Prosiding Skripsi Semester Genap 2011-2012 IDENTIFIKASI BIOHIDROGEN DARI KULTUR CAMPURAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI SUKROSA SEBAGAI SUBSTRAT Rizky Amelia*, Surya Rosa Putra1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi biohidrogen dari proses fermentasi kultur campuran menggunakan variasi konsentasi sukrosa sebagai substrat. Fermentasi menggunakan sistem batch yang berlangsung selama 33 jam (konsentrasi 1% dan 3%) dan 64 jam pada konsentrasi 2%. Kondisi fermentasi diatur pada pH 5-6, suhu 40°C dan disampling tiap 2 jam sekali. Analisa kualitatif menggunakan Hydrogen Sensor menunjukkan adanya gas hidrogen yang dilanjutkan dengan analisa kuantitatif menggunakan GC sehingga didapatkan hasil berupa prosentase hidrogen pada konsentrasi 1%, 2% dan 3% adalah 11,37%; 13,57% dan 18,53%. Volume hidrogen kumulatif yang didapatkan dari volume total biogas pada konsentrasi 1%, 2%, 3% berturut-turut adalah 39,75 mL; 63,78 mL dan 157,50 mL Kata kunci : Biohidrogen, kultur campuran, fermentasi, sukrosa, Hydrogen Sensor, GC
1.
Pendahuluan Energi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat seiring dengan angka pertumbuhan ekonomi dan pertambahan jumlah penduduknya. Sumber energi yang sering dieksploitasi adalah minyak bumi. Hal ini mengakibatkan ketersediaannya semakin menurun, sama seperti pada sumber energi fosil lainnya, yaitu batu bara (coal). Batu bara hampir sama digunakannya sebagai sumber energi selain minyak bumi, namun karena sifatnya yang sama dengan minyak bumi, maka sekarang ini ketersediaannya pun sudah semakin langka (Kadiman, 2006). Sumber energi alternatif baru sekarang ini yang dapat dijadikan sebagai pengganti energi fosil antara lain, bioetanol, biodiesel, biohidrogen dan biobutandiol. Salah satu sumber energi altenatif yang belum optimal digunakan adalah biohidrogen.
* Corresponding author phone : 085648384791 e-mail:
[email protected] 1 Jurusan Kimia FMIPA ITS Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 e-mail:
[email protected]
Hidrogen adalah sumber energi yang dikenal sebagai sumber energi ramah lingkungan dan efisien karena dari proses pembakarannya di udara menghasilkan uap air dan energi panas (Antonopoulou et al., 2007) sehingga tidak memberi efek negatif lain dalam penggunaannya, misalnya seperti penipisan lapisan ozon dan hujan asam (Hawkes et al., 2002). Hydrogen yang dibuat dengan proses fermentasi akan menghasilkan CO2 (bersamaan dengan pembentukkan hydrogen dalam fasa gas) dan asam organik dalam fasa cair. Fermentasi hydrogen menggunakan mikroorganisme karena lebih mudah ditumbuhkan, diperbanyak jumlahnya dan dapat hidup pada banyak substrat. Pada penelitian ini biohidrogen dihasilkan dari kultur campuran menggunakan substrat sukrosa. System yang digunakan adalah system batch, dimana jumlah substrat dari awal tidak mengalami penambhan selama proses fermentasi berlangsung. Hasil hydrogen yang terbentuk akan dibandingkan dengan yield hydrogen teoritis dan dianalisa prosentasenya dari total volume biogas yang dihasilkan melalui proses fermentasi. 2. Bahan dan Metode 2.1 Bahan-bahan Media Pertumbuhan Bakteri Mikroorganisme yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur campuran yang diperoleh dari laboratorium mikrobiologi Universitas
Airlangga, Surabaya. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nutrien Agar (NA) digunakan sebagai media biakan padat dan cair untuk bakteri, media cair dibuat dari sukrosa yang divariasi, yaitu 1%, 2% dan 3% (w/v). media cair digunakan untuk media fermentsi dan pengukuran jumlah bimassa serta kurva pertumbuhan bakteri.
