REPRESENTASI SISWA KELAS VIII TERHADAP SITUASI NYATA KEJADIAN DINAMIS KE DALAM GRAFIK Ulumul Umah Universitas Pesantren Tinggi Darul „Ulum Email:
[email protected]
ABSTRACT: This article extends work in the area of student‟s covariational reasoning in constructing the graph that represent the dynamic event. This article describe the middle school students‟ representation of real situation in a dynamic event into coordinate graph. This study reveals that subjects had difficulty in translating the real situation into mathematical representations in cartesian plane. Subjects had errors in labelling intervals on the axis and coordinating the points. Generally, their errors were caused by their inability to distinguish between visual features of a real situation and representational features of a graph. Keywords: Mathematics Representation, Graph, Middle School Students. ABSTRAK: Artikel ini adalah perluasan kerja dari penelitian pada area penalaran kovariasi siswa dalam mengkonstruk grafik yang merepresentasikan kejadian dinamis. Artikel ini mendeskripsikan representasi siswa tingkat menengah pertama terhadap situasi nyata dalam suatu masalah kejadian dinamis ke dalam grafik koordinat. Penelitian ini mengungkapkan bahwa subjek mengalami kesulitan menerjemahkan situasi nyata ke dalam representasi matematis pada koordinat kartesius. Subjek melakukan kesalahan dalam memberi label interval pada sumbu koordinat dan membuat titik koordinat. Kesalahan subjek secara umum disebabkan oleh ketidakmampuan membedakan antara fitur visual suatu situasi nyata dan fitur representasional suatu grafik. Kata Kunci: Representasi Matematis, Grafik, Siswa Tingkat Menengah Pertama. Representasi matematis merupakan jembatan penting bagi siswa dalam memahami konsep-konsep matematika. Kemampuan representasi siswa terus berkembang mulai dari tingkat paling dasar hingga kemampuan representasi pada konsep-konsep matematika yang lebih lanjut. NCTM (2000) memaparkan bahwa pada sekolah dasar, siswa biasanya menggunakan representasi untuk bernalar tentang objek dan aksi yang mereka rasakan secara langsung. Pada tingkat sekolah menengah, siswa menciptakan dan menggunakan representasi matematika yang tidak mereka rasakan secara langsung, seperti bilangan rasional dan laju perubahan. Pada tingkat sekolah atas, siswa bekerja dengan entitas yang lebih abstrak seperti fungsi dan persamaan. Siswa sekolah atas harus dapat menciptakan dan menginterpretasikan fenomena yang lebih kompleks, dari konteks yang lebih luas, dengan mengidentifikasi fitur-fitur penting dan menemukan representasi yang dapat mencakup hubungan matematis di antara fitur-fitur tersebut. Salah satu bentuk representasi dalam matematika yaitu grafik. Beberapa penelitian (Carlson, 1998; Oehrtman, Carlson, & Thompson, 2008; Moore dkk, 2013) berfokus pada penyelidikan terhadap pemahaman tentang grafik dalam konteks fungsi. Penelitian menunjukkan pentingnya pemahaman grafik bagi siswa. Moore dkk (2013) menyatakan bahwa grafik merupakan salah satu representasi matematis yang penting untuk mempelajari topik-topik matematika meliputi memodelkan hubungan antar kuantitas, eksplorasi karakteristik fungsi, menyelesaikan masalah nilai yang tidak diketahui, dan menginvestigasi transformasi geometris. Carlson (1998) memaparkan aspek-aspek dalam pemahaman fungsi, antara lain meliputi kemampuan mengkarakterisasi hubungan fungsional “dunia nyata” menggunakan notasi fungsi; bekerja dengan tipe representasi fungsi tertentu seperti rumus, tabel, atau grafik; serta berpindah dari representasi yang berbeda untuk fungsi yang sama. Nathan dkk (2010) menunjukkan bahwa grafik dapat membantu siswa belajar formalisasi simbolik dan menuai keuntungan ketika berada dalam konteks hubungan matematis yang semakin kompleks. Oehrtman, Carlson, & Thompson (2008) menunjukkan salah satu kesulitan siswa yaitu kesulitan dalam hal membedakan antara atribut visual dari situasi fisik dan atribut perseptual dari grafik fungsi yang memodelkan situasi tersebut. Ketika siswa berurusan dengan fungsi sebagai situasi konkret, seringkali terdapat struktur topografis dalam setting dunia nyata. Salah satu contoh kesalahan tersebut muncul dalam penelitian
Monk dalam Oehrtman, Carlson, & Thompson (2008), yaitu ketika siswa diminta menggambar grafik kecepatan vs. posisi sepanjang jalur seperti pada Gambar 1., siswa mengalami kegagalan menginterpretasikan informasi ke dalam grafik seperti pada Gambar 2. Siswa berpikir grafik fungsi lebih sebagai gambar dari situasi fisik daripada suatu pemetaan dari himpunan nilai input ke himpunan nilai output.
