Proceeding, Seminar of Intelligent Technology and Its Applications (SITIA’2000) Graha Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 19 April 2000
SINERGI KECERDASAN TIRUAN DALAM SISTEM INSTRUMENTASI ELEKTRONIKA Adang Suwandi Ahmad Intelligent System Research Group Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung, 40132, Indonesia
[email protected]
Abstrak Kecerdasan Tiruan dikembangkan untuk menyempurnakan kinerja sistem instrumentasi elektronika. Untuk dapat memenuhi kriteria akurasi dan presisi yang tinggi, yang diperlukan dalam melakukan pendeteksian dan pengolahan informasi, berbagai kategori kecerdasan tiruan dapat diintegrasikan secara sinergi sesuai dengan keunggulan spesifik masing-masing kategori. Dalam makalah ini diuraikan penggunaan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk meningkatkan kinerja sensor dan prosesor, penggunaan sistem Fuzzy untuk prosesor pengendali dan penggunaan Pemograman Cerdas untuk meningkatkan keandalan komunikasi data. Dari uraian tersebut diperoleh gambaran bahwa sinergi kecerdasan tiruan dalam sistem instrumentasi elektronika dapat meningkatkan kualitas kinerja sistem. Dibahas pula perspektif Riset dan Pengembangan Kecerdasan Tiruan di Indonesia yang dapat berperan-serta untuk pemetaan potensi, eksplorasi dan pemeliharaan serta pengolahan sumber daya alam Indonesia yang multidimensional dalam membangun bangsa Indonesia yang mandiri. I.
menggelutinya. Russel dan Norvig (2) menggambarkan bahwa kecerdasan tiruan mempunyai dimensi peniruan perilaku dan dimensi peniruan cara berfikir manusia. Sistem yang mampu menirukan perilaku manusia dibentuk oleh subsistem yang mempunyai kemampuan sebagai berikut : menyimpan informasi, 2. menggunakan informasi yang dipunyai untuk melakukan suatu pekerjaan dan untuk menarik kesimpulan, 3. beradaptasi dengan suatu keadaan baru, 4. berkomunikasi dengan pengguna. Sistem yang mampu menirukan cara berfikir manusia terdiri atas dua kategori, yaitu sistem yang mampu melakukan emulasi kepakaran seseorang, disebut sistem berbasis pengetahuan atau sistem pakar (knowledge based expert system) dan sistem yang mampu melakukan komputasi secara cerdas yang berbasis kecerdasan komputasional (computational Intelligence). Kecerdasan komputasional dibedakan dari kecerdasan berbasis pengetahuan (3) oleh kemampuannya dalam mengenal pola, kemampuan adaptif, bersifat fault tolerance, mempunyai kecepatan proses dan galat (error) proses mendekati kinerja manusia. Dalam DARPA (4), kecerdasan tiruan dibagi dalam tiga kategori berdasarkan pengolahan informasi yang dilakukan, yaitu ; 1. kecerdasan tiruan yang diprogram,
Kecerdasan Tiruan dan Sistem Instrumentasi Elektronika.
Pengamatan manusia terhadap makhluk hidup (termasuk dirinya sendiri) dan perkembangan teknologi komputasi memicu berkembangnya peniruan kecerdasan manusia. Sinergi perkembangan teknologi mikroelektronika dengan teknologi komputasi telah berhasil mengangkat kembali upaya pengembangan mesin belajar yang pernah terhenti akibat teknologi yang pada saat itu tidak dapat mendukungnya (1). Komputer yang mendorong peningkatan akselerasi perkembangan kecerdasan tiruan, pada awalnya diciptakan untuk menirukan cara manusia melakukan penghitungan. Sistem instrumentasi dirancang bangun untuk dipergunakan antara lain sebagai perangkat pengukuran dan pengendalian. Sinergi kecerdasan tiruan dalam sistem instrumentasi memiliki harapan cerah (promising) peningkatan kinerja dan akurasi sistem serta kepresisian data besaran ukur. Selain menjadi salah satu bagian sistem instrumentasi, kecerdasan tiruan dapat pula dipergunakan sebagai perangkat pemodelan dalam tahap perancangan sistem. 1.1. Topologi Kecerdasan Tiruan Kecerdasan Tiruan masih belum mempunyai definisi baku yang diterima oleh semua akhli yang
1
Proceeding, Seminar of Intelligent Technology and Its Applications (SITIA’2000) Graha Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 19 April 2000
2. 3.