2.6.2 Analisa Kuantitatif Hydrogen bag yang sudah terisi oleh gas dihubungkan dengan selang yang terhubung dengan botol berisi air. Jumlah air yang keluar diukur volumenya dan dianalogikan sebagai volume biogas yang ada dalam hydrogen bag. Analisa kuantitatif gas hydrogen menggunakan Hydrogen Sensor dan GC.
2.2 Pewarnaan Gram dan Uji Morfologi Pewarnaan Gram dilakukan dengan menggoreskan pada preparat steril dan difiksasi hingga kering dan diberi Metilen Blue, sedankan uji morfologi dilakukan dengan menambahkan minyak imersi pada preparat untuk memperelas morfologi kultur campuran saat dilihat dengan mikroskop.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Pembuatan Media dan Regenerasi Kultur Media digunakan untuk tempat bakteri dan regenerasi. Media padat berfungsi untuk regenerasi (peremajaan) umur mikroorganisme. Media cair tidak mengandung agar sebagai bahan pemadat. Pembuatan media cair berfungsi untuk mengukur kurva pertumbuhan dan media fermentasi.
2.3 Penentuan Kurva Pertumbuhan Bakteri Blanko diambil dari media cair yang belum ditambah media starter dan dimasukkan ke dalam kuvet. Selanjutnya, selama 2 jam sekali media cair diambil dan diukur kekeruhannya. Kekeruhan pada media cair diukur dengan turbidimetri dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 600 nm. 2.4 Jumlah Biomassa Media fermentasi diambil sebanyak 1 mL tiap 6 jam, dimasukkan dalam microtube lalu disentrifuge dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan supernatan . Endapan ini ditambah dengan aquadest steril sebanyak 1 mL dan divortex sampai endapan terlarut, kemudian dituang ke dalam tabung reaksi yang berisi 3 mL aquadest steril dan divortex lagi. Setelah itu, dimasukkan ke dalam kuvet, diukur absorbansinya dengan spektrofotometer (λ=600 nm). Blanko yang digunakan adalah aquadest steril. 2.5 Fermentasi Biohidrogen Media cair diambil 5 ml dan diinokulasikan 1 ose bakteri, diinkubasi dengan incubator goyang selama 14 jam pada suhu 400C. Media 5 ml ini dimasukkan ke media cair 45 ml, penambahan ini untuk mendapatkan media starter 50 ml dengan variasi konsentrasi 1%, 2% dan 3%. Media starter dimasukkan ke dalam media fermentasi 450 ml sehingga volume totalnya menjadi 500 ml, kemudian difermentasi pada suhu 400C,kecepatan 125 rpm dan pada pH 5-6. 2.6 Analisa Gas Hidrogen 2.6.1 Analisa Kualitatif Gas hidrogen dianalisa dengan Hydrogen sensor yang berada di Laboratorium Mixing Teknik Kimia ITS.
