RASIONALITAS DALAM ARSITEKTUR FENG SHUI

RASIONALITAS DALAM ARSITEKTUR FENG SHUI Frist Sunarta, Kemas R. Kurniawan Departemen Arsitektur, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail: [email protected]

ABSTRAK Pada saat ini feng shui sering kali dianggap sebagai kepercayaan belaka. Salah satu yang menyebabkan hal ini terjadi adalah para pemakainya yang cenderung percaya begitu saja pada feng shui tampa berusaha mengerti alasan dibaliknya. Melalui tulisan ini, saya mencoba mencari tahu ada atau tidaknya alasan-alasan rasional yang mendasari pemikiran feng shui tersebut. Karena feng shui memiliki cakupan yang sangat luas, saya membatasi tulisan ini hanya pada feng shui yang berhubungan langsung dengan elemen arsitektur yang terdapat pada sebuah rumah. Dalam pengumpulan data, saya menggunakan studi kepustakaan serta membandingkan No-Body House yang didesain menurut feng shui dan Koshino House yang didesain menurut budaya tradisional Jepang. Saya menduga, bila feng shui benar-benar berdasar pada rasionalitas akan ditemukan praktik-praktik feng shui secara tak sengaja pada bangunan yang didesain tampa menggunakan feng shui.

RASIONALITY IN FENG SHUI ARCITECTURE ABSTRACT For modern society, feng shui is narrow mindedly regarded as a mere belief, common people tend to believe in feng shui for granted without trying to understand the reason behind it. Through this article, I tried to find out what is any rational reasons underlying the ideas of feng shui. Due to its feng shui has a very broad scope, I limit the discussion in this paper only on feng shui that are directly related to architectural elements found in a home. In collecting the data, I use literature study and compare the No-Body House which is designed following feng shui and Koshino House which is designed by Japanese traditional culture. My hypothesis is if feng shui is really based on rationality, I will be found feng shui practices can be found unintentionally in buildings which is designed without using feng shui. Keywords : Rationality, feng shui

1. Pendahuluan Sejak kecil, feng shui telah menjadi sesuatu yang cukup akrab dalam kehidupan saya. Sabagaimana umumnya warga negara keturunan Tionghoa di Indonesia, feng shui selalu medapat bagian yang penting pada setiap tahap kehidupan keluarga saya. Mulai dari menentukan posisi setiap ruang dan barang di rumah, tanggal yang tepat untuk melakukan renovasi, bahkan hingga prosesi pemakaman keluarga kerap kali memakai feng shui sebagai pertimbangan utama.

Rasionalitas dalam..., Frist Sunarta, FT UI, 2014

Ketika kecil, saya pernah menanyakan mengapa kami mempercayai semua hal tersebut. Saat itu orang tua saya menjelaskan bahwa mengikuti metode tersebut akan membawa hoki1 bagi keluarga. Dalam beberapa kesempatan saya bahkan tidak diizinkan untuk mempertanyakan mengapa kami melakukan itu. Pada mulanya saya cukup terpuaskan dengan jawaban itu. Namun lambat laun pandangan saya berubah. Saya mulai menganggap feng shui tak lebih dari sebuah mitos. Terlebih lagi saat saya menyaksikan bagaimana seorang ahli feng shui menangani suatu masalah baik secara langsung maupun melalui layar kaca. Bagi saya pribadi, jawaban seperti ch’i2 yang tercekik, rezeki tersapu angin, tusuk sate dan sebagainya terdengar terlalu jauh dari nalar. Sebagai akumulasi dari keraguan ini, saya sering kali terlibat adu argumen dengan orang tua saya saat mereka hendak mengaplikasikan metode tersebut di rumah. Di kemudian hari, saya mendapat kesempatan melakukan magang di salah satu biro arsitek milik kenalan orang tua saya. Saya yang pada mulanya agak skeptis memandang aplikasi feng shui dalam desain mendapati kenyataan yang cukup unik. Pemilik biro tersebut ternyata sangat mempercayai feng shui. Ia juga menyatakan bahwa banyak orang yang menginginkan rumahnya dirancang mengikuti kaidah tersebut. Hal yang lebih mengejutkan adalah mereka umumnya percaya begitu saja dengan mengikuti metode ini mereka akan memperoleh perbaikan dalam hidup. Bagi mereka, penjelasan mengapa hal itu dapat terjadi bukan sesuatu yang penting untuk diketehui. Dari penjabaran di atas, pada akhirnya saya kembali pada pertanyaan di masa kecil saya, mengapa kami mempercayai feng shui dan menerapkannya dalam kehidupan. Saya mencoba menganalisa seberapa besar feng shui mempengaruhi kehidupan orang-orang yang mempecayainya. Apakah feng shui benar-benar dapat memperbaiki kehidupan pemakainya? Apakah feng shui hanya merupakan kepercayaan atau adakah nilai rasional di balik itu semua? Bagi saya, hal ini menjadi penting. Jika selama ini para pemakai feng shui dapat puas dengan penjelasan-penjelasan di luar akal sehat, saya beranggapan hal ini dapat menjadi bumerang di kemudian hari. Di masa moderen seperti saat ini, rasionalitas cenderung lebih dikedepankan dalam setiap sendi kehidupan manusia. Hal-hal yang tak dapat terjelaskan dengan akal sehat pada akhirnya akan terpinggirkan dan bukan tidak mungkin pada akhirnya dilupakan dan hilang.

