Sambutan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Pada Rapat Kerja Keluarga Berencana Nasional Tahun 2005 Senin, 21 Maret 2005 Bismillahirohmannirohim, Assalamu'alaikum wa rohmattullohi wa barrokatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Saudari Kepala Badan Koordinasi Kelauarga Berencana yang saya hormati, SaudaraSaudari para peserta rapat kerja yarg berbahagia, Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua, sehingga dapat berkumpul di tempat ini dalam keadaan sehat wal'afiat. Saya merasa berbahagia, karena dalam rapat kerja ini saya diberi kesempatan untuk menyampaikan kebijakan pendayagunaan aparatur negara khususnya pengembangan pelembagaan pengaturan kebijakan makro di bidang pembangunan kependudukan dan keluarga berencana. Dalam realitas penyelenggaraan negara, seringkali kita mendengar banyaknya kritikan masyarakat terhadap kinerja birokrasi pemerintah yang dianggap kurang peka dan kurang responsif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kritikan tersebut tentu tidak boleh kita abaikan begitu saja, apalagi saat ini semangat reformasi menuntut adanya keterbukaan dan transparansi dari pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam mengemban amanah-amanah publik. Kita sadari bahwa pandangan masyarakat terhadap peran pemerintah telah mengalami perubahan. Pada masa lalu, pemerintah melakukan semua pengaturan dan pelaksanaan kegiatan kepemerintahan (governance) secara langsung dalam rangka pencapaian tujuan negara. Namun saat ini, seiiring dengan semakin meningkatnya kesadaran dan kemandirian masyarakat, sebagian tugas-tugas tersebut sudah dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat. Hal tersebut telah mendorong perlu segera dilakukannya reposisi peran pemerintah dari sebagai "pelaksana" menjadi "pengatur" (steering rather than rowing). Dalam konteks yang lebih baru yaitu "good governance", pemerintah bukan lagi satu-satunya penentu dalam keberhasilan pencapaian tujuan negara tetapi periu berbagi peran dan bersinergi dengan sektor swasta dan masyarakat. Kondisi demikian telah meyadarkan kita bahwa sebelum suatu fungsi ditentukan apakah akan menjadi suatu urusan yang harus diselenggarakan oleh birokrasi pemerintahan atau tidak, perlu dipertimbangkan kapabilitas atau kemampuan sektor lainnya (swasta dan masyarakat), sehingga dapat dihindari pembentukan lembaga pemerintahan yang sebenarnya dapat diselenggarakan oleh sektor swasta atau masyarakat itu sendiri. Berkaitan kelembagaan pemerintah, minimal ada 3 model kelembagaan yang dapat diterapkan yaitu pertama, berdirinya suatu lembaga pemerintah yang murni melaksanakan urusan tertentu (rowing government agency); kedua, berdirinya suatu lembaga pemerintah yang mendorong dan memfasilitasi lembaga-lembaga di luar pemerintahan (empowering government agency/more steering); ketiga, tidak perlu
dibentuknya suatu lembaga pemerintah karena fungsi tersebut telah diserahkan sepenuhnya kepada lembaga-lembaga di luar pemerintahan (self-regulating governance). Model kelembagaan tersebut dapat digunakan pula dalam -menganalisa dan memprediksi masa depan kelembagaan yang menangani masalah kependudukan dan keluarga berencana. Secara kuantitatif, kerja keras yang dilakukan BKKBN sejak lebih dari 30 tahun yang lalu telah menunjukkan kemajuan yang sangat berarti, seperti keberhasilan dalam mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dari 2,34 persen (1971-1980) hingga 1,49 persen (1990-2000). Sedangkan secara kualitatif, pertumbuhan penduduk yang terkendali tersebut memberikan dampak positif terhadap meningkatnya kualitas hidup seperti kesadaran penduduk untuk mewujudkan norma keluarga kecil. Dengan demikian, prestasi gemilang yang telah dicapai lembaga ini perlu dipertahankan, ditingkatkan, dan tentu saja disesuaikan dengan kondisi permasalahan kependudukan dan keluarga berencana di masa yang akan datang. Saudara-saudari yang berbahagia, Saya ingin mengingatkan bahwa kita semua ini adalah-bagian dari aparatur negara yang mempunyai tugas mulia dan bertanggung jawab atas keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan umum dan pembangunan. Dalam kerangka reformasi aparatur negara, tindakan dan kegiatan kita hendaklah dilakukan secara konsepsional, sistematis dan berkelanjutan. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah komitmen, konsistensi dan keseriusan kita dalam bekerja. Kita tidak akan dapat mendorong orang lain untuk melakukan pembenahan apabila kita sendiri tidak mampu melaksanakannya dengan baik. Pada dasarnya, kebijakan dalam penataan kelembagaan pemerintah, lebih diarahkan pada upaya rightsizing yaitu upaya penyederhanaan birokrasi pemerintah yang diarahkan untuk mengembangkan organisasi yang lebih proporsional, datar (flat), transparan, hierarki yang pendek dan terdesentralisasi kewenangannya. Sejalan dengan bentuk organisasi yang flat, maka jabatan struktural sebaiknya hanya ada pada level pimpinan tertentu, selebihnya diisi oieh pejabat-pejabat fungsional yang mengedepankan kompetensi dan profesionalitas dalam pelaksanaan tugasnya. Dalam lingkungan strategis yang sangat cepat berubah saat ini, diperlukan organisasi yang mampu mentransformasikan dirinya untuk mehjawab tantangan-tantangan dan kesempatan yang timbul akibat perubahan tersebut. Proses transformasi atau belajar dari setiap unsur dalam organisasi tersebut kita kenal sebagai "Organisasi Pembelajar (Learning Organization)". Selain itu, Organisasi pemerintah yang dibentuk sebaiknya memanfaatkan jejaring (networking) ada. Kelembagaan seperti inilah yang mampu melakukan aktivitas organisasi secara cepat dan efisien. Hal tersebut sejalan dengan perspektif bahwa organisasi yang sukses adalah "small organization but large networking". Yang perlu saya tekankan di sini adalah bahwa kelembagaan pemerintah hendaknya disusun berdasarkan visi dan misi yang jelas. Selanjutnya, desain struktur organisasinya disusun berdasarkan kebutuhan nyata dan mengikuti strategi dalam pencapaian visi dan misi organisasi yang telah ditetapkan (structure follows strategy). Perlu saya ingatkan kembali bahwa pendayagunaan aparatur negara tidak saja melibatkan faktor kelembagaan tetapi juga berkaitan erat dengan aspek sumber daya manusia, ketatalaksanaan, pegawasan, pelayanan terhadap publik dan tentu saja akuntabilitas
aparaturnya. Untuk itu, kelembagaan yang baik tidak ada artinya apabila tidak diisi oleh sumber daya manusia yang handal dengan mekanisme, sistem dan prosedur yang efisien. Agar pelaksanaannya berjalan sesuai dengan rencana yang ditetapkan, semua aktivitas tersebut haruslah tetap dimonitoring dan diawasi sehingga pertanggungjawaban terhadap publik. menjadi jelas ukurannya. Saudara-Saudari yang berbahagia, Pada bagian berikut ini, sesuai dengan tema Rapat kerja ini, saya mencoba memfokuskan paparan ini pada pengembangan kelembagaan di bidang kependudukan dan keluarga berencana. Kebijakan pemerintah di bidang kelembagaan seperti yang saya kemukakan sebelumnya, perlu diimplementasikan dan digunakan sebagai pisau analisis dalam melakukan kajian terhadap keberadaan lembaga pemerintahan yang berlaku saat ini. Sebagai langkah awal dalam mengkaji kelembagaan kependudukan dan keluarga berencana, perlu kiranya terdapat kesamaan pandangan terhadap 3 (tiga) dimensi berikut. Pertama, bahwa fungsi kependudukan dan terutama keluarga berencana dalam kenyataannya diselenggirakan tidak saja oleh Pemerintah tetapi juga diselenggarakan secara aktif oleh pihak dunia usaha dan masyarakat