Gambar 1. Masalah yang disajikan kepada siswa (Monk dalam Oehrtman dkk (2008))
Gambar 2. Respon siswa terhadap masalah menunjukkan kegagalan menginterpretasikan informasi ke dalam grafik Tall (2008) memodelkan transisi berpikir individu menuju cara berpikir formal dalam kerangka kerja “tiga dunia dari matematika” yang dapat dilihat pada Gambar 3. Tiga dunia tersebut meliputi dunia “konseptual-perwujudan”, “perseptual-simbolik”, dan “aksiomatik-formal”.
Gambar 3. Tiga dunia matematika (Tall, 2008) Tall (2008) menjelaskan bahwa dunia konseptual-perwujudan berdasarkan pada persepsi dan refleksi terhadap sifat-sifat objek, pada awalnya dilihat dan dirasakan dalam dunia nyata tetapi kemudian dibayangkan dalam pikiran. Dunia proseptual-simbolik tumbuh dari dunia perwujudan melakui aksi (seperti menghitung) dan disimbolkan sebagai konsep yang dapat dipikirkan. Sedangkan dunia aksiomatik-formal (berdasarkan definisi formal dan bukti) membalik urutan konstruksi makna dari definisi berdasarkan objek yang diketahui ke konsep formal.
Gambar 4. Perkembangan kognitif melalui tiga dunia matematika (Tall, 2008) Menurut Tall (2008) matematika sekolah dibangun dari perwujudan konsep fisik dan aksi dan berpindah ke dunia simbol. Transisi berikutnya menuju dunia aksiomatik formal dibangun berdasarkan pengalaman dari perwujudan dan simbolik untuk merumuskan definisi formal. Teori formal berdasarkan aksioma-aksioma seringkali menuntun pada teorema-teorema yang mengungkapkan bahwa suatu sistem aksiomatik mempunyai perwujudan dan simbolisasi yang lebih canggih. Jadi, perwujudan menuntun pada operasi matematis dari simbolisasi ke formalisasi matematika murni dan kembali lagi pada level yang lebih tinggi pada perwujudan dan simbolisasi. Siswa kelas VIII mulai mengenal konsep fungsi secara formal pada kelas VIII. Pada tingkat ini, siswa juga mulai bekerja dengan grafik pada bidang kartesius. Siswa kelas VIII pada umumnya berada pada awal tahap transisi menuju berpikir formal, dimana siswa mungkin akan menghadapi tantangan-tantangan. Hasil penelitian ini akan mendeskripsikan kemampuan siswa dalam representasi terhadap situasi nyata ke dalam grafik pada bidang kartesius. METODE Penelitian dilaksanakan di MTs Negeri Kediri 1 terhadap siswa di kelas VIIIB. Siswa pada penelitian ini telah mempelajari materi grafik fungsi. Untuk menentukan subjek penelitian, siswa diminta untuk membuat sketsa grafik dari suatu masalah nyata yang berkaitan dengan laju perubahan. Berdasarkan hasil kerja siswa, peneliti mengelompokkan jenis respon siswa berdasarkan karakteristik grafik siswa. Peneliti memilih 6 siswa sebagai subjek berdasarkan pada pertimbangan tentang kemampuan komunikasi siswa. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara terhadap keenam subjek. Wawancara dilakukan terhadap subjek untuk mengklarifikasi data dan mendapatkan data yang lebih lengkap. Data dalam penelitian ini berupa kata-kata dan catatan perilaku subjek saat dihadapkan pada masalah laju perubahan. Data diperoleh dari respon tertulis dan catatan lapangan selama siswa mengkonstruk grafik.. Data tertulis dari respon terdiri dari gambar grafik dan penjelasan tertulis oleh subjek penelitian. Data dari catatan lapangan terdiri dari catatan perilaku dan pernyataan verbal yang terekam selama subjek menyelesaikan tugas yang dapat diperoleh dengan metode Think Aloud (meminta siswa menyatakan secara keras tentang apa yang dipikirkannya). Hasil wawancara meliputi klarifikasi jawaban siswa tertulis siswa. Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti yang dipandu dengan instrumen lembar tugas. Peneliti bertindak sebagai instrumen utama penelitian yang mengumpulkan data, menganalisis data, menafsirkan data, dan melaporkan hasil penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari masalah kovariasi oleh Koklu (2007). Sesuai dengan tujuan penelitian, teknik analisis data kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Peneliti menganalisis setiap ucapan, perbuatan dan respon tertulis siswa berkaitan dengan grafik yang mereka hasilkan. Analisis data meliputi langkah mentranskrip data yang terkumpul, menelaah mereduksi data dengan membuat abstraksi, menyusun setiap bagian data dalam satuan dan dikategorisasikan dengan membuat coding, serta membuat kesimpulan. Analisis data dilakukan selama penelitian saat pengambilan data secara simultan maupun sesudah pengambilan data. Pengkategorian grafik pada penelitian ini berdasarkan pada kerangka kerja Moritz (2003) tentang kategori produksi grafik koordinat berdasarkan level respon dan aspek kovariasi yang meliputi 3 level sebagai berikut. 1. Level 0 (non statistik), yaitu tidak menyajikan data tetapi menyertakan elemen lain dari konteks naratif atau format grafik
2. Level 1 (aspek tunggal), yaitu merepresentasikan paling sedikit satu seri data, baik sebagai tabel korespondensi nilai atau grafik dari seri data tunggal 3. Level 2 (koordinat tidak mencukupi), yaitu menyajikan kedua himpunan nilai tetapi tidak menggunakan posisi pada dua dimensi untuk menunjukkan nilai dari dua variabel, bisa berupa menunjukkan korespondensi tetapi kekurangan pada skala terurut untuk menunjukkan variasi, atau menunjukkan variasi tetapi kekurangan korespondensi langsung dari variabel-variabel. 4. Level 3 (koordinat yang sesuai), yaitu menggunakan posisi dalam dua dimensi untuk menunjukkan nilai dari dua variabel dalam diagram batang atau diagram garis. HASIL DAN PEMBAHASAN Subjek penelitian dihadapkan pada masalah kovariasi (Gambar 5.) berupa situasi nyata suatu kejadian dinamis. Subjek diminta untuk mengkonstruk grafik yang merepresentasikan kejadian tersebut. Dua orang berada di sudut ruangan yang berseberangan dan berjalan ke arah satu sama lain. Mereka berjalan mendekat, berpapasan, dan kemudian saling menjauh. Gambarkan suatu grafik yang menunjukkan hubungan jarak kedua orang tersebut terhadap waktu, jika: a) mereka berjalan dengan kecepatan tetap sepanjang perjalanan. b) mereka berjalan melambat seiring keduanya mendekat, berpapasan, dan kemudian semakin cepat seiring keduanya saling menjauh Berikan penjelasan tentang grafikmu!
