ISSN 1907 - 3046 Volume 9, Nomor 1 Mei - Agustus 2014
Pengaruh Senam Nifas Terhadap Involusi Uterus pada Ibu Post Partum Primipara Pervaginam di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Tahun 2013 Nurlama Siregar Perilaku Remaja dalam Hal Perubahan Fisiologis pada Masa Pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Dina Indarsita, Mariaty S, Ravina Primursanti Ketepatan Pemeriksaan BTA Apusan Langsung dan Metode Konsentrasi dengan Kultur dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru di Medan Lestari Rahmah, Amira Permatasari Tarigan,Bintang Yinke M. Sinaga Rendahnya Pemberian Asi Eksklusif pada Ibu yang Bekerja Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 Elisabeth Surbakti Hubungan Perawatan Payudara Terhadap Produksi Asi pada Ibu Post Partum di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa 2013 Masnila Efektivitas Kumur dengan Seduhan Teh Hijau dan Larutan Listerine Terhadap Ohi-S pada Siswa/i Kelas VIII BSMP Swastacerdas Bangsa Jl. Titi Kuning Namorambe Link. Visidorejo Delitua Tahun 2014 Rosdiana T. Simaremare, Hasny, Yetti Lusiani Efektifitas Menyikat Gigi Menggunakan Siwak dalam Menurunkan Indeks Plak pada Siswa MTs Swasta Alwasliyah Desa Lama Kecamatan Pancur Batu Deli Serdang Tahun 2014 Adriana Hamsar, Cut Aja Nuraskin, Manta Rosma Skrining Fitokimia dan Uji Kemampuan Sebagai Antioksidan dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava. L) Tri Bintarti Peranan Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut Terhadap Peningkatan Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa-Siswi Kelas VII-1 SMP N 31 Medan Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2014 Nelly Katharina Manurung Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sikap Remaja Kelas XI Terhadap Hubungan Seksual Pranikah (Intercourse) di SMA Dharma Bakti Medan Tahun 2014 Hanna Sriyanti Saragih, Rika Dinata Sianturi, Jujuren Sitepu Hubungan Pengetahuan dan Sikap Bidan dengan Tindakan Induksi dan Akselerasi dalam Persalinan di Kota Pematangsiantar Tahun 2013 Tumiar Simanjuntak, Tiamin Simbolon, Kandace Sianipar Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB pada Ibu Bersalin Peserta Jampersal di RSUD Dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013 Juliani Purba, Tengku Sri Wahyuni, Sri Hernawati Sirait Evaluasi Kepuasan Mahasiswa dalam Problem Based Learning Padangsidimpua Irwan Batubara, Djaswadi Dasuki, Mubasysyir Hasanbasri
Asuhan Kebidanan
Kehamilan
di Program Studi Kebidanan
Sosial, Budaya Serta Pengetahuan Ibu Hamil yang Tidak Mendukung Kehamilan Sehat Rina Doriana Pasaribu, Tria Feni Setia, Lusiana Gultom Status Gizi Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai Tahun 2013 Yulina Dwi Hastuty, Dewi Meliasari, Suswati Hubungan Karakteristik Ibu dengan Sectio Caesarea di Rumah Sakit TK IV 01.07.001 KESDAM I/BB Pematangsiantar Dodoh Khodijah, Yessika Rouli Siburian, Renny Sinaga
ISSN 1907-3046
JURNAL ILMIAH
PANNMED
(Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist) VOL. 9, NO. 1, MEI – AGUSTUS 2014 TERBIT TIGA KALI SETAHUN (PERIODE JANUARI, MEI, SEPTEMBER)
Penanggung Jawab: Dra. Ida Nurhayati, M.Kes. Redaktur: Drg. Herlinawati, M.Kes. Penyunting Editor: Soep, SKp., M.Kes. Nelson Tanjung, SKM., M.Kes. Desain Grafis & Fotografer: Ir. Zuraidah, M.Kes. Dra. Ernawaty, M.Si., Apt. Yusrawati Hasibuan, SKM., M.Kes. Sekretariat: Sri Utami, SST, M.Kes. Elizawardah, SKM., M.Kes. Rina Doriana, SKM., M.Kes. Sumarni, SST. Hafniati Alamat Redaksi: Jl. Let Jend Jamin Ginting KM 13.5 Kelurahan Laucih Kec. Medan Tuntungan Telp: 061-8368633 Fax: 061-8368644
DAFTAR ISI Editorial Pengaruh Senam Nifas Terhadap Involusi Uterus pada Ibu Post Partum Primipara Pervaginam di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Tahun 2013 oleh Nurlama Siregar...................................................1-7 Perilaku Remaja dalam Hal Perubahan Fisiologis pada Masa Pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 oleh Dina Indarsita, Mariaty S, Ravina Primursanti.................8-13 Ketepatan Pemeriksaan BTA Apusan Langsung dan Metode Konsentrasi dengan Kultur dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru di Medan oleh Lestari Rahmah, Amira Permatasari Tarigan,Bintang Yinke M. Sinaga........................................................................14-19 Rendahnya Pemberian Asi Eksklusif pada Ibu yang Bekerja Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 oleh Elisabeth Surbakti.....................................................................20-25 Hubungan Perawatan Payudara Terhadap Produksi Asi pada Ibu Post Partum di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa 2013 oleh Masnila.........26-31 Efektivitas Kumur dengan Seduhan Teh Hijau dan Larutan Listerine Terhadap Ohi-S pada Siswa/i Kelas VIII BSMP Swastacerdas Bangsa Jl. Titi Kuning Namorambe Link. Visidorejo Delitua Tahun 2014 oleh Rosdiana T. Simaremare, Hasny, Yetti Lusiani.....32-35 Efektifitas Menyikat Gigi Menggunakan Siwak dalam Menurunkan Indeks Plak pada Siswa MTs Swasta Alwasliyah Desa Lama Kecamatan Pancur Batu Deli Serdang Tahun 2014 oleh Adriana Hamsar, Cut Aja Nuraskin, Manta Rosma…….................................36-39 Skrining Fitokimia dan Uji Kemampuan Sebagai Antioksidan dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava. L) oleh Tri Bintarti…...............................................40-44
Peranan Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut Terhadap Peningkatan Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa-Siswi Kelas VII-1 SMP N 31 Medan Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2014 oleh Nelly Katharina Manurung................................................45-48 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sikap Remaja Kelas XI Terhadap Hubungan Seksual Pranikah (Intercourse) di SMA Dharma Bakti Medan Tahun 2014 oleh Hanna Sriyanti Saragih, Rika Dinata Sianturi, Jujuren Sitepu............................................49-55 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Bidan dengan Tindakan Induksi dan Akselerasi dalam Persalinan di Kota Pematangsiantar Tahun 2013 oleh Tumiar Simanjuntak, Tiamin Simbolon, Kandace Sianipar.....................................................................56-60 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB pada Ibu Bersalin Peserta Jampersal di RSUD Dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013 oleh Juliani Purba, Tengku Sri Wahyuni, Sri Hernawati Sirait..........................................................................61-66 Evaluasi Kepuasan Mahasiswa dalam Problem Based Learning Asuhan Kebidanan Kehamilan di Program Studi Kebidanan Padangsidimpua oleh Irwan Batubara, Djaswadi Dasuki, Mubasysyir Hasanbasri.............67-71 Sosial, Budaya Serta Pengetahuan Ibu Hamil yang Tidak Mendukung Kehamilan Sehat oleh Rina Doriana Pasaribu, Tria Feni Setia, Lusiana Gultom.............72-78 Status Gizi Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai Tahun 2013 oleh Yulina Dwi Hastuty, Dewi Meliasari, Suswati......................................................................79-83 Hubungan Karakteristik Ibu dengan Sectio Caesarea di Rumah Sakit TK IV 01.07.001 KESDAM I/BB Pematangsiantar oleh Dodoh Khodijah, Yessika Rouli Siburian, Renny Sinaga...........................................84-89
Diterbitkan oleh : POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN Jl. Jamin Ginting KM. 13,5 Kel. Lau Cih Medan Tuntungan Kode Pos : 20136
PENGANTAR REDAKSI Jurnal PANNMED merupakan salah satu wadah untuk menampung hasil penelitian Dosen Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Jurnal PANNMED Edisi Mei – Agustus 2014 Vol. 9 No.1 yang terbit kali ini menerbitkan sebanyak 16 Judul Penelitian. Redaksi mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Direktur atas supportnya sehingga Jurnal ini dapat terbit 2. Dosen-dosen yang telah mengirimkan tulisan hasil penelitiannya dan semoga dengan terbitnya jurnal ini dapat memberi semangat kepada dosen yang lain untuk berkreasi menulis hasil penelitian sehingga bisa diterbitkan ke Jurnal Pannmed ini. Akhir kata, kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun agar jurnal ini dapat menjadi jurnal yang berkualitas seperti harapan kita bersama.
Redaksi
PENGARUH SENAM NIFAS TERHADAP INVOLUSI UTERUS PADA IBU POST PARTUM PRIMIPARA PERVAGINAM DI KLINIK BERSALIN TUTUN SEHATI TANJUNG MORAWA TAHUN 2013
Nurlama Siregar Jurusan Keperawatan Medan
`
Abstrak Senam nifas merupakan latihan jasmani yang berfungsi untuk mengembalikan kondisi kesehatan, untuk mempercepat penyembuhan, mencegah timbulnya komplikasi, memulihkan dan memperbaiki regangan pada otot-otot setelah kehamilan, terutama pada otot-otot bagian punggung, dasar panggul, dan perut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa. Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi experimental dengan metode one group pre test and post test design. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu cara untuk mendapatkan besar sampel dengan memilih diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti, jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 orang dimana terbagi alas 2 kelompok yaitu 15 orang sebagal kelompok intervensi dan 15 orang sebagai kelompok kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan berupa Kuesioner Data Demografi (KDD) dan lembar pemeriksaan. Dari hasil penelitian ini, setelah ibu post partum melakukan senam nifas selama 3 hari dengan gerakan yang benar, rata-rata penurunan tinggi fundus uterus yaitu 5 cm per hari. Sedangkan penurunan tinggi fundus, uterus pada ibu post partum yang tidak melakukan senam nifas rata-rata 2 cm per hari. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji-t yaitu Independent sampel T-Test didapatkan hasil t hitung 11,02 > t tabel 1,70. Ini berarti bahwa Ho ditolak yang menunjukkan bahwa ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum primipara pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa. Diharapkan hasil penelitian ini dapat diterapkan oleh Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa dengan memberikan motivasi kepada ibu-ibu post partum untuk melaksanakan senam nifas yang bermanfaat dalam proses pemulihan diri pasca partus. Kata kunci : Senam Nifas, Involusi Uterus, Ibu Post Partum Pervaginam
PENDAHULUAN Dalam perhitungan statistik populasi penduduk dunia PBB, bayi yang lahir pada hari Senin, 31 Oktober 2011 adalah warga dunia yang ke tujuh miliar. Hal itu terungkap dari sebuah laporan Kondisi Populasi Dunia 2011 yang dikeluarkan PBB. Laporan tersebut memandang tonggak populasi tujuh miliar sebagai tanda kelangsungan hidup lebih lama dan peningkatan tingkat kelahiran bayi yang hidup. Negaranegara penyumbang penduduk bumi terbesar dan tercepat ada di Negara-negara berkembang kawasan Asia dan Afrika seperti India, Pakistan, Tiongkok, Bangladesh, Nigeria, Ethiophia. Dari 7 miliar manusia dunia, didominasi penduduk Asia, dengan jumlah yang mencapai 4,2 miliar (The Children Indonesia, 2011). Disamping angka pertumbuhan penduduk yang makin tinggi, angka kematian, khususnya angka kematian ibu bersalin juga masih tinggi. Berdasarkan penelitian Woman Research Institute, angka kematian ibu melahirkan saat ini 307 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, angka kematian ibu di
Indonesia yang mencapai 128 dari 100.000 kelahiran hidup, dinilai masih terlalu tinggi khususnya di kalangan negara-negara ASEAN. Disamping masalah di atas, rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu nifas juga menjadi faktor tertentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. perdarahan biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak bertanggung jawab atas 28% kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri (Departemen Kesehatan RI, 2003). Menurut Dr. Firansisca dari Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage post partum (perdarahan post partum). Faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, atau kelainan pembekuan darah. 1
Jurnal Ilmiah PANNMED
Menurut Bobak (2004) penyebab perdarahan setelah melahirkan yang paling sering ialah atonia uteri yaitu kegagalan otot rahim untuk berkontraksi dengan kuat. Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Atonia uteri terjadi ketika myometrium. tidak berkontraksi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan adalah dengan merangsang kontraksi miometrium maka salah satu upava yang dilakukan adalah senam nifas (Depkes, RI, 2003). Namun faktanya, para ibu pasca melahirkan takut melakukan banyak gerakan, sang ibu khawatir gerakan-gerakan yang akan dilakukannya akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Padahal, apabila ibu bersalin melakukan ambulasi dini, itu bisa memperlancar terjadinya involusi uterus. Dan pada umumnya wanita yang telah melahirkan sering mengeluh bagian tubuhnya melar, bahkan kondisi tubuhnya kurang prima akibat letih dan tegang. Sementara peredaran darah dan pernafasan belum kembali normal, sehingga untuk membantu mengembalikan tubuh ke bentuk dan kondisi semula harus melakukan senam nifas yang teratur (Jurnal Kesehatan FORIKES, 2011). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi involusi uterus. Faktor-faktor tersebut meliputi senam nifas, mobilisasi dini post partum, menyusui dini, gizi, psikologis, faktor usia dan paritas (Widianti, 2010). Menurut Huliana (2005) salah satu faktor yang mempercepat involusi adalah senam nifas yaitu bentuk ambulansi dini pada ibu-ibu nifas yang salah satu tujuannya untuk memperlancar proses involusi, sedangkan ketidaklancaran proses involusi dapat berakibat buruk pada ibu nifas seperti terjadi perdarahan yang bersifat lanjut dan kelancaran proses involusi. Manfaat senam nifas diantaranya adalah membantu penyembuhan rahim, perut, dan otot pinggul yang mengalami trauma serta mempercepat kembalinya bagian-bagian tersebut ke bentuk normal, membantu menormalkan sendi-sendi yang menjadi longgar akibat kehamilan dan persalinan, serta mencegah pelemahan dan peregangan lebih lanjut. Latihan senam nifas dapat segera dimulai dalam waktu 24 jam setelah melahirkan lalu secara teratur setiap hari (Bobak, 2004). Namun perlu diketahui bentuk latihan senam nifas ibu pasta melahirkan normal dengan yang melahirkan dengan sesar tidak sama. Pada ibu yang melahirkan dengan cara sesar beberapa jam setelah keluar kamar operasi, latihan pernafasan dilakukan untuk mempercepat penyembuhan luka. Sementara latihan untuk mengencangkan otot perut dan melancarkan sirkulasi darah dibagian tungkai dapat dilakukan 2-3 hari setelah ibu dapat bangun dari tempat tidur. Sedangkan pada persalinan normal, bila keadaan ibu sudah cukup baik, maka semua gerakan senam nifas dapat dilakukan (Widianti, 2010). Penurunan ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan oleh perubahan lokasi uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembah menjadi organ
2
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
pelviks. Segera setelah proses persalinan puncak fundus kira-kira dua pertiga hingga tiga perempat dari jalan atas diantara simfisis pubis dan umbilikus. Kemudian naik ke tingkat umbilikus dalam beberapa jam dan bertahan hingga dua atau dua hari dan kemudian secara berangsur-angsur turun ke pelviks yang secara abdominal tidak dapat terpalpasi di atas simfisis setelah sepuluh hari (Widianti, 2010). Namun adakalanya dijumpai kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil atau disebut dengan subinvolusi. Penyebab subinvolusi yang paling sering ialah tertahannya fragmen plansenta dan infeksi (Bobak, 2004). Hasil berupa survei secara acak tentang efek senam nifas pada 1003 wanita Amerika mengaku setelah mengikuti program senam nifas dengan latihan yang teratur mengalami pengerutan pada rahim yang lebih kuat, selain itu juga mengalami penurunan pada berat badan selama enam minggu setelah melahirkan. Dan dalam studi dari 1432 ibu nifas di Swedia yang melakukan senam nifas ditemukan bahwa mayoritas 71% wanita tersebut mengalami metabolisme tubuh yang lancar, dan pemulihan fisik yang lebih cepat (Larson, 2002). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuniasih Purwaningrum (2011) tentang Pengaruh Senam Nifas Kecepatan Penurunan Tinggi Fundus Uteri pada Ibu Post Partuni Primipara Hari 1-5 di Puskesmas Mergangsan Malang didapatkan hasil pada kelompok intervensi sebelum dilakukan senam nifas rata-rata TFU adalah 11,75 cm dengan standar deviasi 0,67 cm. setelah dilakukan senam nifas diperoleh rata-rata TFU adalah 7,35 cm dengan standar deviasi 0,67 cm. Nilai rata-rata perbedaan antara pengukuran pertama dan pengukuran kedua adalah 4,4 cm dengan standar, deviasi 10,67 cm. Maka dapat disimpulkan ada pengaruh senam nifas terhadap invulusi uterus, yaitu perbedaan yang signifikan pada TFU sebelum dan setelah dilakukan senam nifas. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa pada bulan Februari 2013 belum pernah diadakan senam nifas. Pada umumnya masyarakat/ibu nifas tidak melaksanakan senam nifas, hal ini dikarenakan ibu nifas belum mengetahui tentang senam nifas dan tidak menyadari bahwa dengan senam nifas (aktifitas fisik) akan mempengaruhi kebutuhan. otot akan oksigen, aliran darah menjadi lancar sehigga dapat membantu proses pemulihan kesehatan setelah melahirkan. Menurut Bidan yang bekerja di Klinik tersebut, para ibu nifas tidak sempat melakukan senam nifas karena kesibukan sehari-hari sehingga ibu nifas melupakan kesehatannya. Hal tersebut di ataslah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Senam Nifas terhadap Involusi Uterus pada Ibu Post Partum Primipara Pervaginam di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan Tahun 2013”.
Nurlama Siregar
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada Pengaruh Senam Nifas terhadap Involusi Uterus pada Ibu Post Partum Primipara Pervaginam di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa? Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum primipara pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan. Tujuan Khusus 1. Untuk mengidentifikasi involusi uterus sebelum melaksanakan senam nifas pada ibu post partum primipara pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan. 2. Untuk mengidentifikasi involusi uterus sesudah melaksanakan senam nifas pada ibu post partum primipara pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan. 3. Untuk menguji pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum primipara pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti. Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah untuk menambah pengetahuan dan pengalaman tentang Pengaruh Senam Nifas Terhadap Involusi Uterus 2. Bagi Ibu-Ibu Post Partum. Manfaat penelitian ini bagi responden adalah dapat meningkatkan pengetahuannya pentingnya senam nifas selama masa nifas untuk mempercepat pemulihan uterusnya ke kondisi sebelum hamil 3. Bagi Institusi Pendidikan. Sebagai bahan masukan dan informasi dalam mengembangkan pendidikan keperawatan maternitas 4. Bagi Peneliti Selanjutnya. Manfaat penelitian ini bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai data awal ataupun data tambahan untuk mengembangkan penelitian selanjutnya. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post primipara partum pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan desain quasi experimental menggunakan satu kelompok kontrol dengan metode two group pre test and post test design. Peneliti menggunakan dua kelompok, dimana satu kelompok sebagai kelompok intervensi dan satu kelompok sebagai kelompok kontrol atau pembanding.
Pengaruh Senam Nifas Terhadap…
Peneliti membuat perlakuan terhadap kelompok intervensi dan melakukan pengukuran sebelum dan sesudah dilaksanakannya intervensi. Penelitian ini telah dilaksanakan di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan. Penelitian ini telah dilaksanakan selama tiga bulan yakni April sampai Juni 2013. Populasi penelitian adalah sekumpulan unit penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu-ibu post partum primipara pervaginam di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan, dimana rata-rata jumlah ibu bersalin sebanyak 30 orang setiap bulan. Sampel terdiri dari ibu-ibu post partum yang bersalin di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan selama penelitian dilakukan yang dibagi dua menjadi kelompok intervensi (ibu yang melakukan senam nifas) sebanyak 15 orang dan kelompok kontrol (ibu yang tidak melakukan senam nifas) sebanyak 15 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive saniphng. Kriteria sampel untuk kelompok intervensi sama dengan kriteria sampel untuk kelompok kontrol. Jumlah masing-masing didapatkan pada saat penelitian dilakukan. Aspek Pengukuran Aspek pengukuran pada involusi uterus dilakukan dengan mengukur penurunan tinggi fundus uterus menggunakan pita meter. Hasil pengukuran ditulis dalam lembar pemeriksaan menggunakan Skala ratio. Pengukuran dilakukan sebanyak 4 kali, pengukuran pertama sebelum dilakukan senam nifas, selanjutnya pengukuran kedua dilakukan setelah melakukan senam nifas pada hari pertama, pengukuran ketiga dilakukan setelah melakukan senam nifas pada hari pengukuran keempat dilakukan setelah melakukan senam nifas pada hari ketiga. Lalu hasil pengukuran kelompok intcrvcnsi dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu dengan membandingkan hasil rata-rata tinggi fundus uterus pretest andposttest masing-masing kelompok untuk mengetahui pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum pervaginam hari 1-3. Teknik Pengolahan Data 1. Editing : melakukan pemeriksaan atau pengeeekan data yang sudah dikumpulkan. 2. Coding : memberi kode (angka/tanda) pada setiap pernyataan dari jawaban 3. Tabulating : mempermudah pengolahan dan analisa data serta pengambilan kesimpulan, maka data dimasukkan ke dalam tabel. Teknik Analisa Data Setelah semua data dalam kuesioner dikumpulkan, data dianalisa dengan menggunakan teknik analisa kuantitatif. Data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang memberikan gambaran tentang data demografi
3
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
responden. Untuk melihat pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum pervaginam hari 1-3, peneliti melakukan pengujian dengan menggunakan uji-t yaitu Independent Sampel T-Test sebelum intervensi dan sesudah intervensi, dimana, peneliti membandingkan involusi uterus sebelum intervensi, involusi uterus sesudah intervensi, dan perbedaan kecepatan involusi uterus pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol atau pembanding. Menurut Arikunto (2010) secara umum, pola penelitian dilakukan terhadap dua kelompok, yang satu merupakan kelompok intervensi dan kelompok kontrol atau kelompok pembanding yang tidak dikenai perlakuan. Setelah selesai dilaksanakan intervensi maka hasil kedua kelompok diolah dengan membandingkan kedua mean. Untuk sampel random bebas, pengujian perbedaan mean dihitung dengan rumus t-test sebagi berikut: thitung =
Mx − My
∑ x2 + ∑ y2 1 1 + N + N − 2 N y x Ny x
Keterangan : = nilai rata-rata hasil kelompok 1 Mx = nilai rata-rata hasil kelompok 2 My x = deviasi setiap nilai x2 dan x1 y = deviasi setiap nilai y2 dan yang N = jumlah sampel Dimana :
(Σx) 2 dan N (Σxy ) 2 2 2 Σy dapat diperoleh dari Σy N
Σx2 dapat diperoleh dari Σx2 -
Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan derajat kemaknaan α = 0,05 (95% confidence level). Jika hasil perhitungan t hitung lebih besar daripada t tabel, maka secara statistik H0 ditolak berarti ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum pervaginam hari 1-3 sebaliknya jika t tabel lebih besar daripada t hitung maka HO diterima atau tidak ada pengaruh, senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum pervaginam hari 1-3.
4
HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur, Suku, Pendidikan dan Pekerjaan Ibu Post Partum Primipara Pervaginam yang Senam Nifas di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan Tahun 2013 No Umur 20-25 tahun 26-30 tahun Jumlah No Suku 1 Melayu 2 Jawa Jumlah No Pendidikan 1 SMP 2 SMA Jumlah No Pekerjaan 1 Tidak bekerja 2 Wiraswasta 3 Petani Jumlah 1 2
f 12 3 15 f 4 11 15 f 6 9 15 f 9 3 3 15
% 80 20 100 % 25,0 75,0 100 % 37,5 62,5 100 % 56,0 17,0 17,0 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden terbesar berada pada kelompok umur 20-25 tahun sebanyak 13 orang (80,0%), umur 2630 tahun sebanyak 2 orang (20,0%). Suku responden terbesar pada kelompok ibu yang senam nifas yaitu suku Jawa sebanyak 11 orang (75,0%), suku Melayu sebanyak 4 orang (25,0%). Pendidikan responden terbesar berlatar belakang pendidikan SMA sebanyak 9 orang (62,5%), kemudian pendidikan SMP sebanyak 6 orang (37,5%) dan pekerjaan responden terbesar merupakan ibu rumah tangga atau tidak bekerja sebanyak 9 orang (56,0%), kemudian bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 3 orang (17,0%), bekerja sebagai petani sebanyak 3 orang (17,0%). Pengaruh Senam Nifas terhadap Involusi Uterus pada Ibu Post Partum Primipara Pervaginam di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Tahun 2013 Kelompok Intervensi (Tinggi Fundus Uterus (cm) Responden Pre-test (x1) Post-test Beda (x) x2 (x2) Ki 1 11,5 5,5 6 36 Ki 2 11,5 6,5 5 25 Ki 3 9.5 4.5 5 25 Ki 4 10,5 4,5 6 36 Ki 5 10,5 5,5 5 25 Ki 6 9,5 4,5 5 25 Ki 7 9,5 5 4,5 20,25 Ki 8 11,5 7,5 4 16 Ki 9 11,5 4,5 7 49 Ki 10 9.5 5 4,5 20.25 Ki 11 9,5 4,5 5 25 Ki 12 10,5 5,5 5 25 Ki 13 10,5 4,5 6 36 Ki 14 9,5 4,5 5 25 Ki 15 11,5 6,5 5 25 N=15 Σx1 = 156,5 Σx2 = 78,5 Σx = 78 Σx2 = 413,5 T hitung 11,02 db 28 T Tabel 1,70
Nurlama Siregar
Untuk melihat pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada kedua kelompok pembanding, hasil pengukuran dianalisa dengan menggunakan rumus t-test. Dimana derjat α = 0,05 (95% confidence level). Jika hasil t hitung > t tabel, maka Ho ditolak yang artinya ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum primipara pervaginam hari pertama sampai hari ketiga. Dan sebaliknya, jika t hitung < t tabel maka Ho diterima yang berarti tidak ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum pervaginam hari pertarna sampai hari ketiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa involusi uterus pada kelompok ibu yang senam nifas lebih cepat daripada kelompok ibu yang tidak senam nifas. Dengan hasil yang diperoleh t hitung = 11,02 dan d.b = 28 ; maka t tabel 0,95 = 1,70. Karena t hitung > dari t tabel (11,02 > 1,70), maka dapat maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinva ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum primipara pervaginam hari pertama sampai hari ketiga Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu postpart pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa, didapat adanya perbedaan penurunan tinggi fundus uterus antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Hal ini sesuai dengan penelitian dan teori yang mengatakan bahwa senam nifas bermanfaat untuk ibu post dibuktikan dari hasil penelitian yang diperoleh dari uji-t yaitu t hitung 11,02 > t tabel 1,70 yang artinya ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post paitun, primipara pervaginam hari 1-3 di Morawa. Menurut Dewi (2011), senam nifas merupakan latihan jasmani yang berfungsi untuk mengembalikan kondisi kesehatan, umuk mempercepat penyembuhan, mencegah timbulnya komplikasi, memulihkan dan memperbaiki regangan pada otot-otot setelah kehamilan, terutama pada otot-otot bagian punggung, dasar panggul, dan perut. Senam nifas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap penurunan tinggi fundus uteri, kontraksi uterus dan pengeluaran lochea pada ibu pasca salin hari I-III, dengan nilai masing-masing p=0,00. Hal ini terjadi karena dengan melakukan senam nifas akan memperlancar aliran darah dan meningkatkan tonus otot-otot uterus, akibatnya proses autolysis menjadi lancar, kontraksi uterus menjadi lebih kuat dan pengeluaran lochea semakin cepat (Jurnal Kesehatan FORIKES, 2011). Hasil penelitian ini juga didukung oleh Larson berupa survei secara acak tentang efek senam nifas pada 1003 wanita Amerika mengaku setelah mengikuti program senam nifas dengan latihan yang teratur mengalami pengerutan pada rahim yang lebih kuat, selain itu juga mengalami penurunan pada berat badan selama enam minggu setelah melahirkan. Dan dalam
Pengaruh Senam Nifas Terhadap…
studi dari 1432 ibu nifas di Swedia yang melakukan senam nifas ditemukan bahwa mayoritas 71% wanita tersebut mengalami metabolisme tubuh yang lancar, dan pemulihan fisik yang lebih cepat (Larson, 2002). Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Tinggi fundus uterus turun kia-kira 1-2 cm, setiap 24 jam. Pada hari keenam pascapartum fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilicus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada hari ke-9 pascapartum (Bobak, 2004). Dari hasil penelitian ini, setelah ibu post partum melakukan senam nifas selama 3 hari dengan gerakan yang benar, rata-rata penurunan tinggi fundus uterus yaitu 5 cm per hari. Sedangkan penurunan tinggi fundus uterus pada ibu post partum yang tidak melakukan senam nifas rata-rata 2 cm per hari. Dari data demografi diperoleh rata-rata umur responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol mayoritas berumur 20-30 tahun yang berarti mayoritas, responden pada penelitian ini berada dalam usia reproduksi sehat. Menurut WHO, usia reproduksi sehat dikenal dengan usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah umur 20-30 tahun, dimana kehamilan ibu dengan usia di bawah 20 tahun berpengaruh kepada kematangan fisik dan mental dalam menghadapi persalinan. Rahim dan panggul ibu seringkali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya diragukan kesehatan dan keselamatan janin dalam kandungan. Selain itu mental ibu belum cukup dewasa sehingga, sangat meragukan pada keterampilan perawatan diri ibu dan bayinya. Usia hamil yang ideal bagi seorang wanita adalah antara umur 20-35 tahun, karena pada usia tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan, mental juga sudah matang dan sudah mampu merawat sendiri bagi dan dirinya (Draper, 2001). Dari segi paritas, keseluruhan responden berada pada kelompok ibu dengan paritas pertama atau golongan pertama (100,0%). paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik yang hidup maupun mati. Jumlah anak mempengaruhi involusi rahim. Otot-otot yang terlalu, sering teregang maka keadaan semula setelah teregang mernerlukan waktu yang sangat lama. Involusi uterus bervariasi pada ibu pasca persalinan dan biasanya ibu yang paritasnya tinggi, proses involusinya menjadi lebih lambat. Hal inni dipengaruhi oleh keadaan uterusnya. Karena semakin sering hamil akan sering kali mengalami regangan (Ambarwati, 2009). Dari segi suku, responden terbesar berada pada kelompok suku Jawa (75%). Menurut Philip Kotler, banyak faktor yang mempongaruhi perilaku sesorang, salah satunya adalah faktor sosial dan kebudayaan. Suku termasuk bagian dari budaya yang tentunya akan mempengaruhi perilaku dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Pada penelitian ini, responden terbesar merupakan suku Jawa. Suku Jawa
5
Jurnal Ilmiah PANNMED
dikenal sebagai salah satu suku yang masih memegang teguh adat istiadatnya namun tidak ada kebiasaan atau tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kesehatan selama penelitian berlangsung. Dari segi pendidikan, responden terbesar berada pada kelompok pendidikan SMA (62,5%). Tingkat pendidikan merupakan jenjang dalam penyelesaian proses pembelajaran secara formal. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan pengetahuan dan perilakunya juga semakin baik. Karena dengan pendidikan yang makin tinggi, maka informasi dan pengetahuan yang diperoleh juga semakin banyak, sehingga perubahan perilaku ke arah yang lebih baik diharapkan dapat terjadi (Suryani, 2007). Tingkat pendidikan sangat berpengaruh sejak proses kehamilan sampai dengan proses persalinan. Ibu yang berpendidikan tinggi cenderung untuk menikah pada usia yang matur di atas 20 tahun, pendidikan yang semakin tinggi menyebabkan kemampuan ibu dalam mengatur jarak kehamilan, jumlah anak, dan persalinan. Pada penelitian ini, responden terbesar merupakan tamatan SMA (62,5%) sehingga pengetahuan tentang kehamilan dan melahirkan sudah cukup memadai walaupun masih kurang bila ditinjau dari paritas yang rata-rata merupakan kelahiran anak pertama (primipara). Sedangkan bila ditinjau dari segi pekerjaan, responden terbesar berada pada ibu yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga (56,25%). Pekerjaan seorang ibu bisa mempengaruhi kondisi dari kehamilan. Ibu dengan pekerjaan yang berat dapat mempengaruhi kondisi janin, uterus dan organ reproduksi lainnya. Hal ini dapat menyebabkan perubahan letak daripada janin dalam kandungan dan juga bahaya lainnya yang merupakan komplikasi dari kehamilan. Namun pada penelitian ini, responden rata-rata merupakan ibu rumah tangga sehingga tidak ditemukan komplikasi selama hamil dan melahirkan. Pada penelitian ini banyak keterbatasan peneliti, secara teori penurunan tinggi fundus uterus tidak hanya dipengavuhi oleh senam nifas saja akan tetapi banyak faktor lain yang sangat memegang peranan penting dalam penurunan tinggi fundus uterus. Faktor-faktor lain tersebut yaitu status gizi/nutrisi, menyusui (Hulu, 2012). Yang mana faktor tersebut tidak diteliti/tidak dilakukan analisa, selain itu gerakan nifas tidak disederhanakan sehingga peneliti harus mengulang 2-3 kali pada saat mengajarkan senam. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. lbu post partum pervaginam yang tidak senam nifas pada hari 1-3 mengalami penuranan tinggi fundus uterus rata-rata 2 cm.Ibu post partum yang senam nifas dengan gerakan yang tepat pada hari 1-3 mengalami penurunan 5 cm. 2. Pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus didapat hasil t hitung 11,02 > t tabel 1,70 yang
6
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
menunjukkan bahwa adanya pengaruh senair, nafas terhadap involusi uterus Saran 1. Agar Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa dapat menerapkan dan memberikan motivasi kepada ibu-ibu post partum untuk melaksanakan senam nifas yang bermanfaat bagi ibu sendiri di dalam proses pemulihan diri pasca partum. 2. Agar hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dan bahan masukan bagi institusi pendidikan dan profesi keperawatan khususnya mata kuliah keperawatan maturnitas dimana dengan senam nifas dapat mempercepat involusi uterus pada ibu post partum. 3. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian tentang pengaruh senam. nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum pervaginam, menambah jumlah sampel penelitian dan waktu penelitian yang lebih lama. DAFTAR PUSTAKA Ambarwati, R. &. (2009). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press Anggraini, Y. (2010). Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka ID Rihama. Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Biro Pusat Statistik. 2003. Survei Demografi dan Kesehatan 2003. Jakarta: Depkes RI. Bobak. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maernitas. Jakarta: EGC. Cunningham, F. G. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC. Dewi, V. N. (2011). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika. Huliana, M. (2003). Perawatan Ibu Pasca Melahirkan. Jakarta: Puspa Swara. Hulu, R. (2012). Pengaruh Menyusui terhadap Percepatan Penurunan Tinggi Fundus Uteri pada Ibu Post Partum Hari Pertama dan Kedua di Klinik Ernawati Pancur Batu Medan Tahun 2012. Skripsi. Medan: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatura Utara. Indonesia, T. C. (2011). Penduduk Dunia 7 Milyar, Sebuah Krisis yang Mengancam. [Online]. Dari https://mediaanakIndonesia.wordpress.com/20 11/20 12/penduduk-dunia-7- milyar-sebuahkrisis-yang-mengancam/. [Diakses pada tanggal 7 November 2011 Kasjono, H. S., & Yasril. (2009). Teknik Sampling untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Nurlama Siregar
Salemba Medika. Prawirohardjo, S. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO. 2003. Asuhan Kebidanan Post Partum. Buku 4. Jakarta Purwaningrum, Y. (2011). Pengaruh senam Nifas terhadap Kecepatan Penurunan Tinggi Fundus Uteri padaA Ibu Post Partum Primipara Hari Pertarna sampai Hari Ke Lima di Puskesmas Mergangsan. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 20863098. Dari:http://suaraforikes.webs.com/volum2/no morkhusus-HKN.pdt [Diakses: 7 Desember 2012]. Roito, J. (2010). Asuhan Kebidanan Thu Nifas. Jakarta: 2010. Rustam. (1998). Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC. Saleha. (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: EGC. Suherni, W.d. (2009). Perawatan Masa Nifas. Jakarta. EGC Sulistyawati, A. (2009). Baku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Andi. Sunarsih, V. d. (2011). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika. Toyibah, A. 2003. Pengaruh Senam Nifas Terhadap
Pengaruh Senam Nifas Terhadap…
Percepatan Turunnya Fundus Uteri Pada Hari PeRTama Pasca Salin di Ruang BerSalin II Dr. Soetomo Surabaya. Skripsi. Surabaya, Dari://http:www.googlescholars.com. [Diakses: 11 Januari 20131. Varney, H. (2004). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC. Widianti. (2010). Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Jakarta: EGC. Wiknjosastro, H. (2005). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawiroharjo. Yustanto, T. J. (2008). Senam Nifas terhadap Involusi Uteri. Jurnal Kesehatan, 113-118. Darihttp://publikasi.umy.ac.id/index.php/psik/articic /vicwfiles/113-118 [Diakses: 6 November 2012]S. Sibuea, 2008. Hubungan Pemanfaatan Bidan dengan Cakupan Program, Jakarta Notoatmodjo Soekidjo, 2002, Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta -----------------------------, 2010, Metode Penelitian Untuk Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta Wiknjosastro Hanafi, 2005, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, YogyakartA ________________, 2009, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Yogyakarta
7
PERILAKU REMAJA DALAM HAL PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA PUBERTAS DI SMP YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN TAHUN 2013
Dina Indarsita1, Mariaty S2, Ravina Primursanti1 1
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Medan Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Medan
2
`
Abstrak Latar belakang: Masa pubertas adalah terjadinya perubahan biologis yang meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari masa anak kemasa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak kedewasa. berdasarkan persentase terkecil aspek fisik pada perilaku remaja mengenai keadaan fisik diperoleh 48,4%. Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak siswa yang memiliki pengetahuan, penilaian serta pengharapan yang belum baik tentang perubahan fisik. Hasil penelitian lain menunjukkan Remaja pada masa pubertas memiliki penerimaan yang positif terhadap perubahan fisik, yaitu sebanyak 78,63% dan penerimaan negatif terhadap perubahan fisik, yaitu sebanyak 21,37%. Tujuan penelitian : ini adalah untuk mengetahui perilaku remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013. Metodologi : Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 173 orang dengan tehnik pengambilan sampel adalah secara proporsi bertingkat (proportional stratified sampling) dan acak sederhana (simple random sampling). Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2013. Hasil : Hasil penelitian diperoleh pengetahuan remaja berpengetahuan baik sebanyak 134 orang (77,5 %), berpengetahuan cukup sebanyak 36 orang (20,8 %), dan berpengetahuan kurang sebanyak 3 orang (1,7 %), sikap remaja mayoritas memiliki sikap positif sebanyak 162 orang (93,6 %) dan minoritas memiliki sikap negatif sebanyak 11 orang (6,4 %), tindakan remaja diperoleh tindakan baik sebanyak 157 orang ( 90,8 %) dan tindakan kurang sebanyak 16 orang ( 9,2 %). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa perilaku remaja awal dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 baik. Kata kunci : perilaku, remaja, fisiologis
PENDAHULUAN Latar Belakang Masa pubertas adalah terjadinya perubahan biologis yang meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari masa anak kemasa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak kedewasa. (Soetjiningsih, 2004). Dalam usahanya mencari identitas dirinya sendiri, seorang remaja sering membantah orang tuanya karena ia mulai punya pendapat-pendapat sendiri, cita-cita serta nilai-nilai sendiri yang berbeda dengan orangtuanya. Perubahan-perubahan sekunder juga terjadi, badan bertambah tinggi dengan cepat. Hal ini disebabkan masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa transisi ini seringkali menghadapkan individu yang bersangkutan kepada situasi yang membingungkan, disatu pihak ia masih kanak-kanak, tetapi dilain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Di Asia Pasifik dimana penduduknya merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja umur 10-19 tahun. Di Indonesia menurut Biro Pusat 8
Statistik (1999) kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 225, yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan (dikutip dari Nancy P,2002). Para ahli merumuskan bahwa pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis baik bentuk maupun fisiologis yang terjadi dengan cepat dari masa anak-anak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi, sedangkan istilah adolescence lebih ditekankan pada perubahan psikososial atau kematangan yang menyertai masa pubertas (Poltekkes Depkes Jakarta, 2010) Dalam rentang waktu ini terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, termasuk pertumbuhan serta kematangan dari fungsi organ reproduksi. Seiring dengan pertumbuhan fisik, remaja juga mengalami perubahan kejiwaan. Remaja menjadi individu yang sensitive, mudah menangis, mudah cemas, frustasi, tetapi juga mudah tertawa. Perubahan emosi menjadikan remaja sebagai individu yang agresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan. Remaja mulai mampu berfikir abstrak, senang mengkritik, dan ingin mengetahui hal yang baru. Salah satu Perguruan Tinggi Negeri Surabaya melakukan penelitian di Jawa Timur terkait dengan usia pubertas yang hasilnya masa pubertas pada perempuan
Jurnal Ilmiah PANNMED
dimulai usia 12,5 tahun dengan puncak pubertas pada usia 15 tahun. Sedangkan masa pubertas laki-laki lebih lambat, yaitu dimulai pada usia 13 tahun dengan puncak pubertas 16 tahun (Rahmawati, 2010). Perubahan fisik pubertas dimulai sekitar usia 10 atau 11 tahun pada remaja putri, kira-kira 2 tahun sebelum perubahan pubertas pada remaja laki-laki. Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja, sementara itu perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya sehingga mereka sering merisaukan bentuk tubuhnya yang kurang proporsional tersebut. Apabila mereka sudah dipersiapkan dan mendapatkan informasi tentang perubahan tersebut maka mereka tidak akan mengalami kecemasan dan reaksi negatif lainnya, tetapi bila mereka kurang memperoleh informasi, maka akan merasakan pengalaman yang negatif (Soetjiningsih, 2004). Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan yang terjadi sejak intrauterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Dalam proses mencapai dewasa inilah anak harus melalui berbagai tahap tumbuh kembang, termasuk tahap remaja. Tahap remaja adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif. Untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologiknya (Santrock, JW. 2003). Pada masa ini seorang anak tidak lagi hanya bersifat reaktif, tetapi juga anak mulai aktif mencapai kegiatan dalam rangka menemukan dirinya, serta mencari pedoman hidup, untuk bekal kehidupan mendatang. Pada kegiatan anak dalam rangka penemuan akunya itu anak mulai menyadari akan keberadaan dirinya, yang lebih dalam dibanding pada sebelumnya. Oleh karena itu anak menjadi agak bersikap tertutup (introvert), dan lebih senang mengungkap pengalamannya itu pada buku harian, senang termenung, dan lain-lain. Solihah (2007 : 144) menyatakan bahwa permasalahan yang paling banyak dikonsultasikan remaja pada MCR (Mitra Citra Remaja) Jawa Barat saat masa pubertas, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan perubahan fisik 27%, kekhawatiran pada masa puber 16%, pubertas sebagai awal masa remaja 10,1%, dan keadaan emosi 7,6%. Yulianto (2012) menjelaskan, berdasarkan persentase terkecil aspek fisik pada perilaku remaja mengenai keadaan fisik diperoleh 48,4%. Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak siswa yang memiliki pengetahuan, penilaian serta pengharapan yang belum baik tentang perubahan fisik. Berdasarkan penelitian Yulianto, H (2012) dengan menggunakan Daftar Cek Masalah (DCM) yang telah dilakukan di SMA Negeri 24 Bandung Tahun Ajaran 2010-2011, menunjukkan adanya konsep diri negatif pada siswa. Hal ini dapat dilihat pada perilaku siswa X Tahun Ajaran 2010-2011 yang merasa tidak percaya diri dengan fisik yang dimiliki, timbullah ejekan antar teman mengenai bentuk fisik yang menyebabkan siswa menjadi tidak percaya diri dalam bergaul, serta adanya perilaku yang
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
tidak sesuai dengan etika dan nilai-nilai yang berlaku di sekolah ataupun di masyarakat. Dilihat dari fenomenafenomena yang dipaparkan diatas, banyak siswa yang mengkhawatirkan, memiliki penilaian yang rendah terhadap diri sendiri, berperilaku salah serta tidak merasa puas terhadap perubahan fisik yang terjadi. Berdasarkan penelitian Dewi, P. (2010) mengenai perilaku remaja dalam menghadapi pubertas. Penelitian ini melibatkan siswa SMPN 1 Sungai Sarik Kecamatan VII Koto Kabupaten Padang Pariaman dengan jumlah sampel 124 responden. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah crosssectional. Instrument yang digunakan adalah kuesioner. Terdapat hubungan yang bermakna antara kecemasan dan perubahan perilaku remaja dalam menghadapi perubahan fisik pubertas (p 0,003). Berdasarkan penelitian Fatwiany (2010) mengenai perubahan fisik remaja pada masa pubertas. Penelitian ini melibatkan siswa SLTP Kemala Bhayangkari 1 Medan dengan jumlah sampel 117 orang. Penelitian ini bersifat deskriptif korelasi. Hasil penelitian menunjukkan Remaja putri pada masa pubertas memiliki penerimaan yang positif terhadap perubahan fisik, yaitu sebanyak 78,63%, dan penerimaan negatif terhadap perubahan fisik, yaitu sebanyak 21,37%. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai p=0,002, ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara konsep diri terhadap penerimaan perubahan fisik remaja putri pada masa pubertas. Berdasarkan literatur diatas, maka peneliti tertarik meneliti tentang perilaku remaja awal dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana perilaku remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013. TUJUAN PENELITIAN 1.
2.
3.
4.
Untuk mengetahui perilaku remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013. Untuk mengetahui pengetahuan remaja dalam menghadapi perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013. Untuk mengetahui sikap remaja dalam menghadapi perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013. Untuk mengetahui tindakan remaja dalam menghadapi perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013.
9
Dina Indarsita, dkk.
Perilaku Remaja dalam Hal…
b)
MANFAAT PENELITIAN 1.
2.
Sebagai sumber informasi dan bahan masukan bagi remaja yang terdiri dari pengetahuan, sikap, dan tindakan dalam menghadapi perubahan fisiologis Sebagai bahan masukan bagi instansi dalam memberikan informasi yang jelas kepada remaja di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan untuk berperilaku yang sesuai dalam menghadapi perubahan fisiologis pada masa pubertas.
METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif, dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui perilaku remaja terhadap perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja yang berusia 12 sampai 15 tahun di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan tahun ajaran 2012/2013, dengan jumlah siswa sebanyak 304 siswa. Sampel Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek penelitian yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. a)
Besaran sampel Besaran sampel ditentukan dengan menggunakan rumus : n
=
N
1 + N (d )
2
Keterangan : N = Besar Populasi n = Besar Sampel d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1) Didapat jumlah sampel :
304 1 + 304(0,1) 2 304 = = 172,73 (dibulatkan menjadi 1,76
n =
173 siswa) Jadi, sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 173 responden.
10
Tekhnik pengambilan sampel Sampel dalam penelitian ini diambil secara proporsi bertingkat (proportional stratified sampling) dan acak sederhana (simple random sampling). LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan dengan pertimbangan bahwa di Sekolah ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai perilaku remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas dan populasi remaja cukup untuk memenuhi target populasi. HASIL PENELITIAN 1. Distribusi Pengetahuan remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013. a. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Pengetahuan Remaja dalam hal perubahan fisiologis adalah sebagai berikut : Berdasarkan hasil penelitian, distribusi jawaban responden tentang pengetahuan, mayoritas menjawab Benar adalah pernyataan No. 1 tentang pengertian perubahan yang normal (fisiologis) pada remaja yaitu 171 orang (98,8 %), sedangkan mayoritas responden yang menjawab Salah adalah pernyataan No. 8 tentang salah satu ciri tahap pubertas yaitu 49 orang (28, 3 %). Secara rinci dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Pengetahuan Remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 No
1 2 3
4 5 6 7 8 9 10
Pilihan Jawaban Benar Salah f % F % Pengertian perubahan yang 171 98,8 2 1,2 normal (fisiologis) pada remaja. Yang termasuk perubahan fisik 152 87,9 21 12,1 yang normal pada remaja Bagian manakah dari tubuh 155 89,6 18 10,4 remaja yang terlebih dahulu mengalami perubahan Perubahan proporsi tubuh 157 90,8 16 9,2 Ciri-ciri seks primer 127 73,4 46 26,6 Ciri-ciri seks sekunder 131 75,7 42 24,3 Salah satu ciri seks sekunder 146 84,4 27 15,6 Yang merupakan salah satu ciri- 124 71,7 49 28,3 ciri tahap pubertas Yang merupakan salah satu ciri- 148 85,5 25 14,5 ciri seks sekunder Perubahan kematangan fisik 148 85,5 25 14,5 yang meliputi perubahan tubuh dan hormonal termasuk pengertian Pernyataan
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
b.
Distribusi Pengetahuan Remaja dalam hal perubahan fisiologis adalah sebagai berikut : Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan remaja berpengetahuan baik sebanyak 134 orang (77,5 %), berpengetahuan cukup sebanyak 36 orang (20,8 %), dan berpengetahuan kurang sebanyak 3 orang (1,7 %). Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.
4.