sistem pakar, sistem yang mampu belajar. Dari uraian tersebut di atas (2, 3, 4), dapat diusulkan untuk didefinisikan bahwa kecerdasan tiruan terdiri atas dua dimensi, yaitu peniruan perilaku dan peniruan cara berfikir. Termasuk ke dalam peniruan perilaku adalah kecerdasan tiruan yang diprogram. Peniruan cara berfikir terdiri atas dua bagian, yaitu peniruan proses berfikir dan peniruan proses komputasi. Termasuk ke dalam peniruan proses berfikir adalah sistem pakar yang selanjutnya berkembang ke arah pemrograman cerdas ( intelligent programming ); dan peniruan proses komputasi yaitu kecerdasan komputasional yang terdiri atas sistem Fuzzy (Fz), Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dan Algoritma Genetik (AG). Topologi kecerdasan tiruan yang disusun berdasarkan pendekatan desain, cara akusisi pengetahuan dan bentuk implementasinya, diperlihatkan pada tabel 1, sebagai hasil adaptasi (2), (3) dan (4). Masing-masing kategori kecerdasan tiruan mempunyai keunggulan spesifik dalam penggunaannya. Sinergi berbagai kecerdasan tiruan dalam implementasi sistem instrumentasi akan dapat menyempurnakan keakurasian sistem dan kepresisian data hasil pengolahan.
1.2. Sistem Instrumentasi Elektronika Secara umum, sistem instrumentasi elektronika (gambar 1) terdiri atas Sensor, Prosessor, Aktuator atau Peraga atau Penyimpan Data yang masing-masing berfungsi sebagai pendeteksi besaran fisika atau kimia, pengolah sinyal atau data atau pemberi perintah (command), pelaksana perintah atau penampil atau penyimpan informasi/data. Sesuai dengan fungsi yang direncanakan, arsitektur sistem dapat dipilih dari arsitektur terpusat atau arsitektur terdistribusi. Berdasarkan keunggulan masing-masing kategorinya, kecerdasan tiruan dapat digunakan untuk meningkatkan kepresisian besaran ukur yang dideteksi Sensor, keakurasian Prosesor dalam pemrosesan data/informasi, kepresisian Aktuator atau Peraga dan juga keandalan sistem instrumentasi dalam pengolahan informasi (termasuk komunikasi data/informasi antar subsistem). Kajian biaya produksi dan kemudahan dalam perawatan dan perbaikan, merupakan dasar esensial pemilihan kategori kecerdasan tiruan yang dipergunakan dalam memproduksi sistem instrumentasi elektronika. Dengan demikian selain berdasarkan kinerja yang diinginkan, kecerdasan tiruan dipergunakan dalam merealisasikan sistem instrumentasi yang cerdas didasari pula oleh ketepatan fungsinya.
Tabel 1 Topologi Kecerdasan Tiruan
Kategori Kecerdasan Tiruan diprogram (Smart System) Kecerdasan Tiruan berbasis Pengetahuan
Pendekatan Desain Pemodelan dan Pemrograman
Akuisisi Pengetahuan Pemograman
Implementasi Perangkat keras yang dijalankan oleh perangkat lunak
Keunggulan Spesifik (Generik) Untuk sistem yang mempunyai prosedur baku/statis
-
Sistem Pakar (Expert System)
Emulasi kepakaran dalam menyelesaikan masalah
Observasi kepakaran
Perangkat lunak
Diagnosis
-
Pemograman Cerdas (Intelligent Programming)
Emulasi cara berfikir manusia
Algoritma / proses berfikir
Perangkat lunak
Algoritma
Pengenalan pola
Optimasi
Kecerdasan Tiruan Komputasional -
JST (kemampuan belajar)
Pilihan arsitektur JST
Belajar (dengan dan tanpa pengawasan)
-
Fuzzy (Granular Computation)
Penerapan bahasa manusia ke dalam mesin
Berbasis rancangan aturan (rule based)
Perangkat lunak / Simulasi dan atau Perangkat keras Perangkat lunak dan atau perangkat keras
Emulasi evolusi dalam biologi
Mekanisme evolusi
Perangkat lunak
-
Algoritma - Genetik (Evolutionary Computation)
2
Pengendalian
Proceeding, Seminar of Intelligent Technology and Its Applications (SITIA’2000) Graha Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 19 April 2000
dengan pemberian bobot interkoneksi awal yang acak. Teknik Pemodelan ini (selanjutnya disebut SuLanKu) diuji dalam memodelkan Sistem Pusat Tenaga Listrik Uap (PLTU). Banyaknya parameter PLTU yang saling berpengaruh mengharuskan dijalankannya strategi pemilihan parameter yang paling berpengaruh diantara semua parameter yang ada dan penskalaan data agar dapat sesuai dengan batasan fungsi aktivasi yang digunakan oleh JST WiHoProB. Untuk pemilihan parameter dominan, digunakan metoda PCA (Principal Component Analysis) dengan menggunakan program SAS. Dibandingkan dengan teknik pemodelan matematik ARX (Auto Regresive with eXtensive variable) yang merupakan pemodelan matematik yang banyak digunakan, dari uji coba tersebut diperoleh gambaran bahwa teknik pemodelan SuLanKu menghasilkan model dengan kepresisian yang lebih tinggi dan adaptif terhadap perubahan harga parameter. Pada Gambar 2. dan Gambar 3. diperlihatkan masing-masing arsitektur JST WiHoProB yang digunakan dan perbandingan galat yang dicapai pada teknik pemodelan ARX dan teknik pemodelan SuLanKu.
