UNIVERSITAS INDONESIA
SKOR PREDIKSI MAJOR ADVERSE CARDIAC EVENTS TUJUH HARI PADA PASIEN SINDROM KORONER AKUT
TESIS
DEDE MOESWIR 1206326970
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SUBSPESIALIS PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM JAKARTA JULI 2014
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
SKOR PREDIKSI MAJOR ADVERSE CARDIAC EVENTS TUJUH HARI PADA PASIEN SINDROM KORONER AKUT
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Subpesialis Ilmu Penyakit Dalam
DEDE MOESWIR 1206326970
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SUBSPESIALIS PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM KEKHUSUSAN KARDIOVASKULAR JAKARTA JULI 2014
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
:
Dede Moeswir
NPM
:
1206326970
Tanda tangan
:
Tanggal
:
7 Juli 2014
ii
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh: Nama NPM Program Studi Judul Tesis
: dr. Dede Moeswir, SpPD : 1206326970 : Pendidikan Dokter Subpesialis Ilmu Penyakit Dalam : Skor prediksi Major Adverse Cardiac Events Tujuh Hari pada Pasien Sindrom Koroner Akut
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Konsultan Kardiovaskular pada Program Studi Pendidikan Dokter Subspesialis Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 7 Juli 2014
iii
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
INSTITUSI PENDIDIKAN
iv
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT, karena telah memberikan kekuatan, kesehatan, bimbingan dan perlindungan sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Subpesialis dengan kekhususan Kardiovaskular, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: • Prof. Dr. dr. MK Tadjudin, SpAnd, selaku Dekan FK UIN Syarif Hidayatullah yang memberikan izin dan mendorong penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Subpesialis bidang Kardiovaskular di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. • Dr. dr. Imam Subekti, SpPD-KEMD, FINASIM, selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk dapat mengikuti pendidikan Program Pendidikan Dokter Subpesialis di Departemen Ilmu Penyakit Dalam. • Dr. E. Mudjaddid, SpPD–Kpsi, FINASIM, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter
Subpesialis
Departemen
Ilmu
Penyakit
Dalam
FKUI/RSCM yang senantiasa memberikan bimbingan dan dorongan agar penulis dapat segera menyelesaikan pendidikan. • Prof. Dr. Lukman Hakim Makmun, SpPD-KKV, KGer, FINASIM, selaku Ketua Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM terdahulu, yang senantiasa memberikan bimbingan dan berbagi ilmu kepada penulis selama mengikuti penddikan. • Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD-KKV, FACC, FESC, FAPSIC, FINASIM, sebagai Ketua Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM dan pembimbing penelitian, atas kesempatan yang diberikan
v
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
kepada penulis untuk dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Subpesialis di Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan atas bimbingan, pengarahan, masukan, nasehat dan senantiasa mencurahkan ilmunya kepada penulis selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Subpesialis Ilmu Penyakit Dalam kekhususan Kardiovaskular ini. • Dr. Dono Antono, SpPD-KKV, FICA, selaku staf Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, yang banyak memberikan pengarahan dan masukan baik yang berhubungan dengan penelitian maupun berbagi ilmu kepada penulis selama mengikuti pendidikan. • Dr. Ika Presetya Wijaya,SpPD-KKV, selaku pembimbing penelitian dan staf Divisi Kardiovaskular Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, yang banyak banyak memberikan pengarahan dan masukan baik yang berhubungan dengan penelitian maupun berbagi ilmu kepada penulis selama mengikuti pendidikan. • Dr. Sally Aman Nasution, SpPD-KKV, FINASIM, sebagai Ketua Program Pendidikan Dokter Subpesialis bidang Kardiovaskular Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM dan pembimbing penelitian, yang banyak banyak memberikan pengarahan, masukan dan berbagi ilmu kepada penulis selama mengikuti pendidikan terutama sewaktu stase di ICCU. • Dr. dr. Murdani Abdullah, SpPD-KGEH, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan metode penelitian dan statistik mengenai penelitian ini. • Prof. dr. Nurhay Abdurahman, SpPD-KKV, FINASIM, Prof. Dr. dr. Yahya Kisyanto, SpPD-KKV, FACC, FINASIM, Prof. Dr. dr. Teguh Santoso Sukamto, SpPD-KKV, FACC, FESC, FINASIM, Prof. dr. Hanafi B Trisnohadi, SpPD-KKV, FINASIM, Prof. dr. Dasnan Ismail, SpPD-KKV, Prof. dr. Daulat Manurung, SpPD-KKV, FINASIM, Prof. dr. Sjahruddin Harun, SpPD-KKV sebagai guru besar emeritus Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, yang senantiasa memberikan bimbingan dan berbagi ilmu kepada penulis selama mengikuti pendidikan. • Dr. Marulam M. Panggabean, SpPD-KKV, SpJP, FINASIM,
Dr. dr.
Muhammad Yamin, SpJP (K), FACC, FSCAI, FIHA, selaku staf Divisi
vi
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, yang senantiasa memberikan bimbingan dan berbagi ilmu selama mengikuti pendidikan. • Dr. Eka Ginanjar, SpPD, Dr. Muhadi, SpPD, Dr. Lusiana, SpPD, dr. Simon Salim, SpPD, Dr. Rachmat Hamonangan, SpPD, Dr. Wawan Kurniawan, SpPD, Dr. Birry Karim, SpPD, selaku staf Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat selama mengikuti pendidikan • Dr. dr. Jusuf Rachmat, SpB, SpBTK(K), MARS, selaku Kepala Unit Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) RSCM yang memberikan bimbingan selama pendidikan dan memberikan saran dan kesempatan melakukan penelitian di PJT RSCM. • Kepada Utami Susilowati, SKM, dr Ayu Kusuma Fitriastuti, dr Ilva Hidayati dan dr Irma Ayu Wulandari yang membantu pengumpulan sampel dan analisa statistik terima kasih atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian yang saya lakukan ini. • Sejawat para senior dalam Program Pendidikan Dokter Subpesialis bidang kardiovaskular Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM; dr. Andreas Ari, SpPD-KKV, dr. Rahmat Isnanta, SpPD-KKV, dr. Indra Manulang, SpPDKKV, dr. Dedi Wihanda, SpPD, dr. Didi Kurniadi, SpPD, dr. Azri Nurizal, SpPD dan dr. Roni Yuliwansyah, SpPD, yang telah ikut aktif memberikan ilmunya kepada penulis. • Teman sejawat seangkatan dan para peserta Program Pendidikan Dokter Subpesialis bidang kardiovaskular Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang selalu membantu, memberi semangat dan berbagi ilmu selama pendidikan maupun penelitian. • Kawan-kawan paramedis yang bertugas di Poliklinik Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan di Pelayanan Jantung Terpadu FKUI/RSCM yang telah banyak membantu dalam masa pendidikan dan penelitian. • Staf administrasi Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Bu Mumun, Mbak Ella, Mbak Kiki dan Mbak Sari yang telah banyak membantu kelancaran dalam pendidikan.
vii
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
• Semua pasien yang telah bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. • Kedua orang tua saya Moesri Moenir dan Farida Bustaman, yang senantiasa mendo’akan dan memberikan semangat dalam hidup dan menjalankan pendidikan, sehingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini. • Mertua saya, Ramli Munaf (alm) dan Murni Bustami, yang senantiasa memberikan dukungan selama pendidikan. • Istri saya Jenny Rahmalita, yang selalu mendukung, memberi dorongan dan semangat sehingga penulis berhasil menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini. • Anak penulis, Mirza Rabbani Moeswir sumber inspirasi dan pendorong semangat utama penulis yang selalu mengingatkan untuk terus belajar dan menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini. • Kepada adik-adik Armelia Moesri, Rakhmad Hidayat, M. Arief Budiman dan para adik ipar atas segala kasih sayang, bantuan, dukungan, semangat dan doa yang tidak ternilai selama ini. • Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah memberikan bantuan, kerja sama
dan perhatian sehingga penulis bisa
menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkat dan rahmatnya kepada kita semuanya. Saya menyadari bahwa hasil penelitian ini masih banyak kekurangannya, namun besar harapan penulis semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan, dunia medis dan bagi masyarakat umum. Jakarta, Juli 2014
Dede Moeswir
viii
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: dr. Dede Moeswir
NPM
: 1206326970
Program Studi : Pendidikan Dokter Subpesialis Departemen
: Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas
: Kedokteran
Jenis Karya
: Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non Exlusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
SKOR PREDIKSI MAJOR ADVERSE CARDIAC EVENTS TUJUH HARI PADA PASIEN SINDROM KORONER AKUT beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk data (data base), merawat dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
: Jakarta
Pada tanggal : 7 Juli 2014 Yang menyatakan,
( Dede Moeswir )
ix
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
ABSTRAK
Nama : Dede Moeswir Program Studi : Program Pendidikan Dokter Subpesialis Ilmu Penyakit Dalam Judul : Skor prediksi Major Adverse Cardiac Events Tujuh Hari pada Pasien Sindrom Koroner Akut Latar Belakang Major Adverse Cardiac Events (MACE) merupakan penyebab utama meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada pasien sindrom koroner akut (SKA). Skor prediksi MACE merupakan model yang dapat memprediksi prognosis untuk terjadinya MACE berdasarkan faktor risiko yang dimiliki oleh pasien SKA. Tujuan Untuk membuat skor prediksi sederhana, mudah dikalkulasi dan aplikatif, yang mampu mengidentifikasi pasien SKA dengan risiko terjadinya MACE. Metode Dilakukan penelitian kohort retrospektif pada 1002 subyek pasien SKA yang dirawat di intensive coronary care unit RSCM dalam periode waktu Januari 2010 - Desember 2013. Dilakukan evaluasi terhadap faktor risiko jenis kelamin, usia, riwayat keluarga penyakit jantung koroner, diabetes, hemoglobin, leukosit, kreatinin, asam urat, enzim jantung, tekanan darah sistolik, denyut jantung, henti jantung, deviasi segmen ST dan kelas killip. Hasil Major Adverse Cardiac Events didapatkan pada 112 subyek (9,21%), faktor prediktor jenis kelamin wanita, leukosit, kreatinin, asam urat, enzim jantung, tekanan darah sistolik, denyut jantung, henti jantung dan kelas killip pada analisis multivariat mempergunakan regresi logistik didapatkan berhubungan bermakna dengan MACE dengan RR (95% IK) masing-masing 2.66 (1.35-5.25), 2.06 (1.02-4.16), 2.84 (1.43-5.66), 3.79 (1.90-7.54), 3.26 (1.51-7.05), 3.48 (1.57-7.70), 2.46 (1.20-5.01), 42.04 (18.90-93.51), dan 6.31 (3.1912.50) serta didapatkan akurasi prediksi yang baik dengan nilai area under curve 0,95, 95% IK, 0,93-0,97. Kesimpulan Pada pasien SKA didapatkan probabilitas MACE sebesar 3,6% bagi yang memiliki skor total 0-6 dan 83,5% bagi yang memiliki skor > 6 berdasarkan faktor-faktor prediktor jenis kelamin wanita (skor 1), leukositosis (skor 1), peningkatan kreatinin (skor 1), hiperurisemia (skor 2), peningkatan enzim jantung (skor 1), hipotensi (skor 2), takikardi (skor 1), henti jantung (skor 5) dan kelas killip III-IV (skor 3). Kata kunci : Major Adverse Cardiac Events, sindrom koroner akut, faktor prediktor, skor prediksi
x
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Dede Moeswir Study Program : Program Pendidikan Dokter Subpesialis Ilmu Penyakit Dalam Title : Prediction Score Major Adverse Cardiac Events Seven Days in Acute Coronary Syndrome Patients Background Major Adverse Cardiac Events (MACE) have been known as the cause of increasing morbidity and mortality among acute coronary syndrome (ACS) patients. Prediction score have been used as prognostic to prediction MACE based on risk factor in ACS patients. Aim To develop a simple risk score, easily calculated and applicability that can identifies ACS patients with risk for MACE. Methods A cohort retrospective study involving 1002 ACS patients in intensive coronary care unit RSCM from January 2010 through December 2013. Sex, age, family history, diabetes, hemoglobin, leucocyte, creatinine, uric acid, cardiac enzyme, systolic blood pressure, heart rate, cardiac arrest, deviation ST segment and killip class as risk factor for MACE was assessed. Results Major Adverse Cardiac Events was found in 112 (9,21%) of ACS patients, predictor factor woman, leucocyte, creatinine, uric acid, cardiac enzyme, systolic blood pressure, heart rate, cardiac arrest and killip class in multivariate logistic regression analysis were associated with MACE in ACS patients with (RR 95% CI) 2.66 (1.35-5.25), 2.06 (1.024.16), 2.84 (1.43-5.66), 3.79 (1.90-7.54), 3.26 (1.51-7.05), 3.48 (1.57-7.70), 2.46 (1.205.01), 42.04 (18.90-93.51), and 6.31 (3.19-12.50) respectively, and the best predictive accuracy for MACE was obtained by area under curve 0,95, 95% CI, 0,93-0,97. Conclusions In ACS patients we found probability MACE was 3,6% in patients with total score 0-6 and 83,5% for who have total score > 6 based on predictor factor woman (score 1), leukocytosis (score 1), elevated creatinine level (score 1), hyperuricemia (score 2), elevated cardiac enzyme (score 1), hypotension (score 2), tachycardia (score 1), cardiac arrest (score 5) and killip class III-IV (score 3). Key words : Major Adverse Cardiac Events, acute coronary syndrome, predictor factor, prediction score
xi
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i LEMBAR PERYATAAN ORISINALITAS ................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... iii UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................................... v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................ ix ABSTRAK .................................................................................................................... x ABSTRACT .................................................................................................................. xi DAFTAR ISI ................................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xv DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xviii DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................... ix BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2 Identifikasi Masalah ....................................................................................... 5 1.3 Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 5 1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6 1.4.1 Tujuan Umum ....................................................................................... 6 1.4.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 6 1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6 1.5.1 Manfaat Ilmiah ...................................................................................... 6 1.5.2 Manfaat Aplikatif .................................................................................. 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7 2.1 Sindrom Koroner Akut ................................................................................... 7 2.1.1 Patofisiologi Sindrom Koroner Akut ..................................................... 8 2.1.2 Disrupsi Plak Vulnerabel ....................................................................... 8 2.1.3 Trombosis ............................................................................................... 9 2.2 Major Adverse Cardiac Events Pada Sindrom Koroner Akut ....................... 10 2.2.1 Major Adverse Cardiac Events ............................................................... 10 2.2.2 Kematian Kardiovaskular, non kardiovaskular dan sebab lain .............. 11 2.2.3 Infark Miokard Berulang ........................................................................ 12 2.2.4 Stroke ..................................................................................................... .13 2.2.5 Revaskularisasi Intervensi Koroner Perkutan berulang .. ....................... .13 2.3 Faktor Prediktor Independen terjadinya Major Adverse Cardiac Events ……14 2.3.1 Usia dan Jenis Kelamin .......................................................................... 14 2.3.2 Riwayat Keluarga Penyakit Jantung Koroner ........................................ 15 2.3.3 Diabetes .................................................................................................. 16 2.3.4 Nilai hemoglobin .................................................................................... 17 2.3.5 Hitung Leukosit ...................................................................................... 18 2.3.6 Nilai Kreatinin ........................................................................................ 19 2.3.7 Nilai Asam Urat ..................................................................................... 20
xii
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
2.3.8 Enzim Jantung ........................................................................................ 21 2.3.9 Tekanan Darah Sistolik ........................................................................... 23 2.3.10 Denyut Jantung ..................................................................................... 24 2.3.11 Henti Jantung ....................................................................................... 26 2.3.12 Deviasi segmen ST ............................................................................... 26 2.3.13 Kelas killip ........................................................................................... 28 2.4 Kerangka Teori................................................................................................ 30 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ....................... 31 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................... 31 3.2 Variabel Penelitian ......................................................................................... 31 3.3 Definisi Operasional ....................................................................................... 32 BAB 4 METODE PENELITIAN ............................................................................... 37 4.1 Disain Penelitian ........................................................................................... 37 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................... 37 4.3 Populasi dan Subjek Penelitian ..................................................................... 37 4.4 Perkiraan Besar Sampel ................................................................................ 37 4.5 Teknik Pemilihan Sampel ............................................................................. 38 4.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Subjek Penelitian ............................................ 38 4.6.1 Kriteria Inklusi ....................................................................................... 38 4.6.2 Kriteria Eksklusi ..................................................................................... 38 4.7 Cara Kerja Penelitian ..................................................................................... 38 4.8 Alur Penelitian ............................................................................................... 39 4.9 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................................ 40 4.10 Etika Penelitian ............................................................................................ 40 BAB 5 HASIL PENELITIAN .................................................................................... 41 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian ..................................................................... 41 5.2 Analisis Bivariat ............................................................................................. 42 5.3 Analisis Multivariat ......................................................................................... 43 5.3.1 Model persamaan probabilitas ............................................................... 45 5.3.2 Skor prediksi Major Adverse Cardiac Events ........................................ 46 5.4 Kualitas Skor Prediksi (Kalibrasi, Kemampuan Diskriminasi, Validasi dan R Square) ............................................................................................................ 48 BAB 6 PEMBAHASAN .............................................................................................. 51 6.1 Karakteristik Subyek Penelitian ..................................................................... 51 6.2 Proporsi Terjadinya Major Adverse Cardiac Events .................................... 51 6.3 Faktor-Faktor Prediktor Terjadinya Major Adverse Cardiac Events Pada Pasien Sindrom Koroner Akut ..................................................................... 52 6.3.1 Usia ........................................................................................................ 52 6.3.2 Jenis Kelamin ......................................................................................... 53 6.3.3 Riwayat Keluarga Penyakit Jantung Koroner ........................................ 53 6.3.4 Diabetes .................................................................................................. 54 6.3.5 Nilai Hemoglobin ................................................................................... 54 6.3.6 Hitung Leukosit ..................................................................................... 55 6.3.7 Nilai kreatinin ........................................................................................ 55