Tabel 2. Distribusi Pengetahuan Remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Pengetahuan Frekuensi (f) Persentasi (%) Baik 134 77,5 Cukup 36 20,8 Kurang 3 1,7 Total 173 100
Tabel 5. Distribusi Perilaku Remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Perilaku Frekuensi (f) Persentasi (%) Baik 88 50,9 Kurang 85 49,1 Total 173 100
2. Distribusi sikap remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 a. Distribusi Sikap Remaja dalam hal perubahan fisiologis adalah sebagai berikut: Distribusi frekuensi berdasarkan sikap remaja dari 173 responden mayoritas memiliki sikap positif sebanyak 162 orang (93,6 %) dan minoritas memiliki sikap negatif sebanyak 11 orang (6,4 %). Hal ini dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3.
Distribusi Sikap Remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Sikap Frekuensi (f) Persentasi (%) Negatif 11 6,4 Positif 162 93,6 Total 173 100
3.
Distribusi tindakan remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013.
a.
Distribusi Tindakan Remaja dalam hal perubahan fisiologis adalah sebagai berikut : Distribusi frekuensi berdasarkan tindakan remaja remaja diperoleh tindakan baik sebanyak 157 orang (90,8%) dan tindakan kurang sebanyak 16 orang (9,2%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4.
Distribusi Tindakan Remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Tindakan Frekuensi (f) Persentasi (%) Baik 157 90,8 Kurang 16 9,2 Total 173 100
Distribusi perilaku remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013. Distribusi frekuensi berdasarkan perilaku remaja remaja diperoleh perilaku baik sebanyak 88 orang (50,9 %) dan perilaku kurang sebanyak 85 orang ( 49,1 %). Hal ini dapat dilihat pada table 5.
PEMBAHASAN 1.
Pengetahuan Remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Pada tabel 2. dapat diamati bahwa pengetahuan remaja sebagian besar berpengetahuan baik sebanyak 136 orang (78,6 %), dan sebagian kecil berpengetahuan kurang sebanyak 3 orang (1,7 %). Hal ini menyatakan bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi karena responden telah memasuki sekolah pada tingkat menengah pertama dan telah terpapar dengan pengetahuan tentang perubahan fisiologis dari pendidikan di sekolah. Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian Dewi, P (2010) diperoleh pengetahuan remaja sebagian besar baik yaitu sebanyak 20 orang (55,6 %), berpengetahuan cukup sebanyak 9 orang (25 %) dan berpengetahuan kurang sebanyak 7 orang (19,4 %) Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman diri sendiri, media dan lingkungan. Pengetahuan baik dan cukup dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: sumber informasi, faktor pendidikan. Semakin banyak seseorang mendapatkan informasi akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Dengan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kesehatan reproduksi diharapkan remaja dapat mengambil keputusan yang lebih bijak tentang apa yang seharusnya boleh mereka lakukan dan apa yang seharusnya belum boleh mereka lakukan 2. Sikap Remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Pada tabel 3. dapat diamati bahwa sikap remaja sebagian besar bersikap positif sebanyak 162
11
Dina Indarsita, dkk.
orang (93,6 %) dan sebagian kecil yang bersikap negatif sebanyak 11 orang (6,4 %). Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang memiliki sikap positif telah meyakini bahwa telah siap menghadapi perubahan fisiologis secara baik. Sikap positif dan negatif dapat dipengaruhi oleh pengalaman langsung yang dialami individu terhadap sesuatu hal dan sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya, sikap ini tidak lepas dari pengaruh interaksi manusia satu dengan yang lain. Sedangkan remaja yang memiliki sikap negatif disebabkan belum siap menghadapi perubahan fisiologis yang dialaminya dan juga kurang mendapat informasi mengenai perubahan fisiologis. Remaja yang kurang akan pengetahuan tersebut menjadi rendah diri pada saat suaranya mulai membesar, ditambah perubahan fisik dan wajahnya yang berjerawat, sehingga perubahan tersebut membuat remaja menarik diri. Menghadapi perubahan yang cukup pesat ini remaja seringkali tidak pernah cukup untuk mengenal tubuh. Pernyataan ini juga didukung dengan hasil penelitian Fatwiany (2010), diperoleh responden yang bersikap positif terhadap perubahan fisiologis sebanyak 78,63 % dan yang bersikap negatif terhadap perubahan fisiologis sebanyak 21,37 %. Menurut Sunaryo (2004) sikap adalah kecenderungan bertindak dari individu, berupa respons tertutup terhadap stimulus ataupun objek tertentu. Secara nyata sikap menunjukkan adanya keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya. Sikap yang positif akan menjadi salah satu tolok ukur kematangan seseorang, ditandai dengan konsep diri yang memiliki kemampuan untuk melihat gambaran diri yang pada akhirnya akan membentuk rasa percaya diri. 3. Tindakan Remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Pada tabel 4. diperoleh sebagian besar remaja memiliki tindakan baik yaitu sebanyak 157 orang (90,8 %) dan tindakan kurang sebanyak 16 orang (9,2 %). Hal ini menunjukkan bahwa remaja – remaja yang memiliki tindakan baik melakukan tindakan sesuai dengan perubahan fisiologis yang dialaminya dan remaja yang memiliki tindakan kurang tidak melakukan hal – hal yang sesuai dengan perubahan fisiologis yang dialaminya. Pernyataan ini juga sesuai dengan penelitian Dewi, P (2010) yaitu sebagian besar remaja memiliki tindakan positif sebanyak 24 orang (72,7 %) dan yang memiliki tindakan negatif sebanyak negatif sebanyak 9 orang (27,3 %). Menurut Notoatmodjo (2007), tindakan atau praktek dilaksanakan setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kemudian mengadakan penilaian
12
Perilaku Remaja dalam Hal…
terhadap apa yang diketahui. Dengan kata lain tindakan atau praktek dilaksanakan karena dinilai baik dan diyakini. Kecerdasan pengetahuan, individu lebih mudah mengendalikan perilaku dan dorongan – dorongan dari dalam individu tersebut dalam melakukan suatu tindakan. Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya. Perkembangan kognitif yang dimiliki remaja dapat dikembangkan dan di aplikasikan dalam kehidupannya sehingga mereka mempunyai pola berfikir dan mampu menentukan tindakan dari apa yang telah mereka ketahui. 4. Perilaku Remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Pada hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar remaja memiliki perilaku baik yaitu sebanyak 88 orang (50,9 %) dan sebagian kecil memiliki perilaku kurang yaitu sebanyak 85 orang ( 49,1 %). Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang memiliki perilaku baik telah melakukan sesuai dengan perubahan fisiologis yang dialami berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sedangkan remaja yang masih kurang memperhatikan perubahan fisiologis yang dialaminya masih mempunyai perilaku kurang. Pernyataan ini juga sesuai dengan penelitian Dewi, P (2010) yaitu sebagian besar remaja memiliki perilaku baik sebanyak 28 orang (77,7%) dan sebagian kecil memiliki perilaku kurang yaitu sebanyak 8 orang 22,3(%). Sesuai dengan pendapat (Notoatmodjo, 2007) dimana perilaku merupakan respons seseorang atau tindakan seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) yang merupakan kumpulan berbagai faktor saling berinteraksi. Sehingga dapat dilaksanakan jika tindakan tersebut di nilai baik dan diyakini. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi perilaku individu dapat memberikan pengaruh yang baik sehingga individu memiliki perilaku yang baik. Dalam hal ini sekolah hendaknya memberikan bantuan agar setiap individu dapat memiliki perilaku yang baik dan terhindar dari timbulnya gejala ketidak sesuaian, sehingga sekolah hendaknya berfungsi sebagai suatu lingkungan yang memberikan kemudahan dan mendukung terciptanya perilaku yang baik. Remaja yang sedang memasuki masa transisi memerlukan bantuan dan bimbingan dalam pemenuhan tugas – tugas perkembangan yang harus dikuasai. Oleh karena itu, pendidikan tidak hanya mampu mengantarkan siswa pada standar kemampuan profesional dan akademis tetapi juga mampu membuat perkembangan diri sebagai remaja yang sehat dan produktif. KESIMPULAN 1.
Perilaku remaja di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013
Jurnal Ilmiah PANNMED
2.
3.
4. 5.
sebagian besar memiliki perilaku baik sebanyak 88 orang (50,9 %). Pengetahuan remaja di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 sebagian besar berpengetahuan baik sebanyak 136 orang (78,6 %). Sikap remaja di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 sebagian besar memiliki sikap positif sebanyak 116 orang (67,1 %). Tindakan remaja di di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 sebagian besar memiliki tindakan baik sebanyak 157 orang (90,8%).
SARAN 1.
2.
Agar tenaga kesehatan sebagai pelaksana pelayanan kesehatan reproduksi remaja lebih aktif mengadakan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi bagi remaja dan orang tua. Agar remaja lebih banyak menggali informasi baik melalui media cetak maupun media elektronik sehingga lebih memahami dampak negatif perilaku remaja terhadap perubahan fisiologis.
DAFTAR PUSTAKA Agustiani, H. 2006. Psikologi perkembangan. Rafika aditama: Bandung Ali, M. 2004. Psikologi remaja. Bumi aksara: Jakarta Azwar, R. 2007. Sikap manusia teori dan pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Dariyo, A. 2004. Psikologi perkembangan remaja. Ghalia Indonesia: Bogor Depkes. RI. (2010). Visi misi Indonesia sehat. Diambil 22 November 2012, dari http://www.depkes.go.id Dewi, P. 2010. Perilaku remaja dalam menghadapi pubertas. Diambil 22 November 2012. http://www.repository.unand.ac.id
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
Fatwiany. 2010. Perubahan fisik remaja pada masa pubertas si SLTP Kemala Bhayangkari 1 Medan. Medan : Universitas Sumatera Utara Gunarsa, S. 2000. Psikologi praktis : anak, remaja dan keluarga. Gunung mulia : Jakarta ……...., 2003. Psikologi remaja.Gunung mulia: Jakarta Hidayat, AA. 2011. Metode penelitian kebidanan dan teknik analisa data. Jakarta : Salemba Medika Hurlock, E. 1980. Psikologi perkembangan. Erlangga: Jakarta Jahja, Y. 2011. Psikologi perkembangan. Prenada media: Jakarta Mahmud, DM.2002. Psikologi suatu pengantar. BEFE.Yogyakarta Maramis, W. 2006. Ilmu perilaku dalam pelayanan kesehatan. Airlangga: Surabaya Notoatmojo, S. 2002. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Penerbit Andi off seat. Yogyakarta Pinem, S. 2009. Kesehatan reproduksi dan kontrasepsi. Trans info media: Jakarta Purwanto, H. 1998. Pengantar Perilaku Manusia untuk keperawatan. EGC. Jakarta Sanjaya, W. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Kencana: Jakarta Santrock, J. 2003. Adolescence perkembangan remaja. Erlangga: Jakarta Santrock, JW. 1996. Adolescence Perkembangan Remaja. Erlangga. Jakarta Soetjiningsih. 2004. Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Sagung seto: Jakarta Somantri, A. 2011. Aplikasi statistika dalam penelitian. Bandung : Pustaka Setia Sujanto, A. 1986. Psikologi perkembangan. Aksara baru: Jakarta Suyanto dan Salamah, U. 2009. Riset kebidanan metodologi dan aplikasi. Yogyakarta : Mitra cendikia pres Yulianto, H. 2012. Program bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan konsep diri siswa (studi deskriptif terhadap siswa kelas X SMA Negeri 24 Bandung Tahun Ajaran 2011-2012. Diambil 24 November 2012. http://www.repository.upi.edu Widayatun, T. 1999. Ilmu perilaku. Sagung seto: Jakarta
13
KETEPATAN PEMERIKSAAN BTA APUSAN LANGSUNG DAN METODE KONSENTRASI DENGAN KULTUR DALAM MENDIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU DI MEDAN
Lestari Rahmah1, Amira Permatasari Tarigan2, Bintang Yinke M. Sinaga3 1
Jurusan Analis Kesehatan Kemenkes Medan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan 3 Dosen FK USU Medan
2
Abstract
`
Introduction: Tuberculosis diagnostic, using microscopic examination of direct smear of acid-fast bacili (AFB) from the spectrum of lung tuberculosis suspect is still important criteria today, but the sensitivity of this method is low enough, especially in the samples which contain a small number of bacteria. Culture is stronger, but it takes long time, high cost, and it is not conducted in all laboratories. BTA microscopic examination can use direct smear and concentration method. Staining technique which is usually used in microscopic examination is Ziehl Neelsen. The sensitivity of direct smear method tends to be low and can be increased by using concentration method because bacteria can be easily found. Objective of the research: The objective of the research was to find out the effectiveness of direct smear examination of AFB , and concentration method was compared with culture. Materials and Method: The samples consisted of 60 sputum samples from the patients of lung tuberculosis suspects who visited BP4 Medan and from private practices of tuberculosis specialists, and the samples had fulfilled inclusive criteria. Microscopic examination of acid-fast bacilli using direct smear and concentration method with Petroff method, using Ziehl Neelsen staining and culture with Lowenstein Jensen was conducted. Then we performed diagnostic test for direct smear and concentration method to compare it with culture. Result of the research: AFB examination with concentration method had sensitivity of 68.75%, specificity of 82.14%, the value of positive prediction of 81,48%, the value of negative prediction of 69.70%, ratio of positive likelihood of 3.85, and ratio of negative likelihood of 0.38, compared with culture method examination in finding BTA in sputum of lung tuberculosis suspects. The result of microscopic examination of direct smear method had the sensitivity of 59.38%, specificity of 92.68%, the value of positive prediction of 90.48%, the value of negative prediction of 66.67%, ratio of positive likelihood of 8.31, and ratio of negative likelihood of 0.44, compared with culture method examination in finding BTA in sputum of lung tuberculosis suspects. Conclusion: The ability of acid-fast bacilli examination of concentration methodsin diagnosis oflung tuberculosisis 9.37% higher thanthe directsmear but direct smear method gives bigger clinical benefit in diagnosing lung tuberculosis, compared with concentration method Keywords: BTA, direct smear, concentration, culture PENDAHULUAN Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan dan merupakan nomor satu terbesar penyebab kematian dalam kelompok penyakit infeksi. Jumlah penderita tuberkulosis paru di dunia berdasarkan Global Report WHO(2010)1 sebanyak 14,4 juta kasus. Penderita tuberkulosis paru terbanyak terdapat pada lima negara yaitu: India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia. Pada negara-negara miskin, tingkat kematian akibat penyakit tuberkulosis atau case fatality rate (CFR) sebesar 25% dari seluruh kematian. Penderita TB di Indonesia adalah sekitar 5,8% dari total jumlah penderita TB dunia. Pada tahun 2009 di Indonesia tercatat sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010)2 dan lebih 14
dari 169.213 diantaranya terdeteksi basil tahan asam positif (BTA+). Prevalensi penderita tuberkulosis paru di Indonesia sebesar 102 per 100.000 penduduk atau sekitar 236.029 kasus tuberkulosis paru BTA positif.2 Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 ditemukan sebanyak 14.158 orang penderita TB Paru dan 264 orang diantaranya meninggal dunia. Sebagian besar penderita TB Paru tersebut berusia 17–54 tahun (kelompok usia produktif) dengan persentase jumlah mencapai 70%. Seorang penderita dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif dapat menularkan kepada 10–15 orang setiap tahunnya.3,4 Diagnosis laboratorik penyakit tuberkulosis masih merupakan masalah penting di Indonesia karena bertujuan untuk menekan penularan TB di masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang defenitif. Diagnosis TB paru secara laboratorium dapat ditegakkan dengan ditemukannya Basil Tahan Asam (BTA) baik melalui pemeriksaan mikroskopis, kultur atau molekuler.5
Jurnal Ilmiah PANNMED
Kriteria untuk menetapkan dugaan diagnosis TB berdasarkan pewarnaan tahan asam.Namun metode ini kurang sensitif karena baru memberikan hasil positif bila terdapat >103 organisme/ml sputum6. Metode pemeriksaan kultur membutuhkan sekitar 50–100 kuman/ml sputum5dan memerlukan waktu cukup lama untuk memperoleh hasil, yaitu sekitar 8 minggu.7 Secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna antara sensitivitas metode langsung (34%) dan metode konsentrasi (58%) pada spesimen kultur positif.8 Pemeriksaan mikroskopis metode langsung hanya mampu menjaring separuh dari penderita tuberkulosis paru aktif. Sensitifitas pemeriksaan langsung dapat ditingkatkan dengan tehnik konsentrasi dimana dengan tehnik tersebut kuman akan lebih mudah ditemukan. Namun metode konsentrasi belum banyak digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis BTA.9 Teknik diagnosis TB yang lebih cepat dan lebih akurat saat ini sangat diperlukan untuk meningkatkan cakupan TB di Indonesia, maka perlu dilakukan kajian dan penelitian untuk menguji perbedaan sensitivitas, spesifisitas, nilai ramal positif, nilai ramal negatif, rasio kemungkinan positif dan rasio kemungkinan negatif dari metode pemeriksaan BTA apusan langsung dan metode konsentrasi terhadap metode kultur Tuberkulosis (TB) Paru Struktur dan morfologi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) adalah kuman yang termasuk genus Mycobacterium, family Mycobacterium dan ordo Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis merupakan basil gram positif dan mengandung asam mikolik (waxes) di dinding selnya yang menyebabkan kuman bersifat tahan asam dan dapat menimbulkan infeksi kronis.11Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil berbentuk batang lurus atau agak bengkok, panjang 1-4 mikron dan lebar antara 0,3-0,6 mikron, obligat, tidak membentuk spora, tidak motil, tidak berkapsul dan bersifat tahan terhadap penghilangan zat warna dengan asam alkohol.10,11 Gejala klinik dan pemeriksaan fisik TB disebut juga The great immitator oleh karena gejalanya banyak mirip dengan penyakit lain antara lain: demam, batuk/batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, malaise: tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama pada kasuskasus dini.10 Metode pemeriksaan BTA Metode apusan langsung Sensitivitas pemeriksaan BTA secara langsung masih rendah, sekitar 20-30% dari pasien yang dicurigai secara klinis dan radiologis menderita TB paru. Pemeriksaan mikroskopis BTA metoda langsung memerlukan sputum yang sedikit sehingga kemungkinan untuk menemukan kuman dalam sputum dengan BTA positif menjadi lebih kecil.12 Sampai sekarang pemeriksaan mikroskopis BTA metoda langsung masih banyak
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
digunakan karena lebih murah, mudah, cepat dan sederhana meskipun banyak kelemahannya. Metode konsentrasi Metode konsentrasi yang biasa digunakan adalah metode Petroff yaitu dengan mencampur 1 bagian NaOH 4% dengan 1 bagian sputum kemudian dikocok dengan shaker selama 10 menit dan sentrifugasi 3000 RPM selama 15 menit. Cairan supernatant dibuang dan endapannya dinetralkan dengan HCl 1 N. Pemeriksaan mikroskopis BTA metode konsentrasi memerlukan volume spesimen cukup banyak yaitu sekitar 2-4 ml sehingga untuk menemukan kuman BTA dalam sputum menjadi lebih mudah, hal ini berguna untuk kasus tuberkulosis dengan jumlah kuman sedikit. Namun hal ini menjadi sulit dikerjakan bila jumlah spesimen sputum yang didapat sedikit atau kurang dari 2 ml.13 Metode Kultur Kultur kuman merupakan cara pemeriksaan yang akurat karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi (89.9%) dan 100% sehingga dipakai sebagai diagnosis pasti tuberkulosis paru. Jika hasil pemeriksaan mikroskopis BTA positif, maka diagnosa tuberkulosis dapat ditegakkan, tetapi pemeriksaan mikroskopis ini tidak dapat membedakan antara Mycobakcerium tuberculosis dengan Mycobacteriumlain sehingga perlu dilakukan pemeriksaan kultur BTA untuk identifikasi kuman. Bila hasil pemeriksaan mikroskopis BTA negatif, penyakit tuberkulosis belum dapat disingkirkan sehingga perlu dilanjutkan dengan metode kultur.14 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan uji diagnostik yaitu uji sensitifitas dan spesifisitas. Tempat dan waktu penelitian Rumah Sakit BP4 Medan, Praktek Dr.Zainuddin, dan Laboratorium Mikrobiologi Terpadu Fakultas Kedokteran USU selama 4 bulan mulai Juli-Oktober 2013. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui ketepatan pemeriksaan BTA secara apusan langsung, metode konsentrasi dibandingkan dengan kultur. 2.
Tujuan Khusus a. Mengetahui ketepatan pemeriksaan mikroskopis BTA metode apusan langsung. b. Mengetahui ketepatan pemeriksaan mikroskopis BTA metoda konsentrasi. c. Mengetahui ketepatan pemeriksaan kultur. d. Mengetahui perbandingan nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai ramal positif dan nilai ramal negatif, rasio kemungkinan positif dan rasio kemungkinan negatif dari pemeriksaan mikroskopis BTA apusan langsung dan konsentrasi dengan kultur terhadap diagnosis tuberkulosis paru.
15
Lestari Rahmah, dkk.
Populasi dan Sampel Populasi adalah seluruh pasien suspek tuberkulosis pada bulan Juli-Oktober 2013 di Kota Medan dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang berdasarkan rumus uji hipotesis satu sampel menurut Lemeshow.15 Kriteria Sampel a. Kriteria Inklusi : suspek >30 tahun, pasien TB paru yang belum pernah diobati dan sputum tidak bercampur darah. b. Kriteria Eksklusi : penderita tidak dapat mengeluarkan dahak. BAHAN & CARA KERJA 1. Apusan langsung Pembuatan preparat Ose dipanaskan sampai merah.selanjutnya didinginkan. Kemudian dimasukkan ke dalam botol berisi pasir alkohol 70% dan digoyang-goyangkan untuk melepaskan partikel yang melekat.Kembali ose dibakar sampai merah. Sedian fiksasi jangan terlalu lama di dilewatkan di atas api lampu spritus. Pewarnaan dengan Metode Ziehl Neelsen Sedian digenangi dengan larutan carbol fuchsin 0,3% dan dipanaskan. Kemudian didinginkan dan dicuci.Sedian kemudian digenangi dengan asam alkohol (HCL alkohol 3%) sampai warna carbol fuchsin hilang dan dicuci kembali. Kemudian sedian kembali digenangi dengan methylene blue 0,3% sampai terbentuk latar belakang biru. kemudian diperiksa di bawah mikroskop perbesaran 1000 kali. Pembacaan hasil Hasil pemeriksaan berdasarkan standart International Union Against Tuberculosis and Lung Diseases (IUATLD) sesuai dengan standart WHO.3 2.
Metode Konsentrasi Sputum 1 bagian tambahkan dengan 2 bagian NaOH 4%.Vortex sampai homogeny, selanjutnya centrifuse 3000g selama 15 menit.Buang supernatant, tambahkan aquadest sampai tanda tertinggi.Centrifuse lagi 3000g selama 15 menit dan buang supernatant.Media apusan tersebut yang diletakkan di kaca obyek dikeringkan di udara terbuka selama 15-30 menit dan Kaca objek dilewatkan di atas lampu spiritus sebanyak 3 kali selama 3-5 detik. Melakukan pewarnaan dengan pengecatatan Ziehl Nielsen. 3.
Pemeriksaan Kultur Sputum 1 bagian tambahkan dengan 2 bagian NaOH 4%.Vortex sampai homogeny, selanjutnya centrifuse 3000g selama 15 menit.Buang supernatant, tambahkan aquadest sampai tanda tertinggi.Centrifuse lagi 3000g selama 15 menit dan buang supernatant.Inokulasi secukupnya (100µl) pada 2 media Lowensten-Jensen (LJ), kemudian ratakan pada permukaan media tutup botol Mac Cartney dan longgarkan (jangan rapat-rapat).Selanjutnya
16
Ketepatan Pemeriksaan BTA Apusan…
Selanjutnya disimpan dalam inkubator 37ºC.Mengamati pertumbuhan setiap minggu apakah sedian negatif atau positif. Analisis Data Analisa data secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel. Uji diagnostik dengan tabel 2x2, kemudian dihitung nilai sensitivitas, spesifitas, nilai ramal positif dan nilai ramal negatif, rasio kemungkinan positif dan rasio kemungkinan negatif. HASIL PENELITIAN Objek penelitian adalah sputum dari 60 responden dilakukan pemeriksaan mikroskopis BTA apusan langsung dan konsentrasi (Sewaktu, Pagi, Sewaktu) dengan jumlah sputum masing-masing 180, dan pemeriksaan metode kultur (pagi) dengan jumlah sputum 60 sputum. Karakteristik demografi Respondenmayoritas berumur 15-55 tahun sebanyak 43 orang (71,7%), kemudian kelompok umur > 55 tahun sebanyak 17 orang(28,3%). Responden mayoritas yang diperiksa berjenis kelamin laki-laki sebanyak 43 orang (71,7%), dan perempuan sebanyak 17 orang (28,3%). Responden mayoritas bersuku Batak sebanyak 32 orang (53,3%), Suku Jawa sebanyak 23 orang (38,3%), suku Aceh sebanyak 2 orang (3,3%) dan minoritas suku Melayu, Minang dan Nias dimana frekuensi masingmasing sebanyak 1 orang (1,7%). Responden mayoritas memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 24 orang (40,0%), IRT sebanyak 13 orang (21,7%), pensiunan sebanyak 7 orang (11,7%), karyawan/pegawai swasta sebanyak 5 orang (8,2%), PNS/POLRI dan Pelajar/Mahasiswa masing-masing sebanyak 4 orang (6,7%), dan yang bekerja sebagai buruh/petani sebanyak 3 orang (5,0%). Responden mayoritas berpenghasilan Rp. 1.000.000–3.000.000,- sebanyak 41 orang (68,9%), berpenghasilan lebih kecil Rp. 1.000.000,- sebanyak 10 orang (16,7%), dan responden minoritas berpenghasilan lebih besar Rp. 3.000.000,- sebanyak 9 orang (15%). Deskriptif pemeriksaan BTAmetode apusan langsung Hasil pemeriksaan BTA apusan langsung diperoleh bahwa BTA (+) paling banyak ditemukan dari sampel sputum pagi yakni sebanyak 21 sampel (35,0%), kemudian sampel sputum sewaktu pertama yakni sebanyak 19 sampel (31,7%) dan yang paling sedikit adalah sampel sputum sewaktu kedua yakni sebanyak 17 sampel (28,3%). Dengan kondisi diatas diperoleh gambaran bahwa pengambilan sputum pada pagi lebih banyak ditemukan BTA positif dibandingkan dengan sewaktu pertama, dan sewaktu kedua.
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
Tabel 1.
Hasil Pemeriksaan BTA Metode Apusan Langsung (Sewaktu, Pagi, Sewaktu) Hasil BTA Metode Apusan Langsung Sewaktu Pagi Sewaktu n (%) n (%) n (%) Positif 19 (31,7) 21 (35,0) 17 (28,3) Negatif 41 (68,3) 39 (65,0) 43 (71,7) Total
60 (100,0)
60 (100,0)
60 (100,0)
Deskriptif pemeriksaan BTA metode konsentrasi Hasil pemeriksaan BTA metode konsentrasi bahwa sputum pagi merupakan sputum yang paling banyak menunjukkan hasil positif yakni sebanyak 27 sampel (45%). Sputum pada sewaktu yang pertama menunjukkan hasil BTA positif sebanyak 26 orang (43,3%) dan sputum sewaktu yang kedua menunjukkan hasil yang paling sedikit sebanyak 25 orang (41,7%). Tabel 2
Hasil Pemeriksaan BTA Metode Konsentrasi (Sewaktu, Pagi, Sewaktu) Metode Konsentrasi Hasil BTA Sewaktu Pagi Sewaktu
Positif Negatif Total
n (%) 26 (43,3) 34 (56,7)
n (%) 27 (45,0) 33 (55,0)
n (%) 25 (41,7) 35 (58,3)
60 (100,0) 60 (100,0) 60 (100,0)
Deskriptif pemeriksaan BTA metode kultur Hasil pemeriksaan metode kultur menggunakan sputum pagi lebih banyak ditemukan BTA positif yaitu 32 sampel (53,3%)dan BTA negatif yaitu 28 sampel (46,7%). Tabel 3
Pemeriksaan dengan Metode Kultur Menggunakan Sputum Pagi Metode Kultur Hasil BTA n % Positif 32 53,3 Negatif 28 46,7 Total 60 100.0
Metode pemeriksaan BTA metode apusan langsung dengan metode kultur Hasil pemeriksaan BTA positif dengan metode apusan langsung adalah 21 sampel sputum dan negatif secara apusan langsung berjumlah 39 sampel. Sedangkan dengan pemeriksaan kultur diperoleh BTA posistif sebanyak 32 sampel dan yang negatif sebanyak 28 sampel.Dari hasil diatas ditemukan 9,5% sampel yang positif secara apusan langsung namun negatif secara kultur. Sedangkan dari sampel yang negatif secara apusan langsung ditemukan sebesar 33,3% positif secara kultur.
Tabel 4.
Perbandingan Metode Apusan Langsung dan Kultur Kultur Total Apusan + Langsung n (%) n (%) n (%) + 19 (90,5) 2 (9,5) 21 (100) 13 (33,3) 26 (66,7) 39 (100) Total 32 (53,3) 28 (46,7) 60 (100)
Metode pemeriksaan metode konsentrasi dengan kultur Hasil pemeriksaan BTA positif dengan metode konsentrasi adalah 27 sampel sputum dan negatif secara konsentrasi berjumlah 33 sampel. Sedangkan dengan pemeriksaan kultur diperoleh BTA positif sebanyak 32 sampel dan yang negatif sebanyak 28 sampel. Dari 27 sampel yang positif secara konsentrasi diperoleh sebanyak 81,5% (22 sampel) positif secara kultur dan 18,5% (5 sampel) negatif secara kultur. Sedangkan dari 33 sampel yang negatif secara konsentrasi ditemukan sebesar 30,3% (10 sampel) positif secara kultur, dan yang benar-benar negatif secara konsentrasi dan negatif pula secara kultur sebesar 69,7% (23 sampel). Tabel 5.
Perbandingan Metode Konsentrasi dengan Kultur Kultur Total Konsentrasi + n (%) n (%) n (%) + 22 (81,5) 5 (18,5) 27 (100) 10 (30,3) 23 (69,7) 33 (100) Total 32 (53.3) 28 (46.7) 60 (100)
Perbandingan efektifitas antara metode apusan langsung dan konsentrasi terhadap kultur Hasil uji diagnostik untuk metode apusan langsung terhadap kultur mempunyai sensitifitas sebesar 59,38%, spesifisitas sebesar 92,86%, nilai ramal positif sebesar 90,48% nilai ramal negatif sebesar 66,67%, ratio likelihood positif sebesar 8,31 dan rasio likelihood negatif sebesar 0,44. Demikian juga uji diagnostik metode konsentrasi terhadap kultur mempunyai sensitifitas sebesar 68,75%, spesifisitas sebesar 82,14%, prevalensi sebesar 53,33%, nilai ramal positif sebesar 81,48%, nilai ramal negatif sebesar 69,70%, rasio kemungkinan positif sebesar 3,85. Tabel 6.
Hasil Uji Diagnostik Metode Apusan Langsung dan Konsentrasi terhadap Kultur Metode Metode Apusan Konsentrasi Pemeriksaan Langsung(%) (%) Sensitifitas 59,38 % 68,75 % Spesifisitas 92,86 % 82,14 % Nilai ramal positif 90,48 % 81,48 % Nilai ramal negatif 66,67 % 69,7 % Rasiokemungkinan 8,31 3,85 positif Rasiokemungkinan 0,44 0,38 negatif
17
Lestari Rahmah, dkk.
DISKUSI Karakteristik responden Berdasarkan penelitian ini diperoleh bahwa mayoritas responden berumur 15-55 tahun sebanyak 43 orang (71,7%), kemudian kelompok umur >55 tahun sebanyak 17 orang(28,3%). Data tersebut sesuai dengan laporan Sub Direktorat TB Depkes RI tahun 2006, bahwa infeksi TB mayoritas diderita pada kelompok umur produktif (15-55 tahun). Data yang dikeluarkan Depkes RI tahun 2001 juga menunjukkan bahwa 75% penderita TB paru berada pada kelompok usia produktif. Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3-4 bulan. Tingginya angka TB paru pada usia produktif akan sangat berdampak pada perekonomian keluarga, masyarakat dan Negara. Selain merugikan secara ekonomis, TB paru juga berdampak pada hubungan sosial, karena penderita TB paru akan dikucilkan oleh masyarakat.16 Jika dikaitkan lebih lanjut, berdasarkan data diperoleh mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yakni sebanyak 43 orang (71,7%). Tingginya kasus TB paru pada laki-laki dipengaruhi oleh kebiasaan hidup misalnya kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko infeksi TB paru sebanyak 2,2 kali.16 Tingginya kasus TB paru pada laki-laki juga disebabkan laki-laki mempunyai kecendrungan lebih rentan terhadap faktor risiko. TB paru, hal ini dimungkinkan karena lakilaki lebih banyak melakukan aktifitas sehingga lebih sering terpajan oleh penyebab penyakit ini.17 Berdasarkan suku bangsa diperoleh Batak sebanyak 32 orang (53,3%) karena mayoritas responden yang datang ke BP4 dan Klinik Tuberkulosis Swasta adalah bersuku Batak. Hal ini didukung oleh data statistik dari Badan Pusat Statistik Kota Medan bahwa suku Batak presentasi penduduknya di Kota Medan menempati urutan kedua yaitu sebesar 21%. Pada penelitian ini diperoleh proporsi tertinggi responden adalah dengan pekerjaan wirawasta sebesar 24 orang (40,0%) dan terendah pada jenis pekerjaan buruh/petani sebesar 3 orang (5,0%). Hal ini dapat diasumsikan bahwa seseorang yang terinfeksi TB Paru bukan karena dipengaruhi aktifitas pekerjaan tatapi dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal seperti kelembaban rumah, keadaan ventilasi rumah, keadaan jendela rumah serta pencahayaan alami yang masuk ke dalam rumah. Perbandingan efektifitas antara metode apusan langsung dan konsentrasi terhadap kultur ` Kemampuan pemeriksaan BTA metode konsentrasi dalam mendiagnosis tuberkulosis paru 9,37% lebih tinggi dibandingkan apusan langsung. Penelitian ini mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian Erma Lestari8 yang membandingkan pemeriksaan mikroskopis BTA apusan langsung dan konsentrasi pada sputum dengan kultur dimana sensitivitas apusan langsung sebesar 27% dan konsentrasi sebesar 63,41%. Sama halnya dengan penelitian Ellena M. Peterson18 membandingkan pemeriksaan BTA metode
18
Ketepatan Pemeriksaan BTA Apusan…
langsung dan konsentrasi pada sputum dengan kultur dimana didapati sensitivitas sebesar 34% dan konsentrasi sebesar 58%. Penelitian lainnya, yang dilakukan oleh Wang X, et al19 di Beijing, China, tahun 2010 menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode apusan langsung pewarnaan Ziehl Nielsen diperoleh sensitifitas 40%, kemudian pada sampel yang sama dilakukan metode konsentrasi maka nilai sensitivitas akan meningkat 65%. Hal ini juga sesuai dengan pustaka yang mengatakan bahwa sensitivitas pemeriksaan BTA apusan langsung dapat ditingkatkan dengan metode konsentrasi.9 Penggunaan metode konsentrasi dari dahak dengan sentrifugasi sebelum dilihat dengan mikroskop akan lebih cepat meningkatkan penemuan kasus dibandingkan dengan pemeriksaan BTA apusan langsung.20 Spesifisitas pemeriksaan mikroskopis BTA metode konsentrasi lebih rendah 10,72% dibandingkan apusan langsung. Hal ini menunjukkan kemampuan pemeriksaan BTA metode konsentrasi untuk menyingkirkan subjek yang tidak menderita tuberkulosis paru 10,72% lebih rendah dari apusan langsung. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan BTA metode konsentrasi tidak terlalu tinggi kemungkinan karena metode konsentrasi mendeteksi adanya kuman pada slide dimana sediaan yang diambil terlalu sedikit sehingga kemungkinan mendapatkan kuman lebih kecil. Nilai ramal positif menunjukkan besar peluang subjek menderita tuberkulosis paru bila hasil pemeriksaan positif. Dalam penelitian ini pemeriksaan BTA apusan langsung mempunyai kemampuan memberikan manfaat klinis dalam tuberkulosis paru 9,0% lebih besar dibandingkan metode konsentrasi. Penelitian ini didukung oleh penelitian Elisabeth21yang menunjukkan nilai ramal positif yang diperoleh lebih besar pada metode apusan langsung (80%) daripada konsentrasi (63,6%). Nilai ramal negatif menunjukkan besarnya peluang subjek tidak menderita TB paru bila hasil BTA (negatif).Dalam penelitian ini diperoleh bahwa nilai ramal negatif metode apusan langsung lebih rendah 3% dibanding metode konsentrasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan untuk menentukan subjek negatif dan tidak sakit dari total subjek yang negatif lebih baik pada metode konsentrasi dibandingkan metode apusan langsung. Pada penelitian yang dilakukan oleh Erma Lestari8 menunjukkan bahwa dalam memberikan manfaat klinis lebih besar pada metode konsentrasi dibandingkan dengan metode apusan langsung.Hal ini berbeda dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dimana metode apusan langsung lebih besar manfaat klinis dibandingkan konsentrasi. Ini dimungkinkan karena, dalam proses pembuatan sediaan dan pembacaan memerlukan proses yang lebih lama dan perlakuan yang lebih teliti. Faktor manusia yaitu analis/petugas laboratorium memegang peranan penting dalam memberikan hasil pemeriksaan. Pada penelitian ini pembuatan sediaan dan pembacaan dilakukan oleh analis yang sama untuk ketiga metode pemeriksaan. Rasio kemungkinan merupakan cara lain untuk menunjukkan akurasi dari suatu pemeriksaan. Pada
Jurnal Ilmiah PANNMED
penelitian ini nilai rasio kemungkinan positif lebih besar pada metode apusan langsung sebesar 4,46 dibandingkan dengan metode konsentrasi. Sehingga metode apusan langsung lebih kuat menunjukan hubungan antara hasil test positif dengan keadaaan seseorang yang benar-benar sakit dibandingkan dengan metode konsentrasi.Nilai rasio kemungkinan negatif pada metode apusan langsung sebesar 0,44 dan pada metode konsentrasi sebesar 0,38 artinya kemungkinan seseorang untuk tidak sakit jika hasil ujinya negatif adalah tinggi (LR - ≤ 1). KESIMPULAN 1.
2.
3.
4.
5.
Kelompok umur paling banyak ditemukan BTA positif 15-55 tahun 71,7% (43 responden), lakilaki 71,7% (43 responden), suku Batak 53,3% (32 responden), bekerja sebagai wiraswasta 40,0% (24 responden) dan memiliki penghasilan Rp 1.000.000-3.000.000 yaitu 68,3% (41 responden). Kemampuan pemeriksaan BTA metode konsentrasi dalam mendiagnosis tuberkulosis paru 9,37% lebih tinggi dibandingkan apusan langsung (sensitivitas). Kemampuan pemeriksaan BTA metode konsentrasi untuk menyingkirkan subjek yang tidak menderita tuberkulosis paru 10,72% lebih rendah dari apusan langsung (spesifisitas). Pemeriksaan BTA apusan langsung mempunyai kemampuan memberikan manfaat klinis dalam tuberkulosis paru 9,0% lebih besar dibandingkan metode konsentrasi (nilai ramal positif). Kemampuan untuk menentukan subjek negatif dan tidak sakit dari total subjek yang negatif lebih baik pada metode konsentrasi dibandingkan metode apusan langsung (nilai ramal negatif).
DAFTAR PUSTAKA Global Report WHO, Global Tuberculosis Report. 2010. Menteri Kesehatan RI. Rencana Aksi Nasional: Informasi Strategi Nasional Pengendalian TB Indonesia 2011-2014. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta; 2011. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNo. 364/MENKES/SK/V/2009 Tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB)Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Depkes RI; 2009. Raunak P, Gita N, Swapna K, Vijay K, Preeti. Time to Sputum Conversion in Smear Positive Pulmonary TB Patients on Category I DOTS and Factors Delaying it. 2012: Vol. 60: 22-26.
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
Grange JM. Micobacterium in : Greenwood David, Slack RC, Peutheres JF, Medical Microbiology, 16 ed, Chruchill Livingstone2002. Muzaffar R, Batool S, Azis A, Naqvi A, Rizvi A. Evaluation of the fastplaquetb Assay for Direct Infection of Mycobacterium tuberculosis in Sputum Specimens. Int J Tuberc Lung Dis. 2002; 6(7): 63540. Levinson W, Jawetz E. Medical Microbiology 2 Immunilogy. 7th ed. Singapore; 2008. Erma, L. Nilai Diagnostik Pemeriksaan Mikroskopis Basil Tahan Asam Metoda Konsentrasi dibandingkan dengan Kultur pada Sputum Tersangka Tuberkulosis Paru. 2005. Ninik, S.. Perkembangan Diagnostik Tuberkulosis Paru. Indonesian Journal of Clinical Pathology 1998; Volume 5 No. 1. Zulfikri A. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi V, Jilid III, Jakarta: Internapublishing 2009. Crofton, J. Horen N, Miller, F. Tuberkulosis Klinis, Cetakan I.Jakarta: Widya Media; 2002. Greenwood, et al. Mycobacterium in: Medical Microbiology, sixteenth ed, Crurchill Livingstone 2002. Wilks, D. Mycobacterium in: The Infection Disease, Blackwell Science Ltd, Oxford; 1995. Yoga, TA. Masalah Tuberkulosis Paru dan Penanggulangannya, Jakarta: Universitas Indonesia; 2005. Lemeshow S, et al. Besar Sampel dalam Penelitian, Yogyakarta: Gajah Mada University Press; 1997. Leli S, Mardiastuti, Anis K. Evaluasi Metode Fastplaque TB untuk mendeteksi Mycobacterium tuberculosis pada sputum di Beberapa Unit Pelayanan Kesehatan di Jakarta-Indonesia. Jurnal Tuberkulosis Indonesia 2013; Vol 8 Maret 2012. Ratnasari Y. Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hodup Pada Penderita Tuberkulosis Paru (TB Paru) di Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Yogyakarta Unit Minggiran, Jurnal Tuberkulosis Indonesia 2012; Vol.8. Ellena MP. Comparation of Direck and Concentrated Acid-Fast Smear to Identify Spesimens Cultur Positive for Mycobacterium spp. In Journal of Clinical of Microbiology 1999; Volume 73 No. 11: 3564-8. Liu J, et al. Increased Case Finding of Tuberculosis From Sputum and Sputum Deposits After Magnetic Bead Concentration Of Mycobacteria; 2013. Elisabeth F, Ibrahim S, Hardjoeno. Analisis Temuan Basil Tahan Asam pada Sputum Cara Langsung dan Sediaan Konsentrasi pada Suspek Tuberkulosis. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory 2006; Vol. 12, No. 2:62-64. .
19
RENDAHNYA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU YANG BEKERJA LINGKUNGAN XX KELURAHAN KWALA BEKALA KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2013 Elisabeth Surbakti Kebidanan Poltekkes Medan
`
Abstrak Setiap tahunnya terdapat 1-2 juta bayi didunia yang meninggal karena tidak diberi ASI eksklusif. Hal ini dapat dilihat dari tingginya kasus kematian bayi yang berdampak dari ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif seperti kasus ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) 15 – 20% atau sekitar 40 ribu per kelahiran hidup, diare sekitar 42 %, dan infeksi 10%.Sebagian besar ibu tetap tidak peduli dengan ASI eksklusif. Sesuai dengan data yang diperoleh menurut kabupaten/kota propinsi Sumatera Utara tahun 2007 yang terdiri dari 459 puskesmas dengan jumlah bayi 294.648 jiwa ternyata hanya 83.958 jiwa atau 28,49% bayi yang diberi ASI Eklusif. Sedangkan di kota Medan yang terdiri 39 puskesmas dengan jumlah bayi 41.346 jiwa, ternyata hanya 623 jiwa atau 1,51 bayi yang diberi ASI eksklusif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja di lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor tahun 2013. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan ibu bekerja di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor yang tidak menerapkan ASI Eksklusif, teknik pengambilan sampel dengan total sampling, seluruh populasi dijadikan sampel yaitu sebanyak 60 orang. Analisis data dengan univariat dan bivariat. Hasil penelitian yang diperoleh pengetahuan baik 18,3%, cukup 31,7%, kurang 50%. Sikap ibu positif 45%, negatif 55%. Hasil uji statistik diperoleh p = 0,000 < 0,05, artinya artinya terdapat hubungan yang signifikan antara tindakan dengan pemberian ASI eksklusif. Untuk itu agar ibu menambah pengetahuan dan wawasan tentang cara pemberian dan manfaat ASI eksklusif. Kata kunci : Asi Eksklusif, Ibu Bekerja
Latar Belakang Pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa ada makanan tambahan yang lain dari usia 0-6 bulan. Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, ironisnya pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui justru kadang terlupakan. Padahal kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan hal yang besar, karena menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama berjutajuta tahun mempunyai peranan penting dalam mempertahankan kehidupan manusia. Untuk mengetahui atau memenuhi kebutuhan nutrisi bayi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar bayi baru lahir mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan (WHO, 2003). Ternyata berdasarkan penelitian WHO, setiap tahunnya terdapat 1-2 juta bayi didunia yang meninggal karena tidak diberi ASI eksklusif. Hal ini dapat dilihat dari tingginya kasus kematian bayi yang berdampak dari ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif seperti kasus ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) 15 – 20% atau sekitar 40 ribu per kelahiran hidup, diare sekitar 42%, dan infeksi 10%. Sebagian besar ibu tetap tidak peduli dengan ASI eksklusif. Hal ini disebabkan sebagian kaum ibu berpendapat bahwa, seorang wanita akan lebih cantik dan awet muda bila tidak menyusui.Hal ini dikaitkan juga
20
dengan status sosial keluarga, ibu-ibu beranggapan bila tidak menyusui status sosialnya akan naik dan termasuk kelompok yang modern, disamping itu juga banyaknya ibu-ibu yang bekerja baik sebagai wanita karir maupun yang bekerja dipabrik-pabrik yang jarak tempat tinggal dan tempat bekerjanya lumayan cukup jauh sehingga waktu yang dimiliki ibu lebih banyak terbuang pada saat berada diperjalanan ke tempat bekerja. Karena alasan pekerjaan juga banyak ibu yang bekerja yang hanya mendapatkan cuti melahirkan selama 3 bulan sehingga ibu yang memiliki bayi mengaku terpaksa harus memberikan susu formula karena harus kembali bekerja. Padahal pemberian susu formula mengakibatkan bayi mudah terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), 14,2 kali kemungkinan diare, mengalami kejang, infeksi telinga, flu dan penyakit alergi (Wahyu, 2007). Setiap ibu selalu menginginkan agar bayinya sehat dan cerdas. Tidak banyak yang mengetahui bahwa ada cara yang mudah dan murah agar bayi sehat dan cerdas. Menyusui ASI eksklusif dapat meningkatkan kesehatan dan kecerdasan anak. Sayangnya para ibu di Indonesia banyak yang tidak memberikan ASI kepada bayinya. Padahal dengan memberikan ASI, kesehatan dan kecerdasan sang bayi pun terjamin. ASI mengandung nutrient yang mempunyai fungsi spesifik untuk pertumbuhan otak antara lain long chain polyunsaturated fatty acid (DHA dan AA) untuk pertumbuhan otak dan
Jurnal Ilmiah PANNMED
retina, kolesterol untuk myelinisasi jaringan syaraf, taurin untuk neurontransmitter inhibitor dan stabilisator membran, laktosa untuk pertumbuhan otak, koline yang mungkin meningkatkan memori. Bayi yang mendapat ASI eksklusif memiliki rata-rata IQ 14,2 poin lebih meningkat artinya semakin banyak bayi yang mendapat ASI, anak tersebut semakin sehat dan cerdas ( Roesli, 2007). Di Malaysia angka kematian hanya 41 per 100 ribu, Singapura 6 per 100 ribu, Thailand 44 per 100 ribu, dan Filiphina 170 per 100 ribu (Swamurti, 2007). Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002–2003, angka kematian bayi (AKB) tercatat 35 per 1.000 kelahiran hidup. Data di badan pusat statistik menunjukan angka kematian bayi diIndonesia tertinggi di Asia Tenggara, mendominasi lebih dari 75 % total kematian anak dibawah 5 tahun. Hal itu menjadi kegiatan prioritas Departemen Kesehatan (Depkes) pada periode 2005 - 2009. Depkes menargetkan penurunan angka kematian bayi berkurang dari 248 menjadi 206 per 100.000 kelahiran yang dicapai pada tahun 2009. Sementara angka harapan hidup berkisar rata-rata 70,6 % per tahun (Moedjiono, 2007). Di Jakarta, durasi rata-rata pemberian ASI eksklusif hanya berlangsung selama 18 hari. Di Jakarta Utara hanya sekitar 17,9 % bayi baru lahir yang diberi IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dalam 1 jam pertama persalinan dan hanya sekitar 28% bayi dibawah 6 bulan yang diberi ASI eksklusif (Wahana, 2007). Angka kematian bayi (AKB) di Jawa Tengah tercatat 10,9 per 1000 kelahiran hidup dari angka kematian bayi (AKB) secara nasional sebesar 26,9 per 1000 kelahiran hidup (Ena, 2008).Angka kematian bayi (AKB) di Sragen pada tahun 2008 sebesar 9,28 per 1.000 kelahiran hidup (Dinkes, 2008). Pemberian ASI secara eksklusif dapat menekan angka kematian bayi hingga 13 % sehingga dengan dasar asumsi jumlah penduduk 219 juta, angka kelahiran total 22 per 1000 kelahiran hidup, angka kematian balita 46 per 1000 kelahiran hidup maka jumlah bayi yang akan terselamatkan sebanyak 30 ribu. Untuk itu ASI patut menjadi prioritas (Sitopeng, 2008). Sesuai dengan data yang diperoleh menurut kabupaten/kota propinsi Sumatera Utara tahun 2007 yang terdiri dari 459 puskesmas dengan jumlah bayi 294.648 jiwa ternyata hanya 83.958 jiwa atau 28,49% bayi yang diberi ASI Eklusif. Sedangkan di kota Medan yang terdiri 39 puskesmas dengan jumlah bayi 41.346 jiwa, ternyata hanya 623 jiwa atau 1,51 bayi yang diberi ASI eksklusif (profil DINKES Kab/Kota, 2007) Sedangkan berdasarkan survey awal di lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor tahun 2013 masih banyak ibu yang bekerja yang tidak memberikan ASI secara eksklusif. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk meneliti mengenai “faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor tahun 2013”.
