TUGAS AKHIR – TM 141585
SIMULASI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA RUANG PRODUKSI PT PERTAMINA (PERSERO) - PRODUCTION UNIT GRESIK LUBRICANTS
PATRICIA MANURUNG NRP. 2112 100 088 Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Eng. Prabowo, M.Eng JURUSAN TEKNIK MESIN Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
TUGAS AKHIR – TM 1411585 SIMULASI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA RUANG PRODUKSI PT PERTAMINA (PERSERO) - PRODUCTION UNIT GRESIK LUBRICANTS
PATRICIA MANURUNG NRP. 2112 100 088
Pembimbing:
Prof. Dr. Eng. Prabowo, M.Eng
PROGRAM SARJANA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
FINAL PROJECT – TM 1411585 NUMERICAL STUDY OF TEMPERATURE AND AIR VELOCITY DISTRIBUTION ON PRODUCTION UNIT ROOM PT. PERTAMINA (PERSERO) – PRODUCTION UNIT GRESIK LUBRICANT
PATRICIA MANURUNG NRP. 2112 100 088
Advisor
Prof. Dr. Eng. Prabowo, M.Eng
BACHELOR DEGREE MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2017
SIMULASI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG UNIT PRODUKSI PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant Nama Mahasiswa NRP Jurusan Dosen Pembimbing
: Patricia Manurung : 2112 100 088 : S1 Teknik Mesin : Prof. Dr. Eng. Prabowo, M.Eng.
Abstrak
Pengkondisian udara adalah proses perlakuan terhadap udara untuk mengatur temperatur, kelembaban udara, kebersihan udara dan pendistribusiannya secara seerentak guna mencapai temperatur dan kelembaban yang ideal. Analisa dilakukan pada distribusi temperatur dan kecepatan udara pada ruangan. Sistem pengkondisian udara dirancang untuk menciptakan kondisi udara yang nyaman bagi pekerja, sehingga tercapai suasana kerja yang efektif. Kondisi ruang unit produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant memiliki luas yang mencapai tiga ribu meter persegi. Dimana terdapat sumber panas yang mempengaruhi perpindahan panas di dalam ruangan, baik dari pekerja dan perangkat lainnya. Perangkat tersebut menghasilkan kalor yang sangat besar seperti mesin pengisi oli, oven chamber, kondensor, mesin pengangkut, serta benda-benda elektronik lainnya. Sistem pendinginan udara yang sudah diterapkan adalah dengan pemasangan 7unit blower dan 24 mechanic ventilator Penelitian ini dilakukan secara numerik dengan FLUENT 6.3.26. pemodelan geometri dibuat menggunakan GAMBIT 2.4.6 dengan kondisi batas inlet adalah velocity inlet, sedangkan outlet adalah exhaust fan. Simulasi pertama yang dianalisa adalah kondisi existing ruang unit produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant dengan kecepatan inlet blower sebesar 6 m/s. Simulasi kedua dilakukan dengan variasi beban
i
pendinginan dalam kondisi steady. Simulasi dilakukan dengan penambahan diffuser pada kecepatan udara pendingin: 1,5m/s ; 2m/s ; 2,5m/s. Dari hasil simulasi ini didapatkan visualisasi karakteristik aliran dan perpindahan panas yang melewati barisan pekerja, yakni diantaranya distribusi temperatur, dan kecepatan udara. Selain itu, diperoleh data mentah yang diolah untuk menghasilkan perbandingan antara Nusselt Number dan Heat Transfer terhadap perpindahan panas. Kesimpulan yang dapat diambil sebagai pembuktian hipotesa bahwa termperatur ruangan kondisi existing tidak nyaman bagi pekerja menurut AHSRAE Fundamental 1997, yakni 34oC– 36 oC. Pengaruh variasi kecepatan udara pendingin yang diberikan dapat mendinginkan temperatur pada baris pekerja 1 – 5 dengan rentang temperatur 23oC– 25 oC. Besarnya beban pendinginan total untuk unit pengkondisian udara adalah 20370,37 BTU/jam. Besarnya kebutuhan udara pendingin, yakni 1906.988 CFM Kata Kunci: ASHRHAE Fundamental, Distribusi temperatur, distribusi kecepatan, perangkat lunak FLUENT 6.3.26, Beban Pendingin.
ii
NUMERICAL STUDY OF TEMPERATURE AND AIR VELOCITY DISTRIBUTION ON PRODUCTION UNIT ROOM PT. PERTAMINA (PERSERO) – PRODUCTION UNIT GRESIK LUBRICANT Name NRP Major Advisor
: Patricia Manurung : 2112 100 088 : Mechanical Engineering FTI-ITS : Prof. Dr. Eng. Prabowo, M.Eng.
Abstract Air conditioning is a process of air treatment to regulate temperature moist air, clean air and distribution simultaneously to achieve ideal temperature and humidity. In designing a building, need analysis system air conditioning appropriate. The analysis performed on The distribution of temperature and airspeed is analyzed to create the conditions of air convenient for workers in the room. The condition of the space production unit of PT. PERTAMINA – Production Unit in Gresik Lubricant has an area that reached three thousand square meters. Where there are heat sources that affect heat transfer inside the room, both of workers and other devices. These devices generate enormous heat such as engine oil filler, oven chamber, condenser, engine carriers, as well as other electronic objects. The study is done numerically in the software fluent 6.3.26. Modeling geometry made using software Gambit 2.4.6 condition of inlet is velocity inlet, while outlet is exhaust fan. The first simulation analysis is as existing condition of unit of production PT. PERTAMINA – Production Unit in Gresik Lubricant with the existing speed inlet blower unit of 6 m / s. The second simulation analysis is conducted by the cooling variations in conditions steady
iii
of additional diffuser with air conditioning velocity: 1,5m/s; 2m/s; 2,5m/s. The results of this simulation visualize or characteristic of water flow and displacement heat through the ranks of workers, namely including the distribution of room air temperature and velocity. In Addition, retrieved raw data process to analysis comparison between nusselt number and heat transfer on the heat transfer. Which a conclusion can be taken as proof that room is hypothesized termperatur the existing uncomfortable for workers according to ahsrae fundamental, 1997 is 34oC– 36 oC. The influence of air conditioning velocity variation given to cool temperature on the line workers 1 – 5 with range of temperature 23oC– 25 oC. The cooling load total of Air Handling Unit is 20370,37 BTU / hours. The total of volume of air moving through a ventilation system measurement is 1906.988 CFM Keywords: ASHRHAE Fundamental, FLUENT Distribution of temperature and air velocity
iv
6.3.26,
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan anugerah-Nya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Penyusunan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih keapada: 1. Bapak Prof. Dr. Eng. Ir. Prabowo, M.Eng, selaku dosen pembimbing tugas akhir penulis yang selalu memberikan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis. 2. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan nasehat kepada penulis untuk selalu memberi dukungan dan mendoakan penulis. 3. Bapak Dr. Ir. Budi Utomo Kukuh Widodo, ME; Dr. Bambang Sudarmanta, ST, MT; Ary Bachtiar KP., ST., MT., Ph.D selaku dosen penguji tugas akhir penulis serta yang selalu memberikan bimbingan tentang tugas akhir penulis, terima kasih atas ilmu dan saran-saran yang telah diberikan. 4. Seluruh Dosen dan karyawan jurusan Teknik Mesin ITS, 5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan oleh penulis. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas akhir ini, oleh karena itu saran dan masukan dari semua pihak sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat dan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surabaya, Agustus 2014
Penulis
v
Halaman ini sengaja dikosongkan
vi
DAFTAR ISI ABSTRAK.............................................................................. i ABSTRACT ........................................................................... iii KATA PENGANTAR ........................................................... v DAFTAR ISI .......................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ............................................................. ix BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................... 1 1.2 Rumusan Masalah.......................................... 4 1.3 Batasan Masalah ............................................ 4 1.4 Tujuan Penelitian ........................................... 4 1.5 Manfaat Penelitian ......................................... 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................... 7 2.1 Penelitian Terdahulu ...................................... 7 2.2 Pengkondisian Udara ..................................... 17 2.3 Psychrometric Chart...................................... 19 2.4 Proses-Proses Pada Pengkondisian Udara ..... 20 2.5 Zona Kenyamanan ......................................... 23 2.6 Perpindahan Panas ......................................... 24 2.7 Metode Distribusi Udara Pada Ruangan........ 31 BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ............................. 37 3.1 Tahapan Penelitian ........................................ 37 3.2 Pengambilan Data .......................................... 38 3.3 Pemodelan dan Simulasi ................................ 40 3.3.1 Pre-Processing .............................................. 40 3.3.2 ProcessingPost-Processing ........................... 43 3.4 Perencanaaan Air Handling Unit (AHU) ....... 44 3.5 Flowchart Penelitian...................................... 45 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................ 49 4.1 Analisa Pembahasan Simulasi Kondisi Existing Ruang Unit Produksi ....................... 52 4.1.1 Pola Aliran Kecepatan Udara ........................ 52 4.1.2 Pola Temperatur Udara .................................. 55
vii
4.2
Analisa Pembahasan Simulasi Kondisi Perencanaan Sistem Pengkondisian Udara ............. 58 4.2.1 Pengaruh Penambahan Diffuser Pada Kecepatan 2,5 m/s.......................................... 59 4.2.2 Pengaruh Variasi Kecepatan Udara ............... 62 4.3 Karakteristik Perpindahan Panas ......................... 67 4.3.1 Contoh Perhitungan ....................................... 67 4.3.2 Pengaruh Variasi Kecepatan Udara ............... 69 4.4 Perencanaan Sistem Pengkondisian Udara .... 72 BAB 5. PENUTUP ................................................................. 77 5.1 Kesimpulan .................................................... 77 5.2 Saran .............................................................. 78 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Kondisi Ruang Unit Produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant ...... 1 Gambar 1.2 Respon tubuh manusia secara fisik terhadap temperatur efektif ruangan ..................................... 2 Gambar 1.3 Tampak atas Ruang Unit Produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant................................................................ 3 Gambar 2.1 Meshing grid ......................................................... 7 Gambar 2.2 Kontur temperatur bidang z/w = -10,845 untuk variasi siang (t= 200) ............................................. 9 Gambar 2.3 Kontur Temperatur Bidang Z/L=-10,845 Untuk Variasi Siang (t =2500) .......................................... 10 Gambar 2.4 Grafik distribusi temperatur vs jarak pada detik ke 200 untuk variasi siang ......................................... 11 Gambar 2.5 Grafik distribusi temperatur vs jarak pada detik ke 2500 untuk variasi siang ........................................ 11 Gambar 2.6 Model Ruang Operasi ........................................... 13 Gambar 2.7 Grafik Temperatur pada y/h=0,467 Plane Sumbu X (x/l=0,5) ................................................................. 14 Gambar 2.8 Grafik Temperatur pada y/h=0,467 Plane Sumbu Z (z/w=0,5)................................................................ 15 Gambar 2.9 Ilustrasi beban beban pendinginan ....................... 17 Gambar 2.10 Model sistem pengkondisian udara sederhana ... 18 Gambar 2.11 Psychrometric Chart ........................................... 19 Gambar 2.12 Proses Dasar Pengkondisian Udara. (a) Pemanasan dan Pendinginan. (b) Pembasahan ......................... 21 Gambar 2.15 Proses Dasar Pengkondisian Udara. (c) Pendinginan dan Pengeringan. (d) Pengeringan Kimiawi. (e.1) Skema Proses Pencampuran. (e.2) Proses Pencampuran Dipetakan Pada Grafik Psikometrik ............................................................ 22 Gambar 2.16 Zona termperatur operatif dan kelembaban
ix
relative yang memenuhi standar kenyamanan bagi manusia .................................................................. 23 Gambar 2.15 Thermal boundary layer pada isothermal plat datar ................................................................ 25 Gambar 2.16 Perpindahan panas secara konveksi .................... 26 Gambar 2.17 Flat plate in parallel flow ................................... 29 Gambar 2.18 Karakteristik Gerakan Udara Pada Keluaran Kelompok A (ASHRAE Fundamental Handbook, 1997) ...................................................................... 32 Gambar 2.19 Karakteristik Gerakan Udara Pada Keluaran Kelompok B (ASHRAE Fundamental Handbook, 1997) ...................................................................... 32 Gambar 2.20 Karakteristik Gerakan Udara Pada Keluaran Kelompok C (ASHRAE Fundamental Handbook, 1997) ...................................................................... 33 Gambar 2.21 Karakteristik Gerakan Udara Pada Keluaran Kelompok D (ASHRAE Fundamental Handbook, 1997 ....................................................................... 34 Gambar 2.22 Karakteristik Gerakan Udara Pada Keluaran Kelompok E (ASHRAE Fundamental Handbook, 1997) ...................................................................... 35 Gambar 3.1 Tampak Depan (Timur) Ruang Unit Produksi ...... 39 Gambar 3.2 Tampak Samping (Selatan) Ruang Unit Produksi..39 Gambar 3.3 Zona Yang Ditinjau............................................... 40 Gambar 3.4 Model Benda Uji ................................................... 41 Gambar 3.5 Model manusia mesin, dan inlet ........................... 41 Gambar 3.6 (a) Meshing (b)Meshing Examination (Skewness < 0.72) ....................................................................... 42 Gambar 3.7 Skema Sistem Pengkondisian Udara..................... 46 Gambar 4.1 Hasil domain tiga dimensi bangunan .................... 49 Gambar 4.2 Potongan iso-surface ............................................. 51 Gambar 4.3 Tampilan baris pekerja pada potongan bidang –X ................................................. 52 Gambar 4.3 Visualisasi Kontur Kecepatan Bidang y/h =-12,5 Pemakaian Fan 6m/s .............................................. 53
x
Gambar 4.5 Visualisasi Kontur Kecepatan Bidang (a) x/l = 2 dan (b) x/l= -1.5 ..................................................... 54 Gambar 4.6 Pathline kecepatan aliran pada Kondisi Existing .. 55 Gambar 4.7 Grafik distribusi temperatur kondisi existing terhadap ketinggian pekerja ................................... 56 Gambar 4.8 Visualisasi kontur temperatur pada (a) bidang x/l = 0,4 dan (b) bidang x/l= -1.5 dengan pemakaian Fan 6m/s ..................................................................... 57 Gambar 4.9 Pathline Aliran pada Kondisi Perencanaan Sistem Pendingin ............................................................... 58 Gambar 4.10 Visualisasi Kontur Kecepatan Bidang (a) x/l =0,4 dan (b) x/l= -1,5 dengan kecepatan udara 2,5 m/s .......................................................... 60 Gambar 4.11 Grafik penurunan kecepatan udara 2,5 m/s terhadap ketinggian pada tiap baris pekerja ........... 61 Gambar 4.12 Visualisasi Kontur Temperatur Bidang (a) x/l = -1,5 dan (b) x/l= 0,4 dengan kecepatan udara 2,5 m/s .......................................................... 62 Gambar 4.13 Visualisasi kontur kecepatan dan temperatur bidang x/l = -1,5 dengan variasi kecepatan udara inlet ........................................................................ 63 Gambar 4.14 Grafik variasi kecepatan udara pendingin terhadap distribusi temperatur pada ketinggian 1,2 m .................................................... 64 Gambar 4.16 Grafik perbandingan heat transfer coefficient pada tiap baris pekerja variasi kecepatan udara pendingin ............................................................... 65 Gambar 4.17 Grafik perbandingan heat transfer coefficient pada tiap baris pekerja variasi kecepatan udara pendingin ............................................................... 70 Gambar 4.18 Skema sederhana sistem pengkondisian udara pada ruang unit produksi ................................................ 71 Gambar 4.19 Plotting temperatur rancangan pada Psycrometric Chart ................................................................... 73
xi
Halaman ini sengaja dikosongkan
xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mecapai kenyaman, kesehatan, dan kesegaran dalam bangungan, khususnya di daerah beriklim tropis dengan udara panas dan tingkat kelembaban tinggi, diperlukan usaha untuk mendapatkan udara segar. Pengkondisian udara adalah proses perlakuan terhadap udara untuk mengatur temperatur, kelembaban udara, kebersihan udara dan pendistribusiannya secara seerentak guna mencapai temperatur dan kelembaban yang ideal. Dalam merancang sebuah bangunan, perlu dilakukan analisa sistem pengkondisian udara yang sesuai. Analisa dilakukan pada distribusi temperatur dan kecepatan udara pada ruangan Sistem pengkondisian udara dirancang untuk menciptakan kondisi udara yang nyaman bagi pekerja yang ada di dalam ruangan, sehingga tercapai suasana kerja yang lebih efektif.
