RINGKASAN IDN
2015
Visi Energi Provinsi Papua 2050:
Skenario Alternatif Pengembangan Energi Terbarukan Skenario Alternatif Pengembangan Energi Terbarukan
i
Visi Energi Provinsi Papua 2050: Skenario Alternatif Pengembangan Energi Terbarukan Penanggung Jawab Benja Mambai Koordinator Program Indra Sari Wardhani Tim Penulis Bobby A. Tamaela Wattimena, MSE - Inquest Consulting Ir. Chandra Wirman - Inquest Consulting Dr. M. Fani Cahyandito - Inquest Consulting Dr. Simon Abdi Kari Frank - Universitas Cendrawasih Ir. Agustinus, MT - Universitas Cendrawasih Tim WWF Indonesia Paschalina Rahawarin Piter Roki Aloisius Prasetyo Dede Krishnadianty Maria Sherlly Editor Teknis Indra Sari Wardhani Saifuddin Suaib Layout dan Disain Gudang Ide Communication Kontributor Foto WWF Indonesia Penerbit dan hak cipta WWF Indonesia 2015 ISBN No: 978-979-1461-54-2
ii
Visi Energi Provinsi Papua 2050
Daftar Isi Pengantar........................................................................... 1 Mengapa Energi Terbarukan?........................................... 2 Mengapa Provinsi Papua?................................................. 4 Pemanfaatan Energi Terbarukan Provinsi Papua Hingga Tahun 2050........................................................... 8 Rekomendasi Peningkatan Akses dan Pemanfaatan Energi Terbarukan untuk Mencapai Visi Energi Provinsi Papua 2050......................................................... 14
Daftar Gambar Gambar 1: Distribusi PDRB Provinsi Papua Atas Harga Dasar Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010...... 5 Gambar 2: Perbandingan rasio elektrifikasi rata-rata provinsi Papua dan Indonesia tahun 2012....................... 7 Gambar 3: Proyeksi permintaan energi total, 2010 - 2050........................................................................ 9 Gambar 4: Pangsa konsumsi energi menurut sektor pengguna (dalam persen), 2050....................................... 9 Gambar 5: Proyeksi bauran energi total tahun 2050..... 10 Gambar 6: Bauran penggunaan energi menurut sektor pengguna tahun 2050............................................ 11 Gambar 7: Bauran penggunaan energi untuk masingmasing wilayah pada tahun 2050..................................... 12 Gambar 8: Proyeksi konsumsi tenaga listrik untuk masing-masing skenario, 2010 – 2050............................ 13
Skenario Alternatif Pengembangan Energi Terbarukan
i
ii
Visi Energi Provinsi Papua 2050
Pengantar
Akses terhadap energi adalah kebutuhan dasar yang sangat penting untuk mendukung pembangunan.
Keberadaan akses terhadap layanan energi akan menentukan tingkat pembangunan ekonomi, sosial, pendidikan dan bahkan kesehatan di suatu daerah. Berbagai macam kebijakan digariskan oleh Pemerintah, baik dalam tingkat nasional maupun provinsi, guna mencapai ketahanan energi nasional, baik berupa energi primer maupun sekunder. Fokus dari kajian ini adalah provinsi Papua. Provinsi paling Timur Indonesia ini memiliki posisi yang unik. Provinsi Papua adalah satu diantara beberapa tempat tersisa di dunia dengan tingkat keragaman hayati yang sangat tinggi. 90 persen luas daratan Papua adalah kawasan hutan yang diperkirakan menjadi rumah bagi 25.000 spesies tumbuhan berkayu, 164 spesies mamalia, 329 spesies amfibia dan reptilia, 650 spesies burung dan 1.200 spesies ikan laut. Dengan kata lain, Papua memiliki hampir separuh dari kekayaan keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia (De Fretes, Y. et al, 1999). Peran hutan Papua sangat penting sebagai jantung dan penyerap emisi karbon dunia membuat pemerintah daerah (Pemda) provinsi Papua telah bertekad untuk melestarikan wilayahnya dan menerapkan pembangunan rendah karbon.
Skenario Alternatif Pengembangan Energi Terbarukan
1
Mengapa Energi Terbarukan? Secara nasional, Indonesia sudah mulai mengupayakan pengembangan energi terbarukan walaupun masih belum maksimal. Saat ini, kapasitas pembangkit energi terbarukan nasional adalah sebesar 5.521 MW atau setara dengan 12,29 persen dari total kapasitas pembangkitan nasional pada tahun 2012 (Ditjen Ketenagalistrikan, 2013). Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) merupakan jenis pembangkit listrik energi terbarukan yang terbesar, dan pangsa pembangkit PLTP akan terus meningkat sejalan dengan kebijakan energi nasional yang ada.
