JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.1, Tahun XVII, Maret 2003, 45-50. ISSN 0215-1685
Sintesis Metil Ester Sebagai Aditif Bahan Bakar Solar Dari Minyak Sawit M. Nasikin dan Ade Makhdiyanti Program Studi Teknik Kimia, Departemen Teknik Gas dan Petrokimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok 16424 Tel. 7863515, 7863516 email :
[email protected]
Abstrak Untuk mengurangi kandungan NOx, HC, dan partikulat yang dihasilkan dari penggunaan solar, dapat dilakukan dengan meningkatkan angka setana (cetane number/CN) karena solar dengan angka setana yang lebih tinggi akan menurunkan ignition delay dan meningkatkan kwalitas pembakaran. Salah satu cara meningkatkan angka setana adalah penambahan aditif pada solar. Aditif komersial yang merupakan senyawa organik nitrat adalah Ethyl Hexyl Nitrate (EHN). Pada penelitian ini dilakukan pembuatan aditif yang berasal dari minyak sawit menggunakan NH4NO3 dengan proses katalisis asam. Hasil reaksi adalah metil ester (ME) yang memiliki struktur mirip EHN. Spektra IR hasil reaksi menunjukkan adanya ME yang diindikasikan dengan munculnya spektrum NO2 pada 1635 cm-1. Hal ini mengindikasikan bahwa MEN dapat disintesa dengan metode nitrasi dan yield yang dihasilkan adalah 73%. Penambahan 0,5% ME ke dalam solar menyebabkan peningkatan CN solar dari 44 menjadi 47.
Abstract To reduce NOx, HC, and particulate that are produced by diesel engine, can be done by increasing cetane number (CN). Addition a cetane improver additive to diesel fuel is one of alternative. Ethyl Hexyl Nitrate (EHN) is a commercial cetane improver additive that is an organic nitrate compound. In this research a cetane improver additive was synthesized using palm oil as a raw material using NH4NO3 in acid catalyze reaction. This reaction produced methyl ester (ME) compound that has similar chemical structure with EHN. IR spectra showed that ME is indicated by spectrum NO2 at 1635 cm-1. This result showed that ME can be synthesized by this method and yield was 73%. Addition 0,5% volume of ME to diesel fuel increased CN from 44 to 47. Key-Words : cetane improver, palm oil, methyl ester
memiliki angka setana yang rendah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 yang menunjukkan perbandingan antara solar Indonesia dengan mutu solar di dunia yang dibagi dalam 3 Kategori. Terlihat dari Tabel 1 bahwa solar Indonesia masih dibawah Kategori I, terutama standar angka setana. Angka setana yang rendah menyebabkan mesin memerlukan ignition delay yang panjang dan menyebabkan pembakaran tidak sempurna, boros bahan bakar, berisik, bergetar serta mengeluarkan polutan dalam jumlah besar. Oleh karena itu peningkatan angka setana minimal sampai standar kategori I harus dilakukan. Apalagi solar Indonesia juga masih dibawah kualitas solar beberapa negara Asia. Tabel 2 menunjukkan bahwa angka setana solar Indonesia berada dibawah angka setana solar negara Asia.
