KAJIAN STRUKTUR DAN KOMPOSISI KOMUNITAS SERANGGA PREDATOR YANG BERPOTENSI SEBAGAI AGEN PENGENDALI HAYATI DI PERKEBUNAN KOPI DESA BANGELAN KECAMATAN WONOSARI, KABUPATEN MALANG Sandy Ayu Puri Agung, Ibrohim, Hawa Tuarita Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian tentang kajian struktur dan komposisi komunitas serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati di perkebunan kopi Desa Bangelan Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang. Pengambilan data dilakukan dengan metode penangkapan langsung pada waktu siang hari dan jebakan light trap pada waktu malam hari dan dianalisis dengan teknik deskriptif. Hasil penelitian (1) ditemukan 17 spesies serangga predator di perkebunan kopi Desa Bangelan (2) struktur komunitas serangga predator di lahan perkebunan kopi pada waktu siang hari memiliki Indeks Nilai Penting yang tertinggi yaitu Curinus coeruleus dengan nilai sebesar 56,92 %, sedangkan pada waktu malam hari Indeks Nilai Penting yang tertinggi yaitu Deraeocoris flavilinea dengan nilai sebesar 35,78 % (3) komposisi komunitas serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati di lahan perkebunan kopi memiliki nilai keanekaragaman sedang, nilai kemerataan tidak merata dan nilai kekayaan sedang (4) serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati di lahan perkebunan kopi terdiri dari 11 spesies. Kata Kunci: Struktur, Komposisi, Serangga Predator ABSTRACT The researchs about predator insects’s structure and composition studies that potentially become biological control agents in coffea plantation in Desa Bangelan, Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang. The data collection had been done using direct collection method at daylight while at night using light trap method, and than the data analysed descriptively. The results of this research are (1) 17 specieses of predator insects had been found in coffea plantation Desa Bangelan (2) the predator insects community structure in coffea plantation area at the daylight had the highest important value index, that is Curinus coeruleus species as high as 56,92 %, while at night the highest important value index, that is Deraeocoris flavilinea species as high as 35,78 % (3) the predator insects community composition that potentially become the biological control agents in coffea plantation had medium diversity index, uneven evenness index and medium richness index (4) predator insects that potentially become biological control agents in coffea plantation as high as 11 specieses. Keywords: Structure, Composition, Predator insects
1
Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dan berperan penting sebagai sumber devisa negara. Tanaman kopi mulai dapat menghasilkan buah kopi setelah umur 4-5 tahun. Desa Bangelan Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang merupakan salah satu daerah penghasil kopi di Provinsi Jawa Timur, beberapa kendala di perkebunan kopi yaitu berupa serangan hama. Beberapa jenis hama yang menyerang tanaman kopi yaitu hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei), penggerek batang (Zeuzera sp.), penggerek cabang (Xylosandrus spp.), kutu hijau (Cocus viridis), dan kutu putih (Ferrisia virgata). Perkebunan kopi di Desa Bangelan menggunakan sistem konvensional dengan menggunakan pestisida untuk mengurangi jumlah hama. Dampak berbahaya menggunakan pestisida yaitu perubahan kondisi dari predator dilihat dari berkurangnya kelimpahan dan jumlah jenis predator yang ada di perkebunan kopi. Menurut Untung (1993) bahwa penggunan insektisida kimia organik sintetis secara kontinyu akan menyebabkan ketahanan hama terhadap insektisida (resistensi), meningkatkan populasi hama yang semulanya tidak berbahaya bagi tanaman menjadi hama yang sangat berbahaya bagi musuh alaminya (resurgensi), munculnya hama sekunder, pencemaran lingkungan, keracunan bagi makhluk hidup yang lain. Salah satu untuk mengantisipasi dampak negatif dari penggunaan insektisida yakni dengan pengendalian secara hayati. Pengendalian secara hayati yakni mengendalikan hama dengan memanfaatkan musuh alami seperti predator, parasitoid maupun patogen. Menurut Pedigo (1999) taktik pengelolaan hama melibatkan musuh alami untuk mendapatkan penurunan status hama disebut dengan pengendalian hayati. Pemanfaatan musuh alami tidak menimbulkan pencemaran, dari segi ekologi tetap lestari dan untuk jangka panjang relatif murah. Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami atau secara biologis adalah kerja dari faktor biotis terhadap mangsa atau inang, sehingga menghasilkan suatu keseimbangan di ekosistem tersebut. Di antara musuh alami yang berperan penting dalam menekan populasi hama adalah predator dari filum arthropoda. Arthropoda predator merupakan salah satu faktor penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan sampai saat ini merupakan kajian yang banyak dilakukan, karena fungsinya dapat digunakan sebagai organisme pengendali alami. Banyak penelitian yang mengkaji tentang jenis arthropoda predator yang digunakan sebagai pengendali hayati, contohnya yakni penelitian yang dilakukan oleh Rahayu, dkk (2006) yang menyatakan bahwa musuh alami yang ditemukan pada lahan kopi adalah Hymenoptera (Eulophidae, Bombidae, Formicidae), Coleoptera (Staphylinidae), Araneidae dan Tetrastichus xylebororum. Penelitian tentang serangga predator di perkebunan kopi perlu dilakukan, diharapkan dari penelitian ini para penyuluh dapat mengendalikan hama secara hayati dan dapat mengurangi penggunaan pestisida agar kondisi lingkungan tidak tercemar oleh bahan kimia. Variabel-variabel yang diperlukan untuk mengkaji struktur dan komposisi komunitas yaitu terdiri dari kelimpahan relatif, frekuensi relatif, Indeks Nilai Penting, keanekaragaman (H’), kemerataan (E) dan kekayaan (R).