2
Visi Energi Provinsi Papua 2050
Total emisi dari sektor energi di papua tahun 2010 adalah sebesar 323.873,64 tCO2eq dimana lebih dari 99 persen diperoleh dari pembakaran BBM untuk membangkitkan listrik (Bappeda Provinsi Papua, 2013)
Pembangkit listrik skala kecil berbasis sumber energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga mini- dan mikro-hidro (PLTM dan PLTMH) banyak digunakan untuk wilayah-wilayah terpencil dan terisolasi yang jauh dari jaringan listrik besar. Namun saat ini kebanyakan wilayah-wilayah tersebut oleh PT. PLN (Persero) dilayani dengan memasang pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) berbahan bakar minyak diesel di kantongkantong pemukiman. Pemasangan PLTD ini adalah hal termudah namun termahal yang dilakukan. Sebagai contoh, di provinsi Papua terdapat 161 PLTD dengan total kapasitas mampu sebesar 58.09 MW yang beroperasi milik PLN (PLN, 2012). Namun, meningkatnya biaya bahan bakar yang tinggi dan kendala dalam mengangkut bahan bakar yang menyebabkan tinggnya biaya pengangkutan telah menciptakan kondisi layanan listrik yang tidak dapat diandalkan yang pada akhirnya semakin melemahkan pembangunan pedesaan. Peran energi terbarukan di provinsi Papua akan menjadi penting mengingat seluruh pasokan bahan bakar minyak (BBM) dan LPG ke provinsi ini berasal dari luar Papua. BBM diperoleh dari depot utama di Maluku dan LPG masih bergantung pada pasokan dari wilayah Jawa. Keberadaan kilang Kasim di Sorong tidak mampu memenuhi kebutuhan provinsi Papua, dan kilang tersebut hanya menghasilkan BBM. Disisi lain, pemanfaatan sumber energi terbarukan bersifat lokal dan tidak ekonomis jika ditransportasikan antar wilayah. Kondisi ini menyebabkan pengembangan sumber energi terbarukan sangat cocok dalam peningkatan pemanfaatan energi di wilayah terpencil dan terisolasi. Pengembangan dan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan lokal untuk jaringan tenaga listrik memiliki kelebihan. 1. Mendukung program listrik pedesaan melalui penyediaan kapasitas pembangkit di daerah pedesaan. Bisa berupa pembangkit baru ataupun dihibridkan dengan genset atau pembangkit terbarukan lainnya.
Pembangkit listrik energi terbarukan yang terbesar
Pembangkit listrik tenaga air (PLTA)
Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP)
2. Meskipun tinggi di komponen biaya modal, energi terbarukan memiliki biaya operasi yang sangat rendah. Ini akan memberikan alternatif yang lebih murah dan efektif jika dibandingkan dengan genset seperti yang digunakan saat ini. 3. Memberikan alternatif pembangkitan listrik rendah karbon dan memulai transisi menuju ekonomi hijau. Berdasarkan dokumen Rencana Aksi Daerah Propinsi Papua, total emisi dari sektor energi di tahun 2010 adalah sebesar 323.873,64 tCO2eq dimana lebih dari 99 persen diperoleh dari pembakaran BBM untuk membangkitkan listrik (Bappeda Provinsi Papua, 2013).
Hal ini juga selaras dengan strategi PLN untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di kawasan timur Indonesia. Yaitu melalui pendekatan: (i) mengoptimalkan pemanfaatan energi terbarukan; (ii) inovasi di teknologi pembangkitan; serta (iii) meningkatkan efisiensi energi. Namun ternyata, pendekatan pengembangan energi terbarukan di Papua belum menjadi prioritas utama. Batubara masih menjadi andalan untuk mensuplai jaringan listrik yang ada. Sehingga, WWF memandang perlu untuk adanya kajian yang berfungsi sebagai alternatif kebijakan pengembangan energi bagi pemerintah Papua.
