RESOLUSI DAMAI DALAM KONFLIK KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA: KASUS PERUSAKAN RUMAH IBADAH DI TEMANGGUNG Laporan Field Trip PENINGKATAN PEMAHAMAN PERDAMAIAN DI PESANTREN PERSPEKTIF HAM DAN ISLAM Kunjungan ke Gereja St. Paulus Petrus Dan Komunitas GUS DURian Temanggung
Kamis, 2 Maret 2016 Penulis Naily Mazaya Zulfa (PP. Asnawiyah Demak) Muhammad Ali Munawar (PP. Raudlatut Thalibien, Jetis – Semarang) Nur Rokhim (PP. Al-Islah, Salatiga) Hesty Setianingrum (PP. Al-Ghufron, Kecandran – Salatiga ) Imam Mahmudi (PP. Al-Huda Boyolali)
Editor ABDUL AZIZ MUSLIM
Pesantren for Peace (PFP): A Project Supporting the Role of Indonesian Islamic Schools to Promote Human Rights and Peaceful Conflict Resolution
Pendahuluan Kegiatan GUSDURian
Field
Trip ke
Temanggung
Gereja St.
merupakan
Petrus
bagian
Paulus dari
dan
kegiatan
Komunitas pelatihan
Peningkatan Pemahaman Perdamaian di Pesantren Berperspektif HAM dan Islam,
tanggal
1-4
Maret
di
Salatiga-Jawa
Tengah.
Kegiatan
ini
diselenggarakan oleh CSRC (Center for the Study of Religion and Culture) UIN Syarif Hidayatullah dan Konrad-Adenauer-Stiftung (KAS) dengan dukungan Uni Eropa. Kegiatan field trip dilaksanakan tanggal 3 Maret 2016. Tujuannya untuk memberikan pengetahuan tentang Bina damai penyelesaian konflik yang ada di Temanggung, serta memberikan pengalaman best practice bagaimana menyelesaikan persoalan konflik yang ada secara damai, berpihak kepada HAM sesuai ajaran Islam. Pemilihan lokasi Gereja St. Paulus Petrus dan Komunitas GUSDURian, terkait peristiwa kerusuhan amuk massa yang terjadi tanggal 8 Februari 2011. Gereja St. Paulus Petrus merupakan salah satu gereja yang mengalami kerusakan oleh sekelompok massa pada saat terjadinya sidang putusan pengadilan atas terdakwa pelaku penistaan agama Antonious Richmond Bawengan. Sedangkan komunitas Gus Durian adalah sebuah kelompok masyarakat
sipil
yang
memiliki
komitmen
untuk
meneruskan
dan
memperjuangkan gagasan pemikiran Gus Dur tentang perdamaian, toleransi, multikurturalisme, HAM dan Kemajemukan. Komunitas GUSDURian bersama pihak Gereja St. Paulus Petrus terlibat aktif melakukan inisiasi perdamaian pasca konflik amuk massa tanggal 8 Februari 2011 Laporan Field Trip ini merupakan kompilasi dari laporan yang dibuat oleh 5 orang terpilih peserta pelatihan. Dalam laporan ini dijelaskan tentang profil dari Gerja St. Paulus Petrus dan Komunitas GUSDURian, latar belakang dan kronologis kejadian kerusuhan konflik atas nama agama pada saat terjadinya amuk massa tanggal 8 Februari 2011, Pelanggaran HAM yang terjadi saat terjadinya konflik dan pasca konflik, inisiatif/upaya penyelesaian konflik secara damai yang dilakukan oleh berbagai pihak, serta rekomendasi yang bisa diberikan
untuk
mendatang.
mencegah
terulangnya
kejadian
serupa
pada
masa
Profil Gereja St. Petrus Paulus - Temanggung Sejarah berdirinya Gereja Katolik di Temanggung dimulai dari seorang guru pribumi Jawa bernama Darus Sastrowiyoto, yang tertarik dengan agama Katolik, dan dididik oleh para suster Mendut. Sejak tahun 1909 sampai dengan tahun 1914, Ia mengajar di Holland Inlansche School, sebuah sekolah dasar untuk anak-anak pribumi milik pemerintah Belanda. Ia dibaptis dengan nama Christoforus dan isterinya Caecilia. Karena tugasnya sebagai guru pemerintah Belanda, maka Darus Sastrowiyoto harus sering berpindah tempat mengajar, mulai dari Mendut pindah ke Parakan kemudian pindah lagi ke Tembarak, dan akhirnya bertugas di Temanggung. Seperti orang Katolik pada umumnya, ia menerima Sakramen Baptis, Sakramen Tobat, Sakramen Mahakudus dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit oleh Romo yang didatangkan dari Magelang ke Temanggung. Darus Sastrowiyoto meninggal tahun 1928 dan dimakamkan di Pengampon wilayah Jampirejo Temanggung. Sepeninggal Darus Sastrowiyoto, panggilan iman tumbuh subur. Orangorang
yang
Temanggung
terpanggil
masuk
diantaranya
FJ.
dalam
Gereja
Siswosukarto,
Katolik V.
dari
Kusmin,
warga S.