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
Pernyataan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka pernyataan masalah dalam penelitian ini adalah faktorfaktor apa saja yang berhubungan dengan rendahnya pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor tahun 2013. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja di lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu yang bekerja dengan penerapan ASI eksklusif di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor. b. Untuk mengetahui hubungan jarak tempat tinggal dengan tempat bekerja ibu yang bekerja dengan penerapan ASI eksklusif di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor. c. Untuk mengetahui hubungan sikap ibu yang bekerja dengan penerapan ASI eksklusif di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor. d. Untuk mengetahui hubungan tindakan ibu yang bekerja dengan penerapan ASI eksklusif di lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor. Hipotesis Ada hubungan yang signifikan antara Faktor-faktor (Pengetahuan, sikap, tindakan dan jarak tempat bekerja) dengan rendahnya pemberian ASI Eksklusif pada Ibu bekerja di Lingkungan XX kelurahan Kwala Bekala Medan Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep dalam penelitian yang berjudul tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja di lingkungan XX kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor dapat dilihat pada bagan dibawah ini : Deskripsi daerah penelitian Penelitian akan dilakukan di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala, Kecamatan Medan Johor. Karena banyak didaerah tersebut ditemukan ibu-ibu yang bekerja yang tidak menerapkan ASI eksklusif. Waktu penelitian direncanakan dimulai pada bulan Pebruari sampai Mei 2013. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan ibu bekerja di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala
21
Elisabeth Surbakti
Kecamatan Medan Johor yang tidak menerapkan ASI Eksklusif. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang bekerja dilingkungan XX kelurahan Kwala Bekala dengan menggunakan teknik total sampling seluruh populasi dijadikan sampel yaitu sebanyak 60 orang. Cara Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer, tentang pengetahuan sebanyak 20 pertanyaan, dan kuesioner untuk wawancara sebanyak 5 pertanyaan dari sikap dan tindakan. Sebelum responden mengisi kuesioner, terlebih dahulu peneliti menjelaskan cara mengisi kuesioner kemudian peneliti memberikan kesempatan kepada respoden untuk mengisi kuesioner sendiri. Alat Pengumpulan Data Data yang terkumpul diolah dengan langkahlangkah sebagai berikut : 1. Editing Proses editing dilakukan dengan memeriksakan seluruh kelengkapan data yang telah terkumpul agar data yang masuk dapat diolah secara benar sehingga pengolahan data dapat memberikan hasil yang baik, kemudian data dikelompokkan sesuai dengan variabel yang akan diteliti. Setelah dilakukan pemeriksaan, apabila terdapat kekurangan segera diperbaiki dan dilengkapi. 2. Coding Dengan membuat kode dalam rangka mempermudah perhitungan 3. Tabulating Kegiatan yang dilakukan dalam tabulasi adalah menyusun dan menghitung data yang diperoleh, kemudian dijadikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Data yang diperoleh dan diklasifikasikan menurut variabel yang diteliti. Rencana Analisis Data Teknik analisis data adalah cara untuk memudahkan atau menyederhanakan data kedalam bentuk yang lebih mudan dibaca dan dimengerti. Untuk mengetahui bagaimana hubungan variebel bebas dan variabel terikat dapat di analisa dengan Chi-Square. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Faktorfaktor yang berhubungan dengan rendahnya pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013” sebanyak 60 orang dan didapat hasil distribusi responden berdasarkan pengetahuan, jarak tempat tinggal, sikap ibu, tindakan ibu dan pemberian ASI ekslusif yang diuraikan sebagai berikut : Pengetahuan Ibu Pengetahuan ibu yang dijadikan responden bervariasi, mulai dari pengetahuan baik, sedang dan kurang, yang dapat dilihat pada tabel berikut: 22
Faktor-Faktor yang Berhubungan…
Tabel 4.1. Distribusi Rendahnya Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu Bekerja Berdasarkan Pengetahuan Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 No. Pengetahuan Jumlah Persentase 1. 2. 3.
Baik Cukup Kurang Jumlah
11 19 30 60
18,3 31,7 50,0 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pengetahuan ibu bekerja dalam kategori kurang yaitu 30 orang (50%), dan paling sedikit dalam kategori baik yaitu 11 orang (18,3%). Jarak Tempat Tinggal Jarak tempat tinggal ibu dari tempat bekerja bervariasi, mulai dari jarak dekat (< 10 m), jarak sedang (10-15 km) dan jarak jauh (> 15 km), dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.2. Distribusi Rendahnya Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu Bekerja Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 Jarak Tempat Jumlah Persentase No. Tinggal 1. Dekat ( < 10 m) 14 23,3 2. Sedang (10 – 15 km) 9 15,0 3. Jauh ( > 15 km ) 37 61,7 Jumlah 60 100 Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa paling banyak ibu bekerja menempuh jarak yang jauh (> 15 km) dari tempat kerja yaitu 37 orang (61,7%) dan paling sedikit menempuh jarak yang sedang (10-15 km) dari tempat bekerja yaitu 9 orang (15%). Sikap Ibu Sikap ibu dalam pemberian ASI eksklusif di kategorikan dalam sikap negatif dan sikap positif, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.3. Distribusi Rendahnya Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu Bekerja Berdasarkan Sikap Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 No. Sikap Jumlah Persentase 1. Negatif 2. Positif Jumlah
33 27 60
55,0 45,0 100
Berdasarkan tabel diatas sikap ibu bekerja dalam pemberian ASI eksklusif paling banyak bersikap negatif yaitu 33 orang (55%), dan paling sedikit bersikap positif yaitu 27 orang (45%).
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
Tindakan Ibu Tindakan ibu dalam pemberian ASI eksklusif dapat dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.4. Distribusi Rendahnya Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu Bekerja Berdasarkan Tindakan Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 No. Tindakan Jumlah Persentase 1. Negatif 2. Positif Jumlah
32 28 60
53,3 46,7 100
Berdasarkan tabel diatas tindakan ibu bekerja dalam pemberian ASI eksklusif paling banyak bersikap negatif yaitu 32 orang (53,7%), dan paling sedikit bersikap positif yaitu 28 orang (46,7%). 4.1.1.5. Pemberian ASI Ekslusif Pemberian ASI eksklusif bagi ibu bekerja di kategorikan atas memberikan ASI eksklusif dan tidak memberikan ASI Eksklusif, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5. Distribusi Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu Bekerja Berdasarkan Tindakan Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 No. Pemberian ASI Jumlah Persentase Ekslusif 1. Tidak diberikan 39 65,0 2. Diberikan 21 35,0 Jumlah 60 100 Berdasarkan tabel diatas paling banyak ibu bekerja tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 39 orang (65%), dan paling sedikit ibu bekerja memberikan ASI eksklusif yaitu 21 orang (35%). Analisa Bivariat Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan pengetahuan, jarak tempat tinggal, sikap ibu, tindakan ibu dengan pemberian asi ekslusif dapat dilihat pada tabel berikut : Hubungan Pengetahuan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Distribusi hubungan pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.6. Hubungan Pengetahuan Dengan Pemberian ASI Ekslusif Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 Pengetahuan Baik Cukup Kurang Jumlah
Pemberian ASI Tidak Diberikan diberikan n % n % 2 3,3 9 15,0 9 15,0 10 16,7 28 46,7 2 3,3 39 65,0 21 35,0
Jumlah n 11 19 30 62
Berdasarkan tabel diatas dari 30 orang ibu yang berpengetahuan kurang (50,0%), paling banyak yang tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 28 orang (46,7%), dan paling sedikit yang memberikan ASI eksklusif yaitu 2 orang (3,3%). Hasil uji chi-square menyatakan Ho ditolak jika probabilitas < 0,05. Hasil analisa dengan uji Chi-square diperoleh X2 hitung 23,781 dan nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif . Hubungan Jarak Tempat Tinggal Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Distribusi hubungan jarak tempat tinggal dengan pemberian ASI eksklusif dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.7. Hubungan Jarak Tempat Tinggal Dengan Pemberian ASI Ekslusif Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 Pemberian ASI Eksklusif Jarak Tempat Tinggal Jauh
Diberikan
Jumlah
n 2
% 3,3
n 37
% 61,7
X2hit
Prob
Sedang Dekat
2 2
3,3 3,3
7 12
11,7 20,0
9 14
15,0 23,3 37,311 0,000
Jumlah
39
65,0
21
35,0
60
100
Berdasarkan tabel tersebut dari 37 orang ibu yang jarak tempat tinggalnya jauh dari tempat bekerja yaitu 37 orang (61,7%), paling banyak yang tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 35 orang (58,3%) dan paling sedikit ibu yang memberikan ASI eksklusif yaitu 2 orang (3,3%) Hasil uji chi-square menyatakan Ho ditolak jika probabilitas < 0,05. Hasil analisa dengan uji Chi-square diperoleh X2 hitung 37,311 dan nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara jarak tempat tinggal ibu yang bekerja dengan pemberian ASI eksklusif. Hubungan Sikap Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Distribusi hubungan sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.8. Hubungan Sikap Dengan Pemberian ASI Ekslusif Di Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 Sikap
X2hit Prob
% 18,3 31,7 23,781 0.000 50,0 100
Tidak diberikan n % 35 58,3
Negatif
Pemberian ASI Eksklusif Tidak Diberikan diberikan n % n % 30 50,0 3 5,0
Jumlah n 33
% 55,0
Positif
9
15,0
18
30,0
27
45,0
Jumlah
39
65,0
21
35,0
60
100
X2hit
Prob
19,182
0,000
23
Elisabeth Surbakti
Faktor-Faktor yang Berhubungan…
Berdasarkan tabel tersebut dari 33 orang ibu bekerja (55%) yang bersikap negatif, paling banyak ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 30 orang (50%), dan paling sedikit yang memberikan ASI eksklusif yaitu 3 orang (5,0%). Hasil uji chi-square menyatakan Ho ditolak jika probabilitas < 0,05. Hasil analisa dengan uji Chi-square diperoleh X2 hitung 19,182 dan nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara sikap ibu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif. Hubungan Tindakan Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Distribusi hubungan tindakan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.9. Hubungan Tindakan Ibu Dengan Pemberian ASI Ekslusif Di Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 Pemberian ASI Eksklusif Tindakan Tidak Diberikan Diberikan n % n % Negatif 30 50,0 2 3,3 Positif 9 15,0 19 31,7 Jumlah 39 65,0 21 35,0
Jumlah n 32 28 60
% 53,3 46,7 100
X2hit
Prob
22,279
0,000
Berdasarkan tabel tersebut dari 32 orang (53,3%) ibu bekerja yang bertindak negatif, paling banyak yang tidak memberikan ASI Eksklusif yaitu 30 orang (50,0%) dan paling sedikit yang memberikan ASI eksklusif yaitu 2 orang (3,3%). Hasil uji chi-square menyatakan Ho ditolak jika probabilitas < 0,05. Hasil analisa dengan uji Chi-square diperoleh X2 hitung 22,279 dan nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara tindakan dengan pemberian ASI eksklusif. Hubungan Pengetahuan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Pengetahuan merupakan komponen terpenting serta sebagai stimulus untuk membentuk tindakan ibu dalam penerapan ASI eksklusif (Mudjiono, 2005). Berdasarkan hasil penelitian Pengetahuan ibu bekerja banyak dalam kategori kurang yaitu 30 orang (50%), dan paling sedikit dalam kategori baik yaitu 11 orang (18,3%). Hasil uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif . Menurut hasil penelitain ibu bekerja belum mengetahui manfaat ASI eksklusif dan nilai-nilai gizi yang terkandung di dalam ASI eksklusif sehingga pemberian ASI eksklusif tidak maksimal dan secara kontinu di berikan pada anaknya. Ibu tidak mengetahui bahwa di dalam ASI mengandung anti infeksi terhadap berbagai macam penyakit, seperti ISPA (Infeksi
24
Saluran Pernapasan Atas) , diare, dan penyakit saluran pencernaan. Hubungan Jarak Tempat Tinggal Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Jarak merupakan panjang lintasan yang ditempuh oleh ibu yang bekerja mulai dari awal ibu dirumah sampai ibu berada ditempat bekerja. Jarak rumah dari tempat bekerja mempengaruhi pemberian ASI bagi bayi. Paling banyak ibu bekerja menempuh jarak yang jauh (> 15 km) dari tempat kerja yaitu 37 orang (61,7%) dan paling sedikit menempuh jarak yang sedang (10-15 km) dari tempat bekerja yaitu 9 orang (15%). Hasil uji chi-square menyatakan nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05), artinya terdapat hubungan yang signifikan antara jarak tempat tinggal ibu yang bekerja dengan pemberian ASI eksklusif. Menurut Maryuni (2009) bahwa lokasi atau tempat bekerja ibu yang jauh dari lingkunagn tempat tinggal sehingga ibu tidak sempat memberikan ASInya. Menurut peneliti ibu yang jarak tempuh dari tempat bekerjanya dekat dan sedang, akan berupaya memberikan ASInya pada waktu jam istirahat, sedangkan bagi ibu yang jarak tempat kerjanya yang jauh tidak memungkinkan untuk memberikan ASI. Hal ini disebabkan karena bila jarak tempuh ibu jauh, akan memakan waktu yang lama untuk kembali ketempat kerja, dan hal ini akan membuat ibu merasa tidak mentaati peraturan dan jam kerja yang sudah ditetapkan kepadanya. Hubungan Sikap Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Sikap adalah penilaian atau berupa pendapat seseorang terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini adalah pemberian ASI eksklusif). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek tersebut. Berdasarkan hasil penelitian sikap ibu bekerja dalam pemberian ASI eksklusif paling banyak bersikap negatif yaitu 33 orang (55%), dan paling sedikit bersikap positif yaitu 27 orang (45%). Hasil uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara sikap ibu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif. Sikap merupakan cara-cara ibu memelihara dan cara-cara berprilaku hidup sehat dalam hal ini juga yaitu penerapan ASI eksklusif. Menurut hasil penelitian sikap ibu dalam menanggapi secara positif makna dari pemberian ASI kepada balita selain melambangkan rasa keterikatan dan jalinan kasih sayang ibu terhadap anaknya, juga dapat meningkatkan kekebalan tubuhnya, sehingga nantinya balita tersebut tidak mudah sakit. Hubungan Tindakan Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Sikap merupakan suatu perbuatan nyata yang memerlukan faktor pendukung yang berupa fasilitas,
Jurnal Ilmiah PANNMED
disamping itu faktor dukungan (support) dari pihak lain didalam praktek atau tindakan. Berdasarkan tabel diatas tindakan ibu bekerja dalam pemberian ASI eksklusif paling banyak bersikap negatif yaitu 32 orang (53,7%), dan paling sedikit bersikap positif yaitu 28 orang (46,7%). Hasil uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara tindakan dengan pemberian ASI eksklusif. Sering kali alasan pekerjaan membuat seorang ibu merasa kesulitan untuk memberikan ASI secara eksklusif. Banyak diantaranya disebabkan karena ketidak tahuan. Selain itu Ibu terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga tidak ada waktu untuk menyusui bayinya serta kurangnya minat untuk menyusui bayinya (Anik Maryuni, 2009). Menurut hasil penelitian sikap ibu yang negatif disebabkan karena ibu menganggap bahwa susu botol yang selama ini diberikan sudah dapat memenuhi rasa lapar bayi, sehingga ibu yang tempat pekerjaannya berjarak antara 10-15 km merasa tidak perlu pulang untuk menyusui bayinya. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai “Faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya pemberian asi eksklusif pada ibu bekerja di lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013” dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Ibu berpengetahuan kurang paling banyak yang tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 28 orang (46,7%). Hasil uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05), artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif. 2. Ibu yang jarak tempat tinggalnya jauh dari tempat bekerja paling banyak yang tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 35 orang (58,3%). Hasil uji chisquare nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) maka, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara jarak tempat tinggal ibu yang bekerja dengan pemberian ASI eksklusif. 3. Ibu yang bersikap negatif, paling banyak ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 30 orang (50%). Hasil uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara sikap ibu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif. Saran 1. Bagi Ibu Agar menambah pengetahuan dan wawasan tentang cara pemberian dan manfaat ASI eksklusif
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
2.
3.
4.
Bagi Masyarakat Menambah informasi bagi masyarakat untuk meningkatan kualitas anak yang sehat. Bagi Penelitian Lanjutan Sebagai bahan masukan untuk dapat melakukan penelitian lanjutan dengan memperbanyak sampel dan menggali faktor lain yang berpengaruh. Bagi Institusi Pendidikan Agar melengkapi perpustakaan dengan buku-buku yang berkaitan dengan ASI eksklusif.
DAFTAR PUSTAKA Abah, 2003, The World Health Organitation (WHO), www.abah jack.com, Surabaya Andi, 2007, Pengertian Jarak, http//Wikipedia Azwar S, 2005, Pengukuran Sikap dalam Opini Public, http//Aipoel, word press.com. Jakarta Anik maryuni, 2009, Buku Pintar Ibu Menyusui, Arcan, Jakarta Dania aprilia, 2009, Promosi ASI eksklusif, http//blogspot.com Jakarta Departemen Kesehatan, 2007, Profil Kesehatan Sumatera Utara, Depkes, Medan Dinkes Propsu, Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2008. Enje, 2007, Hak Menyusui pada Perempuan Bekerja, http//blogspot.com, Jakarta FK USU, 2005, Pengertian ASI Eksklusif, http//www.usu.com/kliping Indiarti, MT, 2007, Panduan Lengkap Kehamilan, Persalinan dan Perawatan Bayi, Diglossia Media, Yogyakarta Muhammad S, 2008, Air Susu Ibu (ASI), http//Baitijanati.wordpress.com, Jakarta Moedjiono, 2007, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Buku 1, Edisi Pertama, Salemba Medika, Jakarta Notoatmodjo, 2003, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta Politeknik Kesehatan, 2006, Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI), Politeknik Kesehatan, Medan Sitopeng, 2008, Pengaruh Asi Terhadap Emosional Pada Anak, http//Aipoel, word press.com. Jakarta Sri Kun, 2008, Handbook Ibu Menyusui, Bandung, PT. Karya Kita. Utami Ningsih, 2000, Air Susu ibu (ASI), http//blogspot.com, Jakarta Utami roesli, 2007, Rekomendasi tentang Pemberian Makanan Pendamping ASI Wahyu WB. 2007. ASI, Anugerah Terindah yang Kadang Terlupakan.
25
HUBUNGAN PERAWATAN PAYUDARA TERHADAP PRODUKSI ASI PADA IBU POST PARTUM DI RUMAH BERSALIN TUTUN SEHATI TANJUNG MORAWA 2013
Masnila Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan
Abstrak Perawatan payudara adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk merawat payudara dalam upaya memperlancar pengeluaran ASI. Perawatan payudara sebaiknya dilakukan selama masa kehamilan trimester ketiga karena akan berhubungan terhadap produksi ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI pada ibu post partum di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa 2013. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan metode pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung responden yang diteliti dengan instrumen penelitian checklist. Desain rancangan penelitian adalah cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Adapun populasi dari penelitian ini adalah seluruh ibu hamil trimester ketiga yang dilakukan perawatan payudara di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa dengan jumlah sampel adalah sebanyak 20 orang dengan tehnik pengambilan sampel purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti sendiri. Dari 20 responden yang melakukan perawatan payudara, terdapat 14 orang (70%) yang melakukan perawatan payudara dengan baik dan sebanyak 11 orang (55%) yang menghasilkan produksi ASI yang tidak baik ada 3 orang (15%), dan 6 orang (30%) yang tidak melakukan perawatan payudara mengahasilkan produksi ASI yang tidak baik. Berdasarkan analisa data statistik dengan uji chi square didapatkan nilai p value 0,001 yang berarti ada hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI. Kepada pimpinan RB Tutun Sehati Tanjung Morawa disarankan agar lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas dari penyuluhan tentang perawatan payudara kepada ibu hami, agar ibu hamil lebih memahaminya dan melakukannya. Kepada petugas di RB Tutun Sehati Tanjung Morawa agar melaksanakan perawatan payudara mulai dari kehamilan trimester ketiga hingga masa nifas dan memberikan penyuluhan dan penjelasan yang maksimal tentang perawatan payudara sehingga ibu-ibu tahu bagaimana merawat payudara yang baik dan benar demi menjaga kelancaran ASI. Kepada ibu-ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan serta ibu-ibu post partum untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang perawatan payudara dengan rutin serta rajin bertanya khususnya dalam masalah perawatan payudara. Kata kunci : Perawatan payudara, Produksi ASI PENDAHULUAN ASI (air susu ibu) adalah susu yang diproduksi oleh manusia untuk dikonsumsi bayi dan merupakan sumber gizi utama bayi yang belum dapat mencerna makanan padat (Maryunani A, 2012). Bayi yang sehat, lahir dengan membawa cukup cairan di dalam tubuhnya. Kondisi ini akan tetap terjaga bahkan dalam cuaca panas sekalipun, bila bayi diberi ASI secara eksklusif (ASI saja) siang dan malam. Namun sayangnya kebiasaan memberi cairan pada bayi selama 6 bulan, yaitu pemberian ASI eksklusif, masih belum banyak dilakukan, yang berakibat buruk pada gizi dan kesehatan bayi (Linkagesproject, 2002). Rendahnya pemberian air susu ibu (ASI) merupakan ancaman bagi tumbuh kembang anak. Seperti
26
diketahui, bayi yang tidak diberi ASI setidaknya 6 bulan, lebih rentan mengalami kekurangan nutrisi. Pemberian ASI secara eksklusif dapat menekan kematian bayi hingga 13%. Namun tingkat pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah , yaitu dari 40% pada tahun 2002 menjadi 32% pada tahun 2007. Sedangkan tingkat pemberian ASI secara eksklusif di tanah air khususnya Sumatera Utara pada tahun 2005 mencapai 32% dan pada tahun 2010 hanya 34%. Sedangkan berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 juga menunjukkan pemberian ASI di Indonesia juga masih memprihatikan. Persentase bayi yang menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%. Hal ini disebabkan karena kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan ASI masih lebih rendah (Maryunani A, 2012)
Jurnal Ilmiah PANNMED
Bayi yang mendapat ASI lebih jarang menderita penyakit, seperti leukimia dan tiga kali lebih jarang resiko dirawat dengan sakit saluran pernapasan di bandingkan anak susu formula, sekitar 16,7 kali lebih jarang pneumonia, sekitar 47% lebih jarang menderita diare, menghindarkan kurang gizi dan vitamin, lebih jarang obesitas atau kegemukan, mengurangi resiko diabetes mellitus. Berdasarkan penelitian Richards dalam Maryunani A (2012) dilakukan penelitian di Inggris, dari 1736 anak di tes, ditemukan anak ASI secara bermakna menunjukkan hasil pendidikan lebih tinggi. Penelitian di Jerman juga ditemukan masa lamanya menyusui mempengaruhi IQ seorang anak. Anak yang menyusu ASI lebih dari 6 bulan memiliki IQ lebih tinggi di bandingkan anak yang menyusu ASI kurang dari dari 1 bulan, karena ASI meningkatkan kepandaian. Pentingnya ASI atau air susu ibu merupakan satusatunya makanan terbaik bagi bayi. Sebagai seorang ibu harus menyadari betapa pentingnya ASI terhadap tumbuh kembang dan kesehatan bayi. Banyak sekali kandungan gizi yang terdapat didalam ASI, salah satunya adalah mengandung protein yang cukup tinggi dibanding susu formula yang banyak dijual di pasaran yang mana ASI mengandung whey (protein utama dari susu yan berbentuk cair) lebih banyak daripada casein (protein utama dari susu yang berbentuk gumpalan) dengan perbandingan 65:35). Komposisi ini yang menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap oleh tubuh bayi. Disamping itu juga, ASI memiliki kandungan sebagai zat pelindung antara lain, yaitu: Laktobacilus bifidus yang berfungsi untuk menghambat dan melindungi usus bayi dari peradangan atau penyakit yang ditimbulkan oleh infeksi beberapa jenis bakteri merugikan, seperti bakteri E.coli. Laktoferin yang berfungsi untuk menghambat perkembangan jamur kandida dan bakteri stafilokokus yang merugikan kesehatan bayi. Lisozom bermanfaat untuk mengurangi karies dentis serta dapat memecah dinding bakteri yang merugikan. Serta Immunoglobulin A (Ig A) yang berfungsi sebagai antibodi yang dapat melumpuhkan bakteri patogen E.coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan. Suriviana mengatakan bahwa pada ibu post partum yang berusia (19-23 tahun) pada umumnya lebih banyak menghasilkan ASI dibandingkan dengan wanita yang berusia 30an. Banyak ASI yang dihasilkan oleh seorang ibu tidak tergantung pada besarnya payudara, tetapi terlebih pada gizi ibu hamil dan menyusui. Faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI juga adalah perawatan payudara. Perawatan payudara yang dilakukan dengan benar dan teratur akan melancarkan produksi ASI dan akan memudahkan sikecil dalam mengkonsumsi ASI serta dapat mengurangi resiko luka saat menyusui. Banyak ibu yang mengeluhkan bayinya tak mau menyusu, hal ini karena disebabkan oleh faktor teknis seperti puting susu yang masuk atau posisi yang salah. Keberhasilan ibu dalam melakukan perawatan payudara tidak hanya dipengaruhi atau tergantung pada petugas kesehatan. Hasil dari perawatan payudara adalah kelancaran ASI maka pengetahuan ibu terhadap perawatan payudara merupakan
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
keadaan yang perlu diperhatikan secara serius. Jika ibu tidak mengetahui manfaat perawatan payudara selama hamil dan setelah melahirkan maka dapat menimbulkan keraguan ibu dalam melakukan perawatan payudara . Perawatan payudara sangat penting dilakukan selama hamil sampai masa menyusui. Hal ini karena payudara merupakan satu-satunya penghasil ASI yang merupakan makanan pokok bayi yang baru lahir sehingga dilakukan sedini mungkin. Bila seorang ibu hamil tidak melakukan perawatan payudara selama masa kehamilan dan hanya melakukan perawatan payudara pada pasca persalinan maka akan menimbulkan beberapa permasalahanan seperti: ASI tidak keluar, air susu akan keluar setelah beberapa hari kemudian, puting susu tidak menonjol, produksi ASI sedikit dan tidak lancar, infeksi pada payudara, serta muncul benjolan pada payudara. Berkaitan dengan pemberian ASI, salah satu hal yang penting dilakukan dalam upaya persiapan pemberian ASI yaitu melakukan perawatan payudara yang dilakukan pada selama kehamilan trimester ketiga maupun setelah selesai masa persalinan. Selama kehamilan payudara akan membengkak dan daerah sekitar puting warnanya akan lebih gelap. Dengan adanya pembengkakan tersebut, payudara menjadi mudah teriritasi dan mudah luka. Oleh karena itu perlu dilakukan perawatan payudara selama hamil (Saryono, 2009). Akan tetapi pada kenyataannya banyak ibu hamil yang mengabaikan perawatan payudara. Hal ini dikarenakan ibu malas dan belum mengetahui manfaat dari perawatan payudara tersebut (Dedek, 2008) Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di klinik Tutun Sehati Tanjung Morawa pada tanggal 5-6 maret 2013, terdapat 10 orang ibu hamil trimester ketiga yang melakukan pemeriksaan ANC, yang mana 7 dari ibu hamil tersebut mengatakan tidak pernah melakukan perawatan payudara, dan tiga wanita lainnya mengatakan telah melakukan perawatan payudara, tetapi tidak rutin. Sedangkan pada ibu post partum yang sedang rawat inap di klinik tersebut ada 5 orang, dari kelima ibu post partum tersebut hanya 2 orang yang mengatakan sudah melakukan perawatan payudara. Dengan volume produksi ASI yang dihasilkan sebanyak 150cc. Dan ketiga ibu post partum lainnya tidak melakukan perawatan payudara. Dari uraian diatas , penulis tertarik untuk meneliti Hubungan Perawatan Payudara terhadap Produksi ASI pada Ibu Post Partum di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa tahun 2013. Dari uraian latar belakang diatas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah Hubungan Perawatan Payudara terhadap Produksi ASI pada Ibu Post Partum di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Tahun 2013”. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI pada ibu post partum di rumah bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa 2013.
27
Masnila
Hubungan Perawatan Payudara...
Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran perawatan payudara pada ibu post partum di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa. 2. Untuk mengetahui gambaran produksi ASI setelah dilakukaperawatan payudara pada ibu post partum di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa. 3. Untuk mengetahui hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa. Manfaat penelitian 1. Bagi Masyarakat/Ibu Dapat memberikan informasi/menambah pengetahuan ibu tentang perawatan payudara pada masa post partum. 2. Bagi peneliti Dengan diadakan penelitian secara tepat maka dapat diketahui hasil yang secara relevan sehingga dapat dijadikan masukan penelitian selanjutnya dan untuk menambah pengetahuan serta wawasan dalam perawatan payudara khususnya pada ibu post partum. 3. Bagi Ibu Untuk menambah pengetahuan ibu dalam perawatan payudara. 4. Bagi Rumah bersalin Sebagai masukan bagi RB Tutun Sehati untuk menatapkan sop perawatan payudara pada ibu post partum di RB Tutun Sehati dalam meningkatkan produktifitas ASI. Hipotesa Penelitian 1. Ho : Tidak ada hubungan perawatan terhadap produksi ASI pada partum. 2. Ha : Ada hubungan perawatan terhadap produksi ASI pada partum.
payudara ibu post payudara ibu post
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan metode pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung responden yang diteliti dengan instrumen penelitian checklist. Desain rancangan penelitian adalah cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mepelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoadmodjo, 2010). Penelitian dilaksanakan di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa dan waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan November 2012 sampai Juli 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil trimester ketiga yang melakukan perawatan payudara di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa tahun 2013, dengan jumlah populasi 20 orang.
28
Sampel merupakan bagian populasi atau bagian dari karakteristik yang dimiliki populasi (Alimul, 2007). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan berdasarkan petimbangan tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti sendiri. Kriteria inklusi sampel penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ibu hamil dengan usia kehamilan trimester ketiga 2. Bersedia menjadi responden. 3. Bersedia melakukan perawatan payudara. 4. Mampu berbahasa indonesia. 5. Sehat jasmani dan rohani. Jenis pengumpulan yang dipergunakan adalah data primer yang diperoleh secara langsung dari hasil pengamatan, subjek penelitian dilakukan pengamatan secara langsung. Setelah itu peneliti melakukan perawatan payudara dengan tiga tahapan: a. Tahap persiapan Meliputi persiapan penelitian, persiapan pasien sebagai subjek penelitian (tetap menjaga kenyamanan dan privasi klien) . b. Tahap Pelaksanaan Proses pengajaran dimulai dengan memberi salam dan perkenalan dari peneliti, melakukan pendekatan dengan responden supaya klien merasa nyaman dalam mengemukakan masalah, membina hubungan saling percaya, menjelasakan prosedur dan tujuan penelitia, mengajarkan perawatan payudara selama 5-20 menit dengan mengikuti panduan penelitian. c. Tahap Penutup Peneliti menevaluasi kembali tentang apa yang sudah diajarkan dan merangkum semua hasil diskusi dengan klien dan memberikan dukungan bahwa klien mampu melakukan perawatan payudara. Pengukuran Variabel 1. Perawatan payudara a. Dilakukan dengan baik, bila responden melakukan perawatan payudara 2x sehari, pada waktu mandi pagi dan sore hari. b. Tidak dilakukan dengan baik, bila responden hanya melakukan perawatan payudara sebanyak 1xsehari atau tidak tentu. 2. Produksi ASI a. Produksi ASI baik, bila: ASI ada pada hari (24),Lancar dengan jumlah ASI 150300ml/hari. b. Produksi ASI tidak baik, bila: produksi ASI pada ada pada hari (2-4),tetapi tidak lancar,dengan jumlah ASI 150ml/hari. Pengolahan Data a. Editing Yaitu dilakukan pengecekan kelengkapan pada yang telah terkumpul, bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam pengumpulan data, akan diperbaiki dengan memeriksanya dan dilakukan pendataan ulang.
Jurnal Ilmiah PANNMED
b.
c.
d.
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
Coding Yaitu pemberian kode atau tanda pada setiap data yang telah terkumpul untuk mempermudah memasukkan ke dalam tabel. Entry Data Data yang telah diedit akan dimasukkan ke mdalam komputer untuk diolah dengan bantuan komputer. Tabulating Yaitu untuk mempermudah analisa data, pengolahan data serta pengambilan kesimpulan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Analisa Data Analisa data yaitu pengukuran terhadap masing-masing variabel kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sehingga dicari besarnya persentasi untuk masing-masing hasil pengamatan dengan menggunakan uji hipotesis Chi Square dan data disajikan dalam bentuk tabel. HASIL PENELITIAN Gambaran Lokasi Penelitian Adapun tempat penelitian di Rumah bersalin Tutun Sehati yang berada di Jl.Medan-Tanjung Morawa.KM 17.Gg.Serasi. Klinik Tutun Sehati berdiri sejak tahun 1994, dengan nomor surat izin berdiri: 1049/440/RB/DS/2010. Luas Rumah bersalin Tutun Sehati Berkisar 520m2 dengan fasilitas 3 kamar rawat inap,1 klinik gigi, 1 kamar bangsal, 1 ruang PK,1 Ruang IGD,1 ruang tempat pendaftaran pasien jampersal. Klinik Tutun sehati melayani pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan USG, imunisasi, KB, dan pemeriksaan gigi. Dengan ketenagakerjaan 1 dokter obgyn, 1 dokter umum, 7 bidan sebagai pegawai tetap. Kunjungan pasien yang bersalin di bulan Januari sampai dengan Juni 2013 sebanyak 155 orang dan yang dirujuk ke rumah sakit Grand Medistra sebanyak 56 orang, pasien umum/berobat jalan sekitar 200 orang dan yang imunisasi mulai bulan januari - Juni 2013 sebanyak 493 balita. Klinik bersalin yang sering dijadikan sebagai sarana pendidikan bagian mahasiswa/mahasiswi. Adapun jumlah ibu yang melakukan pemeriksaan ANC trimester ketiga mulai dari April – Juni 2013 adalah sebanyak 85 orang. Tabel 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan perawatan payudara yang dilakukan di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa 2013 Perawatan Payudara
F
%
Perawatan payudara dilakukan dengan baik
14
70
Perawatan payudara tidak dilakukan dengan baik Total
6 20
30 100
Dari tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden melaksanakan perawatan payudara dengan baik sebanyak 14 orang (70%). Tabel 2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan produksi ASI setelah dilakukan perawatan payudara di Rumah bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa 2013 Produksi ASI
F
%
Baik
11
55
Tidak Baik Total
9 20
45 100
Dari tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden yang menghasilkan produksi ASI yang baik sebanyak 11 orang (55%). Tabel 3 Distribusi frekuensi hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa 2013 Produksi ASI Baik Jumlah % Perawatan Tidak Baik p.value Payudara F % F % Dilakukan dengan baik 11 55 3 15 14 70 Dilakukan dengan tidak baik 0 0 6 0,01 30 6 30 Jumlah 11 55 9 45 20 100 Dari tabel 3 hasil penyilangan perawatan payudara dengan produksi ASI diatas dapat disimpulkan bahwa responden yang dilakukan perawatan payudara dengan baik menghasilkan produksi ASI yang baik sebanyak 11 orang (55%), dan tidak mendapatkan produksi ASI yang baik sebanyak 3 orang (15%). Sedangkan responden yang tidak dilakukan perawatan payudara dengan baik tidak mendapatkan produksi ASI yang baik sebanyak 6 orang (30%) dan yang mendapatkan produksi ASI yang baik tidak ada. Melihat hasil penyilangan dua variabel antara perawatan payudara dengan produksi tersebut ASI bahwa ada hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI yaitu sebanyak 11 orang (55%). Dari hasil analisis chi square didapatkan nilai p value sebesar 0,01 <α=0,05 yang berarti ada hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI.
29
Masnila
Hubungan Perawatan Payudara...
PEMBAHASAN 1.
2.
30
Perawatan Payudara Berdasarkan tabel 1 dari 20 responden yang dilakukan perawatan payudara, terdapat 14 (70%) orang yang dilakukan perawatan payudara dengan baik dan 6 (30%) yang dilakukan perawatan payudara dengan tidak baik. Yang mana jika dikatakan perawatan payudara dilakukan dengan baik apabila perawatan payudara tersebut dilakukan pada trimester ketiga, dilakukan 2x sehari pada saat mandi pagi dan sore. Dan perawatan payudara yang dilakukan dengan tidak baik yaitu jika perawatan payudara hanya dilakukan 1x sehari, tidak tentu dan hanya dilakukan pada masa pasca persalinan saja. Hal ini sesuai dengan teori Kristiyanasari W (2010), bahwa jika perawatan payudara rutin dilakukan 2x sehari selama usia kehamilan trimester ketiga dan setelah pasca persalinan maka akan membantu memperlancar pengeluaran ASI, menjaga kebersihan payudara, melenturkan dan menguatkan puting susu. Dan apabila seorang ibu Hamil tidak melakukan perawatan payudara selama masa hamilnya dan perawatan payudara tersebut hanya dilakukan pada masa pasca persalinan saja ,maka akan dapat menimbulkan berbagai permasalahan seperti: ASI tidak keluar, asi keluar setelah beberapa hari kemudian, produksi ASI sedikit dan tidak lancar,sehingga tidak cukup untuk dikonsumsi bayi, serta infeksi. Produksi ASI Berdasarkan pada tabel 2 dari 20 orang yang melakukan perawatan payudara dengan baik ada sebanyak 14 orang (70%) setelah dilakukan perawatan payudara yang baik yang menghasilkan produksi ASI yang baik ada 11 orang (55%) dengan jumlah prosuksi ASI yang dihasilkan yaitu sebanyak 6-12,5cc/jam. Cara pengukuran ASI yang dilakukan adalah yaitu dengan cara menanyakan kepada ibu sudah berapa lama tidak menyusui kemudian dilakukan penyedotan ASI lalu jumlah produksi ASInya dihitung lalu dibagi 24. Produksi ASI adalah proses terjadinya pengeluaran air susu dimulai atau dirangsang oleh isapan mulut bayi padang puting susu ibu. Menyusui yang terbaik bagi ASI mudah dicerna dan memberikan gizi dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan bayi. Air susu ibu membantu melindungi bayi dari berbagai penyakit dan infeksi,membantu mencegah alergi makanan. Produksi air susu tidak bergantung pada ukuran payudara,tidak ada hubungannya dengan volume air susu yang di produksi. Meskipun payudara yang sangat kecil, terutama yang ukurannya tidak berubah selama masa kehamilan hanya memrlukan sejumlah kecil ASI. Pengeluaran ASI apabila bayi disusui maka gerakan menghisapm yang berirama akan menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat
pada glandula pituitaria posterior, sehingga keluar hormon oksitosin. 3.
Hubungan Perawatan payudara terhadap produksi ASI Berdasarkan tabel 3 distribusi frekuensi hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI, ditemukan hasil bahwa setelah dilakukan perawatan payudara dengan baik sebanyak 14 orang (70%) terdapat 11 orang (55%) menghasilkan produksi ASI yang baik dan 3 orang (15%) tidak menghasilkan produksi ASI yang baik. Sedangkan pada perawatan payudara yang dilakukan tidak baik terhadap 6 orang(30%) tidak menghasilkan produksi ASI yang baik. Perawatan payudara memang berhubungan terhadap produksi ASI, Namun ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan produksi ASI menurut kristiyanasari 2010, yaitu: Makanan, produksi ASI dapat juga mempengaruhi produksi ASI, apabila makanan ibu secara teratur dan cukup mengandung gizi yang diperlukan akan mempengaruhi produksi ASI, hal ini disebabkan karena kelenjar ASI yang tidak bisa bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup dan ketenangan jiwa. Sedangkan menurut Proverawati A (2010) faktorfaktor yang mempengaruhi produksi ASI adalah seperti: Frekuensi penyusuan, berat badan lahir, umur kehamilan, stress, konsumsi rokok, konsumsi alkohol, serta penggunaan pil kontrasepsi. Berkaitan dengan pemberian ASI, salah satu hal yang penting dilakukan dalam upaya persiapan pemberian ASI yaitu melakukan perawatan payudara yang dilakukan pada selama kehamilan trimester ketiga maupun setelah selesai masa persalinan. Selama kehamilan payudara akan membengkak dan daerah sekitar puting warnanya akan lebih gelap. Dengan adanya pembengkakan tersebut, payudara menjadi mudah teriritasi dan mudah luka. Oleh karena itu perlu dilakukan perawatan payudara selama hamil (Saryono, 2009). Akan tetapi pada kenyataannya banyak ibu hamil yang mengabaikan perawatan payudara. Hal ini dikarenakan ibu malas dan belum mengetahui manfaat dari perawatan payudara tersebut (Dedek, 2008).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Dari 20 responden yang sudah melakukan perawatan payudara dengan baik ada 14 orang (70%). 2. Dari 20 responden yang memilki produksi ASI yang baik ada 11 orang (55%). 3. Berdasarkan analisa data statistik dengan uji chi square didapatkan nilai p value 0,001 yang berarti ada hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI.
Jurnal Ilmiah PANNMED
Saran 1. Kepada pimpinan RB Tutun Sehati Tanjung Morawa agar lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas dari penyuluhan tentang perawatan payudara kepada ibu hami, agar ibu hamil lebih memahaminya dan melakukannya. 2. Kepada petugas di RB Tutun Sehati Tanjung Morawa agar melaksanakan perawatan payudara mulai dari kehamilan trimester ketiga hingga masa nifas dan memberikan penyuluhan dan penjelasan yang maksimal tentang perawatan payudara sehingga ibu-ibu tahu bagaimana merawat payudara yang baik dan benar demi menjaga kelancaran ASI. 3. Kepada ibu-ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan serta ibu-ibu post partum untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang perawatan payudara dengan rutin serta rajin bertanya khususnya dalam masalah perawatan payudara.
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
Anggraini, Y, 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas: Jakarta Pustaka: Rihama. Deswani, K, 2010. Panduan Praktik Klinik dan Laboratorium Keperawatan Maternitas. Jakarta Salemba: Medika. Kristiyanasari, W, 2009. ASI, Menyusui & Sadari. Yogyakarta: Nuha Medika. Marimbi, H, 2010. Tumbuh Kembang, Status gizi, dan Imunisasi dasar Pada Balita. Yogyakarta: Nuha Medika. Maryunani, A, 2012. Inisiasi Menyusui Dini, ASI eksklusif, dan Manajemen Laktasi. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media. Notoatmodjo, S, 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Proverawati, A, 2012. Kapita Selekta ASI dan Menyusui. Yogyakarta: Nuha Medika. Saryono, 2009. Perawatan Payudara. Yogyakarta: Nuha Medika. Yuliarti, N, 2010. Keajaiban ASI. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
DAFTAR PUSTAKA Alimul, A, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta Selatan: Salemba Medika.
31
EFEKTIVITAS KUMUR DENGAN SEDUHAN TEH HIJAU DAN LARUTAN LISTERINE TERHADAP OHI-S PADA SISWA/I KELAS VIII BSMP SWASTA CERDAS BANGSA JL. TITI KUNING NAMORAMBE LINK. VISIDOREJO DELITUA TAHUN 2014
Rosdiana T. Simaremare, Hasny, Yetti Lusiani Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan
Abstrak Obat kumur saat ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk membantu kita dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Teh hijau dapat membantu meningkatkan kesehatan jaringan pendukung gigi dan membantu mencegah terjadinya debris dan karies gigi. Selain itu, teh hijau terdapat kandungan Katekin (Cateckin) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen yang dapat merusak jaringan gigi ( Ajisaka, 2012). Menurut American Dental Assosiation (ADA) pada tahun 2003, listerine adalah obat yang aman karena efektif untuk mencegah radang gusi dan menghilangkan plak gigi serta efektif membunuh bakteri di mulut sebagai antiseptik. Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah Pre Experimental dengan rancangan One Shot Case Study untuk membandingkan pengaruh berkumur antara seduhan teh hijau dan larutan listerine terhadap OHI-S pada siswa/i Kelas VIII B SMP Swasta Cerdas Bangsa JL. Titi Kuning Namorambe Link. VI Sidorejo Delitua Tahun 2014. Berkumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine efektif dalam menurunkan OHI-S, hal ini dapat dilihat dari hasil persentase setelah berkumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine. Setelah berkumur dengan seduhan teh hijau terdapat 13 siswa/i yang mempunyai kategori OHI-S baik (65%), 7 siswa/i yang mempunyai kategori sedang (35%), dan kategori OHI-S buruk tidak ada. Sedangkan persentase setelah berkumur dengan larutan listerine terdapat 18 siswa/i yang mempunyai kategori OHI-S baik (90%), 2 siswa/i yang mempunyai kategori OHI-S sedang (10%), dan kategori OHI-S buruk tidak ada. Maka dapat disimpulkan berkumur dengan menggunakan larutan listerine lebih efektif dbandingkan dengan seduhan teh hijau. Karena larutan listerine lebih efisien dalam penggunaannya tanpa harus membutuhkan waktu yang lama. Kata kunci : Teh Hijau, Listerine PENDAHULUAN Menurut WHO, sehat adalah suatu keadaan sejahtera, sempurna fisik, mental, dan sosial serta tidak hanya terbatas pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja. Adapun menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, sehat adalah suatu keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Bastiansyah, 2008). Kesehatan gigi adalah bagian integral dari kesehatan umum, sehingga perlu bagi kesehatan gigi untuk senantiasa meningkatkan kemampuan sesuai dengan perkembangan kesehatan pada umumnya. Dalam pembangunan kesehatan pemerintah tentunya membutuhkan orang-orang yang dapat memberikan penjelasan mengenai kesehatan gigi kepada masyarakat tentang arti atau cara hidup sehat menurut aturan aturan yang ada dalam bidang kesehatan, terutama kesehatan gigi, contoh dari aturan-aturan tersebut misalnya: cara menggosok gigi yang benar dan efisien, cara pengobatan sederhana, cara penyediaan makanan 32
bergizi seimbang dan bermanfaat bagi kesehatan gigi dan mulut. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga 2004 menyebutkan 39% penduduk Indonesia menderita penyakit gigi dan mulut. Angka tersebut bukan merupakan angka yang dapat diabaikan, karena telah terbukti bahwa penyakit gigi dan mulut dapat secara signifikan mempengaruhi produktivitas masyarakat. Karena itu, perlu dilakukan suatu kampanye yang terus menerus untuk menurunkan angka penderita penyakit gigi dan mulut. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi penduduk yang mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut adalah 23% dan 1,6% penduduk telah kehilangan seluruh gigi aslinya. Dari jumlah yang menerima perawatan, data pengobatan dari tenaga kesehatan adalah 29,6%. Kesehatan gigi dapat mendukung percepatan tujuan Millennium Development Goals ( MDGS ) pada tahun 2015 dengan melakukan upaya UKGM. UKGM adalah suatu usaha kesehatan gigi dan mulut yang dibentuk di masyarakat untuk menunjang derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal.
Jurnal Ilmiah PANNMED
Plak adalah suatu lapisan lengket yang merupakan kumpulan dari bakteri. Plak ini akan mengubah karbohidrat atau gula yang berasal dari makanan menjadi asam cukup kuat yang cukup merusak gigi (Rahmadhan, 2010). Plak merupakan salah satu faktor terbentuknya debris dan kalkulus. Debris adalah endapan berwarna putih di sekitar gigi, terdiri dari sisa-sisa makanan dan jaringan mati akibat peradangan. Debris yang tidak dibersihkan dapat berubah menjadi karang gigi. Karang gigi ialah suatu endapan keras yang menempel di permukaan gigi berwarna mulai dari kuning sampai cokelat kehitamhitaman, permukaan kasar, plak yang tidak dibersihkan dan dari endapan bahan-bahan kasar, air ludah, dan serum darah serta sisa makanan. Obat kumur saat ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk membantu kita dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Salah satunya dengan cara berkumur-kumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine. Teh hijau dapat membantu meningkatkan kesehatan jaringan pendukung gigi dan membantu mencegah terjadinya debris dan karies gigi. Dalam Jurnal Of Periodontology, tim peneliti dari Kyushu University di Fukuoka Jepang telah berhasil menganalisis dan mengevaluasi secara komprehensif 940 pasien pria yang berusia antara 49-59 tahun. Keseluruhan pasien setidaknya masih memiliki 20 gigi dan memiliki penyakit gigi yang lazim ditemukan pada usia tersebut seperti radang gusi dan kerusakan jaringan gigi. Selain itu pada teh hijau terdapat kandungan Katekin (Cateckin) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen yang dapat merusak jaringan gigi ( Ajisaka, 2012). Penggunaan listerine sebagai larutan kumur untuk pembersih mulut saat ini banyak digunakan oleh masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa produk yang menggunakan alkohol seperti Listerine mungkin efektif untuk mencegah kondisi seperti radang gusi, mereka tidak membunuh bakteri di mulut. Bau mulut merupakan hasil senyawa sulfur yang dilepaskan oleh bakteri. Seseorang dengan gigi berlubang atau gusi bengkak memiliki lebih banyak bakteri yang berkembang biak di mulut. Penelitian telah menunjukkan bahwa obat kumur yang memiliki bahan aktif klorin dioksida dan zink efektif menetralisir bau mulut. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin mengetahui bagaimana Efektivitas kumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine terhadap OHI-S pada siswa/i kelas VIII B SMP Swasta Cerdas Bangsa JL. Titi Kuning Namorambe Link. VI Sidorejo Delitua Tahun 2014 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektivitas kumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine terhadap OHI-S pada siswa/i kelas VIII B SMP Swasta Cerdas Bangsa JL. Titi Kuning Namorambe Link. VI Sidorejo Delitua Tahun 2014. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi siswa/i SMP Swasta Cerdas Bangsa.