Skenario Alternatif Pengembangan Energi Terbarukan
3
Mengapa Provinsi Papua? Provinsi Papua menjadi fokus kajian skenario alternatif pengembangan pemanfaatan energi terbarukan, selain tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, dikarenakan provinsi paling timur Indonesia ini masih memiliki potensi sumber daya pembangunan yang belum dikembangkan secara maksimal. Secara umum, pembangunan sosialekonomi provinsi ini masih tergolong paling rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Tantangan utama yang dihadapi dalam membangun provinsi ini adalah kondisi geografis yang berupa dataran tinggi pegunungan, rawa-rawa, pesisir dan kepulauan yang memiliki infrastruktur perhubungan yang sangat terbatas. Tantangan berikutnya adalah densitas penduduk yang sangat bervariasi dan tersebar, sebagai contoh adalah kota Jayapura yang memiliki densitas tertinggi dan kabupaten Merauke yang terkecil. Tantangan lain dalam pengembangan perekonomian, termasuk pengembangan infrastruktur dan akses energi, di provinsi ini adalah keberagaman budaya, terutama terkait dengan kepemilikan lahan dan sumber daya. Tantangan ini timbul akibat tidak dipahaminya konteks budaya secara keseluruhan dalam setiap tahapan pembangunan. Ketersediaan akses terhadap layanan energi juga mempengaruhi pembangunan ekonomi secara keseluruhan, terutama akses terhadap energi listrik oleh sektor rumah tangga, komersial dan industri.
4
Visi Energi Provinsi Papua 2050
2,47 0,23
Pertambangan dan Penggalian Pertanian
8,81
Jasa-Jasa
7,42 7,73
41,89
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaa Pengangkutan dan Telekomunikasi
3,5
Perdagangan, Hotel dan Restoran
11,3
Bangunan
16,66
Listrik, Gas dan Air Bersih Industri Pengolahan
Sumber: Diolah dari (BPS Provinsi Papua, 2011) Gambar 1: Distribusi PDRB Provinsi Papua Atas Harga Dasar Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010
Pembangunan Ekonomi Daerah Potensi perekonomian provinsi Papua masih belum banyak dikembangkan hingga saat ini. Perekonomian provinsi ini masih banyak bergantung kepada sektor pertambangan dan penggalian, utamanya adalah kegiatan pertambangan tembaga dan emas di kabupaten Mimika, dimana pada tahun 2010 hampir mencapai 42 persen dari total PDRB provinsi tersebut. Besarnya pangsa sektor pertambangan dan penggalian dalam PDRB tahun 2010 hampir sama besar dengan jumlah pangsa dari 7 sektor perekonomian lainnya (kecuali sektor pertanian). Penyebaran industri, baik industri pertambangan maupun pengolahan, masih terpusat di beberapa kabupaten saja, utamanya adalah kabupaten Mimika dan Jayapura.
Petambangan Tembaga dan Emas Pada tahun 2010 ketergantungan sektor perekonomian provinsi terhadap pertambangan tembaga dan emas hampir mencapai 42 persen dari total PDRB provinsi tersebut.
Potensi sektor perekonomian lainnya sangat besar untuk dikembangkan di waktu mendatang. Potensi pariwisata yang dimiliki provinsi ini, sebagai contoh, hampir terlengkap di Indonesia. Alam yang dimilikinya masih asli, budaya yang khas dan unik, minat khusus bahari yang tak kalah menarik dengan daerah lain di Indonesia bahkan mancanegara sekalipun. Semuanya ini belum disentuh bahkan ditata untuk menjadi obyek dan daya tarik wisata unggulan bagi kunjungan wisatawan, terutama salju abadi di pegunungan tengah dan Taman Nasional Lorentz yang luasnya mencapai 2.505.600 ha. Kawasan ini merupakan kawasan konservasi terluas di Asia Tenggara, berada pada ketinggian 0 - 4.884 m dpl dan tersebar di 10 kabupaten. Taman Nasional Lorentz bukanlah kawasan konservasi biasa seperti kawasan lainnya, pada tanggal 12 Desember 1999 PBB melalui United Nation Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) secara resmi menetapkannya sebagai situs alam warisan dunia yang memiliki kurang lebih 43 jenis ekosistem, kawasan Daerah Tropis yang memiliki gletser (Puncak Cartenz) dan danau Habema yang menakjubkan,
Skenario Alternatif Pengembangan Energi Terbarukan
5
dihiasi padang rumput alpin dan rawa-rawa. Masih ada lagi Taman Nasional Wasur di Merauke dengan berbagai spesies mamalia, Taman Nasional Teluk Cenderawasih dengan berbagai biota laut dan karang yang indah serta tidak ketinggalan pula potensi budaya yang biasanya ditampilkan pada Festival Lembah Baliem dan Asmat serta kegiatan pariwisata lainnya berupa trekking, hiking, berburu dan adventuring. Pengembangan sektor pariwisata tersebut pada akhirnya akan meningkatkan kegiatan-kegiatan sektor perekonomian lainnya, seperti sektor-sektor jasa (hotel, penginapan, perdagangan, keuangan, dan lain sebagainya).
