Riwayat Aiyub Syahkubat
Riwayat Aiyub Syahkubat Antologi Puisi Esai 2015
Nazar Shah Alam Beni Setia Endhiq Anang Pamungkas
Pengantar Tia Setiadi Penyunting Jonminofri Nazir Konsep dan Pengembangan Desain Futih Aljihadi Eksekusi Yiko Alfiano (Design & Lay Out) Cetakan Pertama, Juli 2015 ISBN 978-602-0812-01-4 Penerbit
Inspirasi.co (PT CERAH BUDAYA INDONESIA)
Menara Kuningan lt. 9G Jalan HR. Rasuna Said Kav V Blok X-7, Jakarta Selatan
[email protected] | http://inspirasi.co
Riwayat Aiyub Syahkubat Nazar Shah Alam Beni Setia Endhiq Anang Pamungkas
Daftar Isi Pe n gant ar o leh Tia S et i ad i 7 R i wayat Aiyub Syahkubat dan Kami ya ng M enuhank an D iri | 41 K i s a h Der wis Dewana d i B ali | 55 Pe n ju al B io grafi Penyair Pelo | 73
SASTRA YANG (TAK) TERPENCIL DAN TIGA EPIFANI GELAP Tentang Pemenang Lomba Puisi Esai 2014 Pengantar Tia Setiadi “The greatest benefit we owe to the artist, whether panter, poet, or novelist, is the extension of our sympathies…Art is the nearest thing to life; it is a mode of amplifying experience and extending our contact with our fellow men beyond the bounds of our personal lot.” (George Eliot) Jalan GM, Jalan Rendra Biarlah saya buka pembicaraan ini dari sebuah esai Goenawan Mohamad bertajuk Tentang Keterpencilan Kesusasteraan (1968). Dalam esai itu Goenawan berpendapat bahwa kesusasteraan Indonesia hanyalah dunia dari sebagian kecil masyarakat perkotaan yang posisinya tidak jelas. Kegoyahan posisinya itu, atau keterpencilan itu, adalah hakikat asali kesusastraan Indonesia, kesusastraan yang riwayatnya—apa boleh buat—yatim piatu. Ciri khas yang berulang yang menjadi tolok ukur terpencilnya kesusasteraan Indonesia adalah Pertama, khalayak
RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
7
pembacanya yang terbatas dan Kedua, sumber pemikirannya tak langsung berasal dari kehidupan kultural di sekitarnya. Bagian akhir telaah Gunawan itu meneguhkan apa yang sudah menjadi premis awalnya. Tulisnya: “Demikianlah kita harus menerima kodrat ini: kodrat bahwa kesusasteraan modern kita, sejak awal sejarahnya dan karena sifat dasarnya sendiri, adalah kesusasteraan minoritas.” Dampak logis dari daur penalaran semacam itu adalah lahirnya sastra yang elitis dan tertutup, berkisar-kisar di antara lingkaran tertentu saja. Dengan menyatakan keterpencilan sebagai kodrat kesusasteraan Indonesia, Goenawan justru seakanakan sedang membatasi takdir dan kemungkinankemungkinan kesusasteraan Indonesia ke arah dan manifestasi yang tak terduga-duga. Ada tersirat semacam pandangan yang mutlak dan kedap di sana, seakan-akan tidak ada jalan-jalan alternatif yang bisa ditempuh untuk membuka sekat-sekat keterpencilan itu. Bisa dikatakan bahwa pandangan Goenawan itu konsisten, dan diulang-ulang kembali dalam beberapa esainya, misalnya dalam pengantar dia untuk Horison edisi tahun 1993, bertajuk “Dengan Minoritas tak tepermanai”
8
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
Rendra menguak jalan sendiri untuk memecahkan kebuntuan dari problem yang diudar Goenawan. Bertentangan dengan premis Goenawan, Rendra justru menulis dari sumber-sumber kultural masyarakat Indonesia sendiri. Dengan kumpulan Potret Pembangunan dalam Puisi Rendra tidak sedang menjadi si Malin Kundang, dia hanya membongkar dan menelanjangi pelbagai ketimpangan dan keretakan dan ketegangan sosial yang sedang berlangsung dalam masyarakatnya, yang terutama disebabkan oleh praktek kekuasaan yang korup dan sewenang-wenang rezim Orde Baru. Maka sajak-sajak Rendra menjadi relevan, aktual, dan bersambut gayung dengan lingkungan yang melahirkannya. Saya yakin Rendra sangat sadar tatkala dia menulis: “Olah tapa seorang penyair di dalam masyarakat yang sedang membangun adalah mengolah ke-terangan dan kewaspadaan kesadarannya sementara ia duduk di tengah keramaian pasar.” Alih-alih memencilkan diri di ketinggian mercusuar yang tertutup, seorang penyair bagi Rendra justru lebih baik berada di keramaian pasar. Dia menyerap gerak dan dinamik di sekitarnya, merenungkan dan mengendapkannya, mengolahnya, lalu disentuh
RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
9
oleh ketajaman indra-indranya dan diterbangkan oleh imajinasinya. Ikhtiar lain yang ditempuh Rendra untuk mengembalikan sastra kepada masyarakatnya adalah dengan pelbagai pembacaan sajak yang dilakukannya. Apabila kita membaca laporan-laporan media sastra mulai tahun 1970an sampai 1990an maka akan kita ketahui bahwa tiaptiap kali Rendra menyelenggarakan pembacaan puisi, masyakarat selalu datang berbondongbondong bahkan ketika pertunjukan itu berbayar. Menurut pengakuan Rendra sendiri mereka yang datang itu kebanyakan berasal dari lapisan menengah bawah, mulai dari guru, pelayan toko, pemilik kios koran dan majalah, mahasiswa, para pelajar, sopir taksi, penjahit, pegawai kecil. Mereka merasakan denyut daya hidup dalam sajak-sajak Rendra, suara-suara lain yang selama ini dipendam atau ditekan dalam diri mereka. Maka momen pembacaan sajak menjadi semacam ritual massal yang membebaskan, penyadaran diri yang autentik. Itu seperti jeda sejenak untuk pembebasan, tarikan napas dalam yang menerbitkan kesadaran teramat terang. Sejenak Berkaca ke Nejahualcoyotl Untuk menyibak perspektif lain tentang keterbukaan
10
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
dan persenyawaan antara sastra dan masyarakat ada baiknya kita belajar kepada kasus Nejahualcoyotl, atau biasa disebut Neja. Neja adalah sebuah kota yang paling buruk dan bobrok di Meksiko. Angka kejahatannya sangat tinggi. Perjudian, kartelkartel narkoba, geng motor yang paling kejam dan geng-geng penculik yang paling menakutkan bersimaharajalela. Parahnya lagi, institusi kepolisian yang mestinya menjamin keamanan dan keadilan justru menjadi sarang korupsi dan pelbagai penyimpangan. Dalam keadaan demikian, pihak pemerintah menggunakan senjata yang aneh bin ajaib untuk menegakkan kembali wibawa kepolisian yang runtuh: sastra. Prakteknya begini: sekitar tahun 2006 kepala kepolisian Neja, Jorge Amador, yang didukung penuh walikotanya, Sanchez mengeluarkan kebijakan bahwa setiap bulan seluruh anggota kepolisian harus setor bacaan setidaknya satu buku. Bila setor bacaaanya macet atau tersendat maka akan menghambat kenaikan pangkat. Spektakuler! Adapun list buku-buku yang disarankan untuk dibaca ternyata tak main-main. Di antaranya termasuk karya klasik Miguel de Cervantes, Don Quixote de la Mancha, novel-novel Meksiko karya
RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
11
Juan Rulfo dan novella gotik Carlos Fuentes, Aura; tak ketinggalan esai-esai Octavio Paz tentang kebudayaan dan identitas Meksiko yang terhimpun dalam Labyrinth ofSolitude, juga One Hundred Years of Solitude karya Gabriel Garcia Marquez, The Little Prince karya Antoine de Saint-Exupery. Beberapa penulis yang direkomendasikan di antaranya Edgar Allan Poe, Agatha Christie, Arthur Conan Doyle dan penulis detektif Meksiko Paco Ignacio Taibo. Ada dua hambatan besar bagi para anggota polisi itu dalam memenuhi target bacaannya: waktu dan uang. Soal waktu diselesaikan dengan cara mengubah jumlah beban waktu kerja, dari yang semula 24 jam jaga yang diikuti dengan 24 jam libur menjadi 12 jam jaga untuk setiap 24 jam waktu bebas-tugas. Masa-masa bebas tugas ini dipergunakan mereka untuk mengikuti kelab baca. Sedangkan untuk mengatasi masalah finansial dalam membeli bukubuku, pemerintah dengan sigap menyediakan perpustakaan-perpustakaan kota yang lengkap. Ikhtiar lain yang dilakukan pemerintah adalah mendanai penerbitan buku-buku sastra yang bersangkutan dengan tema-tema kepolisian atau yang dianggap akan memperkaya kehidupan polisi secara umum, juga menyelenggarakan workshopworkshop dan kelab-kelab bacaan. 12
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
Di balik ihtiar besar itu bergelayut sebuah kepercayaan mendasar: bahwa sastra, dengan caranya yang tersendiri, bisa meningkatkan dan memperbaiki kualitas hidup seseorang, persepsinya, caranya bertutur, caranya berpikir dan mengolah rasa, kepekaannya. Kalau kita ikuti argumen kepala kepolisian Neja, Jorge Amador, maka sastra meningkatkan kualitas warga negara paling sedikit dalam tiga cara. Pertama,karya-karya sastra itu akan memperkaya kosa kata pembacanya. Ini sangat penting bagi polisi yang tugasnya mempersyaratkan kemampuan komunikasi yang fasih. Dia mesti bisa berbicara dengan lancar bahkan dengan para pelanggarn dan kriminal. Manakala kemampuan berbahasanya meningkat maka efisiensinya juga akan ikut meningkat. Kedua, memperkenankan kepada para polisi itu untuk mendapatkan pelbagai pengalaman batin dan dunia manusia yang puspa ragam. Ketiga, ada semacam keuntungan etis. “Mempertaruhkan hidup untuk keselamatan dan harta orang lain membutuhkan keyakinankeyakinan yang mendalam,” kata Jorge Amador. Sastra bisa memperkaya keyakinan-keyakinan mendalam tersebut dengan membiarkan pembaca menemukan kehidupan dengan komitmen yang sama.
RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
13
Dikatakan secara ringkas setidaknya ada tiga relung yang terlibat dalam pembacaan sebuah karya fiksi menurut Jorge Amador: bahasa, dunia, dan kemampuan berbela-rasa. Adakah tiga relung ini juga bekerja dengan baik manakala kita membaca ketiga puisi esai pemenang lomba puisi esai 2014 ini? Merentang Kemungkinan Puisi Esai Dari potensinya, puisi esai merentang kemungkinan untuk memecahkan kebuntuan dan keterpencilan kesusasteraan seperti yang dengan suram diwedar oleh Goenawan Mohammad di atas. Pertama, genre puisi esai yang cair mengundang partisipasi publik yang lebih luas. Tak harus penyair yang menulis puisi esai, ia juga bisa—dan memang sudah—ditulis oleh orang-orang dari pelbagai latar dan profesi mulai dari pengacara, guru, wartawan, pendeta, santri, tukang ketik, penjahit. Kenyataan bahwa tiap-tiap kali lomba puisi esai diselenggarakan jumlah naskah yang masuk tak pernah kurang dari 1000 naskah paling sedikit menunjukan tingginya partisipasi publik dalam menulis puisi esai. Kedua, berbeda dari yang diperdiksi Goenawan dan agak sejalan dengan yang diperjuangkan Rendra, puisi esai menangguk inspirasinya dari sumber-sumber
14
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
kultural masyarakat Indonesia sendiri. Kegelisahankegelisahan yang dihadirkannya, problem-problem dan pusaran tragedi yang dikuaknya, layar batin dan layar sosial yang dikembangkannya menunjukkan bahwa para penulis puisi esai bukanlah si Malin Kundang yang durhaka kepada rahim masyarakat yang melahirkannya melainkan orang-orang biasa yang mencoba mengolah keterangan dan kewaspadaan kesadarannya sementara ia duduk di tengah keriuhan pasar. Dengan begitu seorang penulis puisi esai agaknya bisa melakukan fungsi klasik sastrawan sebagai penjaga keseimbangan dalam masyarakat. Ketika terjadi kemacetan kesadaran, kemacetan daya cipta, dan kemacetan daya hidup dalam masyarakat maka seorang penulis puisi esai mesti terpanggil melakukan pembongkaran dan penyingkapan, penelaahan dan perenungan, menukik antara data dan imaji, ketajaman logikan dan kelenturan rasa, penyelidikan yang tekun dan penerbangan khayal edan-edanan. Dia bergerak bolak-balik antara kesadaran dan ketaksadaran, visi dan mimpi-mimpi, keheningan dan keriuhan, sunyi dan bunyi. Kodrat puisi esai memungkinkan itu.
RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
15
Selanjutnya tibalah kita untuk mendedah tiga puisi esai pemenang lomba puisi esai 2014 yang diselenggarakan Jurnal Sajak. Seraya membaca dan menggeledah puisi esai terpilih ini (ketiganya menyingkirkan hampir seribuan naskah puisi esai lainnya), sesekali saya tergoda mengujinya dengan tiga relung atau dimensi yang diharapkan hadir melampias—sebagaimana dibentangkan Jorge Amador di muka—saat seseorang membaca sebuah karya sastra sejati: yakni kesegaran bahasa, keanekaan dunia, dan keluasan bela-rasa. Thanatos dan Tiga Epifani Gelap Yang agak merisaukan adalah bahwa ketiga pemenang puisi-esai ini sama-sama mewedar peristiwa dan tragedi yang kelam dan menjirihkan. Membacanya membuat kita seakan-akan tersungkup pusaran kegelapan berlapis-lapis. Setiap kali selesai membaca satu puisi esai kita dibawa kepada apa yang disebut Karen Armstrong sebagai epifani gelap: momen penyingkapan atau pewahyuan yang terjadi manakala kita terbabar kepada suatu tragedi atau kejahatan kemanusiaan yang terjadi dan akan akan terjadi lagi kalau kita membiarkan atau mengabaikan penderitaan orang lain dan
16
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
penderitaan diri sendiri, termasuk penderitaan mush-musuh kita. Penderitaan yang mendera umat manusia manakala mereka mulai melupakan kepercayaan bahwa orang-orang lain itu—seperti halnya diri kita sendiri—sakral; ada sesuatu dalam diri mereka yang pantas mendapat penghormatan mutlak, bersifat misterius dan akan senantiasa tak tercerap oleh kita. Mungkinkah epifani gelap seperti didedahkan ketiga puisi esai itu adalah warkah bagi zaman kita? Alih-alih mengobarkan nyala semangat dan daya hidup yang kuat ketiga puisi esai ini justru malah mendenyarkan tragedi dan daya mati. Eros, yakni tendensi ke arah kosmos, hasrat untuk bertahan hidup, berkembang biak, dorongan seksual, dan dorongan-dorongan kreatif lainnya hampir tak terasa dalam ketiga puisi ini, yang mengentara dan merajalela justru Thanatos.Thanatos adalah dorongan terhadap kematian (death drive), penghancuran-diri dan kembali kepada zat mati. Istilah death drive ini mula-mula diusulkan oleh Sigmund Freud dalam karyanya yang terkenal Beyond the Pleasure Principle (1920), di situ dia menulis tentang oposisi antara ego atau death instincts dan
RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
17
yang seksual atau life instincts. Selanjutnya Freud menyatakan bahwa death instincts ini merupakan suatu dorongan yang menggamit kehidupan organik kepada kondisi atau keadaan yang tak bernyawa. Belakangan death drive ini disebut oleh pengikut Freud Wilhelm Stekel, dan kemudian juga oleh sosiolog Herbert Marcus sebagai Thanatos. Thanatossering digambarkan seperti momen saat seseorang mendaki merangkaki ujung dari ngarai yang tertinggi, atau mendaki sebuah tangga yang sangat tinggi, di mana tak ada apa pun yang bisa dijadikan pegangan. Anda gemetar sendirian di puncak ketinggian, dan dalam sekejapan, manakala anda menatap sekilas ke bawah, tidakkah anda merasakan—seakan-akan untuk pertama kalinya dan dengan tiba-tiba— hawa kematian menyergap anda? Thanatos juga bisa kita rasakan saat kita berkendara kencang tanpa kendali, atau bercinta dengan pelbagai jenis perempuan, atau melakukan olahraga ekstrim. Pendek kata: dalam setiap tindakan yang menuju kepada khaos. Dalam mitologi Yunani,Thanatos adalah setan kematian. Menurut penyair Hesoid dorongan kematian Thanatos adalah anak dari Nyx (malam)
18
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
dan Erebos (kegelapan), dan merupakan saudara kembarnya, Hypnos (tidur). Konsep tentang tidur yang dikelindankan dan dipersandingkan dengan kematian ini bukanlah sesuatu yang tak galib. Seperti Hamlet yang pernah bergumam kepada bayangannya sendiri: “To die, to sleep; To sleep, perchance to dream. ”Thanatos acapkali pula diasosiasikan dengan hukuman, penyimpangan dan penderitaan.Thanatos tak semata-mata menjelma setan kematian, dia juga pembimbing menuju kematian, yang menggamit manusia menuju Hades. Konsepsi Thanatos yang semacam inilah yang ribuan tahun kemudian mengilhami pemikir seperti Freud, Marcus dan lain-lain. Matinya Masyarakat Puisi esai bertajuk “Riwayat Aiyub Syahkubat dan Kami yang Menuhankan Diri” yang menduduki singgasana pertama menggebyar tragedi yang terjadi tatkala akal sehat masyarakat mati. Diilhami oleh kisah nyata pembakaran Syaikh Aiyub Syahkubat yang dituding menyebarkan ajaran sesat, puisi esai ini dengan tajam mengilaskan sepatah kata yang hanya ada dalam khazanah bahasa Indonesia (berasal dari bahasa Jawa) dan tak ditemukan padanannya di dalam bahasa apa pun: amok atau amuk. Mula-mula
RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
19
amok ditengarai sebagai gejala gangguan mental yang dialami seseorang, yang dalam masyarakat tradisional dianggap terasuki oleh hantu belian, yakni roh harimau jahat yang menyurup ke dalam tubuh seseorang dan membuatnya melakukan perbuatan-perbuatan sadis dan mengerikan. Sebuah peristiwa disebut amok apabila ada seorang lelaki yang semula terlihat baik-baik saja dan santun, tiba-tiba menghunus belati atau pedang atau senjata lainnya lalu menyerang membabi buta dan menyerbu ke dalam sebuah kerumunan.Pada 1849, amok secara resmi diklasifikasikan sebagai kondisi psikiatrik. Selanjutnya Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV TR) membagi amok ke dalam dua kategori: Pertama, Beramok, diasosiasikan dengan depresi dan kesedihan yang disebabkan kehilangan, semisal kehilangan suami atau istri, kehilangan kekuasaan, pekerjaan, uang, jabatan dan sebagainya. Dengan perkataan lainberamok adalah gangguan mental yang ditimbulkan oleh kondisi depresi mendalam atau gangguan-gangguan kejiwaan lainnya. Yang kedua adalah amok, dipercaya melampias dari kemarahan, kebencian, atau balas dendam terhadap individu,
20
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
atau masyarakat, atau objek tertentu karena pelbagai alasan. Amok acap diasosiasikan dengan gejala psikosis, personality disorder, bipolar disorder, dan delusidelusi. Dalam puisi esai “Riwayat Aiyub Syahkubat dan Kami yang Menuhankan Diri” amok itu ditandai dengan kekerasan massa yang beringas terhadap individu yang dianggap liyan, atau semacam domba yang hilang, yang menyebal dari kawanan. Bahasanya kuat dan plastis, penghadiran lanskap dan suasananya ringkas tapi kena. Kalimatnya pendek-pendek tapi jernih, metaforanya sederhana tapi saling menunjang dan bersusun-susun dengan efektif membentuk sebentang kejadian atau cukilan alam, pergerakan panorama atau mata pusaran peristiwa. Bait pertamanya saja sudah mampu mengguggah dan menyeret kita masuk: Lihatlah olehmu untuk yang terakhir kali langit Peulimbang pada Jumat malam yang kelam sepi. Nun di Jambo Dalam di balik diam pondok mengaji, lampu-lampu bohlam hidup malas serupa jalar kelam: pelan, culas, dan diam. Angin kampung yang lasak begitu cepat menghembuskan kabar tak rancak ke pacak rumahmu. Dan kau menunggu
RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
21
segerombolan orang marah seperti seorang Ayah melepas lelah setelah bekerja berminggu-minggu. Yang juga menarik dari puisi esai ini adalah pergantian yang cermat—dan cerdas dan jeli— antara aku, kau, kalian, kita dan kami: Wahai orang-orang yang berkerumun. Bukankah hanya Tuhanmu saja yang berhak atas segala hukum menghukum? Atas air, api, angin, tanah, atas tubuh, nyawa, darah, atas segala luka dan nanah. Hanya Ia pemiliknya, Ia yang tahu semestinya harus bagaimana. Apakah kita hendak menggantikan Tuhan yang maha suci dengan kehendak seolah suci? Kau telah mencoba menghakimi padahal Ia sebaik-baik hakim pada Aiyub serta diri kita yang tak juga suci ini. … Wahai pemarah yang kalap. Mestinya kami beri peta yang tepat pada tiap mereka yang sesat dalam perjalanan mencariTuhan dan agama yang benar.
22
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
Mestinya kami beri pelita jika malamnya buta dan bila tatapnya terhalang jelaga kelam rimba ilmunya. Tapi kami adalah segumpal amarah yang memerah, yang ingin membakar, yang ingin menumpas. Kami adalah sehimpun kesal yang menjadi muasal segenap pasal Seandainya tidak terjadi peralihan-peralihan itu maka saya kira puisi esai ini bisa tergelincir menjadi penghakiman tersendiri kepada massa pembakar Syaikh Aiyub. Bagaimana pun yang terjadi, apabila sebuah kasrya sastra sudah menjadi penghakim maka dia mati sebagai sastra, berubah menjadi khotbah yang menjemukan. Dengan terjadinya peralihan dan pergantian (yang hampir-hampir tak terasa saking halusnya si penulis menjahit dan mengelindankannya) itu maka si aku ikut bertanggung jawab—meski sendirinya tidak terlibat langsung menjadi pelaku—atas ketelengesan itu. Kau adalah aku adalah kalian adalah kita adalah kami: itulah masyarakat. Ketika masyarakat mati kau, aku, kalian, kita dan kami juga ikut terkubur bersamanya. RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
23
Hanya ada satu tantangan yang tak tergarap dan tak terjawab dengan sangat baik dalam puisi esai ini— meski tak bisa dikatakan gagal total—: penokohan atau karakter. Dari kemungkinan dan potensinya puisi esai sebetulnya meyediakan kanvas yang luas lapang untuk terbentuknya karakter yang menarik dan hidup, tokoh yang berdarah daging, yang tercandra penuh seluruh ihwal kedukaannya, kengungunannya, kegembiraannya, luka liku perasaaan dan pergumulan batinnya. Dengan kata lain: puisi esai menuntut hadirnya apa yang suatu ketika pernah disebut Goenawan Mohammad sebagai tebal tokoh. Agak disayangkan bahwa dalam puisi esai “Riwayat Aiyub Syahkubat dan Kita yang menuhankan Diri” tokoh itu hanya dipotret dari luar, karakter itu—meskipun pelukisannya bagus, gambarannya menyentuh—hanya menyeruak permukaannya saja. Si penulis tak bergerak menerobos—atau menyelam—ke kedalaman si tokoh. Alhasil, kita tak mendapati pergumulan batin yang mendalam dan menggugah, warna-warni emosi dan pergerakannya, ceruk-ceruk perasaan dan transformasinya, getarannya atau kebimbangannya atau kekecewaannya atau delusi-delusinya. Seperti
24
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
yang sudah saya utarakan di muka: yang kita dapati hanyalah potret permukaan yang masih agak datar lantaran diambil dari luar. Jarang sekali kita menemu pelukisan emosi-emosi yang langsung dan kongkrit, yang lebih mengemuka justru penggambaran suasana-suasana yang terlalu umum, atau kalimatkalimat yang—walaupun bernada self criticism dan terkadang bijak—sering terlampau abstrak dan mengambang. Matinya Individu Puisi esai bertajuk “Kisah Derwis, Dewana, di Bali” yang duduk di singgasana kedua, mengumandangkan semacam matinya individu. Dengan muram puisi-esai ini mendedah penyakit psiko-mental di mana seseorang kecanduan untuk mengulang kenikmatan senggama yang pernah dirasakannya dengan kekasihnya yang kini sudah meninggal dunia. Kehidupan lelaki ini selanjutnya hanya berupa pencarian yang sia-sia, lantaran sejak awal sudah terang bahwa yang dia cari sama sekali sudah tak ada lagi. Adakah ini metafora bagi kejatuhan manusia yang kedua?
RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
25
Firdaus sudah hilang, tapi Adam kita ini senantiasa diselubungi kelam kabut melankoli sehingga tak menyadari bahwa yang dihasratkannya tak akan terpenuhi. Yang dia lakukan kemudian adalah menjalani hidup yang tak autentik dengan melakukan sanggama bersama para perempuan yang dia bayangkan sama dengan kekasihnya yang dulu (kesamaan itu dimarkai dengan tujuh belas helai uban di rambutnya). Alhasil, alih-alih beroleh kenikmatan yang didambanya, si Adam ini malah merasakan dorongan kematian atau Thanatos yang bergeletar dan meluluh lantakkan: dan aku merasa kamu itu meradang, tapi selalu kuingatkan--jangan cemburu. aku lagi mencari kematian ketika berkelejat-kelejat--kejang saat dipenuhi ruap keringat serta arus balik sperma. --di titik kilas itu kita bersua.dan mengingatmu mengekalkan semua kenang, meski selalu (akan) membuat aku merana--tak jenak makan dan tidur tapi tidak melakukan apa-apa pun membuat lebih tersiksa, meski melakukan apa-apa pun membuat ruh ngungun karena tubuhku tidak luluh. meleleh.
26
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
seperti ikarus coba lolos dengan membubung dari labirin cinta, terhempas ke titik awal penciptaan-di mana aku bisa menandai: kamu perlahan terlahir lagi. tetap gadis bermata coklat berambut brunette--dari bonn ”tuhan, kenapa kami dipisahkan dalam kutukan merindu--seperti adam-hawa diusir dari surga?” Pada bait lain Thanatos itu terasa kian intens: tuhan, jika Kau memang maha pengasih: cepat bunuh aku--sebelum jadi maniak suka mencekik perempuan karena saat rambutnya dipiak, berkali-kali, tak punya tujuh belas helai uban. tuhan jika kau memang maha pengampun: apa harus menguntit, membantai, serta membunuh si sembarang perempuan. lantas ditembak mati oleh polisi? bukankah bunuh macam itu terlarang Dalam membabar death drive yang bergebalau di layar jiwa si aku-lirik penulis puisi-esai ini juga mendukungnya dengan menghadirkan suasana-
RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
27
suasana, lanskap-lanskap, gerak alam atau bendabenda atau panorama yang digelayuti kesuraman dan monotoni yang menjemukan, seperti misalnya tergambar dalam pembayangan berikut ini: di sepanjang malam--mungkin dari malam sebelumnya --atau sejak awal bumi dicipta: angin kemarau itu perlahan menyentil luruh ke tanah daun ketapang mau garing; sedang fajar pelan melaburnya dengan kabut karena pasrahnya terbaring di rumput itu membuat utuh lagi, oleh reinkarnasi, dalam ujud semula dingin sempurna membuat embun bergerak, perlahan, mendorong malam agar beringsut menuju pagi, menuju perbatasan bercirikan seleret warna tembaga, yang samar merona di tengah jelaga pekat langit timur. Dengan demikian maka dalam puisi esai ini alam batin saling memantulkan dengan alam lahir, gebalau dalam ceruk-ceruk jiwa bersipongang dengan jelaga pekat di angkasa. Kita pun terseret ke dalam kemuramannya, pergumulannya yang tak kunjung usai, dilemma-dilemanya. Dalam pengalaman saya membaca puisi-esai, inilah salah
28
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
satu puisi-esai yang paling koheren komposisinya, paling padat dan kompak-padu isinya, paling membetot suasananya. Akan tetapi, salah satu anasir yang paling kuat dalam puisi-esai ini adalah juga—sayangnya— yang menjadi titik lemahnya, yakni bahasa. Bahasa yang bernas dan melodius dalam puisi-esai ini seringkali terkotori oleh banjir bandang kata-kata aneh dan kenes yang kemungkinannya menyembur begitu saja dari benak si penulis yang kehilangan kendali diri. Saya ambil contoh: --kini terpikir: kenapa kalian tidak mengirim coklat, supaya si pemakaman itu lebih mirip pestavalentine’s day?atau ulang tahun kawin dengan setelah menyumbang cerita dan bahak semua tamu pamit--agar kita bebas mensialin orgasme di kelindan syaraf, membentuk tenun yang kelak disebut anak? yang tak diinginkan itu? … lantas apa harus ganti hotel, agar lepas sayap serta tersihempas seperti ikarus? anak daedalus merontokkan sayap dari lantai dua puluh, remuk terhempas. setahun menunggu si fundamentalis mesiledakkan hotel
RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
29
Apa(sih) arti kata mensialin, tersihempas, mensiledakkan, dan segerobak kata-kata kenes lainnya itu? Hemat saya, kemunculannya tak menyumbang apa-apa, tak berarti apa-apa, malahan mencemari teks yang sudah tersusun kompakpadu itu. Ada kegenitan di situ, tapi kegenitan yang mengganggu. Ada hasrat untuk menjadikan teks ini kenes, tapi kekenesan itu justru merusak kerapihan komposisinya, iramanya, nadanya, dan yang paling parah: maknanya. Seandainya si penulis bisa lebih mengekang diri dalam mewedar kepiawaiannya berbahasa, maka puisi esai ini akan menjadi salah satu puisi esai terindah yang pernah dibuat sejauh ini. Hilangnya kendali diri si penulis juga terjadi di ranah lain, dengan cara lain: yakni terlalu seringnya si penulis masuk mencampuri karakter atau akulirik (atau dalam puisi esai ini Adam-lirik) nya. Si aku-lirik tidak dibiarkan lepas bebas dan tak terusik, berbicara secara langsung tanpa tedeng alingaling kepada pembaca, telanjang dan apa adanya. Tidak. Yang acap kita dapati adalah merasuk dan menyarunya si penulis ke dalam suara-suara si aku lirik, sehingga di beberapa bagian di mana suara si penulis terlalu dominan kita pun mendapati kalimat-
30
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
kalimat yang janggal, terkesan diberat-beratkan dan ruwet dan abstrak dan bergaya intelek, gagah dan berwibawa, tapi (sama sekali) tak meyakinkan. dari keremangan berarus deras dengan semua ikan berseliwer mempertontonkan pergaulan dengan air dalam dan cekungan palung--satu dunia dengan pola hidup berdimensi lain. Asing … tapi semua itu terlatih terkontrol sehingga segera mereda. kini aku harus mulai berjemur di pantai, sampai dehidrasi. kerontang seperti cicak di celah lemari. dituntaskan sengatan tropika sambil mengenang yang berasal dari bonn Kalau saja si penulis bisa lebih mengekang diri, untuk undur sejenak dan tidak unjuk gigi, tidak berpose secara mubazir dan berlebihan, untuk membiarkan karakternya membukakan dirinya secara penuh seluruh dan tulus maka si aku-lirik akan tampil lebih mengharu-biru, lebih membetot kita dengan kegelisahannya, duka-caritanya, rindu dendamnya.
RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
31
Matinya Politik (atau Demokrasi) Puisi esai bertajuk “Penjual Biografi Penyair Pelo” yang bertahta di singgasana ketiga, menyeruakkan kematian politik. Yang menjadi kelemahan puisi esai juara pertama justru menjadi kelebihan puisi esai ini. Kita menemu pelukisan karakter yang nyaris utuh dan mengasyikan (sekaligus menyebalkan), dengan disokong oleh latar biografis yang rinci, latar sosial dan kejiwaan yang meyakinkan, dengan persenyawaan antara suasana dalam dan suasana luar yang bertaut berjalinan. Asyik dan ringan sekali si penulis membabar transformasi dan evolusi seorang individu yang mula-mula muncul sebagai aktivis mahasiswa yang yakin dan idealis lalu seiring waktu dan bertambahnya godaan uang dan kekuasaan berubah menjadi sosok yang oportunis, culas, dan tak tahu malu. Pekerjaan dia sekarang adalah menjadikan biografi penyair pelo (Wiji Tukul) yang merupakan korban penculikan semasa huru-hara rezim Orde Baru sebagai komoditas politik demi meraih keuntungan pribadi: Dulu aku tak pernah terbayang menjadi penjual biografi Sebagai mahasiswa lugu
32
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
aku terkesima ada kampung dibanjiri begitu saja di Kedung Ombo Aku kaget mendengar petani ditembak di Nipah Jantungku mau copot melihat buruh digebuki di Medan Aku turun ke jalan menuntut keadilan Aku idealis, kan? … Keluar penjara bagai mahasiswa abadi diwisuda Ditahbiskan menjadi pejuang sejati Menabalkan diri sebagai generasi pelopor Semua itu bisa digunakan untuk melamar pekerjaan sebagai wakil rakyat konsultan politik mendirikan organisasi nirlaba atas nama orang hilang masuk menjadi staf khusus atau komisaris perusahaan negara Tapi tak semua sukses Ada yang harus puas menjadi pelayan anggota dewan Atau kerja serabutan menjadi tim sukses sesuai pesanan
RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
33
Sekarang aku tinggal menikmati hasil revolusi Jangan kau iri lantas melabeliku makelar politik Jangan pula kau sebut aku markus Aku juga bukan broker seperti yang kau kira Tolong kau ingat! Aku hanya menjual biografi kawanku sendiri, Penyair Pelo Saya suka bahasa puisi esai ini: lugas, langsung, dengan semacam perpaduan yang laras antara separuh ironi dan separuh main-main. Kalimatkalimatnya ekspresif, pedas, tajam, asam, asin, kadang bikin gemas dan bikin gregetan. Lentur dan plastis sekali caranya menggambarkan lanskap dan menghadirkan suasana. Manusia dan alam dan benda-benda hadir berjejalan, peristiwanya pepat dan padat, bertumpuk-tumpuk dengan metafor-metafor yang dipungut dari lingkungan yang karib dengan figur-figur atau panorama yang sedang dilukiskannya sehingga terasa pas dan jitu. Musik, irama, nada, rima pun terkadang sekonyongkonyong hadir tanpa rencana. Puisi esai ini juga sangat visual, sehingga dalam beberapa bagian terbaiknya adegan-adegan yang dibabar dalam puisi esai ini laksana menayang langsung di hadapan benak serta mata kita. Kepiawaiannya yang seperti
34
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
ini sedikit mengingatkan kita kepada sajak-sajak sosial terbaik dari penyair Taufik Ismail, misalnya sajak bertajuk “Sajak Anak Muda Menyebrang Jalan.” Saya nukil sedikit bagian dari puisi esai “Penjual Biografi Penyair Pelo” itu yang mengilustrasikan apa yang saya katakan: Di kampung itu penarik becak memapah hidup Wajah muram hilir mudik memenuhi dinding kusam Lelaki tua memangku nasib di depan pintu matanya mengantuk lehernyateklak tekluk Perempuan tertekuk punggungnya memanggul derita menuju jalan raya, pakaiannya sudah tua dimakan usia sobek persis di pantatnya Anak-anak saling jegal berebut layangan suaranya berisik Seekor anjing pincang mengekor Bayi menangis lupa diteteki berak di celana Kere tergelepar di pos ronda menggaruki kutu di selangkanganya Akan tetapi, dalam puisi esai ini pun kekuatannya sekaligus juga adalah kelemahannya. Maksud RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
35
saya: kelugasannya, kelangsungan ekspresinya terkadang kebablasan dan lepas kendali. Mainmainnya menjadi lebih dominan ketimbang ironinya. Maka, jika sudah begitu, kita terkadang mendapati potongan adegan atau bersitan peristiwa yang memualkan dan menjijikan yang menjadi mubazir dan sia-sia lantaran hadir atau dihadirkan tidak untuk menajamkan makna atau menunjang menguatkan jahitan puitika melainkan sematamata demi adegan memualkan itu sendiri. Seperti misalnya dalam bait-bait ini: Sambil berak aku nonton debat di kamar mandi aku sediakan telepisi kalau ada berita sampah tinggal kucemplungkan bersama tai … Esok harinya sambil berak kubaca koran komentar tentang debat semalam berseliweran adu argumentasi dan pledoi mencari benar agar menang Mengapa Epifani Gelap? Sekali lagi, mengapa gerangan tiga puisi esai pemenang ini seluruhnya menghadirkan epifani gelap?
36
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
Saya menduga—dan juga merasakannya sendiri— seusai membaca tiga puisi esai ini, Pertama, dengan epifani gelap kita mendapatkan bayangan cermin terbalik yang memberi peringatan keras bahwa kalau kita sebagai individu dan masyarakat dan warga negara tak segera melakukan perubahan wajah dan transformasi yang masif menjadi lebih beradab maka yang akan terjadi adalah kehancuran total atau apokalipse. Kedua, dengan pewahyuan gelap kita dituntut untuk melakukan Kenosis, atau pengosongan jiwa, pengosongan dari negativitas, kebencian, amarah dan angkara, dan bersiap menyambut diri yang baru yang penuh kewaspadaan dan cinta, kebijaksanaan dan akal sehat yang tajam. Ketiga, saya teringat kepada tokoh Emily dalam novel Ian McEwan Atonement. Suatu ketika Emily duduk merenung-renung di dekat nyala cahaya, dan dia menyaksikan ngengat-ngengat yang terpikat dan berhimpun berkisar-kisar di seputar cahaya api itu. Tiba-tiba dia terkenang kepada seseorang yang pernah mengatakan kepadanya bahwa adalah kesan visual dari kegelapan yang lebih mendalam di balik nyala api itu yang membuat ngengat-ngengat tertarik berkerumun ke arahnya. Meskipun ngengatngengat itu mungkin mati dilalap api, mereka mesti patuh kepada insting itu yang membuat mereka
RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
37
mencari-cari tempat paling gelap, di sisi lain cahaya… Bidang-bidang gelap adalah bagian lain dari cahaya, juga kedengkian, angkara, kejahatan, merupakan sisi lain dari kehidupan di bumi manusia. Kita merangkulnya dan memasukinya justru untuk menerobos dan menjebolnya, dan melampauinya demi mengalami ekstasis, yakni melangkahke luar darinya. Di seberang kegelapan ada pantai cahaya yang berkilauan, ke sanalah kita menuju. Sebuah Perumpamaan tentang Cahaya dan Bayangan Di penghujung pembicaraan ini saya ingin meminjam perumpamaan Giacomo Leopardi tentang permainan dan kontras antara anasir ruang, aneka ragam cahaya dan dan bayangan dalam karyanya bertajuk Zibaldone. Bayangkan pemandangan matahari dan rembulan dalam sebentang lanskap maha luas, ketika langit melengkung biru jernih.T ak ada setitik pun awan di cakrawala. Maka kita, si pelihat, akan merasakan semacam sensasi kekosongan, keluasan, ketakterbatasan. Seluruh indra-indra dan pikiran kita ikut meluas ke pelbagai arah. Terasa kedalaman,
38
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
kemurnian, dan bahkan mungkin kesucian. Akan tetapi, puisi esai tak memberikan sensasi semacam ini. Atau bayangkan pemandangan langit yang digayuti gumpalan mega-mega kecil di sana sini, di mana cahaya matahari atau sinar rembulan menerobos lembut di celah-celahnya dan menghasilkan efek yang bervariasi, berbeda-beda, tak biasa. Namun, gambaran puisi esai juga tak tepat seperti ini. Hemat saya, puisi esai lebih seperti gambaran Leopardi tentang cahaya yang terlihat di kotakota, di mana cahaya itu berpotongan serta bersilangan dengan bayang-bayang, di mana di beberapa tempat kegelapan tampak kontras dengan cahaya, di mana di beberapa bagian cahaya itu perlahan-lahan meredup, meredup, jauh, seperti di puncak-puncak atap, di mana sejumlah tempattempat terpencil menyembunyikan tubuhnya yang gemerlapan dari jangkauan pandang. Terhadap kontras dan keanekaan yang menggoda ini kita bisa menambahkan variasi, ketidakpastian, keremangan dan ambiguitas. Lebih kurang itulah perumpamaan yang diproyeksikan dan disugestikan ketiga puisi esai pemenang ini. Tak sepenuhnya berhasil, tapi
RIWAYAT A I YUB S YA HK UBAT
39
cukup untuk membuat kita berhenti sejenak, menarik napas dalam, dan di celah-celah jatuhnya kegelapan serta bayangan, menangkap cahaya kesadaran yang terang-benderang.
Yogyakarta, Rumpun Ariadinatan, Maret 2015
40
R I WAYAT A I Y UB SYAHKUB AT
Pemenang 1
Riwayat Aiyub Syahkubat dan Kami yang Menuhankan Diri Nazar Sh ah Al a m
RIWAYAT AIYUB SYAHKUBAT DAN KAMI YANG MENUHANKAN DIRI /1/ Lihatlah olehmu untuk yang terakhir kali langit Peulimbang pada Jumat malam yang kelam sepi1. Nun di Jambo Dalam di balik diam pondok mengaji, lampu-lampu bohlam hidup malas serupa jalar kelam: pelan, culas, dan diam. Angin kampung yang lasak begitu cepat menghembuskan kabar tak rancak ke pacak rumahmu. Dan kau menunggu segerombolan orang marah seperti seorang Ayah melepas lelah setelah bekerja berminggu-minggu. Bangku kayu depan rumahmu dan lampu di atasnya pelan-pelan meredup. Kau berdiri menyibakkan kaki. Di tanganmu, kematian telah menunggu. Di balik punggungmu, orang-orang bersetia memegang besi kursani, menggengam pedang dan dendam yang tak terkendali. Pada tanggal 16/11/2012 terjadi penyerangan terhadap Teungku Aiyub Syahkubat dan pengikutnya di Desa Jambo Dalam, Kecamatan Peulimbang, Kabupaten Bireuen akibat tuduhan penyebaran ajaran sesat. Ketika insiden terjadi, lampu di rumah Teungku Aiyub Syahkubat sengaja dimatikan. Sumber: http://www.tribunnews.com/regional/2012/11/17/tewas-tengku-ayub-dituduh-ajarkan-aliran-sesat 1
R I WAYAT AIYUB SYAHKUB AT DAN KAMI YANG MEN UHA N K A N D I R I
43
Aiyub Syahkubat, hei engkau, si tuan tempat. Guru mengaji yang dituduh sesat. Menunggu kematian bergelayut di pintu rumahmu,di balai tempat kau bagi dangkal ilmumu. Lihatlah, orang-orang dekat dengan cekat bersiap hendak mencegat amuk murka masyarakat. Kau akan menemukan kelam langit mengabarkan duka sebentar lagi. Dan api-api yang disulut entah siapa akan berkobar di sini.2 /2/ Mestinya kamu patuhi perjanjian Maret 2011 silam3 Sebuah nota yang kita terima di hadapan para imam yang kamu tandatangani dan kita semua telah setujui. Mestinya kau hentikan perihal kaji mengaji. Oh, Aiyub yang tua telah lupa pada segala kelemahannya. Kau ragu najis melekat di pasir dan batu pembangun masjid, sehingga jamaahmu tidak kau izinkan ke sana. Kau tidak kabarkan segala sesuatu seolah begitu paham pada duduk perkaranya. Puluhan murid Teungku Aiyub Syahkubat sudah menunggu dengan senjata tajam, bersiap menghadang warga yang mengamuk. 3 Teungku Aiyub Syahkubat sudah pernah diperingatkan oleh ulama dan tokoh masyarakat setempat agar menghentikan pengajiannya, namun beliau tidak mengindahkan hal tersebut. Sumber: http://www.tribunnews.com/regional/2012/11/17/ tewas-tengku-ayub-dituduh-ajarkan-aliran-sesat 2
44
NAZAR SHAH ALAM
Apakah kau lupa dengan apa dibangun Kakbah? Jika batu dan pasir sucinya kau pertanyakan? Apakah kau ragu, Aiyub, pada kesucian Kakbah dan Masjidil Haram yang suci menurut Tuhan?4 Orang-orang yang meragukanmu, Aiyub adalah mereka yang ingin kau kembali pada jalan benar sang pemilik maut. Mereka mengajakmu pulang ke binar yang benar. Aduhai, lelaki malang. Semestinya kau pulang. Mestinya kau pulang.