1

Peruntungan atau nasib baik

2

Energi kehidupan; sesuatu yang memberi kehidupan pada segala sesuatu


Selain untuk mencari tahu ada atau tidaknya rasionalitas dalam pemikiran feng shui, tulisan ini juga bertujuan untuk menggugah para pemakai feng shui agar lebih kritis dalam menjalankan metode ini. Bagi saya, ketidakmampuan banyak pemakai feng shui menjelaskan dasar pemikirannya akan mempercepat feng shui terpinggirkan dari ilmu pengetahuan. Hal ini sangat disayangkan, untuk sesuatu yang telah ada selama ribuan tahun, bagi saya tidak adil bila feng shui terpinggirkan tampa kita mengenalnya secara utuh terlebih dahulu. Agar pembahasan tidak terlalu meluas saya akan membatasi diri pada aplikasi feng shui yang berkaitan dengan elemen arsitektur pada sebuah rumah sepeti koridor, tangga, dan sebagainya. Untuk itu, saya memilih dua rumah yakni No-Body House oleh Sardjono Sani dan Koshino House oleh Tadao Ando. Pemilihan ini didasari pertimbangan bahwa ke dua rumah memiliki keadaan yang cukup bertolak belakang. No-Body House didesain menurut feng shui, berlokasi di Jakarta yang konturnya relatif datar, serta berada di iklim tropis. Sementara itu Koshino House didesain menurut nilai tradisional Jepang dan berlokasi di lereng bukit sebuah kota kecil di Jepang yang beriklim subtropis. Berbeda dengan tulisan yang pernah dibuat oleh Erlyne Setiawan yang berjudul The Architectural Analysis of Feng Shui Application Towards The Spatial Arrangement of The House pada 2008 yang berfokus pada mencari dasar dibalik pengaturan ruang pada sebuah rumah menurut feng shui, tulisan ini bertujuan untuk mencari nilai-nilai rasional yang mendasari keputusan-keputusan yang diambil dalam praktik feng shui. Selain itu, bahasan mengenai rasionalisme ini akan lebih banyak berfokus pada rasionalisme barat yang berkembang di Eropa ketimbang rasioalisme timur. Rasionalisme barat ini diharapkan dapat menjadi parameter yang cukup netral untuk menilai feng shui benar-benar berdasar pada akal atau tidak. Dalam menyelesaikan tulisan ini, saya akan menerapkan studi literatur. Untuk mencari tahu secara menyeluruh mengenai konsep rasionalitas barat mulai dari awal perkembangannya diabad XVII hingga pengaruhnya dalam arsitektur. Lalu akan dijabarkan juga teori mengenai feng shui mulai dari kemunculan, perkembangan, hingga pro-kontra yang terjadi terhadapnya. Saya akan sertakan juga sebuah studi kasus untuk membandingkan rumah yang dibuat menurut feng shui dan yang


tidak menurut feng shui. Dengan membandingkan kedua rumah ini, saya berarap untuk mengetahui bagaimana sebuah rasionalitas bekerja dalam arsitektur feng shui.

2. Landasan Teori 2.1 Rasionalisme Secara etimologis, rasionalisme berasal dari kata dalam bahasa Inggris rationalism. Kata ini sendiri berasal dari bahasa Latin yakni ratio yang berarti “akal”. Menurut A.R. Lacey, rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegang bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran (Lacey, 1976). Kaum Rasionalisme mulai dengan sebuah pernyataan aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya. Pemikiran ini diturunkan dari ide yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas, dan pasti dalam pikiran manusia. Secara terminologis, aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Masih menurut A.R. Lacey, Ia juga menekankan bahwa akal (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi (Lacey, 1976).