xiii
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
6.3.8 Nilai Asam Urat ..................................................................................... 56 6.3.9 Enzim Jantung ........................................................................................ 56 6.3.10 Tekanan Darah Sistolik ........................................................................ 57 6.3.11 Denyut Jantung ..................................................................................... 57 6.3.12 Henti Jantung ....................................................................................... 58 6.3.13 Deviasi Segmen ST .............................................................................. 58 6.3.14 Kelas Killip .......................................................................................... 59 6.4 Skor Prediksi Major Adverse Cardiac Events pada Sindrom Koroner Akut .. 59 6.5 Validasi Hasil Penelitian .................................................................................. 60 6.6 Kelebihan Penelitian ........................................................................................ 61 6.7 Kekurangan Penelitian ..................................................................................... 62 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 63 7.1 Kesimpulan .................................................................................................... 63 7.2 Saran ............................................................................................................... 63 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 64
xiv
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Garis waktu aterogenesis arteri normal hingga terjadinya sindrom koroner akut...........................................................................................7 Gambar 2.2 Representasi skematik hasil luaran fissuring plak aterosklerotik ...........10 Gambar 2.3 Kurva Kaplan-Meier untuk kesintasan major adverse cardiac events 1 tahun populasi diabetes ...........................................................................16 Gambar 2.4 Kurva Kaplan-Meier kesintasan event-free berdasarkan adanya anemia..................................................................................................... 17 Gambar 2.5 Perbedaan signifikan dalam all cause mortality berdasarkan kategori jumlah hitung leukosit yang dinilai dengan kurva Kaplan-Meier ..........18 Gambar 2.6 Kurva kesintasan Kaplan meier pasien sindrom koroner akut berdasarkan kategori laju filtrasi glomerulus...............................................................19 Gambar 2.7 Kesintasan pasien pasca sindrom koroner akut berdasarkan konsentrasi serum asam urat ......................................................................................21 Gambar 2.8 Kurva Kaplan-Meier insidensi kumulatif major adverse cardiac events 30 bulan berdasarkan nilai troponin.......................................................22 Gambar 2.9 Hubungan antara nilai CKMB dengan mortalitas 30 hari dan 6 bulan..23 Gambar 2.10 Estimasi probabilitas mortalitas di rumah sakit berdasarkan tekanan darah sistolik..........................................................................................24 Gambar 2.11 Kurva kesintasan Kaplan Meier pada pasien dengan denyut jantung yang berbeda..........................................................................................25 Gambar 2.12 Kurva kesintasan Kaplan Meier berdasarkan kategori depresi ST segmen...................................................................................................27 Gambar 2.13 Mortalitas 5 tahun pada pasien dengan atau tanpa elevasi ST segmen saat masuk rumah sakit..........................................................................28 Gambar 2.14 Prediksi mortalitas di rumah sakit berdasarkan kelas Killip pada pasien dengan sindrom koroner akut................................................................29
xv
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
Gambar 5.1 Probabilitas terjadinya Major Adverse Cardiac Events….......................48 Gambar 5.2 Kurva receiver operating characteristic skor prediksi Major Adverse Cardiac Events........................................................................................49 Gambar 5.3 Sensitivitas dan spesifisitas skor prediksi……………..…......................50
xvi
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Karakteristik dasar subyek.......................................................................42 Tabel 5.2 Hasil analisa bivariat Major Adverse Cardiac Events.............................43 Tabel 5.3 Hasil analisa multivariat Major Adverse Cardiac Events........................44 Tabel 5.4 Skor prediksi Major Adverse Cardiac Events.........................................46 Tabel 5.5 Skor kategori variabel untuk prediksi Major Adverse Cardiac Events.......................................................................................................47 Tabel 5.6 Probabilitas terjadinya Major Adverse Cardiac Events berdasarkan skor Total………………................................................................................48
xvii
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir Penelitian Lampiran 2. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik Lampiran 3. Persetujuan Ijin Penelitian
xviii
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR SINGKATAN
APTS AUC CI CKMB DALYs GRACE HR hs CRP hs TnT IK IMA ICAM LFG MACE OR PJK RISKESDAS ROC ROS SKA SKRT TDS TIMI WHO
: Angina Pektoris Tidak Stabil : Area Under Curve : Confidence Interval : Creatine Kinase-MB : Disability Adjusted Life Years Lost : Global Registry of Acute Coronary Events : Hazard Ratio : high sensitive C Reactive Protein : high sensitive Troponin T : Interval Kepercayaan : Infark Miokard Akut : Intercellular adhesion molecule : Laju Filtrasi Glomerulus : Major Adverse Cardiac Events : Odds Ratio : Penyakit Jantung Koroner : Riset Kesehatan Dasar : Receiver Operating Characteristic : Reactive Oxygen Species : Sindrom Koroner Akut : Survei Kesehatan Rumah Tangga : Tekanan Darah Sistolik : Thrombolysis in Myocardial Infarction : World Health Organization
xix
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama terbesar di dunia, pada tahun 2004 penyakit kardiovaskular merupakan penyebab 17 juta kematian yang merupakan 30% dari seluruh penyebab kematian dan juga merupakan penyebab 151 juta Disability Adjusted Life Years Lost (DALYs) yang merupakan 14% dari seluruh penyebab DALYs setiap tahunnya. World Health Organization (WHO) memproyeksi mortalitas kardiovaskular global akan meningkat dari 17 juta pada tahun 2004 menjadi 23,4 juta pada tahun 2030, dengan 4 penyebab utama kematian global yaitu penyakit jantung iskemik, penyakit serebrovaskular, penyakit paru obstruktif kronik, dan infeksi saluran napas bawah.1 Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 menunjukkan proporsi penyakit kardiovaskular sebagai penyebab kematian semakin meningkat dari 5,9% pada tahun 1975, 9,1% pada tahun 1986, 19% pada tahun 1995 dan menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian kelompok usia lebih dari 35 tahun pada tahun 2001 sebanyak 26,3% kematian.2 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, prevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia adalah 7,2%, dengan mortalitas pada semua kelompok umur karena penyakit kardiovaskular sebanyak 5,1%.3 Terjadinya Major Adverse Cardiac Events (MACE) yang terdiri dari kematian kardiovaskular
dan
nonkardiovaskular,
infark
miokard
berulang,
stroke
serta
revaskularisasi intervensi koroner perkutan berulang di rumah sakit berkisar 8-10% pada pasien dengan sindrom koroner akut (SKA),
4
sedangkan menurut data dari intensive
coronary care unit (ICCU) Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusomo (RSCM) didapati angka mortalitas pasien SKA selama perawatan di rumah sakit tahun 2010 sebesar 12,1%.5 Komplikasi MACE yang terjadi pada pasien SKA dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko diantaranya usia, jenis kelamin, riwayat keluarga penyakit jantung koroner, diabetes, nilai hemoglobin, hitung leukosit, nilai kreatinin, nilai asam urat, nilai petanda enzim jantung, tekanan darah sistolik, denyut jantung, henti jantung, deviasi segmen ST, dan kelas killip. Pada pasien SKA secara global saat ini laju mortalitas telah mengalami penurunan namun masih banyak ditemukan kematian pada masa 48 jam pertama fase
1 Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
2
perawatan akut dengan median waktu mortalitas 72 jam dimana hampir 22% kematian terjadi dalam 24 jam pertama fase perawatan akut, sehingga dibutuhkan penilaian prediksi awal akan terjadinya komplikasi MACE pada pasien SKA agar laju MACE dapat dikurangi.6,7 Stratifikasi awal pasien SKA dengan risiko terjadinya MACE sangat penting dievaluasi untuk menentukan siapa yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi yang membutuhkan tindakan pencegahan berbasis strategi invasif awal atau kelompok yang hanya membutuhkan strategi konservatif inisial. Stratifikasi awal yang dilakukan meliputi identifikasi faktor risiko demografi individual dan karakteristik klinis disertai faktorfaktor multipel lainnya yang dinilai secara simultan untuk meningkatkan kemampuan akurasi penilaian risiko sehingga bisa menurunkan laju angka MACE pada pasien SKA. Pada pasien SKA dengan risiko tinggi untuk terjadinya MACE membutuhkan penatalaksanaan terapi yang lebih agresif, namun ternyata sebagian besar MACE terjadi pada individu dengan risiko intermediate sehingga dibutuhkan penilaian risiko yang akurat agar dapat membantu menurunkan insidensi MACE melalui pencapaian target terapi yang sesuai dengan risiko yang dimiliki oleh pasien SKA dan skor prediksi merupakan representasi bentuk stratifikasi awal risiko yang mudah, sederhana dan akurat pada pasien dengan SKA yang menjalani fase perawatan akut.7,8,9 Annika dkk,10 pada studinya mendapatkan usia merupakan prediktor independen untuk terjadinya MACE pada pasien SKA, dimana didapatkan pada usia > 65 risiko untuk terjadinya MACE meningkat 3 kali. Boonchu dkk11, pada studinya melaporkan jenis kelamin wanita merupakan faktor prediktor independen untuk terjadinya MACE pada pasien SKA dengan peningkatan risiko 2 kali dibandingkan pria. Choongki dkk,12 pada studinya melaporkan pasien SKA yang memiliki riwayat keluarga penyakit jantung koroner merupakan prediktor independen untuk terjadinya MACE dengan peningkatan risiko 2 kali. Carolina dkk,13 pada studinya mendapatkan diabetes merupakan faktor prediktor independen untuk terjadinya MACE pada pasien SKA, dimana pasien dengan diabetes berisiko 3 kali dibandingkan pasien tanpa riwayat diabetes. Pierre dkk,14 pada studinya menyebutkan kadar hemoglobin secara independen dapat memprediksi terjadinya MACE dan mampu memperbaiki performa prognostik pada pasien SKA, didapatkan hasil kadar hemoglobin yang rendah merupakan prediktor independen MACE dengan meningkatkan risiko 3 kali pada pasien SKA. Julio dkk,15
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
3
pada studinya mendapatkan peningkatan hitung leukosit signifikan berhubungan dengan meningkatnya risiko 2 kali MACE pada pasien SKA dan hitung leukosit merupakan prediktor independen untuk terjadinya MACE. Nilai Laju Filtrasi Glomerular (LFG) saat masuk rumah sakit
merupakan
prediktor independen yang kuat untuk terjadinya MACE di rumah sakit pada pasien SKA. Farsad dkk,16 melaporkan adanya nilai LFG yang rendah pada pasien SKA yang mengalami komplikasi MACE (41,7±25,1 ml/menit/1,73m2) dibandingkan pasien SKA yang tidak mengalami komplikasi MACE (68,2±33,8 ml/menit/1,73m2) serta didapati peningkatan risiko mortalitas 2 kali setiap penurunan LFG 10 ml/menit/1,73 m2. Sunao dkk,17 pada studinya melaporkan pasien dengan kadar asam urat >399 µmol/L memiliki risiko MACE 30 hari >3 kali dibandingkan pasien dengan kadar asam urat < 274 µmol/L. Milena dkk,6 pada studinya mendapatkan kematian dengan syok kardiogenik dan henti jantung sering terjadi dalam 30 hari pertama perawatan dimana setengah kejadian kematian terjadi dalam 48 jam pertama, dan Christopher dkk,7 pada studinya mendapatkan peningkatan risiko MACE 9 kali pada pasien SKA yang mengalami henti jantung pada fase inisial. Christopher dkk, pada studinya juga mendapatkan beberapa faktor yang memiliki peranan prediktor independen untuk terjadinya MACE pada pasien SKA diantaranya kelas killip, tekanan darah, denyut jantung, usia, nilai kreatinin, henti jantung, perubahan segmen ST dan peningkatan penanda enzim jantung. Pada model multivariabel, kelas killip merupakan prediktor yang paling kuat dengan peningkatan 2 kali risiko terhadap kematian pada setiap peningkatan kelas killip. Usia juga memiliki nilai prognostik yang signifikan dengan 1,7 kali risiko setiap peningkatan usia 10 tahun. Tekanan darah sistolik (TDS) memiliki peningkatan risiko 1,4 kali setiap mengalami penurunan tekanan darah 20 mmHg. Peningkatan penanda enzim jantung pada fase inisial 1 mg/dL akan meningkatkan 1,2 kali risiko terjadinya MACE. Ditemukannya deviasi segmen ST pada fase inisial akan diikuti peningkatan 2,4 kali risiko terjadinya MACE, dan setiap peningkatan denyut jantung 30 denyut setiap menit akan meningkatkan risiko 1,3 kali terjadinya MACE.7 Berbagai faktor risiko yang dikemukakan diatas telah terbukti mempunyai nilai prediktor independen, sehingga determinasi faktor risiko yang akurat menjadi fokus utama evaluasi awal pasien SKA. Stratifikasi awal risiko merupakan hal yang sangat penting untuk mengidentifikasi kelompok pasien yang memiliki risiko tinggi,
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
4
menentukan derajat perawatan
(level of care), memperkirakan lama rawat inap,
menentukan manajemen terapi dengan strategi optimal medikamentosa atau dengan strategi invasif berbasis intervensi koroner perkutan, membuat keputusan yang sesuai kebutuhan untuk transfer ke pusat pelayanan tersier, dan pada akhirnya dapat memperbaiki hasil luaran pasien yang mengalami SKA. Pada saat ini ada beberapa skor prediksi yang sering digunakan untuk memprediksi terjadinya MACE pada pasien SKA diantaranya skor TIMI (Thrombolisis in Myocardial Infarction) dan skor GRACE (Global Registry of Acute Coronary Events). Pada skor TIMI populasi penelitian hanya pada pasien angina pektoris tidak stabil (APTS) dan infark miokard tanpa ST elevasi, dan pada skor TIMI ini juga beberapa variabel prediktor independen yang kuat untuk memprediksi terjadinya MACE pada pasien SKA tidak digunakan seperti jenis kelamin, denyut jantung, tekanan darah sistolik, serum kreatinin dan henti jantung, serta skor TIMI ini hanya memiliki discriminative power dengan c-statistic 0,65 yang mengindikasikan lemahnya kekuatan prediktor skor TIMI ini. Pada skor GRACE walaupun memiliki discriminative power dengan c-statistic 0,83 yang cukup kuat dalam memprediksi terjadinya MACE pada pasien SKA namun beberapa variabel prediktor independen yang kuat tidak digunakan, skor GRACE ini juga dalam operasionalnya membutuhkan calculating tools handheld device system sehingga tidak mudah dan sederhana.18 Pada pasien SKA dengan profil yang kompleks dibutuhkan alat stratifikasi awal estimasi risiko terjadinya MACE pada pasien SKA seperti skor GRACE dengan penambahan beberapa variabel prediktor independen yang kuat seperti jenis kelamin, riwayat keluarga penyakit jantung koroner, diabetes, nilai hemoglobin, jumlah leukosit dan kadar asam urat, skor prediksi yang berupa nomogram ini merupakan integrasi dari berbagai model multivariabel faktor risiko independen yang dianalisis multivariat secara simultan sehinga
lebih akurat, informatif, mudah, sederhana dan
memiliki keseimbangan antara kelengkapan dengan keakuratannya. Pada pasien SKA stratifikasi awal risiko merupakan bagian integral dari manajemen terapi pasien. Identifikasi pasien yang berisiko tinggi dengan skor prediksi menjadi sangat penting untuk dapat memprediksi respon pasien SKA dan meningkatkan kewaspadaan sekaligus mengurangi tindakan serta perawatan yang berlebihan terhadap pasien dengan risiko rendah sehingga lebih cost effectiveness. Adanya perbedaan
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
5
karakteristik, populasi yang besar dan heterogenitas antara pasien SKA di Indonesia dengan populasi di negara maju yang dapat mempengaruhi prognosis pasien SKA sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai skor prediksi terjadinya MACE pada pasien SKA berdasarkan karakteristik pasien SKA di Indonesia. Studi ini didedikasikan untuk menghasilkan suatu skor prediksi yang sederhana, mudah digunakan, lengkap dan akurat dalam stratifikasi awal risiko pasien SKA yang dapat meningkatkan prediksibilitas MACE, sehingga memudahkan para klinisi dalam menentukan strategi penatalaksanaan yang optimal dengan tujuan akhir dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada pasien SKA. 1.2. Identifikasi Masalah Dari uraian di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah, yaitu: 1. Terjadinya MACE merupakan masalah penting yang menjadi penyebab meningkatnya morbiditas dan mortalitas pasien SKA sehingga perlu diidentifikasi dan ditatalaksana dengan baik. 2. Pasien SKA terutama yang memiliki risiko untuk terjadinya MACE perlu dikenali lebih awal sehingga dapat diberikan penatalaksanaan revaskularisasi dini yang lebih agresif. 3. Skor prediksi MACE pada pasien SKA yang dapat membantu mengidentifikasi dan menstratifikasi pasien SKA yang memiliki risiko tinggi untuk terjadinya MACE belum tersedia dan dikenal secara luas di Indonesia ini. 4. Saat ini belum ada data proporsi MACE dan faktor-faktor prediktor yang mempengaruhi terjadinya MACE pada pasien SKA di Indonesia. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penulis merumuskan masalah penelitian yang dirangkum dalam 3 pertanyaan penelitian berikut ini 1. Berapakah proporsi MACE 7 hari pada pasien SKA selama perawatan di ICCU RSCM? 2. Apakah faktor-faktor usia, jenis kelamin, riwayat keluarga penyakit jantung koroner, diabetes, nilai hemoglobin, hitung leukosit, nilai kreatinin, nilai asam urat, nilai petanda enzim jantung, tekanan darah sistolik, denyut jantung, henti jantung, deviasi segmen ST dan kelas killip mempunyai nilai prediksi untuk terjadinya MACE 7 hari pada pasien SKA selama perawatan di ICCU RSCM?
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
6
3. Bagaimana model skor prediksi yang dapat direkomendasikan untuk memprediksi terjadinya MACE 7 hari selama perawatan di ICCU RSCM pada pasien SKA berdasarkan faktor-faktor usia, jenis kelamin, riwayat keluarga penyakit jantung koroner, diabetes, nilai hemoglobin, hitung leukosit, nilai kreatinin, nilai asam urat, nilai petanda enzim jantung, tekanan darah sistolik, denyut jantung, henti jantung, deviasi segmen ST dan kelas killip. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Menentukan model skor prediksi terjadinya MACE 7 hari selama perawatan di ICCU RSCM. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Menentukan proporsi MACE 7 hari pada pasien SKA selama perawatan di ICCU RSCM. 2. Menentukan kemampuan variabel faktor-faktor usia, jenis kelamin, riwayat keluarga penyakit jantung koroner, diabetes, nilai hemoglobin, hitung leukosit, nilai kreatinin, nilai asam urat, nilai petanda enzim jantung, tekanan darah sistolik, denyut jantung, henti jantung, deviasi segmen ST dan kelas killip dalam memprediksi terjadinya MACE 7 hari pada pasien SKA selama perawatan di ICCU RSCM. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Ilmiah Dengan diketahuinya data faktor-faktor risiko terjadinya MACE 7 hari selama perawatan di rumah sakit pada pasien SKA dapat digunakan menjadi acuan penelitian lanjutan. 1.5.1 Manfaat Aplikatif Dengan mengetahui faktor-faktor prediktor terjadinya MACE 7 hari selama perawatan di rumah sakit pada pasien SKA diharapkan akan meningkatkan kemampuan identifikasi dan stratifikasi awal pasien SKA yang berisiko terjadinya MACE 7 hari selama perawatan di rumah sakit sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko terjadinya MACE serta mampu memberikan penatalaksanaan yang lebih optimal, tepat guna dan cost effective pada pasien SKA.
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindrom Koroner Akut 2.1.1 Patofisiologi Sindrom Koroner Akut Sindrom koroner akut merupakan kondisi mengancam nyawa yang dapat terjadi pada pasien dengan penyakit jantung koroner setiap saat. Sindrom ini merupakan bentuk continuum mulai dari bentuk APTS sampai terjadinya infark miokard akut (IMA), yang merupakan kondisi dari nekrosis irreversibel dari otot jantung. Sindrom koroner akut merupakan hasil dari disrupsi plak aterosklerotik yang diikuti agregasi platelet dan pembentukan trombus intrakoroner. Bentuk dari SKA bergantung kepada derajat obstruksi koroner, trombus oklusi parsial berhubungan dengan sindrom APTS dan infark miokard tanpa elevasi dan trombus oklusi total berhubungan dengan iskemia berat dan terjadinya nekrosis luas yang bermanifestasi sebagai infark miokard dengan ST elevasi. Kejadian trombus pada SKA merupakan interaksi antara plak aterosklerotik, endotelium lumen, sirkulasi platelet dan tonus vasomotor dinamik dinding pembuluh darah yang merupakan dasar mekanisme keadaan trombosis. 19,20
Gambar 2.1 Garis waktu aterogenesis arteri normal hingga terjadinya sindrom koroner akut.