1. Pendahuluan Penggunaan mesin diesel saat ini sudah sangat luas dan dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pengguna mesin diesel yang terbesar adalah sektor transportasi, sehingga kendaraan bermotor merupakan salah satu penyumbang polutan berbahaya seperti NOx, SOx, dan partikulat yang dapat menyebabkan polusi udara. Saat ini, di kotakota besar di Indonesia, polusi udara akibat gas buangan kendaraan bermotor sudah sangat memprihatinkan. Untuk mengurangi laju polusi udara ini maka perlu dilakukan perbaikan pada mesin diesel dan bahan bakar solar. Selain untuk mengurangi laju polusi udara, perbaikan kualitas bahan bakar solar sangat diperlukan karena bahan bakar solar Indonesia masih
45
M. Nasikin dan A. Makhdiyanti
Peningkatan angka setana ini dapat dilakukan dengan cara penambahan aditif pada solar. Aditif yang telah komersial adalah Ethyl Hexyl Nitrate (EHN). Disamping itu, dikenal juga beberapa aditif peningkat angka setana seperti senyawa peroksida dan alkohol. Aditif EHN ini merupakan senyawa organik nitrat yang disintesis dari turunan minyak bumi sehingga merupakan bahan yang tak terbarukan selain berharga relatif mahal karena proses sintesanya memiliki jalur yang cukup panjang. Tabel 1 Kualitas Minyak Solar [1, 2] Sifat Angka Setana
Indonesia Kategori Kategori Kategori I II III 45 48 53 55
820 - 860 820 - 850 820 - 840 Densitas@15oC, Kg/m3 Viskositas@40oC, 1,6 - 5,8 2 - 4,5 2 - 4,0 2 - 4,0 mm2/s 0,5 0,5 0,03 Bebas Kandungan sulfur, % wt 370 355 340 T95 oC maks
Tabel 2 Kualitas Minyak Solar Negara Asia [1, 2] Sifat Angka Setana
Indonesia Malaysia Thailand Singapura 45
50
50
51
Minyak sawit merupakan bahan terbarukan yang mengandung senyawa organik dengan struktur rantai hidrokarbon yang panjang. Teknologi reaksi kimia organik dapat dipakai untuk merekayasa struktur hidrokarbon minyak sawit untuk dirubah menjadi menyerupai EHN. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa organik dari minyak sawit dengan metode nitrasi. Metode ini telah dikenal sebagai metode yang sangat tepat untuk mensubstitusi gugus nitroso kedalam senyawa hidrokarbon. Hasil dari reaksi ini ialah metil ester (ME). ME dengan struktur yang mirip EHN diharapkan memiliki CN yang tinggi sehingga dapat berfungsi sebagai aditif peningkat CN untuk solar. Senyawa organik dari minyak sawit memiliki peluang untuk dijadikan aditif peningkat CN karena minyak sawit dalam bentuk metil ester (biodiesel) memiliki angka setana yang tinggi
46
yaitu 62,4. Sedangkan ME adalah derivat dari biodisel yang memiliki gugus nitroso seperti aditif komersial (EHN)[3]. Proses sintesis ME melewati tahap sintesis ester dengan metode baku yang telah banyak dilaporkan oleh peneliti pada publikasi sebelumnya.[4,5,6] Ester yang memiliki viskositas setara dengan minyak solar dijadikan produk antara agar ME memenuhi syarat untuk dicampurkan kedalam solar, terutama syarat viskositas. ME yang terbentuk diharapkan dapat meningkatkan angka setana sampai 3-7 seperti yang terjadi pada penambahan aditif EHN. 2. Penelitian 2.1 Sintesa Ester Pada sintesa ester dilakukan titrasi untuk menghitung jumlah NaOH yang dibutuhkan sebagai katalis. Metode yang dipakai ialah mereaksikan NaOH dengan campuran isopropil alkohol dan minyak sawit sampai pH = 8-9. Menggunakan sejumlah NaOH yang telah ditentukan dengan metode tersebut, dilakukan pembuatan sodium metoksida (CH3ONa) dengan cara mereaksikan NaOH dan CH3OH dalam labu reaksi pada kondisi tekanan dan suhu kamar. Reaksi transesterifikasi dilakukan dengan mencampurkan minyak sawit dan CH3ONa. Hasil yang diperoleh diendapkan dan kemudian dipisahkan antara gliserin dan metil ester. Metil ester yang diperoleh dicuci sampai pH = 7 (netral) lalu dipanaskan untuk menghilangkan kadar air dalam metil ester tersebut. 2.2 Sintesa Metil Ester (ME) Sintesa metil ester (ME)dilakukan dengan mereaksikan ester dengan NH4NO3. Reaksi yang terjadi adalah :[7,8] R’COOCH3 + NO2+ ! R’CONO2CH3 + H3O+
(1)
Hasil dari reaksi ini lalu dimurnikan dengan cara refluks, lalu dicuci dengan air untuk menghilangkan asam dan ditambahkan CaCl2 anhidris untuk mengemulsi air yang ada akibat pencucian.
