SKRIPSI
ESTIMASI CADANGAN KARBON BAMBU APUS (Gigantochloa Apus Kurs) DI ATAS PERMUKAAN TANAH DI KECAMATAN KAMBU KOTA KENDARI
Oleh : ARIS MUNANDAR NIM. D1B5 10 001
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS HALU OLEO 2016
SKRIPSI
ESTIMASI CADANGAN KARBON BAMBU APUS (Gigantochloa Apus Kurs) DI ATAS PERMUKAAN TANAH DI KECAMATAN KAMBU KOTA KENDARI
Oleh : ARIS MUNANDAR
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Manajemen Hutan
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS HALU OLEO 2016 ii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA HASIL PENELITIAN INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PERGURUAN
SEBAGAI TINGGI
SKRIPSI ATAU
ATAU
KARYA
LEMBAGA
ILMIAH
MANAPUN.
PADA
APABILA
DIKEMUDIAN HARI TERBUKTI ATAU DAPAT DIBUKTIKAN BAHWA SKRIPSI INI HASIL JIPLAKAN, MAKA SAYA BERSEDIA MENERIMA SANKSI SESUAI PERATURAN YANG BERLAKU.
Kendari,
Agustus 2016
ARIS MUNANDAR NIM.D1B5 10 001
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
Nama
: Estimasi Cadangan Karbon Bambu Apus (Gigantochloa Apus Kurs) Di Atas Permukaan Tanah Di Kecamatan Kambu Kota Kendari : Aris Munandar
NIM
: D1B5 10 001
Program Studi
: Manajemen Hutan
Jurusan
: Kehutanan
Menyetujui :
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Rosmarlinasiah, MP NIP. 19610527 198603 2 002
Dr. Sahindomi Bana, SP., MP NIP. 19820610 200812 1 001
Mengetahui :
Ketua Jurusan Kehutanan,
Dekan FHIL,
Zulkarnain, S.Hut., M.Si NIP. 19781025 200501 1 001
Prof. Dr. Ir. H. Laode Sabaruddin, M.Si NIP. 19581231 198712 1 001
Tanggal Lulus : 2 Agustus 2016 iv
HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA UJIAN
Judul
Nama
: Estimasi Cadangan Karbon Bambu Apus (Gigantochloa Apus Kurs) Di Atas Permukaan Tanah Di Kecamatan Kambu Kota Kendari : Aris Munandar
NIM
: D1B5 10 001
Program Studi
: Manajemen Hutan
Jurusan
: Kehutanan
telah diujikan didepan Tim Penguji Skripsi, dan telah diperbaiki sesuai saransaran saat ujian.
Kendari,
Agustus 2016
Tim Penguji :
Ketua
: . Safril kasim, SP., MES
Tanda Tangan
………
Sekretaris
: Niken Pujirahayu, S.Hut., MP
Tanda Tangan
………
Anggota
: Dr. Ir. Rosmarlinasiah, MP
Tanda Tangan
………
Anggota
: Dr. Sahindomi Bana,SP., MP
Tanda Tangan
………
Anggota
: Lies Indriyani, SP.,M.Si
Tanda Tangan
………
v
ABSTRAK
Aris Munandar (D1B5 10 001). Estimasi Cadangan Karbon Bambu Apus di Atas Permukaan Tanah di Kecamatan Kambu Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Dibawah bimbingan Rosmarlinasiah selaku Pembimbing I dan Sahindomi Bana selaku Pembimbing II). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran sebaran serta mengetahui kandungan biomassa dan karbon yang tersimpan pada organ (batang, cabang, ranting, dan pelepah) bambu apus (Gigantochloa apus Kurz) di atas permukaan tanah di Kecamatan Kambu. Penelitian ini berlangsung pada bulan Desember 2015 sampai Februari 2016. Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan metode sensus, yaitu dengan mengukur semua bambu apus yang terdapat pada lokasi penelitian kemudian diestimasi berdasarkan persamaan Allometrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bambu Apus tersebar hampir disepanjang sungai dengan jarak tumbuh bambu kurang dari 25 m dari bibir sungai. Adapun kandungan biomassa sebesar 1298,43 ton/ha yang terdiri dari biomassa organ batang (WS) sebesar 982,20 ton/ha, biomassa organ ranting (WB) sebesar 177,71 ton/ha, biomassa daun (WL) sebesar 100,62 ton/ha dan biomassa organ pelepah (WG) sebesar 37,90 ton/ha. Berdasarkan jumlah biomassa tersebut maka diketahui total kandungan karbon tersimpan sebesar 622,82 ton/ha yang terdiri dari karbon batang (WS) sebesar 481,28 ton/ha, karbon organ ranting (WB) sebesar 79,97 ton/ha, karbon daun (WL) sebesar 45,28 ton/ha dan karbon organ pelepah (WG) sebesar 16,30 ton/ha. Kata Kunci: Bambu Apus, Biomassa, Karbon.
vi
ABSTRACT
Aris Munandar (D1B5 10 001). Estimation of Carbon Stock Bamboo Apus Above Ground Level In Sub Kambu Kendari, Southeast Sulawesi Province (Under the guidance of Rosmarlinasiah as Supervisor I and Sahindomi Bana as the Supervisor II). This study aimed to get an overview of the distribution as well as knowing the content of the biomass and carbon stored in bamboo organ smear (Gigantochloa lear Kurz) above the ground in the District Kambu. This study took place in December 2015 until February 2016. Collecting data in the field using census method, by measuring all the bamboo lear contained on the location of the study and then estimated based on allometric equations. The results showed that the Bambu Apus spread almost along the river with bamboo growing distance of less than 25 m from the river mouth. The biomass content of 1298.43 tons / ha consisting of organ stem biomass (WS) amounted to 982.20 tons / ha, the biomass organ twigs (WB) amounted to 177.71 tons / ha, the biomass of leaves (WL) amounted to 100.62 ton / ha and organ biomass midrib (WG) amounted to 37.90 tonnes / ha. Based on the amount of biomass, it is known the total carbon content of 622.82 tons / ha which consists of a carbon rod (WS) amounted to 481.28 tons / ha, the carbon organ twigs (WB) amounted to 79.97 tonnes / ha, the carbon of leaves (WL ) amounted to 45.28 tonnes / ha and organ carbon midrib (WG) amounted to 16.30 tonnes / ha. Keywords: Bamboo Apus, Biomass, Carbon.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur atas khadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “ESTIMASI CADANGAN KARBON BAMBU APUS (Gigantochloa
Apus
Kurs)
DI
ATAS
PERMUKAAN
TANAH
DI
KECAMATAN KAMBU KOTA KENDARI”. Ungkapan rasa cinta dan terima kasih yang dalam serta penghargaan yang tak terhingga kepada Ayahanda La Dinda, SH serta Ibunda Siti Mardiana atas segala kasih sayang, semangat, pengorbanan, doa serta dukungan tiada henti yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis, kepada Kakakku Wawan darmawan, SE, M.Sc serta Adikku Dian pratiwi, Amd., Keb dan Adam misuari terima kasih atas doa, pengorbanan dan motivasinya. Dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Rosmarlinasiah, MP selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Sahindomi Bana, SP, MP selaku pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan pengarahan mulai dari perencanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada : 1. Rektor Universitas Halu Oleo, Dekan, Wakil Dekan I, II dan III Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan. 2. Ketua Jurusan, Sekretaris Jurusan, Ketua Program Studi serta para staf di Jurusan kehutanan. 3. Dosen di lingkungan Jurusan Kehutanan yang telah memberikan ilmu dan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Universitas Haluoleo. 4. Pegawai administrasi Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan.
viii
5. Istriku Sumiyati serta anakku Muhammad Galang Saputra dan Ikbal Hakim terimakasih atas doa dan dukungan selama ini. 6. Sahabatku Arwan Arif Rahman, Andi Zulfikar Sukriadi, Ardiman Rusli, Akbar Wahbi, Solihin, James Suparganto, Mirzan Rafsanjani, Julianus Toding, Muhammad Gaga Saputra. 7. Senior Kehutanan Rey Rento, S.Hut, Daud, S.Hut, Arwin Adnan, S.Hut, Muhammad Alim, S.Hut, Muhammad Arief, S.Hut dan terkhususnya Abdul Sakti, S.Hut., M.Si yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. 8. Teman-teman seperjuangan kehutanan angkatan 2010 tanpa terkecuali. Revin Suhermanto S.Hut, Arwan S.Hut, Asriadi AR S.Hut, Muhammad Rizal S.Hut, Dwi Putra Apriyanto S.Hut, Fajarudyawan S.Hut, Firman S.Hut, Roy Armin Tosugi, Alif Hudan S.Hut, Muhammad Afal Sainu S.Hut, Ridwan, Intan Maharani S.Hut, Martijana, Harianti S.Hut, Wa Ode Nurhasana S.Hut, Zukria Muh. Aras S.Hut, Sitti Hadijah Bustang S.Hut, Ismail Irwansyah Amir S.Hut, Nelan Marnai S.Hut, Wa Ode Noviani S.Hut, atas waktu tenaga dan pemikiran yang diberikan selama penulis melakukan penelitian. 9. Teman-teman KKN Nusantara II UHO La Pili S.Pd, NurFitriani Dasia S.Sos, Eka Hijrah Putra SH, Roni Paepa, Ani Lestari S.Pd, Andi Firda Mahrani, Rasti Bedrik. SE, Andi Alief Dirgantara Putra atas saran serta motivasi yang diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis selalu mengharapkan saran yang sifatnya membangun dalam penyempurnan skripsi ini. Penulis juga sangat mengharapkan skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Kendari, Penulis
ix
Mei 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... HALAMAN JUDUL ...................................................................................... PERNYATAAN ............................................................................................. HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA UJIAN ....................................... ABSTRAK ..................................................................................................... ABSTRACT ................................................................................................... UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. I.
i ii iii iv v vi vii viii x xii xiii xiv
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................