7
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
20
Universitas Indonesia
8
Kejadian SKA bermula dari adanya aterogenesis pada arteri normal, diikuti inisiasi lesi dan akumulasi dari lipid ekstra selular pada intima, berevolusi menjadi derajat fibrofatty dan terjadi progresi lesi dengan ekspresi prokoagulan dan melemahnya fibrous cap. Sindrom koroner akut terjadi ketika plak vulnerable mengalami disrupsi dari fibrous cap, disrupsi plak ini merupakan stimulus terjadinya trombogenesis. Resorpsi trombus akan diikuti akumulasi kolagen dan pertumbuhan sel otot polos. Pada saat terjadi disrupsi dari plak vulnerable, pasien akan mengalami keluhan iskemik hasil dari reduksi aliran ke arteri koroner. Reduksi aliran bisa disebabkan oleh trombus oklusi total atau trombus oklusi subtotal. Pasien dengan keluhan iskemik bisa dengan atau tanpa elevasi Segmen ST pada gambaran elektrokardiogram. Pasien tanpa disertai elevasi Segmen STdapat mengalami APTS sampai infark miokard tanpa ST elevasi, dimana hal yang membedakan berdasar ada atau tidak adanya peningkatan petanda serum jantung seperti CKMB atau troponin jantung yang terdeteksi pada darah. Spektrum presentasi klinis mulai dari APTS, infark miokard tanpa ST elevasi sampai infark miokard dengan ST elevasi dikenal sebagai sindrom koroner akut. 20,21 2.1.2 Disrupsi Plak Vulnerable Selama evolusi alami dari plak aterosklerotik (terutama plak lipid-laden), dapat terjadi transisi tiba-tiba dan mengalami katastropik yang ditandai oleh disrupsi plak. Disrupsi plak memaparkan substansi yang mempromosikan aktivasi platelet dan agregasi, generasi trombin, dan pada akhirnya pembentukan trombus. Hasil resultan trombus menginterupsi aliran darah dan mengarah kepada ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, dan bila ketidakseimbangan ini berat serta persisten akan menyebabkan nekrosis miokardial.22 Plak aterosklerotik berhubungan dengan oklusi trombotik total dari arteri koroner epikardial, berlokasi pada pembuluh darah terkait infark yang secara umum lebih kompleks dan irreguler dibandingkan pembuluh darah yang tidak berhubungan dengan infark. Komposisi trombus bervariasi pada derajat yang berbeda, terdiri dari white trombi yang mengandung platelet, fibrin atau keduanya dan red thrombi yang mengandung eritrosit, fibrin, platelet dan leukosit. Disrupsi plak mengekspresikan substansi trombogenik yang mungkin memproduksi trombus ekstensif pada arteri terkait infark. Jaringan kolateral yang adekuat dapat mencegah terjadinya nekrosis miokardial dan menghasilkan episode tanpa gejala klinis dari oklusi koroner. Terjadinya trombus oklusif
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
9
total maupun parsial mengarah kepada cedera dinding ventrikel pada miokardial dan lokasinya bergantung kepada arteri koroner yang terlibat. 23 2.1.3 Trombosis Pembentukan trombus memiliki peranan utama pada terjadinya SKA, kombinasi faktor intrinsik dan ekstrinsik memiliki peranan pada terjadinya ruptur dari fibrous cap dengan terpaparnya komponen sentral dari plak terhadap sirkulasi darah yang kemudian membentuk trombosis. Agregasi dan aktivasi platelet memiliki peranan esensial pada hemostasis normal dan kejadian sindrom koroner akut. Setelah terjadinya cedera terhadap dinding pembuluh darah (seperti pada ruptur plak), platelet terlibat dalam respon inisial tubuh (hemostasis primer). Hemostasis primer yang efektif membutuhkan tiga kejadian utama yaitu platelet adherence, aktivasi platelet dan agregasi platelet. 24 Sistim kaskade koagulasi juga memiliki peranan penting pada hemostasis normal (hemostasis sekunder) dan SKA. Sistem koagulasi melibatkan beberapa plasma protein yang terlibat dalam serial reaksi yang berujung pada produksi trombin, yang merubah fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin yang diproduksi melalui sistem ini penting untuk menguatkan sumbatan hemostasis primer yang dibentuk oleh platelet. Beberapa faktor lokal dan sistemik dijumpai pada saat terjadinya ruptur plak yang mungkin mempengaruhi derajat dan durasi dari deposisi trombus setelah cedera dinding pembuluh darah. Interaksi dari beberapa faktor ini menimbulkan manifestasi patologik dan klinis yang berbeda-beda pada SKA. Pada faktor lokal terdapat derajat dari cedera dinding pembuluh darah, derajat stenosis dan trombosis residual. 25 Pada plak awal fisura, fisura terselubungi dan bersama trombus membentuk jaringan fibrotik yang berkontribusi terhadap terjadinya penyakit arteri koroner. Kemudian fisura tersebut masuk ke intraintima dan intraluminal bersama trombus dan menyebabkan reduksi arteri koroner secara parsial maupun transien seperti yang terjadi pada APTS. Selanjutnya fisura dapat menyebabkan trombosis oklusif yang dapat terkikis dan menyebabkan infark miokard atau kematian mendadak terutama bila terdapat aliran kolateral. 26
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
10
27
Gambar 2.2 Representasi skematik hasil luaran fissuring plak aterosklerotik.
Faktor
sistemik
yang
berperan
diantaranya
hiperkoagulabilitas
yang
meningkatkan pembentukan trombus. Kadar sirkulasi katekolamin saat disrupsi plak dapat mempromosikan agregasi platelet dan pembentukan trombin. Sindrom metabolik termasuk diabetes, hipertensi, dan obesitas dapat meningkatkan trombogenisitas melalui mediasi induksi inflamasi. Hiperkolesterolemia akan meningkatkan reaktivasi platelet pada sisi kerusakan vaskular dan hiperkoagulabilitas.28 Peningkatan kadar dan aktivitas protein hemostasis seperti fibrinogen dan faktor VII didapati pada usia lanjut, obesitas, hiperlipidemia, diabetes, merokok yang keseluruhannya merupakan faktor yang berhubungan dengan peningkatan risiko infark miokard. Setelah terjadinya ruptur plak dan terbentuknya trombus akan membuat hasil luaran klinis yang berbeda-beda, yang dipengaruhi oleh ruptur plak, adanya kolateral, keparahan cedera pembuluh darah dan derajat stenosis.29 2.2 Major Adverse Cardiac Events Pada Sindrom Koroner Akut 2.2.1 Major Adverse Cardiac Events Angka mortalitas jangka pendek pada pasien dengan SKA yang mendapat terapi reperfusi farmakologik agresif berdasarkan studi randomisasi berkisar 6,5-7,5%, dimana
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
11
berdasarkan data observasional didapati hasil angka mortalitas pasien dengan SKA pada komunitas berkisar 15-20%. Major adverse cardiac events merupakan hasil end point yang terdiri dari kematian oleh sebab apapun, infark miokard berulang, tindakan intervensi perkutaneus koroner ulang dikarenakan adanya gejala nyeri dada berulang dan stroke yang dialami pasien setelah mengalami SKA.30 Berdasarkan definisi standar untuk end point events pada studi kardiovaskular menurut standardized data collection for cardiovascular trials, dibuat sebuah kesepakatan mengenai definisi kematian kardiovaskular dan non kardiovaskular juga yang disebabkan oleh hal yang tidak dapat ditentukan, infark miokardial, stroke, dan tindakan intervensi kardiologi.31,32 2.2.2 Kematian kardiovaskular, non kardiovaskular dan sebab lain Kematian kardiovaskular termasuk hasil dari infark miokard akut, sudden cardiac death, kematian sehubungan dengan gagal jantung, stroke dan dengan penyebab kardiovaskular lainnya. Kematian sehubungan dengan infark miokard akut menunjukkan kematian oleh berbagai mekanisme (aritmia, gagal jantung, low output) dalam 30 hari setelah infark miokard akut sehubungan dengan konsekuensi dari infark miokard, seperti gagal jantung kronik, cardiac output yang tidak adekuat, atau aritmia yang fatal. Kematian yang disebabkan oleh prosedur terapi terhadap infark miokard (intervensi koroner perkutaneus, operasi jantung pintas koroner atau terapi komplikasi dari infark miokard) juga harus dimasukkan di dalam kriteria kematian kardiovaskular. Sudden cardiac death merujuk kepada kematian yang terjadi tidak diharapkan bukan merupakan ikutan dari infark miokard akut, termasuk kematian yang disaksikan dan mendadak tanpa gejala baru atau perburukan gejala, kematian yang disaksikan dalam 60 menit dari awitan gejala baru kardiak atau perburukan gejala kecuali gejala diduga infark miokard akut kemudian kematian yang disaksikan karena sehubungan dengan identifikasi aritmia (terlihat pada elektrokardiografi, monitor atau tidak disaksikan namun ditemukan tinjauan implantable cardioverter defibrillator), kematian setelah resusitasi yang gagal dari henti jantung, kematian sehubungan dengan sindrom pasca henti jantung, kematian yang tidak disaksikan tanpa penyebab kematian lainnya.7,31,32 Kematian sehubungan dengan gagal jantung atau syok kardiogenik, kematian yang terjadi pada perburukan gejala dan atau tanda klinis dari gagal jantung tanpa ada
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
12
bukti penyebab kematian lainnya dan tidak diikuti oleh infark miokard akut, kematian mendadak yang terjadi selama perawatan karena perburukan gagal jantung seperti kematian pada gagal jantung progresif atau syok kardiogenik karena implantasi mechanical assist device. Kematian sehubungan dengan stroke menunjukkan kematian yang terjadi dalam waktu tiga puluh hari setelah stroke atau disebabkan oleh komplikasi dari stroke. Kematian sehubungan dengan penyebab kardiovaskular lainnya sehubungan dengan kematian kardiovaskular yang tidak termasuk dalam kategori di atas (seperti aritmia yang tidak berhubungan dengan sudden cardiac death, emboli paru, intervensi kardiovaskular selain yang berhubungan dengan infark miokard, ruptur aneurisma aorta, atau penyakit arteri perifer). Kematian non kardiovaskular didefinisikan sebagai kematian yang tidak berhubungan dengan penyebab kardiovaskular. Penyebab kematian non kardiovaskular terdiri dari penyebab bukan keganasan (paru, ginjal, gastrointestinal, hepatobilier, pankreas, infeksi termasuk sepsis, non infeksius, perdarahan bukan intrakranial, gagal sistem organ non kardiovaskular (gagal hati), pembedahan non kardiovaskular, trauma, bunuh diri, overdosis obat), kematian yang disebabkan oleh perdarahan gastrointestinal juga merupakan kematian non kardiovaskular. Penyebab kematian non kardiovaskular yang disebabkan oleh keganasan merupakan kematian yang disebabkan secara langsung oleh kanker, kematian yang disebabkan oleh komplikasi dari kanker (infeksi, komplikas dari pembedahan, kemoterapi, radioterapi), kematian yang disebabkan oleh penghentian terapi disebabkan oleh prognosis yang buruk sehubungan dengan kanker. Kematian yang disebabkan oleh penyebab yang tidak dapat ditentukan menunjukan kematian yang tidak disebutkan oleh kategori yang diatas dari penyebab kematian kardiovaskular maupun non kardiovaskular. Ketidakmampuan untuk mengklasifikasi penyebab kematian yang mungkin disebabkan oleh kurangnya informasi atau ketika tidak cukupnya data informasi yang menunjang atau penilaian detail dari penyebab kematian merupakan bagian dari kematian dari sebab yang tidak dapat ditentukan. 31,32 2.2.3 Infark miokard berulang Terminologi infark miokard harus digunakan ketika ditemukan bukti nekrosis miokardial pada keadaan klinis yang konsisten dengan kejadian iskemia miokardial. Diagnosis infark miokard membutuhkan kombinasi dari adanya nekrosis miokardial (perubahan pada
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
13
petanda kardiak atau ditemukan patologikal post mortem) dan adanya informasi pendukung berdasarkan presentasi klinis, perubahan elektrokardiografi atau hasil dari pencitraan miokardial atau arteri koroner.26 Beberapa subtipe miokardial infark sering dilaporkan pada investigasi klinis yang didefinisikan sebagai infark miokard spontan, infark miokard sehubungan dengan intervensi koroner perkutan, infark miokard karena operasi pintas jantung koroner, dan infark miokard silent. Gabungan dari informasi klinis, elektrokardiografi dan petanda biokimia, harus dipertimbangkan untuk mendeterminasi apakah infark miokard terjadi atau tidak secara spesifik dengan analisis yang teliti. Keputusan diagnosis infark miokard harus diambil pada saat terjadi kejadian klinis berdasarkan keadaan klinis. Diagnosis infark miokard mungkin harus diputuskan pada kejadian dimana karakteristik dari infark miokard tidak menunjukkan definisi yang sempurna berdasarkan hasil petanda biokimia ataupun elektrokardiografi yang tersedia.31,32 2.2.4 Stroke Stroke didefinisikan sebagai episode akut dari disfungsi neurologikal yang disebabkan oleh sistem saraf fokal maupun global, spinal cord atau cedera vaskular retinal. Klasifikasi stroke terdiri dari stroke iskemik yang didefinisikan sebagai episode akut dari serebral fokal, spinal atau disfungsi retinal yang disebabkan oleh infark jaringan sistem saraf pusat. Stroke hemoragik didefinisikan sebagai episode akut serebral fokal atau global atau disfungsi spinal yang disebabkan oleh intraventrikular perdarahan subaraknoid. Stroke undetermined didefinisikan sebagai stroke dengan informasi yang tidak adekuat untuk kategorisasi stroke iskemik maupun hemoragik. 31,32 2.2.5 Revaskularisasi intervensi koroner perkutan berulang Prosedur revaskularisasi koroner merupakan prosedur yang menggunakan kateter untuk memperbaiki aliran darah miokardial. Peralatan kateterisasi (balloon catheter, cutting balloons, atherectomy devices, lasers, bare metal stent, dan drug-eluting stents) digunakan untuk memperbaiki aliran darah
miokardial dengan
meningkatkan area
luminal pada daerah lesi koroner yang mengalami obstruksi, tindakan intervensi koroner perkutan ini dilakukan pada lesi culprit maupun pada lesi lainnya sehingga pasien bebas dari keluhan angina dan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Tindakan
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
14
prosedur intervensi koroner perkutan ulang harus dilakukan pada pasien dengan indikasi perburukan gejala angina selama perawatan.31,32
2.3. Faktor prediktor independen terjadinya Major Adverse Cardiac Events 2.3.1. Usia dan Jenis Kelamin Usia lanjut merupakan prediktor mortalitas yang kuat pada pasien dengan SKA, Annika dkk,10 melaporkan pada studinya pasien dengan usia lebih muda (<55 tahun) lebih sering disertai obesitas, perokok dan memiliki riwayat keluarga dengan PJK dimana pasien usia lanjut sering disertai hipertensi dan diabetes. Pasien usia lanjut juga jarang disertai nyeri dada tipikal namun sering disertai kelas killip yang lebih tinggi (kelas killip 3-4), dan pasien usia lanjut secara angiografi sering dijumpai stenosis left main dan three vessel disease. Komplikasi gagal jantung, edema paru atau syok meningkat sesuai dengan usia, lebih dari 40% pasien SKA ≥ 85 tahun disertai dengan gagal jantung dan syok kardiogenik saat dirawat dirumah sakit. Kejadian iskemia dan infark berulang juga lebih sering dijumpai pada usia lanjut, fungsi sistolik ventrikel kiri juga mengalami penurunan bermakna pada pasien SKA usia lanjut. Secara keseluruhan mortalitas di rumah sakit meningkat 1 % pada pasien usia lebih muda (<55 tahun) sampai 17% pada pasien usia lanjut (≥ 85 tahun).10,18 Berdasarkan analisa multivariat didapatkan risiko mortalitas setelah di sesuaikan dengan
jenis kelamin, riwayat infark miokard, hipertensi, diabetes, angina kronik,
riwayat revaskularisasi dan riwayat gagal jantung didapatkan pada usia < 55 tahun OR 1,00, 95%CI,1,00; usia 55-64 OR 1,83, 95% CI,1,25-2,67; usia 65-74 OR 3,54, 95% CI,2,36-5,30; usia 75-84 OR 5,97, 95% CI, 4,13-8,63; usia ≥ 85 OR 13,47, 95% CI, 8,6321,03. Adanya perbedaan bentuk faktor risiko pada pasien SKA usia lebih muda dibandingkan yang dengan usia lanjut merefleksikan variasi yang berhubungan dengan usia. Pasien SKA dengan usia lebih muda mendapatkan penatalaksaan dengan implementasi yang lebih baik dimana usia lanjut sering kurang optimal digunakan walaupun indikasi untuk terapi reperfusi cukup memenuhi standar indikasi bahkan pada pasien usia lanjut yang tanpa kontraindikasi. Walaupun pasien SKA usia lanjut sering disertai penyakit arteri koroner yang berat dan ekstensif namun utilisasi antikoagulan dan antiplatelet menurun pada usia lanjut karena diprediksi bisa menyebabkan terjadinya peningkatan risiko perdarahan sehingga pasien SKA usia lanjut lebih jarang yang
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
15
menjalani angiografi koroner dan prosedur revaskularisasi. Pasien usia lanjut sering tidak mendapatkan penatalaksanaan yang optimal yang seharusnya seperti pada pasien dengan usia lebih muda dan hal ini mempengaruhi laju mortalitas di rumah sakit pada pasien SKA dengan usia lanjut.10 Berdasarkan jenis kelamin wanita mengalami kejadian kardiovaskular 6 sampai 10 tahun lebih lanjut dibandingkan pria. Kematian akibat kejadian kardiovaskular menurun pada pria namun relatif menetap pada wanita, berdasarkan faktor risiko kardiovaskular, wanita memiliki faktor risiko yang lebih banyak menderita diabetes dan hipertensi. Wanita sering disertai gejala atipikal seperti nyeri abdominal, mual, muntah, lemah dan sesak nafas. Boonchu dkk,11 pada studinya melaporkan mortalitas di rumah sakit signifikan lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria, komplikasi gagal jantung, aritmia serta perdarahan juga signifikan lebih tinggi pada wanita. Berdasarkan analisa multiple logistic regression total mortalitas pada wanita memiliki OR 1,90, 95% CI, 1,602,26 sedangkan pada pria OR 1,03, 95% CI,0,80-1,33. Total mortalitas di rumah sakit 24% pada wanita dibandingkan 14% pada pria, dan jenis kelamin wanita merupakan prediktor mortalitas yang signifikan pada pasien SKA, hal ini mungkin dipengaruhi oleh kondisi komorbiditas, gejala angina yang atipikal, onset presentasi gejala yang terlambat, gambaran elektrokardiografi yang tidak spesifik. 2.3.2. Riwayat Keluarga Penyakit Jantung Koroner Riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner (PJK) merupakan prediktor untuk terjadinya MACE pada pasien SKA. Choongki dkk,12 pada studinya melaporkan berdasarkan analisis multivariat didapati adjusted HR MACE pada pasien SKA 1,41, 95%CI, 1,09-1,82, p=0,009. Nilai implikasi prognostik ini lebih signifikan pada pasien wanita, pasien dengan riwayat keluarga PJK memiliki usia relatif muda dan lebih dominan pria, berdasar analisis kesintasan yang menggunakan model regresi multivariat didapatkan hubungan antara pasien SKA dengan riwayat keluarga PJK dengan hasil luaran yang buruk, juga didapatkan hubungan riwayat keluarga PJK dengan skor kalsium arteri koroner. MACE pada pasien wanita dengan riwayat keluarga PJK lebih tinggi berdasarkan beberapa mekanisme seperti efek hormonal pada metabolisme lipid, resistensi insulin dan faktor trombogenik.
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
16
2.3.3. Diabetes Diabetes merupakan faktor prognosis independen untuk terjadinya MACE pada pasien SKA, dimana pasien diabetes memiliki risiko dua kali lebih besar dibandingkan pasien bukan diabetes. Pasien dengan diabetes memiliki penyakit arteri koroner yang lebih lanjut, berat, serius disertai dengan komorbiditas lainnya, dan sering didapati kurang terkontrolnya kadar gula darah yang memiliki peranan penting untuk terjadinya MACE pada pasien SKA. Carolina dkk,13 pada studinya melaporkan MACE 30 hari sebanyak 7,2%, riwayat diabetes merupakan prediktor independen untuk MACE dengan OR 2,61, 95% CI, 1,116,10, P=0,027.
Gambar 2.3 Kurva Kaplan-Meier untuk kesintasan major adverse cardiac events 1 tahun populasi 13
diabetes.
Diabetes merupakan prediktor independen untuk terjadinya MACE disebabkan karena pasien diabetes lebih rentan, lebih sering ditemui komorbiditas, laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah dan sering disertai penyakit arteri koroner yang signifikan. Pada pasien hiperglikemia dapat terjadi kerusakan vaskular yang diinduksi oleh toksisitas keadaan hiperglikemi, adanya gangguan pembentukan kolateral pembuluh darah, disfungsi endotel, peningkatan aktivitas platelet, penurunan cadangan vasodilator dan fibrinolisis, peningkatan agregasi platelet dan neuropati autonomik yang potensial menyebabkan aritmia ventrikular serta didapati penyakit arteri koroner yang luas dan
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
17
merata. Pembuluh darah yang relatif kecil juga disertai kondisi komorbid, termasuk penurunan fungsi ginjal, hipertensi, obesitas, penyakit stroke, dan vaskular. 33 2.3.4. Nilai Hemoglobin Anemia berkorelasi independen dengan kesintasan pada pasien SKA, Pierre dkk,14 pada studinya mendapatkan dari 1064 sampel pasien SKA 29% pasien mengalami anemia. Pada pasien SKA dengan anemia saat masuk rumah sakit disertai dengan usia yang lebih lanjut, jenis kelamin wanita, riwayat penyakit arteri koroner, hipertensi, diabetes dan kelas killip yang lebih tinggi. Denyut jantung didapati lebih tinggi, tekanan darah sistolik lebih rendah dan sering disertai penurunan laju filtrasi glomerulus pada pasien SKA dengan anemia. Sabatine dkk,34 pada studinya melaporkan pasien SKA dengan kadar hemoglobin yang rendah (≤ 12,1 g/dl) memiliki insidensi MACE yang lebih besar dibandingkan yang memiliki kadar hemoglobin normal (12 vs 3,8%, p=0,04), hasil ini mengindikasikan efek ambang batas kadar hemoglobin dengan relative risk 3,06, 95% CI, 1,13-8,28, p=0,02. Pasien dengan kadar hemoglobin rendah juga disertai adanya kenaikan kadar serum kreatinin dan peningkatan denyut jantung. Sebagai faktor risiko kadar hemoglobin yang rendah meningkatkan iskemia dengan adanya peningkatan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Gambar 2.4 Kurva kesintasan Kaplan-Meier event-free berdasarkan adanya anemia.