asli
Sanjoto
Sastrosudirja dan Stefanus Siswarjo. Sekitar tahun 1930, datang warga Katolik dari luar Temanggung, yang sebagian besar dari paroki Wedi Klaten. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai pedagang pasar, diantaranya adalah C. Wiryosusanto, Mangunsukarto, Thomas Siswopranoto, AS. Adi Sudarsono. Merasa
sebagai saudara
seiman,
mereka
sering
melakukan
doa
bersama di rumah secara bergiliran. Umat Katolik Temanggung semakin banyak, maka C. Wiryosusanto melapor ke gereja Santo Antonius (sekarang St. Ignatius) di Magelang. Kemudian dibentuklah sebuah stasi kesil yang diberi nama Stasi Antonius Temanggung. Pada waktu itu, pastor yang berkarya di Temanggung adalah pastor Lucas SJ, Dideerich, SJ, Yos Versteegh, SJ dan JB. Prenthaler, SJ yang datang dari Magelang dan Muntilan. Stasi kecil di Temanggung belum memiliki rumah ibadat, maka perayaan Ekaristi dilaksanakan dengan berpindah-pindah tempat, diantaranya adalah di rumah seorang warga Tionghowa di kampung Segenjahan, rumah Tuan Chevalier (selatan alun-alun Temanggung), kantor Pengadilan Negeri,
rumah Tuan Phillips (sekarang SDN I Jampiroso), salah satu ruangan di Panti Lemah Ingatan (sekarang BB RSBG Kartini), salah satu ruangan di Staandard School milik Missie (sekarang Kantor Kecamatan Temanggung), dan rumah Asisten Residen (sekarang gedung DPRD Temanggung). Setelah Missi dapat membeli tanah dan rumah sendiri, perayaan Ekaristi Suci tidak lagi berpindah-pindah tempat. Tanah dan rumah tersebut digunakan untuk Staandaard School yang baru, bagian depan untuk kapel dan bagian lain untuk Kesaard School (Schaakel School). Kapel kecil yang sederhana itu diberi nama Santo pelindung “Antonius dari Padua”. Pada tahun 1940-an pastor-pastor yang berkarya di Temanggung adalah pastor H. De Kyuper, SJ, IM. Haryadi, Pr, R. Sandjojo, Pr. PC. Dwidjo Susanto, Pr dan HA. Noordman, SJ. Jumlah umat berkembang terus, sampai dengan tahun 1949, jumlah kumulatif warga Temanggung yang dibaptis ada 283 orang. Pada saat itu banyak orang menganggap bahwa Gereja Katolik identik dengan penjajah Belanda, maka pada Perang Kemerdekaan II (Clash kedua) banyak aset-aset Belanda yang dibakar atau yang sering disebut politik bumi hangus. Namun berkat perlindungan Tuhan, kapel Santo Antonius dari Padua Temanggung terhindar dari taktik pembumihangusan. Sesudah perang kemerdekaan, keadaan makin kondusif. Umat Katolik makin senang ke gereja. Kedamaian Gereja yang ditaburkan semakin terasa di hati masyarakat. Berbagai kegiatan gerejapun semakin indah bagaikan bungabunga dalam masyarakat. Pada tahun 1950-1959 warga Temanggung yang dibaptis berumlah 363 orang. Pertumbuhan umat Katolik di Temanggung sangat menggembirakan, maka kapel yang yang ada pun tidak muat lagi, timbullah ide untuk membangun
gedung
gereja.
Maka
pada
Desember
1957,
dimulailah
pembangunan gedung gereja dengan mandor bernama Abbink, seorang bekas pegawai Kereta Api (N.L.S) dan anak asuh dari Van der Steuur di Magelang. Sedangkan rumah pastoran mulai dibangun sekitar awal tahun 1958. Mulai 1 Desember 1958 Romo Th. Hardjowasito, Pr resmi menetap di Temanggung. Pada saat itu pula penggembalaan umat Katolik stasi Grabag diserahkan ke Temanggung.