Aktuator
Peraga Sensor
Prosesor Penyimpan
Tx
Gambar 1 Diagram Blok Sistem Instrumentasi Elektronika II. Pemodelan sistem menggunakan kecerdasan tiruan (5) Untuk melakukan analisis atau disain suatu sistem, diperlukan model dari sistem tersebut. Model suatu sistem dapat berbentuk model fisik atau model matematik. Model matematik biasa disebut sebagai fungsi alih sistem, yang merepresentasikan karakteristik sistem. Dalam membuat dan menganalisis model matematik suatu sistem non-linier, biasanya dilakukan pendekatan linier. Linierisasi ini menghadirkan karakteristik sistem yang dimodelkan tidak persis seperti +1
+1
Output Pattern Y
+1
+1
y1 = x1( 4 )
s1(1)
Input Pettern X w1
.
+1
x
s2(1)
w2
wn
. . .
x2(1)
. . .
. .
. . . +1
+1 (1) sj
x(j1)
s
( 2) k
x
+1
+1
(2) k
(3) sl
x
y m = x m( 4)
(3) l
∆w Algoritma JWH
Gambar 2 Arsitektur WiHoProB
kenyataannya, namun hanya mendekati saja. Untuk membuat model dengan presisi tinggi, pendekatan pola dapat dipergunakan, yaitu dengan membandingkan pola keluaran terhadap pola masukan. Telah dikembangkan suatu teknik pemodelan sistem dinamik non-linier dengan pendekatan pengenalan pola menggunakan JST arsitektur Widrow-Hoff-Propagasi Balik (WidrowHoff-Back Propagation/ WiHoProB). JST Widrow-Hoff (WiHo) digunakan untuk menentukan bobot interkoneksi awal JST Propagasi Balik (ProB) agar proses belajarnya dapat berlangsung lebih cepat dibandingkan
Grafik Perbandingan SSE_JST dengan SSE_ARX terhadap Waktu (t) 0.6
0.5
SSE
0.4
0.3
0.2
0.1
0 0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
SSE_JST SSE_ARX
Waktu (t)
Gambar 3 Grafik perbandingan galat ARX dan SuLanku 3
Proceeding, Seminar of Intelligent Technology and Its Applications (SITIA’2000) Graha Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 19 April 2000
3.2. Aktuator Cerdas Suatu proses produksi industrial biasanya merupakan suatu proses sekuensial yang berurut dari satu tahapan proses ke tahapan proses berikutnya. Dilihat dari proses produksi secara keseluruhan, tahapan-tahapan proses produksi dijalankan secara paralel. Dilihat dari segi sistem pengendalian, proses produksi ini dikendalikan secara paralel terdistribusi. Dengan menggunakan arsitektur terdistribusi (distributed architecture), terdapat lingkaran pengendalian keseluruhan yang menggunakan sebuah prosesor (disebut prosesor utama) dan lingkaran pengendalian lokal yang menggunakan prosesor lokal. Lingkaran pengendalian lokal, melaksanakan pengendalian suatu tahapan proses dan lingkaran pengendalian keseluruhan melaksanakan pengendalian prosesorprosesor lokal agar dapat secara integratif melaksanakan keseluruhan proses produksi secara tidak terputus. Selain melakukan pengendalian keseluruhan, prosesor pengendali utama berfungsi pula untuk melakukan pengamatan kesehatan seluruh sistem. Berdasarkan laporan dari prosesor lokal (yang berfungsi pula sebagai Build In Test Equipment – BITE), prosesor utama dapat memberikan peringatan kepada operator pengawasan proses produksi akan adanya subsistem yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan diperlukan perbaikan atau penggantian. Dengan menggunakan metoda redundansi, dimana terdapat back-up dari setiap komponen esensial, maka prosesor lokal dapat secara otomatis mengganti komponen yang tidak berfungsi dengan back-up-nya. Berdasarkan konsep NASA CR-3840-1985 (7) tentang sistem pengendalian digital pesawat terbang, lingkaran lokal dapat disebut sebagai aktuator cerdas, karena mempunyai kemampuan pengendalian lokal, melakukan pengetesan komponen lokal (BITE) dan melaporkannya kepada prosesor utama serta mampu melakukan proses penggantian komponen lokal yang tidak berfungsi. Selama proses produksi berlangsung, prosesor lokal akan mencatat keadaan aktuator cerdas ini. Pada Gambar 6 diperlihatkan konsep aktuator cerdas secara umum.
