kemudahan dalam pengizinan penelitian di sekolahnya, sehingga penelitian ini dapat dilakukan dengan lancer pada sekolah tersebut. 6. Abdul Mutaqin, S.Ag sebagai guru bidang studi sejarah kebudayaan Islam, yang banyak membantu serta member arahan kepada penulis dalam penelitian di MTs Pembangunan UIN Jakarta. 7. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) terutama untuk Jurusan Pendidikan Agama Islam khususnya yang telah memberikan kontribusi pemikiran melalui pengajaran dan diskusi yang berkaitan dengan skripsi ini. 9. Untuk adik-adikku tercinta Endah, Merlin, dan Faiq, yang telah memberikan warna-warni kehidupan dan semangat serta inspirasi yang sangat berharga bagi penulis. 10. Sobat Ucruters K’ Lulu, dan Erika juga teman kostanku Uyunk, Pepet, Didiy, serta Tim Rockers yang lainnya, yang turut membantu saat penulis menemukan kesulitan dalam penyusunan skripsi ini. 11. Teman-teman Paduan Suara Tarbiyah (PST), yang telah memberikan aku waktu luang untuk vakum sementara demi suksesnya skripsi ini. 12. Sahabatku kelas A Nadia, Neneng, Indah, Pipit, Sanah, Neng serta “Shohibul Alif” yang tak dapat disebutkan satu persatu, juga teman-teman kelas peminatan Sejarah (History Community), yang telah memberikan sumbangsih pemikiran dan pengalaman yang indah untuk penulis. 13. Teman-teman jurusan PAI lainnya terutama nduL, Goni, Aji, Acong, serta Evi, dan Mpeb yang turut membantu penulis sampai rampungnya kepengurusan masalah skripsi ini. 14. Annida, Alsa, Haidir, dan Umar, terimaksih atas perkenalan sekaligus bantuannya dalam memberikan jawaban atas wawancara dalam penelitian ini.
iii
Tiada kata-kata yang bisa mengungkapkan rasa terima kasih penulis selain “Jazâkumullah Khairan Katsîran” semoga kebaikan dari semua pihak dibalas Allah dengan berlipat ganda. Amiin.. Akhirnya semoga toresan karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi diri saya sendiri khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Ciputat, 16 Desember 2010
Penulis
Nervi Pradewi
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK ................................................................................................................ i KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................................ v DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ix BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................. 8 C. Pembatasan Maslaah ................................................................ 9 D. Perumusan Masalah ................................................................. 9 E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian ..................................... 10
BAB II
: LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teori ....................................................................... 11 1. Cooperative Learning .......................................................... 11 a. Pengertian Cooperative Learning ................................... 11 b. Tujuan Cooperative Learning ......................................... 15 c. Karakteristik Cooperative Learning ................................ 18 d. Unsur-unsur Cooperative Learning ................................. 19 e. Teknik-teknik Cooperative Learning .............................. 22 f. Pengelolaan Kelas Cooperative Learning ....................... 25 2. Sejarah Kebudayaan Islam .................................................. 29 a. Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam ............................ 29 b. Tujuan Belajar Sejarah Kebudayaan Islam di MTs ........ 31 c. Ruang Lingkup Sejarah Kebudayaan Islam di MTs ....... 32
v
d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sejarah Kebudayaan Islam ........................................................... 32 3. Aktivitas Belajar .................................................................. 36 a. Pengertian Aktivitas ........................................................ 36 b. Tujuan
Pembelajaran
yang
Berorientasikan
pada
Aktivitas Siswa ............................................................... 37 c. Macam-macam Aktivitas ................................................ 37 d. Nilai Aktivitas dalam Pengajaran ................................... 39 B. Kerangka Berpikir .................................................................. 40 C. Pengajuan Hipotesis Penelitian .............................................. 41 BAB III
: METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian ................................................................. 42 B. Metode Penelitian .................................................................. 42 C. Populasi dan Sampel .............................................................. 44 D. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 45 E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 45 F. Instrumen Penelitian .............................................................. 47 G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................................... 51
BAB IV
: HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................... 57 B. Uji Coba Instrumen Penelitian ............................................... 59 C. Deskripsi Data ........................................................................ 60 D. Analisa ................................................................................... 82
BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................ 88 B. Saran ....................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 90 LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perbedaan Cooperative Learning dengan Pembelajaran Konvensional .. 14 Tabel 2.2 SK-KD Kelas VII semester I .................................................................. 32 Tabel 2.3 SK-KD Kelas VII semester II ................................................................ 33 Tabel 2.4 SK-KD Kelas VIII semester I ................................................................ 34 Tabel 2.5 SK-KD Kelas VIII semester II ............................................................... 34 Tabel 2.6 SK-KD Kelas IX semester I ................................................................... 35 Tabel 2.7 SK-KD Kelas IX semester II .................................................................. 35 Tabel 3.1 Data Populasi dan Sampel ...................................................................... 45 Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Angket Penelitian ................................................... 48 Tabel 3.3 Skor Alternatif Jawaban ......................................................................... 52 Tabel 3.4 Skala Penerapan Model Cooperative Learning dan Skala Aktivitas Belajar Siswa SKI .................................................................................. 53 Tabel 3.5 Interpretasi Terhadap Besarnya “r” Product Moment ............................ 55 Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel X dan Variabel Y ...................................... 59 Tabel 4.3 Berkaitan dengan Belajar Secara Kelompok .......................................... 62 Tabel 4.4 Berkaitan dengan Kekompakan Kerja Kelompok .................................. 62 Tabel 4.5 Berkaitan dengan Prinsip Saling Membantu .......................................... 63 Tabel 4.6 Berkaitan dengan Tanggung Jawab Individu ......................................... 64 Tabel 4.7 Berkaitan dengan Hasil yang Maksimal ................................................. 64 Tabel 4.8 Berkaitan dengan Interaksi Kelompok ................................................... 66 Tabel 4.9 Berkaitan dengan Pembagian Kelompok Oleh Guru ............................. 67 Tabel 4.10 Berkaitan dengan Semangat Belajar Cooperative Learning .................. 69 Tabel 4.11 Tingkat Skala Penerapan Cooperative Learning Berdasarkan Indikator 70 Tabel 4.12 Berkaitan dengan Membaca ................................................................... 72 Tabel 4.13 Berkaitan dengan Memperhatikan ......................................................... 73 Tabel 4.14 Berkaitan dengan Bertanya .................................................................... 74 Tabel 4.15 Berkaitan dengan Menjawab .................................................................. 75 Tabel 4.16 Berkaitan dengan Diskusi ....................................................................... 76
vii
Tabel 4.17 Berkaitan dengan Mengeluarkan Pendapat ............................................ 76 Tabel 4.18 Berkaitan dengan Mendengarkan ........................................................... 77 Tabel 4.19 Berkaitan dengan Menyimak .................................................................. 77 Tabel 4.20 Berkaitan dengan Mencatat ..................................................................... 78 Tabel 4.21 Berkaitan dengan Mengerjakan Tugas .................................................... 79 Tabel 4.22 Berkaitan dengan Menaruh Minat ........................................................... 79 Tabel 4.23 Berkaitan dengan Tidak Merasa Bosan .................................................. 80 Tabel 4.24 Tingkat Skala Aktivitas Belajar Siswa Berdasarkan Indikator ............... 81 Tabel 4.25 Data Kelompok ...................................................................................... 84 Tabel 4.26 Nilai Hasil Perhitungan .......................................................................... 85
viii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perolehan Pembelajaran dalam Cooperative Learning .................................................................. 17
Gambar 2.2
Penataan Bangku pada Ruang Kelas Cooperative Learning Menurut Spencer Kagan ........................................................................ 28
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumusan yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Point 1 tentang istilah “Pendidikan” menjelaskan sebagai berikut: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”1 Selain itu juga sesuai dengan prinsip dari penyelenggaraan pendidikan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab III Pasal 4 Point 1 menegaskan bahwa: “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”2 Pernyataan di atas mengatakan, maksud demokratis disini adalah bahwa setiap anak, tidak ada kecualinya, mendapatkan kesempatan yang
1
Afnil Guza (ed.), Undang-undang Sisdiknas (UU RI No 20 Tahun 2003) dan Undangundang Guru dan Dosen (UU RI No 14 Tahun 2005) (Jakarta: Asa Mandiri, 2009), h. 2. 2 Guza, Undang-undang Sisdiknas…, h. 61
1
2
sama untuk menikmati pendidikan sekolah. Disamping itu, dalam pendidikan demokrasi ditunjukkan dengan pemusatan perhatian serta usaha pada si anak didik dalam keadaan sewajarnya (intelegensi, kesehatan, keadaan sosial, dan sebagainya). Di kalangan taman siswa dianut sikap tutwuri handayani, suatu sikap demokrasi yang mengakui hak si anak untuk tumbuh berkembang menurut kodratnya.3 Pembelajaran dalam hal ini bertugas mengarahkan proses pendidikan agar sasaran dari perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan.
... Artinya: “Dikabarkan Abdan, dari Abdullah, kepada Yunus Anijuhri berkata :telah dikabarkan kepada Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah r.a. Nabi bersabda: tidak ada anak yang dilahirkan, kecuali dalam keadaan fitrah (kesucian) maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi…” (HR. Bukhari).4 Dalam pandangan Islam, pendidikan bertujuan untuk mengarahkan dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah anak didik melalui ajaran
Islam
menuju
ke
arah
titik
maksimal
pertumbuhan
dan
perkembangannya. Maka dari pernyataan di atas, pendidikan yang telah ditanamkan sejak kecil merupakan dasar yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya. Oleh sebab itu pendidikan ditanamkan dalam pribadi anak sejak ia lahir bahkan sejak dalam kandungan dan kemudian dilanjutkan dengan pembinaan pendidikan ini di sekolah.
3
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), ed.5, h. 243-244 4 Syaikh Abdul Aziz, Shahih Bukhari, (Beirut: Daar al-Fikr, tth), h. 118.
3
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, secara sistematis merencanakan bermacam-macam lingkungan, salah satunya yakni lingkungan pendidikan yang menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan belajar. Dengan berbagai kesempatan belajar itu, pertumbuhan dan perkembangan peserta didik diarahkan dan didorong ke tujuan yang dicita-citakan. Lingkungan tersebut disusun dan ditata dalam suatu kurikulum, yang pada gilirannya dilaksanakan dalam bentuk proses pembelajaran. Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik (siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Pendidik (guru) merupakan suatu komponen pendidikan yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Karena tugasnya mengajar, maka seorang guru harus mempunyai wewenang mengajar berdasarkan kualifikasi sebagai tenaga pengajar. Sebagai tenaga pengajar, setiap guru harus memiliki kemampuan pedagogik dan profesional dalam bidang proses belajar mengajar atau pembelajaran. Dengan kemampuannya itu guru dapat melaksanakan perannya sebagai fasilitator, pembimbing, penyedia lingkungan, komunikator, model pembelajaran, evaluator, inovator, agen moral dan politik, agen kognitif, dan manajer di kelasnya.5 Disamping harus memiliki kemampuan pedagogik dan profesional, setiap guru selaku tenaga pendidik harus memiliki kemampuan kepribadian, dan kemampuan sosial seperti yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang RI tentang guru dan dosen. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 mengenai Guru dan Dosen pada Bab IV Pasal 20 point (a) tentang Kewajiban Guru dinyatakan bahwa : “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.”6 5 6
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: PT Bumi Aksara, 2009), h. 9. Guza, Undang-undang Sisdiknas…, h. 61.
4
Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan pada Bab IV tentang Standar Proses Pasal 19 point 1 juga dikatakan bahwa : “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.”7 Dari kedua landasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya seorang pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mencapai tujuan pendidikan. Selain itu dalam hal ini juga ditekankan bahwa seorang pendidik harus kreatif dan terampil dalam melaksanakan proses pendidikan yang dapat membuat siswa interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang,
serta
memotivasi
peserta
didik
untuk
berpartisipasi aktif. Proses pembelajaran saat ini sudah tidak memakai paradigma lama lagi seperti teori yang dibangun oleh John Locke dengan tabula rasa. Locke mengatakan bahwa pikiran seorang anak ibarat kertas kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan dari sang guru. Paradigma lama itu sudah berubah, siswa dibentuk dan dikembangkan sesuai dengan potensi yang ada dalam dirinya, dengan sistem proses pembelajaran yang membuat siswa aktif, kreatif, dan kritis. Pembelajaran yang saat ini dikembangkan dan banyak dikenalkan ke seluruh pelosok tanah air adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan atau disingkat dengan PAKEM. Disebut demikian karena pembelajaran ini dirancang agar dapat mengaktifkan serta mengembangkan kreativitas siswa sehingga pembelajaran menjadi efektif namun tetap menyenangkan. Menurut Prof. Dr. S. Nasution di dalam belajar perlu ada aktivitas, sebab pada prinsipnya sesuai dengan semboyan yang dipopulerkan oleh Dewey belajar itu dengan berbuat (Learning By Doing). Tidak ada belajar 7
Guza, Undang-undang Sisdiknas…, h. 109.
5
jika tidak ada aktivitas, itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar.8 Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Menurut Frobel dalam buku Sardiman, A.M. mengatakan bahwa anak itu harus bekerja sendiri. Untuk memberikan motivasi, maka dipopulerkan semboyan berpikir dan berbuat. Dimana dinamika kehidupan manusia, berpikir dan berbuat adalah salah satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Begitupun dalam belajar tentu tidak akan mungkin untuk meninggalkan dua kegiatan tersebut yakni berpikir dan berbuat.9 Mengenai keaktifan itu sendiri Robert M. Gagne memberikan batasan lewat lima macam kemampuan hasil belajar, yaitu10: 1. Keterampilan intelektual (yang merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingkungan skolastik) 2. Teknik kognitif, mengatur “cara belajar” dan berpikir seseorang dalam arti seluas-luasnya, termasuk memecahkan suatu masalah 3. Informasi verbal, pengetahuan dalam informasi dan fakta 4. Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah 5. Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang Dalam Islam, aktivitas belajar merupakan suatu yang penting dalam pendidikan. Mengingat betapa pentingnya aktivitas belajar ini, sehingga wahyu yang pertama diturunkan oleh Allah Swt, kepada rasulnya adalah berkenaan dengan masalah aktivitas belajar, nabi pun melakukan aktivitas belajar dengan bantuan bimbingan malaikat Jibril yang berupa surat al-„Alaq ayat 1-5 yang berbunyi :
8
S. Nasution , Didaktik Asas-asas Mengajar, (Bandung: Jemmars, 1986), ed. ke-5, h. 88-89. Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007), h. 96. 10 J.J. Hasibuan et.al., Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), cet.ke-6, h. 5. 9
6
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(QS. Al-„Alaq : 1-5). Definisi pendidikan agama Islam disebutkan dalam Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah: "Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman”. Rumusan tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa proses pendidikan Agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah dimulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilainilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju ketahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama kedalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamanya terhadap ajaran dan nilai Agama Islam (tahapan psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.11
11
Suhatman, “Pentingnya Pendidikan Agama Islam”, dari http://islamblogku.blogspot.com/2009/07/pengertian-dan-tujuan-pendidikan-agama_1274.html, 7 Januari 2009 diakses pada 1 September 2010
7
Seperti yang telah diketahui bersama, ruang lingkup pelajaran Pendidikan Agama Islam terbagi menjadi 4 (empat), yaitu: Fiqih, Qur‟an Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Akidah Akhlak. Sehubungan dengan hal ini peneliti melakukan pembatasan penelitian hanya pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, yaitu mengenai masalah kurang aktifnya siswa dalam mengikuti pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) yang kebanyakan menurut para siswa cenderung monoton atau membosankan. Selain faktor buku-buku pelajaran SKI yang cenderung kurang menarik untuk dibaca, karena didominasi dalam bentuk teks-teks saja, selain itu juga salah satunya dapat terjadi karena metode pembelajaran yang dipakai cenderung menggunakan metode ceramah saja. Mungkin pada awalnya seorang guru menggunakan metode ceramah pada kegiatan pengajarannya, yang diharapkan agar siswa mengerti dan paham akan materi yang berupa fakta dan informasi dapat tersampaikan dengan baik. Padahal telah diketahui bahwasanya kelemahan daripada metode tersebut lebih membuat siswa pasif. Hal ini bertolak belakang dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Dari latar belakang tersebut, perlu adanya kreatifitas seorang guru yang dapat menerapkan metode pengajaran dalam proses pembelajaran aktif, sehingga hasil dari proses pembelajaran tersebut dapat berjalan secara sempurna dan tidak terjadi kontradiksi dengan tujuan pendidikan yang ingin mencapai keaktifan siswa. Dari hasil penelitian Aspiyah, yang meneliti tentang Pengaruh Metode Ceramah Terhadap Motivasi Belajar studi kasus pada sebuah sekolah, diketahui terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan metode ceramah dengan motivasi siswa, sehingga tidak menimbulkan keaktifan pada diri siswa saat pembelajaran dilakukan. Sejarah Kebudayaan Islam lebih cenderung metode pembelajarannya menggunakan metode ceramah karena tujuan pembelajarannya cenderung ke ranah kognitif, dan banyak guru yang menganggap bahwa pengetahuan siswa dapat terpenuhi dengan pemberitahuan dengan cara ceramah saja. Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di dalamnya tidak hanya berisi kejadian atau
8
peristiwa tanpa arti sama sekali. Tapi bagi generasi penerus bisa dijadikan cerminan diri, sumber pengalaman, dan pelajaran yang tidak ternilai harganya untuk bekal meneruskan perjuangan dimasa mendatang. Untuk itu diperlukan adanya model pembelajaran yang dapat membantu siswa menjadi aktif dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Anita Lie, dalam bukunya menjelaskan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperative learning. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator.12 Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model cooperative learning ini merupakan salah satu cara dimana siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok belajar yang menuntut siswa untuk lebih aktif dikelas, sehingga pembelajaran menjadi optimal. Dengan demikian model ini efektif digunakan dalam kelas. Dari sini saya akan meneliti sejauh mana model pembelajaran ini mempengaruhi keaktifan siswa pada mata pelajaran SKI. Peneliti akan memberi judul: “Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MTs Pembangunan UIN Jakarta”
B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan masalahmasalah sebagai berikut: 1. Masih banyaknya guru Sejarah Kebudayaan Islam yang belum berhasil dalam merencanakan program pengajaran secara baik 2. Terbatasnya buku-buku pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang menarik minat untuk dipelajari, karena isinya terlalu dominan teks
12
Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: PT.Grasindo, 2010), cet ke-7, h. 12
9
3. Adanya persepsi bagi sebagian besar siswa, bahwa pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kurang menarik dan membosankan 4. Terbatasnya penguasaan model pembelajaran yang efektif dari guru mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang dapat membuat siswa menjadi pasif 5. Selama ini penerapan metode pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam menjadikan siswa pasif, mungkin penerapan model cooperative learning dalam mata pelajaran tersebut dapat menjadi alternatif dalam upaya peningkatan aktivitas belajar siswa.
C. Pembatasan Masalah Setelah penulis mengemukakan identifikasi masalah di atas, dapatlah terlihat luasnya permasalahan yang di dapat. Untuk itu supaya memperjelas dan memberikan arah yang tepat dalam pembahasan skripsi, maka penulis berusaha memberikan batasan sesuai dengan judul, yaitu sebagai berikut: 1. Selama ini penerapan metode pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam menjadikan siswa pasif, mungkin penerapan model cooperative learning dalam mata pelajaran tersebut dapat menjadi alternatif dalam upaya peningkatan aktivitas belajar siswa.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang sudah dijabarkan di atas maka permasalahan dapat dirumuskan yaitu: 1. Bagaimanakah pelaksanaan penerapan model Cooperative Learning pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MTs Pembangunan UIN Jakarta? 2. Apakah model Cooperative Learning pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MTs Pembangunan UIN Jakarta dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa?