Pada hari Sabtu tanggal 21 Maret 1959 pukul 16.00 Mgr. Soegijo pranoto, SJ memberkati gedung pastoran, gedung Sekolah Rakyat dan Sekolah Menengah Pertama Kanisius Temanggung. Selanjutnya, pada hari Minggu 22 Maret 1959 pukul 07.30 Mgr. Soegijopranoto, SJ memberkati gedung
gereja
sekaligus
memberikan
nama
pelindung
Gereja
Katolik
Temanggung ”Santo Petrus dan Paulus”. Sebelumnya, pada tanggal 15 Juli 1959 terjadilah pergantian pucuk pimpinan Gereja Katolik Temanggung dari Rm. Th. Hardjowasito, Pr diserahterimakan kepada Romo A. Sandiwan Broto, Pr. Gereja Katolik semakin berkembang dan pelayanan pun semakin beraneka ragam. Untuk kepentingan tersebut dibentuklah Yayasan Pengurus Gereja dan Papa Miskin (PGPM) pada tanggal 12 Oktober 1959 yang diketuai oleh Rm. A. Sandiwan Broto, Pr. Pada tahun 1960 Gereja Katolik Temanggung untuk pertama kalinya memiliki mobil jeep dan mampu memasang pesawat telpon dengan nomor 84. Pelayanan umat semakin luas hingga sampai di desa-desa seperti Kebondalem, Gesing, Rawaseneng, Balekerso, Ngadirejo, Manggong, Gondangwinangun, Wates dan lain-lain. Pada dekade 60-an umat Katolik Temanggung mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan. Antara tahun 1960-1965 terdapat 411 orang yang dibaptis. Hal ini terjadi karena besarnya sumbangsih kaum awam dalam berbagai pelayanan masyarakat seperti di bidang pertanian, perkebunan, pendidikan dan kesehatan. Sayangnya, catatan-catatan kronologis sejak awal tahun 1965 sampai dengan akhir 1972 belum atau tidak banyak ditemukan, kecuali apa yang tercatat dalam Buku Permandian, Buku Komuni Pertama, Buku Penerimaan Sakramen Krisma, Buku Perkawinan dan Buku Kematian. Menurut data yang ada, antara tahun 1965-1970 terjadi peningatan umat Katolik Temanggung dengan jumlah yang sangat menggembirakan. Pada rentang waktu tersebut terdapat 2020 orang yang dibaptis. Selanjutnya jumlah umat bertumbuh terus, dari tahun 1970-1979 terdapata 1.232 baptisan, antara tahun 1980-1990 ada 1.067 baptisan, sedangkan tahun 1990-1999 terdapat 900 orang baptisan baru. Dengan semakin bertambahnya umat tersebut maka Gereja berusaha meningkatkan pelayanan di stasi-stasi
dengan pembangunan kapel-kapel yakni di stasi Candimulyo, stasi Cemara, dan di stasi Ngesrep. Pada tahun 1982 dibangun gedung pertemuan serba guna yang diberi nama ”Balai Keluarga” atas prakarsa Romo F. Widiantara, MSF. Gedung itu diresmikan oleh Bupati Temanggung Drs. H. Yacub. Di tahun itu juga diletakkan batu pertama pembangunan susteran PBHK, gedung SD dan SMP Santa Maria Parakan Temanggung. Dan pada tahun 1984, dibangun gedung sekolah SMA Santo Paulus di bawah Yayasan Mandhala, tetapi karena berkembangnya jumlah sekolah negeri, maka sekolah tersebut kalah bersaing dan akhirnya ditutup. Pada pertengahan tahun 90-an dilakukan rehabilitasi bangunan pastoran dan pembangunan balkon gereja untuk mengimbangi perkembangan kebutuhan ruang bagi umat. Dalam
perkembangan
selanjutnya
stasi
Rowoseneng
dan
Parakan
bertumbuh menjadi Paroaki Administratif. Pada tanggal 8 Oktober 2005, Paroki Administratif Parakan menjadi paroki mandiri dan diresmikan oleh Uskup Agung Semarang Mgr. I. Suharyo, Pr. Jumlah kumulatif pembaptisan di Gereja Temanggung menurut buku permandian sampai akhir tahun 2005 adalah 6.596 orang. Sedangkan, menurut jumlah statistik sampai dengan awal tahun 2005, jumlah warga umat Katolik
Temanggung
adalah
2.492
orang.
Perbedaan
jumlah
tersebut
dikarenakan jumlah kumulatif didasarkan pada buku permandian sedangkan jumlah statistik umat adalah jumlah real umat karena adanya umat yang meninggal, pindah domisili ke paroki lain dan juga dikurangi jumlah umat di Paroki Adminstratif Parakan dan Rowoseneng yang secara adminstratif sudah mandiri.1 Profil Komunitas GUSDURian Komunitas GUSDURian adalah sebuah komunitas anak-anak muda pengkaji dan penggiat pemikiran KH. Abdurrahman Wahid, mereka menyebut dirinya sebagai GUSDURian yang konsentrasi pengembangan pemikiran mantan Presiden RI Ke-4 ini, khususnya dalam bidang toleransi. Berkaca dari 1
http://sinaubudayajawa.blogspot.ae/2013/07/sejarah-gereja-paroki-santo-petrusdan.html?m=1, di akses pada tanggal 6 Maret 2016
kerusuhan
Temanggung
8
Februari
2011,
para
aktivis
ini
bertekad
membangun nama Temanggung agar lepas dari jerat intoleransi. Dua bulan setelah kejadian amuk massa 8 Februari 2011, para aktivis ini kemudian
melaunching
berdirinya
Jaringan
GUSDURian
Kabupaten
Temanggung. Bertempat di STAINU Temanggung, acara launching dihadiri oleh
Muspida
dengan
pembicara
semua
tokoh
agama
yang
ada
di
Temanggung, termasuk putri KH. Abdurrahman Wahid, Alissa Wahid. Setelah dideklarasikan, kelompok yang diketuai oleh Muhammad Masthur ini aktif menggalang para aktivis lintas agama. Tujuannya, terjalin kerjasama antar umat beragama sehingga kerukunan antaragama di Kabupaten Temanggung menjadi
kuat.
