SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN
DAFTAR ISI Kondisi Umum Program Kesehatan ......................................................................................................... 1 1. Jumlah Kematian Balita dan Ibu pada Masa Kehamilan, Persalinan atau NifasError! not defined.
Bookmark
a. Lembaga serta Sektor Pendukung Sarana Kesehatan ................................................................. 2 b. Persentase Program Imunisasi Balita .......................................................................................... 4 2.
Proporsi Jumlah Gizi Buruk .............................................................................................................. 5 a. Analisis Korelasi Indikator Jumlah Gizi Buruk dengan Indicator Lainnya ................................... 5 b. Hubungan Jumlah Gizi Buruk dengan Jumlah Penduduk Miskin................................................ 6
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Perbandingan Anggaran Kesehatan Perkapita dengan Jumlah Penduduk ................................. 1 Gambar 2. Perbandingan Jumlah Kematian Balita dengan Ibu pada Masa Kehamilan dan Nifas ............... 2 Gambar 3. Jumlah Lembaga Pendukung Kesehatan Nasional dan Jumlah Dokter .................................... 3 Gambar 4. Persentase Pertolongan Pertama oleh Tenaga Kesehatan Terlatih Setiap Provinsi .................. 3 Gambar 5. Persentase Program Imunisa Campak, DPT, Hepatitis B dan Polio ............................................ 4 Gambar 6. Proporsi Jumlah kasus Gizi Buruk di setiap wilayah di Indonesia ............................................... 5 Gambar 7. Scatter Plot Jumlah Gizi Buruk dengan Jumlah Penduduk Miskin .............................................. 6
DAFTAR TABEL Table 1. korelasi Gizi Buruk, Jumlah Penduduk Miskin dan IPM ................................................................. 5
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Kondisi Umum Program Kesehatan Kesehatan merupakan kebutuhan yang penting dalam kehidupan seorang. Di Indonesia anggaran kesehatan jika dibandingkan dengan Kawasan Asean lainnya sangatlah kecil. Kondisi ini berlawan dengan kondisi pertumbuhan penduduk Indonesia yang merupakan penduduk terbesar di Kawasan Asean. Kondisi Indonesia terhadap jumlah penduduk dengan anggaran kesehatan di lampirkan pada Gambar 1. Gambar 1. Perbandingan Anggaran Kesehatan Perkapita dengan Jumlah Penduduk 2111 2000
1516 1500
1000 629 500
241.45
86.24 133
0
100
327 204
110 82.68
92
103
64.86
23.52 13.36 5.63 4.35 1.01 0.36 Vietnam Thailand Malaysia Kamboja Laos Singapura Timor Brunei Leste Anggaran Kesehatan perkapita (U$$) Jumlah Penduduk (Juta)
Indonesia Filipina
Ket: Anggaran Kesehatan Perkapita (WHO 2009 ) dan Jumlah Penduduk (2008,2009 2010) Gambar 1 menjelaskan bahwa Negara Indonesia memiliki jumlah penduduk tertinggi namun memiliki anggaran kesehatan yang tergolong rendah. Berdasarkan kondisi tersebut maka wajar rasanya jika pelayanan kesehatan di Indonesia masih kalah baik dari beberapa Negara di Asean , meskipun besarnya anggaran kesehatan tidak menjamin sistem kesehatan di suatu kawasan menjadi lebih baik termasuk di Negara Indonesia. Proses mengevaluasi program kesehatan/pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan umumnya dapat diihat dengan beberapa cara salah satunya melihat hasil beberapa indikator kesehatan tertentu seperti Jumlah kematian balita (usia dibawah 5 tahun) selama setahun terakhir, Jumlah kematian ibu pada masa kehamilan, persalinan atau nifas (40 hari setelah persalinan) selama setahun terakhir serta jumlah penderita gizi buruk di suatu kawasan. Derajat kesehatan dalam suatu negara umunnya dapat dilihat dari indicator-indikator utama kesehatan salah satunya indicator jumlah kematian (mortalitas) balita dan kematian ibu pada masa kehamilan, persalinan atau nifas. Apabila angka mortalitas tinggi di kawasan tertentu maka kondisi tersebut dapat mengambarkan tingkat kesehatan masyarakat disana tergolong rendah. Persebaran angka mortalitas ibu dan balita setiap provinsi ditampilkan dengan jelas pada Gambar 2. 1