2
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di perkebunan kopi Desa Bangelan Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang pada bulan Maret 2014. Pengambilan data dilakukan dengan penempatan titik yang diletakkan di lahan kopi dengan jarak antar plot 10 meter. Luas area perkebunan kopi yang digunakan dalam pengambilan sampel berukuran 174 x 52 meter, sehingga jumlah plot yang didapatkan 12 plot dengan ukuran masing-masing plot 10x10. Pengambilan sampel menggunakan dua metode yaitu penangkapan secara langsung dan light trap, untuk metode penangkapan langsung dilakukan pada pagi hingga siang hari mulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB (Tobing et al, 2007) serangga yang tertangkap dimasukkan ke dalam botol spesimen. Metode jebakan light trap dipasang pukul 18.00 WIB, serangga yang terjebak di kain putih akan dibersihkan menggunakan vacum cleaner, pengambilan sampel dilakukan hanya satu kali dan jebakan diambil pukul 22.00 WIB (Susilawati, 2010). Pengukuran faktor abiotik dilakukan di 5 titik sampling pada tanaman kopi. Faktor abiotik yang diukur meliputi suhu udara dan kelembaban udara menggunakan termohigrometer, kecepatan angin menggunakan anemometer dan intensitas cahaya menggunakan lux meter. Analisis Data menggunakan rumus ; 1. Keanekaragaman H’= - Σ Pi ln Pi, dimana Pi = ni/N 2. Kemerataan E=
3. Kekayaan R= 4. Kelimpahan Relatif
x 100% 5. Frekuensi Relatif
6. Indeks Nilai Penting INP = KR + FR
3
HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 17 spesies serangga predator yang berhasil ditangkap, dan didapatkan 11 spesies serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati yang terdiri dari Dindymus rubiginosus, Curinus coeruleus, Oenopia cinctella, Cantharis bicolor, Chilocorus circumdatus, Coelophora inaequalis, Ragonycha sp., Tenodera sinensis, Micraspis frenata, Illeis koebelei, Deraeocoris flavilinea. Berdasarkan hasil analisis data Indeks Nilai Penting dari serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati pada waktu siang hari di lahan perkebunan kopi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Indeks Nilai Penting Serangga Predator yang Berpotensi Sebagai Agen Pengendali Hayati pada Waktu Siang Hari di Lahan Perkebunan Kopi Nama Taksa
INP (%)
Cantharis bicolor
22,05
Curinus coeruleus
56,92
Coelophora inaequalis
30,25
Chilocorus circumdatus
30,25
Dindymus rubiginosus
38,46
Oenopia cinctella
22,05 200
Jumlah
Berdasarkan Tabel 1. serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati pada waktu siang hari yang memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi yaitu Curnus coeruleus dengan nilai sebesar 56,92 %. Hasil analisis data Indeks Nilai Penting dari serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati pada waktu malam hari dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Indeks Nilai Penting Serangga Predator yang Berpotensi Sebagai Agen Pengendali Hayati pada Waktu Malam Hari di Lahan Perkebunan Kopi Nama Taksa Curinus coeruleus Cephalonomia sp Deraecoris flavilinea Illeis koebelei Micraspis frenata Rhagonycha sp Tenodera sinensis Jumlah
INP (%) 25,78 34,47 35,78 23,15 23,15 34,47 23,15 200
Berdasarkan Tabel 2. serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati pada waktu malam hari yang memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi yaitu Deraeocoris flavilinea dengan nilai sebesar 35,78 %. Hasil analisis data nilai keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati dapat dilihat pada Tabel 3. 4
Tabel 3. Indeks Keanekaragaman, Kemerataan dan Kekayaan Serangga Predator yang Berpotensi Sebagai Agen Pengendali Hayati di Lahan Perkebunan Kopi Indeks H’ E R
Lahan Kopi Nilai 2,120 0,884 3,106
Kriteria Sedang Tidak Merata Sedang