Menurut
Azrul
Ahsani,
sekretaris
Jarigan
GUSDURian,
Kerjasama tersebut bukan dalam arti teologis, tapi lebih kepada urusan sosial muamalah. Aktivis GUSDURian yang banyak didominasi anak-anak muda Nahdlatul Ulama (NU) ini sering mengadakan kegiatan bersama mengundang tokohtokoh nasional maupun tokoh lokal yang memiliki pengaruh besar. Tujuannya, terbangun pola kerjasama yang baik antar aktivis Jaringan GUSDURian. Misi utama
GUSDUR
ian
ini
adalah
menyatukan
perbedaan
tanpa
harus
meleburkan identitas dan kelompok masing masing. Orang seringkali salah menafsirkan bahwa gerakan GUSDURian sebagai gerakan liberal yang akan mencampuradukkan seluruh ajaran agama yang ada. Semua agama dianggap satu ruang dan melebur menjadi satu entitas bersama. Padahal tujuan utama dari gerakan jaringan GUSDURian adalah bagaimana menciptakan masyarakat Temanggung aman, nyaman dan tidak lagi ada gerakan intoleransi atas nama agama. Tidak boleh lagi ada pembedaan antara satu dengan yang lain berdasarkan agamanya Meskipun tergolong sebagai komunitas yang baru, Jaringan komunitas GUSDURian aktif menggelar kegiatan rutin, diskusi mapun pemutaran film untuk dikaji bersama. Mereka juga aktif memproduksi film sendiri. Film perdana yang diproduksinya berjudul Kota Teror bahkan diundang secara khusus dalam Religion Movie Today Festival di Torento, Italia untuk menjadi
salah satu peserta. “ itu semacam Oscar-nya film agama,” kata Emilianto Nugroho, 28, tim kreatif film tersebut2. Saat ini, tim kreatif film juga tengah mendesain film baru yang akan diperkenalkan secara luas tentang toleransi di Kabupaten Temanggung. Setiap film yang diangkat, membawa misi perdamaian dan persaudaraan antar umat beragama. Dengan film tersebut, diharapkan bisa mempelopori persaudaraan antara umat beragama, sekaligus membangun citra positif Temanggung tidak lagi dikenal sebagai kota teroris. Salah satu kendala yang sering ditemui oleh komunitas ini adalah adanya anggapan bahwa komunitas GUSDURian bersifat politis dan partisan, padahal mereka sangat apolitis meskipun aktifitasnya dianggap bersinggungan dengan kepentingan politik kelompok lain.. Dalam kegiatannya, komunitas ini tidak bergerak sendiri tapi bersinergi dengan lembaga lain yang sudah ada seperti Forum Kerjasama Antarumat Beragama (FKUB) dalam rangka merekatkan kerjasama antar umat beragama di Kabupaten
Temanggung.
Wadah
ini
pula
yang
diharapkan
mampu
membawa kerjasama tersebut berlangsung hingga tingkat bawah. Prinsip GUSDURian menjaga Bhinneka Tunggal Ika dalam wujud kerjasama yang baik tanpa ada diferensiasi berdasarkan agama.3 Kasus Konflik Kekerasan dan Perusakan Rumah Ibadah Kasus
kerusuhan
amuk
massa
dan
perusakan
tempat
ibadah
di
Temanggung yang terjadi pada tanggal 8 Februari 2011, tidak lepas dari sosok Antonious Richmon Bawengan. Ia dianggap sebagai sosok dibalik terjadinya kerusuhan
tersebut.
kebencian
antar
Ia
dituduh
kelompok
orang
agama
yang
dan
menyebarkan
penistaan
ajaran
propaganda agama
di
Temanggung. Penistaan agama berarti menganggap rendah atau menjelekjelekkan agama lain dan mencela agama yang diyakini oleh orang lain. Siapakah sebenarnya sosok Antonious Richmond Bawengan? Antonius Richmond Bawengan adalah pria paruh baya yang berasal dari Jakarta. Dalam riwayat masa kecilnya, Ia pernah tinggal di salah satu panti 2
Wawancara dengan Emilianto Nugroho, Pengurus GUSDURian Temanggung, 8/3/2016 3 http://www.gusdurian.net/id/peristiwa/Tiga-Tahun-GUSDURian-Temanggung/, akses pada tanggal 7 Maret 2016
di
asuhan di Temanggung. Pada tanggal 23 Oktober 2010 Antonius berkunjung ke rumah saudaranya di Kranggan Temanggung. Ia mengalami kondisi kehabisan kendaraan umum untuk pulang menuju ke Magelang, sehingga menginap di Temanggung. Keesokan harinya Antonius mulai menyebarkan pamflet selebaran dan buku yang berisi tentang pelecehan agama. Ia menyebarkan tiga selebaran dan dua buku.yang dianggap melecehkan keyakinan agama tidak hanya Islam tapi juga agama Kristen Katolik. Tiga selebaran itu berukuran kertas folio dan dibagi tiga kolom. Masing-masing berjudul “Bencana Malapetaka Kecelakaan (Selamatkan Diri Dari Dajjal), “Tiga Sponsor-Tiga Agenda-Tiga Hasil” dan “Putusan Hakim Bebas”. Antonius menyebarkan pamflet dan buku tersebut dan diletakkan di depan rumah warga dusun Kenalan desa Kranggan, Kec. Kranggan, Temanggung, Jawa Tengah, yang bernama H. Bambang Suryoko. Warga yang mengetahui perbuatan Richmond, bersama pengurus RT yang bernama Bp. Fatchurrozi (Fauzi), yang juga anggota Polsek Kaloran, langsung melaporkannya ke Polsek Kranggan, kemudian dilimpahkan ke Polres Temanggung.4 Dalam selebaran itu dikatakan bahwa Tugu untuk melempar Jumrah merupakan simbol alat kelamin laki-laki, sedangkan Hajar Aswad merupakan simbol