3.2 Pewarnaan Gram dan Uji Morfologi Uji ini dilakukan untuk mengetahui jenis bakteri yang ada, selanjutnya uji ini dilihat dengan mikroskop dan dilihat bentuk morfologi bakteri. Hasil morofologi menunjukkan dalam biakan terdapat lebih dari satu jenis bakteri. Ketidakseragaman bentuk bakteri ini yang menjelaskan bahwa biakan yang ada termasuk dalam kultur campuran. campuran dianalisa lebih lanjut dan didapatkan dua hasil berbeda, yaitu Bacillus substillis-Pseudomonas fluorescens dan Bacillus cereus-Actinobacillus sp. 3.3 Penentuan Kurva Pertumbuhan Bakteri Kurva pertumbuhan bakteri diperlukan untuk mengetahui fase-fase pertumbuhan bakteri, sehingga dapat diketahui fase yang tepat saat hidrogen terbentuk. Kurva pertumbuhan bakteri dibuat dengan metode turbidimetri. Prinsip dasar turbidimetri adalah jika cahaya mengenai sel, maka cahaya dipantulkan sedangkan cahaya yang tidak mengenai sel akan diteruskan. Jumlah cahaya yang diteruskan berbanding lurus dengan transmitan, sedangkan cahaya yang dipantulkan berbanding lurus dengan absorbansi (berbanding terbalik dengan transmitan). Kurva pertumbuhan digunakan untuk melihat jumlah bakteri yang ada berdasarkan kekeruhannya pada media. Kekeruhan ini diukur densitas optiknya pada panjang gelombang 600 nm (λ=600 nm) dan menggunakan larutan blanko aquadest steril. Pertumbuhan bakteri menggunakan pengukuran densitas optik dapat didefinisikan ke dalam jumlah bakteri (biomassa). Hal ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Kambourova et al., 1995.
mengalami penurunan yang drastis, ini menunjukkan fase kematian dari bakteri. 3.4 Fermentasi Biohidrogen Proses fermentasi merupakan tahapan yang penting. Kultur campuran yang tidak mendapatkan kondisi sesuai, tidak akan menghasilkan gas yang diingingkan. Media fermentasi yang digunakan memiliki komposisi dan kondisi sama dengan media kurva pertumbuhan bakteri. Media fermentasi yang sudah jadi disambungkan dengan indikator gas dan hydrogen bag.
Berdasarkan Gambar 4.1, didapatkan hasil berupa tiga jenis kurva pertumbuhan bakteri pada konsentrasi sukrosa 1%, 2% dan 3% yang memiliki waktu berbeda. Pertumbuhan bakteri pada konsentrasi sukrosa 1% dan 3% berlangsung selama 33 jam sedangkan pada konsentrasi sukrosa 2% berlangsung selama 64 jam, dengan adanya perbedaan waktu tersebut maka fase kehidupan bakteri juga berbeda. Penelitian sebelumnya oleh Kotay dan Das, 2006 menyebutkan bahwa produksi hidrogen terjadi pada pertengahan fase log sampai fase stationer. Hal yang sama dari ketiga jenis kurva pertumbuhan Gambar 4.5 adalah tidak adanya fase lag karena media yang digunakan untuk kurva pertumbuhan bakteri dan media fermentasi biohidrogen berasal dari media starter yang kondisinya sama sehingga bakteri sudah lebih dulu beradaptasi dengan lingkungannya. Pada konsentrasi sukrosa 1% fase log terjadi pada jam ke-0 sampai jam ke-19, ditandai dengan adanya grafik yang terus naik, fase stationer terjadi pada jam ke-20 sampai jam ke-30 yang ditandai dengan penurunan grafik yang tidak terlalu signifikan dan masuk fase kematian pada jam ke-33 dengan adanya penurunan grafik yang drastis. Pada konsentrasi sukrosa 2%, grafik yang terus naik terjadi pada jam ke- 0 sampai jam ke-25 menandakan bahwa pada saat itu terjadi fase log, fase stationer terjadi pada jam ke-26 sampai jam ke-41 yang ditandai dengan kenaikkan grafik yang tidak terlalu signifikan, selanjutnya pada jam ke-42 sampai pada jam ke-64 terjadi fase kematian yang ditandai dengan adanya penurunan grafik. Pada konsentrasi sukrosa 3%, fase log terjadi pada jam ke-0 sampai jam ke-6 ditandai dengan grafik yang sangat tajam kenaikkannya, ketika memasuki fase stationer pada jam ke-10 sampai jam ke-25, grafik mulai menurun sampai pada jam ke-26 dan jam ke-33 saat grafik