Gambar 1. Kedua orang berjalan ke arah satu sama lain
Gambar 2. Kedua orang berjalan saling menjauh setelah berpapasan
Gambar 5. Masalah yang menggambarkan situasi nyata suatu kejadian dinamis Dalam pembahasan ini kita akan menggunakan istilah “grafik non konvensional” meliputi representasi grafik oleh siswa yang tidak sesuai dengan kesepakatan formal dalam matematika dan “grafik konvensional yaitu grafik yang dapat digunakan dalam definisi formal. Subjek pada penelitian ini cenderung kepada grafik konvensional namun sebagian dari mereka belum dapat menempatkan atribut grafik secara tepat. Penyelidikan ini terkait langsung dengan penyelidikan tentang penalaran kovariasional siswa (Umah, 2014) tetapi hanya berfokus pada cara siswa merepresentasikan atribut-atribut situasi nyata ke dalam grafik. Secara umum, berdasarkan kerangka kerja Moritz (2003), subjek memberikan respon Level 2 bahkan juga Level 3 dalam mengkonstruk grafik, meskipun grafik yang mereka hasilkan belum tepat. Dua subjek memberikan respon Level 2 dengan menggambar grafik yang menyerupai sistem koordinat sumbu, namun menunjukkan masalah pada pelabelan sehingga koordinasi nilai waktu dan jarak tidak dapat dibaca dengan jelas (Gambar 6., Gambar 7., Gambar. 8).
Gambar 6. Respon Subjek 1: Menggambarkan grafik kejadian perubahan jarak berdasarkan waktu dengan kecepatan tetap Pada grafik pertama Subjek 1 merepresentasikan posisi awal kedua orang dalam soal yang berada pada sudut yang berseberangan yang kemudian bergerak mendekat dalam lambang dua anak panah. Hal ini tergambar dalam kutipan wawancara berikut. P : Jelaskan maksudmu tentang tanda panah ini! S1 : Kedua orang awalnya di sudut ruangan kemudian bergerak mendekat sampai bertemu di di tengah ruangan P : Apa yang terjadi setelah bertemu? S1 : menjauh lagi P : tanda panahnya sampai mereka bertemu saja? S1 : nanti panahnya diteruskan lagi (menunjuk arah anak panah) kan nanti jaraknya membesar lagi
Gambar 7. Respon Subjek 1: Menggambarkan grafik kejadian perubahan jarak berdasarkan waktu dengan kecepatan berubah Baik pada grafik pertama maupun ke-dua, Subjek 1 mengkonstruk grafik jarak terhadap kecepatan, bukan grafik jarak terhadap waktu tanpa kesadaran terhadap kesalahan tersebut. Demikian halnya dengan subjek 2 yang menggunakan atribut situasi posisi orang dan tidak dapat membedakan antara variabel waktu dan kecepatan.
Gambar 8. Respon Subjek 2: Menggambarkan grafik kejadian perubahan jarak berdasarkan waktu dengan kecepatan berubah Tiga subjek lain memberikan respon grafik level 3 yaitu dapat merepresentasikan koordinasi nilainilai yang ia pikirkan, tetapi belum dapat membuat koordinasi nilai-nilai yang tepat. Ketiga subjek ini membuat grafik konvensional yang mendekati sistem koordinat kartesius, tetapi koordinasi nilai-nilai yang ia buat tidak merepresentasikan kejadian dinamis sesungguhnya. Selain itu, dua subjek diantaranya juga melakukan kesalahan dalam menempatkan nilai-nilai variabel jarak pada sumbu koordinat.
(a)
(b)
Gambar 9. Respon Subjek 3 dan 4: Menggambarkan grafik kejadian perubahan jarak berdasarkan waktu dengan kecepatan berubah Subjek 3 memberikan label bilangan-bilangan positif pada batas-batas interval sumbu horisontal di kanan maupun kiri titik pusat (Gambar 9(a)). Sedangkan subjek 4 memberikan label yang tidak terurut pada pada batas-batas interval sumbu horisontal (Gambar 9 (b)). Sementara itu, subjek 5 terlihat dapat menempatkan atribut-atribut grafik dengan benar, meskipun belum dapat mengkoordinasi nilai-nilai kedua variabel dengan tepat (Gambar 10), tetapi dengan penyelidikan lebih lanjut subjek juga masih menyertakan gambaran visual situasi nyata ke dalam grafik. Hal ini dapat dilihat dari petikan wawancara dengan S5 berikut.