III. Sensor dan Aktuator Cerdas 3.1. Sensor Cerdas Swa-Kalibrasi Salah satu masalah yang sering terjadi pada sistem pengukuran atau sistem kendali adalah ketidak-akuratan sensor dalam mendeteksi suatu besaran. Ketidak-akuratan ini terjadi, salah satunya karena pengaruh lingkungan (temperatur kerja, tekanan/getaran, interferensi gelombang elektromagnetik dll.). Kalibrasi off-line yang dilakukan akan mengakibatkan sistem tidak dapat dipergunakan. Walaupun kalibrasi off-line ini dapat dilakukan dengan cepat atau untuk sementara sensor digantikan dulu oleh cadangannya, penggantian sensor ini akan sangat berpengaruh terutama pada proses dan biaya produksi industri skala besar. Terutama untuk perangkat yang dioperasikan dalam jarak jauh (Satelit) dan untuk wahana terbang, kalibrasi online-lah (selanjutnya disebut Swa Kalibrasi) yang harus dilakukan. Teknik swa-kalibrasi yang telah dikembangkan (6) menggunakan JST SOM (Self Organizing Map) yang dipasang seri dengan JST RBFN (Radial Basis Function Network). JST SOM berfungsi untuk melakukan pengelompokan data keluaran sensor. JST RBFN berfungsi untuk melakukan aproksimasi fungsi data hasil pengelompokkan agar mendekati data target acuan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Data target adalah hasil pengukuran sensor standar. Teknik ini, selanjutnya disebut swa-kalibrasi SuToRi, diuji coba pada sensor tekanan, sensor temperatur dan sensor ketinggian. Hasil uji-coba memperlihatkan keakuratan SuToRi berkisar diantara 0,01 % (untuk pengukuran temperatur) sampai dengan 0,25 % (untuk pengukuran ketinggian). target
P.T. dan h
sensor
P.T dan h terukur
JST SOM
hasil pengelompokan
JST RBFN
hasil kalibrasi
Gambar 4. Blok diagram sistem swa-kalibrasi
Input
Front End Pengkalibrasi dan BITE
Gambar 5 Grafik galat rata-rata
Loop Pemonitor Logika Kesalahan Closure Sistem Pengkondisi Daya Pengendali Lokal
Status
Masukan daya
Pada Gambar 4. diperlihatkan diagram-blok sistem swa-kalibrasi SuToRi (keseluruhannya disebut sensor cerdas) dan pada Gambar 5. diperlihatkan kurva galat rata-rata SuToRi.
Aktuator
Transmisi
Output Mekanik
Sensor umpan balik
Gambar 6. Konsep Dasar Aktuator Cerdas (7) 4
Proceeding, Seminar of Intelligent Technology and Its Applications (SITIA’2000) Graha Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 19 April 2000
Konsep aktuator cerdas ini diterapkan pada tahapan penyulingan minyak atsiri sebagai salah satu tahapan proses produksi farmasi. Gambar 7 memperlihatkan skematik aktuator cerdas yang berfungsi mengendalikan temperatur proses, berfungsi sebagai BITE dan bersifat faulttolerance. Prosesor lokal bekerja berdasarkan konsep pengendalian Fuzzy. Gambar 8 menjelaskan Arsitektur Aktuator Cerdas. Uji coba aktuator cerdas ini meliputi uji fungsional pengendalian temperatur, uji deteksi sensor relay dan sensor motor, uji fungsional sub-sistem BITE. Uji operasional dilakukan untuk mengetahui kinerja sistem dalam beroperasi tanpa adanya kegagalan sistem dan dengan adanya kegagalan sistem. Gambar 9 memperlihatkan hasil uji coba tersebut di atas.