Pembangunan Sosial-Ekonomi dan Kependudukan Jumlah penduduk di provinsi Papua adalah
1,5 %
dari total penduduk nasional
Jumlah penduduk merupakan aset yang penting dalam kegiatan pembangunan perekonomian suatu daerah. Jumlah penduduk di provinsi Papua merupakan 1,5 persen dari total jumlah penduduk nasional dengan tingkat densitas penduduk yang sangat rendah jika dibandingkan nilai rata-rata nasional. Kualitas sumber daya manusia di provinsi ini juga masih tertinggal jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Sebagian besar tamat pendidikan sekolah dasar (SD), dan tingkat melek huruf yang jauh di bawah rata-rata nasional. Pengangguran dan kemiskinan menjadi salah satu tantangan dalam pembangunan sosial-ekonomi di provinsi ini. Pengangguran terbanyak berada di wilayah pedesaan, demikian pula angka kemiskinan. Tingkat kemiskinan dan Indeks Kemiskinan di provinsi Papua merupakan yang terbesar di Indonesia. Kondisi yang sangat bertolak belakang dengan tingginya pendapatan per kapita yang didukung kegiatan sektor pertambangan. Kualitas kesehatan juga menjadi faktor penentu dalam peningkatan kualitas penduduk di provinsi Papua. Angka kematian bayi dan ibu melahirkan masih sangat tinggi, lebih tinggi dari rata-rata nasional. Kondisi ini diperburuk oleh kondisi gizi yang buruk dan sering menderita sakit secara berulang akibat kondisi sanitasi yang buruk. Keterbatasan sarana kesehatan, ketersediaan tenaga medis dan obat-obatan juga mempengaruhi kualitas kesehatan di provinsi ini. Semua kondisi di atas pada akhirnya mempengaruhi rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di provinsi Papua. Rendahnya IPM diakibatkan rendahnya akses terhadap sumber-sumber energi, terutama listrik dan bahan bakar selain biomassa (kayu bakar).
Rendahnya IPM diakibatkan rendahnya akses terhadap sumbersumber energi
6
Kondisi lain yang juga harus diperhatikan dalam pembangunan sosialekonomi provinsi adalah peran wanita dan kesetaran gender. Secara umum angka Indeks Pembangunan Gender (IPG) untuk provinsi Papua masih termasuk dalam kelompok rendah, walaupun rasio IPG terhadap IPM termasuk 5 besar di Indonesia. Kondisi lain yang mewakili kesetaran gender adalah indeks pemberdayaan perempuan atau IDG. Sama seperti IPM dan IPG, nilai IDG untuk provinsi Papua termasuk yang terendah dibandingkan dengan rata-rata nasional.
Visi Energi Provinsi Papua 2050
Pembangunan Akses Energi
90 %
Sumber energi fosil, terutama bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan di provinsi Papua berasal dari luar daerah, termasuk gas LPG.
Akses energi di provinsi Papua masih sangat terbatas. Rasio elektrifikasi masih berada pada tingkat 34,6 persen, jauh di bawah rata-rata nasional yang mencapai 76,6 presen. Faktor utama yang menyebabkan rendahnya rasio elektrifikasi adalah kondisi geografi yang menyebabkan sulitnya pengembangan sistem kelistrikan terpadu, kondisi penyebaran dan densitas penduduk serta masih rendahnya pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan untuk pembangkitan listrik. Disamping masih rendahnya rasio elektrifikasi di provinsi Papua, tantangan lain dalam pemanfaatan energi adalah ketergantungan kepada sumber-sumber energi fosil, terutama bahan bakar minyak (BBM). Lebih dari 90 persen yang digunakan di provinsi ini berasal dari luar daerah, termasuk gas LPG. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi yang tidak terjamah program konversi minyak tanah ke LPG akibat keterbatasan infrastruktur pendukung. Konsumsi minyak tanah sangat dominan di sektor rumah tangga dan komersial. Untuk pembangkitan kelistrikan, sebagian besar sistem kelistrikan yang ada dan sistem terisolasi serta tersebar masih menggunakan BBM, dimana ketersediaan yang terbatas dan biaya bahan bakar yang tinggi menyebabkan rendahnya kehandalan pasokan listrik. Penggunaan BBM juga masih dominan di sektor industri, termasuk di dalamnya sektor industri rumah tangga, seperti industri penyulingan kayu putih. Kondisi ini sangat ironis karena provinsi Papua memiliki sumber daya energi terbarukan yang melimpah. Sumber daya air sangat berlimpah mengingat kondisi geografi pegunungan. Selanjutnya, provinsi Papua merupakan salah satu provinsi dengan luas tutupan hutan terbesar di Indonesia. Kondisi menyebakan potensi energi biomasa yang cukup besar dan belum dimanfaatkan. Sumber energi terbarukan juga berasal dari hasil-hasil produk pertanian dan perternakan, seperti biogas dari kotoran hewan dan briket dari ampas produksi sagu.