1 4 4
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Karbon Global ................................................................... 2.2 Biomassa dan Karbon Hutan ....................................................... 2.3 Pengukuran Biomassa dan Karbon ............................................ 2.4 Deskripsi Bambu ............................................................................ 2.5 Klasifikasi Bambu Apus ................................................................ 2.6 Deskripsi Bambu Apus .................................................................. 2.7 Sebaran Bambu Apus .................................................................... 2.8 Manfaat Bambu Apus ................................................................... 2.9 Kerangka Pikir Penelitian ...........................................................
6 8 9 11 13 14 15 16 17
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 3.3 Populasi dan Sampel ...................................................................... 3.4 Variabel Penelitian ......................................................................... 3.5 Teknik Penarikan Sampel ............................................................. 3.6 Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 3.7 Analisis Data ................................................................................... 3.8 Definisi Operasional ......................................................................
19 19 19 20 20 21 21 22
II.
x
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah ............................................. 4.2 Luas Wilayah .................................................................................. 4.3 Keadaan Iklim ................................................................................ 4.4 Penduduk dan Kepadatan Penduduk .......................................... 4.5 Sebaran Penduduk.......................................................................... V.
25 26 26 27 28
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil ................................................................................................. 29 5.2 Pembahasan..................................................................................... 32
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 38 6.2 Saran ............................................................................................... 38 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 39 LAMPIRAN ………………………………………………………………… 43
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman Tabel 1. Peralatan yang digunakan dalam penelitian pendugaan cadangan karbon bambu apus diatas permukaan tanah ....................................... 19 Tabel 2. Letak Astronomis Kecamatan Kambu menurut Kelurahan 2013 ......... 25 Tabel 3. Luas Wilayah Kecamatan Kambu menurut Kelurahan 2013 ................ 26 Tabel 4. Banyaknya Hari Hujan Dan Curah Hujan Menurut Bulan Di Kecamatan Kambu 2013 .................................................................. 27 Tabel 5. Luas Wilayah, Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Menurut Kelurahan Di Kecamatan Kamnbu 2013 .............................................. 28 Tabel 6. Jumlah Dan Sebaran Penduduk Menurut Kelurahan Di Kecamatan Kambu 2013 .................................................................. 28 Tabel 7. Simpanan Biomassa Bambu Apus Di Kecamatan Kambu Kota Kendari Tahun 2016 . ................................................................... 31 Tabel 8. Rekapitulasi simpanan karbon Bambu Apus Di Kecamatan Kambu Kota Kendari Tahun 2016 . ................................................................... 32
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir ....................................................................... 6 Gambar 2. Model Dan Tata Letak Petak Contoh ............................................... 21 Gambar 3. Peta Sebaran Rumpun Bambu Apus ............................................... 29 Gambar 4. Sebaran Bambu Apus di Kecamatan Kambu ................................... 30
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Teks 1. Peta Lokasi Penelitian ........................................................... 2. Gambar Dokumentasi Lapangan ...........................................
xiv
Halaman 43 46
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Bambu merupakan tumbuhan bukan kayu yang memiliki rongga didalamnya. Tanaman ini tergolong tanaman C4 yaitu hasil fotosintesisnya berupa asam ber atom C empat. Bambu merupakan tanaman yang memiliki kemampuan mengikat atom C yang cepat. Tanaman bambu baik untuk dijadikan tanaman penyerap untuk mengurangi emisi karbondioksida (CO2) karena selama bambu tumbuh, tanaman ini akan menyerap CO2 melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam bentuk biomassa di dalam organ tumbuhan. Bambu merupakan salah satu hasil hutan non kayu dari jenis tanaman rumput-rumputan yang memiliki karakteristik dasar yang tidak jauh berbeda dengan kayu, bahkan dalam beberapa hal memiliki keunggulan dan karakteristik khas yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku alternatif dalam industri pengolahan produk berbasis kayu. Selain itu, penggunaan hasil hutan non kayu akan mengurangi ketergantungan bahan baku kayu sehingga dapat mengurangi laju degradasi hutan dan menunjang kelestarian hutan. Tanaman bambu
mempunyai banyak manfaat, akar bambu berfungsi
sebagai penahan erosi atau mencegah bahaya banjir. Berlian dan Rahayu (1995) menyatakan bahwa batang bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan seperti dinding, rangka kuda-kuda, tiang, lantai, pintu, kusen jendela dan atap. Pengolahan batang bambu dapat dibentuk menjadi peralatan rumah tangga seperti kerai, tirai, tikar, taplak alas makan, kap lampu, keranjang, tempat nasi dan lain-
2
lain. Selain itu, batang bambu dijadikan barang kerajinan serta anyaman, kursi, meja, lemari, rak, dan tempat tidur. Fungsi bambu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat sehingga memudahkan bambu untuk dilakukan penebangan. Kondisi ini disebabkan oleh daya tumbuh bambu sangat cepat dan memiliki nilai ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Peningkatan penebangan yang dilakukan akan menyebabkan fungsibambu dalam melakukan penyerapan CO2 akan hilang. Untuk tetap menjaga kelestarian tanaman bambu dari penebangan yang berlebihan sehingga dapat meningkatkan penyerapan gas CO 2 maka dilakukan upaya untuk mengurangi akivitas penebangan atau dilakukan pembatasan penebangan. Upaya ini dilakukan dengan konsekuensi memberikan alternatif sumber pendapatan masyarakat selain dari proses penjualan bambu tersebut. Menurut Manuhuwa (2005), ada 13 jenis bambu yang telah diidentifikasi, satu diantaranya yang sering dimanfaatkan oleh banyak masyarakat sebagai bahan baku kerajinan rumah tangga yaitu bambu Apus (Gigantochloa apus Kurz). Secara turun temurun masyarakat telah menggunakan jenis bambu tertentu berdasarkan pengalaman. Kota Kendari sebagai ibu kota Sulawesi Tenggara, adalah salah satu ibu kota di Indonesia yang sangat berkembang. Kota Kendari mengalami perkembangan di sektor ekonomi, industri, perdagangan maupun jasa. Perkembangan ini berdampak pada peningkatan kadar gas CO2 di udara yang merupakan buangan dari aktifitas tersebut. Laju perkembangan ini juga berdampak pada konversi lahan menjadi tidak terelakan.
3
Baik pemerintah maupun masyarakat kota Kendari belum melihat bambu sebagai salah satu tanaman konservasi terutama pada kawasan pinggir sungai. Kecamatan Kambu merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di kota kendari yang dilalui oleh beberapa sungai yang memungkinkan untuk budidayakan tanaman bambu sebagai bagian dari konservasi sungai. Selain itu, bambu yang mampu dengan cepat menyerap CO 2 di udara dapat mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca. Penyebaran berbagai jenis tanaman bambu khususnya bambu apus (Gigantochloa apus) di Kecamatan Kambu umumnya tersebar di beberapa kelurahan yaitu Kambu, Mokoau, Padaleu dan Lalolara. Oleh karena itu penting untuk dilakukan inventarisasi potensi guna membarikan gambaran penyebaran bambu dalam melakukan proses penyerapan karbon, disisi lain juga berguna untuk upaya pengembangan bambu apus sebagai tanaman konservasi. Secara biofisik, pohon bambu menghasilkan selulosa per ha 2 – 6 kali lebih besar dari pohon kayu pinus. Peningkatan biomassa bambu per hari 10 – 30% dibanding 2,5% untuk pohon kayu pinus (Nasendi, 1995 dalam Herliyana et al, 2005). Tingginya peningkatan pertumbuhan bambu dibandingkan dengan tanaman lainnya, berdampak pada pertumbuhan biomassa bambu itu sendiri yang berdampak pada penyerapan CO2 untuk fotosintesis. Olehnya perlu dilakukan kajian terhadap potensi kandungan karbon bambu dalam upaya menurunkan gas rumah kaca di udara. Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dikakuan penelitian tentang estimasi cadangan karbon Bambu Apus (Gigantochloa apus Kurz) diatas permukaan tanah di Kecamatan Kambu Kota Kendari.
4
1.2. Rumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sebaran pertumbuhan bambu apus (Gigantochloa apus Kurz) di Kecamatan Kambu? 2. Berapa kandungan biomassa yang tersimpan pada organ bambu apus (Gigantochloa apus Kurz) diatas permukaan tanah di Kecamatan Kambu? 3. Berapa kandungan karbon yang tersimpan pada organ bambu apus (Gigantochloa apus Kurz) di atas permukaan tanah di Kecamatan Kambu? 1.3. Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mendapatkan gambaran sebaran bambu apus (Gigantochloa apus Kurz) di Kecamataan Kambu. 2. Untuk mengetahui kandungan biomassa yang tersimpan pada organ bambu apus (Gigantochloa apus Kurz) diatas permukaan tanah di Kecamatan Kambu. 3. Untuk mengetahui kandungan karbon yang tersimpan pada organ bambu apus (Gigantochloa apus Kurz) di atas permukaan tanah di Kecamatan Kambu. Sedangkan manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Manfaat bagi peneliti adalah untuk menjadikan bahan pelajaran dalam melakukan penulisan karya tulis dan melakukan penelitian tentang karbon.