10
3. Sejauh mana pengaruh antara model Cooperative Learning dan aktivitas belajar siswa dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Jakarta?
E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian Tujuan dari hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan penerapan model cooperative learning dapat mengaktifkan siswa. Sedangkan manfaat hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam penyusunan
kebijakan-kebijakan
dalam
rangka
peningkatan
mutu
pendidikan, khususnya pada pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) agar lebih optimal. 2. Bagi sekolah, sebagai pengembangan pengetahuan dalam penerapan model Cooperative Learning dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) guna meningkatkan aktivitas belajar siswa. 3. Bagi peneliti, sebagai pengalaman dan wawasan baru dalam membahas masalah yang berkaitan dengan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) melalui model Cooperative Learning di MTs Pembangunan UIN Jakarta.
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori 1. Cooperative Learning a. Pengertian Cooperative Learning Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektifitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik.1 Adapun pihak yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran yaitu pendidik dan peserta didik yang keduanya berinteraksi secara edukatif antara satu dengan yang lainnya. Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan pada faham konstruktivis, dimana dalam hal pembelajaran ini diharapkan dapat membangun interaksi siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar.2 Cooperative learning merupakan sebuah model pembelajaran yang sengaja diciptakan untuk mencapai pembelajaran yang maksimal di dalam ruang kelas. Model ini diteliti sekitar pada tahun 1970-an. 1
Isjoni, Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2010), cet. ke-3, h. 11 2 Isjoni, Cooperative Learning Efektifitas…, h. 11-12
11
12
Pada waktu itu, empat kelompok peneliti independen mulai mengembangkan dan meneliti teknik-teknik cooperative learning di dalam kelas. Saat ini, sudah banyak peneliti di seluruh dunia yang mempelajari aplikasi praktis dari prinsip-prinsip cooperative learning, dan akibatnya sudah banyak pula teknik-teknik cooperative learning baru yang ditemukan.3 Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin mengatakan, “In cooperative learning methods, student work together in four memberi teams to master material initially presented by the teacher”. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 46 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Sedangkan Johnson mengemukakan, “cooperative learning is the instructional use to small groups that allows students to work together to maximize their own and each other as learning”. Berdasarkan uraian tersebut, cooperative learning adalah mengelompokkan siswa ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.4 Anita Lie menyebut cooperative learning dengan istilah pembelajaran
gotong-royong,
yaitu
sistem
pengajaran
yang
memberiikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan
3
Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2008), cet ke-3, h. 9 4 Isjoni, Cooperative Learning Efektifitas…, h. 15-17
13
sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator.5 Secara
sederhana
menurut
Abdurrahman
dan
Bintoro,
pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Dalam cooperative learning guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan, adanya interaksi tatap muka, menunjukkan akuntabilitas individual dan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi.6 Berdasarkan dari uraian beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa cooperative learning adalah sebuah sistem pembelajaran di mana siswa bekerja dalam kelompok kecil atau tim untuk berbagi pekerjaan dan saling membantu secara kolaboratif menyelesaian tugas yang diberikan oleh guru. Dalam pembelajaran ini guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan mengutamakan siswa sebagai pusatnya, siswa dapat berperan ganda yaitu sebagai siswa dan sebagai guru dalam proses pembelajaran. Semua teknik cooperative learning menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya.7 Struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satusatunya cara anggota kelompok dapat meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka dapat sukses. Oleh karena itu, untuk meraih tujuan personal mereka, anggota kelompok harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun guna membuat kelompok
5
Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: PT.Grasindo, 2010), cet ke-7, h. 12 6 Retno Widyaningrum, “Strategi Pengajaran yang Berasosiakan dengan Pembelajaran Kontekstual” dalam Cendekia Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan, Ponorogo, Vol. 3 No. 2 Juli Desember 2005, h. 6 7 Slavin, Cooperative Learning: Teori, Riset… h. 10
14
mereka berhasil, dan mungkin yang lebih penting, mendorong anggota satu kelompoknya untuk melakukan usaha maksimal.8 Ada perbandingan yang terlihat jelas antara cooperative learning dengan pembelajaran konvensional, diantaranya dapat diketahui melalui tabel berikut: Tabel 2.1 Perbedaan Cooperative Learning dengan Pembelajaran Konvensional9 Cooperative Learning
Belajar Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling Guru sering membiarkan adanya siswa membantu, dan saling memberiikan motivasi yang mendominasi kelompok atau sehingga ada interaksi promotif. Adanya
akuntabilitas
individual
menggantungkan diri pada kelompok. yang Akuntabilitas individual yang sering
mengukur penguasaan materi pelajaran tiap diabaikan sehingga tugas-tugas sering anggota kelompok, dan kelompok diberi diborong oleh salah seorang anggota umpan balik tentang hasil belajar para kelompok anggotanya
sehingga
dapat
lainnya
saling “mendompleng”
hanya keberhasilan
mengetahui siapa yang memerlukan bantuan “pemborong” dan siapa yang dapat memberiikan bantuan. Kelompok belajar heterogen, baik dalam Kelompok belajar biasanya homogen kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberiikan bantuan. Pimpinan
kelompok
dipilih
secara Pemimpin
kelompok
yang
sering
demokratis atau bergilir untuk memberiikan ditentukan oleh guru atau kelompok pengalaman memimpin bagi para anggota dibiarkan untuk memilih pemimpinnya kelompok
dengan cara masing-masing
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam Keterampilan sosial sering tidak secara kerja gotong royong seperti kepemimpinan, langsung diajarkan kemampuan berkomunikasi, mempercayai
8
Slavin, Cooperative Learning: Teori,…, h. 34 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasikan Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), cet. ke-1, h. 43-44 9
15
orang lain, da mengelola konflik secara langsung diajarkan
Pada
saat
belajar
berlangsung
guru
pemantauan
melalui
kooperatif terus
sedang Pemantauan melalui observasi dan
melakukan intervensi sering tidak dilakukan oleh
observasi
dan guru pada saat belajar kelompok
melakukan intervensi jika terjadi masalah sedang berlangsung dalam kerja sama antar anggota kelompok Guru memperhatikan secara proses kelompok Guru yang
sedang
terjadi
dalam
sering tidak
memperhatikan
kelompok- proses kelompok yang terjadi dalam
kelompok belajar
kelompok-kelompok belajar
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian Penekanan
sering
hanya
pada
tugas tetapi juga hubungan interpersonal penyelesaian tugas. (hubungan
antar
pribadi
yang
saling
menghargai)
b. Tujuan Cooperative Learning Menurut Slavin (1994) dalam Suradi dan Djadir (3;2004), tujuan cooperative learning adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai empat tujuan pembelajaran penting yang dirangkum sebagai berikut: 1) Hasil Belajar Akademik Cooperative learning meliputi berbagai macam tujuan sosial. Namun demikian menurut Ibrahim dkk (2000) dalam Suradi dan Djadir (3;2004), bahwa cooperative learning juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja pembelajar dalam tugas - tugas akademik. Para ahli mengemukakan bahwa model ini unggul dalam membantu pembelajar menyelesaikan konsep-konsep yang sulit. Struktur penghargaan pada cooperative learning dapat meningkatkan penilaian pembelajar pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Selain itu, cooperative
16
learning dapat memberiikan keuntungan baik pada pembelajar kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerjasama menyelesaikan tugas - tugas akademik. 2) Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan lain dari model cooperative learning adalah penerimaan terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, maupun kemampuan. Allport (Ibrahim, 2000) mengemukakan bahwa kontak fisik di antara orang-orang yang berbeda ras atau kelompok etnis tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide. Cooperative learning memungkinkan pembelajar yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu dengan yang lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu dengan yang lain. 3) Pengembangan keterampilan sosial Keterampilan sosial amat penting untuk dimiliki oleh masyarakat. Banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di dalam masyarakat yang secara budaya beragam. Atas dasar itu, Ibrahim (2000) mengemukakan bahwa tujuan penting yang lain dari cooperative learning adalah untuk mengajarkan kepada pembelajar keterampilan kerjasama dan kolaborasi. 4) Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan Lingkungan belajar untuk cooperative learning dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif pembelajar dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Pembelajar menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun pembelajar diberi kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya. Jika cooperative learning ingin menjadi sukses, materi pembelajaran yang lengkap harus tersedia di berbagai sumber
17
belajar. Keberhasilan Juga menghendaki syarat dari menjauhkan kesalahan tradisional yaitu secara ketat mengelola tingkah laku pembelajar dalam kerja kelompok.10 Selain unggul dalam membantu pembelajar dalam menyelesaikan konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu pembelajar menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan kemampuan membantu teman. Dalam buku Slavin digambarkan sebuah diagram
faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan cooperative
learning, di mana dalam gambar tersebut dijelaskan tujuan kelompok yang didasarkan pada pembelajaran anggota kelompok akan sampai pada hasil pembelajaran maksimal. Gambar 2.1 Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perolehan Pembelajaran dalam Cooperative Learning
Penjelasan terperinci (penjelasan oleh teman)
Tujuan kelompok yang didasarkan pada pembelajaran anggota kelompok
Motivasi untuk mendorong teman satu kelompok untuk belajar
Menjadikan teman sebagai model
Pembelajaran
Perluasan kognitif
Praktik oleh teman
Pembenaran dan koreksi oleh teman
10
Samsul, “Jurnal Model Pembelajaran Cooperative Learning”, dari http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:O0IwBDgeSlwJ:www.unjabisnis.com/20 10/04/jurnal-model-pembelajaran-kooperatiflearning.html+tujuan+pembelajaran+kooperatif&cd=10&hl= id&ct=clnk&gl=id, 08 April 2010
18
c. Karakteristik Cooperative Learning Cooperative learning berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi ada juga unsur hubungan sosial dalam proses pengerjaan tugas. Adapun karakteristik dari cooperative learning, dijelaskan di bawah ini: 1) Pembelajaran secara tim Johnson menyatakan: “cooperative learning is the instructional use of small groups so that student's work together to achieve shared goals. In cooperative learning groups, students are given two responsibilities: to learn the assigned material and to make sure that all other group memberis do likewise.”11 Cooperative learning adalah penggunaan pembelajaran kelompok kecil sehingga siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam kelompok cooperative learning, siswa diberi dua tanggung jawab: untuk mempelajari materi yang ditugaskan dan untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok lainnya melakukan hal yang sama. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, harus mampu membuat setiap siswa belajar. Seluruh anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim itu sendiri.
11
Fathi Ashtiani, “A Comparison of the Cooperative Learning Model and Traditional Learning Model on Academic Achievement”, dari: http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:P3 Tb0MUJMZ4J:scialert.net/fulltext/%3Fdoi%3Djas.2007.137.140+slavin+say+cooperative+learnin g+is+meaning&cd=7&hl=id&ct=clnk&gl=id. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2010
19
2) Didasarkan pada manajemen kooperatif Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Demikan juga pada cooperative learning. Fungsi perencanaan menunjukkan bahwa cooperative learning memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran
berjalan
secara
efektif.
Fungsi
pelaksanaan
menunjukkan bahwa cooperative learning harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah
ditentukan
termasuk
ketentuan-ketentuan
yang
sudah
disepakati bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa dalam cooperative learning adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam cooperative learning perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun nontes. 3) Kemauan untuk bekerja sama Keberhasilan
cooperative
learning
ditentukan
oleh
keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses cooperative learning. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masingmasing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu. 4) Keterampilan bekerja sama Kemauan untuk bekerjasama itu kemudian dipraktikan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain.12
12
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), cet. ke-2, h. 242-244
20
d. Unsur-unsur Cooperative Learning Roger dan Daviv Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model cooperative learning yang harus diterapkan, yakni: 1) Saling Ketergantungan Positif Dalam buku Louis Cohen et.al dijelaskan bahwa: “cooperative learning requires the structuring of positive interdependence, such that the successful outcome is only achievable throught such interdependence and requires faceto-face interaction with individual and group 13 accountability.” Pembelajaran kooperatif memerlukan adanya saling ketergantungan positif, sehingga menghasilkan kesuksesan yang hanya dapat dicapai dengan pikiran saling ketergantungan tersebut dan membutuhkan interaksi tatap muka dengan akuntabilitas individu dan kelompok. Unsur ini merupakan hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas dengan sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka. Kondisi seperti ini memungkinkan setiap siswa merasa adanya ketergantungan secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, yang mendorong setiap anggota untuk bekerja sama. 2) Tanggung Jawab Perseorangan Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model 13
Louis Cohen, et.al, A Guide to Teaching Practice, (New York: RoutledgeFalmer, 2004), ed. ke-5, h. 179.
21
Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
3) Tatap Muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota. Inti
dari
sinergi
ini
adalah
menghargai
perbedaan,
memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Sinergi tidak dapat didapatkan begitu saja dalam sekejap, tetapi merupakan proses kelompok yang cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi. 4) Komunikasi Antar anggota Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi.
Tidak
setiap
siswa
mempunyai
keahlian
mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung
pada
kesediaan
para
anggotanya
untuk
saling
mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. 5) Evaluasi Proses Kelompok Pengajar perlu menjadwalkan khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya dapat bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok,
22
tetapi dapat diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan Cooperative Learning.14
e. Teknik-teknik Cooperative Learning Dalam pembelajaran ini, terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas, yaitu: 1) Teknik Mencari Pasangan (Make a Match), yaitu teknik yang dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topic dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini dapat digunakan dalam semua pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. 2) Teknik Bertukar Pasangan, teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. 3) Teknik
Berpikir-Berpasangan-Berempat,
teknik
yang
dikembangkan oleh Frank Lyman (Think-Pair-Share) dan Spencer Kagan (Think-Pair-Square) sebagai struktur kegiatan pembelajaran Cooperative Learning. Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Teknik ini dapat
digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. 4) Teknik Berkirim Salam dan Soal, teknik ini memberi siswa kesempatan untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka. Siswa membuat pertanyaan sendiri sehingga akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh teman-teman sekelasnya. Teknik ini cocok untuk persiapan menjelang ujian. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. 14
Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 31-35
23
5) Teknik
Kepala
Bernomor
(Numbered
Heads),
teknik
ini
dkembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini memberiikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. 6) Teknik Kepala Bernomor Terstruktur, teknik ini sebagai modifikasi Kepala Bernomor yang dipakai oleh Spencer Kagan. Teknik Kepala Bernomor Terstruktur ini memudahkan pembagian tugas. Dengan teknik ini, siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya
dalam
saling
keterkaitan
dengan
rekan-rekan
kelompoknya. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua untuk semua tingkatan usia anak didik. 7) Teknik Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray), teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan dapat digunakan bersama dengan Teknik Kepala Bernomor. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Sruktur teknik ini memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. 8) Teknik Keliling Kelompok, dalam kegitan Keliling Kelompok, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberiikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lain. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. 9) Teknik
Kancing
Gemerincing,
dalam
kegiatan
Kancing
Gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan
untuk
memberiikan
kontribusi
mereka
dan
mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lain. Keunggulan dari teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan
24
kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. 10) Teknik Keliling Kelas, Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Namun, jika digunakan untuk anak-anak tingkat dasar, teknik ini perlu disertai dengan manajemen kelas yang baik supaya tidak terjadi kegaduhan. Dalam kegiatan kelas, masing-masing kelompok mendapatkan kesempatan untuk memamerkan hasil kerja mereka dan melihat hasil kerja kelompok lain. 11) Teknik Lingkaran Kecil Lingkaran Besar (Inside-Outside Circle), teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan untuk memberiika kesempatan kepada siswa agar saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Pendekatan ini dapat digunakan dalam mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan sosial, agama, matematika, dan bahasa. Bahan pelajaran yang cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang membutuhkan pertukaran pikiran dan informasi antarsiswa. 12) Teknik Tari Bambu, teknik ini sebagai modifikasi Kecil Lingkaran Besar (Inside-Outside Circle). Salah satu keunggulan teknik ini adalah adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untu berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan sisngkat dan teratur. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah
informasi
dan
meningkatkan
keterampilan
berkomunikasi. 13) Teknik Jigsaw, teknik ini dikembangkan oleh Aronson et al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Pendekatan ini dapat pula digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
25
matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas atau tingkatan. 14) Teknik Bercerita Berpasangan (Paired Storytelling), teknik ini dikembangkan
sebagai
pendekatan
interaktif
antara
siswa,
pengajar, dan bahan pelajaran. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Bahan pelajaran yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang bersifat naratif dan deskriptif. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan dipakainya bahan-bahan yang lainnya.15
f. Pengelolaan Kelas Cooperative Learning Pengelolaan kelas model cooperative learning ini bertujuan untuk membina pembelajar dalam mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengan pembelajar yang lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model cooperative learning, yakni: 1) Pengelompokan Pengelompokan heterogenitas (kemacamragaman) merupakan cirri-ciri yang menonjol dalam model cooperative learning. Kelompok heterogenitas dapat dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran cooperative learning bisaanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. Secara umum, kelompok heterogen disukai oleh para guru yang telah menggunakan model cooperative learning karena beberapa alasan. Pertama, kelompok heterogen memberiikan kesempatan untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling 15
Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 54-70
26
mendukung. Kedua, kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agama, etnik, dan gender. Terakhir, kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap tiga orang. 2) Semangat cooperative learning Agar kelompok dapat bekerja secara efektif dalam proses cooperative learning, masing-masing anggota kelompok perlu mempunyai semangat cooperative learning (gotong royong). Semangat cooperative learning ini tidak dapat diperoleh dalam sekejap. Semangat ini dapat dirasakan dengan membina niat dan kita siswa dalam bekerja sama dengan siswa-siswa yang lainnya. Menurut Anita Lie dalam bukunya, niat dan kiat siswa dapat dibina dengan beberapa kegiatan yang dapat membuat relasi masingmasing anggota kelompok lebih erat seperti dibawah ini: a) Kesamaan kelompok Kelompok akan merasa bersatu jika mereka dapat menyadari kesamaan yang mereka punyai. Kesamaan ini tidak berarti
menyeragamkan
semua
keinginan,
minat,
dan
kemampuan anggota kelompok. Justru kesamaan ini untuk dapat melihat persamaan yang mereka punyai, masing-masing anggota kelompok harus dapat melihat keunikan rekan-rekannya yang lain terlebih dahulu. Beberapa kegiatan dapat dilakukan guru untuk memberiikan kesempatan kepada para siswa agar lebih mengenal satu sama lain dengan lebih baik dan akrab, misalnya kegiatan wawancara kelompok atau dengan mengadakan game perkenalan. b) Identitas kelompok Berdasarkan
kesamaan
mereka,
kelompok
dapat
merundingkan nama yang tepat untuk kelompok mereka. Mengenai identitas kelompok ini sebenarnya hanya sebagai
27
tambahan jika diperlukan agar lebih semangat dan akrab dalam perkelompokan. c) Sapaan dan sorak kelompok16 Untuk lebih tercipta semangat dari tiap kelompok, siswa dapat ditugaskan untuk menciptakan sapaan dan sorak khas kelompok. Siswa dapat didorong mengembangkan kreatifitas mereka dengan menciptakan cara menyapa rekan-rekan dalam satu kelompok yang disesuaikan dengan identitas kelompok mereka sebelumnya. 3) Penataan ruang kelas17 Dalam model cooperative learning, siswa juga bisa belajar dari sesama teman dan guru hanya berperan sebagai fasilitator, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Maka, dalam penataan ruang kelas juga perlu ditata sedemikian rupa sehingga menunjang pembelajaran cooperative learning. Tentu saja, keputusan guru dalam penataan ruang ini harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah. Tujuan utama penataan lingkungan fisik kelas adalah mengarahkan kegiatan siswa dan mencegah munculnya tingkah laku siswa yang tidak yang tidak diharapkan melalui penataan tempat duduk, perabot, dan barang-barang lainnya yang ada di dalam kelas, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi aktif antara siswa dan guru serta antar siswa, dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu penataan kelas harus memungkinkan guru dapat memantau semua tingkah laku siswa sehingga dapat dicegah munculnya masalah disiplin.