S5 : Misal kedua orang itu si A dan si B bu ya... Saat waktunya 0 detik si A jaraknya 0, saat waktunya 4 detik jaraknya 1 meter, saat waktunya 8 detik mencapai jarak 2 meter, saat waktunya 12 detik jaraknya 3 meter, saat waktunya 16 detik jaraknya 4 meter dan kedua orang berpapasan. Setelah berpapasan Si A menempati posisi si B sebelum berpapasan dan si B menempati posisi si A sebelum berpapasan. Misalnya jarak 2 meter ini ditempati si A saat detik ke 8 tetapi juga ditempati si B saat detik ke 24 karena posisi kedua orang berlawanan. P : Jadi ini grafik untuk si A atau si B? S5 : Kedua-duanya bu, kalau dibuat sendiri-sendiri hasilnya juga sama. Kan si A dari sini ke sini (menunjuk sepanjang kurva dari ujung kiri hingga ujung kanan). Lalu si B dari sini ke sini (menunjuk sepanjang kurva dari ujung kanan ke kiri kurva). Jadi grafik yang dihasilkan sama saja.
Gambar 9. Respon Subjek 5: Menggambarkan grafik kejadian perubahan jarak berdasarkan waktu dengan kecepatan tetap Salah satu subjek membuat beberapa alternatif representasi sehingga dapat menyajikan grafik level 3 meskipun koordinasi nilai-nilainya juga tidak tepat (Gambar 11). Proses peralihan antar representasi yang dibuat subjek dapat menunjukkan bahwa representasi yang tidak konvensional berpotensi untuk menjadi jembatan bagi siswa untuk menuju representasi yang lebih konvensional.
Gambar 11. Respon Subjek 6: Menggambarkan grafik kejadian perubahan jarak berdasarkan waktu
Subjek 6 membuat representasi dalam bentuk representasi titik-titik, diagram batang, serta grafik yang menyerupai sistem koordinat kartesius. Subjek 6 dapat merepresentasikan perbedaan waktu dan perbedaan jarak dengan membuat titik-titik pada representasi pertama. Subjek dapat merepresentasikan dengan baik untuk kasus kecepatan tetap, tetapi mengalami kesulitan mengkoordinasi perubahan jarak dan waktu ketika berhadapan dengan kasus kecepatan berubah seperti terekam dalam kutipan wawancara berikut. P : Tolong jelaskan maksud titik-tik pada gambar ini S6 : “T” disini maksudnya waktu dan “D” maksudnya jarak, untuk kecepatan tetap jika waktunya sama maka jaraknya juga sama. Tapi kalau kecepatan berubah jika waktunya tetap jaraknya beda. P : Untuk kecepatan berubah mana yang menunjukkan kalau waktunya tetap jaraknya beda? S6 : Ya ini jarak titik-titiknya kan tidak sama antara “T” dan “D‟ Meskipun S6 berhasil merepresentasikan perubahan jarak dan waktu dalam representasi pertama, namun ia gagal ketika berpindah ke representasi diagram batang dan grafik koordinat. Berdasarkan respon tertulis maupun verbal, hasil penyelidikan menunjukkan bahwa subjek belum dapat menerjemahkan secara menyeluruh situasi nyata ke dalam reperesentasi grafik konvensional, sehingga tidak dapat membedakan atribut visual dunia nyata dengan atribut perseptual grafik. Sebagai contoh, pengaruh situasi nyata nampak pada pelabelan bilangan pada batas –batas interval di sumbu horisontal bidang cartesius oleh Subjek 1, 2, 3, dan 4. Subjek memiliki persepsi bahwa perubahan jarak ketika jarak mendekati nol posisi orang yang bergerak berada di tengah ruangan sehingga nilai nol pada variabel jarak juga berada pada posisi tengah secara visual pada grafik. Hal ini merupakan bentuk lain dari kesalahan siswa yang terjadi pada penelitian Monk (1992). Jika ditinjau dari teori tiga dunia matematika Tall (2008), subjek sedang berkembang dalam dunia perwujudan dan simbolik. Siswa dalam dunia perwujudan mewujudkan sifat-sifat objek dalam dunia nyata yang ia bayangkan dalam pikiran. Tall (2008) menyatakan bahwa matematika sekolah dibangun dari dunia perwujudan dari konsepsi dan aksi fisik yang kemudian beralih ke dunia simbolis. Transisi berikutnya ke dunia formal dibangun