5
2.
Manfaat bagi keilmuan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang ketersedian kandungan biomassa dan karbon pada tanaman bambu apus.
3.
Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian serupah dengan penelitian ini.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Siklus Karbon Global Terjadinya perubahan iklim telah banyak dibuktikan secara ilmiah. Saat ini perubahan iklim telah menimbulkan bencana baru bagi manusia. Musim kemarau yang semakin panjang serta musim penghujan yang semakin pendek dengan intensitas hujan yang tinggi merupakan bukti nyata adanya perubahan iklim. Karbon merupakan salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim dan berperan sebagai pembentuk gas rumah kaca (GRK). Gas rumah kaca lain yang mengandung unsur karbon adalah gas metan (CH4), Hidro Fluoro Carbon (HFC), dan PFC. Konsentrasi gas-gas ini dalam skala global secara kumulatif dipengaruhi langsung oleh aktifitas manusia, meskipun gas-gas tersebut juga terjadi secara alamiah (IPCC, 2006). Konsentrasi CO2 di atmosfir menurut para ahli berkisar 180 ppm selama periode glasial dan 280 ppm selama periode interglasial. Namun, sejak revolusi industri, aktivitas manusia, terutama melalui pembakaran bahan bakar fosil dan perubahan
penggunaan
lahan,
telah
mengganggu
pola
siklus
karbon,
meningkatkan konsentrasi CO2 di atmosfir menjadi sekitar 370 ppm. Aktivitas manusia telah menyebabkan konsentrasi CO2 di atmosfer untuk melebihi rentang operasi sebelumnya dari sistem atmosfer, tanpa mengetahui konsekuensi (Falkowski et al., 2000). Dari tahun-ke-tahun dalam fluks utama karbon menunjukkan bahwa didataran (terestrial) tersimpan sebanyak mungkin berkisar 2 PgC, dan dalam beberapa tahun terakhir akumulasi karbon dan biomassa terestrial mungkin berkisar 4 PgC
7
sedangkan di tempat lain mungkin ada atau tidak ada akumulasi (Bousquet et al., 2000). Akumulasi di lautan juga bervariasi, tetapi dengan jumlah yang lebih rendah. Penyebab paling mungkin dari variabilitas temporal biomassa terestrial adalah efek dari cadangan karbon, terutama melalui variasi dalam respirasi dan kebakaran. (Watson, 2005; Dargaville et al., 2002; Langenfelds et al., 2002; Vukicevis et al., 2001). Penyerapan karbon sendiri terjadi didasarkan atas proses kimiawi dalam aktivitas fotosintesis tumbuhan yang menyerap CO2 dari atmosfer dan air dari tanah menghasilkan oksigen dan karbohidrat yang selanjutnya akan berakumulasi menjadi selulosa dan lignin sebagai cadangan karbon. Pada saat tumbuhan atau satwa hutan mati, akan terjadi proses dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO2 ke atmosfer. Mortalitas tumbuhan juga secara alami selalu diimbangi dengan proses regenerasi sehingga terjadi keseimbangan ekologi termaksud keseimbangan karbon atau yang dikenal dengan istilah “carbon neutral”. Namun pada saat unsur antropogenik telibat secara berlebihan dalam ekologi hutan, maka akan terjadi proses percepatan pelepasan emisi akibat dekomposisi. Pada kenyataanya, pelepasan emisi antropogenik tersebut tidak dapat diimbangi oleh laju penyerapan karbon oleh hutan, sehingga luas dan kualitas hutan semakin meyusut (Masripatin et al., 2008). Tumbuhan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan menyerap gas asam arang CO2 dari udara melalui proses fotosintesis, yang selanjutnya diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman. Proses penimbunan karbon CO2 dalam tubuh
8
tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi (C-sequestration). Dengan demikian mengukur jumlah yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan pengukuran cadangan yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran (Hairiah et al., 2011). 2.2. Biomasa dan Karbon Hutan Biomassa merupakan bahan yang dapat diperoleh dari tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung dan dimanfaatkan sebagai energi atau bahan dalam jumlah yang besar. Biomassa disebut juga ῞fitomassa῞ dan seringkali diterjemahkan sebagai bioresource atau seumber daya yang diperoleh oleh hayati. Basis sumber daya meliputi ratusan dan ribuan spesies tanaman, daratan dan lautan, berbagai sumber pertanian, perhutanan, dan limbah residu dan proses industri, limbah dan kotoran hewan. Menurut Brown (1997), biomassa adalah total jumlah materi hidup diatas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan suatu ton berat kering per satuan luas. Umumnya biomassa dinyatakan sebagai sebagai berat kering bahan karena kandungan air yang berbeda dari setiap tumbuhan. Brown (1997) mengemukakan bahwa biomassa hutan berperan penting dalam siklus biodeokimia terutama dalam siklus karbon. Menurut Sutaryo (2009), mengatakan bahwa biomassa hutan sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Biomassa hutan berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Dari keseluruhan karbon hutan,
9
sekitar 50% diantaranya tersimpan dalam vegetasi hutan. Akibatnya biomassa hutan dapat digunakan untuk menduga kandungan karbon dalam vegetasi hutan (kandungan karbon = 50% x Biomassa). Kandungan karbon utama dihutan yaitu biomasa bahan hidup, biomasa bahan mati, tanah dan produk kayu (Brown, 1999). Sebagai konsekuensi, jika terjadi kerusakan hutan, pembalakan dan kebakaran akan menambah jumalah karbon di atmosfer. Dinamika karbon di alam dapat dijelaskan secara sederhana dengan siklus karbon adalah siklus biogeeokimia yang mencakup pertukaran tau perpindahan karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer dan atmosfer bumi (Muhdi, 2008). Karbon dioksida berada di atmosfer dalam konsentrasi yang rendah yakni sekitar 0,03%. Siklus karbon termaksud dalaam siklus yang sangat cepat karena tumbuhan mempunyai kebutuhan yang tinggi akan gas ini. Setiap tahun, tumbhuan mengeluarkan sekitar sepertujuh dari keseluruhan karbon dioksida yang terdapat di atmosfer yang diseimbangkan melaui respirasi. Sejumlah karbon dapat dipindahkan dari siklus karbon dalam waktu yang lebih lama. Hal ini terjadi misalnya, ketika karbon terakumulasi didalam kayu atau bahan organik yang tahan lama lainnya. Perombakan metabolik oleh detritivora akhirnya mendaur ulang karbon ke atmosfer sebagai karbon dioksida. (Campbell et al., 2002). 2.3. Pengukuran Biomasa dan Karbon Garis besar pengelompokkan metode pendugaan biomassa di atas tanah ke dalam lima kelompok besar yaitu : 1) metode pendekatan pertama berdasarkan data volume yang ada, 2) metode pendekatan kedua berdasarkan tabel tegakan, 3) metode individu, 4) metode untuk perkebunan, 5) metode komponen hutan
10
yang lain. Metode pendekatan pertama berdasarkan data volume yang ada terdiri dari metode persamaan umum, metode volume-berat kerapatan kayu rata-rata, metode faktor perluasan biomassa, metode contoh dari perhitungan terhadap kerapatan biomassa, metode penyesuaian dengan menggunakan faktor perluasan volume, dan metode penggunaan inventaris dari daerah berhutan dan hutan terbuka. Metode pendekatan kedua berdasarkan tabel tegakan terdiri dari metode persamaan regresi biomassa dan metode pendekatan regresi dengan beberapa masalah, (Brown, 1997). Analisis kandungan biomassa yang terdapat pada tegakan bambu apus dilakukan dengan menggunakan allometrik. Purwanto dan Silaban (2011) berpendapat bahwa manfaat allometrik adalah untuk menaksir besarnya biomassa atau kandungan karbon suatu tegakan hutan yang masih berdiri (standing stock). Sutaryo (2009), menjelaskan estimasi biomassa dengan persamaan allometrik dilakukan dengan cara mengukur DBH pohon setinggi dada (diameter at breast height, DBH), yang terdapat pada plot penelitian. Kemudian DBH digunakan sebagai variabel bebas dari persamaan allometrik yang menghubungkan biomassa sebagai variabel terikat. Persamaan allometrik dinyatakan dengan persamaan umum : Y = a + bX ………………………………….(1) keterangan,
Y X b a
: Mewakili ukuran yang diprediksi , : Bagian yang diukur, : Kemiringan atau koefisien regresi : Nilai perpotongan sumbu x dan sumbu y
11
2.4. Deskripsi Bambu Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini sudah menyebar diseluruh kawasan nusantara. Dalam pertumbuhannya tanaman ini tidak terlalu banyak menuntut persyaratan. Bambu dapat tumbuh di daerah iklim basah sampai kering, dari dataran rendah hingga kedaerah pegununggan. Tak heran jika keberadaannya banyak dijumpai diberbagai tempat, baik sengaja ditumbuhkan maupun tumbuh secara alami. Tanaman ini termasuk dalam orde Graminales, famili gramineae, dan subfamili Bambusoideae (Berlian,1995 dalam Manuhuwa, 2005). Bambu di dunia terdapat 75 genus dan 1.500 spesies bambu, 10 genus diantaranya terdapat di Indonesia, genus yang tumbuh di Indonesia adalah: Arundinaria, Bambusa, Dendrocalamus, Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys, Schizostachyum, dan Thyrsostachys. Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang yang tumbuh secara bertahap, mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 3-4 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas, berongga, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang (Otjo dan Atmadja, 2006). Husnil (2009) mengatakan bahwa bambu mampu tumbuh tinggi dengan kecepatan 15-18 cm per hari dan mencapai tinggi maksimum dalamwaktu 4 – 6 bulan. Bambu sering tumbuh berbentuk rumpun, namun dijumpai juga bambu tumbuh berbentuk batang soliter atau perdu. Bambu yang tumbuh subur di Indonesia merupakan tanaman bambu yang simpodial, yaitu batang-batangnya