antara lain dengan dibentuknya lembaga-lembaga swadaya masyarakat pada bidang tersebut. Kedua, dalam internal pemerintahan, saat ini fungsi kependudukan dan keluarga berencana merupakan dua fungsi yang terpisah pelembagaannya, meskipun secara fungsional terdapat hubungan kerjasama di antara lembaga-lembaga pemerintah tersebut. Ketiga, dalam era desentralisasi sebagian kewenangan di bidang kependudukan dan keluarga berencana telah diserahkan kepada pemerintah daerah. Pada dimensi pertama, perlu disampaikan terlebih dahulu pengertian "good governance". Pada umumnya istilah "good governance" diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata 'baik' disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good Governance yang meliputi 10 hal yaitu: kesetaraan (equity), pengawasan (super/isicn), penegakan hokum (law enforcement), daya tangkap (responsiveness), efisiensi dan efektivitas (efficiency and effectiveness), partisipasi (participation), profesionalisme (professionalism), akuntabilitas (accountability), wawasan ke depan (strategic vision) dan transparansi (transparency). "Logical framework" yang perlu digunakan dalam dimensi pertama ini adalah bahwa ketiga pilar "good governance" (pemerintah, dunia usaha dan masyarakat) melakukan sinergi satu dengan lainnya sehingga peran Pemerintah adalah sebagai fasilitator pembangunan kependudukan dan keluarga berencana dan mempunyai tujuan untuk memberdayakan dunia usaha dan masyarakat. Konsekuensinya, lernbaga pemerintah di bidang kependudukan dan keluarga berencana tidak sepenuhnya bersifat operasional dan mempunyai peran yang berbeda dengan sebelumnya. Dengan demikian, besaran organisasinya perlu disesuaikan dengan reposisi peran pemerintah dalam pembangunan kependudukan.
Pada dimensi kedua, dilihat dari aspek kelembagaan, fungsi kependudukan pada saat ini dapat dipetakan sebagai berikut: a. Fungsi administrasi kependudukan diselenggarakan oleh Departemen Dalam Negeri (Ditjen Administrasi Kependudukan) dan Departemen Hukum dan HAM (Ditjen Imigrasi). b. Fungsi mobilisasi penduduk diselenggarakan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transrnigrasi (Ditjen Pembinaan Penyiapan Permukiman dan Penempatan Transmigrasi; Ditjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi). c. Fungsi pengendalian dan peningkatan kualitas penduduk diselenggarakan oleh BKKBN. Kondisi kelembagaan demikian menunjukkan adanya perbedaan pengaturan perundangundangan dan anggaran yang dilaksanakan oleh masing-masing instansi. Di sisi lain, hal tersebut mengisyaratkan perlu dilakukannya pengkajian ulang terhadap pelembagaan fungsi kependudukan, sampai sejauh mana mekanisme seperti itu dapat mondukung tercapainya tujuan pembangunan di bidang kependudukan dan keluarga berencana secara efisien dan efektif. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah penerapan kebijakan di bidang kependudukan yang terintegrasi akan lebih baik dari yang berlaku saat ini. Kebijakan yang terintegrasi dapat kita lihat pada penerapan sistem identifikasi tunggal atau dikenal juga sebagai SIN (Single Identification Number). SIN yang merupakan elemen e-Government umumnya didasarkan pada Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor tdentitas Penduduk (NIP), Nomor Sertifikat Kelahiran (NSK), Nomor Paspor, Nomor Social Security, Nomor Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Nomor Pemilih. Dengan konsep yang terintegrasi ini, setiap penduduk nantinya akan memiliki satu nomor pengenal atau nomor identitas yang unik sebagai warga negara. Lebih jauh, penerapan SIN ini juga sangat berguna untuk mempermudah pelacakan terhadap tindak pidana korupsi. Pada dimensi ketiga, sebagai tindak lanjut pelaksanaan desentralisasi yang antara lain tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001, BKKBN merupakan salah satu instansi pemerintah" pusat yang harus menyerahkan sebagian kewenangannya kepada Pemerintah Daerah. Pada bulan Juni 2003, amanah tersebut telah dilaksanakan dengan menyerahkan sebagian kewenangan BKKBN kepada seluruh Kabupaten/Kota, sedangkan status BKKBN Provinsi, kecuali BKKBN Provinsi DKI Jakarta, disepakati masih tetap sebagai instansi vertikal. Dalam konteks hubungan Pusat dan Daerah, maka peran yang ideal untuk lembaga pusat adalah peran yang mengarah kepada penguatan pelaksanaan desentralisasi itu sendiri. Peran tersebut dikenal sebagai promotive role yang menjelaskan upaya-upaya untuk membantu peningkatan kualitas penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan potensi yang dimilki melalui pembardayaan kapasitas institusi pamerintahan daerahnya sehingga daerah tersebut mampu mengelola kepentingan lokal yang semakin
berkembang. Peran lainnya, sepertl preventive role, punitive role, dan reformative role dinilai tidak sesuai dengan semangat desentralisasi dan dapat memberikan dampak negatif dalam pembangunan otonomi daerah. Dengan demikian, sejalan dengan kewenangan yang telah diserahkan maka organisasi pada tingkat Pusat seharusnya tidak lagi sebesar organisasi sebelum era desentralisasi. Tetapi, tetap dikembangkan lembaga yang dapat menjamin keharmonisan hubungan antara Pusat dan Daerah misalnya masih diperlukannya bimbingan (guidance) dari pemerintah pusat kepada daerah. Dalam rangka mewujudkan rancangan organisasi dalam paradigma baru tersebut, maka struktur organisasi di bidang kependudukan dan keluarga berencana sebaiknya perlu dievaluasi kembali. Beberapa aspek yang dapat dijadikan pertimbangan antara lain disesuaikan dengan kebutuhan organisasi dan perkembangan misi dan strategi. Struktur tersebut sebaiknya dikelompokkan pada fungsi yang paling logis dan "cost effective". Struktur tersebut perlu pula di support dengan kebijakan yang terintegrasi (integrated policy). Yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa struktur tersebut mendayagunakan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, terutama pemanfaatan teknologi di dalam organisasi dengan sebaik-baiknya. Saudara-Saudari yang berbahagia, Berkaitan dengan format kelembagaan sebagaimana tersebut di atas, struktur organisasi yang didesain sebaik apapun tidak akan dapat efektif apabila tidak didukung dengan optimalisasi atau pendayagunaan sumber daya manusia secara tepat. Kapabilitas, kompetensi, dan profesionalisme menjadi syarat utama bagi jalannya organisasi. Demikian pula mekanisme kerja antar unit organisasi disusun secara tepat pula dengan mengoptimalkan pemanfaatan ilmu dan teknologi yang sesuai perkembangan sehingga proses pelaksanaan tugas tersebut dapat efisien, terarah, terpadu, dan sinergis menuju pada pencapaian tujuan organisasi. Faktor lain yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa organisasi bidang kependudukan dan keluarga berencana akan ditentukan pula oleh bentuk grand design kelembagaan pemerintah secara keseluruhan. Dalam upaya reformasi birokrasi tersebut, akan dilakukan penataan ulang seluruh tatanan kelembagaan pemerintah yang baru seperti melakukan redefinisi keberadaan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND). Hal tersebut perlu dilakukan karena dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan selama ini sering terjadi disharmoni kebijakan antara LPND dengan Departemen/Kementerian yang mengkoordinasikannya. Demikianlah pokok-pokok pikiran yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat. Selamat mengadakan rapat kerja, semoga sukses. Terima kasih. Wassalamu'alaikum wr. wb. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Taufiq Effendi