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.1, Tahun XVII, Maret 2003, 45-50
Sintesis Metil Ester sebagai Aditif Bahan Bakar Solar dari Minyak Sawit
2.3 Pengukuran Densitas dan Suhu Distilat
3.2 Karakterisasi IR
Pengukuran densitas dilakukan dengan menggunakan piknometer sedangkan pengukuran suhu distilat dilakukan dengan menggunakan unit distilasi. Pengukuran ini dilakukan untuk menghitung Cetane Index (CI) yang nantinya digunakan untuk menghitung angka setana.
Karakterisasi IR dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif gugus nitrat pada ME. Adanya gugus ini mengindikasikan keberhasilan sintesis dan memberikan kemungkinan bahwa ME memiliki CN yang tinggi setara dengan EHN. Karakterisasi ini dilakukan terhadap sampel solar, metil ester, ME, solar + ME dalam berbagai konsentrasi, dan asam nitrat (1%) yang dipakai sebagai pembanding.
2.4 Karakterisasi Metil Ester Dengan IR Uji karakterisasi IR dilakukan untuk mengetahui keberadaan gugus fungsi pada senyawa organik yang dihasilkan dan melihat besarnya serapan untuk menghitung yield reaksi. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1 Sintesis Ester dan ME Hasil yang diperoleh dari sintesa ester dan metil ester (ME) adalah ester yang berwarna kuning jernih dan lebih jernih dari warna minyak sawit yang digunakan. Hasil sintesis berupa campuran padat dan cair, padatan yang terbentuk merupakan campuran antara sabun dan gliserin sedangkan cairan yang berada dibagian atas adalah metil ester. Secara visual dapat dianalisis bahwa metil ester memiliki viskositas yang jauh lebih rendah dari minyak sawit. ME hasil sintesis berwarna coklat tua. Warna ME hasil sintesis tersebut berbeda dengan warna EHN yang berwarna kuning jernih. Hal ini disebabkan bahan baku yang berbeda antara sintesis ME dan EHN. Walaupun terjadi perbedaan warna antara keduanya, ME memiliki kelarutan yang sama dengan EHN dimana keduanya larut sempurna dalam solar. ME hasil sintesis masih tercampur dengan sisa asam dan sisa katalis sehingga harus dipisahkan dengan dekantasi. ME berada dibagian atas campuran sedangkan asam dan katalis dibagian bawah. Hasil pemisahan merupakan ME dengan pH antara 1 sampai 2. Proses pencucian 2 sampai 3 kali dengan air akan menaikkan pH ME mendekati 6. Mengingat pH minyak solar juga berkisar antara 6, maka pH ME sebesar 6 dapat dianggap memenuhi syarat untuk dicampurkan kedalam solar sebagai aditif.
Pada Gambar 1 dapat dilihat perbandingan antara spektra asam nitrat (1%), metil ester dan MEN dimana pada spektra ammonium nitrat (Gambar 1.a) memperlihatkan adanya gugus fungsi yang terdapat pada spektra 1635 cm-1. Pada ME juga ditemukan spektra pada 1635 cm-1 (Gambar 1.c), sedangkan pada metil ester tidak ditemukan spektra tersebut (Gambar 1.b). Hal ini menunjukkan bahwa ME yang disintesis memiliki gugus nitrat dan mengindikasikan juga keberhasilan sintesis dengan metode ini. Dari indikasi terbentuknya senyawa metil ester seperti ditunjukkan pada Gambar 1, maka ME hasil sintesis dapat diprediksi seperti terlihat pada Gambar 2. Transmittance (%)
100
(a)
(b)
(c) 0
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.1, Tahun XVII, Maret 2003, 45-50
3000
2000 Wavenumber cm-
1
1000
Gambar 1 Spektra IR (a)NH4NO3, (b) Ester (c)ME NO2 R’ – C O – CH3 CH3 R’ = C-16
Gambar 2. Prediksi Rumus Bangun ME
47
M. Nasikin dan A. Makhdiyanti
Apabila rumus bangun ME pada Gambar 2 dibandingkan dengan rumus bangun EHN pada Gambar 3, terlihat kemiripan antara keduanya. Karena kemiripan antara dua senyawa organik nitrat ini, diharapkan ME juga memiliki sifat seperti EHN yaitu dapat meningkatkan angka setana minyak solar.