12
cenderung mengumpul pada rumpun karena percabangan rhizomnya (Krisdianto et al., 2006). Batang bambu yang lebih tua berada di tengah rumpun, sehingga kurang menguntungkan dalam proses penebangannya. Arahpertumbuhan biasanya tegak, kadang-kadang memanjat dan batangnya mengayu. Jika sudah tinggi, batang bambu ujungnya agak menjuntai dan daun-daunnya seakan melambai. Tanaman ini dapat mencapai umur panjang dan biasanya mati tanpa berbunga (Berlin dan Estu, 1995). Bambu merupakan salah satu tumbuhan berkeping satu (monokotil) dan masuk dalam keluarga rumput-rumputan family Poaceae. Menurut Krisdianto et al. (2007) dalam mayasari et al., 2012) jenis bambu di dunia mencapai lebih dari 1.000 jenisyang terdiri atas 80 genus. Alamendah (2011) mengatakan jenis bambu mencapai 1.250 jenis, dimana 159 jenis terdapat di Indonesia dan 88 jenis diantaranya merupakan endemik Indonesia. Tanaman bambu banyak ditemukan didaerah tropis dibenua Asia Afrika dan Amerika. Benua Asia merupakan daerah penyebaran bambu terbesar, tanaman bambu yang kita kenal umumnya berbentuk rumpun. Arah pertumbuhannya biasanya tegak, kadang memanjat dan batangnya mengayu. Jika sudah tinggi batang bambu ujungnya agak menjuntai dan daundaunnya seakan melambai. Tinggi tanaman bambu pada umunya sekitar 0,3m sampai 30m, diameter batangnya 0,25-25cm dan ketebalan dindingnnya sampai 25mm. Tanaman ini dapat mencapai umur panjang dan biasanya mati tanpa berbunga. Bambu apus atau bambu tali biasanya ditanam di pinggiran sungai, batas desa, dan lereng perbukitan dari dataran rendah hingga dataran tinggi (±1.300 m
13
dpl). Tujuan utama penanaman bambu apus adalah pengambilan batangnya yang untuk berbagai keperluan diantaranya sebagai bahan konstruksi bangunan (rumah dan jembatan), peralatan rumah tangga, kerajinan mebel, atap rumah, dan alat musik tradisional (angklung) (Dransfield dan Widjaja, 1995).
Selain itu,
penanaman bambu apus dapat menjaga kestabilan siklus hidrologi air di daerah sekitarnya. 2.5. Klasifikasi Bambu Apus Salah satu jenis bambu yang sudah banyak dikenal dan sering dimanfaatkan oleh masyarakat di Indonesia adalah bambu apus. Bambu jenis ini memilki nama yang berbeda-beda di setiap wilayah seperti Daerah Sumatra bernama bambu apus, Daerah Sunda bernama awi tali, Daerah Jawa bernama pring apus, Daerah Bali bernama tiing tali, dan Daerah Madura bernama pereng tale (Sujarwo, 2010). Untuk menyatukan nama bambu ini diberi nama perdangan yaitu bambu apus. Tanaman bambu apus secara taksonomi dapat diklasifikasikan dalam tingkatan (Plantamor, 2015) sebagai berikut: Kingdom: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembulu Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas: Commelinidae Ordo: Poales Famili: Poaceae (suku rumput-rumputan)
14
Genus: Gigantochloa Spesies: Gigantochloa apus Kurz 2.6. Deskripsi Bambu Apus Bambu apus (Gigantochloa apus Kurz) memiliki tinggi mencapai 8-30 m (batang berbulu tebal dan tebal dinding batang 1,5 cm), 3-13 cm (jarak buku 2075), memiliki warnah yang hijau ke abu-abuan cendering kuning mengkilap. Jenis ini dapat tumbuh di dataran rendah, dataran tinggi (berbukit-bukit) sampai dengan 1500 m. Bahkan juga dapat tumbuh di tanah liat berpasir (widjaja, 2001). Bambu apus (Gigantochloa apus) termasuk jenis bambu dengan rumpun simpodial, rapat, dan tegak. Masyarakat pedesaan, khususnya di pulau Jawa dan Bali, telah menanam bambu apus. Deskripsi bambu apus menurut Sutiyono (2004) adalah sebagai berikut: Habitus
: Pohon, berumpun, tinggi 10-15 m
Batang
: Berkayu, bulat, berlubang, beruas-ruas, tunas atau rebung berbulu, putih kehitaman, hijau
Daun
: Tunggal, berseling, berpelepah, lanset, ujung runcing, tepi rata, pangkal membulat, panjang 20-30 cm, lebar 4-6 cm, pertulangan sejajar, hijau.
Bunga
: Majemuk, bentuk malai, ungu kehitaman.
Akar
: Serabut, putih kotor Bambu apus biasanya ditanam di pinggiran sungai, batas desa, dan lereng
perbukitan dari dataran rendah hingga dataran tinggi (±1.300m dpl). Tujuan utama penanaman bambu apus adalah pengambilan batangnya yang untuk berbagai
15
keperluan diantaranya sebagai bahan konstruksi bangunan (rumah dan jembatan), peralatan rumah tangga, kerajinan mebel, atap rumah, dan alat musik tradisional (angklung) (Dransfield dan Widjaja, 1995). Selain itu, penanaman bambu apus dapat menjaga kestabilan siklus hidrologi air di daerah sekitarnya. 2.7. Sebaran Bambu Apus Persebaran bambu baik horizontal maupun vertikal amatlah luas, terutama persebaran horizontal yang berada di daerah tropis, dari beberapa didaerah yang beriklim sedang. Penyebaran secara vertikal bambu berkisar pada ketinggian 0 sampai 1.500 m dpl, bahkan ada yang lebih dari 2.000 m dpl (Hildebrand dalam Surtiyanto, 1994). Bambu Apus memiliki kemampuan adaptasi yang besar terhadap variasi unsur-unsur iklim dan tanah. Iklim yang panas dan lembab seperti di Indonesia sangat cocok untuk pertumbuhan bambu ini, sehingga tidak mengherankan tanaman bambu apus banyak dijumpai di Indonesia, antara lain di Sulawesi, Jawa, Bali dan Sumatra (Reilingh dan Heyne dalam Sulthoni, 1994). Tanaman bambu Apus dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah kering sampai ringan, tanah kering sampai becek dan tanah subur sampai tanah kurang subur, (Sutiyono et al., 1992). Tumbuh pada berbagai ketinggian mulai dari dataran rendah agak jauh dari pantai sampai ketinggian >1.700 m dpl dengan sebaran tipe iklim A yang sangat basah, tipe iklim B yang basah kering sampai tipe iklim C yang kering.
16
2.8. Manfaat Bambu Apus Bambu telah menjadi bagian alami dari kehidupan masyarakat, mulai dari lahir hingga mati. Di Cina dan Jepang, pisau bambu digunakan untuk memotong tali pusar bayi pada saat dilahirkan, dan jenazahh orang yang meninggal diletakkan diatas alas yang terbuat dari bambu. Tumbuhan ini sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam masyarakt pedesaan di Indonesia, bambu apus memegang peranan sangat penting. Bambu ini dikenal memiliki banyak manfaat, karena batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak
ditemukan
disekitar pemukiman pedesaan. Dalam kehidupan modern, bambu dapat dimanfaatkan mulai dari akar hingga daun dan dapat digunakan untuk produk-produk dekoratif, alat rumah tangga, bahan bangunan, bahanalat kesenian dan lain-lain. Bambu juga digunakan dalam upayah konsevasi tanah dan air, karena memiliki sistem perakaran sehingga menghasilkan rumpun yang rapat dan mampu mencegah erosi tanah (Widjaja, 2001). Bambu memegang peran penting dalam kehidupan karena memiliki banyak manfaat. Manfaat bambu antara lain: (1) secara ekologi, menjaga sistem hidrologi sebagai pengikat tanah dan air sehingga digunakan sebgai tanaman konservasi dimana, tanaman bambu memiliki sistem perakaran serabut dengan akar rimpang yang sangat kuat dan dapat menciptakaan iklim mikro, (2) sebagai bahan baku
17
industri (kertas, chip stick, flower stick, ply bamboo, dan papan semen serat bambu), (3) manfaat sosial ekonomi (bahan bangunan, alat rumah tangga, kerajinan, kesenian). 2.9. Kerangka Pikir Penelitian Tegakan bambu apus yang terdapat di Kecamatan Kambu di inventarisasi mengunakan metode sensus. Sehingga diperoleh seluruh jumlah bambu, melalui perhitugan jumlah bambu setiap rumpun dan data luas rumpun di inventarisasi untuk keperluan jumlah biomassa persatuan luas. Bambu apus tersusun dari organ yang terdapat diatas permukaan tanah dan organ yang terdapat dibawah permukaan tanah. Fokus penelitian ini adalah organ bambu apus yang terdapat diatas permukaan tanah. Organ bambu apus terdiri dari organ batang, ranting/cabang, daun dan pelepah. Kandungan biomassa organ bambu apus dihitung dengan menggunakan allometrik yang telah dibuat. Data hasil inventarisasi bambu dengan sensus akan dianalisis berdasarkan allomentrik sehingga diperoleh jumlah bambu apus pertanaman, selanjutnya diakumulasi dengan seluruh jumlah bambu apus yang terdapat di lokasi penelitian. Kandungan biomassa yang terkadung dari masing-masing organ tanaman kemudian dikalikan dengan persentasi kandungan karbon hasil analisis Welkley and Black yang dilakukan oleh Ristasari (2010) sehingga diperoleh kandungan karbon masing masing organ bambu dan akan diperoleh jumlah karbon yang terdapat pada tanaman bambu apus.