76,56%
34.62%
Rata-rata Indonesia
Provinsi Papua
Sumber: Diolah dari Ditjen Ketenagalistrikan (2013) Gambar 2: Perbandingan rasio elektrifikasi rata-rata provinsi Papua dan Indonesia tahun 2012
Skenario Alternatif Pengembangan Energi Terbarukan
7
Pemanfaatan Energi Terbarukan Provinsi Papua Hingga Tahun 2050 Total Kebutuhan Energi Total kebutuhan energi di provinsi Papua akan tumbuh dari 1,432 ribu SBM pada tahun 2010 menjadi 7,859 ribu SBM di tahun 2050 untuk skenario BAU dan 8,090 ribu SBM untuk Skenario Alternatif (Gambar 3). Sektor-sektor penggerak utama pertumbuhan permintaan energi di provinsi Papua hingga tahun 2050 adalah sektor rumah tangga dan komersial. Dalam kurun waktu tersebut, permintaan sektor rumah tangga dan komersial akan tumbuh rata-rata sebesar 3.84 dan 5.92 persen per tahun (CAGR). Di sisi lain, pertumbuhan permintaan sektor industri di luar sektor pertambangan diproyeksikan akan tumbuh sebesar 3.09 per sen per tahun.
8
Visi Energi Provinsi Papua 2050
Konsumsi energi per Sektor Pengguna Konsumsi energi sektor rumah tangga akan mendominasi konsumsi energi total di provinsi Papua. Pada tahun 2050, konsumsi sektor rumah tangga dan komersial mencapai masing-masing 4,743.11 dan 3,104.50 ribu SBM. Permintaan energi sektor industri merupakan yang terkecil dari ketiga sektor yang ada, dimana pada tahun 2050 mencapai 242.22 ribu SBM (Gambar 4). Rendahnya konsumsi di sektor ini jika dibandingkan dua sektor terdahulu diakibatkan oleh masih belum berkembangnya sektor industri di provinsi Papua. Pada kedua skenario diasumsikan bahwa sektor pertambangan masih menjadi primadona, sedangkan sektor industri manufaktur masih terbatas perkembangan dan masih terkonsentrasi di beberapa kabupaten, seperti kota Jayapura dan kabupaten Jayapura.
Gambar 3: Proyeksi permintaan energi total, 2010 - 2050
Gambar 4: Pangsa konsumsi energi menurut sektor pengguna (dalam persen), 2050
Skenario Alternatif Pengembangan Energi Terbarukan
9
Bauran energi final Dalam hal penggunaan jenis energi, Skenario BAU masih bergantung kepada BBM dan biomassa. Pada tahun 2050, penggunaan BBM dan biomassa mencapai masing-masing 2.027,19 ribu SBM dan 1.656,04 ribu SBM, atau 46,87 persen dari total konsumsi energi pada periode tersebut (Gambar 5). Sebaliknya, pada Skenario Alternatif pangsa penggunaan BBM dan biomasa akan berkurang menjadi 10,80 persen, atau 873,42 ribu SBM. Penurunan penggunaan biomasa dan BBM disebabkan penetrasi penggunaan bahan bakar alternatif seperti LPG, briket, biogas dan tenaga listrik. Total penggunaan bahan-bahan bakar tersebut mencapai 7,216.40 ribu SBM pada tahun 2050, atau mencapai 89.20 persen dari total keseluruhan konsumsi energi. Peningkatan penggunaan LPG diproyeksikan dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur pendukung yang menjamin ketersediaan dan akses jenis energi ini. Selanjutnya, peningkatan penggunaan briket dan dan biogas didukung oleh ketersediaan bahan baku dan teknologi tepat guna yang mudah dikuasai oleh masyarakat.
Listrik Biomasa Biogas Minyak Diesel Minyak Tanah LPG Briket
Gambar 5: Proyeksi bauran energi total tahun 2050
Bauran energi final per sektor pengguna Secara sektoral, biomasa akan dominan di sektor rumah tangga, sedangkan minyak diesel dominan di sektor komersial (Gambar 6). Pada sektor industri, proporsi masing-masing bahan bakar cenderung sama. Di Skenario Alternatif, total konsumsi LPG, briket dan listrik akan memiliki pangsa yang tinggi, atau berkisar rata-rata diatas 50 persen.