alat
kelamin
perempuan,
dan
juga
dikatakan
bahwa
Kab’bah
merupakan bekas kuil Hindu. Adapun penistaan terhadap agama Katholik, dikatakan dalam selebaran tersebut tidak mengakui Bunda Maria atau anti Bunda Maria, padahal dalam ajaran agama Katholik Bunda Maria sangat dipermuliakan. Dalam halaman muka selebaran yang berjudul “Tiga SponsorTiga Agenda-Tiga Hasil” terdapat tiga gambar tiga agama. Gambar bintang segi enam yang dikenal sebagai simbol agama Yahudi, gambar Yesus sebagai simbol agama Nasrani dan gambar bulan sabit dengan bintang di tengahnya sebagai simbol Islam. Baik pada selebaran dan buku, banyak dikutip ayat-ayat al-Quran dan Injil, untuk menguatkan kritik terhadap agama-agama tertentu.5 Saat warga mengetahui penyebar selebaran itu mereka menangkap dan melaporkannya ke pihak polisi. Dalam sidang kasus penistaan agama 4
Pernyataan Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) Tentang Kasus Temanggung, yang dibuat sehari setelah kejadian tersebut yaitu tanggal 9Februari 2011 5 (http://www.tempo.co/read/news/2011/02/09/078312312/Ini-Isi-Tiga-Selebarandan-Buku-Bawengan, di akses pada tanggal 7 Maret 2016
tersebut ia di hukum selama 5 tahun kurungan penjara, itu merupakan hukuman yang maksimal namun ada sekelompok warga yang tidak setuju dengan keputusan pengadilan tersebut. Mereka menginginkan hukuman seumur hidup sebagai konsekuensi atas perbuatannya itu, namun kepetusan hakim sudah tidak dapat di ganggu gugat lagi. Masyarakat pun berdemo di luar gedung pengadilan Kabupaten Temanggung. Warga yang berdemo terus mendesak untuk bisa masuk ke ruang sidang, namun di halangi oleh aparat kepolisian yang menjaga keamanan sidang. Massa pun melakukan tindakan anarkis yaitu merobohkan satu mobil kepolisian dan merusak sarana di pengadilan Kabupaten Temanggung. Ketidakpuasan massa tersebut di tujukan dengan merusak Gereja Katolik St. Petrus dan Paulus Temanggung dan gedung Shakinah dan serta membakar bagian depan Gereja Pantekosta. Kerusuhan tersebut membuat situasi Kabupaten Temanggung menjadi tidak kondusif. Dalam versi buku putih yang dikeluarkan oleh Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) sehari setelah kerusuhan, para provokator dan pelaku kerusuhan bukanlah asli orang Temanggung atau massa dari Temanggung, tapi dari luar daerah. Hal ini bisa terlihat dari dialeg bahasa yang digunakan ketika memprovokasi massa untuk melakukan tindakan pembakaran dan perusakan Gereja, termasuk provokasi dengan memecahkan kaca PN. Temanggung pasca dijatuhkannya putusan hakim. Ada provokasi sekelompok orang yang memecah kaca di PN Temanggung. Suasana pun semakin ricuh. Aksi pecah kaca pun kemudian berlanjut, dilakukan oleh orang-orang yang tidak dikenal, diikuti oleh pembakaran ban di tiga titik di lingkungan PN. Tidak diketahui dari mana ban tersebut masuk. Padahal, sebelum masuk halaman pintu gerbang timur PN (hanya satu pintu gerbang yang dibuka), setiap pengunjung sudah diperiksa dengan seksama oleh petugas menggunakan metal detector.6
6
Pernyataan Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) Tentang Kasus Temanggung, yang dibuat sehari setelah kejadian tersebut yaitu tanggal 9 Februari 2011
Dalam buku putih FUIB tersebut juga dijelaskan beberapa provokasi yang terjadi selama proses persidangan dan setelah sidang sehingga memicu dan memacu terjadinya amuk massa dan kerusuhan massa yaitu: 1.
Larangan penggunaan kamera, baik yang dibawa wartawan maupun warga, sehingga massa pun terprovokasi menjadi lebih emosional. Apalagi sidang sebelumnya ada insiden pemukulan terhadap seorang pengunjung yang dilakukan oleh seorang polisi bernama Kurniawan.
2.
Adanya pelemparan gas air mata yang dilakukan aparat dihadapan para santri dan kyai, diikuti oleh suara tembakan. Padahal menurut saksi mata, tidak ada tembakan peringatan terlebih dahulu .
3.
Isu adanya korban meninggal terkena tembakan yaitu putra pengasuh Pondok Al-Munawwar Kertosari tersebut, jatuh terkena tembakan, sehingga semakin menimbulkan amuk massa
4.