/3/ Wahai orang-orang yang berkerumun. Bukankah hanya Tuhanmu saja yang berhak atas segala hukum menghukum? Atas air, api, angin, tanah, atas tubuh, nyawa, darah, atas segala luka dan nanah. Hanya Ia pemiliknya, Ia yang tahu semestinya harus bagaimana. Apakah kita hendak menggantikan Tuhan yang maha suci dengan kehendak seolah suci? Allah telah menjadikan Kakbah, rumah suci itu sebagai pusat peribadatan... (QS. Al Maidah 97). 4
R I WAYAT AIYUB SYAHKUB AT DAN KAMI YANG MEN UHA N K A N D I R I
45
Kau telah mencoba menghakimi padahal Ia sebaikbaik hakim pada Aiyub serta diri kita yang tak juga suci ini. Oh, bagaimana bisa kita lemparkan tubuh manusia ke kobar api. Tidakkah kau rasakan jika itu menimpa puakmu sendiri? Bagaimana jeranya tubuh dilalap api. Kita lupa siapa yang berhak membakar pendosa. Bukan kau, bukan kita. Kelak Tuhan akan melemparkan tubuh-tubuh nista siapa saja ke dalam kobar api sebab kekafirannya. Sebab kesalahan yang ia tidak pernah memohon ampunan-Nya. Kelak, Tuhan yang perkasa akan menunjukkan pada kita siapa yang berhak dilarung ke neraka sehingga terkelupas kulit-kulitnya.5 Wahai pemarah yang kalap. Mestinya kami beri peta yang tepat pada tiap mereka yang sesat dalam perjalanan mencari Tuhan dan agama yang benar. Mestinya kami beri pelita jika malamnya buta dan bila tatapnya terhalang jelaga kelam rimba ilmunya. 5
46
QS. An Nisaa’ 56
NAZAR SHAH ALAM
Tapi kami adalah segumpal amarah yang memerah, yang ingin membakar, yang ingin menumpas. Kami adalah sehimpun kesal yang menjadi muasal segenap pasal. Aiyub lupa arah tuju dan alpa jalan pulang, kita lelah memberi tahu dan memang tidak sabar. Oh, bangsa sisa perang. Kita telah dididiktak takut kematian, tak takut darah. Tapi tidak diajarkan sesuka arah. Bila inginmu dia menuju rumah yang sama jika kita berada dalam rumah yang tepat seperti Tuhan pinta— apakah api adalah jawaban yang pantas untuk menyelesaikan bejat durjana? /3/ Lihatlah olehmu, wahai orang-orang beramarah, untuk yang terakhir kali langit Peulimbang pada suatu Jumat malam yang kalap memerah. Nun di Jambo Dalam tersimpan satu kenangan di balik diam pondok mengaji, lampu-lampu bohlam hidup malas serupa jalar kelam: pelan, culas, dan diam. Bayangkan Aiyub. Bayangkan Aiyub sedang duduk menikmati segelas kopi sembari melihat masa tuanya beranjak pelan-pelan di mata anak dan istri.
R I WAYAT AIYUB SYAHKUB AT DAN KAMI YANG MEN UHA N K A N D I R I
47
Dan kau datang bergerombolan dengan amarah seperti kanak-kanak yang tak dituruti kemauannya setelah meraung berminggu-minggu, siang dan malam. Seperti seorang bocah dihilangkan mainan. Di tanganmu, kematian menyala-nyala meminta kau lepaskan. Jika kau suci, mengapa kau biarkan tanganmu kotor oleh nyawa manusia? Polisi-polisi di sampingmu, kawanku, adalah mereka yang juga tak berani. Mereka hukum Aiyub Syahkubat tapi tidak mengamankannya. Dia biarkan kita melempar badannya ke api, begitu saja. Begitu saja dan selesai tanpa ada hukum karma. Mestinya mereka menangkap kita atas kejahatan yang telah kita lakukan malam ini, bukan? Tapi mereka yang di sana adalah beberapa pengecut yang takut pada amuk parang. Senjata di tangannya hanyalah hiasan dan memiliki hanya satu pelor yang dikhususkan untuk kaki sang teungku sesat. Kita meloncat-loncat. Hukum tidak bertindak dengan benar sebab alasan-alasan samar. Kita girang. Bersenang-senang. Sedang polisi terlihat seperti berpura-pura gamang.6 Teungku Aiyub ditembak kakinya oleh polisi. Ironisnya, ketika warga melempar tubuh Teungku Aiyub ke api yang menyala, polisi tidak bertindak apa-apa. Sumber: http://www. acehkita.com/berita/polisi-penembakan-teungku-aiyun-sesuai-prosedur/ 6
48
NAZAR SHAH ALAM
/4/ Orang-orang berlari menuju malamnya. Semakin jauh. Semakin malam. Semakin mencekam. Sementara di belakang mereka sulur api seperti dirasuki setan. Kita bertemu dalam hantam kayu batu, dalam adu besi kursani, dalam hantam pedang dan dendam. Seperti dikehendaki setan-setan. Seperti dikehendaki amarah tak bertuan. Di langit, malaikat menutup wajah mereka. Dan di bawahnya, iblis-iblis tertawa. 7 Di kampung, pekik luka dan raung nestapa membahana. Di gunung, dengung terdengar begitu saja. Di laut, ombak menyamarkan tarung. Di kota yang bising, surat kabar menyampaikan bau pesing dalam kata-kata yang tak ingin dibaca ulang. Oh, orang-orang yang menjaga api di dendam matanya. Bayangkan bagaimana takutnya orang-orang yang diam di rumah. Anak istri Aiyub Syahkubat dan perempuan-perempuan kalut. Iblis telah berjanji akan menggoda manusia dan membuat dunia kacau dengan berbagai tipu daya. Sumber. http://islam-ktpe.blogspot.com/2011/12/perjanjian-iblis-dan-allah-swt. html 7
R I WAYAT AIYUB SYAHKUB AT DAN KAMI YANG MEN UHA N K A N D I R I
49
Kau telah menjadi tiran bagi kaummu sendiri. Mengapa tidak kau lindungi mereka si orang-orang nyeri? Mengapa kau harus menunggu polisi-polisi Tak ada semangat, tak buru-buru membawa lari mereka ke tempat yang tenang dari amukmu? Sebentar saja kita mencoba menjadi Tuhan yang berhak atas hukuman demi hukuman. Malam celaka dan tubuh-tubuh lata telah sirna seperti kita kehendaki, seolah kita makhluk maha benar dan kita pulalah pencipta semesta yang mereka huni sekarang. Dan bagaimana bisa kau nikmati bau daging manusia merebak di kampungmu? Bau tubuh lelaki lata yang telah luka kakinya dan tak berdaya lalu kau buang begitu saja dalam kobar api nyala. Bagaimana bisa kita menikmati itu semua? /5/ Kita harus pulang ke rumah-rumah sunyi setelah badan Ayub dikelupas api. Sementara harus pula kita kembali mengulang memelajari ayat-ayat Tuhan di kitab suci yang terlalu lama berdebu di laci atau rak atau lemari. Memahami berulang-ulang kali sampai kita menemukan satu ayat saja di mana Tuhan mengizinkan kau atau aku menghukum semena-
50
NAZAR SHAH ALAM
mena manusia yang (sekali pun) telah salah jalan cari? Adakah kita telah mengerti bagaimana keinginan Tuhan dalam ibadah-ibadah yang telah kita taati? Apakah ibadah kita telah benar diterima dalam peluk Dzat pencipta hidup dan pemberi mati? Wahai, orang-orang memegang amarah. Adakah kau temukan satu ayat saja di mana diterangkan bahwa Tuhan maha mencintai darahdarah? Sehingga kemudian untuk menulis namanya di hati orang-orang harus dimulai dengan penumpasanpenumpasan dan kematian-kematian yang tidak pernah wajar. Adakah satu ayat saja yang memaksa kita agar segera menyelesaikan perkara dengan amarah? Sehingga untuk memaksa tegak nama-Nya kita bisa sesuka kilah. Kita tidak menemukan firman dan hadis yang kejam. Kita dianjur damai. Dan, bukankah ini telah menunjukkan bahwa kita telah mendustakan nikmat Tuhan? Oh, nikmat Tuhan yang damai ini ternyata yang telah kita dustakan. Aiyub pulang ke haribaan Tuhan barangkali sebagai tubuh tanpa nista lagi.
R I WAYAT AIYUB SYAHKUB AT DAN KAMI YANG MEN UHA N K A N D I R I
51
Sebab siksa yang kau berikan telah menghapus segala dosa yang pernah ia lakukan. Sedang kita, saudaraku, bagaimana catatan malaikat belum kita tahu. Di kanan atau di kiri? Kita tidak mengerti. Kita akan menerima pembakaran-pembakaran yang jauh lebih berat, barangkali, kelak setelah bertemu dengan mati. Atau, ah, aku seperti tidak yakin pada kemungkinan syurga. Kita pembunuh yang keji. Pembakar tak sabar. Pengadil yang semena-mena. Kita hakim yang tak tahu benar atau salahnya. Aiyub telah menemui Tuhan dan dia akan menemukan keadilan. Sedang kita, saudaraku, pelan-pelan menuju kematian tanpa pernah bisa lupa pada tubuh yang terlanjur kita bakar. Nyawa yang dengan amarah menyala telah kita paksa terbang menemui Tuhan. /6/ Lihatlah olehmu untuk yang terakhir kali
52
NAZAR SHAH ALAM
langit Peulimbang pada lain Jumat malam yang tak lagi kelam sepi. Nun di Jambo Dalam di balik diam tak ada lagi pondok mengaji, lampu-lampu bohlam hidup malas serupa jalar kelam: pelan, culas, dan diam. Angin kampung yang lasak menghembuskan penyesalan ke rumahmu, ke kamar, dapur, ruang tamu. Dan kau menunggu kematian sembari menerka-nerka bagaimana pembunuhan tempo waktu akan diadili Tuhan kemudian. (Banda Aceh, 2012-2014)
R I WAYAT AIYUB SYAHKUB AT DAN KAMI YANG MEN UHA N K A N D I R I
53
54
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
Kisah Derwis Dewana di Bali Ben i Se t i a
KISAH DERWIS DEWANA DI BALI (Perihal Gebalau Parawisata Hedonistik)
”manusia mati, dan mereka tidak berbahagia …” -Albert Camus dalam Caligula3 berada di mana aku saat semua kuncup itu pelan mesiregang muncul, memanjang, membanyak, membesar, dan serentak mekar di dahan kamboja merah muda? berada di berapa sisa waktu lagi aku ketika seruas kuncup mawar itu memekar, berkembang, kemudian luruh satu-satu. memberai dalam gerimis muram? sementara kelam kian rembang. perjalanan melambat, langkah semakin enteng ketika fajar menggejala. membesar sekekar atlas4, yang kembali tampil memanggul pagi. --beban di siang hari. tapi siapa yang terpilih untuk leluasa sampai di ujung hari, dan siapa yang hanya berkeluh-kesah di pembaringan hari?