Gambar 1.1 Kondisi Ruang Unit Produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant
Pada Gambar 1.1 menampilkan kondisi ruang unit produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik
1
2 Lubricant. Bangunan ini memiliki luas yang mencapai tiga ribu meter persegi. Dimana terdapat sumber panas yang mempengaruhi perpindahan panas di dalam ruangan, baik dari pekerja dan perangkat lainnya. Perangkat tersebut menghasilkan kalor yang sangat besar seperti mesin pengisi oli, oven chamber, kondensor, mesin pengangkut, serta benda-benda elektronik lainnya. Sistem pendinginan udara yang sudah diterapkan adalah dengan pemasangan 7 unit blower dan 24 mechanic ventilator. Pada kondisi puncak, temperatur ruangan dapat mencapai 35oC. Pada Gambar 1.2 menampilkan respon tubuh manusia terhadap temperatu effektif ruangan. Berdasarkan ASHRAE Fundamentals Handbook, 1985, range temperatur 30 – 35 oC adalah kategori panas dan tidak nyaman bagi manusia. Sehingga, temperatur pada ruang unit produksi ini masuk dalam kondisi tidak nyaman. Kondisi temperatur yang sesuai untuk kenyamanan pekerja adalah 25 ± 2 oC.
Gambar 1.2 Respon tubuh manusia secara fisik terhadap temperatur efektif ruangan
3 Dengan demikian perlu dilakukan perancangan sistem pendinginan udara yang tepat, yaitu dengan pemasangan ducting pada tempat-tempat tertentu dimana perkerja melakukan aktivitas. Dengan pemilihan sistem pengkondisian yang sesuai dengan beban pendinginan yang tepat , pemasangan yang sesuai spesifikasi, pengoperasian dan perawatan yang benar, maka kenyamanan dalam gedung dapat terpenuhi. Analisa distribusi temperatur dan kecepatan udara pada ruang produksi ini. Analisa ini dapat dilakukan dengan melakukan simulasi menggunakan metode numerik. Metode numerik ini dilakukan pada software CFD guna mensimulasikan perilaku suatu sistem yang melibatkan distribusi temperatur. Dalam simulasi, dilakukan proses simplifikasi terhadap geometri bangunan.
Gambar 1.3 Tampak atas Ruang Unit Produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant
Dapat dilihat pada Gambar 1.2 tampak atas dari ruang unit produksi. Terdapat 5 line yang berisikan mesin filling oli dan konveyor. Dalam penelitian ini akan dilakukan simulasi pada line pertama. Prinsip analisanya adalah dengan memecah persamaanpersamaan aliran fluisa menjadi sub daerah kecil dengan kondisi batas daerah spesifik. Pada penulisan Tugas Akhir ini, akan dilakukan simulasi distribusi temperatur dan kecepatan udara menggunakan software Fluent 6.3.26.
4 1.2 RUMUSAN MASALAH Pada penelitian tugas akhir ini masalah yang akan dipelajari adalah mengenai analisa simulasi numerik perbandingan sistem pengkondisian udara yang sudah diterapkan dengan sistem pengkondisian udara yang akan diterapkan. Dengan penerapan ilmu CFD (Computating Fluent Dynamics), diharapkan dapat mempermudah penelitian yang akan dilakukan. Oleh sebab itu rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian tugas akhir ini antara lain: 1. Bagaimanakah beban pendinginan untuk sistem pengkondisian udara pada ruang produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant 2. Bagaimana desain sistem pendingin untuk kebutuhan dan distribusi udara pada ruang produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant
1.3
BATASAN MASALAH Untuk mempermudah dalam penyusunan penelitian ini maka diperlukan adanya batasan masalah dan asumsi yang kiranya berhubungan dengan penelitian ini, batasan masalah dalam penelitian ini antara lain: 1. Simulasi tiga dimensi yang dilakukan untuk dianalisa adalah software GAMBIT 6.4.6 dan FLUENT 6.3.26 2. Analisa yang dilakukan hanya pada Ruang unit produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant dengan diambil sampel ukuran 8 m x 40 m x 13.4 m 3. Standar suhu dan kelembaban udara ruang kedatangan mengacu pada standard ASHRAE 4.
Heat gain yang ditimbulkan dari masing-masing komponen di Ruang produksi produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant tidak diukur secara langsung tetapi mengacu dari data literatur.
5 5. Fluida yang digunakan adalah udara sebagai gas ideal 6. Dilakukan penyederhanaan skema ruangan dalam proses pembuatan geometri dan meshing 7. Simulasi dilakukan dalam kondisi steady dan incompressible flow
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adaah sebagai berikut:
1. Mengetahui
beban pendinginan untuk sistem pengkondisian udara pada ruang produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant 2. Merancang sistem pendingin untuk kebutuhan dan distribusi udara pada ruang produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui kondisi nyata penggunaan energi yang digunakan dalam hal pengkondisian udara pada ruang produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant 2. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan rekomendasi pada pengelola gedung PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant untuk standar kenyamanan dan potensi penghematan energi listrik. 3. Mengembangkan wawasan mahasiswa dalam perencanaan sistem pengkondisian udar
6
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 2.1.1
Penelitian Terdahulu Filipus Ardian Wijaya (2015) Pada tahun 2015, Filipus Ardian Wijaya melakukan penelitian dengan menggunakan pemodelan CFD yang bertujuan untuk menganalisa pengkondisian udara Ruang tunggu lantai 2 pada Terminal 2 Juanda International Airport Surabaya melalui profil-profil yang dihasilkan. Dimensi ruang tunggu lantai 2 adalah 57,29 m x 19,87 m x 4,8 m. Sisi supply (inlet diffuser) berdiameter 0,3 m. Kemudian sisi outlet (RAG) berukuran 1 m x 0.25m. Untuk mempermudah proses permodelan dan proses meshing maka pemodelan ruangan ini dilakukan dengan simplifikasi terhadap bentuk-bentuk yang kompleks. Sisi inlet ini terletak pada ketinggian 1.45 m x 0.9 m x 4.2 m masuk ke dalam ruangan dengan kecepatan penuh yaitu 5,091 m/s. Outlet (RAG) memiliki kecepatan fan sebesar 2,88 m/s. Sifat fluida konstan diambil suhu referensi dari Tref = 291 K adalah sebagai berikut: Q(siang hari) = 24.504 Watt, dan Q(malam hari) = 48.504 Watt, μ= 1,801 x 10-5 kg/m.s, cp =1,006734 kJ/kg K, k= 25,6x10-5 W/m.K dan ρ=1,203 kg/m3. Filipus Ardian melakukan simulasi dengan model three dimensional double precision (3ddp). Analisa unsteady dengan melakukan simulasi dari software CFD dengan perbedaan waktu yang ditinjau. Pengambilan pada detik yang udara belum tersebar secara merata yaitu pada detik ke-200 kemudian saat udara dalam ruangan sudah tersebar merata yaitu pada detik ke-1050 dan selanjutnya saat mencapai kondisi steady yaitu pada detik ke-2500 baik untuk kondisi siang hari dan malam hari. yang ditinjau dari kontur pada sumbu X (x/l), sumbu Y (y/h), dan sumbu Z (z/w).
7
8
Gambar 2.1 Meshing grid
Filipus Ardian melakukan analisa hasil simulasi distribusi temperatur dan kecepatan udara dengan membuat potongan kontur pada sumbu X (x/l=0,05) dan potongan kontur pada sumbu Z (z/w=-10,845). Setiap potongan kontur pada setiap sumbu dilihat dan dianalisa kontur kecepatan dan kontur temperatur pada setiap detik yang ditentukan. Dari Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa udara dingin yang keluar dari inlet diffuser tidak dapat mengkon disikan ruangan sebesar 25±20C. Hal ini dapat disebabkan karena outlet RAG yang terletak di lantai menghisap udara dingin yang turun, dikarenakan udara langsung keluar menuju pada ruang hampa, sehingga udara tidak sempat memenuhi ruangan. Dengan density yang lebih besar maka udara dingin akan turun perlahan, sedangkan aliran udara supply dari inlet diffuser mengalami kehilangan kecepatan dan menyebar lebih luas ketika mencapai lantai.
9
Gambar 2.2 Kontur temperatur bidang z/w = -10,845 untuk variasi siang (t= 200)
Persebaran aliran udara hingga menyentuh lantai juga dipengaruhi oleh tekanan rendah di bukaan outlet. Karena pengaruh ini maka sebagian besar aliran udara utama ditarik menuju dan keluar melalui outlet dengan peningkatan kecepatan dalam gerakan melingkar. Hal ini dikarenakan sifat aliran udara tidak mampu membuat aliran berbelok secara tiba-tiba. Pada Gambar 2.3 dapat dilihat pada tiang kiri mewakili awal penyebaran udara inlet diffuser untuk ruangan sisi kiri. Pada tiang kanan mewakili awal penyebaran inlet diffuser untuk ruangan sisi kanan. Pada tiang kanan dan kiri, dapat dilihat kontur temperatur dengan warna biru, temperatur 18oC meningkat terus hingga pada temperatur 29,5oC. Hal ini menunjukkan bahwa pendistributian temperatur diffuser simetris baik pendistribusian dari tiang kiri maupun tiang kanan.
10
Gambar 2.3 Kontur Temperatur Bidang Z/L=-10,845 Untuk Variasi Siang (t =2500)
Gambar 2.4 menunjukkan distribusi vektor kecepatan yang terjadi pada bidang Z/W = -10,845 untuk variasi beban pendinginan siang pada detik ke-200. Dari gambar tesebut terlihat bahwa udara mulai memasuki ruangan melalui inlet diffuser kemudian menyebar ke seluruh ruangan. ke kanan dengan kecepatan sebesar 0,48-0,16 m/s. Udara pada sekitar lantai di dekat tiang baik pada tiang kiri maupun tiang kanan, mulai naik keatas. Hal ini dikarenakan pergerakan udara panas yang dihasilkan oleh menusia, dimana udara panas memilki density yang rendah. Pada daerah dekat kaca terdapat kecepatan udara sebesar 0,16 m/s, hal ini menujukkan bahwa udara terhisap oleh RAG.
11 40 38 36 34 32 30 28 26 24 22 20 18
1,5 m 2m diffuser
-7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 Gambar 2.4 Grafik distribusi temperatur vs jarak pada detik ke 200 untuk variasi siang 40 38 36 34 32 30 28 26 24 22 20 18
1.5m 2m diffuser
-7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 Gambar 2.5 Grafik distribusi temperatur vs jarak pada detik ke 2500 untuk variasi siang
Daerah berkecepatan tinggi yaitu sebesar 3,19 m/s terletak di daerah inlet diffuser. Kecepatan pada inlet diffuser tidak sebesar 5,091 m/s, hal ini diakibatkan adanya perbedaan
12 temperatur ruangan dengan inlet diffuser. Udara bergerak lurus dari inlet diffuser yang terdapat di masing-masing tiang kiri dan kanan, kemudian bertemu di antara kedua tiang tersebut. Kemudian mulai jatuh kebawah dan menyebar ke kiri dan Gambar 2.5 menunjukkan distribusi vektor kecepatan yang terjadi pada bidang Z/W = -10,845 untuk variasi beban pendinginan siang pada detik ke-2500. Pada detik ini, kecepatan penyebaran udara diffuser baik pada tiang kiri ataupun tiang kanan tetap. Pada daerah tengah ruangan penyebaran udara dingin tetap, hal ini dapat dilihat pada luasan daerah vektor kecepatan sebesar. Pada daerah dekat kaca luasan vektor kecepatan udara sebesar 0,32-0,16 m/s lebih luas dari detik sebelumnya, hal ini menujukkan bahwa udara terhisap oleh RAG. Pada detik ini, penyebaran udara telah konstan. 2.1.2
Nugroho Widianto (2011) Pada tahun 2011, Nugroho Widianto melakukan penelitian dengan menggunakan pemodelan CFD (Computational Fluid Dynamics) yang bertujuan untuk menganalisa pengkondisian udara Ruang Bedah Jantung (OKA 609) GBPT Rumah Sakit Umum DR. Soetomo Surabaya melalui profil-profil yang dihasilkan. Dimensi ruang operasi 6 m x 7,4 m x 3 m. Sisi supply (inlet diffuser) berukuran 2,1 m x 2,6 m sedangkan sisi outlet dibagi menjadi dua yaitu outlet high berdimensi 0,2 m x 0,6 m dan outlet low berdimensi 0,3 m x 1 m. Pasien berbaring dalam setengah dimodelkan sebagai sebuah kotak persegi panjang horizontal dengan ukuran (1,7 m x 0,25 m x 0,3 m) di tengah-tengah ruangan. Anggota staf bedah dimodelkan sebagai kotak persegi panjang vertikal yang berdiri di kedua ujung yang masing-masing staf dalam posisi berdiri penuh. Lampu bedah juga dimodelkan sebagai
13 kotak persegi panjang dengang ukuran 0,6 m x 0,3 m di atas pasien. Peralatan yang ada di dalam ruang bedah antara lain meja operasi, mesin anestesi, ESU, blood warmer, monitor, dan lampu operasi. Sisi supply terletak di posisi atas pada atap dengan posisi 2 m dari lantai. Sisi exhaust diletakkan di posisi atas dan bawah daerah pojok. Sifat fluida konstan diambil suhu referensi dari Tref= 13,7oC= 287 K adalah sebagai berikut: Q=211711 Watt, μ=1,7795 x 10-5 kg/m.s, cp=1,006734 kJ/kg K, k=0,025236 W/m.K dan ρ=1,223 kg/m3.