10
Visi Energi Provinsi Papua 2050
Gambar 6: Bauran penggunaan energi menurut sektor pengguna tahun 2050.
Skenario Alternatif Pengembangan Energi Terbarukan
11
Pemanfaatan energi berdasarkan wilayah Dalam hal distribusi penggunaan jenis bahan bakar berdasarkan wilayah, Wilayah Pesisir dan Wilayah Dataran Tinggi memiliki konsumsi energi terbesar, yaitu 75 persen dari total konsumsi energi di lima wilayah pengamatan (Gambar 7). Pada tahun 2050, Wilayah Pesisir ini diproyeksikan mengkonsumsi energi sebesar 3.736,16 ribu SBM, atau tumbuh 4,09 persen per tahun (CAGR) dari 621,90 ribu SBM pada tahun 2010. Disisi lain, Wilayah Dataran Tinggi yang terdiri dari kumpulan 14 kabupaten konsumsi energinya diproyeksikan tumbuh 5,16 persen (CAGR) hingga mencapai 2.350,44 ribu SBM pada tahun 2050. Untuk wilayah lainnya, konsumsi energi diproyeksikan akan mencapai 2.003,23 ribu SBM pada periode yang sama.
Gambar 7: Bauran penggunaan energi untuk masing-masing wilayah pada tahun 2050
Permintaan tenaga listrik Permintaan tenaga listrik di provinsi Papua diproyeksikan akan tumbuh antara antara 6,52 - 6,85 persen per tahun (CAGR) hingga tahun 2050 (Gambar 8). Pertumbuhan permintaan terbesar terjadi di Sistem Wamena, Timika dan Merauke, yaitu masingmasing 10,06, 7,84, dan 8,27 persen per tahun (CAGR). Namun demikian, konsumsi tenaga listrik terbesar berada di sistem Jayapura, Merauke dan Nabire, masing-
12
Visi Energi Provinsi Papua 2050
masing mencapai 816,70 , 396,08 , dan 359,72 ribu SBM. Untuk sistem lainnya, termasuk listrik pedesaan dan kabupaten lainnya yang tidak termasuk dalam sistem kelistrikan yang ada, permintaan listrik diproyeksikan mencapai 1.195,61 ribu SBM hingga tahun 2050. Pembangkitan tenaga listrik. Dalam Skenario BAU, total kapasitas yang tersedia hingga tahun 2050 diproyeksikan mencapai 1.090,0 MW, sedangkan pada Skenario Alernatif kapasitas pembangkitan mencapai 2.021,9 MW. Wilayah kelistrikan yang memiliki kapasitas pembangkitan terbesar adalah Wilayah Jayapura, yaitu mencapai 337,90 MW. Besarnya kapasitas tersebut merupakan akibat langsung dari tingginya permintaan listrik di sistem tersebut. Dalam hal bauran kapasitas pembangkitan, pembangkit-pembangkit berbahan bakar fosil, yaitu minyak diesel dan batubara, akan mendominasi kapasitas pembangkit pada Skenario BAU. Pada skenario ini, total kapasitas pembangkit berbahan fosil mencapai 51,33 persen, atau setara dengan 559,45 MW. Pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) pada saat ini menjadi tulang punggung penyediaan tenaga listrik di provinsi Papua, dimana pada tahun 2010 mencapai 141,32 MW. PLTD juga menjadi sumber utama pada untuk wilayah-wilayah terisolasi, seperti listrik pedesaan dan wilayah yang tidak terkoneksi dengan sistem kelistrikan. Untuk Skenario Alternatif, pangsa pembangkit berbahan bakar fosil diproyeksikan akan turun hingga 6,76 persen atau setara dengan 136,75 MW. Sebagai gantinya, peran pembangkit listrik energi terbarukan akan meningkat menjadi 1.885,15 MW, yang terdiri dari 1.229,40 MW PLTS, 643,75 MW PLTA (termasuk PLTMH) serta sisanya berupa PLTU biomassa.
Gambar 8: Proyeksi konsumsi tenaga listrik untuk masing-masing skenario, 2010 – 2050.