18
Kota Kendari
Kecamatan Kambu Sebaran Bambu Apus
Penyerap karbon
Organ Bambu Apus Batang Cabang/ranting Pelepah Daun
Allometrik Organ Bambu Apus
Biomassa Organ Bambu Apus
Kandungan karbon dalam Biomassa
Karbon Bambu
Total Karbon bambu Apus Di Kec. Kambu Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir
Tanaman Konservasi
19
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai April 2016, bertempat di Kecamatan Kambu, Kota Kendari. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini disajikan melalui Tabel 1. Berikut: Tabel 1. Peralatan yang digunakan dalam penelitian pendugaan cadangan karbon Bambu Apus diatas permukaan tanah. No Nama Alat Kegunaan 1 GPS Mengukur ketinggian dan koordinat 2
Kamera
Dokumentasi
3
Meteran rol (panjang 30 m)
4 5
Pita meter (panjang 1,5 m) Parang tebas
Menentukan dan mengukur luas petak/plot pengukuran Mengukur keliling pohon Memotong
6 7
Peralatan tulis (ATK) Tali berwarna (tali rapia)
Mencatat hasil pengukuran Membuat petak sampel
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tegakan Bambu Apus (Gigantochloa apus Kurz) di Kecamatan Kambu Kota Kendari dan Peta Administrasi Kecamatan Kambu. 3.3. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua tumbuhan bambu apus yang terdapat di Kecamatan Kambu kota Kendari untuk menjawab tujuan pertama pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana sebaran bambu apus, penelitian
20
ini tidak menggunakan sampel karena dalam melakukan penelitian tumbuhan dilakukan metode sensus agar dapat mengetahui jumlah bambu Apus di Kec. Kambu. Sampel dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab tujuan dua dan tiga yaitu untuk mengetahui kandungan biomassa dan karbon pada bambu apus di Kecamatan Kambu Kota Kendari, maka dilakukan penarikan sampel. 3.4. Variabel Penelitian Variabel yang diukur dan diamati pada penelitian ini adalah sebagia berikut: 1.
Keliling batang bambu dalam satuan centimeter (cm).
2.
DBH (diameter at breast height) atau diameter setinggi dada yang diukur pada ketinggian 1,30 meter dari permukaan tanah dalam satuan centimeter (cm).
3.5. Teknik Penarikan Sampel Penarikan sampel untuk menjawab tujuan dua dan tiga didasarkan pada sebaran dan tempat tumbuh Bambu Apus pada kecamatan Kambu yaitu pada Kelurahan Kambu dan Keluarahan Mokoau. Pengambilan data dilakukan dengan membuat plot berukuran 20 m x 100 m sepanjang jalur sungai yang di tumbuhi Tanaman bambu Apus. Pembuatan plot ini bertujuan untuk mengetahui sebaran tanaman bambu apus di Kecamatan Kambu kota Kendari.
21
Model dan tata letak petak contoh untuk pengambilan data lapangan di tunjukan pada Gambar 2. Berikut:
Gambar 2. Model dan tata letak petak contoh
Keterangan: -plot ukuran 20 m x 100 m untuk sampel bambu apus 3.6. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan beberapa tahapan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pengambilan data pada tanaman bambu apus menggunakan metode sensus dimana semua bambu Apus yang terdapat pada lahan dilakukan pengukuran setinggi dada. Data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan persamaan allometrik. 3.7. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menentukan total biomassa yang terkandung pada oragan tanaman bambu apus mengunakan allometrik (Purwanto, 2010) sebagai berikut :
22
H = 1,5626D1,0845 WS = 0,0318 (D2H)0,8768 WB = 0,002711(D2H) WL = 0,001535 (D2H) WG = 0,0005782 (D2H) Untuk mengetahui total biomassa bambu apus di atas permukaan tanah (above ground) dapat di hitung dengan rumus sebagai berikut : WT = WS + WB + WL + WG …………………………….(1) Keterangan H
: Tinggi bambu,
D
: Diameter setinggi dada (DBH).
D2H
: Diameter kuadrat dikalikan dengan tinggi bamboo
WT
: Total kandungan biomassa bambu apus di atas permukaan tanah (above ground)
WS
: Biomassa batang
WB
: Biomassa cabang
WL
: Biomassa daun
WG
: Biomassa pelepah (Slumping)
2. Karbon bambu apus dihitung dengan mengunakan hasil analisis Welkley and Black yang dilakukan oleh Ristasari (2010) diperoleh angka kandungan karbon masing-masing organ adalah batang 49,16 %, ranting 45,45 %, pelepah 45,35%, dan daun 43,19 % dari kandungan biomassa bambu apus. 3.8. Defenisi Operasional Lingkup penelitian ini adalah perhitungan kemampuan Bambu apus dalam menyerap karbon. Secara keseluruhan lingkup penelitian tersebut dituangkan
23
dalam judul “Estimasi Cadangan Karbon Bambu Apus (Gigantochloa apus Kurz) diatas Permukaan Tanah (Above Ground) Di Kecamatan Kambu Kota Kendari“. Terdapat beberapa istilah dalam penelitian ini yang perlu dijelaskan dan batasannya, yaitu: 1.
Dalam penelitian ini yang menjadi daerah kajian adalah Kecamatan Kambu, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara.
2.
Rumpun adalah sekelompok tumbuhan yang tumbuh anak-beranak seakanakan mempunyai akar yang sama.
3.
Cabang yaitu bagian batang kayu yang tumbuh dari pokok atau dahan.
4.
Ranting adalah bagian cabang yang memiliki diameter lebih kecil.
5.
Pelepah adalah tulang daun terbesar dari badan pohon.
6.
Daun adalah organ pada tumbuhan yang terutama disesuaikan untuk fotosintesis.
7.
Biomassa adalah total berat atau volume organisme dalam suatu area atau volume tertentu (IPCC, 1995). Biomassa didefinisikan juga sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan diyatakan dengan satuan ton berat kering (Brown, 1997). Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan. Termaksud bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit, kayu, biji, dan daun dari vegetasi strata pohon (Sutaryo, 2009).
8.
Karbon yaitu Unsur kimia dengan simbol C dan nomor atom 6, unsur makro yang dibutuhkan tanaman dalam melakukan fotosintesis (Sutaryo, 2009),
24
bagian terbesar dari biomassa yang tersimpan dalam bagian tanaman sebagai hasil fotosintesis (Hairiah, 2007). 9.
Persamaan allomterik adalah suatu fungsi atau persamaan matematika yang menunjukan hubungan antara bagian tertentu dari makhluk hidup dengan bagian lain atau fungsi tertentu dari makhluk hidup tersebut. Persamaan tersebut digunakan untuk menduga parameter lainnya yang lebih muda diukur.
10. Populasi adalah tegakan pohon Bambu Apus di Kecamatan Kambu yang diukur untuk dianalisis. 11. Diameter setinggi dada (dbh) adalah diameter yang diukur pada ketinggian 1, 30 m dari permukaan tanah. 12. Carbon pool adalah bagian atau tempat karbon tersimpan. 13. Gas Rumah Kaca adalah gas yang terkandung dalam atmosfer, baik alami maupun antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah. Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang RAD (rancangan aksi daerah) Penurunan Emisi GRK.