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi pihak sekolah dalam merencanakan upaya meningkatkan kesehatan gigi pada siswa/i SMP Swasta Cerdas Bangsa. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain dan sebagai bahan referensi di perpustakaan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Medan Jurusan Keperawatan Gigi Medan. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah Pre Experimental dengan rancangan One Shot Case Study untuk membandingkan pengaruh berkumur antara seduhan teh hijau dan larutan listerine terhadap OHI-S pada siswa/i Kelas VIII B SMP Swasta Cerdas Bangsa JL. Titi Kuning Namorambe Link. VI Sidorejo Delitua Tahun 2014. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Data yang dikumpulkan adalah hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa/i SMP Swasta Cerdas Bangsa. Pengumpulan data dilakukan dengan pemerikasaan langsung ke mulut siswa/i yang menjadi sampel. Setelah seluruh data terkumpul , membuat analisa data dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi untuk masing-masing kelompok sampel. Kemudian dilakukan pengolahan data secara deskriptif. Tabel A.1 Distribusi Frekuensi OHI-S Rata-Rata Sebelum dan Sesudah Berkumur Dengan Seduhan Teh Hijau Pada Siswa/I SMP Swasta Cerdas Bangsa No. Kriteria OHI-S
OHI-S Sebelum OHI-S Sesudah Berkumur Berkumur Jumlah Jumlah OHI-S Jumlah Jumlah OHI-S Siswa OHI-S Rata-Rata Siswa OHI-S RataRata 1. Baik 5 3,81 0,76 13 11,69 0,89 2. Sedang 9 17,95 1,99 7 12,37 1,76 3. Buruk
6
19,06
3,17
0
0
0
Jumlah
20
40,82
5,92
20
24,06
2,65
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari seluruh siswa/i mempunyai kriteria OHI-S buruk dengan OHI-S rata-rata 5,92 sebelum berkumur seduhan teh hijau, namun setelah berkumur dengan seduhan teh hijau ditemukan 13 siswa/i dengan rata-rata 0,89 yang memiliki OHI-S kategori baik, 7 siswa/i dengan rata-rata 1,76 memiliki OHI-S kategori sedang, sedangkan siswa/i yang memiliki kriteria buruk tidak ada. Maka rata-rata OHI-S adalah sebesar 2,65 yang berarti dalam kategori sedang.
33
Rosdiana T. Simaremare, dkk.
Efektivitas Kumur dengan Seduhan...
Tabel A.2 Distribusi Frekuensi OHI-S Rata-Rata Sebelum dan Sesudah Berkumur Dengan Larutan Listerine Pada Siswa/I SMP Swasta Cerdas Bangsa No. Kriteria OHI-S
OHI-S Sebelum OHI-S Sesudah Berkumur Berkumur Jumlah Jumlah OHI-S Jumlah Jumlah OHI-S Siswa OHI-S Rata-Rata Siswa OHI-S RataRata 1. Baik 9 5,88 0,65 18 7,16 0,39 2. Sedang 10 19,42 1,94 2 3,56 1,78 3. Buruk 1 3,6 3,6 0 0 0 Jumlah 20 28,9 6,19 20 24,06 2,17
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari seluruh siswa/i mempunyai kriteria OHI-S buruk dengan OHI-S rata-rata 6,19 sebelum berkumur larutan listerine, namun setelah berkumur dengan larutan listerine ditemukan 18 siswa/i dengan rata-rata 0,39 yang memiliki OHI-S kategori baik, 2 siswa/i dengan rata-rata 1,78 memiliki OHI-S kategori sedang, sedangkan siswa/i yang memiliki kriteria buruk tidak ada. Maka rata-rata OHI-S adalah sebesar 2,17 yang berarti dalam kategori sedang. Tabel A.3 Distribusi Frekuensi OHI-S Rata-Rata Sebelum dan Sesudah Berkumur Dengan Seduhan Teh Hijau Pada Siswa/I SMP Swasta Cerdas Bangsa No.
Kriteria Sebelum Berkumur Sesudah Berkumur OHI-S Jumlah Siswa % Jumlah % Siswa 1. Baik 5 25 13 65 2. Sedang 9 45 7 35 3. Buruk 6 30 0 0 Jumlah 20 100 20 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebelum berkumur dengan seduhan teh hijau 5 siswa/i (25%) mempunyai kriteria baik, 9 siswa/i (45%) mempunyai kriteria sedang, dan 6 siswa/i (30%) mempunyai kriteria buruk, dan setelah berkumur dengan seduhan teh hijau terdapat 13 siswa/i (65%) memiliki OHI-S dengan kriteria baik, 7 siswa/i (35%) memiliki OHI-S dengan kriteria sedang, dan tidak ditemukan siswa/i (0%) yang memiliki OHI-S dengan kriteria buruk. Tabel A.4 Distribusi Frekuensi OHI-S Rata-Rata Sebelum dan Sesudah Berkumur DenganLarutan Listerine Pada Siswa/I SMP Swasta Cerdas Bangsa No.
Kriteria Sebelum Berkumur Sesudah Berkumur OHI-S Jumlah Siswa % Jumlah % Siswa 1. Baik 9 45 18 90 2. Sedang 3. Buruk Jumlah
10 1 20
50 5 100
2 0 20
10 0 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebelum berkumur dengan larutan listerine 9 siswa/i (45%) mempunyai kriteria baik, 10 siswa/i (50%) mempunyai 34
kriteria sedang, dan 1 siswa/i (5%) mempunyai kriteria buruk, dan setelah berkumur dengan larutan listerine terdapat 18 siswa/i (90%) memiliki OHI-S dengan kriteria baik, 2 siswa/i (10%) memiliki OHI-S dengan kriteria sedang, dan tidak ditemukan siswa/i (0%) yang memiliki OHI-S dengan kriteria buruk. Pembahasan Seperti yang diketahui, menurut Ajisaka (2012), teh hijau dapat membantu mengurangi kerusakan gigi. Teh hijau mengandung fluoride yang diperlukan untuk menjaga kesehatan gigi tetap kuat dan sehat. Teh hijau juga mengandung Katekin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen yang dapat merusak jaringan gigi. Menurut American Dental Assosiation (ADA) pada tahun 2003, listerine adalah obat yang aman karena efektif untuk mencegah radang gusi dan menghilangkan plak gigi serta efektif membunuh bakteri di mulut sebagai antiseptik. Dari hasil penelitian yang telah didapat, maka diketahui dari 20 siswa/i memiliki OHI-S buruk dengan OHI-S rata-rata 5,92 sebelum berkumur seduhan teh hijau, setelah berkumur dengan seduhan teh hijau ditemukan 13 siswa/i dengan rata-rata 0,89 yang memiliki OHI-S kategori baik, 7 siswa/i dengan rata-rata 1,76 memiliki OHI-S kategori sedang, dan 0 siswa/i yang memiliki kriteria buruk tidak ada. Rata-rata OHI-S setelah berkumur seduhan teh hijau adalah sebesar 2,65 yang berarti dalam kategori sedang. Dengan demikian dapat diketahui bahwa seduhan teh hijau dapat membantu menurunkan OHI-S karena kandungan katekin efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri di mulut. Sedangkan dari 20 siswa/i sebelum berkumur dengan larutan listerine diketahui bahwa mempunyai kriteria OHIS buruk dengan OHI-S rata-rata 6,19. Namun, setelah berkumur dengan larutan listerine ditemukan 18 siswa/i dengan rata-rata 0,39 yang memiliki OHI-S kategori baik, 2 siswa/i dengan rata-rata 1,78 memiliki OHI-S kategori sedang, dan 0 siswa/i yang memiliki kriteria buruk tidak ada. Rata-rata OHI-S setelah berkumur larutan listerine adalah sebesar 2,17 yang berarti dalam kategori sedang. Dengan demikian dapat diketahui bahwa larutan listerine efektif untuk mencegah radang gusi dan menghilangkan plak gigi serta efektif membunuh bakteri di mulut sebagai antiseptik. Dengan hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa larutan apa saja dapat digunakan untuk menurunkan angka OHI-S. Hal ini berarti faktor lain yang juga harus diperhatikan yang dapat mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut atau OHI-S adalah lamanya waktu berkumur, cara berkumur, serta banyaknya jumlah larutan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti maka didapatkan kesimpulan bahwa : 1. Kriteria OHI-S sesudah berkumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine yaitu 2,65 dan 2,17 yang berarti dalam kategori sedang.
Jurnal Ilmiah PANNMED
2. Berkumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine efektif dalam menurunkan OHI-S, hal ini dapat dilihat dari hasil persentase setelah berkumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine. Setelah berkumur dengan seduhan teh hijau terdapat 13 siswa/i yang mempunyai kategori OHI-S baik (65%), 7 siswa/i yang mempunyai kategori sedang (35%), dan kategori OHI-S buruk tidak ada (0%). Sedangkan persentase setelah berkumur dengan larutan listerine terdapat 18 siswa/i yang mempunyai kategori OHI-S baik (90%), 2 siswa/i yang mempunyai kategori OHI-S sedang (10%), dan kategori OHI-S buruk tidak ada (0%). 3. Ada perbedaan antara berkumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine terhadap penurunan OHI-S sebesar 0,48. Saran 1. Diharapkan kepada pihak sekolah agar lebih memperhatikan kebersihan gigi dan mulut siswa/i SMP Swasta Cerdas Bangsa. 2. Diharapkan kepada siswa/i SMP Swasta Cerdas Bangsa supaya berkumur agar dapat meningkatkan kebersihan gigi dan mulut, seperti berkumur dengan seduhan teh hijau atau larutan listerine, terutama
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
setelah makan siang yang tidak memungkinkan bagi anak sekolah untuk menyikat gigi. DAFTAR PUSTAKA Ajisaka, 2012. Teh KhasiatnyaDasyat, Stomata. Surabaya. Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian, Rineka Cipta. Jakarta. Boedihardjo, 1985. Pemeliharaan Kesehatan Gigi Keluarga, Airlangga University Press. Surabaya. Bastiansyah E., 2008. Panduan Lengkap: Membaca Hasil Tes Kesehatan, Penebar Plus. Jakarta. Herijulianti, E., Tati S. Indriani., Sri A., 2002. Pendidikan Kesehatan Gigi, EGC. Jakarta. Kristin Ningrum, E. dan Mey Murti, 2012. Dasyatnya Khasiat Herbal untuk Hidup Sehat, Dunia Sehat. Jakarta. Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta. Jakarta. Putri H., Eliza H., dan Neneng N, 2010. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras Dan Jaringan Pendukung Gigi, EGC. Jakarta. Rahmadhan, A. G., 2010. Serba Serbi Kesehatan Gigi dan Mulut, Bukune.Jakarta. Zaluchu, 2011. Praktis Penelitian Kesehatan, Perdana Publishing. Medan..
35
EFEKTIFITAS MENYIKAT GIGI MENGGUNAKAN SIWAK DALAM MENURUNKAN INDEKS PLAK PADA SISWA MTs SWASTA ALWASLIYAH DESA LAMA KECAMATAN PANCUR BATU DELI SERDANG TAHUN 2014
Adriana Hamsar, Cut Aja Nuraskin, Manta Rosma Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan
Abstrak Siwak berbentuk batang yang diambil dari akar dan ranting tanaman arak (salvadora persica) yang berdiameter mulai dari 0,1 cm sampai 5 cm. Pohon arak adalah pohon yang kecil seperti belukar dengan batang yang bercabang-cabang, berdiameter lebih dari 1 kaki, jika kulitnya dikelupas berwarna agak keputihan dan memilki jutaan serat, yang berguna membersihkan gigi. Jenis penelitian adalah eksperimen semu (quasi eksperiment) dengan rancangan pre-test dan post-test only group design. Penelitian ini dilakukan pada Siswa/i MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Deli Serdang dengan jumlah populasi 214 orang dengan pengambilan sampel dilakukan secara acak yaitu berjumlah 40 orang. Hasil yang didapat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa menyikat gigi dengan siwak lebih efektif dalam menurunkan Indeks plak dibandingkan dengan sikat gigi biasa. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan penurunan plak indeks, penggunaan siwak penurunannya sebesar 1.39. sedangkan sikat gigi penurunan plak indeksnya sebesar 1.31. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada perbedaan menyikat gigi dengan siwak dan sikat gigi terhadap penurunan indeks plak. Menyikat gigi dengan siwak lebih efektif dari pada sikat gigi. Hal ini menunjukkan bahan tradisional dapat digunakan untuk membersihkan gigi dan mulut. Kata kunci : Siwak, sikat gigi, Indeks Plak
PENDAHULUAN Dalam UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Pasal 10 dinyatakan bahwa: ”Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan pencegahan, pengobatan dan pemulihan yang dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan”. Masa anak sekolah merupakan masa untuk meletakkan landasan yang kokoh bagi terwujudnya manusia yang berkualitas dan kesehatan merupakan faktor penting yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan siswa di sekolah, kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu bagian dari kesehatan umum yang mempunyai peran penting dalam fungsi pengunyahan dan kecantikan. Siwak atau Miswak merupakan bagian dari batang akar atau ranting tumbuhan salvadora persica yang kebanyakan tumbuh di daerah Timur Tengah Asia dan Afrika. Siwak berbentuk batang yang diambil dari akar dan ranting tanaman arak (salvadora persica) yang berdiameter mulai dari 0,1 cm sampai 5 cm. Pohon arak adalah pohon yang kecil seperti belukar dengan batang yang bercabang-cabang, berdiameter lebih dari 1 kaki, jika kulitnya dikelupas berwana agak keputihan dan memilki banyak jutaan serat. Akarnya berwarna cokelat dan bagian dalamnya berwarna putih.
36
Aromanya seperti seledri dan rasanya agak pedas. (Bastomi Ali. 2011). Sikat gigi adalah alat untuk membersihkan gigi yang berbentuk sikat kecil dengan pegangan. Pasta gigi biasanya ditambah kesikat gigi sebelum menggosok gigi. Sikat gigi banyak jenisnya, dari yang bulunya halus sampai kasar, bentuknya kecil sampai besar dan berbagai desain pegangan. Kebanyakan dokter gigi menganjurkan penggunaan sikat gigi yang lembut meskipun sikat gigi berbulu lembut kurang efektif membersihkan sela-sela gigi.Sikat gigi berbulu keras dapat merusak lapisan enamel dan melukai gusi. (Wikipedia.2007). Menurut para dokter gigi menyikat gigi dilakukan minimal dua kali sehari yaitu pagi sesudah makan malam sebelum tidur. Menyikat gigi juga dianjurkan menggunakan pasta gigi yang membantu membersihkan gigi lebih bersih dan wangi. Akibat dari jarangnya menyikat gigi adalah timbulnya plak gigi yang diakibatkan dari penumpukan kotoran di gigi. Plak gigi juga dapat menyebabkan gigi berlubang yang jika dibiarkan bisa membuat gigi ngilu dan bau napas yang tidak sedap. Survei awal telah dilakukan pemeriksaan terhadap indeks plak di MTs Al-Wasliyah pada siswa/i kelas II menunjukkan bahwa kriteria plak siswa/i tersebut rata-rata dikategorikan buruk. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut rata-rata adalah kurangnya pengetahuan
Jurnal Ilmiah PANNMED
siswa/i MTs Al-Wasliyah Pancur Batu tentang kebersihan gigi dan mulut. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan siwak dan sikat gigi dalam menurunkan indeks plak pada siswa MTs Alwasliyah Pancur Batu Medan Tahun 2014. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui Indeks Plak rata-rata sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan siwak pada MTs Alwasliyah Pancur Batu Medan Tahun 2014. 2. Untuk mengetahui Indeks Plak rata-rata sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan sikat gigi pada MTs Alwasliyah Pancur Batu Medan Tahun 2014. 3.
Untuk mengetahui persentase kriteria indeks plak pada MTs Alwasliyah .
Manfaat Penelitian 1. Hasil Penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi MTs Alwasliyah Pancur Batu Medan Tahun 2014 tentang Siwak dan sikat gigi 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian lain. Hipotesis 1. Hipotessi Nol (Ho) Tidak ada perbedaan menyikat gigi dengan sikat gigi dan siwak terhadap penurunan indeks plak. 2. Hipotesis Alternatif (Ha) Ada perbedaan menyikat gigi dengan sikat gigi dan siwak terhadap penurunan indeks plak METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment) dengan rancangan pre-test dan post-test only group design untuk melihat keefektifan menyikat gigi dengan sikat gigi dan siwak pada Siswa/i MTs Al- Wasliyaah Pancur Batu Medan, sehingga dapat ditulis dengan rumus:
Keterangan : R = Randomization O1 = Observasi 1 perlakuan mengukur indeks plak sebelum menggunakan siwak O2 = Observasi 1 perlakuan mengukur indeks plak sesudah menggunakan siwak O3 = Observasi 1 perlakuan mengukur indeks plak sebelum menggunakan sikat gigi
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
O4 X1 X2
= Observasi 1 perlakuan mengukur indeks plak sesudah menggunakan sikat gigi = perlakuan menggunakan siwak = perlakuan menggunakan sikat gigi
Populasi dan sampel Populasi Populasi adalah keseluruhan Siswa/i Kelas II MTs Al-Wasliyah Pancur batu Desa Lama Kecamatan Pancur batu Medan 214 Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah yang berjumlah 40 orang, dibagi menjadi 2 kelompok, masingmasing kelompok terdiri dari 20 orang. Kelompok pertama menggunakan siwak, dan kelompok kedua menggunakan sikat gigi biasa. Jenis dan cara Pengumpulan Data Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan melakukan pemeriksaan langsung pada Siswa/i Kelas II MTs. AlWasliyah Pancur batu Desa Lama Kecamatan Pancur batu. Data primer adalah data yang diambil langsung peneliti dari pemeriksaan langsung ke mulut siswa/i yang menjadi sampel dengan mencatat hasil pemeriksaan plak siswa/i. Sedangkan data skunder adalah data yang diperoleh dari pihak sekolah tentang data jumlah siswa/i Kelas II MTs. Al-Wasliyah Pancur Batu Desa Lama Kecamatan Pancur batu. Analisa Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kuantitatif data yang telah dikumpulkan dan dianalisis secara analitik kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan tabel silang 2x3. Analisa data menggunakan Uji Mann-whitney untuk dapat menyimpulkan adanya hubungan 3 (tiga) variabel (independent, dependent dan confounding) bermakna atau tidak untuk mengetahui pengaruh menyikat gigi dengan siwak dan sikat gigi terhadap indeks plak. Hasil Penelitian Data yang dikumpulkan adalah hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa/i kelas II MTs Alwasliayah Pancur Batu Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan pemeriksaan langsung kemulut siswa/i yang menjadi sampel. Setelah seluruh data terkumpul, membuat analisa data dengan membuat tabel distribusi frekuensi untuk masing-masing. Kemudian dilakukan pengolahan data secara statistik yaitu menggunakan uji Man-Whitney. Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Siswa-Siswi Kelas II MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Medan Jenis Kelamin Jumlah Persentase Laki-laki 17 42.5 Perempuan 23 57.5 Total 40 100
37
Adriana Hamsar, dkk.
Efektivitas Menyikat Gigi...
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Rata-Rata Plak Indeks Pada Siswa-Siswi Kelas II MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Medan Rata-rata Plak Indakes Jenis Penggunaan Sebelum Sesudah Siwak 1.90 0.51 Sikat Gigi 1.95 0.64 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Persentase Kriteria Plak Indeks Sebelum dan Sesudah Menggunakan Siwak Pada Siswa-Siswi MTs Al Wasliyah Pancur Batu Medan Sesudah Menyikat Sebelum Menyikat Kriteria Gigi Dengan Gigi Dengan Siwak Plak Siwak Indeks N % N % Baik 3 15 17 85 Sedang 6 30 3 15 Buruk 11 55 0 0 Jumlah 20 100 20 100 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Persentase Kriteria Plak Indeks Sebelum dan Sesudah Menggunakan Sikat Gigi Pada Siswa-Siswi MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Medan Sebelum Menyikat Sesudah Menyikat Kriteria Gigi Dengan Sikat Gigi Dengan Sikat Plak gigi gigi Indeks N % N % Baik 2 10 15 75 Sedang 7 35 5 25 Buruk 11 55 0 0 Jumlah 20 100 20 100 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Persentase Kriteria Plak Indeks Sebelum dan Sesudah menyikat Gigi Pada Siswa-Siswi MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Medan Sebelum Menyikat Sesudah Menyikat Kriteria Gigi Gigi Plak Indeks N % N % Baik 5 12.5 32 80 Sedang 13 32.5 8 20 Buruk 22 55 0 0 Jumlah 40 100 40 100 Tabel 6. Distribusi Frekuensi Persentase Perbandingan Penurunan Rata-Rata Plak Indeks Pada Siswa-Siswi MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Medan Jenis Penggunaan Siwak Sikat Gigi
38
Rata-rata Plak Indakes Sebelum Sesudah 1.90 0.51 1.95 0.64
Penurunan Plak indeks 1.39 1.31
Persentase % 73 67
Tabel 7. Uji Mann-Whitney INDEKS PLAK AWAL SIWAK SIKAT GIGI AKHIR SIWAK SIKAT GIGI
Std. deviasi
MANNWHITNE Y U
p
N
MEAN RANK
20
19.83 21.18
.709
186.500
0.685
20
20.00 21.00
.385
190.000
0.681
PEMBAHASAN Penelitian ini mengambil sampel 40 siswa/i MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Deli Serdang yang dipilih secara acak untuk seluruh kelas II yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok satu menyikat gigi dengan siwak dan kelompok dua menyikat gigi dengan sikat gigi. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa banyak siswa/i yang memiliki angka indeks plak yang tinggi yang berarti rendahnya tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan cara menjaga kebersihan gigi dan mulut. Setelah dilakukan penelitian dapat dilihat bahwa rata-rata plak indeks pada sampel sebelum menggunakan siwak sebesar 1.90 dan menggunakan sikat gigi sebesar 1.95. pada sampel sesudah menggunakan siwak sebesar 0.51 dan menggunakan sikat gigi sebesar 0.64. Dari hasil uji Mann-whitney tidak ada perbedaan pengaruh menyikat gigi dengan siwak dan sikat gigi dalam menurunkan indeks plak, jadi Hipotesis tidak ditolak, akan tetapi siwak lebih efektif dalam menghilangkan indeks plak melihat perhitungan yang didapat penurunan plak indeks pada siwak sebesar 1.39 sedangkan sikat gigi sebesar 1.31. Sikat gigi lebih banyak dan mudah ditemukan di pasaran dibandingkan dengan siwak. Sikat gigi biasa bervariasi dan harganya relatif murah dan kebanyakan orang yang menggunakan sikat gigi biasa. Siwak biasanya digunakan oleh bangsa Arab dan orang-orang yang beragama Muslim, karena selain pembersih gigi siwak juga sebagai sunnah Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Bukhori dan Muslim. Menurut laporan Lewis (1982) , siwak sangat efektif sebagai alat pembersih mulut, ditemukan sejumlah besar klorida, flour ,trimetilamin dan resin. Kemudian dari hasil penelitian Farooqi dan Srivastava (1990) ditemukan silika, sulfur dan vitamin c. Kandungan tersebut sangat bermanfaat bagi kesehatan gigi dan mulut dimana trimetilamin dan vitamin c membantu penyembuhan dan perbaikan jaringan gusi. Klorida bermanfaat menghilangkan noda pada gigi, sedangkan silika dapat bereaksi sebagai penggosok, kemudian keberadaan sulfur dikenal dengan rasa hangat dan bau yang khas. Penggunaan siwak dan sikat gigi bila digunakan dengan teknik yang benar, maka kedua-duanya dapat digunakan untuk membersihkan plak dengan efektif. Banyak orang tidak menggunakan siwak dikarenakan bau dan rasanya yang khas dan juga sebagian besar tidak mengerti dan tidak mengetahui manfaat siwak, oleh sebab
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
itu banyak orang lebih memilih menggunakan sikat gigi biasa.
4.
SIMPULAN
5.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti maka didapatkan kesimpulan bahwa : 1. Plak Indeks pada sampel sebelum menyikat gigi dengan menggunakan siwak sebesar 38.1 dengan rata-rata 1.90 dan sesudah menyikat gigi dengan menggunakan siwak sebesar 10.3 dengan rata-rata 0.51. 2. Plak Indeks pada sampel sebelum menyikat gigi dengan menggunakan sikat gigi sebesar 37.1 dengan rata-rata 1.95 dan sesudah menyikat gigi dengan menggunakan sikat gigi sebesar 12.2 dengan rata-rata 0.54. 3. Persentase kriteria plak indeks sebelum menyikat dengan kriteria baik didapat 5 orang siswa dengan persentase 12.5%, 13 orang siswa dengan kriteria sedang 32.5%, 22 orang siswa dengan kriteria buruk 55%. Dan sesudah menyikat gigi dengan kriteria baik didapat 32 orang siswa dengan persentase 80%, 8 orang siswa dengan kriteria sedang 20%, tidak ada siswa dengan kriteria buruk 0%. 4. Siwak lebih efektif dalam menghilangkan plak dibandingkan dengan sikat gigi biasa. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan penurunan plak indeks setelah melakukan penggunaan siwak lebih besar penurunannya sebesar 1.39. sedangkan penurunan plak indeks sebesar 1.31. SARAN
1.
2.
3.
Dengan selesainya penelitian ini, diharapkan : Kepada siswa/i MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Medan supaya menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Kepada orang tua dan guru murid agar memberikan perhatian lebih dan mendidik anak dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut serta meningkatkan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut melalui program UKGS. Untuk tetap menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan cara menyikat gigi minimal 2x sehari, pagi setelah makan dan malam sebelum tidur serta perhatikan juga teknik, frekuensi dan waktu menyikat gigi.
Penelitian ini dapat memotivasi kita semua dalam menggunakan siwak dan sikat gigi dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Kepada peneliti yang lain untuk lebih dalam mengkaji ilmu tentang siwak dan sikat gigi dalam penelitian selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA Admin,. 2009. Gusi merah.
39
SKRINING FITOKIMIA DAN UJI KEMAMPUAN SEBAGAI ANTIOKSIDAN DARI DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava. L)
Tri Bintarti Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Medan Abstrak Radikal bebas merupakan molekul yang mempunyai elektron bebas, sangat mengganggu kesehatan. Salah satu upaya penanggulangannya dengan antioksidan. Berbagai antioksidan sintetis telah digunakan misalnya butilhidroksi toluen dan butilhidroksi anisol, namun menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan. Secara alamiah di dalam tubuh terdapat antioksidan yaitu superoksida dismutase, glutatin dan katalase, tetapi tergantung pada asupan makanan terutama mengandung fenolik dan flavonoid. Secara trdisional daun jambu biji digunakan untuk mengobati diare, disentri, menurunkan kolesterol, haid tidak teratur, luka, dan sariawan. Dilihat dari berbagai khasiat ini kemungkinan daun jambu biji mengandung senyawa kimia yang berpotensial sebagai antioksidan, terutama senyawa fenolik, maka penulis menguji kemampuan daun jambu biji sebagai antioksidan. Daun jambu biji disiapkan menjadi ekstrak etanol, difraksinasi dengan n-heksan, etil asetat dan air, dilakukan skrining fitokimia terhadap ekstrak etanol dan masing-masing fraksi. Pengujian antioksidan dilakukan dengan metode Radical Scavenger menggunakan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl. Hasil pengujian menunjukkan ekstrak etanol mengandung alkaloid, tannin, flavonoi, steroid, saponin, dan glikosida. fraksi n-heksan mengandung alkaloid dan glikosida. fraksi etil asetat mengandung tanin. fraksi air mengandung tannin dan glikosida. Sebagai antioksidan ekstrak etanol dan fraksi air berkategori kuat dengan IC50 etanol =42,06µg/ml, fraksi air = 49,41µg/ml, fraksi n-heksan dan etil asetat berkategori sedang dengan IC50 fraksi n-heksan = 58,15µg/ml, fraksi etil asetat =51,60µg/ml. Kata kunci: Daun jambu biji, antioksidan, Radical Scavenger, 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl 1.
PENDAHULUAN
Di berbagai media massa, telah banyak diungkapkan bahaya-bahaya yang timbul akibat asupan makanan dan lingkungan yang tidak sehat karena adanya pembentukan radikal bebas. Hal ini terutama dialami oleh masyarakat di perkotaan yang mempunyai banyak kesibukan cenderung memilih makanan instant yang mudah persiapannya banyak mengandung bahan tambahan makanan yang mengandung radikal bebas, dan polusi udara yang juga mengandung radikal bebas (Safitri, 2002). Radikal bebas merupakan suatu molekul, atom, atau grup beberapa atom yang memiliki elektron yang tidak berpasangan akan menarik elektron dari senyawa lain di sekitarnya, misalnya dari protein, lipid, karbohidrat, dan DNA (deoxyribo nucleat acid), yaitu senyawa yang terdapat dalam inti sel, sehingga sel-sel ini akan mengalami kerusakan yang akhirnya akan menyebabkan berbagai macam penyakit, di antaranya penyakit kanker, katarak, diabetes mellitus, ginjal, asma, gangguan paru, hati dan radang usus (Kumalaningsih, 2006). Salah satu upaya penaggulangan bahaya radikal bebas adalah dengan cara pemberian antioksidan. Antioksidan merupakan suatu atom, molekul, atau senyawa kimia yang dapat memberikan elektron kepada molekul radikal bebas sehingga memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas, sehingga menghambat laju reaksi oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas
40
reaktif lalu membentuk suatu senyawa tidak reaktif dan relatif stabil (Sofia, 2005). Senyawa antioksidan sintesis yang cukup dikenal adalah butilhidroksitoluen (BHT) dan butilhidroksianisol (BHA). Kedua senyawa antioksidan ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan dan minuman. Namun, beberapa hasil penelitian telah membuktikan bahwa ke dua antioksidan tersebut mempunyai efek samping yang tidak diinginkan, yaitu berpotensi sebagai karsinogenik terhadap reproduksi dan metabolisme. Berdasarkan uji toksisitas akut dan kronik pada hewan percobaan, pemakaian zat antioksidan ini maksimal dalam campuran makanan adalah 200 ppm (Hernani, 2004). Secara alamiah di dalam tubuh kita terdapat senyawa bersifat antioksidan yang berperan aktif dalam menanggulangi masalah radikal bebas yaitu adanya enzim superoksida dismutase atau SOD, glutatin dan katalase dapat melindungi sel-sel dari serangan radikal bebas. Namun hal ini tergantung pada pola hidup dan pola makan atau asupan makanan yang banyak mengandung vitamin C, vitamin E, senyawa betakaroten, fenolik dan flavonoid. Tumbuh-tumbuhan merupakan sumber utama antioksidan karena di dalam daun, bunga, buah, biji-bijian banyak mengandung senyawa kimia yang mempunyai aktifitas sebaga antioksidan yaitu tokoferol, asam askorbat, karotenid, senyawa polifenol dan flavonoid. (Anonim, 2001), contohnya adalah daun jambu biji (Psidium guajava L.) karena secara tradisional telah terbukti dapat mengobati
Jurnal Ilmiah PANNMED
berbagai penyakit yaitu diare akut dan kronis, disentri, perut kembung pada bayi dan anak, kadar kolesterol darah meninggi, haid tidak teratur, sering buang air kecil (anyang-anyangan), luka, dan sariawan. Dilihat dari berbagai khasiat ini besar kemungkinan daun jambu biji mengandung berbagai bahan kimia terutama yang mempunyai gugus fenolik yang sangat berpotensial sebagai antioksidan (Dalimartha 2006). Sebuah metode yang cepat, sederhana dan mudah untuk mengukur aktifitas antioksidan adalah dengan metode peredaman radikal bebas (Radical Scavenger) menggunakan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) sebagai radikal bebas. Metode ini telah digunakan luas untuk menguji kemampuan sebagai antioksidan dari suatu senyawa atau komponen dari berbagai sampel berbentuk padat atau cair (Darmawan, 2004). Berdasarkan hal di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan skrining fitokimia dan pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol dan fraksi n-heksan, etil asetat, dan air dari daun jambu biji (Psidium guajava L.). Pengujian antioksidan dilakukan dengan metode peredaman radikal bebas (Radical Scavenger) menggunakan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). 2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antioksidan Jika di suatu tempat terjadi reaksi oksidasi dan reaksi tersebut menghasilkan hasil samping berupa radikal bebas, selanjutnya radikal bebas yang terbentuk ini akan menyerang molekul-molekul lain di sekitarnya. Hasil reaksi ini akan dapat menghasilkan radikal bebas lain yang siap menyerang molekul yang lainnya lagi. Akhirnya akan terbentuk reaksi berantai yang sangat membahayakan. Tetapi bila terdapat antioksidan, radikal bebas akan segera bereaksi dengan antioksidan membentuk molekul yang stabil dan reaksinya terhenti. Setiap sel mempunyai sistem defensif antioksidan enzimatis berupa perangkat yang dapat menagkal radikal bebas secara alami seperti glutation perokside (GSH.Prx), ubikuinol, katalase, superokside dismutase (SOD), hydroperokside dan lain sebagainya. Enzim SOD akan menjinakkan senyawa oksigen reaktif seperti superokside anion (O-2) akan merubah radikal menjadi H2O2, selanjutnya GSH.Prx mengubahnya menjadi air (H2O) dan dikeluarkan dari tubuh. Namun dengan meningkatnya usia terjadilah penurunan enzim ini dalam tubuh sehinga radikal bebas tidak sepenuhnya dapat dimusnahkan, apalagi dengan banyaknya pemasukan radikal bebas dari luar tubuh, semakin sulit tubuh menghancurkan radikal bebas ini. Selain jenis antioksidan enzimatis, juga dikenal jenis antioksidan non enzimatis. Jenis ini dapat berupa golongan vitamin seperti vitamin C, A, dan E, golongan mineral seperti selenium dan seng serta golongan senyawa senyawa fenolik, flavonoid dan karotenoid (betakaroten, likopen, lutein) dan yang khusus dari hewan yaitu astaxanthin. (Saurisari, 2006). Antioksidan sintetik yaitu yang dibuat dari bahan-bahan kimia secara sintetis, antara lain: butyl
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
hidroksi anisol (BHA), butyl hidroksi toluene (BHT), terbutil hidroksi quinon (TBHQ), propil galat (PG) dan nordihidroguairatic acid (NDGA). 2.1.1 Penentuan aktifitas antioksidan Bermacam-macam metode telah digunakan untuk memantau dan membandingkan aktifitas antioksidan pada makanan. Pada beberapa tahun belakangan ini, pengujian absorbansi oksigen radikal telah digunakan untuk mengevaluasi aktifitas antioksidan pada makanan, serum dan cairan biologi lain. Metode analisa ini mengukur aktifitas dari antioksidan dalam melawan radikal bebas seperti 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) radikal, anion superoksida radikal (O2), hidroksiradikal (OH) atau peroksiradikal (ROO). (Darmawan, 2004). Sebuah metode yang cepat, sederhana dan mudah untuk mengukur kapasitas antioksidan dari makanan menggunakan radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). DPPH berwarna ungu menyerap kuat pada panjang gelombang 515 nm. digunakan luas untuk menguji kemampuan aktifitas antioksidan dari makanan, dapat digunakan untuk sampel padat atau cair (Darmawan, 2004). 2.2 Radikal Bebas Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil. Ketidakstabilan ini disebabkan karena atom tersebut memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Atom tersebut berusaha untuk memiliki pasangan elektron, sehingga sifatnya sangat reaktif. Atom ini cenderung mencari partikel dari molekul lain dan kemudian membuat senyawa baru yan tidak normal. Partikel atau elektron yang dijadikan pasangan baru itu bisa diambil dari DNA, membran/selaput sel, membran lisosom (bagian sel yang mengandung enzim hidrolitik), mitokondria (tempat produksi energi sel), enzim-enzim, lemak, protein serta komponen jaringan lain (Kosasih, 2005). Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan berlangsung sepanjang hidup. Inilah peyebab utama dari proses penuaan sel dan berbagai penyakit degenerative seperti strok, asma, gangguan paru, hati, ginjal, diabetes militus, radang usus, penyumbatan kronis pembuluh darah jantung (jantung koroner), nerogeneratif seperti parkinson dan dementia/pikun, bahkan radikal bebas dapat juga menyebabkan AIDS. Radikal bebas yang sangat berbahaya antara lain adalah golongan hidroksil (OH), superoksida (O2), nitrogen monoksida peroksida (NO) dan peroksil (RO2). Sedangkan golongan yang bukan radikal tetapi dengan mudah dapat menjurus ke reaksi-reaksi radikal bebas antara lain adalah peroksinitrit (ONOO), asam hipoklorit (HOCl) dan hidrogenperoksida (H2O2) (Silalahi, 2006). Radikal bebas bisa berasal dari dalam tubuh kita sendiri maupun lingkungan. Di dalam tubuh, setiap proses sel normal yang melibatkan oksigen misalnya pernafasan atau pencernaan akan menghasilkan radikal bebas, maka radikal bebas dapat berasal dari endogen maupun eksogen yang terjadi melalui sederetan mekanisme reaksi, yaitu pertama pembentukan awal radikal bebas (inisiasi), lalu
41
Tri Bintarti
perambatan atau terbentuknya radikal baru (propagasi) dan tahap terakhir (terminasi) adalah pemusnahan atau pengubahan menjadi senyawa stabil dan tak reaktif (Saurisari, 2006). Radikal bebas ini dapat diatasi dengan cara mencegah masukknya radikal bebas ke dalam tubuh misalnya menghindari paparan dengan sinar UVB berlebihan yaitu menggunakan tabir surya, mengatur pola makan yang baik (tidak berlebihan), menghindari komsumsi bahan tambahan makanan seperti bahan pengawet, pewarna, pemanis buatan, menghindari dari stres, rokok, minum beralkohol, polusi udara dan juga menjaga agar tidak melakukan olahraga berlebihan. Disamping itu dengan menggunakan antioksidan (Kosasih, 2005). 3.
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan –bahan dan Alat-alat 3.1.1 Bahan –bahan Bahan kimia yang digunakan berkualitas proanalisa (p.a) kecuali dinyatakan lain adalah produksi EMerck yaitu : asam sulfat pekat, asam klorida pekat, etil asetat, besi (III) klorida, metanol, natrium hidroksida, serbuk magnesium, serbuk seng, netanol, n-heksana, etil asetat, dan berkualitas pro analisa produksi Sigma: 1.1diphenyl-2-pycrylhydrazyl (DPPH), air suling (Laboratorium Kesehatan Daerah Medan). 3.1.2 Alat-alat Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas laboratorium, blender (National), freeze dryer (Modulyo, Edward, serial No.398), neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Vibra), spektrofotometer visibel (Shimadzu). 3.2 Tahapan kerja : Tahapan kerja yang dilakukan : pengumpulan, dan pengolahan sampel, pembuatan ekstrak dengan cara perkolasi diikuti dengan fraksinasi menggunakan n-heksan + air dan etil asetat, identifikasi senyawa kimia golongan alkaloid, flavanoid, glikosida, tannin, saponin, steroid/triterpenoid dari ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi rtil asetat, dan fraksi air, serta pengujian aktifitas antioksidan dengan metode Radical Scavenger, 3.3 Pengujian Aktifitas Antioksidan 3.3.1 Penetapan panjang gelombang Disiapkan larutan konsentrasi 40 µg/ml, lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 400-800 nm, sehingga diperoleh absorbansi maksimum sebagai panjang gelombang. 3.3.2 Pengukuran absorbansi DPPH tanpa sampel (blanko) Larutan DPPH konsentrasi 40 µg/ml, diukur absorbansinya dengan spektrofotometer visible pada panjang gelombang 516 nm dengan selang waktu 5 menit sampai 30 menit sehingga diperoleh berbagai harga absorbansi.
42
Skrining Fitokimia dan Uji...
3.3.3
Pengukuran absorbansi DPPH setelah penambahan sampel Disiapkan larutan uji (ekstrak etanol daun jambu biji dan hasil fraksinya dengan berbagai bahan penyari) masing-masing konsentrasi 4 µg/ml, 8 µg/ml, 12 µg/ml dan 16 µg/ml di labu tentukur 25 ml. ditambahkan 4 ml larutan DPPH (1.1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) 40 µg/ml, lalu volumenya dicukupkan dengan metanol hingga garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer visible pada panjang gelombang 516 nm mulai dari 5 menit setelah penambahan DPPH dengan interval waktu 5 menit sampai 30 menit. Kemampuan bahan uji sebagai antioksidan dihitung berdasakan penurunan serapan larutan DPPH akibat adanya penambahan bahan uji. Nilai serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan bahan uji dihitung sebagi persen inhibisi (% inhibisi) dengan rumus sebagai berikut : % inhibisi =
Akontrol − Asampel Akontrol
× 100
Keterangan : Akontrol = Absorbansi DPPH tidak mengandung sampel. Asampel = Absorbansi DPPH mengandung sampel. Selanjutnya dilakukan perhitungan persamaan garis regresi dengan konsentrasi sampel (µg/ml) sebagai absis (sumbu X) dan nilai inhibisi sebagai ordinatnya (sumbu Y). selanjutnya kemampuan bahan uji sebagai antioksidan dengan diperhitungkan dengan harga Inhibitor Concentration 50% (IC50) menggunakan rumus : 50 = ax + b Keterangan : a = Absortifitas b = Tebal kuvet x = Konsentrasi 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Hasil Skrining fitokimia ditunjukkan pada Tabel 1: Tabel 1 : Hasil skrining fitokimia kimia Alkaloi Flavonoi Steroida/ Glikos i Tanin Saponin da da Triterpenoid da (+) (+) (+) (+) (+) (+)
1
Daun segar
2
Simplisia kering
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
3
Ekstrak Etanol
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
4
Fraksin-Heksan
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
5
Fraksi Etil Asetat
(+)
(+)
(-)
(+)
(-)
(-)
6
Fraksi Air
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
4.2 Hasil Uji Aktifitas Antioksidan Hasil pengukuran absorbansi rata-rata dari ekstrak etanol dan fraksinasi dengan berbagai penyari daun jambu biji ditunjukkan pada Tabel 2 dan Gambar 1:
Jurnal Ilmiah PANNMED
Tabel 2. Absorbansi dari ekstrak etanol dan berbagai fraksi daun jambu biji No 1
2 3
4
5.
Ekstrak/ Konsentrasi Absorbansi blanko dan bahan uji dengan berbagai konsentrasi fraksi (µg/ml) 5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 25 menit 30 menit Blanko 0.7294 0.7325 0.7339 0.7357 0.7377 0.74 Ekstrak 4 0.6326 0.6316 0.6306 0.6295 0.6285 0.6274 etanol 8 0.618 0.6167 0.6157 0.6147 0.6139 0.6129 12 0.6095 0.6088 0.6081 0.6073 0.6065 0.6055 16 0.7294 0.7325 0.7339 0.7357 0.7377 0.74 Fraksi 4 0.6626 0.6616 0.6606 0.6595 0.6585 0.6574 n-heksan 8 0.648 0.6467 0.6457 0.6447 0.6439 0.6429 12 0.6395 0.6388 0.6381 0.6373 0.6365 0.6355 16 0.6285 0.6278 0.6271 0.6264 0.6255 0.6247 Fraksi 4 0.6576 0.6566 0.6556 0.6545 0.6535 0.6524 etil asetat 8 0.643 0.6417 0.6407 0.6397 0.6389 0.6379 12 0.6345 0.6338 0.6331 0.6323 0.6315 0.6305 16 0.6235 0.6228 0.6221 0.6214 0.6205 0.6197 Fraksi air 4 0.6526 0.6516 0.6506 0.6495 0.6485 0.6474 8 0.638 0.6367 0.6357 0.6347 0.6339 0.6329 12 0.6295 0.6288 0.6281 0.6273 0.6265 0.6255 16 0.6185 0.6178 0.6171 0.6164 0.6155 0.6147
PEMBAHASAN
Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol, mengandung alkaloid, tannin, flavonoida, steroida, saponin, dan glikosida, berarti sangat berpotensial sebagai antioksidan Fraksi n-heksan tidak positif adanya tanin dan flvonoid, namun masih ada kemungkinan mempunyai aktifitas sebagai antioksidan karena kemungkinan pada golongan alkaloid dan glikosida mempunyai gugus fenol walaupun tidak sebesar senyawa polifenol seperti tannin dan flavonoid. Fraksi etil asetat, dan fraksi air mengandung senyawa tanin, yang berpotensial sebagai antioksidan, selain itu pada fraksi air terlihat adanya glikosida, juga kemungkinan mempunyai aktifitas antioksidan
Gambar1. Grafik Absorbansi ekstrak etanol, n-heksana, etil asetat, dan air daun jambu biji.
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
Tabel 2 dan Gambar1 menunjukkan terjadinya penurunan absorbansi dari DPPH yang telah ditambah bahan uji, semakin besar konsentrasi bahan uji yang ditambahkan dan semakin lama waktu waktu pengukuran, penurunan absorbansi-nya semakin besar, sedangkan pada DPPH sendiri tanpa penambahan bahan uji sampai 30 menit pengukuran absorbansi-nya semakin bertambah, terlihat perbedaan laju penurunan absorbansi pada setiap bahan uji. Ini dapat dihubungkan dengan hasil pengujian skrining fitokimia terdapat perbedaan golongan senyawa yang terkandung di dalam masing-masing ekstrak dan fraksi, walaupun secara pasti jenis senyawa kimia apa saja yang mempunyai aktifitas sebagai antioksidan yang terkaandung di dalam daun jambu biji ini belum diketahui secara pasti. Selanjutnya untuk mengetahui berapa besar kemampuan aktifitas dari setiap bahan uji sebagai antioksidan dapat dilakukan dengan perhitungan harga IC50 Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 2. Tabel 3. Persen inhibisi dan hasil perhitungan harga IC50 Ekstrak/ fraksi Ekstrak etanol Fraksi n-heksan
Fraksi etil asetat
Fraksi air
Konsen Persen inhibisi dari bahan uji dengan berbagai konsentrasi trasi (µg/ml) 5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 25 menit 30 menit 4 13.27 13.77 14.08 14.44 14.81 15.21 8 15.27 15.81 16.11 16.79 16.79 17.17 12 16.44 16.89 17.15 17.46 17.8 18.18 16 17.95 18.38 18.64 18.94 19.28 19.63 4 8.06 8.58 8.9 9.27 9.66 10.08 8 10.06 10.62 10.93 11.64 11.64 12.04 12 11.23 11.7 11.97 12.29 12.64 13.04 16 12.74 13.2 13.47 13.77 14.13 14.5 4 9.84 10.36 10.67 11.04 11.42 11.83 8 11.84 12.4 12.7 13.4 13.4 13.79 12 13.01 13.47 13.74 14.06 14.41 14.8 16 14.52 14.97 15.24 15.54 15.89 16.25 4 10.53 11.04 11.35 11.72 12.1 12.51 8 12.53 13.08 13.38 14.08 14.08 14.47 12 13.7 14.15 14.42 14.74 15.08 15.48 16 15.2 15.65 15.92 16.22 16.57 16.93
IC 50 42,06
58,15
51,60
49,41
Gambar 2. Histogram harga IC 50 dari ekstrak etanol dan berbagai fraksi daun jambu biji
43
Tri Bintarti
Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 µg/ml, kuat jika IC50 bernilai 50-100 µg/ml, sedang jika IC50 bernilai 100-150 µg/ml dan lemah jika IC50 151-200 µg/ml (Anonim, 2005) Tabel 4.5 dan Gambar 11 menunjukkan bahwa pada pengukuran sampai dengan waktu 30 menit kemampuan antioksidan ekstrak etanol berkategori kuat memiliki nilai IC50 = 42,06µg/ml, fraksi n-heksan berkategori sedang memiliki IC50 = 58,15µg/ml, fraksi etil asetat berkategori sedang memiliki 51,60µg/ml, dan fraksi air berkategori kuat memiliki IC50 = 49,41µg/ml. Ini menunjukkan bahwa daun jambu biji mempunyai kemampuan yang baik sebagai antioksidan, dan yang paling kuat adalah ekstrak etanol. 6.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pengujian skrining fitokimia terhadap ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dai fraksi air dari daun jambu biji (Psidium guajava L.) dan uji kemampuannya sebagai antioksidan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil skrining fitokimia menunjukkan ekstrak etanol mengandung alkaloid, tannin, flavonoid, steroid, saponin, dan glikosida. Fraksi n-heksan mengandung golongan alkaloida dan glikosida. Fraksi etil asetat mengandung senyawa tanin. Fraksi air mengandung tannin dan glikosida. 3. Ekstrak etanol dan fraksi air daun jambu biji mempunyai aktifitas antioksidan berkategori kuat, pada fraksi n-heksan dan etil asetat mempunyai antioksidan berkategori sedang. 7.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Antioxidan Activity of Five Vegetable Traditioinally Consumed by South-Asian Migrants in Bradford, Yorkshire. UK. Online 2001.