14
Anemia merupakan prediktor independen untuk terjadinya MACE pada pasien SKA dengan HR 3,008, 95%Cl, 2,137-4,234, (p<0,0001). Anemia menyebabkan
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
18
penurunan penghantaran oksigen terhadap miokard yang mengalami injury berhubungan dengan peningkatan ukuran infark, aritmia, dan hipotensi sehingga menyebabkan disfungsi miokard yang progresif yang akhirnya meningkatkan risiko terjadinya MACE pada pasien SKA dengan anemia.14 2.3.5. Hitung Leukosit Peningkatan jumlah hitung leukosit yang merupakan indikator inflamasi sistemik merupakan prediktor terjadinya MACE pada pasien SKA. Julio dkk,15 pada studinya melaporkan MACE di rumah sakit pada pasien dengan jumlah leukosit < 10x103 cells/ml sebanyak 7,9%, jumlah leukosit 10-14,9x10x103 cells/ml sebanyak 14,2% dan yang dengan jumlah leukosit ≥ 15x103 cells/ml didapati angka MACE di rumah sakit sebesar 25,6%, p <0,001, berdasarkan analisa multivariat didapatkan adjusted risk 2,22, 95% Cl, 1,35-3,63, p =0,02.
Gambar 2.5 Perbedaan signifikan dalam all cause mortality berdasarkan kategori jumlah hitung leukosit 15 yang dinilai dengan kurva Kaplan-Meier.
Hubungan antara peningkatan jumlah hitung leukosit dengan risiko terjadinya MACE pada pasien SKA berdasarkan mekanisme adanya perubahan pada mikrosirkulasi, keadaan hiperkoagulasi, fenomena no-reflow, kardiotoksisitas tidak langsung yang dimediasi oleh sitokin proinflamatori, promosi dari injuri iskemia reperfusi dan perluasan dari infark miokard akut.
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
19
Respon leukosit yang terjadi pada pasien SKA merupakan bagian utama dari respon pemulihan inflamasi yang diinisiasi untuk menggantikan jaringan nekrotik dengan jaringan parut, sehingga daerah nekrosis yang lebih luas akan lebih meningkatkan respon leukosit baik secara lokal maupun sistemik. 2.3.7. Nilai Kreatinin Risiko terjadinya MACE pada pasien SKA meningkat pada pasien yang disertai peningkatan nilai kreatinin sehingga nilai kreatinin dapat dijadikan prediktor independen untuk terjadinya MACE di rumah sakit pada pasien SKA. Junichi dkk,16 pada studinya melaporkan berdasarkan kurva kesintasan menurut nilai kreatinin didapati pada pasien SKA yang mengalami peningkatan nilai kreatinin pada saat admisi ≥ 1,2 mg/dl mengalami mortalitas 75,5% dibandingkan pasien SKA dengan nilai kreatinin < 1,2 mg/dl yang hanya mengalami mortalitas sebesar 92,8% pada tahun pertama, pada tahun kedua didapati angka mortalitas 72,2% pada pasien SKA dengan nilai kreatinin awal <1,2 mg/dl dibandingkan 91,1% pada pasien SKA dengan nilai kreatinin awal ≥ 1,2 mg/dl, pada tahun ketiga didapati angka mortalitas 68,5% pada pasien SKA dengan nilai kreatinin awal <1,2 mg/dl dibandingkan 89,8% pada pasien SKA dengan nilai kreatinin awal ≥ 1,2 mg/dl dan pada tahun keempat didapati angka mortalitas 61,8% pada pasien SKA dengan nilai kreatinin awal <1,2 mg/dl dibandingkan 87,4% pada pasien SKA dengan nilai kreatinin awal ≥ 1,2 mg/dl.
Gambar 2.6 Kurva kesintasan Kaplan meier pasien sindrom koroner akut berdasarkan kategori nilai serum 16
kreatinin.
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
20
Angka mortalitas total didapati 17,8% pada pasien SKA yang dengan nilai kreatinin admisi ≥ 1,2 mg/dl dibandingkan 7,7% pada pasien SKA yang dengan nilai kreatinin < 1,2 mg/dl, dan berdasarkan analisa regresi multivariat didapatkan nilai prediktif dari konsentrasi serum kreatinin saat admisi dengan adjusted HR 1,43, 95% IK, 1,03-1,99, p<0,03. Pada pasien dengan peningkatan nilai kraetinin didapati usia lebih tua, killip kelas lebih tinggi, hipertensi, penyakit multi pembuluh darah dan memiliki riwayat infark miokard, namun efek peningkatan konsentrasi serum kreatinin terhadap mortalitas independen terhadap faktor risiko ini berdasarkan model multivariat. Konsentrasi serum kreatinin berkorelasi dengan stress oksidatif, disfungsi endotel dan aterosklerosis yang lebih progresif sehingga berkontribusi terhadap risiko kardiovaskular yang lebih tinggi. Peningkatan nilai kreatinin merefleksikan mekanisme patofisiologi klinis berupa penurunan curah jantung yang menyebabkan penurunan aliran darah ginjal, volume overload kronik dan disfungsi diastolik ventrikel kiri, hal ini diduga memiliki peranan utama pada terjadinya MACE pada pasien SKA yang disertai peningkatan nilai kreatinin. 2.3.7. Nilai Asam Urat Konsentrasi asam urat berkorelasi dengan klasifikasi Killip yang diduga berhubungan positif dengan derajat disfungsi ventrikel kiri sehingga hiperurisemia berhubungan dengan laju mortalitas pada pasien dengan SKA. Pasien yang disertai MACE jangka pendek memiliki konsentrasi asam urat yang tinggi, Sunao dkk,17 pada studinya melaporkan pasien dengan kadar asam urat >399 µmol/L memiliki risiko MACE 30 hari >3 kali dibandingkan pasien dengan kadar asam urat < 274 µmol/L. Pada pasien dengan kadar asam urat >399 µmol/L didapati angka MACE 30 hari 14%, OR 2,830, 95%Cl, 1,521 - 5,267 (p<0,001), dan berdasarkan analisis multivariat didapatkan variabel asam urat (per µmol/L ) memiliki OR 1,004, 95%Cl, 1,002-1,006, p<0,0001. Konsentrasi asam urat yang tinggi saat masuk rumah sakit berkorelasi kuat dengan MACE pada pasien SKA. Penambahan kelas killip terhadap konsentrasi serum asam urat dapat meningkatkan kekuatan nilai prognostik. Konsentrasi serum asam urat berkorelasi signifikan dengan jenis kelamin laki-laki, indeks massa tubuh, konsentrasi kreatinin serum dan hipertensi. Konsentrasi serum asam urat dipengaruhi oleh klasifikasi
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
21
kelas killip, dimana hal ini disebabkan oleh karena adanya penurunan cardiac output pada pasien SKA.
Gambar 2.7 Kesintasan pasien pasca sindrom koroner akut berdasarkan konsentrasi serum asam urat <274 µmol/L (garis tipis), 274-333 µmol/L (garis putus pendek), 333-399 µmol/L (garis putus panjang dan > 399 17 µμmol/L (garis tebal) .
Pasien SKA yang mengalami infark pada miokard menyebabkan hipoperfusi jaringan dan hipoksia yang akan memicu aktivasi xanthine oxidase dan produksi stress oksidatif dimana xanthine oxidase dan stress oksidatif direfleksikan oleh konsentrasi serum asam urat. Asam urat bukan hanya sebagai petanda evaluasi namun juga sebagai petanda kausatif mortalitas pada pasien dengan SKA. 2.3.8. Enzim Jantung (Creatin Kinase MB dan Troponin T) Troponin meningkatkan akurasi diagnosis awal pasien dengan SKA dan membantu identifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi untuk terjadinya MACE. Nilai troponin berkorelasi signifikan dengan peningkatan usia dan adanya faktor risiko utama kardiovaskular. Donald dkk,35 pada studinya melaporkan pasien SKA dengan nilai high sensitive troponin T (hs TnT) 15-2070 ng/L memiliki risiko 6 kali untuk terjadinya MACE dibandingkan yang memiliki nilai hsTnT <7 ng/L (unadjusted RR 6,11, 95%Cl, 2,98-12,50).
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
22
Gambar 2.8 Kurva Kaplan-Meier insidensi kumulatif major adverse cardiac events 30 bulan berdasarkan 35 nilai troponin.
Pasien dengan peningkatan nilai troponin yang persisten memiliki 3 kali risiko untuk terjadinya MACE dibanding yang memiliki nilai troponin rendah (unadjusted RR 3,39, 95%Cl, 2,02-5,68, p<0,001). Nilai troponin merupakan prediktor terjadinya MACE pada pasien SKA tanpa melihat ada atau tidaknya disfungsi ventrikel kiri. Peningkatan nilai troponin pada pasien SKA yang diduga berhubungan dengan tingginya gabungan beban risiko penyakit kardiovaskular (hipertensi, diabetes melitus dan gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri), juga berkorelasi kuat dengan penurunan fungsi ginjal menyebabkan gangguan bersihan troponin pada sirkulasi, hal ini merupakan indikator prognostik untuk terjadinya MACE pada pasien SKA. Creatine Kinase-MB (CKMB) merupakan petanda diagnostik dan prognostik enzim jantung pada infark miokard akut, nilai CKMB pada saat masuk rumah sakit memiliki korelasi positif dengan laju mortalitas pada pasien SKA. John dkk,36 pada studinya mendapatkan pasien dengan nilai CKMB yang lebih tinggi sering disertai usia lebih lanjut, laki-laki dan perokok. Pasien ini sering disertai tekanan darah sistolik yang lebih rendah pada saat masuk, dan sering disertai deviasi ST segmen. Risiko mortalitas 30 hari tertinggi dimulai pada pasien dengan kategori nilai CKMB diatas batas normal.
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
23
36
Gambar 2.9 Hubungan antara nilai CKMB dengan mortalitas 30 hari dan 6 bulan.
Pasien dengan nilai CKMB yang tinggi memiliki risiko stroke, syok kardiogenik, gagal jantung, ventrikel takikardi atau fibrilasi dan blok atrioventrikular dirumah sakit yang lebih tinggi dibandingkan pasien dengan nilai CKMB yang lebih rendah. Pada pasien SKA enzim jantung CKMB dilepaskan pada saat terjadinya nekrosis miokardial, dimana masih berlangsungnya instabilitas vaskular yang akan menghasilkan mikroemboli platelet dan akan menyebakan infark mikroskopik. 2.3.9. Tekanan Darah Sistolik Christos dkk,37 pada penelitiannya mendapatkan TDS yang lebih rendah pada saat masuk rumah sakit berhubungan dengan peningkatan MACE pada pasien SKA. MACE pada pasien dengan tekanan darah sistolik saat masuk >140 mmHg sebanyak 2,6%, dengan TDS 120-139 mmHg sebanyak 2,9%, dengan TDS 110-119 mmHg sebanyak 3,7%, dan pada TDS <100mmHg memiliki angka MACE tertinggi sebanyak 13,8% (p<0,001). Didapatkan peningkatan TDS 10 mmHg pada saat masuk rumah sakit berhubungan dengan penurunan hampir 20% resiko terjadinya MACE, OR 0,89, 95% Cl, 0,73-0,80.
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
24
37
Gambar 2.10 Estimasi probabilitas mortalitas di rumah sakit berdasarkan tekanan darah sistolik.
Pada model estimasi probabilitas kematian selama perawatan di rumah sakit didapati likelihood mortalitas 79%, 78%, dan 88% lebih rendah pada pasien dengan nilai tekanan darah sistolik 100-119, 120-134, dan >140 mmHg, berurutan, dibandingkan dengan pasien yang disertai nilai tekanan darah sistolik <100 mmHg (OR 0,21; 95%Cl, 0,06-0,80), (OR 0,22, 95%Cl, 0,07-0,066) dan (OR 0,12, 95%Cl, 0,04-0,37) berurutan. Analisis berdasarkan interpolasi menunjukan penurunan yang tajam pada probabilitas dari MACE pada pasien SKA di dalam rentangan TDS antara 90 dan 160 mmHg dan reduksi moderat pada TDS>160mmHg. Berdasarkan analisis area under curve (AUC) menunjukan bahwa TDS saat masuk rumah sakit memiliki kapasitas diskriminasi yang moderat untuk MACE di rumah sakit (c- statistic 10,620). Nilai TDS < 135mmHg memberikan ambang batas diskriminatif yang lebih baik (sensitivitas 63%, spesifitas 50%). 2.3.10. Denyut jantung Pada pasien SKA didapati hubungan antara peningkatan denyut jantung dengan angka mortalitas yang tinggi, sehingga denyut jantung ini dapat dijadikan stratifikasi risiko terjadinya MACE pada pasien SKA. Pada pasien SKA sistem saraf simpatis dan
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
25
parasimpatis mempengaruhi kerentanan terhadap terjadinya aritmia fatal, hal ini dipengaruhi oleh gangguan keseimbangan sistem saraf autonomik.
38
Gambar 2.11 Kurva kesintasan Kaplan Meier pada pasien dengan denyut jantung yang berbeda.
Christopher dkk,7 pada studinya melaporkan angka mortalitas di rumah sakit berdasarkan karakteristik denyut jantung yang dianalisa dengan model regresi multivariabel didapati hasil setiap peningkatan 30 kali denyut jantung permenit akan meningkatkan risiko mortalitas dengan OR 1,20, 95% CI, 1,10-1,40. David dkk,44 pada studinya menyebutkan mortalitas meningkat secara progresif pada pasien SKA dengan peningkatan denyut jantung saat masuk rumah sakit, pada denyut jantung ≤ 60 kali/menit didapati angka mortalitas sebesar 1,4%, pada denyut jantung 60-80 kali/menit sebesar 1,6%, pada denyut jantung 80-100 kali/menit sebesar 2,3%, dan angka mortalitas tertinggi didapati pada denyut jantung >100 kali/menit sebesar 5,6%, dengan p<0,001.44 Kejadian infark miokard berulang signifikan lebih tinggi pada pasien dengan denyut jantung >100 kali/menit sebesar 5,7% dibandingkan pasien dengan denyut jantung <60 kali/menit sebesar 2,7%, dengan p<0,004. Mekanisme yang mendasari hal ini diduga merupakan peranan dari akselerasi disrupsi plak aterosklerotik, konsumsi oksigen miokard meningkat, perfusi miokardial menurun karena pemendekan fase diastolik, episode iskemik meningkat dan disertai compliance arteri yang berkurang sehingga semua hal ini meningkatkan MACE pada pasien SKA.7,38
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
26
2.3.11. Henti Jantung Henti jantung terjadi pada 1,5% pasien yang mengalami SKA dan merupakan penyebab kematian utama. Laju mortalitas walaupun dengan penatalaksanaan yang semakin optimal masih tetap tinggi, dimana didapati laju mortalitas tertinggi terjadi pada 30 hari pertama.7 Henti jantung pada pasien SKA banyak dijumpai pada pasien dengan usia lanjut, memiliki riwayat keluarga penyakit jantung koroner, mengalami gangguan fungsi ginjal, dan disertai riwayat infark miokard sebelumnya, sedangkan berdasarkan karakteristik angiografi henti jantung banyak dijumpai pada pasien dengan multivessel dan left main disease.6,7 Pada studinya Christopher dkk,7 menyebutkan mortalitas terjadi sebanyak 28,6% pada pasien SKA yang disertai komplikasi henti jantung dibandingkan 4,2% yang tanpa komplikasi henti jantung (p< 0,001). Berdasarkan adjusted OR henti jantung dalam memprediksi all cause mortality selama perawatan di rumah sakit didapati nilai adjusted OR 9,2, 95%CI, 6,44-13,10, (p<0,001). 7 Pada pasien dengan SKA yang disertai komplikasi henti jantung dapat mengalami gangguan perfusi pada pembuluh darah koroner, penurunan laju filtrasi glomerulus, timbulnya gangguan hiperkoagulabilitas, perluasan daerah infark dan aritmia yang fatal sehingga menyebabkan angka mortalitas yang tinggi pada pasien SKA yang disertai komplikasi henti jantung.7,45 2.3.12. Deviasi Segmen ST Deviasi segmen ST pada gambaran elektrokardiografi saat masuk rumah sakit pada pasien SKA berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya MACE. Padma dkk,39 pada studinya melaporkan pasien dengan depresi segmen ST ≥ 2 mm usianya lebih tua dan lebih sering pada pria, juga dengan meningkatnya depresi segmen ST akan disertai dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit vaskular perifer. Dalam waktu 6 bulan ditemukan kejadian infark miokard berulang 2 kali lebih sering dibandingkan pasien tanpa depresi segmen ST. Risiko untuk terjadinya MACE pada pasien SKA secara substansial meningkat dengan peningkatan depresi segmen ST.
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
27
39
Gambar 2.12 Kurva kesintasan Kaplan Meier berdasarkan kategori depresi segmen ST.
Pasien dengan depresi segmen ST ≥ 2 mm memiliki angka mortalitas 1 tahun tertinggi (14,1%) dibandingkan dengan pasien tanpa depresi Segmen ST(4,4%) dan dengan depresi segmen ST 1 mm (6,9%), setelah di sesuaikan terhadap faktor variabel lainnya didapatkan depresi segmen ST merupakan prediktor terkuat untuk mortalitas satu tahun. Pasien dengan depresi segmen ST ≥ 2 mm hampir 6 kali mengalami peningkatan risiko kematian dalam satu tahun dibandingkan pasien tanpa depresi segmen ST dengan OR 5,9, 95% CI, 2,8-11,6. Stratifikasi lanjutan menunjukkan bahwa pasien dengan depresi segmen ST ≥ 2 mm dengan lebih dari satu regio secara signifikan memiliki mortalitas lebih tinggi dibandingkan pasien dengan depresi Segmen ST≥ 2 mm dengan hanya satu regio dengan angka mortalitas 21,2 % vs 8,5%, berdasarkan model multivariat pasien dengan depresi segmen ST ≥ 2 mm dengan multipel regio memiliki risiko mortalitas 10 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien tanpa depresi segmen ST dengan OR 9,2, 95% CI, 4,1-20,5.
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
28
Gambar 2.13 Mortalitas 5 tahun pada pasien dengan atau tanpa elevasi segmen ST saat masuk rumah 39 sakit.
Herlitz dkk,40 pada studinya melaporkan pasien dengan elevasi segmen ST saat masuk rumah sakit memiliki angka mortalitas 5 tahun 44% dibandingkan 58% pada pasien tanpa elevasi segmen ST, diantara pasien dengan elevasi segmen ST 22% mengalami infark berulang selama 5 tahun follow up dibandingkan 35% pada pasien tanpa elevasi segmen ST. 2.3.13. Kelas Killip Killip pada studinya melaporkan adanya peningkatan mortalitas di rumah sakit berhubungan dengan peningkatan keparahan gagal jantung pasca infark miokard. Berdasarkan klasifikasi parameter kelas killip I tanpa gagal jantung, kelas II adanya suara jantung III, kelas III dijumpai edema paru dan kelas IV disertai syok kardiogenik, didapati mortalitas pada kelas killip I 5%, kelas killip III 38%, dan kelas killip IV 81%.41 Klasifikasi kelas killip efektif dalam mengevaluasi stratifikasi dan prognosis pasien dengan infark miokard akut. Rott dkk,42 dalam penelitian Secondary Prevention Reinfarction Israeli Nifedipine Trial (SPRINT) melaporkan kematian di rumah sakit sebesar 3% pada pasien tanpa gagal jantung kongestif pasca infark miokard, 21% pasien
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
29
dengan gagal jantung kongestif, 35% pasien dengan edema paru, dan 60% pada pasien dengan syok kardiogenik. Ayman dkk,43 pada studinya melaporkan bahwa pasien dengan kelas killip yang lebih tinggi memiliki penyakit arteri koroner yang secara angiografi lebih berat, disfungsi ventrikel dengan insidensi yang lebih tinggi dan infark miokard yang lebih luas areanya. Berdasarkan model multivariat setelah disesuaikan terhadap usia, jenis kelamin, faktor risiko dan perbedaan penatalaksanaan menunjukan bahwa kelas killip II, III, dan IV berhubungan dengan peningkatan mortalitas pada pasien SKA (OR 2,4, 95%Cl, 1,593,59; OR 5,5, 95%Cl, 3,63-8,40; OR 27, 95%Cl, 17,18-43,30).