KISAH DER W IS D EWA N A D I BA L I
57
--di sepanjang siang senantiasa memilih tidur di luar: angin darat ujung kemarau itu habis waktu, lantas perlahan mulai berputar arah mendorong nelayan dari kejauhan nun laut, dari keremangan berarus deras dengan semua ikan berseliwer mempertontonkan pergaulan dengan air dalam dan cekungan palung--satu dunia dengan pola hidup berdimensi lain5. asing ada sesuatu yang berbeda, ada yang jadi beda meski semua tetap sama. ada si berlainan yang membuat aku mutlak melulu ditinggalkan. terus sendiri menyusuri keriuhan ketika para nelayan mendarat, ketika ikan-ikan terjerat kaku itu diperdagangkan dalam lelang riuh bising --warna-warni keceriaan penuh canda dan bahak : meski kini semua hanya potret di dalam ingatan, saat banyak tempat tak berani dikunjungi lagi *** saat menjelang terang, ketika tidak seorang perempuanpun mau tinggal menemani: aku menangis. senantiasa, setiap malam, aku --setelah bercinta dan lantak menenggak
58
BENI SETIA
wiski-- menangis dalam kamar yang tirainya senantiasa disibakkan kepada fajar dan pagi tidak ada siapapun di bali. aku sendirian di penghujung malam, menangis dengan satu lampu taman, yang lamat lembab memulas interior kamar. melancholi6 membuat tubuh bergetar mengenangkan, lalu berusaha untuk menghidupkan semua desah dalam ingatan. tapi sia-sia, membuat ngilu melulur tubuh sementara di pantai, di luar hotel: senantiasa ada debur, seperti mengabarkan di sana: ada pesisir, ada yang dikutuk tetap bertahan, dan ada yang selalu datang lantas pergi semaunya sendiri. juga ada silir dan desau angin di rimbun ketapang --meski tidak lembut, temaram, seperti ketika purnama bundar7 dan kita bercinta 22 jam hitam di pengujung jauh kenangan --dialingi julang karang--: sekaligus penandaan, pagi semakin mendekat, atlas bersiaga, berkukuh mengusung semua bulatan derita cinta. tapi: aku selalu dikelilingi denging sisa dentuman dari diskotik, selaput pahit sisa wiski di lidah, dan keringat residu pacu laung vertigo8 di ranjang
KISAH DER W IS D EWA N A D I BA L I
59
”kau, kini, ada di mana empat ratus dua puluh dua hari dari malam itu?”--gumanku. meracau *** di sepanjang malam --mungkin dari malam sebelumnya -- atau sejak awal bumi dicipta: angin kemarau itu perlahan menyentil luruh ke tanah daun ketapang mau garing; sedang fajar pelan melaburnya dengan kabut karena pasrahnya terbaring di rumput itu membuat utuh lagi, oleh reinkarnasi9, dalam ujud semula dingin sempurna membuat embun bergerak, perlahan, mendorong malam agar beringsut menuju pagi, menuju perbatasan bercirikan seleret warna tembaga, yang samar merona di tengah jelaga pekat langit timur. pas saat tertinggal dua teguk lagi sisa wiski dalam botol, saat semua kontak sms dan e-mail sadar dihapus apa perlu mempertahankan beberapa nomor kontak awal dari suatu berita kematian aku?10 tapi siapa peduli akan kematian aku, karena semua orang tidak pernah peduli pada yang
60
BENI SETIA
terjadi padaku? tidak ada seorangpun ketika aku limbung, ketika aku goyah, sehingga aku terpaksa berputar seperti rumi yang merindu-derwis yang lebih puting dari segala beliung, lebih bubung dari segala hempasan terjatuh11 sehingga kematian itu termangu--malu. tersipu tapi aku pening--terjengkang. coba merayap sekuat tenaga, untuk muntah di liang toilet12. berkumur, cuci muka. terhuyung. berbaring di temaram kamar: menangis, sebab seperti terdengar suara mengajak sarapan--kopi, tiga tangkup sandwich isi tuna, dan liukan obrolan13 *** dan pagi selalu setia berkunjung--seperti janji mati yang diucapkan-Nya--, seperti acara berita tv dan koran layanan kamar, seperti sarapan pagi layanan inap. tapi: aku pening saat spontan terkenang, saat dipaksa menyusuri ingatan dalam piuh gema kalimat duka cita, wajah duka berbunga kemuraman --kini terpikir: kenapa kalian tidak mengirim coklat, supaya si pemakaman itu lebih mirip pesta valentine’s day? atau ulang tahun kawin dengan setelah menyumbang cerita dan bahak
KISAH DER W IS D EWA N A D I BA L I
61
semua tamu pamit--agar kita bebas mensialin orgasme di kelindan syaraf, membentuk tenun yang kelak disebut anak? yang tak diinginkan itu? aku tahu: harus mulai menuangkan bir pada lambung, appetite lantas disusul wiski. abai sebelum kontak layanan kelamin berbayar-si perempuan yang diharapkan rambutnya ada berhias (acak) tujuh belas helai uban--sengaja14 tidak disamarkan dengan semir berwarna blonde15 *** malam tidak bisa memanjang lagi. sebentar lagi, pagi akan merekah, seperti celah pintu dapur meruah aroma kopi, bagi pengembara tersesat di dalam gerimis salju dua minggu-lentik api tungku, meja makan dan open bau roti segar. perangkat cerita labirin kasih, serta isyarat berpiut saling memilin di kelindan syaraf. aku tahu: aku bersiap mengenangmu secara lain ***
62
BENI SETIA
bangkit dari pembaringan minum pencahar mandi rendam air hangat, berdandan santai tapi rapi. ambil jus melon. sarapan dengan daging rebus, sosis, omelet, dan buah segar --serta ekstra jus. lalu pelan bergeser, dengan kopi, koran dan rokok: menonton checkouter16 bergegas mengejar si pesawat siang--sambil mimpi: kau bertaksi dari bandara. urung terbang --adakah pernah yang kembali dari kematian?-setelah sarapan pil tidur. lelap agar segar genteyongan17 mencari kamu di kafe--pilu memproyeksikan kenangan ke kehidupan malam di bali. lantas apa harus ganti hotel, agar lepas sayap serta tersihempas seperti ikarus? anak daedalus18 merontokkan sayap dari lantai dua puluh, remuk terhempas. setahun menunggu si fundamentalis mesiledakkan hotel apa kawin lagi19, seperti si pesohor mengelola gosip demi kontrak nyanyi dan bermain film berikut, seperti tujuh belas artis tanpa karya berikut, genteyongan sembarang di kafe dan pub: agar ditraktir mabuk. bahkan bersuka hati disewa untuk peran pendek si kelamin berbayar
KISAH DER W IS D EWA N A D I BA L I
63
atau berkali-kali kawin laik penyair yang hidup dari sajak terbit di koran serta permintaan baca sajak? bersiang bermalam membaca, menulis, serta mengedit, sehingga mulai terkena bengek20 sebelum mati oleh bronchitis serta kurang gizi --mungkin sifilis atau aids sebab bersetubuh acak *** kepala berdenyut. aku senyum: berharap ada pembuluh pecah, dan otak akan banjir darah --seperti menu gurame asam-pedas atau cumi tauco-kecap. tapi semua itu terlatih terkontrol sehingga segera mereda. kini aku harus mulai berjemur di pantai, sampai dehidrasi. kerontang seperti cicak di celah lemari. dituntaskan sengatan tropika sambil mengenang yang berasal dari bonn hari demi hari menyesap kerinduan sebelum tranced oleh ganja hingga nekad merampok bank, berteriak, over acting menyepak--agar jitu ditembak sniper di kepala. atau terpeleset bagai badut, senjata terlepas, dan dipukuli orang? apa mendudu ke dengan berselempangkan bom21, sambil teriak: marie, marie--darling, i’m coming ...!
64
BENI SETIA
seperti langit tahun baru dipenuhi kembang api, sebuah bummm tanpa fanatisme agama--hanya cinta--, pasti lebih indah dari keras hempas pada pelataran beton hotel dari balkon lantai dua puluh --sayap berperekat fana lilin daedalus dikenakan buat lepas dari labirin cinta cair dijerang terik tropik sebagai si pengecut jago main cinta, sebagai lelaki kelamin berbayar, aku lebih memilih bercinta dengan satu perempuan setiap malam, agar di setiap malam kembali bertemu dengan kamu--dalam vagina lain dari perempuan berbeda tapi dibayangkan: memiliki tujuh belas helai uban dan aku merasa kamu itu meradang, tapi selalu kuingatkan--jangan cemburu. aku lagi mencari kematian ketika berkelejat-kelejat--kejang saat dipenuhi ruap keringat serta arus balik sperma. --di titik kilas itu kita bersua. dan mengingatmu mengekalkan semua kenang, meski selalu (akan) membuat aku merana--tak jenak makan dan tidur tapi tidak melakukan apa-apa pun membuat lebih tersiksa, meski melakukan apa-apa pun membuat ruh ngungun karena tubuhku tidak luluh. meleleh. seperti ikarus coba lolos dengan membubung dari labirin cinta, terhempas ke titik awal penciptaan--
KISAH DER W IS D EWA N A D I BA L I
65
di mana aku bisa menandai: kamu perlahan terlahir lagi. tetap gadis bermata coklat berambut brunette22--dari bonn ”tuhan, kenapa kami dipisahkan dalam kutukan merindu--seperti adam-hawa diusir dari surga?” tidak ada jawaban. dan selama itu aku berputar serta terus berputar--seperti derwis. berputar lebih kencang dari puting-beliung di planet bumi, dari si rotasi bumi--sehingga aku terlontar, membubung menembus batas mengitari kehampaan cinta tanpa ada yang dicintai. gemetar bagai rumi yang berpusing *** sebenarnya semua itu bisa diucapkan dalam doa sederhana--bahwa selama ini aku bermimpi bisa jumpa kamu, tuntas bercinta lagi sebagai sesama yang punya tubuh--tidak melulu ruh dalam tubuh perempuan lain--yang senantiasa diandaikan ada mempunyai tujuh belas helai uban--seperti si kamu aku memulai malam dengan makan, melemaskan otot dengan secangkir kopi pekat, rokok, obrolan politik aktual, gosip tv artis, film baru, fluktuiasi
66
BENI SETIA
harga saham. dan di selepas jam 22:00: mengundi nasib, menebak diskotik, kafe, serta pub apa nama di mana yang banyak didatangi si perempuan yang lupa mencabut tujuh belas helai uban--tak bersemir meski melelahkan, meskipun membosankan: aku selalu mengulangi--karena kamu melenguh minta bercinta, melulung sambil menunjuk: perempuan itu pasti punya tujuh belas helai uban. lantas kamu ada di balik tubuh lena ruh mengambang hilang orientasi. kontraksi. orgasme. tapi apa punya tujuh belas helai *** mungkin harus jadi jack the ripper23? apa boleh: aku mengekspresikan kecewa seperti seorang caligula? tuhan, jika Kau memang maha pengasih: cepat bunuh aku--sebelum jadi maniak suka mencekik perempuan karena saat rambutnya dipiak24, berkali-kali, tak punya tujuh belas helai uban. tuhan25, jika kau memang maha pengampun: apa harus menguntit, membantai, serta membunuh si sembarang perempuan. lantas
KISAH DER W IS D EWA N A D I BA L I
67
ditembak mati oleh polisi? bukankah bunuh macam itu terlarang apa harus minum sampai usus putus serta lambung terbang, apa harus bercinta sampai sperma kering, skortum kedodoran, dan tulang mencair? lantas aku mati, kurus kering bagai ranting, dengan bebonggol kelopak mata mengkaldera, dengan mata terbelalak setengah teriak--protes: ”tuhan, kau menculik marie …!” ”marie o marie--brada, a double xo again. lagi …” ”marie o marie--adakah kamu di sana? maukah kamu ikut berjihad menghancurkan bali dengan bom lilit26?” sunyi--selalu sepi. sendiri 03/10/2013 (Endnotes)
68
BENI SETIA
CATATAN KAKI: Nama diri ini merupakan varian lokal Jawa dari lema Darwis--misalnya, Derwis Khudori. Darwis itu sendiri merupakan satu kondisi serta identitas untuk penganut sufi yang sengaja hidup miskin, sebagai jalan untuk mencapai kesempurnaan jiwa--lihat, KBBI, 1995, hlm211, kolom1. Tapi di sini istilah sufi itu dipakai secara bertentangan, karena merupakan upaya sengaja dari seseorang dalam/ untuk mencari yang dicintai dalam bersengaja tranced orgasme sehingga dalam alpa sekilas itu ia merasa bercinta lagi dengan si kekasih yang telah lama mati, telah lama dikuburkan 2 Tergila-gila, dendam berah--lihat. KBBI, 1995 hlm 230 kolom 1 3 Ini dikutip dari naskah drama, tapi saya lebih memperlakukannya sebagai novel --sayanyanya naskah tersebut hilang, tercecer ketika pindah rumah dan pindah rumah lagi di Caruban. 4 Dalam mitologi Yunani, merupakan dewa yang dikutuk buat memanggul bola dunia. Nama Atlas itu kemudian dipakai satu perusahaan pembuatan serta penerbitan (kumpulan) peta geografis dari era kolonial sehingga secara konotatif atlas diartikan sebagai buku kumpulan peta-peta Negara di dunia 5 Gambaran ini secara lebih detil, dengan memanpatkan mitos laut tentang si kapal hantu dan terutama mitos kapal hantu the flyng Dutchman, bisa dengan jelas dibaca dalam sajak ”Pelayaran”, di tangkahan Pertanda tanpa Kesepakatan, dalam Beni Setia, Babakan: Dua Kumpulan Sajak, Kiblat, Bandung: 2010 6 Bahasa inggris, kesedihan yang berlebihan, yang membuat malas mengadapi masa kini karena masa lalu yang menyedihkan, yang ingin dilupakan tapi tak bisa dilupakan. 7 Konsep purnama sidhi Bali di satu sisi dan juga konsep Nuzul Qur,an dan momen malam duapuluhan di bulan Ramadan yang jadi puncak ibadah Siam diartikan secara sangat sekuler duniawi, sebagai cuma suatu totalitas laku bercinta dan perzinahan sepanjang hari. 8 Beberapa detil indifikasi dari peminum di tempat saya, di Caruban, merujuk pada keinginan untuk ada dalam kondisi tubuh setengah sadar dan tidak stabil, sehingga panorama bagai kain yang bergelombang dan tampak goyah. Karena itu minuman keras rumahan biasanya dioplos; dari yang sederhana dimasuki spiritus dan aromanya dilabi dengan manis softdrink, sampai yang ekstrim dicampuri obat anti nyamuk A dan bahkan obat penghilang karat besi. Itu menghancurkan keseimbangan dan mungkin mengundang ketidakstabilan sementara --vertigo-selain terganggunya syaraf penglihatan/mata. Meski istilah ini kini lebih merujuk pada ketaksadaran sesaat karena orgasme. 9 Rujukan dari peristiwa kelahiran dan berulangnya derita mencinta yang berakhir tragis, yang menjadi tema puisi ini, yang bahkan terus berulang sebagai hukuman, merujuk kepada epos Cina, Perjalanan ke Barat, di mana maha biksu Thio Sam Cong dikawal oleh Sun Go Kong dkk, dan terutamanya Siluman Babi, Cu Pat Kay, si panglima langit yang dikutuk terlahir jadi babi dan dihukum selalu mencintai tapi selalu berakhir tragis tak kesampaian –maaf soal ejaan karena bukunya tak diketemukan lagi. (BS) 10 Di titik paling ekstrim ini, melupakan sesuatu terkadang menjadi nafsu ingin melupakan si segalanya --berusaha menjadi si orang tanpa kenangan, tanpa ingatan akan masa lalu. 11 Merupakan tari sufi dari Turki, dilakukan dengan gerakan memutar dan ber1