25
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI
4.1. Letak Geografis Dan Batas Wilayah Wilayah Kecamatan Kambu secara geografis terletak disebelah selatan garis katulistiwa berada diantara 3º 59’ 55” - 4º 5’ 25” LS dan 122º 30’ 39” - 122º 33’ 41” BT. Sepintas tentang letak wilayah Kecamatan Kambu: a. Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Kendari, b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Baruga, c. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Poasia, dan d. Sebelah barat berbatasan dengan Sungai Wanggu. Kecamatan Kambu terbentuk atas Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 23 Tahun 2006 yang ditetapkan pada tanggal 12 Desember 2006 dengan status Kecamatan Daerah Tingkat III\Poasia. Luas wilayah daratan Kecamatan Kambu 24, 63 Km2 atau 2.463 ha (BPS SULTRA, 2016). Tabel 2. Letak Geografis Kecamatan Kambu menurut Kelurahan 2015 Kelurahan Lintang selatan (LS) Bujur timur (BT) 1. Kambu
3º 58’59”- 4º 1’ 9”
122º30’56”- 122º32’4”
2. Mokoau
4º 0’ 58” - 4º 3’ 29”
122º31’20”-122º33’41”
3. Padeleu
4º 1’ 1”- 4º 3’ 17”
122º30’59”-122º31’57”
4. Lalolara
3º 58’42”- 4º 0’59”
122º30’39”-122º32’4”
3º59’55”- 4º5’25”
122º30’39”- 122º33’41”
Kec. Kambu
Sumber : Data Sekunder BPS Kota Kendari tahun 2016
26
4.2. Luas Wilayah Wilayah Kecamatan Kambu terletak dibagian barat daya Kota Kendari. Seluruh wilayah Kecamatan Kambu berada didaratan Pulau Sulawesi. Luas wilayah Kecamatan Kambu 24,63 Km2. Luas wilayah menurut kelurahan sangat beragam, Kelurahan Mokoau merupakan kelurahan yang paling luas, kemudian menyusul Kelurahan Lalolara, Kambu dan Padeleu. Tabel 3. Luas Wilayah Kecamatan Kambu menurut Kelurahan 2015 Kelurahan luas (Km2) persentase (%) 1.
Mokoau
4,01
16,28
2.
Kambu
12,52
50,83
3.
Padaleu
3,44
13,97
4.
Lalolara
4,66
18,92
24,63
100
Kec. Kambu
Sumber : Data Sekunder BPS Kota Kendari tahun 2016 4.3. Keadaan Iklim Seperti halnya daerah lain disebagian besar wilayah Indonesia, Kecamtan Kambu hanya dikenal dua musim, musim kemarau dan musim hujan. Menurut data yang ada bahwa di Kecamatan Kambu tahun 2013 terjadi 166 hh dengan curah hujan 2.619 mm. Dengan tekanan udara rata-rata 1.011,4 millibar dengan kelembaban udara rata-rata 83.08 persen. Kecepatan angin di Kecamatan Kambu selama tahun 2013 pada umumnya berjalan normal mencapai 19.85 knot.
27
Tabel 4. Banyaknya Hari Hujan Dan Curah Hujan Menurut Bulan Di Kecamatan Kambu 2015. Bulan Jumlah hari hujan (hh) Curah hujan (mm) 1. Januari 13 347.0 2. Februari
11
188.0
3. Maret
14
152.0
4. April
22
143.0
5. Mei
17
232.0
6. Juni
14
293.0
7. Juli
26
770.0
8. Agustus
4
45.0
9. September
1
29.0
10. Oktober
1
18.0
11. November
14
113.5
12. Desember
29
288.5
jumlah 166 Sumber : Data Sekunder BPS Kota Kendari tahun 2016
2.619
4.4. Penduduk dan Kepadatan Penduduk Penduduk kecamatan Kambu tahun 2013 sebesar 29.395 jiwa. Jumlah penduduk terbesar berada di kelurahan Lalolara yakni sebesar 12.960 jiwa, disusul Kelurahan Kambu sebesar 8.791 jiwa, Kelurahan padaleu sebesar 4.773 jiwa dan Kelurahan Mokoau sebesar 2.871 jiwa. Kepadatan penduduk per Km2 di Kecamatan Kambu sebesar 1.193,46. Kepadatan penduduk terbesar terdapat di kelurahan Lalolara yaitu sebanyak 2.781,12, sedangkan terendah di Kelurahan Mokoau hanya 229,31.
28
Tabel 5. luas wilayah, penduduk dan kepadatan penduduk menurut kelurahan di kecamatan Kamnbu 2015 Kelurahan Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (per Km2) 1.
Mokoau
2.871
229.31
2.
Kambu
8.71
2.192,27
3.
Padaleu
4,773
1.387,50
4.
Lalolara
12.960
2.781,12
29.395
1.193,46
Kec. Kambu
Sumber : Data Sekunder BPS Kota Kendari tahun 2016 4.5. Sebaran Penduduk Persebaran penduduk di kecamatan Kambu tahun 2013 terpusat di Kelurahan lalolara sebesar 44 persen, disusul Kelurahan Kambu dan padeleu masing-masing sebesar 30 persen dan 16 persen. Sedangkan kelurahan yang paling sedikit penduduknya adalah Kelurahan Mokoau yaitu hanya 10 persen. Tabel 6. Jumlah dan sebaran penduduk menurut kelurahan di Kecamatan Kambu 2015. Kelurahan Penduduk (jiwa) Pesebaran penduduk (%) 1. 2. 3. 4.
Mokoau Kambu Padeleu Lalolara Jumlah
1.518 4.372 2.421 6.545 29.395
Sumber : Data Sekunder BPS Kota Kendari tahun 2016
10 30 16 44 100
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Sebaran rumpun bambu apus pada Kecamatan Kambu di tandai dengan simbol titik berwarnah merah, bambu ini tersebar secara berkelompok di sepanjang sungai. Peta sebaran bambu apus di Kecamatan Kambu disajikan pada gambar 3.
Gambar 3. Peta sebaran rumpun bambu apus
30
Hasil inventarisasi sebaran bambu Apus di Kecamaatan Kambu kota Kendari di sajikan pada gambar 4.
Gambar 4. Sebaran Bambu Apus di Kecamatan Kambu Berdasarakan hasil pengukuran pada 14 plot di Kecamatan Kambu tepatnya di Kelurahan Kambu dan Kelurahan Mokoau, di peroleh biomassa tersimpan tertinggi terdapat di plot 202 sebesar 3275,39 kg/m2, sedangkan jumlah kandungan biomassa terkecil terdapat pada plot 9 sebesar 471,40 kg/m2. Hasil perhitungan kandungan biomassa tersimpan pada tanaman bambu apus di Kecamatan Kambu disajikan pada Tabel 7.
31
Tabel 7. Simpanan Biomassa Bambu Apus Di Kecamatan Kambu Kota Kendari Tahun 2016 Plot Rumpun Luas (m2) WS (kg) WB (kg) WL (kg) WG (kg) WT (kg) 1 2,01 244,34 44,72 25,32 9,54 323,92 1 2 4,52 470,08 86,27 48,85 18,40 623,59 3 24,62 1107,25 196,57 111,30 41,92 1457,04 4 5,31 426,85 72,63 41,12 15,49 556,09 2 5 6,15 470,73 84,48 47,83 18,02 621,06 6 12,56 395,52 69,56 39,38 14,83 519,29 7 0,79 140,18 26,01 14,73 5,55 186,47 3 8 1,54 276,43 51,05 28,91 10,89 367,28 5 9 22,89 1513,60 274,41 155,38 58,53 2001,92 9 10 3,14 358,61 63,39 35,89 13,52 471,40 11 6,15 442,49 79,92 45,25 17,05 584,70 28 12 3,80 661,76 121,22 68,64 25,85 877,48 29 13 5,31 920,42 167,96 95,10 35,82 1219,30 14 2,54 519,17 95,40 54,01 20,35 688,93 31 15 7,07 926,04 166,57 94,32 35,53 1222,46 34 16 3,80 792,87 144,34 81,72 30,78 1049,72 92 17 2,01 469,51 83,60 47,33 17,83 618,27 187 18 4,52 857,98 155,12 87,83 33,08 1134,01 19 13,85 1450,40 267,30 151,35 57,01 1926,05 202 20 10,17 1019,97 185,09 104,80 39,48 1349,34 204 21 5,31 841,59 151,96 86,04 32,41 1112,01 205 22 1,54 386,89 70,78 40,07 15,10 512,84 Jumlah 149,59 14692,69 2658,33 1505,18 566,97 19423,16 Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2016 Berdasarakan pengukuran, biomassa dan karbon tersimpan pada bambu Apus di Kecamatan Kambu kota Kendari disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rekapitulasi simpanan karbon Bambu Apus Di Kecamatan Kambu Kota Kendari Tahun 2016
No Variabel Biomassa (kg/m) Biomassa (ton/m) Biomassa (ton/ha) Karbon (kg/m) Karbon (ton/m) Karbon (ton/ha) 1 WS 98,22 0,10 982,20 48,13 0,05 481,28 2 WB 17,77 0,02 177,71 8,00 0,01 79,97 3 WL 10,06 0,01 100,62 4,53 0,005 45,28 4 WG 3,79 0,004 37,90 1,63 0,002 16,30 Total 129,84 0,13 1298,43 62,28 0,06 622,82 sumber: data primer diolah tahun 2016
32
Keterangan: WS: Biomassa batang WB: Biomassa cabang WL: Biomassa daun WG: Biomassa pelepah 5.2. Pembahasan Kandungan biomassa bambu apus terdiri dari biomassa diatas permukaan tanah dan biomassa dibawah tanah. Menurut Hairiah et.al. (2011) biomassa pohon ada 2 bagian yaitu di atas tanah berupa batang, daun, ranting, bunga, buah, sedangkan bagian bawah tanah adalah biomassa akar. Untuk mengetahui kandungan biomassa dapat dapat dilakukan 4 cara menurut Sutaryo (2009) yaitu (i) sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara insitu (ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara insitu (iii) Pendugaan melalui penginderaan jauh dan (iv) pembuatan model. Kandungan biomassa bambu apus yang hidup dihitung dengan menggunakan pembuatan model allometrik.