44
Skrining Fitokimia dan Uji...
http://www.interscience.wiley.co.uk/health/chartshtml Day, R.A. dan Underwood, A.L. (1986). Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Ke-6. Terjemahan Iis Sopyan. Jakarta. Erlangga. Hal 382. Departemen Kesehatan RI. (1989). Materia Medika Indonesia, Jilid V. Jakarta: Depkes RI. Hal 513, 526, 536, 540, 549. Departemen Kesehatan RI. (1995). Materia Medika Indonesia, Jilid IV. Jakarta: Depkes RI. Hal 308, 310, 313. Departemen Kesehatan RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan I. Jakarta: Depkes RI. Hal 1, 10-13. Geissman, T.A. (1962). The Chemistry of Flavonoids Compounds, New York: The Macmillan Company. P. 366. Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Terjemahan Padamawinata dan Soediro. Bandung. Hal 13, 147. Hernani, Monoraharjo. (2002). Tanaman Berkhasiat Antioksidan, Cetakan I. Penerbit Penebar Swadaya. http://www.pikiranHal. 9-11. rakyat.com/cetak/0604/17/cakrawala/penelitian.htm Safitri, R. (2002). Sayuran dan Buah-buahan Pencegah Penyakit Jantung. Pikiran Rakyat Cyber Media. Sauriasari. Mengenal dan Menangkal Radikal Bebas, Online 2006. http://www.beritaiptek.com/zberitaberitaiptek-2006-01-22-Mengenal-dan-MenangkalRadikal-Bebas.shtml Silalahi, J. (2006). Makanan Fungsional, Kanisius. Hal 4149, 54-55 Sofia, D. Antioksidan dan Radikal Bebas, Online 2002. http://www.chemis-try.org/?sect=artikel&ext=81
PERANAN PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT TERHADAP PENINGKATAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT SISWA-SISWI KELAS VII-1 SMP N 31 MEDAN KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2014
Nelly Katharina Manurung Jurusan Keperawatan Gigi
Abstrak Anak usia sekolah merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit gigi dan mulut, seperti masalah gigi berlubang, bau mulut, karang gigi dan pola makan yang dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena itu anak sekolah perlu mendapat perhatian khusus dalam hal peningkatan derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi salah satunya adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan gigi melalui penyuluhan. Penelitian ini bersifat diskriptif dengan menggunakan pretest-posttest design dengan memberikan perlakuan berupa penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode ceramah dan demonstrasi yang bertujuan untuk mengetahui peranan penyuluhan kesehatan gigi terhadap peningkatan kebersihan gigi dan mulut siswa. Penelitian ini merupakan penelitian populasi yang dilakukan pada siswa-siswi kelas VII-1 SMP N 31 Medan Kecamatan Medan Tuntungan dengan jumlah responden 40 orang. Penelitian dilakukan dengan cara pemeriksaan langsung dan diperoleh hasil bahwa penyuluhan sangat berperan penting dalam meningkatkan kebersihan gigi dan mulut. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan yang nyata pada rata-rata OHI-S siswa sebelum dan sesudah penyuluhan. Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) siswa-siswi sebelum penyuluhan 3.37 dengan kriteria buruk dan setelah penyuluhan menjadi 2.05 dengan kriteria sedang. Persentase OHI-S sebelum penyuluhan dengan kriteria buruk yaitu 60% sesudah penyuluhan menjadi 7,5%, dengan kriteria sedang yaitu 30% menjadi 75% dan tidak dijumpai (0%) siswa dengan angka OHI-S dalam kriteria baik sebelum penyuluhan, namun setelah penyuluhan meningkat menjadi 17,5%. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penyuluhan kesehatan gigi dan mulut sangat berperan penting dalam meningkatkan kebersihan gigi dan mulut. Kata kunci : Penyuluhan, Kebersihan Gigi dan Mulut PENDAHULUAN Masalah gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat pada umumnya meliputi gigi berlubang (karies), radang gusi, karang gigi (Calculus) yang seharusnya dapat dicegah sejak dini. Menurut Survei Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003, dalam satu bulan terdapat 62% masyarakat pernah sakit gigi dan hasil Survei Habit and Attitude tahun 2004 di Indonesia dinyatakan bahwa tingginya angka penyakit gigi dan mulut disebabkan kurangnya perhatian masyarakat dalam upaya membersihkan gigi dan mulut. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk merubah perilaku seseorang, sekelompok orang atau masyarakat sehingga mempunyai kemampuan dan kebiasaan untuk berperilaku hidup sehat di bidang kesehatan gigi dan mulut (Depkes, 1995). Karies atau gigi berlubang serta masalah gusi adalah penyakit gigi dan mulut yang paling banyak ditemui pada anak. Sebanyak 89% anak di Indonesia dibawah usia 12 tahun menderita penyakit gigi dan mulut. Kondisi ini
akan berpengaruh pada derajat kesehatan mereka. Maka untuk menurunkan jumlah tersebut selain tindakan pengobatan bagi anak usia sekolah perlu juga dilakukan tindakan promotif (penyuluhan) bagi sekolah dasar untuk menumbuhkan kesadaran dalam membersihkan gigi dan mulut, karena masa ini merupakan masa tumbuh dan berkembang (Astoeti, 2007). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang bagaimana ” Peranan Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut Terhadap Peningkatan Kebersihan Gigi dan Mulut pada Siswa-siswi Kelas VII-1 SMP N 31 Medan Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2014.” Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana “Peranan Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut Terhadap Peningkatan Kebersihan Gigi dan Mulut pada Siswasiswi Kelas VII-1 SMP N 31 Medan Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2014.”
45
Jurnal Ilmiah PANNMED
Manfaat Penelitian 1. Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan bagi penulis tentang bagaimana motivasi anak dalam meningkatkan kebersihan gigi dan mulut. 2. Memberikan masukan bagi penyelenggara pelayanan kesehatan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. 3. Sebagai masukan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian selanjutnya. METODE PENELITIAN Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pretest-posttest design. Pada siswa-siswi kelas VII-1 SMP N 31 sebelum dilakukan penyuluhan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan terhadap kebersihan gigi dan mulut siswa. Selanjutnya setelah dilakukan penyuluhan, peneliti melakukan pemeriksaan ulang terhadap kebersihan gigi dan mulut untuk mengetahui akibat dari perlakuan (penyuluhan). Hasilnya dilihat dengan cara membandingkan angka kebersihan gigi dan mulut anak sebelum dan sesudah penyuluhan dilakukan. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah SMP Negeri 31 Kecamatan Medan Tuntungan. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan dari bulan Maret sampai Juli 2014 terhadap siswa-siswi kelas VII-1 SMP N 31 Medan Kecamatan Medan Tuntungan. Sekolah ini dipilih karena pada sekolah tersebut belum pernah dilakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut khususnya cara menyikat gigi yang baik dan benar. Populasi dan Sampel Penelitian Mengacu kepada pendapat Arikunto (2002). Jika sampel kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah populasi total dari siswa-siswi Kelas VII-1 SMP N 31 Medan Kecamatan Medan Tuntungan 2014 yang berjumlah 40 orang. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini berupa data tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa siswi yang diperoleh melalui pemeriksaan langsung ke rongga mulut siswa siswi. Data sekunder diperoleh dari pihak sekolah yang berupa data tentang nama, alamat dan jumlah siswa siswi. Hal pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan pemeriksaan langsung terhadap sampel untuk mendapatkan data awal mengenai kebersihan gigi dan mulut dari sampel yang akan diteliti, kemudian melakukan penyuluhan dengan metode ceramah dan demonstrasi. Setelah penyuluhan dilakukan satu minggu kemudian peneliti melakukan kembali pemeriksaan langsung ke mulut pasien yang
46
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
menjadi sampel untuk mendapatkan data akhir mengenai kebersihan gigi dan mulut. Sehingga dari data awal dan data akhir yang diperoleh, terlihat adanya perubahan tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa siswi. Pengumpulan data dilakukan oleh tim yang terdiri dari 3 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Orang pertama memanggil nama-nama yang menjadi sampel dan mendudukkannya di kursi yang telah disediakan. 2. Orang kedua melakukan pemeriksaan gigi pada sampel dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kebersihan gigi dan mulutnya (OHI-S) dengan menggunakan alat oral diagnostic dan peralatan lain yang dibutuhkan. 3. Untuk mengetahui tingkat kebersihan gigi dan mulut maka cara yang digunakan adalah cara Green dan Vermilion yaitu hasil dari penjumlahan debris Index dan Calculus Index. Cara pemeriksaannya adalah sebagai berikut : Untuk rahang atas yang diperiksa adalah : • Gigi M1 kanan atas pada permukaan bukal • Gigi I1 kanan atas pada permukaan labial • Gigi M1 kiri atas pada permukaan bukal Untuk rahang bawah yang diperiksa adalah : • Gigi M1 bawah pada permukaan lingual • Gigi I1 kiri bawah pada permukaan labial • Gigi M1 kanan bawah pada permukaan lingual 4. Kemudian hasil pemeriksaan dicatat oleh orang ketiga pada formulir pemeriksaan yang telah disiapkan. 5. Setelah itu, formulir pemeriksaan dikumpulkan dan dihitung serta diperiksa kelengkapannya agar terhindar dari kekurangan data dan mempermudah dalam pengolahan data. Jika data tersebut belum lengkap, maka harus dilengkapi terlebih dahulu. 6. Menghitung debris Index dan Calculus Index. Kemudian debris Index dan Calculus Index dijumlahkan sehingga hasil penjumlahan tersebut merupakan angka untuk menentukan tingkat kebersihan gigi dan mulut (OHI-S). 7. Menghitung jumlah sampel yang memiliki OHI-S baik, sedang dan buruk. 8. Selanjutnya dilakukan penghitungan persentase kebersihan gigi dan mulut siswa yang menjadi sampel menurut kriteria baik, sedang dan buruk. Kemudian data-data tersebut dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi. Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah terkumpul diolah secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut: • Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui perbandingan tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa sebelum dilakukan penyuluhan dan sesudah penyuluhan.
Nelly Katharina Manurung
•
Peranan Penyuluhan Kesehatan...
Data yang telah terkumpul dianalisa dengan langkah menghitung rata-rata OHI-S sebelum dan sesudah penyuluhan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Untuk debris Index rata-rata:
1.
Sebelum penyuluhan
Debris Index Rata-Rata
2.
3.
=
n
Jumlah Anak yang Diperiksa
Untuk Calculus Index rata-rata: Calculus Index Rata-Rata Jumlah Calculus Index Total = Jumlah Anak yang Diperiksa
Total
Jumlah Anak yang Diperiksa
Sehingga untuk mengetahui hasil akhir atau peningkatan kebersihan gigi dan mulut (P) yaitu: P = OHI-S rata-rata awal – OHI-S rata-rata akhir P = Peningkatan kebersihan gigi dan mulut. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan pada 40 orang siswasiswa kelas VII-1 SMP N 31 Medan Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2014 menunjukkan hasil sebagai berikut:
Baik Sedang Buruk Total
umlah CIRata-rata DI 3 1,50 0,50 30 35,4 1,18 7 14,33 2,04 40 51,2 1,28
Tabel A.1 Distribusi Frekuensi Debris Index (DI) Rata-rata Sebelum dan Sesudah Penyuluhan pada Siswa-siswi Kelas VII-1 SMP N 31 Medan Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2014 Sebelum Penyuluhan
Sesudah penyuluhan
n Jumlah Rata-rata DI % DI 0 0 0 0 14 23,95 1,71 35 26 58,73 2,25 65 40 82,48 2,06 100
N Jumlah DIRata-rata % DI 8 2,48 0,31 20 31 33,8 1,09 77,5 1 2,50 2,50 2,5 40 38,78 0,96 100
Kriteria
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah siswa dengan Debris Index (DI) kriteria buruk sebelum penyuluhan berjumlah 26 siswa (65%), setelah penyuluhan berkurang menjadi menjadi 1 siswa (2,5%). Siswa dengan Debris Index kriteria sedang sebelum penyuluhan berjumlah 14 orang (35%) dan sesudah penyuluhan menjadi 31 siswa (77,5%). Sebelum penyuluhan tidak ada siswa yang memiliki Debris Index dengan kriteria baik, namum setelah penyuluhan meningkat mejadi 8 orang (20%). Debris Index rata-rata sebelum penyuluhan adalah 2,06 dan sesudah penyuluhan menurun menjadi 0,96.
% 7,5 75 17,5 100
N 8 27 5 40
Jumlah Rata-rata CI DI 1,50 0,18 31,92 1,18 10 2,00 43,42 1,08
% 20 67,5 12,5 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah siswa dengan Calculus Index (CI) kriteria buruk sebelum penyuluhan berjumlah 7 siswa (17,5%), setelah penyuluhan berkurang menjadi menjadi 5 siswa (12,5%). Siswa dengan Calculus Index kriteria sedang sebelum penyuluhan berjumlah 30 orang (75%) dan sesudah penyuluhan menjadi 27 siswa (67,5%). Sebelum penyuluhan terdapat 3 siswa (7,5%) yang memiliki Calculus Index dengan kriteria baik, namum setelah penyuluhan meningkat mejadi 8 orang (20%). Calculus Index rata-rata sebelum penyuluhan adalah 1,28 dan sesudah penyuluhan menurun menjadi 1,08. Tabel A.3 Distribusi Frekuensi OHI-S Rata-rata Sebelum dan Sesudah Penyuluhan pada Siswa-siswi Kelas VII-1 SMP N 31 Medan Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2014 Sebelum Penyuluhan
Sesudah Penyuluhan
Kriteria N
Baik Sedang Buruk Total
Sesudah Penyuluhan
Kriteria
Jumlah Debris Index Total
Untuk OHI-S rata-rata: OHI-S Rata-Rata Jumlah OHI −S =
Tabel A.2 Distribusi Frekuensi Calculus Index (CI) Rata-rata Sebelum dan Sesudah Penyuluhan pada Siswa-siswa Kelas VII-1 SMP N 31 Medan Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2014
Baik Sedang Buruk Total
0 16 24 40
Jumlah Rata-rata Jumlah Raa-rata % N OHI-S OHI-S OHI-S OHIS 0 0 0 7 5,8 0,82 41,38 2,58 40 30 66,08 2,20 93,53 3,89 60 3 10,29 3,43 134,91 3,37 100 40 82,17 2,05
% 17,5 75 7,5 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa OHI-S siswa sebelum penyuluhan pada 24 siswa (60%) dengan kriteria buruk sesudah penyuluhan menjadi 3 siswa (7,5%), 16 siswa (40%) dengan kriteria sedang sesudah penyuluhan menjadi 30 (75%). Sebelum penyuluhan dilakukan tidak ada siswa yang tingkat kebersihan mulutnya dalam kriteria baik, namun sesudah penyuluhan meningkat menjadi 7 siswa (17,5%). Rata-rata OHI-S sebelum penyuluhan yaitu 3.37 dengan kriteria buruk dan sesudah penyuluhan menjadi 2.05 dengan kriteria sedang dan terjadi penurunan angka OHI-S sebesar 1,32. Pembahasan Dari hasil pemeriksaan langsung yang dilakukan terhadap kebersihan gigi dan mulut siswa-siswi sebelum dan sesudah penyuluhan terlihat adanya peningkatan. Debris Index rata-rata sebelum penyuluhan yaitu sebesar 2,06 dengan kriteria buruk, sesudah penyuluhan menjadi 0,96 dengan kriteria sedang. Menurut Ali Thanthawi (2010) kesehatan mulut berkaitan dengan kebersihan gigi, banyaknya kuman dan bakteri penyakit yang berada di dalam sisa makanan dan menempel di sela47
Jurnal Ilmiah PANNMED
sela gigi. Sisa makanan akan membusuk dan berubah menjadi sarang kuman sehingga bila mengabaikan kebersihan gigi dan mulut pada akhirnya akan membuat gigi mudah berlubang dan keropos. Calculus Index rata-rata sebelum penyuluhan yaitu sebesar 1,28 dengan kriteria sedang dan sesudah penyuluhan menjadi 1,08. Ini disebabkan karena sisa makanan dan bakteri mudah menempel dan berkembang biak pada permukaan yang kasar karena adanya calculus, sehingga apabila calculus tidak dibersihkan akan menimbulkan penyakit gigi dan mulut. Menurut Nio (1989), karang gigi juga tempat yang baik untuk pertumbuhan plak. Karang gigi yang tidak dibersihkan akan mengakibatkan gingivitis, bau mulut, karies gigi dan gigi goyang. Wahit,dkk, 2006, menyatakan pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis dan perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat prosedur, akan tetapi perubahan tersebut terjadi karena adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok atau masyarakat. OHI-S rata-rata sebelum penyuluhan sebesar 3,37 dengan kriteria buruk, sesudah penyuluhan menjadi 2,05 dengan kriteria sedang. Hal ini disebabkan karena penyuluhan yang diberikan hanya pada saat penelitian berlangsung. Apabila penyuluhan diberikan secara berkesinambungan dan pihak sekolah juga mendukung tindakan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut siswa, diharapkan rata-rata OHI-S dengan kriteria baik akan lebih meningkat. Kurangnya perhatian siswa untuk menjaga kesehatan gigi dan mulutnya dapat menyebabkan tingkat kebersihan gigi dan mulut semakin buruk dan dapat merusak gigi. Menurut Lena (2011), pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan cara menyikat gigi berperan sangat besar, karena dapat mencegah penumpukan plak dan menimbulkan kerusakan jaringan penyangga gigi. Herijulianti, E, 2001, menyatakan bahwa tujuan penyuluhan dalam jangka pendek adalah tercapainya perubahan pengetahuan masyarakat. Tujuan jangka menengah adalah untuk meningkatkan pengertian sikap dan keterampilan yang akan mengubah perilaku seseorang kearah perilaku sehat. Tujuan jangka panjang adalah agar masyarakat dapat menjalankan perilaku sehat dalam kehidupannya sehari-hari. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Peranan Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut Terhadap Peningkatan Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa-siswi Kelas VII-1 SMP N 31 Medan Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2014, dapat disimpulkan bahwa penyuluhan sangat berperan penting dalam meningkatkan kebersihan gigi dan mulut siswa kelas VII-1. Hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. OHI-S menjadi lebih baik yang dapat dilihat dari tidak adanya siswa yang memiliki tingkat kebersihan gigi dan mulut yang baik sebelum penyuluhan, namun setelah penyuluhan siswa
48
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
dengan tingkat kebersihan mulut yang baik meningkat menjadi 7 orang (17,5%). 2. Rata-rata OHI-S menjadi lebih baik dilihat dari angka OHI-S rata-rata sebelum penyuluhan 3.37 dan sesudah penyuluhan menjadi 2.05. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan kepada: 1. Pihak SMP N 31 Medan Kecamatan Medan Tuntungan bekerja sama dengan puskesmas setempat untuk dapat memberikan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut secara berkala sehingga siswa mampu memelihara kebersihan gigi dan mulut secara optimal. 2. Siswa-siswi SMP N 31 Medan Kecamatan Medan Tuntungan untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut yaitu dengan cara menyikat gigi minimal 2 kali sehari yaitu pagi sesudah makan dan malam sebelum tidur dan melakukan pemeriksaan kesehatan gigi secara berkala minimal 6 bulan sekali. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S., 2002. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta. Astoeti, 2006. Pendidikan Kesehatan Gigi di Sekolah. EGC. Jakarta. Boediharto, 1998. Pendidikan Kesehatan Gigi. FKG, UI. Jakarta. ,1985. Pemeliharaan Kesehatan Bagi Keluarga. Airlangga University Press. Jakarta. Effendy, Nasrul, 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta. Gent, B. Van, 2000. Andragologie En Voorlichting. Proefschrift, Boom. Meppel. Herijulianti, S., Tati Svasti Indriani, Sri Artini. Pendidikan Kesehatan Gigi. EGC, Jakarta. 2001 Green, Lawrence, 1980. Health Education Planning, A Diagnostic Approach. The John Hopkins Univercity, Mayfielt Publishing Co. PDK Direktorat PLS, Pemuda dan OR. Balai Pengembangan Kegiatan, Lembang, Metode Ceramah. Bandung. 1988. Nasution, S. Berbagi Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung. Bina Aksara. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta. 2007. Putri, H. M.,E. Herijulianti dan N Nurjanah, 2010. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi, EGC. Jakarta. Ramadhan, A.G., 2010, Serba-Serbi Kesehatan Gigi dan Mulut, Bukune. Jakarta. Rouwenhorst, W. Leren Gezond Te Ujn, 2002, Proefchrift, Walters Nuordhoof, B. V, Bronifigen. Setiana, L., 2005. Teknik Penyusunan Pemberdayaan Masyarakat. Wahit, dkk, 2007. Promosi Kesehatan, Graha Ilmu. Yogyakarta.
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SIKAP REMAJA KELAS XI TERHADAP HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH (INTERCOURSE) DI SMA DHARMA BAKTI MEDAN TAHUN 2014
Hanna Sriyanti Saragih, Rika Dinata Sianturi, Jujuren Sitepu Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan
Abstract The lack of information received by adolescents about reproductive health and lack of knowledge causes an effect on adolescent attitudes toward sexual behavior. Destination of the research for factors associated with adolescent attitudes toward class xi premarital sexual relations (intercourse) Medan of Dharma Bakti Senior High School year 2014. The role of parents also influence adolescent attitudes toward premarital sexual relations. Additionally teenagers often receive information about sex instead of one source, even misleading, for example, of the mass media that actually abused by teens. This research is analytic approach to crosssectional design with a sample size of 60 respondents. Data were analyzed using univariate and bivariate Chi-Square test. The analysis showed that factors associated with adolescent attitudes toward premarital sexual intercourse in high school is Dharma Bakti field of reproductive health knowledge p value = 0,005 (<0,05), the role of parents p value = 0,001 (<0,05), the role of the mass media p value = 0,010 (<0,05). It is expected that the school can make this research as a guide to improve the provision of information or education about reproductive health especially about sex education for adolescent in school. Keywords : Attitude, intercourse PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang terbesar dunia. Menurut World Health dari penduduk Organization (WHO) sekitar seperlima dari dunia adalah remaja berusia 10-19 penduduk tahun. Sekitar 900 juta berada di negara berkembang. Di Indonesia pada tahun 2007 jumlah remaja usia 10-24 tahun terdapat sekitar 64 juta atau 28,64% dari jumlah penduduk Indonesia (Muadz, dkk, 2008). Menurut Depkes tahun 2007 menunjukkan bahwa kegiatan seks bebas menempatkan remaja pada tantangan risiko yang berat terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Setiap tahun kira-kira 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan anak, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS) yang masih dapat disembuhkan (Dwi Novita, 2011). Perilaku seks pranikah dapat mengakibatkan risiko, seperti terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), putus sekolah (drop out), jika remaja tersebut masih sekolah dapat melakukan pengguguran kandungan (aborsi), terkena penyakit menular seksual (PMS), dan tekanan psikososial yang timbul karena perasaan bersalah telah melanggar aturan agama dan takut diketahui oleh orangtua dan masyarakat (Sri Handayani, 2009).
Secara global, 40% dari semua kasus HIV/AIDS terjadi pada kaum muda 15-24 tahun. Perkiraan terakhir adalah setiap hari ada 7000 remaja yang terinfeksi HIV Jumlah kasus HIV di Indonesia yang dilaporkan hingga Maret 2007 mencapai 14.628 orang. Sedangkan kasus AIDS sudah mencapai 8.914 orang, separuh atau 57,4 % dari kasus ini adalah kaum muda yang umurnya 15-29 tahun (Dwi Novita, 2011). Hasil survei terakhir di 33 provinsi pada tahun 2008 yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) dilaporkan 63% remaja di Indonesia pada usia antara SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual pranikah, ironisnya 21% diantaranya dilaporkan melakukan aborsi. Persentasi remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah tersebut mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya (Rahayu, 2013). Sedangkan hasil Survei Komnas Perlindungan Anak yang dilakukan di 33 provinsi pada 2008, sebanyak 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno. Mereka yang pernah berciuman, melakukan masturbasi, dan oral seks mencapai 93,7%. Dan remaja SMP yang tidak perawan sebanyak 62,7%, serta yang remaja melakukan pernah aborsi sebesar 21,2% (Adhitya, 2012). Minimnya informasi yang diterima remaja tentang kesehatan reproduksi dan seksual, menyebabkan rendahnya pengetahuan dan berpengaruh terhadap sikap remaja yang negatif terhadap masalah kesehatan reproduksi dan perilaku
49
Jurnal Ilmiah PANNMED
seksual. Faktor lingkungan juga memengaruhi sikap remaja dalam melakukan hubungan seks pranikah. Informasi yang semakin mudah diakses dari media massa cetak dan elektronik serta kondisi yang semakin permisif untuk melakukan seks pranikah seiring dengan norma yang semakin lemah pada masyarakat (Sri Handayani, 2009). Hal ini juga dipengaruhi oleh anggapan masyarakat, khususnya orang tua yang masih menganggap tabu untuk membicarakan masalah seksualitas. Ironisnya di sisi lain remaja tidak menerima pendidikan kesehatan seksual yang benar dan bertanggung jawab. Mereka menerima informasi tentang seks justru dari sumber yang salah, bahkan menyesatkan, misalnya dari cerita teman, video porno, tayangan televisi dan film. Remaja dengan permasalahannya justru menghadapi masalah ketika membutuhkan informasi dan pelayanan tentang kesehatan reproduksi (Rahayu, 2013). Data dari BKKBN Indonesia tahun 2009 didapatkan 22,6% remaja termasuk penganut seks bebas. Hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja, kurangnya pengawasan dari orang tua terhadap remaja dan adanya pergaulan bebas dikalangan remaja (Rahayu, 2013). Berdasarkan penelitian Simanjorang tahun 2010 mengenai perilaku seksual remaja diberbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Sebanyak 62,7 % anak SMP mengaku sudah tidak perawan. Sebanyak 21,2 % remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi. Dari 2 juta wanita Indonesia yang pernah melakukan aborsi, 1 juta adalah remaja perempuan. Lebih lanjut Simanjorang menjelaskan, tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja tersebut erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20 persen di antaranya dilakukan remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka kematian ibu di Indonesia, dan menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara. Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan peneliti melalui observasi, peneliti sering melihat siswa berpacaran bahkan datang ke sebuah klinik untuk tes kehamilan. Selain itu penulis melakukan wawancara kepada 10 siswa SMA Dharma Bakti Medan pada tanggal 7 Februari 2014, 7 orang yang tidak mengetahui tentang kesehatan reproduksi dan seks panikah. Mereka memperoleh informasi tentang kesehatan reproduksi dari orang tua, dan ada juga yang melalui buku porno, film porno, dan situs internet. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tentang faktorfaktor yang behubungan dengan sikap remaja kelas XI terhadap hubungan seksual pranikah (Intercourse) di SMA Dharma Bakti Medan tahun 2014.
50
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
2. Rumusan Masalah Uraian dalam latar belakang memberi dasar bagi peneliti untuk merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “faktor-faktor apa saja yang behubungan dengan sikap remaja kelas XI SMA Dharma Bakti Medan terhadap hubungan seksual pranikah (Intercourse)?” 3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui faktor- faktor yang behubungan dengan sikap remaja kelas XI terhadap hubungan seksual pranikah (Intercourse) di SMA Dharma Bakti Medan tahun 2014. Hipotesis Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang sesuatu yang diduga atau hubungan yang diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ada hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap remaja SMA terhadap hubungan seksual pranikah (Intercourse). 2. Ada hubungan peran orang tua dengan sikap remaja SMA terhadap hubungan seksual pranikah (Intercourse). 3. Ada hubungan peran media massa dengan sikap remaja SMA terhadap hubungan seksual pranikah (Intercourse). METODE PENELITIAN 1. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan desain cross sectional untuk mengetahui adanya hubungan antara dua variabel, sebab (independent) dan akibat (dependent). Dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse) di SMA Dharma Bakti Medan 2014. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian 2.1.Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Dharma Bakti Medan tahun 2014 dengan alasan: 1. Dari hasil observasi, peneliti melihat banyak siswa setiap pulang sekolah bersama pasangannya masing-masing. 2. Adanya sepasang siswa SMA datang ke sebuah klinik untuk tes kehamilan. 3. Dari segi usia, remaja rentan terhadap perilaku seks pranikah. 2.2.Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari studi literatur dan pencarian judul pada bulan Desember 2013, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian dan seminar hasil penelitian hingga di bulan Juli 2014.
Hanna Sriyanti Saragih, dkk.
3. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah remaja SMA Dharma Bakti Medan kelas XI tahun 2014 yakni sebanyak 60 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh dari populasi kelas XI SMA Dharma Bakti Medan 2014 atau total sampling yaitu sebanyak 60 orang. 4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekuder. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dengan sikap remaja SMA terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse). Pengumpulan data primer dilakukan langsung oleh peneliti dengan menggunakan kuesioner lembar checklist dan pertanyaan terbuka sesuai dengan variabel. Peneliti datang ke sekolah responden. Sebelumnya peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari peneliti kepada responden. Sebelum responden mengisi kuesioner, terlebih dahulu peneliti menjelaskan cara mengisi kuesioner, kemudian memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya. Kemudian responden mengisi informat consent, dan mengisi sendiri kuesioner penelitian. Setelah selesai diisi, kuesioner dikumpulkan oleh peneliti dan diperiksa kembali. 5.Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah terkumpul diolah dengan cara komputer dengan langkah-langkah editing, coding, entering, cleaning dan tabulating. Analisis data dilakukan dengan analisis data univariate dan bivariate. Analisis bivariate melihat beberapa faktor yang berhubungan dengan sikap remaja terhadap hubungan seks (intercourse) pranikah dengan menggunakan uji Chi-Square dan tingkat kemaknaan 0,05 atau α = 0,05 dengan derajat kepercayaan 95%. Adapun rumus Chi-Square yang digunakan adalah: 0−𝐸𝐸 2 ) 𝐸𝐸
X2 = (
dimana: X2 : Chi-Square O : Nilai hasil observasi E : Nilai yang diharapkan
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.Analisa Data Univariat Analisa data univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel dependent dan variabel independent, yaitu:
Faktor-Faktor yang Berhubungan...
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seksual Pranikah (Intercourse) di SMA Dharma Bakti Medan Tahun 2014 Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) Baik 43 71,67 Kurang 17 28,33 Jumlah 60 100% Peran Orang Tua Mendukung 47 78,33 Tidak mendukung 13 21,67 Jumlah 60 100% Peran Media Massa Berpengaruh Tidak Berpengaruh Jumlah Sikap Positif Negatif Jumlah
2 40
33,33 66,67
60
100%
56 4 60
93,3 6,7 100%
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 17 responden (28,33%). Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa peran orang tua responden yang tidak mendukung terhadap pemberian informasi tentang seksual pranikah sebanyak 13 responden (21,67%). Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa peran media massa yang berpengaruh terhadap perilaku seksual pranikah terhadap responden sebanyak 20 responden (33,33%). Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang memiliki sikap negatif sebanyak 4 responden (6,7%). 2.Analisis Data Bivariat Analisis data bivariat bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang bermakna antara faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse) seperti pengetahuan, peran orang tua, dan peran media massa di SMA Dharma Bakti Medan Tahun 2014. Pengujian analisis menggunakan uji chi-square dengan α= 0,05. Analisis ini dikatakan bermakna bila hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara variabel, yaitu dengan nilai p value < 0,05.
51
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
Tabel 4.2. Rekapitulasi Hasil Uji Chi-Square Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sikap Remaja Kelas XI terhadap Hubungan Seksual Pranikah (Intercourse) 2.1 Pengetahuan Sikap Remaja terhadap Hubungan Seksual Pranikah (intercourse) Positif Negatif Pengetahuan F % F % Baik 43 71,67 0 0 Kurang 13 21,67 4 6,66 Total 56 93,34 4 6,66
Total
p Value
F % 43 71,67 0,005 17 28,33 60 100
Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui bahwa pengetahuan responden yang baik dan memiliki sikap positif sebanyak 43 responden (71,67%), sedangkan yang memiliki pengetahuan kurang dan memiliki sikap positif sebanyak 13 responden (21,67%). Responden yang memiliki pengetahuan baik dan sikap negatif tidak ada, memiliki pengetahuan kurang dengan sikap negatif sebanyak 4 responden (6,67%). Berdasarkan hasil uji chi-square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,005 (<0,05), yang artinya terdapat hubungan pengetahuan dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse) di SMA Dharma Bakti Medan. 2.2. Peran Orangtua
Peran Orang Tua Mendukung Tidak Mendukung Total
Sikap Remaja terhadap p Hubungan Total Value Seksual Pranikah (Intercourse) Positif Negatif F % F % F % 47 78,34 0 0 47 78,34 0,001 9 15 4 6,66 13 21,66 56 93,34 4 6,66 60 100
Berdasarkan hasil uji chi-square peran orang tua dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah menunjukkan bahwa nilai p value = 0,001 (<0,05), yang artinya terdapat hubungan peran orang tua dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse) di SMA Dharma Bakti Medan.
52
2.3. Peran Media Massa Sikap Remaja Terhadap Total Hubungan Seksual Pranikah (Intercourse) Positif Negatif Peran Media F % F % F % Massa Berpengaruh 16 26,67 4 6,66 20 33,33 Tidak 40 66,67 0 0 40 66,67 Berpengaruh Total 56 93,34 4 6,66 60 100
p Value
0,010
Berdasarkan hasil uji chi-square peran media massa dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah menunjukkan bahwa nilai p value = 0,010 (<0,05), yang artinya terdapat hubungan peran media massa dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse) di SMA Dharma Bakti Medan. Pembahasan 1.
Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Dengan Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seksual Pranikah (Intercourse) Dari hasil analisa menunjukkan bahwa responden yang berpengetahuan baik sebanyak 43 responden (71,67%) dan memiliki pengetahuan kurang sebanyak 17 responden (28,33%). Hasil uji statistik chi-square menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi pada angka p value = 0,005 (<0,05), artinya ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi terhadap sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse). Dengan demikian hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Tut Wuri Prihatin (2007) bahwa semakin rendah pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi maka semakin cenderung sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse). Hal ini disebabkan tingkat pengetahuan siswa SMA yang masih kurang menjadikan mereka berada ketidaktahuan akan perkembangan dirinya. Sehingga dengan keterbatasan pengetahuan itulah, kadang membuat remaja mengambil sikap yang salah atas rangsang yang di terima. Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sangat memengaruhi perilaku remaja untuk hidup sehat, khususnya yang terkait dengan kesehatan reproduksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2010) bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (covert behaviour). Covert behaviour yang dimaksud adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup. Misalnya, seorang remaja tidak akan memutuskan melakukan hubungan seksual pranikah (intercourse),
Hanna Sriyanti Saragih, dkk.
karena ia tahu bahwa berhubungan seksual pranikah (intercourse) dapat menyebabkan kehamilan yang tidak di inginkan dan penyakit seksual termasuk HIV/AIDS. Menurut asumsi penulis berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan sangat berpengaruh dalam penentuan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse). Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi menyebabkan remaja tidak mengetahui dampak dari hubungan seksual pranikah. Maka itu diperlukan pembekalan mengenai pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksual, yang merupakan dasar bagi remaja agar perilaku remaja tidak menyimpang, khususnya terhadap perilaku hubungan seksual pranikah (intercourse).
2.
Hubungan Peran Orang Tua Dengan Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seksual Pranikah (Intercourse) Berdasarkan penelitian diketahui bahwa peran orang tua responden yang mendukung terhadap pemberian informasi tentang seksual pranikah sebanyak 43 responden (71,67%), sedangkan yang tidak mendukung sebanyak 17 responden (28,33%). Berdasarkan hasil dari analisis statistik uji chisquare bahwa peran orang tua pada angka signifikan p value = 0,001 (<0,05). Hal ini menunjukkan adanya hubungan peran orang tua dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse). Dengan demikian hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Tut Wuri Prihatin (2007) ada kecenderungan bahwa siswa yang tidak mendapat dukungan atau perhatian tentang kesehatan reproduksi dari orang tua akan cenderung bersikap mendukung terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse). Penelitian lain yang dilakukan oleh Soetjiningsih (2008) yang meneliti tentang faktorfaktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja menunjukkan bahwa hubungan orang tua dan remaja mempunyai pengaruh besar terhadap perilaku remaja. Makin baik hubungan orang tua dengan remaja makin rendah perilaku seksual pranikah remaja. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2012) bahwa seks pranikah terakhir ini disebabkan karena orang tua tabu membicarakan seks dengan anaknya dan hubungan antara orang tua dengan anak sudah terlanjur jauh sehingga anak berpaling sumbersumber lain yang tidak akurat. Idealnya pendidikan seks merupakan bagian proses belajar keseluruhan. Orang tua sebaiknya tidak menjelaskan seks sebagai topik formal yang dibahas saat seorang anak menginjak usia tertentu, tetapi sebaiknya menjadi bagian keseharian. Beberapa orang tua merasa bahwa mereka bukan orang yang tepat untuk memberikan pendidikan seks dengan sejumlah alasan. Beberapa diantara mereka merasa malu dan menganggap mereka kurang mampu dan tidak memiliki
Faktor-Faktor yang Berhubungan...
cukup informasi untuk menjawab berbagai pertanyaan seputar seks (Gilli, 2010). Menurut asumsi penulis berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran orang tua sangat penting dan berpengaruh dalam penentuan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse). Peran orang tua dalam memberikan pengetahuan tentang seksual dan perhatian orang tua terhadap pergaulan remaja sangat dibutuhkan agar perilaku seksual remaja tidak terjadi. Peran orang tua dalam mendidik anak sangat menentukan pembentukan karakter dan perkembangan kepribadian anak. Selanjutnya hubungan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak akan menciptakan saling memahami. Maka itu diperlukan komunikasi yang sesering mungkin antara orang tua dan anak terutama dalam membahas masalah-masalah kesehatan reproduksi saat anak memasuki usia remaja. 3.
Hubungan Media Massa Dengan Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seksual Pranikah (Intercourse) Berdasarkan penelitian diketahui bahwa peran media massa yang memengaruhi responden terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse) sebanyak 20 responden (33,33%) dan yang tidak berpengaruh sebanyak 40 responden (66,67%). Hasil uji statistik chi-square menunjukkan bahwa peran media massa pada angka p value = 0,010 (<0,05), yang artinya ada hubungan yang signifikan antara peran media massa dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse). Dengan demikian penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Sarma Eko Natalia (2012) bahwa ada hubungan antara media massa dengan seks pranikah. Hal ini disebabkan oleh pengaruh media massa yang sering diadopsi remaja dalam kehidupan sehari-hari. Media yang dapat berperan dalam mentransformasikan perubahan nilai seksualitas yaitu dari hiburan program televisi yang menampilkan tayangan pornografi dan pendidikan seks yang yang kurang tepat. Dari hasil observasi yang dilakukannya, remaja yang menonton film berkebudayaan barat membuat mereka menjadikan seks itu menyenangkan. Penelitian ini juga mendukung dalam Penelitian Tut Wuri (2007) bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran media massa yang disampaikan secara terbuka dalam bentuk pesan sederhana sampai yang sangat kompleks akan menambah pengetahuan seseorang, serta akan memengaruhi seseorang dalam bersikap untuk mengambil keputusan dan bertindak dengan cara positif. Hal tersebut berhubungan dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse). Seks pranikah dipengaruhi oleh informasi yang semakin mudah diakses dari media massa cetak dan elektronik serta kondisi yang semakin permisif untuk melakukan seks pranikah seiring dengan norma yang semakin lemah pada masyarakat (Sri Handayani, 2009).
53
Jurnal Ilmiah PANNMED
Hal ini juga dipengaruhi oleh anggapan masyarakat, khususnya orang tua yang masih menganggap tabu untuk membicarakan masalah seksualitas. Ironisnya di sisi lain remaja tidak menerima pendidikan kesehatan seksual yang benar dan bertanggung jawab. Mereka menerima informasi tentang seks justru dari sumber yang salah, bahkan menyesatkan, misalnya dari cerita teman, video porno, tayangan televisi dan film. Remaja dengan permasalahannya justru menghadapi masalah ketika membutuhkan informasi dan pelayanan tentang kesehatan reproduksi (Rahayu, 2013). Menurut asumsi penulis berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran media massa sangat berpengaruh terhadap sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin sering remaja berhubungan dengan media massa atau mencari informasi tentang seksual melalui media, semakin cenderung remaja melakukan hubungan seksual pranikah (intercourse). Keterpaparan remaja terhadap pornografi dalam bentuk bacaan berupa buku porno, melalui film porno semakin meningkat. Sementara konsultasi seks yang diberikan melalui media cetak dan elektronik yang disebut sebagai pendidikan seks, penayangan film tertentu di televisi sering menyebabkan salah persepsi/ pemahaman yang kurang tepat terhadap kesehatan reproduksi sehingga remaja mencontoh perilaku seksual dari media yang mereka terima. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse) di SMA Dharma Bakti Medan tahun 2014 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Ada hubungan pengetahuan kesehatan repsoduksi dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse). Hal ini disimpulkan bardasarkan hasil uji statistik chi-square menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi pada angka signifikan p value = 0,005 (<0,05), dengan demikian tidak terdapat kesenjangan antara hasil penelitian dengan teori. b. Ada hubungan peran orang tua dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse). Hal ini disimpulkan bardasarkan hasil uji statistik chi-square menunjukkan peran orang tua pada angka signifikan p value = 0,001 (<0,05), dengan demikian tidak terdapat kesenjangan antara hasil penelitian dengan teori. c. Ada hubungan peran media massa dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah (intercourse). Hal ini disimpulkan bardasarkan hasil uji statistik chi-square
54
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
menunjukkan bahwa peran media massa pada angka signifikan p value = 0,010 (<0,05), dengan demikian tidak terdapat kesenjangan antara hasil penelitian dengan teori. 2. Saran Bardasarkan hasil dan kesimpulan dari data yang diperoleh, saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Diharapkan kepada pihak sekolah dapat menjadikan penelitian ini sebagai pedoman untuk meningkatkan pemberian ataupun pendidikan mengenai informasi kesehatan reproduksi khususnya tentang sex education bagi remaja di sekolah. Misalnya melalui metode peer education yang bersifat youth freendly (ramah terhadap remaja), artinya tidak hanya memberi materi melalui proses belajar mengajar di kelas, tetapi dikembangkan dengan metode lain seperti pemasangan mading, kesenian sekolah atau drama teater, dan lain – lain, yang memuat materi dasar kesehatan reproduksi yang proporsional yang mencangkup pemahaman remaja tentang perubahan fisik anak laki – laki dan perempuan saat menjadi remaja, mengenal masa subur, terjadinya proses kehamilan, metode kontrasepsi KB, pencegahan penyakit menular seksual, perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawab, serta akibat dari kehamilan tak dikehendaki. b. Diharapkan kepada remaja khususnya siswa kelas XI SMA Dharma Bakti Meda tahun 2014 agar lebih memperdalam ilmu kesehatan reproduksi terutama tentang dampak dari perilaku seksual pranikah melalui sumber informasi yang terpercaya dan meningkatkan komunikasi dengan orang tua terutama dalam membahas masalah kesehatan reproduksi agar remaja dapat memiliki pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi khususnya tentang seksual. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S., 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Boyke., 2013. Problema Seks dan Solusinya. Jakarta: Bumi Aksara. Gilli., 2010. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC. Irianto, K., 2013. Permasalahan Seksual. Bandung: Yrama Widya. Kholid, A., 2012. Promosi Kesehatan. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Manuaba, dkk., 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta: EGC. Notoadmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: SalembaMedika. ______________ 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho, T., 2010. Buku Ajar Ginekologi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hanna Sriyanti Saragih, dkk.
Pieter, H.Z. dan Lubis, N., 2010. Pengantar Psikologi dalam Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: Kencana. Pinem, S., 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info Media. Politeknik Kesehatan Depkes Jakarta I. 2010. Kesehatan Remaja: Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika. Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. 2012. Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah. Sarwono, S., 2012. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suryani, E. dan Widyasih, H., 2010. Psikologi Ibu dan Anak. Yogyakarta: Fitramaya. Wawan, A. dan Dewi., 2011. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika. Widyastuti, dkk., 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya. Wuryani, S.E., 2008. Pendidikan Seks untuk Keluarga. Jakarta: Indeks. Yusrawati., 2011. Diktat Biostatistika. Medan: Politeknik Kesehatan Medan Jurusan Kebidanan. BKKBN. 2011. Kajian Profil Penduduk Remaja. Available at: www.bkkbn.go.id/.../Hasil%20Penelitian/.../Kaji an%20Profil%20Penduduk%20Remaja%20(10 %20-%2024%20t. [ Accessed 27 Desember 2013]. Handayani. S., 2009. Efektivitas Metode Diskusi Kelompok dengan dan tanpa Fasilitator pada Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Motivasi Remaja tentang Perilaku Seks Pranikah. Available at: http://berita-kedokteranmasyarakat.org/index.php/BKM/article/view/172. [Accessed 5 Januari 2014].
Faktor-Faktor yang Berhubungan...
Prasetya. 2011. Dampak Seks Pranikah bagi Kesehatan. Available at: http://www.lensaindonesia.com/2013/02/11/dam pak-seks-pra-nikah-bagi-kesehatan.html. [Accessed 12 Januari 2014]. Rahayu. N., et al., 2013. Pengaruh Kegiatan Penyuluhan dalam Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Seks Pranikah di SMA N 1 Lubuk Pakam Kabupaten Siak Sri Indrapura Tahun 2013. Available at: jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/download /3633/1907 [Accessed 23 Desember 2013]. SDKI. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja. Available at www.bkkbn.go.id/.../Hasil%20Penelitian/SDKI %202012/. [Accessed at 27 Desember 203]. Soetjiningsih., 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja. Available at: http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/824_RD09060 04.pdf. [Accessed 5 Januari 2014]. Tut Wuri., 2007. Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan Sikap Siswa SMA terhadap Hubungan seksual (Intercouse) Pranikah di Kota Sukoharjo Tahun 2007. Available at: eprints.undip.ac.id/18061/1/Tut_Wuri_Prihatin.p df. [Accessed at 23 Desember 2013]. Yuliantini. H., 2012. Tingkat Pengetahuan HIV/AIDS dan Sikap Remaja terhadap Perilaku Seksual Pranikah di SMA “X” Jakarta Timur. Available lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20312663at: S%2043157...full%20text.pdf [Accessed 23 Desember 2013].
55
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP BIDAN DENGAN TINDAKAN INDUKSI DAN AKSELERASI DALAM PERSALINAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013
Tumiar Simanjuntak, Tiamin Simbolon, Kandace Sianipar Prodi Kebidanan Pematangsiantar Poltekkes Kemenkes Medan
Abstrak Hasil survei demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan terdapat 258 kasus dari 1046 ibu bersalin yang dilakukan induksi pada saat persalinan yang dilakukan di sejumlah rumah sakit umum di Indonesia. Hasil survey yang dilakukan oleh Depkes Sumatera Utara ditemukan sebanyak 250 ibu hamil perbulan dilakukan induksi saat persalinan. Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan kenaikan angka kejadian tindakan Sectio Caesar. Pada beberapa induksi persalinan ditemukan adanya tanda-tanda fetal distress, anoksia dan cedera pada bayi, sedangkan pada ibu dapat terjadi ruptur uteri, atonia uteri, laserasi serviks. Sesuai dengan Kepmenkes RI No. 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan Akselerasi dan induksi persalinan merupakan bagian dari pengetahuan dan keterampilan tambahan yang harus dimiliki oleh seorang bidan. Hasil survey di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar diketahui pada tahun 2011 terdapat 63 (20,13%) ibu bersalin yang diinduksi dan akselerasi dari 313 persalinan dan pada tahun 2012 terdapat 49 (13,4%) dari 366 persalinan. Sekitar 30–45 % pasien yang diinduksi dan akselerasi di RSUD Dr.Djasamen Saragih rumah sakit tersebut merupakan rujukan dari bidan dan berakhir dengan Secsio Sesarea terutama disebabkan karena kegagalan dari induksi dan akselerasi tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap bidan tentang induksi/akselerasi persalinan dengan tindakan induksi dan akselerasi dalam persalinan di Kota Pematangsiantar tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian dengan jenis Explanatory Research (penelitian penjelasan) yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat melalui pengujian hypothesis yang dirumuskan dan pendekatan yang digunakan adalah cross sectional, yaitu subyek hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap karakter atau variabel subyek pada saat pemeriksaan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bidan yang memiliki praktek mandiri dan berdomisili di Kota Pematangsiantar dan pada 6 bulan terakhir ada melakukan induksi dan akselerasi persalinan sebanyak 45 orang dan 31 menjadi subjek penelitian. Pengumpulan data dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan lembar kuesioner. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square dan regresi logistik. Kata kunci : Induksi dan Akselerasi, Jampersal, akseptor KB PENDAHULUAN Latar Belakang Selama beberapa dekade terakhir, semakin banyak ibu hamil diseluruh dunia mengalami induksi persalinan. Di negara maju induksi persalinan mencapai 25% dari seluruh persalinan dan beberapa Negara berkembang didapatkan angka yang sama. Survey World Health Organization (WHO) tentang kesehatan ibu dan perinatal di 373 fasilitas kesehatan di 24 negara didapatkan 9,6% dari 300.000 kelahiran mendapatkan induksi persalinan. Secara keseluruhan ditemukan pelaksanaan induksi persalinan lebih rendah di Afrika dibandingkan dengan negara-negara Asia dan Amerika Latin (WHO, 2011). Hasil survei demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan terdapat 258 kasus dari 1046 ibu bersalin yang dilakukan induksi dan akselerasi
56
pada saat persalinan yang dilakukan di sejumlah rumah sakit umum di Indonesia. Hasil survey yang dilakukan oleh Depkes Sumatera Utara ditemukan sebanyak 250 ibu hamil perbulan dilakukan induksi saat persalinan akan dilakukan (Badan Pusat Statistik, 2009). Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan kenaikan angka kejadian tindakan Sectio Caesar. Induksi persalinan elektif menyebabkan peningkatan kejadian Sectio Caesar 2 – 3 kali lipat. Menurut data dari WHO, bahwa di negara berkembang banyak terjadi induksi persalinan elektif. Pada kehamilan aterm sebaiknya tidak dilakukan secara rutin mengingat bahwa tindakan Sectio Caesar dapat meningkatkan risiko yang berat sekalipun jarang dari pemburukan out come maternal termasuk kematian. Induksi persalinan elektif yang dirasa perlu dilakukan saat aterm (≥ 38 minggu) perlu pembahasan secara mendalam antara dokter dengan pasien dan keluarganya (Hoffman dan Sciscione, 2003).