KISAH DER W IS D EWA N A D I BA L I
69
putar-putar yang monoton dengan kecepatan konstan. Menurut sejarahnya itu merupakan upaya untuk tranced lupa dunia serta roh membumbung sehingga satu dengan Allah SWT, sebagai manifestasi kecewa kehilangan guru tarekat di satu sisi, serta kerinduan akan sumber dari segala penampakan Yang Maha Esa. Setidaknya di dalam asumsi Jalaludin Rumi setelah dipisah dari Samsu Tabriz –maaf, bukunya tak diketemukan lagi (BS). 12 Lubang dari toilet duduk di kamar mandi hotel. 13 Keinginan melupakan merupakan dorongan untuk sampai pada titik nol tidak ada masa lalu dan masa depan, melulu ada dan mengambang dalam ketiadaan. Ini cara yang dilakukan pangeran Sidharta untuk melepaskan diri dari keberadaan yang meski bagaimana membahagiakannyapun akan berakhir dengan sengsara. Sidarta bersemedi melepaskan diri dari kedaan yang tak membahagiakan, menjadi Budda nan tak terikat lilitan rantai karma. Ini berbeda dengan ketidakbahagiaan yang mendorong Caligula menjadi tak ingin melihat yang lain bahagia, melawan yang membuat adanya kesengsaraan tanpa kegembiraan lagi. Setidaknya dalam komparasi antara Siddharta dari Herman Hesse (pent. Asbari Nurpatria Krisna, Grafitipers, Jakarta 1987) dan Caligula dari Albert Camus --maaf, buku ini tak ditemukan lagi. Tokoh dalam puisi esai ini menjauhi kebahagiaan dengan menciptakan ilusi bahagia dengan yang diangankan. Tidak ada kebencian pada Allah tapi ia tetap menolak berdamai dengan takdir, dan melupakan dengan mencari momenti orgasme dan mabuk setiap hari, seperti masa bahagia yang pernah dialaminya. Dan ilusi ini sangat mengikuti asumsi yang dicipta Friederich Wilhelm Nietzsche --maaf, si buku monografi tentang Nietzsche tak ditemukan (BS) 14 Kenangan bermakna mengenangkan; mengenangkan bermakna napak tilas serta rekonstruksi sambil mengproyeksikan pengalaman yang pernah dialami pada laku yang dibuat semirip mungkin--yang jadi sumber kekecewaan karena yang diajak melakukan rekonstruksi tak pernah mirip--lihat catatan No 15. Di titik ini si bersangkutan hidup dalam obsesi, bahwa mengenangkan itu bermakna mengalami, dan di dalam mengalaminya lagi itu bermaknaia bersama dan bertemu dengan kekasih dalam setengah tranced orgasme. Deviasi pikiran di mana ilusi dicoba diproyeksikan sebagai déjà vu sengaja atau disengaja. 15 Bahasa Inggris, berwarna putih keperakan. 16 Bahasa inggris, tamu-tamu yang keluar hotel setelah melunasi semua tagihan menginap. 17 Merupakan varian Bahasa Jawa dari diksi ”gentayangan”, dengan penekanan gerakannya lamban 18 Dalam mitologi Yunani, Daedelus ini dipaksa membuat labirin tenpa Minosaurus, si yang berkelapa sapi, dikurung, dan ikut terkurung. Ikarus ingin lepas, dibuatkan sayap oleh Daedalus, yang dilekatkan dengan semacam lilin, lalu terbang dengan syarat tidak boleh terbang terlalu tinggi. Si Ikarus tidak mau mendengarkan nasehat ayahnya, sehingga mendekati matahari, lantas sambungan sayapnya meleleh, terlepas, dan ia mati terjerembab dari ketinggian. 19 Rekonstruksi bercinta meski tak pernah mengalami peristiwa yang persisnya sama dengan kenangan, karena itu jadi kekecewaan yang berdekatan dengan total ingin melupakan semua itu--mati. 20 Bahasa Sunda, sesak nafas. 21 Seperti disinggung di catatan di atas, keinginan mati bermula dari keyakinan akan bertemu dengan si kekasih yang mati, lalu bergeser dengan keyakinan akan bertemu dengan kekasih karena diberkahi oleh
70
BENI SETIA
Allah sebagai pengantin langit yang menyediakan diri sebagai bom untuk memusnahkan musuh 22 Bahasa Inggris, rambut yang berwarna kecoklatan--semu coklat. 23 Tak ada yang tahu siapa si pembunuh yang gemar menyayat di Inggris ini, dan karena tak tertangkap tak pernah diketahui apa motif pembunuhan berangkainya, meski diduga sebagai manifestasi kebencian pada pelacur dan pemujaan pada kesucian wanita era Victor--lihat ”Terror di Lorong Remangremang: Jack the Ripper” dalam Roger Boar dan Nigel Blundell, eds. Kisah Para Pembunuh Terkeji, Pustaka Azet, Jakarta, 1984. Saya memakai ikon pembunuh klasih\k itu untuk mengungkapkan apa yang telah disinggung di catatan No. 11 24 Bahasa Jawa, (rambut) disibakkan ke samping, tapi di sini lebih merujuk ke disibakkan selapis demi selapis seperti saat ibu-ibu memeriksa rambut lembar demi lembar ketika saling mencari kutu kepala. 25 Saya, secara sadar, sejak awal, memakai tuhan dengan t kecil karena tak dilandasi oleh konsep agama Samawi tentang Tuhan--baru pada beberapa kesempatan memakai kata pengganti dengan awal huruf T capital--selain dalam varian dengan pemakaian huruf kafital K atau N, misalnya. 26 Dengan sengaja menjadi pengantin langit. Padahal, biasanya, orang itu biasanya dipilih secara hati-hati, dicuci otak, diindroktinasi, sebelum pelan memutuskan mati untuk sahid dengan menjadi si orang pembawa/pelaku bombunuh diri
BENI SETIA Jln Dahlia, RT 06 RW 02, Krajan, Mejayan, Caruban, Kabupaten Madiun 63153 HP: 085856211622 E-Mail/Facebook:
[email protected]
KISAH DER W IS D EWA N A D I BA L I
71
Penjual Biografi Penyair Pelo E ndhiq Anang Pa m u ngka s
Penjual Biografi Penyair Pelo “ning nong ning gung Pak Bayan sego jagung ra doyan jamane wis jaman edan yen ra edan ra keduman.”1 /1/ Tok…tok…tok…tok… Langit kelap kelap katon Bumi gonjang ganjing2 Gunungan telah menyingkir Layar kubuka Byak! Aku akan jujur mengeja kisah Setulus perempuan telanjang di kali Tak ada yang disembunyikan di balik kelambu Paha akan tampak paha Payudara tak akan berubah pepaya Tak ada sensor Kebenaran tak bisa dipoles Bila hitam akan kukatakan hitam Loyang tak akan kujadikan emas Lagu tradisional Jawa. Terjemahannya: ning nong neng gung Pak Bayan/nasi jagung tak suka/jamannya sudah jaman gila/kalau tidak gila tidak kebagian/ 2 Diolah secara bebas dari suluk pedalangan 1
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
75
Mawar tak akan kusebut bunga bangkai Merparti tak akan kukarang jadi rajawali Ini cerita serius Tapi tak perlu berkerut Nikmati sembari makan mendoan Minum teh poci Boleh sambil duduk Slonjor Tidur Mana yang enak Silakan pilih Inilah lakon penjual biografi Penyair Pelo di jaman edan: /2/ Kuakui sebagai penjual aku butuh modal Bukan uang bukan emas Bukan niat bukan pula kemauan. Tapi, sepotong lidah Saat Baru Klinting semadi, pakai kapak Ki Mangir kukerat lidahnya Berubah tombak untuk memagut kata3 Diambil dari legenda Jawa. Cerita ini bermula ketika Baru Klinting mencari bapaknya, Ki Ageng Wanabaya. Sesampai di rumah sang bapak, ia tak menemukan yang di3
76
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
Kubawa pulang ke rumah Di dapur kutempa di atas tungku omong kosong Dipalu dengan dusta Jadilah bercabang dua Tanpa bantuan tukang las kupasang di dalam mulut Menggantikan lidahku yang sudah berkarat Kujulurkan bila kugunakan agar pembeli tak bisa berkelit kena belit Bukan seperti penjual obat yang muncul tiap hari berbusa-busa memikat pembeli,lidahku eksklusif Kupakai lima tahun sekali Saat itulah aku tampil di tengah publik Lapak kubuka Penawaran kuumumkan: ”Sodara sodari sekalian. Inilah biografi Penyair Pelo. Siapa mau beli? carinya. Kecewa, ia lantas mandi di Sungai Kulonprogo. Saat mandi inilah ia tiba-tiba berubah menjadi naga. Timbullah kepanikan. Berita itu sampai ke telinga Ki Ageng Wanabaya. Keduanya bertemu. Baru Klinting memperkenalkan diri sebagai anak Ki Ageng Wanabaya. Tapi Ki Ageng Wanabaya masih ragu. Guna membuktikan benar tidaknya, Baru Klinting diminta bertapa di lereng Gunung Merapi. Kalau bisa melingkari gunung tersebut, maka akan diakui sebagai anak. Rupanya untuk melingkarinya, kurang sejengkal. Baru Klinting menjulurkan lidah untuk menyentuh ekornya. Saat itulah Ki Ageng Wanabaya memotong lidah Baru Klinting, jadilah mata tombak yang kemudian diberi nama Baru Klinting, pusaka perdikan Mangir. Baru Klinting dihubungan dengan naga karena dalam pandangan masyarakat Jawa saat itu, senjata seperti keris dan senjata pusaka lainnya dipersamakan dengan ular/naga. Pramoedya Ananta Toer, Mangir, Kepustakaan Populer Gramedia: 2000; hal. xxvi
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
77
Asal harga cocok akan kulepas. Siapa cepat akan dapat.” /3/ Tit..tit..tit… Whatsapp-ku berbunyi Tampil di layar ketip ketip Kubaca dulu agar tak basi Mungkin ada pesan penting Atau hanya sapa iseng mampir Bocel : nanti kita ketemuan. siapkan omong kosongmu Aku : iya. ini aku lagi merebus omong kosong. jam berapa, man? Bocel : jam 9 malem. ada pembeli, bro Aku : di mana? Bocel : tempat biasa. jangan lupa kau taburi mulutmu dengan dusta Aku : siap Biografi yang kujual akan ada yang beli Kubayangkan rekeningku membengkak Sebesar gajah buting Yang kujual bukan sembarang biografi,
78
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
tapi riwayat Penyair Pelo Kurawi dengan apik Kubumbui dengan fakta data survei Jangan marah kalau tak kujual kiloan Mukzizatnya bukan kecap Kujamin tukang kayu bisa jadi ratu Garansi seratus persen Bila gagal uang kembali Sebagai penjual biografi aku harus teliti Tak bisa malas Apalagi ongkang ongkang kaki Demi data yang tepat dan akurat Seperti Sokrates mencari4 kebenaran Orang-orang lewat kutanyai: “Siapa dia?” “Kapan lahirnya?” “Mengapa dia pelo?” “Apa lidahnya disentil wewe?” Ada yang mengganguk Sokrates merupakan filsuf pada era Yunani kuno. Ia terkenal dengan metode “skeptisme sokratik” dengan pernyataannya: “semua yang saya ketahui ialah bahwa saya tidak tahu apa-apa.” Ia memakai motode bertanya untuk mencari kebenaran. Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama: 2005; hal. 1027 4
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
79
Tak sedikit yang menggeleng Mesti sabar Meniru pungguk menunggu bulan Suatu waktu, ketika matahari merebus ubun-ubun kudatangi kampung S Tempat Penyair Pelo menyimpan ari ari Di kampung itu penarik becak memapah hidup Wajah muram hilir mudik memenuhi dinding kusam Lelaki tua memangku nasib di depan pintu matanya mengantuk lehernya teklak tekluk5 Perempuan tertekuk punggungnya memanggul derita menuju jalan raya,pakaiannya sudah tua dimakan usia sobek persis di pantatnya Anak-anak saling jegal berebut layangan suaranya berisik Seekor anjing pincang mengekor Bayi menangis lupa diteteki berak di celana Kere tergelepar di pos ronda menggaruki kutu di selangkanganya Kampung itu telah ditikam oleh bus tingkat 5
80
Mengangguk-angguk
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
Becak-becak nganggur Bapak Penyair Pelo kena gusur6tak dapat penumpang Pagi sampai sore Becak-becak di bawah pohon waru bukan untuk menunggu pelanggan,jadi sarang para penariknya yang malas pulang Menghindari istri yang tak seksi lagi Ngomel-ngomel minta uang beli kutang mulutnya blong, tak bisa direm Lebik baik tidur di becak,mimpi ngencuk dengan Dewi Persik atau Julia Perez. Pernah pula kudatangi kampung K Tempat Penyair Pelo meramu puisi-puisinya Pada sebuah rumah aku membatu Perempuan yang tak mengkal lagi mendayung mesin jahit tua berputar linglung Wajahnya mulai lingsut Payudara kusut lama tak diganduli bayi dan lelaki. Pintu di sampingnya selalu menganga Menanti si Penyair Pelo mampir Serupa menunggu Godot hanya kenangan yang membetot. Sodara sodari, aku teringat Camelia istri Muka Bahan diolah dari sajak Wiji Thukul, Sajak Bapak Tua ( dalam kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru, Indonesia Tera: 2004; hal. 12)
6
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
81
Malaikat dalam novel Asturias7 Merajut baju jabang bayi Sepanjang sore menghadap jendela Menanti opas pos membawa surat Ada jejak langkah bergetar Camelia menjulurkan leher Bunyi kresek kadal mau kawin dikiranya orang lewat Bukan opas pos yang tak pernah singgah Camelia takut kabar mampir malam hari,alamat suaminya abadi bersama Bapa di sorga Ia melantunkan doa di bawah arca Perawan Suci bayi di pangkuan si Perawan tersenyum geli: “Bapa yang ada di sorga Sebagai yang papa lindungilah domba-Mu ini Aku tak mau jadi domba yang kesepian bersama jabang bayi yang kehilangan bapak Tanpa kuucapkan Engkau sudah tahu yang kuinginkan Bapa yang ada di sorga kemuliaan hanya untuk-Mu Kabulkanlah doaku ini Amin.” Tapi Bapa yang ada di sorga Novel yang menceritakan rezim diktator di Amerika Latin. Camelia, tokoh dalam novel tersebut kehilangan suaminya yang dilenyapkan oleh presiden yang berkuasa. Asturias, Tuan Presiden, Pustaka Jaya: 1985. 7
82
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
enggan mengabulkan doa Camelia Itu hak prerogratif-Nya sebagai Yang Mahakuasa Sudah final dan mengikat Camelia tak bisa banding ke Mahkamah Konstitusi Sebulan, dua, tiga, empat, setahun... Muka Malaikat tak pernah berkabar Camelia lungrah. Menyerah Minggir dari kamar menghadap jalan Berbisik dan mengeluh di pojok belakang Jaring laba-laba menjerat kenangannya Wajahnya serupa kucing tua Paras ayunya telah layu Darahnya disedot Nosferatu pucat tanpa cahaya Ia kapok berdoa pada Bapa yang ada di sorga Perasaan orang ditinggalkan suami akan sama saja Terpisah benua dan peristiwa Mata air bisa dari mana saja, sampai lautan asin rasanya Pun, air mata Seperti ibu-ibu di Plaza de Moya, PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
83
Argentina sana8 Tiap hari mencangklong kesedihan Persis Camelia, istri Penyair Pelo, dan para perempuan yang setiap Kamis9 melantumkan doa di altar istana Perak rambut merekamenjadi pasak bumi Menjangkarkan ingatan akan suatu masa,ketika Momok Hiyong berkuasa Menyadap darah serta keberanian Memangsa anak-anak perubahan