Penjejakan dengan pengujian kegagalan sistem 60
SUhu (oC)
50 40 30 20 10 0 -10
0
200
TAMPILAN STATUS
DRIVER
1000
Mt
Kereta Luncur (cabinet)
KETEL PENYULINGAN
FAULT LOGIC
Rel untuk Kabinet
Lampu Indikator
Gambar 8 Arsitektur Aktuator Cerdas
Tombol Permintaan
Rel Bobot Imbang Bobot Imbang (Counter Weight)
Tombol Tujuan Penjejakan tanpa pengujian kegagalan sistem 50
Gambar 11 Elevator
Suhu (oC)
40 30 20 10 0 100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
1100
1400
4.1. Prosesor Cerdas berbasis JST dan Sistem Fuzzy Peran prosesor untuk memfungsikan sistem instrumentasi elektronika sangat dominan. Kinerja prosesor akan berpengaruh terhadap kinerja sistem. Salah satu sistem instrumentasi elektronika yang berkaitan dengan kenyamanan pelayanan transportasi adalah Elevator. Penerapan kecerdasan tiruan (katagori Kecerdasan komputasional) dalam pengendalian elevator (9) selain dapat menghemat energi listrik yang digunakan, dapat pula mengatur prioritas pelayanan dan kenyamanan selama pergerakan elevator. Telah dikembangkan sistem pengendalian elevator dengan memperhatikan prioritas pelayanan dan kenyamanan pergerakan. Prosesor bekerja berbasiskan sistem Fuzzy untuk prioritas pelayanan dan berbasiskan JST untuk kenyamanan. Sistem elevator yang digunakan adalah model elevator empat tingkat.
BITE DATA MANAGEMENT
0
1200
IV. Prosesor Cerdas
Mesin Kontrol MOTOR POMPA
800
Gambar 9b Penjejakan suhu uap dengan pengujian kegagalan sistem
REFERENSI
KENDALI FUZZY
600
Waktu (detik)
Gambar 7 Model Aktuator Cerdas untuk tahap proses penyulingan minyak Atsiri
FRONT END
400
1200
Waktu (detik)
Gambar 9a Penjajakan suhu uap tanpa pengujian kegagalan sistem
Gambar 12a Basis aturan 5
Proceeding, Seminar of Intelligent Technology and Its Applications (SITIA’2000) Graha Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 19 April 2000
tempuh. Gambar 13 memperlihatkan karakteristik pengendalian elevator berbasis JST yang menghasilkan pengendalian pergerakan elevator yang halus sehingga nyaman bagi penggunanya. 4.2 Prosesor Cerdas berbasis Pemrograman Cerdas Salah satu penggunaan pemrograman cerdas adalah penerapan Algoritma Estimasi Wahana Gerak Mandiri (WaGeMan) berbasis metoda pencocokan peta dalam prosesor pengendali wahana (9). Prosesor bersifat cerdas, karena mampu merencanakan pergerakan WaGeMan dan mampu bereaksi terhadap keadaan lingkungannya berdasarkan informasi yang diperoleh dari sensor. Dengan menggunakan algoritma estimasi ini, akumulasi kesalahan penentuan posisi berdasarkan informasi dari sensor odometri dapat dikoreksi. Metoda estimasi posisi berbasiskan pencocokan peta ini menggunakan peta lokal yang diperoleh dari pengamatan sensor ultrasonik dan odometri sehingga WaGeMan memperoleh informasi yang cukup mengenai lingkungannya tanpa harus melakukan pembacaan landmark. Selanjutnya peta lokal yang diperoleh ini diregistrasi kepada peta lingkungan kerja global yang telah dimiliki sebelumnya. Lingkungan kerja WaGeMan direpresentasikan dalam kisi yang membentuk selsel. Setiap sel mempunyai nilai yang mewakili derajat keyakinan bahwa sel tersebut diisi benda atau kosong atau informasi tidak cukup untuk dapat menentukan suatu sel terisi atau kosong. Metoda estimasi ini direalisasikan dalam bentuk program komputer dengan bahasa pemograman C++. Gambar 14 memperlihatkan peta lingkungan pengujian beserta hasil pengujian pada salah satu posisi.