berdasarkan pengalaman dari dunia perwujudan dan simbol. Perilaku subjek yang belum dapat membedakan atribut visual dunia nyata dan atribut perseptual grafik dengan baik dalam penelitian ini menunjukkan bahwa subjek sedang berkembang dalam dunia perwujudan dan belum dapat mencapai dunia simbolis secara sempurna. Subjek penelitian ini berada dalam fase remaja awal (usia 13-14). Remaja awal, menurut teori Piaget, berada pada awal tahap operasional formal. Pada level berpikir formal, penopang dan titik rujukan dalam bentuk konkret tidak lagi dibutuhkan (Owens, 2002), namun subjek dalam penelitian ini menunjukkan bahwa situasi konkret masih menjadi bagian dari landasan berpikirnya. Cara berpikir subjek menunjukkan bahwa mereka belum sepenuhnya mencapai tahap operasional formal. Meskipun Piaget mengidentifikasi kategori usia munculnya kemampuan kognitif dalam teori perkembangan kognitif, Ormrod (2010) mengungkapkan bahwa para peneliti menunjukkan kemungkinan pergeseran usia munculnya kemampuan-kemampuan kognitif yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan. Berpikir operasional formal terjadi dalam dua fase, yaitu fase asimilasi dan akomodasi. Santrock (2002) menyatakan bahwa fase asimilasi remaja awal dalam berpikir operasional formal masih dipenuhi dengan realitas. NCTM (2000) mengkategorikan peran representasi matematika menjadi dua kategori, yaitu “representasi sebagai proses” dan “representasi sebagai produk”. Representasi sebagai proses berkaitan dengan menangkap konsep atau hubungan matematis dalam beberapa bentuk representasi, sedangkan representasi sebagai produk berkaitan dengan menghasilkan suatu bentuk representasi. Meskipun respon siswa dalam penelitian ini berupa grafik konvensional yang tidak tepat, tetapi jika kita pandang dalam perspektif “representasi sebagai proses”, kesalahan siswa tersebut dapat menjadi aset bagi siswa sebagai pemecah masalah, dengan catatan bahwa guru dapat membantu siswa belajar dari kesalahannya dalam menyatakan representasi matematis yang lebih konvensional (seperti grafik koordinat pada bidang kartesius). Stylianou (2010) mengungkapkan bahwa guru dalam penelitiannya lebih berfokus pada aspek produk yang lebih sempit, dari pada aspek proses sehingga representasi dianggap sebagai representasi dari ide-ide matematis, bukan ide matematis itu sendiri. Namun ia menyarankan bahwa guru harus memiliki pengalaman menggunakan representasi sebagai suatu alat yang kaya dan fleksibel dalam pemecahan masalah dan membangun kecanggihan matematis. PENUTUP Kesimpulan Penelitian ini mengungkapkan bahwa subjek dapat memberikan respon berupa grafik koordinat hingga pada level 3 yaitu dapat membuat titik koordinat yang tepat berdasarkan data yang mereka miliki, meskipun koordinasi nilai-nilai variabel belum dapat mereka lakukan dengan tepat. Salah satu kendala yang
dialami siswa untuk membuat grafik yang tepat yaitu bahwa siswa belum dapat menerjemahkan secara menyeluruh situasi nyata ke dalam reperesentasi matematis, sehingga tidak dapat membedakan atribut visual dunia nyata dengan atribut perseptual grafik. Kesulitan siswa tersebut dapat dikaitkan dengan level perkembangan kognitif siswa. Menurut teori Piaget, siswa dalam penelitian ini berada pada awal tahap operasional formal. Pada tahap awal operasional formal, siswa masih dipenuhi dengan realitas. Berdasarkan teori tiga dunia matematika, subjek sedang berkembang dalam dunia perwujudan dan simbolik. Kesalahan siswa dalam membuat representasi dalam bentuk grafik dapat menjadi hambatan bagi siswa untuk mempelajari konsep fungsi dan konsep-konsep kalkulus lebih lanjut. Namun kesalahan siswa ini tidak sepenuhnya merugikan dalam pembelajaran. Kemampuan representasi