Jurnal Ilmiah PANNMED
Pada banyak kasus terlihat bahwa tanda-tanda fetal distress lebih sering dijumpai di antara pasien-pasien yang menerima tetesan oxytocin dibanding dengan mereka yang persalinannya tanpa stimulasi. Kontraksi yang terlalu kuat, terlalu sering dan berlangsung terlalu lama dapat mengakibatkan anoksia pada bayi, karena uterus tidak sempat mengadakan cukup relaksasi untuk mempertahankan sirkulasi darah yang memadai. Cedera pada bayi dapat juga ditimbulkan oleh dorongan yang terlampau cepat lewat rongga panggul yang diakibatkan dari pengaruh tetesan oxytocin (Oxorn, 2010). Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan dikatakan bahwa untuk kompetensi ke-4 (asuhan selama persalinan dan kelahiran) bidan harus memiliki 21 item pengetahuan dasar, 3 item pengetahuan tambahan, 28 keterampilan dasar dan 8 keterampilan tambahan. Akselerasi dan induksi persalinan merupakan bagian dari pengetahuan dan keterampilan tambahan yang harus dimiliki oleh seorang bidan. Survei awal yang dilakukan pada bulan Maret 2013 jumlah anggota IBI kota Pematangsiantar ada 260 orang, yang memiliki Praktek Mandiri 165 orang dan 45 orang diantaranya ada melaksanakan induksi dan akselerasi dalam 6 bulan terakhir. Usia rata-rata 40-50 tahun, dan masih ada sekitar 30% dengan latar belakang pendidikan Diploma I. Hasil survey di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar diketahui pada tahun 2011 terdapat 63 (20,13%) ibu bersalin yang diinduksi dan akselerasi dari 313 persalinan dan pada tahun 2012 terdapat 49 (13,4%) dari 366 persalinan. Sekitar 30–45 % pasien yang diinduksi dan akselerasi di RSUD Dr.Djasamen Saragih rumah sakit tersebut merupakan rujukan dari bidan dan berakhir dengan Secsio Sesarea terutama disebabkan karena kegagalan dari induksi dan akselerasi tersebut. Metode Penelitian ini dengan Explanatory Research (penelitian penjelasan) dan pendekatan cross sectional, sampel sebesar 40 orang bidan yang memiliki praktek mandiri dan berdomisili di Kota Pematangsiantar yang dalam 6 bulan terakhir ada melakukan induksi dan akselerasi dalam persalinan. Pengukuran pengetahuan dan sikap, dengan wawancara, sedangkan tindakan dengan observasi dan lembar checklist. Analisis data meliputi tahapan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji chi square χ2, dengan tingkat kemaknaan p<0,05 dan Confidence Interval 95%. analisis multivariat dengan uji statistik yang digunakan adalah analisis multiple logistic regression (regresi logistik ganda). HASIL
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
Tabel 1 Distribusi Tindakan Responden dalam Melaksanakan Induksi dan Akselerasi dalam Persalinan di Pematangsiantar tahun 2013. Menjadi Frekuensi Persentase (%) akseptor KB Sesuai standar 24 60,0 Tidak sesuai 16 40,0 standar Total 30 100,0 Tabel 2. Distribusi Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Bidan yang Melaksanakan Tindakan Induksi dan Akselerasi dalam Persalinan di Pematangsiantar Tahun 2013. No Variabel Frekuensi Persentase (%) 1. Umur ≥ 35 tahun 16 40,0 < 35 tahun 24 60,0 2. Pendidikan D.III – D.IV 26 65,0 D. I 14 35,0 3. Lama bekerja ≥ 5 tahun 23 57,5 < 5 tahun 17 42,5 4. Pelatihan Pernah 18 45,0 Tidak pernah 22 55,0 5. Pengetahuan Baik 25 62,5 Kurang 15 37,5 6. Sikap Baik 24 64,5 Kurang 16 35,5 Analisis Bivariat Analisi bivariat Hasil uji dinyatakan umur bidan berhubungan dengan tindakan melakukan induksi dan akselerasi persalinan (p=0,041). pendidikan berhubungan dengan tindakan melakukan induksi dan akselerasi persalinan ( p=0,001). lama bekerja tidak berhubungan dengan tindakan melakukan induksi dan akselerasi persalinan (p=0,001). pelatihan bidan berhubungan dengan tindakan melakukan induksi dan akselerasi persalinan (p = 0,016). pengetahuan berhubungan dengan tindakan melakukan induksi dan akselerasi persalinan (p=0,001). sikap berhubungan dengan tindakan melakukan induksi dan akselerasi persalinan (p=0,001).
Analisis Univariat Analisis univariat pada penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi variabel yang diteliti yaitu variabel dependen dan variabel independen yang meliputi pengetahuan dan sikap dengan perilaku bidan dalam melakukan induksi dan akselerasi persalinan.
57
Tumiar Simanjuntak, dkk.
Hubungan Pengetahuan dan...
Tabel 2 Hasil Uji Bivariat. Tindakan induksi dan No Karakteristi akselerasi persalinan Nilai RP k, p 95% CI Sesuai Tidak Tota pengetahua standar sesuai l n dan sikap standar responden n % n % n % 1. Umur ≥ 35 tahun 6 25,0 10 62,5 16 100,0 0,041 0,50 (0,250,98) < 35 tahun 18 75,0 6 37,5 24 100,0 2. Pendidikan D.III – D.IV 22 91,7 4 25,0 26 100,0 0,001 5,92 (1,6321,59) D. I 2 8,3 12 75,0 14 100,0 3. Lama bekerja ≥ 5 tahun 12 50,0 11 68,8 23 100,0 0,396 0,74 (0,451,22) < 5 tahun 12 50,0 5 31,2 17 100,0 4. Pelatihan Pernah 15 62,5 3 18,8 18 100,0 0,016 2,04 (1,183,51) Tidak pernah 9 37,5 13 81,2 22 100,0 5. Pengetahua n Baik 22 91,7 3 18,8 25 100,0 0,001 6,60 (1,8024,18) Kurang 2 8,3 13 81,2 15 100,0 6. Sikap Baik 22 91,7 4 25,0 26 100,0 Kurang 2 8,3 12 75,0 14 100,0 0,001 5,92 (1,7321,60)
Analisis Multivariat Pada penelitian ini, variabel independen yang memenuhi kriteria p < 0,25 pada analisis bivariat dimasukkan ke dalam analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik ganda yaitu variabel umur, pendidikan, pelatihan, pengetahuan dan sikap. Untuk mendapatkan faktor yang paling dominan, semua kandidat diuji secara bersama-sama dengan menggunakan metode enter. Faktor yang terbaik akan dipertimbangkan dengan melihat nilai p. Pada setiap tahapan seleksi variabel yang tidak signifikan (p > 0,05) dikeluarkan satu persatu mulai dari p yang terbesar. Setiap tahapan seleksi selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama hingga seleksi terakhir diperoleh variabel yang seluruhnya berhubungan signifikan (p < 0,05), yang dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3 : Hasil seleksi akhir analisis multivariat No 1. 2. 3. 4. 5.
Variabel Pengetahuan Sikap Umur Pendidikan Pelatihan Konstanta
SE(β) 17,336 70,554 -53,267 53,021 17,640 -35,345
Nilai p Rasio Prevalen 95% CI 0,997 6,60 1,80-24,18 0,995 5,92 1,73-21,60 0,995 0,50 0,25-0,98 0,995 5,92 1,63-21,59 0,997 2,04 1,18-3,51
Dari hasil seleksi diperoleh seluruh variabel tidak ada yang dominan berhubungan dengan tindakan melakukan induksi dan akselerasi persalinan , hal ini dapat terlihat dari nilai p masing-masing variabel > 0,005. Pembahasan Hasil penelitian ini dari 40 responden ada 24 responden (60,0%) yang melaksanakan tindakan induksi dan akselerasi persalinan sesuai dengan standar. 58
Antara tahun 1990 dan 2005 terjadi peningkatan angka induksi dua kali lipat, hingga mencapai 22%. Peningkatan ini tidak hanya mencerminkan kenaikan induksi untuk indikasi ibu dan janin tetapi juga penggunaan yang lebih luas dari induksi elektif. Alasan ingin induksi elektif termasuk karena ketidaknyamanan yang dialami ibu hamil secara fisik, masalah waktu yang diinginkan, atau kepedulian terhadap perkembangan persalinan yang akan berlangsung dengan cepat sementara berada jauh dari tenaga kerja kesehatan atau Rumah Sakit. Induksi elektif juga direkomendasikan karena kekhawatiran tentang komplikasi yang akan terjadi. Namun, manfaat dan bahaya induksi elektif tidak dipahami dengan baik (AHRQ, 2009). Tidak cukup bukti untuk menentukan apakah induksi persalinan elektif menyebabkan tingkat yang lebih tinggi atau lebih rendah pada kelahiran seksio sesarea dibandingkan dengan pengelolaan kehamilan normal. Di antara wanita yang menjalani induksi, wanita dengan kehamilan pertama memiliki prediksi yang lebih tinggi untuk mengakhiri persalinannya secara sesar daripada wanita dengan persalinan pervaginam sebelumnya. Status serviks memiliki efek penting pada kejadian persalinan seksio sesarea dengan induksi. Jika status serviks lebih menguntungkan, maka semakin rendah tingkat persalinan seksio sesarea. Induksi elektif juga dikatakan tidak menyebabkan peningkatkan hasil neonatal yang merugikan namun, data yang ada relatif terbatas (AHRQ, 2009; WHO, 2011) Faktor pengetahuan dan sikap Bidan diperkirakan berhubungan dengan tindakan induksi dan akselerasi persalinan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan yang mengatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor internal yang berpotensi kuat untuk meningkatkan kepatuhan, sehingga akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja bidan (Mangkunegara, 2006; Robbins SP, 2003). Menurut Lawrence Green faktor yang mendorong terbentuknya perilaku adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan persepsi seseorang yang menjadi dasar motivasi individu atau kelompok untuk bertindak. Seorang bidan untuk berperilaku harus ditunjang oleh pengetahuan, yang mana sebelum mendapat pengetahuan seseorang harus melalui tahap belajar. Berdasarkan pengalaman dan penelitian, ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Mangkunegara, 2006;. Notoatmodjo, 2003). Berkaitan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pengetahuan bidan tentang induksi dan akselerasi persalinan sebahagian besar termasuk dalam kategori baik, hal ini bisa terjadi karena tingkat pendidikan, masa kerja dan pelatihan yang berhubungan dengan induksi dan akselerasi yang juga ikut mendukung.
Jurnal Ilmiah PANNMED
Terdapatnya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan tindakan bidan dalam penelitian ini mengandung arti bahwa terdapat perbedaan antara tindakan bidan dalam melakukan induksi dan akselerasi persalinan yang memiliki pengetahuan baik dan kurang. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat atau emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas yang memadai dan diperlukan juga faktor pendukung (support) dari atasan. Sikap bidan haruslah memiliki sikap mental yang siap sedia secara psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi dan tujuan) dalam memberikan pelayanan agar tuntutan masyarakat tentang pelayanan yang berkualitas dapat terlaksana dengan baik dan mutunya dapat terus ditingkatkan (Basri, Rivai, 2004). Terdapatnya hubungan yang bermakna antara sikap dengan tindakan bidan dalam penelitian ini mengandung arti bahwa terdapat perbedaan antara tindakan bidan dalam melakukan induksi dan akselerasi persalinan yang memiliki sikap baik dan kurang. umur bidan berhubungan dengan tindakan melakukan induksi dan akselerasi persalinan (p = 0,041). Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja dan tanggung jawab seseorang. Pada umumnya tenaga kerja yang berumur tua, mempunyai tenaga fisik yang lemah dan terbatas, sebaliknya tenaga kerja yang berumur muda mempunyai kemampuan fisik yang kuat. Umur seseorang cukup menentukan keberhasilan dalam melakukan suatu pekerjaan, baik sifatnya fisik maupun non fisik. Pekerjaan yang banyak mengandalkan fisik umumnya menggunakan tenaga kerja yang berumur muda, tetapi ada juga yang tidak, dan sangat tergantung dari jenis pekerjaan tersebut (Robbins SP, 2003). Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan seseorang dalam bekerja. Makin tinggi pendidikan, umumnya produktivitas juga semakin tinggi. Hal tersebut berhubungan dengan cara menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi dalam bekerja dengan solusi yang tepat, efektif dan efisien (Notoatmodjo, 2003). Dalam penelitian ini sebagian besar responden bidan (97,1%) berpendidikan D III- D. IV kebidanan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan yang menyatakan bahwa bidan yang menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D III) kebidanan, walaupun masih ada 12 bidan yang masih berpendidikan D I dan diharapkan kedepannya dapat meningkatkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan lebih rasional dan kreatif serta terbuka dalam menerima
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
adanya bermacam usaha pembaharuan dan dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai pembaharuan. Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar (Surani, 2007). Pernyataan-pernyataan diatas sesuai dengan hasil penelitian, bahwa prosentase tertinggi yang menghasilkan tindakan induksi dan akselerasi persalinan yang sesuai dengan standar adalah bidan dengan pendidikan D.III-D.IV yaitu sebesar 88,2%. Terdapatnya hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan tindakan bidan dalam penelitian ini mengandung arti bahwa terdapat perbedaan antara tindakan bidan dalam melakukan induksi dan akselerasi persalinan yang memiliki pendidikan D.IIID.IV dan D.I. Masa kerja seseorang mencerminkan pengalaman seseorang dalam bekerja. Semakin lama seseorang bekerja akan semakin terlatih dan terampil dalam melaksanakan pekerjaan. Masa kerja berkaitan erat dengan pengalamanpengalaman yang didapat selama dalam menjalankan tugas, karyawan yang berpengalaman dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas. Makin lama kerja seseorang kecakapan mereka akan lebih baik karena sudah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan (Mangkunegara, 2006). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan tindakan bidan dalam penelitian ini mengandung arti bahwa tidak terdapat perbedaan antara tindakan bidan dalam melakukan induksi dan akselerasi persalinan yang memiliki lama bekerja ≥ 5 tahun dan < 5 tahun Sesuai dengan teori bahwa pelatihan adalah kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja individu dalam pekerjaannya atau yang berhubungan dengan pekerjaannya. Pelatihan dilakukan agar peserta pelatihan mempunyai motivasi dalam belajar. Motivasi ini bisa dalam bentuk yang nyata seperti aktualisasi diri dan inisiatif. Reaksi peserta terhadap suatu pelajaran akan dikondisikan dan dimodifikasikan dalam pengalaman bekerjanya. Pelatihan diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat diterapkan dalam kerjanya sehingga mampu mencapai kinerja secara maksimal. Pelatihan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, sikap dan perilaku anggota organisasi dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi, kualitas kerja dan kepuasan kerja (Mangkunegara, 2006). Terdapatnya hubungan yang bermakna antara pelatihan yang pernah diikuti dengan induksi dan akselerasi persalinan dengan tindakan bidan dalam penelitian ini mengandung arti bahwa terdapat perbedaan antara tindakan bidan dalam melakukan induksi dan akselerasi persalinan yang telah mengikuti pelatihan dengan yang tidak. Kesimpulan Karakteristik bidan untuk umur, pendidikan dan pelatihan berhubungan dengan tindakan induksi dan akselerasi dalam persalinan. Pengetahuan dan sikap berhubungan
59
Tumiar Simanjuntak, dkk.
dengan tindakan induksi dan akselerasi dalam persalinan.Tidak ada variabel yang paling dominan berhubungan dengan tindakan induksi dan akselerasi dalam persalinan Saran Mengingat induksi dan akselerasi dalam persalinan memiliki risiko bagi ibu maupun janin yang dilahirkan maka diharapkan bidan dapat memahami dengan baik manfaat dan kerugiaan induksi daan akselerasi persalinan sebelum memutuskan untuk melakukan tindakan tersebut. Kepada pihak dinas kesehatan kota Pematangsiantar diharapkan dapat melaksanakan suatu pelatihan tentang induksi dan akselerasi persalinan karena dengan pelatihan tersebut bidan-bidan yang ada di Kota Pematangsiantar dapat melakukan induksi dan akselerasi persalinan sesuai dengan standar. Varibel dalam penelitian ini dibatasi dengan jumlah responden yang kecil (40 bidan) dan tidak menilai hasil dari tindakan induksi dan akselerasi persalinan secara seksama sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar atau variabel penelitian yang lebih luas. Daftar Pustaka AHRQ, 2009. Elective Induction of Labor: Safety and Harms. US Department of Health and Human Services. Badan Pusat Statistik (BPS) dan Macro International, 2007. Survei demografi dan kesehatan Indonesia, Calverton, Maryland, USA: BPS dan Macro International. Basri, Rivai, 2004. Performance appraisal. PT Raja Grafindo Persada; Jakarta. Cunningham FG,dkk, 2010. Williams Obstetrics 23 RD Edition. MC Grow Hill Medical, Dallas, Texas. Depkes, 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan, Jakarta, Depkes. Handoko R. Statistik Kesehatan, 2007, Yogyakarta: Penerbit Mitra Cendekia Press. Hoffman MK, Sciscione AC, 2003, Elective induction with cervical replanning increase the risk of caesarean delivery in multiparous women. Obstet Gynecol 101:7S.
60
Hubungan Pengetahuan dan...
Kasjono HS, Yasril, 2009. Teknik Sampling Untuk Penelitian Kesehatan.Yogyakarta: Graha Ilmu. Lemeshow, S., Hosmer, Jr, D, W., Klar, J. & Lwanga, S. K. 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Penerjemahan: Pramono, D. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press. Mangkunegara AAAP, 2006. Evaluasi kinerja sumber daya manusia. PT.Refika Aditama; Bandung. Notoatmodjo S, 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Rineka Cipta Jakarta --------------------- 2006. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Rineka Cipta, Jakarta. , 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta, Rineka Cipta. Oxorn, 2003. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica. Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, 2006. Standar profesi bidan Indonesia. PP IBI; Jakarta. Robbins SP, 2003. Perilaku organisasi. Edisi Lengkap. Alih Bahasa Benyamin Molan. PT Indeks Kelompok Gramedia; Jakarta. Saifuddin AB, dkk, 2002. Buku panduan praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Ed I. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta. Sudigdo S, Ismail S, 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Ed.3. Sagung Seto; Jakarta. Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. CV Alfabeta; Bandung. Surani, 2007. Analisis karakteristik individu dan faktor intrinsik yang berhubungan dengan kinerja bidan pelaksana poliklinik kesehatan desa dalam pelayanan kesehatan di kabupaten Kendal, [diunduh tanggal 13 Oktober 2013]. Tersedia dari: http://eprints.undip.ac.id/17401/1/Endang_Surani. pdf Varney H, 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. EBG; Jakarta. WHO, 2011. WHO Recommendations for Induction of Labour. WHO Winkel WS, 2007. Psikologi pengajaran. Media Abadi; Yogyakarta.
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETIDAKIKUTSERTAAN MENJADI AKSEPTOR KB PADA IBU BERSALIN PESERTA JAMPERSAL DI RSUD DR.DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013
Juliani Purba, Tengku Sri Wahyuni, Sri Hernawati Sirait Prodi Kebidanan Pematangsiantar Poltekkes Kemenkes Medan
Abstrak Sumatera Utara dengan angka fertilitas 3,8 merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia. Sebagai upaya untuk pengendalian jumlah penduduk dan keterkaitannya dengan Jaminan Persalinan (Jampersal), maka pelayanan KB pada masa nifas perlu mendapatkan perhatian. Tatalaksana pelayanan KB mengacu kepada pedoman pelayanan KB dan KIA yang diarahkan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) atau Kontrasepsi Mantap (Kontap). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB pada ibu bersalin peserta Jampersal di RSUD Dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar. Penelitian ini merupakan Explanatory Research dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah 41 ibu bersalin peserta jampersal di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ditentukan dengan cara consecutive sampling. Pengumpulan data dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data meliputi tahapan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji chi square, analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda dengan kemaknaan p<0,05 dan rasio prevalen dengan CI 95%. Hasil penelitian ini mendapatkan proporsi ibu bersalin peserta Jampersal di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2013 ada 22 (53,7%) yang tidakikut menjadi akseptor KB. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor predisposisi yaitu umur dan paritas berhubungan dengan ketidakikutsertaannya menjadi akseptor KB dengan nilai p= 0,032; RP 0,50 dan CI 0,28-0,88 dan p= 0,003; RP 3,19; CI (1,31-7,74). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa paritas merupakan variabel yang paling dominan dari ibu bersalin peserta Jampersal dengan ketidakikutsertaannya menjadi akseptor KB. Diharapkan kepada kepada petugas kesehatan yang memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan, persalinan dan nifas hendaknya memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu agar menggunakan alokontrasepsi tanpa harus menunggu selesai masa nifas dan bagi ibu dengan paritas ≤ 2 diharapkan teta p menggunakan MKJP dengan tujuan untuk mengatur waktu yang tepat untuk hamil, mengatur jarak kehamilan dan menentukan jumlah anak. Kata kunci : ibu bersalin, Jampersal, akseptor KB PENDAHULUAN Latar Belakang Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan bayi baru lahir di Indonesia masih harus membutuhkan berbagai inovasi. Terlebih, bila dikaitkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) 2015, yakni menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, dan angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup yang harus dicapai. Tahun 2010 Indonesia telah memberikan komitmen pada global strategy for woman and children health. Pada tahun 2011 setidaknya ada 1,5 juta ibu hamil dan bayi yang dibiayai pemerintah melalui Jaminan Persalinan (Jampersal) (Pusat Komunikasi Publik, Sekjen Kemkes RI, 2012; Pusat Komunikasi Publik, Sekjen Kemenkes RI, 2013). Program Jampersal diharapkan dapat mengakselerasi goal dari MDGs 4 dan 5 yakni menurunkan AKI dan AKB sehingga jumlah ibu dan bayi
yang selamat akan bertambah. Bertambahnya jumlah ibu dan bayi yang selamat sama artinya dengan jumlah penduduk Indonesia yang juga semakin bertambah (Prabhaswari, 2012). Hal ini bukanlah suatu masalah jika pelaksanaan program Jampersal tidak terhenti hanya pada tahap persalinan saja tetapi harus sampai mendapatkan pelayanan KB. Beberapa faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap ketidakikutsertaan pasangan dalam menentukan metode kontrasepsi apa yang akan dipakai dan keinginan untuk mengakses metode kontrasepsi (DeRose, 2004; Prihastuti, 2004). Sumatera Utara dengan angka fertilitas 3,8 merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk pada tahun 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara 12,98 juta jiwa dan telah meningkat menjadi
61
Jurnal Ilmiah PANNMED
13.215.401 jiwa pada tahun 2012 (Sembiring, 2010; BPS Sumut, 2012). RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar merupakan RSUD satu-satunya yang menerima pelayanan Jampersal. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan Jampersal di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar pada bulan Maret 2013 diketahui jumlah ibu bersalin peserta Jampersal tahun 2012 ada 305 kasus (83,3%) dan hanya 79 kasus (25,9%) dilakukan tindakan kontap, sedangkan untuk IUD/implant tidak ada.
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
Tabel 1 : Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Predisposisi (Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Paritas, Paparan informasi, Pengetahuan dan Sikap) dan Berdasarkan Faktor Penguat (Dukungan Suami) di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2013 No
1.
Metode Penelitian ini merupakan Explanatory Research dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah 41 ibu bersalin peserta jampersal di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ditentukan dengan cara consecutive sampling. Pengumpulan data dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data meliputi tahapan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji chi square, analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda dengan kemaknaan p<0,05 dan rasio prevalen dengan CI 95%.
2
2.
3.
Ketidakikutsertaan Tidak ikut Ikut Umur > 35 tahun < 35 tahun Pendidikan Pendidikan dasar Pendidikan lanjutan Pekerjaan Tidak bekerja
Frekuensi
Persentase (%)
22 19
53,7 46,3
24 17
58,5 41,5
2 39
4,9 95,1
41 100,0
4.
HASIL 5.
Analisis Univariat Analisis univariat pada penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi variabel yang diteliti yaitu variabel independen meliputi : faktor predisposisi (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan paritas, paparan informasi KB, pengetahuan tentang KB dan sikap tentang KB) dan faktor penguat (dukungan suami). Dan variabel dependen yaitu ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB.
Variabel
6.
7.
8.
9.
Bekerja Pendapatan ≤ Rp.1,2 jt > Rp.1,2 jt Paritas ≤ 2 orang > 2 orang Paparan informasi tentang KB Pernah Tidak pernah Pengetahuan tentang KB Kurang baik (skor 1-6) Baik (skor 7-13) Sikap ibu untuk berKB Kurang baik (skor 1019) Baik (skor 20-40) Dukungan suami Kurang baik (skor 1019) Baik (skor 20-40)
0
0,0
40 1
97,6 2,4
24 17
58,5 41,5
2 39
4,9 95,1
8 33
19,5 80,5
1
2,4
40
97,6
9
22,0
32
78,0
Analisis Bivariat Analisis bivariat menunjukkan bahwa umur ibu dan paritas mempunyai hubungan dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB (p<0,005), sedangkan untuk variabel pendidikan, pekerjaan, pendapatan, paparan informasi tentang KB, pengetahuan tentang KB, sikap tentang KB dan dukungan suami tidak memiliki hubungan dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB (p > 0,005).
62
Juliani Purba, dkk.
Faktor-Faktor yang Berhubungan...
Tabel 2 : Hasil uji bivariat Ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB Tidak ikut Ikut Total n % n % n
No Faktor Predisposisi 1. Umur > 35 tahun < 35 tahun 2. Pendidikan Dasar Lanjutan 3. Pekerjaan Tidak bekerja Bekerja 4. Pendapatan ≤ Rp.1,2 jt > Rp.1,2 jt 5. Paritas ≤ 2 orang > 2 orang 6. Paparan info ttg KB Tidak pernah Pernah 7. Pengetahuan ttg KB Kurang baik Baik 8. Sikap Kurang baik Baik 9. Dukungan suami Kurang baik Baik
1.
%
37,5 76,5
15 4
62,5 23,5
24 17
100,0 100,0
0,032
0,50 (0,28-0,88)
2 20
100,0 51,3
0 19
0,0 48,7
2 39
100,0 100,0
0,490
1,95 (1,44-2,65)
22 0
53,7 0,0
19 0
46,3 0,0
41 0
100,0 100,0
-
-
21 1
52,5 100,0
19 0
47,5 0,0
40 1
100,0 100,0
1,000
0,53 (0,40-0,71)
18 4
75 23,5
6 13
25,0 76,5
17 24
100,0 100,0
0,003
3,19 (1,31-7,74)
2 20
100 51,3
0 19
0,0 48,7
2 39
100,0 100,0
0,490
0,95 (1,44-2,65)
5 17
62,5 51,5
3 16
37,5 48,5
8 33
100,0 100,0
0,703
1,21 (0,65-2,28)
1 21
100 52,5
0 19
100 46,3
1 40
100,0 100,0
1,000
1,91 (1,42-2,56)
6 16
66,7 50,0
3 16
33,3 50,0
32 9
100,0 100,0
0,466
1,34 (0,75-2,38)
Tabel 3 : Hasil seleksi akhir analisis multivariat Variabel
RP 95% CI
9 13
Analisis Multivariat Pada penelitian ini, variabel independen yang memenuhi kriteria p < 0,25 pada analisis bivariat dimasukkan ke dalam analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik regresi yaitu variabel umur dan paritas. Untuk mendapatkan faktor yang paling dominan, semua kandidat diuji secara bersama-sama dengan menggunakan metode Backward. Faktor yang terbaik akan dipertimbangkan dengan melihat nilai p. Pada setiap tahapan seleksi variabel yang tidak signifikan (p > 0,05) dikeluarkan satu persatu mulai dari p yang terbesar. Setiap tahapan seleksi selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama hingga seleksi terakhir diperoleh variabel yang seluruhnya berhubungan signifikan (p < 0,05), yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No
Nilai p
SE(β) Nilai p
Paritas
0,741
0,002
Konstanta
-1,099 0,471
Rasio Prevalen 3,19
95% CI 1,31 7,74
Dari hasil seleksi diperoleh variabel paritas merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB. Besar hubungan variabel tersebut dapat dilihat dari rasio prevalen sebesar 3,19 dengan 95% CI : 1,31 - 7,74, artinya peluang ibu bersalin peserta Jampersal yang memiliki paritas ≤ 2 untuk tidakikutserta menjadi akseptor KB 3,19 kali lebih besar dibandingkan ibu bersalin peserta Jampersal yang memiliki paritas > 2. Pembahasan Pada penelitian ini dari 17 responden yang belum menjadi akseptor KB ada 12 responden yang berencana akan menggunakan alokon KB tetapi setelah selesai masa nifas, 5 responden tidak berencana menggunakan alokon KB karena masih menginginkan punya anak lagi. Dari faktor umur ibu diperoleh data bahwa ibu bersalin yang menggunakan Jampersal pada kelompok umur < 35 tahun ada 13 responden (76,5%) tidakikutserta menjadi akseptor KB dan ada 9 responden (37,5%) yang tidakikutserta menjadi akseptor KB pada kelompok umur 63
Jurnal Ilmiah PANNMED
>35 tahun. Hasil uji chi-square di dapat nilai p = 0,032 artinya ada hubungan antara umur dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Pati yang menyatakan bahwa umur ibu bersalin pengguna Jampersal berhubungan dengan ketidakikutsertaan KB dengan nilai p= 0,003. Umur menentukan preferensi fertilitas dari setiap wanita. Wanita dengan umur yang lebih tua merasa bahwa tidak perlu menggunakan kontrasepsi karena berpikir tidak akan hamil lagi dan sudah jarang berhubungan seksual. Wanita usia muda cenderung ber-KB dengan tujuan menjarangkan kehamilan, sedangkan disisi lain wanita pada kelompok umur tua cenderung untuk tidak memiliki anak lagi karena jumlah anak yang dimiliki kemungkinanan telah cukup (Bhushan, 1997; Ojaaka, 2008). Pendidikan ibu pada penelitian ini tidak mempunyai hubungan dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB dengan uji chi-square di dapat nilai p = 0,491. Pada responden yang memiliki tingkat pendidikan lanjutan didapatkan 20 responden (51,3%) yang tidakikutserta menjadi akseptor KB dan ada 2 responden (100,0%) yang memiliki tingkat pendidikan dasar tidakikutserta menjadi akseptor KB. Meningkatnya pendidikan seorang individu secara ekonomi berkorelasi positif dengan selera (taste), artinya semakin tinggi tingkat pendidikan maka selera atau keinginannya meningkat baik kuantitas maupun kualitas. Melalui pendekatan fungsi utilitas, selera tentang anak dalam suatu unit keluarga mengarahkan pilihannya kepada kualitas bukan kuantitas (jumlah anak yang dilahirkan) (Cleland, 2003). Pada penelitian ini seluruh responden tidak bekerja 41 responden (100,0%) sehingga tidak dilakukan lagi uji untuk melihat hubungannya dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB. Meskipun responden tidak bekerja mereka berhak mendapatkan Jampersal selama mereka tidak memilki jaminan kesehatan lainnya. Hal ini memungkinkan para responden untuk memperoleh semua pelayanan yang tersedia dalam Jampersal termasuk pelayanan KB. Jampersal merupakan upaya untuk menjamin dan melindungi proses kehamilan, persalinan, paska persalinan, dan pelayanan KB paska salin serta komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan, nifas, KB paska salin, sehingga manfaatnya terbatas dan tidak dimaksudkan untuk melindungi semua masalah kesehatan individu (Kemenkes, 2012). Pada penelitian ini hubungan pendapatan tidak menunjukkan hasil yang signifikan dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB dengan uji chi-square di dapat nilai p = 1,000. Responden dengan pendapatan < 1,2 juta rupiah ada 21 responden (52,5%) tidakikutserta menjadi akseptor KB sedangkan dengan pendapatan > 1,2 juta rupiah ada 1 responden (100%) tidakikutserta menjadi akseptor KB. Pendapatan keluarga dapat memengaruhi kemampuan keluarga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Hal yang terjadi pada keluarga
64
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
dengan penghasilan rendah, mengingat prioritas pendapatan keluarga untuk membeli makanan, maka penyediaan biaya untuk pelayanan kesehatan kurang mendapatkan prioritas (Saini dkk, 2007). Diperoleh data pada kelompok paritas ≤ 2 ada 18 responden (75,0%) yang tidakikutserta menjadi akseptor KB dan pada kelompok paritas > 2 ada 4 responden (18,2%) yang tidakikutserta menjadi akseptor KB. Hasil uji chi-square di dapat nilai p = 0,003 maka, ada hubungan yang antara paritas dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB. Hasil penelitian Dang (1995) menemukan ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak dengan pemakaian kontrasepsi. Wanita dengan jumlah anak 4 orang atau lebih memiliki kemampuan untuk menggunakan alat kontrasepsi sebesar 1,73 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang memilki 2 orang anak atau kurang. Paritas seorang perempuan tentunya selalu berhubungan dengan jumlah anak yang dimiliki. Anak mempunyai nilai tertentu bagi orang tua, dan memiliki anak menuntut beberapa konsekuensi yang harus dipenuhi karenanya. Latar belakang sosial (tingkat pendidikan, kesehatan, adat/budaya, pekerjaan, tingkat penghasilan) yang berbeda menyebabkan pandangan yang berbeda mengenai anak. Di daerah pedesaan anak mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga. Anak dapat memberikan kebahagiaan kepada orangtuanya selain itu merupakan jaminan di hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga (Siregar, 2003). Pada responden yang sudah pernah mendapatkan informasi tentang KB ada 20 responden (51,3%) tidakikutserta menjadi akseptor KB. Pada responden yang belum pernah mendapatkan informasi tentang KB ada 2 responden (100%) tidakikutserta menjadi akseptor KB. Informasi tentang KB yang diperoleh responden pada penelitian ini tidak mempunyai hubungan dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB dengan uji chi-square di dapat nilai p = 0,490 Media massa secara langsung dapat memengaruhi pemirsa/pendengar dengan meningkatkan pengetahuan atau mengoreksi kesalahan informasi, misalnya cerita radio dapat memberikan informasi baru mengenai manfaat kesehatan dan risiko kontrasepsi. Media massa dapat menghasilkan sikap positif terhadap objek stimulus, misalnya seseorang yang terpapar program televisi yang menggambarkan metode kontrasepsi atau keluarga kecil, program yang ditampilkan dapat berupa jenis program yang bersifat pendidikan, promosi, atau hiburan (Hernik, 2001). Dari faktor pengetahuan dalam penelitian ini diperoleh data pada kelompok dengan pengetahuan baik ada 17 responden (77,3 %) yang tidakikutserta menjadi akseptor KB, dan pada kelompok dengan pengetahuan kurang ada 5 responden (22,7 %) yang tidakikutserta menjadi akseptor KB. Hasil uji chi-square di dapat nilai p = 0,703 artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB.
Juliani Purba, dkk.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior), sebab dari pengalaman dan dari hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng (long lasting) daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Gerungan, 1986). Seorang wanita dapat lebih mudah memilih kontrasepsi yang sesuai untuk tahap siklus hidupnyadan dapat diterima pasangannya dengan memiliki pengetahuan tentang berbagai alat kontrasepsi yang lebih luas. Memiliki pengetahuan tentang berbagai alat kontrasepsi juga memudahkan wanita jika ingin beralih ke metode lain jika ia tidak puas terhadap metode yang digunakan saat ini (Prayoga, 2007; Bhushan, 1997). Pemberian informasi yang baik tentang alat kontrasepsi dan konseling yang sesuai akan membantu merekrut pengguna kontrasepsi baru dan mencegah drop out. Berdasarkan beberapa studi yang telah dilakukan, memberikan konseling dan memperluas pengetahuan pasien tentang KB secara konsisten, berhubungan dengan tingginya penggunaan alat kontrasepsi dan keberlangsungan penggunaan alat kontrasepsi (WHO, 2006). Dalam penelitian ini diperoleh data pada responden yang memiliki sikap yang baik tentang penggunaan KB ada 21 responden (52,5%) yang tidakikutserta menjadi akseptor KB, yang memiliki sikap yang kurang baik tentang penggunaan KB ada 1 responden (100%) yang tidakikutserta menjadi akseptor KB. Hasil uji chi-square di dapat nilai p = 1,000 artinya tidak ada hubungan antara sikap dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB. Wanita dengan tidakikutserta menjadi akseptor KB mungkin juga memiliki kekhawatiran terhadap efek samping kontrasepsi, dan kekhawatiran tersebut bukan karena wanita tersebut benar-benar mengalami efek samping sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh DHS di 8 negara yaitu Ghana, Madagascar, Malawi, Zambia, Indonesia, Filipina, Maroko dan Republik Dominica menunjukkan bahwa kira-kira setengah atau lebih wanita dengan yang tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi menyatakan takut karena alasan efek samping. Ketakutan mereka jelas didasarkan pada informasi tentang pengalaman orang lain baik pengalaman yang aktual atau hanya issu (Hermawan, 2006). Pada responden yang mendapatkan dukungan yang baik dari suaminya untuk ber-KB ada 16 responden (50,0%) tidakikutserta menjadi akseptor KB dan responden yang tidak mendapatkan dukungan yang baik dari suaminya untuk ber-KB ada 6 responden (66,7%) tidakikutserta menjadi akseptor KB. Dukungan suami responden untuk ber-KB pada penelitian ini mempunyai hubungan dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB dengan uji chi-square di dapat nilai p = 0,466. Keterlibatan suami merupakan hal penting dalam segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat kontrasepsi, seperti kepuasan untuk membeli alat kontrasepsi, jenis kontrasepsi yang digunakan, dan
Faktor-Faktor yang Berhubungan...
jangka waktu penggunaan kontrasepsi. (BPS, 2007; Bhushan, 1997). Berdasarkan beberapa penelitian alasan mengapa suami tidak menyetujui pasangannya untuk menggunakan alat kontrasepsi adalah berkaitan dengan biaya yang harus dikeluarkan, keberatan jika pasangannya harus diperiksa oleh petugas kesehatan laki-laki, dan takut terhadap efek samping yang mungkin akan diderita oleh pasangannya (Islam, 2009). Banyak pasangan suami istri yang jarang mendiskusikan mengenai fertilitas dan KB. Beberapa studi menunjukkan bahwa komunikasi mengenai KB biasanya dilakukan hanya ketika pasangan tersebut sudah memiliki satu atau dua anak (Bhushan, 1997). Komunikasi memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan, perencanaan keluarga dan perilaku kesehatan reproduksi. Komunikasi efektif dengan memberdayakan pasangan untuk tujuan pengambilan keputusan akan menghasilkan keputusan yang terbaik bagi setiap pasangan baik keputusan untuk kesehatan mereka secara pribadi maupun keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, termasuk untuk memutuskan membatasi jumlah anak, menggunakan alat kontrasepsi, maupun rencana untuk menggunakan metode kontrasepsi (Machfoedz dkk, 2007). Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, 2012. Penduduk Sumatera Utara tahun 2012. sumut.bps.go.id [diunduh 9 Mei 2013] Bhunsan,I. 1997. Understanding unmet need. The Johns Hopkins School of Public Health Center Publication. [online serial]. Di unduh 1 Mei 2012. Tersedia dari URL: www.jhuccp.org/pubs/wp/4/4.pdf Cleland J, 2002. Education and future fertility trends, with special reference to mid-transitional countries.UN. [online serial]. [Diunduh 5 Oktober 2012]:[5 halaman]. Tersedia dari:http://www.angelinvest.us/esa/population/pub lication/completingfertility/RevisedCLELANDpap er.PDF Dang, Anh, 1995. Differentials in Contraceptive Use and Method Choice in Vietnam. International Family Planning Perspectives, 21 (1): 2-5 DeRose LF, Dodoo NA, Ezeh Ac, Owuor TO, 2004. Does discussion of family planning inmprove knowledge of partner’s attitude toward contraceptives?. Guttmacher Pub. [online serial], [diunduh 9 Mei 2013];30(2):[5 halaman]. Tersedia dari: URL: http//www.guttmacher.org/pubs/journals/300870 4.html Gerungan, W.A., 1986. Psikologi Sosial, Bandung, Eresco. Hermawan Y, 2006. Hubungan antara tingkat pendidikan dan persepsi dengan perilaku ibu ibu rumah tangga dalam pemeliharaan kebersihan lingkungan. [online serial]. [Diunduh 5 Oktober 2012]:[16 halaman]. Tersedia dari:
65
Jurnal Ilmiah PANNMED
ejournal.unud.ac.id/abstrak/hubungan%20antara.p df Hernik R, Mc Anany, 2001.Theories and evidence: mass media effect and fertility change. [online serial]. [diunduh 30 April 2011]; [sekitar 8 halaman]. Tersedia dari: National Academy Press.www.unm.edu/…/reading 23.pdf Islam TM, 2009. Influence of socio-demographic variables on fertility in Bangladesh: application of path model analysis. Medicine Jurnal ;6(5):313-320 Kemenkes RI, 2012. Petunjuk teknis Jaminan Persalinan. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. Machfoedz I, Suryani E, 2007. Pendidikan kesehatan bagian dari promosi kesehatan. Fitramaya, Yogyakarta. Ojaaka D, 2008. Trends and determinants of unmet need for family planning in Kenya. [online serial]. [Di unduh 1 Oktober 2012]; 56 [sekitar 32 halaman]. Tersedia dari: DHS publication. www.measuredhs.com/pubs/pdf/WP56/WP56.pdf Prayoga AD, 2007. Dasar-dasar demografi, Jakarta: Lembaga Pener bit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Prihastuti D, Djutaharta T, 2004. Analisis lanjut SDKI 2002-2003 kecenderungan preferensi fertilitas, unmet need, dan kehamilan tidak diharapkan di Indonesia. Jakarta: BKKBN. Saini N.K, Bhasin S.K, Sharma R, Yadav G, 2007. Study of unmet need for family planning in a resettlement colony of East Delhi. IndMed. [diunduh 28 April 2011]; 30 (2): 124-133. Tersedia dari: http://medind.nic.in/imvw/habaa.html Siregar, F. 2013. Pengaruh nilai anak dan jumlah anak pada Keluarga terhadap Norma Keluarga Kecil Bahagia dan sejahtera (NKKBS). http://library.usu.ac.id/doenload/fkm/fkmfazidah2.pdf. Diakses tanggal 23 Oktober 2013. WHO, 2006. Ragam Metode Kontrasepsi. EGC: Jakarta.
66
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
Kesimpulan Faktor predisposisi yaitu umur dan paritas ibu bersalin peserta Jampersal berhubungan dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB. Paritas merupakan variabel dominan berhubungan dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB dengan rasio prevalen sebesar 3,19 dengan 95% CI : 1,31-7,74, artinya peluang ibu bersalin peserta Jampersal yang memiliki paritas ≤ 2 untuk tidak menjadi akseptor KB 3,19 kali lebih besar dibandingkan ibu bersalin peserta Jampersal yang memiliki paritas > 2. Saran Mengingat tingginya ibu bersalin peserta jampersal yang belum menjadi akseptor KB ketika pulang dari RS diharapkan pihak RSUD dr, Djasamen Saragih dapat menjalin kerjasama dengan pihak Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Pematangsiantar sehingga alokon KB apapun yang dibutuhkan dapat tersedia. Kepada petugas kesehatan yang memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan, persalinan dan nifas hendaknya memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu agar menggunakan alokon tanpa harus menunggu selesai masa nifas. Bagi ibu dengan paritas ≤ 2 diharapkan tetap menggunakan MKJP dengan tujuan untuk mengatur waktu yang tepat untuk hamil, mengatur jarak kehamilan dan menentukan jumlah anak. Bagi peneliti yang tertarik dalam bidang yang sama perlu mempertimbangkan faktor penguat yang berhubungan dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB, seperti dukungan tokoh agama dan dukungan petugas kesehatan serta perubahan sistem jaminan kesehatan pada tahun 2014 yang akan datang. Begitu juga dengan faktor pemungkin yang berhubungan dengan ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB, seperti jarak ke pelayanan kesehatan dan biaya ke pelayanan kesehatan.
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
EVALUASI KEPUASAN MAHASISWA DALAM PROBLEM BASED LEARNING ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN DI PROGRAM STUDI KEBIDANAN PADANGSIDIMPUAN
Irwan Batubara, Djaswadi Dasuki, Mubasysyir Hasanbasri Prodi Kebidanan Padang Sidimpuan Poltekkes Kemenkes Medan
Abstrak Lulusan pendidikan bidan yang ditempatkan di fasilitas kesehatan dan desa belum memberikan konstribusi efektif terahadap percepatan penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Pendidikan D III kebidanan dengan kurikulum berbasis kompetensi berupaya melakukan perubahan sistem pembelajaran konvensional menuju pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning). Salah satu ciri problembased learning (PBL) self-directed learning, diintegrasikan dalam diskusi kelompok, diaplikasikan di laboratorium dan praktek klinik pada objek nyata mewujudkan sikap profesi bidan mandiri yang mampu memberi pelayanan dalam siklus kehidupan wanita berdasarkan bukti. Untuk mengetahui hubungan kegiatan pembelajaran yang diterapkan dosen/tutor di kelas, laboratorium, praktek klinik dan kelengkapan alat-bahan pembelajaran dengan kepuasan mahasiswa dalam asuhan kebidanan diagnosa kehamilan di Program Studi Kebidanan Padangsidimpuan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif dengan pendekatan cross-sectional study. Populasi mahasiswa tingkat II reguler Program Studi Kebidanan Padangsidimpuan berjumlah 50 orang ditambah 3 orang fasilitator, seluruhnya dijadikan subjek penelitian (purposive sampling). Analisis data menggunakan chi-square, regresi logistik dengan pemodelan dan analisa kualitatif. Hubungan kegiatan pembelajaran yang diterapkan dosen/tutor dengan kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran asuhan kebidanan diagnosa kehamilan bermakna dengan nilai p= 0,0001; RP sebesar 9,5 (CI95%=3,75-24.01) menjelaskan kegiatan pembelajaran memiliki risiko 9,5 kali mempengaruhi kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran asuhan kebidanan diagnosa kehamilan. Kegiatan pembelajaran sesuai kriteria seven jump signifikan meningkan kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran asuhan kebidanan diagnosa kehamilan. Kata kunci : Kegiatan pembelajaran, kepuasan mahasiswa PENDAHULUAN Bidan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi. Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, fokus pada upaya pencegahan, promosi dengan pemberdayaan masyarakat, kemitraan bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayanai siapa saja yang membutuhkan dimanapun berada1. Pendidikan kebidanan harus mengedepankan kualitas lulusan berbasis kemandirian pada praktek, mengembangkan kreativitas kinerja yang dapat dibuktikan dengan budaya kompetensi dan terampil dalam perawatan siklus kehidupan wanita2. Pendidikan kebidanan perlu mensikapi perubahan metode pembelajaran yang diterapkan inovasi berbasis masalah, fokus pada mahasiswa intensif pada sumber belajar dengan bimbingan tutor sebagai fasilitator. Ciri problem-based learning (PBL) self-directed learning, diintegrasikan dalam diskusi kelompok, diaplikasikan di laboratorium dan praktek klinik pada objek nyata
mewujudkan sikap profesi bidan mandiri yang mampu memberi pelayanan dalam siklus kehidupan wanita berdasarkan bukti3. Program Studi Kebidanan Padangsidimpuan dalam proses pembelajaran berpedoman pada kurikulum pendidikan bidan (2000) berbasis kompetensi, metode pembelajaran diskusi kelompok, tanya jawab, presentase, penugasan terstruktur dan ceramah4. Pembelajaran dilaksanakan di kelas, laboratorium, praktek klinik rumah sakit, puskesmas dan masyarakat. Mhasiswa semester III-VI diterapkan sistem blok (2008), satu bulan pembelajaran kelas, laboratorium dan bulan berikutnya praktek klinik di fasilitas kesehatan yang aktif memberikan pelayanan KIA. Berdasarkan kegiatan pembelajaran yang diterapkan dosen/tutor ciri pembelajaran berbasis masalah, peneliti ingin mengetahui metode pemebelajaran berbasis lengkap atau belum untuk perbaikan dimasa yang akan datang, jika metode ini mendapat respon positif dari mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penelitian ini fokus pada evaluasi kepuasan mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran yang diterapkan dosen/tutor di kelas,
67
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
laboratorium, praktek klinik dan sumber belajar asuhan kebidanan kehamilan di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Medan Program Studi Kebidanan Padangsidimpuan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian kuantitatif dan kualitatif, dengan pendekatan cross-sectional study, bertujuan untuk memperoleh gambaran kegiatan pembelajaran yang diterapkan dosen/tutor dengan kepuasan mahasiswa dalam asuhan kebidanan kehamilan. Populasi, mahasiswa tingkat II Program Studi Kebidanan Padangsidimpuan berjumlah 50 orang di tambah fasilitator 3 orang. Sampel dalam penelitian purposive sampling. Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari kegiatan pembelajaran dikelas, laboratorium, praktek klinik di rumah sakit dan sumber belajar. Variabel dependen kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran asuhan kebidanan kehamilan. Variabel luar yang mempengaruhi pembelajaran dan kepuasaan mahasiswa adalah pendidikan mahasiswa sebelumnya dan peran dosen/tutor dalam pembelajaran asuhan kebidanan kehamilan. Analisis data univariabel, bivariabel, multivariabel dengan menggunakan uji statistik chi-square dan logistic regression dengan tingkat confidence interval (CI95%). HASIL PENELITIAN Uji statistik yang digunakan adalah chi-square dengan nilai p <0.05 menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik. Nilai RP (risiko relatif) sama dengan 1 diartikan sebagai variabel yang diduga sebagai faktor risiko yang tidak berpengaruh terhadap kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran asuhan
kebidanan kehamilan. Nilai RP kurang dari 1 (CI 95% tidak mencakup angka 1) maka faktor risiko bersifat protektif dan selanjutnya bila nilai ≥RP 1 maka variabel tersebut merupakan faktor risiko yang dianggap mempengaruhi rendahnya kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran asuhan kebidanan diagnosa kehamilan. Hubungan Kegiatan Pembelajaran dengan Kepuasan Mahasiswa dalam Asuhan Kebidanan Kehamilan Metode Pembelajaran
Kepuasan Tidak χ2 Puas puas n % n %
PBL PBL lengkap PBL tidak lengkap
12 100 0 0 33,5 0,0001* 9,5 3.75 4 10,5 34 89,5 24.01
p
RP CI 95%
Keterangan : n = Jumlah mahasiswa 𝑝𝑝 = p Value RP = Rasio Prevalensi 𝑥𝑥 2 = Chi-Square CI95% = Confidence Interval* = Signifikansi (p<0.05) 95%
Terdapat hubungan yang bermakna antara kegiatan pembelajaran dengan kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran asuhan kebidanan kehamilan dengan nilai p = 0,0001. Nilai RP sebesar 9,5 (CI95%=3,75-24.01), menjelaskan kegiatan pembelajaran yang diterapkan dosen/tutor memiliki risiko 9,5 kali untuk mempengaruhi ketidak kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran asuhan kebidanan kehamilan.