Gambar 12b Grafik Permukaan jarak tempuh sebagai fungsi dari jarak tujuan dan waktu tempuh
Gambar 13a. Kecepatan Elevator naik satu tingkat
0,7
SFC JST
Perc.(r/s2)
0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
0,5
1
1,5
2
2,5
Waktu(det)
Gambar 13b Grafik percepatan elevator SFC
0,7
JST
Perc.(r/s2)
0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 5,5
6
6,5
7
7,5
8
8,5
9
Waktu(det)
Gambar 13c Grafik perlambatan elevator Gambar 11 memperlihatkan sistem elevator. Gambar 12 memperlihatkan salah satu basis aturan Fuzzy yang dipakai dan grafik permukaan jarak tempuh sebagai fungsi dari jarak tujuan dan waktu
Gambar 14 Lingkungan Pengujian 6
Proceeding, Seminar of Intelligent Technology and Its Applications (SITIA’2000) Graha Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 19 April 2000
kerusakan pada sebagian sub-sistemnya. Teknik “voting” pada pembentukan “partial order” mengisyaratkan bahwa informasinyalah yang menentukan proses, bukan sub-sistemnya. Voting diawali dengan penentuan set-calon (“candidate set”), kemudian penentuan informasi yang berhak memilih serta pilihannya, dan diakhiri dengan penentuan set calon yang menang. Proses voting dapat dilakukan dalam satu atau beberapa tahap. Set calon adalah suatu set yang terdiri atas seluruh kombinasi “candidate information”. Set calon yang dapat dipilih dalam suatu tahap hanya set calon yang dipilih oleh informasi pertama dalam tahap tersebut. Informasi berhak memilih (votes on) dalam suatu tahap jika pada tahap tersebut belum ada informasi dari sub-sistem pengirim yang sama yang telah memilih. Informasi menentukan pilihan (votes for), diantara set calon yang diikutinya, berdasarkan jumlah suara yang memilih set-calon tersebut pada tahap sebelumnya. Suatu set calon dinyatakan menang, jika informasi yang memilih set calon tersebut pada suatu tahap mencapai jumlah tertentu, dan merupakan set calon yang mendapat suara terbanyak. Setelah ditentukan set calon yang menang, pengembangan “total order” selanjutnya dilakukan dengan mengulang seluruh proses. Protokol EPAd yang merupakan Protokol Bus Data “Fault Tolerant” ini dapat dipergunakan pada sistem pengendali sikap satelit yang menggunakan konfigurasi sistem terdistribusi (lihat sistem spasionik pada Gambar 15 atau sistem pengendali pesawat terbang terdistribusi. Kedua sistem pengendali tersebut harus mempunyai sistem komunikasi data berkeandalan yang tinggi. Hal ini dapat dipenuhi oleh Protokol Bus data “Fault Tolerant” EPAd.
V. Protokol Bus Data Cerdas Fault Tolerance (10) Sistem Instrumentasi Elektronika yang menerapkan pengolahan informasi terdistribusi memerlukan keandalan komunikasi data yang tinggi. Salah satu aspek penting dalam komunikasi data adalah protokol komunikasi. Trans Total Protocol (TTP) dibuat untuk memenuhi kebutuhan pengolahan data terdistribusi dengan keandalan tinggi. Protokol ini dirancang bangun dengan menggunakan pendekatan fault-tolerance, agar semua data yang mengandung informasi dapat diterima di semua sub-sistem dengan lengkap dan berdasarkan urutan yang benar, walaupun terjadi fault. TTP yang selanjutnya disebut Protokol EPAd, adalah suatu protokol broadcast yang atomik dan bekerja dalam dua tahapan. Tahapan Pertama adalah tahap penyebaran informasi kepada semua sub-sistem, yang dilaksanakan oleh “Trans Protocol” dengan menggunakan teknik “Piggybacking”. Pada tahap ini seluruh informasi dipastikan diterima di semua sub-sistem dan dibentuk “partial order” (urutan yang hanya memperhatikan apakah suatu informasi mengikuti informasi lainnya atau tidak). Untuk memastikan bahwa informasi yang dikirim telah diterima, sub-sistem pengirim akan menunggu jawaban (acknowledge) dari semua subsistem penerima. Dalam menjawab informasi “broadcast”, Trans Protocol mengikutkan jawaban pada informasi yang akan disebar berikutnya (teknik piggybacking). Terdapat dua jenis jawaban pada Trans Protocol, yaitu : • jawaban positif untuk informasi yang telah diterima. • jawaban negatif untuk informasi yang tidak diterima. Informasi yang telah diterima akan tetap berada dalam “buffer” (MRB) pada sub-sistem Pengirim maupun sub-sistem Penerima sampai dapat dipastikan telah diterimanya informasi tersebut oleh semua sub-sistem. Penyimpanan informasi dalam “buffer” berguna untuk proses “retransmisi”, apabila ada sub-sistem memberikan jawaban negatif. Pembentukan “partial order” dilaksanakan dengan menentukan apakah suatu informasi mengikuti (“follow”) terhadap informasi lainnya. “Partial Order” harus selalu sama pada setiap sub-sistem. Tahap kedua adalah tahap penyusunan informasi pada semua sub-sistem yang dilaksanakan oleh “Total Protocol” dengan menggunakan teknik “voting”. Pada tahap ini, “partial order” diubah menjadi “total order” (urutan pada MRQ) yang sama pada semua subsistem. Protokol ini menjamin tidak terganggunya komunikasi antar sub-sistem walaupun terdapat
ATTITUDE CONTROL SENSOR AKTUATOR Eart Sensor
Momentum Reaction wheel
Sun Sensor
Magnetic T.
Start Sensor
Notation Damper
Magnetometer
Thrusters
Giloskop
Scanwheel
PAYLOAD
ON-BOARD COMPUTER
PEREKAM
TELEMETRY & TELECOMMAND
SISTEM PEMBANGKIT TENAGA TRANSPONDER
Gambar 15 Konfigurasi sistem spacionics satelit Protokol EPAd diimplementasikan dalam perangkat lunak yang terdiri atas implementasi algoritma pengiriman, penerimaan, penentuan penerimaan informasi serta algoritma pembentukan “partial order”. Dengan demikian 7
Proceeding, Seminar of Intelligent Technology and Its Applications (SITIA’2000) Graha Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 19 April 2000
Namun demikian, para ilmuwan Indonesia harus meningkatkan reputasinya, dari pemaham dan penggagas Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi penghasil ilmu pengetahuan dan pengembang teknologi yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia dalam memetakan, mengeksplorasi dan melestarikan serta mengolah SDA yang ada di tanah air tercinta ini. Dari uraian penerapan kecerdasan tiruan dalam sistem instrumentasi elektronika ini, dapat dilihat bahwa keunggulan masing-masing kategori kecerdasan tiruan dapat digunakan secara spesifik pada bagian-bagian tertentu sistem instrumentasi elektronika. Misalnya, JST sangat baik dipergunakan untuk mewujudkan sensor yang mampu memberikan besaran ukur yang presisi. Sistem Fuzzy lebih unggul dibandingkan dengan kecerdasan tiruan lainnya dalam perwujudan pengendali yang akurat. Selain lebih cepat dan lebih murah, pemrograman cerdas sangat baik dipergunakan dalam menjaga integritas data dan komunikasi data. Algoritma Genetik (tidak dijelaskan dalam makalah ini) sangat unggul dalam membantu melakukan optimasi suatu sistem atau suatu besaran. Dalam merancang bangun suatu sistem instrumentasi, baik untuk memetakan potensi SDA; melakukan eksplorasi dan pelestarian SDA; maupun untuk melakukan proses produksi bahan mentah menjadi bahan baku dan dari bahan baku menjadi produk, keunggulankeunggulan spesifik dari masing-masing kategori kecerdasan tiruan harus disinergikan. Dengan demikian akan terwujud suatu sistem instrumentasi elektronika yang akurat dan presisi yang akan mendorong peningkatan kualitas produk. Riset dan pengembangan teknologi Kecerdasan Tiruan sangat prospektif bagi para dosen dan peneliti di Indonesia dalam usaha berperan serta membangun bangsa secara mandiri. Pemerintah dan masyarakat sangat berperan, terutama dengan memberikan kesempatan kepada para dosen dan peneliti untuk melaksanakan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi-nya dengan semangat yang tinggi. Kiranya pelaksanaan otonomi daerah dapat mengintegrasikan potensi – potensi perguruan tinggi, masyarakat dan pemerintah daerah dalam membangun daerah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
kecerdasan pada Bus Data ini adalah kecerdasan pemograman (Intelligent Programming). Model sistem komunikasi data “broadcast” pada level atomik ini diperlihatkan dalam Gambar 16. AP
M R Q
M M R R B
Q
AP
M S Q
MSP
M R Q
M M R R B
Q
AP
M S Q
MSP
M R Q
M M R R B
M S Q
MSP
Q
Jaringan komunikasi yang "unreliable"
Gambar 16 Model sistem protokol EPAd berada pada level atomic broadcast layer VI.