Gambar 2. Perbandingan Jumlah Kematian Balita dengan Ibu pada Masa Kehamilan dan Nifas 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 Aceh Bali Banten Bengkulu Yogyakarta Jakarta Gorontalo Jambi Jabar Jateng Jatim Kalbar Kalsel Kalteng Kaltim Kep Babel Kep Riau Lampung Maluku Malut NTB NTT Papua Papua Barat Riau Sulbar Sulsel Sulteng Sultra Sulut Sumbar Sumsel Sumut
0
Jumlah kematian balita
Jumlah kematian ibu
Provinsi di Kawasan Jawa yaitu Provinsi Jawa barat, Jawa tengah serta Jawa timur merupakan 3 provinsi yang memiliki jumlah kematian balita serta jumlah kematian ibu tertinggi pada tahun 2011, dimana Jawa barat merupakan provinsi tertinggi dengan jumlah balita meninggal (7271 orang) dan jumlah Ibu meninggal (1394 orang). Hasil data tersebut tidak mengherankan karena tingkat mortalitas yang tinggi di Kawasan Jawa didukung dengan jumlah penduduk yang sangat besar, namun berbeda halnya dengan kondisi yang terjadi di Provinsi Papua dimana dengan jumlah penduduk relative kecil tetapi memiliki jumlah mortalitas bayi dan ibu yang sangat besar sehingga kemungkinan ada terjadi permasalahan kesehatan di daerah tersebut cukup tinggi. Beberapa indikator-indikator lain yang mempengaruhi peningkatan angka kematian ibu dan balita di suatu wilayah di antaranya adalah:
a. Lembaga serta Sektor Pendukung Sarana Kesehatan Lembaga kesehatan seperti polides, puskesmas, rumah sakit bersalin dan poskesda serta faktor pendukung lembaga kesehatan lainnya seperti dokter merupakan indikator-indikator kesehatan yang mempengaruhi tingkat mortalitas pada balita dan ibu pada masa kehamilan, persalinan atau nifas. Gambar 3 mengambarkan proporsi masing-masing lembaga serta faktor pendukung lembaga kesehatan nasional tahun 2011 .
2
Gambar 3. Jumlah Lembaga Pendukung Kesehatan Nasional dan Jumlah Dokter 50000 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
45291
28672
14408 9212 5245
jumlah dokter
Jumlah Polindes Jumlah Puskesmas Jumlah Rumah Jumlah Poskesdes (Pondok Bersalin Sakit Bersalin atau (Pos Kesehatan Desa) Rumah Bersalin Desa)
Selain lembaga-lembaga pendukung kesehatan nasional seperti puskesmas dan rumah sakit, indikator persentase pertolongan pertama kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih juga ikut mempengaruhi tingkat kematian balita serta ibu masa persalinan. Gambar 4 menjelaskan proporsi persentasi untuk pertolongan pertama kelahiran dengan tenaga kesehatan terlatih. Gambar 4. Persentase Pertolongan Pertama oleh Tenaga Kesehatan Terlatih Setiap Provinsi
Jakarta Yogyakarta Bali Sumbar Sumut Jatim Jateng Sulut Kep Riau Aceh Kaltim Bengkulu Riau Kep Babel Sumsel Lampung Kalsel Jambi Jabar Banten NTB Sulsel Papua Barat Kalteng Kalbar Sulteng Papua Maluku NTT Gorontalo Sultra Malut Sulbar
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Proporsi Pertolongan Pertama Kelahiran yang Ditolong oleh Tenaga Kesehatan Terlatih (Persen)
Provinsi Jakarta, Yogyakarta serta Bali merupakan 3 provinsi yang memiliki persentase lebih besar dari 90% untuk pertolongan pertama kelahiran oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Kondisi ini mengambarkan tingkat kepercayaan masyarakat mengunakan tenaga kesehatan terlatih seperti dokter, bidan dan sebagainya sangat tinggi. Persentase terendah untuk persentase pertolonagn pertama kelahiran dengan tenaga kesehatan terlatih adalah provinsi Sulawesi Barat sebesar 24.65 % . 3
b. Persentase Program Imunisasi Balita Gambar 5. Persentase Program Imunisa Campak, DPT, Hepatitis B dan Polio Yogyakarta Bali Jateng NTB Sulut Jakarta Lampung Bengkulu Kaltim Jatim Gorontalo NTT Jabar Sultra Kep Riau Sumsel Sulsel Kep Babel Riau Sulteng Kalteng Jambi Kalsel Papua Barat Aceh Sumbar Malut Kalbar Banten Sumut Sulbar Maluku Papua 0
50
100 Campak
150 DPT
200 250 HEPATITIS B
300 POLIO
350
400
Provinsi Yogyakarta merupakan provinsi yang tertinggi terhadap kombinasi program imunitasi balita sedangkan provinsi papua merupakan persentase terendah terhadap program imunisasi balita.
