PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI V “Peranan IPTEK, Standardisasi dan SDM Industri Untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Nasional Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)” Banda Aceh, 11 – 12 November 2015 Pengarah/Penanggung Jawab Kepala Baristand Industri Banda Aceh Ketua : Mahlinda, ST, MT
Dewan Penyunting : 1. Dr. M. Dani Supardan, ST, MT 2. Ir. Abd. Rahman, MT 3. Fitriana Djafar, S.Si, MT 4. Ruslan, ST, MT 5. Nurlaila, ST, MT 6. Meutia Busthan, ST Sekretaris : Fauzi Redha, ST Diterbitkan Oleh: Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh Alamat Redaksi: Jln. Cut Nyak Dhien No. 377 Lamteumen Timur Banda Aceh 23236 Telp. (0651) 49714 Fax. (0651) 49556 e-mail :
[email protected] Website: baristandaceh.kemenperin.go.id
ISSN: 2302 – 9617
Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset dan Standardisasi Industri V Tahun 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga kegiatan Seminar Nasional Hasil Riset dan Standardisasi V dengan tema “Peranan IPTEK, Standardisasi dan SDM Industri Untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Nasional Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)” dapat dilaksanakan dengan baik pada tanggal 11 s/d 12 Nopember 2015 di Banda Aceh. Seminar Nasional Hasil Riset dan Standardisasi
Industri V dimaksudkan untuk
menyampaikan informasi hasil-hasil penelitian serta menyebarluaskan hasil-hasil riset yang telah dilakukan oleh lembaga litbang pemerintah pusat dan daerah maupun oleh perguruan tinggi negeri dan swasta dalam rangka pengembangan IPTEK, Standardisasi dan SDM Industri serta dapat terjalinnya kerjasama yang lebih baik diantara para Peneliti, Akademisi dan Pemerintah Daerah demi untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MAE) Prosiding ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang berharga terutama bagi para Peneliti, Akademisi, Pemerintah Daerah dan Masyarakat Industri. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penerbitan prosiding ini. Kami selalu terbuka untuk menerima saran-saran dan masukan untuk kesempurnaan prosiding ini di masa depan.
Banda Aceh, 18 Desember 2015 TIM PENYUNTING
Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset dan Standardisasi Industri V Tahun 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
............................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii PRESENTASI KEYNOTE SPEAKERS 1.
SECONDARY METABOLITES FROM NATURAL SOURCES: CHEMICAL PHARMACOLOGICAL CHARACTERIZATION OF UNEXPECTING RESULT (Prof. Dr. Hesham Rushdey El Seedi. University of Malaya, Malaysia)
....... 1
2.
PERAN STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN UNTUK PENGUATAN DAYA SAING BANGSA MENGHADAPI GLOBALISASI (Prof. Dr. Ir. Bambang Prasetya, M.Sc. Kepala BSN/KAN ) ........................... 21
3.
TANTANGAN DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (Prof. Dr. Raja Masbar, M.Sc. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh) .......... 39
PRESENTASI PEMAKALAH 4.
SIFAT MEKANIK VULKANISIR BAN DEPAN SEPEDA MOTOR DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN PENGISI LOKAL (Nasruddin) ............................................................................................................ 52
5.
KARAKTERISASI PRODUK IKAN FERMENTASI KHAS ACEH (Murna Muzaifa, Normalina Arpi) ..................................................................... 62
6.
ADSORBSI ION CR(VI) DENGAN MENGGUNAKAN ADSORBEN DARI LIMBAH PADAT LUMPUR AKTIF INDUSTRI CRUMB RUBBER YANG DIAKTIVASI DENGAN KOH (Salmariza Sy, Mardiati, Mawardi, Sofyan, Ardinal) ........................................ 68
7.
PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PADA TAMAN TEKNOLOGI PERTANIAN KOTA JANTHO, PROVINSI ACEH MELALUI FOCUS GROUP DISCUSSION (Rachman Jaya, Karden Mulya, Nyak Ilham, Basri AB, Iskandar Mirza, Iswari Dewi, Asadi Boestami, Dodin Koswanudin, Darwin Harahap, Husaini, Cut Hilda Rahmi, M. Amin) .................................................................. 78
8.
KARAKTERISTIK MUTU MINYAK PALA BERDASARKAN STANDAR SNI (STUDI KASUS DI KABUPATEN ACEH SELATAN) (Mustafril) ............................................................................................................. 88
Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset dan Standardisasi Industri V Tahun 2015 9.
PEMANFAATAN TRAS ASAL KABUPATEN DELI SERDANG SEBAGAI BAHAN POZOLAN UNTUK CAMPURAN SEMEN PORTLAND (Zainal Abidin Nasution) ..................................................................................... 94
10. KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABLE DARI PATI BONGGOL PISANG DAN CMC (Carboxy methyl cellulose) DENGAN PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN (Syaubari, Medyan Riza, Cut Meurah Rosnelly, Irmayanti) ........................... 100 11. PENGARUH KONSENTRASI TEPUNG ILES-ILES (Amorphopallusonchopillus) DAN MINYAK TERHADAP KESTABILAN EMULSI MINYAK DALAM AIR (Sri Haryani Anwar, Novi Safriani, Berlianta Maria Br. Ginting, Yuliani Aisyah) .................................................................................................... 113 12. ANALISA PENGERING IKAN DI DESA HAGU BARAT LAUT KOTA LHOKSEUMAWE MENGGUNAKAN SOLAR SEL (Rudi Syahputra, Alfian Putra, Syafari, Ady Saputra Ismy) ........................... 123 13. PERBANDINGAN METODE TRANSESTERIFIKASI KONVENSIONAL DAN TRANSESTERIFIKASI IN SITU TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU BIODIESEL (Lancy Maurina, Mahlinda) ................................................................................ 129 14. INVENTARISASI KERAGAMAN TANAMAN DI LAHAN PEKARANGAN DI DESA IE MASEN, BANDA ACEH (Lamhot Edy Pakpahan, Didi Darmadi, Iskandar Mirza) ................................ 138 15. PENGARUH KONSENTRASI EKSTENDER KALSIUM OKSIDA (CaO), BINDER POLIYVENYLACETATE (PVAc) DAN BAHAN ADDITIF SODIUM TRIPOLYPHOUSPHATE (SPPT) TERHADAP KUALITAS CAT TEMBOK EMULSI (Fitriana Djafar, Abd. Rahman) ........................................................................ 146 16. PENGEMBANGAN SISTEM TRACEABILITY KAKAO ACEH BERBASIS KARAKTERISTIK MUTU SPESIFIK KAKAO ACEH (Yusriana, Rachman Jaya) .................................................................................. 155 17. APLIKASI PEWARNA ANTOSIANIN DARI UBI JALAR UNGU (IPOMOEA BATATAS L.) PADA PEMBUATAN SIRUP (Nida El Husna, Melly Novita, Dian Hasni) ....................................................... 162 18. KARAKTERISASI KIMIA DAN SENSORI BELACAN DEPIK (PASTA IKAN FERMENTASI TRADISIONAL GAYO) (Eva Murlida, Murna Muzaifa, Rini Ariani Basyamfar, Rasdiansyah, Nano Yuliadi) ........................................................................................................ 169
Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset dan Standardisasi Industri V Tahun 2015 19. FORMULASI FLAKES TEPUNG BUAH SUKUN (ARTOCARPUS ALTILIS) SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN RINGAN DAN SARAPAN SEHAT DI PROPINSI ACEH (Ellysa, Meuthia Busthan, Syarifuddin) ............................................................. 176 20. EKSPLORASI DAN KARAKTERISASI PLASMA NUTFAH LOKAL UNIK JERUK PURUT MANIS (Citrus Hystrix Dc) DAN SAWO ACEH (Manilkara zapota (L.) van Royen) DI KABUPATEN ACEH UTARA (Didi Darmadi, Iskandar Mirza) ......................................................................... 185 21. PENGARUH PENAMBAHAN RAGI TEMPE (Rhyzopus Oligosporus) DAN LAMA WAKTU FERMENTASI TERHADAP MUTU MINYAK KELAPA MURNI (Virgin Coconut Oil) (Meuthia Busthan, Fitriana Djafar, Jafaruddin) ............................................. 194 22. UJI KARAKTERISTIK AKUSTIK PANEL DINDING BERBAHAN BAKU JERAMI PADI (Sabri, Akram) ....................................................................................................... 202 23. MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN BIOINDUSTRI BERBASIS INTEGRASI KEDELAI-KAMBING DI LAHAN KERING (Chairunas, Didi Darmadi) ................................................................................. 212 24. PENGEMASAN BUAH TOMAT APEL (Lycopersicum pyroforme) MENGGUNAKAN PLASTIK POLIETILEN PADA VARIASI TEKANAN AWAL RENDAH (Ratna, Ichwana, Muslim) ................................................................................... 223 25. INVENTARISASI, KARAKTERISASI DAN PEMANFAATAN CABAI ODENG (Capsicum annum) DI KABUPATEN BENER MERIAH (Iskandar Mirza, Didi Darmadi) ........................................................................ 231 26. PENYERAPAN LOGAM PB DALAM AIR DENGAN MENGGUNAKAN MODIFIKASI ADSORBEN KAOLIN-POLYPOSFAT (Alfian Putra, Helmi, Hesti Meilina) .................................................................. 236 27. APLIKASI TEKNOLOGI PENGEMASAN PADA PRODUK HALUA BLUEK (DODOL ACEH) (Fauzi Redha, Dian Hasni, Lancy Maurina) ...................................................... 242 28. PEMANFAATAN PANGAN LOKAL UBI KAYU TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI UNTUK SUBSTITUSI TERIGU DALAM PEMBUATAN MIE BASAH (Normalina Arpi, Anshar Patria, Nida El Husna, Melly Novita) ..................... 251 29. STUDI KARAKTERISTIK MEKANIK DARI SINTESIS PLASTIK KEMASAN RAMAH LINGKUNGAN BERBAHAN DASAR PATI UBI DAN ASAM POLILAKTAT (PLA) DENGAN PEMLASTIK GLISEROL (Harunsyah, Ridwan, Salahuddin) ...................................................................... 260
30. KAJIAN MUTU EMPING MELINJO KERING (Raida Agustina, Ratna, Muhammad Jefri) ...................................................... 268 31. MODIFIKASI PERALATAN SANGRAI TIPE ROTARY DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PRODUKSI KOPI DI DESA DELUNG ASLI KABUPATEN BENER MERIAH (Satriananda, Alfian Putra, Yusrini Marita, Ridwan) ..................................... 274 32. EKSTRAKSI PEKTIN DARI LIMBAH PADAT (PULP) KOPI ARABIKA (Coffea Arabica) MELALUI OPTIMASI SUHU EKSTRAKSI (Ismail Sulaiman, Ansar Patria, Murna Muzaifa, Rini Ariani Basyamfar, Dian Hasni, Julius Munandar) ............................................................................ 279 33. PENYISIHAN Cu(II) DALAM AIR LIMBAH ARTIFISIAL DENGAN SISTEM KOLOM MENGGUNAKAN ADSORBEN KULIT KACANG TANAH (Halim Zaini, Muhammad Sami) ........................................................................ 285 34. PERANCANGAN PROTOTIPE PERALATAN PEMBUATAN GULA MERAH TEBU SEMI MEKANIS (Abd. Thalib, Mahlinda) ..................................................................................... 293 35. PENGARUH LAMA FERMENTASI TERHADAP MUTU ASAM DRIEN (DURIAN FERMENTASI ACEH) (Rasdiansyah, Eva Murlida, Murna Muzaifa, Indah Suci Rahmadani) ......... 300 36. KARAKTERISTIK ALAT PENGERING TIPE HOHENHEIM PADA PENGERINGAN PLIEK-U (Rita Khathir, Raida Agustina, Ratna) .............................................................. 308 37. ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA ANTARA SPRAYER MODIFIKASI MEMAKAI PIRINGAN BERPUTAR DENGAN SPRAYER KNAPSACK (Andriani Lubis, Mustaqimah, Sayed Dedi Mukhlis) ....................................... 314
UJI KARAKTERISTIK AKUSTIK PANEL DINDING BERBAHAN BAKU JERAMI PADI The Measurement of Acoustic Characteristics of Wall Panel based on Paddy Straw Sabri*, Akram Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh * e-mail:
[email protected] Abstrak Kebisingan lingkungan yang terus meningkat saat ini, banyak disebabkan oleh aktivitas manusia. Sejalan dengan itu, permintaan akan bahan bangunan yang bersifat penyerap dan isolasi bunyi juga terus meningkat. Namun, bahan seperti ini belum merata tersebar dipasaran, apalagi harganya yang tidak semua lapisan masyarakat mampu menjangkaunya. Penyediaan bahan akustik dengan harga yang ekonomis dan mudah untuk mendapatkannya, merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan. Salah satu bahan yang bersifat akustik dan ketersediaan melimpah di sekitar kita adalah limbah hasil pertanian, yaitu jerami padi. Pemanfaatan jerami padi sebagai bahan baku dalam pembuatan panel akustik telah terbukti secara ilmiah. Hasil uji karakteristik akustik dari panel dinding berbahan baku jerami menunjukkan bahwa, nilai koefisien serapan bunyi berada pada rentang 0,5 – 0,8 untuk jalur frekuensi 1/3 oktaf. Pengujian ini dilakukan berdasarkan standar ISO 354-2003 di ruang dengung Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala. Berdasarkan nilai koefisien serapan bunyi yang didapat, panel dinding tersebut layak menjadi panel akustik alternatif. Kata kunci: jerami padi, koefisien serapan bunyi, panel akustik Abstract Increasing the current environmental noise caused by many human activities. Consequently, the demand of building materials with acoustic qualification has increased due to the needs. However, these types of materials have not been evenly spread in the market and are much too expensive for most people. Good supply of acoustic materials with lower price are absolutely necessary. Paddy straw is one of the waste agricultural products that has characteristic with close to acoustical requirements, beside abundance of availability us. Utilization of paddy straw as raw material in the manufacture of acoustic panels has been proved scientifically. The test results of the wall panels made from paddy straw showed that sound absorption coefficient spreads in the range of 0.5 to 0.8 for the 1/3 octave frequency band. The test is performed in the reverberation chamber of Engineering Faculty of Syiah Kuala University, according to ISO 354-2003 standard. Based on the sound absorption coefficient obtained, the wall panels worthy alternative acoustic panels. Keywords: paddy straw, sound absorption coefficient, acoustic panel
1. PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang subur. Negara agraris adalah negara yang sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Indonesia yang terkenal sebagai negara yang mempunyai wilayah yang luas, mempunyai potensi di bidang pertanian. Salah satunya adalah pertanian padi. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Adapun ciri – ciri umum dari padi adalah sebagai berikut: padi termasuk dalam suku padi-padian atau poaceae ( graminae atau glumiflorae). Berakar serabut, batang sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang daun sempurna dengan pelepah tegak, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bagian bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula, tipe buah bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan padi yang biasa dikonsumsi yaitu jenis enduspermium. Sepanjang tahun, produksi padi menghasilkan limbah berupa jerami padi dalam jumlah yang besar. Jerami padi biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan bahan kompos. Namun ada juga yang hanya membakar jerami padi pada areal persawahannya. Jerami padi juga dapat dimanfaatkan sebagai substrat industri dengan mencampurkannya dengan bahan lain sesuai produk yang ingin dihasilkan. Produktivitas pertanian tanaman pangan di Indonesia setiap tahunnya menghasilkan jumlah yang cukup besar. Menurut FAO (2005), Indonesia merupakan produsen padi ketiga terbesar di dunia yaitu sebesar 9% dari total produksi dunia setelah China (31%) dan India (9%). Namun, tanaman pangan di Indonesia selalu membawa hasil samping atau limbah pertanian hingga mencapai jutaan ton setiap tahunnya. Limbah pertanian ini terdiri atas jerami padi, daun jagung, batang jagung, daun kedelai dan lain sebagainya. Jerami padi merupakan limbah pertanian terbesar di Indonesia. Jumlahnya sekitar 20 juta per tahun. Menurut data BPS tahun 2006, luas sawah di Indonesia adalah 11,9 juta ha. Produksi per hektar sawah bisa mencapai 12-15 ton bahan kering setiap kali panen, tergantung lokasi dan varietas tanaman. Sejauh ini, pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak baru mencapai 31-39 %, sedangkan yang dibakar atau dimanfaatkan sebagai pupuk 3662 %, dan sekitar 7-16 % digunakan untuk keperluan industri. Jerami padi merupakan bagian dari batang padi tanpa akar yang tertinggal setelah diambil butir buahnya. Peningkatan produksi padi juga diiringi peningkatan limbah jerami padi. Banyaknya jerami padi yang belum dimanfaatkan secara optimal mendorong para peneliti mengembangkan potensi jerami padi menjadi sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Saat ini telah banyak usaha yang dilakukan untuk dapat mereduksi kebisingan pada suatu ruangan yaitu dengan menggunakan material peredam dan penyerap suara. Material tersebut dalam suatu bangunan biasanya berperan sebagai panel akustik yang dipasang menjadi dinding partisi dan plafon. Material yang telah diketahui dan banyak digunakan sebagai penyerap dan peredam suara antara lain glasswool, rockwool, dan bahan-bahan berlignoselulosa. Bahan berlignoselulosa yang diketahui memiliki sifat penyerapan yang baik adalah sabut kelapa, serat rami, sepah tebu, sekam padi, dan jerami. Penelitian Sabri (2005) menunjukkan bahwa material peredam suara dari serat sabut kelapa dan serat rami memiliki mutu sebaik glasswool sebagai bahan peredam suara yang telah lama digunakan masyarakat.
Bahan Penyerap Suara Pada dasarnya semua bahan akan menyerap sebagian energi suara yang datang mengenainya, akan tetapi istilah bahan penyerap suara secara umum telah digunakan sebagai bahan yang diproduksi secara khusus untuk memiliki harga koefisien absorbsi suara yang relatif besar. Bahan penyerap suara banyak digunakan untuk mengurangi tingkat tekanan suara dengung dan untuk menurunkan waktu dengung pada suatu ruangan. Sekitar tahun 1965, bahan penyerap suara mulai banyak digunakan di Eropa dan Amerika seiring dengan meningkatnya teknologi dan kesadaran masyarakat akan pengaruh bising dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini bahan penyerap suara sudah banyak tersedia dalam berbagai bentuk, warna, dan termasuk juga cara pemasangannya. Bahan penyerap suara secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut: bahan berpori, panel absorber, dan resonator rongga. Bahan berpori Bahan berpori memiliki permukaan yang dipenuhi oleh lubang yang sangat kecil sehingga energi suara yang datang dapat masuk ke dalam bahan/ material. Lubang tersebut membentuk semacam lorong yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya dan membentuk struktur dari bahan. Bahan berpori dapat menyerap suara dengan cara merubah energi suara menjadi panas. Energi suara yang datang pada permukaan dan masuk ke dalam bahan akan menyebabkan molekul-molekul udara yang ada di dalam dan di permukaan bahan bergetar. Molekul-molekul udara tersebut bergesekan dengan permukaan material sehingga akan menghasilkan panas dan kehilangan sebagian energi awalnya. Panel absorber Panel absorber terdiri dari membran pelat tipis yang berjarak tertentu dari dinding tegar sehingga ada rongga udara antara pelat dengan dinding. Ketebalan dari pelat harus cukup kecil sehingga dapat dengan mudah bergetar bila melewatinya. Pelat yang sisi-sisinya dapat bergerak dengan bebas akan bergetar dengan frekuensi mode tertentu. Jika gelombang suara yang datang mengenainya memiliki frekuensi yang sama atau mendekati frekuensi modenya, maka pelat akan mengalami keadaan resonansi. Dalam keadaan resonansi ini amplitudo getaran dari pelat akan maksimum. Dengan demikian pelat berfungsi sebagai absorber yang memiliki karakteristik koefisien absorbsi yang maksimum pada frekuensi tersebut. Hal ini dapat terjadi karena untuk melakukan getaran, pelat memanfaatkan energi suara yang datang kepadanya. Bila getaran yang terjadi adalah maksimum maka energi suara yang diubah menjadi energi getaran/kinetikpun akan maksimum. Jika pada panel absorber terdapat rongga udara dibelakang pelat, maka sistem ini dapat dianalogikan sebagai suatu sistem massa-pegas dengan pelat bertindak sebagai massa dan rongga udara sebagai pegas. Panel absorber memiliki koefisien absorbsi suara yang maksimum pada frekuensi resonansinya dengan frekuensi resonansi pada umumnya terletak pada frekuensi rendah (40 300 Hz). Koefisien absorbsi maksimum dari panel absorber juga pada umumnya cukup rendah, yaitu di bawah 0,5. Untuk meningkatkan koefisien absorbsi suara dari panel absorber dapat dilakukan dengan cara menambahkan bahan berpori dalam rongga udara. Resonator rongga Resonator rongga dikenal juga dengan sebutan resonator Helmholt. Dalam bentuk yang paling sederhana resonator rongga terdiri dan sebuah rongga udara yang permukaannya dibatasi oleh dinding tegar dan terhubung dengan udara luar melalui sebuah celah kecil yang disebut leher rongga. Gelombang suara yang datang pada resonator akan menyebabkan molekul-molekul udara yang berada di leher rongga bergetar maju dan mundur seperti pada sistem massa dan pegas dengan udara di leher rongga sebagai massa serta udara di dalam
rongga sebagai pegas. Sama seperti pada panel absorber, resonator rongga juga memiliki frekuensi resonansi tertentu. Pada frekuensi resonansi, energi yang hilang di dalam sistem akibat dari gaya gesek dan molekul udara menjadi maksimum sehingga koefisien absorbsi suaranya menjadi maksimum juga. Panel Akustik Sifat akustik ruangan dapat dikendalikan dengan memasang dinding dan langit-langit dari bahan yang memiliki koefisien absorpsi yang sesuai. Bahan yang banyak dipasaran adalah bahan berpori. Gelombang bunyi yang datang akan mengalami pergerakan disaluran udara dalam pori-pori bahan. Karena saluran sangat sempit, maka resistensi friksional untuk mengalir menjadi tinggi dan energi kinetik aliran masuk dan keluar akan mengubah gesekan menjadi energi panas. Tingkat porositas, ketebalan lapisan dan resistensi friksional untuk mengalir melalui pori akan mempengaruhi nilai akhir koefisien absorpsi. Suatu bahan absorbent haruslah dapat memantulkan sesedikit mungkin energi suara yang masuk. Hal ini dapat dicapai oleh pori yang relatif luas dengan resistensi alir yang rendah. Semakin besar ruang udara di dalam bahan padat, semakin besar pula kemungkinan relatif energi akustik yang mengalir ke dalam pori tidak dipantulkan. Sebaliknya, jika saluran cukup luas, gesekannya jadi rendah dan kecepatan energi yang masuk juga berkurang. Energi alir akustik yang belum sempat diubah menjadi energi panas sebelum mencapai permukaan bahan yang lebih jauh akan dipantulkan ke permukaan bagian depan. Demikian seterusnya, dan bila belum sempat diserap secara keseluruhan, maka energi akan meninggalkan bahan untuk dipantulkan ke ruangan kembali. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, resistensi alir yang tinggi berarti sebagian besar energi akustik masuk ke dalam lapisan absorptif, sebaliknya resistensi alir yang rendah berarti bahwa hanya sedikit saja energi masuk yang diserap. Jerami Padi Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Adapun ciri – ciri umum dari padi adalah sebagai berikut: padi termasuk dalam suku padi-padian atau poaceae (graminae atau glumiflorae). Berakar serabut, batang sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bagian bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang,satuan bunga disebut floret yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula, tipe buah bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan padi yang biasa dikonsuksi yaitu jenis enduspermium. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang subur. Negara agraris adalah negara yang sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Indonesia yang terkenal sebagai negara yang mempunyai wilayah yang luas, mempunyai potensi di bidang pertanian. Salah satunya adalah pertanian padi. Sepanjang tahun produksi padi menghasilkan limbah berupa jerami padi dalam jumlah yang besar. Jerami padi biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan bahan kompos. Namun ada juga yang hanya membakar jerami padi pada areal persawahannya. Jerami padi juga dapat dimanfaatkan sebagai substrat industri dengan mencampurkannya dengan bahan lain sesuai produk yang ingin dihasilkan. Berikut ini adalah komponen yang ada dalam jerami padi, yaitu; selulosa 39%, hemiselulosa 27%, lignin 12%, dan abu sebanyak 11%. Selulosa adalah polimer yang
tersusun atas unit-unit glukosa melalui ikatan α-1,4-glikosida. Bentuk polimer ini memungkinkan selulosa saling menumpuk/ terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Panjang molekul selulosa ditentukan oleh jumlah unit 4 glucan di dalam polimer, disebut dengan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran 200-27.000 unit glukosa. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam atau enzim. Hemiselulosa mirip dengan selulosa, namun tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6), seperti: xylosa, mannose, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoroat, asam metal glukoroat, dan asam galaturonat (safan.wordpress.com, 2008). Sedangkan lignin adalah molekul kompleks yang tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah material yang paling kuat dalam biomassa, namun sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relatif tinggi dibandingkan denga selulosa dan hemiselulosa lignin memiliki kandungan energi yang tinggi. Lignin merupakan salah satu bagian yang berbentuk kayu dari tanaman seperti janggel, kulit keras, biji, bagian serabut kasar, akar, batang dan daun. Lignin mengandung substansi yang kompleks dan merupakan suatu gabungan beberapa senyawa yaitu karbon, hidrogen dan oksigen. Selain lignin, bagian yang lain dari jerami adalah selulosa. Selulosa merupakan polisakarida yang di dalamnya mengandung zat-zat gula. Secara alami lignin berwarna coklat. Kalau jerami berubah warna menjadi agak putih, berarti ada sebagian lignin yang hilang. Lignin membuat jerami jadi keras dan liat. Kalau jerami menjadi lebih lunak dari jerami aslinya, berarti pelindung ligninnya sudah mulai rusak. Perekat Lateks Menurut Tsoumis (1991) perekat terdiri dari dua macam, yaitu perekat alami dan perekat sintetis. Perekat alami berasal dari tumbuhan (pati dan soya glue) dan dari binatang (perekat berasal dari tulang, casein, dan blood albumin). Perekat sintetis disebut juga resin sintetis. Resin sintetis dibagi menjadi dua, yaitu termoseting dan termoplastis. Perekat termoseting merupakan perekat yang tergantung pada tipe kondensasi dari reaksi polimerisasi dimana unsur air dihilangkan. Perekat ini mengalami perubahan kimia dan fisika yang berlangsung satu arah yang mengubahnya menjadi tidak larut. Contoh dari perekat ini adalah diphenil methane diisocyanate (MDI), Urea Formaldehyde (UF), Melamine formaldehyde (MF), Phenol formaldehyde (PF), dan Recolchynol formaldehyde (RF). Sedangkan perekat termoplastis terpolimerisasi dan terbentuk melalui kehilangan pelarut dan tidak melalui reaksi kimiawi sehingga bisa berubah-ubah dan dapat menjadi lunak akibat pemanasan, contohnya PVAc (Polyvinyl Acetate). Latek merupakan suatu cairan berwarna putih sampai kekuning-kuningan yang diperoleh dengan cara penyadapan (membuka pembuluh latek) pada kulit tanaman karet (havea brasiliensis L). Partikel karet murni (isoprene) tersuspensi dalam serum lateks dan bergabung membentuk rantai panjang yang disebut poliisoprene (C5H8) seperti pada gambar 1. Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama untuk mendapatkan hasil bokar yang baik. Untuk dapat mencapai hasil karet yang bermutu tinggi, maka kebersihan dalam bekerja merupakan syarat paling utama yang harus diperhatikan seperti kebersihan peralatan yang digunakan dan kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran. Penurunan mutu biasanya disebabkan oleh proses prekoagulasi. Prakoagulasi pada lateks dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah aktivitas mikroorganisme, aktivitas enzim, iklim, budidaya tanaman, dan jenis klon, pengangkutan, serta adanya kontaminasi kotoran dari luar. Untuk mencegah terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut: a. Alat-alat penyadapan dan pengangkutan harus senantiasa bersih dan tahan karat b. Lateks harus segera diangkut ketempat pengolahan tanpa banyak goncangan c. Lateks tidak boleh terkena sinar matahari langsung d. Dapat menggunakan anti koagulan seperti amonia (NH3) atau natrium sulfit (Na2SO3). H3C
H
H3C
C=C
--------CH2
H
C=C
H2C ---------------- CH2
H2C ---------
Gambar 1 : Rumus molekul Lateks Poli Isoprene Bahan-bahan selain karet yang terdapat di dalam lateks, seperti lipid dapat berperan sebagai antioksidan. Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai penstabil sistem koloid lateks juga berperan sebagai bahan yang mempercepat proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet. Protein dan lipid yang ada di dalam lateks dapat membentuk senyawa fosfolipoprotein, berupa membran bermuata negatif yang melapisi partikel karet. Membran sejenis ini menyebabkan partikel-partikel karet terdispersi secara stabil di dalam serum lateks. Untuk memperoleh karet, partikel-partikel karet yang terdapat di dalam lateks dipisahkan dari cairannya dengan cara penggumpalan baik secara sengaja maupun alami. Pada prinsipnya, penggumpalan terjadi akibat terganggunya faktor penunjang kestabilan sistem koloid lateks, misalnya penurunan pH. Di dalam proses penggumpalan lateks, terjadi perubahan sol ke gel dengan pertolongan zat penggumpal. Pada sol karet terdispersi di dalam serum, tetapi pada gel karet di dalam lateks. Penggumpalan dapat terjadi dengan penambahan asam (menurunkan pH), sehingga koloid karet mencapai titik isoelektrik dan terjadilah penggumpalan. Peranan pH sangat menentukan mutu karet. Penggumpalan pada pH yang sangat rendah mengakibatkan warna karet semakin gelap dan nilai modulus karet semakin rendah. Penggumpalan sengaja yang lazim dilakukan saat ini adalah dengan penambahan asam, seperti asam format dan asetat untuk menurunkan pH lateks. Sedangkan lateks dapat menggumpal secara alami akibat terbentuknya senyawa- senyawa asam hasil perombakan karbohidrat dan lipid yang terdapat di dalam lateks oleh mikroorganisme.
2. METODOLOGI Proses Pembuatan Panel Akustik dari Jerami Padi Papan akustik berbahan baku jerami padi dibuat melalui tiga tahapan proses, yaitu; pengadukan, pencetakan, dan penekanan. Pada tahap pengadukan, jerami padi dicampur dengan perekat lem fox dengan perbandingan 70 : 30, 60 : 40, dan 50 : 50 (persen berat). Kemudian, dilakukan pemadatan di dalam media cetakan, dan tahapan terakhir adalah
pemberian tekanan serta panas dengan menggunakan mesin hot-press, agar didapatkan lembaran panel akustik. Sifat Akustik Panel berbahan baku Jerami Padi Akustik yang baik dalam suatu ruang tertutup dipengaruhi oleh faktor obyektif dan subyektif yang saling berkaitan. Faktor obyektif dipengaruhi oleh berbagai teori akustik dengan diawali oleh teori waktu dengung yang merupakan teori terpopuler yang diperkenalkan oleh W. C. Sabine pada abad ke-19. Waktu dengung adalah waktu yang dibutuhkan untuk meluruhkan tingkat tekanan suara sebesar 60 dB setelah sumber suara dihentikan tiba-tiba. Sabine menyatakan bahwa, waktu dengung tidak tergantung pada lokasi di dalam ruang. Dengan kata lain, waktu dengung merupakan karakter menyeluruh dari suatu ruangan. Suatu suara tidak lantas hilang begitu saja setelah sumber suara dihentikan, namun akan terus didengar untuk beberapa saat akibat refleksi oleh dinding, langit-langit atau permukaan lainnya. Secara empiris, Sabine menyatakan persamaan waktu dengung sebagai berikut:
T
0,16 V ................................................................................................... (1) A
dimana: T = waktu dengung (detik), V = volume ruangan (m3), A = Luas bidang serap (m2) Dalam suatu perencanaan akustik, baik perencanaan akustik ruangan maupun peredaman bising, data-data mengenai besarnya koefisien serapan suara () dari bahan-bahan yang digunakan sangat diperlukan. Koefisien serapan adalah perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan terhadap energi suara yang datang pada permukaan bahan. Koefisien serapan () menyatakan efektifitas bahan absorber. Bila suatu bahan dikatakan memiliki = 65% berarti bahwa sejumlah 65% energi suara diserap dan sisanya dipantulkan. Meski demikian suatu bahan yang sama dapat memiliki koefisien absorpsi yang berbeda tergantung dari frekuensi suara yang datang pada bahan. Sehingga suatu koefisien serapan selalu dinyatakan sebagai fungsi frekuensi dengan filter 1/1 atau 1/3 oktaf. Besarnya juga bergantung pada sudut datang suara pada permukaan bahan. Salah satu metode untuk menentukan tingkat serapan suara dari suatu bahan adalah dengan metode ruang dengung. Metode ini dilakukan di dalam suatu ruangan khusus yang didesain sehingga memiliki dinding- dinding yang reflektif dengan koefisien serapan suara bahan pembentuk dinding lebih kecil dari 0,06. Dalam ruang dengung, energi suara akan terdifusi seluruhnya ke ruangan sehingga tingkat tekanan suara pada semua titik di ruangan tersebut akan sama besar. Dengan demikian, suara akan merambat ke segala arah dengan kuantitas dan probabilitas yang sama. Dengan kondisi ini maka ruang dengung diasumsikan memiliki medan diffus. Untuk menghitung besarnya α di dalam ruang dengung, data yang diperlukan adalah; waktu dengung ruang dalam keadaan tanpa sampel uji (T1) dan waktu dengung ruang dengan kehadiran sampel uji di dalamnya (T2). Persamaan yang sering digunakan untuk menghitung waktu dengung suatu ruangan adalah persamaan (2), yaitu:
T dimana:
55,3V ....................................................................................... (2) c(4mV S a)
V = Volume ruang dengung (m3), c = Cepat rambat suara di udara (m/s), m = Koefisien atenuasi energi suara oleh udara (m-1) ,S = Luas total permukaan ruangan (m2), = Koefisien serapan rata-rata. Karena medan suara dalam ruang dengung adalah diffus, maka besaran yang terukur adalah koefisien serapan Sabine. Dari persamaan di atas, harga koefisien serapan suara dapat ditentukan menjadi:
55,3V cS b
1 1 ......................................................................................(3) T2 T1
Persamaan (3) ini, merupakan persamaan yang digunakan untuk menghitung koefisien serapan suara dari panel akustik berbahan baku jerami padi. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Desain dan Manufaktur serta laboratorium Akustik Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Adapun bahan baku yang digunakan adalah jerami padi yang telah dibersihkan dari segala kotoran, kemudian dijemur hingga kering di bawah sinar matahari. Dalam kondisi terik diperlukan waktu penjemuran selama 2 – 3 hari. Selanjutnya, jerami ditimbang sesuai komposisi yang diperlukan. Kemudian, adonan ini dimasukkan kedalam cetakan besi, dan didiamkan selama dua hari. Setelah itu, campuran tadi dikeluarkan dari cetakan dan diangin-anginkan selama seminggu. Sampel uji (panel akustik) tersebut dibuat berdasarkan standar SNI 03-2105-2006 dan pengujian di laboratorium Akustik dilakukan berdasarkan standar ISO 354 (2003).
Gambar 2. Ruang dengung laboratorium Akustik Universitas Syiah Kuala. Gambar 2, memperlihatkan panel akustik sedang diuji di dalam ruang dengung. Peralatan pengakuisisi data yang digunakan adalah real time analizer NOR-840 yang dikombinasikan dengan loudspeaker NOR-223 dan microphone NOR1236-½”. Pengujian dilakukan dengan mengukur waktu dengung tanpa adanya panel akustik (T0) dan dengan adanya panel akustik (T1) pada rentang frekuensi 125 Hz hingga 4000 Hz. Kemudian dilakukan proses perhitungan
dengan menggunakan formula Sabine, sehingga didapatkan besarnya nilai penyerapan suara pada panel akustik tersebut. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dimensi dari panel akustik yang dibuat adalah 100 cm x 100 cm x 3 cm. Sebanyak 10 sampel uji untuk masing-masing komposisi jerami padi dan perekat lem fox telah dibuat. Hasil pengujian koefisien serapan suara diperlihatkan pada gambar 3. Dari hasil tersebut diperoleh nilai koefisien serapan suara tertinggi untuk panel akustik berbahan baku jerami padi dengan komposisi 70 : 30 sebesar 0,86, yang terjadi pada frekuensi 630 Hz (di daerah frekuensi menengah). Sedangkan pada daerah frekuensi rendah (125 Hz – 500 Hz) terlihat besarnya nilai penyerapan suara bervariasi dari nilai terendah 0,02 sampai tertinggi yaitu 0,72. Pada daerah frerkuensi tinggi (1000 Hz – 5000 Hz) terlihat besarnya nilai penyerapan suara hampir merata untuk setiap frekuensi, yaitu rata-rata sebesar 0,7.
Gambar 3. Kurva koefisien serapan suara untuk panel akustik jerami padi dengan tiga variasi komposisi.
Untuk panel dengan komposisi 60 : 40, nilai koefisien serapan suara di atas 70% terjadi dalam rentang frekuensi 500 Hz sampai 5000 Hz dengan nilai maksimum terjadi pada frekuensi 2500 Hz, yaitu sebesar 0,83. Sedangkan untuk panel akustik dengan komposisi 50 : 50, puncak grafik terjadi pada frekuensi 2500 Hz dengan nilai koefisien serapan suara sebesar 0,6. Dari ketiga panel akustik berbahan baku jerami padi yang diuji, ada dua jenis panel yang
menyerap suara di atas 60%, yaitu panel dengan komposisi 70 : 30 dan 60 : 40. Kedua panel tersebut lebih efektif dalam menyerap suara, hal ini terjadi dikarenakan oleh banyaknya poripori dari panel tersebut. Pori-pori dari panel akustik, terbukti memberikan kontribusi yang besar terhadap penyerapan suara [3]. Tabel 1 menunjukkan nilai koefisien serapan suara minimum dari suatu material untuk dapat dikategorikan sebagai peredam suara berdasarkan standar ISO 11654 (1997). Tabel 1. Nilai Koefisien Serapan Suara Standar berdasarkan ISO 11654 (1997) Frekuensi (Hz) Kelas 250 500 1000 2000 4000 A 0,70 0,90 0,90 0,90 0,80 B 0,60 0,80 0,80 0,80 0,70 C 0,40 0,60 0,60 0,60 0,50 D 0,10 0,30 0,30 0,30 0,20 E 0 0,17 0,17 0,17 0,05
Dari data pada tabel 1 di atas, panel akustik berbahan dasar jerami padi dengan perekat lem fox telah memenuhi syarat ISO 11654 (1997), sehingga layak menjadi panel akustik alternatif. 4. KESIMPULAN 1. Panel akustik berbahan baku jerami padi dengan perekat lem fox sudah memenuhi kriteria standar ISO 11654 (1997), untuk dapat diklassifikasikan sebagai bahan penyerap suara. 2. Konfigurasi yang paling ideal sebagai material penyerap suara adalah panel akustik dengan komposisi jerami padi dan lem fox dengan perbandingan 70 : 30 dan 60 : 40. 3. Rerata nilai koefisien absorbsi suara untuk keseluruhan sampel uji berada dalam rentang 0,2 sampai 0,6. 4. Berdasarkan nilai koefisien absorpsi suara yang diperoleh, panel akustik dari limbah pertanian yaitu jerami padi dengan perekat lem fox, layak menjadi panel akustik alternatif.
DAFTAR PUSTAKA 1. Sabri dan Akram (2014), Pemanfaatan Papan Partikel Limbah Kayu Meranti dengan Perekat Damar sebagai Panel Alternatif Pengendali Kebisingan, Prosiding Seminar Nasional hasil Riset dan Standardisasi Industri IV, Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh (Baristand Industri). 2. Baheramsyah Alam, dkk (2009), Studi Pemanfaatan Pencampuran Jerami dan Sabut Kelapa Sebagai Bahan Dasar Sekat Absorpsi Bunyi Antar Ruangan di Kapal. 3. Ballagh KO (1996), Acoustical Properties of Wool, Applied Acoustic Journal, Vol 48, No 2. Elsevier Science Ltd. 4. ISO 11654 (1997), Acoustical Sound Absorbers for Use in Buildings-Rating of Sound Absorption. 5. ISO 354 (2003), Acoustic – Measurement of Sound Absorption in a Reverberation Room. 6. Khairati Ainie, dkk (2006), Desain Peredam Suara Berbahan Dasar Sabut Kelapa dan Pengukuran Koefisien Penyerapan Bunyinya.
7. Restu Kristiani, dkk (2014), Kinerja Serapan Bunyi Komposit Ampas Tebu berdasarkan Variasi Ketebalan Quater Wavelength Resonator terhadap Kinerja Bunyi, Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol 10, No 1. 8. Sabri (2005), Evaluasi Kinerja Akustik Serat Alam sebagai Material Alternatif Pengendali Kebisingan, Tesis S2, Program Magister Teknik Penerbangan, Institut Teknologi Bandung.