Gambar 2.14 Prediksi mortalitas di rumah sakit berdasarkan kelas killip pada pasien dengan sindrom 44 koroner akut.
Kelas killip yang lebih tinggi merupakan prediktor signifikan terhadap mortalitas jangka pendek pada pasien SKA. Pada pasien dengan kelas killip yang lebih tinggi didapati reduksi dari penggunaan terapi penyekat beta, penghambat angiotensin converting enzym dan nitrat. Rendahnya utilisasi dari terapi medikamentosa yang efektif pada pasien SKA yang memiliki risiko tinggi memberikan kontribusi untuk terjadinya peningkatan angka mortalitas. Pada pasien dengan kelas killip yang lebih tinggi juga selalu disertai ejeksi fraksi yang lebih rendah, sehingga lebih jarang mendapat terapi reperfusi koroner intervensi karena risiko mortalitas selama tindakan yang tinggi dan kondisi hemodinamik yang buruk.44
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
30
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep
31
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
32
3.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi
Cara Pengukuran
Sindrom
Spektrum sindrom klinis
koroner akut
yang
disebabkan
sumbatan mendadak pada arteri
koroner
akibat
ruptur plak aterosklerosis.
Skala
• Sesuai tertulis dalam rekam medis
Nominal
• Diagnosis dibagi menjadi STEMI, NSTEMI dan UAP berdasar anamnesis, EKG dan pemeriksaan enzim • Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) Anamnesis: keluhan nyeri dada khas EKG: elevasi segmen ST Lab: kenaikan enzim jantung • Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI) Anamnesis: keluhan nyeri dada khas EKG: non-elevasi segmen ST Lab: kenaikan enzim jantung • Angina pektoris tak stabil (unstable angina pectoris = UAP). Anamnesis: keluhan nyeri dada khas EKG: non elevasi segmen ST Lab: tampa kenaikan enzim jantung
Major
Kejadian
Adverse
kardio vaskular berupa
Cardiac
infark miokard berulang,
Events
kematian kardiovaskular
(MACE) hari
7
dan
komplikasi
• Sesuai tertulis dalam rekam medis
Nominal
nonkardiovaskular,
stroke,
revaskularisasi
intervensi
koroner
perkutan
ulang
perawatan
yang
dalam sama
selama perawatan 7 hari di rumah sakit. Usia
Usia
pasien
saat
pemeriksaan dilakukan.
Berdasarkan tanggal lahir, di KTP atau Interval kartu identitas lainnya dan anamnesis.
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
33 Dikelompokkan menjadi <65tahun ≥65tahun Jenis
Indikasi
jenis
kelamin
ketika lahir sebagai •
Pria
•
Wanita
kelamin
Riwayat
Indikasi
bahwa
pasien
keluarga
yang memiliki hubungan
penyakit
darah
jantung
tua,
koroner
anak)
langsung saudara
Sesuai tertulis dalam rekam medis
Nominal
Sesuai tertulis dalam rekam medis
Nominal
Sesuai tertulis dalam rekam medis
Nominal
Pemeriksaan laboratorium
Nominal
(orang
kandung,
dengan
usia
<55tahun untuk pria atau <65tahun untuk wanita yang memiliki riwayat : •
Angina
•
Infark
miokard
akut •
Kematian karena henti
jantung
mendadak tanpa penyebab lain •
Operasi CABG
•
Intervensi koroner perkutan
Diabetes
Kriteria
diagnosis
Mellitus
tipe
(DM)
Pengelolaan DM tipe 2 di
2
Indonesia,
DM
(Konsensus PERKENI,
2011) yaitu pemeriksaan gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL atau kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dL. Nilai
Jumlah
hemoglobin
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
34 hemoglobin
dalam darah.
Sesuai tertulis dalam rekam medis Normal:
nilai
hemoglobin
bila
≥13mg/dl pada laki-laki, dan ≥11mg/dl pada perempuan Menurun:
nilai
hemoglobin
bila
<13mg/dl pada laki-laki, dan <11mg/dl pada perempuan leukosit
dalam
Pemeriksaan laboratorium
Hitung
Jumlah
leukosit
satu unit volume darah, Sesuai tertulis dalam rekam medis setelah darah didilusi dan Normal: hitung leukosit bila 4-10 eritrosit dilisiskan. × 103/µL
Nominal
Meningkat: hitung leukosit bila >10 × 103/µL Nilai
Jumlah kreatinin dalam
Pemeriksaan laboratorium
kreatinin
plasma darah yang diukur
Sesuai tertulis dalam rekam medis
permiligram dalam
kreatinin
satu
desiliter
darah. Asam urat
Normal: nilai kreatinin bila ≤ 0,6-1,2 mg/dL Meningkat: nilai kreatinin bila >1,2 mg/dL
Jumlah asam urat dalam
Pemeriksaan laboratorium
plasma
Sesuai tertulis dalam rekam medis
darah
yang
diukur permiligram asam urat dalam satu desiliter darah.
Enzim
Indikasi
jantung
CKMB dan Troponin T. Nilai
nilai sampel
awal yang
diperoleh pada 24 jam pertama ketika perawatan atau dari rumah sakit sebelum pasien tersebut
Nominal
Nominal
Normal: kadar asam urat darah ≤ 7 mg% pada laki-laki dan pada perempuan ≤ 6 mg%. Meningkat: kadar asam urat darah >7 mg% pada laki-laki dan pada perempuan > 6 mg%. Pemeriksaan laboratorium
Nominal
Sesuai tertulis dalam rekam medis Normal: nilai CKMB bila ≤ 24 U/L nilai Troponin T bila ≤ 14 pg/mL Meningkat: nilai CKMB bila > 24 U/L dan nilai Troponin T bila > 14 pg/mL
dirujuk.
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
35 Tekanan
Pengukuran pertama atau
Diukur dengan sfigmomanometer air
darah sistolik
rekaman
raksa pada lengan atas kiri atau kanan,
awal
dari
tekanan
darah
sistolik
dalam
milimeter
air
raksa.
Kategorik
dinyatakan dengan mmHg Sesuai tertulis dalam rekam medis Normal : nilai tekanan darah sistolik 100-139 mmHg Meningkat : nilai tekanan darah sistolik > 140 mmHg mmHg Menurun : nilai tekanan darah sistolik < 100 mmHg
Denyut
Jumlah denyut jantung
Dihitung dalam satu menit, dinyatakan
jantung
dalam satu satuan waktu
dalam kali / menit
Kategorik
Sesuai tertulis dalam rekam medis Normal : nilai denyut jantung 60-100 kali / menit Meningkat : nilai denyut jantung > 100 kali / menit Menurun : nilai denyut jantung < 60 kali / menit Henti
Henti
jantung
jantung
keadaan
adalah
Sesuai tertulis dalam rekam medis
Nominal
berhentinya
aktivitas jantung secara mendadak.
Pasien
menjadi tidak responsif, tidak bernapas dan tidak ada tanda-tanda sirkulasi. Bila
tidak
pertolongan jantung
diberikan resusitasi
paru
dan
defibrilasi dengan segera, akan
menyebabkan
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
36 kematian mendadak.
Deviasi
Adanya deviasi segmen
segmen ST
ST
lebih
dengan
1
atau
sama
mm
pada
Elektrokardiografi Sesuai tertulis dalam rekam medis
Nominal
Sesuai tertulis dalam rekam medis Derajat kelas killip I : tidak ada tanda gagal jantung kongestif II : bunyi S3 dan / ronki basah III : edema paru IV: renjatan kardiogenik
Ordinal
minimal dua lead yang sesuai Kelas killip
Derajat beratnya gagal jantung pada pasien SKA
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Disain Penelitian Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif berbasis penelitian prognostik, untuk menentukan kemampuan prediksi parameter demografi, klinis, laboratoris dan elektrokardiografi dalam memprediksi Major Adverse Cardiac Events 7 hari pada pasien sindrom koroner akut. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder (rekam medis) pasien yang menjalani perawatan di ICCU RSUPN Cipto Mangunkusumo. Pengambilan data dilakukan mulai bulan Januari 2010 - Desember 2013. 4.3. Populasi dan Subjek penelitian Populasi target penelitian adalah pasien dengan sindrom koroner akut. Populasi terjangkau adalah pasien sindrom koroner akut yang dirawat di ICCU RSUPN Cipto Mangunkusumo periode waktu Januari 2010- Desember 2013. Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian. 4.4 Perkiraan Besar Sampel Perkiraan besar sampel minimal pada penelitian prognostik dengan analisis berjenjang dihitung menggunakan rumus besar sampel rule of thumbs, yaitu mengalikan jumlah variabel bebas dari tiap-tiap instrumen dengan angka 10 untuk menentukan jumlah luaran (Major Adverse Cardiac Events) yang diperlukan. n= dengan
10 X VB p
n = Besar sampel Vb = Jumlah variabel bebas yang diteliti p = Prevalensi Major Adverse Cardiac Events pada pasien sindrom koroner akut 37
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
38
Pada penelitian ini akan diteliti 14 variabel prognostik yaitu usia, jenis kelamin, riwayat keluarga penyakit jantung koroner, diabetes, nilai hemoglobin, hitung leukosit, nilai kreatinin, nilai asam urat, nilai petanda enzim jantung, tekanan darah sistolik, denyut jantung, syok kardiogenik, deviasi segmen ST dan kelas killip. Pada studi sebelumnya diketahui prevalensi Major Adverse Cardiac Events pada pasien sindrom koroner akut adalah sebesar 12,1%5 sehingga besar sampel yang dibutuhkan adalah 1157 subjek. 4.5. Teknik Pemilihan Sampel Teknik pengambilan sampel dengan cara non probability sampling berupa consecutive sampling dari tahun yang datanya paling aktual yaitu tahun 2013 dimulai dari bulan desember retrospektif ke belakang. 4.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Subjek Penelitian 4.6.1. Kriteria Inklusi •
Pasien dengan sindrom koroner akut yang dirawat di ICCU RSCM pada periode waktu Januari 2010- Desember 2013.
4.6.2. Kriteria Eksklusi •
Pasien sindrom koroner akut yang dirawat di ICCU RSCM dengan data rekam medis yang tidak lengkap.
4.7. Cara Kerja Penelitian Pengumpulan data sekunder berdasarkan dari rekaman catatan medis yang tersedia dan mencakup: Data dasar pasien termasuk alamat lengkap dan nomor telepon yang bisa dihubungi Data anamnesis meliputi riwayat nyeri dada khas, riwayat diabetes, riwayat keluarga penyakit jantung koroner, riwayat penyakit sebelumnya dan obat-obatan yang dikonsumsi Data pemeriksaan fisik meliputi kesadaran, tanda vital, berat badan, tekanan vena jugularis, jantung, paru, abdomen dan ekstremitas
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
39
Data pemeriksaan laboratorium meliputi hemoglobin, leukosit, kreatinin, asam urat, enzim jantung (CKMB dan Troponin T), Data pemeriksaan elektrokardiografi Data penghitungan kelas killip Sampling dilakukan dengan mengambil data rekam medis pasien sindrom koroner akut dimulai dari Desember 2013 retrospektif ke belakang sampai tercapai jumlah sampel yang diinginkan. Dari data tersebut kemudian dievaluasi MACE 7 hari selama perawatan di rumah sakit untuk mengetahui luarannya melalui registri data rekam medis, hasil-hasil yang didapat kemudian dicatat dan selanjutnya dilakukan analisis data. 4.8. Alur Penelitian Pasien sindrom koroner akut
Kriteria penerimaan dan penolakan
Memenuhi kriteria
Disertakan dalam p enelitian
Tidak memenuhi kriteria
Dikeluarkan dari penelitian
Pengumpulan data
Kejadian Major Adverse Cardiac Events 7 hari selama perawatan di rumah sakit Analisa dan pengolahan data
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
40
4.9. Pengolahan dan Analisis Data Data hasil penelitian dicatat dalam formulir penelitian yang telah diuji coba terlebih dahulu. Setelah dilakukan editing mengenai kelengkapan pengisian formulir penelitian, data ini dikoding untuk selanjutnya direkam dalam komputer. Proses validasi data dilakukan untuk menjamin keabsahan data yang direkam dan selanjutnya dilakukan proses pengolahan data. Perhitungan nilai rata-rata hitung dan sebaran baku dilakukan untuk data yang bersifat kuantitatif, sekaligus dihitung rentangan nilainya menurut 95% batas kepercayaan (confidence interval). Untuk menemukan sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif digunakan analisis dengan tabel 2x2, analisis bivariat dilakukan antara masing-masing variabel dengan MACE dengan analisis Chi-Square disertai dengan perhitungan relative risk (RR) dan batas kepercayaanya. Variabel yang mempunyai p<0,25 pada analisis bivariat akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat (regresi logistik). Setelah didapatkan variabel mana saja yang bermakna melalui analisis multivariat (regresi logistik), kemampuan untuk mendiskriminasi nilai prognostik ditentukan dengan menggunakan area under receiver operating characteristic curve, kemudian dilakukan analisis model prognostik mana yang akan direkomendasikan. Untuk meningkatkan kegunaan dari model prognostik yang didapat, model tersebut akan ditransformasikan menjadi nomogram dengan statistik S-plus package. Sistem skor prediksi yang telah dibuat dinilai performanya melalui kalibrasi (dengan uji Hosmer-Lemeshow) dan kemampuan diskriminasinya (dengan melihat AUC). Model persamaan untuk menghitung probabilitas MACE diuji validitas internanya dengan metode Bootstrapping. 4.10.
Etika Penelitian
Penelitian ini mendapatkan persetujuan ethical approval dari komite etik penelitian kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo No 186/H2.F1/ETIK/2014 dan persetujuan izin penelitian dari bagian penelitian RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo. Semua data yang didapat dari rekam
medis
yang
dipergunakan
akan
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
dijaga
kerahasiaannya.
Universitas Indonesia
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian
ini
merupakan
suatu
penelitian
prognostik
dilakukan
dengan
mempergunakan data sekunder pasien sindrom koroner akut yang dirawat di ICCU rumah sakit dr. Cipto Mangunkusomo. Pengambilan data dilakukan secara consecutive mulai Januari 2010 sampai dengan Desember 2013. Sepanjang waktu tersebut didapatkan 1204 pasien SKA, dari 1204 pasien tersebut 1002 pasien memenuhi kriteria untuk ikut dalam penelitian, 202 pasien tidak memiliki data rekam medis yang lengkap. Dari 1002 subyek yang dilakukan analisa didapatkan MACE pada 112 subyek (9,21%). Didapatkan 650 subyek laki-laki (64,9%) dan 352 subyek perempuan (35,1%), MACE terjadi pada 63 subyek laki-laki (56,2%) dan 49 subyek perempuan (43,8%), 297 subyek berusia ≥ 65 tahun (29,6%) dan 705 subyek berusia < 65 tahun (70,4%) dengan median usia adalah 58 (18-90) tahun, MACE terjadi pada 44 subyek dengan usia ≥ 65 tahun (39,3%) dan 68 subyek usia < 65 tahun (60,7%). Dari 1002 subyek dengan diagnosa SKA didapatkan 489 subyek (48,8%) dengan diagnosa UAP yang disertai MACE pada 17 subyek (15,2%), 243 subyek (24,3%) dengan diagnosa NSTEMI yang disertai MACE pada 40 subyek (35,7%), 270 subyek (26,9%) dengan diagnosa STEMI yang disertai MACE pada 55 subyek (49,1%). Selengkapnya mengenai karakteristik subyek penelitian dapat dilihat pada tabel 5.1.