2.2 Rasionalisme Dalam Arsitektur Menurut Peter Collins dalam bukunya yang berjudul Changing Ideals in Modern Architerture, salah satu definisi terbaik mengenai arsitektur rasional dapat kita temukan dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Cesar Daly pada 1864. Dalam artikelnya, Daly menyebut arsitektur, agar dapat dikatakan benar harus mendasari hukumnya dari ilmu pengetahuan ilmiah. Salah satu yang mendasari pernyataan ini karena arsitektur pada saat itu lebih menitik beratkan pada elemen dekorasi dari pada perencanaan tapak dan konstruksi bangunan ( J.B. Rondelet, 1789 ). Sebagai akibatnya, bangunan menjadi terlalu berat dan mahal. Hal ini didukung juga oleh Borgin yang menyatakan bahwa arsitektur, yang olehnya dianggap sebagai seni, membutuhkan dasar dan pengetahuan ilmiah dalam prakteknya. Berbeda dengan dengan lukisan dan seni patung yang hanya bertujuan untuk memuaskan diri akan keindahan, arsitektur dituntut untuk dapat berfungsi secara penuh untuk mendukung kegiatan manusia (Collins, 1965).


Daly menyatakan pula arsitektur pada saat itu sebagai ornamented structure yang berarti arsitektur hadir dalam sebuah bangunan hanya dalam usaha untuk menutupi elemen struktural. Pernyataan ini pada 1741 sempat diutarakan pula oleh seorang arsitek bernama J.G. Soufflot. Souffolt pada saat itu menyatakan arsitektur Romawi begitu berat dibandingkan Gothic. Hal yang menjadikan arsitektur Romawi begitu berat menurutnya dikarenakan banyaknya elemen dekorasi yang diberikan untuk menyamarkan struktur bangunan, membuat kolom menjadi sangat besar dari yang sebenarnya dibutuhkan dan ruang yang dapat dipakai menjadi terbuang. Berbeda dengan arsitektur Gothic yang lebih berani mengekspos strukturnya sehingga secara struktur mereka terlihat lebih ringan. Meski strukturnya terlihat lebih ringan, namun pada kenyataanya struktur itu tetap mampu menahan atap dan segala ornamennya (Collins, 1965).

Gambar 1 Kolom bangunan bergaya klasik Sumber : Architecture From Prehistoric to Post Modernism / The Western Tradition, 1986, 87

Gambar 2 Kolom bangunan bergaya Gothic Sumber : Architecture From Prehistoric to Post Modernism / The Western Tradition, 1986, 265


Dari gambar di atas, dapat terlihat perbedaan dari kedua kolom tersebut. Kolom klasik, seperti yang disebutkan oleh J.G. Soufflot terlihat sangat besar dan kompleks jika dibandingkan dengan kolom gothic yang terlihat lebih sederhana.

Selain memberi definisi, Daly juga menyatakan bahwa para penganut rasionalisme selain harus mendasari diri pada ilmu pengetahuan ilmiah juga harus dapat mengikuti perkembangan zaman. Untuk dapat mengikuti perkembangan zaman ini, arsitek harus mampu menelaah apa yang menjadi dasar logis dari bentuk sebuah bangunan. Dengan memiliki pengetahuan itu, arsitek dapat memaksimalkan penggunaan material dan metode baru dalam mengkonstruksi suatu bangunan (Collins, 1965).

2.3 Feng Shui Bila melihat dari asal katanya, feng shui berasal dari dua kata dalam bahasa Chinese. Feng yang berarti angin dan Shui yang berarti air. Menurut konsep Tao yang memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu feng shui, angin dan air merupakan dua unsur yang saling bertolak belakang, tak dapat dipisahkan, dan saling melengkapi dalam keberadaannya. Angin digolongkan sebagai Yang dianggap sebagai elemen yang lebih aktif sementara air digolongkan sebagin Yin dan dianggap sebagai elemen yang lebih pasif. Dalam ilmu feng shui, angin dan air memegang peran yang sangat penting. Angin dipercaya sebagai elemen yang mampu mengurai aliran energi kehidupan (ch’i) sementara air dianggap sebagai elemen yang mampu menangkap energi tersebut (Rossbach, 1987) Feng Shui sering kali disebut sebagai “the Chinese art of placement and design”. Menurut Vincent M. Smith (2006) dalam feng shui, A Practical Guide for Architects and Designers, Feng Shui berurusan dengan pemilihan lahan untuk bangunan yang sesuai, peletakan ruang - ruang yang tepat dalam bangunan, hingga peletakan barang - barang pada posisi yang tepat dalam suau ruang atau bangunan. Meski menyebut hal di atas, Vincent menolak untuk menyebut Feng Shui sebagai sebuah seni mendokarasi bangunan.


feng shui is not a decorating style. Its principles apply equally to any decor or furnishing and embrace much more than interior decorating. feng shui covers all form of energy and life experience and has described as art, science, philosophy, psychology, ecology, superstition, and magic. ( Vincent, 2, 2006 ) Dari pernyataannya tersebut, dapat dipahami bahwa menurut Vincent, feng shui lebih dari sekedar mendekorasi sebuah bangunan. Memahami feng shui seperti itu sama aja seperti melihat puncak gunung es yang mengapung di lautan. Ada banyak aspek lain yang juga diperhatikan dari penerapan Feng Shui.