Untuk menghitung biomassa permukaan tanah
menggunakan persamaan allometrik yang dibuat oleh Purwanto (2010). Tingginya peningkatan pertumbuhan bambu dibandingkan dengan tanaman lainnya, berdampak pada pertumbuhan biomassa bambu itu sendiri yang berdampak pada penyerapan CO2 untuk fotosintesis dan menghasilkan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia. Hal tersebut dapat dilihat dari kemampuan bambu dalam menyerap karbon. Berdasarkan teknik penarikan sampel pengukuran biomassa tanaman pada penelitian ini dilakukan pada 2 (dua) petak yaitu sisi kiri dan kanan sungai pada
33
plot berukuran 20m x 100m, dengan sungai sebagai base line. Kegiatan inventarisasi bambu apus meliputi luas rumpun, jumlah bambu, dan mengukur semua keliling (sensus) bambu apus dan dianalisis dengan menggunakan persamaan allometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang. Berdasarkan gambar 3. Peta sebaran rumpun bambu apus di Kecamatan Kambu, rumpun bambu apus tersebar di dua kelurahan yaitu Kambu dan Mokoau, sedangkan di dua kelurahan lain tidak terdapat bambu apus yaitu kelurahan Padaleu dan kelurahan Lalolara. Hal ini dikarenakan laju pembangunan di kelurahan Padaleu dan Lalolara lebih besar dibandingkan dua kelurahan lainnya selain itu juga di dua kelurahan ini tidak terdapat sungai, karena dalam pertumbuhannya bambu membutuhkan banyak air. Pada kelurahan Kambu terdapat 16 rumpun bambu apus dan kelurahan Mokoau terdapat 6 rumpun bambu apus. Jumlah rumpun bambu pada kelurahan Kambu lebih besar di banding dengan kelurahan Mokoau karena pada kelurahan kelurahan Kambu areal yang ditumbuhi bambu merupakan lahan kosong warga yang tidak ditumbuhi oleh tanaman kehutanan lainnya sehingga tidak terjadi persaingan dalam pertumbuhannya, sedangkan di kelurahan Mokoau terdapat banyak tanaman kehutanan sehingga pertumbuhan bambu di kelurahan ini sedikit terganggu. Rumpun bambu apus pada peta ditandai dengan titik berwarnah merah. Panjang sungai pada peta sebaran ini berdasarkan letak tumbuh rumpun 1 hingga rumpun 22 sepanjang 4120 m atau 4,120 km.
34
Berdasarkan gambar 4. dari hasil inventarisasi pada plot berukuran 20 m x 100
m dengan panjang sungai 4,120 km di dapati jumlah plot pengamatan
sebanyak 206 buah plot, pada pengamatan ini di temukan 22 buah rumpun bambu apus yang tersebar di beberapa plot pengamatan yaitu pada plot 1 terdapat 3 buah rumpun , plot 2 terdapat 3 buah rumpun, plot 3 terdapat 2 buah rumpun, plot 5 terdapat 1 buah rumpun, plot 9 terdapat 1 buah rumpun, plot 28 terdapat 2 buah rumpun, plot 29 terdapat 1 buah rumpun, plot 31 terdapat 2 buah rumpun, plot 34 terdapat 1 buah rumpun, plot 92 terdapat 1 buah rumpun, plot 187 terdapat 1 buah rumpun, plot 202 terdapat 2 buah rumpun, plot 204 terdapat 1 buah rumpun dan plot 205 terdapat 1 buah rumpun. Dari hasil inventarisasi ini menunjukan bahwa titik tumbuh bambu apus di Kec. Kambu tersebar secara berkelompok di sepanjang sungai dan jarak tumbuh bambu kurang dari 25m dari bibir sungai, hal ini dikarenakan kesesuain lahan untuk pertumbuhan bambu terbaik harus berada di tempat-tempat lembab seperti di tepi sungai. Berdasarkan Tabel 7. diketahui luas rumpun rata-rata pada 22 buah rumpun di kecamatan kambu adalah 149,59 m2 atau 0,1495 ha, perbedaan jumlah batang pada setiap rumpun bambu akan mengakibatkan kompetisi masing-masing batang bambu untuk hidup dan berkembang, sehingga akan mempengaruhi DBH di masing-masing individu. Rumpun bambu apus yang memiliki kandungan biomassa terbesar terdapat pada rumpun 3 dengan jumlah 217 batang memiliki kandungan biomassa sebesar 1457,04 kg, sedangkan rumpun bambu apus yang
35
memiliki kandungan biomassa terkecil terdapat pada rumpun 7 dengan jumlah batang 18 batang memiliki kandungan biomassa sebesar 186,47 kg. Dari hasil pengukuran pada 14 plot di kelurahan Kambu dan kelurahan Mokoau, di peroleh kandungan biomassa tertinggi terdapat pada plot 202 sebesar 3275,39 kg/m2, selanjutnya berturut-turut pada plot 1, 5, 31, 2, 28, 29, 187, 204, 34, 92, 3, 205, dan plot 9 dengan kandungan biomassa masing-masing adalah 2404,55 kg/m2 , 2001,92 kg/m2, 1911,39 kg/m2, 1696,44 kg/m2, 1462,18 kg/m2, 1219,30 kg/m2, 1134,01 kg/m2, 1112,01 kg/m2, 1049,72 kg/m2, 618,27 kg/m2, 553,75 kg/m2, 512,84 kg/m2, dan 471,40 kg/m2. Rata-rata kandungan biomassa sebesar 19423,16 kg/m2. Berdasarkan data pengukuran maka estimasi biomassa dan simpanan karbon pada lokasi penelitian diperoleh dari hasil penjumlahan biommassa organ batang (WS), organ pelepah (WG), organ ranting (WB), dan organ daun (WL). Analisis ini dihitung menggunakan metode walkley and black seperti yang telah digunakan oleh Ristasari (2010). Kandungan karbon yang tersimpan pada masing-masing organ digunakan untuk menghitung total karbon pada bambu apus. Total produksi karbon yang dihasilkan bambu apus diketahui berdasarkan perkalian antara total produksi biomassa dengan persen kandungan karbondalam biomassa masing-masing organ. Berdasarkan hasil analisis rekapitulasi simpanan biomassa dan karbon disajikan pada tabel 8. pada beberapa organ batang (WS) memiliki kandungan biomassa sebesar 982,20 ton/ha dengan jumlah simpanan karbon 481,28 ton/ha, organ ranting (WB) memiliki kandungan biomassa sebesar 177,71 ton/ha dengan
36
jumlah simpanan karbon sebesar 79,97 ton/ha, organ daun (W L) memiliki kandungan biomassa sebesar 100,62 ton/ha dengan jumlah simpanan karbon sebesar 45,28 ton/ha, dan organ pelepah (WG) memiliki kandungan biomassa sebesar 37,90 ton/ha dengan jumlah simpanan karbon sebesar 16,30 ton/ha. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Song Ai (2012) bambu termasuk tanaman C4 (hasil fotosintesisnya berupa asam ber atom C empat). Laju fotosintesisnya lebih tinggi dan efisien. Sebagai perbandingan, bambu seluas 1 hektar mampu menyerap 62 ton C per tahun, sedangkan hutan muda menyerap 15 ton C per tahun. Batang merupakan penyimpan karbon terbesar dibandingkan dengan organ lain yaitu sebesar 481,28 ton/ha. Hal ini dikarenakan pada batang terdapat lebih banyak lignin atau salah satu sel pembentuk kayu yang mengandung karbon, jumlah kayu pada batang lebih banyak dari cabang atau ranting sehingga jumlah karbon yang tersimpan jauh lebih banyak pada batang, ( Muliyani, 2014). Dari hasil analisis tersebut didapat jumlah rata-rata biomassa dari seluruh organ bambu sebesar 1298,43 ton/ha, serta jumlah rata-rata karbon pada organ bambu sebesar 622,82 ton/ha. Berdasarkan data diatas maka diketahui rata-rata estimasi jumlah karbon tersimpan bambu apus di atas permukaan tanah pada Kecamatan Kambu sebesar 622,82 ton/ha. Cadangan karbon dan biomassa pada setiap rumpun berbeda-beda, misalnya besar diameter batang dan jumlah batang. Diketahui bahwa diameter batang dan jumlah batang berbanding lurus dengan simpanan karbon dan biomassa pada
37
suatu rumpun, sehingga semakin besar diameter dan jumlah batang pada rumpun semakin besar pula simpanan karbon dan biomassa pada rumpun tersebut. Jika dibandingkan dengan simpanan karbon pada hutan rakyat di dusun Ngandong, desa Girikerto Kec. Turi, simpanan karbon bambu di Kec. Kambu Kota Kendari memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu sebesar 622,82 ton/ha sedangakn pada hutan rakyat tersebut sebesar 540,30 ton/ha (Sakti, 2013). Hal ini sesuai dengan tulisan Adriano, 2009 yang mengatakan bahwa hutan merupakan penyerap karbon terbesar dan memainkan peranan yang penting dalam siklus karbon global dan dapat menyimpan karbon sekurang-kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi lain seperti padang rumput, tanaman semusin dan tundra (Adriano, 2009 dalam Adityas, 2015). Selain itu, kondisi tanah juga secara tidak langsung mempengaruhi jumlah simpanan karbon pada suatu lahan. Hal ini dijelaskan oleh Hairiah, et al 2011: menyatakan bahwa jumlah cadangan karbon antar lahan berbeda-beda, tergantung pada jenis dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanah serta cara pengelolaannya. Penyimpanan karbon pada suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, karena biomassa pohon meningkat, atau dengan kata lain
cadangan karbon di permukaan tanah di tentukan oleh besarnya
cadangan karbon didalam tanah. Sehingga pengukuran banyaknya banyaknya karbon yang disimpan dalam setiap lahan perlu dilakukan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Sebaran bambu Apus (Giganthocloa Apus Kurs) di Kec. Kambu tersebar secara berkelompok di sepanjang sungai dan jarak tumbuh bambu kurang dari 25m dari bibir sungai.