Gambar 4.2 Rangkaian Alat Fermentasi Biohidrogen Pada penelitian fermentasi dilakukan dengan kondisi anaerobik dan digunakan sukrosa sebagai substratnya seperti yang sudah dilakukan oleh Maintinguer et al., 2008. Produksi biogas yang dihasilkan terus bertambah seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat sehingga didapatkan hasil total volume biogas dan prosentase hidrogen paling besar pada konsentrasi sukrosa 3%. Kenaikkan volume biogas maupun konsentrasi hidrogen yang dihasilkan dikarenakan adanya tahapan hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dengan bantuan enzim sukrase (Rogers, 1980). Reaksi hidrolisis ini memberi dua jenis nutrisi (karbohidrat) bagi bakteri untuk menghasilkan gas, sehingga semakin banyak sumber nutrisinya maka semakin banyak gas yang dihasilkan. Bakteri yang terdapat dalam kultur campuran, yaitu Bacillus cereus dan Actinobacillus sp. bersifat anaerob fakultatif, sehingga melakukan pemecahan glukosa dengan jalur EMP (Embden-Mayerhoff). Hal ini sama dengan penelitian oleh Koskinen, 2008 yang juga menggunakan jalur EMP untuk memecahkan glukosa menggunakan bakteri anaerob fakultatif. Pada jalur EMP, glukosa diubah menjadi piruvat (jalur glikolisis), piruvat yang terbentuk kemudian dioksidasi menjadi Asetil CoA. Asetil CoA ini dikonversi menjadi asetil fosfat sehingga didapatkan asam organik dan ATP. Oksidasi Asetil
CoA menjadi asetil fosfat membutuhkan ferrodoxin reduksi (Fd red) yang didapatkan dari oksidasi oleh enzim hidrogenase yang menghasilkan ferrodoxin (Fd oks), proses ini melepaskan elektron yang dapat memproduksi hidrogen (reaksi 2.3), kemudian Fd red dikonversi menjadi hidrogen (reaksi 2.4). Media fermentasi biohidrogen dialiri dengan gas nitrogen untuk membuat suasana anaerob sehingga mendukung aktifitas bakteri untuk menghasilkan biohidrogen, sama seperti yang dilakukan oleh Kotay dan Das, 2006 yang memberikan suasana anaerob pada proses fermentasinya dengan mengalirkan gas nitrogen selama 1 menit pada media fermentasi. Waktu fermentasi biohidrogen pada masingmasing konsentrasi sukrosa dapat dilihat pada Gambar 4.5. Produksi biogas pada konsentrasi sukrosa 1% terjadi pada jam ke-12 dengan adanya kemunculan gelembung pada indikator gas sebanyak 2-3 kali per menit. Kemunculan gelembung gas semakin bertambah sampai pada jam ke-19, yaitu sebanyak 4 kali per menit, kemunculan gelembung pada jam ke-20 agak menurun dan pada jam ke-33 tidak ada lagi gelembung yang muncul. Produksi biogas pada konsentrasi sukrosa 2% dimulai pada jam ke-16 yang ditandai dengan kemunculan gelembung pada indikator gas sebanyak 2-3 kali per menit. Kemunculan gelembung semakin meningkat sampai pada jam ke-42 dengan kemunculan gelembung sebnayak 5 kali per menit, namun semakin menurun pada jam ke-50 sampai jam ke-64. Pada konsentrasi sukrosa 3%, produksi biogas dimulai pada jam ke-3 yang ditandai dengan kemunculan gelembung sebanyak 20 kali per menit, biogas semakin banyak terbentuk sampai pada jam ke-6 dengan kemunculan gelembung sebanyak 30 kali per menit. Gelembung yang dihasilkan konstan sampai pada