Melalui
penataan
kelas,
diharapkan
siswa
dapat
memusatkan perhatiannya dalam proses pembelajaran dan akan
16
Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 48-51 Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 38-39
17
28
bekerja secara efektif.18 Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah: a) ukuran ruang kelas, b) jumlah siswa, c) tingkat kedewasaan siswa, d) toleransi guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa, e) toleransi masing-masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa lain, f) pengalaman guru dalam melaksanakan model cooperative learning, g) Pengalaman siswa dalam melaksanakan model cooperative learning.19 Dalam model cooperative learning, penataan ruang kelas perlu memperhatikan
prinsip-prinsip
tertentu.
Bangku
perlu
ditata
sedemikian rupa sehingga semua siswa bisa melihat guru/papan tulis dengan jelas, bisa melihat rekan-rekan kelompoknya dengan baik, dan berada dalam jangkauan kelompoknya dengan merata. Kelompok bisa dekat satu sama lain, tetapi tidak mengganggu kelompok yang lain dan guru bisa menyediakan sedikit ruang kosong di salah satu bagian kelas untuk kegiatan lain. Pendekatan yang paling efektif terhadap manajemen kelas bagi pembelajaran kooperatif adalah untuk menciptakan sebuah sistem penghargaan positif yang didasarkan pada kelompok.
Guru
memberiikan
yang
perhatian
terhadap
perilaku
kelompok
diinginkannya di dalam kelas. Dengan segera kelompok lainnya akan menjadikan kelompok yang menerima perhatian positif dari guru tersebut sebagai model. 18
Abdul Majid, Pengelolaan Kelas, dari: http://santridaruz.blogspot.com/2008/05/pengelolaan-kelas.html, diakses pada tanggal 13 Oktober 2010 19 Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 52
29
Unsur penting lainnya dalam sebuha sistem manajemen pembelajaran kooperatif yang baik adalah harapan yang jelas. Guru perlu mendefinisikan dengan jelas dan sebelum kegiatan dimulai sikap-sikap yang perlu diterapkan untuk memfungsikan kelas dengan baik, dan sikap-sikap seperti apa yang akan dihargai. Sikap yang dihargai maksudnya seperti memberi perhatian penuh jika guru menerangkan, memberi bantuan ekstra kepada teman, kooperatif dengan teman satu tim, perhatian terhadap kebutuhan opini, dll.20
2. Sejarah Kebudayaan Islam a. Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sejarah adalah “Ilmu pengetahuan atau uraian tentang peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi di masa lampau”.21 Kebudayaan adalah “Hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat”.22 Dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam adalah salah satu bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati sejarah kebudayaan Islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan kebisaaan.23 Sejarah Kebudayaan Islam di MTs merupakan salah satu mata pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam
20
Slavin, Cooperative Learning: Teori,…, h. 258-260 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 2007), ed. ke-3, cet. ke- 4, h. 1011 22 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar…, h. 170 23 Latifah, “Efektifitas Pelaksanaan Quantum Learning untuk meningkatkan Hasil Belajar Sejarah Kebudayaan Islam”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 13 21
30
sejarah Islam di masa lampau, mulai dari perkembangan masyarakat Islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan Khulafaurrasyidin, Bani ummayah, Abbasiyah, Ayyubiyah sampai perkembangan Islam di Indonesia.
Secara substansial, mata pelajaran Sejarah Kebudayan
Islam memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati sejarah kebudayaan Islam, yang mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik.24 Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Sejarah Kebudayaan Islam merupakan salah satu bagian dari cabang ilmu Pendidikan Agama Islam di madrasah yang di dalamnya membahas tentang peristiwa-peristwa penting, peradaban Islam serta tokoh-tokoh populernya dalam Sejarah Kebudayaan Islam agar tertanamnya nilainilai kepahlawanan dan keilmuan dalam diri peserta didik. Pembelajaran sejarah kebudayaan Islam mempunyai tiga fungsi dasar, sebagai berikut: 4) Fungsi edukatif, yaitu melalui sejarah peserta didik ditanamkan untuk mengakkan nilai, prinsip, sikap hidup yang luhur dan Islami dalam menjalankan hidup sehari-hari. 5) Fungsi keilmuan, yaitu melalui sejarah peserta didik akan memperoleh pengetahuan yang memadai tentang masa lalu Islam dan kebudayaan. 6) Fungsi transformasi, yaitu sejarah merupakan salah satu sumber yang sangat penting dalam rancang transformasi masyarakat.25
b. Tujuan Belajar Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:26 24
http://www.scribd.com/doc/11712482/08Lampiran-3bBab-Vii-Sk-Kd-Pai-Dan-BhsArab-Tk-MTs. diakses pada tanggal 15 Oktober 2010 25 Latifah, “Efektifitas Pelaksanaan Quantum Learning…, h. 14
31
1) Membangun
kesadaran
peserta
didik
tentang
pentingnya
mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam yang
telah
dibangun
oleh
Rasulullah
saw
dalam
rangka
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam. 2) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan. 3) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah. 4) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau. 5) Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik,
ekonomi,
iptek
dan
seni,
dan
lain-lain
untuk
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
c. Ruang Lingkup Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Ruang lingkup Sejarah Kebudayan Islam di Madrasah Tsanawiyah meliputi:27 1) Pengertian dan tujuan mempelajari sejarah kebudayaan Islam 2) Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW periode Makkah 3) Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW periode Madinah 4) Memahami peradaban Islam pada masa Khulafaurrasyidin 5) Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Bani Umaiyah 6) Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Bani Abbasiyah 26
http://www.scribd.com/doc/11712482/08Lampiran-3bBab-Vii-Sk-Kd-Pai-Dan-Bhs-ArabTk-MTs. diakses pada tanggal 15 Oktober 2010 27 http://www.scribd.com/doc/11712482/08Lampiran-3bBab-Vii-Sk-Kd-Pai-Dan-Bhs-ArabTk-MTs. diakses pada tanggal 15 Oktober 2010
32
7) Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Al-Ayyubiyah 8) Memahami perkembangan Islam di Indonesia
d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sejarah Kebudayaan Islam Dalam hal ini peneliti akan menjabarkan seluruh SK-KD Sejarah Kebudayaan Islam secara keseluruhan dari kelas VII, VIII, dan IX, yaitu28: Tabel 2.2 Kelas VII semester I STANDAR KOMPETENSI 1.1 1. Memahami sejarah kebudayaan Islam
1.2
1.3 2. Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW periode Makkah
2.1
2.2
2.3
3. Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW periode Madinah 28
KOMPETENSI DASAR Menjelaskan pengertian kebudayaan Islam Menjelaskan tujuan dan manfaat mempelajari sejarah kebudayaan Islam Mengidentifikasi bentuk/wujud kebudayaan Islam Mendeskripsikan misi Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam semesta, pembawa kedamaian, kesejahteraan, dan kemajuan masyarakat Mengambil ibrah dari misi Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam semesta, pembawa kedamaian, kesejahteraan, dan kemajuan masyarakat untuk masa kini dan yang akan datang Meneladani perjuangan Nabi Muhammad dan para sahabat dalam menghadapi masyarakat Makkah
3.1 Mendeskripsikan sejarah Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan
http://www.scribd.com/doc/11712482/08Lampiran-3bBab-Vii-Sk-Kd-Pai-Dan-Bhs-ArabTk-MTs. diakses pada tanggal 15 Oktober 2010
33
STANDAR KOMPETENSI
KOMPETENSI DASAR perdagangan 3.2 Mengambil ibrah dari misi Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan untuk masa kini dan yang akan datang 3.3 Meneladani semangat perjuangan Nabi dan para sahabat di Madinah
Tabel 2.3 Kelas VII semester II STANDAR KOMPETENSI 1. Memahami sejarah perkembangan Islam pada masa Khulafaurrasyidin
2. Memahami perkembangan Islam pada masa Bani Umaiyah
KOMPETENSI DASAR Menceritakan berbagai prestasi yang dicapai oleh Khulafaurrasyidin 1.2 Mengambil ibrah dari prestasiprestasi yang dicapai oleh Khulafaurrasyidin untuk masa kini dan yang akan datang 1.3 Meneladani gaya kepemimpinan Khulafaurrasyidin 1.1
2.1 2.2
2.3
2.4
2.5
Menceritakan sejarah berdirinya daulah Amawiyah Mendeskripsikan perkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Umaiyah Mengidentifikasi tokoh ilmuwan muslim dan perannya dalam kemajuan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Umaiyah Mengambil ibrah dari perkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Umaiyah untuk masa kini dan yang akan datang Meneladani kesederhanaan dan kesalihan Umar bin abdul Aziz
34
Tabel 2.4 Kelas VIII semester I STANDAR KOMPETENSI 1. Memahami perkembangan Islam pada masa Bani Abbasiyah
1.1 1.2
1.3
1.4
1.5
KOMPETENSI DASAR Menceritakan sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah Mendeskripsikan perkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah Mengidentifikasi tokoh ilmuwan muslim dan perannya dalam kemajuan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah Mengambil ibrah dari perkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah untuk masa kini dan yang akan datang Meneladani ketekunan dan kegigihan Bani Abbasiyah
Tabel 2.5 Kelas VIII semester II STANDAR KOMPETENSI 2. Memahami perkembangan Islam pada masa Dinasti Al Ayyubiyah
2.1 2.2
2.3
2.4
2.5
KOMPETENSI DASAR Menceritakan sejarah berdirinya Dinasti al-Ayyubiyah Mendeskripsikan perkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Dinasti al-Ayyubiyah Mengidentifikasi tokoh ilmuwan muslim dan perannya dalam kemajuan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Dinasti Al Ayyubiyah Mengambil ibrah dari perkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa Dinasti al-Ayyubiyah untuk masa kini dan yang akan datang Meneladani sikap keperwiraan Shalahuddin al-Ayyubi
35
Tabel 2.6 Kelas IX semester I Standar Kompetensi 1. Memahami perkembangan Islam di Indonesia
1.1
1.2
1.3
1.4
Kompetensi Dasar Menceritakan sejarah masuknya Islam di Nusantara melalui perdagangan, sosial, dan pengajaran Menceritakan sejarah beberapa kerajaan Islam di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi Mengidentifikasi para tokoh dan perannya dalam perkembangan Islam di Indonesia Meneladani semangat para tokoh yang berperan dalam perkembangan Islam di Indonesia
Tabel 2.7 Kelas IX semester II STANDAR KOMPETENSI 1. Memahami sejarah tradisi Islam Nusantara
KOMPETENSI DASAR 1.1 Menceritakan seni budaya lokal sebagai bagian dari tradisi Islam 1.1 Memberikan apresiasi terhadap tradisi dan upacara adat kesukuan Nusantara
3. Aktivitas Belajar a. Pengertian Aktivitas Aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif., Sardiman AM (2004), yang menganggap bahwa sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar karena merupakan arena untuk
36
mengembangkan aktivitas.29 J. Dewey sendiri juga menegaskan bahwa sekolah harus dijadikan tempat kerja. Sehubungan dengan itu, ia menganjurkan
pengembangan
metode-metode
proyek,
problem
solving, yang merangsang anak didik untuk melakukan kegiatan, dengan semboyan yang ia populerkan yaitu learning by doing.30 Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar mengajar kedua aspek itu harus selalu berkaitan. Sebagai contoh, seseorang itu sedang belajar dengan membaca. Secara fisik keliahatan bahwa orang tersebut membaca menghadapi suatu buku, tetapi mungkin pikiran dan sikap mentalnya tidak tertuju pada buku yang dibaca. Ini menunjukkan tidak ada keserasian antara aktivitas fisik dengan aktivitas mental. Sehubungan dengan hal tersebut, Piaget menerangkan bahwa seseorang anak itu berpikir sepanjang berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berpikir. Oleh karena itu, agar anak berpikir sendiri, maka harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. Berpikir pada taraf verbal baru akan timbul setelah anak itu berpikir pada taraf perbuatan.31 Dengan mengemukakan beberapa kutipan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan siswa di kelas dalam proses pembelajaran baik itu kegiatan yang bersifak fisik maupun mental. Jelas bahwa dalam kegiatan belajar, subjek didik/siswa harus aktif berbuat. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas. Tanpa aktivitas, proses belajar tidak berlangsung dengan baik. b. Tujuan Pembelajaran yang Berorientasikan pada Aktivitas Siswa Pembelajaran yang menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang. 29
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007), h. 100 30 Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi..., h. 97 31 Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi..., h. 100
37
Pembelajaran yang berorientasikan pada aktivitas siswa bertujuan untuk membantu peserta didik agar dapat belajar mandiri dan kreatif, sehingga ia dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang menunjang terbentuknya kepribadian yang mandiri. Secara khusus pembelajaran yang berorientasikan pada aktivitas ini bertujuan, pertama meningkatkan kualitas pembelajaran agar lebih bermakna. Artinya siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi, akan tetapi bagaimana memanfaatkan informasi itu untuk kehidupannya. Kedua, mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Artinya, diharapkan bukan hanya kemampuan intelektual saja yang berkembang akan tetapi seluruh pribadi siswa termasuk sikap dan mental.32
c. Macam-macam Aktivitas Oemar Hamalik mengatakan dalam bukunya, “pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri”.33 Mengingat aktivitas belajar tersebut merupakan credit point siswa dalam mencapai nilai yang baik. Beberapa contoh aktivitas belajar, meliputi34: a. Mendengarkan b. Memandang c. Meraba, membau, dan mencicipi/mengecap d. Menulis atau mencatat e. Membaca f. Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggaris bawahi g. Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan h. Menyusun paper atau kertas kerja i. Mengingat
32
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, ( Jakarta: Kencana, 2008), cet. ke-1, h. 181 33 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 171 34 Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), cet. 1, h. 125-129
38
j. Berpikir k. Latihan atau praktek Paul B Dierdrich (2007) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam
kegiatan siswa yang merupakan jenis-jenis aktivitas antara
lain35: 1) Visual activities seperti: membaca, memperhatikan, menggambar, mendemonstrasikan, percobaan pekerjaan orang lain. 2) Oral
activities
seperti:
menyatakan,
merumuskan,
bertanya,
memberii saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interview, diskusi, interupsi. 3) Listening activities seperti: mendengarkan uraian, percakapan diskusi, pidato. 4) Writing activities seperti: menulis cerita, karangan, laporan, tes, angket, menyalin. 5) Drawing activities seperti: menggambar, membuat grafik, peta diagram, pola. 6) Motor activities seperti: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang. 7) Mental activities seperti: menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8) Emotional activities seperti: menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup. Terkait dengan judul yang akan diteliti, maka dalam penelitian ini hanya akan dibahas beberapa aktivitas. Penelitian ini akan lebih cenderung
kepada
oral
activities
yaitu
seperti
menyatakan,
merumuskan, bertanya, mengeluarkan pendapat, diskusi. Namun dalam pencapaian aktivitas itu juga didalamnya juga terkait 4 aktivitas lainnya yaitu Visual activities, Listening activities, Writing activities, dan Emotional activities.
35
Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi..., h. 101
39
d. Nilai Aktivitas dalam Pembelajaran Pembelajaran
yang
efektif
adalah
pembelajaran
yang
menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dengan melakukan aktivitas peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pembelajaran para siswa, oleh karena:36 1) Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri. 2) Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral. 3) Memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan siswa. 4) Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri. 5) Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis. 6) Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua dengan guru. 7) Pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret sehingga mengembangkan
pemahaman
dan
berpikir
kritis
serta
menghindarkan verbalitas. 8) Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat.
B. Kerangka Berpikir Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, sosial, maupun kedewasaan moral. Oleh karena itu, maka proses pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mencakup seluruh potensi yang dimiliki anak 36
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar…, h. 175
40
didik. Dengan demikian, pendidikan pada dasarnya memberikan pengalaman belajar untuk dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa, melalui proses interaksi baik antara siswa, siswa dengan guru atau siswa dengan lingkungan. Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa. Pada masa kini, siswa tidak dapat menerima pengetahuan dari guru atau kurikulum secara pasif. Dalam proses pembelajaran siswa ditempatkan sebagai peserta yang dapat berinteraksi secara aktif. Walaupun sudah disadari bahwa siswa akan mendapatkan banyak keuntungan dari diskusi yang mengaktifkan mereka, namun belum banyak guru yang melakukannya, terutama dalam pembelajaran sejarah kebudayaan Islam. Ada pula penerapan strategi yang sering digunakan untuk mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi dengan seluruh kelas. Tetapi, strategi ini tidak terlalu efektif walaupun guru sudah berusaha dan mendorong siswa berpartisipasi. Kebanyakan siswa terpaku menjadi penonton sementara arena kelas dikuasai oleh hanya segelintir orang. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Oleh karena itu, pengajar perlu menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa bekerja sama secara gotong royong dalam pengerjaan tugas mereka. Maka dari itu, cooperative learning yang merupakan salah satu model pembelajaran yang sengaja diciptakan dengan tujuan pokok yaitu interaksi siswa dalam proses pengajaran, sepertinya
cocok bila diterapkan dalam
pembelajaran sejarah kebudayaan Islam dalam meningkatkan aktivitas siswa di kelas dalam proses pembelajaran.
41
C. Pengajuan Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir di atas, yang didukung oleh deskripsi teoritis, maka penulis merumuskan sebuah hipotesis yang menyatakan bahwa: Ha
:
“Terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan model Cooperative Learning dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam”
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Variabel Penelitian Variabel adalah objek penelitian yang bervariasi, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.1 Dalam penelitian ini, peneliti membagi dalam dua jenis variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi, yaitu model cooperative learning, yang diberi simbol sebagai variabel (X). 2. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi, yaitu aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diberi simbol sebagai variabel (Y).