41
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
42 Tabel 5.1. Karakteristik Dasar Subyek Variabel
Seluruh subjek (%)
MACE Ya
Tidak
Usia (tahun)
≥65tahun
297 (29.6)
44 (39.3)
253 (28.4)
705 (70.4)
68 (60.7)
637 (71.6)
Jenis kelamin
<65tahun perempuan
352 (35.1)
49 (43.8)
303 (34.0)
laki-laki
650 (64.9)
63 (56.2)
587 (66.0)
ya
162 (16.2)
14 (12.5)
148 (16.6)
tidak
840 (83.8)
98 (87.5)
742 (83.4)
ya
332 (33.1)
44 (39.3)
288 (32.4)
tidak
670 (66.9)
68 (60.7)
602 (67.6)
menurun
308 (30.7)
45 (40.2)
263 (29.6)
normal
694 (69.3)
67 (59.8)
627 (70.4)
meningkat
476 (47.5)
78 (69.6)
398 (44.7)
normal
526 (52.5)
34 (30.4)
492 (55.3)
meningkat
404 (40.3)
78 (69.6)
325 (36.6)
normal
598 (59.7)
34 (30.4)
564 (63.4)
meningkat
392 (39.1)
87 (77.7)
305 (34.3)
normal
610 (60.9)
25 (22.3)
585 (65.7)
meningkat
507 (50.6)
94 (83.9)
413 (46.4)
normal
495 (49.4)
18 (16.1)
477 (53.6)
menurun
98 (9.8)
50 (51.0)
48 (49.0)
normal
904 (90.2)
62 (6.9)
842 (93.1)
meningkat
151 (15.1)
53 (47.3)
98 (11.0)
normal
851 (84.9)
59 (52.7)
792 (89.0)
positif
88 (8.8)
70 (62.5)
18 (2.0)
negatif
914 (91.2)
42 (37.5)
872 (98.0)
positif
587 (58.6)
85 (75.9)
502 (56.7)
negatif
415 (41.4)
27 (24.1)
384 (43.3)
III-IV
194 (19.4)
84 (75.0)
110 (12.4)
I-II
808 (80.6)
28 (25.0)
780 (87.6)
UAP
489 (48.8)
17 (15.2)
472 (53.0)
NSTEMI
243 (24.3)
40 (35.7)
203 (22.8)
STEMI
270 (26.9)
55 (49.1)
215 (24.2)
Riwayat keluarga PJK Diabetes Nilai hemoglobin Hitung leukosit Nilai kreatinin Nilai asam urat Enzim jantung Tekanan darah sistolik Denyut jantung Henti jantung Deviasi segmen ST Kelas killip Diagnosa
5.2 Analisis Bivariat Pada analisis bivariat faktor-faktor prediktor yang berhubungan dengan adanya MACE pada pasien SKA adalah usia ≥ 65 tahun, jenis kelamin perempuan, nilai hemoglobin yang menurun, jumlah leukosit yang meningkat, kadar kreatinin yang meningkat, nilai asam urat yang meningkat, peningkatan enzim jantung, tekanan darah sistolik menurun,
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
43
denyut jantung yang meningkat, henti jantung, deviasi segmen ST dan peningkatan kelas killip. Relative risk masing-masing faktor prediktor dengan interval kepercayaan (IK) 95% dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil analisa bivariat major adverse cardiac events MACE
Variabel
RR (95%IK)
p 0.043
Ya (%)
Tidak (%)
perempuan
49 (13.9)
303 (86.1)
1.43
laki-laki
63 (9.7)
587 (90.3)
(1.01-2.03)
≥65tahun
44 (14.8)
253 (85.2)
1.53
< 65tahun
68 (9.6)
637 (90.4)
(1.07-2.18)
ya
14 (8.6)
148 (91.4)
0.74
tidak
98 (11.7)
742 (88.3)
(0.43-1.26)
ya
44 (13.3)
288 (86.7)
1.30
tidak
68 (10.1)
602 (89.9)
(0.91-1.86)
menurun
45 (14.6)
263 (85.4)
1.51
normal
67 (9.7)
627 (90.3)
(1.06-2.15)
meningkat
78 (16.4)
398 (83.6)
2.53
normal
34 (6.5)
492 (93.5)
(1.72-3.71)
meningkat
78 (19.3)
326 (80.7)
3.39
normal
34 (5.7)
564 (94.3)
(2.59-6.07)
Nilai asam urat
meningkat
49 (13.9)
303 (86.1)
5.41
normal
63 (9.7)
587 (90.3)
(3.53-8.29)
Enzim jantung
meningkat
109 (11.5)
835 (88.5)
5.09
normal
3 (5.3)
54 (94.7)
(3.12-8.31)
menurun
50 (51.0)
48 (49.0)
7.43
normal
62 (6.9)
842 (93.1)
(5.46-10.13)
meningkat
53 (35.1)
98 (64.9)
5.06
normal
59 (6.9)
792 (93.1)
(3.64-7.02)
positif
70 (79.5)
18 (20.5)
17.31
negatif
42 (4.6)
872 (95.4)
(12.64-23.69)
positif
85 (14.5)
502 (85.5)
2.22
negatif
27 (6.6)
384 (93.4)
(1.47-3.36)
III-IV
84 (43.3)
110 (56.7)
12.49
I-II
28 (3.5)
780 (96.5)
(8.39-18.60)
Jenis kelamin
Usia (tahun)
Riwayat keluarga PJK
Diabetes
Nilai hemoglobin
Hitung leukosit
Nilai kreatinin
Tekanan darah sistolik
Denyut jantung
Henti jantung
Deviasi segmen ST
Kelas killip
0.024
0.326
0.173
0.029
< 0.001
< 0.001
< 0.001
< 0.001
< 0.001
< 0.001
< 0.001
< 0.001
< 0.001
5.3 Analisis Multivariat Variabel yang pada analisa bivariat memberikan nilai p <0,25 yaitu variabel usia, jenis kelamin, diabetes, nilai hemoglobin, hitung leukosit, nilai kreatinin, nilai asam urat,
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
44
enzim jantung, tekanan darah sistolik, denyut jantung, henti jantung dan kelas killip, diikutkan dalam analisa multivariat. Analisa multivariat dilakukan dengan menggunakan regresi logistik. Hasil analisa multivariat masing-masing dapat dilihat pada tabel 5.3 Tabel 5.3 Hasil analisa multivariat major adverse cardiac events Variabel
OR (95 % IK)
P
Jenis kelamin
2.66 (1.35-5.25)
0.005
Hitung leukosit
2.06 (1.02-4.16)
0.044
Nilai kreatinin
2.84 (1.43-5.66)
0.003
Nilai asam urat
3.79 (1.90-7.54)
< 0.001
Enzim jantung
3.26 (1.51-7.05)
0.003
Tekanan darah sistolik
3.48 (1.57-7.70)
0.002
Denyut jantung
2.46 (1.20-5.01)
0.013
42.04 (18.90-93.51)
< 0.001
6.31 (3.19-12.50)
< 0.001
Henti jantung Kelas killip
Pada akhir analisa multivariat terdapat 9 variabel yaitu jenis kelamin, hitung leukosit, nilai kreatinin, nilai asam urat, enzim jantung, tekanan darah sistolik, denyut jantung, henti jantung dan kelas killip yang mencapai kemaknaan secara statistik untuk MACE. Pada analisa multivariat MACE didapatkan OR dari variabel jenis kelamin perempuan adalah 2,66 artinya subyek yang memiliki variabel jenis kelamin perempuan memiliki kemungkinan mengalami terjadinya MACE 2,66 kali lebih tinggi dibandingkan subyek yang memiliki variabel jenis kelamin laki-laki. Pada variabel hitung leukosit didapatkan OR 2,06 yang bermakna subyek yang memiliki variabel peningkatan hitung leukosit memiliki kemungkinan mengalami terjadinya MACE 2,06 kali lebih tinggi dibandingkan dengan subyek yang memiliki variabel hitung leukosit normal. Pada variabel nilai kreatinin didapatkan OR 2,84 yang berarti subyek yang memiliki variabel peningkatan nilai kreatinin memiliki kemungkinan mengalami terjadinya MACE 2,84 kali lebih tinggi dibandingkan dengan subyek yang memiliki variabel nilai kreatinin normal. Pada variabel nilai asam urat didapatkan OR 3,79 yang
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
45
berarti subyek yang memiliki variabel peningkatan nilai asam urat memiliki kemungkinan mengalami terjadinya MACE 3,79 kali lebih tinggi dibandingkan dengan subyek yang memiliki variabel nilai asam urat normal. Pada variabel enzim jantung didapatkan OR 3,26 yang berarti subyek yang memiliki variabel peningkatan nilai enzim jantung memiliki kemungkinan mengalami terjadinya MACE 3,26 kali lebih tinggi dibandingkan dengan subyek yang memiliki variabel nilai enzim jantung normal. Pada variabel tekanan darah sistolik didapatkan OR 3,48 yang berarti subyek yang memiliki variabel penurunan tekanan darah memiliki kemungkinan mengalami terjadinya MACE 3,48 kali lebih tinggi dibandingkan dengan subyek yang memiliki variabel tekanan darah normal. Pada variabel denyut jantung didapatkan OR 2,46 yang berarti subyek yang memiliki variabel peningkatan denyut jantung memiliki kemungkinan mengalami terjadinya MACE 2,46 kali lebih tinggi dibandingkan dengan subyek yang memiliki variabel denyut jantung normal. Pada variabel henti jantung didapatkan OR 42,04 yang berarti subyek yang memiliki variabel henti jantung memiliki kemungkinan mengalami terjadinya MACE 42,04 kali lebih tinggi dibandingkan dengan subyek yang tidak mengalami henti jantung. Pada variabel kelas killip didapatkan OR 6,31 yang berarti subyek yang memiliki variabel peningkatan kelas killip memiliki kemungkinan mengalami terjadinya MACE 6,31 kali lebih tinggi dibandingkan dengan subyek yang memiliki variabel kelas killip yang lebih rendah. 5.3.1 Model Persamaan Probabilitas Untuk memprediksi probabilitas terjadinya MACE yang signifikan dilakukan analisa multivariat dengan teknik regresi logistik untuk mendapatkan koefisien regresinya, menggunakan 9 variabel prediktor yang bermakna secara statistik pada analisa regresi logistik. Berdasarkan analisa ini, maka probabilitas terjadinya MACE yang signifikan dapat dihitung dengan mempergunakan rumus model persamaan tertentu berdasarkan ada tidaknya variabel tertentu pada satu individu, model persamaan probabilitas yang didapat adalah sebagai berikut, 1 1+
𝑒 !!".!""!!,!"# !"!!,!"# !!!.!"# !"!!.!!" !"!!,!"# !"!!,!"# !"#!!.!"" !"!!.!"# !"!!.!"# !
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
46
Keterangan: Jk singkatan dari jenis kelamin, L: hitung leukosit, Kr: nilai kreatinin, Au: nilai asam urat, Ej: enzim jantung, Tds: tekanan darah sistolik, Dj: denyut jantung, Hj: henti jantung, K: kelas killip Dari persamaan diatas dapat dihitung probabilitas akan terjadinya MACE pada pasien SKA berdasarkan masing-masing variabel faktor risiko yang dimiliki oleh subyek tersebut. 5.3.2 Skor prediksi Major Adverse Cardiac Events Untuk menyederhanakan dan mempermudah penggunaan prediksi probabilitas MACE yang signifikan pada praktik klinis sehari-hari maka dibuat suatu sistem skor berdasarkan hasil dari analisa regresi logistik di atas. Dengan sistem skor ini identifikasi dan stratifikasi pasien SKA dengan risiko tinggi untuk terjadinya MACE dapat dilakukan dengan lebih mudah dan akurat. Skor prediksi MACE signifikan dapat dibuat berdasarkan pembulatan dari hasil pembagian koefisien regresi (B) dengan standard error (SE) dari masing-masing variabel prediktor. Dengan demikian kita dapat memperoleh skor untuk setiap variabel yang dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4 Skor prediksi major adverse cardiac events Variabel
B
SE
B/SE
Skor
Jenis Kelamin
0.980
0.346
2.829
1.40
1
Hitung leukosit
0.723
0.358
2.018
1.00
1
Nilai kreatinin
1.045
0.351
2.979
1.47
1
Nilai asam urat
1.332
0.351
3.793
1.88
2
Enzim jantung
1.183
0.363
3.008
1.49
1
Tekanan darah sistolik
1.249
0.404
3.089
1.53
2
Denyut jantung
0.899
0.363
2.478
1.23
1
Henti jantung
3.738
0.407
9.167
4.54
5
Kelas killip
1.843
0.348
5.287
2.62
3
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Pembulatan
Universitas Indonesia
47
Berdasarkan hasil dari analisa regresi logistik tersebut diatas kita juga dapat memperoleh skor kategori dari setiap variabel untuk prediksi MACE seperti yang dapat dilihat dari tabel 5.5. Tabel 5.5 Skor kategori variabel untuk prediksi major adverse cardiac events Variabel
Kategori
Jenis kelamin
Skor 1
Perempuan
Hitung leukosit
Nilai kreatinin
Nilai asam urat
Enzim jantung
Tekanan darah sistolik
Denyut jantung
Henti jantung
Kelas killip
Laki-laki
0
meningkat
1
normal
0
meningkat
1
normal
0
meningkat
2
normal
0
meningkat
1
normal
0
menurun
2
normal
0
meningkat
1
normal
0
ada
5
tidak ada
0
III-IV
3
I-II
0
Berdasarkan skor yang ada untuk masing-masing variabel, dengan menggunakan analisa regresi logistik dapat pula dibuat skor total sehingga dapat dihitung probabilitas terjadinya MACE berdasarkan jumlah skor untuk satu individu.
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
48 Tabel 5.6 Probabilitas terjadinya major adverse cardiac events berdasarkan skor total Skor Total
Probabilitas Adanya MACE
0-6
3,6 %
>6
83,5 %
83.5% 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
3.6 %
0-‐6
>6
Skor probabilitas terjadinya MACE Gambar 5. 1 Probabilitas terjadinya major adverse cardiac events
5.4 Kualitas Skor Prediksi (kalibrasi, kemampuan diskriminasi, validasi dan R square) Skor prediksi terjadinya MACE yang telah dibuat dinilai kualitas dan performanya melalui kalibrasi (dengan uji Hosmer-Lemeshow) dan
kemampuan diskriminasinya
dengan melihat nilai area under receiver operating characteristic curve (AUC). Pada skor prediksi terjadinya MACE didapatkan nilai uji Hosmer Lemeshow dengan nilai p=0,694 (p > 0,05) yang artinya model prediksi yang dibuat ini presisinya cukup baik. Sementara kemampuan diskriminasi dari sistem skor ini untuk membedakan pasien-pasien yang diprediksi akan mengalami terjadinya MACE dengan yang tidak akan mengalami MACE adalah baik (area under receiver operating characteristic curve [AUC] 0,95 dengan 95% IK, 0,93-0,97).
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
49
Validasi interna kedua sistem skor dilakukan memakai metode Bootstrapping. Setelah validasi dilakukan didapatkan nilai uji Hosmer-Lameshow untuk terjadinya MACE p = 0,664. Didapatkannya nilai uji Hosmer-Lameshow p > 0,05 setelah dilakukan metode Bootstrapping menunjukkan bahwa skor prediksi di atas memiliki validasi interna yang baik.
Gambar 5.2 Kurva receiver operating characteristic skor prediksi major adverse cardiac events
Pada analisis sensitivitas dan spesifisitas terhadap skor prediksi, didapatkan titik potong optimal dengan sensitivitas 86% dan spesifisitas 92% yang bermakna apabila skor > 6 maka kemungkinan besar akan terjadi MACE pada pasien SKA.
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
50
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 -‐1 0.5 1.5 2.5 3.5 4.5 5.5 6.5 7.5 8.5 9.5 10.5 11.5 12.5 13.5 14.5 15.5 17 SensiPvity
Specifity
Gambar 5.3 Sensitivitas dan spesifisitas skor prediksi
Pada skor prediksi terjadinya MACE didapatkan nilai R square sebesar 0,690, yang mengambarkan kemampuan variabel faktor risiko jenis kelamin, hitung leukosit, nilai kreatinin, nilai asam urat, enzim jantung, tekanan darah sistolik, denyut jantung, henti jantung dan kelas killip dalam menjelaskan varians terjadinya MACE pada pasien SKA sebesar 69% dan terdapat 31% faktor lain yang menjelaskan varians terjadinya MACE.
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian prognostik dengan jumlah subyek penelitian 1002 pasien SKA yang dirawat di ICCU Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pada kurun waktu Januari 2010 sampai dengan Desember 2013, dari 1002 subyek penelitian yang dengan jenis kelamin perempuan adalah sebanyak 352 subyek (35,1%) dan laki-laki sebanyak 650 subyek (64,9%). Hasil ini sejalan dengan kepustakaan yang mendapatkan pasien SKA laki-laki (68,1%) lebih banyak dari pada perempuan sejumlah (31,9%), walaupun pada populasi dan lokasi
penelitian yang berbeda hal ini
berhubungan dengan adanya perbedaan profil faktor risiko berdasarkan jenis kelamin. Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan, namun setelah fase menopause insidensi SKA meningkat dengan cepat dan sebanding dengan insidensi pada laki-laki, juga gejala nyeri dada pada perempuan sering atipikal, dan adanya bias jender menyebabkan SKA lebih sedikit pada perempuan dibanding laki-laki.11 Pada penelitian ini didapatkan median usia subyek 58 tahun, usia termuda adalah 18 tahun dan usia tertua 90 tahun. Hasil ini sejalan dengan kepustakaan yang menyebutkan mean usia pasien SKA 60,4 tahun.46 Berdasarkan diagnosa subyek pasien SKA didapatkan pasien dengan diagnosa UAP pada 489 (48,8%) subyek, NSTEMI pada 243 (24,3%) subyek, dan diagnosa STEMI didapatkan pada 270 (26,9%) subyek. Hasil ini sejalan dengan kepustakaan yang mendapatkan subyek pasien SKA dengan diagnosa UAP didapatkan pada 39% subyek, diagnosa NSTEMI pada 27% subyek dan diagnosa STEMI didapatkan pada 34% subyek. Pasien SKA dengan diagnosa UAP dijumpai lebih banyak dibandingkan pasien SKA dengan diagnosa STEMI berdasarkan patofisiologi pembentukan trombus dengan oklusi total yang lebih jarang terjadi. 47 6.2 Proporsi Terjadinya Kejadian Major Adverse Cardiac Events Adanya MACE terjadi pada 111 subyek (9,21%) pasien SKA, hal ini sesuai dengan kepustakaan yang mendapatkan terjadinya MACE pada 8-10% pasien yang mengalami SKA walaupun dengan terapi yang optimal, hal ini menekankan kita betapa pentingnya melakukan identifikasi dan stratifikasi risiko awal dalam penatalaksanaan SKA serta direkomendasikanya pedekatan yang terintegrasi dalam penilaian risiko awal tersebut.48 51
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
52
Proporsi MACE didapatkan hampir sama pada banyak penelitian, walaupun berbeda populasi dan lokasi namun sama dalam hal definisi dan cara ukur yang dipakai. Masih tingginya angka MACE pada pasien SKA membutuhkan penyempurnaan dalam penelitian prognostik dengan melakukan stratifikasi awal risiko yang mudah, akurat dan tepat. 6.3 Faktor-Faktor Prediktor Terjadinya Kejadian Major adverse cardiac events pada pasien Sindrom Koroner akut Pada penelitian ini diteliti faktor prediktor demografi (jenis kelamin dan usia), riwayat keluarga dan penyakit (riwayat keluarga penyakit jantung koroner dan riwayat diabetes mellitus), faktor prediktor laboratorium (nilai hemoglobin, hitung leukosit, nilai kreatinin, nilai asam urat dan nilai enzim jantung), faktor prediktor klinis (tekanan darah sistolik, denyut jantung, henti jantung dan kelas killip) serta faktor prediktor elektrokardiografi. 6.3.1 Usia Pada penelitian ini variabel usia ≥ 65 tahun berhubungan bermakna dengan MACE pada pasien SKA. Subyek dengan usia ≥ 65 tahun yang mengalami MACE sejumlah 14,9 % lebih banyak dibandingkan subyek dengan usia < 65 tahun yang hanya 9,6 % mengalami MACE, dan berdasarkan analisa bivariat didapatkan RR 1,53, 95% IK, 1,07-2,18, p=0,04. Annika R dkk,10 pada studinya mendapatkan angka MACE pada usia lanjut sebesar 5% dan berdasarkan analisa multivariat didapatkan peningkatan risiko mortalitas pada pasien usia lanjut ≥ 65 tahun dengan OR 3,54, 95% IK, 2,36-5,30. Dengan meningkatnya angka harapan hidup, rerata usia pasien SKA semakin meningkat yang mempengaruhi prognosa pasien yang mengalami SKA karena usia lanjut yang merupakan prediktor yang kuat untuk MACE pada pasien SKA. Pasien usia lanjut juga memiliki profil faktor risiko hipertensi dan diabetes yang lebih sering dibanding pasien usia muda. Pasien usia lanjut pada angiografi koroner memiliki stenosis left main dan penyakit 3 pembuluh darah yang lebih sering pada pasien usia lanjut namun lebih sedikit mendapat terapi yang agresif juga lebih sedikit dilakukan intervensi koroner perkutaneus maupun operasi bypass. Pasien usia lanjut juga lebih sering mengalami komplikasi gagal jantung dan atrial fibrilasi yang meningkatkan risiko terjadinya MACE. 49,50,51
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
53
6.3.1 Jenis Kelamin Faktor prediktor jenis kelamin berhubungan bermakna dengan MACE. Dengan mempergunakan analisa regresi logistik pada MACE didapatkan OR variabel jenis kelamin perempuan 1,50, 95% IK, 1,01-2,24; p=0,043. Hasil penelitian ini sejalan dengan studi yang dilakukan Berger dkk,52 dengan nilai OR 1,9%, 95% IK, 1,83-2,00; p=0,005, yang mendapatkan perempuan yang mengalami SKA memiliki profil faktor risiko yang lebih kompleks disertai gambaran angiografi koroner yang lebih parah. Perempuan mengalami kejadian kardiovaskular pertamanya 6-10 tahun lebih lambat dibanding pria sehingga perempuan yang mengalami SKA memiliki rerata usia yang lebih tua. Pada usia perempuan yang mengalami menopause, estrogen endogen tidak lagi protektif untuk kejadian kardiovaskular.52,53 Perempuan dengan SKA lebih banyak mengalami MACE 13,9% dibanding laki-laki 9,7%, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Viola dkk,54 yang mendapatkan MACE pada perempuan 23,9% lebih banyak dibandingkan pada laki-laki 18,6%. Perempuan memiliki profil risiko yang berbeda dibanding pria, selain usia yang lebih tua sekitar 10 tahun juga memiliki insidensi hipertensi dan diabetes yang lebih tinggi, namun perempuan lebih sedikit mendapat terapi medikamentosa yang agresif. Pada tindakan angiografi koroner didapatkan juga perempuan memiliki insidensi yang lebih tinggi terjadinya trombosis insitu dengan pembuluh darah yang kecil serta lebih vasospasme sehingga risiko untuk terjadinya MACE lebih tinggi.53,55 6.3.3 Riwayat Keluarga Penyakit Jantung Koroner Riwayat keluarga PJK tidak didapatkan sebagai faktor prediktor terjadinya MACE pada pasien SKA pada penelitian ini. MACE terjadi pada 14 subyek (8,6%) dengan riwayat keluarga PJK lebih rendah dibanding 98 subyek (11,7%) yang tanpa riwayat keluarga PJK. Adanya riwayat keluarga PJK tidak didapatkan berhubungan bermakna dengan MACE (RR 0,74, 95% IK, 0,43-1,26, p=0,326). Hal ini sejalan dengan penelitian David dkk,56 yang mendapatkan MACE 2,2% pada pasien dengan riwayat keluarga PJK dan 9,6% pada pasien tanpa riwayat PJK serta berdasarkan analisa multivariat didapatkan OR 0,5, 95% IK, 0,22-0,99. Pada pasien SKA yang disertai riwayat keluarga PJK mengalami SKA 2 dekade lebih awal dibandingkan yang tanpa riwayat keluarga PJK. Selain usia yang lebih muda