Gambar 2.6 Model Ruang Operasi (Nugroho Widianto, 2011)
Nugroho Widianto melakukan simulasi dengan model three dimensional double precision (3ddp). Simulasi ini menampilkan hasil sesuai dengan perubahan waktu dari detik pertama sampai keadaan steady detik ke-1200 yang ditinjau dari kontur pada sumbu X (x/l), sumbu Y (y/h), dan sumbu Z (z/w). Untuk mengetahui profil distribusi kecepatan dan temperatur udara ditunjukkan dengan potongan dua dimensi.
Temperatur (oC)
14
25.6 24.9 24.2 23.5 22.8 22.1 21.4 20.7 20 19.3 18.6 17.9 17.2 16.5 15.8 15.1 14.4 13.7 13
detik ke5 detik ke60 detik ke90 detik ke600
0
0.5
z/w
1
detik ke1200
Gambar 2.7 Grafik Temperatur pada y/h=0,467 Plane Sumbu X (x/l=0,5)
Berdasarkan grafik temperatur pada y/h=0,467 pada plane sumbu X (x/l=0,5) yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini terlihat bahwa pada detik ke-5 temperatur udara masih tinggi. Temperatur rendah terjadi pad z/w= 0,4-0,6 dimana posisi ini berada tepat di bawah inlet diffuser. Pada detik ke-60, temperatur udara mulai turun, kondisi ini disebabkan oleh pendinginan udara dari inlet diffuser sudah mulai menyebar, sehingga daerah yang dilewati udara dari inlet diffuser lebih rendah. Pada detik ke-90 temperatur udara semakin rendah namun belum merata di seluruh ruangan. Hal ini dapat dilihat dari tren grafik dimana pada z/w=0,1 dan z/w=1 temperaturnya masih lebih tinggi. Pada detik ke-600 tren grafik mulai mendatar, hal ini menunjukkan bahwa periode ini temperatur udara sudah lebih merata. Tren grafik pada detik ke-1200 terlihat berimpit dengan tren grafik pada detik ke-600. Kondisi ini menunjukkan bahwa
15 temperatur telah dikondisikan dimana sudah tidak terjadiperubahan temperatur yang signifikan. Jadi kondisi steady tercapai pada detik ke-1200.
Temperatur (oC)
27 25
detik ke-5
23 21
19
detik ke-60
17 15 13
0
0.5
1
detik ke-90
x/l Gambar 2.8 Grafik Temperatur pada y/h=0,467 Plane Sumbu Z (z/w=0,5)
Berdasarkan dari grafik temperatur pada y/h=0,467 pada plane Z (z/w=0,5) terlihat bahwa pada detik ke-5 temperatur udara masih tinggi. Temperatur rendah terjadi pada x/l=0,4-0,6 dimana posisi ini berada tepat di bawah inlet diffuser. Pada detik ke-60, temperatur udara mulai turun, kondisi ini disebabkan oleh pendinginan udara dari inlet diffuser sudah mulai menyebar, sehingga daerah yang dilewati udara dari inlet diffuser lebih rendah. Pada detik ke-90 temperatur udara semakin rendah namun belum merata di seluruh ruangan. Pada x/l=0,1 memiliki temperatur yang tinggi, dimana posisi ini dekat dengan blood warmer yang melepaskan panas. Pada detik ke-600 tren grafik mulai mendatar, hal ini menunjukkan bahwa pada periode ini tempertaur udara sudah lebih merata. Tren grafik pada detik ke1200 berimpit dengan tren grafik pada detik ke-600. Kondisi ini
16 menunjukkan bahwa temperatur telah terkondisikan dimana sudah tidak terjadi perubahan temperatur yang signifikan. Jadi, kondisi steady tercapai pada detik ke-1200. Dari hasil simulasi didapatkan bahwa distribusi kecepatan udara di dalam ruang bedah jantung Rumah Sakit DR. Soetomo Surabaya di area penghuni melakukan aktivitas berkisar antara 0,1 m/s hingga 0,2 m/s. kondisi ini sudah sesuai dengan criteria kecepatan udara yang diperbolehkan dalam ruang bedah untuk mencegah pengeringan luka bedah adalah di bawah 0,25 m/s. (ASHRAE, HVAC Design and Manual for Hospitals and Clinincs, 2003). Dari vektor kecepatan udara juga terlihat bahwa pada area di atas pasien dan staf bedah tidak terjadi adanya aliran balik, sehingga kondisi tersebut cukup baik dalam hal pembersihan kontaminan di area penghuni (staf bedah) melakukan aktivitas. Distribusi temperatur udara yang ada di dalam ruang edah jantung Rumah Sakit DR. Soetomo Surabaya dari detik awal hingga mencapai kondisi steady (detik ke-1200), berkisar antara 13,7oC hingga 32,55oC. Temperatur tinggi terjadi di daerah atas dari ruangan dengan area yang kecil, sehingga tidak begitu berpengaruh terhadap area dimana tempat penghuni (staf bedah) melakukan aktivitas. Pada daerah dimana pasien dan staf bedah melakukan aktivitas, ntemperatur berkisar antara 13,7oC hingga 14,6oC. Jika dibandingkan dengan standar kriteria temperatur di dalam ruang bedah sebesar 20oC hingga 24oC (untuk ruang bedah secara umum) dan temperatur terendah sebesar 15,6oC untuk ruang bedah jantung (ASHRAE, HVAC Design and Manual for Hospitals and Clinics, 2003), temperatur yang bekerja di dalam ruang bedah jantung Rumah Sakit DR. Soetomo Surabaya masih terlalu rendah. Kesimpulan dari hasil simulasi ini adalah distribusi kecepatan udara di dalam ruang bedah jantung antara 0,05 m/s hingga 0,3 m/s. Kecepatan udara di area staf bedah dan pasien
17 sebesar 0,1 m/s hingga 0,2 m/s. Distribusi temperatur udara di dalam ruang bedah jantung anara 13,7oC hingga 29oC. Temperatur yang bekerja di daerah dimana pasien dan staf bedah melakukan aktivitas, berkisar antara 13,7oC hingga 14,6oC. Peletakan peralatan bedah di dalam ruangan berpengaruh terhadap aliran udara dan distribusi temperatur. 2.2
Pengkondisian Udara Pengkondisian udara adalah suatu proses perubahan kondisi udara lingkungan ke kondisi yang direncanakan sehingga diperoleh temperatur, kelembaban dan kebersihan udara yang diinginkan. Untuk negara tertentu persyaratan sifat-sifat udara diatas ditentukan oleh undang-undang sesuai dengan aplikasi dari ruangan misalnya untuk ruangan pertemuan, untuk rumah sakit dan sebagainya.
Gambar 2.9 Ilustrasi beban beban pendinginan
Sistem pengkondisian udara pada umumnya terbagi menjadi dua golongan utama, yaitu :
18 1. Pengkondisian udara untuk kenyamanan. Pengkondisian udara untuk kenyamanan adalah pengkondisian udara ruangan yang bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi penghuni yang melakukan aktivitas didalamnya. 2. Pengkondisian udara untuk industri. Pengkondisian udara untuk industri adalah pengkondisian udara yang diperlukan untuk pemrosesan bahan, peralatan produksi, atau barang-barang yang ada dalam ruangan tersebut. Untuk melaksanakan fungsi diatas peralatan harus diinstalasikan dan dikontrol sepanjang tahun. Kapasitas dari peralatan pengkondisian udara dihitung pada beban pendinginan maksimum aktual sesaat, dengan dikontrol pada kondisi tertentu saat terjadinya beban puncak atau pada saat beban parsial.
Gambar 2.10 Model sistem pengkondisian udara sederhana
Melalui Gambar 2.13 dapat dilihat skema pengkondisian udara sederhana, dimana udara luar sebanyak (cfm)oa dicampurkan dengan udara return dari ruangan sebanyak (cfm)ra dan memasuki apparatus sebanyak (cfm)da yang merupakan jumlah dari (cfm)oa dan (cfm)ra, udara mengalami pemrosesan di apparatus kemudian disuplai ke ruangan sebanyak (cfm)sa, dimana dalam sistem ini (cfm)sa sama dengan (cfm)da. Udara dari ruangan sebagian dikeluarkan dan sebagian lagi dikembalikan untuk dicampurkan dengan udara segar, begitulah seterusnya siklus berlangsung.
19 2.3
Psychrometric Chart Psikometri merupakan kajian tentang sifat – sifat campuran udara dan uap air (moist) yang mempunyai arti penting di dalam bidang teknik pendingin, karena udara atmosfir tidak sepenuhnya kering. Psychrometric chart menunjukkan sifat udara dalam berbagai macam kondisi dan dapat digunakan untuk menentukan hasil dari pencampuran udara dari berbagai macam properti. Udara di atmosfer yang berada disekeliling kita merupakan campuran antara udara kering dan uap air yang dinamakan udara moist. Karena gas campuran ini dikondisikan dalam kontrol sistem alam maka perlu diketahui bagaimana perilaku dari udara moist tersebut. Melalui Psychrometric chart, dapa dipelajari sifat termodinamika dari moist udara dan hubungannya dengan kelembaban material dan kenyamanan manusia.
. Gambar 2.11 Psychrometric Chart
20
Dari Gambar 2.11 dapat diketahui beberapa sifat udara, antara lain: Dry bulb , dinyatakan oleh nilai yang berada pada sumbu horizontal. Wet bulb, dinyatakan oleh nilai yang berada pada garis yang sama dengan garis kelembaban 100%. Dew point, merupakan temperatur dimana jika sejumlah udara didinginkan, maka uap air yang terkandung didalamnya akan mulai mengembun. Nilai yang menyatakan titik pengembunan ini juga berada pada garis kelembaban 100%. Enthalpy, didefinisikan sebagai kandungan panas dari udara per unit berat udara kering dalam satuan J/Kg udara kering Specific volume, didefinisikan sebagai volume udara campuran dengan satuan m3/Kg udara kering. Humidity ratio, merupakan berat uap air per pound udara kering. Ditunjukkan pada sumbu vertikal. Relative humidity, didefinisikan sebagai perbandingan fraksi molekul uap air di dalam udara basah terhadap fraksi molekul uap air jenuh pada suhu dan tekanan yang sama. 2.4
Proses-Proses Pada Pengkondisian Udara Proses-proses yang terjadi pada udara digambarkan dalam bagan psikometrik untuk menjelaskan dengan lebih detail. Bagan tersebut digunakan untuk menjelaskan perubahan sifat-suifat udara yang penting, seperti temperatur, rasio kelembaban, dan entalpi dalam proses-proses tersebut. Beberapa proses dasar pengkondisian udara meliputi: pemanasan atau pendinginan sensible, pelembaban adiabatic dan non adiabatic, pendinginan dan pengurangan kelembaban (pengeringan), pengurangan kelembaban kimiawi, dan campuran. Beberapa proses dasar pada pengkondisian udara adalah: a. Pemanasan atau pendinganan sensible, adalah suatu proses dimana laju perpindahan panas yang hanya disebabkan oleh perubahan temperatur bola kering udara.