Sedangkan persamaan ASTM D-4737 dapat dituliskan sebagai berikut: CCI = 45.2 + (0.0892) (T10N) + [0.131 + (0.901) (B)] (T50N) + [0.0523 – (0.420) (B)] (T90N) + (0.00049) [(T10N)2 – (T90N)2] + (107) (B) + (60) (B2) …(3)
CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – CH – CH2 – O – NO2 CH2 CH3
[
Gambar 3 Rumus Bangun EHN
Selanjutnya, untuk mengetahui kelarutan dan homogenitas ME dalam solar dilakukan juga analisis menggunakan spektra IR terhadap solar dan campuran solar dengan ME dimana sampel diambil pada beberapa posisi dalam labu pencampur. Spektra IR campuran solar dan ME pada berbagai komposisi menunjukkan adanya spektra nitrat pada 1635 cm-1 dengan intensitas yang sama untuk setiap posisi pengambilan sampel. Hal ini mengindikasikan bahwa ME larut sempurna dalam solar sehingga terbentuk campuran yang homogen. Kelarutan sempurna aditif dalam solar merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi karena pengendapan aditif akan menganggu kinerja pompa injektor serta menimbulkan kerak di ruang bakar. 3.3 Perhitungan Cetane Index (CI) dan Cetane Number (CN) CN dapat ditentukan dengan metode ASTM D-631 menggunakan mesin uji. CN dapat juga diprediksi menggunakan angka Cetane Index (CI) yang merupakan fungsi titik didih komponen penyusun solar serta densitas solar. Metode ini dapat dilakukan dalam skala laboratorium dengan peralatan gelas standar. Pada penelitian ini, perhitungan CI dilakukan dengan menggunakan persamaan ASTM D976 dan ASTM D-4737[10]. Persamaan ASTM D-976 adalah sebagai berikut: CCI = 454. 74 –1641.416 * ρ + 774.74 ρ – 0.554 *T50 + 97.83 * (Log T50) (2) 2
48
dimana : "# CCI = cetane indeks hasil perhitungan "# D=ρ= densitas solar atau solar + aditif pada 15oC "# DN = D – 0.85 (−3.5 )(DN ) "# B = e −1 "# T10 = suhu ketika 10 % distilat terbentuk "# T10N = T10 – 215 "# T50 = suhu ketika 50 % distilat terbentuk "# T50N = T50 - 260 "# T90 = suhu ketika 90 % distilat terbentuk "# T90N = T90 – 310
]
Hasil pengukuran densitas dan suhu distilat dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 menunjukkan terjadinya kenaikan densitas minyak solar akibat penambahan ME walaupun peningkatan densitas hanya sebesar maksimum 1,4% pada penambahan 1,5% ME dan angka tersebut masih memenuhi persyaratan densitas solar menurut Pertamina. Kenaikan densitas ini secara langsung mempengaruhi CI karena hubungan fungsional antara keduanya seperti ditunjukkan pada persamaan 2 dan 3. Akibat penambahan ME pada solar juga menyebabkan kenaikan temperatur distilat dengan kenaikan sebesar 13% akibat penambahan 1,5% ME. Kenaikan kedua parameter ini disebabkan oleh sifat ME yang terutama merubah kestabilan termal solar. Hasil perhitungan CI dan CN dapat dilihat pada Tabel 4. Perhitungan angka setana dilakukan dengan mengurangi hasil CI dengan angka 2. Persamaan yang menghubungkan antara CI dan CN ini telah dilaporkan oleh penulis [11]. Dari hasil perhitungan CN yang diperoleh dengan metode yang sama, dapat dilihat bahwa angka setana solar meningkat dengan ditambahkannya MEN pada solar. Kenaikannya adalah ± 3 untuk penambahan
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.1, Tahun XVII, Maret 2003, 45-50
Sintesis Metil Ester sebagai Aditif Bahan Bakar Solar dari Minyak Sawit
Tabel 3 Densitas dan Temperatur Distilat ρ (gr/cm3) 0,8258 0,8633
SAMPEL Solar Ester Solar (80%) + Ester (20%) Solar (99,5%) + ME (0,5%) Solar (99%) + ME (1%) Solar (98,5%) + ME (1,5%)
T10 (oC) 189 242,67
T50 (oC) 232,67 340
Terdapat perbedaan hasil perhitungan CI maksimal 0,5% dari kedua metode yang mengindikasikan CI hasil perhitungan ini mendekati angka yang sesungguhnya.
