APLIKASI PEMBERIAN INFORMASI PRA BEDAH TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn.K DENGAN PRA BEDAH HERNIA INGUINALIS DEXTRA DI RUANG BEDAH KANTIL I RSUD KARANGANYAR
DI SUSUN OLEH:
SAFITRI NIM. P.12110
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
APLIKASI PEMBERIAN INFORMASI PRA BEDAH TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn.K DENGAN PRA BEDAH HERNIA INGUINALIS DEXTRA DI RUANG BEDAH KANTIL I RSUD KARANGANYAR Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
SAFITRI NIM. P.12110 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh: Nama
: SAFITRI
NIM
: P.12110
Program Studi
: DIII KEPERAWATAN
Judul Karya Tulis Ilmiah : PEMBERIAN
INFORMASI
PRA
BEDAH
TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn.K DENGAN PRA BEDAH HERNIA DI RUANG BEDAH KANTIL I RSUD KARANGANYAR
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : STIKes Kusuma Husada Surakarta Hari/Tanggal : 13 Mei 2015
Pembimbing :Atiek Murharyati,S.Kep.Ns.,M.Kep NIK.200680021
( ...................................... )
HALAMAN PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: SAFITRI
NIM
: P.12110
Program Studi : DIII KEPERAWATAN Judul
: Aplikasi Pemberian Informasi Pra Bedah Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Asuhan Keperawatan Tn.K dengan Pra Bedah Hernia Inguinalis Dextra di Ruang Bedah Kantil I RSUD Karanganyar
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di : Surakarta Hari/Tanggal : Jum’at, 19 Juni 2015 DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Ns. Atiek Murharyati, S.Kep., M.Kep. NIK. 200680021
(
)
Penguji I
: Ns. Joko Kismanto, S.Kep. NIK. 200670020
(
)
Penguji II
: Ns. Noor Fitriyani, S.Kep., NIK. 20118785
(
)
Mengetahui, Ketua Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ns. Atiek Murharyati, S.Kep., M.Kep. NIK. 200680021
MOTTO & PERSEMBAHAN
MOTTO Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S Al-Baqarah, 216) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (Q.S Al-Insyirah, 6-7)
PERSEMBAHAN Syukur Alhamdulillah, atas rahmat dan hidayah-Nya dan dengan segala rendah hati, saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik. Karya sederhana ini saya persembahkan untuk orang-orang yang sangat ku sayangi Ibundaku tercinta yang tiada henti-hentinya memberikan doa restu, kasih sayang, perhatian dan dukungan untuk menjadikanku orang yang sukses. Kakak-kakakku yang tersayang, Eka Sutrisni dengan suaminya Untung Supriyanto beserta buah hatinya Rahma, Rizky, Reisya dan Ratna Sari dengan suaminya Agus Nugroho beserta buah hatinya Moses yang telah memberi dukungan dan motivasi dalam setiap langkahku. Seseorang yang sangat special dan tersayang, Eka Fitrianto yang telah setia menemani, membantu, mendukung dan memberi semangat dalam penyelesaian karya ini. Sahabatku terkasih, Umi Uswatun Khasannah dan teman-teman seperjuangan angkatan 2012 terutama kelas 3B. Semoga perjalanan yang kita tempuh selama ini mampu menjadikan diri kita menjadi seseorang yang lebih baik, dewasa, sukses dan lebih bijaksana. Pembimbingku tersayang, Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep terimakasih atas bimbingan dan motivasi selama membantu menyelesaikan karya ini. ALMAMATERKU TERCINTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah terhadap Tingkat Kecemasan pada Asuhan Keperawatan Tn.K dengan Pra Bedah Hernia di Ruang Kantil I Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar “. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Atiek Murhayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan dan sekaligus sebagai dosen pembimbing
yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini dan memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 3. Joko Kismanto, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Noor Fitriyani, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji II yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Semua dosen Program DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat 6. Ibunda tercinta, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat dan doa yang selalu dipanjatkan untuk menyelesaikan pendidikan. 7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu – persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 13 Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
DAFTAR ISI ................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................
11
C. Manfaat Penulisan ..................................................................
11
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ........................................................................
13
1. Hernia ..............................................................................
13
2. Asuhan keperawatan .......................................................
18
3. Pre Operasi .....................................................................
23
4. Kecemasan ......................................................................
41
5. Informasi ........................................................................
49
6. Komunikasi terapeutik ...................................................
55
B. Kerangka Teori ......................................................................
59
C. Kerangka Konsep ..................................................................
59
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Penelitian Riset ...........................................................
60
B. Tempat dan Waktu .................................................................
60
C. Media dan Alat yang Digunakan ............................................
60
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset .....................
60
E. Alat Ukur Evaluasi Dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan Riset
61
BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien .......................................................................
62
B. Pengkajian ..............................................................................
62
C. Analisa Data dan Perumusan Masalah ...................................
69
D. Prioritas Diagnosa Keperawatan ............................................
70
E. Intervensi ................................................................................
70
F. Implementasi ..........................................................................
72
G. Evaluasi ..................................................................................
75
BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian ..............................................................................
77
B. Perumusan Masalah ................................................................
80
C. Intervensi ................................................................................
85
D. Implementasi ..........................................................................
89
E. Evaluasi ..................................................................................
92
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................
95
B. Saran .......................................................................................
97
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Alat Ukur Kecemasan HRS-A (Hamilton Rating Scale For Anciety) 59
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Kerangka Teori ..........................................................................
59
Gambar 2.2 Kerangka Konsep ......................................................................
59
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jurnal Utama Lampiran 2. Usulan
Judul
Aplikasi
Jurnal
dalam
Pengelolaan
Keperawatan pada Pasien Lampiran 3. Surat Pernyataan Lampiran 4. Asuhan Keperawatan Hernia Lampiran 5. Surat Acara Penyuluhan Lampiran 6. Leaflet Hernia Lampiran 7. Informasi yang disampaikan Lampiran 8. Format Pengukuran Kecemasan Sebelum Tindakan Lampiran 9. Format Pengukuran Kecemasan Setelah Tindakan Lampiran 10. Lembar Observasi Tingkat Kecemasan Lampiran 11. Lembar Log Book Karya Tulis Ilmiah Lampiran 12. Format Pendelegasian Pasien Lampiran 13. Lembar Konsultasi Karyat Tulis Ilmiah Lampiran 14. Daftar Riwayat Hidup
Asuhan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus atau kandung kemih) memasuki defek tersebut, sehingga timbul kantong berisikan meterial abnormal (Tambayong, 2000) Hernia Inguinalis Lateralis adalah suatu penonjolan dinding perut yang terjadi di daerah inguinal disebelah lateral pembuluh epigastrika inferior (R. Sjamsuhidajat). Penyebab terjadinya Hernia Inguinalis Lateralis yaitu karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat. Pada Hernia Inguinalis Lateralis keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha yang timbul pada waktu mengejan, batuk, atau mengangkat beban berat, dan menghilang waktu istirahat baring (Sudoyo, 2009). Bank data Kementerian Kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa berdasarkan distribusi penyakit sistem cerna pasien rawat inap menurut golongan sebab sakit Indonesia tahun 2004, hernia menempati urutan ke-8 dengan jumlah 18.145 kasus, 273 diantaranya meninggal dunia. Dari total tersebut, 15.051 diantaranya terjadi pada pria dan 3.094 kasus terjadi pada wanita. Sedangkan untuk pasien rawat jalan, hernia masih menempati urutan ke-8. Dari 41.516 kunjungan, sebanyak 23.721 kasus adalah kunjungan baru dengan 8.799 pasien pria dan 4.922 pasien wanita. Berdasarkan data yang
1
2
diperoleh dari medical record Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto Jakarta tercatat angka insiden pasien Hernia Inguinalis yang dirawat inap selama bulan Januari 2009 sampai dengan Desember 2009 berjumlah 177 orang dengan presentasi 0,39% dibandingkan dengan jumlah pasien yang dirawat di Rumkit Puspol RS. Sukanto yang berjumlah 45.271 orang. Disebutkan bahwa 1 dari 544 orang yaitu sekitar 0,18% mengalami hernia inguinalis lateral. Meskipun terbilang angka insiden ini rendah tetapi masalah ini bisa menjadi besar dikarenakan hernia ini dapat menjadi 3 kondisi kegawatan yang mengancam nyawa apabila organ perut yang masuk ke kantong hernia tidak dapat kembali ke posisi awal dan terjepit sehingga menimbulkan nyeri dan kerusakan organ tersebut (Erwin Wahid, 2011). Angka kejadian Hernia Inguinalis Lateralis pada orang dewasa yaitu 12 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan pada perempuan dengan angka 70 per 10.000 pada umur 45-64 tahun dan meningkat menjadi 150 pada umur di atas 75 tahun. Angka kejadian hernia inguinalis pada bayi dan anak antara 1 sampai 2%. Kemungkinan terjadi pada sisi kanan 60%, sisi kiri 2025% dan bilateral 15%. Pada Hernia Inguinalis Lateralis sendiri dapat terjadi pada semua umur, namun paling banyak terjadi pada usia antara 45 sampai 75 tahun. Berdasarkan data didapatkan hasil bahwa insidensi hernia inguinalis diperkirakan diderita oleh 15% populasi dewasa, 5-8% pada rentang usia 2540 tahun, dan mencapai 45% pada usia 75 tahun (Albiner Simarmata, 2003). Pada penderita Hernia Inguinalis Lateralis akan dilakukan tindakan pembedahan yaitu herniotomi. Herniotomi adalah operasi untuk menutup
3
rongga
hernia.
Pembedahan
merupakan
tindakan
pengobatan
yang
menggunakan teknik invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani melalui sayatan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Susetyowati, dkk, 2010). Pembedahan dilakukan karena beberapa alasan seperti diagnostik (biopsi, laparotomi, eksplorasi), kuratif (eksisi massa tumor, pengangkatan apendiks yang mengalami inflamasi), reparatif (memperbaiki luka multiple), rekonstruksi dan paliatif. Pembedahan menurut jenisnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu bedah mayor dan minor. Operasi minor adalah operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih kecil dibandingkan operasi mayor. Biasanya pasien yang menjalani operasi minor dapat pulang pada hari yang sama. Sedangkan operasi mayor adalah operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien (Smeltzer & Bare, 2002). Operasi mayor biasanya membawa beberapa derajat resiko bagi pasien yang menjalaninya seperti adanya bagian tubuh yang dihilangkan, sehingga akan terjadi kecacatan dan perubahan bentuk tubuh. Pembedahan juga dapat menimbulkan trauma fisik yang luas, dan resiko kematiannya sangat serius, misalnya total abdominal histerektomi, reseksi kolon, dan lain-lain. Resiko tinggi ini menimbulkan dampak atau pengaruh psikologis pada pasien preoperasi, pengaruh psikologis terhadap tindakan pembedahan dapat berbeda beda, namun sesungguhnya selalu timbul rasa ketakutan dan kecemasan yang umum diantaranya takut anestesinya (tidak bangun lagi), takut nyeri akibat
4
luka operasi, takut terjadi perubahan fisik menjadi buruk atau tidak berfungsi normal, takut operasi gagal, takut mati dan lain lain (Smeltzer & Bare, 2002). Rumah sakit adalah sebuah fasilitas, sebuah institusi dan sebuah organisasi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan. Pelayanan yang ada di Rumah Sakit adalah pelayanan pengobatan baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik fisik maupun psikologisnya misalnya harga diri, gambaran diri, dan identitas diri (Tjandra, 2003). Sebagian besar pasien beranggapan bahwa operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang menakutkan. Reaksi cemas ini akan berlanjut bila pasien tidak pernah atau kurang mendapat dukungan keluarga dan kurang mendapat informasi yang berhubungan dengan penyakit dan tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. Setiap pasien pernah mengalami periode cemas, apalagi pasien yang akan menjalani tindakan operasi (Carbonel, 2002). Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi
5
gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya (Fitri Fauziah & Julianti Widuri, 2007). Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil LurRochman, 2010). Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum dialami oleh pasien yang dirawat di rumah sakit, kecemasan yang sering terjadi adalah apabila pasien yang dirawat di rumah sakit harus mengalami proses pembedahan. Pembahasan tentang reaksi-reaksi pasien terhadap pembedahan sebagian
besar
berfokus
pada
persiapan
pembedahan
dan
proses
penyembuhan. Kecemasan merupakan gejala klinis yang terlihat pada pasien dengan penatalaksanaan medis. Bila kecemasan pada pasien preoperasi tidak diatasi maka dapat mengganggu proses penyembuhan (Dewi wijayanti, 2006). Ketakutan dan kecemasan yang dirasakan pasien preoperasi ditandai dengan adanya perubahan fisik seperti, meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering berkemih (Long BC, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan diantaranya faktor internal yaitu umur (usia), pengalaman, tipe kepribadian, keadaan fisik
6
seseorang, maturasi (kematangan). Sedangkan faktor eksternalnya status pendidikan, pengetahuan, status ekonomi (pendapatan), potensi stressor, obat, keluarga,
sosial
budaya
dan
lingkungan.
Faktor-faktor
ini
sangat
mempengaruhi tingkat kecemasan pasien pre operasi (Adikusumo, 2003). Hampir sebagian besar pasien yang akan menjalani operasi mengalami kecemasan karena menganggap tindakan operasi merupakan pengalaman yang menakutkan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2007, Amerika Serikat menganalisis data dari 35.539 klien bedah dirawat di unit perawatan intensif antara 1 oktober 2003 dan 30 september 2006. Dari 8.922 pasien (25,1%) mengalami kondisi kejiwaan dan 2,473 klien (7%) mengalami kecemasan. Cemas dalam operasi mungkin dapat dikurangi dengan cara mengetahui lebih banyak tentang kelainan yang pasien derita, sehingga pasien yakin kalau operasi merupakan jalan terbaik untuk mengatasi masalah. Sebenarnya, operasi tidak lagi menjadi hal yang menakutkan apalagi jika dikaitkan dengan rasa sakit. Pasalnya menjelang operasi pasien akan terbebas dari rasa sakit akibat kerja obat-obat anestesi. Cepatnya perkembangan kefarmasian terutama dengan formula yang diberikan oleh dokter anestesi, akan memperkuat keyakinan kalau pasien mendapatkan informasi tambahan dari orang lain yang pernah menjalani operasi yang sama. Jika dengan semua itu kekhawatiran masih juga menyelimuti tentu dokter bedah dapat menjadi tumpuan untuk bertanya (Kusmawan, 2011).