Feng shui merupakan ilmu yang mempelajari bagai mana tercapainya sebuah hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungan sekitarnya. Kehadiran manusia dengan segala intervensi yang dilakukannyalah yang berpotensi merusak keseimbangan itu. Bila keseimbangan yang sudah baik ini rusak, tak hanya alam yang dirugikan, namun juga manusia yang mendiami alam tersebut. Feng shui mulai berkembang di China sejak 1200 S.M. hal ini ditandai dengan munculnya keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta dapat digolongkan dalam 5 elemen ( air, api, kayu, angin, dan logam ). Meski terdiri dari 5 elemen, namun kelimanya saling terkait dalam sebuah siklus saling membagun dan menghancurkan yang terjadi terus menerus dalam sebuah keseimbangan (Lip, 1986).

Gambar 3 lima elemen dalam feng shui Sumber : Feng Shui Beyond Boundaries: Your Happy Days Begin Here and Now, 2012, 88

Dengan mengetahui hubungan apa saja yang terjadi antar elemen dan hal apa yang terwakili oleh sebuah elemen, pemakai meode feng shui dapat mengetahui tepat atau tidaknya suatu hal disandingkan.


Kitchens of coffee house and restaurants should not be placed in the south or east because the kitchen belongs to the fire element and will clash with the

fire element in the east and melt the gold element

in the south (Lip, 1986, 52)

Dari kutipan di atas, terlihat bagaimana ahli feng shui memaknai arah sebuah ruang dengan arah mata angin yang mewakili elemen tertentu. Melalui pernyataan di atas, kita ketahui bila dapur diletakan disebelah timur rumah, akan tercipta terlalu banyak api yang akhirnya membahayakan si pemilik dapur. Sementara itu bila diletakan di selatan, elemen logam yang diwakili arah selatan akan terbakar oleh elemen api yang diwakili oleh dapur. Karena logam juga melambangkan uang dan kekayaan, peruntungan yang dimiliki pemilik dapur juga akan tersendat karena logam yang melambangkan itu telah terbakar.

Sekitar seribu tahun kemudian, masyarakat China telah mampu memetakan bintang dan peredaran planet - planet mengelilingi matahari. Kemampuan ini semakin mendorong perkembangan Feng Shui terlebih dengan terciptanya luopan3 yang semakin memudahkan praktek Feng Shui dalam menentukan tempat - tempat yang terbaik bagi kegiatan manusia berdasar pergerakan angin, pergantian musim, gerak matahari, dan sebagainya (Lip, 1986).

Gambar 4 Luopan Sumber : Classical Feng Shui for Wealth & Abundance, 2013, 46

3

Kompas khusus untuk keperluan pemetaan feng shui


Perkembangan feng shui juga tak lepas dari perkembangan ilmu filsafat China. Ajaran Tao memiliki andil besar dalam pembentukan konsep kesimbangan semesta lewat konsep Yin & Yang. Dengan hadirnya konsep ini, feng shui tak hanya dapat dimanfaatkan sebagai ilmu meletakan bangunan dan segala isinya, namun juga dalam seni pengobatan, kuliner, bela diri, dan sebagainya (Lip, 1986).

Gambar 5 lambang yin yang Sumber : http://www.sacredlotus.com/theory/images/yinyangday.gif diakses pada 2 Juni 2014

Wang (2012) menyatakan dalam bukunya bahwa yin-yang merupakan sebuah kodisi dimana setiap hal yang ada dalam alam semesta selalu memiliki pasangan yang bertolak belakang namun saling bergantung dan mempengaruhi satu sama lain. Kedua hal ini tak dapat ada tampa keberadaan yang lain. Yin-yang tidak mempertahankan diri dalam sebuah hubungan yang statis. Kedua hal ini akan senantiasa berubah untuk mencari keseimbangan dalam sebuah siklus yang terjadi terus menerus. Saat salah satu memperoleh dominasi, sisi lainnya akan mulai mengambil alih. Sebagai contoh, bila waktu telah mencapai tengah hari, maka akan dimulai perjalanan menuju malam hari. Ketika waktu telah mencapai tengah malam, waktu akan terus berjalan menuju tengah hari.

Sekitar seribu tahun yang lalu, feng shui telah tersebar hingga Jepang dan Asia Tenggara lewat jalur perdagangan. Hingga kini, kita dapat menemukan praktek feng shui di hampir tiap belahan dunia dan tak hanya dipakai oleh etnis Tionghoa. Para warga keturunan Tionghoa yang merantau umumnya menjadi saluran utama penyebaran ini (Lip, 1986).