Berdasarkan Tabel 3. nilai keanekaragaman (H’) komunitas serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati di lahan perkebunan kopi diperoleh nilai sebesar 2,120. Nilai keanekaragaman dapat dikategorikan dalam skala sedang, karena masuk pada kriteria 1 ≤ H’ ≤ 3 kategori sedang. Nilai kemerataan (E) komunitas serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati di lahan perkebunan kopi didapatkan nilai sebesar 0,884. Nilai kemerataan dapat dikategorikan dalam skala tidak merata, karena masuk pada kriteria E < 1. Nilai kekayaan (R) komunitas serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati di lahan perkebunan kopi diperoleh nilai sebesar 3,106. Nilai kekayaan dapat dikategorikan dalam skala sedang, karena masuk pada kriteria R = 2,5 – 4,0. B. PEMBAHASAN Serangga predator yang didapatkan di lahan perkebunan kopi berjumlah 17 spesies dengan 11 spesies serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati terdiri dari 4 ordo yakni Ordo Coleoptera, Hymenoptera, Hemiptera dan Mantodea. Menurut Jumar (2000) hampir semua ordo serangga memiliki jenis yang menjadi predator. Keberadaan serangga predator di lahan perkebunan kopi sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain sumber pakan, suhu, kelembaban. Faktor lingkungan berperan sangat penting mempengaruhi jenis dari serangga predator yang ada di perkebunan kopi. Perbedaan pengambilan serangga predator pada waktu siang dan malam hari akan mempengaruhi jenis serangga predator yang di dapat, karena beberapa kegiatan serangga dipengaruhi oleh responnya terhadap cahaya (Jumar, 2000). Indeks Nilai Penting menggambarkan besarnya penguasaan yang diberikan oleh suatu spesies terhadap komunitasnya. Serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi pada waktu siang hari yakni Curinus coeruleus dengan nilai INP sebesar 56,92%. Tingginya nilai INP yang dimiliki oleh Curinus coeruleus dimungkinkan karena C.coeruleus salah satu spesies serangga predator yang memiliki kemampuan beradaptasi dengan baik di lingkungan, serta memiliki kecepatan perkembangbiakan yang cukup tinggi. Keberadaan dari Curinus coeruleus di lahan perkebunan kopi juga disebabkan karena ketersediaan makanan yang cukup, serta kondisi yang cocok. Menurut Hindayana, dkk (2002) mengatakan bahwa kumbang kubah atau Curinus coeruleus sangat mudah dijumpai pada tempat di mana kutu-kutu daun berkumpul pada pohon kopi. Kondisi faktor abiotik atau unsur iklim akan mempengaruhi keberadaan serangga predator di alam khususnya di lahan perkebunan kopi. Jumar (2000) menyatakan bahwa kisaran suhu udara efektif untuk serangga dalam perkembangan 5
hidup yaitu antara 150C-400C, dengan kisaran suhu optimum berkembang biak yaitu suhu 250C. Hasil pengukuran suhu udara pada waktu siang hari di lahan perkebunan kopi yakni berkisar 220C-260C. Serangga juga membutuhkan kadar air dalam udara atau kelembaban tertentu untuk beraktivitas. Hasil yang didapat pada pengukuran kelembaban udara di lahan perkebunan kopi berkisar antara 62-66%, kondisi ini dapat dikatakan ideal karena kelembaban lingkungan berhubungan dengan banyaknya kandungan air di udara. Faktor abiotik lainnya yang berpengaruh terhadap persebaran serangga yakni kecepatan angin. Angin berpengaruh terhadap perkembangan dari serangga predator, terutama dalam proses penyebaran. Rerata kecepatan angin di lahan perkebunan kopi 0,34 m/s. Cahaya matahari dibutuhkan secara tidak langsung oleh hewan, akan tetapi sinar matahari dapat dimanfaatkan sebagai suatu penanda akan aktivitas tertentu. Rerata intensitas cahaya yang diukur berkisar 748-886 (x100) lux. Pada waktu malam hari serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi yakni Deraeocoris flavilinea dengan nilai sebesar 35,78%. Indeks Nilai Penting tinggi pada Deraeocoris flavilinea menujukkan bahwa spesies ini lebih dominan dibandingkan dengan spesies yang lain dan Deraeocoris flavilinea mampu beradaptasi dengan baik pada waktu malam hari. Menurut Aditama (2013) mengatakan bahwa serangga nokturnal akan memiliki jumlah INP tinggi di suatu habitat ketika habitat tersebut mampu menyediakan makanan dan baik untuk reproduksi. Aktivitas keberadaan serangga predator di alam dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tersebut. Serangga beraktivitas pada kondisi lingkungan yang optimal, sedangkan kondisi yang kurang optimal di alam menyebabkan aktivitas seragga predator menjadi rendah. Menurut Aditama (2013) menjelaskan karakteristik biologis dari serangga dipengaruhi terutama oleh suhu dan kelembaban relatif. Suhu rata-rata yang diukur di lahan perkebunan kopi berkisar antara 22-240C. Aditama (2013) menjelaskan bahwa serangga memiliki kisaran suhu udara tertentu dalam kelangsungan hidup. Suhu optimum untuk serangga berkembang biak yakni 250C. Kelembaban ratarata yang diukur di lahan perkebunan kopi yakni 68,9%, sedangkan untuk kecepatan angin rata-rata yang didapat yakni 0,29 m/s. Hasil indeks keanekaragaman komunitas serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati di lahan perkebunan kopi sebesar 2,120. Indeks keanekaragaman di lahan perkebunan kopi dikategorikan dalam keanekaragaman sedang. Menurut Odum (1998) menjelaskan bahwa keanekaragaman jenis cenderung akan rendah pada ekosistem yang secara fisik terkendali dan memiliki faktor pembatas yang kuat dan akan meningkat pada ekosistem yang diatur secara alami. Keanekaragaman serangga predator di lahan perkebunan kopi sangat dipengaruhi dengan kondisi di lahan tersebut. Kondisi lahan perkebunan kopi yang menggunakan insektisida akan mempengaruhi keanekaragaman dari serangga predator yang menyebabkan menurunnya kelimpahan spesies dan persebarannya. Menurut Tulung et al (2000) cara pengelolaan misalnya dengan penggunaan pestisida turut berpengaruh dalam menurunkan keanekaragaman spesies. Indeks kemerataan (Evennes) merupakan nilai jumlah individu dalam anggota populasi yang menyusun suatu komunitas. Nilai indeks kemerataan yang diperoleh di lahan perkebunan kopi sebesar 0,884 dimana dapat dikategorikan tidak merata dengan 6
kisaran nilai E < 1. Kemerataan merupakan salah satu komponen diversitas yang menyatakan jumlah jenis dengan jumlah individu, dalam hal perataannya. Nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan menunjukkan kesempatan yang dimiliki oeh masingmasing individu di dalam komunitas tersebut untuk dapat menjalakan fungsi ekologisnya (Sanjaya, 2012). Besarnya indeks kekayaan (Richnes) sangat dipengaruhi oleh jumlah jenis serangga predator yang ditemukan di lahan perkebunan kopi. Nilai indeks kekayaan yang diperoleh sebesar 3,106 dapat dikategorikan kekayaan sedang dengan kisaran R = 2,5-4,0. Tinggi rendahnya nilai indeks kekayaan serangga predator yang ditemukan di lahan perkebunan kopi disebabkan karena ketersediaan makanan dan kebiasaan dari serangga predator. Selain itu keadaan iklim juga mempengaruhi dari kekayaan jenis serangga. Tambunan (2013) mengatakan bahwa keadaan iklim yang stabil menyebabkan kekayaan jenis serangga menjadi tinggi. Serangga predator yang dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati dapat dilihat dari kemampuan serangga predator memangsa hama di perkebunan kopi Curinus coeruleus memangsa hama pada tanaman penaung kopi yaitu Heteropsylla sp. Untung (2010) juga menyatakan bahwa introduksi Curinus coeruleus pada tahun 1986 dari Hawaii untuk pengendalian hama kutu loncat lamtoro Heteropsylla sp. Deraeocoris flavilinea dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati karena kemampuannya dalam memangsa kutu hijau di tanaman kopi. Serangga predator lainnya yang dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati di perkebunan kopi yaitu Dindymus rubiginosus. Untung (2010) mengatakan bahwa predator Dindymus rubiginosus dapat digunakan sebagai musuh alami untuk hama bubuk buah kopi (Hypothenemus hampei). Selain itu serangga predator lainnya mampu memangsa kutu hijau maupu kutu putih di perkebunan kopi yaitu Oenopia cinctella, Cantharis bicolor, Chilocorus circumdatus, Coelophora inaequalis, Ragonycha sp, Tenodera sinensis, Micraspis frenata dan Illeis koebelei. KESIMPULAN Serangga predator yang ditemukan di lahan perkebunan kopi terdiri dari 4 Ordo, 9 Familia dan 17 spesies. Indeks Nilai Penting tertinggi serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati pada waktu siang hari yakni Curinus coeruleus dan Indeks Nilai Penting tertinggi serangga predator pada waktu malam hari yakni Deraeocoris flavilinea. Keanekaragaman serangga predator di lahan perkebunan kopi dikategorikan sedang, kemerataan yang dihasilkan yakni tidak merata dan kekayaan serangga predator di lahan perkebunan kopi yakni sedang. Serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati yakni terdiri dari 11 spesies antara lain Dindymus rubiginosus, Deraeocoris flavilinea, Curinus coeruleus, Oenopia cinctella, Cantharis bicolor, Chilocorus circumdatus, Coelophora inaequalis, Ragonycha sp, Tenodera sinensis, Micraspis frenata dan Illeis koebelei. SARAN Berdasarkan simpulan di atas maka saran yang diajukan dapat dilakukan penelitian mengenai daya predasi dari masing-masing serangga predator yang ada di perkebunan kopi sebagai pengendali hama dan menjaga kelestarian dari serangga 7
predator yang ada di perkebunan kopi maka penggunaan pestisida sintetik dapat diminimalkan, agar keberadaan dari serangga predator tidak menurun. DAFTAR RUJUKAN Aditama, Candra. R., dan K. Nia. 2013. Struktur Komunitas Serangga Nokturnal Area Pertanian Padi Organik Pada Musim Penghujan di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Jurnal Biotropika, (Online), 1(4), (http://jurnalub.ac.id), diakses 28 Mei 2014. Hindayana, D., Judawi, D., Priharyanto, D., Luther, G.C., Purnayara, G.N.R., Mangan, J., Untung, K., Sianturi, M., Mundy, R. Dan Riyanto. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat, Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta. Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta. Odum, E.P. 1998. Dasar–dasar Ekologi, Edisi Ketiga. Terjemahan oleh Thajono, S. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pedigo, L.P., 1999. Entomology and Pest Management. Lowa University. Prentice Hall, Upper Sadlle River, NJ. 07458. Third Edition. Rahayu, Subekti., Setiawan, Anang., Endang, A., Husaeni, dan Suyanto, S. 2006. Pengendalian Hama Xylosandrus compactus Pada Agroforestri Kopi Multisrata Secara Hayati: Studi kasus dari Kecamatan Suberjaya, Lampung Barat. Jurnal Agrivita. 28 (3). Sanjaya, Y., Dibiyantoro, L. H., 2012. Keragaman Serangga pada Tanaman Cabai (Capsicum annum) yang Diberi Pestisida Sintetis Versus Biopestisida Racun Laba-Laba (Nephila sp.).Jurnal HPT Tropika, (Online), 12 (2): 192-199, (www.hpttropica.org), diakses 2 Mei 2014. Susilawati. 2010. Diversitas Serangga Pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Kawasan Bukit Mandiangin Tahura Sultan Adam Kalimantan Selatan. Tesis. Tidak diterbitkan. Kalimantan: Universitas Lambung Mangkurat. Tambunan, Maria., M., Uly, Mena., Hasanuddin. 2013. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Tanaman Tembakau (Nicotina tabaccum L.) di Kebun Helvetia PT.Perkebunan Nusantara II. Jurnal Agroekoteknologi (Online), 2 (1):225-238 (http://jurnal.usu.ac.id), diakses 1 Mei 2014. Tulung, M., A., Rauf & S. Sasromarsono. 2000. Keanekaragaman Speses Laba-laba di Ekosistem Pertanaman Padi. Hlm. 193-201. Cipayung
8
Tobing M.C., Nasution D.B. 2007. Biologi Predator Cheilomenes sexmaculata (Fabr.) (Coleoptera:Coccinellidae) pada Kutu Daun Macrosiphoniela sanborni Gilette (Homoptera: Aphididae). Agritop. 28 (3): 99-104. Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Fakultas Pertanian. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada University Press. Untung, Kasumbogo. 2010. Diktat Dasar-dasar Ilmu Hama Tanaman. Fakultas Pertanian Yogyakarta. Dokumen (Online), hal.200 (http://doc.ugm.ac.id), diakses 15 Juni 2014.
9