2.
Total kandungan biomassa bambu apus (Gigantochloa apus Kruz) di Kecamatan Kambu Kota Kendari sebesar 1298,43 ton/ha yang terdiri dari biomassa organ batang sebesar 982,20 ton/ha, biomassa organ ranting sebesar 177,71 ton/ha, biomassa daun sebesar 100,62 ton/ha dan biomassa organ pelepah sebesar 37,90 ton/ha.
3.
Total kanduungan karbon bambu apus (Gigantochloa apus Kruz) di Kecamatan Kambu Kota Kendari sebesar 622,82 ton/ha yang terdiri dari karbon batang sebesar 481,28 ton/ha, karbon organ ranting sebesar 79,97 ton/ha, karbon daun sebesar 45,28 ton/ha dan karbon organ pelepah sebesar 16,30 ton/ha.
6.2. Saran Saran peneliti dalam penelitian ini adalah perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut guna mengetahui jumlah karbon total bambu yang terdapat diatas permukaan tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Aditiyas. E.S. 2015. Estimasi Potensi Cadangan Karbon Di Atas Permukaan Tanah Pada Hutan Alam Tahura Nipa-Nipa. UHO. Kendari. Alamendah. 2011. Jenis-jenis bambu di Indonesia. Website: http://alamendah.wordpress.com/2011/01/28/jenis-jenis-bambudiindonesia/. Berlin, N.V.A., dan Estu. R., 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta. Bousquet, P., Peylin, P., Ciais, P., Le Que’re, C., Friedlingstein, P., dan Tans, P.P., 2000. Regional Changes in Carbon Dioxide Fluxes of Land and Oceans Since1980. Sciences 290. Brown, S., 1999. Estimating Biomass and Biomass Chage of Tropical Forest: A Primer. FAO corporate document repository. http://www.fao.org. Diakses Oktober 2012. Brown, S., Schroeder, P., dan Birdsey, R., 1997. Aboveground Biomass Distribution of US Eastern Hardwood Forests and The Usa of Large Trees as an Indicator of Forest Development. Forest Ecology an Management 37-47. Campbell N, Reech B, Mitchell L. 2002. Biologi. Jakarta: Erlangga Dransfield, S., dan Widjaja, E.A., 1995. Plant Resources of South-East Asia7. Bambus. Bogor Indonesia : Prosea Fondation. Falkowski, P., Scholes, R.J., Boyle, E., Canadell, P., Canfield, D., dan Elser, J., 2000. The Global Carbon Cycle : A Test of Our Knowledge of Earth as A System. Science 290:291-296 Hairiah, K., dan Rahayu. S., 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan Diberbagai Macam Pengunaan Lahan. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. Hairiah, K., Ekadinata, A., Sari, R.R., dan Rahayu. S., 2011. Pengukuran Cadangan Karbon dari Tingkat Lahan ke Bentang Lahan Edisi 2. Bogor, World Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional Office, University of Brawijaya (UB), Malang. Herliyana, E.N, Noverita dan Lisdar I.S. 2005. Fungsi pada Bambu Kuning (Bambusa vulgaris schard var. Vitata) dan Bambu Hijau (Bambusa
40
Vulgaris schard var vulgaris) serta Tingkat Degradasi yang Diakibatkannya. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Vol 18 No 1. Hal 2 Husnil, Y. A. 2009. Perlakuan gelombang mikro dan hidrolisis enzimatik pada bambuuntuk pembuatan bioetanol. Fakultas Teknik UI. Departemen Teknik Kimia. Jakarta. IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. IPCC National Greenhouse Gas Inventories Programme. IGES, Japan. Krisdianto., Sumarni, G., dan Agus, I., 2006. Sari Hasil Penelitian Bambu. http://www.dephut.go.id/informasi/litbang/teliti/bambu.htm. Kusmana. C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Institut Pertanian. Bogor. Manuhuwa, E. 2005. Assesment Potensi Bambu dan Pemberdayaannya di Pulau Seram.Workshop Bambu, Kerjasama United Nation Industry Development Organization(UNIDO) denganPEMDAMaluku.Laporan HasilPenelitian. Masripatin, N.2008.Reducing Emissions from Deforestation and Degradation in Developing Countries. http:// www. wg-tenure. org/ file/Warta_Tenure/Edisi_06/02a. Kajian01.pdf. Mayasari, A dan adi, S 2012. keragaman Jenis Bambu Dan Pemanfaatannya Di Taman Nasional Alas Purwo. Badan Penelitian Kehutanan Manado. Manado. Muhdi. 2008. Model Simulasi Kandungan karbon Akibat Pemanenan Kayu di Hutan Alam Tropika. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Muliyani, S, 2014. Komponen Kimia Kayu. Universitas Gadja Mada. Yogyakarta. Otjo, dan Atmadja., 2006. Bambu, Tanaman Tradisional yang Terlupakan. http://www.freelists.org/archives/ppi/09-2006/msg00010.html. Plantamor, 2015 http://www.plantamor.com/index.php?plant=1334[ 5 November 2015]. Purwanto, R.H., 2010. Inventore Biomassa dan Karbon Vegetasi Bambu Apus (Gigantochloa apus) di Hutan Rakyat. Laboratorium Perencanaan Pembangunan Hutan Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Universitas Gadja Mada. Yogyakarta.
41
Rahayu S, AH Wawo, M van Noordwijk dan K Hairiah. 2002. Cendana: deregulasi dan strategi pengembangannya. World Agroforestry Centre (ICRAF-SEA). Bogor. Indonesia Ristasari, E., 2010. Inventore Volume, Biomassa, dan Karbon Bambu Apus (Gigantochloa apus Kurz.) di Hutan Rakyat Dusun Ngandong, Turi, Sleman. Skripsi. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sakti, A., 2013. Produksi Biomassa Dan Karbon Bambu Apus (Gigantochloa Apus Kurz.) Di Hutan Rakyat Dan Peluangnya Dalam Penerapan Reducing Emissions From Deforestation And Forest Degradation Plus (Redd+) Di Indonesia. Tesis. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Song Ai, N., 2012. Evolusi Fotosintesis Pada Tumbuhan. Jurnal Ilmia Sains Vol 12 No.1. April. Sujarwo, W., Bagus, K.A.I., dan Peneng, I., 2010. Potensi Bambu Tali (Gigantochloa apus J.A. & J.H. Schult. Kurz) Sebagai Obat Di Bali UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya”. Bali. Sulthoni, A. 1994. Permasalahan sumber daya bambu di Indonesia. Dalam: Widjaja, E.A., M.A. Rifai, B. Subiyanto, dan D. Nandika.. Strategi Penelitian Bambu Indonesia. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari. Bogor. Surtiyanto, A. 1994. Studi dendrologis dan potensi bambu pada daerah tinggi di Desa Glagaharjo, Kepuharjo dan Umbulharjo Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Skripsi. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. (Tidak Dipublikasikan). Sutaryo, D., 2009. Penghitungan Biomassa sebuah Pengantar untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor Sutiyono., 2004. Budidaya Bambu. Peneliti Utama Bidang Silvikultur Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan produktivitas Hutan. Bogor. Widjaja, E.A., 2001. Identikit Jenis-jenis Bambu di Pulau Sumba Kecil. Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI. Cibinong.
43
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian a. Administrasi Sulawesi Tenggara
44
b. Lokasi Penelitian
45
c. Sebaran Rumpun Bambu Apus
46
Lampiran 2. Gambar Dokumentasi Lapangan a. Pembuatan Plot
b. Pengambilan titik rumpun
47
c. Pengukuran Diameter
48
Lampiran 3. Riwayat Hidup
RIWAYAT HIDUP
ARIS MUNANDAR dilahirkan pada Tanggal 7 Januari 1992 di Kendari, Kecamatan Kendari barat, Kabupaten Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara, putra dari pasangan suami istri Bapak La Dinda, SH dan Ibu Siti Mardiana. Pada Tahun 1998 penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 24 Kendari (Sulawesi Tenggara) dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Kendari (Sulawesi Tenggara) pada tahun 2004 hingga Tahun 2007. Pada Tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kendari (Sulawesi Tenggara) dan selesai pada Tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Sarjana (S1) di Perguruan Tinggi Negeri. Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan (saat itu Fakultas Pertanian) Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara malalui test Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).