7
Ada sejumlah laporan mengenai informasi bagi pasien bahwa banyak pasien yang merasa tidak pernah menerima cukup informasi. Kita ketahui benar bahwa perasaan cemas menghalangi informasi yang baru. Kemampuan untuk mengurangi perasaan cemas dalam diri pasien merupakan keterampilan yang perlu dimiliki oleh dokter agar pasien mempunyai keyakinan melalui penyampaian informasi yang baik mengenai apa yang terjadi pada diri mereka (Roper, 2002). Beberapa penelitian mengemukakan bahwa ketidaktenangan, rasa khawatir, cemas yang diukur pada pasien tersebut adalah karena tidak sempurnanya informasi yang diterima. Di United Kingdom dan Eropa dilaporkan bahwa kebutuhan akan informasi dan dukungan pada pasien praoperasi cukup tinggi, akan tetapi dari laporan yang didapat kebutuhankebutuhan tersebut tidak diberikan dengan baik oleh tim medis dan perawat di Rumah Sakit tersebut Chalmers (2001) dalam Dale (2004). Hasil penelitian lain di USA melaporkan bahwa kebutuhan informasi yang diperlukan pasien tidak sepenuhnya terpenuhi. kejadian ini dapat mempengaruhi perawatan kesehatan dan peningkatan penderitaan yang tidak seharusnya dialami oleh pasien (Wen & Gustafson, 2004). Kata informasi diambil dari bahasa latin informationem yang berarti ”garis besar, konsep atau ide” informasi merupakan kata benda dari informare yang berarti aktivitas dalam ”pengetahuan yang dikomunikasikan”. Informasi adalah pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau instruksi. Namun demikian istilah ini memiliki banyak arti bergantung kontek,
8
dan secara umum berhubungan erat dengan konsep seperti arti, pengetahuan, komunikasi, kebenaran, dan rangsangan mental. Dewasa ini setiap anggota masyarakat dan institusi membutuhkan informasi. Siapa yang lebih cepat menguasai informasi, dialah yang kemungkinan suksesnya akan lebih besar. Pendapat ini memang benar adanya, setiap orang berhak mendapatkan informasi yang jelas dan benar tentang berbagai aspek terutama berkaitan dengan masalah kesehatan (Andhi, 2008). Seorang pasien membutuhkan informasi, informasi yang diberikan kepada pasien dapat meliputi arti yang sangat luas yaitu segala pengetahuan yang dapat diberikan kepada pasien sehingga dapat juga diartikan sebagai pemberian pengetahuan. Sedangakan yang dimaksud dengan bimbingan dan tuntutan kepada pasien merupakan suatu metode penerangan kepada pasien yang bermaksud untuk menolong pasien melalui komunikasi dalam menghadapi beban psikis yang mungkin timbul karena perawatan serta akibatakibatnya agar pasien mampu menghadapi atau mengatasinya. Adapun yang dimaksud dengan pendidikan pasien adalah memberikan bantuan penerangan kepada pasien mengenai segala kemungkinan yang terjadi, sehingga pasien siap dalam menghadapi dan menyesuaikan dengan keadaan dirinya. Instruksi kepada pasien dapat tertulis dan dapat pula tidak, dan dapat gerakan tangan yang dilakukan pada pemeriksaan selama proses penyembuhan (Astuti, 2009). Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan pesan atau menyebarluaskan informasi kepada orang lain yang bersifat mendidik. Artinya, dari penyebarluasan informasi itu diharapkan para penerima
9
informasi akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang ingin dia ketahui (Liliweri, 2008). Ada bermacam-macam alasan ketakutan atau kecemasan pasien yang akan mengalami pembedahan seperti takut nyeri setelah pembedahan, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal, takut keganasan (bila diagnosis yang ditegakkan belum pasti), takut atau cemas menghadapi ruangan operasi dan peralatan pembedahan, takut mati saat dibius atau tidak sadar, takut operasi gagal. (Paramastri, 2004) Kecemasan pasien pra bedah yang tidak tertangani dengan baik dapat mengakibatkan operasi ditunda, maka sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat dibutuhkan intervensi keperawatan yang berupa pemberian informasi atau penkes. (Potter dan Perry, 2006). Kecemasan pada masa preoperasi merupakan hal yang wajar. Beberapa pernyataan yang biasanya terungkap misalnya, ketakutan munculnya rasa nyeri setelah pembedahan, ketakutan terjadi perubahan fisik (menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi secara normal), takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti), takut atau cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama, takut memasuki ruang operasi, menghadapi peralatan bedah dan petugas, takut mati saat dilakukan anestesi, serta ketakutan apabila operasi akan mengalami kegagalan (Effendy, 2005). Pemberian informasi adalah salah satu komponen dari komunikasi terapeutik yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien melalui pemenuhan kebutuhan informasi mengenai pembedahan. Pasien
10
preoperasi akan lebih mengetahui harapan mereka setelah dilakukan operasi dan pasien akan lebih banyak memiliki kesempatan untuk mengungkapkan tujuan dan pendapat mereka mengenai operasi, serta akan beradaptasi dengan lebih baik terhadap nyeri dan penurunan mobilitas fisik setelah tindakan operasi (Anonim, 2008). Hasil studi pendahuluan di Ruang Bedah RSUD Karanganyar dari perawat ruang bedah menyatakan, bahwa 80% pasien preoperasi mengeluh cemas menghadapi operasi. Telah didapatkan pula informasi dari perawat ruang bedah, bahwa hanya sebagian perawat saja yang melakukan terapi komunikasi terapeutik kepada pasien preoperasi untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien sebelum operasi dan sebagian perawat lainnya hanya mempersiapkan peralatan sebelum pasien diantar ke ruang operasi. Sehingga penulis tertarik untuk mengaplikasikan tindakan pemberian informasi komunikasi terapeutik kepada Tn.K untuk menurunkan tingkat kecemasan sebelum operasi, dengan tingkat skala kecemasan sedang 27. Berkaitan dengan adanya hasil penelitian dari Arifah & Trise (2012) bahwa pemberian informasi dengan pendekatan komunikasi terapeutik mampu menurunkan tingkat kecemasan pada pasien praoperasi. Berdasarkan latar belakang yang sudah tertulis diatas, maka penulis tertarik mengatasi kecemasan pada asuhan keperawatan Tn.K sebelum menjalani operasi dengan pemberian informasi komunikasi terapeutik praoperasi.
11
B. Tujuan penulisan 1. Tujuan Umum Mengaplikasikan pemberian informasi prabedah terhadap penurunan kecemasan pada Tn.K dengan prabedah hernia inguinalis dextra. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada asuhan keperawatan Tn.K dengan kecemasan. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan Tn.K dengan kecemasan. c. Penulis mampu menyusun intervensi pada asuhan keperawatan Tn.K dengan kecemasan. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada asuhan keperawatan Tn.K dengan kecemasan. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada asuhan keperawatan Tn.K dengan kecemasan. f. Penulis mampu menganalisis hasil aplikasi pemberian informasi terhadap penurunan tingkat kecemasan pada Tn.K.
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis Menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan kecemasan dengan tinjauan ilmu perilaku dan promosi kesehatan khususnya di rumah sakit, serta dapat memberikan gambaran tentang efektivitas komunikasi
12
dan hubungan terapeutik perawat-klien terhadap kecemasan pada pasien prabedah hernia. 2. Bagi Pasien dan Keluarga Diharapkan dapat memberikan informasi bagi klien dan keluarga dalam menentukan strategi coping diri yang tepat dalam menghadapi kecemasan sebelum operasi. 3. Bagi Institusi Rumah sakit Secara praktis dapat digunakan bagi pihak tenaga medis di rumah sakit
khususnya
perawat
dalam
melakukan
proses
keperawatan
komunikasi terapeutik yang berupa pemberian informasi prabedah kepada pasien prabedah mayor dengan memandang pasien secara holistik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Hernia a. Definisi Hernia adalah penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan dinding perut (Sjamsuhidayat, 2005) Hernia adalah sebuah tonjolan atau benjolan yang terjadi di salah satu bagian tubuh yang seharusnya tidak ada. Hernia adalah protusi (penonjolan) ruas organ , isi organ ataupun jaringan melalui bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan atau lubang abnormal (Nada, 2007) Hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inginalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital (Cecily L. Betz, 2004) Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi penonjolan dibawah inguinalis didaerah lipatan paha. Hernia ini dibagi menjadi 2 yaitu : 1) Hernia inguinalis interalis (indirek) Hernia inguinalis lateralis karena keluar dari rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari
13
14
pembuluh epigastrika inferior, lalu hernia masuk ke kanalis inguinalis dan jika cukup panjang menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternum lebih banyak terjadi pada laki-laki usia muda. 2) Hernia inguinalis medialis (direk) Hernia yang melalui dinding inguinalis posteromedial dari vasa epigastrika inferior didaerah yang dibatasi segitiga hasseibech dan lebih banyak terjadi pada orang tua. b. Etiologi Etiologi hernia inguinalis menurut, Hidayat (2006) adalah : 1) Batuk 2) Tekanan intra abdomen yang meningkatkan secara kronis seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites 3) Kelemahan otot dinding perut dan degenerasi jaringan ikat karena usia lanjut 4) Mengangkat benda berat, meniup terompet atau terlalu kuat mengedan c. Manifestasi Klinis Adapun manifestasi klinis yang timbul menurut, Hidayat (2006) yaitu : 1) Penderita terdapat benjolan pada daerah-daerah kemungkinan terjadi hernia 2) Benjolan bisa mengecil atau menghilang 3) Bila menangis, mengedan dan mengangkat benda keras akan timbul benjolan kembali
15
4) Nyeri pada benjolan 5) Mual muntah bila sudah terjadi komplikasi 6) Obstruksi usus yang ditandai dengan muntah, nyeri abdomen 7) Terdengar bising usus pada benjolan 8) Perubahan pola eliminasi BAB d. Patofisiologi Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus selama masa pertumbuhan fetus testis akan turun dari dinding belakang abdomen menuju skrotum, melalui kanal tersebut selama penurunan peritoneum yang terdapat di depannya ikut terbawa serta sebagai suatu tube yang melalui kanalis inguinalis masuk kedalam skrotum. Penonjolan peritoneum dikenal sebagai
proses
vaginalis. Akibat
terbukanya kanal tersebut akan menyebabkan isi rongga perut dapat keluar dan akan timbul beberapa gejala. Benjolan timbul bila berdiri atau mengejan. Benjolan di daerah inguinalis yang dapat mencapai skrotum, pada wanita benjolan dapat mencapai labio mayora. Pada anak-anak maupun orang dewasa bila berbaring, benjolan akan hilang karena isi kantong hernia masuk kembali ke dalam kavum abdomen. Keadaan umum penderita biasanya baik, pasien mengeluh adanya benjolan dilipatan paha atau perut bagian bawah. Benjolan tersebut dapat timbul bila mengejan, berdiri terus, menangis, batuk, dan mengangkat beben berat. Bila benjolan tersebut dapat masuk, maka diagnosis pasti hernia dapat ditegakkan. Benjolan
16
akan menghilang bila penderita dalam posisi tidur yang disebut reversible. Ada kalanya benjolan tersebut kadang-kadang tidak kembali yang disebut ireversibel (Brunner dan Suddarth, 2002). Rusaknya integritas dinding otot dan meningkatnya tekanan intra abdomen, rusaknya integritas dinding abdomen dan melemahnya kolagen,
melebarnya
bagian-bagian
ligamentum
inguinale,
melemahnya otot ligamentum biasa disebabkan karena diwarisi atau sebagai proses aging. Sedangkan meningkatnya tekanan intra abdomen,
bisa
karena
disebabkan
kehamilan,
batuk
kronik,
mengangkat beban berat (Nada, 2007) e. Komplikasi Komplikasi yang muncul menurut, Hidayat (2006) yaitu : 1) Hernia ireponibel (inkarserata) Terjadi perlengketan antar isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali pada keadaan ini belum terjadi gangguan penyaluran isi usus. 2) Hernia strangulata Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat makin banyaknya usus yang masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus di ikuti dengan gangguan vaskuler (proses strangulasi). f. Penatalaksanaan Penatalaksanaan dari hernia menurut, Hidayat (2006) dengan tindakan sebagai berikut :
17
1) Konservatif Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga yaitu untuk mempertahankan isi hernia yang telah di reposisi (pengembalian kembali organ pada posisi normal). Reposisi ini tidak dilakukan pada hernia stranggulata, pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur hidup. Sebaiknya cara ini tidak dilanjutkan karena mempunyai komplikasi antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding didaerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam. 2) Definitif Tindakan definitif yaitu dengan jalan operasi. Cara yang paling efektif
mengatasi
hernia
adalah
pembedahan,
untuk
mengembalikan lagi organ dan menutup lubang hernia agar tidak terjadi lagi. Ada dua prinsip pembedahan yaitu : a) Herniorafi Perbaikan defek dengan pemasangan jaring melalui operasi terbuka atau laparoskopik b) Herniotomi Pada Herniotomy dilakukan pembedahan kantong
hernia
sampai lehernya, kantong dibuka dan di isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan kemudian direposisi kantong hernia
18
dijahit ikat setinggi mungkin kalau dipotong. Menurut Oswari penatalaksanaan hermia yang terbaik adalah operasi dengan jalan menutup lubang hernianya. Bila bagian dinding perut yang lemah dipotong dan dijahit maka disebut herniorhapy, bila seluruh kantong hernia dipotong misalnya pada hernia inkarserata yang telah menjadi gangren maka disebut herniorapy. Bila dinding perut yang lemah itu ditempati dengan fasia, misal di ambil dari fasia otot perut maka disebut hernioplastik. 2. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012) 1) Pengumpulan data : a) Keluhan utama : Pada pasien hernia inguinalis keluhan utama yang dirasakan adalah nyeri pada benjolan diselangkangan, konstipasi saat BAB, mual muntah jika sudah terjadi komplikasi (Nada, 2007) b) Riwayat kesehatan dahulu : Biasanya pada pasien hernia inguinalis akan mengalami penyakit kronis sebelumnya, seperti adanya batuk kronis, gangguan proses kencing (BPH),
19
konstipasi kronis dan asites yang semuanya itu merupakan faktor predisposisi meningkatnya tekanan intra abdominal (Fakhrudin, 2006) c) Riwayat kesehatan sekarang : Pada umumnya penderita mengeluh merasa adanya benjolan diselangkangan atau didaerah lipatan paha. Benjolan itu timbul bila pasien berdiri lama, mengangkat benda berat, mengedan saat defekasi (Barbara, 2008) 2) Pengkajian menurut Doenges (2009), adalah : a) Aktifitas Gejala : Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk yang terlalu lama Tanda : Atrosi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam benjolan b) Eliminasi Gejala : Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi c) Intergritas Ego Gejala : Ketakutan akan timbul peraliktik, ansietas masalah pekerja financial keluarga Tanda : Cemas, depresi, menghindar dari keluarga d) Neurosensori Gejala : Kesemutan, ketakutan, kelemahan
20
Tanda : Kelemahan otot, nyeri tekan atau spasme otot paravertebalis e) Nyeri Gejala : Nyeri seperti tertusuk pisau Tanda : Perubahan cara berjalan, berjalan dengan terpincangpincang a) Pemeriksaan fisik Pre operasi : Terdapat benjolan diselangkangan atau lipatan paha, nyeri tekan abdomen, dehidrasi, gelisah (Barbara, 2008) b) Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium : Analisah darah untuk mengetahui jumlah darah seluruhnya, Hb faal hemostasis, dan jumlah lekosit b. Diagnosa Keperawatan Menurut Carpenito (2000), Ester (2001) dan NANDA (2005) diagnosa keperawatan (pre operasi) yang muncul antara lain : 1) Nyeri akut berhubungan dengan kondisi hernia antara intervensi pembedahan. 2) Ansietas berhubungan dengan prosedur pra operasi 3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi c. Intervensi 1) Nyeri akut berhubungan dengan kondisi hernia antara intervensi pembedahan
21
Intervensi : a) Kaji dan catat nyeri R/ : untuk mengetahui perkembangan nyeri dan tanda-tanda nyeri hebat sehingga dapat menentukan tindakan selanjutnya b) Beritahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk dan mengangkat benda yang berat R/ : untuk mengantisipasi penonjolan hernia c) Ajarkan teknik relaksasi atau distraksi R/ : untuk mengurangi rasa nyeri dan merilekskan tubuh d) Ajarkan pasien pemasangan penyongkong skrotum/kompres es yang sering diprogramkan untuk membatasi edema dan mengendalikan nyeri R/ : untuk membantu mengurangi nyeri e) Berikan analgesik sesuai program R/ : untuk mengobati dan mengurangi rasa nyeri 2) Ansietas berhubungan dengan prosedur pra operasi Intervensi : a) Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (takikardi, takipnea, ekspresi cemas non verbal) R/ : untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien b) Jelaskan seluruh prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien R/ : untuk memberikan pemenuhan informasi