21 b. Pelembaban, dapat bersifat adiabatik seperti pada proses 1-2 atau dengan penambahan kalor seperti pada proses 1-3. c. Pendinginan atau pengurangan kelembaban (pengeringan), menghasilkan penurunan temperatur dan rasio kelembaban. Proses tersebut terjadi pada koil pendingin atau alat penurun kelembaban. Kapasitas refrigerasi selama proses pendinginan atau pengurangan kelembaban adalah sebagai berikut: 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 = ṁ(ℎ1 − ℎ2 )
……………………………
(Wilbert F Stocker, Refrigerasi Dan Pengkondisian Udara, 1982)
(a)
(b)
Gambar 2.12 Proses Dasar Pengkondisian Udara. (a) Pemanasan dan Pendinginan. (b) Pembasahan
d. Proses kimiawi, uap air dari udara diserap atau diabsorpsi oleh suatu bahan higroskopik. Apabila proses tersebut diberi penyekat kalor sehingga entalpinya tetap dan karena kelembaban turun, maka temperatur udara harus naik. e. Campuran dua aliran udara adalah proses yang umum di dalam pengkondisian udara. Gambar 2.4 (e.1) menunjukkan pencampuran antara ṁ1 kg/dt udara dari keadaan 1 dengan ṁ2 kg/dt udara dari keadaan 2. Hasilnya adalah kondisi 3, terlihat pada grafik psikometrik dalam Gambar 2.4 (e.2). persamaan dasar untuk proses pencampuran ini adalah persamaan
22 kesetimbangan energi dan kestimbangan massa. Persamaan 2.2 dan 2.3 menunjukkan bahwa entalpi dan rasio kelembaban akhir adalah rata-rata dari entalpi dan rasio kelembaban udara saat masuk. .. ṁ )ℎ ṁ ℎ + ṁ ℎ = (ṁ + 1 1
2 2
1
2
3
(Wilbert F. Stocker, Refrigerasi Dan Pengkondisian Udara, 1982) Dan persamaan kesetimbangan massa air adalah: ṁ1 𝑊1 + ṁ2 𝑊2 = (ṁ1 + ṁ2 )𝑊3
(Wilbert F. Stocker, Refrigerasi Dan Pengkondisian Udara, 1982) Dimana: W : rasio kelembaban, kg/kg h : entalpi, kJ/kg
(c)
(d)
23
(e.1) (e.2) Gambar 2.13 Proses Dasar Pengkondisian Udara. (c) Pendinginan dan Pengeringan. (d) Pengeringan Kimiawi. (e.1) Skema Proses Pencampuran. (e.2) Proses Pencampuran Dipetakan Pada Grafik Psikometrik
2.5
Zona Kenyamanan Proses perpindahan kalor yang terjadi di dalam tubuh manusia terjadi secara terus menerus, sehingga membutuhkan suatu kesetimbangan termal. Proses perpindahan kalor ini terjadi secara konveksi radiasi, penguapan dan keringat. Temperatur udara kering sangat besar pengaruhnya terhadap besar kecilnya kalor yang dilepas melalui penguapan (evaporasi) dan melalui konveksi pada tubuh manusia. Kondisi nyaman didapatkan dari kombinasi temperatur, kelembaban, gerakan udara dan kebersihan udara yang diharapkan. Temperatur efektif didefinisikan sebagai indeks lingkungan yang menggabungkan temperatur dan kelembaban udara menjadi satu indeks yang mempunyai arti bahwa respon termal manusia pada temperatur tersebut adalah sama. Meskipun mempunyai temperatur dan kelembaban yang berbeda, tetapi keduanya harus mempunyai kecepatan udara yang sama. Manusia memiliki kenyamanan yang berbeda-beda berdasarkan nilai-nilai faktor tersebut.
24
Gambar 2.14 Zona termperatur operatif dan kelembaban relative yang memenuhi standar kenyamanan bagi manusia
Pada Gambar 2.7 menampilkan zona kenymanan manusia terhadap temperatur ruangan, dew point temperature, dan rasio kelembaban. Standar kenyamanan termis di Indonesia berpedoman pada standar [ANSI/ASHRAE 55 – 1982] merekomendasikan suhu nyaman 25 oC + 2 oC, atau rentang antara 23 oC hingga 27 oC dengan kelembaban udara relatif 50%. 2.6
Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah mekanisme perpindahan energi yang disebabkan perbedaan temperatur baik pada suatu media atau antarmedia. Energi panas berpindah dengan tiga cara, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Berikut ini merupakan penjelasan metode perpindahan panas yang terjadi.
25 2.6.1 Konduksi Konduksi merupakan perpindahan panas yang terjadi pada media yang memiliki perbedaan temperatur dan mekanisme secara fisiknya adalah aktivitas antara molekul yang lebih aktif ke molekul yang kurang aktif. Model matematik dari perpindahan panas secara konduksi ini menurut Fourier adalah sebagai berikut: 𝑞"𝑐𝑜𝑛𝑑 = −𝑘
𝑑𝑇 𝑑𝑥
(Wilbert F. Stocker, Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, 1982) Dimana: q” : heat flux, W/m2 k : konduktivitas panas, W/mK dT : beda temperatur, K dx : beda jarak, m Tanda minus digunakan karena perpindahan panas selalu terjadi kea rah temperatur yang lebih rendah. 2.6.2 Konveksi Konveksi merupakan bentuk perpindahan panas yang disertai perpindahan materi. Umumnya terjadi pada benda cair dan gas. Secara matematis besarnya perpindahan panas konveksi dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut: 𝑞"𝑐𝑜𝑛𝑣 = ℎ𝑐 (𝑇𝑠 − 𝑇𝑓 ) …………………………… (Wilbert F. Stocker, Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, 1982) Dimana: q” : heat flux, W/m2 h : koefisien konveksi, W/m2K Ts : temperatur permukaan, K Tf : temperatur fluida, K
26
Gambar 2.15 Thermal boundary layer pada isothermal plat datar Konveksi merupakan bentuk perpindahan panas dimana molekul-molekul benda membawa energi panas dari satu titik ke titik lainnya.Umumnya terjadi pada benda cair dan gas.Aliran konveksi dipengaruhi beberapa faktor:
Aliran horizontal dan vertical Alian laminer atau turbulen Permukaan rata atau melengkung Jenis fluidanya, zat cair atau gas Sifat-sifat fluida seperti viskositas , kalor jenis, dsb Perpindahan panas konveksi dapat dibagi menjadi dua: Force convection Yaitu perpindahan panas karena adanya factor kerja dari luar terhadap fluida perantara, misalnya konveksi dengan adanya bantuan fan, blower, air conditioning dan sebagainya. Free convection Yaitu perpindahan panas tanpa ada factor luar melainkan karena buoyancy force. Secara umum,besarnya laju perpindahan panas konveksi dapat dirumuskan:
27 q’’= h ( T∞ - Ts ), Ts > T∞
Dimana: h = koefisien perpindahan panas secara konveksi (W/m2K) q”= convection heat flux (W/m2)
Cold
T∞,h
Gambar 2.16 Perpindahan panas secara konveksi Konveksi pada plat datar secara aliran paralel Konveksi jenis ini banyak sekali dijumpai pada penerapan engineering. Paralel flow sepanjang plat datar ini dibagi menjadi 6 pembahasan: 1. Laminar flow over on isothermal plate Dengan mengasumsikan steady state, incompressible laminar flow, dengan property fluida konstan dan mengakibatkan viskositas didapatkan persamaan boundary layer sebagai berikut: 𝜕𝑢
𝜕𝑢
Continuity
: 𝜕𝑥 + 𝜕𝑦 = 0
Momentum
:
𝑢.𝜕𝑢 𝜕𝑥
+
𝑢𝜕𝑢 𝜕𝑦
=𝑢
𝜕2 𝑢 𝜕𝑦 2
28 𝜕𝑇 𝜕𝑇 𝜕2 𝑇 + 𝑣. = 𝑎. 2 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑃𝐴 𝜕2 𝑃𝐴 𝑣. = 𝐷𝐴𝐵 𝜕𝑦 𝜕𝑦 2
: 𝑢.
Energi Spesies : 𝑢.
𝜕𝑃𝐴 𝜕𝑥
+
Kondisi kecepatan boundary layer tidak bergantung pada temperature dan konsentrasi spesimen. Perumusan masalah Hydrodynamics dapat dengan persamaan alian dimana: 𝑢=
𝜕𝜓 𝜕𝜓 𝑑𝑎𝑛 𝑢 = − 𝜕𝑦 𝜕𝑥
Untuk kasus laminar low on isothermal dapat didekati dengan angka flux dimana: 𝑁𝑢𝑥 =
Dimana:
0,3387 𝑅𝑒𝑥 1/2 𝑃𝑟 1/3 2 1/4 0,0468 [1+( 𝑃𝑟 )3 ]
Pex ≥ 100
Re = Reynold number Pr = Prandtl number Pe = Peclet number
2. Turbulen flow over on isothermal plate Berdasarkan hasil eksperimen untuk turbulen flow dengan reynold number mencapai koefisien gerakan lokal dapat dirumuskan sebagai berikut: 𝐶𝑓𝑥 = 0,0592 𝑅𝑒𝑥 −1/5 𝑅𝑒𝑥𝑐 ≤ 𝑅𝑒𝑥 ≤ 108 Persamaan di atas dengan modifikasi reynold local nusselt number untuk aliran turbulen adalah: 𝑁𝑢𝑥 = 𝑆𝑡. 𝑅𝑒𝑥 . 𝑃𝑟 = 0,0296 𝑅𝑒𝑥 4/5 𝑃𝑟1/2
0,6 ≤ Pr ≤ 60
29 Dan local Sherwood number adalah 𝑆ℎ𝑥 = 𝑆𝑡𝑚 𝑅𝑒𝑥 𝑆𝑐 = 0,0296 𝑅𝑒𝑥 4/5 𝑆𝑐1/2
0,6 ≤ 𝑆𝑐 ≤ 3000
3. Mixed Boundary Layer Condition Pada kasus mixed boundary layer dapat didekati dengan rumus: 𝑥𝑐 𝑥𝑐 1 ℎ𝐿 = (∫ ℎ𝑙𝑎𝑚 𝑑𝑥 + ∫ ℎ𝑡𝑢𝑟𝑏 𝑑𝑥 ) 𝐿 0 0
Sehingga: 4/5
𝑁𝑢𝐿 = (0,037 + 𝑅𝑒𝐿
1/3
− 𝐴) 𝑃𝑟
0,6 ≤ 𝑃𝑟 ≤ 60 𝑅𝑒𝑥𝑐 ≤ 𝑅𝑒𝐿 ≤ 108 [ ] Dengan menganalogikan analogi heat mass ransfer didapatkan rumus Sherwood number: 4/5
𝑆ℎ𝐿 = (0,037 + 𝑅𝑒𝐿
1/3
− 𝐴) 𝑆𝑐
0,6 ≤ 𝑃𝑟 ≤ 60 𝑅𝑒𝑥𝑐 ≤ 𝑅𝑒𝐿 ≤ 108 [ ] 4. Unheated Starting Length Ada daerah dimana tidak ada perpindahan panas pada jarak tertentu, dimana 0 adalah jarak boundary pada saat belum berpindah. (no heat transfer).
30 Dapat dituliskan sebagai berikut :
Gambar 2.17 Flat plate in parallel flow
Nusselt number pada kasus ini 𝑁𝑢𝑥 =
𝑁𝑢𝑥 |𝜉=0 𝜉 [1−( ⁄𝑥 )9/10 ]
1/9
5. Flat plate with constant heat flux condition Ada kemungkinan uniform surface heat flux telah berpengaruh daripada uniform temperature pada kasus kondisi ini maka nilai Nu number dirumuskan: (𝑇𝑠 − 𝑇∞) =
𝑞𝑠" .𝐿 𝑘 𝑁𝑢𝐿
6. Limitation on use convection coefficient Meskipun persamaan pada bagian ini cocok untuk kebanyakan perhitungan engineering, dalam prakteknya lebih sering digunakan nilai exact untuk koefisien konveksi mengacu pada free stream turbulent dan kekerasan permukaan dan kesalahan 25% mungkin terjadi dalam persamaan ini.
31 2.6.3 Radiasi Radiasi merupakan cara perpindahan energi panas dengan gelombang elektromagnetik dari suatu permukaan benda ke lingkungannya tanpa memerlukan media penghantar. Model matematik dari perpindahan panas secara radiasi ini adalah sebagai berikut: 4 𝑞"𝑟𝑎𝑑 = 𝜎ɛ(𝑇𝑠4 − 𝑇𝑠𝑢𝑟 )
(Wilbert F. Stocker, Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, 1982) Dimana: q” : heat flux, W/m2 σ : konstanta Stefan-Boltzman, 5.67 x 10-8 W/m2K4 ɛ : emisivitas bahan hr : koefisien perpindahan panas radiasi, W/m2K Ts : temperatur permukaan, K Tsur : temperatur lingkungan, K Untuk benda hitam sempurna atau black body mempunyai nilai e=1, karena benda hitam merupakan pemancar dan penyerap panas yang baik. Sedangkan permukaan yang mengkilap termasuk pemancar dan penyerap panas yang buruk memiliki nilai e=0. 2.7
Metode Distribusi Udara Pada Ruangan Berdasarkan ASHRAE Fundamentals Handbook 1997 chapter 31 “Space Air Diffusion”, sistem distribusi di dalam ruangan terbagi atas tiga hal yaitu: sistem campuran, sistem perpindahan, dan sistem setempat. Berikut merupakan penjelasan dari setiap sistem tersebut. Udara terkondisi biasanya dialirkan pada sistem keluaran dengan kecepatan lebih tinggi disbanding kecepatan sirkulasi udara ruangan yang dikondisikan. Temperatur udara terkondisi mungkin lebih tinggi atau lebih rendah atau sama dengan temperatur ruangan yang dikondisikan, tergantung pada beban ruangan
32 semburan udara dari diffuser bercampur dengan udara sekeliling sehingga menurunkan kecepatan dan menyeimbangkan temperatur udara. Kecepatan udara pendingin yang didistribusikan lebih besar dari kecepatan udara ruangan. Temperatur udara pendingin dapat lebih tinggi, di bawah, atau sama dengan temperatur udara ruangan. Distribusi udara dipengaruhi oleh: (1) Posisi inlet udara pada ruangan melalui salura udara. Hal ini perlu diperhatikan guna mengurangi pergerakan udara pendingin dan perbedaan temperatur antara saluran udara dan ruangan. (2) Pengaruh konveksi natural dan efek radiasi di dalam ruangan. Salah satu metode distribusi udara pada ruangan adalah prinsip saluran keluaran udara (air outlets). Outlet diklasifikasikan atas dinding, atap, dan lantai. Distribusi campuran menghasilkan kecepatan udara, temperatur, kelembaban dan kualitas udara cukup seragam pada ruang yang dikondisikan. Jenis-jenis keluaran dan kinerjanya dibagi dalam 5 kelompok yaitu: 1. Kelompok A Keluaran dipasang pada langit-langit atau dekat langit-langit yang mengalirkan udara secara mendatar. Berikut ini adalah gambar kelompok A:
33
Gambar 2.18 Karakteristik Gerakan Udara Pada Keluaran Kelompok A (ASHRAE Fundamental Handbook, 1997) 2. Kelompok B atau dekat lantai yang mengalirkan udara secara tegak dengan semburan yang tidak menyebar. Berikut ini adalah gambar kelompok B:
Gambar 2.19 Karakteristik Gerakan Udara Pada Keluaran Kelompok B (ASHRAE Fundamental Handbook, 1997) 3. Kelompok C Keluaran dipasang pada lantai atau dekat lantai yang mengalirkan udara secara tegak dengan semburan yang menyebar. Berikut ini adalah gambar kelompok C:
34
Gambar 2.20 Karakteristik Gerakan Udara Pada Keluaran Kelompok C (ASHRAE Fundamental Handbook, 1997) 4. Kelompok D Keluaran dipasang pada lantai atau dekat lantai yang mengalirkan udara secara mendatar. Berikut ini adalah gambar kelompok D: 5. Kelompok E Keluaran dipasang pada langit-langit mengalirkan udara primer secara vertikal. Berikut ini adalah gambar kelompok E:
35
Gambar 2.21 Karakteristik Gerakan Udara Pada Keluaran Kelompok D (ASHRAE Fundamental Handbook, 1997)
Gambar 2.24 Karakteristik Gerakan Udara Pada Keluaran Kelompok E (ASHRAE Fundamental Handbook, 1997)
36
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penyusunan tugas akhir ini metode penelitian yang digunakan adalah simulasi numerik dengan menggunakan software Fluent 6.3.26 yang nantinya digunakan sebagai acuan untuk melakukan analisa sistem penkondisian udara ruang unit produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant 3.1 Tahapan Penelitian Dalam melakukan penelitian mengenai studi numerik distribusi temperatur dan kecepatan udara ruang unit produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant, terdapat beberapa tahapan yang dilakukan antara lain: 1. Studi Kasus Permasalahan yang diangkat merupakan usaha untuk mengetahui bagaimana heat transfer dari distribusi temperatur dan kecepatan udara dari ruang unit produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant dengan bantuan software FLUENT 6.3.26. 2. Studi Literatur Pembahasan dari permasalahan tersebut mengikuti pembahasan dari studi literatur yang berkaitan dengan distribusi temperatur dan kecepatan udara yang terjadi pada suatu ruangan dan studi literatur mengenai simulasi numerik distribusi temperatur dan kecepatan udara pada suatu ruangan. Studi literatur diperoleh dari e-book, buku-buku, jurnal, dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan. 3. Pengambilan Data Dalam tugas akhir ini yang menjadi obyek penelitian adalah ruang unit produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant. Dengan sistem pengkondisian yang saat ini diterapkan (existing), temperatur ruangan sebesar 34oC dan Relative Humidity (RH) sebesar 64 %.