jam ke-9, sedangkan pada jam ke-10, jumlah gelembung yang dihasilkan semakin berkurang sampai pada jam ke-33. Adanya perbedaan waktu fermentasi biohidrogen pada masing-masing konsentrasi sukrosa ini dikarenakan fase pada tiap konsentrasi berbeda. Waktu fermentasi yang panjang pada konsentrasi sukrosa 1% dan 2% menandakan fase log pada bakteri berlangsung lama sampai pada fase stationer, sedangkan pada konsentrasi sukrosa 3% waktu fermentasi yang dibutuhkan oleh bakteri tidak berlangsung lama karena biogas sudah terbentuk pada awal proses fermentasi yang melibatkan banyak nutrisi terpakai, sehingga fase kehidupan bakteri tidak lama (Schleigel dan Schmidt, 1994). Volume biogas yang ada dalam hydrogen bag dapat diukur dengan metode pemindahan air seperti pada Gambar 4.8. Hydrogen bag yang terisi gas dihubungkan dengan botol berisi air, gas yang berada dalam hydrogen bag mendorong air yang berada
dalam botol. Total air yang keluar dari botol diukur volumenya. Volume air yang keluar ini sama dengan volume total gas yang ada dalam hydrogen bag. Gas yang berada dalam botol dikembalikan lagi ke hydrogen bag dengan cara mengalirkan air kembali ke dalam botol sehingga gas terdorong kembali dan memenuhi hydrogen bag. 3.5 Pengaruh Variasi Konsentrasi Substrat Biogas yang dihasilkan dari proses fermentasi diuji lebih dulu secara kualitatif dengan Hydrogen sensor untuk mengetahui apakah benar dalam biogas terdapat gas hidrogen. Uji kualitatif ini kemudian dilanjutkan dengan analisa kuantitatif baik menggunakan Hydrogen sensor maupun GC untuk mengetahui prosentase hidrogen yang ada dalam biogas. Pada penelitian ini digunakan tiga variasi konsentrasi substrat, yaitu 1%, 2% dan 3%. Pada konsentrasi substrat 1%, didapatkan total volume biogas 350 mL pada akhir fermentasi jam ke-33 dengan prosentase hidrogen sebesar 11,37% menggunakan GC dan 13,57% menggunakan Hydrogen sensor. Total volume biogas konsentrasi substrat 2% adalah 470 mL pada akhir fermentasi jam ke-64 dengan prosentase 13,55% dengan GC dan 18,20% dengan Hydrogen sensor, sedangakan total volume biogas pada konsentrasi 3% adalah 850 mL pada akhir fermentasi jam ke-33 adalah 18,53% dengan GC dan 33,30% dengan Hydrogen sensor. Volume biohidrogen kumulatif yang didapatkan dari volume total biogas pada konsentrasi sukrosa 1%, 2% dan 3% (w/v) berturut-turut adalah 39,75 mL; 63,78 mL dan 157,50 mL. Pertumbuhan bakteri dapat dilihat pada Gambar 4.5, dimana pada konsentrasi sukrosa 1%, pertumbuhan bakterinya lebih cepat dibandingkan dengan 2% dan 3% karena jumlah nutriennya hanya sedikit sehingga cepat habis. Hal ini ditandai dengan cepatnya waktu fermentasi yang terjadi pada konsentrasi sukrosa 1%. Pada konsentrasi 2% pertumbuhan bakteri paling lama karena jumlah nutriennya lebih banyak dibandingkan dengan konsentrasi 1%, namun pada konsentrasi 3%, pertumbuhan bakteri tidak selama pada konsentrasi 2%. Hal ini dikarenakan nutrien yang diberikan pada bakteri terlalu banyak sehingga menghasilkan metabolit hasil sekresi yang sifatnya menghancurkan bakteri itu sendiri (Schleigel dan Schmidt, 1994), meskipun pada konsentrasi substrat 3% pertumbuhan bakterinya lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi 2%, namun prosentase hidrogennya jauh lebih besar. Hal ini disebabkan karena nutrisi yang digunakan bakteri pada konsentrasi 3% banyak dipakai di awal pertumbuhan untuk menghasilkan biogas sehingga bakteri lebih cepat mati.