22
c) Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi R/ : untuk mengurangi kecemasan pasien d) Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa takut R/ : untuk memenuhi kebutuhan koping pasien 3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi Intervensi : a) Kaji tingkat pengetahuan pasien R/ : untuk mengetahui sejauh mana yang diketahui pasien b) Jelaskan proses penyakit (pengertian, etiologi, tanda gejala, komplikasi) R/ : untuk memberi pengetahuan kepada pasien c) Diskusi tentang pilihan terapi perawatan R/ : untuk membantu pemberian informasi yang tepat d) Instruksikan pasien mengenal tanda gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan dengan cara yang tepat R/ : untuk mengevaluasi penerimaan pasien dari penjelasan yang dijelaskan d. Evaluasi 1) Nyeri berkurang atau hilang 2) Skala nyeri berkurang atau menurun 3) Pasien terlihat rileks dan tenang 4) Tingkat kecemasan pasien berkurang atau hilang
23
5) Skala kecemasan berkurang atau hilang 6) Pasien mengetahui penyakitnya 7) Pasien dapat menerima tindakan untuk penyakitnya 8) Pengetahuan pasien bertambah 9) Dapat menerima informasi baru dari perawat 3. Pre Operatif a. Definisi Operasi adalah suatu bentuk tindakan invasif yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga profesional dan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan pasien dan keluarganya. Operasi atau pembedahan merupakan salah satu prosedur khusus medik yang dapat atau harus dilakukan sebagai terapi terhadap penyakit (Tamsuri, 2006). Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer and Bare, 2002). b. Tipe Pembedahan 1) Menurut fungsi (tujuannya), Potter & Perry (2005) membagi menjadi : a) Diagnostik
: biopsi, laparotomi eksplorasi
b) Kuratif (ablatif)
: tumor, appendiktom
c) Reparatif
: memperbaiki luka multiple
d) Rekonstruktif
: mamoplasti, perbaikan wajah
e) Paliatif
: menghilangkan nyeri
24
f) Transplantasi
: penanaman organ tubuh untuk
menggantikan organ atau struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea). 2) Menurut tingkat (urgensinya) atau tingkat resiko, Smeltzer and Bare (2001) meliputi : a) Kedaruratan Pasien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang diakibatkannya diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik), tidak dapat ditunda. b) Urgen Pasien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 2430 jam. c) Diperlukan Pasien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan. d) Elektif Pasien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika tidak dilakukan. e) Pilihan Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada pasien (pilihan pribadi pasien).
25
3) Menurut Luas atau Tingkat Resiko : a) Mayor Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup pasien. b) Minor Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor. c. Faktor resiko terhadap pembedahan menurut Potter & Perry (2005) antara lain : 1) Usia Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun, sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ. 2) Nutrisi Kondisi malnutrisi dan obesitas atau kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingkan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutrisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B
26
kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein). Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya defisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan berat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pasca operatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obesitas. 3) Penyakit Kronis Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM ( Penyakit Paru Obstruksi Menahun), dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakaian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti diabetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya
27
hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anestesi, atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuat pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal.
Penggunaan
obat-obatan
kortikosteroid
harus
sepengetahuan dokter anestesi dan dokter bedah. 4) Merokok Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemik. 5) Alkohol dan obat-obatan Individu dengan riwayat alkoholik kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, seperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. d. Gambaran pasien preoperatif Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis. Menurut Long B.C (2001), pasien preoperasi akan mengalami reaksi emosional berupa kecemasan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan atau kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain :
28
1) Takut nyeri setelah pembedahan 2) Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image) 3) Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti) 4) Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama 5) Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas 6) Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi 7) Takut operasi gagal. Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat mempengaruhi respon fisiologis tubuh yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering berkemih. Persiapan yang baik selama periode operasi membantu menurunkan resiko operasi dan meningkatkan pemulihan pasca bedah. Tujuan tindakan keperawatan preoperasi menurut Luckman dan Sorensen (2008), dimaksudkan untuk kebaikan bagi pasien dan keluarganya yang meliputi : 1) Menunjukkan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik ungkapan secara verbal maupun ekspresi muka)
29
2) Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang dilakukan setelah tindakan operasi. 3) Terpelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi. 4) Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam pengaruh anestesi. 5) Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadi infeksi setelah tindakan operasi. 6) Mendapatkan istirahat yang cukup. 7) Menjelaskan tentang prosedur operasi , jadwal operasi serta menanda tangani inform consent. 8) Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung. e. Tindakan Keperawatan preoperatif Tindakan keperawatan adalah setiap terapi perawatan langsung yang
dilakukan perawat untuk kepentingan klien, terapi tersebut
termasuk terapi yang dilakukan perawat berdasarkan diagnosis keperawatan, pengobatan yang dilakukan dokter berdasarkan diagnosis medis, dan melakukan fungsi penting sehari – hari untuk klien yang tidak dapat melakukannya (Mc. Closkey dan Bulechek 1992) yang dikutip Barbara J. G (2008). Tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan
30
penunjang serta persiapan mental sangat diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan. Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna (Rothrock, 2009). Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi. f. Persiapan pasien di Unit Perawatan 1) Persiapan Fisik Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut Brunner & Suddarth ( 2002 ), antara lain : a) Status kesehatan fisik secara umum Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan,
31
fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal. b) Status Nutrisi Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk
perbaikan
jaringan.
Kondisi
gizi
buruk
dapat
mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
32
c) Keseimbangan cairan dan elektrolit Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan di antaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obatobatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, dan nefritis akut, maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal, kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa. d) Kebersihan lambung dan kolon Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
33
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi
feses
ke
area
pembedahan
sehingga
menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube). e) Pencukuran daerah operasi Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi
kuman
dan
juga
mengganggu/
menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang
34
dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, dan hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan. f) Personal Hygine Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene. g) Pengosongan kandung kemih Pengosongan
kandung
kemih
dilakukan
dengan
melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder
tindakan
kateterisasi
juga
diperlukan
untuk
mengobservasi balance cairan. g. Latihan Pra Operasi Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam
35
menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain: 1) Latihan Nafas Dalam Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang. Letakkan tangan di atas perut, hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat. Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahanlahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali). Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
36
2) Latihan Batuk Efektif Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara : Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang di atas incisi sebagai bebat ketika batuk. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali). Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengandalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi. Ulangi lagi sesuai kebutuhan. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.
37
3) Latihan Gerak Sendi Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar
sirkulasi
untuk
mencegah
stasis
vena
dan
menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri. Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan mempengaruhi proses
38
penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi
proses
pembedahan.
Demikian
juga
faktor
usia/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan
fisik
pasien
sebelum
dilakukan
pembedahan/operasi. h. Pemeriksaan Status Anestesi Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiusan ditujukan untuk keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anestesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. i. Informed Consent Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib
39
menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anestesi). Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satusatunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan. Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan mengetahui
pada pasien terkait manfaat
dan
dengan pembedahan, keluarga
tujuan
serta
segala
resiko
dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk
40
dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga. j. Persiapan Mental Psikis Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Masalah mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah kecemasan. Maka perawat harus mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi klien. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support system. Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain : Pengalaman operasi sebelumnya, Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi, Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang, Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi., Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post operasi), Pengetahuan tentang latihan-latihan
41
yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll. Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah menunda
operasi
yang
mestinya
sudah
dilakukan
beberapa
hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien. Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan katakata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi. 4. Kecemasan a. Definisi Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai kenyataan,
42
kepribadian masih tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribaadian normal (Hawari, 2008). Kecemasan adalah perasaan yang menetap berupa ketakutan atau kecemasan yang merupakan respon terhadap kecemasan yang akan datang. Hal tersebut dapat merupakan perasaan yang ditekan kedalam bawah alam sadar bila terjadi peningkatan akan adanya bahaya dari dalam. Kecemasan bukanlah suatu panyakit melainkan suatu gejala. Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu panjang dan sebagian besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-perstiwa atau situasi-situasi khusus dapat menpercepat munculnya kecemasan tetapi setelah terbentuk pola dasar yang menunjukan reaksi rasa cemas pada pengalaman hidup seseorang (Ibrahim, 2007). Kecemasan adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah dan aktivasi sistem saraf autonom dalam merespon ancaman yang tidak jelas. Kecemasan akibat terpejan pada peristiwa
traumatik
yang
dialami
individu
yang
mengalami,
menyaksikan atau menghadapi satu atau beberapa peristiwa yang melibatkan kematian aktual atau ancaman kematian atau cidera serius atau ancaman fisik diri sendiri (Doenges, 2006). Kecemasan
merupakan
gejolak
emosi
seseorang
yang
berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan (Asmadi, 2009).
43
Kecemasan pada masa preoperasi merupakan hal yang wajar. Beberapa pernyataan yang biasanya terungkap misalnya, ketakutan munculnya rasa nyeri setelah pembedahan, ketakutan terjadi perubahan fisik (menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi secara normal), takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti), takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama, takut memasuki ruang operasi, menghadapi peralatan bedah dan petugas, takut mati saat dilakukan anestesi, serta ketakutan apabila operasi akan mengalami kegagalan (Effendy, 2005) b. Faktor penyebab kecemasan 1) Faktor Biologis Kecemasan terjadi akibat dari reaksi saraf otonomi yang berlebihan dengan naiknya sistem tonus saraf simpatis. 2) Psikologis Ditinjau dari aspek psikoanalisa, kecemasan dapat muncul akibat implus-implus bawah sadar (misalnya : sex, ancaman) yang masuk kealam sadar. Mekanisme pembelaan ego yang tidak sepenuhnya berhasil juga dapat menimbulkan kecemasan yang mengambang, Reaksi pergeseran yang dapat mengakibatkan reaksi fobia. Kecemasan merupakan peringatan yang bersifat subyektif atas adanya bahaya yang tidak dikenali sumbernya.
44
3) Sosial Kecemasan yang timbul akibat hubungan interpersonal dimana individu menerima suatu keadan yang menurutnya tidak disukai oleh orang lain yang berusaha memberikan penilaian atas opininya (Ibrahim, 2007) c. Gejala kecemasan Menurut Dadang Hawari (2006), menyebutkan gejala klinis dari cemas antara lain : 1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri, mudah tersinggung. 2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut. 3) Takut sendiri, takut pada keramaian, dan banyak orang. 4) Gangguan pola tidur, mimpi yang menegangkan. 5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat. 6) Keluhan somatik misalnya rasa sakit pada otot tulang, pendengaran berdenging (tinnitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan,
gangguan perkemihan, sakit
kepala dan lain
sebagainya. d. Kriteria diagnosis kecemasan Menurut, (Ibrahim, 2007) kriteria diagnosis untuk gangguan kecemasan karena kondisi medis meliputi : 1) Kecemasan yang menonjol, serangan panik, obsesi, atau kompulsi yang menguasai gejala klinis.
45
2) Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa gangguan adalah akibat langsung dari kondisi medis umum. 3) Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dimana stresor adalah suatu kondisi medis umum yang serius). 4) Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, perjalanan atau fungsi penting lain. e. Respon kecemasan Respon kecemasan menurut (Stuart & Sundeen, 2004), dapat terjadi berbagai perubahan yang meliputi : 1) Respon fisiologis yang meliputi : Sistem kardiovaskuler, sistem respiratori, sistem neuromuskuler, sistem gastrointestinal, sistem urinaria, sistem integumen. 2) Respon perilaku Kelelahan, ketegangan fisik, tremor, reaksi tiba-tiba, bicara cepat, koordinasi kurang, sering terjadi kecelakaan. 3) Respon kognitif Gangguan perhatian, konsentrasi berkurang, pelupa, selalu salah dalam
mengambil
keputusan,
penurunan
lapang
pandang,
penurunan produktifitas, penurunan kreatifitas, menarik diri, kebingungan, objektifitas kurang, takut mati.