/4/ Puluhan tahun telah diterbangkan angin Pohon randu kapuk di samping rumah semakin menua Burung burung yang hinggap di rantingnya sudah puluhan kali ganti generasi Istri si Penyair Pelo setia di samping pintu Selama perang kotor di Argentina, penghilangan paksa digunakan sebagai metode teror dan intimidasi. Selama kekuasaan rezim militer yang otoriter tersebut, diperkirakan sepuluh ribu sampai tigapuluh ribu orang dibunuh dan dihilangkan secara paksa. Sampai saat ini, keluarga korban berkumpul secara rutin di Plaza de Moya, menuntut agar kasus tersebut diungkap secara tuntas. Pulangkan Mereka! Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia, ELSAM: 2012; hal.2. 9 Aksi yang dilakukan ibu-ibu yang anaknya menjadi korban tragedi Mei 1998. Aksi di depan Istana Merdeka ini dimulai 18 Januari 2007, dilakukan setiap hari Kamis, dan masih dilakukan sampai saat ini. http://nasional.kompas.com/read/2013/17/1736227/ Jakarta.Banjir..Aksi.Kamisan.di.Istana.Tetap.Berlangsung 8
84
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
Menjahit kenangan Memangkur ingatan Menunggu prenjak mengicaukan kabar Baginya tak ada yang sia-sia, Godot memang tak pernah naik ke atas panggung, tapi tetap ada entah di mana Dua anak yang tumbuh bersama mayang bukti cinta pernah didayung Ia ingat betul malam itu Penyair Pelo membaca puisi gombal duduk di atas meja reot Dia sendiri menyangga dagu Hatinya mekar seperti ekor merak kasmaran “Kalau kau perempuan itu, mau atau tidak menjadi tunanganku?” tanya Penyair Pelo, lugu10 Sejak itu mereka menjadi sepasang merpati Beberapa bulan kemudian Penyair Pelo datang Kabar muram dibawa dalam keluhan mesti kawin dengan dara dari Kebak Kramat Agar bisa lepas dari jeratan ia mengajak si tunangan cepat kawin11 Tak tahu apakah itu siasat Penyair Pelo 10 11
Majalah Tempo, Edisi 13-19 Mei 2013; hal. 104 Ibid,. hal. 104
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
85
agar bakal bini tak dibawa lari pemuda perlente dan kece dari seberang kali Atau mungkin mengakali bapak tunangan yang tak mau memberkati Diantar belasan becak menuju KUA Pak Naib menikahkan setelah basa-basi biasa “Sah?” tanya Pak Naib “Sah!” jawab para saksi Setelah itu hiburan nyanyi dan deklamasi Malam hari bulan madu di atas tikar pandan Tikus- tikus bersliweran Lenguh peluh bersisihan Jerit tumpah di dalam bilik Dua tubuh terkapar Berselimut sarung lusuh Berhimpitan Persis anak kucing Di dalam kamar pengantin baru tertidur puas Di luar sana langit semburat Ayam jago berkokok puluhan kali Sepasang mata
86
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
mengintip dari lubang di dinding kayu /5/ Ada suatu masa istri Penyair Pelo tak bisa menghampus mimpi Agustus 1996, segerombolan serdadu Momok Hiyong dengan wolki tolki menggrebek rumahnya Penyair Pelo bisa berkelit Sejak itu ia selalu dikuntit12 Saat bendera merah putih dikerek merayakan kemerdekaan ke-51, Penyair Pelo kehilangan kebebasan Lantas siapa berhak teriak m e r d e k a? Keluarga kecil itu diporakporandakan Kudatuli13 Kandang banteng membara Diawali mimbar bebas Hingga penguasa panas ibid,. hal. 104 Kudatuli = kudeta 27 juli. Peristiwa tersebut juga dikenal dengan Sabtu Kelabu. Kejadian itu bermula dari konflik internal di tubah PDIP. Pada tanggal 20 Juni 1996, diselenggaran kongres PDI pro pemerintah untuk mendongkel Megawati sebagai ketua umum partai. Atas kejadian tersebut para pendukung Megawati marah, menggelar mimbar bebas di kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro. Mimbar bebas tersebut berubah menjadi kerusuhan pada tanggal 27 Juli, ketika kantor DPP PDI diserang oleh aparat bersenjata dan preman bayaran. Majalah Pembebasan, Edisi No. 1 Bulan Oktober 1996. 12 13
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
87
Dibubarkan agar tak membuat was-was Tapi bukan air yang disemprotkan untuk meredam marah Batu dan kayu dilemparkan Senapan dikokang Orang bersuara dibungkam Korban bergelimpangan diangkut truk dibuang seperti binatang Ribuan banteng ketaton membakar ibu kota Kasak kusuk menjadi berita Momok Hiyong menyemburkan murka Siapa hendak dijadikan persembahan untuk disesap darahnya /6/ Itulah peristiwa ketika Joko Tingkir14 menyumpal banteng Tanah merah disisipkan di telinga Banteng menjadi gila Mengamuk di alun-alun kuta raja Ibu-ibu berhamburan Ada analisa bahwa kerusuhan 27 Juli 1996 serupa kisah Joko Tinggir yang menciptakan hura-hara di kerajaan Demak. Analisa tersebut menyatakan ada provokasi dari kelompok militer tertentu untuk menyingkiran kelompok yang lain dalam tubuh ABRI (sebutan TNI waktu itu). Maka dibuatlah banteng (lambang PDI) marah (persis yang dilakukan Joko Tingkir membuat banteng marah) untuk menciptakan huru hara. Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia 19651998, Kompas:2004; hal. 374-76 14
88
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
lupa anaknya Seorang lelaki berlarian tanpa celana Ibu kota dilanda huru hara Ahli nujum istana Momok Hiyong pernah berkata, “Pada suatu masa akan muncul anak-anak muda Berikat kepala merah menunggang banteng sebagai Troya mata menyala bara tangan kiri mengepal ke cakrawala.” Ramalan itu didengar seorang jendral bermuka lubang-lubang Ia segera tampil di layar tipi, berkata: “Melihat lagu yang dimainkan massa mimbar bebas itu adalah lagu-lagu P K I.”15 Sang jendral menambahkan Mimik dibuat serius Dengan suara ketus: “Progresif, revolusioner, borjuis, kapitalis, imperialis, panggilan kawan —kamerad, dalam bahasa Rusia merupakan istilah-istilah komunis.”16 Bagan organisasi dijereng di depan permisa Pernyataan Kasospol ABRI, Mayjen Syarwan Hamid, di televisi pasca meletusnya kerusuhasan 27 Juli 1996. http://tempo.co.id/harian/prof-syarwan.html 16 Majalah Pembebasan, Edisi No. 1 Bulan Oktober 1996 15
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
89
Dimirip-miripkan dengan organisasi komunis sedunia Lengkap dengan susunan pengurus ranting dan cabang Siapa tak ngeri “Ada hantu di siang hari,” kata Karl Marx tempo hari17 Itulah episode Para Jendral Marah Marah18 Bangkai PKI dihidupkan lagi sebagai memedi Semua tiarap dan sembunyi Tak ada yang mau ditato jidatnya dengan hiasian palu arit Trauma enam lima masih jadi sembelit Saat itu, namanya ikut diabsen mayor jendral di tipi Penyair Pelo masih digelung mimpi Istrinya tergopoh menarik selimut si suami Tapi kantuk tak bisa diatasi Penyair Pelo hanya bergumam untuk tidur lagi19
/6/ Pembukaan Manifesto Komunis Judul puisi Wiji Thukul 19 Diambil dari puisi Wiji Thukul, Para Jendral Marah-marah 17
18
90
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
Korban persembahan sudah dipilih Anak anak berkalung gir bintang20 menjadi lakon Sebagian ditangkap di tempat persembunyian Ada pula yang diringkus karena kekonyolan menelepon pacar dari tempat umpetan Yang ketakutan menyerahkan diri seperti prajurit kalah perang bersedia telanjang di hadapan penguasa21 Satu-satu diadili dalam pengadilan sandiwara22 Jaksa bersolek sok galak Hakim pura-pura angker Pengacara hanya pelengkap penderita Kawan kawannya, termasuk aku, berteriak teriak di luar pengadilan: “Bebaskan kawan kami!” “Bebaskan kawan kami!” Sebagai bentuk empati dan basa basi
Di dalam pengadilan tak kalah panas Menurut Menkopolkam saat itu, Soesilo Soedaramn, lambang Partai Rakyat Demokratik (PRD) berupa gir dan bintang mirip dengan lambang SOBSI, organisasi buruh yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Majalah Pembebasan, Edisi No. 1 Bulan Oktober 1996. 21 Wawancara dengan Hari Sutanta, mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik 22 Aktivis PRD yang ditangkap diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Surabaya. Majalah Pembebasan, Edisi No. III/ Januari 1997 20
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
91
Hakim bertanya, terdakwa menjawab Hadirin menyimak dengan cemas Orang tua terdakwa mengelus dada Doa meluncur tanpa sadar: Hakim
Terdakwa
: “Apakah benar sodara dalang kerusuhan seperti tuduhan Pak Jaksa?” : “Sejak kecil saya memang bercita-cita jadi dalang, Pak Hakim. Idola saya Ki Nartosabdo. Tapi mami-papi ingin saya jadi dokter atau presiden. Akhirnya cita cita menjadi dalang tak kesampaian.”
Pengunjung tertawa Hakim marah memukulkan palu bertalu talu Hakim : “Apakah sodara pernah menghadiri pertemuan organisasi komunis di Filipina?” Terdakwa : “Mungkin Pak Jaksa salah informasi, Pak Hakim. Sebagai umat Katolik
92
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
yang taat, saya selalu menghadiri komuni. Sekali lagi komuni bukan komuni(s), Pak Hakim. Itupun di gereja bukan di Filipina” Pengunjung terpingkal pingkal Hakim mencak mencak naik ke atas meja menyemburkan murka: “Ini pengadilan bukan panggung stad up comedy.” Tuduhan awal sebagai dalang tak terbukti di pengadilan Dalih lain dicari ketemu di pinggir jalan Sebagai organisasi penyebar permusuhan terhadap kekuasaan Pasal suversif digunakan untuk melumpuhkan nyali pemberani agar menjadi jirih Dalam satu sesi wawancara seorang jendral memberikan keterangan segerombolan wartawan berkerumun penasaran Ada yang pakai kaos Oma Irama Berambut kribo
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
93
Bermuka Doraemon Tak ketinggalan yang memakai kacamata kuda Semua berebut menyorongkan tanya untuk segara dilaporkan hasilnya pada redaktur di kantor agar cepat naik menjadi berita Maklum situasi sedang panas Siapa dapat berita nomor satu akan laku + “Kenapa tuduhan bergeser, Pak Mayor Jendral?” - “Ndak bergeser. Sejak awal kami yakin coro coro itu tak akan mampu bikin kerusuhan.” + “Sebenarnya apa yang terjadi, Pak?” - “Mereka itu cuma anak anak muda yang kurang kasih sayang.” + “Seperti apa itu, Pak?” - “You tahu, kan. Anak remaja kalau tak diperhatikan lantas bikin ulah.” + “Bagaimana cara mengatasinya, Pak?” - “Kenakalan semacam ini tak lama. Setelah punya anak bini akan normal lagi. Kalaupun masih nakal, bentuknya lain. Main perempuan, misalnya. Selebihnya akan menjadi penurut seperti kucing anggora.” + “Lantas kenapa ditangkap, Pak?” - “Mereka mengganggu tidur siang kami.
94
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
Itu yang harus you catat.” + “Terus bagaimana, Pak?” - “Akan kami bina di lembaga pemasyarakatan. You perlu ketahui masuk penjara itu bukan untuk dihukum, tapi dibina. Kami menganggap mereka anak sendiri. Setelah cukup dibina akan kami kembalikan pada masyarakat. Yang otaknya encer akan kami kasih beasiswa ke luar negeri. Setelah lidah mengenal keju, pandangan mereka pasti akan berubah. Tak akan lagi menyebut kapitalis sebagai lintah darat, tapi diganti pemberi nikmat.” Yang belum tertangkap dikejar —termasuk Penyair Pelo Seperti bajing mereka lompat dari kota ke kota dari kontrakan ke kontrakan Sepandai-pandainya bajing melompat sesekali ada yang kepleset juga Satu-satu disiksa oleh gerombolan ninja23 Di manakah Penyair Pelo sembunyi? Pada awal 1998 terjadi penculikan aktivis yang dilakukan oleh Kopassus dengan membentuk Tim Mawar. Beberapa aktivis PRD diculik oleh tim tersebut dari berbagai tempat persembunyian. Mereka disiksa dengan distrum dan dipukuli oleh introgrator. Sebagian yang diculik dilepas, sebagian lain belum kembali sampai saat ini. Majalah Tempo, Edisi 13-19 Mei 2013; hal. 77-9 23
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
95
Nanti aku lanjutkan /7/ Aku mau mandi dan gosok gigi Tapi sebaiknya berendam dulu dengan air panas menghilangkan pegel dan kaku Diiringi lagu Bob Marley aku terbang bersama selinting gelek24 Bukannya bermaksud sombong, perlu aku sampaikan —aku berusaha jujur pada kalian Rumah mentereng ini kubeli dari hasil berjualan biografi Penyair Pelo lima tahun lalu Tanahnya masih luas Rencananya akan aku tambah limasan dari kayu jati nomor satu Biar mirip rumah Pak Presiden Aku sengaja pilih tempat di pinggiran ibu kota Agar tak diganggu aktivis-aktivis baru yang kegenitan Mereka selalu datang menyemburkan api Bicara tinggi-tinggi Tentang musuh rakyat, buruh yang dipecat, 24
96
gelek = ganja
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
petani yang ditembak mati Ujung ujungnya bilang:”Bang, kami mau perpanjang sekretariat. Tolong dibantu.” Sebetulnya bukan permintaan uang yang menggangguku Tapi mereka sering mengingatkanku pada masa mudaku Nuraniku terusik dengan pertanyaan mereka: “Apakah Abang masih di pihak rakyat?” Aku tak suka pertanyaan mengejek macam itu Dulu aku tak pernah terbayang menjadi penjual biografi Sebagai mahasiswa lugu aku terkesima ada kampung dibanjiri begitu saja di Kedung Ombo25 Aku kaget mendengar petani ditembak di Nipah26 Jantungku mau copot melihat buruh digebuki di Medan27 Aku turun ke jalan menuntut keadilan Perisitiwa Kedung Ombo bermula ketika pemerintah atas bantuan Bank Dunia berencana membangun waduk raksasa di kawasan tersebut. Ketika masyarakat menolak, rezim Orde Baru melakukan pemindahan secara paksa dan menenggalamkan daerah itu. Perlawanan terjadi. Terjadi benturan warga dan aparat bersenjata. Arief Budiman dan Olle Tornquist (supervisi), Aktor Demokrasi: Catatan Tentang Gerakan Perlawanan di Indonesia, ISAI: 2001; hal.1 26 Insiden Nipah terjadi ketika aparat bersenjata menembaki para petani yang sedang berunjuk rasa di desa Panggaran Barat, Sampang, Madura. Petani-petani tersebut menolak pengukuran tanah yang akan dijadikan waduk. Penembakan tersebut terjadi pada tanggal 25 September 1993, empat orang tersungkur jatuh. ibid., hal. 51-52 27 Aksi demonstrasi di Medan pada bulan April 1994 dilatarbelakangi oleh terbunuhnya seorang buruh secara misterius pada 11 Maret 1994. Gelombang demontrasi besarbesaran terjadi. Bentrokan dengan aparat bersenjata tak bisa dihindari. ibid., hal. 92 25