Skenario Alternatif Pengembangan Energi Terbarukan
13
Rekomendasi Peningkatan Akses dan Pemanfaatan Energi Terbarukan untuk Mencapai Visi Energi Provinsi Papua 2050 1. Promosikan hanya sumber energi terbarukan sebagai prioritas. Pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan di provinsi Papua hanya dapat terwujud jika menjadi prioritas utama dalam perencanaan energi daerah yang tertuang dalam Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Pengutamaan pemanfatan sumber energi terbarukan berarti memberi kesempatan pertama kepada sumber-sumber energi lokal yang ada di provinsi ini untuk memenuhi permintaan energi yang ada. Peningkatan pemanfaatan sumber-sumber energi lokal harus didukung tidak hanya dari sisi perencanaan, namun juga dalam aspek kebijakan dan peraturan daerah.
2. Padukan pemanfaatan sumber energi terbarukan dalam perencanaan pembangunan. Pengembangan pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan memiliki dimensi yang luas dan bersifat lintas sektor. Peningkatan akses kepada sumber-sumber energi terbarukan, contohnya, dapat dikaitkan kepada program peningkatan kesejahteraan keluarga. Selanjutnya, peningkataan pemanfaatan sumber energi terbarukan dapat mendukung pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Penurunan Gas Rumah Kaca (RADGRK) dan pembangunan rendah karbon provinsi. Pencapaian Visi Papua 2100 yang telah dicanangkan juga dapat dilakukan melalui pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan, terutama y ang terkait dengan konservasi lingkungan.
14
Visi Energi Provinsi Papua 2050
3. Manfaatkan sumber energi terbarukan dalam pola tersebar. Sumber energi terbarukan pada umumnya memiliki ukuran yang kecil jika dibandingkan sumber energi fosil, kecuali PLTA besar dan panas bumi. Provinsi Papua memiliki potensi yang besar untuk pengembangan PLTA besar, termasuk juga potensi air yang melimpah untuk pengembangan PLTMH. Namun, sumber-sumber energi seperti air tersebut, serta sumber energi biomasa, biogas dan lainnya, umumnya berukuran kecil, tersebar dan jauh dari titik-titik permintaan energi. Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, maka pengembangan sumber energi terbarukan di provinsi Papua harus diprioritaskan secara tersebar (distributed), bukannya terpusat (centralized) yang dapat menjangkau titik-titik permintaan terdekat. Hal ini juga mempertimbangkan sumber-sumber energi terbarukan bersifat lokal dan tidak dapat diangkut ke wilayah lain.
4. Tingkatkan akses pendanaan untuk pemanfaatan sumber energi terbarukan. Pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan, sebagaiman sumbersumber energi lainnya, membutuhkan pendanaan dalam tahapan pengembangan. Keterbatasan pendanaan pemerintah, baik pusat maupun provinsi, tidak harus menjadi halangan dalam pengembangan pemanfaatan tersebut. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus secara bersamasama dan terkoordinasi menyusun strategi dan mekanisme pendanaan yang dapat dilakukan sesuai dengan ketersediaan anggaran pemerintah. Peran swasta dan lembaga-lembaga keuangan harus juga diikutsertakan sebagai salah satu sumber pendanaan dalam penyusunan strategi dan mekanisme tersebut. Hal yang terpenting yang perlu diperhatikan adalah peningkatan akses pendanaan bagi masyarakat dalam mengembangkan sumber energi terbarukan, dimana mekanisme pendanaan berbasis pengembangan offgrid akan sangat berbeda yang on-grid.
5. Lakukan pengembangan dan penerapan teknologi energi terbarukan sesuai kondisi geografis dan kemasyarakatan.
Propinsi Papua
Teknologi pemanfaatan sumber energi terbarukan sangat beragam, mulai yang sangat sederhana (contoh: pembangkit listrik tenaga mikrohidro) hingga yang sangat kompleks (contoh: pembangkit tenaga angin dan surya). Penerapan teknologi energi terbarukan adalah yang sesuai dengan kondisi geografis provinsi Papua dan berupa teknologi yang dapat dikuasai oleh secara mudah hingga ke lapisan masyarakat umum. Penelitian maupun pemilihan teknologi yang berkesesuaian dengan kondisi tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian dan akademisi daerah, seperti Universitas Cendrawasih dan sekolah-sekolah kejuruan. Lembaga-lembaga tesebut juga dapat berperan dalam peningkatan kapasitas masyarakat dalam pemanfaatan sumber energi terbarukan.