B. Metode Penelitian Metode yang digunakan oleh peneliti disini adalah metode penelitian ex post facto. Ex post facto artinya “dari sesudah fakta”, ex post facto sebagai metode penelitian yang menunjuk kepada perlakuan atau manipulasi variabel bebas X telah terjadi sebelumnya sehingga peneliti tidak perlu memberikan
1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), cet. ke-16, h. 118
42
43
perlakuan lagi, tinggal melihat efeknya pada variabel terikat.2 Dalam penelitian ini, perubahan dalam variabel bebas (penerapan model cooperative learning) itu telah terjadi pada sekolah yang diteliti, dan peneliti harus menyelidikinya
secara
introspeksi
guna
mengetahui
kemungkinan
pengaruhnya terhadap variabel terikat (aktivitas belajar siswa SKI) yang diamati. Peneliti menggunakan penghitungan statistik korelasi yang bertujuan untuk mencari hubungan antara dua variabel dan menjelaskan hasil penelitian lewat interpretasi data. Dalam penelitian ini, peneliti ingin menyelidiki pengaruh penerapan model cooperative learning terhadap aktivitas belajar siswa dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Tujuan menggunakan statistik guna menjawab permasalahan yang ada atau tidaknya hubungan kedua variabel yang diteliti dan diprediksi tentang berapa besar kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat. Penelitian ini didasarkan pada pemahaman melalui library research (penelitian kepustakaan) dan field research (penelitian lapangan). 1. Penelitian kepustakaan Melalui kepustakaan ini, peneliti berusaha mengkaji beberapa buku yang berkaitan dengan judul penelitian, dalam rangka menyusun landasan teori penelitian yang telah dilakukan. 2. Penelitian lapangan Penelitian ini dilakukan dengan cara mendatangi langsung ke tempat obyek penelitian yaitu Madrasah Tsanawiyah Pembangunan UIN Jakarta, karena penelitian ini memerlukan data-data dan fakta yang valid agar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam teknik penelitian, peneliti mengacu pada buku Pedoman Penelitian Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
2
Nana Sudjana, Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan,(Bandung: Sinar Baru Offset, 1989), Cet.1, h. 56
44
C. Populasi dan Sampel Populasi dan sampel merupakan salah satu unsur penting dalam suatu penelitian. Yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.3 Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh siswa yang ada di MTs Pembangunan UIN Jakarta. Sedangkan populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah siswa MTs Pembangunan UIN Jakarta kelas IX tahun ajaran 2010-2011 sebanyak 228 siswa, karena kelas IX inilah yang telah menggunakan model cooperative learning secara maksimal pada mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam di sekolah itu. Sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memiliki sifat yang sama dengan populasi.4 Peneliti akan mengambil sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling. Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Dinamakan random karena peneliti mencampur subjek-subjek dalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.5 Suharsimi Arikunto mengatakan dalam bukunya jika jumlah subyeknya besar (di atas 100 orang), dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih.6 Oleh karena itu, peneliti akan mengambil 15 % dari siswa kelas IX di MTs Pembangunan UIN Jakarta yang terbagi menjadi 7 kelas, yaitu IX-1 s.d IX-7. Dari sini peneliti akan mengambil dari masing-masing kelas sebanyak 45 orang siswa atau siswi.
3
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian …,. h. 115 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian …, h. 117 5 Nuraida, Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research Publishing, 2009), cet. 1, h. 89 6 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian …, h. 134 4
45
Tabel 3.1 Data Populasi dan Sampel No
Kelas
Jumlah
Populasi
Sampel
228
34
Siswa 1
IX
228
D. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di MTs Pembangunan UIN Jakarta yang beralamat di Jl. Ibnu Taimia IV Kompleks UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun waktu penelitian dilakukan dari bulan Oktober hingga selesai.
E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Sebagai
metode
ilmiah,
observasi
biasa
diartikan
sebagai
pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki.7 Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi.8 Dalam hal ini peneliti mengadakan observasi langsung ke lapangan, yaitu mengadakan pengamatan secara langsung ke MTs Pembangunan UIN Jakarta untuk mengamati proses penerapan cooperative learning, keadaan tempat belajar, guru, para siswa, serta fasilitas yang dimiliki dan kepengurusan yayasan MTs Pembangunan UIN Jakarta tersebut.
7
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yoyakarta: Andi Offset, 1994), cet ke-20, h. 136. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., h. 229
8
46
2. Wawancara Wawancara yang biasa juga disebut dengan interview atau kuesioner lisan adalah sebuah
dialog yang dilakukan oleh pewawancara
(interviewer) untuk memperoleh informasi dari narasumber. Wawancara digunakan oleh peneliti untuk menilai keadaan seseorang, misalnya untuk mencari data variabel latar belakang murid, orang tua, pendidikan, perhatian, sikap terhadap sesuatu. Secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara, yaitu: a. Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Tentu saja kreativitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis pedoman
ini
lebih
banyak
tergantung
dari
pewawancara.
Pewawancaralah sebagai pengemudi jawaban responden. jenis wawancara ini cocok untuk penelitian kasus. b. Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun
secara
terperinci
sehingga
menyerupai
check-list.
Pewawancara tinggal membubuhkan tanda ( √ ) pada nomor yang sesuai. Pedoman wawancara yang banyak digunakan adalah bentuk “semi structured”. Dalam hal ini mula-mula interviewer menanyakan serentetatn pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu per satu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan demikian jawaban yang diperoleh bias meliputi semua variabel, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam.9 Wawancara dalam penelitian ini berfungsi sebagai pelengkap yang dilakukan dengan berdialog dan tanya jawab kepada guru bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dan 4 orang siswa kelas IX di MTs Pembangunan UIN Jakarta.
9
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., h. 155-227
47
3. Angket Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Jenis angket yang digunakan oleh peneliti adalah angket tertutup, yaitu angket yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.10 Maksudnya, angket yang menghendaki jawaban pendek atau jawabannya diberikan dengan membubuhkan tanda tertentu. Daftar pertanyaan disusun dengan disertai alternatif jawabannya, responden diminta untuk memilih salah satu jawaban atau lebih dari alternatif yang sudah disediakan. Untuk mendapatkan data yang komperhensif, angket ini dibagikan kepada siswasiswi kelas MTs Pembangunan UIN Jakarta yang menjadi responden. Angket tersebut berisi pertanyaan seputar penerapan model cooperative learning yang dilaksanakan di MTs Pembangunan UIN Jakarta dan kegiatan belajar mengajar (KBM) secara
aktivitas
pada proses
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).
F. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Untuk mendapatkan hasil dari penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan dua jenis instrumen, yaitu angket dan pedoman wawancara. 1. Angket Angket ini bersifat tertutup, yaitu jawaban yang diberikan sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan memberikan jawab lain. Sedangkan alternatif jawaban yang digunakan
10
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., h. 151-152
48
adalah selalu (SL), sering (SR), kadang-kadang (KK), dan tidak pernah (TP). Adapun angket yang disebarkan dalam bentuk pernyataan dimana 15 butir pernyataan untuk variabel X (penerapan model cooperative learning) dan 15 butir pernyataan untuk variabel Y (aktivitas belajar siswa SKI), sehingga total seluruh pernyataan ada 30 butir. Adapun kisi-kisi instrumen angket ini pada masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Angket Penelitian Variabel
Indikator
Dimensi
Butir Pernyataan
a. Karakteristik
Belajar secara kerja kelompok
1
model
cooperative
Kekompakan kerja kelompok
15
cooperative
learning
Penerapan
learning
b. Unsur-unsur cooperative learning c. Pengelolaan kelas cooperative learning
Aktivitas belajar SKI
a. Visual activities siswa b. Oral activities
Prinsip saling membantu
4,14
Tanggung jawab individu
13
Hasil yang maksimal Interaksi kelompok Pembagian kelompok oleh
6,11 10,12 3,5,7,8
guru Semangat belajar cooperative learning Membaca
2,9
17,20
Memperhatikan
19
Bertanya
21
Menjawab
22,29
Diskusi
30
Mengeluarkan pendapat
26
Mendengarkan
49
c.
Listening
activities
d. Writing act
Menyimak
24
Mencatat
16
Mengerjakan tugas
28
Menaruh minat
18
Tidak Merasa bosan
ivit
23,25 27
ies
e. Emotional activities
Setelah angket dibuat dan disebarkan kepada 34 siswa, lalu peneliti akan melakukan uji coba instrumen dalam penelitian ini, yaitu uji validitas dan uji reliabilitas. a. Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.11 Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.12 Dalam melakukan kevalidan dalam tiap-tiap butir instrumen angket ini, peneliti menggunakan rumus korelasi product moment dari Pearson:
11
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., h. 168 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., h. 168-169
12
50
rxy
x ' y ' (c
x ' )(c y ' ) N ( SDx ' )( SD y ' )
Keterangan:
x' y '
= Jumlah hasil perkalian silang (product moment) antara: frekuensi sel (f) dengan x‟ dan y‟
cx '
= Nilai korelasi pada variabel X yang dapat dicari / diperoleh dengan rumus: c x '
cy '
fx' N
= Nilai korelasi pada variabel Y yang dapat dicari / diperoleh dengan rumus: c x '
fy' N
SDx ' = Deviasi standar skor X dalam arti tiap skor sebagai 1 unit (dimana i-1) SD y ' = Deviasi standar skor Y dalam arti tiap skor sebagai 1 unit
(dimana i-1)
N
= Number of Cases13
Adapun kriteria validitasnya adalah sebagai berikut : Apabila rhitung rtabel maka butir pernyataan tersebut dikatakan valid Apabila rhitung rtabel maka butir pernyataan tersebut dikatakan tidak valid Hasil perhitungan koefisien korelasi per butir pernyataan dikonsultasikan dengan rtabel dengan N = 34 dan df = 32 (34-2) dengan taraf signifikan 5 % maka diperoleh rtabel sebesar 0,349.14
13
Prof. Dr. Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2008), ed. I, h. 220 14 Prof. Dr. Anas Sudijono, Pengantar Statistik…, h. 402
51
b. Uji Reliabilitas Realibilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliable akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kali pun diambil, tetap akan sama. Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan.15 Peneliti akan menggunakan teknik pencarian reliabilitas tersebut dengan menggunakan rumus alpha, yaitu: k )(1 2b ) k 1 t 2
r11 (
Keterangan:
r11
= reliabilitas instrumen
k
= banyaknya butir pernyataan
b
2
= jumlah varians butir
12
= varians
total16 2. Pedoman Wawancara Untuk menunjang penelitian, peneliti juga menggunakan teknik wawancara guru mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam dan siswa di MTs Pembangunan UIN Jakarta. Adapun hal-hal yang akan ditanyakan adalah mengenai penerapan model cooperative learning, dan kondisi belajar siswa saat diterapkan model cooperative learning.
15
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., h. 178 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., h. 196
16
52
G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Setelah data terkumpul dengan lengkap, tahap berikutnya data diolah dan dianalisis untuk menjawab masalah dan hipotesis penelitian. Untuk mengolah data dalam penelitian ini penulis melakukan langkah-langkah analisa sebagai berikut: 1. Editing Editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai menghimpun data di lapangan.17 Pada tahap ini peneliti akan melakukan pengecekan terhadap data yang diperoleh, khususnya pada angket yang telah diisi oleh siswa. Angket tersebut harus diteliti satu persatu tentang kelengkapan pengisian, kejelasan penulisannya dan kebenaran pengisian angket, sehingga terhindar dari kekeliruan atau kesalahan. Jika ada pernyataan yang menyimpang dari yang diteliti, maka pernyataan tersebut dapat dibuang atau tidak digunakan. 2. Skoring Tahap selanjutnya setelah dilakukan pengecekan terhadap angket kemudian pemberian skor pada setiap butir-butir pertanyaan yang terdapat dalam angket. Pemberian skor ini dilakukan dengan memperhatikan jenis data yang ada. Adapun untuk pemberian skor pada tiap-tiap alternatif jawaban dari pernyataan sebagai berikut: Tabel 3.3 Skor Alternatif Jawaban
17
Alternatif
Nilai
Alternatif
Nilai
Jawaban
Pernyataan
Jawaban
Pernyataan
Selalu
4
Sangat Setuju
4
Sering
3
Setuju
3
M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 165
53
Kadang-kadang
2
Kurang Setuju
2
Tidak Pernah
1
Tidak Setuju
1
3. Tabulasi Tabulasi adalah bagian terakhir dari pengolahan data. Maksud tabulasi adalah memasukkan data pada tabel-tabel tertentu dan mengatur angka-angka serta menghitungnya.18 Setelah data-data diolah, langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Teknik analisis data yaitu peneliti berusaha untuk memberikan uraian mengenai hasil penelitian. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh penerapan model cooperative learning dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa SKI. Setelah angket melewati uji validitas dan uji reliabilitas, Langkah selanjutnya adalah perhitungan terhadap data yang sudah diberi skor dengan menggunakan rumus prosentase sebagai berikut: P = f x 100 % N Keterangan: P = Angka Prosentase f = Frekuensi yang sedang dicari prosentasenya N = Number of ceses (jumlah frekuensi/banyaknya individu)
Langkah terakhir yang peneliti lakukan untuk mengetahui tingkat penerapan model cooperative learning dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa SKI, yaitu peneliti menggunakan perhitungan sederhana dengan langkah-langkah: 1) Menentukan nilai harapan (NH), nilai ini dapat diketahui dengan mengalikan jumlah item pertanyaan dengan skor tetinggi.
18
M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif…, h. 168
54
2) Menghitung nilai skor (NS), nilai ini merupakan nilai rata-rata sebenarnya yang diperoleh dari hasil penelitian. Adapun cara perhitungannya dengan menggunakan rumus mean yaitu: Mx
X N
Keterangan: Mx
: Mean/nilai rata-rata
ƩX
: Jumlah skor pada tiap indikator
N
: Banyaknya Responden
3) Menentukan kategori, yaitu dengan menggunakan rumus:19
Tabel 3.4 Skala Penerapan Model Cooperative Learning dan Skala Aktivitas Belajar Siswa SKI No.
Skor
Keterangan
1
0% – 25%
Rendah
2
26% - 50%
Sedang
3
51% – 75%
Tinggi
4
76% – 100%
Sangat Tinggi
Sedangkan data yang dibahas adalah dua variabel yang saling berpengaruh, maka data tersebut juga dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan rumus korelasi product moment untuk mengkaji hipotesis tentang ada atau tidak adanya pengaruh antara variabel X dengan variabel Y dan apakah hubungan tersebut positif atau negatif. Penghitungan korelasi product moment yang digunakan dengan rumus sebagai berikut: 19
Nurbayati Suri, “Efektivitas Penggunaan Audio Visual Sebagai Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SD al-Azhar 12 Cikarang-Bekasi”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syahid Jakarta, 2009), h. 53, t.d.
55
rxy
x ' y ' (c
x ' )(c y ' ) N ( SDx ' )( SD y ' )
Keterangan:
x' y ' = Jumlah hasil perkalian silang (product moment) antara: frekuensi sel (f) dengan x‟ dan y‟
cx '
= Nilai korelasi pada variabel X yang dapat dicari / diperoleh dengan rumus: c x '
cy '
fx'
N = Nilai korelasi pada variabel Y yang dapat dicari / diperoleh dengan
rumus: c x '
fy'
N SDx ' = Deviasi standar skor X dalam arti tiap skor sebagai 1 unit (dimana i-
1) SD y ' = Deviasi standar skor Y dalam arti tiap skor sebagai 1 unit (dimana i-
1)
N
= Number of Cases20
Setelah diperoleh nilai " rxy " maka selanjutnya adalah memberikan interpretasi terhadap angka indeks korelasi “r” product moment, yaitu: 1. Interpretasi kasar atau sederhana Yaitu dengan mencocokan hasil perhitungan dengan angka indeks korelasi “r” product moment dengan pedoman tabel dibawah ini:
20
Prof. Dr. Anas Sudijono, Pengantar Statistik …, h. 220
56
Tabel 3.5 Interprestasi Terhadap Besarnya “r” Product Moment21 Besar “r” Product
Interprestasi
Moment Antara variabel X dan variabel Y memang terdapat korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau 0,00 – 0,20
sangat rendah, sehingga korelasi itu diabaikan (dianggap tidak ada korelasi antara variabel X dan variabel Y)
0,20 – 0,40 0,40 – 0,70 0,70 – 0,90 0,90 – 1,00
Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang lemah atau yang rendah Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sedang atau cukup Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang kuat atau tinggi Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sangat kuat atau sangat tinggi
2. Interprestasi terhadap angka indeks korelasi “r” Product Moment yaitu dengan jalan berkonsultasi pada nilai " rtabel" Untuk lebih mempermudah interpretasi terhadap angka indeks korelasi “r” product moment dapat ditempuh dengan jalan berkonsultasi pada nilai “r” tabel (rt). Apabila cara ini ditempuh maka prosedur yang akan dilalui adalah sebagai berikut: 1) Merumuskan hipotesis alternatif (Ha) dan Hipotesis nihil (Ho). 2) Menguji kebenaran hipotesa yang telah dirumuskan dengan jalan membandingkan besarnya “r” Product Moment dengan “r” yang tercantum dalam tabel nilai (rt ) , terlebih dahulu mencari derajat
21
Prof. Dr. Anas Sudijono, Pengantar Statistik …, h. 193
57
bebasnya (db) atau degrees of freedom (df) atau taraf signifikansi 1% dan 5% dengan rumus: df = N – nr df = Dergees of freedom N = Number of cases nr = Banyaknya variabel yang dikorelasikan Apabila “r” sama dengan atau lebih besar dari rt, maka Hipotesa Alternatif (Ha) diterima, berarti terdapat korelasi positif antara kedua variabel tersebut. Dan jika Hipotesis Nihil (Ho) maka tidak dapat disetujui/diterima, berarti tidak terdapat korelasi yang positif antara kedua variabel tersebut.22
3. Mencari kontribusi variabel X terhadap variabel Y, dengan rumus: KD = r2 x 100 % KD = Kontribusi variabel terhadap Y. r2
22
= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y.
Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan …, h. 193-195
BAB IV HASIL PENELITIAN
H. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya MTs Pembangunan UIN Jakarta Madrasah Pembangunan lahir berawal dari keinginan tokoh-tokoh di Departemen Agama dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta akan adanya pendidikan Islam yang representatif. Pada awal tahun 1972, Panitia Pembangunan Gedung Madrasah Komprehensif dibentuk oleh Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. H.M. Toha Yahya Omar (alm). Seiring dengan perubahan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, sejak tahun 2002 Madrasah Pembangunan IAIN Jakarta mengikuti perubahan nama menjadi Madrasah Pembangunan UIN Jakarta.
2. Tokoh Pendiri MTs Pembangunan UIN Jakarta Berdirinya Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak lepas dari jasa-jasa para tokoh yang peduli terhadap pendidikan generasi Islam yakni pejabat-pejabat UIN Jakarta dan Depag, pada masa itu antara lain adalah: a. Drs. H. Kafrawi Ridwan, M.A. (Direktur Perguruan Tinggi Depag. RI dan Wakil Rektor III IAIN Syarif Hidayatullah Tahun …).
58
59
b. Prof. Dr. H.A. Rahman Partosentono (Wakil Rektor I IAIN Syarif Hidayatullah Tahun…). c. Drs. Husen Assegaf, M.A. (Wakil Rektor II IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun…). d. Drs. H. Bakran Yakob (Ketua Jurusan Bahasa Indonesia Fakultas Tarbiyah, IAIN Syarif Hidayatullah Tahun…). e. Dr. H. Agustiar, M.A (Ketua Jurusan Pedagogik, Fakultas Tarbiyah, IAIN Syarif Hidayatullah Tahun…). f. Drs. H.A. Muzakir (Kasubid II Direktorat Pendidikan Departemen Agama RI Tahun…). g. Drs. H.M. Ali Hasan (Kepala Seksi Pembina Tenaga Guru dan Pengawasan Subdit V Direktorat Pendidikan Agama Departemen Agama RI Tahun…).1
3. Fasilitas MTs Pembangunan UIN Jakarta a. Ruang kelas MTs Pembangunan Jakarta ini mempunyai ruang kelas sebanyak 10 ruang kelas. Selain itu ada juga sebuah ruangan yang dinamakan dengan ruang kelas audio visual. Ruangan lesehan (tanpa kursi dan meja) ini biasanya secara bergiliran oleh guru saat sang guru membutuhkan media dalam pembelajarannya. b. ….
4. Tenaga Edukatif Sampai saat
ini tenaga edukatif pada MTs Pembangunan UIN
Jakarta berjumlah 38 orang.