3. Studi Kasus 3.1 ‘The No-Body House’ Rumah yang berlokasi di Pondok Indah ini dirancang oleh seorang arsitek bernama Sardjono Sani yang lahir pada 1963. No-Body House yang dirancangnya ini terbilang cukup unik hingga terpilih diantara sekian banyak rumah untuk didokumentasikan dalam sebuah buku berjudul Tropical Asian House (1996). No-Body House dapat diartikan sebagai rumah yang tidak dimiiki siapa pun. Baik masyarakat, lingkungan sekitar, bahkan oleh iklim tropis di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari bentuk bangunannya yang cukup unik hingga tampil cukup berbeda dengan bangunan-bangunan sekitarnya.

Gambar 6 No-Body House karya Sardjono Sani Sumber : Tropical Asian House, 1996, 157

Keunikan lain dari bangunan ini adalah bagaimana seorang Sardjono Sani memaknai sebuah arsitektur tropis. Dalam buku Tropical Asian House (1996), sebagian besar arsitek merespon kondisi tropis dengan membuat banyak bukaan, ventilasi silang, ruang peralihan antara interior dan eksterior, dan sebagainya. No-body House hadir dengan cara tersendiri dalam menyikapi keadaan diiklim tropis. Sardjono responds that air-conditioning is tropical, that is as essential as central heating in the Artic, that is simply man using science to adjust to his environment. ( Robert Powell, 1996 ) Menurut Powell, penggunaan teknologi untuk menyikapi keadaan alam merupakan hal yang wajar dan merupakan salah satu bentuk adaptasi manusia. Dalam kutipan diatas, dapat terlihat bahwa penggunaan


pendingin udara diiklim tropis merupakan hal yang wajar. Apalagi bila berkaca pada keadaan di daerah yang sangat dingin yang bergantung pada keberadaan pemanas ruangan. Meski tidak menjadikan penghawaan alami sebagai sasaran utama, namun Sardjono tetap merespon potensi lain yang melimpah di daerah tropis yakni cahaya.

Gambar 7 Penggunaan skylight sebagai pencahayaan alami dalam bangunan Sumber : Tropical Asian House, 1996, 160

3.2 Koshino House Koshino House merupakan sebuah rumah yang dirancang oleh Tadao Ando pada 1980 untuk seorang perancang busana berama Hiroko Koshino. Rumah ini berlokasi di sebuah kota kecil bernama Ashiya yang terletak antara Kobe dan Osaka.

Gambar 8 Tampak udara Koshino House Sumber : http://www.archdaily.com/161522/ad-classics-koshino-house-tadao-ando/koshino6_hoiol/ diakses pada 23 Mei 2014

4. Analisa


4.1 Koridor Secara kebetulan, kedua rumah yang dipakai dalam studi kasus ini memiliki cukup banyak koridor yang sangat aktif dalam menunjang sirkulasi. Dalam feng shui, sebuah koridor yang panjang dianggap akan mengganggu persebaran ch'i di dalam rumah akibat ch'i bergeak telalu cepat (Too, 1995)

Gambar 9 Lokasi koridor pada lantai dua No-Body House Sumber : Asian Tropical House, 1996 dengan pengolahan oleh penulis

Bagian berwarna merah menunjukan lokasi dari koridor yang terdapat pada No-Body House. Meskipun koridor ini membentang hampir sepanjang rumah, namun secara feng shui koridor ini masih dapat dikatakan baik kerena mendapat pencahayaan yang cukup. Dalam feng shui, cahaya tergolong dalam elemen api yang melambangkan energi dan kehangatan. Keberadaan cahaya ini akan membantu untuk menghidupkan energi negatif yang ada di koridor.

Gambar 10 Skylight pada koridor lantai dua No-Body House Sumber : Asian Tropical House, 1996

Seperti telah disebutkan dalam pengenalan Kosino House, lantai dasar pada bangunan ini dihubungkan oleh sebuah koridor yang terletak di bawah tanah. Koridor ini terhubung hingga sepanjang deretan kamar pada banguan di sebelah selatan. Hasilnya adalah terciptanya sebuah


lorong yang sangat panjang. Juga telah dikatakan oleh Too (1995) bahwa koridor yang terlalu panjang akan mengakibatkan aliran ch'i menjadi terlalu cepat dan merugikan. Berangkat dari dua peryataan itu, penulis meynimpulkan bahwa Koshino House buruk secara feng shui.