46
4) Respon afektif Gelisah, tidak sabar, tegang, mudah terganggu, ketakutan, mudah tersinggung. f. Tingkat kecemasan Tingkatan kecemasan adalah sebagai berikut : 1) Kecemasan ringan, berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan persepsi. 2) Kecemasan sedang, memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. 3) Kecemasan berat, sangat mengurangi persepsi seseorang yang cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci, spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. 4) Tingkat panik dari kecemasan, berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. g. Cara Mengukur Kecemasan Menurut Hawari (2008), untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali digunakan alat ukur yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale
47
For Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, yang artinya nilai 0 berarti tidak ada gejala, nilai 1 gejala ringan, nilai 2 gejala sedang, nilai 3 gejala berat, dan nilai 4 gejala berat sekali. Masing-masing nilai angka (score) dari ke-14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu Total nilai (score) < 14 tidak ada kecemasan, nilai 14-20 kecemasan ringan, nilai 21-27 kecemasan sedang, nilai 28-41 kecemasan berat dan nilai 42-56 kecemasan berat. Tabel 2.1. Alat Ukur HRS-A (Hamilton Rating Scale For Anxiety) No 1
2
3
4
5
Gejala Kecemasan Perasaan cemas a. Cemas b. Firasat buruk c. Takut akan pikiran sendiri d. Mudah tersinggung Ketegangan a. Merasa tegang b. Lesu c. Tidak bisa istirahat tenang d. Mudah terkejut e. Mudah menangis f. Gemetar g. Gelisah Ketakutan a. Pada gelap b. Pada orang asing c. Ditinggal sendiri Gangguan tidur a. Sukar tidur b. Terbangun malam hari c. Tidur tidak nyenyak d. Bangun dengan lesu e. Banyak mimpi-mimpi (mimpi buruk) Gangguan kecerdasan a. Sukar konsentrasi
0
Nilai Angka (Skor) 1 2 3 4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
48
6
7
8
9
10
11
12 13
14
b. Daya ingat menurun c. Daya ingat buruk Perasaan depresi (murung) a. Hilangnya minat b. Sedih c. Bangun dini hari d. Perasaan berubah-rubah Gejala somatik/fisik (otot) a. Sakit dan nyeri di otot-otot b. Kaku c. Kedutan otot d. Gigi gemerutuk e. Suara tidak stabil Gejala somatik/fisik (sensorik) a. Tinitus (telinga berdenging) b. Penglihatan kabur c. Muka merah atau pucat d. Merasa lemas Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) a. Takikardia (denyut jantung cepat) b. Berdebar-debar c. Nyeri di dada d. Denyut nadi mengeras e. Rasa lesu/lemas seperti mau pingsan Gejala respiratori (pernafasan) a. Rasa tertekan atau sempit didada b. Rasa tercekik c. Sering menarik nafas d. Nafas pendek/sesak Gejala gastrointestinal (pencernaan) a. Sulit menelan b. Perut melilit c. Gangguan pencernaan d. Nyeri sebelum atau sesudah makan e. Rasa penuh dan kembung f. Mual atau muntah g. Buang air besar lembek atau konstipasi Gejala urogenital (perkemihan) a. Sering buang air kecil b. Tidak dapat menahan air seni Gejala autonom a. Mulut kering b. Muka merah c. Mudah berkeringat d. Kepala terasa berat Tingkah laku a. Gelisah b. Tidak tenang c. Jari gemetar d. Kerut kening e. Muka tegang f. Otot tegang/mengeras
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
0
1
2
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
3
4
3
4
49
5. Informasi a. Pengertian Bagian yang terpenting dalam pembicaraan mengenai informed consent tentulah mengenai informasi. Menurut Depdiknas, 2005 informasi identik dengan pemberitahuan, kabar atau berita tentang sesuatu, identik dengan jalan masuk. informasi berasal dari kata informare yang sebenarnya berarti memberi bentuk. Informasi adalah pemberitahuan tentang sesuatu agar orang dapat membentuk pendapat berdasarkan sesuatu yang diketahui. Kata informasi diambil dari bahasa latin informationem yang berarti ”garis besar, konsep atau ide” informasi merupakan kata benda dari informare yang berarti aktivitas dalam ”pengetahuan yang dikomunikasikan”. Informasi adalah pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau instruksi. Namun demikian istilah ini memiliki banyak arti bergantung kontek, dan secara umum berhubungan
erat
dengan
konsep
seperti
arti,
pengetahuan,
komunikasi, kebenaran, dan rangsangan mental. Dewasa ini setiap anggota masyarakat dan institusi membutuhkan informasi. Siapa yang lebih cepat menguasai informasi, dialah yang kemungkinan suksesnya akan lebih besar. Pendapat ini memang benar adanya, setiap orang berhak mendapatkan informasi yang jelas dan benar tentang berbagai aspek terutama berkaitan dengan masalah kesehatan (Andhi, 2008).
50
Seorang pasien membutuhkan informasi, informasi yang diberikan kepada pasien dapat meliputi arti yang sangat luas yaitu segala pengetahuan yang dapat diberikan kepada pasien sehingga dapat juga diartikan sebagai pemberian pengetahuan. Sedangakan yang dimaksud dengan bimbingan dan tuntutan kepada pasien merupakan suatu metode penerangan kepada pasien yang bermaksud untuk menolong pasien melalui komunikasi dalam menghadapi beban psikis yang mungkin timbul karena perawatan serta akibat-akibatnya agar pasien mampu
menghadapi atau mengatasinya. Adapun yang
dimaksud dengan pendidikan pasien adalah memberikan bantuan penerangan kepada pasien mengenai segala kemungkinan yang terjadi, sehingga pasien siap dalam menghadapi dan menyesuaikan dengan keadaan dirinya. Instruksi kepada pasien dapat tertulis dan dapat pula tidak, dan dapat gerakan tangan yang dilakukan pada pemeriksaan selama proses penyembuhan (Astuti, 2009). Menurut, (Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo, 2003) proses dalam penyampaian informasi sampai dapat dipahami oleh seseorang tergantung
pada
kemahiran
intelektualnya.
Untuk
menangkap
rangsangan atau stimulus dari orang lain yang sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari orang yang bersangkutan. Faktor karakteristik orang digunakan untuk mempunyai
menggambarkan
tingkat
pemahaman
fakta bahwa tiap individu yang
berbeda-beda.
Hal
disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang berbeda-beda.
ini
51
b. Proses pemahaman informasi Untuk dapat mengerti ataupun paham tentang informasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain haruslah melalui beberapa proses antara lain : 1) Sensasi Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan paenguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indra. Fase ini yang paling berperan untuk dapat mencerna informasi adalah alatalat indra. 2) Persepsi Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Banyak hal yang mempengaruhi persepsi seseorang seperti pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional dan latar belakang budaya. 3) Memori Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuan untuk membimbing perilaku. 4) Berfikir Berfikir adalah proses untuk menarik kesimpulan untuk membuat keputusan. Dengan berfikir seseorang akan dapat menyimpulkan
52
arti dari rangsangan yang diterimanya melalui indera yang menangkap rangsangan tersebut (Arikunto, 2006). c. Fungsi informasi Fungsi
utama
dan
pertama
dari
informasi
adalah
menyampaikan pesan atau menyebarluaskan informasi kepada orang lain yang bersifat mendidik. Artinya, dari penyebarluasan informasi itu diharapkan para penerima informasi akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang ingin dia ketahui (Liliweri, 2008). Pada pasien praoperasi sangat perlu mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya dan selengkapnya yaitu informasi tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan dan resiko yang ditimbulkannya. Informasi yang harus diberikan adalah tentang keuntungan dan kerugian atau faktor resiko dari tindakan medis yang akan dilaksanakan. Namun jika dokter banyak memberikan informasi tentang resiko, terdapat kemungkinan akan mempengaruhi mental pasien yang sangat awam dan dalam keadaan sakit atau takut yang bisa mengarah pada kegagalan sebelum dilakukan tindakan medis (Astuti, 2009). d. Informasi medis Menurut Astuti (2009), isi informasi medis yang dikemukakan adalah 1) Diagnosa 2) Terapi dengan kemungkinan alternatif terapi 3) Tentang cara kerja dan pengalaman dokter
53
4) Resiko 5) Kemungkinan perasaan sakit ataupun perasaan lainnya (misalnya, gatal-gatal) 6) Keuntungan terapi 7) Prognosis e. Hal-hal untuk mengurangi kecemasan Beberapa hal yang perlu diketahui pasien praoperasi untuk mengurangi kecemasan adalah : 1) Pengenalan staf 2) Lama waktu perawatan di rumah sakit 3) Pengetahuan tentang operasi 4) Persiapan sebelum operasi 5) Pembiusan 6) Perawatan sesudah operasi 7) Pengobatan 8) Latihan-latihan 9) Kapan pasien boleh bangun dari tempat tidur setelah operasi (Roper, 2002). f. Informasi yang harus disampaikan Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 168 ayat 1 ‘’Untuk menyelenggarakan Upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan, ayat 2 ‘’ Informasi kesehatan
54
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem informasi dan melalui lintas sektor, ayat 3 ‘’ Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
peraturan
pemerintah.
Dalam
Pasal
169
Pemerintah
memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sedangkan Informasi yang perlu disampaikan kepada pasien atau keluarga adalah informasi mengenai apa yang perlu disampaikan, kapan disampaikan, siapa yang harus menyampaikan dan informasi mana yang harus disampaikan, tentu segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit pasien. Tindakan apa yang akan dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani pasien baik diagnostik maupun terapi
dan
lain-lain
sehingga
pasien
atau
keluarga
dapat
memahaminya. Hal ini mencakup bentuk, tujuan, risiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternatif terapi. Mengenai kapan disampaikan bergantung pada waktu yang tersedia setelah dokter memutuskan akan melakukan tindakan invasif. Pasien atau keluarga harus diberi waktu yang cukup untuk menentukan
keputusannya.
Yang
menyampaikan
informasi,
bergantung pada jenis tindakan yang akan dilakukan dalam tindakan bedah dan tindakan invasif lainnya harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan. Penyampaian informasi ini memerlukan
55
kebijaksanaan dari dokter yang akan melakukan tindakan tersebut atau petugas yang ditunjuk. Mengenai informasi mana yang harus disampaikan haruslah selengkap-lengkapnya, kecuali dokter menilai informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi, bila perlu, informasi dapat diberikan kepada keluarga pasien (Hanafiah & Amir, 2008). 6. Komunikasi Terapeutik Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi (Setianti, 2007). Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain (Notoatmodjo, 2007). Komunikasi sangat bermakna pada profesi keperawatan yang mana merupakan metode utama dalam memberikan asuhan keperawatan (Purwaningsih, 2009). Keperawatan merupakan profesi yang paling dekat dengan klien dan keluarga karena berinterkasi selama 24 jam penuh. Peran perawat dalam proses terapeutik sangat diperlukan. Perawat menggunakan dirinya secara terapeutik dalam membantu klien dan keluarga (Mulyani, dkk, 2008). Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik (menyembuhkan) akan mudah menjalin hubungan rasa percaya tidak saja dengan klien, mencegah terjadinya masalah illegal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Nugroho, 2009).
56
Komunikasi yang jelas dan tepat penting untuk memberikan asuhan keperawatan yang efektif (Kathleen, 2007). Komunikasi merupakan faktor yang paling penting yang digunakan untuk menetapkan hubungan terapeutik antara perawat dan pasien serta keluarga. Proses interaktif antara pasien dan keluarga dengan perawat sangat membantu pasien dan keluarga mengatasi kecemasan (Liliweri, 2008). Dalam profesi keperawatan, komunikasi menjadi sangat penting karena merupakan alat atau metode utama dalam melaksanakan proses keperawatan. Dalam asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien ke arah yang lebih baik agar mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Stuart dan Laraia, 2001). Berdasarkan tujuan tersebut, komunikasi dalam keperawatan disebut komunikasi terapeutik. Menurut Stuart dan Laraia (2001) menyatakan, bahwa hubungan terapeutik perawat dengan klien merupakan hubungan interpersonal yang saling menguntungkan
sehingga
perawat
dan
klien
memperoleh
pengalaman belajar bersama serta memperbaiki pengalaman emosional klien. (Hibdon, 2000) menyimpulkan bahwa pendekatan konseling yang memungkinkan klien menemukan siapa dirinya merupakan fokus dari komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik dapat terlaksana ketika perawat mampu menunjukkan sikap empati, berkomunikasi secara efektif, serta mampu memberikan respons terhadap pikiran, kebutuhan, dan perhatian klien (Mohr, 2003).
57
Komunikasi terapeutik tidak sama dengan komunikasi sosial. Komunikasi sosial tidak memiliki tujuan tertentu dan biasanya pelaksanaan komunikasi ini terjadi begitu saja. Sebaliknya, komunikasi terapeutik mempunyai tujuan dan berfungsi untuk membantu klien memecahkan masalah, atau mendorong klien untuk melakukan tindakan yang baik bagi penyembuhan serta peningkatan kesehatannya. Untuk itu, pelaksanaan komunikasi terapeutik harus direncanakan serta terstruktur dengan baik. Struktur dalam proses komunikasi terapeutik terdiri atas empat tahap yaitu persiapan atau prainteraksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja, dan tahap terminasi (Mohr, 2003 dalam Stuart dan Laraia, 2001). Menurut Potter dan Perry (2005), dengan komunikasi dan hubungan terpeutik diharapkan dapat menurunkan kecemasan keluarga pasien karena keluarga merasa bahwa interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan, perasaan dan informasi dalam mencapai tujuan perawatan yang optimal serta diiharapkan dapat menghilangkan kecemasan. Serta dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan tindakan komunikasi dan hubungan terapeutik dapat digunakan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang bermutu. Mengatasi rasa cemas dan takut dapat dilakukan persiapan psikologis pasien melalui pengetahuan kesehatan, penjelasan tentang peristiwa yang mungkin terjadi. Sedangkan resiko infeksi atau cedera
58
lainya dapat dilakukan dengan persiapan praoperasi sepeti diet, persiapan perut, kulit, persiapan bernapas dan latihan kaki dan latihan mobilitas. Malam sebelum di operasi, diusahakan agar pasien dapat istirahat dan tidur nyeyak. perasaan nyeri dapat mengganggu tidur pasien. Bila perlu, diberi satu tablet parasetamol dan pasien yang tidak bisa tidur diberi satu tablet Luminal (Kozier,2004).