Perspektif Riset, Pengembangan dan Penerapan Teknologi berbasiskan Kecerdasan Tiruan di Indonesia
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang melimpah merupakan asset yang tidak ada taranya . Negara kepulauan ini yang masing-masing pulau mempunyai SDA dan SDM berbeda menghadirkan kesempatan yang luasnya luar biasa untuk berkarya. Kekurangan yang ada, antara lain dalam bidang pra-sarana dan sarana transportasi; proses produksi SDA, bukanlah suatu kelemahan yang hanya patut dikeluhkan. Namun justru dapat dijadikan wahana untuk penerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara mandiri. Pengolahan, pelestarian dan pemanfaatan SDA yang multidimensional di setiap pulau di Indonesia yang meliputi daratan, sungai beserta DAS-nya (daerah aliran sungai), pesisir dan lautan memerlukan instrumen-instrumen yang akurat dan presisi. Potensi SDA di seluruh pelosok Indonesia ini masih banyak yang belum diketahui, apalagi dimanfaatkan. Walaupun terasa melangkah mundur, namun secara umum bangsa Indonesia harus dapat memetakan potensi SDA, melakukan eksplorasi dan pelestrian SDA, melakukan proses produksi SDA dengan kekuatan sendiri dan menggunakan instrumen-instrumen yang dikembangkan secara mandiri. Di lain pihak, para ilmuwan di perguruan tinggi yang sudah menghasilkan banyak sarjana Indonesia, pada saat ini sudah banyak yang memahami dengan sangat baik state of the art ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satunya adalah pemahaman dalam bidang ilmu dan teknologi kecerdasan tiruan. Hal ini terlihat dari banyaknya makalah yang ditampilkan dalam SITIA 2000 ini.
VII.
Ucapan Terimakasih Terimakasih dan penghargaan disampaikan kepada para mantan mahasiswa yang telah membantu meneratas-jalan aktivitas penelitian Kecerdasan Tiruan yang telah dilakukan di ISRG sejak tahun 1987, terutama sdr. Ir. S. Hakim Ad Dairi, sdr. Ir. Yudi Satria, M.Sc, sdr. Ir. Mutijarsa, M.T, sdr. Ir. Sanjaya, sdr. Ir. Sumarsono, sdr. Ir. Perkasa, sdri. Dr.Ir. Pandjaitan, sdr. Ir. Kurniawan, 8
Proceeding, Seminar of Intelligent Technology and Its Applications (SITIA’2000) Graha Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 19 April 2000
sdr. Ir. Ridho’i, sdr. Ir. Syaifurrahman dll. Kerjasama dengan mereka inilah yang memungkinkan terwujudnya makalah ini. Terima kasih disampaikan pula kepada Prof. Samadikun dan Prof. Soemintapoera serta Prof. Wiranto Arismunandar yang telah mendorong aktivitas penelitian Kecerdasan tiruan di ISRG. Kepada sdri. Sofie dan sdri. Elvayandri dan sdr. Widodo yang membantu mewujudkan tulisan makalah ini, disampaikan pula terimakasih banyak.
Daftar Pustaka [1] Ahmad, A.S., Pemanfaatan Sistem Berkecerdasan Tiruan Dalam Teknologi Informasi, Orasi Ilmiah Wisuda Sarjana dan Diploma III, Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Bandung, Bandung 1996. [2] Russel, S, P. Norvig,, Artificial Intelligence; A Modern Approach, Prentice Hall Inc., New Jersey 1995. [3] Szczepaniak, P.S. (ed), Computational Intelligence and Applications, Physica – Verlag, Heidelberg 1999. [4] Darpa, Darpa Neural Network Study, AFCEA International Press, Fairfax 1988. [5] Ahmad, A.S., M.M.L. Pandjaitan, K. Soemintapoera, Elvayandri, Self Organizing Modeling: A Modeling Method Based On Neural Network For Dynamic Non-Linear Systems, to be published 2000. [6] Ahmad, A.S., Fx.T. Kurniawan, S.H. AdDairi, Teknik Swa-Kalibrasi Meng-gunakan Jaringan Syaraf Tiruan Hibrid SOMRBFN, akan dipublikasikan 2001. [7] Tagge, G.E., et al, System Study for an Integrated Digital/Electric Aircraft, NASA CR-3840, Langley 1985. [8] Ahmad, A.S, A. Ridho’i, Syaifurrahman, Sistem Elevator Cerdas, akan dipublikasikan 2001. [9] Ahmad, A.S, K. Mutijarsa, M. Widyastuti, Pengembangan Algoritms Estimasi Posisi Wahana Gerak Mandiri berbasis Metoda Pencocokan Pola, akan dipublikasikan 2000. [10] Perkasa, E, A.S. Ahmad, Desain Protokol Cerdas yang Fault-Tolerance, Teknik Elektro FTI.ITB, Bandung 1991. 9