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
97
Aku idealis, kan? Pelan-pelan kueja Marx28 Lenin29 Mao30 Rusia 191731 kujadikan kiblat —juga vodkanya Tionggok jadi panutan —juga amoinya Sesekali aku menengok ke Kuba dan Vietnam Ikut tren biar dibilang kiri Agar orang tambah yakin kupakai kaos bergambar Che Guevara jeans dekil tas ransel rongsokan ikat kepala Dompet berisi kondom dan kartu telpon umum bajakan di saku belakang Hidupku menjadi orang bebas Malam rapat Siang tidur seperti sekarat Kuliah dibiarkan lewat Karl Heinrich Marx (1818-1883). Teoritikus dan organisator sosialis Jerman, bapak sosial demokrasi dan komunisme. Ensiklopedi Indonesia Jilid 4, Ichtiar Baru Van Hove:1992; hal. 2157 29 Vladimir Ilyich Ulyanov (1870-1924). Tokoh revolusioner Rusia, pendiri negara Soviet, teoritikus marxisme. Ibid., hal. 1993 30 Mao Tse-tung. Pemimpin revolusi sosialis di China, sekaligus presiden sosialis pertama di negara itu. Ensiklopedi Indonesia Jilid 2, Ichtiar Baru Van Hove: 1992; 672. 31 Tahun terjadinya revolusi sosialis di Rusia. opcit., hal. 1993 28
98
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
Bercinta. Tukar pasangan Teriak teriak di mimbar bebas Memaki-maki penguasa yang otoriter Digebuki tentara dan polisi Dua hari masuk bui —dituduh mengganggu ketertiban umum Lantas bebas Pergi keluar kota membangun kekuatan Malam rapat Siang tidur seperti gorila Bercinta di sekretariat dengan puan aktivis yang baru kenalan Membasuh keringat dan lendir Minum vodka Membayangkan memeluk gadis Rusia Aku bagian dari angkatan merah Mengepalkan tangan kiri Berteriak revolusi Tak mau reformasi Penjara tak membuat jirih justru berkah yang disyukuri Keluar penjara bagai mahasiswa abadi diwisuda Ditahbiskan menjadi pejuang sejati Menabalkan diri sebagai generasi pelopor Semua itu bisa digunakan untuk melamar pekerjaan sebagai wakil rakyat konsultan politik PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
99
mendirikan organisasi nirlaba atas nama orang hilang masuk menjadi staf khusus atau komisaris perusahaan negara Tapi tak semua sukses Ada yang harus puas menjadi pelayan anggota dewan Atau kerja serabutan menjadi tim sukses sesuai pesanan Namun hanya diriku yang mau jadi pedagang Pekerjaan yang dianggap rendah tak setinggi kasta brahmana dan ksatria Sekarang aku tinggal menikmati hasil revolusi Jangan kau iri lantas melabeliku makelar politik Jangan pula kau sebut aku markus32 Aku juga bukan broker seperti yang kau kira Tolong kau ingat! Aku hanya menjual biografi kawanku sendiri, Penyair Pelo Justru jasaku besar, kawan! Aku ikut memanjangkan ingatan Penyair Pelo belum kembali Walaupun itu kulakukan lima tahun sekali Sebagai penjual aku harus banyak teman dan 32
100
markus = makelar kasus
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
kenalan Seribu kawan tak kan cukup Satu musuh tak akan kucari Dari tukang contong di Senayan sampai bandit di Tanah Abang, kujadikan sodara Dan tentu saja para pensiunan jendral Bukankah tak ada kawan dan lawan yang abadi, bung? Hidup hanya tergantung sudut pandang Dari kiri kau lihat sebagai lawan, dari kanan bisa jadi kawan Tak perlu jadi romantis dan sok idealis Hidup ini praktis Ini bisnis, bung! Aku bukan santo yang menyucikan diri Aku hanya pedagang biografi Jangan marah kalau aku sering mendapatkan proyek dari jendral-jendral pembantai rakyat Mereka butuh jasaku, aku perlu uangnya Bukankah hidup mesti tolong-menolong, sobat? Seperti yang dituturkan para penatar dan guru agama /8/
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
101
Udara panas bercampur malam Bintang tertumbuk lampu-lampu temaram Mobil kupacu pelan mengikuti lamunan Hilang di tikungan Dulu ke mana-mana aku naik kopaja atau metromini Panas dan tukang palak menghantui Sekarang AC selalu membelai Sambil nyetir bisa medengar Bob Dylan menyanyi agar naluriku tak tumpul seperti koruptor Di sebuah mall Lantainya dipenuhi perempuan-perempuan berbau wangi Kaki kaki ramping bersepatu Cinderela Tangan-tangan mulus memegang tas bermerk Jari jemari lentik seperti habis dipahat Satu yang bermata rusa tersenyum padaku Di sebuah kafe aku menyelinap masuk Ruangan disepuh cahaya jingga Para pengunjung terpaku menikmati asap Bibir mereka memamah waktu “Hai bro. apa kabar?” sapa Bool
102
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
“Makin tajir saja, lu” sambut Panjul Cebol aku salami. Ia bergumam, “Kau ada gelek?” Jemek yang jomblo33 abadi hanya mengelus-ngelus botaknya seperti penjual lukisan yang tak laku-laku Begitulah kami saling sapa Lima botol bir sudah nongkrong di atas meja Cemilan French fries Kulit kacang goreng berserakan Puntung rokok sudah penuh di asbak Kulihat si Bejad yang wakil rakyat asyik menghisap cerutu Kuba, memangku perempuan semelohai diremas-remas teteknya ketawa-ketiwi Ia baru pulang naik haji kubaca beritanya menangis di makam nabi Di pojokan si Botak termenung, teman kumpul kebonya minta dikawini begitu gosip yang kudengar Kupilih tempat duduk agak jauh Di samping si Bocel Suara gelas berdenting Gelak tawa berirama Di antara ocehan dan ejekan 33
jomblo = tidak punya pasangan
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
103
“Ah, lu kebanyakan ngewek34. Makanya kerempeng.” Suara lain muncul. “Gua jijik sama si Gombal. Sekarang jadi sumaker35. Najis, deh.” Yang lain tak mau kalah. “Kemarin gua dapat barang bagus. Goyongannya asyik, coy. Bikin empot-empotan.” Dulu kami pejuang jalanan kini pejuang kelontongan Dulu kami berhadapan dengan moncong senapan kini berhadapan dengan lobi-lobi pinggiran Kami singa kelaparan Menyerang mangsa yang terkena kasus Kalau gagal negosiasi kami hajar sampai mampus Demo bayaran dikerahkan Begitu berhasil, kami diam Malam semakin terbelah. Aku menyelinap dengan Bocel masuk kamar hotel bertemu pembeli disaksikan patung dua sejoli Lelaki itu seorang jendral, kawan ngewek = bersetubuh sumaker = sugih macak kere/kaya berpenampilan miskin. Sindiran untuk orangorang berduit tapi pura-pura miskin. 34 35
104
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
Patriot sejati dalam pertempuran Dalam tugas di Pulau Seberang, ia mengalami kecelakan Satu biji pelirnya diambil pihak lawan Dulu Pak Jendral ini menculik kami Kini ia mengajak damai Tentu saja memberikan kompensasi Sekarang ia jadi sahabat sejati Bukankah dosa menolak kebaikan orang lain? Lebih baik memaafkan dan mengasihi daripada memeram dendam “Bisa kita atur, Pak Jendral,” kataku membuka omong kosong Pak Jendral manggut manggut seperti dakocan “Nanti dalam biografi Penyair Pelo, keterlibatan Pak Jendral akan kami hapus.” Pak Jendral manggut-manggut kayak celengan. “Nama Pak Jendral akan kami bersihkan,” Bocel menimpali dengan dusta. ”Akan kami tulis Pak Jendral hanya korban perang bintang,” tambahku Begitulah kami tawar menawar Setelah harga cocok, kami bersalaman ”Deal!” teriak kami bersamaan PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
105
Pengawal Pak Jendral yang terkantuk-kantuk di pojok ruangan tersentak kaget, salah tingkah, menepuk nyamuk yang tak pernah lewat Satu urusan selesai Kami pergi berselimut basa basi Tapi tugas belum selesai Di kamar sebelah Ya, persis di sebelah kamar Pak Jendral Kami ketuk pintu tiga kali Pintu terkuak Pak Tirus menunggu “Halo, selamat datang,” sapanya ramah Basa basi sejenak Aku langsung ke pokok persoalan ”Biografi sudah jadi,” kataku menyemburkan bisa Pak Tirus meringis. ”Nama jendral itu kami masukan sebagai pelaku utama.” Pak Tirus meringis “Bapak bisa menggunakannya sebagai senjata.” Pak Tirus meringis Tawar-menawar alot Pak Tirus bekas penjual perabotan Tahu harga dan barang 106
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
Seperti emak-emak di pasar, ia minta harga diturunkan Kami pura-pura akan pergi Pak Tirus butuh biorgrafi Keris Empu Gandring tak mungkin dijual eceran Kami korting lima persen, sebagai tanda persahabatan Benar juga kata orang-orang bijak Sekali dayung dua pulau terlampaui Tak perlu waktu lama kami dapat dua pembeli Jualan selesai Bocel memeluk dua perempuan ramping Aku masuk kamar lain dengan perempuan bermata rusa Kini giliran membuang hajat agar tak menjadi karat /9/ Nama lengkapnya Wiji Widodo begitu yang aku baca tanggal lahir 26 Agustus 1963, Sorogenen, Solo36 Lawu Cempe membabtisnya menjadi Wiji Thukul37 Wiji artinya biji, thukul maknanya tumbuh jadilah Wiji Thukul: Teka teki Orang Hilang, Kepustakaan Populer Gramedia: 2003; hal. 141 Pengantian nama tersebut mengikuti tradisi Bengkel Teater yang diasuh oleh WS Rendra. Nama Wiji Widodo kemudian oleh Lawu Cempe diubah menjadi Wiji Thukul. ibid., hal. 94 36 37
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
107
biji yang bertumbuh Tak punya cita cita jadi tukang kata-kata tak bisa bilang “r”jadilah ia Penyair Pelo Calo karcis sampai tukang pelitur,38 telah ia lakoni tapi hanya puisi yang ia tekuni Awalnya ia penyair biasa baca sajak keluar masuk kampung kemudian jadi aktivis demokrasi Dari Kedung Ombo sampai Sritex demonstrasi ia ikuti cacat di mata menjadi bukti39 Sajaknya makin kesohor dibaca seperti sabda nabi hanya satu kata: lawan!40 menjadi mantra sakti Puisi puisinya menjadi ular berbisa mematuk penguasa membuat para jendral putus asa Tubuhnya kerempeng tak mudah gepeng tak takut intel dan polisi penempeleng Sejak dua tujuh Juli Majalah Tempo, Edisi 13-19 Mei 2013. hal. 90 Mata kanan Thukul luka parah dihatam ke badan jip ketika ditangkap dalam demonstrasi di pabrik Sritex, Solo. ibid., hal.121 40 Puisi Wiji Thukul, Peringatan. Puisi itu sudah seperti puisi wajib dalam aksi-aksi mahasiswa melawan rezim Soeharto. Majalah Tempo, Edisi 13-19 Mei 2013. hal. 92 38
39
108
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
ia buron yang dicari lompat sana-sini Paulus, Aloysius Sumedi, Martinus Martin Nama-nama samaran yang melekat pada dirinya41 Salatiga, Magelang, Jogja, Jakarta42 Kota- kota yang pernah disinggahinya untuk menyembunyikam diri Pernah muncul di Tangerang semangatnya telah terkuras Ia tak seperti penyair yang dulu lagi43 Kawan-kawannya pada heran apa gerangan yang terjadi mungkinkah kena intimidasi? Ia menjadi misterius apalagi setelah bom meledak di Tanah Tinggi44 ibid., hal.141 ibid., hal.142 43 Wawancara dengan Dwi Hartanto, mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik 44 Peristiwa meledaknya bom di rumah susun Tanah Tinggi. Penguasa saat itu mengarahkan tuduhan kepada PRD sebagai otak pembuatan bom. Majalah Tempo, Edisi 13-19 Mei 2013; hal. 68-9 41
42
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
109
Kabarnya menjadi kabur posisinya simpang siur puisi-puisinya terkubur Ketika yang diculik kembali ia tak pernah munculkan diri sampai hari ini Ada kabar ia di Kalimantan pernah muncul di Borobudur sebelum pemilu sembilan sembilan45 entah benar atau khayalan Namanya dipanggil berkali-kali tak pernah menyahut entah sembunyi atau sudah mati Primbon tak bisa menjawab kemana ia pergi hari dan pasaranya tak ada yang tahu pasti46 Semuanya masih misteri Wawancara dengan Hari Sutanta, mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik Dalam primbon Jawa orang yang hilang bisa dicari dari kapan hari dan pasaran ia hilang. Misalkan orang tersebut hilang pada Jumat (hari) Kliwon (pasaran), bila hari dan pasaran dijumlah kemudian dibagi 4 sisa 1 maka orang tersebut pergi ke arah timur, bila sisa 2 dicari ke segala arah akan ketemu, bila habis dibagi empat maka dicari kemana saja tidak akan ketemu, jika sisa 3 bisa dicari kea rah barat. Misal hilang pada hari Rabu Kliwon, Jumat = 6, Kliwon = 8, 6+8= 14. Bila 14/4 akan sisa 2; karena sisa 2 dicari-cari ke segala arah akan ketemu. Suyami, Unsur Mistis dalam Serat Primbon, Kepel:2008; hal. 122-4 45
46
110
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
berita kasak kusuk tak bisa jadi rujukan /10/ Sambil berak aku nonton debat di kamar mandi aku sediakan telepisi kalau ada berita sampah tinggal kucemplungkan bersama tai Aku lihat Pak Jendral bicara garang: “Aku hanya korban!” mengacungkan buku putih bersampul Penyair Pelo Setelah meringis Pak Tirus menyanggah: “Bapak pelaku utama.” mengangkat buku merah bergambar Penyair Pelo mengepalkan tangan kiri Sorak sorai menggema teriakan “hu” menjadi lagu suasana berubah panas moderator kipas-kipas
Esok harinya sambil berak kubaca koran komentar
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
111
tentang debat semalam berseliweran adu argumentasi dan pledoi mencari benar agar menang Penyair Pelo menjadi headline sosoknya muncul di berita online puisi-puisinya dicetak ulang twitter sibuk dengan tagar: #menolaklupa Fotonya menjadi avatar47 muncul di blackberry dan whatsapp bininya diwawancarai sana-sini anaknya diajari memanaskan situasi Nama Penyair Pelo yang hilang muncul lagi walapun lima tahun sekali sebagai komoditi Yang mengaku kawan menulis testimoni unjuk diri siapa tahu bisa jadi selebriti Saling serang antar kawanku terjadi Avatar = Foto pada profil twitter yang diolah. Biasanya dipasang untuk mengenang tokoh-tokoh tertentu 47
112
E N D H I Q A N A N G PA M U N G K A S
pendukung Pak Jendral bilang: mereka sedang berjualan bangkai kawan sendiri pengikut Pak Tirus balik meyerang: orang orang itu menjadi Brutus kesiangan perkelahian basa basi, setelah itu akur lagi Akhirnya pesta usai Penyair Pelo hilang lagi namanya sepi tenggelam oleh bagi-bagi Sampai jumpa aku, penjual biografi Penyair Pelo akan muncul lima tahun lagi Lereng Merapi. 14 September 2014
PENJUAL B IOG R A FI PEN YA I R PEL O
113