Gambar 11 Lokasi koridor pada Koshino House Sumber : Sumber : http://drusilia.blogspot.com/2011/09/la-logica-dellarch'itettura-deve.html Diakses pada 23 Mei 2014 dengan pengolahan oleh penulis

Namun begitu, sebagai arsitek yang memiliki kemampuan memanipulasi cahaya, Ando entah secara sengaja atau tidak telah memberi solusi untuk permasalahan tesebut. Ia membuat sejumlah lubang yang menjadi tempat masuknya cahaya.

Gambar 12 Koridor Koshino House Sumber : http://www.archdaily.com/161522/ad-classics-koshino-house-tadao-ando/ diakses pada 24 Mei 2014

4.2 Bentuk dan Posisi Tangga


Tangga memiliki pengaruh yang besar dalam feng shui. Dalam feng shui, keberadaannya dipercaya mampu menjadi saluran bagi ch'i untuk bergerak dari satu lantai ke lantai lain. Tangga juga dianggap memiliki peran yang sama dengan pintu utama rumah. Oleh karenanya tangga harus diletakan pada posisi yang tepat (Harianto, 2000).

Gambar 13 Bentuk dan posisi tangga pada No-Body House pada lantai 1 (kiri); lantai 2 (kanan) Sumber : Asian Tropical House, 1996

Dari gambar di atas, dapat diketahui bahwa posisi pintu utama pada No-Body House berada di bawah tangga. Posisi ini bukan merupakan posisi yang baik seperti yang telah dijabarkan dihalaman sebelumnya. Hal ini menurut penulis disebabkan oleh masalah kepantasan apabila ada yang memasuki rumah bersamaan dengan adanya orang yang menaiki tangga. Ruang di bawah tangga juga biasanya identik dengan ruang yang kotor. Sehingga tidak layak untuk dilihat oleh tamu disaat pertama mereka memasuki rumah.

Gambar 14 Bentuk dan posisi tangga menuju kolam renang dari kamar tidur utama pada No-Body House Sumber : Asian Tropical House, 1996

Menurut sebagian ahli feng shui, tangga putar dianggap sebagai bentuk yang mematikan karena bentuknya menyerupai mata bor yang menusuk keberuntungan pemilik rumah. Namun sebagian lagi percaya bahwa posisi tangga seharusnya mendapat perhatian yang lebih besar ketimbang


bentuknya itu sendiri. Terlepas dari pertentangan para ahli feng shui, tangga putar memang lebih berbahaya secara bentuk dibanding tangga pada umumnya. Pijakannya yang lebih kecil dibagian tengah memiliki resiko yang lebih besar untuk menyebabkan kecelakaan.

Gambar 15 Tangga putar Sumber : http://2.bp.blogspot.com/-souBUMvCsOA/TqlrCs1IZ4I/AAAAAAAAANY/pbwK1s-HOf8/s1600/8-design-tanggaputar.jpg diakses pada 2 Juni 2014

Gambar di atas memang tidak menunjukan tangga pada No-Body House yang sebenarnya, namun gambar tersebut sudah mendekati dari segi bentuk. Dapat terlihat bagaimana bagian tengah dari tangga berukuran lebih kecil dari pada sisi pinggirnya. Bentuk tangga yang tidak memiliki raiser4 juga dianggap tidak dapat menyalurkan ch’i dengan baik ke lantai yang lain.

Gambar 16 Posisi tangga pada Koshino House Sumber : http://img.docstoccdn.com/thumb/orig/134430290.png diakses pada 29.5.2014 dengan pengolahan oleh penulis

4

Bagian dari tangga yang berada di antara dua anak tangga yang berurutan. Keberadaan raiser pada tap tangga bukan sesuatu keharusan


Pada gambar di atas, terlihat bagaimana tangga pada Koshino House langsung mengadap ke pintu utama. Seperti dijelaskan sebelumnya, posisi ini bukan posisi yang baik untuk meletakan tangga. Penulis beranggapan posisi ini tidak baik karena tamu yang datang dapat dengan segera menemukan akses menuju lantai berikutnya. Normalnya lantai ini merupakan tempat dimana kamar tidur berada. Sehingga menjadi rentan terhadap pencurian. Namun bila melihat bahwa Koshino House memiliki ruang tamu yang berlokasi di lantai bawah, tangga yang mudah ditemukan ini sangat membantu tamu yang datang agar mudah mengetahui kemana mereka harus menuju setelah memasuki rumah. Dari dua perbandingan di atas, penulis melihat bahwa Koshino House yang tidak berpedoman pada feng shui ternyata memiliki penerapan tangga yang lebih baik. 4.3 Jalan Sekitar Site Sebagai mana jalan air yang berperan penting dalam aliran ch'i, jalan darat juga memegang peran yang tidak kalah penting dalam hal itu. Aries Harianto (2000) dalam bukunya Pedoman Feng Shui Eksterior, memandang bahwa jalan darat dapat dianggap sebagai air virtual yang berfungsi untuk membawa ch'i masuk dan keluar dari sebuah bangunan.