I. Uji Coba Instrumen Penelitian Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa setelah dilakukan penyebaran angket, maka peneliti melakukan uji coba pada angket 1
Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Panduan Siswa…, h. 3
60
tersebut. Adapun hasil dari uji coba instrument angket tersebut adalah sebagai berikut:
1. Uji Validitas Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel X dan Variabel Y Variabel X
Variabel Y
(Penerapan model Cooperative Learning)
(Aktivitas Belajar Siswa SKI)
Rhitung 0.391 0.417 0.469 0.356 0.410 0.392 0.420 0.483 0.434 0.393 0.384 0.360 0.390 0.485 1
Rtabel 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349
Status Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Rhitung 0.353 0.419 0.427 0.389 0.377 0.398 0.366 0.368 0.369 0.357 0.367 0.360 0.387 0.376 0.351
Rtabel 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349
Status Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Dari tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen berupa angket yang telah disebarkan mempunyai status valid. Karena dari tiaptiap butir pernyataan mempunyai rhitung yang lebih besar dibandingkan
rtabel product moment ( rhitung > rtabel ).
2. Uji Reliabilitas Angket ini juga telah diuji tingkat reliabilitasnya dengan rumus penghitungan Alpha. Dari rumus tersebut didapatkan r11 pada variabel X sebesar 0,8182. Selanjutnya hasil tersebut dikonsultasikan dengan tabel r
61
product moment. Pada taraf signifikansi 5% adalah lebih besar dari rtabel (0,8182 > 0,349) dan pada taraf signifikansi 1%, rxy adalah juga jauh lebih besar daripada rtabel (0,8182 > 0,449). Pada variabel Y,
r11 sebesar 0,8439. Pada taraf signifikansi 5%
adalah lebih besar dari rtabel (0,8439 > 0,349) dan pada taraf signifikansi 1%, rxy adalah juga jauh lebih besar daripada rtabel (0,8439 > 0,449). Karena pada kedua variabel tersebut mempunyai r11 yang lebih besar daripada rtabel , maka dapat disimpulkan angket ini reliable.
J. Deskripsi Data Data-data yang diperoleh oleh peneliti mengenai penerapan model cooperative learning dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa ini melalui instrumen angket. wawancara guru bidang studi, dan wawancara siswa. Peneliti awalnya melakukan observasi terlebih dahulu dan meminta konfirmasi kepada pihak sekolah (kepala sekolah). Melalui observasi tersebut, didapatkan hasil bahwa kebanyakan guru bidang studi pada sekolah tersebut telah menerapkan model cooperative learning. Sesuai dengan trade mark mereka yang menitik beratkan pada basic sains, pada pembelajaran sejarah kebudayaan
Islam,
siswa dalam
pembelajaran kooperatifnya pada akhirnya biasanya dianjurkan membuat presentasi kelompok nantinya dengan memakai power point sesuai dengan kreatifitas mereka.2 Melihat hal tersebut, peneliti merasa cocok untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut. Selanjutnya peneliti melakukan penyebaran angket hanya pada kelas IX saja. Sesuai dengan anjuran dari guru bidang studi, karena kelas IX merupakan kelas yang sudah menerapkan model cooperative learning secara maksimal
dibandingkan
dengan
tingkat
kelas
lain
pada
proses
pembelajarannya. Angket disebar pada 4-5 siswa di masing-masing 7 kelas 2
Wawancara guru bidang studi.
62
yaitu, IX-A, IX-B, IX-C, IX-D, IX-E, IX-F, dan IX-G. Peneliti memberikan pertanyaan yang mencakup kedua variabel sebanyak 30. Setelah data diperoleh dari hasil angket yang telah disebarkan kepada responden, maka langkah selanjutnya yaitu menghitung hasil angket dengan mencari angka prosentase.
1. Variabel Bebas (Penerapan Model Coopeartive Learning) Data mengenai penerapan model coopeartive learning yang menjadi variabel X merupakan data yang diperoleh langsung dari pengisian instrumen penelitian yang berbentuk angket yang disebarkan kepada siswa sebagai responden yang mengamati dan merespon penerapan model coopeartive learning yang ada di kelas, dengan 15 pernyataan. Tabel. 4.3 Berkaitan Belajar Secara Kerja Kelompok No.
Pernyataan
1.
Dengan belajar secara kelompok (cooperative learning) membuat tugas SKI biasanya menjadi lebih ringan dikerjakan Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
Sangat Setuju
14
41,18%
Setuju
18
52,94%
Kurang Setuju
1
2,94 %
Tidak Setuju
1
2,94 %
Jumlah
34
100%
Dari tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar siswa (52,94%) menjawab siswa menyetujui bahwa dengan belajar secara kelompok (cooperative learning) membuat tugas SKI biasanya menjadi lebih ringan dikerjakan, bahkan ada juga yang menjawab sangat menyetujui dengan persentase (41,18%). Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak siswa yang menganggap bahwa dengan belajar secara kooperatif yang telah diterapkan
63
di kelas dapat membantu mereka dalam pengerjaan tugas, karena dilakukan secara bersama-sama dengan teman kelompoknya. Tabel. 4.4 Berkaitan dengan Kekompakan Kerja Kelompok No.
Pernyataan
15.
Dengan belajar kelompok (cooperative learning), kesulitan yang saya hadapi lebih sedikit dalam pembelajaran SKI Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
Sangat Setuju
9
26,47%
Setuju
21
61,76%
Kurang Setuju
4
11,76%
Tidak Setuju
-
-
34
100%
Jumlah
Melihat data tersebut, menunjukkan siswa mengakui bahwa dengan menerapkan pembelajaran secara kooperatif di kelas, maka tingkat kesulitan baik mengenai pemahaman dan tugas menjadi lebih sedikit dibandingkan bila harus belajar sendiri. Hal itu terbukti lewat prosentase di atas, siswa sangat menyetujui hal tersebut sebesar 26,47%. Bahkan sebagian besar siswa dengan prosentase sebesar 61,76% menyetujui pernyataan tersebut, walaupun tetap masih ada yang tidak setuju dengan prosentase sebesar 11,76%. Tabel. 4.5 Berkaitan dengan Prinsip Saling Membantu No.
Pernyataan
4.
Bila ada teman kelompok saya ada masalah dengan tugasnya, saya siap berusaha membantunya Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
Sangat Setuju
5
14,71%
Setuju
22
64,71%
64
Kurang Setuju
7
20,59%
Tidak Setuju
-
-
34
100%
Jumlah 14.
Saya tidak malu bertanya pada teman sekelompok, jika menemukan kesulitan dalam membuat tugas kelompok Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
Sangat Setuju
12
35,29%
Setuju
19
55,88%
Kurang Setuju
2
5,88%
Tidak Setuju
1
2,94%
Jumlah
34
100%
Berkaitan dengan prinsip saling membantu, sebagian besar siswa (64,71) tidak berkeberatan membantu temannya bila menemukan kesulitan dalam tugasnya, dan lebih dari sebagian siswa (55,88%) tidak malu dan ragu untuk bertanya pada temannya bila menemukan kesulitan. Tapi masih ada juga sebagian kecil (20,59%) yang kurang setuju untuk membantu teman kelompoknya. Bahkan ada sedikit sekali (2,94%) yang tidak setuju untuk bertanya pada temannya jika menemukan kesulitan. Dalam hal ini pada dasarnya lebih kepada karakter dari masing-masing individu, namun sebagian besar siswa di MTs Pembangunan UIN Jakarta ini melaksanakan nilai pembelajaran kooperatif yang paling mendasar yaitu bekerja sama dan saling membantu teman kelompok. Tabel. 4.6 Berkaitan dengan Tanggung Jawab Individu No.
Pernyataan
13.
Dengan belajar kelompok (cooperative learning), saya bertanggung jawab atas tugas saya tanpa mengandalkan teman kelompok saya Alternatif Jawaban Sangat Setuju
Frekuensi
Persentase
6
17,64%
65
Setuju
25
73,52%
Kurang Setuju
2
5,88%
Tidak Setuju
1
2,94%
Jumlah
34
100%
Mengenai tanggung jawab individu ini, sebagian besar siswa (73,52%) menjawab setuju dalam bertanggung jawab secara individu, tanpa mengandalkan teman kelompok. hal ini mungkin karena pengaruh dari guru bidang studi SKI sendiri yang mempunyai prinsip bahwa “dalam penerapan cooperative learning ini diharapkan walaupun bekerja secara kelompok namun tetap harus menumbuhkan rasa tanggung jawab pada tiap siswa dalam kelompoknya. Selain terhadap diri sendiri juga terhadap materi yang dihadapi”.3 Sehingga banyak siswa yang menyetujui bahwa mereka harus tetap bertanggung jawab atas tugas dan kelompoknya. Tabel. 4.7 Berkaitan dengan Hasil Yang Maksimal No.
Pernyataan
6.
Dengan belajar kelompok (cooperative learning), saya menjadi lebih memahami dalam belajar SKI Alternatif Jawaban
11.
Frekuensi
Persentase
Sangat Setuju
8
23,53%
Setuju
24
70,59%
Kurang Setuju
-
-
Tidak Setuju
2
5,88%
Jumlah
34
100%
Saya bisa mendapatkan hasil nilai yang lebih bagus, bila belajar secara berkelompok (cooperative learning) Alternatif Jawaban Sangat Setuju
3
Wawancara guru bidang studi.
Frekuensi
Persentase
8
23,53%
66
Setuju
21
61,76%
Kurang Setuju
3
8,82%
Tidak Setuju
2
5,88%
Jumlah
34
100%
Melihat hasil prosentasi di atas, diketahui bahwa sebagian kecil (23,53%) siswa sangat menyetujui bahwa dengan belajar kelompok (cooperative learning) dapat lebih memahami dalam belajar SKI dan bisa mendapatkan hasil nilai yang lebih bagus. Sebagian besar siswa juga menyetujui hal tersebut yaitu dengan prosentase 70,59% dan 61,76%. Dalam hal ini ada juga data pendukung melalui wawancara siswa. Dengan percaya dirinya siswa ini berkata: “Saya pernah merasakan bahwa dengan model pembelajaran kelompok yang diterapkan guru, mempunyai pengaruh terhadap nilai saya. Pada kelas 8 kemarin dengan guru yang berbeda menggunakan teknik pembelajaran kelompok yang saya suka yang membuat saya semangat belajar dan mendapat nilai bagus”.4 Namun ada juga siswa yang kurang menyetujui dan tidak menyetujui pernyataan tersebut, seperti salah satu siswa yang pada saat diwawancarai mengatakan: “Menurut saya nilai tidak dipengaruhi karena penerapan model pembelajaran di kelas, tapi itu tergantung dari siswanya sendiri. Saya berpikir saya harus menyukai semua pelajaran agar saya mau belajar pelajaran itu. Bukan dari model pembelajarannya, karena sebagus apapun model yang dipakai, tapi apabila siswanya tidak mempunyai kemauan dalam pelajaran, maka tetap saja nilainya tidak bisa bagus.”5 Tabel. 4.8 Berkaitan dengan Interaksi Kelompok No.
Pernyataan
10.
Saya berusaha untuk mengenal satu sama lain dengan temanteman kelompok saya, supaya kami dekat dan menghasilkan kerja
4
Wawancara siswa Wawancara siswa
5
67
sama yang maksimal Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
Sangat Setuju
8
23,53%
Setuju
24
70,59%
Kurang Setuju
2
5,88%
Tidak Setuju
-
-
34
100%
Jumlah
12.
Dengan belajar kelompok (cooperative learning), saya bisa belajar untuk menerima perbedaan dari tiap teman kelompok saya Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
Sangat Setuju
7
20,59%
Setuju
27
79,41%
Kurang Setuju
-
-
Tidak Setuju
-
-
34
100%
Jumlah
Dari tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar siswa 70,59% menjawab siswa menyetujui bahwa dalam belajar kelompok siswa harus saling mengenal satu sama lain. Sebagian besar dan selebihnya (79,41% dan 20,59%) siswa menyetujui bahkan sangat menyetujui bahwa siswa juga harus dapat saling menerima perbedaan. Mengenai unsur cooperative learning ini, siswa dapat menjalankannya dengan baik, karena sesuai dengan teori yang ada, bahwa dalam pembelajaran kooperatif ini diperlukan sekali adanya komunikasi kelompok yang baik yang dapat menerima perbedaan dari masing-masing anggotanya. Sehingga pada dasarnya bukan hasil secara akademik saja yang tercapai, namun juga siswa dapat bersosialisasi dengan sangat baik di lingkungannya.
68
Tabel. 4.9 Berkaitan dengan Pembagian Kelompok Oleh Guru No.
Pernyataan
3.
Guru selalu membagi kelompok secara heterogen (menggabungkan dari faktor jenis kelamin, tingkat kepandaian, dll) dalam penerapan belajar kelompok (cooperative learning) dalam pembelajaran SKI Alternatif Jawaban
5.
Frekuensi
Persentase
Sangat Setuju
3
8,82%
Setuju
7
20,59%
Kurang Setuju
18
52,94%
Tidak Setuju
6
17,65
Jumlah
34
100%
Dalam belajar kelompok (cooperative learning) pembelajaran SKI, setiap pimpinan/ketua kelompok dipilih secara demokratis Alternatif Jawaban
7.
8.
Frekuensi
Persentase
Sangat Setuju
6
17,65%
Setuju
19
55,88%
Kurang Setuju
6
17,65%
Tidak Setuju
3
8,82%
Jumlah
34
100%
Dalam belajar kelompok (cooperative learning), setiap pimpinan/ketua kelompok dipilih secara bergiliran pada tiap pertemuan SKI Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Sangat Setuju
4
11,76%
Setuju
9
26,47%
Kurang Setuju
18
52,94%
Tidak Setuju
3
8,82%
Jumlah
34
100%
Pada saat belajar kelompok (cooperative learning) sedang berlangsung, guru terus memantau proses diskusi antar siswa di tiap
69
kelompok Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
Sangat Setuju
9
26,47%
Setuju
24
70,59%
Kurang Setuju
1
2,94%
Tidak Setuju
-
-
34
100%
Jumlah
Dalam hal ini, berkaitan dengan pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru bidang studi SKI di MTs Pembangunan UIN Jakarta. Telah diketahui lebih dari setengah siswa (52,94%) tidak menyetujui bahwa guru SKI melakukan pembagian kelompok secara heterogen. Lalu diketahui juga lebih dari setengah siswa (55,88%) mengakui bahwa pemilihan pimpinan kelompok dilakukan secara demokratis. Namun dalam hal ini siswa mengakui bahwa biasanya pemilihan pemimpin kelompok dilakukan hanya pada kelompok masing-masing saja, tanpa ditunjuk oleh guru.6 Pemilihan ketua/pimpinan kelompok dalam model ini sebenarnya cukup dibutuhkan sedikit serius, karena guru dapat melatih siswa dalam memimpin kelompoknya dengan baik seperti apa. Pada prosentase angket ini, lebih dari setengah siswa (52,94%) tidak menyetujui guru telah melakukan pimpinan kelompok secara bergiliran. Lalu dalam hal pemantauan, sebagian besar siswa (70,59%) menyetujui bahwa guru selalu memantau proses diskusi dalam pembelajaran kelompok ini. Sejalan dengan hal ini empat orang siswa yang sudah diwawancarai pun menyetujui bahwa guru bidang studi SKI sangat memantau mereka saat pembelajaran kelompok ini berlangsung di kelas. “Pak guru sangat memantau kami dan sering berkeliling melihat pekerjaan kelompok kami. Terkadang memberi pengarahan bila ada yang belum dimengerti.” Kata siswa.
6
Wawancara dengan siswa
70
Tabel. 4.10 Berkaitan dengan Semangat Belajar Cooperative Learning No.
Pernyataan
2.
Setelah guru menerapkan belajar kelompok (cooperative learning) di kelas, saya menjadi lebih aktif dalam pembelajaran SKI Alternatif Jawaban
9.
Frekuensi
Persentase
Sangat Setuju
6
17,65%
Setuju
17
50%
Kurang Setuju
8
23,53%
Tidak Setuju
3
8,82%
Jumlah
34
100%
Berdiskusi pada pembelajaran SKI, membuat saya lebih bersemangat dan tidak mengantuk atau bosan saat di kelas Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
Sangat Setuju
4
11,76%
Setuju
22
64,70%
Kurang Setuju
7
20,59%
Tidak Setuju
1
2,94%
Jumlah
34
100%
Melihat hasil persentase di atas, diketahui bahwa berkaitan dengan semangat belajar cooperative learning, setengah dari seluruh siswa (50%) menjawab setuju bahwa mereka menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran. Ada juga sedikit sekali (8,82%) siswa yang tidak menyetujui. Lalu lebih dari setengah (64,70%) siswa menjawab setuju bahwa mereka merasa tidak bosan dan merasa bersemangat bila proses pembelajaran menggunakan model cooperative learning. Pada wawancara siswa, Tiga dari empat orang siswa secara terang-terangan mengakui bahwa mereka menyukai pelajaran SKI karena sang guru menerapkan model cooperative learning di kelas, dengan alasan yang berbeda-beda seperti: Siswa 1: “Suka, karena jadi lebih mudah memahaminya, selain itu
71
jadi tidak monoton dan tidak gampang mengantuk”. Siswa 3: “Suka, tapi tergantung pada teknik pembelajaran yang di pakai. Ada beberapa teknik pembelajaran yang membuat saya suka sama pelajaran ini”. Dan siswa 4: “Suka, karena dengan berdiskusi dengan teman menjadi lebih paham”. Berdasarkan skor penelitian yang ada pada angket dan tingkat kategori skala penerapan model cooperative learning pada bab III, maka dapat disajikan besarnya tingkat skala tersebut secara terperinci berdasarkan indikator penilaian di bawah ini. Tabel 4.11 Tingkat Skala Penerapan Cooperative Learning Berdasarkan Indikator Variabel
Indikator
Nilai Harap (NH)
1. Belajar Secara Kelompok
1x4 = 4
2. Kekompakan Kerja Kelompok
1x4 = 4
3. Prinsip Saling Membantu
2x4 = 8
4. Tanggung Jawab
Penerapan Individu Model Cooperativ 5. Hasil yang Maksimal e Learning
6. Interaksi Kelompok 7. Pembagian Kelompok oleh Guru 8. Semangat Belajar Cooperative Learning Total Nilai
Nilai Skor (NS) 113:34 = 3,32 107:34 = 3,15 210:34 = 6,18
Ket 3,32 x100 % 83 % 4 3,15 x100 % 78,75 % 4 6,18 x100 % 77 ,25 % 8
Sangat Tinggi Sangat Tinggi
Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
4x4 = 16
363:34 = 10,68
3,06 x100 % 76,5% 4 6,15 x100 % 76,88 % 8 6,44 x100 % 80,5% 8 10,68 x100 % 66,75 % 16
2x4 = 8
191:34 = 5,62
5,62 x100 % 70,25 % 8
Tinggi
44,6
44,6 x100 % 74,33 % 60
Sangat Tinggi
1x4 = 4 2x4 = 8 2x4 = 8
60
104:34 = 3,06 209:34 = 6,15 219:34 = 6,44
Tinggi
Dilihat dari total nilai setiap indikator yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa guru sangat menerapkan nilai, karakter, dan unsur-unsur dalam proses
72
penerapan model cooperative learning
di MTs Pembangunan Jakarta.
Dengan begitu proses pembelajaran pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam menjadi lebih menyenangkan, namun tetap mencapai tujuan pembelajaran. Mengenai penerapan model cooperative learning yang digunakan oleh guru bidang studi SKI di MTs Pembangunan UIN Jakarta, peneliti juga mendapat data lewat wawancara yang sebagainnya telah turut dideskrisikan pada tiap penjelasan tabel di atas, selain itu juga ada informasi tambahan seputar penerapan model cooperative learning di sekolah tersebut. Dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini guru mengakui biasanya sering menggunakan pembelajaran secara kooperatif dan membagi kelompok kecil yang masing-masing kelompok berdiskusi dan berinteraksi dengan temannya. Lalu untuk model pembelajarannya sang guru lebih sering menggunakan teknik “chalk talk” yaitu menyiapkan spidol dengan di oper dan siap diterima oleh orang yang harus mengatakan apa yang ada dalam pikirannya tentang materi pada saat itu. Lalu untuk jigsaw juga diterapkan namun tidak terlalu sering. Namun yang pasti dalam penerapan cooperative learning ini, apapun modelnya, hal yang paling ditekankan di sini adalah unsur-unsur atau nilai dalam pembelajaran kooperatif sendiri, seperti kerja sama, kekompakan, dan keaktifan yang merata pada setiap siswa. Selain itu yang paling prinsip, menumbuhkan rasa tanggung jawab pada siswa dalam kelompoknya. Selain terhadap diri sendiri juga terhadap materi yang dihadapi. Perlunya sebuah kekompakan walaupun tetap harus mempunyai tanggung jawab atas pekerjaannya sendiri, dan tetap kondusif walaupun bekerja secara kelompok. Tidak semua materi pelajaran yang dapat diterapkan model cooperative learning ini. Pada sekolah ini khususnya di kelas IX “biasanya hanya topiktopik yang membutuhkan penelusuran yang lebih oleh siswa. Terkadang ada materi yang tidak perlu berpanjang lebar menjelaskan, karena siswa sudah cukup pandai mencari tahu informasi sendiri tentang materi itu, misalnya
73
tentang sejarah tokoh. Dalam hal ini saya bisa secara langsung memberikan tugas kepada siswa” kata guru bidang studi SKI. 7 Mengenai teknik yang biasa digunakan dalam model cooperative learning ini siswa juga mengakui ada beberapa teknik yang biasa dipakai oleh guru. Tanpa mengetahui namanya mereka menjawab “Pak guru sering menggunakan metode kelompokan dan membagikan kelompok dari awal pertemuan. Tergantung materi yang ada, kadang pak guru membagikan hand out tapi kadang juga pak guru memberikan suatu masalah yang kami harus pecahkan (baik dalam bentuk soal atau pernyataan). Setelah itu kami persentasikan atau berkunjung ke kelompok lain untuk memberi tahu masalah kita pada kelompok tersebut”.8 Hal yang disampaikan oleh siswa ini maksudnya adalah teknik jigsaw.
2. Variabel Terikat (Aktivitas Belajar Siswa SKI) Data mengenai aktivitas belajar siswa SKI yang menjadi variabel Y merupakan data yang diperoleh langsung dari pengisian instrumen penelitian yang berbentuk angket yang disebarkan kepada siswa sebagai responden dengan 15 pertanyaan. Tabel. 4.12 Berkaitan dengan Membaca No.
Pernyataan
17.
Saya membaca beberapa buku untuk menunjang belajar SKI Alternatif Jawaban
20. 7
Frekuensi
Persentase
Selalu
5
14,71%
Sering
4
11,76%
Kadang-kadang
18
52,94%
Tidak Pernah
7
20,58%
Jumlah
34
100%
Saya membaca ulang materi SKI dirumah, agar tidak lupa pada
Wawancara guru bidang studi Wawancara siswa
8
74
materi tersebut Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
2
5,88%
Sering
8
23,53%
Kadang-kadang
16
47,06%
Tidak Pernah
8
23,53%
Jumlah
34
100%
Dalam hal ini, ternyata tidak banyak siswa yang membaca materi pelajaran SKI sebelum atau sesudah proses pembelajaran dilakukan secara konsisten. Kebanyakan dari mereka hanya melakukannya kadangkadang saja, hal itu terlihat dari besarnya prosentasi di atas yaitu sebesar 52,94% dan 47,06%. Tabel. 4.13 Berkaitan dengan Memperhatikan No.
Pernyataan
19.
Saya memperhatikan guru, ketika guru sedang memberikan contoh lewat gambar/media atau demonstrasi saat pembelajaran berlangsung Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Selalu
12
35,29%
Sering
20
58,82%
Kadang-kadang
2
5,88%
Tidak Pernah
-
-
34
100%
Jumlah
Melihat hasil prosentase di atas setengah dari seluruh siswa (58,82%) menjawab sering mereka memperhatikan guru saat guru sedang memberikan contoh lewat gambar/media atau demonstrasi saat pembelajaran berlangsung. Sebagian kecil yaitu 35,29 % siswa yang menjawab selalu dan sedikit sekali (5,88%) yang menjawab kadangkadang. Hal ini sesuai dengan keterangan yang sempat disampaikan oleh
75
guru bidang studi SKI bahwa kebanyakan siswa kelas IX MTs Pembangunan UIN Jakarta memang cukup senang dengan pembelajaran lewat media yang sering ditampilkan sang guru, bahkan siswa juga dapat belajar banyak dan lebih bagus dalam penggunaan media terutama power point.9 Tabel. 4.14 Berkaitan dengan Bertanya No.
Pernyataan
21.
Saya senang bertanya saat guru memberikan kesempatan siswa bertanya pada pembelajarn SKI Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Selalu
4
11,76%
Sering
14
41,18%
Kadang-kadang
15
44,12%
Tidak Pernah
1
2,94%
Jumlah
34
100%
Untuk aktivitas bertanya ini, hampir dari setengah (41,18%) siswa menjawab bahwa mereka sering bertanya, dan hampir setengah juga (44,12%) mereka menjawab kadang-kadang. Lalu hanya sedikit sekali (2,94%) siswa menjawab tidak pernah bertanya. Sejalan dengan hal ini guru bidang studi SKI juga mengatakan: “hampir setiap diskusi pasti banyak yang bertanya atau mengeluarkan pendapatnya. Saya pun mempunyai catatan-catatan khusus siapa-siapa saja siswa yang mempunyai aktivitas secara menonjol (bertanya atau mengeluarkan pendapat) dan sebaliknya, karena nantinya aktivitas itulah yang saya ikut masukan ke dalam nilai mereka”.10 Melihat hal ini, berarti mereka mempunyai aktivitas bertanya yang cukup dalam pembelajaran SKI.
9
Wawancara guru bidang studi Wawancara guru bidang studi
10
76
Tabel. 4.15 Berkaitan dengan Menjawab No.
Pernyataan
22.
Saya menjawab apa yang selalu guru tanyakan pada saya Alternatif Jawaban
29.
Frekuensi
Persentase
Selalu
4
11,76%
Sering
10
29,41%
Kadang-kadang
19
55,88%
Tidak Pernah
1
2,94%
Jumlah
34
100%
Saya selalu bersemangat dalam menjawab soal-soal seputar pelajaran SKI Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
2
5,88%
Sering
6
17,64%
Kadang-kadang
25
73,53%
Tidak Pernah
1
2,94%
Jumlah
34
100%
Untuk aktivitas menjawab ini, setengah (55,88%) dari seluruh siswa menjawab kadang-kadang untuk menjawab apa yang ditanyakan oleh guru, dan sebagian kecil yang menjawab dengan sering (29,41). Mengenai semangat bertanya hanya sebagian kecil (17,64%) dari mereka yang menjawab mereka sering bersemangat dalam menjawab, dan sebagian besar (73,53%) dari mereka yang menjawab kadang-kadang. Namun hanya sedikit sekali yang menjawab tidak pernah (2,94%). Hal ini menunjukkan tidak jauh berbeda dengan aktivitas bertanya, siswa pada MTs Pembangunan UIN Jakarta ini mempunyai aktivitas menjawab yang cukup tinggi, hal ini disebabkan sedikitnya siswa yang menjawab tidak pernah menjawab dalam proses pembelajaran SKI.
77
Tabel. 4.16 Berkaitan dengan Diskusi No. 30.
Pernyataan Ketika ada tugas SKI yang tidak dimengerti, saya senang berdiskusi dengan teman Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Selalu
8
23,53%
Sering
13
38,24%
Kadang-kadang
12
35,29%
Tidak Pernah
1
2,94%
Jumlah
34
100%
Cooperative learning ini memang sangat berkaitan dengan diskusi. Pada indikator cooperative learning di atas telah diketahui bahwa siswa mempunyai minat yang tinggi terhadap pembelajaran tersebut, sehingga sejalan dengan itu siswa dalam hal aktivitas diskusi ini pun, banyak yang mengakui sering melakukan diskusi pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini dapat diketahui melalui besarnya prosentase pada tabel di atas yaitu yang menjawab sering sebesar 38,24% dan kadangkadang 35,29%, dan hanya 2,94% yang menjawab tidak pernah. Tabel. 4.17 Berkaitan dengan Mengeluarkan Pendapat No.
Pernyataan
26.
Saya tertarik untuk mengeluarkan pendapat saya pada saat proses pembelajaran SKI berlangsung Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Selalu
3
8,82%
Sering
14
41,18%
Kadang-kadang
16
47,06%
Tidak Pernah
1
2,94%
Jumlah
34
100%
78
Mengeluarkan pendapat adalah hal yang biasanya dianggap sebagai dasar penialaian seorang guru terhadap aktivitas siswa. Melihat tabel di atas dapat diketahui bahwa ternyata hanya sedikit sekali yang tidak pernah mengeluarkan pendapatnya, dan hampir separuh dari seluruh siswa mengaku sering dan kadang-kadang dalam mengeluarkan pendapatnya. Hal ini terlihat dari besarnya prosentase yaitu sebesar 41,18% dan 47,06%. Sesuai dengan keterangan dari sang guru pun, siswa kelas IX ini cukup kritis dalam menanggapi persoalan dalam materi
yang
disampaikan oleh guru. Tabel. 4.18 Berkaitan dengan Mendengarkan No.
Pernyataan
24.
Saya mendengarkan pendapat teman saat dilakukan diskusi dalam kelas SKI Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Selalu
11
32,35%
Sering
16
47,06%
Kadang-kadang
7
20,59%
Tidak Pernah
-
-
34
100%
Jumlah
Melihat hasil prosentase di atas, diketahui bahwa seluruh mendengarkan pendapat temannya saat temannya berbicara dalam diskusi kelompok. hal itu terlihat dari besarnya prosentase jawaban “selalu” sebesar 32,35%, “sering” sebesar 47,06%, dan “kadang-kadang sebesar ” 20,59%. Melihat hal ini dapat diketahui bahwa siswa dapat menghargai pendapat temannya dan menghargai temannya saat berbicara.
79
Tabel. 4.19 Berkaitan dengan Menyimak No.
Pernyataan
16.
Saya menyimak setiap penjelasan pelajarn SKI yang diterangkan oleh guru Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Selalu
6
17,65%
Sering
11
32,35%
Kadang-kadang
16
47,06%
Tidak Pernah
1
2,94%
Jumlah
34
100%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian siswa menjawab “sering” menyimak penjelasan materi yang dilakukan oleh guru dengan prosentase 32,35% dan ada juga sebagian besar menjawab “kadangkadang” dengan prosentase 47,06%. Kegiatan menyimak ini sangat perlu dilakukan oleh siswa, karena sebagian besar pemahaman siswa tentang materi pelajaran itu tergantung sejauh mana siswa menyimak. Tabel. 4.20 Berkaitan dengan Mencatat No.
Pernyataan
28.
Saya mencatat materi pelajaran SKI yang sudah disampaikan oleh guru dan teman-teman Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Selalu
7
20,59%
Sering
9
26,47%
Kadang-kadang
16
47,06%
Tidak Pernah
2
5,88%
Jumlah
34
100%
Melihat hasil prosentase jawaban angket di atas dapat diketahui bahwa memang tidak banyak siswa yang rajin mencatat. Hal tersebut dapat
80
diketahui dari jawaban siswa yang menjawab “selalu” hanya sebesar 20,59% dan yang menjawab “sering” hanya 26,47%. Namun walaupun demikian, aktivitas mencatat ini dapat dikatakan cukup baik dilakukan oleh siswa MTs Pembangunan UIN Jakarta. Tabel. 4.21 Berkaitan dengan Mengerjakan Tugas No.
Pernyataan
18.
Saya mencatat materi pelajaran SKI yang sudah disampaikan oleh guru dan teman-teman Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Selalu
6
17,65%
Sering
24
70,59%
Kadang-kadang
4
11,76%
Tidak Pernah
-
-
34
100%
Jumlah
Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa sebagian besar siswa mengerjakan tugasnya, hal ini dapat terlihat dari besarnya prosentase jawaban “sering” sebesar 70,59%. Dapat disimpulkan bahwa siswa cukup rajin dalam mengerjakan tugasnya. Dalam pembelajaran SKI ini guru bidang studi mengakui bahwa sang guru mempunyai dua nilai untuk tugas masingmasing siswa yaitu nilai pribadi/individu dan nilai kelompok. Tabel. 4.22 Berkaitan dengan Menaruh Minat No.
Pernyataan
23.
Saya senang saat belajar Sejarah Kebudayaan Islam di kelas Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
5
14,71%
Sering
16
47,06%
Kadang-kadang
13
38,24%
-
-
Tidak Pernah
81
Jumlah 25.
34
100%
Melalui diskusi atau belajar kelompok yang dibuat oleh guru dalam pelajaran SKI, memudahkan saya dalam memahami pelajaran Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
8
23,53%
Sering
17
50,00%
Kadang-kadang
9
26,47%
Tidak Pernah
-
-
34
100%
Jumlah
Melihat hasil prosentase jawaban di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa menyukai pelajaran SKI di kelas dan beranggapan bahwa dengan berdiskusi siswa menjadi lebih senang, karena dapat lebih memahami pelajaran SKI. Guru bidang studi SKI di MTs Pembangunan UIN Jakarta mengakui, berkaitan dengan hal ini biasanya sang guru sering mengadakan catatan evaluasi dengan angket yang disebar keseluruh siswa, sejauh mana mereka menaruh minat pada pelajaran ini.11 Tabel. 4.23 Berkaitan dengan Tidak Merasa Bosan
11
No.
Pernyataan
27.
Saya tidak merasa bosan dalam mengikuti pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase Selalu
5
14,71%
Sering
6
17,65%
Kadang-kadang
21
61,76%
Tidak Pernah
2
5,88%
Jumlah
34
100%
Wawancara guru bidang studi
82
Melihat hasil prosentase di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa menjawab “selalu” tidak bosan dengan 14,71%, “sering” sebesar 17,65%, dan “kadang-kadang” sebesar 61,76%. Berdasarkan skor penelitian yang ada pada angket dan tingkat kategori skala aktivitas belajar siswa SKI pada bab III, maka dapat disajikan besarnya tingkat skala tersebut secara terperinci berdasarkan indikator penilaian di bawah ini. Tabel 4.24 Tingkat Skala Aktivitas Belajar Siswa Berdasarkan Indikator Variabel
Indikator
Nilai Harap (NH)
1. Membaca
2x4 = 8
2. Memperhatikan
1x4 = 4
3. Bertanya
1x4 = 4
4. Menjawab
2x4 = 8
5. Diskusi
1x4 = 4
Aktivitas 6. Mengeluarkan Pendapat Belajar Siswa SKI
1x4 = 4
Nilai Skor (NS) 147:34 = 4,32 112:34 = 3,29 89:34 = 2,62 162:34 = 4,76 96:34 = 2,82 87:34 = 2,56 106:34 = 3,12
Keteranga n 4,32 x100 % 54 % 8 3,29 x100 % 82,25 % 4 2,62 x100 % 65,5% 4 4,76 x100 % 59,5% 8 2,82 x100 % 70,5% 4 2,56 x100 % 64 % 4 3,12 x100 % 78 % 4 2,65 x100 % 66,25 % 4
7. Mendengarkan
1x4 = 4
8. Menyimak
1x4 = 4
90:34 = 2,65
9. Mencatat
1x4 = 4
89:34 = 2,62
10. Mengerjakan Tugas
1x4 = 4
104:34 = 3,06
2,62 x100 % 65,5% 4 3,06 x100 % 76,50 % 4
11. Menaruh Minat
2x4 = 8
195:34 = 5,74
5,74 x100 % 71,75 % 8
Tinggi Sangat Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sangat Tinggi Tinggi Tinggi Sangat Tinggi Tinggi
83
12. Tidak Merasa Bosan
1x4 = 4
Total Nilai
60
82:34 = 2,41
2,41 x100 % 60,25 % 4
Tinggi
39,97
39,97 x100 % 66,62 % 60
Tinggi
Dilihat dari total nilai setiap indikator yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa siswa MTs Pembangunan UIN Jakarta mempunyai aktivitas belajar SKI yang tinggi. Sehubungan dengan aktivitas yang ada pada MTs Pembangunan kelas IX ini, peneliti juga mendapatkan data lain melalui hasil wawancara yang sebagiannya telah turut dideskripsikan dengan penjelasan tabel di atas. Guru bidang studi SKI mengakui pada setiap pertemuan mempunyai catatan-catatan khusus siapa-siapa saja siswa yang mempunyai aktivitas secara menonjol (bertanya atau mengeluarkan pendapat) dan sebaliknya, karena nantinya aktivitas itulah akan dimasukan ke dalam nilai mereka.12 Catatan yang dimaksud juga telah dilampirkan dalam skripsi ini. Selain itu guru bidang studi SKI juga mengakui mengenai penerapan model cooperative learning ini kelebihannya, siswa mempunyai keterlibatan secara penuh, karena siswa dapat dengan bebas mengeluarkan pendapatnya sendiri dan dapat mengajarkannya (memberikan informasi yang ia tahu) pada temannya, lalu kekurangannya yang terkadang masih ditemukan adalah masih mengandalkan orang lain. Namun untuk menghindari adanya saling mengandalkan, yang guru lakukan adalah menunjuk siswa yang pasif untuk bertanya atau mengeluarkan pendapat, dan diusahakan siswa mempunyai aktivitas belajar yang merata. Karena terkadang ada juga siswa yang baru bertanya (pertanyaannya bagus) ketika baru ditunjuk.13
12
Wawancara guru bidang studi Wawancara guru bidang studi
13
84
K. Analisis Setelah angket diuji validitas dan reliabilitas, maka telah diketahui skor dari masing-masing responden dan pada masing-masing variabel, yaitu sebagai berikut: Skor Variabel X
Skor Variabel Y
(Penerapan Cooperative Learning)
(Aktivitas Belajar Siswa SKI)
56 43
45
42
44
41
41
42
51 34
40
35
43
33
35
36
52 37
41
51
45
46
47
48
45 29
33
38
38
49
46
52
50 42
43
43
49
30
42
47
49 38
40
36
47
29
33
41
45 45
40
38
54
45
44
40
40 40
38
39
42
49
34
34
54 42
50 43
Karena jumlah reponden lebih dari 30 orang ( N = 34), maka sebaiknya perhitungannya dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa Peta Korelasi atau Diagram Korelasi atau dikenal dengan nama Scatter Diagram. Selain itu, karena data skor yang di dapat terlalu luas bila dalam bentuk Tabel distribusi Frekuensi, maka dalam hal ini skor akan disajikan dalam data kelompok. Rumus yang digunakan dalam mencari indeks korelasi di sini adalah:
rxy
x ' y ' (c
x ' )(c y ' ) N ( SDx ' )( SD y ' )
Untuk mencapai perhitungan dengan rumus tersebut, maka ada langkah-langkah yang perlu dilakukan, yaitu: 1. Menyiapkan peta korelasi, dengan urutan kerja sebagai berikut: a. Mencari nilai tertinggi (highest score) dan nilai terendah (lowest score) - Variabel X H = 56 dan L = 30 - Variabel Y H = 52 dan L = 33
85
b. Mencari besar atau luas dari masing-masing interval X dan variabel Y dengan terlebih dahulu mencari range dan banyaknya data kelompok - Variabel X R = H- L = 56 – 30 = 26 Variabel Y R = H – L = 52 – 29 = 23 - K = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 34 = 5,83 dibulatkan 6 - Variabel X i =
R 26 4,3 dibulatkan 5 K 6
- Variabel Y i =
R 23 3,8 dibulatkan 4 K 6
Tabel 4.25 Data Kelompok X
Y
52 – 56
49 – 52
47 – 51
45 – 48
42 – 46
41 – 44
37 – 41
37 – 40
32 – 36
33 – 36
27 - 31
29 – 32
c. Membuat peta korelasi X Y
27-31
32-36
37-41
49-
42-46
47-51
52-56
||
||
||
52
2 6
12
45-
||
48 ||
44
36
2
|
2 ||
40 33-
2
2 0
||||
0 4
0
||||| | 6
||||| | 6 -6
1 2
|
1 0
2 18
|
8
41-
37-
2
1 6
|
1 3
fy
y‟
fy‟
6
+3
18
54
36
3
+2
6
12
14
4
+1
4
4
7
9
0
0
0
0
10
-1
-10
10
-6
fy‟
2
x‟y‟
86
29-
|
1
|
1
2
32
4
fx
1
0
7
16
6
4
x‟
-2
-1
0
+1
+2
+3
fx‟
-2
0
0
16
12
12
=38
2
4
0
0
16
24
36
=80
x‟y‟
4
0
0
2
22
27
=55
fx‟
0
-2
=34
Dari peta korelasi di atas maka dapat diperoleh: Tabel 4.26 Nilai Hasil Perhitungan N x' y '
34 55
fx' fx' fy' fy'
38 80
2
14 88
2
2. Mencari Cx‟ Cx '
fx' 38 1,12 N 34
Mencari Cy‟ Cy '
fy' 14 0,41 N 34
fx' 2 fx' 80 38 3. - Mencari SDx‟ = i =1 N 34 34 N 2
2
= 1 2,35 1,12 2 1 2,35 1,2544 = 1 1,0956 1,047
fy' 2 fy' 88 14 - Mencari SDy‟ = i =1 N 34 34 N 2
= 1 2,59 0,412 1 2,59 0,1681 = 1 2,4219 1,556
2
-4
8
4
=14
=88
=55
87
4. Mencari angka indeks korelasi “r” product moment:
rxy
x ' y ' (c
x ' )(c y ' ) N ( SDx ' )( SD y ' )
55 (1,12 )(0,41) 34 = (1,047 )(1,556 )
=
1,618 0,4592 1,1588 0,711 1,6291 1,6291
L. Interpretasi Data Untuk
mengetahui
apakah
pengaruh
pada
penerapan
model
cooperative learning dengan peningkatan aktivitas siswa belajar siswa signifikan atau tidak maka nilai rxy atau r hasil perhitungan dibandingkan dengan r tabel, sebelum membandingkannya terlebih dahulu dicari derajat kebebasannya atau df (degrees of freedom) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: df
= N – nr
df
= 34 – 2 = 32
Karena di dalam tabel nilai koefisien korelasi tidak terdapat df sebesar 32, maka diperoleh r tabel dengan df yang mendekati yaitu 30 pada taraf signifikansi 5% sebesar 0,349 dan taraf signifikansi 1% sebesar 0,449. Ternyata rxy jauh lebih besar daripada rtabel , pada taraf signifikansi 5% adalah lebih besar dari rtabel (0,711 > 0,349) maka pada taraf signifikansi 5% Ha diterima, ini berarti pada taraf 5% terdapat korelasi atau terdapat pengaruh positif yang signifikansi antara variabel X dengan variabel Y. Selanjutnya pada taraf signifikansi 1%, rxy adalah juga jauh lebih besar daripada rtabel (0,711 > 0,449), maka pada taraf signifikansi 1% Ha diterima, ini berarti pada taraf 1% terdapat korelasi atau pengaruh positif yang signifikan antara variabel X dengan variabel Y.
88
Dari hasil konsultasi antara rxy dan rtabel maka peneliti berkesimpulan bahwa ada korelasi atau pengaruh antara penerapan model cooperative learning dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Jakarta. Angka korelasi antara variabel X dengan variabel Y atau rxy adalah 0,711 berdasarkan interpretasi nilai, rxy berada pada rentangan antara 0,70 – 0,90 yang berarti antara variabel X dengan variabel Y yaitu antara Penerapan model Cooperative Learning dengan Aktivitas Belajar Siswa MTs Pembangunan UIN Jakarta memang terdapat korelasi/pengaruh yang kuat atau tinggi. Perhitungan koefisien determinasi (KD) yang peneliti manfaatkan untuk mengetahui kontribusi variabel X dan variabel Y sebagai berikut: KD = r2 x 100% = (0,711)2 x 100% = 0,505521 x 100% = 50,5521 % Jadi, angka koefisien penentu sebesar 50,5521% menunjukkan bahwa kontribusi penerapan model cooperative learning dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam adalah 50,5521% sedangkan sisanya 49,4479% adalah sumbangan dari variabel lain yang juga menunjang tingkat aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka peneliti menyimpulkan hasil penelitian ini mengenai Penerapan Model Cooperative Learning dan Pengaruhnya dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Jakarta, di antaranya sebagai berikut: 1. Penerapan Model Cooperative Learning pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Jakarta, dilakukan dengan menitikberatkan unsur-unsur penting sebuah kerja kelompok itu sendiri. Perlunya sebuah kekompakan walaupun tetap harus mempunyai tanggung jawab atas pekerjaannya sendiri, dan tetap kondusif walaupun bekerja secara kelompok. Unsur-unsur penting inilah yang menjadi inti agar tetap efektif dalam proses pembelajaran. 2. Angka koefisien penentu sebesar 50,5521% menunjukkan bahwa kontribusi penerapan model cooperative learning dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam adalah 50,5521% sedangkan sisanya 49,4479% adalah sumbangan dari variabel lain yang juga menunjang tingkat aktivitas belajar siswa pada
89
90
mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam. Dari sisni dapat terlihat bahwa model cooperative learning yang merupakan salah satu faktor peningkatan aktivitas belajar, mempunyai kontribusi besar dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa pada MTs Pembangunan Jakarta. 3. Dari hasil penelitian ini, diperoleh angka korelasi antara Penerapan Model Cooperative Learning dengan Aktivitas Belajar Siswa atau rxy adalah 0,711 berdasarkan interpretasi nilai, rxy berada pada rentangan antara 0,70 – 0,90 yang berarti dapat diketahui bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan atau adanya hubungan antara Penerapan Model Cooperative Learning dengan Aktivitas Belajar Siswa MTs Pembangunan UIN Jakarta.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, berikut ini beberapa saran yang dapat diberikan, di antaranya sebagai berikut: 1. Perlunya seorang guru mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam lebih kreatif dalam mengolah proses belajar mengajar yang menyenangkan, sehingga siswa tidak merasa lagi bahwa pelajaran sejarah kebudayaan Islam itu pelajaran yang membosankan atau monoton. 2. Perlunya sang guru memperkaya pengetahuannya tentang teknik-teknik cooperative learning yang lainnya, karena sesungguhnya masih banyak lagi teknik-teknik dalam pembelajaran kooperatif ini. 3. Dalam menerapkan model cooperative learning di kelas, hendaknya sang guru juga dapat mengajarkan unsur kepemimpinan dalam kerja kelompok, seperti pemilihan ketua kelompok yang bergantian agar siswa juga dapat secara bergiliran belajar cara memimpin secara tidak langsung. 4. Agar proses pembelajaran kooperatif tetap berjalan secara optimal, hendaknya guru melakukan pemantauan secara maksimal terhadap aktivitas diskusi siswa. Selain itu agar guru mengetahui siswa mana yang membutuhkan bantuan.
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), cet. 1 A.
M Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007).
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), cet. ke-16. Aziz, Syaikh Abdul, Shahih Bukhari, (Beirut: Daar al-Fikr, tth). Bungin, M. Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009). Cohen, Louis, et.al, A Guide to Teaching Practice, (New York: RoutledgeFalmer, 2004), ed. ke-5. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta;
Balai Pustaka, 2007), ed. ke-3, cet. ke- 4. Guza, Afnil (ed.), Undang-undang Sisdiknas (UU RI No 20 Tahun 2003) dan Undang-undang Guru dan Dosen (UU RI No 14 Tahun 2005), (Jakarta: Asa Mandiri, 2009). Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: PT Bumi Aksara, 2009). …………, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003). Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), ed.5 Hasibuan, J.J., et.al.,
Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1995), cet.ke-6. Isjoni, Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok , (Bandung: Alfabeta, 2010), cet. ke-3. Latifah, “Efektifitas Pelaksanaan Quantum Learning untuk meningkatkan Hasil Belajar Sejarah Kebudayaan Islam”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta,
(Jakarta:
Hidayatullah Jakarta, 2009)
91
Perpustakaan
Umum
UIN
Syarif
92
Lie, Anita, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: PT.Grasindo, 2010), cet ke-7. Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Panduan Siswa Ibtidaiyah/Tsanawiyah/Aliyah, (Jakarta, 2010), h. 1-3. Nasution, S., Didaktik Asas-asas Mengajar, (Bandung: Jemmars, 1986), ed. ke-5. Nuraida, Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research Publishing, 2009), cet. 1. Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), cet. ke-2. …………, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, ( Jakarta: Kencana, 2008), cet. ke-1. Slavin, Robert E., Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2008), cet ke-3. Sudijono, Prof. Dr. Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2008), ed. I. Sudjana, Nana, Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan,(Bandung: Sinar Baru Offset, 1989), Cet.1 Suri, Nurbayati, “Efektifitas Penggunaan Audio Visual sebagai Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD al-Azhar 12 CikaragBekasi”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Jakarta, 2009), h.53. Retno
Widyaningrum,
“Strategi
Pengajaran
yang
Pembelajaran Kontekstual” dalam Cendekia
Berasosiakan
dengan
Jurnal Kependidikan dan
Kemasyarakatan, Ponorogo, Vol. 3 No. 2 Juli Desember 2005. Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasikan Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), cet. ke-1. Ashtiani, Fathi, A Comparison of the Cooperative Learning Model and Traditional
Learning
Model
on
dari:http://webcache.googleusercontent.com
Academic
Achievement,
93
/search?q=cache:P3Tb0MUJMZ4J:scialert.net/fulltext/%3Fdoi%3Djas.200 7.137.140+slavin+say+cooperative+learning+is+meaning&cd=7&hl=id&c t=clnk&gl=id http://www.scribd.com/doc/11712482/08Lampiran-3bBab-Vii-Sk-Kd-Pai-DanBhs-Arab-Tk-MTs Majid, Abdul, Pengelolaan Kelas, dari:http://santridaruz.blogspot.com/2008/05/ pengelolaan-kelas.html, Samsul, “Jurnal Model Pembelajaran Cooperative Learning”, dari http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:O0IwBDgeSlwJ: www.unjabisnis.com/2010/04/jurnal-model-pembelajaran-kooperatiflearning.ht ml+tujuan+pembelajaran+kooperatif&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id,08 April 2010. Suhatman, “Pentingnya Pendidikan Agama Islam”, dari http://islamblogku.blogspot.com/2009/07/pengertian-dan-tujuanpendidikan-agama_1274.html, 7 Januari 2009 diakses pada 1 September 2010.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ANGKET PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR SISWA
A. Petunjuk Pengisian 1. Isilah nama dan kelas anda pada tempat yang telah disediakan 2. Bacalah yang cermat setiap pernyataan dan pilihlah jawaban yang tersedia dengan sejujur-jujurnya 3. Jawaban anda tidak akan mempengaruhi nilai apapun termasuk nilai rapor anda 4. Jawaban anda akan dirahasiakan 5. Berilah tanda ( X ) pada salah satu jawaban yang anda anggap paling sesuai dengan keadaan sebenarnya, dengan ketentuan: 1 = Tidak Setuju 2 = Kurang Setuju 3= Setuju 4= Sangat Setuju B. Identitas Siswa Nama Lengkap Kelas
: :
C. Uraian Pertanyaan PERNYATAAN (VARIABEL X) 1. Dengan belajar secara kelompok (cooperative learning) membuat tugas SKI biasanya menjadi lebih ringan dikerjakan 2. Setelah guru menerapkan belajar kelompok (cooperative learning) di kelas, saya menjadi lebih aktif dalam pembelajaran SKI 3. Guru selalu membagi kelompok secara heterogen (menggabungkan dari factor jenis kelamin, tingkat kepandaian, dll) dalam penerapan belajar kelompok (cooperative learning) dalam pembelajaran SKI 4. Bila ada teman kelompok saya ada masalah dengan tugasnya, saya siap berusaha membantunya 5. Dalam belajar kelompok (cooperative learning) pembelajaran SKI, setiap pimpinan/ketua kelompok dipilih secara demokratis 6. Dengan belajar kelompok (cooperative learning), saya menjadi lebih memahami dalam belajar SKI 7. Dalam belajar kelompok (cooperative learning), setiap pimpinan/ketua kelompok dipilih secara bergiliran pada tiap pertemuan SKI 8. Pada saat belajar kelompok (cooperative learning) sedang berlangsung, guru terus memantau proses diskusi antar siswa di tiap kelompok
JAWABAN PERNYATAAN SS S KS TS
9. Berdiskusi pada pembelajaran SKI, membuat saya lebih bersemangat dan tidak mengantuk atau bosan saat di kelas 10. Saya berusaha untuk mengenal satu sama lain dengan teman-teman kelompok saya, supaya kami dekat dan menghasilkan kerja sama yang maksimal 11. Saya bisa mendapatkan hasil nilai yang lebih bagus, bila belajar secara berkelompok (cooperative learning) 12. Dengan belajar kelompok (cooperative learning), saya bisa belajar untuk menerima perbedaan dari tiap teman kelompok saya 13. Dengan belajar kelompok (cooperative learning), saya bertanggung jawab atas tugas saya tanpa mengandalkan teman kelompok saya 14. Saya tidak malu bertanya pada teman sekelompok, jika menemukan kesulitan dalam membuat tugas kelompok 15. Dengan belajar kelompok (cooperative learning), kesulitan yang saya hadapi lebih sedikit dalam pembelajaran SKI
Selanjutnya juga berilah tanda ( X ) pada salah satu jawaban yang anda anggap paling sesuai dengan keadaan sebenarnya, dengan ketentuan: 1 = Tidak Pernah 2 = Kadang-kadang 3 = Sering 4 = Selalu PERNYATAAN (VARIABEL Y) 16. Saya menyimak setiap penjelasan pelajarn SKI yang diterangkan oleh guru 17. Saya membaca beberapa buku untuk menunjang belajar SKI 18. Saya mencatat materi pelajaran SKI yang sudah disampaikan oleh guru dan teman-teman 19. Saya memperhatikan guru, ketika guru sedang memberikan contoh lewat gambar/media atau demonstrasi saat pembelajaran berlangsung 20. Saya membaca ulang materi SKI dirumah, agar tidak lupa pada materi tersebut 21. Saya senang bertanya saat guru memberikan kesempatan siswa bertanya pada pembelajarn SKI
JAWABAN PERNYATAAN SL SR KK TP
22. Saya menjawab apa yang selalu guru tanyakan pada saya 23. Saya senang saat belajar Sejarah Kebudayaan Islam di kelas 24. Saya mendengarkan pendapat teman saat dilakukan diskusi dalam kelas SKI 25. Melalui diskusi atau belajar kelompok yang dibuat oleh guru dalam pelajaran SKI, memudahkan saya dalam memahami pelajaran 26. Saya tertarik untuk mengeluarkan pendapat saya pada saat proses pembelajaran SKI berlangsung 27. Saya tidak merasa bosan dalam mengikuti pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam 28. Saya mencatat materi pelajaran SKI yang sudah disampaikan oleh guru dan teman-teman 29. Saya selalu bersemangat dalam menjawab soalsoal seputar pelajaran SKI 30. Ketika ada tugas SKI yang tidak dimengerti, saya senang berdiskusi dengan teman
WAWANCARA KEGIATAN GURU DALAM MENGAJAR
Wawancara dilaksanakan pada: Hari / Tanggal
: Kamis, 02 Desember 2010
Responden
: Abdul Mutaqin, S. Ag
Tempat
: Ruang Guru
Tujuan Wawancara
: Mengetahui sejauh mana penerapan model cooperative learning digunakan dan pengaruh terhadap aktivitas siswa
Daftar Pertanyaan Wawancara Guru
1. Menurut bapak, apakah model Cooperative Leraning ini cocok diterapkan dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam? Jawab : Saya melihat, falsafah yang mendasari model pendidikan ini adalah falsafah homo homini socius, yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Bentuk Pembelajaran ini berupa model pembelajaran dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Saya menilai, pembelajaran SKI bisa menggunakan pendekatan ini, terutama pada topik-topik yang memungkinkan siswa dapat bekerja sama untuk saling berbagi informasi dan melengkapi temuan mereka kepada temannya yang lain. Ada beberapa alasan mengapa perlu diterapkan model cooperative learning ini. Alasan yang pertama, dikarenakan paradigma yang berkembang dari siswa bahwa pelajaran ini cenderung membosankan dan yang kedua karena pelajaran ini cenderung “banyak mengingat” seperti tanggal atau nama tokoh dan sebagainya. Maka mengenai cocok atau tidaknya secara materi itu tergantung dari sudut pandang yang ada, yang pasti dengan pembelajaran cooperative learning ini masalah yang ada dalam tugas dapat dipecahkan bersama-sama dan dapat membangun suasana baru dalam belajar. 2. Bagaimana penerapan model Cooperative Learning ini diterapkan dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Jakarta ini? Jawab : Saya sering menggunakan pembelajaran secara kooperatif dan membagi kelompok kecil yang masing-masing kelompok berdiskusi dan berinteraksi dengan temannya. Untuk model pembelajarannya saya lebih sering menggunakan “chalk talk” yaitu menyiapkan spidol dengan di oper dan siap diterima oleh orang yang harus mengatakan apa yang ada dalam pikirannya tentang materi pada saat itu. Lalu untuk jigsaw juga diterapkan namun tidak terlalu sering. Namun yang pasti dalam penerapan cooperative learning ini, apapun modelnya yang penting adalah unsur-unsur atau nilai dalam pembelajaran kooperatif sendiri, seperti kerja samanya, kekompakannya, dan keaktifan yang merata pada setiap siswa. Selain itu yang paling prinsip, saya menumbuhkan rasa tanggung jawab pada siswa dalam kelompoknya. Selain terhadap diri sendiri juga terhadap
materi yang dihadapi. Misalnya dalam tpoik teori masuknya Islam ke nusantara, saya menugaskan kepada siswa masing-masing menemukan satu teori. Nanti, masing-masing mereka, saling berbagi sesame teman kelompoknya dan menyampaikan di muka kelas secara utuh. Setiap dari mereka siswa saya persilahkan mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
3. Pada materi apa yang benar-benar cocok untuk diterapkan model pembelajaran ini? Jawab : Memang tidak semua materi pelajaran yang dapat diterapkan model cooperative learning ini. Kalau saya hanya topik-topik yang membutuhkan penelusuran yang lebih oleh siswa. Terkadang ada materi yang saya tidak perlu berpanjang lebar menjelaskan, karena siswa sudah cukup pandai mencari tahu informasi sendiri tentang materi itu, misalnya tentang sejarah tokoh. Dalam hal ini saya bisa secara langsung memberikan tugas kepada siswa. 4. Bagaimana dengan manajemen kelas yang dipakai pada kelas yang diterapkan model pembelajaran ini? Jawab : Untuk manajemen kelas pada cooperative learning ini tidak terlalu merepotkan. Pembagian kelompok sudah dilakukan pada awal pertemuan dan bersifat permanen, karena menurut saya tidak efektif bila setiap pertemuan melakukan pembagian kelas. Lalu mengenai bentuk bangku itu dapat disesuaikan dengan kondisi yang ada, tapi yang lebih efektif menurut saya bentuk leter U. Dan saya terus memantau diskusi siswa dari awal sampai akhir, karena disinilah siswa perlu diberi penguatan-penguatan atau reward atas pendapat atau pertanyaan maupun jawabannya. 5. Bagaimana aktivitas siswa di kelas, apakah siswa senang dengan berdiskusi atau mengeluarkan pendapatnya? Jawab : Untuk aktivitas ini, hampir setiap diskusi pasti banyak yang bertanya atau mengeluarkan pendapatnya. Saya pun mempunyai catatan-catatan khusus siapasiapa saja siswa yang mempunyai aktivitas secara menonjol (bertanya atau mengeluarkan pendapat) dan sebaliknya, karena nantinya aktivitas itulah yang saya ikut masukan ke dalam nilai mereka. Setiap siswa mendapat dua penilaian; nilai sendiri dan nilai kelompok. nilai kelompok dibentuk dari “sumbangan” setiap anggota. Dengan cara ini, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik, baik untuk dirinya dan kelompoknya. 6. Sejauh mana siswa menaruh minat terhadap proses pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam? Jawab : Mengenai minat itu variatif, tapi tiap tahunnya selain tahun ini saya sering mengadakan catatan evaluasi dengan angket yang disebar keseluruh siswa, sejauh mana mereka menaruh minat pada pelajaran saya ini. Tapi sayangnya untuk tahun ini belum lagi saya lakukan. Dari tahun-tahun yang lalu, tanggapan mereka, ada yang senang dengan cara mengajar saya dan ada juga yang tidak.