Hasil Analisis Chi square Kegiatan Pembelajaran dengan Kepuasan Mahasiswa dalam Asuhan Kebidanan Kehamilan Pembelajaran
Puas n
Pembelajaran kelas - Lengkap - Tidak lengkap Pembelajaran labor Lengkap - Tidak lengkap Pembelajaran klinik - Lengkap - Tidak lengkap Kelengkapan alat - Lengkap - Tidak lengkap Pendidikan mahasiswa - SMA - SMK Peran dosen - Baik - Kurang baik
Keterangan: n = Jumlah responden 𝑥𝑥 2 = Chi-Square CI95% = Confidence Interval 95%
68
Kepuasan Tidak puas % n %
χ2
p
14 2
60,9 7,4
9 25
39,1 92,6
16,3
21 13
56,7 100
16 0
43,2
8,2
15 1
78,9 3,2
4 30
21,1 96,8
31,1
15 1
57.7 4,2
11 23
42,3 95,8
16,4
12 4
24,6 33,3
26 8
64,5 66,7
0,13
16 0
35,5 0
29 5
64,5 100
2,64
RP
0,0001
CI 95%
8,2
2,1-32,4
0,0002 24,5 0,0026
3,5-170.6 13,8 1,8-97,0
𝑝𝑝 = p Value RP = Rasio Prevalensi
0,0001 0,586 0,13
0,95 0,37-2,39
Irwan Batubara, dkk.
Evaluasi Kepuasan...
Analisis multivariabel Hasil Analisis Regresi Logistik hubungan Kegiatan Pembelajarandengan Kepuasan Mahasiswa dalam Asuhan Kebidanan Kehamilan Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Pembelajaran RP RP RP RP (CI 95%) (CI 95%) (CI 95%) (CI 95%) Pembelajaran kelas 5,41 6,01 3,15 - Lengkap (1,47-19,90)* (1,59-22,60)* (0,99-10,05) - Tidak Lengkap Sumber pembelajaran - Lengkap - Tidak Lengkap Pembelajaran klinik - Lengkap - Tidak Lengkap N R² Deviance Keterangan: N = Jumlah responden RP = Rasio Prevalensi R² = Koefisien determinasi
9,32 (1,39-62,33)*
50 0,30 28,91
3,69 (0,60-22,54)
13,53 (1,82-100,29)* 50 0,36 23,43
2,09 (0,49-8,27)
3,29 (1,38-7,91)* 50 0,26 33,47
11.81 (1,56-89,01)* 50 0,40 14,42
CI = Confident Interval * = bermakna/signifikan
Model 1 untuk mengetahui hubungan kegiatan pembelajaran di kelas dan kelengkapan sumber belajar dengan kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran asuhan kebidanan kehamilan tanpa mengikut sertakan variabel lain. Hasil analisis menunjukkan RP 5,41; CI 95%= 1,47-19,90. Nila R2, model 1 dapat memprediksi kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran asuhan kebidanan kehamilan 30%. Model 2 melihat hubungan sumber pembelajaran dan praktek klinik dengan kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran asuhan kebidanan kehamilan. Hasil analisis membuktikan nilai R2, mengalami peningkatan kepuasan mahasiswa 36% dan tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan nilai RP = 3,69; CI 95%= 0,60-22,54. Kepuasan mahasiswa memiliki proporsi 3,69 kali lebih puas dalam pembelajaran asuhan kebidanan. Model 3 melihat hubungan kegiatan pembelajaran di kelas dan praktek klinik dengan kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran asuhan kebidanan kehamilan. Hasil analisis mempunyai hubungan yang bermakna dengan nilai RP = 6,01; CI 95%= 1,59-22,60. Kepuasan mahasiswa memiliki proporsi 6,01 kali lebih puas dalam pembelajaran asuhan kebidanan. Model 4 melihat hubungan kegiatan pembelajaran di kelas, praktek klinik, dan sumber pembelajaran dengan kepuasan mahasiswa dalam asuhan kebidanan kehamilan. Hasil analisis membuktikan nila R2, mengalami peningkatan kepuasan mahasiswa 40%, dan mempunyai hubungan bermakna dengan nilai RP 1,56-89,01. Artinya kepuasan 11,81; CI 95%= mahasiswa memiliki proporsi 11,81 kali lebih puas dalam pembelajaran. Berdasarkan analisis pemodelan, peneliti cenderung untuk memilih model 4, atas dasar
pertimbangan logis, statistik dan praktis lebih efektif meningkatkan kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran asuhan kebidanan kehamilan. Pembelajaran berbasis masalah (PBL) efektif dilaksanakan pada pembelajaran praktek klinik.
Hubungan kegiatan pembelajaran dengan kepuasan mahasiswa dalam asuhan kebidanan diagnosa kehamilan. Hasil penelitian tabel 1 menunjukkan rerata ketidakpuasan mahasiswa 68% dalam pembelajaran yang diterapkan dosen/tutor di kelas, laboratorium dan praktek klinik. Secara deskriptif membuktikan kurangnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh dosen/tutor dalam manajemen pengelolaan kelas dan pemanfaatan sumber pembelajaran untuk memotivasi mahasiswa intensif pada sumber belajar. Bukti statistik pada Tabel 4 terdapat hubungan yang bermakna antara kegiatan pembelajaran dengan kepuasan mahasiswa dalam asuhan kebidanan kehamilan, nilai p = 0,0001; RP sebesar 9,5; CI 95%= 3,75-24,01. Hal ini menjelaskan kegiatan pembelajaran yang diterapkan dosen/tutor memiliki risiko 9,5 kali mempengaruhi ketidakpuasan mahasiswa dalam pembelajaran asuhan kebidanan kehamilan. Kegiatan pembelajaran yang diterapkan/dosen mayoritas PBL tidak lengkap 38 (76%) dan mahasiswa tidak puas. Nilai X² = 33,5 artinya nilai peubah kegiatan pembelajaran yang diterapkan dosen (observasi) tidak sesuai dengan harapan mahasiswa, semakin kecil nilai X² observasi dengan harapan semakin baik mewujudkan tujuan pembelajaran (mahasiswa puas).
69
Jurnal Ilmiah PANNMED
Problem based learning dilaksanakan lengkap mahsiswa merasa puas signifikan dengan hasil penelitian; Kepuasan mahasiswa lebih baik pada sesi PBL dibandingkan dengan duduk dalam kuliah karena dapat medorong aktivasi dan elaborasi pengetahuan sebelumnya dan memungkinkan proses pengembangan kognitif1,5. Pendidik pada dasarnya harus menyadari standar kurikulum yang dibutuhkan, kompetensi inti dari bidang studi, kemudian menyusun rencana pembelajaran dengan pertimbangan kecukupan waktu, mahasiswa, metode dan sumber daya. Proses pembelajaran akan berlangsung efektif jika mahasiswa terlibat secara aktif dalam tugastugas yang bermakna, dan berinteraksi dengan materi pembelajaran secara intensif. Penugasan belajar mandiri meningkatkan kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dalam aktivitas nyata, dan intraksi yang berkesinambungan sesama teman sejawat memungkinkan mahasiswa untuk melakukan konfirmasi terhadap pengetahuan dan keterampilan pembelajaran6,7. Probem-based learning inovasi dalam metode pembelajaran, dosen/tutor sebagai fasilitator kreatif mengembangkan kemampuan dan keahlian yang berhubungan dengan bidang tugasnya. Kualitas dan atribut fasilitator memberikan dampak yang signifikan pada proses pembelajaran, agar belajar terasa nyaman dan tercipta diskusi yang terbuka dibutuhkan fasilitator kreatif, terbuka, fleksibel, berpikir positif, inovatif dan penuh motivasi dalam kelompok diskusi2,8.Tantangan pembelajaran di Program Studi Kebidanan Padangsidimpuan; kurangnya jumlah fasilitator jika dibandingkan dengan kelompok mahasiswa, kualifikasi pengetahuan belum memadai sehingga mahasiswa tidak terfasilitasi optimal dalam pembelajaran. Fasilitator berupaya meningkatkan kemampuan melalui pendidikan formal dan pelatihan yang relevan dengan tugasnya, kemampuan teknologi dan psikologi pendidikan untuk mendisain kegiatan pembalajaran berbasis masalah yang efektif dan efisien. Problem based learning efektif dilaksanakan dalam pembelajaran praktek klinik, hal ini sependapat dengan hasil penelitian Aari, PBL lebih efektif meningkatkan keterampilan mahasiswa pada pembelajaran klinik dibandingkan dengan metode konvensional1,9. Pembelajaran klinik peluang bagi mahasiswa untuk memperoleh norma, prilaku bidan sebagai bagian dari komunitas praktek, sosialisasi profesional sebagai proses belajar budaya profesi, kemampuan, nilai, sikap dan keterampilan yang membuat mahasiswa semakin percaya diri. PBL memiliki kelebihan seperti menyediakan pengalaman belajar yang jauh lebih menyenangka, keterampilan profesional dan praktek ilmu dasar dilaksanakan dengan pendekatan berbasis kompetensi dan pembimbing mengambil peran pembinaan bekerja sampai mencapai tingkat kompetensi. Keputusan kelinik asuhan kebidanan kehamilan lebih akurat karena mereka lebih cendrung menggunakan konsepkonsep sains, mengembangkan kemampuan dalam pemecahan masalah secara akurat dan menerapkannya pada siatuasi masalah baru. Peranan tutor dalam praktek klinik adalah mengintegrasikan pembelajaran
70
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
klinik efisien dengan tugas perawatan pasien, sehingga beban kerja tidak menimbulkan konflik dan saling mendapat perhatian. Peningkatan beban kerja tutor untuk satu orang mahasiswa dan satu pasien sekitar 45 menit setiap harinya9.. Tutor belajar dari pengalaman kegagalan atau ketidak puasan untuk memodifikasi strategi metode pembelajaran efektif, seperti membuat jadwal harian, koordinasi dengan pendidikan untuk membatasi jumlah bimbingan, meningkatkan kinerja tim dan melibatkan staf dengan pengawasan dan bimbingan. Sumber pembelajaran dengan kepuasan mahasiswa dalam asuhan kebidanan kehamilan. Hasil penelitian membuktikan sumber belajar (alat-bahan) pembelajaran tidak lengkap 23 (46%) mahasiswa tidak puas dan mahasiswa tidak puas walaupun alat lengkap 11 (22%). Secara deskriptif alatbahan adalah sumber belajar, jika tidak lengkap atau jumlahnya kurang menghambat tansformasi materi pembelajaran dan membutuhkan waktu lebih lama dalam penyelesaian tugas. Secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara kepuasan mahasiswa dengan kelengkapan alat-bahan pembelajaran dan dapat meningkatkan kepuasan mahasiswa 13,8 kali jika ketersedian alat-bahan pembelajaran lengkap. Aktivitas pembelajaran mahasiswa berinteraksi dengan sumber belajar; mendemontrasikan, mempraktekkan, mensimulasikan, mengadakan eksprimen, menganalisis, mengaplikasikan, menemukan, mengamati, meneliti, efektivitas dan efisien proses dipengaruhi kelengkapan alat-bahan sebagai sumber belajar. menjelaskan hambatan dalam pembelajaran, kurangnya alat-bahan mahasiswa tidak dapat menyelesaikan pembelajaran kelompok tepat waktu dan tutor mengalami kesulitan mengoptimalkan bimbingan, harapan peningkatan pencapaian kompetensi pembelajaran fokus pada mahasiswa tidak tercapai10,16. Alat dan bahan adalah sub-komponen dalam simtem pembelajaran. Sumber pembelajaran sesuai kebutuhan topik pembelajaran, mahasiswa diberi kesempatan mengerjakan langsung, dan menemukan sendiri materi pembelajaran dengan bimbingan dosen/tutor sebagai fasilitator mahasiswa mampu mandiri melaksanakan asuhan kebidanan tanpa tergantung sepenuhnya pada dokter ahli. Sumber pembelajaran asuhan kebidanan terdiri dari media pembelajaran (audiovisual), kebutuhan praktek laboratorium/klinik (pemeriksaan ibu hamil), sumber pustaka dan alat transpormasi informasi untuk mengintegrasikan dan membanding hasil pengumpulan data ibu hamil sehingga keputusan klinik atau diagnosa tepat berdasarkan bukti. Dosen/tutor merencanakan pembelajaran mempertimbangkan: 1) ketersediaan sumber belajar baik dari jumlah maupun kualitasnya, 2) ketersediaan dana, tenaga dan fasilitas, 3) keluesan, kepraktisan penggunaan sumber belajar, serta 4) efektifitas sumber belajar dengan waktu10. Fasilitator memiliki keterampilan menggunakan alat-bahan dalam
Irwan Batubara, dkk.
pengumpulan data ibu hamil, mengusai konstektual menentukan diagnosa beradasarkan evidance base dan pemodelan jika memungkinkan menyerupai bentuk, fungsi aslinya10,17. Berbagai upaya yang dapat dilaksanakan untuk meminimalisir dampak kekurangan alat-bahan dalam pembelajaran: 1) distribusi merata pada setiap kelompok dan terjadwad, 2) pemodelan jika memungkinkan menyerupai bentuk aslinya, 3) penambahan waktu atas kesepakatan tutor dengan kelompok diluar jam terjadwa, dan 4) memberdayakan lembaga atau institusi tempat praktek10,18. Inventarisasi alat-bahan dilaksanakan setiap akhir semester untuk mengetahui kelengkapannya, kualitasnya, penataannya, dilaporkan ke Jurusan Kebidanan dilanjutkan ke Direktorat Politeknik Kesehatan Medan, pengadaannya oleh Poltekkes dan didistribusi kependidikan. DAFTAR PUSTAKA Aari RL, Elomaa L, Ylonen M, Saarikoski M. Problembased learning in clinical practice: employment and education as development partners. Nurse Educ Pract.2008; 8 (6): 420-427. Ali GM, Sebai NAM. Effect of problem-based learning on nursing student approaches to learning and their self directed learning abilities. International Journal of Academic Research.2010; 2 (4): 188-195. Botti J. PBL Scenario Essential. Published in the proceedings of the PBL International Conference, Cancun, Mexico, June 2004. Departemen Kesehatan RI Kurikulum Pendidikan Diploma III Kebidan, Jakarta; 2004. Gurpinar E, Alimoglu MK, Mamakli S, Aktekin M. Can learning style predict student satisfactin with different instruction methods and academic achievement in medical education?. Advances in Pshysikology Education.2010; 34 (4): 192-196
Evaluasi Kepuasan...
Dochy ., Seger, M, Bossc PVd, Gijbels D. Effects of problem-based learning: a metaanalysis. Learning and Instruction. 2003; 13: 533-568. Hmelo-Silver CE. Problem-based learning: What and how do students learn? Educational Psychology Review. 2004; 16 (3): 235-266. Wood DF. ABC of learning teaching in medicine: Problem based learning. BMJ.2003; 326. Raisler J, O'Grady M, Lori J. Clinical teaching and learning in midwifery and women's health. J Midwifery Womens Health. 2003; 48 (6): 398-406. Spinello E, Fischbach R. Problem-based learning in public health instruction: a pilot study of an online simulation as a problem-based learning approach. Educ Health (Abingdon). 2004; 17 (3): 365-373. Kokom K. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Rafika Aditama, Bandung ;2010. Thomas GB. An evidance-based strategy for midwifery education. The Royal College of Midwives Based Midwifery. 2007; 5 (2): 47-53. Gordon J. ABC of learning and teaching in medicine: one to one teaching and feedback. BMJ. 2003; 326 (7388): 543-5. Morrison J. ABC of learning and teaching in medicine: Evaluation. BMJ. 2003; 326 (7385): 385-387. Prideaux D. ABC of learning and teaching in medicine. Curriculum design. BMJ.2003; 326 (7383): 268270. Savin-Baden, M. Problem-based Learning In Higher Education: Untold Stories, Philadelphia, PA: Open University Press; 2000. Vahidi R, Azemian A, Zadeh S. Feasibility of PBL implementation in clinical courses of nursing and midwifery from the view points of faculty members of Tabriz University of Medical Sciences. Journal of Medical Education. 2004; 4 (2): 71-76. Wood DF. ABC of learning teachin in medicine: Problem based learning. BMJ.2003; 326
71
Nurlama Siregar.
Hubungan Karakteristik...
SOSIAL, BUDAYA SERTA PENGETAHUAN IBU HAMIL YANG TIDAK MENDUKUNG KEHAMILAN SEHAT
Rina Doriana Pasaribu, Tria Feni Setia, Lusiana Gultom Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan
Abstrak Sosial dan budaya kehamilan merupakan faktor tidak langsung penyumbang angka kematian ibu.Tingkat kurangnya pengetahuan ibu hamil juga menjadi faktor lainnya.Dalam Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI di Indonesia yaitu mencapai 359 per 100 ribu kelahiran.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sosial dan budaya serta pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. Penelitian bersifat deskriptif dengan data primer.Populasi penelitian adalah semua ibu hamil di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 pada bulan Mei sampai Juni 54 ibu hamil.Pengambilan sampelnya dengan teknik total populasi. Dari hasil penelitian dari segi sosial umumnya ibu hamil berinteraksi dengan suami dan tetangga (100%), orang tua (27,77%),mertua (12,96%),bidan (11,11%),sesama ibu hamil (9,25%).Interaksi Ibu hamil saat ada keluhan memiliki persentase dengan suami(100%),orang tua (18,51%),mertua dan tetangga (9,25%) bidan (12,96%),interaksi terdekat ibu hamil dengan suami (100%),orang tua (22,22%) mertua dan bidan (5,55%). sumber nasehat saat hamil bersumber dari mertua (62,96%),orang tua (53,70%) tetangga (37,30%).dari segi budaya umumnya ibu hamil memiliki kepercayaan berpantang makan, perilaku, mengikuti nasehat saat hamil,melaksanakan upacara kehamilan.Berdasarkan pengetahuan ibu hamil berpengetahuan kurang (68,51%),berpengetahuan baik (7,41%) dan cukup (24,08%). Disarankan bagi kepala desa agar meningkatkan kesehatan ibu hamil dengan bekerjasama dengan bidan dan melakukan pendekatan melalui orang terdekat ibu hamil. Kata kunci : Sosial, Budaya, Pengetahuan, Ibu Hamil PENDAHULUAN Indonesia sehat adalah suatu gambaran kondisi Indonesia di masa depan, yakni masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Visi Depkes 2010-2014 yaitu masyarakatsehat yang mandiri dan berkeadilan (Depkes, 2010).Setiap negara memiliki tolak ukur dalam pencapaian derajat kesehatan, diIndonesia salah satu indikator dalam pencapaian derajat kesehatan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan sesuai dengan visi Depkes 2010 – 2014 adalah dengan target menurunkan kematian Ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) yang masih tinggi (Ronald, 2011). World Health Organization (WHO) memperkirakan angka kematian maternal di Indonesia diperkirakan mencapai 100 sampai 1.000 lebih per 100.000 dari kelahiran hidup.Hasil laporan kemajuan pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2007 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup, tertinggi di Asia Tenggara (Sukowati, 2008). Dan berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun
72
2012 jumlah AKI di Indonesia yaitu 359 per 100 ribu kelahiran hidup (Depkes, 2012). Berdasarkan laporan dari profil kab/kota AKI maternal yang dilaporkan di Sumatera Utara tahun 2012 yaitu 106/100.000 kelahiran hidup.(Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2012) Diperkirakan 50.000.000 ibu setiap tahunnya mengalami masalah kesehatan yang berhubungan dengan komplikasi – komplikasi kehamilan , persalinan dan nifas.komplikasi yang ada kaitannya dengan kehamilan berjumlah sekitar 18 % dari jumlah global penyakit yang di derita wanita pada usia reproduksi. Dan diperkirakan 40 % wanita hamil akan mengalami komplikasi sepanjang kehamilannya (Ronald, 2011). Menurut Ronald (2010) diperkirakan dari setiap ibu yang meninggal dalam kehamilan, karena menderita komplikasi, diakibatkan karena adanya penyebab langsung dan tidak langsung dari kematian ibu tersebut. Penyebab utama kematian ibu yaitu adanya perdarahan (25 %), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8 %), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan penyebab lain (8%) maka penyebab tidak langsung dari kematian ibu seperti anemia. Sebab kematian ibu , mulai dari kehamilan itu sendiri terdapat banyak masalah yang salah satunya kehamilan dengan mitos – mitos yang baik sadar atau tidak disadari selalu hidup secara turun temurun dalam masyarakat. Mitosmitos kehamilan ini dapat memberikan pengaruh bagi perilaku ibu hamil baik itu positif maupun negatif hingga
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
mempengaruhi kunjungan pemeriksaan kehamilan. Berdasarkan Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2012 Cakupan pemeriksaan kehamilan ibu hamil di Sumatera Utara sejak tahun 2007 mengalami kenaikan dari 77,95% menjadi 85,92% ditahun 2012, yaitu untuk cakupan KI sebesar 92,74 % dan untuk cakupan K4 sebesar 85,92 % dari 25 kabupaten dan 8 kota yang ada di Sumatera Utara namun peningkatan ini terkesan lambat karena peningkatkannya hanya sekitar 2% setiap tahun. Dengan peningkatan seperti ini dikhawatirkan Sumatera Utara tidak mampu mencapai target SPM bidang kesehatan yaitu 95% di tahun 2015. Dari penyebab kematian ibu tersebut masalah kematian maupun kesakitan dan kunjungan pemeriksaan kehamilan pada ibu tidak terlepas dari faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat.Disadari atau tidak,faktor kebudayaan, kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti berbagai pantangan, hubungan sebab akibat, antara makanan dan kondisi sehat sakit, kebiasaan, dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu. Pengetahuan, sosial dan budaya ibu yang sedang hamil akan memengaruhi kesehatan ibu saat hamil. Berdasrkan latar belakang tersebut penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sosial dan budaya ibu hamil di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten deli Serdang. Perumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini yaitu “ Bagaimanakah gambaran sosial, budaya serta pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan di desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tahun 2014 “ Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sosial dan budaya serta pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tahun 2014 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriftif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan untuk mengetahui Gambaran Sosial Budaya dan Pengetahuan Ibu 1.
Hamil Tentang Kehamilan Di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada bualan Januari – Mei 2014. Populasi Dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Ibu hamil yang ada di Desa Percut Kabupaten Deli Serdang sebanyak 54 orang ibu hamil pada bulan Januari sampai April tahun 2014 dan seluruh populasi dijadikan sebagai sampel. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dengan cara mengambil data secara primer yaitu data yang langsung di peroleh peneliti sendiri melalui kuesioner. Tipe kuesioner yang digunanakan dengan kuesioner semi terbuka untuk sosial dan budaya ibu hamil serta kuesioner tertutup untuk pengetahuan ibu hamil Pengambilan data di lakukan dengan melakukan kunjungan rumah. Pengolahan Data dan analisa Data Data yang terkumpul selanjutnya diediting dan ditabulating. Data dianalisis dengan melihat persentase (distribusi frekuensi) dari masing-masing variabel yang diteliti, kemudian dibahas dengan menggunakan teori dan kepustakaan yang ada HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Wilayah Penelitian Wilayah penelitian berada di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang yang terbagi 18 dusun dalam satu dusun Desa Percut, terletak di sebelah barat dari wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang dengan mayoritas 90 %penduduk bersuku Melayu tersebar di dalam 18 dusun,dan memiliki 1 puskesmas pembantu terletak di depan kantor kepala Desa Percut sementara untuk wilayah kerja puskesmas induk yang menaungi Desa Percut terletak di Desa Tanjung Rejo,yang memiliki jarak tempuh 15 menit dari Desa Percut.
Karasteristik Responden
Gravida Primigravida Secundygravida Multigravida Total Usia Kehamilan Trimester I Trimester II Trimester III Total
Tabel 1. Distribusi Karasteristik Responden Jumlah Persen (%) 28 51,85 15 27,77 11 20,37 54 100 20 14 20 54
37,03 25,92 37,03 100 73
Rina Doriana Pasaribu. dkk.
Sosial, Budaya Serta...
Jumlah Kunjungan ANC Pemeriksaan 1 x Pemeriksaan 2 x Pemeriksaan 3 x Pemeriksaan 4 x atau lebih Tidak ANC
8 8 4 2
14,81 14,81 7,40 3,70
32
59,25
Total
54
100
2.
LingkunganSosial Ibu Hamil di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014
Tabel 2. Distribusi Interaksi Sosial Sehari – hari Ibu Hamil Saat Hamil di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 No Interaksi Sosial Jumlah N Persen ( % ) 1 Suami 54 54 100 2 Orang Tua 15 54 27,77 3 Mertua 7 54 12,96 4 Tetangga 54 54 100 5 Bidan 6 54 11,11 6 Sesama Ibu Hamil 5 54 9,25 Tabel 3. Distribusi Interaksi Ibu Hamil Jika ada Keluhan Saat Hamil di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 No Interaksi Ibu Saat Ada Keluhan Jumlah N Persen (%) 1 Suami 54 54 100 2 Orang Tua 10 54 18,51 3 Mertua 5 54 9,25 4 Tetangga 5 54 9,25 5 Bidan 7 54 12,96 Tabel 4. Distribusi Sumber Nasehat Pantangan /Anjuran ke Ibu Hamil di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 No Sumber Nasehat Jumlah N Persen ( % ) 1 2 3
3.
Orang Tua Mertua Tetangga
29 34 20
54 54 54
53,70 62,96 37,30
Budaya Berpantang Makan Ibu Hamil Di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 Tabel 5. Distribusi Berpantang Makan Ibu Hamil Di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 No Budaya Berpantang Makan Jumlah (f) N Persen (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
74
Makan Ketan Makan Kerak Nasi Makan Cabai Rawit Makan Ikan di Usia > 7 Bulan Makan Tape Makan Durian Makan Nenas Makan Jantung Pisang Makan Banyak Di Usia >7 Bulan
13 16 16 21
54 54 54 54
24,07 29,62 29,62 38,88
14 11 11 17 12
54 54 54 54 54
25,92 20,37 20,37 31,48 22,22
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
Tabel 6. Distribusi Berpantang Perilaku Ibu Hamil Di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 No Jumlah N % Budaya Berpantang Perilaku 1 Tidak boleh Melilitkan handuk dileher 23 54 42,59 2 Tidak boleh gerai rambut selama 17 54 31,48 3 hamil 4 Tidak boleh duduk di akar 15 54 27,77 5 Tidak boleh mandi di atas jam 5 sore 12 54 22,22 6 Tidak boleh makan di baskom 6 54 11,11 7 Tidak keramas sore hari 4 54 7,40 8 Tidak boleh keluar rumah malam hari 26 54 48,14
Tabel 7. Distribusi Nasehat Perilaku Ibu Hamil Di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 No Budaya Berpantang Perilaku Jumlah (f) N Persen (%) 1 2 3 4 5 6 7
Sering berjalan pagi Pakai paku saat keluar rumah Memakai gunting di pakaian ibu Minum minyak sayur waktu hamil tua Minum air kelapa Mandi sebelum jam 5 sore Tidak boleh tidur di lantai
7 26 17 25 14 9 10
54 54 54 54 54 54 54
12,96 48,14 31,48 46,29 25,92 16,66 18,51
Tabel 8. Distribusi Upacara Adat Ibu Hamil Di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 No Upacara Hamil Jumlah (f) N Persen (%) 1 Upacara hamil usia 4 bulan 20 54 37,03 2 Upacara hamil usia 7 bulan 27 54 50 3 Upacara kehamilan ganjil 23 54 42,59 Pengetahuan Ibu Hamil Tentang kehamilan Di Desa Percut kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. Tabel 9. Distribusi Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Kehamilan di Desa Percut Kecamatn Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 No Pengetahuan Jumlah (f) Persen (%) 1 Baik 4 7,41 2 Cukup 13 24,08 3 Kurang 37 68,51 Total 54 100 Pembahasan 1.
Interaksi Sosial Ibu Hamil Dari hasil penelitian tentang interaksi sosial ibu hamil mayoritas ibu hamil memiliki interaksi sosial dengan suami dan tetangga (100%), sementara itu interaksi dengan orang tua (27,77 %) dengan mertua (12,96%) dengan bidan (11,11%) dengan sesama ibu hamil (9,25%). Menurut Ana (2010) dukungan suami dalam kehamilan sangat penting dengan memberikan perwujudan dalam hal perhatian, dalam hal mendampingi ,merawat,menemani dan menjadi pihak yang membantu ibu dalam membuat keputusan bersama dan disebutkan juga bahwa dalam kehamilan di butuhkan orang lain seperti keluarga terdekat ataupun pihak lainnya yang sekiranya untuk turut membantu. Hal ini sejalan dalam penelitian Fauziah tentang
mitos kehamilan di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat Nanggroe Aceh Darussalam yang mengatakan bahwa interaksi sosial perempuan hamil sangat di perlukan dalam kesehariannya,baik berupa dukungan – dukungan psikologis,perhatian,kasih sayang,pengorbanan dan empati terutama dari pihak suami dan pihak keluarga– keluarga terdekat pada perempuan hamil tersebut.Hal ini di tinjau dari segi psikologis, karena jika perempuan hamil akan mengalami perubahan kondisi fisik dan emosional yang cukup kompleks yang di sebabkan adanya perubahan hormon dan proses adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi sehingga memerlukan dukungan dan perhatian orang – orang terdekatnya yaitu seperti dengan pihak suami dan pihak keluarga terdekat. Menurut Wahit (2012) Interaksi sosial berlandaskan antara kelompok manusia dengan antara 75
Rina Doriana Pasaribu. dkk.
kelompok sebagai kesatuan dan yang sifatnya tidak menyangkut pribadi. Interaksi sosial antara kelompok – kelompok manusia dapat terjadi di keluarga dan di masyarakat yang di dasarkan pada berbagai faktor yaitu adanya faktor imitasi,faktor sugesti,faktor identifikasi dan faktor simpati. Saat ada keluhan tentang kehamilannya, ibu-ibu hamil berdasarkan hasil penelitian hanya 7 orang (12,96%) yang berinteraksi dengan bidan. Ibu hamil malah lebih seang berinteraksi atau meminta nasehat dari orang tua ataupun mertuanya, padahal sumber informasi yang lebih baik di dapat dari Bidan (petugas Kesehatan). Kebiasaan berinteraksi dengan tetangga juga kemungkinan penyebab semakin berkembangnya mitos-mitos ataupun budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan ibu hamil diyakini oleh ibu hamil itu sendiri. Rendahnya kunjungan antenatal (59,25) yaitu persentase ibu hamil yang tidak pernah melakukan ANC kemungkinan juga dipengaruhi sistem interaksi di masyarakat yang menyakini informasi ataupun budaya yang dianut oleh teman/tetangga. Dari hasil penelitian tentang orang terdekat ibu di ketahui bahwa dari 54 mayoritas ibu hamil memiliki interaksi terdekat dengan suami yaitu dengan persentase 100 %,dan selain itu terdekat ibu hamil lainnya dengan orang tua 22,22% dengan mertua dan bidan 5,55 %. Dalam penelitian Shrimartini tahun 2011 tentang Perawatan Kehamilan dalam Prespektif Budaya Madura di Desa Tambak dan Desa Rapalaok Kecamatan Omben Kabupaten Sampang di katakan bahwa ibu hamil di Desa Tambak dan Desa Rapaloak saat hamil memiliki hubungan terdekat dengan pihak keluarga (suami,orang tua ,mertua,bibi ataupun saudara) ,tetangga.bahkan dalam mempersepsikan tindakan yang akan di ambil dalam memutuskan sesuatu hal seperti terkait dalam pemeriksaan kehamilan,ibu hamil menyatakan akan berembuk atau berdiskusi dulu dengan orang-orang terdekatnya. Selain itu dalam penelitian Chriswardani tahun 2007 tentang Faktor Sosial Budaya dalam Praktik Perawatan Kehamilan,Persalinan dan Pasca Persalinan di Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara menyatakan bahwa dalam kehamilan di masyarakat jawa faktor kekerabatan( suami,orang tua,nenek) menjadi orang terdekat ibu hamil yang memegang peranan penting dalam tindakan – tindakan si ibu yang berkaitan dengan kehamilan sampai pasca persalinan baik dalam memberika nasehat maupun dalam mengambil keputusan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sumber nasehat pantangan/anjuran ibu hamil 62,96% bersumber lainnya dari orang tua 53,70 % dan bersumber dari tetangga 37,30 %. Dalam teori wahit (2012) ada mengungkapkan bahwa dalam aspek seorang individu,keluarga,masyarakat dan kebubudayaan adalah aspek yang tidak dapat di pisahkan,lingkungan sosial merupakan lingkungan yang pertama kali dijumpai dalam hidup keluarga,dan dalam keluarga individu mengembangkan kapasitas pribadinya yang salah satunya mengenai kebudayaan,dan individu akan mengejawantahkan apa yang sudah di pelajari dan di sampaikan keluarganya begitu halnya dengan keadaan dalam masa kehamilan kebudayaan saat hamil yang
76
Sosial, Budaya Serta...
bersumber oleh pihak keluarga akan teraplikasi di masyarakat. Dalam penelitian Fauziah tentang Mitos Kehamilan mengungkapkan bahwa pantangan dan anjuran yang di peruntukkan ibu hamil banyak di sampaikan oleh orang tua ,mertua,tetangga ataupun kerabat bahkan ada ketakutan dari perempuan hamil jika tidak mempercayai pantangan dan anjuran yang telah di sampaikan.Dan dalam penelitian menyebutkan bahwa pesan – pesan selama hamil banyak di sampaikan oleh orang tua ataupun keluarga yang wajib dilaksanakan,seperti halnya pantangan-pantangan ataupun anjuran saat hamil,jika pantangan maupun anjuran tersebut tidak dilakukan masyarakat meyakini bahwa akan mendapat balsan yang buruk. 2.
Budaya Berpantang Makan dan Berperilaku Saat Hamil Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu hamil berpantang makan ikan di usia > 7 bulan 38,88 %,di ikuti dengan pantangan lainnya seperti berpantang makan jantung pisang 31,48 %,berpantang makan kerak nasi dan cabai rawit 29,62 %,makan tape 25,92 %,makan ketan 24,07 %,makan banyak di usia kehamilan tua 22,22 % dan berpantang makan durian dan nenas 20,37 %. Dari wawancara dengan ibu hamil, mereka menyatakan bahwa berpantang makan ikan di usia > 7 bulan dikhawatirkan jika bersalin atau nifas nanti darah yang keluar akan berbau amis,sementara dalam teori bahwa bau amis pada masa nifas itu di akibatkan dari masa transisi perubahan lochea yang terjadi karena adanya perubahan pada bagian desidua di rahim.dan alam teori Almatsier (2009) mengenai konsep dasar ilmu gizi mengungkapkan bahwa jika dilakukan pembatasan mengenai konsumsi ikan saat kehamilan yang merupakan sumber protein dapat mengakibatkan terjadi masalah pada pembentukan dan perkembangan janin saat kehamilan,sebenarnya kandungan protein itu dalam ikan memiliki kandungan nilai protein 16,0 dan ikan juga disebutkan memiliki sumber protein hewani yang mempunyai susunan asam amino yang paling sesuai dengan kebutuhan manusia. Mengenai berpantang makanan durian dan tape ibu hamil mengatakan dapat membahayakan kehamilan dan hal ini sejalan dalam teori Rafi (2009) mengungkapkan durian dan tape memiliki kandungan alkohol yang menghasilkan panas tubuh sehingga berpotensi menimbulkan bahaya pada janin diantaranya dapat menyebabkan perdarahan atau keguguran.sementara untuk pantangan makan nanas yang di katakan dapat menyebabkan keguguran tidak sesuai dengan teori Rafi (2009) yang menyebutkan bahwa sebaiknya selama hamil sebenarnya bukan tidak boleh mengkonsumsi nanas tapi harus ada pembatasan konsumsi nanas yang dalam nanas itu mengandung asam yang berlebihan sehingga dapat memacu peningkatan kadar asam lambung. Dalam penelitian lainnya Fauziah tentang mitos kehamilan ada mengungkapkan pantangan makanan bagi ibu hamil meliputi larangan makan makanan tajam seperti nenas ,di khawatirkan mengalami keguguran.tidak boleh meminum es bagi ibu hamil agar bayinya tidak besar ,larangan makan nasi kerak di khawatirkan akan
Jurnal Ilmiah PANNMED
berdampak tidak keluarnya plasenta atau ari – ari. Selain pantangan terhadap makanan tertentu ada juga pantangan terhadap jumlah porsi makanan yang di konsumsi dalam penelitian Afiyah tahun 2008 di salah satu daerah di Jawa Barat ibu yang kehamilannya memasuki usia 8-9 bulan harus mengurangi makan agar bayi yang di kandung mudah di lahirkan.Hal yang sama juga di ungkapkan Nurpuji Utami tahun 2003 dalam penelitian Mulyaningrumdi di Sulawesi Selatan menemukan ada kepercyaan tentang makanan yang berlebih di usia hamil tua dapat menyebabkan anak menjadi lebih besar dan dapat memperlambat persalinan sehingga ibu hamil harus membatasi makanannya untuk menghindari kesulitan proses persalinan. Dalam Wahit (2012) mengungkapkan bahwa pembatasan asupan gizi pada kehamilan memiliki dampak yang begitu besar,di masyarakat pembatasan mengenai gizi disebabkan adanya kepercayaan pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan wanita hamil. Hal ini juga menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya kasus anemia dan kasus kurang gizi pada ibu hamil terutama di pedesaan. Hasil penelitian juga menunjukkan ibu hamil yang berpantang perilaku seperti ibu hamil dilarang keluar rumah pada malam hari 48,14 %,sementara ada juga itu berpantang perilaku melilitkan handuk di leher 42,59 %,gerai rambut selama hamil 31,48 %,duduk di akar 27,77 %,mandi di atas jam 5 sore 22,22 %,duduk di dapan pintu 18,51 %,membunuh binatang 12,96 % dan makan dari baskom 11,11 % serta keramas di sore hari 7,40 %. Ibu hamil juga menyakini larangan melilitkan handuk di leher karena dapat menyebabkan lilitan tali pusat,pada hal dalam teori Rafi (2009) menjelaskan bahwa penyebab terjadinya lilitan tali pusat sebenarnya bukan karena melilitkan handuk di leher tetapi penyebab terjadi lilitan tali pusat diduga disebabkan oleh aktivitas yang berlebih sehingga mengakibatkan hiperaktivitas gerakan bayi. Begitu juga dengan pantangan perilaku mengenai pantang duduk di depan pintu karena dapat mempersulit persalinan hal ini tidak sesuai dengan Mochtar (2010) dan Rafi (2009) yang mengungkapkan bahwa mudah atau sulitnya persalinan ditentukan dari beberapa hal yaitu sebagai berikut: dari segi power,passage,passanger,psikis dan penolong serta keterampilan dalam proses persalinan bukan karena duduk di depan pintu bisa mempersulit persalinan. Mayoritas ibu hamil mengikuti nasehat berperilaku pakai paku selama hamil saat keluar rumah 48,14 % selain itu ada juga nasehat untuk minum minyak sayur waktu hamil tua 46,29 %,memakai gunting di pakaian ibu 31,48 % ,minum air kelapa 25,94 %,tidak boleh tidur di lantai 18,51 %,dan nasehat untuk serimg berjalan pagi sebanyak 12,96 % ,mandi sebelum jam 5 sore 16,66 %. Dilihat dari penelitian Fauzia tentang Mitos kehamilan mengungkapkan dari narasumber ibu hamil/yang pernah hamil memberikan jawaban mengenai anjuran yang harus di lakukan meliputi anjuran perbanyak jalan di pagi hari,menyapu mengepel dan di usia kandungan 7 bulan di anjurkan untuk melakukan hubungan seksual sesering mungkun untuk memudahkan proses
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
persalinan nanti.Fauzia juga mengungkapkan ada anjuran untuk memakai penangkal (seunangkai) di pinggang seperti tali atau gunting di pakaian yang di yakini sebagai penangkalmakhluk halus yang ingin menganggu.dan anjuran lain yakni bila hendak berpergian harus menyelipkan paku kecil di dalam rambut agar tidak di ganggu mahkluk halu. Menurut Supardan tahun 2008 suatu tradisi yang ada di masyarakat akan merujuk kepada pola perilaku atau kepercayaan yang telah menjadi bagian dari suatu budaya yang telah lama di kenal kepercayaan secara turun menurun yang secara sosial diwariskan dari atu generasi ke generasi berikutnya. 3. Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Kehamilan Pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan pada umumnya masih kurang (68,51%) dan yang berpengetahuan baik hanya 4 orang (7,41%). Pengetahuan ibu hamil yang kurang inilah kemungkinan masih dipercayainya berbagai hal yang menyangkut tentang larangan/pantangan makanan ataupun melakukan suatu tindakan/ aktivitas (pantangan perilaku). Fauzia dalam penelitiannya tentang mitos kehamilan mengungkapkan bahwa pengetahuan bersumber dari dua bagian yaitu pertama dari kesehatan modern yang berupa konsultasi atau anjuran dari dokter dan bidan. Sedangkan penge tahuan tradisional berupa kepercayaan terhadap berbagai pantangan dan anjuran selama kehamilan. Hal ini dipengaruhi oleh semakin berkembangnya pengetahuan dan informasi dari masyarakat yang semakin hari semakin modern. Meskipun demikian, pengetahuan tradisional tidak sepenuhnya ditinggalkan masyarakat dengan alasan terjalin hubungan yang erat dalam komunitas sosial sehingga kebiasaan yang melingkupi tempat tinggal masyarakat akan mempengaruhu sikap dan perilakunya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Interaksi Berdasarkan hasil penelitian di tinjau dari segi sosial ibu hamil pada umumnya ibu hamil berinteraksi dengan suami dan tetangga (100%),dengan orang tua (27,77%),dengan mertua (12,96%),dengan bidan (11,11%)dan sesama ibu hamil (9,25%).Interaksi Ibu hamil saat ada keluhan memiliki persentase dengan suami(100%),orang tua(18,51%),mertua dan tetangga (9,25%) dan bidan (12,96%),interaksi terdekat ibu hamil dengan suami(100%),orang tua (22,22%),dengan mertua dan bidan (5,55%).Untuk sumber nasehat saat hamil bersumber dari mertua (62,96%),orag tua ( 53,70%) dan tetangga (37,03%). 2. Dlihat dari segi budaya bahwa pada umumnya ibu hamil masih memiliki kepercayaan tentang berpantang makan, perilaku, mengikuti nasehat pantangan ataupun anjuran saat hamil dan masih melaksanakan upacara kehamilan. 3. Berdasarkan pengetahuan ibu hamil, ibu hamil berpengetahuan baik sebanyak 4 orang (7,41%), ibu hamil berpengetahuan cukup 13 (24,08%) dan ibu
77
Rina Doriana Pasaribu. dkk.
hamil berpengetahuan kurang 37 (68,51%). Saran 1. Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk melihat faktor yang mempengaruhi sosial budaya tentang kehamilan dimasyarakat. 2. Dalam penelitian ini data/kuesioner hanya diperoleh dari ibu hamil. Data dari lingkungan sekitar ibu seperti suami, mertua ataupun orang tua perlu dikaji lebih lanjut. DAFTAR PUSTAKA Almatsier S, 2009, Konsep Dasar Ilmu Gizi, PT Gramedia Utama, Jakarta Ana,S.2010,Trimester Pertama Kehamilan Anda,Bukubiru, Yogyakarta Dinas Kesehatan Kota Binjai, 2012, Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Departemen Kesehatan RI , Jakarta. Eva dkk, 2010 , Kesehatan Reproduksi Wanita ,Trans Info Media, Jakarta. Fauziah,2008, Mitos - mitos Tentang Kehamilan,Jurnal Kesehatan Indonesia,2729072009_20.pdf(SECURED), di akses tanggal 5 Mei 2014 Hesty dkk, Konsep Perawatan Kehamilan Etnis Bugis Pada Ibu Hamil Di Desa Buareng Kecamatan Kajuara Kabupaten Bone, 2013, jurnal penelitian , di akses tanggal 20 januari 2014 Wahit dkk, 2012 , Ilmu Sosial Budaya Dasar kebidanan , EGC ,Jakarta. Notoadmojo, S, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rieneke Puspita,Jakarta Maryunani,A dkk ,2012,Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan,Trans Info Media,Jakarta Profil Kesehatan Indonesia, 2011, Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K1, K4 Sumatera Utara ,Kementerian Kesehatan RI Tahun 2012, Jakarta.
78
Sosial, Budaya Serta...
Rahim Muarifah dkk,Gambaran Perilaku Ibu Hamil Terhadap Pantangan Makan Suku Toraja Di Kota Makassar, 2013, Jurnal penelitian, repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/.../jurnal.p df di akses tanggal 15.januari 2014 Rafael, 2007, Manusia dan kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar,Rineka Cipta,Jakarta Rafie, 2009, Menjawab Mitos – Mitos Kehamilan Dan Menyusui , Media Pressindo,Yogyakarta Ronald, 2010,Pedoman dan Perawatan kehamilan Yang Sehat dan Menyenangkan, Nuansa Aulia, Bandung Suryawati,C ,2007,Faktor Sosial Budaya dalam Praktik Perawatan Kehamilan,Persalinan dan Pasca Persalinan(Studi di Kecamatan Bangsari Jepara), Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol 2 Mei 2014. Shrimarti,R,2011,Perawatan Kehamilan dalam Perspektif Budaya Madura di Desa Tambak dan Desa Rapalaok Kecamatan Omben Kabupaten Sampang ,di akses tanggal 2 mei 2014 Tari Romana, 2012, Mengenal Tradisi Nusantara Seputar Kehamilan, http://health.kompas.com/read/2012/09/10/151455 33/Mengenal.Tradisi. N usantara.Seputar.Kehamilan) di akses tanggal 15 januari 2014 Wahyuna,F,2013 ,Gambaran Sosial Budaya Dengan Pola Makan Ibu Hamil Di Kemukiman Jangka Buya Kecamatan Jangka Buya Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013.Jurnal Karya Tulis ilmiah.Fitri_Wahyuna-Jurnal .pdf.di akses tanggal 26 Maret 2014. Wahit dkk, 2012 , Ilmu Sosial Budaya Dasar kebidanan, EGC, Jakarta.