59
B. Kerangka Teori Pasien Pre Operasi Hernia
Muncul masalah Keperawatan “Cemas”
Diberikan Informasi Pra Operasi dengan Komunikasi Terapeutik
Kecemasan menurun
Gambar 2.1 Kerangka Teori (Dara Nadya, 2008)
C. Kerangka Konsep
Informasi Pra Bedah
Terjadi Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Hernia
Gambar 2.2 Kerangka Konsep (Dara Nadya, 2008)
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset Tindakan akan dilakukan pada pasien Tn.K di RSUD Karanganyar
B. Tempat dan Waktu 1. Tempat
: Dilakukan di ruang perawatan Bedah Kantil I
2. Waktu
: Terapi informasi diberikan 1 jam sebelum Tn.K dipindahkan ke ruang Operasi
C. Media dan Alat yang digunakan Menggunakan media dan alat adalah flipcart, leaflet untuk pemberian informasi dengan pendidikan kesehatan, lembar kuesioner untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien dan lembar observasi tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan informasi.
D. Prosedur Tindakan berdasarkan aplikasi riset Pengambilan data awal tingkat kecemasan dilakukan saat pengkajian. Kemudian diberikan terapi informasi pra bedah dengan cara melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga tentang pengertian penyakit, etiologi, manifestasi, penatalaksanaan serta persiapan dan prosedur operasi.
60
61
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset Untuk mengukur kecemasan pada Tn.K menggunakan alat ukur HRSA (Hamilton Rating Scale). Yang masing-masing gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4 dengan penilaian sebagai berikut : 1. Nilai 0 : tidak ada gejala (keluhan) 2. Nilai 1 : gejala ringan 3. Nilai 2 : gejala sedang 4. Nilai 3 : gejala berat 5. Niali 4 : gejala berat sekali Masing-masing nilai angka (score) dari 14 kelompok gejala dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu : Total nilai (score) = 1. Kuarang dari 14
: tidak ada kecemasan
2. 14 – 20
: kecemasan ringan
3. 21 – 27
: kecemasan sedang
4. 28 – 41
: kecemasan berat
5. 42 – 56
: kecemasan berat sekali / panik
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien Pasien bernama Tn.K berjenis kelamin laki-laki berumur 77 tahun berstatus kawin. Tn.K
bertempat tinggal di daerah Banyak, Jumapolo,
Karanganyar, beragama islam dan pekerjaannya sebagai petani. Yang bertanggung jawab pada Tn.K saat dirawat di RSUD Karanganyar adalah Ny.S. Ny.S merupakan anak dari Tn.K. berumur 45 tahun dan bekerja sebagai petani. Ny.S bertempat tinggal di daerah Banyak, Jumapolo, Karanganyar.
B. Pengkajian 1. Riwayat keperawatan Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 18.00 WIB, pengkajian dilakukan dengan metode Auto-anamnesa dan Alloanamnesa. Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah nyeri pada kedua pinggangnya menjalar ke benjolan. Pasien datang ke RSUD Karanganyar pada tanggal 9 Maret 2015 diantar oleh keluarga dengan keluhan adalah nyeri pegal-pegal pada kedua pinggangnya, pasien menunjukkan ada benjolan didaerah selangkangan sebelah kanan. Saat itu dokter menyarankan kepada pasien untuk segera dilakukannya operasi. Pasien mennyetujui dan keluarga mendukung. Rencana operasi dari dokter akan dilakukan pada tanggal 12 maret 2015 pukul 09.00 WIB dan pasien
62
63
disarankan untuk datang ke ruang perawatan bedah Kantil I pada tanggal 11 Maret 2915 untuk mempersiapkan operasi esok hari. Pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 17.00 WIB pasien datang keruang bedah Kantil I bersama keluarga. Dilakukan pemeriksaan tandatanda vital, Tekanan darah : 150/80 mmHg, Nadi : 87 x/menit, Respirasi : 20 x/menit, Suhu : 35,90C. Di pasang infus RL 20 Tpm, selang kateter dan pasien disarankan untuk puasa selama 8 jam dimulai dari jam 2 malam. Pada riwayat pengkajian penyakit dahulu, pasien mengatakan sudah lama mengalami sakit seperti imi. Benjolan pada selangkangan sebelah kanannya timbul ± 4 tahun yang lalu. Benjolan itu muncul dimulai dari kecil dan lama-lama membesar tetapi terkadang benjolan hilang timbul. Pasien juga mengatakan sering keluar masuk rumah sakit dengan keluhan yang sama. Pasien dulu pernah dirawat di RSUD Karanganyar di ruang penyakit dalam Mawar I selama 5 hari dan sekitar 2 bulan yang lalu pasien juga pernah di rawat dirumah sakit dekat desa nya selama 2 minggu. Pasien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit jantung, hipertensi, maupun diabetes milletus. Pasien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara, sedangkan istrinya merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara. Kedua orang tua Tn.K dan istri sudah meninggal, pasien memiliki 3 orang anak perempuan, ketiga anaknya sudah berumah tangga. Saat ini pasien tinggal bersama istrinya dan anak pertamanya.
64
Gambar 1. Genogram
Tn. K 77th
Ny. W 75th
Ny. S 45th
Keterangan :
Ny. A 40th
Ny. D 35th
= Laki-laki = Perempuan = Meninggal = Pasien / Klien = Tinggal satu rumah
2. Pola kesehatan fungsional Pola persepsi kesehatan pasien mengatakan menjaga kesehatan itu penting dan pasien selalu membiasakan diri untuk sarapan pagi sebelum berangkat berkerja bertani kesawah. Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit pasien makan 3xsehari dengan nasi, lauk, sayur, jagung, buah, teh, dan kopi satu porsi habis.
65
Selama sakit pasien hanya makan 2xsehari dengan bubur, sayur, air putih menu dari rumah sakit habis satu porsi. Pola eliminasi pasien sebelum sakit mengatakan BAB 1xsehari dan tidak memiliki masalah selama sakit, dan BAK pasien terpasang DC. Pola aktifitas dan latihan sebelum sakit pasien mampu melakukan aktifitas secara mandiri seperti makan, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi selama sakit aktifitas makan, berpakaian, berpindah dan ambulasi masih bisa dikerjakan sendiri seara mandiri. Pola istirahat tidur sebelum sakit pasien mengatakan tidur malam selama 7-8 jam dimulai dari jam 9 malam, dan pasien tidak punya kebiasaan tidur siang. Selama sakit pasien mengatakan tidak bisa tidur karena cemas takut besok akan menjalani operasi. Pola kognitif perseptual sebelum sakit pasien mengatakan dapat berbicara dengan lancar, melihat dengan jelas, dan mendengar dengan baik. Meskipun diusia pasien ini masuk dalam usia lanjut usia tetapi sistem indranya masih baik. Selama sakit pasien mengatakan nyeri pada kedua pinggangnya dan kemudian menjalar ke benjolan. P: nyeri timbul saat mengangkat barang berat, Q: nyeri seperti digigit-gigit, R: nyeri terasa dikedua pinggang menjalar kebenjolan, S: skala nyeri 5 (nyeri sedang), T: nyeri terasa kadang-kadang ±1-2 menit. Pola persepsi konsep diri sebelum sakit pasien mengatakan selalu mensyukuri dan percaya diri, senang dengan dirinya yang semangat
66
bekerja keras untuk menghidupi anak dan istrinya. Selama sakit pasien mengatakan ingin segera sembuh dan bisa bertani kembali. Pola hubungan peran pasien mengatakan belum pernah terlibat konflik pada keluarga ataupun masyarakat, dan pasien mengatakan akan selalu menjalin hubungan baik pada keluarga maupun masyarakat. Pola seksualitas reproduksi pasien mengatakan mempunyai satu orang istri yang sangat pasien cintai dan mempunyai tiga orang anak perempuan yang sangat pasien sayangi. Pola mekanisme koping pasien mengatakan mengaku stres terhadap penyakit yang dideritanya saat ini dengan benjolan yang sudah muncul sejak ± 4 tahun yang lalu. Pasien mengatakan dirinya selalu khawatir terhadap penyakit yang dideritanya karena pasien tidak tahu penyakit apa yang dideritanya. Nilai dan keyakinan pasien mengaku beragama islam dan mengatakan rajin beribadah di masjid dan mengikuti pengajian di desanya. Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit pasien mengatakan selalu menjalankan ibadah sholat 5 waktu dan mengikuti kegiatan pengajian tahlilan didesanya. Selama sakit pasien mengatakan akan tetap menjalankan ibadah sholat 5 waktu meskipun ditempat tidur dan berdoa semoga diberi kelancar proses operasinya serta diberi kesehatan kembali. 3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum cukup, kesadaran compos mentis, GCS : E : 4, M : 6, V : 5, tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 87x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 35,90C.
67
Pemeriksaan kepala didapat bentuk mesosepal, kulit bersih tidak berketombe, rambut lurus hitam memutih, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, hidung tidak ada polip, mulut tidak ada stomatitis, mukosa bibir lembab, gigi masih lengkap, telinga simetris kanan kiri, leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Daerah dada pasien saat inspeksi simetris, tidak ada luka dan tidak ada jejas. Pemeriksaan paru-paru menunjukkan pasien tidak menggunakan alat bantu nafas. Teraba vokal fremitus kanan dan kiri sama, ekspansi paru kanan dan kiri teraba sama. Pada perkusi terdengar suara paru sonor dan saat diauskultasi vesikuler terdengar seluruh lapang paru. Pemeriksaan jantung saat diinspeksi ictus cordis tidak tampak dari luar, saat diperkusi suara jantung pekak, saat di palpasi ictus cordis teraba kuat di sic iv dan saat diauskultasi bunyi jantung 1-2 tunggal/jelas. Pemeriksaan perut didapat bahwa pada perut pasien terdapat benjolan disamping kanan penis atau didaerah selangkangan kanan, tidak terjadi asites, warna kulit bagian perut kuning langsat, tidak ditemukan luka dan jejas, tidak ada rubor atau kalor, umbilicus tidak menonjol. Saat diperkusi perut bagian atas kanan terdapat organ hati terdengar redup, perut bagian kiri atas terdapat organ lambung terdengar suara timpani, perut bagian kanan bawah dan kiri bawah terdapat organ ginjal terdengar suara timpani. Saat diraba tidak ditemukam pembesaran hati. Area genetalia pasien terjaga kebersihannya, terlihat terpasang selang DC dengan ukuran 30. Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi pada
68
area genetalia (tidak ada kemerahan, panas ataupun nyeri). Pada area rektum kebersihan terjaga dan tidak ada hemoroid. Daerah ekstremitas atas kekuatan otot kanan dan kiri gerakannya normal, menentang gravitasi dengan penahanan penuh, kenormalan kekuatan 100% dengan skala 5. Daerah ekstremitas bawah kekuatan otot kanan dan kiri normal penuh menentang gravitasi dengan penahanan penuh, kenormalan kekuatan 100% dengan skala 5. Pada ekstremitas atas dan bawah teraba hangat, gerakan ROM eksremitas kanan atas, kiri atas, kanan bawah, kiri bawah normal. Pada ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan oedema. 4. Pemeriksaan Data Penunjang Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 9 Maret 2015 yaitu hemoglobin 14,9 g/dl normal (14,00-18,00), hematokrit 41,8% normal (42,00-52,00), lekosit 6,44 10̂3/µl normal (5-10), trombosit 206 10̂3/µl normal (150-300), eritrosit 4,82 10̂3/µl normal (4,50-5,50), MPV 7,4 fl normal (6,5-12,00), PDW 16,4 normal (9,0-17,0), MCV 86,7 fl normal (82,0-92,0), MCH 30,9 pg normal (27,0-31,0), MCHC 35,7 g/dl normal (32,0-37,0), gran% 60,5% normal (50,0-70,0), limfosit% 33,2% normal (25,0-40,0), monosit% 2,4% normal ( 3,0-9,0), eosinofil% 3,5% normal (0,5-5,0), basofil% 0,4% normal (0,0-1,0), CT 3,300 menit normal (2-8), BT 2,00 menit normal (1-3), GDS 145 mg/dl normal (70-150), creatinin 0,87 mg/dl normal (0,8-1,1), uerum 18,3 mg/dl normal (10-50). Pada tanggal 11 Maret 2015 didapat hasil laboratorium GDS 135 mg/dl normal
69
(70-150), dan tanggal 12 Maret 2015 didapat GDS 115 mg/dl normal (70150) 5. Terapi Persiapan terapi pra operasi yang didapatkan Tn.K antar lain : infus RL 20 tpm, injeksi Recofol 2x20mg merupakan terapi efek sedatif dan analgesik untuk individu yang dirawat diruang perawatan intensif, injeksi Bucain 2x5mg merupakan terapi anastesi spinal, injeksi Antrain 3x50mg merupakan terapi untuk meredakan nyeri pasca operasi, injeksi Oxtercid 3x750mg merupakan terapi infeksi saluran nafas atas termasuk pneumonia, infeksi genital dan urinaria, kulit dan struktur kulit tulang dan sendi, injeksi Ephedrin 3x50mg merupakan terapi pengobatan asma dan pencegahan asma bronkhial, Nifedhipine tablet 3x10mg merupakan terapi pengobatan pencegahan angina pektoris, Ciprofloksasin tablet 2x500mg merupakan terapi infeksi saluran kencing uretritis dan servititis gonore, Pronalges supp 3x100mg merupakan terapi mengatasi rasa nyeri (ISO (Informasi Spesialite Obat), 2011-2012).