53,00 Cetane Index
metil ester nitrat 0,5–1,5%. Aditif ini sangat potensial untuk meningkatkan CN karena aditif komersial (EHN) juga memiliki kemampuan yang mirip yaitu meningkatkan CN sebesar 3-8 untuk penambahan 0,05 sampai 0,4% volume.[12] Disamping itu, aditif ME meamiliki keunggulan yaitu disintesis dari bahan yang terbarukan, ramah lingkungan dan harga yang lebih murah.
52,50 52,00 51,50 51,00 50,50
T90 (oC) 287 369,67
0
0,5
1
1,5
2
% Nitrat ASTM D-976
ASTM D-4737
Gambar 4 Pengaruh Penambahan Metil Ester Terhadap CI 0,8455
211,33
272
339
0,8326
207,33
250
293,33
0,8330
201,33
252,67
305
0,8372
214
263,33
309
Tabel 4. Perhitungan CI dan CN ASTM D976
ASTM D4737
SAMPEL
CI
CN
CI
CN
Solar
46,54
44,54
46,78
44,78
Ester Solar (80%) + Ester (20%) Solar (99,5%) + ME (0,5%) Solar (99%) + ME (1%) Solar (98,5%) + ME (1,5%)
53,52
51,52
53,04
51,04
49,77
47,77
49,26
47,26
49,04
47,04
49,06
47,06
49,59
47,59
49,34
47,34
50,69
48,69
50,68
48,68
Gambar 4 menunjukkan perbedaan hasil perhitungan angka setana menggunakan metode ASTM D-976 dan ASTM D-4797.
Penambahan metil ester nitrat atau aditif pada solar tidak berpengaruh secara langsung terhadap CI apabila penambahan tersebut tidak merubah densitas dan temperatur distilat. Akan tetapi karena densitas dan temperatur distilat dari campuran solar + metil ester nitrat tersebut berubah dengan naiknya konsentrasi aditif (lihat Tabel 3), maka panambahan aditif jenis ini mempengaruhi CI yang nantinya berpengaruh pada CN. Semakin besar densitas dan semakin tinggi suhu distilat maka semakin besar nilai CI dan CN. Hal ini dapat dilihat pada metil ester yang memiliki densitas paling besar dan suhu distilat paling tinggi memiliki nilai CI yang paling tinggi pula dibandingkan dengan nilai CI yang lain (lihat Tabel 3 dan 4) 3.4 Perhitungan Yield Reaksi Perhitungan yield reaksi dilakukan untuk menentukan berapa banyak nitrat yang bereaksi dengan metil ester. Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan hasil FTIR dari NH4NO3 dan metil ester nitrat yang telah ditambahkan asam asetat (CH3COOH) sebagai zat pembanding. Hasil dari perbandingan spektra ini menunjukkan bahwa asam asetat pada NH4NO3 dan ME muncul pada spektrum 3394 cm-1 dan 3316 cm-1. Spektrum asam asetat yang digunakan sebagai referensi untuk
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.1, Tahun XVII, Maret 2003, 45-50
49
M. Nasikin dan A. Makhdiyanti