Gambar 17 (kiri) ilustrasi lokasi No-Body House; (kanan) ilustrasi lokasi Koshino House Sumber : ilustrasi pribadi

Karena fungsinya dalam mengalirkan ch'i, posisi jalan terhadap rumah mendapat perhatian yang cukup besar dikalangan ahli feng shui. Dengan melihat ilustrasi di atas, menurut pandangan feng shui, Koshino House memiliki posisi yang lebih baik terhadap jalan disekitarnya. Jalan lurus dianggap lebih netral terhadap bangunan karena aliran ch'i yang masuk kedalam rumah berada dalam jumlah yang mencukupi bagi penghuni bangunan.


Berbeda dengan No-Body House yang berlokasi di sebuah persimpangan “T”. Lokasi ini oleh para ahli feng shui selalu dianggap sebagai lokasi yang buruk untuk mendirikan hunian. Jalan merupakan saluran mengalirnya ch'i. Lokasi diujung jalan tusuk sate akan memberikan aliran ch'i yang terlalu kuat bagi penghuni bangunan. Kondisi ini dipercaya akan membawa kemalangan bagi penghuninya. Arus kendaraan juga memiliki pengaruh yang penting dalam situasi ini. Arus jalan yang lebih lambat akan memberi pengaruh yang lebih buruk ketimbang yang lebih lancar (Harianto, 2000 ). Penjelasan di atas memang tidak terdengar masuk akal. Namun bila kita mecoba melihat hal-hal yang disebutkan dalam feng shui tersebut dan mencoba memahami alasan dibaliknya kita dapat menemukan adanya alasan masuk akal.

Gambar 18 Ilustrasi kendaraan yang menuju ke bangunan Sumber : ilustrasi pribadi

Lokasi di simpang T diangap buruk disebabkan adanya kemungkinan kecelakaan lalu lintas yang langsung mengarah ke bangunan di ujung simpang T tersebut. Pintu utama yang langsung menghadap simpang T juga berpotensi mengganggu privasi penghuni karena orang asing dapat langsung melihat apa yang terjadi di dalam bangunan. Dugaan ini diperkuat dengan solusi yang diberikan untuk menyikapi hal tersebut yakni membuat sebuah dinding penghalang untuk membatasi diri dengan simpang T tersebut. Selain membuat dinding, menggeser posisi pintu utama seperti yang dilakukan Sardjono Sani pada No-Body House juga dapat memberi solusi yang tak kalah baik. Meski pendekatan dalam menyelesaikan masalah tusuk sate ini berbeda, namun kedua cara ini sebenarnya memiliki tujuan yang kurang lebih sama, yakni mencegah bagian dalam rumah langsung terlihat dari luar.


Gambar 19 Ilustrasi simpang T yang padat oleh kendaraan Sumber : ilustrasi pribadi

Sementara itu, pandangan bahwa kepadatan jalan yang lebih tinggi akan memberi pengaruh yang semakin buruk terhaap bangunan di simpang T juga penulis anggap memiliki alasan yang masuk akal. Hal ini dapat dikaitkan dengan kenyamanan penggunan bangunan. Simpang T yang padat mengindikasikan terjadinya penumpukan kendaraan dalam jumlah besar disuatu titik. Dengan menumpuknya kendaraan dalam besar ini tentunya akan menimbulkan kebisingan dan polusi udara yang semakin tinggi. Bila hal ini terjadi terus menerus dapat dipastikan kenyamanan dan kesehatan penghuni akan terganggu. Kesimpulan yang penulis dapat dari analisa di atas adalah feng shui memiliki argumen yang tepat dan rasional dalam menyikapi posisi sebuah bangunan di persimpangan T.

5. Kesimpulan Rasionalitas menitik beratkan pada penggunaan akal dalam memandang segala fenomena yang terjadi di alam. Dengan akal, penganut aliran rasional percaya bahwa mereka akan mendapat kebenaran yang sejati. Sesuai pernyataan Descrates, “saya berpikir maka saya ada” menunjukan bahwa kita sebagai manusia yang hadir di dunia sudah selayaknya senantiasa berpikir untuk menyelesaikan segala yang terjadi dalam hidup. Tidak benar jika kita hanya semata-mata mempercayai sesuatu tampa mengerti apa yang kita percayai. Ketika sebuah ilmu diterima secara mentah-mentah tampa pemikiran kritis, penulis merasa hal tersebut merupakan sebuah bentuk kurang menghargai terhadap ilmu tersebut. Hal seperti itulah yang terjadi pada feng shui. Banyak orang yang menganggap feng shui sebagai sebuah kebenaran