37
38 4. Pemodelan dan Simulasi Tahapan ini dilakukan dengan pre-processing, processing, dan post-processing. Pre-processing dilakukan dengan membuat geometri, penentuan meshing, dan penentuan boundary condition dengan menggunakan software GAMBIT 2.4.6. Processing dilakukan dengan melakukan simulasi dari meshing geometri yang telah dibuat. Post-processing dilakukan dengan menampilkan hasil simulasi berupa distribusi temperatur dan kecepatan. Proses processing dan postprocessing dilakukan dengan menggunakan software FLUENT 6.3.26. 5. Pengolahan dan Analisa Data Hasil Simulasi Setelah mendapatkan data dari hasil simulasi kemudian data tersebut diolah dan dianalisa. Data ditampilkan dalam bentuk kontur dan vektor untuk dapat dianalisa secara kualitatif. Keseluruhan tahapan yang telah dilakukan dan hasil penelitian yang telah dibahas, kemudian disusun dalam bentuk laporan sistematis. 3.2
Pengambilan Data Dalam tugas akhir ini yang menjadi obyek penelitian ruang unit produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant. Dengan sistem pengkondisian yang saat ini diterapkan (existing), temperatur ruangan sebesar 34oC dan Relative Humidity (RH) sebesar 64 %. Data yang didapatkan adalah sebagai berikut: Keterangan: Dimensi ruangan : 75.000 mm x 40.000 mm x 13.400 mm Mechanic Ventilation (24 unit) Blower Fan (7unit) - Dimensi : 1.200 mm x 1.200 mm - Daya : 4 kW, 5.5 Hp - I : 14.4 A - V : 380, f : 50 Hz
39
Gambar 3.1 Tampak Depan (Timur) Ruang Unit Produksi
Gambar 3.2 Tampak Samping (Selatan) Ruang Unit Produksi
Gambar 3.2 merupakan gambar Tampak Samping (Selatan) Ruang Unit Produksi. Melihat terlalu kompleksnya geometri yang dibuat, maka geometri ruangan dibuat menjadi lebih sederhana dan sesuai tujuan yang akan dicapai. Simplifikasi ruangan ini meliputi: pemilihan area simulasi, menghilangkan konveyor, menyatukan mesin – mesin yang berdekatan sebagai balok panjang, dan estimasi pekerja yang beraktivitas di sekitar mesin. Ruang sample yang ditinjau berukuran 8.000 mm x 40.000 mm x 13.400 mm. Setelah membuat simplifikasi ruangan kemudian diambil suatu zona yang akan ditinjau lebih lanjut dalm simulasi. Zona tersebut ditunjukkan pada gambar berikut.
40
Gambar 3.3 Zona Yang Ditinjau
a. Peralatan dan Jumlah Orang Berdasarkan data jumlah pekerja di PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant mencapai 30pekerja.. Tabel 3.1 di bawah akan menunjukkan peralatan di Ruang Keberangkatan dan berapa daya dalam Watt yang dikeluarkan. 3.3
Pemodelan dan Simulasi Pemodelan dan simulasi ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak GAMBIT 2.4.6 dan FLUENT 6.3.26. Urutan pembuatan adalah sebagai berikut: 3.3.1 Pre-Processing Tahap pre-processing adalah tahap pembuatan model dan geometri dari perangkat lunak GAMBIT 2.4.6. Adapun proses yang dilakukan dalam software GAMBIT 2.4.6 adalah sebgai berikut: a. Membuat model Yaitu menggambar model uji berupa bentuk ruangan di PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant. Berikut ini adalah gambar bentuk model uji.
41
Gambar 3.4 Model Benda Uji
Gambar 3.5 Model manusia, mesin, dan inlet
b. Membuat meshing Yaitu membagi model solid menjadi elemen-elemen kecil sehingga kondisi batas dan beberapa parameter yang diperlukan dapat diaplikasikan ke dalam elemen-elemen tersebut. Kualitas dan kuantitas mesh yang digunakan sangat mempengaruhi proses penyelesaian simulasi. Meshing yang digunakan pada penelitian tugas akhir ini antara lain: hexagonal, hexagonal/wedge, dan tetrahedral/hybrid. c. Menentukan boundary condition yang digunakan
42 Setelah meshing dibuat kemudian dilakukan penentuan boundary condition. Untuk inlet fluida berupa udara yang bersifat incompressible maka dipilih boundary condition berupa velocity inlet. Pada bagian outlet dipilih boundary condition berupa exhaust fan. Sedangkan boundary condition untuk perangkat mesin, konveyor, atap, dinding, lantai, dan manusia berupa wall.
(a)
(b) Gambar 3.6 (a) Meshing (b)Meshing Examination (Skewness < 0.72)
43 3.3.2 Processing Pada tahap ini dilakukan prsose simulasi berdasarkan hasil meshing dari geometri yang telah dibuat dengan menggunakan software FLUENT 6.3.26. Adapun proses yang dilakukan antara lain: 1. Solver Models Pemodelan ini menggunakan solver 3D dengan keakuratan tunggal. Pada penelitian ini digunakan solver segregated untuk menyelesaikan persamaan tersebut secara bertahap (terpisah antara satu persamaan dengan persamaan yang lain). Solver yang digunakan berbasis tekanan (pressure based). Pada sub menu viscous, dipilih turbulence model k-ɛ Standar. Pada sub menu energy, persamaan energy diaktifkan dalam mendukung penyelesaian heat transfer terhadap perubahan temperatur. 2. Materials Dalam tahap ini dilakukan pengaturan properties fluida masuk berupa udara dengan temperature inlet sebesar 34oC (=307 K). Properties diperoleh dengan melihat tabel A.4 untuk udara pada buku “Fundamental Heat and Mass Transfer sixth edition” karya Incropera, dkk (2002), yang kemudian ditabelkan pada tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1 Properties Fluida Properties Fluida Temperatur inlet (K) ρ atau Density (kg/m3) cp atau Panas spesifik (kJ/kg.K) μ atau Viskositas absolute (N.s/m2) k atau Thermal Conductivity (W/m.K)
Besar 292 1,20955 1,00678 181,8 e-07 25,6 e-03
3. Operating Condition Merupakan perkiraan kondisi daerah operasi yang biasanya merupakan perkiraan tekanan pada daerah operasi yakni sebesar1 atm (=101325 Pa). 4. Boundary Condition Informasi variabel yang akan disimulasikan dimasukkan sebagai parameter nilai untuk setiap boundary condition. Variasi beban pendinginan didapatkan kondisi peak time yang diambil pada waktu
44 siang hari. Pada simulasi ini menggunakan kondisi batas yang terlihat pada tabel 3.2 Tabel 3.2 Boundary Condition Boundary Condition
Keterangan
Blower Fan Pintu Ventilator Inlet Diffuser Atap Lantai Dinding Mesin Manusia Duct
Velocity inlet Pressure Inlet Exhaust Fan Velocity Inlet Wall Wall Wall Wall Wall Wall
5. Control and Monitoring Solutions Solution control untuk metode steady yang digunakan adalah metode pressure-velocity coupling adalah PISO dengan diskritisasi standar untuk pressure dan second order upwind untuk parameter lainnya. Pada monitoring solutions dilakukan pengaturan kriteria residual untuk parameter energy sebesar 10-6, sedangkan parameter lain diatur tingkat konvergensinya sebesar10-4. 3.3.3 Post-Processing Merupakan tampilan hasil serta analisa terhadap hasil yang telah diperoleh. Penggunaan model numerik dapat menghsilkan kontur temperatur dan vektor kecepatan yang selanjutnya akan dianalisa mengenai distribusi temperatur dan kecepatan udara yang terjadi di dalam PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant. Kontur yang ditampilkan yaitu pada sumbu X (x/l), sumbu Y (y/h), dan sumbu Z (z/w). Data kualitatif berupa visualisasi aliran dengan menampilkan pola aliran yang ditampilkan dengan kontur temperature dan vector kecepatan
45 3.4
Perencanaaan Air Handling Unit (AHU) Perencanaa Air Handling Unit dilakukan dengan dasar pertimbangan Total Cooling Load, kebutuhan udara supply. 3.4.1 Beban pendinginan Berikut ini merupakan sumber yang berpengaruh pada beban pendinginan: a. Manusia Data yang diperlukan adalah jumlah orang dan aktivitas yang dilakukan dalam satu ruangan. Data diperoleh dari pihak menejemen gedung b. Lampu dan Mesin Data yang diperlukan adalah daya total dari lampu dan mesin yang digunakan dalam satu ruangan. Untuk memperoleh data tersebut dapat dilakukan dengan pengamatan langsung. c. Dinding Data yang diperlukan adalah material dinding, ketebalan dinding, luas dinding, posisi dinding. Data ini diperoleh dengan pengukuran lansung dan dari pihak menejemen. d. Lantai Data yang diperlukan adalah material lantai, luasan lantai dan ketebalan lantai. Data ini diperoleh dengan pengamatan lansung dan dari pihak menejemen. e. Atap Data yang diperlukan adalah material dari atap dan ketebalannya. Data diperoleh dari pihak menejemen. h. Ventilasi Data yang diperlukan adalah jumlah udara di dalam gedung dan diluar gedung, kelembapan udara di dalam maupun di luar gedung. Data ini diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan higrometer . 3.4.2 Unit Sistem Pengkondisian Udara dan Saluran Udara Data yang diperlukan untuk menganalisa sistem pengkondisian udara beserta salurannya adalah:
46 a.
Unit Pengkondisian Udara Data yang diperlukan adalah spesifikasi unit yang didalamnya termasuk merk,tipe, kapasitas pendinginan,kapasitas udara.Data diperoleh dari pihak menejemen. b. Saluran Udara Data yang diperlukan adalah dimensi dan geometri saluran udara, material penyusun saluran udara, dan temperatur udara di dalam saluran udara. Data fisik saluran udara diperoleh dari dari pihak menejemen, sedangkan data temperatur diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan termometer
Gambar 3.7 Skema Sistem Pengkondisian Udara 3.5 Flowchart Penelitian Dalam proses pengerjaan tuas akhir ini, dari pengambilan data hingga tampilan akhir dapat dilihat pada flowchart di bawah ini:
47
48
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB IV ANALISA DATA Permodelan geometri bangunan, lokasi ventilasi, dan fan disimulasikan dengan CFD. Pada proses perhitungan menggunakan CFD akan menampilkan deskripsi aliran fluida ventilasi, temperatur udara, pengaruh buoyancy udara dan perpindahan panas sistem di dalam ruangan. Simulasi distribusi kecepatan udara dan temperatur udara pada Ruang Unit Produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant menggunakan FLUENT 6.3.26 dengan model tiga dimensi (3ddp). Setelah proses iterasi dilakukan, maka diperoleh data hasil post-processing dari permodelan yang meliputi kontur pola aliran (Pathline), kontur vektor kecepatan udara, dan kontur distribusi temperatur udara.
Gambar 4.1 Hasil domain tiga dimensi bangunan
Gambar 4.1 di atas menunjukkan permodelan domain yang disimulasikan. Adapaun domain yang disimulasikan terdiri atas domain kondisi existing bangunan dengan menggunakan blower. Kemudian dilakukan simulasi domain kondisi perencanaan sistem
49
50 pengkondisian udara bangunan menggunakan saluran perpipaan (ducting). Melalui hasil post-processing yang didapatkan, akan dilihat kontur kecepatan udara dan distribusi temperatur udara beberapa potongan iso-surface pada titik yang ditentukan. Terdapat dua kondisi bangunan yang disimulasikan. Kondisi pertama untuk menunjukkan domain existing bangunan, udara masuk ke dalam ruangan dengan kecepatan udara 6 m/s melalui bukaan inlet blower, sedangkan bukaan inlet pada diffuser dimatikan (kondisi off). Kondisi kedua untuk menunjukkan domain perencanaan sistem pengkondisian udara bangunan. Pada kondisi ini, bukaan inlet blower dimatikan (kondisi off), sedangkan bukaan inlet diffuser dinyalakan. Udara dingin dengan temperatur udara 20oC masuk ke dalam ruangan dengan variasi kecepatan udara: 1,5 m/s ; 2 m/s ; dan 2,5 m/. Udara dingin ini masuk melalui bukaan inlet diffuser dengan ketinggian 4,2 m dari lantai bangunan. Pada simulasi perencanaan sistem pengkondisan udara, dapat dilihat fenomena udara melalui pola aliran udara yang terbentuk. Udara dingin melalui diffuser memiliki massa jenis (density) yang lebih besar. Udara dingin akan turun perlahan, sedangkan aliran udara supply dari inlet diffuser megalami kehilangan kecepatan udara dan menyebar lebih luas ketika mencapai lantai. Sifat udara tidak mampu membentuk aliran berbelok secara tiba-tiba. Sebagian aliran udara juga dipengaruhi efek buoyancy force di daerah dekat tubuh pekerja dan peralatan yang ada di dalam bangunan. Persebaran aliran udara hingga menyentuh lantai dipengaruhi oleh tekanan rendah pada bukaan outlet. Melalui variasi kecepatan udara yang disimulasikan, akan memperlihatkan vektor aliran kecepatan udara dan distribusi temperatur udara terhadap posisi pekerja. Dan distribusi yang terjadi pada tiap variasi kecepatan udara ini akan berkaitan dengan performa Air Handling Unit. Karena kecepatan udara aliran melalui bukaan inlet diffuser akan berbeda, maka distribusi Nusselt Numberi dan koefisien Heat Transfer juga berbeda.