matematis siswa yang tidak konvensional dapat menjadi aset bagi siswa sebagai pemecah masalah. Meskipun demikian, guru tetap harus membantu siswa mencapai kemampuan untuk merepresentasikan konsep matematika ke dalam grafik konvensional dengan benar. Saran Berdasarkan teori-teori terdahulu dan temuan dalam penelitian ini, hal yang perlu menjadi perhatian guru matematika dalam aspek representasi, khususnya grafik, yaitu guru harus memiliki perspektif yang luas dalam memandang representasi matematis siswa. Kesalahan siswa dalam mengkonstruk grafik pada satu siswa dapat menjadi hambatan, tetapi di sisi lain juga memberikan gambaran tentang pemikiran siswa. Kesalahan siswa merupakan bagian dari proses perkembangan kognitif menuju tingkat berfikir yang lebih formal. Penelitian ini hanya terbatas pada deskripsi representasi grafik oleh siswa dari suatu masalah kejadian dinamis dan belum dapat memberikan gambaran secara lebih rinci tentang bagaimana guru dapat membantu siswa untuk bergeser dari representasi non konvensional yang lebih banyak mengadopsi atribut visual dunia nyata ke dalam grafik menuju representasi grafik konvensional. Kekurangan dalam penelitian ini berpotensi untuk dikaji pada penelitian lanjutan. Daftar Rujukan Carlson, M. 1998. A Cross-sectional Investigation of The Development of The Function Concept. Dalam E. Dubinsky, A. H. Schoenfeld, & J. J. Kaput (Eds). Research in Collegiate Mathematics Education. 1 (7): 115-162. Koklu, O. 2007. An Investigation of College Students’ Covariational Reasonings. USA: Florida State University (Ph.D. Dissertation) Monk, S. 1992. Students' Understanding of a Function Given by a Physical Model. Dalam G. Harel & E. Dubinsky (Eds.), The Concept of Function: Aspects of Epistemology and Pedagogy, MAA Notes, 25 (pp. 175-194). Washington, DC: Mathematical Association of America. Moore, K. C., Paoletti, T., Gammaro, J., Musgrave, S. 2013. Covariational Reasoning and Invariance Among Coordinate Systems. The Journal of Mathematical Behavior. 32(3): 461– 473. Moritz, J. 2003. Constructing Coordinate Graphs: Representing Corresponding Ordered Values with Variation in Two-Dimensional Space. Mathematics Education Research Journal. 15 (3): 226-251. Nathan, M. J., Alibali, M. W., Masarik, K., Stephens, A. C., & Koedinger, K. R. 2010. Enhancing Middle School Students‟ Representational Fluency: A Classroom-Based Study. University of Wisconsin– Madison, Wisconsin Center for Education Research (Online), (http://www.wcer.wisc.edu/publications/workingPapers/papers.php, diakses 27 juni 2013). NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Va.: NCTM. Oehrtman, M., Carlson, M., & Thompson, P. W. 2008. Foundational reasoning abilities that promote coherence in students‟ function understanding. In M. P. Carlson, & C. Rasmussen (Eds.), Making the Connection: Research and Teaching in Undergraduate Mathematics Education (pp. 27–42). Washington, DC: Mathematical Association of America. Ormrod, J. E. 2010. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang (Jilid 1) (Edisi 6). Erlangga. Owens, K. B. 2002. Child & Adolescent Development: an Integrated Approach. USA: Thompson Learning. Santrock, J. W. 2002. Life-span Development 8th edition. McGraw-Hill Inc. Stylianou. D. A. 2010. Teachers‟ Conceptions of Representation in Middle School Mathematics. Journal of Mathematics Teacher Education. 13:325–343. Tall, D. 2008. The Transition to Formal Thinking in Mathematics. Mathematics Education Research Journal, 20 (2): 5-24. Umah, U. 2014. Penalaran Kovariasional Siswa Kelas VIIIB MTs Negeri Kediri 1 dalam Mengkonstruk Grafik Fungsi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pascasarjana Universitas Negeri Malang.