Skenario Alternatif Pengembangan Energi Terbarukan
15
6. Masukan dimensi kebudayaan lokal dalam perencanaan dan pelaksanaan pemanfaatan energi terbarukan. Dimensi budaya sering terlupakan dalam perencanaan pembangunan, termasuk dalam perencanaan pemanfaatan sumber energi terbarukan. Ketidakmampuan dalam memasukkan dimensi budaya ini pada akhirnya sering menghambat kegiatan pembangunan infrastruktur energi terbarukan. Provinsi Papua memiliki keunikan budaya dan bahasa yang sangat beragam, dimana keputusan untuk suatu masalah dapat dilakukan secara kelompok maupun individu. Kebudayaan di provinsi ini sudah sejak lama mengenal konsep kekuatan alam, termasuk yang berkaitan dengan sumber energi (matahari, air dan angin). Keunikan budaya ini yang harus dapat dimasukkan dalam perencanaan pengembangan sumber energi terbarukan agar penolakan masyarakat terhadap kegiatan ini dapat diminimalkan dan partisipasi mereka dapat ditingkatkan, terutama keterkaitannya dengan pemberian kesempatan kepada kaum perempuan.
16
Visi Energi Provinsi Papua 2050
7. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia. Pengembangangan sumber daya energi terbarukan di provinsi Papua tidak dapat dilepaskan dari kapasitas dan kemampuan sumber manusia (SDM) yang ada untuk mengelolanya. Pengembangan SDM harus secara menyeluruh mulai dari perangkat pemerintah daerah hingga ke tingkat masyarakat. Kapasitas SDM yang handal dibutuhkan dalam membuat kebijakan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan yang berkelanjutan dan yang dapat dilaksanakan hingga sampai di tingkat masyarakat. Selanjutnya, kapasitas masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya energi tersebut, termasuk dalam penguasaan operasi dan perawatan peralatan yang ada, sangat dibutuhkan untuk mendukung keberlanjutan program dan kegiatan yang ada. Dalam hal ini, peran lembaga-lembaga-lembaga pendidikan formal dan informal, seperti sekolah-sekolah keteknikan, menjadi sangat penting sebagai pusat-pusat unggulan dalam proses peningkatan kapasitas SDM lokal.
8. Melakukan kajian lanjutan mengenai potensi sumber energi terbarukan secara keseluruhan di provinsi Papua. Dalam mengidentifikasi potensi sumber energi terbarukan di provinsi Papua, kajian ini melakukan survei terbatas terhadap beberapa wilayah kota/desa di 5 kabupaten yang mewakili 5 kategori wilayah yang ada. Data dan informasi yang diperoleh tidak menggambarkan potensi sesungguhnya yang ada yang ada di provinsi tersebut. Untuk itu diperlukan kajian lebih lanjut dan mendalam mengenai potensi sebenarnya dari sumber-sumber energi terbarukan yang ada sehingga diketahui dengan jelas sumbersumber yang akan dikembangkan, termasuk prioritas pengembangan; bagaimana potensi sumber-sumber energi terbarukan akan dikembangkan dan kapan harus dikembangkan agar ketersediaannya dapat memenuhi kebutuhan yang ada.
Skenario Alternatif Pengembangan Energi Terbarukan
17
18
Visi Energi Provinsi Papua 2050
Skenario Alternatif Pengembangan Energi Terbarukan
19
©
VISI
Sinergi pemangku kepentingan- pembuat kebijakan, investor, pemimpin perusahaan, komunitas dan individual.
SKENARIO
MANFAAT TANTANGAN
Untuk menghentikan terjadinya degradasi lingkungan dan membangun masa depan dimana manusia hidup berharmoni dengan alam. www.wwf.or.id
Visi Energi Provinsi Papua 2050
WWF.OR.ID
Misi WWF
Menghentikan polusi bahan bakar fosil; menghemat uang; menanggulangi perubahan iklim; meningkatkan kesehatan; tidak ada resiko nuklir; membuka lapangan kerja baru; inovasi; melindungi kelestarian lingkungan
IDN
Konservasi energi & pengurangan permintaan; upaya elektrifikasi; keseimbangan; investasi; implikasi terhadap tata guna lahan/air/laut; tata kelola; pilihan gaya hidup – perubahan perilaku & etika publik; inovasi and R&D
20
RECYCLED
SOLUSI
Kebutuhan energi dunia dipasok dari 100% energi terbarukan yang berkelanjutan pada 2050
Ekstensifikasi moda transportasi berbasis listrik; peningkatan konservasi energi smart grids; ketersediaan energi yang berkelanjutan untuk semia
60%
Visi Energi Provinsi Papua 2050: Skenario Alternatif Pengembangan Energi Terbarukan
Visi Energi WWF Global: 100 % Energi Terbarukan pada 2050
FSC