C. Analisa Data dan Perumusan Masalah Pada tanggal 11 Maret 2015 jam 19.30 WIB ditemukan masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : Hernia. Dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada kedua pinggangnya dan menjalar kebenjolan bila saat mengangkat barang berat. Dengan data P : nyeri timbul saat mengangkat barang berat, Q : nyeri seperti digigit-gigit, R : nyeri dikedua
70
pinggang menjalar ke benjolan, S : skala nyeri 5 (nyeri sedang), T : nyeri terasa kadang-kadang (± 1-2 menit). Ditemukan pula data obyektif pasien tampak menunjukkan lokasi nyeri yang dirasakan dan ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit. Pada tanggal yang sama, pada jam 19.50 WIB ditemukan masalah kecemasan (ansietas) berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan. Dengan data subyektif pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang diderita dan cemas terhadap penyakitnya serta takut untuk menjalani operasi. Ditemukan pula data obyektik yang mendukung diagnosa ini antara lain pasien tampak cemas, tampak mengucapkan doa, tampak gelisah, bingung, ekspresi wajah tampak tegang dan bertanya tentang masalah penyakitnya.
D. Prioritas Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang telah didapatkan dari hasil analisa data dapat diprioritaskan, yaitu yang pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : hernia. Dan diagnosa yang kedua adalah kecemasan (ansietas) berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan (diagnosa keperawatan NANDA, 2009-2011).
E. Intervensi Diagnosa yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis ; hernia, tujuan dari tindakan yang dilakukan adalah setelah
71
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak ada masalah pada nyeri, nyeri dapat berkurang atau hilang dengan kriteria hasil pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, skala nyeri 2, pasien tampak rileks. Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa pertama adalah kaji karakteristik nyeri dengan PQRST (Provoking, Incident, Quality of pain, Region, Severity of pain, Time) guna untuk mengetahui adanya perubahan pada skala nyeri. Berikan posisi yang nyaman (semi fowler) guna untuk memberikan kenyamanan pasien. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam guna untuk merilekskan tubuh dan dapat mengatasi atau mengurangi nyeri saat nyeri muncul. Dan kolaborasikan dalam pemberian obat analgesik guna untuk terapi mengatasi nyeri. Diagnosa kedua yaitu kecemasan (ansietas) berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan, tujuan dari tindakan yang dilakukan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak ada masalah dalam kecemasan, pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas, menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas, pasien tampak tenang, TTV dalam batas normal, dan ekspresi wajah pasien tidak menunjukan kegelisahan atau kecemasan. Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa kedua adalah kaji tingkat kecemasan guna untuk mengetahui penurunan kecemasan setelah diberikan tindakan. Memonitor TTV guna untuk mengetahui keadaan tubuh pasien. Berikan informasi yang akurat nyata tentang penyakit dan persiapan sebelum
72
tindakan operasi guna untuk mengurangi dan mengatasi kecemasan. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam guna untuk merilekskan ketegangan otot karena kecemasan.
F. Implementasi Implementasi yang dilakukan hari Rabu 11 Maret 2015 pada pukul 20.00 WIB adalah mengkaji karakteristik nyeri, pasien mengatakan nyeri pada kedua pinggangnya dan menjalar kebenjolan. P (Provoking) pasien mengatakan nyeri timbul saat mengangkat barang berat, Q (Quality) nyeri seperti digigit-gigit, R (Region) nyeri terasa dikedua pinggang menjalar kebenjolan, S (Skala) skala nyeri 5 (nyeri sedang), T (Time) nyeri terasa kadang-kadang (±1-2 menit). Pasien tampak menunjukkan lokasi nyeri, dan ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit. Memberikan posisi yang nyaman (semi fowler) pada pukul 20.10 WIB pasien mengatakan mau diberikan posisi tidur yang nyaman setengah duduk. Pasien tampak nyaman. Memasang selang infus pada pasien jam 20.15 WIB terpasang infus RL 20 tpm ditangan kanan. Pada pukul 20.25 WIB mengkaji tingkat kecemasan, pasien mengatakan cemas dengan keadaan dirinya. Takut akan dilakukan operasi esok hari. Pasien tampak gelisah, cemas dan ekspresi wajah pasien tampak tegang. Memonitor TTV jam 20.30 WIB pasien tampak gugup, TD 150/80 mmHg, N 87x/menit, R 20x/menit dan S 35,90C. Memberikan informasi yang akurat nyata tentang penjelasan penyakit dan persiapan prosedur sebelum
73
operasi pada pukul 20.40 WIB pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang dideritanya dan pasien mengatakan ingin tahu tentang penyakitnya. Pasien dan keluarga tampak memperhatikan dan mendengarkan penjelasan informasi yang disampaikan oleh perawat. Pasien dan keluarga tampak memahami apa yang disampaikan. Skala kecemasan 27 (kecemasan sedang). Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam jam 20.55 WIB
pasien
mengatakan mau diajarkan teknik relaksasi nafas dalam guna untuk merilekskan tubuh dan mengurangi nyeri dan kecemasan. Pasien tampak mengikuti yang diajarkan perawat dan pasien tampak rileks. Memasang selang urin (kateter) jam 21.00 WIB selang urin terpasang dengan benar, urin mengalir keselang dan tertampung dikantong urin. Pada pukul 21.15 WIB menyarankan kepada pasien untuk puasa selama 8 jam dimulai dari jm 2 malam, pasien mengatakan akan berpuasa dan ingin mulai istirahat. Pasien tampak mengantuk dan tidur. Implementasi yang dilakukan pada hari Kamis 12 Maret 2015 pada pukul 02.00 WIB adalah mengganti cairan infus dan mengingatkan kepada keluarga agar pasien untuk mulai berpuasa. Keluarga pasien mengatakan bahwa cairan infus pasien sudah hampir habis dan meminta tolong untuk digantikan. Pasien mengatakan sudah mulai berpuasa. Cairan infus sudah diganti RL 20 tpm, pasien sudah mulai berpuasa. Pada pukul 02.10 WIB pasien mengatakan tidak bisa tidur karena masih merasa cemas dan takut untuk menjalani operasi esok hari. Memotivasi dan memberi ketenangan hati kepada pasien agar selalu berfikir positif bahwa tindakan operasi merupakan
74
tindakan yang tidak menakutkan dan harus mempunyai semangat untuk sembuh. Pasien dapat menerima motivasi yang diberikan perawat dan pasien tampak tenang dan melanjutkan untuk tidur. Memonitor TTV jam 05.00 WIB TD 120/80 mmHg, N 52x/menit, R 20x/menit, S 35,70C. Mengkaji karakteristik nyeri jam 05.15 WIB pasien mengatakan nyerinya sedikit berkurang. P (Provoking) pasien mengatakan nyeri timbul saat mengangkat barang berat, Q (Quality) nyeri seperti digigit-gigit, R (Region) nyeri dikedua pinggang menjalar kebenjolan, S (Skala) skala nyeri 4 (nyeri ringan), T (Time) nyeri terasa kadang-kadang (±1-2 menit). Mengkaji tingkat kecemasan jam 05.35WIB pasien mengatakan sudah merasa nyaman tidak takut, tidak cemas lagi dan pasien mengatakan sudah siap untuk menjalani operasi. Pasien tampak rileks tenang, tidak cemas, ekspresi wajah pasien tampak tidak tegang dan pasien siap menunggu jam pengiriman keruang operasi. Skala kecemasan 14 (kecemasan ringan). Mempersiapkan dan memakaikan baju operasi jam 07.10 WIB baju operasi sudah dipakaikan. Mempersiapkan obat anastesi, obat injeksi dan cairan infus untuk dibawa keruang operasi jam 07.20 WIB obat anastesi, obat injeksi dan cairan infus sudah disiapkan. Menanyakan kesiapan pasien sebelum diantar keruang operasi dan memberi dukungan kepada pasien jam 07.40 WIB pasien mengatakan sudah siap untuk menjalani operasi demi kesembuhan dirinya. Pasien tampak lebih tenang, rileks dan siap menjalani operasi. Pada pukul 07.50 WIB mengantarkan pasien keruang operasi. Pasien mengatakan sudah siap untuk berangkat keruang operasi.
75
G. Evaluasi Evaluasi hari pertama, Rabu 11 Maret 2015 pada pukul 21.30 WIB tentang masalah nyeri, pasien mengatakan nyeri pada kedua pinggangnya dan menjalar kebenjolan. P (Provoking) pasien mengatakan nyeri timbul saat mengangkat barang berat, Q (Quality) nyeri seperti digigit-gigit, R (Region) nyeri dikedua pinggang menjalar kebenjolan, S (Skala) skala nyeri 5 (nyeri sedang), T (Time) nyeri terasa kadang-kadang (±1-2menit). Pasien tampak menunjukkan lokasi nyeri, dan ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit. Masalah nyeri belum teratasi. Lanjutkan intervensi berikan posisi nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, dan kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian obat. Masalah
kecemasan,
pasien
mengatakan
tidak
tahu
tentang
penyakitnya, cemas dan takut jika harus dilakukan operasi esok hari. Pasien tampak gelisah, tampak cemas, ekspresi wajah pasien tampak tegang, skala kecemasan 27 (kecemasan sedang) dan hasil pemeriksaan TTV TD 150/80 mmHg, N 87x/menit, R 20x/menit, S 35,90C. Masalah kecemasan belum teratasi maka lanjutkan intervensi dengan kaji tingkat kecemasan pasien, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan kolaborasikan dengan keluarga untuk memberi dukungan. Evaluasi hari kedua, Kamis 12 Maret 2015 pada pukul 08.10 WIB tentang masalah nyeri, pasien mengatakan nyeri pada kedua pinggangnya sedikit berkurang. P (Provoking) pasien mengatakan nyeri timbul saat mengangkat barang berat, Q (Quality) nyeri seperti digigit-gigit, R (Region)
76
nyeri dikedua pinggang menjalar kebenjolan, S (Skala) skala 4 (nyeri ringan), T (Time) nyeri terasa kadang-kadang (±1-2menit). Ekspresi wajah pasien masih tampak menahan sakit. Masalah nyeri masih belum bisa teratasi maka tetap lanjutkan intervensi dengan ajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri dan kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian obat analgesik. Masalah kecemasan, pasien mengatakan sudah merasa nyaman, tidak merasa cemas dan takut lagi. Pasien mengatakan sudah siap untuk menjalani operasi. Pasien tampak tenang, rileks, tidak cemas dan tampak siap untuk menunggu jam operasi, skala kecemasan 14 (kecemasan ringan). Hasil pemeriksaan TTV TD 120/80 mmHg, N 52x/menit, R 20x/menit, S 35,70C. Masalah kecemasan dapat teratasi dan intervensi dihentikan.
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang pemberian informasi pra bedah terhadap tingkat kecemasan pada asuhan keperawatan Tn.K dengan pra bedah Hernia di ruang Bedah Kantil I RSUD Karanganyar. Disamping itu penulis juga akan membahas tentang kesesuaian dan kesenjangan antara teori dan kenyataan yang meliputi pengkajian, analisa data, intervensi, implementasi dan evaluasi. Pembahasan akan lebih ditekankan pada diagnosa kecemasan (ansietas) berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan, dimana menurut penelitian dari Arifah dan Trise (2012) bahwa kecemasan dapat diatasi dengan pemberian informasi dengan pendekatan komunikasi terapeutik pada pasien pra bedah. A. Pengkajian Menurut Nikmatur Rohmah & Saiful Walid (2012), pengkajian adalah tahap
awal
dan
dasar
dalam
proses
keperawatan.
Kemampuan
mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan. Pada tahap ini penulis menggunakan metode wawancara kepada keluarga dan pasien, metode observasi, metode studi dokumentasi yang mana penulis mengambil data dari catatan medis pasien. Dimana catatan medis tersebut berisi tentang riwayat kesehatan pasien, program terapi, dan data penunjang lainnya yang berhubungan dengan perkembangan kesehatan pasien. Pasien masuk rumah sakit pada hari rabu,
77
78
tanggal 11 Maret 2015 pada jam 17.00 WIB sore. Penulis melakukan pengkajian pada hari rabu, tanggal 11 Maret 2015 di ruang Bedah Kantil I pada jam 18.00 WIB sore. Keluhan utama saat dikaji adalah nyeri pada pinggang yang menjalar kebenjolan. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Nada (2007) menyatakan bahwa pada peasien hernia inguinalis keluhan utama yang timbul yang dirasakan pasien adalah nyeri pada benjolan diselakangan atau dilipatan paha. Nyeri itu timbul saat pasien batuk dan mengedan. Saat dikaji kesadaran pasien composmentis. Kemudian dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 150/80 mmHg nadi 87x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 35,9 0C dan pasien mengatakan cemas jika harus dilakukan operasi terhadap penyakitnya. Pada pasien yang mengalami tingkat kecemasan biasanya tekanan darah yang dihasilkan tinggi karena kecemasan dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah seseorang (Siska, 2003). Pernyataan ini sesuai dengan batasan karakteristik dari teori buku Asuhan keperawatan nanda nic-noc (2013) perilaku simpatis meliputi peningkatan tekanan darah. Pada pengkajian pola kesehatan fungsional gordon didapatkan hasil pasien mengatakan tidak bisa tidur, tidurpun terbangun terus karena takut dengan kondisinya saat ini dan selalu kepikiran (cemas) tentang proses operasi esok hari. Keluarga juga mengatakan bahwa pasien baru pertama kali ini akan menjalani operasi. Pasien tampak gelisah, cemas dan ekspresi wajah pasien tegang, pada pemeriksaan kecemasan menggunakan HRS-A didapatkan score
79
27 yang mana menurut Hawari (2008) termasuk dalam tingkat kecemasan sedang. Berdasarkan hal tersebut Tn.K mengalami suatu respon emosional dimana pasien merasa takut pada sumber ancaman yang belum jelas dan tidak terindentifikasi yang mana disebut sebagai kecemasan (Asmadi, 2009). Kecemasan merupakan respon terhadap kondisi stres atau konflik. Rangsangan berupa konflik, baik yang datang dari luar maupun dalam diri sendiri. Hal ini akan menimbulkan respon dari sistem syaraf yang mengatur pelepasan hormon tertentu. Akibat dari pelepasan hormon tersebut, maka akan muncul perangsangan pada organ-organ seperti lambung, jantung, pembuluh darah dan dapat meningkatkan tekanan darah seseorang. Selain itu dapat memicu Sistem Simpatis sebagai mekanisme pertahanan tubuh. Sistem ini akan menutup arteri yang mengalir ke organ-organ yang tidak esensial untuk pertahanan dan aka mempersiapkan tubuh untuk mengahadapi kondisi darurat dan bahaya (Yudi, 2008) Pada pengkajian pola mekanisme koping didapatkan hasil pasien mengatakan cemas, khawatir tentang keadaan dirinya saat ini dan tidak tahu tentang penyakitnya ini. Pasien tampak gelisah, bingung dan tanya tentang penyakit apa yang dideritanya saat ini. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat samapi ego dikalahkan (Dahlia, 2009).