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
54
juga lebih sering pada laki-laki, dan lebih jarang menderita diabetes, hipertensi serta gagal jantung sehingga risiko untuk terjadinya MACE lebih rendah. Choongki dkk,12 pada penelitiannya juga mendapatkan berdasarkan analisa univariat, adanya riwayat keluarga PJK tidak berhubungan bermakna dengan MACE dengan HR 0,84, 95% IK, 0,66-1,06, p=0,132. 6.3.4
Diabetes
Pada pasien diabetes MACE terjadi pada 44 subyek (13,3%) lebih banyak dibandingkan 68 subyek (10,1%) tanpa diabetes dan berdasarkan analisa bivariat didapatkan RR 1,30, 95% IK, 0,91-1,86, p=0,173. Diabetes tidak didapatkan sebagai faktor prediktor terjadinya MACE pada pasien SKA di penelitian ini, dimana berdasarkan analisa multivariat variabel diabetes tidak didapatkan berhubungan bermakna dengan adanya MACE pada pasien SKA. Carolina dkk,13 pada studinya mendapatkan MACE sebesar 7,2% pada pasien SKA dengan diabetes, berdasarkan analisa multivariat didapatkan diabetes bukan merupakan prediktor independen untuk terjadinya MACE pada pasien SKA dengan OR 0,34, 95% IK, 0,13-0,92, p=0,033 namun pada evaluasi jangka panjang selama 1 tahun didapatkan peningkatan MACE sebesar 20,4% dan berdasarkan analisa multivariat didapatkan OR 2,61, 95% IK, 1,11-6,10, p=0,027. Keadaan hiperglikemia menginduksi toksisitas yang menyebabkan kerusakan vaskular, disfungsi endotelial, peningkatan aktivitas platelet dan neuropati autonomik, namun MACE terjadi hanya meningkat dalam jangka waktu yang panjang pasca SKA. Keadaan hiperglikemia juga menyebabkan cedera sel disebabkan karena respon inflamasi yang lebih tinggi, meningkatnya kadar intercellular adhesion molecule (ICAM)-1, meningkatnya produksi superoxide radicals dan reactive oxygen species (ROS) lainnya oleh stress oksidatif yang dalam jangka panjang meningkatkan risiko terjadinya MACE pada pasien SKA. 57,58 6.3.5
Nilai Hemoglobin
Pada penelitian ini 308 subyek (30,7%) mempunyai nilai hemoglobin yang rendah dibandingkan 644 subyek (69,3%) memiliki nilai hemoglobin yang normal, berdasarkan analisa bivariat didapatkan RR 1,51, 95% IK, 1,06-2,15, p=0,029. Hal ini sejalan dengan
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
55
penelitian Pierre dkk,14 yang mendapatkan 29% pasien SKA mengalami anemia, dan berdasarkan analisa multivariat didapatkan HR 2,262, 95% IK, 1,331-3,843, p=0,003. Pemeriksaan nilai hemoglobin memiliki kemaknaan signifikan berdasarkan analisa bivariat dalam memprediksi terjadinya MACE pada pasien SKA, keadaan anemia menurunkan hantaran oksigenasi ke lokasi miokard yang cedera juga daerah perifer menyebabkan gangguan keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen sehingga meningkatkan ukuran luas infark, risiko aritmia dan hipotensi, keadaan anemia ini juga sering disertai kondisi komorbid seperti usia lanjut, diabetes dan penurunan fungsi ginjal yang meningkatkan risiko terjadinya MACE pada pasien SKA. 8,14 6.3.6
Hitung Leukosit
Pada penelitian ini MACE terjadi pada 78 subyek (16,4%) yang disertai dengan peningkatan hitung leukosit lebih banyak dibandingkan pada 34 subyek (6,5%) yang tanpa disertai peningkatan hitung leukosit, dimana berdasarkan analisa multivariat didapatkan OR 2,06, 95% IK, 1,02-4,16, p=0,044. Julio dkk,15 pada studinya mendapatkan peningkatan hitung leukosit pada 19,9% pasien SKA dan berdasarkan analisa multivariat didapatkan OR 2,07, 95% IK, 1,08-3,94, p=0,027. Variabel hitung leukosit merupakan faktor prediktor untuk terjadinya MACE pada pasien SKA. Julio dkk, menyebutkan peningkatan hitung leukosit bukan hanya indikator inflamasi sistemik namun juga merupakan respon perbaikan cedera pasca SKA. Adanya peningkatan hitung leukosit pada pasien SKA menyebabkan terjadinya perubahan mikrosirkulasi, keadaan hiperkoagulasi, fenomena no-reflow karena leukosit, kardiotoksisitas tidak langsung yang dimediasi oleh sitokin proinflamasi, promosi iskemia cedera reperfusi dan disertai perluasan lokalisasi infark. Semakin luas lokalisasi nekrosis semakin besar pula respon lokal dan sistemik leukosit dimana hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya MACE pada pasien SKA.15,59 6.3.7
Nilai Kreatinin
Peningkatan nilai kreatinin pada studi ini terjadi pada 404 subyek (40,3%) dan 598 subyek (59,7%) memiliki nilai kreatinin yang normal, MACE pada pasien SKA terjadi pada 78 subyek (19,3%) dengan disertai peningkatan nilai kreatinin lebih tinggi dibandingkan 34 subyek (5,7%) yang tanpa disertai peningkatan nilai kreatinin. Nilai kreatinin merupakan faktor prediktor untuk terjadinya MACE pada pasien SKA,
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
56
berdasarkan analisa multivariat didapatkan OR 2,84, 95% IK, 1,43-5,66, p=0,003. Hasil ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Junichi Y dkk,16 dimana didapatkan MACE pada 17,8% subyek dan berdasarkan analisa multivariat didapatkan HR 1,43, 95% IK, 1,03-1,99, p=0,034. Pasien yang disertai peningkatan nilai kreatinin cenderung memiliki usia lebih tua, kelas killip ≥ II, hipertensi, dan penyakit pembuluh darah multipel. Konsentrasi serum kreatinin berhubungan dengan stres oksidatif, disfungsi endotel, aterosklerosis progresif, hiperkoagulasi yang meningkatkan risiko kardiovaskular. Peningkatan nilai kreatinin merefleksikan mekanisme patofisiologi berupa curah jantung yang rendah, penurunan aliran darah ginjal, kelebihan volume serta gangguan fungsi diastolik ventrikel kiri yang akan meningkatkan risiko terjadinya MACE pada pasien SKA. Nilai kreatinin tidaklah mengambarkan secara menyeluruh gangguan fungsi ginjal, pengukuran yang lebih akurat adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) yang mungkin dapat mengambarkan secara lebih baik hubungan antara penurunan fungsi ginjal dengan risiko MACE pada pasien SKA, dan nilai prognostik kalkulasi laju filtrasi glomerulus dalam memprediksi MACE pada pasien SKA juga mungkin lebih superior dibandingkan nilai kreatinin.16,60 6.3.8
Nilai Asam Urat
Variabel nilai asam urat merupakan variabel faktor prediktor yang didapatkan berhubungan bermakna dengan MACE pada pasien SKA, pada penelitian ini didapatkan MACE terjadi pada 49 subyek (13,9%) yang disertai peningkatan nilai asam urat dan 63 subyek (9,7%) yang tidak disertai peningkatan nilai asam urat, dan berdasarkan analisa multivariat didapatkan OR 3,79, 95% IK, 1,90-7,54, p<0,001. Hasil penelitian ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Bita dkk,61 yang mendapatkan peningkatan nilai asam urat berhubungan secara bermakna terhadap MACE pada pasien SKA yang berdasarkan analisa multivariat didapatkan OR 3,76, 95% IK, 1,02-17,53. Serum
asam
urat
berkolerasi positif
dengan
klasifikasi
killip
yang
menggambarkan keparahan fungsi ventrikel kiri, dimana terjadi gangguan ekskresi asam urat yang disebabkan oleh curah jantung yang rendah dan hipoksia jaringan. Kadar serum asam urat juga merefleksikan aktivitas xanthine oxidase yang bersirkulasi dan produksi stress oksidatif, serta peningkatan nilai asam urat juga berhubungan dengan penurunan produksi nitric oxide, disfungsi endotelial, penyakit mikrovaskular miokard dan inflamasi
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
57
lokal dimana hal ini berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya MACE pada pasien SKA.17,61 6.3.9
Enzim Jantung
Enzim jantung merupakan faktor prediktor terjadinya MACE pada pasien SKA. Pada penelitian ini enzim jantung didapatkan berhubungan bermakna dengan MACE yang terjadi pada 109 subyek (11,5%) yang disertai peningkatan enzim jantung dimana hanya 3 subyak (5,3%) tanpa peningkatan enzim jantung, dan berdasarkan analisa multivariat didapatkan OR 3,26; 95% IK, 1,51-7,05, p = 0,003. Sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Yariv dkk,62 yang mendapatkan pasien SKA dengan peningkatan enzim jantung mengalami risiko lebih tinggi terjadinya MACE dengan OR 1,80, 95% IK, 1,04-3,13, p < 0,005. Pada SKA terjadi nekrosis miokard yang akan melepaskan enzim jantung dari cytosolic, peningkatan enzim jantung sering ditemukan pada SKA dengan lesi koroner yang kompleks, trombus koroner yang berat, dan adanya gangguan aliran koroner. Peningkatan enzim jantung berkorelasi dengan luas ukuran infark yang menyebabkan peningkatan MACE pada pasien SKA.35,36,62 6.3.10 Tekanan Darah Sistolik Variabel tekanan darah sistolik merupakan variabel faktor prediktor yang didapatkan berhubungan bermakna dengan adanya MACE pada pasien SKA, MACE terjadi pada 50 subyek (51%) dengan penurunan tekanan darah sistolik dibandingkan 62 subyek (6,9%) yang tanpa penurunan tekanan darah sistolik, dimana berdasarkan analisa multivariat didapatkan OR 3,48, 95% IK, 1,57-7,70, p = 0,002. Hasil ini sesuai dengan penelitian Mohammad dkk,64 yang mendapatkan hasil berdasarkan analisa multivariat OR 1,95, 95% IK, 0,57-3,57, p = 0,0001. Pada pasien SKA yang disertai penurunan tekanan darah sistolik mengalami gangguan kombinasi dari curah jantung dan resistensi pembuluh darah sistemik, dimana hal ini menyebabkan perluasan nekrosis pada jaringan miokard dan mengakibatkan teraktivasinya sistem neurohormonal adrenergik yang menyebabkan meningkatnya MACE pada pasien SKA yang disertai penurunan tekanan darah sistolik.37,63
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
58
6.3.11 Denyut Jantung Variabel denyut jantung merupakan variabel prediktor yang didapatkan berhubungan bermakna dengan adanya MACE pada pasien SKA. Peningkatan denyut jantung terjadi pada 53 subyek (35,1%) yang mengalami MACE dibandingkan 59 subyek (6,9%) tanpa disertai peningkatan denyut jantung, dan berdasarkan analisa multivariat didapatkan OR 2,46, 95% IK, 1,20-5,01, p= 0,013. Peningkatan denyut jantung yang bermakna berhubungan dengan terjadinya MACE sejalan dengan studi yang dilakukan Kim dkk,65 yang mendapatkan peningkatan denyut jantung meningkatkan risiko terjadinya MACE pada pasien SKA dengan HR 1,32, 95% IK, 1,03-1,69, p = 0,029. Denyut jantung mempengaruhi kebutuhan oksigen miokard dan perfusi koroner juga menyebabkan progresi ruptur plak. Peningkatan denyut jantung akan meningkatkan hemodinamik dan stres mekanikal vaskular, peningkatan denyut jantung juga berdampak pada proaterogenik, disfungsi endotel, shear stress, oxidative stress, inflamasi, peningkatan aortic distensibility dan kekakuan vaskular yang meingkatkan risiko terjadinya MACE pada pasien SKA.38,64 6.3.12 Henti Jantung Henti jantung merupakan faktor prediktor terjadinya MACE pada pasien SKA di penelitian ini, henti jantung terjadi pada 70 subyek (79,5%) yang mengalami MACE dimana MACE hanya terjadi pada 42 subyek (4,6%) yang tidak mengalami henti jantung, dan berdasarkan analisa multivariat didapatkan OR 42,04, 95% IK, 18,90-93,51, p < 0,001, hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Christopher dkk,7 yang mendapatkan MACE terjadi pada 28,6% pasien yang mengalami SKA dan terdapat hubungan bermakna antara kejadian henti jantung dengan terjadinya MACE berdasar analisa multivariat didapatkan HR 9,2, 95% IK, 6,44-13,10, p < 0,001. Keadaan henti jantung terjadi banyak pada pasien usia lanjut, mengalami gangguan fungsi ginjal serta pada angiografi koroner didapatkan penyakit pembuluh darah multipel. Pada keadaan henti jantung terjadi gangguan perfusi pada pembuluh darah koroner, penurunan laju filtrasi glomerulus, gangguan hiperkoagulabilitas dan perluasan daerah infark, dimana hal ini menyebabkan peningkatan risiko terjadinya MACE pada pasien SKA.7,65
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
59
6.3.13 Deviasi Segmen ST Perubahan gambaran deviasi segmen ST pada elektrokardiografi pasien SKA berhubungan bermakna dengan MACE, pada penelitian ini MACE terjadi pada 85 subyek (14,5%) pasien SKA dengan disertai deviasi segmen ST lebih banyak dibandingkan hanya pada 27 subyek (6,6%) pasien SKA yang tidak dengan deviasi segmen ST, dan berdasarkan analisa bivariat di dapatkan RR 2,22, 95% IK, 1,47-3,36, p<0,001. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Jigar dkk,67 yang mendapatkan hubungan bermakna antara deviasi segmen ST dengan MACE dengan OR 1,46, 95% IK, 1,37-1,54, p< 0,0001. Pada pasien yang di sertai deviasi segmen ST berdasarkan angiografi koroner didapatkan stenosis lebih sering pada pembulu darah left main, left anterior descending proksimal serta sering di sertai penyakit arteri koroner 3 pembuluh darah, hal ini menyebabkan risiko terjadinya MACE meningkat pada kejadian SKA yang dengan adanya perubahan gambaran deviasi segmen ST.48,66 6.3.14 Kelas Killip Kelas killip pada penelitian ini dapat menggambarkan keparahan keadaan klinis dan hemodinamik yang terjadi pada pasien SKA. Pada penelitian ini di dapatkan peningkatan kelas killip akan meningkatkan risiko untuk terjadinya MACE pada pasien SKA. MACE terjadi pada 84 subyek (43,3%) dengan kelas killip III-IV dan hanya terjadi pada 28 subyek (3,5%) dengan kelas killip I-II, dan berdasarkan analisa multivariat di dapatkan OR 6,31, 95% IK, 3,19-12,50, p<0,001. Ayman dkk,43 pada penelitiannya mendapatkan peningkatan risiko terjadinya MACE sesuai dengan peningkatan kelas killip, pada kelas killip I-II di dapatkan OR 2,1, 95% IK, 1,25-3,69, kelas killip III OR 6,1, 95% IK, 3,41-10,86, dan pada kelas killip IV OR 28, 95% IK, 15,24-54,70. Pasien dengan kelas killip yang lebih tinggi memiliki penyakit arteri koroner yang lebih berat secara angiografi, insidensi yang lebih tinggi disfungsi ventrikel dan infark miokard yang lebih luas. Pada era trombolitik dan intervensi koroner perkutan angka MACE pada pasien SKA dengan kelas killip III-IV mengalami penurunan sampai 36% dibandingkan 81% pada era awal killip melaporkan studi observasionalnya. Pada kelas killip yang lanjut penggunaan optimal medikamentosa terapi harus di reduksi karena
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
60
kondisi hemodinamik yang tidak stabil seperti penyekat beta, penyekat enzim konversi angiotensin juga nitrat dimana semua hal ini menyebabkan MACE lebih tinggi pada pasien SKA dengan kelas killip yang lebih lanjut. 44 6.4 Skor Prediksi Major Adverse Cardiac Events pada Sindrom Koroner Akut Pada analisa multivariat dengan logistik regresi di dapatkan suatu sistem skor yang dapat menghitung probabilitas adanya MACE pada pasien SKA dengan suatu angka skor tertentu. Pada skor prediksi MACE skor 0-6, >6, masing-masing berhubungan dengan probabilitas adanya MACE sebesar 3,6% dan 83,5%. Berdasarkan skor prediksi MACE diatas, peneliti mengkategorikan skor prediksi menjadi risiko ringan-sedang dan tinggi. Untuk skor prediksi MACE, skor 0 sampai 6 dapat dikategorikan risiko ringan-sedang dengan probabilitas ditemukannya MACE sampai 3,6%. Skor > 6 dengan probabilitas ditemukannya MACE sebesar 83,5% dapat dikategorikan sebagai risiko tinggi. Untuk risiko ringan-sedang disarankan untuk dilakukan perawatan di ruang perawatan intensif dan direncanakan strategi invasif secara elektif, sedangkan jika didapatkan risiko tinggi disarankan untuk dilakukan perawatan intensif di unit perawatan intensif tersier yang memiliki fasilitas pemantauan hemodinamik invasif, ventilator dan tersedianya alat intra aortic balloon pump serta segera dilakukan tindakan strategi invasif awal (tabel 6.1). Tabel 6.1 Rekomendasi skor prediksi major adverse cardiac events pada sindrom koroner akut
Skor Risiko
Probabilitas MACE Rekomendasi
0-6
Ringan-Sedang
3,6%
Rawat intensif, invasif elektif
>6
Tinggi
83,5%
Rawat intensif tersier, invasif awal
6.5 Validasi Hasil Penelitian Validasi
interna
penelitian
prognostik
ini
dilakukan
mempergunakan
metode
bootstrapping menggunakan perangkat lunak statistik SPSS. Setelah dilakukan pengulangan sampel sebanyak 1000 kali didapatkan masing-masing nilai Hosmer Lameshow p=0,694 untuk terjadinya MACE, nilai p didapatkan >0,05 sehingga dapat
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
61
diasumsikan bahwa validasi interna penelitian ini baik, dalam kemampuannya sebagai faktor prediktor terjadinya MACE pada pasien SKA. Untuk validasi eksterna perlu dilakukan penelitian multisenter dengan disain yang serupa pada populasi SKA ditempat lain. Dengan dilakukan pada banyak tempat, diharapkan kemampuan inference dan generalisasi penelitian ini pada populasi target penderita SKA di indonesia dapat diketahui sehingga saran dan rekomendasi yang akan dibuat dapat lebih baik. 6.6 Kelebihan Penelitian Sejauh yang diketahui peneliti, penelitian ini merupakan penelitian pertama yang meneliti hubungan faktor-faktor prediktor baik faktor demografi (usia dan jenis kelamin), klinis (riwayat keluarga PJK, diabetes, tekanan darah sistolik, denyut jantung, henti jantung dan kelas killip), laboratoris (hemoglobin, leukosit, kreatinin, asam urat dan enzim jantung) serta pemeriksaan elektrokardiografi dengan adanya MACE pada pasien SKA. Penelitian multivariat dianggap merupakan penelitian untuk membangun hipotesis (hypothesis generating research), dan bukan penelitian untuk menguji hipotesis (hypothesis testing research). Kelebihan penelitian ini adalah menilai prediksi prognostik terhadap MACE pada pasien SKA. Pada penelitian ini juga dibuat sistem skor yang telah divalidasi untuk memprediksi adanya MACE pada pasien SKA sehingga perawatan intensif dan tindakan agresif awal dapat diprioritaskan untuk mencegah terjadinya komplikasi MACE pada pasien SKA dengan risiko tinggi dan melakukan perawatan serta tindakan yang cost effectiveness pada pasien SKA dengan risiko rendah. Hasil penelitian ini yang mempergunakan analisis multivariat dapat dipergunakan sebagai latar belakang untuk mengembangkan penelitian baru yang menguji hubungan atau asosiasi antara variabel independen yang berfokus pada variabel jenis kelamin, hitung leukosit, nilai kreatinin, nilai asam urat, enzim jantung, tekanan darah sistolik, denyut jantung, henti jantung dan kelas killip dengan variabel dependen MACE untuk menguji dan membuktikan lebih jauh peranan faktor-faktor yang bermakna tersebut dengan penelitian yang lebih sederhana dan terarah. Untuk klinikus yang sehari-hari bekerja dengan pasien SKA, hasil penelitian ini dapat membantu dalam skrining dan stratifikasi awal risiko untuk terjadinya MACE pada pasien SKA karena penelitian ini memiliki kemampuan diskriminasi untuk membedakan
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
62
pasien SKA risiko tinggi dengan risiko rendah cukup baik yang dinilai berdasarkan nilai AUC 0,95 dimana nilai AUC lebih dari 0,7 (70%) cukup baik dan memenuhi syarat untuk suatu model prediktor. 6.7 Kekurangan Penelitian Kekurangan utama pada penelitian ini adalah sampel hanya terbatas pada pasien SKA yang mengalami perawatan di ICCU tanpa melibatkan pasien SKA yang dirawat di instalasi gawat darurat dan ruang rawat biasa karena terbatasnya alokasi tempat tidur perawatan, disain penelitian kohort retrospektif sehingga menyebabkan banyak subyek penelitian di eksklusi karena data yang tidak lengkap. Beberapa faktor lain yang berhubungan dengan MACE pada pasien SKA namun tidak disertakan seperti laju filtrasi glomerulus, ejeksi fraksi ventrikel kiri berdasarkan ekokardiografi, nilai hsCRP, nilai interleukin, kadar homosistein, kadar ENO (endothelin nitrit oxide), N-terminal pro-B-type natriuretic peptide, Asymmetric Dimethyl Arginine (ADMA) karena keterbatasan fasilitas dan dana. Waktu observasi MACE yang hanya 7 hari tidak memberikan informasi prognosis pasien SKA dalam jangka panjang pasca mengalami infark miokard. Penulis menyadari kelemahan dan kekurangan penelitian ini sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut yang dapat memperbaiki generalisasi hasil penelitian pada populasi SKA secara umum.