7. Apakah terdapat keluhan siswa tentang penggunaan model kooperatif ini di kelas pada pelajaran bapak? atau siswa terlihat menyukai penerapan model ini?
Jawab : Siswa menyukai penerapan diskusi dengan cooperative learning ini, bila ada keluhan paling hanya mengenai materinya saja yang terlalu banyak nama yang dihapal.
8. Menurut pendapat bapak, apakah ada pengaruh yang signifikan antara diterapkannya model pembelajaran ini dengan aktivitas siswa di kelas? Jawab : Pengaruhnya cukup besar bila dibandingkan dengan saya harus menyampaikan materi dengan metode ceramah. Dalam hal ini aktivitas siswa lebih terbentuk secara positif bila menerapkan cooperative learning ini dalam pembelajaran.
9. Menurut bapak, kekurangan dan kelebihan apa yang terlihat dalam penerapan model ini di kelas? Jawab : Untuk kelebihannya, di sini siswa mempunyai keterlibatan secara penuh, karena siswa dapat dengan bebas mengeluarkan pendapatnya sendiri dan dapat mengajarkannya (memberikan informasi yang ia tahu) pada temannya. Untuk kekurangannya yang terkadang masih ditemukan adalah mengandalkan orang lain. 10. Bagaimana solusi untuk mengatasi kekurangan tersebut? Jawab : Untuk menghindari adanya saling mengandalkan, saya biasanya menunjuk siswa yang pasif untuk bertanya atau mengeluarkan pendapat, dan diusahakan siswa mempunyai aktivitas belajar yang merata. Karena terkadang ada juga siswa yang baru bertanya (pertanyaannya bagus) ketika baru ditunjuk.
Guru Bidang Studi SKI
Abdul Mutaqin, S.Ag.
WAWANCARA KEGIATAN GURU DALAM MENGAJAR
Wawancara dilaksanakan pada: Hari / Tanggal
: Kamis, 02 Desember 2010
Responden
: Annida Jihan, Nisrina F, Umar Musa, dan Haidir Fajar H
Tempat
: Ruang Laboraturium dan Koridor Kelas Lt. 2
Tujuan Wawancara
: Mengetahui sejauh mana penerapan model cooperative learning digunakan dan pengaruh terhadap aktivitas siswa
Daftar Pertanyaan Wawancara Siswa
1. Apakah kamu menyukai pembelajaran sejarah kebudayaan Islam dengan penerapan model cooperative learning? Mengapa? Jawab : Siswa 1 : Suka, karena jadi lebih mudah memahaminya, selain itu jadi tidak monoton dan tidak gampang mengantuk. Siswa 2 : Terkadang suka tapi juga terkadang ada kurang sukanya juga. Karena kalau belajar dibentuk kelompokan terkadang malah jadi ajang tempat mengobrol. Siswa 3 : Suka, tapi tergantung pada teknik pembelajaran yang di pakai. Ada beberapa teknik pembelajaran yang membuat saya suka sama pelajaran ini. Siswa 4 : Suka, karena dengan berdiskusi dengan teman menjadi lebih paham. 2. Apakah menurut kamu pengelolaan kelas dalam menerapkan model cooperative learning ini merepotkan atau tidak? Siswa 1 : Tidak. Kalau kita membuat kelompok di kelas, biasanya simple saja, teman sekelompok biasanya juga teman-teman yang bersebelah-belahan bangkunya. Siswa 2 : Tidak. Kalau kita buat kelompok di kelas audio visual, kita hanya tinggal duduk bersama-sama, karena di sana tempatnya lesehan. Tapi, kalau belajar di kelas juga tidak repot, karena tinggal di rapatkan saja meja dan bangkunya masing-masing tiap kelompok. Siswa 3 : Tidak repot. Karena meja dan bangku bila sudah tertata dalam bentuk kelompok, siswa-siswanya yang menghampiri meja kelompoknya, bukan tiap siswa mendorong-dorong meja dan bangkunya sendiri ke tempat kelompoknya. Siswa 4 : Tidak repot. Simple-simple saja dan tidak memakan banyak waktu untuk menata kelompoknya. 3. Teknik atau model pembelajaran cooperative learning apa yang biasanya guru gunakan di dalam kelas pada mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam? Siswa 1 dan 2 : Pak guru biasanya membagikan hand out atau sebuah materi yang harus kita pecahkan lalu tiap kelompok di minta untuk persentasi dengan power point, atau terkadang perwakilan kelompok diminta untuk datang dan mempersentasikan kepada kelompok lain (jigsaw). Setelah itu ada tanya jawab yang kadang pak guru juga memberikan pertanyaan kepada siswa yang dianggap berisik atau mengganggu.
Siswa 3 dan 4 : Pak guru sering menggunakan metode kelompokan dan membagikan kelompok dari awal pertemuan. Tergantung materi yang ada, kadang pak guru membagikan hand out tapi kadang juga pak guru memberikan suatu masalah yang kami harus pecahkan (baik dalam bentuk soal atau pernyataan). Setelah itu kami persentasikan atau berkunjung ke kelompok lain untuk member tahu masalah kita pada kelompok tersebut. 4. Sejauh mana guru memantau kamu pada saat proses pembelajaran SKI berlangsung dengan penerapan model cooperative learning ini? Siswa 1 : Pak guru sangat memantau kami. Beliau sering berkeliling memantau masing-masing kelompok. Siswa 2 : Pak guru memanatau kelompok kami sekaligus terkadang memberi pengarahan bila ada yang belum dimengerti. Siswa 3 : Pak guru benar-benar memantau dan tidak keluar ruang kelas kecuali ada urusan yang benar-benar penting menurutnya. Siswa 4 : Pak guru sangat memantau kami dan sering berkeliling melihat pekerjaan kelompok kami. 5. Menurut kamu apakah ada peningkatan nilai bila guru menerapakan model cooperative learning di kelas pada mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam? Siswa 1 : Menurut saya nilai tidak dipengaruhi karena penerapan model pembelajaran di kelas, tapi itu tergantung dari siswanya sendiri. Saya berpikir saya harus menyukai semua pelajaran agar saya mau belajar pelajaran itu. Siswa 2 : Kalau menurut saya, nilai bagus atau tidaknya itu tergantung pada pribadi siswanya masing-masing. Model pembelajaran apapun yang diterapkan oleh guru, apabila ia tidak punya kemauan atas pelajaran tersebut, maka ia tidak bisa mendapat nilai bagus. Siswa 3 : Menurut saya sangat pengaruh. Saya merasakan itu. Pada kelas 8 kemarin dengan guru yang berbeda menggunakan teknik pembelajaran kelompok yang saya suka yang membuat saya semangat belajar dan mendapat nilai bagus. Siswa 4 : Menurut saya bisa berpengaruh. Karena bila kita suka dengan gaya mengajar sang guru tersebut dan model pembelajaran yang diterapkan, maka kita juga punya semangat belajar dan mendapat nilai bagus.
Siswa 1
Siswa 2
(Annida Jihan)
(Nisrina F)
Siswa 3
(Umar Musa)
Siswa 4
(Haidir Fajar H)
Uji Validitas Angket Penerapan Cooperative Learning No. Soal No Koresponden Skor Total Kuadrat Skor Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 Faisal 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 4 56 3136 2 Syahda H 4 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 43 1849 3 Nyimas N 4 2 2 3 2 3 2 3 3 3 4 3 4 4 3 45 2025 4 Balqis 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 42 1764 5 Annisa S 3 3 3 2 2 4 2 3 3 3 3 3 3 4 3 44 1936 6 Anjani K J 2 1 2 3 3 3 3 3 2 4 3 3 3 3 3 41 1681 7 Fenti Maharani 1 4 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 41 1681 8 Nadya Rizky A 3 2 1 3 2 3 2 3 3 3 4 3 4 3 3 42 1764 9 Aulia Nauval P 3 4 3 4 3 3 4 4 3 4 3 4 3 3 4 52 2704 10 Fitri Asshiyami 3 3 2 3 1 3 1 3 3 3 1 3 3 3 2 37 1369 11 Sharfina F 4 2 1 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 41 1681 12 Zuhtisya I 4 2 2 4 4 3 3 4 3 4 3 4 3 4 4 51 2601 13 Annida Jihan 3 3 2 3 3 4 2 3 3 3 4 3 3 3 3 45 2025 14 Nisrina F 3 3 3 3 3 4 2 3 3 4 3 4 3 2 3 46 2116 15 Siti Khozanah 3 4 2 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 47 2209 16 M Adam Z 4 3 3 4 2 3 1 4 2 3 4 4 3 4 4 48 2304 17 Ade Aurora 4 4 2 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 50 2500 18 Anindityo A B 4 3 1 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 42 1764 19 Amira S P 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 43 1849 20 Ressy Yudo P 3 2 3 2 4 3 2 3 2 3 3 3 3 4 3 43 1849 21 Nadhira R 4 3 2 3 3 3 2 4 3 4 3 3 4 4 4 49 2401 22 Devi S 3 1 1 3 1 1 2 2 2 3 2 3 1 3 2 30 900 23 Hamiseno B 4 2 1 3 3 4 3 4 1 3 4 4 3 1 2 42 1764 24 Khanza Syifa 4 3 2 3 3 3 2 3 3 3 4 3 4 3 4 47 2209 25 Fathan Naufal 4 4 2 3 1 4 2 3 4 3 3 3 2 4 3 45 2025 26 Umar Musa 3 3 2 2 3 3 2 4 3 3 4 3 3 4 3 45 2025 27 Rifda Shifa N 3 3 1 3 2 3 1 3 2 3 3 3 3 4 3 40 1600 28 Darin Salsabila 3 2 3 3 4 1 2 3 2 3 1 3 3 3 2 38 1444 29 Haidir Fajar H 4 3 4 4 4 3 4 3 4 3 2 4 4 4 4 54 2916 30 Adenio Ilham 3 3 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 45 2025 31 Maudy Khusni 3 3 3 3 3 3 2 4 3 2 3 3 3 3 3 44 1936 32 Gino Maulana 3 1 2 4 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 40 1600 33 Ristya H 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 54 2916 34 Rifki Afandi 3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 42 1764 Rhitung 0.391 0.4173 0.4689 0.356 0.4103 0.3921 0.4203 0.4834 0.4336 0.3932 0.3837 0.3598 0.3898 0.4853 1 Rtabel 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 Status VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID 113 94 75 100 96 106 82 110 97 108 103 109 104 110 107 Jumlah 1514 68332 391 284 189 306 294 337 220 364 291 352 331 355 330 372 342 4416 Jumlah Kudrat
Uji Validitas Angket Aktivitas Belajar Siswa SKI No. Soal No Koresponden 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 Faisal 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 2 3 2 Syahda H 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 Nyimas N 3 1 3 4 2 2 2 2 2 3 3 3 4 2 4 4 Balqis 3 2 3 3 1 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 5 Annisa S 2 1 4 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 6 Anjani K J 2 2 3 3 1 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 7 Fenti Maharani 2 1 3 4 1 2 3 3 4 2 2 2 2 2 2 8 Nadya Rizky A 2 2 3 3 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 3 9 Aulia Nauval P 4 2 3 3 3 3 3 2 2 3 4 2 4 3 4 10 Fitri Asshiyami 2 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 1 2 2 2 11 Sharfina F 3 2 3 3 2 2 1 2 2 3 2 2 2 2 2 12 Zuhtisya I 2 3 3 3 2 2 2 3 3 4 2 2 2 2 3 13 Annida Jihan 3 2 3 3 2 2 2 2 3 2 3 2 3 2 4 14 Nisrina F 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 15 Siti Khozanah 2 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 2 4 2 3 16 M Adam Z 4 2 3 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 17 Ade Aurora 4 4 3 3 2 4 4 4 4 3 2 4 2 4 2 18 Anindityo A B 3 1 3 4 1 2 2 2 4 3 2 2 3 2 4 19 Amira S P 2 3 3 3 4 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 20 Ressy Yudo P 2 1 3 4 2 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 21 Nadhira R 3 4 4 3 3 3 2 3 4 3 2 4 4 3 2 22 Devi S 3 2 2 3 2 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 23 Hamiseno B 1 2 2 2 1 4 2 3 3 4 1 3 3 1 1 24 Khanza Syifa 2 2 3 4 2 4 3 4 3 3 2 2 2 2 3 25 Fathan Naufal 2 2 3 3 3 2 2 3 3 4 3 2 2 2 4 26 Umar Musa 3 1 3 4 1 3 2 3 4 2 3 2 2 3 4 27 Rifda Shifa N 2 4 3 3 2 2 2 3 3 2 3 2 2 2 3 28 Darin Salsabila 4 2 4 3 2 2 3 3 2 2 3 4 1 2 2 29 Haidir Fajar H 3 2 3 3 2 3 2 3 4 4 3 2 3 2 3 30 Adenio Ilham 4 2 3 4 2 3 4 4 4 4 3 3 3 4 2 31 Maudy Khusni 2 1 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2 32 Gino Maulana 2 2 3 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 33 Ristya H 4 4 4 4 3 3 4 3 3 2 3 4 4 2 3 34 Rifki Afandi 2 2 3 4 1 4 3 3 4 3 3 2 3 2 4 Rhitung 0.353 0.4186 0.4274 0.389 0.3774 0.3976 0.3651 0.3682 0.3691 0.3568 0.3673 0.3598 0.3868 0.3759 0.3507 Rtabel 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 Status VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID 90 75 104 112 72 89 85 94 106 101 87 82 89 77 96 Jumlah 260 195 328 380 176 251 231 276 348 317 239 220 259 187 294 Jumlah Kudrat Kuadrat Skor Total 2601 1156 1600 1225 1849 1089 1225 1296 2025 841 1089 1444 1444 2401 2116 2704 2401 1444 1600 1296 2209 841 1089 1681 1600 1600 1444 1521 1764 2401 1156 1156 2500 1849
55657
Jumlah 51 34 40 35 43 33 35 36 45 29 33 38 38 49 46 52 49 38 40 36 47 29 33 41 40 40 38 39 42 49 34 34 50 43
1359 3961
Penghitungan Uji Reliabilitas
Penghitungan ini memakai rumus alpha: k r11 ( )(1 2b ) k 1 t 2
Keterangan:
r11
= reliabilitas instrumen
k
= banyaknya butir pernyataan
b
12
2
= jumlah varians butir = varians total
(Penghitungan ini merujuk pada hasil yang ada di tabel uji validitas)
Variabel X (Penerapan model cooperative learning) :
2 (1)
2 ( 2)
( 4)
2 ( 5)
113 34 391 375 ,56 15,44 0,454 34 34 34
391
94 2 284 34 284 259 ,88 24,12 0,709 34 34 34
2 ( 3)
2
2
75 2 34 189 165 ,44 23,56 0,693 34 34 34
189
100 2 306 34 306 294 ,12 11,88 0,349 34 34 34 96 2 294 34 294 271,06 22,94 0,675 34 34 34
2 (9)
97 2 34 291 276 ,74 14,26 0,419 34 34 34
291
108 2 34 352 343,06 8,94 0,263 2 (10) 34 34 34 2 103 331 34 331 312 ,03 18,97 0,558 2 (11) 34 34 34 352
2 (12)
2 (13)
Figure 1
109 2 34 355 349 ,44 5,56 0,164 34 34 34
355
104 2 34 330 318 ,12 11,88 0,349 34 34 34
330
2 ( 6)
2 (7)
2 (8)
106 2 34 337 330 ,47 6,53 0,192 34 34 34
337
82 2 34 220 197 ,76 22,24 0,654 34 34 34
2 (14)
220
2 (15)
110 2 34 372 355 ,88 16,12 0,474 34 34 34
372
107 2 34 342 336 ,73 5,27 0,155 34 34 34
342
110 2 34 364 355 ,88 8,12 0,239 34 34 34
364
b 0,454 0,709 0,693 0,349 0,675 0,192 0,654 0,239 0,419 0,263 0,558 0,164 0,349 0,474 0,155 6,347 2
1514 2 34 68332 67417 ,53 914 ,47 26,896 34 34 34
68332 Varians total = Masukkan ke rumus: k r11 ( )(1 2b ) k 1 t 2
r11
15 6,347 15 x(1 ) x(1 0,236 ) 15 1 26,896 14
= 1,071 x 0,764 = 0,8182
Variabel Y (Aktivitas Belajar Siswa SKI) :
2 (1)
2 ( 2)
2 ( 3)
2 ( 4)
2 ( 5)
90 2 34 260 238 ,24 21,76 0,640 34 34 34
260
75 2 34 195 165 ,44 29,56 0,869 34 34 34
195
104 2 34 328 318 ,12 9,88 0,291 34 34 34
328
112 2 34 380 368 ,94 11,06 0,325 34 34 34
2 (9)
106 2 348 34 348 330 ,47 17,53 0,516 34 34 34
101 2 34 317 300 ,02 16,98 0,499 2 (10) 34 34 34 2 87 239 34 239 222 ,62 16,38 0,482 2 (11) 34 34 34 317
380
72 2 34 176 152 ,47 23,53 0,692 34 34 34
2 (12)
176
2 ( 6)
89 2 251 34 251 232 ,97 18,03 0,530 34 34 34
2 (7)
85 2 231 34 231 212 ,50 18,50 0,544 34 34 34
2 (8)
94 2 276 34 276 259 ,88 16,12 0,474 34 34 34
2 (13)
2 (14)
2 (15)
82 2 34 220 197 ,76 22,24 0,654 34 34 34
220
89 2 34 259 232 ,97 26,03 0,766 34 34 34
259
77 2 34 187 174 ,38 12,62 0,371 34 34 34
187
96 2 294 34 294 271,06 22,94 0,675 34 34 34
b 0,640 0,869 0,291 0,325 0,692 0,530 0,544 0,474 0,516 0,499 0,482 0,654 0,766 0,371 0,675 8,328 2
1359 2 34 55657 54320 ,03 1336 ,97 39,323 34 34 34
55657 Varians total =
Masukkan ke rumus: k )(1 2b ) k 1 t 2
r11 (
r11
15 8,328 15 x(1 ) x(1 0,212 ) 15 1 39,323 14
= 1,071 x 0,788 = 0,8439