80
Sebelum pelaksanaan operasi pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium, hasil yang didapatkan pada Tn.K hasil laboratorium hemoglobin 14,9 g/dl, hematokrit 41,8%, lekosit 6,44 103/µl dalam batas normal. Terapi yang diperoleh pasien selama dibangsal pada pada tanggal 11 Maret 2015 antara lain Ringer Lactat 20 tetes per menit dan injeksi Antrain 3x50mg yang merupakan terapi untuk meredakan atau mengurangi nyeri. Terapi itu diterima pasien sebelum dilakukan operasi, pada pasien yang mengalami kecemasan sebelum menjalani operasi jarang sekali mendapatkan terapi medis, penatalaksanaan pada pasien yang akan menjalani operasi biasanya diberikan tindakan keperawatan yaitu suatu informasi dengan komunikasi terapeutik tentang penjelasan penyakit dan tujuan akan dilakukaknnya operasi beserta diajarkan teknik relaksasi nafas dalam, dan hasilnya tingkat kecemasan pada pasien menurun.
B. Perumusan Masalah Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respons
manusia
(keadaan
sehat
atau
perubahan
pola
interaksi
aktual/potensial) dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan, menurut (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012). 1. Nyeri akut Diagnosa keperawatan : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis: hernia. Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan
81
emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the study of pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan (asuhan keperawatan nanda nic-noc, 2013). Penulis merumuskan diagnosa keperawatan telah disesuaikan dengan
(diagnosa
keperawatan
NANDA
2009-2011).
Penulis
mencantumkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu data subyektif pasien mengatakan nyeri pada kedua pinggangnya dan menjalar kebenjolan. Nyeri seperti digigit-gigit, dengan skala nyeri 5, lama nyeri lebih kurang 1-2 menit. Data obyektif pasien tampak menunjukkan lokasi nyeri, ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit. Pengkajian nyeri dengan menggunakan skala numerik nyeri merupakan alat paling umum yaitu dengan menggunakan angka 0-10. Angka 0 tidak ada nyeri, angka 1-3 adalah nyeri ringan, angka 4-6 adalah nyeri sedang, angka 7-8 adalah nyeri hebat, angka 9 adalah nyeri sangat hebat dan angka 10 adalah nyeri paling hebat (Weinstock, 2013). Batasan karakteristik nyeri akut menurut (asuhan keperawatan nanda nic-noc 2013) yaitu perubahan tekanan darah, sikap melindungi area nyeri, mengekpresikan perilaku (merengek, menangis, gelisah), laporan
82
isyarat, indikasi nyeri yang diamati, sikap tubuh melindungi, melaporkan nyeri secara verbal. Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : hernia, sebagai prioritas diagnosa pertama dengan alasan karena
nyeri
merupakan
suatu
ketidaknyamanan
yang
dapat
mempengaruhi sistem hemodinamika maupun respon emosional pasien sehingga nyeri diatasi terlebih dahulu supaya dapat meringankan penanganan diagnosa selanjutnya. Jika tidak segera ditangani akan mengganggu aktifitas pasien dan kesembuhan pasien. Selain itu diagnosa ini diprioritaskan pertama karena merupakan keluhan utama pasien dan bila tidak ditangani akan menghambat penyembuhan pasien (Fahri, 2010). Berdasarkan data pengkajian sudah diperoleh data tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 87x/menit, pernafasan 20x/menit, tetapi penulis belum mencantumkan dianalisa data asuhan keperawatan, namun demikian diagnosa keperawatan yang diangkat sudah tepat. 2. Ansietas (kecemasan) Diagnosa keperawatan : ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan. Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) ; perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
83
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (asuhan keperawatan nanda nic-noc 2013). Penulis merumuskan diagnosa keperawatan telah disesuaikan dengan
(diagnosa
keperawatan
NANDA
2009-2011).
Penulis
mencantumkan diagnosa ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu data subyektif pasien mengatakan khawatir dengan keadaan dirinya saat ini, pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya saat ini, pasien merasa cemas takut karena akan menjalani operasi esok hari. Data obyektif didapatkan pasien tampak mengucapkan doa, pasien tampak bertanya tentang masalah penyakitnya, tampak cemas, gelisah, bingung, dan ekspresi wajah pasien tegang. Batasan karakteristik ansietas menurut (asuhan keperawatan nanda nic-noc 2013) yaitu perilaku meliputi : gelisah, mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup. Affektif meliputi : gelisah distres, ketakutan, perasaan tidak adekuat, bingung, khawatir. Fisiologis meliputi : wajah tegang, peningkatan ketegangan. Simpati meliputi : peningkatan tekanan darah. Penulis mengangkat diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan, sebagai prioritas diagnosa kedua dengan alasan ansietas merupakan kekhawatiran pada sesuatu hal dimana sumber tidak begitu spesifik sehingga ansietas bisa diprioritaskan diakhir. Dilengkapi oleh data pengkajia yaitu data subjektif antara lain
84
pasien mengatakan jantungnya terasa berdebar-debar, merasa gugup dan khawatir dengan operasi yang akan dialaminya besok, serta pasien susah tidur. Data objektif yang diperoleh pasien nampak buruk atau tidak fokus, muka nampak merah, mengalami gangguan tidur, pada pemeriksaan kecemasan menggunakan HRS-A didapatkan score 27 yang mana masuk dalam tingkat kecemasan sedang. Pada teori Abraham maslow (1950) dalam Wahit Iqbal (2007) yang menyatakan, bahwa kebutuhan keselamatan dan rasa aman merupakan kebutuhan dasar manusia setelah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah aman dari berbagai aspek, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan tersebut meliputi : kebutuhan perlindungan diri dari udara dingin, panas, kecelakaan, dan infeksi, kebutuhan bebas dari rasa takut dan kecemasan, serta kebutuhan bebas dari perasaan terancam karena pengalaman yang baru atau asing. Pada kasus Tn.K kecemasan disebabkan karena ketakutan pasien menghadapi operasi, ditandai dengan pasien tegang dan gelisah. Tanda dari kecemasan adalah adanya respon fisiologis, respon perilaku, kognitif dan afektif yaitu salah satu tandanya pasien tegang, gelisah, frekuensi nadi tidak teratur dan cepat serta pernafasan cepat (Stuart, 2006). Penulis mengambil etiologi perubahan pada status kesehatan karena dari data pasien, pasien takut terjadi perubahan dalam kesehatannya setelah dilakukannya operasi. tindakan pembedahan merupakan pengalaman yang
85
sulit bagi semua pasien, berbagai kemungkinan buruk bisa terjadi akan membahayakan bagi pasien (Farit, 2013). Berdasarkan diagnosa yang sudah diangkat penulis, penulis berfokus
pada
masalah
kecemasan
pasien.
Penulis
bermaksud
mengaplikasikan hasil riset dari (Endang sawitri dan Agus sudaryanto, 2008) tentang pemberian informasi tentang komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi.
C. Intervensi Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien, menurut (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012). Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SMART, Spesifik, Measurable, Acceptance, Rasional dan Timing. (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012). Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan yaitu pada diagnosa keperawatan : 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : hernia. Pada kasus Tn.K penulis melakukan rencana tindakan selama 2x24 jam diharapkan nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil pasien mengatakan nyeri
86
hilang atau berkurang, skala nyeri 2, pasien tampak rileks (asuhan keperawatan nanda nic-noc, 2013) Intervensi yang dilakukan adalah kaji status nyeri yang meliputi penyebab, kualitas, tempat, skala, waktu nyeri dengan rasionalisasi mengetahui status perkembangan nyeri pasien (Andarmoyo, 2013), berikan posisi nyaman (semi fowler) dengan rasionalisasi agar pasien tampak nyaman. Konsep kenyamanan memliki subyektivitas yang sama dengan nyeri, kenyamanan dengan cara yang konsistensi pada pengalaman subyektif pasien, kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan dasar manusia (Potter dan Perry, 2006). Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasionalisasi merilekskan dan mengurangi nyeri. Tekniknya dengan menganjurkan pasien bernafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh dan menghembuskan secara perlahan lewat hidung, serta dapat dilakukan selama 15 menit (Potter & Perry, 2005), dan kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgesik dengan rasionalisasi menghilangkan nyeri. Analgesik berfungsi memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang (Arif Muttaqin, 2012). 2. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan. Pada kasus Tn.K penulis melakukan rencana tindakan selama 2x24 jam diharapkan kecemasan pasien dapat berkurang, teratasi atau hilang dengan kriteria hasil pasien tampak tenang, tanda-tanda vital dalam batas normal,
87
pasien tidak menunjukkan ekspresi wajah cemas. (asuhan keperawatan nanda nic-noc, 2013). Intervensi yang dilakukan yaitu kaji tingkat kecemasan pasien dengan rasionalisasi untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien. Skala cemas menjadi turun, dari skala sedang 27 menjadi skala kurang dari 14 yaitu skala tidak cemas. Alat untuk mengukur kecemasan salah satu tujuan untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali yaitu dengan menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) (Hawari, 2008). Monitor tanda-tanda vital dengan rasionalisasi mengetahui keadaan tubuh pasien. Pemeriksaan tanda-tanda vital merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh. Tanda-tanda vital meliputi, suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi nafas, dan tekanan darah. Tanda-tanda vital mempunyai nilai sangat tinggi pada fungsi suhu tubuh. Adanya perubahan tanda vital misalnya suhu tubuh menunjukkan perubahan sistem kardiovaskuler, frekuensi pernafasan menunjukkan fungsi pernafasan dan tekanan darah dapat menilai kemampuan sistem kardiovaskuler yang dapat dikaitkan dengan denyut nadi. Semua tanda vital tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Perubahan tanda vital dapat terjadi bila tubuh dala kondisi aktivitas atau dalam keadaan sakit dan perubahan tersebut merupakan indikator adanya gangguan sistem tubuh (Hidayat, 2005), berikan informasi akurat nyata tentang penyakit hernia
88
dan persiapan sebelum operasi dengan rasionalisasi mengatasi dan mengurangi kecemasan pada pasien. Pemberian informasi tentang persiapan operasi merupakan salah satu komponen dari komunikasi terapeutik yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien melalui pemenuhan kebutuhan informasi
mengenai
pembedahan.
Pasien
preoperasi
akan
lebih
mengetahui harapan mereka setelah dilakukan operasi dan pasien akan lebih banyak memiliki kesempatan untuk mengungkapkan tujuan dan pendapat mereka mengenai operasi, serta akan beradaptasi dengan lebih baik terhadap nyeri dan penurunan mobilitas fisik setelah tindakan operasi (Anonim, 2008), ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasionalisasi selain untuk mengurangi nyeri dapat untuk merilekskan ketegangan otot karena kecemasan. Tekniknya dengan menganjurkan pasien bernafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh dan menghembuskan secara perlahan lewat hidung, serta dapat dilakukan selama 15 menit (Potter & Perry, 2005). Kolaborasi dengan keluarga untuk memberi dukungan dan motivasi pada pasien dengan rasional menurunkan kecemasan dan kegelisahan pasien (Wilkinson, 2012), yakinkan kembali pasien melalui sentuhan dan sikap empatik secara verbal dan non-verbal dengan rasional mengurangi ansietas pada pasien (Green setyowati, 2006).
89
D. Implementasi Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah
ditetapkan.
Kegiatan
dalam
pelaksanaan
juga
meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru, menurut (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012). Pemberian informasi mengenai kondisi yang dialami pasien mampu menurunkan tingkat kecemasan dan pasien mampu menjalani operasi dengan tenang. Dari implementasi yang dilakukan kepada pasien selama 2x24 jam terhadap Tn.K didapatkan hasil : 1. Diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : hernia. Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu mengkaji karakteristik nyeri, memberikan posisi yang nyaman dengan posisi setengah duduk (semi fowler), mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Intervensi yang direncanakan pada diagnosa pertama dapat diimplementasikan dengan baik karena adanya kerjasama diantara tim kesehatan yang ada serta adanya peran serta keluarga dan pasien pada tindakan keperawatan. Untuk intervensi yang akan dilaksanakan akan didelegasikan kepada perawat. Faktor kekuatan dari implementasi ini adalah masalah nyeri akut yang dirasakan oleh pasien menunjukkan bahwa pasien harus diberikan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan pasien terutama mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Penulis tidak memiliki hambatan dalam
90
melaksanakan implementasi. Hal tersebut karena adanya kerjasama yang baik antara penulis, pasien, dan tim kesehatan yang lain. 2. Diagnosa kedua adalah ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan. Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada diagnosa ini lebih berfokus pada pemberian informasi yang diberikan kepada pasien. Informasi adalah pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau intruksi (Andhi, 2008). Pemberian informasi oleh penulis dimaksudkan untuk mengurangi rasa cemas yang dialami pasien sebelum melaksanakan operasi. Data yang diperoleh dari Tn.K diantaranya data subyektif pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang sedang dialaminya saat ini, pasien mengatakan takut melaksanakan operasi karena dokter menyarankan untuk dilakukannya operasi pada penyakitnya ini. Pasien takut dioperasi dan takut jika operasinya gagal. Data obyektif ditemukan pasien mengucapkan doa, pasien tampak cemas gelisah, pasien tampak
bingung
dan
selalu
bertanya
tentang
penyakitnya
dan
penatalaksanaan operasi dari dokter akan berbahaya dengan dirinya atau tidak. Ekspresi wajah pasien tampak tegang, skala kecemasan 27 (kecemasan sedang). Pemeriksaan vital sign tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 87x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu 35,90c. Penulis mengkategorikan tingkat kecemasan pasien sedang, dengan mengacu pendapat yang dikemukakan oleh (Ibrahim 2007), bahwa manifestasi yang muncul pada kecemasan tingkat sedang diantaranya
91
jantung berdebar-debar, keluar keringat dingin, serangan panik, sering gemetar, kecemasan yang menonjol, peningkatan tekanan darah dan bukti dari pemeriksaan fisik. Pasien yang melakukan mekanisme koping adaptif dikarenakan mereka dapat mengendalikan perasaan cemas yang muncul sehingga mampu mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Berbeda pada pasien yang melakukan mekanisme koping maladaptif, mereka mengalami
kecemasan
dan
ketidakmampuan
mengendalikan
kecemasannya, ketakutan yang mengancam dirinya (Andhi, 2008). Jika dikaitkan dengan kasus, maka kecemasan yang dialami Tn.K sebelum diberikan informasi dapat dikategorikan kecemasan tingkat sedang yang ditunjukkan dengan Tn.K ketakutan akan operasi dapat mengancam dirinya. Tindakan
yang diberikan
kepada
pasien
adalah
mengkaji
kecemasan pasien, mengkaji tingkat pengetahuan pasien, memberi informasi kepada pasien. Dari intervensi yang direncanakan, penulis lebih sering memberi informasi kepada pasien dengan harapan kecemasan yang dialami pasien dapat berkurang dan pasien lebih tenang untuk menjalani operasi. Adapun informasi yang diberikan kepada pasien diantaranya memberikan informasi tentang penyakit yang dialami pasien, melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien dengan memberikan bantuan penerangan kepada pasien mengenai segala kemungkinan yang terjadi, sehingga pasien siap dalam menghadapi dan menyesuaikan dengan
92
keadaan
dirinya.