Provokasi juga dilakukan oleh aparat Polisi saat melakukan pengejaran massa sampai ke pintu gerbang Panti Asuhan Yatim Piatu (PAY) Muhammadiyah dengan mengeluarkan kata kata yang tidak pantas dan menyinggung perasaan umat Islam seperti ucapan “Neng kene celeng… asu.. PKI kabeh. Saya bunuh!” Polisi melemparkan gas air mata tiga kali ke halaman PAY.
5.
Adanya sekelompok orang tidak dikenal di depan BPR Surya Yudha mengajak massa untuk melanjutkan aksi ke Parakan, dan membakar gereja.
Provokator
serupa
juga
ada
di
sebelah
barat.
Sambil
mengatakan, Munafik!” ke orang-orang yang tidak mau mengikutinya, mereka terus mengajak massa untuk membakar gereja. Massa diam, tidak bergerak mengikuti mereka. Lalu, beberapa saat pembakaran beberapa gereja benar-benar terjadi. Tidak diketahui siapa kelompok yang membakar gereja tersebut. 6.
Beberapa saksi melihat di dalam gereja sudah ada orang yang ikut memprovokasi
massa
untuk
merusak
gereja
dengan
memulai
pelemparan. Ketika ditanya identitasnya, orang-orang tersebut tetap tidak menunjukkan. Bahkan mereka langsung lari menghilang.
7.
Saksi lain melihat ada orang bercadar sudah berada di dalam gereja Pantekosta. Setelah gereja terbakar orang itu berlari keluar sambil mencopot cadarnya dan bergabung dengan massa penonton. Setelah kejadian kerusuhan di Temanggung, aparat menangkap KH.
Syihabuddin, seorang pengasuh pondok pesantren di Wonoboyo, karena dianggap sebagai provokator dan dalang kerusuhan bersama tujuh orang lainnya.
proses
sidang
peradilan
KH.
Syihabuddin
tidak
dilakukan
di
Pengadilan Negeri Temanggung, tapi di pindah ke PN. Semarang. Pengadilan Negeri Semarang
menjatuhkan vonis satu tahun penjara
kepada KH. Syihabuddin sebagai terdakwa otak kerusuhan yang terjadi di Temanggung. Selain KH. Syihabuddin ada tujuh terdakwa lain yang mayoritas pemuda tujuh belasan tahun, mereka di vonis masing-masing lima bulan penjara. Dan masih ada tujuh belas terdakwa kasus kerusuhan Temanggung lainnya yang di vonis antara lima dan empat bulan pidana penjara. Bentuk dan Pelanggaran HAM Menurut
Manual
Training
tentang
Monitoring
Hak
Asasi
Manusia
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pelanggaran HAM adalah pelanggaran yang dilakukan pemerintah (negara) terhadap hak-hak asasi yang dijamin hukum Internasional, regional, dan nasional baik melalui tindakan langsung (by comission) maupun dengan pembiaran (by ommision) yang diakibatkan oleh kegagalan negara dalam mengimplementasikan kewajiban-kewajiban hukum yang berasal dari standar-standar hukum HAM. Pelanggaran HAM terjadi ketika hukum, kebijakan atau tindakan/praktik Negara secara sengaja melanggar, mengabaikan atau gagal memenuhi standar-standar HAM7. Kasus kekerasan terhadap Gereja Santo Petrus dan Paulus ini bisa dikategorikan
sebagai
bentuk
pelanggaran
HAM.
Karena
hal
tersebut
merupakan suatu tindakan sengaja dilakukan, yang secara hukum telah mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia
7
Abubakar, Irfan, Chaider S. Bamualim. 2015. Modul Pendidikan Perdamaian di Pesantren Berspektif Islam dan HAM. Jakarta: Center for Study of Religion and Culture (CSRC), hal 89
yang dijamin undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelsaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Penyerangan dan kekerasan yang dilakukan massa terhadap beberapa gereja di Temanggung sebagai potret lemahnya penghormatan penegakan HAM. Namun, pertama, kurangnya antisipasi aparat keamanan sehingga kekerasan itu terjadi menunjukkan lemahnya perlindungan HAM di daerah tersebut. Kedua, penegakan HAM bagi korban kekerasan tersebut dapat dilihat dari sejauhmana proses peradilan terhadap pelaku kekerasan berjalan sesuai dengan mekanisme hukum dan perundang-undangan yang berlaku dengan memulihkan secara sunggu-sungguh hak-hak korban kekerasan. Ketiga, pasca terjadinya kekerasan, pemerintah peduli dan memberikan bantuan pemulihan korban kekerasan baik secara fisik seperti perbaikan pembangunan gereja yang rusak dan non fisik seperti pemulihan teruma korban dan lain-lain. Menurut Romo Santosa, akibat dan dampak yang ditimbulkan pasca kasus penyerangan dibagi menjadi 2, yaitu dampak psikologis dan non psikologis (materi). Dampak psikologis terjadi pada masyarakat berupa : (1) ketakutan, penindasan, trauma, kesedihan, bingung dll, (2) Ketidaknyamanan masyarakat untuk menjalankan ibadah, (3) Masyarakat sekitar ketakutan untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Dampak non psikologis yang terjadi pasca kejadian tersebut adalah : (1) Hancurnya beberapa gedung, (2) Kerugian-kerugian seperti mobil polisi, motor yang diobrak-abrik polri, (3) Kotoran puing-puing bekas pembakaran massa8. Selain lemahnya penghormatan dan perlindungan penegakan HAM, konflik kerusuhan tersebut juga mengakibatkan korban luka luka. Hal ini terjadi karena adanya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat keamanan ketika mengatasi aksi demo. Pelanggaran HAM yang dilakukan aparat berupa tindakan pemukulan dan kekerasan fisik yang mengakibatkan korban luka yaitu;
8
DIskusi peserta Field Trip dengan Romo Santosa, pimpinan Gereja St Petrus Paulus, Temanggung, 3 /3/2016
1.