menghitung NO2 pada ME adalah yang berada pada 3394 cm-1. Dengan menggunakan data tinggi puncak pada masing-masing spektrum serta membandingkan dengan tinggi puncak pada spektrum referensi, diperoleh yield sebesar 73%. Angka ini mengindikasikan banyaknya nitrat yang bereaksi dengan metil ester. Data ini menunjukkan bahwa sintesis ME menggunakan metode ini cukup efektif karena mendapatkan yield lebih dari 50%. 4. Kesimpulan 1. Metil Ester dapat diperoleh dengan mereaksikan ester dengan NH4NO3 dengan cara nitrasi menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku dalam reaksi katalisis asam. 2. Yield reaksi adalah 73% yang menunjukkan jumlah metil ester yang berubah menjadi ME. 3. Spektra IR NO2 sebagai identifikasi terbentuknya ME pada sintesis ini terdapat pada 1635 cm-1. 4. Rumus bangun ME hasil sintesis menyerupai EHN dimana keduanya merupakan senyawa organik nitrat. 5. Perhitungan Cetane Index (CI) dengan metode ASTM D-976 dan ASTM D-4737 menghasilkan CI dengan perbedaan maksimum 0,5% yang mengindikasikan bahwa CI mendekati angka sebenarnya. 6. Penambahan metil ester pada solar sebesar 0,5% menyebabkan : "# kenaikan densitas maksimal sebesar 1,4% akibat penambahan 1,5% aditif "# kenaikan suhu distilat maksimal sebesar 13% akibat penambahan 1,5% aditif "# kenaikan Cetane Index dan Cetane Number dari 44,54 menjadi 47,04.
Free Supercritical Methanol, A Research Report, Kyoto University, Japan, 2001 4. M.Nasikin dan Rizky A, Sintesis Aditif Cetane Improver dari Minyak Sawit Menggunakan Reagen Grignard, Prosiding Seminar SNTPK V, Jakarta 2003 5. M.Nasikin, R.Arbianti, dan A.Azis, Aditif Peningkat Angka Setana Bahan Bakar Solar Yang Disintesis Dari Minyak Kelapa, Jurnal Makara, Vol.6, Agustus 2002 6. M.Nasikin dan A.Nababan, Pengaruh Aditif Berbasis Minyak Sawit Terhadap Peningkatan Angka Setana Minyak Solar, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia, Bandung, April 2003 7. Sykes, P., Penuntun Mekanisme Reaksi Kimia Organik, Edisi VI, PT Gramedia, Jakarta, 1989. 8. Brown, T.L; Eugene L.M; and. Bursten B.E, “Chemistry: The Control Science”, Edition 8, Prentice Hall Inc., US, 1977 Diesel Fuel Additives, 9. Chevron, http://www.chevron.com. 10. Ladommatos, N. and Goacher, J., Equations for Predicting The Cetane Number of Diesel Fuel From Their Physical Properties, Brunel University, United Kingdom,1995. 11. M.Nasikin dan E.K Rani, Studi Literatur Perhitungan Angka Setana dan Indeks setana, Laporan Penelitian Jurusan TGP FTUI, 2001. 12. Seemuth, Paul D, “Cetane Improver Composition”, US Patent No. 4.536.190, Los Angles, 1984.
Daftar Acuan 1. Japan
Cooperation Center Petroleum, Standart of Diesel Oil, Tokyo, Japan, 2001. 2. PERTAMINA, Karakter Minyak Solar Indonesia, Jakarta, 1999. 3. Kusdiana, D, and Saka, S., Biodiesel Fuel For Diesel Fuel Substitute by a Catalyst
50
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.1, Tahun XVII, Maret 2003, 45-50