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
STATUS GIZI BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS TANAH TINGGI BINJAI TAHUN 2013
Yulina Dwi Hastuty, Dewi Meliasari, Suswati Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan
Abstrak ISPA adalah penyakit saluran pernafasan yang bersifat akut dengan berbagai macam gejala (sindrom) yang disebabkan oleh berbagai sebab, yang terutama mengenai struktur saluran pernapasan diatas laring. Menurut WHO tahun 2012, sebesar 78% balita yang berkunjung ke pelayanan kesehatan adalah akibat ISPA, khususnya pneumonia. Kematian balita akibat ISPA di Asia Tenggara sebanyak 2.1 juta balita pada tahun 2004. India, Bangladesh, Indonesia, dan Myanmar merupakan negara dengan kasus kematian balita akibat ISPA terbanyak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan dengan tingkat kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai tahun 2013. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Dengan menggunakan data sekunder dan primer yang diperoleh melalui catatan rekam medik dan mengukur berat badan balita, yang dilakukan terhadap 53 responden. Teknik pengambian sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Data dianalisis menggunakan uji Chi-square. Dari 35 orang balita dengan status gizi tidak baik, mayoritas kejadian ISPA pada balita dengan kategori berat yaitu 23 orang (65,7%) dan minoritas dengan ISPA ringan yaitu 2 orang (5,7%). Dari 18 orang balita dengan status gizi baik, mayoritas dengan ISPA ringan yaitu 11 orang (61,1%) dan minoritas dengan ISPA berat yaitu 2 orang (11,1%). Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa p value = 0,000 < 0,05, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi balita dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai. Kata kunci : Status Gizi, ISPA, Balita Pendahuluan Salah satu target dalam pembangunan milenium atau Millenium Develomment Goals (MDGs) tujuan yang ke 4 yaitu menurunkan angka kematian balita. Target yang ingin dicapai adalah menurunkan angka kematian balita 2/3 dari tahun 1990-2015, sehingga angka kematian bayi menjadi 17/1000 kelahiran hidup dan balita 23/1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (MDG’S,2010). Penyebab kematian balita umumnya disebabkan seperti penyakit Diare 25,2%, Pneumonia 15,5%, Enterokolitis 10,7%, Meningitis 8,8%, DBD 6,8%, Campak 5,8%, Tenggelam 4,9%, TB 3,9%, Malaria 2,9%, Leukimia 2,9% (Riskesdas,2007). Menurut WHO tahun 2012, sebesar 78% balita yang berkunjung ke pelayanan kesehatan adalah akibat ISPA, khususnya pneumonia. ISPA lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan negara maju dengan persentase masing-masing sebesar 25%-30% dan 10%15%. Kematian balita akibat ISPA di Asia Tenggara sebanyak 2.1 juta balita pada tahun 2004. India, Bangladesh, Indonesia, dan Myanmar merupakan negara dengan kasus kematian balita akibat ISPA terbanyak (Usman, 2012). Kasus pneumonia di negara Amerika, terutama pada bayi menempati urutan ke 6 dari semua penyebab kematian dan peringkat pertama dari seluruh penyakit infeksi. Di Spanyol angka kematian akibat pneumonia
mencapai 25% atau 25-30 per 100.000 penduduk (Permatasari,2008). Insiden ISPA dilaporkan sebanyak 3,6 - 6,0% di Nikaragua, setelah terjadinya letusan gunung berapi kejadian ISPA meningkat sebanyak 2,0 - 3,6% pada bayi <12 bulan, 2,6 - 6,1% antara anak 12 bulan -59 bulan, 6,0 7,4% antara anak-anak 5-14 tahun, 5,2 - 10,0% antara orang-orang 15-49 tahun, dan 7,7 - 10,0% antara orangorang ≥ 50 tahun (WHO,2010). Kasus ISPA di Indonesia selalu menempati urutan pertama penyebab kematian bayi sebanyak 32,1% kematian bayi pada tahun 2009, serta penyebab kematian pada balita 38,8% tahun 2011. ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Berdasarkan data dari pemberantasan penyakit (P2) program ISPA tahun 2009 cakupan penderita ISPA melampaui target, target yang ditetapkan hanya 16.534 kasus tetapi hasil yang di dapat sebanyak 18.749 (13,4%). Survey mortalitas yang dilakukan di subdit ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Depkes RI,2012). Anak dengan gejala ISPA yang dibawa ke petugas kesehatan, sekitar 82,6% pada usia < 6 bulan, 88,8% pada usia 6 – 11 bulan, 79,1% pada usia 12-23 bulan, 69,2% pada usia 24-35 bulan, 75,3% pada usia 36 – 47 bulan, dan 67,0% pada usia 48-90 tahun (SDKI,2012) .
79
Jurnal Ilmiah PANNMED
Kejadian ISPA pada balita di Sumatera Utara pada tahun 2008 yaitu 29,124 kasus. Pada tahun 2009 provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi urutan ke empat terbanyak kasus pneumonia pada balita (21,56%), setelah provinsi Nusa Tenggara Barat (71,45%), Jawa Barat ( 46,16%) dan kepulauan Banka Belitung (41,41%) (Safei,dkk, 2008). Tingginya angka kejadian ISPA pada balita disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah keadaan gizi yang buruk pada bayi dan balita. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal, hal ini disebabkan tentang penurunan daya tahan tubuh. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita akan lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangan lebih lama (Nuryanto,2009). Menurut hasil penelitian Nuryanto pada tahun 2010 di wilayah kerja Puskesma Sosial Palembang. Peneliti mengatakan faktor yang berhubungan dengan penyakit ISPA pada bayi adalah status gizi balita, status imunisasi, kepadatan tempat tinggal, keadaan ventilasi rumah, status merokok orang tua, tingkat pendidikan orang tua, tingkat pengetahuan ibu dan sosial ekonomi. Untuk puskesmas Tanah Tinggi Binjai kasus ISPA cukup banyak dijumpai, rentang waktu antara SeptemberNovember 2013 dijumpai sebanyak 110 kasus. Berdasarkan data tersebut maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang hubungan status gizi dengan tingkat kejadian ISPA pada bayi dan balita di puskesmas Tanah Tinggi Binjai tahun 2013. Rumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Adakah Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai”. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan dengan tingkat kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai tahun 2013 Metode Penelitian Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan cross sectional . Penelitian ini mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dan efek dengan cara pendekatan, observasi dimana setiap subjek penelitian diobservasi hanya satu kali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai pada bulan September-Desember 2013. Populasi Dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah balita yang terdaftar terkena ISPA di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai
80
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
periode bulan September -Nopember 2013 yaitu sebanyak 110 orang. Sedangkan besar sampel penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Nursalam,2003) dan didapat sampel sebanyak 53 balita dengan Tehnik pengambilan sampel secara accidental sampling yaitu dengan mengambil responden balita yang datang berobat dan terdiagnosa terkena ISPA di Puskesmas Tanah TinggI Binjai. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil data sekunder dan primer. Data sekunder diperoleh dari catatan rekam medik pasien yang terdaftar terkena ISPA dan data primer diperoleh peneliti dengan mengukur berat badan balita yang datang ke Puskesmas Tanah Tinggi Binjai dengan penyakit ISPA dan dimasukkan ke dummy tabel. Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diedit dan ditabulasi untuk selanjutnya dianalisis secara univariat dan bivariat. Pengujian data dilakukan dengan menggunakan uji statistik Chi Square dengan nilai kemaknaan (α = 0,05). Hasil Penelitian Analisa Univariat Berdasarkan hasil yang diperoleh distribusi karakteristik balita yang meliputi umur, jenis kelamin, status gizi dan kejadian ISPA dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1. Distribusi Karakteristik Balita Di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai Tahun 2013 Karakteristik Balita Frekuensi (F) Persentase (%) Umur 8 15,1 1 tahun 21 39,6 2 tahun 18 34,0 3 tahun 6 11,3 4 tahun 53 100,0 Jumlah Jenis Kelamin 25 47,2 Perempuan 28 52,8 Laki-laki 53 100,0 Jumlah Status Gizi 35 66,0 Tidak Baik 18 34,0 Baik 53 100,0 Jumlah Kejadian Ispa 25 47,2 Berat 15 28,3 Sedang 13 24,5 Ringan 53 100,0 Jumlah Analisa Bivariat Hubungan status gizi dengan tingkat kejadian ISPA pada balita dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Yulina Dwi Hastuty. dkk.
Tabel 2. Distribusi Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai Tahun 2013 Kejadian ISPA Pada Balita Total Status ISPA P ISPA ISPA Gizi value Berat Sedang Ringan f % f % f % F % Tidak 23 65,7 10 28,6 2 5,7 35 100 Baik 0,000 2 11,1 5 27,8 11 61,1 18 100 Baik Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa p value = 0,000 < 0,05, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi balita dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai Tahun 2013. Pembahasan Status Gizi Balita di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai Tahun 2013 Status gizi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung pada anak. Berdasarkan hasil penelitian diketahui dengan status gizi tidak baik yaitu 35 orang (66,0%) dan minoritas dengan kategori baik yaitu 18 orang (34,0%). Status gizi yang tidak baik mayoritas disebabkan karena gizi kurang atau tidak sesuainya umur balita sesuai dengan kondisi berat badannya. Gizi tidak baik yaitu gizi buruk dan gizi lebih. Gizi buruk sederhana akibat KEP (Kurang energi Protein) menyebabkan kelainan seperti Marasmus, Kwasiokor. Gizi lebih yaitu obesitas digolongkan sebagai orang yang mengalami gizi tidak baik. Obesitas adalah kelebihan kalori dan lemak berlebihan. Gizi buruk adalahkekurangan nutrisi berupa protein, karbohidrat, dan kalori. Terdapatnya kasus malnutrisi pada semua golongan umur balita menunjukkan bahwa malnutrisi pada anak mungkin tidak dapat diatasi sehingga terus berlangsung. Hal ini kemungkin disebabkan karena keadaan sosial ekonomi masyarakat yang kurang baik, ketidaktahuan masyarakat tentang gizi, dan kurangnya peran petugas kesehatan dalam usaha perbaikan status gizi masyarakat. Penanganan gizi buruk sebaiknya tidak hanya difokuskan di pelayanan kesehatan pemerintah saja, namun juga harus disebarluaskan di pelayanan kesehatan swasta karena biasanya tenaga kesehatan yang bekerja di pelayanan kesehatan swasta tidak melaporkan atau bahkan menyadari adanya pasien gizi buruk yang berobat ke tempat mereka. Petugas biasanya hanya terfokus pada penyakit yang dikeluhkan saja. Dengan penyebarluasan informasi mengenai gizi buruk di pelayanan kesehatan swasta akan membuat tenaga medis yang bekerja di tempat tersebut lebih peduli sehingga dapat membantu mengatasi masalah gizi buruk di masyarakat. Tenaga kesehatan harus sering turun ke lapangan untuk memberikan penyuluhan langsung kepada masyarakat terutama pada kaum ibu tentang masalah gizi sehingga meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya zat gizi untuk anak-anak mereka.
Status Gizi Berhubungan...
Berdasarkan hasil penelitian umur balita yang banyak terkena yaitu umur 2 tahun. Hal ini membuktikan bahwa pada usia 2 tahun daya tahan tubuh belum terlalu kuat sehingga mudah terkena ISPA. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kartasasmita di Cikutra (1993) bahwa insieden dan lamanya anak menderita ispa menurun dengan bertambahnya umur. Dari hasil penelitian juga didapat lebih banyak jenis kelamin laki-laki yang terkena ISPA. Ada sebagian sumber mengatakan bahwa ada kecenderungan anak laki-laki lebih sering terserang infeksi dari pada anak perempuan, tetapi belum dapat dijelaskan secara pasti antara faktor genetik atau dalam pemberian makanan. Kejadian ISPA Pada Balita di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai Tahun 2013 Penyakit infeksi mudah menyerang pada balita dengan keadaan gizi kurang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui mayoritas kejadian ISPA pada balita dengan kategori berat yaitu 25 orang (47,2%) dan minoritas balita dengan ISPA ringan yaitu 13 orang (24,5%).Banyaknya kejadian ISPA berat yang dialami balita disebabkan karena adanya gangguan metabolisme tubuh akibat kekurangan energi dan protein, sehingga menyebabkan daya tahan tubuh semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Putri (2012) bahwa kejadian ISPA pada balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih berat dan buruk. Hal ini disebabkan karena ISPA pada anak balita umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah. Pada orang dewasa sudah banyak terjadi kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman infeksi sebelumnya. Menurut penelitian Muluki (2003), diketahui bahwa status gizi merupakan faktor resiko yang sangat berpengaruh terhadap kejadian ISPA dibandingkan faktor resiko status imunisasi, status ASI eksklusif dan berat badan lahir rendah. Balita yang mengalami gizi buruk lebih mudah terserang penyakit. Berdasarkan penelitian Susie (2001), infeksi saluran pernapasan akut merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh balita yang menderita gizi buruk dibandingkan penyakit lainnya Gizi yang buruk akan mempermudah balita terserang ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Balita yang terkena ISPA memiliki faktor-faktor resiko antara lain faktor usia dan status gizi. Faktor usia kejadian ISPA banyak terjadi pada usia 2 tahun mempunyai resiko mendapat ISPA lebih besar dari pada anak yang lebih tua, karena pada usia tersebut kekebalan tubuh anak belum optimal. Balita yang terkena ISPA akan mengalami penurunan nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada saat gizi kurang balita lebih mudah terkena penyakit ISPA berat. Hubungan Status gizi dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai Tahun 2013
81
Jurnal Ilmiah PANNMED
Berdasarkan hasil penelitian pada uji bivariat diketahui dari 35 orang balita dengan status gizi tidak baik, mayoritas kejadian ISPA pada balita dengan kategori berat yaitu 23 orang (65,7%) dan minoritas dengan ISPA ringan yaitu 2 orang (5,7%). Dari 18 orang balita dengan status gizi baik, mayoritas dengan ISPA ringan yaitu 11 orang (61,1%) dan minoritas dengan ISPA berat yaitu 2 orang (11,1%). Maka semakin tinggi status gizi balita yang tidak baik semakin banyak yang terkena ispa berat. Pada balita dengan kategori gizi tidak baik tetapi mengalami ISPA ringan, disebabkan gizi tidak baik pada balita bukan disebabkan karena gizi kurang, tetapi karena gizi lebih sehingga ISPA yang terjadi pada balita bukan hanya disebabkan karena faktor konsumsi energi saja tetapi karena pengaruh faktor lingkungan rumah dan sekitarnya yang tidak sehat. Sedangkan balita dengan status gizi baik tetapi masih ada balita dengan ISPA berat disebabkan karena adanya anggota keluarga yang terkena pilek, sehingga tertular pada balita. Hal ini sesuai dengan pendapat Putri (2012) bahwa apabila dalam satu rumah anggota keluarga terkena pilek, balita akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi anak yang lemah, proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa p value sebesar = 0,000 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi balita dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai Tahun 2013. Adanya interaksi sinergistik antara malnutrisi dan infeksi. Infeksi yang berat dapat memperburuk status gizi melalui gangguan masukan/konsumsi makanan dan meningkatkan kehilangan zat-zat essensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi meskipun ringan berpengaruh buruk pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nugroho (2006) yang menyatakan bahwa salah satu faktor resiko yang menyebabkan ISPA adalah balita dengan kurang gizi, balita yang tidak mendapat ASI memadai dan defisiensi vitamin A. Sebagai faktor yang meningkatkan angka mortalitas adanya gizi kurang. Hal yang sama juga dikemukakan dari hasil penelitian Sulistyoningsih dan Rustandi (2010) bahwa ada hubungan antara gizi buruk dengan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat ISPA. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama. Keadaan gizi yang tidak baik muncul sebagai faktor resiko untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi tidak baik dengan infeksi sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering terkena ISPA. Daya tahan tubuh anak yang kurang gizi menurun sehingga mudah terkena penyakit infeksi, anak yang menderita infeksi akan mengalami gangguan nafsu makan dan penyerapan zat gizi sehingga menyebabkan kurang gizi. Penurunan status gizi yang terjadi terkait dengan penurunan asupan makanan akibat
82
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
gangguan kesulitan makan. Anak dengan pneumonia berat dapat mengalami kesulitan makan karena adanya pernafasan cepat dan sulit bernafas. Jika pemberian suplai makanan yang dikonsumsi oleh anak balita baik maka status gizi anak balita itu juga ikut membaik. Namun menkonsumsi makanan yang baik tidak cukup untuk membuat status gizi anak balita menjadi baik, tetapi anak balita itu harus selalu sehat dan tehindar dari penyakit infeksi (ISPA). Oleh sebab itu penyakit infeksi dapat mempengaruhi status gizi anak balita dan status gizi juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Hubungan Antara Status Gizi Dengan Dengan Tingkat Kejadian ISPA Pada Balita di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai Tahun 2013, maka disimpulkan sebagai berikut : 1. Status gizi balita mayoritas dengan status gizi tidak baik yaitu 35 orang (66,0%) dan minoritas dengan status gizi baik yaitu 18 orang (34,0%). 2. Balita mayoritas menderita ISPA berat yaitu 25 orang (47,2%) dan minoritas menderita ISPA ringan yaitu 13 orang (24,5%). 3. Hasil analisa Chi-square diketahui terdapat hubungan antara status gizi dengan dengan tingkat kejadian ISPA pada balita dengan nilai p value sebesar 0,000 < 0,05 Saran - Diharapkan kepada instansi terkait untuk dapat meningkatkan pelayanan pada balita terutama meningkatkan informasi tentang penyakit infeksi pada balita dan cara hidup sehat, agar dapat mengurangi resiko balita terkena infeksi seperti ISPA yang dapat mempengaruhi status gizi balita. - Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk melihat factor-faktor lin yang juga memiliki peran terhadap peningkatan kejadian ISPA pada balita. DAFTAR PUSTAKA Agustanti, 2012 Dinkes Sulawesi Selatan http://dinkesSulsel.go.id/new/index.php?option=c om_content&task=view&id=932&Itemid=1 {accessed 31 maret 2013] Badan Pusat Statistik : Laporan Pendahuluan Survei Demografi dan kesehatan Indonesia 2012, Kementrian kesehatan Behrman dkk, 2000 Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit InfeksiSaluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 2012 Hartono, R dan Rahmawati D, 2012. ISPA Gangguan Pernafasan Pada Anak. Yogyakarta: Nuha Medika Manurung, S. et al., 2009. Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi. Jakarta : Trans Info Medica
Yulina Dwi Hastuty. dkk.
Marimbi, H, 2010 Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada Balita, Nuha Medika, Yogyakarta Maryunani,A.2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan TIM, Jakarta MDG”s,2010. The Millennium Development Goals Report http://www.un.org /millenniumgoals/pdf/MDGReport2010Enr15lowres201006152.pdf [accesed 07-07-2013] Mukono, H, 2008. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran pernafasan, Airlangga Universitas Press, Surabaya Muluki (2003) Analisis faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya penyakit ISPA di Puskesmas Palanro Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru Tahun 2002-2003. 2003. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. Notoatmodjo, S, 2010 Metode Penelitian Kesehatan , Rineka Cipta, Jakarta Nugroho, S. 2006. Hubungan Antara Status Gizi Balita Dengan Kejadian Ispa Di Desa Wonoboyo Wilayah Kerja Puskesmas Wonoboyo Kabupaten Temangun. www.unimus.ac.id [accesed 23-07-2013] Nuryanto,A, 2012. Hubungan Status Gizi Terjadap Terjadinya Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut [online] balitbangnovda.sumselprov.go.id/data/download/ 20121227173330.pdf [accesed 31-03-2013] Nursalam. 2003. Konsep dan penerapan metodologi penelitian keperawatan. Jakarta Putri,2012. Faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita dan perbedaan kondisi lingkungan pada balita yang mengalami ISPA www.eprint.uny.ac.id. Permatasari,C., 2008. Faktor Resiko Kejadian Gejala ISPA Ringan Pada Balita Di Rangkapan Jaya Baru Kota Depok Tahun 2008 [online] Available at < http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126838-S5827-Faktor%20risiko-HA.pdf> [accesed 31-032013]
Status Gizi Berhubungan...
Penerbit IDAI. Jakarta Riwu, D, 2012, ISPA menduduki peringkat pertama penyakit terbesar tahun 2011. Times Online, [online] 29 February t,Available At : http://www.dinkes-kotakupang.web.id/wartadinkes/175-ispa-duduki-peringkat-pertamapenyakit-terbesar-tahun-2011.html RISKESDA,2007. Buletin Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita Volume 3, September 2010 http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/bul etin/BULETINPNEUMONIA.pdf >[accesed 1207-2013] Safei,dkk, 2008 profil kesehatan propinsi Sumatera Utara Dinkes SUMUT Medan Simarmata, D., 2009. Kajian Ketersediaan Pangan Rumah Tangga, Status Ekonomi Keluarga, Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Melati Kecamatan Perbaungan Tahun 2009.Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat Ditjen Dikti. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. Sulistioningsih dan Rustandi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas DTP Jamasin Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010. http://Sulistioningsih 2010_Journal. unsil.ac.id [accesed 23-07-2013] Supariasa, I, dkk 2008, Penilaian Status Gizi, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG Usman, Iskandar. 2012. Penderita ISPA. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123 456789/4279/RIBKARERUNGLAYUK(K1110 9326).pdf?sequence=1 (Accesed 12-07- 2013) Widoyono, 2011 Penyakit Tropis, edisi kedua Erlangga, Jakarta WHO. 2010, conflict and health [online] Available at :http://www.who.int/entity /diseasecontrolemergencies/publications/Burdeno facuterespiratoryinfections.pdf
Rahajoe, N. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Badan
83
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN SECTIO CAESAREA DI RUMAH SAKIT TK IV 01.07.001 KESDAM I/BB PEMATANGSIANTAR
Dodoh Khodijah, Yessika Rouli Siburian, Renny Sinaga Prodi Kebidanan Kemenkes Pematangsiantar
Abstrak Latar belakang :Sekalipun terdapat kesan tindakan operasi persalinan makin liberal tetapi bukan tanpa alasan medis atau indikasi yang tepat. Data yang diperoleh di Rumah Sakit Tk IV 01.07.001 Kesdam I/BB Pematangsiantar bahwa kejadian Sectio Caesarea meningkat mulai tahun 2011-2012 sebesar 2 %. Tujuan penelitian ini akan menghubungkan faktor karakteristik ibu dengan Sectio Caesarea di Rumah Sakit Tk IV 01.07.001 Kesdam I/BB Pematangsiantar. Metode penelitian ini bersifat analitik menggunakan data Sekunder. Populasi penelitian adalah seluruh ibu bersalin di Rumah Sakit Tk IV 01.07.001 Kesdam I/BB Pematangsiantar tahun 2013 sebanyak 535 orang. Pengambilan sample menggunakan rumus Slovin dengan sistem Random Sampling berjumlah 230 orang. Kemudian dibuat tabulasi frekuensi dan tabulasi silang dengan taraf signifikan α=0,05. Hasil penelitian tentang hubungan karakteristik Ibu dengan Sectio Caesarea terdapat hubungan faktor Umur dan Indikasi dengan kejadian persalinan SC. Tingginya angka kejadian SC perlu dilakukan penyuluhan tentang pentingnya kesehatan reproduksi dalam kehamilan dan deteksi dini untuk mengatasi terjadinya komplikasi sehingga perlu adanya pemeriksaan kehamilan secara teratur. Kata kunci : Umur, Paritas, Jarak Kehamilan, Pendidikan, Pekerjaan, indikasi Sectio Caesarea PENDAHULUAN Latar Belakang Kesehatan Ibu dan Anak menjadi target dalam Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs), tepatnya pada tujuan 4 dan 5 yaitu menurunkan Angka Kematian Anak dan Meningkatkan Kesehatan Ibu. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) menjadi sangat penting karena merupakan unsur penting pembangunan, hal ini mengandung pengertian bahwa dari seorang Ibu akan dilahirkan caloncalon penerus bangsa yaitu anak, yang dapat memberikan manfaat bagi bangsa, maka harus diupayakan kondisi ibu dan anak yang sehat (Prasetyawati, 2012). Bidan sebagai tenaga terlatih, berperanan penting dalam mata rantai “sistem kesehatan nasional” sehingga masyarakat mendapat pelayanan dan pengayoman medis lebih menyeluruh dan lebih bermutu. Perkiraan di Indonesia, jumlah persalinan sebanyak 5.000.000 per tahun, maka jumlah kematian ibu sebanyak 20.000 sampai 22.000 orang sedangkan angka kematian perinatal 28.000 sampai 30.000 orang setiap tahun. Kematian Ibu dan perinatal ini tertinggi di negara ASEAN (Manuaba, 2010). Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, angka kematian ibu mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Dalam survei yang sama lima tahun lalu, angka kematian ibu hanya 228 per 100 ribu kelahiran hidup (Tempo, 2012). Menurut WHO (World Health Organization), standar operasi SC di sebuah negara adalah 5-15 persen. Di Indonesia sendiri, presentase SC sekitar 5 persen. Di rumah sakit pemerintah rata-rata 11 persen, sementara di Rumah
84
Sakit Swasta rata – rata 30 persen, angka ini terus berkembang (Aini, 2009). Berbagai survei menemukan bahwa presentasi persalinan SC pada rumah sakit-rumah sakit dikota besar seperti Jakarta dan Bali berada jauh diatas angka tersebut. Secara umum, jumlah persalinan SC di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 30-35 % dari total persalinan sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30-80% dari total persalinan (Rasyid, 2009). Sekalipun terdapat kesan tindakan operasi persalinan makin liberal tetapi bukan tanpa alasan medis atau indikasi yang tepat . Indikasi pada Ibu, indikasi profilaksis seperti ibu dengan penyakit jantung, paru, ginjal, tekanan darah tinggi, atau pre-eklampsi/eklampsi. Indikasi vital seperti, rupture uteri, kehamilan dengan perdarahan, panggul sempit, kelainan letak janin, persalinan lama. Indikasi pada janin seperti gawat janin, kematian janin dalam kandungan, tali pusat menumbung, walaupun jarang tetapi fatal adalah komplikasi emboli air ketuban yang dapat terjadi selama tindakan operasi (Manuaba, 2010). Sebuah penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan antara umur ibu, paritas dan komplikasi obstetrik terhadap tindakan SC. Sedangkan faktor resiko terbesar tindakan SC adalah usia ibu yang terlalu muda atau terlalu tua. Selain itu, terdapat hubungan antara riwayat SC terhadap tindakan SC berikutnya (Sinaga, 2007). Berdasarkan hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pringadi Medan pada tahun 2012 diketahui jumlah ibu bersalin dengan SC pada tahun 2011 yaitu sekitar 58,1% dan tahun 2012 sekitar 60,1% (Siti, 2013). Survei pendahuluan di Rumah Sakit Tk IV 01.07.01
Jurnal Ilmiah PANNMED
Kesdam l/BB Pematangiantar tahun 2012 ditemukan dari 696 persalinan terdapat 512 orang yang bersalin dengan SC atau sekitar 73,6%. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “Hubungan Karakteristik Ibu dengan Sectio Caesarea di Rumah Sakit Tk IV 01.07.01 Kesdam l/BB Pematangsiantar ”. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : “Hubungan Karakteristik Ibu dengan Sectio Caesarea di Rumah Sakit TK IV.01.07.01 Kesdam I/BB Pematangsiantar”. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui prevalen SC di Rumah Sakit Tk IV.01.07.01 Kesdam I/BB Pematangsiantar. b. Untuk mengetahui prevalen SC berdasarkan karakteristik umur, paritas, jarak kehamilan, pendidikan, pekerjaan, dan faktor indikasi SC di Rumah Sakit Tk IV.01.07.01 Kesdam I/BB Pematangsiantar. c. Untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu dengan Sectio Caesarea di Rumah Sakit Tk IV.01.07.01 Kesdam I/BB Pematangsiantar. MANFAAT PENELITIAN Manfaat Teoritis Sebagai sarana informasi tentang hubungan karakteristik ibu dengan Sectio Caesarea, sehingga dapat dijadikan langkah awal dalam membuat kebijakan pelayanan kebidanan. Manfaat Praktis Sebagai masukan dan informasi bagi petugas kesehatan terutama para bidan untuk mendeteksi dini terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan serta mencegah terjadinya peningkatan persalinan dengan SC.
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Jenis Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain crossectional dengan menggunakan data sekunder untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu dengan Sectio Caesarea di Rumah Sakit Tk IV 01.07.001 Kesdam I/BB Pematangsiantar. Populasi Populasi dalam penelitian ini semua ibu yang bersalin di Rumah Sakit Tk IV 01.07.001 Kesdam I/BB Pematangsiantar pada tahun 2013 yaitu sebanyak 535 orang Sampel Besar sampel dihitung dengan menggunakan Rumus Slovin : N n= 1 + N(d)2 =
=
535
1+535(0,05)2 535
1+1,33
= 229,6 = 230
=
535
1+535(0,0025) 535
=
2,33
Sampel diambil dengan teknik Random Sampling. Data penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit TK.IV.01.07.01 Kesdam I/BB Pematangsiantar pada tahun 2013 dengan menggunakan lembar checklist. ANALISA DATA Analisa data penelitian ini dengan bantuan software Stata versi 16. Dilakukan analisis univariabel, analisis bivariabel dengan menggunkan Chi square (X2) pada tingkat kemaknaan p <0,05 dengan Confidence Interval (CI) 95 persen.
HASIL PENELITIAN Analisa Univariabel Tabel 1. Distribusi Ibu bersalin di Rumah Sakit Tk IV.01.07.001 Kesdam I/BB Pematangsiantar No Kategori F (%) 1 SC 215 93,5 2 Tidak SC 15 6,5 Jumlah 230 100% Data : Rekam Medik 2013 Tabel 2. Distribusi ibu bersalin berdasarkan Karakteristik di Rumah Sakit Tk IV.01.07.001 Kesdam I/BB Pematangsiantar No Karakteristik F (%) Umur 1 <20 tahun 13 5,7 2 20-35 tahun 184 80 3 >35 tahun 33 14,3 Jumlah 230 100% Paritas 85
Dodoh Khodijah. dkk.
1 2 3
Primi gravida Multi gravida Grande multi gravida Jumlah Jarak Kehamilan 1 <2 tahun 2 2-3 tahun 3 >3 tahun Jumlah Pendidikan 1 SD 2 SMP 3 SMA 4 PT Jumlah Pekerjaan 1 IRT 2 Petani 3 Wiraswasta 4 PNS Jumlah Indikasi 1 CPD 2 Riwayat SC 3 PE 4 Plasenta Previa 5 Solusio Plasenta 6 PTM 7 KPD 8 Gawat Janin 9 Malpresentasi 10 Permintaan SC Jumlah Data : Rekam Medik 2013
Hubungan Karakteristik Ibu...
68 140 22 230
29,6 60,9 9,6 100%
78 81 71 230
33,9 35,2 30,9 100 %
24 52 105 49 230
10,4 22,6 45,7 21,3 100%
49 50 102 29 230
21,4 21,7 44,3 12,6 100%
30 39 14 16 11 35 21 13 17 34 230
13,0 17,0 6,1 7,0 4,8 15,2 9,1 5,7 7,4 14,8 100
Tabel 3. Tabel Kontingensi Karakteristik Ibu bersalin dengan Sectio Caesarea di Rumah Sakit Tk IV.01.07.001 Kesdam I/BB Pematangsiantar Karakteristik SC Total x2 P Ya Tidak Umur F % F % f % 1 < 20 tahun 10 76,9 3 23,1 13 100 2 20-35 tahun 176 95,7 8 4,3 184 100 3 >35 tahun 29 12,6 4 1,7 33 14,3 8,96 0,01 Paritas 1 Primi gravida 65 95,6 3 4,4 68 100 2 Sekundi gravida 73 94,8 4 5,2 77 100 3 Multi gravida 58 92,0 5 8,0 63 100 2,75 0,43 4 Grandemulti gravida 19 86,3 3 13,7 22 100 Jarak Kehamilan 1 <2 tahun 75 96,1 3 3,9 78 100 2 2-3 tahun 74 91,3 7 8,7 81 100 1,54 0,46 3 >3 tahun 66 93,0 5 7,0 71 100 Pendidikan 1 SD 22 91,6 2 8,4 24 100 2 SMP 50 96,1 2 3,9 52 100 1,94 0,585 3 SMA 99 94,2 6 5,8 105 100 4 PT 44 89,7 5 10,2 49 100 Pekerjaan 1 IRT 46 93,8 3 6,2 49 100
86
Jurnal Ilmiah PANNMED
2 3 4
Petani Wiraswasta PNS Indikasi 1 CPD 2 Riwayat SC 3 PE 4 Plasenta Previa 5 Solusio Plasenta 6 PTM 7 KPD 8 Gawat Janin 9 Malpresentasi 10 Permintaan SC Jumlah Data : Rekam Medik 2013
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
45 96 28
90 94,1 96,5
5 6 1
10 5,9 3,5
50 102 29
100 100 100
28 39 10 16 11 32 20 13 12 34 230
93,3 100 71,4 100 100 91,5 95,2 100 70,6 100
2 0 4 0 0 3 1 0 5 0 15
6,6 0 28,6 0 0 8,5 4,8 0 29,4 0
30 39 14 16 0 35 21 13 17 34 230
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Analisa data : Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa (95,7%) ibu bersalin berusia 20-35 tahun bersalin dengan SC. Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara umur dengan kejadian SC dengan nilai P= 0,01. Berdasarkan Indikasi SC bahwa ibu yang mempunyai riwayat SC 100% bersalin dengan SC juga. Analisis menunjukkan ada hubungan riwayat SC dengan kejadian SC (P= <0,01). PEMBAHASAN a. Distribusi ibu terhadap Sectio Caesarea Data rekam medik persalinan di Rumah Sakit Tk IV 01.07.001 Kesdam I/BB Pematangsiantar pada bulan Januari – Desember 2013 menunjukkan dari 535 persalinan didapatkan 497 kasus persalinan Sectio Caesarea (92,9%) dan 38 persalinan normal (7,1%). Penelitian yang sama diungkapkan oleh Aulia (2011) di RSUD Dr. Adjidarmo tahun 2010 kasus persalinan Sectio Caesarea (63,4%). Namun, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Sadiman (dalam Silvia Aulia 2011) dan M Ridwan di RSUD A. Yani Metro (2008) yang memproleh persalinan Sectio Caesarea lebih kecil angka kejadiannya (29,7%). Hal ini terjadi karena Rumah Sakit Tk IV 01.07.001 Kesdam I/BB Pematangsiantar merupakan salah satu Rumah sakit rujukan milik pemerintah. Mayoritas semua golongan ekonomi masyarakat menjadikan Rumah sakit ini sebagai pusat rujukan dengan alasan selain biaya yang masih terjangkau juga pelayanannya masih tergolong baik. Sebagian besar persalinan yang dibawa ke Rumah Sakit Tk IV 01.07.001 Kesdam I/BB Pematangsiantar adalah kasus rujukan dengan persalinan penyulit dari fasilitas kesehatan lain, sehingga harus segera mendapat pertolongan, terutama melalui persalinan Sectio Caesarea. Fakta ini menguatkan bahwa kasus persalinan di Rumah Sakit ini hampir keseluruhan dilakukan tindakan SC. Saat ini SC menjadi trend di masyarakat. Persalinan SC banyak dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri, hal ini menyebabkan peningkatan angka kejadian persalinan
1,523
230,00
0,677
0,00
SC. Kenyataan tersebut turut menguatkan alasan mengapa persalinan SC dalam penelitian ini lebih banyak dari persalinan normal. b. Distribusi Karakteristik Ibu 1. Umur Umur mempengaruhi kejadian SC. Pada penelitian ini mayoritas berusia 20-35 tahun sebanyak 184 ibu (80%). Menurut Saifuddin 2009 (dalam Trivoni, 2012) dikatakan bahwa usia 20-35 tahun merupakan usia reproduksi wanita, dimana diusia tersebut seorang ibu mampu hamil dalam kondisi yang sehat baik fisik maupun psikologis. Pada ibu hamil usia ini dianggap ideal untuk menjalani kehamilan dan proses persalinan. Kemampuan rahim untuk mempertahankan kehamilan sangat ditentukan oleh usia ibu. Meningkatnya usia ibu juga membuat kondisi dan fungsi rahim menurun dan salah satu akibatnya adalah jaringan rahim yang tidak subur lagi. Jaringan rongga panggul dan otot-ototnya pun melemah sejalan dengan bertambahnya usia. Hal ini membuat rongga panggul tidak mudah lagi menghadapi dan mengatasi komplikasi berat. Hal ini senada dengan penelitian Ezra Marisi, 2007 (dalam Aulia, 2011) di RSUD Sidikalang yang menyatakan (78,7 %) adalah ibu melahirkan dengan umur 20-35 tahun. Komplikasi yang mungkin timbul saat kehamilan juga dapat mempengaruhi jalannya persalinan sehingga SC dapat dianggap sebagai cara terbaik untuk melahirkan janin. Penelitian Nurhasannah 2010 (dalam Trivonia, 2012) pada tahun 2010 di RSU Bhakti Yudha Depok didapatkan sebanyak 78% kasus terjadi pada usia 20-35 tahun. Hal ini disebabkan oleh perkembangan indikasi baik dari indikasi medis yaitu faktor ibu dan janin maupun indikasi sosial. Selain itu, hal ini juga dikarenakan jumlah ibu hamil yang melahirkan di usia >35 dan <20 tahun memiliki jumlah yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan ibu yang melahirkan di usia kelompok 20-35 tahun. Sedangkan berdasarkan analisis bivariat dalam penelitian ini dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara umur ibu dengan kejadian SC. Ibu yang berumur 87
Dodoh Khodijah. dkk.
dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun sangat berisiko untuk persalinan patologis sebagai indikasi SC. Kehamilan ibu dengan usia dibawah 20 tahun berpengaruh pada kematangan fisik dan mental dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Rahim dan panggul ibu sering kali belum tumbuh matang mencapai ukuran dewasa. Selain itu mental ibu juga berpengaruh terhadap pada ketrampilan ibu dalam merawat diri ibu dan bayinya. Sehingga pada usia ini ibu cenderung mengalami persalinan SC walaupun tanpa indikasi dengan pertimbangan kekhawatiran ibu pada dirinya dalam menghadapi proses persalinan dan keselamatan janin dalam kandungannya (Hutabalian, 2011). 2. Paritas Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas merupakan Sekundi gravida sebanyak 77 ibu (33,5%) dan minoritas pada ibu Grandemulti gravida sebanyak 22 ibu (9,6%). Menurut Saifuddin, 2009 (dalam Trivonia, 2012), paritas yang paling aman adalah multi gravida. Primi gravida dan Grande multi gravida mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh kematangan dan penurunan fungsi organ-organ persalinan. Secara umum paritas multi gravida merupakan paritas paling aman bagi seorang ibu untuk melahirkan dan masih digolongkan dalam kehamilan resiko rendah. Meskipun demikian tetap ada faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan resiko atau bahaya terjadinya komplikasi pada persalinan yang dapat menyebabkan kematian atau kesakitan pada ibu dan bayinya. Misalnya pada ibu multi gravida yang pernah gagal kehamilan, pernah melahirkan dengan vakum, transfusi darah atau uri dirogoh, serta riwayat bedah sesar pada persalinan sebelumnya (Trivonia, dkk, 2011). Persalinan yang pertama sekali biasanya mempunyai resiko yang relatif tinggi terhadap ibu dan anak, akan tetapi resiko ini akan menurun pada paritas kedua dan ketiga, dan akan meningkat lagi pada paritas keempat dan seterusnya. Paritas yang paling aman jika ditinjau dari sudut kematian maternal adalah paritas 2 dan 3 (Prawirohardjo, 2011). Hasil analisis bivariabel menunjukkan tidak ada hubungan paritas dengan kejadian SC. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Yuli K, (2006) di Rs Dr. Moewardi Surakarta. 3. Jarak Kehamilan Seorang wanita setelah melahirkan membutuhkan 2 sampai 3 tahun untuk memulihkan tubuhnya dan mempersiapkan dirinya pada persalinan berikutnya dan memberi kesempatan pada luka untuk sembuh dengan baik. Jarak persalinan yang pendek akan meningkatkan resiko terhadap ibu dan anak (Marisi, 2009). Hasil penelitian ini mayoritas pada persalinan SC berjarak kehamilan <2 tahun sebanyak 75 ibu (32,6 %) dari 215 ibu. Pada penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan jarak kehamilan dengan tindakan persalinan SC. Hal ini sesuai dengan penelitian Anita V tahun 2007 di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar bahwa proporsi
88
Hubungan Karakteristik Ibu...
ibu yang mengalami persalinan dengan SC tertinggi 43,4% dengan jarak persalinan 0. Dalam penelitian tersebut juga mengungkapkan tidak ada hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian persalinan SC, 4. Pendidikan Hasil penelitian yang dilakukan di di Rumah Sakit Tk IV 01.07.001 Kesdam I/BB Pematangsiantar pada bulan Januari – Desember 2013 menunjukkan dari 230 ibu bersalin, mayoritas berada pada jenjang pendidikan SMA yaitu sebanyak 105 ibu (45,7%) dan minoritas pada jenjang pendidikan SD sebanyak 24 Ibu (10,4%). Pendidikan berasal dari kata didik. Menurut KBBI (2003) didik adalah memberikan pengetahuan, ini berarti makin tinggi pendidikan seseorang maka makin tinggi pula pengetahuan yang dimilikinya. Pernyataan ini sesuai dengan teori dari Notoadmodjo (2003) mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, makan semakin luas pengetahuan tentang suatu hal dan semakin luas pula wawasan berfikirnya. Ibu yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan, dan juga kehamilannya. Ibu juga cenderung mencari informasi sebanyak-banyaknya terkait kehamilan dan persalinan. Namun pada zaman sekarang ini, kebanyakan justru ibu yang berpendidikan tinggi yang meminta persalinan dengan SC (Jovany, 2012). Hasil analisis bivariabel menunjukkan tidak ada hubungan secara statistik. 5. Pekerjaan Hasil penelitian ini menemukan mayoritas responden bekerja sebagai Wiraswasta (44,3%) paling rendah pada PNS (12,2). SC merupakan jenis persalinan dimana ibu dapat menentukan tanggal dan waktu persalinan. Dengan dilakukan SC, ibu yang bekerja dapat lebih mudah mengatur jadwal kelahiran yang dapat disesuaikan dengan pekerjaan (Jovany, 2012). Pada penelitian ini terlihat tidak terdapat hubungan yang signifikan. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Ginting tahun 2002 di Rumah Sakit Umum Herna bahwa proporsi ibu yang mengalami persalinan dengan SC tertinggi 57,7% dengan pekerjaan Ibu Rumah Tangga. Namun juga bukan berperan penting dalam faktor penyebab persalinan SC, tetapi karena ada faktor lain yang cukup kuat untuk dilakukannya tindak persalinan SC (Trivonia, dkk 2011). 6. Indikasi Penelitian yang dilakukan di di Rumah Sakit Tk IV 01.07.001 Kesdam I/BB Pematangsiantar pada bulan Januari – Desember 2013 menunjukkan dari 230 ibu bersalin, 215 ibu (93,5%) bersalin dengan Sectio Caesarea dan 15 ibu (6,5%) bersalin dengan Tidak SC (Pervaginam). Dari 215 ibu yang bersalin dengan SC mayoritas atas indikasi Riwayat SC sebanyak 39 ibu (17,0%) dan minoritas atas indikasi PE sebanyak 10 ibu (4,3%). Sedangkan pada Ibu yang bersalin dengan tidak SC, mayoritas atas Indikasi Malpresentasi sebanyak 5 ibu (2,2%).
Jurnal Ilmiah PANNMED
Faktor indikasi dalam penelitian ini yaitu CPD,Riwayat SC, PE, Plasenta Previa, Solusio Plasenta, PTM, KPD, Gawat Janin, Malpresentasi, Permintaan SC. Faktor Permintaan dilakukan karena kemungkinan si ibu takut pada persalinan normal, dan karena mitos-mitos yang berkembang dimasyarakat seputar persalinan normal. Contoh mitos tersebut adalah bahwa persalinan normal akan merusak vagina, dan bayi yang akan dilahirkan dengan SC akan lebih pintar karena kepalanya tidak terjepit jalan lahir (Jovany, 2012). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara faktor Indikasi dengan dilakukannya persalinan SC. Mayoritas oleh indikasi Riwayat SC yaitu sebanyak 39 ibu (17,0 %) dari 215 ibu yang bersalin dengan SC (93,5%) dan minoritas oleh indikasi Preeklampsi sebanyak 10 ibu (4,3%). Menurut Kaufmann, 2006 dalam (Jovany, 2012) bahwa terdapat berbagai macam alasan medis untuk dilakukan SC, lebih dari 85 % alasan ini sesuai dengan salah satu diantara empat kelompok umum yaitu riwayat SC sebelumnya (37,4%) dari seluruh SC, distosia (23,3%), bayi sungsang (14,7%) , dan gawat janin (10,3%). Pernah dilakukan SC sebelumnya merupakan salah satu faktor ibu dilakukan SC berikutnya. Padahal ibu yang baru pertama kali dilakukan SC memiliki kesempatan besar untuk melahirkan secara pervaginam. Menurut Sudirman, 2009 faktor-faktor medis dilakukan SC adalah karena faktor ibu dan faktor janin. Faktor medis ibu dilakukannya SC adalah plasenta previa (5,3%), riwayat persalinan ibu yang lalu mengalami SC (5,7%), disproporsi sefalopelvic (3,3%), Pre-eklampsi Berat (25,6%), Ketuban Pecah Dini (31,7%). Faktor medis Janin dilakukan tindakan SC yaitu letak sungsang (11%), letak lintang (5,3%), gawat janin (7,7%) dan gemelli (7,7%) (Jovany, 2012). Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa ada juga faktor indikasi SC dengan Permintaan pasien itu sendiri, sebanyak 34 ibu (14,8%). Menurut Andriana 2007 (dalam Jovany 2012) bahwa tidak sedikit pula ibu melahirkan dengan SC karena permintaan ibu yang tidak ingin menjalani persalinan normal karena adanya rasa takut. KESIMPULAN 1.
2.
3. 4.
Dari 230 ibu bersalin, mayoritas dengan tindakan persalinan Sectio Caesarea sebanyak 215 ibu (93,5%). Distribusi variabel karakteristik berdasarkan umur mayoritas berumur 20-35 tahun (80,0%), multigravida (60,9%), Jarak Kehamilan jarak kehamilan 2-3 tahun sebanyak (35,2%), pendidikan SMA (45,7), Wiraswasta (44,3%) dengan Indikasi SC terbesar (17,0%). Terdapat hubungan faktor Umur dan indikasi dengan kejadian SC Tidak ada hubungan faktor paritas, jarak kehamilan, pendidikan, pekerjaan dengan SC.
Vol. 9 No.1 Mei - Agustus 2014
SARAN 1.
2.
Disarankan bagi petugas kesehatan/bidan diharapkan untuk melakukan deteksi dini adanya penyulit selama ANC dan persalinan agar frekuensi ibu bersalin dengan SC berkurang. Melakukan pendidikan kesehatan tentang konsep persalinan normal pada ibu hamil.
DAFTAR PUSTAKA Aini, H. 2009. Buku Pintar Menjalani 9 Bulan Kehamilan. Tora Book. Yogyakarta. Aulia, S. 2011. Faktor-faktor Resiko Persalinan Seksio Sesarea. UINSyah. Jakarta. Jovany, M. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Ibu Dilakukan Seksio Sesarea yang Kedua. FIK UI. Depok. Kompas,2012.https://www.facebook.com/notes/komunitas -sehat-cantik-langsing/selamatkan-ibu-dari-bahayaoperasicaesar/10151014391551612 Kusumawati, Yuli. Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Persalinan dengan Tindakan. UNDIP. Semarang. Latin.Y.L. 2014. Instant Access Ilmu Kebidanan. Binarupa Aksara. Jakarta. Lukas.E.2010.http//med.unhas.ac.id/ obgin/index.php? option=com_content & task=view&id=89&Itemid=1, [diakses tanggal 0503-2014,jam 10:50 Wib] Manuaba, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Buku Kedokteran. Jakarta. Marisi. 2009. Karakteristik Ibu Yang Mengalami Persalinan Dengan Seksio Sesarea Yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Tahun 2007: USU Repository 2009. Medan. Oxorn, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan. ANDI. Yogyakarta. Prasetyawati, A, E. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Nuha Medika. Yogyakarta. Prawirohardjo.S. 2011. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka. Jakarta. Rasyid. 2009. Pengaruh Hipnotherapi Terhadap Tingkat Kecemesan Ibu yang Akan Menjalani Seksio Sesarea. UNSemar. Semarang Saifuddin.A. 2009. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo. Jakarta. Siti,dkk. 2013. https://www.google.com/#q=jurnal+persalinan+ses ar+pdf [diakses 03 Maret 2014 pukul 21:14 Wib]. Trivonia, dkk. 2011. Indikasi Persalinan Sektio Caesarea berdasarkan umur dan paritas, librarygriyahusada.com, [diakses 03 Maret 2014 pukul 20:20 Wib].
89
UNDANGAN MENULIS DI JURNAL POLTEKKES MEDAN Redaktur Jurnal Poltekkes Medan mengundang para pembaca untuk menulis di jurnal ini. Tulisan ilmiah yang dimuat adalah berupa hasil penelitian atau pemikiran konseptual dalam lingkup kesehatan. Persyaratan yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Tulisan adalah naskah asli yang belum pernah dipublikasikan. 2. Tulisan disertai abstrak, ditulis satu spasi dengan bahasa Indonesia atau Inggris, maksimal 200 kata. 3. Kata kunci (keywords) minimal dua kata, ditulis di bawah abstrak. 4. Setiap naskah memiliki sistematika sub judul pendahuluan, diikuti oleh beberapa sub judul lain dan berakhir dengan sub judul penutup atau simpulan. 5. Naskah diketik rapi dua spasi dalam bahasa Indonesia atau Inggris, font: Times New Roman, size: 11, format: A4 justify. 6. Panjang naskah minimal empat dan maksimal 18 halaman, termasuk rujukan. 7. Sistem rujukan adalah yang lazim digunakan dalam tulisan ilmiah, dengan konsistensinya. 8. Sumber rujukan/kutipan dimasukkan dalam tulisan (tanpa footnote) 9. Tulisan dikirim dalam CD, disertai print out-nya satu eksemplar, atau dikirim lewat E-mail. 10. Redaktur berhak mengedit dengan tidak merubah isi dan maksud tulisan. 11. Redaksi memberikan hasil cetak sebanyak satu eksemplar bagi penulis. 12. Naskah yang tidak dimuat akan dikembalikan bila dalam pengirimannya disertakan perangko pengembalian, atau diambil langsung dari redaktur.
90