Sholahuddin, 40 th, putra pengasuh Ponpes Al-Munawar, Kertosari, Temanggung, luka tembak di kepala, dengan enam jahitan.
2.
Roy Hanif, 15 th, asal Gandurejo, Ngablak, Magelang. Luka tembak di kepala dan pelipis kiri. Bahu sebelah kiri berubah bentuk, dicurigai patah tulang.
3.
Madyo, 48 th, asal Braol, Campursari, Ngadirejo, Temanggung. Korban dilempar batu dari jarak dekat oleh personal Brimob di Taman Kartini, depan Stadion Bumi Phala, sekitar 300 m dari PN. Mengalami patah tulang di kaki sebelah kanan dan harus dioperasi.
4.
Suparman, 28 th, luka 3 cm di daerah mata kiri.
Resolusi Konflik dan Penyelesaian Damai Pemerintah penyelesaian
Daerah
terjadinya
memiliki konflik
peran
tersebut.
dan
tanggungjawab
Diantara
beberapa
dalam inisiatif
pemerintah daerah adalah mengumpulkan tokoh-tokoh agama yang berada di Temanggung termasuk yang tergabung dalam FKUB yaitu Forum Kerukunan Umat Beragama di Temanggung. Setelah dikumpulkan mereka juga saling berdiskusi dengan baik. Menurut Romo Santosa, Pemerintah Kabupaten Temanggung melalui Bupati telah melakukan tindakan antisipatif. Diantaranya melalui pendekatan tokoh tokoh agama yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Tujuannya agar konflik semacam ini tidak terjadi lagi di Temanggung. Upaya yang menghabiskan banyak sumber dana (anggaran, tenaga dan waktu) ini terbukti efektif mengembalikan kondisi Temanggung kearah kondisi yang damai dan tenang. Upaya lainnya adalah dengan mendatangi langsung lokasi gereja yang menjadi sasaran. Pihak pemerintah pusat cq Kementerian Agama juga langsung mendatangi gereja tersebut dan memberikan bantuan untuk perbaikannya. Mereka juga ikut membantu membersihkan puing-puing bangunan bekas amukan massa sewaktu kerusuhan. Dari pihak luar, ada Banser yang ikut serta dalam penanganan pasca konflik, mereka berjaga-jaga di gereja St.
Petrus untuk menjaga keamanan mengantisipasi kerusuhan susulan dan juga ikut serta membersihkan gereja dari puing-puing bangunan. Dari unsur masyarakat yang berinisiatif melakukan upaya resolusi konflik penyelesaian damai pasca kerusuhan adalah dari kawan kawan komunitas jaringan GUSDURian. Komunitas ini terdiri dari sejumlah anak-anak muda NU yang aktivis yang suka dengan pemikiran KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) khususnya dibidang toleransi umat beragama. Mereka menyebut dirinya
sebagai
GUSDURian.
Komunitas
ini
didirikan
atas
keprihatinan
banyaknya aksi intoleransi di kabupaten Temanggung. Menurut
Abbas,
selaku
Koordinator
jaringan
GUSDURian
di
Temanggung ada beberapa upaya telah dilakukan komunitas GUSDURian agar konflik ini tidak terjadi lagi dimasa mendatang diantaranya: 1.
Aktif menggelar diskusi maupun pemutaran film untuk dikaji bersama (film tentang perdamaian khususnya).
2.
Mendesain film baru yang diperkenalkan secara luas di Kabupaten temanggung tentang toleransi beragama. Setiap film yang diangkat membawa misi perdamaian dan persaudaraan antar umat beragama.
3.
Bekerja sama dengan tokoh agama maupun para pendakwah untuk mensyiarkan
perdamaian
dan
toleransi
antar
umat
beragama.
Tujuannya juga untuk menormalkan kembali keadaan pasca kericuhan. 4.
Mempelopori langkah menjalin persaudaraan antar umat beragama.
5.
Melakukan pendekatan kepada terdakwa dan juga provokasi dalam penyerangan gereja Temanggung. Hal ini dilakukan guna mencegah terjadinya penyerangan kembali setelah mereka selesai menjalankan hukumannya. Komunitas GUSDURian juga bekerjasama dengan tokoh agama seperti
pastur, kiai dan tokoh agama lain untuk memberikan saluran air dipedesaan yang kesulitan mendapatkan air bersih. Dampak positif dari kegiatan tersebut adalah terjalinnya rasa keakraban yang semakin hangat disatu sisi, dan warga pedesaan tersebut tidak kesulitan lagi mendapatkan air bersih disisi lain. Upaya-upaya
yang
dilakukan
guna
menyelesaikan
konflik
diatas
tidaklah mudah. Pihak-pihak yang berusaha untuk menyelesaikan konflik
tersebut juga memiliki tantangan dan hambatan. Adapun tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh komunitas GUSDURian adalah : 1.