tampa mengerti mengapa itu menjadi benar. Pada akhirnya, sikap ini akan membuat unsur rasional dari feng shui dilupakan dan hilang. Kejadian ini mungikin tidak akan sampai membuat femg shui hilang dari peradaban manusia, namun derajatnya akan turun dari sebuah ilmu pengetahuan menjadi kepercayaan belaka. Dari sejumlah studi kasus yang dilakukan penulis, penulis menyimpulkan bahwa feng shui pada dasarnya berasal dari sebuah penelitian terhadap alam yang telah berlangsung selama ribuan tahun. Penelitian ini dilakukan dengan sebuah pengamatan kritis dan ditujang dengan ilmu-ilmu filsafat yang berkembang bersamanya seperti astrologi, taoisme, dan sebagainya. Meskipun feng shui memiliki sebuah nilai rasionalitas, namun penulis juga menganggap bahwa feng shui tak dapat diterapkan begitu saja untuk segala kondisi. Feng shui memang telah berkembang di China selama ribuan tahun, namun baru sekitar seribu tahun feng shui tesebar keluar China dan baru beberapa abad kemudian mencapai Eropa dan dunia barat. Untuk itulah praktik feng shui harus dilakukan dengan sebuah pemikiran kritis terhadap apa yang mendasari sebuah pandagan feng shui, tak sekedar hasil akhirnya saja. Dengan begitu feng shui dapat hadir untuk melengkapi pengetahuan yang telah lebih dulu ada di suatu tempat bukan malah melawan pengetahuan tersebut.

Daftar Pustaka Ansori,

Hendri. 2000. Sejarah Filsafat di Eropa. Dimuat dalam http://dunia-filsafat.blogspot.com/2010/07/sejarah-filsafat-eropa.html diakses pada 30 Mei 2014

Bennett, Elizabeth Z. 1998. Geomancy Step-by-Step. Dimuat dalam http://www.princeton.edu/~ezb/geomancy/geostep.html diakses pada 31 Mei 2014 Collins, Peter. 1965. Changing Ideals In Modern Architecture 1750 - 1950. Faber and Faber Limited Dian, Mas. 2005. Solusi Feng Shui. Jakarta : PT Elex Media Komputindo Forty, Adrian. 2000. Words and Buildings A Vocabulary of Modern Architecture. London : Thames & Hudson Ltd Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta : Penerbitan Kanisius


Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta : Penerbitan Kanisius Harijanto, Aries. 2000. Pedoman Feng Shui Eksterior. www.klikfengshui.com ( Diakses pada 25.05.2014 ) Harijanto, Aries. 2000. Pedoman Feng Shui Interior. www.klikfengshui.com ( Diakses pada 25.05.2014 ) Hays, K. Michael. 2000. Architecture Theory Since 1968. Massachusetts : MIT Press Ika S.M, Hazier. “Rasionalisme” http://academia.edu. ( Diakses pada 24.04.2014 ) Lacey, A.R. 1976. A Dictionary of Philosophy. New York : Routledge & Kegan Leinsle, Ulrich. G. 2010. Introduction to Scholastic Theology. USA : The Catholic University of America Press Lip, Evelyn. 1979. Chinese Geomancy. Singapore : Times Books International Lip, Evelyn. 1986. feng shui for Home. Singapore : Times Edition Pte Ltd Metcalf, Taylor. 2011. “Koshino House / Tadao Ando” dimuat dalam Archdaily http://www.archdaily.com/161522/ad-classics-koshino-house-tadao-ando ( Diakses pada 24.5.2014 ) Mini, Massimo. Tadao Ando Review. Dimuat dalam Designboom. 30 September 2001. http://www.designboom.com/interviews/tadao-ando/ (diakses pada 28 Mei 2014) Powell, Robert. 1996. The Tropical Asian House. Singapore : Select Books Pte Ltd Wang, Robin R. 2012. Yinyang : The Way of Heaven and Earth in Chinese Thought and Culture. New York : Cambridge University Press Rossbach, Sarah. 1987. Interor Design With feng shui. USA Setiawan, Dian. 2000. 30 Penjabaran dan Pembenahan Feng Shui Eksterior. Jakarta : PT Elex Media Komputindo Shofner, R.D. 1974. Anselm Revisited: A Study on the Role of the Ontological Argument in the Writings of Karl Barth and Charles Hartshorne. Neherlands Smith, Vincent M. 2006. feng shui, A Practical Guide for Architects and Designers. USA : Kaplan AEC


RASIONALITAS DALAM ARSITEKTUR FENG SHUI

Recommend Documents