4
2. Proporsi Jumlah Gizi Buruk Masalah Gizi buruk merupakan salah satu indicator utama kesehatan. Proporsi jumlah penduduk Indonesia berdasarakan jumlah penderita gizi buruk pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 6. Proporsi Jumlah Kasus Gizi Buruk di Setiap wilayah di Indonesia 4317
36258 111370
89462
48178 85244 Sumatera
Jawa
Bali Nusra
Kawasan Jawa merupakan wilayah yang paling banyak ditemukan kasus gizi buruk (85244 kasus) sedangkan Kawasan Sulawesi memiliki kasus gizi buruk terkecil (4317 kasus). Kawasan Papua yang memiliki jumlah penduuduk yang kecil namun memiliki proporsi kasus gizi buruk besar. Kondisi yang terjadi di Papua menggambarkan terjadiny permasalahan kesehatan yang serius di wilayah tersebut. a. Analisis Korelasi Indikator Jumlah Gizi Buruk dengan Indikator lain Indikator kesehatan salah satunya jumlah kasus gizi buruk sangat memungkinkan berhubungan dengan indikator dalam bidang lain seperti indicator dalam bidang kemiskinan seperti jumlah penduduk miskin serta indicator bidang lainnya yaitu indek pembangunan manusia (IPM). IPM merupakan suatu nilai yang menggambarkan tingkat ekonomi, pendidikan (angka melek huruf) dan sebagainya sehingga memungkinnkan ada hubungan dengan indikator gizi buruk. Indicator-indikator yang diduga berhubungan dengan jumlah kasus gizi buruk dapat ditentukan dengan analisis korelasi. Hasil dari analisis korelasi ditampilkan pada Tabel 1. Table 1. Korelasi Gizi Buruk, Jumlah Penduduk Miskin dan IPM
Jumlah Gizi Buruk Jumlah Penduduk miskin IPM
Jumlah Gizi Buruk
Jumlah Pendududk miskin
IPM
1 0.647 0.000 -0.280 0.114
1 -0.019 0.914
1
5
Berdasarkan hasil dari analisis korelasi menghasilkan 3 hubungan yaitu; Hubungan antara jumlah kasus gizi buruk dengan jumlah penduduk miskin memiliki nilai korelasi sebesar 0.0647 dengan p value 0.000. Nilai tersebut mengambarkan hubungan korelasi positive sehingga semakin meningkat jumlah penduduk miskin meningkatkan kasus gizi buruk Hubungan antara jumlah kasus gizi buruk dengan indeks pembangunan manusia (IPM) memiliki korelasi sebesar -0.280 dengan p value 0.114. Nilai tersebut menggambarkan hubungan kedua indikator memiliki korelasi negative sehingga peningkatan nilai IPM mengakibatkan jumlah kasus gizi buruk menurun namun hasil tersebut tidak berbeda pada taraf nyata 5 % (0.114 > 0.05). Hubungan antara jumlah penduduk miskin dengan IPM memiliki nilai korelasi sebesar -0.019 dengan p value 0.914. Nilai tersebut menggambarkan hubungan kedua indikator memiliki korelasi negative sehingga peningkatan nilai IPM akan menurunkan jumlah penduduk miskin namun hasil tersebut tidak berbeda pada taraf nyata 5% (0.914 > 0.05).
b. Hubungan Jumlah Gizi Buruk dengan Jumlah Penduduk Miskin Berdasarkan hasil dari analisis korelasi terdapat satu hubungan kasus gizi buruk yang significant dengan jumlah penduduk miskin yang bersifat positif. atau memiliki hubungan yang berbanding lurus. Hal ini dapat dilihat dari hasil grafik scatter plot yang tertera pada Gambar 6. Gambar 7. Scatter Plot Jumlah Gizi Buruk dengan Jumlah Penduduk Miskin
Gambar 6 mengambarkan bahwa plot masing-masing provinsi membentuk mengikuti garis linear. Sebagian besar provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin yang tinggi memiliki memiliki jumlah kasus gizi buruk yang tinggi pula karena berbanding lurus namun kondisi tersebut tidak terjadi pada provinsi NTT. Provinsi NTT meskipun memiliki jumlah penduduk miskin lebih rendah dari provinsi di Kawasan Jawa tetapi memiliki kasus gizi buruk tertinggi (26123 kasus). Kondisi ini mengambarkan bahwa telah terjadi permasalah kesehatan yang serius di NTT. 6
9
7