Adanya hujatan-hujatan dari massa terutama warga yang kurang faham tentang komunitas GUSDURian
2.
Meyakinkan para tokoh agama untuk bekerja sama dalam upaya perdamaian. Hal ini karena masih banyak tokoh agama yang masih memandang sebelah mata keberadaan jaringan GUSDUR ian.
3.
Mengajak para pemuda yang berkarakter fanatik dan meyakinkannya untuk memiliki pemikiran seperti KH. Abdurrahman Wahid khususnya dalam hal toleransi.
4.
Komunitas pemerintah,
GUSDURian
tidak
mendapatkan
sehingga
mereka
kesulitan
dana
mencari
penunjang donatur
dari untuk
memberikan dana penunjangnya. 5.
Rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat, membuat mereka masih mudah dipengaruhi atau diprovokasi pihak lain untuk melakukan tindakan tindakan anarkhis.
Rekomendasi Kerusuhan amuk massa di Temanggung yang terjadi pada 8 Februari 2011 diyakini tidak berdiri sendiri. Hal ini terjadi karena berselang 4 hari setelah kerusuhan terhadap Kelompok Minoritas Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang Banten pada bulan februari 2011. Disisi lain pada konteks politik nasional pada saat itu, hubungan pemerintah (presiden SBY) sedang kurang harmonis dengan kalangna tokoh-tokoh agama. Memang tidak bisa dikaitkan secara langsung, tapi kalau kita perhatikan hampir ada kesamaan pola pada kasus kerusuhan Cikeusik Pandeglang dan Kerusuhan Temanggung. Ada provokasi dari pihak luar dan ada unsur kesengajaan dari pihak aparat serta tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan aparat kepada masyarakat.
Berangkat
dari
situasi
dan
kondisi
tersebut,
setelah
melakuan
wawancara langsung kepada pimpinan Gerjea St Petrus Paulus, Komunitas Gus Durian serta berbagai hasil kajian yang ada, maka untuk mengantisipasi agar kejadian ini tidak terulang lagi pada masa akan datang, ada beberapa masukan rekomendasi yang diberikan yaitu: 1.
Penanaman nilai-nilai toleransi, keragaman, pluralisme, HAM dan multikulturalisme
kepada
anak
anak
sejak
dini melalui
lembaga
pendidikan. Hal ini sangat penting karena mereka adalah calon pewaris masa depan. Insititusi pendidikan dianggap memiliki peran strategis dalam penanaman nilai-nilai toleran. 2.
Memberikan penanaman HAM dan perspektif perdamaian kepada para aparatur keamanan di lapangan dalam mengatasi aksi aksi demo, tanpa harus meninggalkan sikap tegas dan waspada. Hal ini penting agar aparat keamanan tidak lagi dituduh melanggar HAM disatu sisi, disisi lain masyarakat tidak takut menyuarakan kebebasan sesuai HAM
3.
Mendorong kepada pemerintah dan masyarakat untuk semakin banyak muncul inisiatif perdamaian dan perspektif HAM dalam menyelesaikan masalah masalah konflik sosial keagamaan. hal ini karena salah satu tujuan agama adalah melindungi nyawa, keturunan, hartabenda, dan agama.
4.
Mendorong kepada aparat penegak hukum dan keamanan untuk memberikan sanksi hukuman kepada pelaku kerusakan dan kerusuhan dengan semaksimal mungkin sesuai aturan hukum. Hal ini penting untuk
menghindari
terjadinya
peradilan
menemukan rasa keadilan di pengadilan.
jalanan
karena
tidak
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Irfan, Chaider S. Bamualim. 2015. Modul Pendidikan Perdmaian di Pesantren Berspektif Islam dan HAM. Jakarta: Center for Study of Religion and Culture (CSRC), hal 89 DIskusi peserta Field Trip dengan Romo Santosa, pimpinan Gereja St Petrus Paulus, Temanggung, 3 /3/2016 http://sinaubudayajawa.blogspot.ae/2013/07/sejarah-gereja-paroki-santopetrus-dan.html?m=1, di akses pada tanggal 6 Maret 2016 http://www.gusdurian.net/id/peristiwa/Tiga-Tahun-GUSDURian-Temanggung/, di akses pada tanggal 7 Maret 2016 http://www.tempo.co/read/news/2011/02/09/078312312/Ini-Isi-TigaSelebaran-dan-Buku-Bawengan, di akses pada tanggal 7 Maret 2016 Pernyataan Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) Tentang Kasus Temanggung, yang dibuat sehari setelah kejadian tersebut
yaitu tanggal 9Februari
2011 Pernyataan Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) Tentang Kasus Temanggung, yang dibuat sehari setelah kejadian tersebut
yaitu tanggal 9 Februari
2011 Wawancara dengan Emilianto Nugroho, Pengurus GUSDURian Temanggung, 8/3/2016