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1
Kesimpulan
1. Proporsi MACE pada pasien SKA didapatkan sebesar 9,2%. 2. Jenis kelamin, hitung leukosit, nilai kreatinin, nilai asam urat, enzim jantung, tekanan darah sistolik, denyut jantung, henti jantung dan kelas killip merupakan faktor-faktor prediktor MACE pada pasien SKA. 3. Skor untuk memprediksi MACE pada pasien SKA berdasarkan kesembilan faktor prediktor tersebut adalah jenis kelamin wanita (skor 1), leukositosis (skor 1), peningkatan nilai kreatinin (skor 1), hiperurisemia (skor 2), peningkatan enzim jantung (skor 1), hipotensi (skor 2), takikardi (skor 1), henti jantung (skor 5) dan kelas killip III-IV (skor 3) dengan probabilitas MACE sebesar 3,6% bagi yang memiliki skor total 0-6 dan 83,5% pada yang memiliki skor > 6. Presisi sistem skor prediksi tersebut cukup baik dengan nilai uji Hosmer Lemeshow p=0,694, serta kemampuan diskriminasi sistem skor sangat baik dengan AUC 0,95 (95% IK, 0,93-0,97) sehingga bisa membedakan pasien SKA yang berisiko ringansedang maupun tinggi untuk terjadinya MACE. 7.2
Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan disain prospektif multisenter dengan menggunakan variabel yang lebih rinci untuk validasi eksternal dan memperjelas hubungan faktor-faktor prediktor dengan terjadinya MACE pada pasien SKA di Indonesia. 2. Secara khusus perlu dilakukan penelitian lanjutan yang berfokus pada waktu pemantauan terjadinya MACE 30 hari dan 1 tahun pasca mengalami SKA. 3. Untuk klinisi dan profesional medis lainnya yang berhubungan dengan pasien SKA perlu memperhatikan faktor prediktor jenis kelamin, nilai hemoglobin, hitung leukosit, nilai kreatinin, nilai asam urat, nilai enzim jantung, tekanan darah sistolik, denyut jantung, henti jantung dan kelas killip dalam memilih strategi penatalaksanaan SKA untuk mengurangi angka MACE dan bila didapati skor > 6 dianjurkan pasien SKA mendapatkan perawatan intensif serta segera dilakukan tindakan revaskularisasi dengan intervensi koroner perkutan dini.
63 Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA 1. Colin M, Ties B, Doris MF. The Global Burden of Disease. Geneva : World Health Organization, 2004 update 2. Tim Survei Kesehatan Nasional. Laporan Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional 2001: Studi Morbiditas dan Disabilitas. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional. 2007. 4. Paul E, Felix G, Philip U, Marco M, Pierre-Frederic K, Dragana R. Characteristic and outcome in Acute Coronary Syndrome Patients with and without Established Modifiable Cardiovascular Risk Factors: Insights from the Nationwide AMIS Plus Registry 1997-2010. Cardiology 2012; 121:228-36 5. Wawan Setyawan. Validasi skor TIMI dalam memprediksi mortalitas pasien sindrom koroner akut di Indonesia [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia, 2011. 6. Milena SM, Cihan S, Sanneke P.M. de Boer, Ron T. van Domburg, Robert-Jan van Geuns, Peter de Jaegere. Short-and Long-term Major Cardiac Events in patients undergoing percutaneous Coronary Intervention with Stenting for Acute Myocardial Infarction complicated by cardiogenic shock. Cardiology 2012;121:47-55 7. Christopher BG, Robert JG, Omar D, Karen SP, Kim AE, Christopher PC, et all. Predictors of Hospital Mortality in the Global Registry of Acute Coronary Events. Arch Intern Med. 2003;163:2345-53 8. Luis CLC, Alexandre CS, Michael S, Mariana B, Mayara M, Guilherme G, et all. Hemoglobin level adds prognostic value to the global registry of acute coronary events score in non-ST elevation acute coronary syndromes. Cardiology 2012;121:213-19 9. Gang H, Jiang LZ, Huaan D, Xian BL, Yue HY. Coronary score adds prognostic information for patients with acute coronary syndrome. Circulation 2010;74:490566 10. Annika R, Lars W, Maarten S, Anselm KG, Solomon B, Alexander B, et all. Age, clinical presentation, and outcome of acute coronary syndromes in the euroheart acute coronary syndrome survey. Eur Heart J 2006;27,789-95 11. Boonchu S, Permyos R, Kitipan V, Sopon S, Wiwun T, Pattanapong I. Impact of gender on treatment and clinical outcomes in acute ST elevation myocardial infarction patients in Thailand. J Med Assoc Thai 2007;90 (suppl 1):65-73 12. Choongki K, Hyuk JC, Iksung C, Ji MS, Donghoon C, Myung HJ. Impact of family history on the presentation and clinical outcomes of coronary heart disease: data from the Korea Acute Myocardial Infarction Registry. Korean J Intern Med 2013;28:547-56 13. Carolina L, Natalia A, Rogerio T, Fatima S, Elisabete J, Rui B. Predictors of adverse outcome in a diabetic population following acute coronary syndromes. Rev Port Cardiol 2011;30(03):263-75 14. Pierre VE, Sylvestre M, Claire P, Jonathan F, Stephanie B, Nadia B. Anaemia to predict outcome in patients with acute coronary syndromes. Arch Cardiovasc Dis 2013;106:357-65 15. Julio N, Lorenzo F, Angel L, Juan S, Vicent B, Vicente B, et all. Prognostic value of white blood cell count in acute myocardial infarction: long term mortality. Rev
64
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
65
Esp Cardiol 2005;58(6):631-9 16. Junichi Y, Hiroshi K, Yasuhiro I, Masahiro Y, Michitaka N, Shinya F, et all. Serum Creatinine on admission predicts long-term mortality in acute myocardial infarction patients undergoing succesful primary angioplasty. Circ J 2007;71:1354-59 17. Sunao K, Tomohiro S, Masaharu I, Kazuo K, Shunichi M, Masakazu Y, et all. Prognostic usefulness of serum uric acid after acute myocardial infarction ( The japanese acute coronary syndrome study). Am J Cardiol 2005;96:489-95 18. Backus BE, Six AJ, Kelder JH, Gibler, Moll FL, Doevendans PA. Risk scores for patients with chest pain: Evaluation in the emergency department. Curr Cardiol Rev 2011;7,2-8 19. Rhee JW, Sabatine MS, Lilly LS. Acute coronary syndromes. In Lilly LS, editors. Pathophysiology of heart disease. Fifth edition. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins. 2011; p.161-89 20. Elliot MA. ST-segment elevation myocardial infarction : Pathology, Pathophysiology, and clinical features. In Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, Libby P,Braunwald E, editors. Heart disease : A textbook of cardiovascular medicine. Ninth edition. Philadelphia: Elsevier, 2012;p.1087-99 21. Libby P. Current Concepts of the Pathogenesis of the Acute Coronary Syndromes. Circulation 2001;104: 365-72 22. Fox JJ, Strauss HW. One step closer to imaging vulnerable plaque in the coronary arteries. J Nucl Med 2009;50:497 23. Wasserman EJ, Shipley NM. Atherothrombosis in acute coronary syndromes: mechanisms, markers, and mediators of vulnerability. Mt Sinai J Med 2006;73:431 24. Myler RK, Frink RJ, Shaw RE. The unstable plaque : pathophysiology and therapeutic implications. J Invasive Cardiol 1990; 2: 117-28 25. Fuster V, Badimon L, Badimon JJ, Cheseboro JH. The pathogenesis of coronary artery disease and the acute coronary syndromes. N Engl J Med 1992; 326:310-18 26. Anil JM, Martin EE, David LB. Pathophysiology of acute coronary syndrome: Plaque rupture and atherothrombosis. In Allen Jeremis, David LB, editors. Cardiac Intensive Care. Second edition. Philadelphia. Saunders Elsevier. 2010;7386 27. Halvorsen B, Otterdal K, Dahl TB, Skjelland M, Gullestad L, Oie E, Aukrust P. Atherosclerotic plaque stability-what determines the fate of a plaque?. Prog Cardiovasc Dis 2008; 51:183-94 28. Hunt BJ. The relationship between abnormal hemostatic function and the progression of coronary artery disease. Curr Opin Cardiol 1990;5:758-65 29. Fuster V. Mechanisms leading to myocardial infarction : Insights from studies of vascular biology. Circulation 1994;90:2126-46 30. Elliot MA, David AM. ST-segment elevation myocardial infarction : Management. In Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, Libby P, Braunwald E, editors. Heart disease : A textbook of cardiovascular medicine. Ninth edition. Philadelphia: Elsevier, 2012;p.1111-77 31. Hicks KA, Hung HMJ, Mahaffey KW, Mehran R, Nissen SE, Stockbridge NL, Targum SL, Temple R. Standardized defininitions for end point events in cardiovascular trials. Circulation 2010; 20:1-37 32. Cannon CP, Brindis RG, Chaitman BR, et al. 2013 ACCF/AHA Key data
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
66
elements and definitions for measuring the clinical management and outcomes of patients with acute coronary syndromes and coronary artery disease. Circulation 2013;127:1052-89 33. Bakhai A, Collinson J, Flather M, et all. Diabetic patients with acute coronary syndromes in the UK: high risk and under treated. Results from the Prospective registry of acute ischemic syndromes in the UK (PRAIS-UK). Int J Cardiol 2005;100:79-84 34. Sabatine MS, Morrow DA, Giugliano RP, Burton PB, Murphy SA, McCabe CH, et all. Association of hemoglobin levels with clinical outcomes in acute coronary syndromes. Circulation 2005; 111: 2042-49 35. Donald SCA, Michelle PCK, Ellie D, Chim L, Allan S. The prognostic value of high sensitivity troponin T 7 weeks after an acute coronary syndrome. Heart 2012;98:1160-65 36. John HA, Rodney AS, Kenneth WM, Jaap WD, Kristin N, Magnus O. Association between minor elevations of creatine kinase-MB level and mortality in patients with acute coronary syndromes without ST-segment elevation. JAMA 2000;283(3):347-52 37. Christos P, Demosthenes P, Spyros Z, Yannis M, Antonis A, Petros S. Systolic blood pressure on admission predicts in-hospital mortality among patients presenting with acute coronary syndromes : The greek study of acute coronary syndromes. J Clin Hypertens 2008;10(5):362-66 38. David K, Christopher PC, Jane HB, Andrew C, William JR. Does initial and delayed heart rate predict mortality in patients with acute coronary syndromes?. Clin Cardiol 2004;27:80-6 39. Padma K, Yuling F, Wei CC, Robert AH, Galen SW, Shaun GG, et all. Prognostic value of Segmen STdepression in acute coronary syndromes: Insight from PARAGON-A applied to GUSTO-IIb. J Am Coll Cardiol 2001;38:64-71 40. Herlitz J, Karlson BW, Bang A, Sjolin M. Mortality and risk indicators for death during five years after acute myocardial infarction among patients with and without ST elevation on admission electrocardiogram. Cardiology 1998;89:33-9 41. Killip T, Kimball JT. Treatment of myocardial infarction in a coronary care unit. A two year experience with 250 patients. Am J Cardiol 1967;20:457-64 42. Rott D, Behar S, Gottlieb S, Boyko V, Hod H. Usefulness of the classification for early risk stratification of patients with acute myocardial infarction in the 1990s compared with those treated in the 1980s. Am J Cardiol 1997;80:859-64 43. Ayman EM, Mohammad Z, Wael A, Kadhim S, Abdulrahman A, Rajvir S, Jassim AS. Killip classification in patients with acute coronary syndrome: insight from a multicenter registry. Am J Emerg Med 2012; 30:97-103 44. Wayne LM, Scott W, Joseph PG, Stephen LK. Improved survival after acute myocardial infarction in patients with advanced killip class. Clin Cardiol 2000;23:751-8 45. Keith AAF, Omar HD, Robert JG, Karen SP, Kim AE, Frans VW, et all. Prediction of risk of death and myocardial infarction in the six months after presentation with acute coronary syndrome: prospective multinational observational study (GRACE). BMJ 2006;333:1091-4 46. Padinhare PM, Rony M, Sadasivan H, Mangalath NK, Geevar Z, Jhony J, et all. Presentation, management, and outcomes of 25748 acute coronary syndrome admissions in Kerala, India: results from the Kerala ACS Registry. Eur Heart J
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
67
2013;34(2):121-9 47. Mohammad Z, Wafa AR, Hisham S, Ali A, Bassam AA, Mustafa R, et all. Kuwait acute coronary syndromes registry: Baseline characteristics, management practices and in-hospital outcomes of patients hospitalized with acute coronary syndromes in kuwait. Med Princ Pract 2007;16:407-12 48. Christos P, Christina C, Demosthenes BP, Clhristodoulos S. Electrocardiographic findings at presentation, in relation to in-hospital mortality and 30-day outcome of patients with acute coronary syndromes; The GREECS study. Int J Cardiol 2008;123:263-70 49. David AH, Salim A, Idit DM, Basil SL. Improtance of increasing age on the presentation and outcome of acute coronary syndromes in elderly patients. J Am Coll Cardiol 2004;43(3):346-52 50. Shlomo S, Salomon B, Jonathan L, David H, Valentina B, Shmuel G. Presenting symptoms, admission electrocardiogram, management, and prognosis in acute coronary syndromes: differences by age. Am J Geriatr Cardiol 2004;13(4):188-96 51. Alvaro A, Marcia M, Frederick S, Joel MG, Keith AAF, Gilles M, et all. Impact of age on management and outcome of acute coronary syndrome: Observations from the Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE). Am Heart J 2005;149:67-73 52. Jeffrey SB, Laine E, Dianne G, Mathew R, Christopher BG, Paul WA, et all. Sex differences in mortality following acute coronary syndromes. JAMA 2009;302(8):874-81 53. Judith SH, Carolyn HM, Peter HS, Richard CB, Christopher PC, Tia DF. Outcome and profile of woman and men presenting with acute coronary syndromes: A report from TIMI IIIB. J Am Coll Cardiol 1997;30(1):141-8 54. Viola V, Lori P, Eric DP, William JR, Catarina IK, John C. Sex differences in mortality after acute myocardial infarction. Arch Intern Med 2009;169(19):176774 55. Hani Jneid, Gregg CF, Christopher PC, Adrian FH, Igor FP, Andrew OM. Sex differences in medical care and early death after acute myocardial infarction. Circulation 2008;118:2803-10 56. David H, Solomon B, Yoseph R, Valentina B, Shmuel G. Family history of coronary artery disease and prognosis after first acute myocardial infarction in a national survey. Cardiology 2004;102:140-6 57. Julio YT, Rogerio BR, Larissa CR, Solange DA, Jose AFR, Antonio DPM. Inhospital death in acute coronary syndrome was related to admission glucose in men but not in women. Cardiovasc Diabetol 2012;11(47):1-9 58. Carlos PP, Marcos DPO, Gustavo BAF, Esdras CS, Eduardo AAR, Jose ASBF, et all. Prognostic value of stress hyperglycemia for in-hospital outcome in acute coronary artery disease. Arq Bras Cardiol 2013;100(2):127-34 59. Luigina G, Francesco D, Luana C, Lorenzo M, Franca M, Alessandro S,et all. Neutrophils and clinical outcomes in patients with acute coronary syndromes and/or cardiac revascularisation. J Thromb and Haemost 2011;106(4):591-9 60. Craig RW, Christopher JO, Carlos AC, Robert PG, Donald MLJ. Elevated serum creatinin is associated with 1-year mortality after acute myocardial infarction. Am Heart J 2002;144:1003-11 61. Bita O, Fazlolah A, Mohammad A. The prognostic role of serum uric acid level in patients with acute ST elevation myocardial infarction. J Saudi Heart Assoc
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
68
2012;24:73-8 62. Yariv G, Allan SJ, Susan AW, Ruoxiang J, Veronique LR. Prognostic value of cardiac troponin T after myocardial infarction: A contemporary community experience. Mayo Clin Proc 2012;87(3):247-54 63. Mohammad AE, Manzoor M, Laila FK, Abu S. Prediction of major adverse cardiac events of patients with acute coronary syndrome by using TIMI risk index. J Dhaka National Med Coll Hos 2012;18(2):52-7 64. Kim F, Marie GB, Pierre A, Angel C, Marc F, Ian F, et all. Heart rate is a prognostic risk factor for myocardial infarction: A post hoc analysis in the PERFORM study population. Int J Cardiol 2013;168:3500-505 65. Shoko I, Shinichi N, Ryuta I, Ichiro T, Wataru I, Teruhiko T, et all. Usefulness of a simple prognostication score in prediction of the prognoses of patients with outof-hospital cardiac arrests. Int Heart J 2013;54:362-70 66. Jigar HP, Raghav G, Matthew TR, Andrew P, Stephen DW, Jorge FS, et all. Influence of presenting electrocardiographic findings on the treatment and outcomes of patients with non-ST-Segment elevation myocardial infarction. Am J Cardiol 2014;113:256-61
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Formulir Penelitian Skor Prediksi Major Adverse Cardiac Events Tujuh Hari pada Pasien Sindrom Koroner Akut Data dasar Nama Lengkap Alamat Lengkap Nomor Telepon Tanggal Lahir Jenis Kelamin Rekan Medis Tinggi Badan Berat Badan Pembiayaan
ASKES / JAMKESMAS / GAKIN / UMUM
Pekerjaan Pendidikan Riwayat Riwayat keluarga penyakit Jantung Koroner
Ya / Tidak
Riwayat Diabetes Mellitus
Ya / Tidak
Pemeriksaan Laboratorium Nilai Hemoglobin
---mg / dl
Jumlah Leukosit
---103 / µL
Nilai Kreatinin
---mg / dl
Nilai Asam Urat
---mg%
Enzim Jantung
CKMB / Troponin T /
---U/L/pg/ml
Keadaan Klinis Tekanan Darah Sistolik
---mr Hg
Denyut Jantung
---x/ menit
Henti Jantung
Ya / Tidak
Kelas killip
I/II/III/IV
Elektrokardiografi Deviasi segmen ST
Ya / Tidak
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Lampiran 1. Formulir Penelitian (lanjutan)
Diagnosis UAP / NSTEMI / STEMI Major Adverse Cardiac Events Kematian Kardiovaskular dan non kardiovaskular, infark miokard berulang, Stroke, Revaskularisasi intervensi koroner perkutan ulang
Ya / Tidak
Waktu terjadinya Major adverse cardiac events
----Hari
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Lampiran 2. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014
Lampiran 3. Persetujuan Ijin Penelitian
Skor prediksi ..., Dede Moeswir, FK UI, 2014