51
Gambar 4.2 Potongan iso-surface
Penelitian tugas akhir ini dilakukan simulasi secara steady untuk kondisi existing dan kondisi perencanaan sistem pengkondisian udara. Beban pendinginan untuk kedua kondisi ini sama besar. Nilai heat gain yang dianalisa adalah dari tubuh manusia yang didapat dari ASHRAE Fundamentals Handbook, yaitu sebesar 200 W/m3. Analisa dan pembahasan dari peneliatian tugas akhir ini adalah dengan melakukan pemotongan iso-surface. Pada Gambar 4.2 menampilkan potongan iso-surface masing-masing bidang x dan y untuk setiap kondisi dan variasi kecepatan udara pendingin. Melalui potongan iso-surface didapatkan bidang 2 dimensi. Untuk bidang x adalah untuk menganalisa pola kecepatan udara aliran udara pada dua posisi pekerja, yaitu x/l = -1,5 dan x/l = 0,4. Untuk bidang y adalah untuk menganalisa distribusi temperatur udara pada pekerja, yaitu y/h = -12. Ketingginan bangunan dibawah sumbu y adalah 13,4 m, sehingga pada y= -12 merupakan posisi 1,4 m pekerja untuk melihat distribusi temperatur udara yang berkaitan dengan human comfort. Gambar 4.3 merupakan tampilan posisi pekerja pada bidang –X. Untuk mengetahui karakteristik daerah analisa pada baris pekerja, maka perlu diambil data dari simulator. Data yang diperoleh yakni data mentah yang nantinya akan diolah menjadi
52 grafik. Grafik yang akan dibahas pada analisa kuantitatif adalah grafik kecepatan udara lokal, nusselt number, dan koefisien heat transfer yang akan ditinjau dari tiap-tiap posisi pekerja dalam baris 1 – 5.
Gambar 4.3 Tampilan baris pekerja pada potongan bidang –X
4.1 Analisa Pembahasan Simulasi Kondisi Existing Ruang Unit Produksi 4.1.1 Pola Aliran Kecepatan udara Kondisi existing pada ruang unit produksi menunjukkan aliran distribusi udara melalui Fan dengan kecepatan udara 6 m/s yang terletak pada 0,3 meter dari permukaan lantai lantai. Untuk mendapatkan distribusi udara yang tepat pada zona yang diamati (Occupied Zone), maka posisi inlet udara sangat berpengaruh. Berdasarakan ASHRAE Fundamental Handbook, 1997, kondisi dengan distribusi udara demikin masuk ke dalam metode B. Dimana udara dipasang pada lantai atau dekat lantai yang mengalirkan udara secara mendatar.
53 Gambar 4.3 menunjukkan kontur dan vektor kecepatan udara yang terbentuk pada bidang y/h = -12,5. Dari visualisasi tersebut dapat dilihat bahwa udara memasuki ruangan melalui inlet Fan kemudian udara menyebar secara mendatar. Daerah dengan kecepatan udara paling tinggi yaitu sebesar 6m/s terletak di daerah inlet Fan. Udara bergerak lurus kemudian naik sebelum sempat tersebar di daerah sekitar occupied zone. Dapat dilihat melalui Gambar 4.3 kecepatan udara yang dikeluarkan dari inlet Fan secara mendatar mencapai titik terjauh 15m dari fan yaitu sebesar 2,7 m/s.
Gambar 4.4 Visualisasi Kontur Kecepatan udara Bidang y/h = -12,5 dengan Pemakaian Fan 6m/s
Dari visualisasi pada gambar dapat dilihat bahwa pada awal aliran terjadi perlambatan kecepatan udara. Sehingga pada daerah lain dan pada keseluruhan ruangan masih berkecepatan udara rendah yaitu sebesesar 0,3 – 1,2 m/s. Panas yang dihasilkan oleh manusia, mesin, dan temperatur udara cuaca menyebabkan pegerakan udara panas dalam ruangan. Dimana udara panas tersebut memiliki density yang rendah. Sehingga pola aliran udara
54 yang terbentuk belum memenuhi seluruh ruangan. Hal inilah yang menyebabkan kecepatan udara yang terjadi berbeda di setiap daerah.
(a)
(b) Gambar 4.5 Visualisasi Kontur Kecepatan udara Bidang (a) x/l = 2 dan (b) x/l= -1.5
Pada Gambar 4.5 (a) menampilkan kontur kecepatan udara pada bidang x/l = 2. Dapat dilihat pola aliran udara setelah meninggalkan inlet fan. Pemakaian fan pada kondisi existing tidak mampu mempertahankan kecepatan udara konstan. Pada gambar tersebut dapat dilihat udara pada rentang 5,7 – 6 m/s hanya pada jarak 3m dari fan. Sedangkan occupied zone atau daerah pekerja terletak pada 20 – 30 m dari fan. Kemudian kondisi drop dapat dilihat melalui pola aliran pada jarak vertikal dimana ujung terendah dari akhir hembusan udara terhadap sumbu horizontal fan. Gambar 4.5 (a) menunjukkan kecepatan udara pada kondisi drop berada pada 5,7 m/s dan mengalami penurunan hingga 2,7 m/s sebelum sampai pada occupied zone. Pada gambar 4.5 (b) menampilkan kontur kecepatan udara pada bidang x/l = 1.5 dimana daerah ini merupakan occupied zone. Dapat terlihat pola aliran udara disekitar tempat pekerja berdiri yaitu 0 – 0,9 m/s.
55
Gambar 4.6 Pathline kecepatan udara aliran pada Kondisi Existing
Dapat terlihat melalui pathline vektor kecepatan udara pada Gambar 4.6 Penggunaan fan menyebabkan aliran udara ruangan terpecah menuju berbagai arah sesaat seletah menabrak barang-barang (mesin). Hal ini meyebabkan perbedaan distribusi udara sehingga udara dari fan tidak dapat memenuhi ruangan seluruhnya, khususnya occupied zone atau daerah perkerja berdiri. 4.1.2
Pola Temperatur Udara Pada subbab ini ditampilkan visualisasi distribusi temperatur udara yang mengalir pada kondisi existing ruang unit produksi. Visualisasi tersebut ditunjukkan dengan distribusi warna yang masing-masing warna menunjukkan rentang temperatur udara tertentu. Warna merah menunjukkan temperatur udara paling tinggi dan warna biru yang paling rendah. Grafik 4.7 menunjukkan distribusi temperatur udara terhadap ketinggian posisi pekerja. Pada daerah inlet fan udara memiliki temperatur udara 34oC. Pada kontur terlihat udara yang berhembus meninggalkan fan ke dalam ruangan. Kemudian udara tersebar dan terpecah ke berbagai arah ketika menabrak perangkat mesin. Fan mengalirkan udara dari luar ruangan (outdoor air
56
Temperatur udara (Celcius)
supply), sehingga temperatur udara yang dihembuskan tidak mampu mendinginkan temperatur udara dalam ruangan. Udara panas di dalam ruangan berasal dari panas tubuh pekerja, mesin, dan temperatur udara iklim yang panas. Sehingga temperatur udara fan hanya dapat dipertahankan 34oC hingga jarak 5m dari fan. Setelah itu temperatur udara fan naik menjadi 35,5 oC sejauh 15m dari fan. Sedangkan temperatur udara ruangan disekitarnya masih tinggi pada rentang 35 – 36 oC. Pada gambar dapat dilihat, temperatur udara disekitar mesin yang mengeluarkan panas pada rentang 36 – 38oC.
36.6 36.4 36.2 36
Posisi y=1,2 m Posisi y=1,7 m
35.8 35.6 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Posisi (m)
Gambar 4.7 Dstribusi temperatur udara kondisi existing terhadap ketinggian pekerja
Gambar 4.8 menunjukkan distribusi temperatur udara pada daerah perkerja berdiri pada bidang x/l = 0,4 dan x/l = -1,5. Dapat dilihat melalui warna kuning pada gambar, temperatur udara ruangan masih sangat tinggi dan tidak sesuai untuk temperatur
57 udara efektif bagi pekerja. Bagian atas ruangan memiliki temperatur udara tinggi akibat radiasi matahari yang diterima melalui atap, yaitu pada rentang 37 – 39 oC. Kemudian temperatur udara pada ketinggian 2 – 4 m dari permukaan lantai berada pada rentang 36 oC Distribusi temperatur udara pada ruangan tidak merata. Pada jarak 17m dari fan timbul olakan pada aliran udara yand ditandai dengan warna hijau pada gambar. Hal ini disebabkan oleh aliran udara berhembus melalui fan yang menimbulkan olakan aliran udara ke atas. Dapat dilihat melalui Gambar 4.8 (a) dan (b), temperatur udara di tempat pekerja beridiri tidak mampu didinginkan oleh fan. Hal ini disebabkan oleh pola aliran udara yang terpecah ketika menabrak perangkat mesin, serta temperatur udara fan yang tinggi. Sehingga temperatur udara tinggi pada occupied zone, yaitu pada rentang temperatur udara 34 – 36 oC.
(a)
(b)
Gambar 4.8 Visualisasi kontur temperatur udara pada (a) bidang x/l = 0,4 dan (b) bidang x/l= -1.5 dengan pemakaian Fan 6m/s
58 4.2
Analisa Pembahasan Simulasi Kondisi Perencanaan Sistem Pengkondisian Udara
Kondisi perencanaan sistem pengkondisian udara pada ruang unit produksi menunjukkan aliran distribusi udara melalui diffuser dengan variasi kecepatan udara 1,5 m/s, 2 m/s, dan 2,5 m/s. Posisi diffuser terletak pada ketinggian 4,2 m dari permukaan lantai dan menghembuskan udara pendingin yaitu 20oC. Untuk mendapatkan distribusi udara yang tepat pada zona yang diamati (Occupied Zone), maka posisi inlet udara sangat berpengaruh. Berdasarakan ASHRAE Fundamental Handbook, 1997, kondisi dengan distribusi udara demikin masuk ke dalam metode A. Dimana udara dipasang pada lantai atau dekat lantai yang mengalirkan udara secara mendatar.
Gambar 4.9 Pathline Aliran pada Kondisi Perencanaan Sistem Pendingin
59 Pola aliran yang melintasi occupied zone untuk semua variasi kecepatan udara masuk dijelaskan pada gambar di sub bab ini. Dapat dilihat pada gambar bahwa pada saat aliran melintasi occupied zone mengalami penurunan kecepatan udara dan persebaran. Dalam simulasi ini diffuser akan menyebarkan hembusan udara dingin ke dalam ruangan dengan kecepatan dan pengaruh gaya gravitas. Aliran udara dingin akan terpecah saat menabrak manusia dan akan melintasi tiap sisi manusia. Ketika udara pendingin menyentuh permukaan lantai, aliran udara akan mengalir keatas. Demikian udara mengalir seterusnya, sehingga udara dingin akan tersebar ke dalam ruangan. Dalam merencanakan sistem pendingin, terdapat beberapa parameter yang perlu diperhaitkan. Hal ini bertujuan supaya temperatur udara yang diinginkan pada occupied zone dapat tercapai, serta didapatkan karateristik sistem pendingin yang sesuai. Setelah udara dingin meninggalkan diffuser, udara akan mengalami persebaran dengan sudut tertentu. Persebaran ini dapat terjadi secara horizontal atau vertikal. Kemudian jarak dari inlet diffuser ke suatu titik dimana kecepatan udara aliran udara mengalami penurunan. Hal ini akan dianalisa dalam sub bab untuk melihat temperatur udara efektif yang didapatkan pada occupied zone. 4.2.1 Pengaruh Penambahan Diffuser Pada Kecepatan udara 2,5 m/s Pada pembahasan sub bab ini hal yang akan dianalisa adalah karakteristik aliran udara pendingin melalui diffuser pada kecepatan udara 2,5 m/s. Analisa yang akan digunakan untuk mengetahui karakteristik aliran yang mengalir dalam simulasi diperoleh dari kontur kecepatan udara pada occupied zone. Kontur tersebut akan digunakan sebagai visualisasi distribusi kecepatan udara yang mengalir melalui daerah pekerja.
60
(a)
(b)
Gambar 4.10 Visualisasi Kontur Kecepatan udara Bidang (a) x/l =0,4 dan (b) x/l= -1,5 dengan kecepatan udara 2,5 m/s
Pada Gambar 4.10 menunjukkan vektor kecepatan udara dari inlet diffuser pada bidang x/l = -1,5 dan x/l = 0,4 dimana hembusan aliran udara dari inlet diffuser turun akibat gaya tekan diffuser dan gaya gravitasi. Hal ini dapat terlihat secara visual dari vektor kecepatan udara yang dihasilkan di daerah inlet diffuser 1,83 m/s. Jangkauan aliran udara dengan kecepatan udara stabil terlihat hingga jarak 2m dari inlet diffuser. Pada jarak ini, kecepatan udara menurun hingga 1,35 m/s. Kecepatan udara pada inlet diffuser tidak sebesar 2,5 m/s, hal ini diakibatkan adanya perbedaan temperatur udara ruangan dengan inlet diffuser. Setelah udara keluar dari diffuser terlihat bahwa udara memiliki kecepatan udara yang semakin turun. Melalui grafik terlihat bahwa kecepatan udara pendingin pada ketinggian pekerja menurun. Kecepatan udara pada tiap baris pekerja berada pada rentang 0,91 – 1,08 m/s. Kemudian udara mulai jatuh kebawah lalu menyebar, sehingga udara panas yang dihasilkan manusia naik keatas. Hal ini disebabkan pergerakan udara panas yang dihasilkan oleh manusia, dimana udara panas memiliki density yang lebih rendah. Melalui
61 kontur kecepatan udara dapat dilihat pula kecepatan udara disekitar bangunan pada rentang 0,5 – 0,8 m/s, hal ini menunjukkan adanya sirkulasi aliran yang terbentuk akibat efek buoyancy udara pendingin dan udara panas di dalam ruangan.
1.9
Kecepatan Udara (m/s)
1.8 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2
Baris Pekerja 1
1.1
Baris Pekerja 2
1
Baris Pekerja 3 1.5
2
2.5
3
Posisi -y (m)
3.5
4
Baris Pekerja 4 Baris Pekerja 5
Gambar 4.11 Penurunan kecepatan udara 2,5 m/s terhadap ketinggian pada tiap baris pekerja
Kecepatan udara aliran udara pendingin sebesar 2,5 m/s mampu mendinginkan temperatur udara occupied zone, yakni pada daerah baris pekerja. Pada Gambar 4.12 menampilkan kontur temperatur udara pada baris pekerja. Terlihat kontur temperatur udara pada baris pekerja 1 – 5 pada rentang 23,4 oC – 24,8 oC. Kontur temperatur udara untuk bagian kiri dan kanan ruangan memiliki temperatur udara sebesar 26,3 oC – 29,7 oC.
62
(a)
(b)
Gambar 4.12 Visualisasi Kontur Temperatur udara Bidang (a) x/l = 1,5 dan (b) x/l= 0,4 dengan kecepatan udara 2,5 m/s
Udara panas disekitar ruangan tidak dialirkan kembali ke dalam koil pendingin. Sistem distribusi udara yang dirancang untuk mendiginkan posisi dimana pekerja berdiri dan melakukan aktivitas. Sedangkan temperatur udara disekitar ruangan masih terlihat cukup tinggi. 4.2.2
Pengaruh Variasi Kecepatan udara Pada sub bab ini hal yang akan dianalisa adalah karakteristik aliran yang melewati posisi baris pekerja 3 – 5 dengan variasi kecepatan udara pendingin yakni 1,5 m/s ; 2 m/s; 2,5 m/s. Dari gambar kontur kecepatan udara, distribusi warna mewakili masing-masing rentang kecepatan udara aliran tertentu. Gambar dari kontur kecepatan udara yang diperoleh seperti di bawah ini:
63
Gambar 4.13 Visualisasi kontur kecepatan udara dan temperatur udara bidang x/l = -1,5 dengan variasi kecepatan udara inlet
Gambar 4.13 menunjukkan distribusi kecepatan udara dan temperatur udara yang terjadi pada baris 3 – 5 pekerja pada tiaptiap variasi kecepatan udara masuk. Dapat dilihat dari distribusi warna yang terjadi bahwa variasi kecepatan udara tidak memberi perbedaan yang signifikan pada kecepatan udara aliran udara di dalam ruangan. Sedangkan melalui kontur distribusi temperatur udara dapat dilihat visualisasi udara pendingin yang ditunjukkan oleh warna biru. Semakin tinggi kecepatan udara masuk, temperatur udara ruangan semakin dingin. Terlihat melalui gambar, udara pendingin memenuhi ruangan.
Temperatur udara (Celcius)
64
31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21
29.014
23.167 23.583 0
5
10
15 20 25 Posisi-Z (m)
30
35
40
Kecepatan Udara 1,5 m/s (y=1,2 m) Kecepatan Udara 2 m/s (y=1,2 m)
Gambar 4.14 Pengaruh Variasi kecepatan udara pendingin terhadap distribusi temperatur udara bidang zy pada ketinggian 1,2 m
Gambar 4.14 menunjukkan distribusi temperatur udara pada ketinggian 1,2 m. Dapat terlihat melalui grafik, kecepatan udara pada jara 12m, 20m, dan 24m tidak memberi perbedaan secaara signifikann, yakni pada rentang 23 oC – 25 oC. Begitu pula distribusi temperatur udara pada bagian kanan dan kiri bangunan yang terbentuk, yakni pada rentang 29 oC – 31 oC. Posisi tersebut merupakan occupied zone pada baris pekerja 3 – 5, dimana pekerja melakukan aktivitas disekitar mesin pengisi oli.
65
Gambar 4.15 Visualisasi kontur temperatur udara dan kecepatan udara bidang y/h= 0,4
Pada gambar 4.15 dapat dilihat visualisasi distribusi temperatur udara dan kecepatan udara pada occupied zone dan ruangan pada ketinggian 1,2 meter pekerja. Terlihat udara pendingin tersebar ke seluruh ruangan, sehingga temperatur ruangan awal 35 oC dapat diturunkan hingga rentang 24 oC - 29 oC. Pada Gambar 4.16 menunjukkan kontur temperatur udara dan kecepatan udara pada bidang z/w = 0,4 dimana posisi ini merupakan posis baris pekerja yang berdekatan dengan mesin pengisi oli. Melalui gambar dapat terlihat hembusan aliran udara dari inlet diffuser turun akibat gaya tekan diffuser dan gaya gravitasi. Hal ini dapat terlihat secara visual dari kontur kecepatan udara yang dihasilkan di daerah inlet diffuser 1,83 m/s. Jangkauan
66 aliran udara dengan kecepatan udara stabil terlihat hingga jarak 2m dari inlet diffuser. Pada jarak ini, kecepatan udara menurun hingga 1,35 m/s.
Gambar 4.16 Visualisasi kontur temperatur udara dan kecepatan udara bidang z/w = 0,4
67
Dimensi bidang z adalah 8meter dimana posisi manusia, mesin, dan diffuser ditempatkan ditengah bidang. Melalui gambar terlihat distribusi temperatur udara pada bidang z pada rentang 23oC – 27 oC. Dimana temperatur udara occupied zone memenuhi standard kenyamanan pekerja dan temperatur ruangan turun hingga 27 oC. Sehingga dengan pergerakan pekerja selama beraktivitas berada pada rentang temperatur udara yang nyaman berdasarakan bidang Z. 4.3 4.3.1
Karakteristik Perpindahan Panas Contoh Perhitungan Analisa dilakukan dengan memvariasikan kecepatan udara, yaitu 1,5 m/s ; 2 m/s ; 2,5m/s. Data dari hasil simulasi dan perhitungan akan ditampilkan dalam grafik dan tabel hasil. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil simulasi aka digunakan untuk menganalisa pengaruh kecepatan udara pendingin terhadap distribusi temperatur udara dan perpindahan panas. Berikut adalah contoh perhitungan pengaruh kecepatan udara 2,5 m/s. Mencari Reynold’s Number Rumus yang digunakan untuk mencari nilai dari Reynolds Number menggunakan pendekatan rumus pada konveksi plat datar. 1.
𝑅𝑒 =
𝑉×𝐿 𝑣
Dimana: V = kecepatan udara (m/s) L = Tinggi manusia (m) v = kinematic viscosity (m2/s) 𝑚 ×1,7 𝑚 𝑠 𝑅𝑒 = 15,9 𝑥 10−6 𝑚2/𝑠 1,037
Re= 110.837 (Laminari)
68 Sehingga melalui perhitungan tersebut didapatkan nilai Reynold Number untuk setiap variasi kecepatan udara dan posisi pekerja yang berbeda. (Terlampir)
Mencari Nilai Nusselt Number Dengan didapatkan nilai Reynold Number, maka nilai Nusselt Number dapat diperoleh melalui rumus: 2.
𝑁𝑢 = 0,664 ×𝑅𝑒 1/2 ×𝑃𝑟1/3 𝑁𝑢 = 0,664 ×1108371/2 ×0,7101/3 𝑁𝑢 =199,475
3.
Mencari nilai Koefisien Konveksi Dengan menggunakan analisa perpindahan panas, setelah didapatkan nilai Re dan Nu, maka nilai koefisien konveksi didapat melalui rumus: ℎ=
ℎ=
𝑁𝑢×𝑘 𝐿
290,0127 × 2,56 ×
10−2 𝑊 𝑚. 𝐾
1,7𝑚 ℎ = 3,03 𝑊/𝑚2. 𝐾
Mencari nilai Cooling Rate (q’) Dengan didapatkan nilai koefisien konfeksi, maka nilai cooling rate didapat melalui rumus : 4.
𝑞 ′ = ℎ. 𝐿. (𝑇𝑠𝑢𝑟𝑓 − 𝑇𝑖𝑛𝑓) 𝑞 ′ = 4,37
𝑊 𝑚2.𝐾
×1,7 𝑚×(36,7 − 20)K
𝑞 ′ = 72,51 W/m
69 4.3.2
Pengaruh Variasi Kecepatan udara 230
Nu
210 190 170 150
0
1
2
3
4
5
6
Posisi (Baris Pekerja) Re = 267463 Re = 213971 Linear (Re = 160478)
Re = 160478 Linear (Re = 267463) Linear (Re = 213971)
Gambar 4.17 Perbandingan Nusselt Number pada tiap baris pekerja variasi Reynold’s Number
Seperti yang telah diketahui bahwa kecepatan udara berhubungan dengan Reynold’s Number. Semakin tinggi kecepatan udara, maka Reynold NumberJika dibandingkan pada tiap-tiap variasi kecepatan udara, nilai Nusselt Number yang didapatkan pada tiap baris pekerja. Dapat dilihat bahwa nilai Nusselt Number juga semakin tinggi. Pada baris pekerja 1 – 5 tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Variasi kecepetan udara mempengaruhi bersar bilangan Reynold. Kemudian bilangan Reynold sebanding dengan Nusselt Number. Sehingga kenaikan nilai Nusselt Number seiring kenaikan kecepatan udara inlet, yakni 150 – 390. Melalui grafik dapat dilihat peningkatan Nusselt Number terhadap variasi kecepatan udara berkisar antara 67%. 𝑁𝑢 = 0,664 ×𝑅𝑒 1/2 ×𝑃𝑟 1/3
70
h (W/m2.K)
3.5
3
2.5
2
1.5
2
2.5
Kecepatan Udara (m/s) Baris Pekerja 1 Baris Pekerja 3 Baris Pekerja 5
Baris Pekerja 2 Baris Pekerja 4
Gambar 4.18 Perbandingan heat transfer coefficient pada tiap baris pekerja variasi kecepatan udara pendingin
Hubungan Nusselt Number dengan koefisien heat transfer sangat dekat. Sama seperti pada Nusselt Number, pada heat transfer coefficient dapat dilihat, koefisien heat transfer paling besar berada pada kecepatan udara 2,5 m/s. Pada kecepatan udara ini, nilai heat transfer coefficient untuk tiap baris pekerja berada pada rentang 4,3 – 5,1 W/m2.K. Kemudian koefisien heat transfer mengalami penurunan seiring dengan penurunan kecepatan udara pendingin. Dengan bertambahnya Nusselt Number, maka nilai dari h juga semakin besar. ℎ=
𝑁𝑢×𝑘 𝐿
71
q' (W/m)
80
70
60
50 1.5
2 Baris Pekerja 1
2.5
Kecepatan Udara (m/s)
Baris Pekerja 3
Baris Pekerja 2 Baris Pekerja 4
Gambar 4.19 Perbandingan heat transfer coefficient pada tiap baris pekerja variasi kecepatan udara pendingin
Jika dibandingkan, kenaikan heat transfer rata-rata semakin meningkat seiring dengan kenaikan kecepatan udara pendingin yang diberikan. Seperti yang diketahui bahwa nilai dari heat transfer rate atau cooling rate akan semakin tinggi apabila nilai heatflux semakin tinggi. Dan heatflux terpengaruh oleh nilai heat transfer coefficient. Jadi, apabila nilai heat transfer coefficient semakin tingggi, maka nilai cooling rate juga akan semakin tinggi.
Pada tiap baris pekerja memiliki laju pendinginan yang sebanding dan semakin meningkat seiring dengan peningkatan variasi kecepatan udara 𝑞 ′ = ℎ. 𝐿. (𝑇𝑠𝑢𝑟𝑓 − 𝑇𝑖𝑛𝑓)
72 4.4
Perencanaan Sistem Pengkondisian Udara
Dalam perencanaan sistem pengkondisian udara, beberapa faktor yang dipertimbangkan adalah beban pedinginan dan kebutuhan udara suppl. Pada ruang unit produksi, pengkondisian udara yang dapat dipakai adalah ducted split Air conditioner. Unit yang terpasang mensirkulasikan udara yang ada di dalam ruangan dan pada sistem tidak terdapat return duct. Sistem pengkondisian udara yang terpasang dapat digambarkan sebagai berikut 1.
Beban Kalor Aktivitas Pekerja Untuk perhitungan sistem pengkondisian udara terhadapa manusia didapat melalui besarnya kalor yang dihasilkan dari sesorang pada suatu aktifitas tertentu. Berdasarkan ASHRAE Handbook : Fundamentals, 1997, besarnya kalor total yang dihasilkan untuk suatu aktivitas yang dilakukan oleh seorang pria dewasa. Untuk wanita dewasa dapat diambil 75% dari kalor yang dihasilkan pria dewasa. Sedangkan untuk kategori aktivitas pekerja pada ruang unit produksi, ditentukan pada kategor pekerjan industri ringan (bediri, berjalan, mengangkat barang ringan) Jumlah Pekerja = 30 orang Total Qpekerja = 200 Watt x 30 orang = 6000 Watt = 20370,37 BTU/jam 2.
Aplikasi Psychrometric Untuk mengetahui temperatur udara supply, dapat digunakan bagan psikrometri. Dari bagan tersebut dapat diketahui kondisi titik supply udara Temperatur udara Outdoor Air : 34 oC Temperatur udara Supply Air : 15 oC Temperatur udara Room Air : 24 oC
73
Gambar 4.20 Plotting temperatur udara rancangan pada Psycrometric Chart
3.
Perhitungan Debit Udara Untuk mengetahui kecepatan udara aliran udara didalam saluran, perlu ditentukan ukuran saluran dan debit udara yang melalui saluran. Dengan hasil perhitungan debit udara yang telah dilakukan, dan dimensi saluran yang telah diketahui, maka kecepatan udara aliran udara dalam saluran dapat dihitung sebagai berikut: 𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑉̅ = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛
Sebagai contoh perhitungan salah satu bagian saluran memiliki ukuran dan debit udara sebagai berikut: Luas Penampang Saluran : 0,5 m x 0,5 m Kecepatan udara Aliran Udara : 2,5 m/s Sehingga:
74 𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑈𝑑𝑎𝑟𝑎 = 2,5 = 0,25 CMS = 1906.988 CFM
𝑚 𝑠
𝑥0,5 𝑚 𝑥 0,5 𝑚
4.
Analisa Kebutuhan Fresh Air Fresh air diperlukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen bagi penghuni bangunan. Pada ruang unit produksi mengandalkan infiltrasi udara luar ke dalam bangunan melalui pintu-pintu pada bangunan. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan diketahui bahwa jumlah total infiltrasi udara luar ke dalam bangunan sebesar 1906.988 CFM. Jumlah tersebut dapat mencukupi kebutuhan fresh air untuk jumlah manusia sebanyak 30 orang. Berdasarkan ASHRAE, jumlah minimal fresh air yang dibutuhkan untuk bangunan luas adalah 7 CFM per orang. Sehingga untuk 30 orang dibutuhkan fresh air sebanyak 210 CFM. Agar kebutuhan fresh air terpenuhi, dibuat sistem ventilasi pada bangunan. Sistem ventilasi dapat berupa saluran fresh air. 5.
Pemilihan Perangkat AHU Setelah didapatkan besarnya beban pendinginan yang dibutuhkan, yakni 6000 Watt atau setara dengan 20370,37 BTU/jam, maka dipilih produk komponen Water Cooled Chiller dengan spesifikasi sebagai berikut: Merk = Daikin Industries, Ltd Tipe = HTS/WSC Model = Single Compressor Konfigurasi = Water Chilling Unit Capacity = 300 – 1300 ton Refrigeran = R134a Setelah didapatkan besarnya kebutuhan udara pendingin, yakni 1906.988 CFM, maka dipilih produk komponen Air Handling Unit dengan spesifikasi sebagai berikut: Merk = Daikin Industries, Ltd Tipe = Double Skin Modular DDM 1-10 13 Rentang air flow AHU DDM = 700 – 42379 CFM Total Static Pressure = 2000 Pa
75 Material Wall
= Double Skin Polyurethane Foam (PU) Eksternal High Strength Steel Pre-Painted Internal Galvanized Steel (GI) Fan Type = Double Width Double Inlet (DWDI) Centrifugal Fan (2240 Pa)
76
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimplan Dari hasil simulasi numerik yang dilakukan terhadap kondisi existing dan kondisi perencanaan sistem pendingin udara dengan variasi kecepatan udara masuk, yakni: 1,5m/s ; 2m/s ; 2,5m/s didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Distribusi temperatur kondisi existing bangunan, khusunya pada occupied zone dimana pekerja melakukan aktivitas berada pada rentang 34oC– 36 oC. Kondisi ini masuk dalam kategori tidak cocok bagi temperatur efektif kenyamanan bagi manusia. Penggunaan komponen Fan yang berhembus dengan kecepatan 6m/s secara mendatar mencapai titik terjauh 15m dari fan yaitu sebesar 2,7 m/s. 2. Distribusi temperatur kondisi perencanaan sistem pengkondisian udara, khususnya pada occupied zone dengan variasi kecepatan udara pendingin yang diberikan dapat mendinginkan temperatur pada baris pekerja 1 – 5 dengan rentang temperatur 23oC– 25 oC. 3. Nilai Nusselt Number yang dihasilkan semakin meningkat terhadap variasi Reynold’s Number. Semakin tinggi kecepatan udara masuk, semakin tinggi Nusselt Number. Peningkatan nilai Nusselt Number terhadap kecepatan udara pendingin mengalami peningkatan pada rentang 67%. 4. Perpindahan panas yang dihasilkan semakin meningkat terhadap variasi kecepatan udara. Semakin tinggi kecepatan udara, nilai heat transfer coefficient semakin meningkat. Sehingga nilai cooling rate per satuan panjang meningkat.
77
78 5. Beban pendinginan total untuk unit pengkondisian udara adalah 20370,37 BTU/jam. Besarnya kebutuhan udara pendingin, yakni 1906.988 CFM, maka dipilih produk komponen Air Handling Unit DAIKIN Industries, Ltd Double Skin Modular DDM 1-10 13 serta perangkat Water Chilling Unit HTS/WSC 5.3
Saran Dari hasil simulasi numeric yang dilakukan terhadap variasi kecepatan udara pendingin 1,5m/s ; 2m/s ; 2,5m/s, saran yang bisa
digunakan untuk penelitian berikutnya adalah: 1. Pada proses simulasi secara numerik, perlu dilakukan perkembangan yang lebih banyak lagi. Perkembangan dapat digunakan sebagai perbandingan dengan hasil penelitian ini seperti variasi posisi inlet diffuser, beban pendiginan, kondisi simulasi unsteady dan lain-lain.
2. Data spesifikasi produk yang masih belum lengkap, bisa
3.
didapatkan pada perusahaan yang bersangkutan, secara profesional. Sehingga data dapat digunakan untuk keperluan pembelian secara langsung Dalam studi perancangan, tidak terdapat tinjauan sistem kontrol. Oleh karena itu, hal tinjauan tersebut dapat dikembangkan pada studi perencanaan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA 1) Ardian, Filipus, 2015 “Simulasi Numerik Distribusi Temperatur dan Kecepatan Udara Ruang Consession 1 pada Lantai 2 Terminal 2 Bandar Udara Juanda, Sidoarjo”,
Tugas
Akhir,
Teknik Mesin
FTI-ITS,
Surabaya. 2) Widianto, Nugroho, 2011 “Studi Numerik Distribusi Temperatur dan Kecepatan Udara pada Ruang Bedah Jantung (OKA 609) GBPT Rumah Sakit DR. Soetomo”, Tugas Akhir, Teknik Mesin FTI-ITS, Surabaya. 3) Stoecker,
Wilbert
F.,
1994.
“Refrigerasi
dan
Pengkondisian Udara”, edisi kedua, Erlangga. 4) Incropera, Frank P. and David P. Dewitt, 2002. “Fundamental Heat and Mass Transfer sixth Edition”, 2002. College of Engineering. 5) Moran, M.J and Shapiro, H.N. (1996). “Fundamental of Engineering Thermodynamics Third Edition”, New York: John Willey and Sons inc. 6) ASHRAE. (I997-2000). Fundamentals Handbook. ASHRAE Inc. 7) ASHRAE. 1985. Fundamentals Handbook. ASHRAE Inc.
8) Johnson, William and Whitman. (1987). “Refrigeration And Air Conditioning Technology”, 2002. North Carolina: Delmar Publisher inc.
LAMPIRAN 1. Tabel data penurunan kecepatan udara masuk terhadap Y (m) tiap variasi kecepatan udara Kecepatan Udara 1,5 m/s
Y Baris 1
Baris 2
Baris 3
Baris 4
Baris 5
3.94
0.914429
0.920355
1.08339
1.08596
1.08438
3.78
0.9153
0.922177
1.07801
1.08603
1.08071
3.62
0.915459
0.923454
1.06953
1.08508
1.07561
3.46
0.914831
0.923931
1.05883
1.08321
1.06929
3.3
0.913428
0.923486
1.0466
1.08039
1.06182
3.14
0.911468
0.922242
1.03325
1.07658
1.05323
2.98
0.909151
0.920376
1.01917
1.07168
1.04359
2.82
0.906457
0.917875
1.00483
1.06558
1.03304
2.66
0.903009
0.914314
0.990315
1.05763
1.02146
2.5
0.898328
0.909228
0.976072
1.04769
1.00938
2.375
0.891911
0.902281
0.963578
1.03646
0.998073
2.25
0.878744
0.888662
0.946424
1.01681
0.98153
2.125
0.851045
0.861009
0.919065
0.978793
0.954039
2
0.794578
0.805153
0.872728
0.905888
0.905401
1.9
0.703587
0.715484
0.814157
0.795793
0.839957
1.8
0.623752
0.635104
0.812554
0.706153
0.826004
Y
Kecepatan Udara 2 m/s Baris 1
Baris 2
Baris 3
Baris 4
Baris 5
3.94
1.21909
1.23119
1.44456
1.44679
1.44529
3.78
1.22003
1.23377
1.43679
1.44728
1.44034
3.62
1.22005
1.23579
1.42495
1.44634
1.4336
3.46
1.21913
1.23683
1.41023
1.44403
1.42522
3.3
1.21737
1.23672
1.39348
1.44039
1.4153
3.14
1.21501
1.23557
1.37523
1.43538
1.40384
2.98
1.21222
1.23353
1.356
1.4289
1.39093
2.82
1.20898
1.23047
1.3364
1.42079
1.37675
2.66
1.20473
1.22595
1.31653
1.41022
1.36116
2.5
1.19876
1.21926
1.2969
1.39703
1.34484
2.375
1.19032
1.20995
1.27967
1.38211
1.32957
2.25
1.17283
1.19168
1.25632
1.35605
1.30733
2.125
1.1359
1.15454
1.21954
1.30544
1.27042
2
1.06059
1.07962
1.15758
1.20796
1.20535
1.9
0.939206
0.959479
1.07927
1.06087
1.11827
1.8
0.832476
0.851226
1.0765
0.941481
1.10019
Y
Kecepatan Udara 2,5 m/s Baris 1
Baris 2
Baris 3
Baris 4
Baris 5
3.94
1.52448
1.54014
1.56526
1.80848
1.80593
3.78
1.52539
1.54405
1.56629
1.80939
1.79623
3.62
1.52514
1.54737
1.56742
1.80839
1.78162
3.46
1.52378
1.54955
1.56761
1.80562
1.76342
3.3
1.52146
1.55032
1.56649
1.80112
1.74267
3.14
1.51845
1.54981
1.56407
1.79492
1.71999
2.98
1.51493
1.54814
1.56043
1.78692
1.69603
2.82
1.51081
1.5452
1.55565
1.77696
1.67155
2.66
1.50533
1.54034
1.54974
1.764
1.64667
2.5
1.49762
1.53249
1.54299
1.74779
1.62205
2.375
1.4868
1.52102
1.53497
1.72937
1.60044
2.25
1.46452
1.49811
1.52051
1.69715
1.57124
2.125
1.41782
1.45111
1.49426
1.63447
1.52527
2
1.32319
1.35659
1.45261
1.51333
1.44754
1.9
1.17119
1.20573
1.41435
1.32961
1.34902
1.8
1.03784
1.06932
1.42422
1.17981
1.34445
Kecepatan Udara (m/s)
Grafik Penurunan Kecepatan Udara 1,5 m/s vs Ketinggian 1.2 Baris Pekerja 1
1
Baris Pekerja 2 0.8
Baris Pekerja 3
0.6
Baris Pekerja 1.5
2
2.5
3
3.5
4
Posisi -y (m)
Baris Pekerja 5
Kecepatan Udara (m/s)
Grafik Penurunan Kecepatan Udara 2 m/s vs Ketinggian 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1 0.9 0.8
Baris Pekerja 1 Baris Pekerja 2 Baris Pekerja 3 Baris Pekerja 4 1.5
2
2.5
3
Posisi -y (m)
3.5
4
Baris Pekerja 5
2. Tabel hasil perhitungan pada variasi kecepatan: 1,5m/s ; 2m/s ; 2,5m/s
Kontur Temperatur udara tampak atas bidang XZ pada y=-12,2 (Kecepatan udara : 1,5m/s ; 2m/s ; 2,5m/s)
Kontur Temperatur udara tampak atas bidang XZ y=-12,8 (Kecepatan udara : 1,5m/s ; 2m/s ; 2,5m/s)
Kontur Kecepatan udara tampak atas bidang XZ pada y=12,2 (Kecepatan udara : 1,5m/s ; 2m/s ; 2,5m/s)
Kontur Kecepatan udara tampak atas bidang XZ pada y=12,8 (Kecepatan udara : 1,5m/s ; 2m/s ; 2,5m/s)
Kontur Temperatur udara tampak samping bidang XY pada Z=0.4 (Kecepatan udara : 1,5m/s ; 2m/s ; 2,5m/s)
Kontur Kecepatan udara tampak samping bidang XY pada Z=0.4 (Kecepatan udara : 1,5m/s ; 2m/s ; 2,5m/s)
RIWAYAT PENULIS Patricia Manurung adalah anak kedua dari empat ber saudara. Penulis lahir di Palembang, 15 Maret 1994. Penulis memulai pendidikan di TK Baptis, Palembang. Dilanjutkan dengan pendi- dikan sekolah dasar di SD Baptis Palembang, jenjang sekolah menengah di SMPK Frater Xaverius 1 Palembang, dan menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMAK Xaverius 1 Palembang pada tahun 2012. Selanjutnya, penulis menerus- kan studinya ke jenjang perkuliahan pada tahun 2012 di Jurusan Teknik Mesin ITS, Surabaya. Semasa kuliah, penulis aktif di berbagai organisasi, diantaranya adalah club pers Dimensi, organisasi kerohanian mahasiswa PMK ITS dan asisten di Laboratorium Termodinamika dan Perpindahan Panas. Penulis mulai aktif di berbagai organisasi dimulai pada tahun 2013 dengan mengikuti club pers dimensi sebagai staff divisi HRD. Selanjutnya, pada tahun 2014 penulis menjabat sebagai Kepala Divisi HRD. Selain itu, pada tahun 2015-2016 penulis juga aktif di PMK ITS. Pada tahun 2016-2017 penulis tidak lagi mengikuti kegiatan organisasi untuk fokus pada penyelesaian tugas akhir di laboratorium Thermodinamika dan Perpindahan Panas. Untuk segala informasi dan saran yang ditujukan kepada penulis dapat menghubungi penulis melalui e-mail
[email protected].
Halaman ini sengaja dikosongkan