Memberikan
informasi
tentang
penatalaksanaan
penyakitnya dengan dilakukannya operasi dengan kemajuan kesehatan pasien (Astuti, 2009). Setelah diberikannya informasi kepada pasien didapatkan hasil pasien mengatakan sudah merasakan nyaman, tidak merasa takut dan cemas lagi, dan pasien mengatakan sudah siap untuk menjalani operasi, pada pemeriksaan kecemasan menggunakan HRS-A didapatkan kecemasan menurun menjadi score 14 yang mana merupakan skala kecemasan ringan. Dari data yang diperoleh penulis selama pengkajian terhadap Tn.K dapat disimpulkan bahwa pemberian informasi mampu menurunkan tingkat kecemasan pasien preoperasi dengan memberikan pendidikan kesehatan dan komunikasi terapeutik. Pengaruh pemberian informasi dengan memberikan pendidikan kesehatan dan komunikasi terapeutik kepada pasien preoperasi juga telah diteliti oleh (Diyono, dkk tahun 2014) dan (Sova Kaparang, dkk tahun 2014) dimana jurnal hasil penelitiannya dijadikan sebagai sumber acuan bagi penulis.
E. Evaluasi Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan, menurut (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012).
93
Evaluasi yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SOAP yaitu subjective, objective, analisa, planning (Dermawan, 2012) Evaluasi diagnosa pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : hernia. Pada hari pertama, masalah nyeri belum teratasi, pasien masih merasakan nyeri pada kedua pinggangnya yang menjalar kebenjolan, kualitas seperti digigit-gigit, skala nyeri 5, lama nyeri (±1-2 menit), pasien tampak meringis kesakitan menahan nyeri, dilakukan tindakan pemberian posisi yang nyaman semi fowler, dan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri. Intervensi yang akan dilanjutkan adalah kaji status nyeri yang meliputi penyebab, kualitas, tempat, skala, waktu nyeri dengan rasionalisasi mengetahui status perkembangan nyeri pasien. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasionalisasi mengurangi nyeri pasien, kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgesik dengan rasionalisasi menghilangkan nyeri. Pada hari kedua, masalah nyeri akut belum teratasi. Pasien mengatakan nyeri pada kedua pinggangnya sedikit berkurang tetapi masih merasakan nyeri dengan skala nyeri berkurang menjadi 4. Pasien tampak sedikit rileks, ekspresi wajah pasien masih tampak menahan sakit. Intervensi tetap pertahankan dengan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri. Kaji status nyeri baru setelah dilakukannya operasi yang meliputi penyebab, kualitas, tempat, skala, waktu nyeri dengan rasionalisasi mengetahui status
94
perkembangan nyeri pasien. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgesik dengan rasionalisasi menghilangkan nyeri. Evaluasi diagnosa kedua : ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan. Pada hari pertama, masalah ansietas belum teratasi, pasien mengatakan cemas, takut akan dilakukannya operasi, pasien takut dengan bius anastesi. Pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang dialaminya saat ini. Pasien tampak gelisah, cemas, bingung, dan ekspresi wajah pasien tampak tegang. Skala kecemasan 27. Intervensi yang dilanjutkan adalah dilakukannya tindakan pemberian informasi. Pada hari kedua, masalah ansietas sudah teratasi, pasien mengatakan sudah siap untuk menjalani operasi dan sudah siap untuk diantar keruang operasi. pasien tampak rileks, tenang, tampak sudah tidak cemas, dan pasien sudah siap untuk menunggu jam dilakukannya operasi. Skala kecemasan menurun dari skala sedang 27 menjadi skala ringan 14. Maka dari itu intervensi dapat dihentikan.
95
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah
penulis
melakukan
pengkajian
penentuan
diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang Asuhan Keperawatan Tn.K dengan tingkat kecemasan praoperasi hernia di ruang Bedah Kantil I RSUD Karanganyar, metode mengapilkasikan hasil pemberian informasi dengan tindakan pendidikan kesehatan dan komunikasi terapeutik terhadap penurunan kecemasan maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Pengkajian Keluhan utama pasien mengatakan nyeri pada kedua pinggangnya dan menjalar ke benjolan pada lipatan paha kanan. Selain keluhan nyeri pasien juga mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya, pasien merasa cemas takut dengan keadaan penyakit yang dialaminya saat ini. Pasien takut untuk menjalani operasi, pasien takut dengan bius anastesi. Pasien mengatakan dirinya khawatir jika saat operasi terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kepada dirinya. 2. Diagnosa Hasil perumusan diagnosa keperawatan pada Tn.K adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : hernia dan ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan.
96
3. Intervensi Pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : hernia, dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam adalah pengkajian pada status nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan kolaborasi dokter dalam pemberian obat analgesik. Dan pada diagnosa ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan, dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam adalah pengkajian pada tingkat kecemasan, pemberian informasi dengan pendidikan kesehatan dan komunikasi terapeutik serta memberikan dukungan kepada pasien sebelum operasi. 4. Implementasi Implementasi yang dilakukan penulis pada dignosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : hernia meliputi mengkaji nyeri pasien, memberikan posisi nyaman semi fowler, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Diagnosa ansietas berhubungan perubahan dalam : status kesehatan meliputi memberikan informasi dengan melakukan pendidikan kesehatan dan komunikasi terapeutik kepada pasien preoperasi penjelasan tentang penyakit yang diderita, penjelasan pentingnya dilakukan operasi, penjelasan prosedur sebelum dilakukannya operasi dan memberikan dukungan kepada pasien. 5. Evaluasi Hasil evaluasi diagnosa pertama, nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : hernia belum teratasi. Intervensi masih tetap
97
dilanjutkan dengan tindakan mengkaji status nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik. Diagnosa kedua, ansietas berhubungan d6engan perubahan dalam: status kesehatan sudah teratasi. Skala kecemasan menurun dari skala sedang 27 menjadi skala ringan 14. Maka intervensi dapat dihentikan, pasien sudah tidak mengalami kecemasan lagi. 6. Analisa pemberian informasi komunikasi terapeutik terhadap kecemasan Analisa pemberian informasi komunikasi terapeutik dengan menggunakan pendidikan kesehatan terhadap kecemasan pada Tn.K telah memperoleh gambaran, sebelum dilakukan tindakan pemberian informasi komunikasi terapeutik didapatkan pasien mengalami kecemasan tingkat sedang dengan score 27, namun setelah dilakukan pemberin informasi komunikasi terapeutik dengan menggunakan pendidikan kesehatan dan memberi dukungan motivasi kepada pasien didapatkan hasil kecemasan pasien menurun menjadi kecemasan ringan dengan score 14 dan dapat menjalani tindakan operasi dengan baik.
B. Saran Setelah penulis melakukan Asuhan Keperawatan pada klien dengan tingkat kecemasan preoperasi hernia, penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan anatara lain : 1. Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD Karanganyar dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan
98
kerjasama baik antara tim kesehatan maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan klien dengan mengatasi tingkat kecemasan preoperasi. 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Bagi para perawat hendaknya memiliki tanggung jawa dan keterampilan yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klie preoperasi hernia guna menurunkan tingkat kecemasan. 3. Bagi institusi pendidikan Diharapkan agar memberikan bekal pengetahuan yang optimal kepada mahasiswa selama mengikuti kuliah dan diberikan pengawasan yang cukup saat menimba pengalaman di Rumah Sakit serta bimbingan yang adekuat yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif. 4. Bagi mahasiswa Diharapkan agar dapat lebih giat dalam belajar menerapkan asuhan keperawatan agar hasilnya optimal dan dapat membina kerjasama tim yang baik didalam melaksanakan asuhan keperawatan di Rumah Sakit.
i
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, Sulistya. 2013. Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogjakarta : AR-RUZZ MEDIA Andhi. 2008. Informasi, http://id.wikipedia.org/wiki/informasi/2008 di akses pada tanggal 17 Februari 2015 jam 19.00 WIB Anonim. 2008. Informasi Terhadap Persiapan Operasi. Jakarta : EGC Arifah & Trise. 2012. Pemberian Informasi Dengan Pendekatan Komunikasi Terapeutik Untuk Mengatasi Kecemasan Pasien Pre Operasi Di Ruang Bedah RSUD Manang Madiun. Di akses pada tanggal 17 Februari 2015 jam 18.00 WIB Asmadi. 2009. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Astuti, Endang Kusuma, 2009. Transaksi Terapeutik Dalam Upaya Pelayanan Medis di Rumah Sakit. Citra Aditya Bakti, Semarang Barbara J. G (2008), Perawatan Medikal Bedah I, Bandung : Yayasan IKAPI Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Brunner & Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC Chandra, Venny, A. 2014. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Di Ruang Bedah RSUD Padang Panjang. Di akses pada tanggal 17 Februari 2015 jam 19.00 WIB Clevo Rendy, M., dan TH Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogjakarta
ii
Diyono., Herminto, B., dan Pertiwi, H.D. 2014. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pra Bedah Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pra Bedah Di Rumah sakit Dr.Oen Surakarta. 2(2) : 19-26. Di akses pada tanggal 18 Februari 2015 jam 20.00 WIB Doenges. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta : EGC Effendy. 2005. Keperawatan Dasar Psikolog. Edisi 2. Jakarta : EGC Fitri fauziah & Julianti Widuri, 2007. Psikologi Abnormal Klinik Dewasa. Jakarta : UI-Press Hanafiah, M.J & Amir, A. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Edisi 4, EGC, Jakarta, 72-77 Hawari, D. 2008. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi Edisi 2. Jakarta : FKUI. Hidayat. 2006. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital. Jakarta : FKUI Http://susternada.blogspot.com/2007/07/hernia.html;Diakses tanggal 20 Februari 2015 jam 17.00 WIB Ibrahim, Ayuto Sani, 2007. Panik, Neurosis dan Gangguan Cemas. Cetakan II, Jakarta ISO. 2011-2012. Informasi Spesialite Obat. Jakarta : ISFI Kaparang, S., Kanin, E., dan Huragana, J.N. 2014. Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien Di Unit Perawatan Intensive Rumah Sakit Umum GMIM Bethesda Tomohon. 1(1) : 78-84. Di akses pada tanggal 19 Februari 2015 jam 14.00 WIB Kozier. 2004. Manajemen Cemas. Jakarta : EGC Kusmawan. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Larasati, Yulistia, I. 2009. Efektifitas Preoperative Teaching Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi Di Ruang Rawat Inap RSUD Karanganyar. 1(1) : 1-61. Di akses pada tanggal 19 Februari 2015 jam 17.00 WIB Liliweri. 2008. Komunikasi untuk mengatasi kecemasan. Jakarta : EGC
iii
Long B.C. 2002. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Cetakan I. Alih Bahasa : Yayasan Ikatan Alumsi Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung Mubarak, W.J & Chayatin, N. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori & Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta : EGC Mulyani, S. Dkk. 2008. Komunikasi Dan Hubungan Terapeutik Perawat – Klien Terhadap Kecemasan Pra Bedah Mayor. 24(3) : 151-155. Di akses pada tanggal 20 Februari 2015 jam 20.00 WIB NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Yogjakarta Nanda. 2010. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Editor Ester Monica. Jakarta : EGC Nugroho. 2009. Komunikasi Keperawatan. Jakarta : EGC Potter, Patricia A & Perry, Anne G. 2005. Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC Price, Sylvia A san Lorraine M Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Jakarta : EGC Rejo. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hernia. 14(12) : 26-31 Rohmah. N., dan Walid. S. 2012. Proses Keperawatan Teori & Aplikasi Dilengkapi dengan NOC-NIC & Aplikasi Pada Berbagai Kasus. Yogjakarta R. Sjamsuhidajat dan Jong. Klasifikasi Operasi. http: www.infokes.com. Di akses pada tanggal 17 Februari 2015 jam 19.00 WIB Sawitri. E., dan Sudaryanto. A. 2008. Pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pra Bedah Mayor Di Bangsal Orthopedi RSUI Kustati Surakarta. 1(1) : 13-18. Di akses pada tanggal 8 Februari 2015 jam 20.00 WIB Sjamsuhidayat R, De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Edisi 8, Vol !, Alih Bahasa : Kuncoro Monica Ester. Jakarta : EGC
iv
Stuart, Laraia & Mohr. 2003. Tujuan Komunikasi Terapeutik. Jakarta : EGC Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Suryani. 2002. Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik. Edisi 2. Jakarta : EGC Tamsuri. 2006. Proses Tindakan Operasi. Jakarta : EGC Tanjung. 2004. Tahap Pra Operasi. Jakarta : EGC Wahid,
Erwin MD, MS. 2011. Angka Kejadian Hernia Inguinalis. http://www.scribid.com/doc/82430669/strategic-Adult-Herniah diunduh tanggal 17 Februari 2015 jam 18.30 WIB
Wijayaningsih. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hernia Inguinalis. Jakarta : EGC