Biogas yang terbentuk tidak semuanya menghasilkan biohidrogen, tapi juga menghasilkan gas CO2 sebagai gas hasil respirasi bakteri dalam proses fermentasi (Hawkes et al., 2007). Berdasarkan penelitian ini, belum diketahui konsentrasi optimum pembentukkan biohidrogen karena pada konsentrasi sukrosa 3%, jumlah hidrogen yang dihasilkan masih terus meningkat, sehingga pada konsentrasi sukrosa 3% ini tidak terpengaruh oleh inhibisi substrat yang menurunkan jumlah biohidrogen yang dihasilkan. 4.
Kesimpulan Dari hasil penelitian dan analisa, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kultur campuran dapat menghasilkan hidrogen sehingga dapat digunakan sebagai bakteri penghasil hidrogen selain bakteri Enterobacter aerogenes dan Clostridium. 2. Volume biohidrogen kumulatif semakin meningkat seiring penambahan konsentrasi sukrosa 1%, 2% dan 3% 3. Analisa kualitatif menggunakan Hydrogen sensor menunjukkan adanya gas hidrogen. Analisa kuantitatif dengan GC-TCD menghasilkan prosentase hidrogen pada konsentrasi sukrosa 1%, 2% dan 3% masingmasing sebesar 11,37%; 13,57% dan 18,53%. Volume biohidrogen kumulatif yang dihasilkan pada konsentrasi sukrosa 1%, 2% dan 3% masing-masing sebesar 39,75 mL; 63,78 mL dan 157,50 mL. 4. Ucapan Terima Kasih 1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan kasih karunia-Nya 2. Prof. Dr. Surya Rosa Putra, M.S., dan Herdayanto Sulistyo Putro, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memeberikan saran, nasehat dan pemahaman dalam penulisan prosiding ini 3. Ayah, Ibu dan adik-adik yang menjadi sumber penyemangat dan atas segala dukungannya 5. Daftar Pustaka Antonopoulou, G., I. Ntaikou, H.N. Gavala, I.V. Skiadas, K. Angelopoulous, G. Lyberados, (2007), Biohydrogen Production from Sweet Sorgum Biomass Using Mixed Acidogenic Cultures and Pure Cultures of Ruminococcus Albus, Global NEST Journal, Vol. 9, No.2, 144-151 Hawkes, F.R. Dinsdale, R. Hawkes, D.L. Hussy, (2002), “Sustainable fermentative hidrogen production: challenge for process optimization”, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 27, 1339-1347
Hawkes, F., Hussy, I., Kyazze, G., Dinsdale, R., Hawkes, D., (2007), “Continuous dark fermentative hidrogen production by mesophilic microflora: principles and progress”, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 2, 172–184 Kambourova, M. S., Manolov, R. J., (1995), “Immobilization of Bacillus stearothermophilus Cell by Entapment in Various Matrics”, Process Biochemistry, Vol. 30, 141-144 Kadiman, Kusmayanto, (2006), Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2025, Indonesia 2005-2025, Buku Putih, Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Jakarta, 7-9 Koskinen, Perttu, (2008), The Development and Microbiology of Bioprocesses for the Production of Hydrogen and Ethanol by Dark Fermentation, Thesis for the degree of Doctor of Technology, Tampere University of Technology, Findland Kotay, S.M., D. Das, (2006), “Microbial hidrogen production with Bacillus coagulans IIT-BT S1 isolated from anaerobik sewage sludge”, Bioresource Technology, Vol. 98, 1183-1190 Maintinguer, Sandra I., Bruna S. Fernandes, Iolanda C.S.Duarte, Nora Ka´tia Saavedra, M. Angela T. Adorno, M. Bernadete Varesche, (2008), “Fermentative hydrogen production by microbial consortium”, International Journa l of Hydrogen Energy, Vol. 33, 4309–4317 Rogers, P., (1980), Ethanol from Lognocellulosics: potential for Zymomonas-based process, Australian Biotechnology Schleigel G., Schimdt K., 1994, Mikrobiologi Umum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta