PROSES PRODUKSI BIOETANOL DARI UBI KAYU DENGAN DAUR ULANG VINASSE SEBAGAI UMPAN BALIK PROSES FERMENTASI
ANDREW SETIAWAN RUSDIANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Proses Produksi Bioetanol dari Ubi Kayu dengan Daur Ulang Vinasse sebagai Umpan Balik Proses Fermentasi” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2010
Andrew Setiawan Rusdianto NRP. F351080011
ABSTRACT
ANDREW SETIAWAN RUSDIANTO. Bioethanol Production from Cassava with Vinasse Recycle for Fermentation. Supervised by DWI SETYANINGSIH and TITI CANDRA SUNARTI.
Cassava tuber consists of starch and fibers that become potential substrate in ethanol fermentation. Starch and fibers should be converted into fermentable sugars by hydrolysis. Dilute acid hydrolysis is applied to convert both starch and fibers, increased the yield of simple sugars as fermentable sugars. Fermentation broth distillation produced ethanol as main product and vinasse as a liquid waste. Vinasse consists of remained sugars which is potential to reuse as new fermentation substrate. The objectives of this research are to analyze vinasse composition and investigate the proper treatment to recycle vinasse for fermentation. Ethanol content from fresh subtrate was 3.39%. Three recycles with ratio vinasse and fresh substrates of 40:60 was the most suitable treatment with fermentation efficiency 21.01% (third recycle). Vinasse recycle in ratio 40:60 decreased ethanol yield from 2.58% to 2.51% and finally 2.08% whereas water efficiency achieved 47.37% at first of recycle and 26.50% at third recycle. Keywords: ethanol, cassava, acid hydrolysis, vinasse, recycle
RINGKASAN
ANDREW SETIAWAN RUSDIANTO. Proses Produksi Bioetanol dari Ubi Kayu dengan Daur Ulang Vinasse sebagai Umpan Balik Proses Fermentasi. Dibimbing oleh DWI SETYANINGSIH dan TITI CANDRA SUNARTI.
Ubi kayu mengandung pati dan serat yang harus dipecah menjadi gula sederhana melalui proses hidrolisis sehingga dapat dikonversi oleh Saccharomyces cerevisiae menjadi etanol. Pemakaian asam pada proses hidrolisis diharapkan mampu menghidrolisis pati serta komponen serat secara bersamaan menjadi gula sederhana. Masih adanya gula yang tersisa dalam vinasse (sisa hasil destilasi) merupakan potensi untuk memanfaatkan vinasse menjadi media fermentasi baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi, melakukan daur ulang vinasse dengan rasio dan tingkat daur ulang tertentu sehingga didapatkan metode daur ulang yang menghasilkan kadar etanol yang terbaik setelah fermentasi. Penelitian dilakukan dalam 5 tahap yaitu persiapan bahan baku, hidrolisis asam, fermentasi etanol, persiapan vinasse dan daur ulang vinasse. Vinasse didapatkan dari cairan sisa destilasi kaldu fermentasi hidrolisat ubi kayu. Vinasse dikarakterisasi untuk melihat kandungan gula dan penentuan komposisi vinasse yang didaur ulang. Komposisi daur ulang vinasse yang digunakan adalah 60%; 50% dan 40% sedangkan sisanya terdiri dari hidrolisat baru. Proses daur ulang vinasse digunakan hingga tiga kali daur ulang. Ubi kayu segar sebagai bahan baku utama memiliki komponen utama pati (89,35% bk) dan serat kasar (2,87% bk) sehingga berpotensi untuk diubah menjadi fermentable sugar. Kandungan air dalam ubi kayu segar sebesar 66,74% dapat dimanfaatkan sebagai pengencer H2SO4 yang digunakan pada proses hidrolisis. Proses konversi karbohidrat dan serat kasar menjadi gula-gula sederhana dilakukan melalui proses hidrolisis yang menggunakan asam H2SO4 dengan konsentrasi 1 M selama 15 menit pada suhu 121oC yang menghasilkan hidrolisat dengan nilai dextrose equivalent sebesar 65,28. Hasil daur ulang vinasse menunjukkan bahwa adanya pembentukan produk samping selain etanol, di mana semakin tinggi tingkat daur ulang akan meningkatkan jumlah asam organik yang dihasilkan. Sebaliknya, produksi etanol cenderung menurun dengan semakin banyaknya tingkat daur ulang sehingga mengakibatkan turunnya efisiensi fermentasi. Komposisi vinasse yang menghasilkan kondisi optimal untuk proses fermentasi etanol adalah kandungan vinasse sebanyak 40% di mana kadar etanol yang didapatkan pada tingkat daur ulang pertama, kedua dan ketiga berturut-turut adalah 2,58%; 2,51% dan 2,08%. Efisiensi fermentasi daur ulang vinasse dengan kandungan vinasse 40% pada tingkat daur ulang pertama, kedua dan ketiga berturut-turut adalah sebagai berikut 66,57%; 28,08% dan 21,01% sedangkan penghematan air pada tingkat daur ulang pertama, kedua dan ketiga masing-masing adalah sebagai berikut 47,37%; 37,48% dan 26,50% Kata kunci: etanol, ubi kayu, hidrolisis asam, vinasse, daur ulang
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PROSES PRODUKSI BIOETANOL DARI UBI KAYU DENGAN DAUR ULANG VINASSE SEBAGAI UMPAN BALIK PROSES FERMENTASI
ANDREW SETIAWAN RUSDIANTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M.Si.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis Nama Mahasiswa NRP
: Proses Produksi Bioetanol dari Ubi Kayu dengan Daur Ulang Vinasse sebagai Umpan Balik Proses Fermentasi : Andrew Setiawan Rusdianto : F351080011
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si. Ketua
Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M. Si. Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Machfud, MS.
Tanggal Ujian: 23 November 2010
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga penulisan hasil penelitian dengan judul “Proses Produksi Bioetanol dari Ubi Kayu dengan Daur Ulang Vinasse sebagai Umpan Balik Proses Fermentasi” dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan penelitian ini diajukan sebagai salah satu tahapan penyelesaian tesis di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu antara lain: 1. Prof. Dr. Ir.
Machfud, MS., selaku Ketua Program Studi Teknologi
Industri Pertanian 2. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si., selaku Ketua Komisi Pembimbing. 3. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M. Si., selaku Anggota Komisi Pembimbing. 4. Yayasan Toyota Astra yang telah memberikan bantuan dana penelitian. 5. Ibu, adik dan kakak yang selalu memacu agar cepat selesai. 6. Istri, Nunik Ratna Kurdiani atas kesabaran dan dukungan doa. 7. Teman-teman di Laboratorium SBRC yang telah membantu kelancaran penelitian. 8. Dan semua pihak yang telah membantu penulisan hasil penelitian. Penulis meyakini bahwa tidak ada hal yang sempurna di dunia ini. Oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran yang dapat membantu kesempurnaan hasil penelitian ini.
Bogor, Desember 2010
Andrew Setiawan Rusdianto
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah putra kedua dari tiga bersaudara dari Bapak (alm) Djoko Lasmito Suwarso dan Ibu Susmijati yang dilahirkan di Jember pada tanggal 22 April 1982. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1994 di SDK Maria Fatima I, Jember. Penulis kemudian melanjutkan ke jenjang sekolah tingkat pertama di SLTPK Maria Fatima Jember dan lulus pada tahun 1997. Pendidikan tingkat menengah umum ditempuh selama tiga tahun di SMUK Santo Paulus Jember dan lulus pada tahun 2000. Penulis meneruskan pendidikan di tingkat perguruan tinggi di Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Jember dan lulus pada Februari 2004. Penulis pernah bekerja di PT. Candi Jaya Amerta II, Sidoarjo dari April 2004 hingga April 2005 pada posisi Staf Quality Control. Pada Mei 2005, penulis diangkat sebagai Staf Pengajar di Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Jember hingga saat ini. Tahun 2007, penulis bertugas sebagai koordinator lapangan dalam Program Pemeringkatan Koperasi yang diselenggarakan oleh PT. Surveyor Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Penulis melanjutkan pendidikan program master pada tahun 2008 dengan pembiayaan dari BPPS, sedangkan bantuan dana penelitian berasal dari Yayasan Toyota Astra dan Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2010 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xiv
1 PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................
2
2 TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
5
2.1 Ubi Kayu ..............................................................................................
5
2.2 Saccharomyces cerevisiae ...................................................................
9
2.3 Produksi Etanol ....................................................................................
12
2.4 Hidrolisis Asam ...................................................................................
15
2.5 Produk Samping Fermentasi Etanol .....................................................
17
3 METODOLOGI PENELITIAN .............................................................
21
3.1 Kerangka Pemikiran .............................................................................
21
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................
22
3.3 Bahan dan Alat .....................................................................................
22
3.3.1 Bahan ..........................................................................................
22
3.3.2 Alat ..............................................................................................
22
3.4 Metode Penelitian ................................................................................
22
3.4.1 Persiapan Bahan Baku ................................................................
23
3.4.2 Hidrolisis Asam ..........................................................................
23
3.4.3 Fermentasi Etanol .......................................................................
24
3.4.4 Persiapan Vinasse .......................................................................
25
3.4.5 Daur Ulang Vinasse ....................................................................
26
3.5 Rancangan Percobaan ..........................................................................
27
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
29
4.1 Karakteristik Bahan Baku ....................................................................
29
4.2 Hidrolisis Ubi Kayu .............................................................................
31
4.3 Fermentasi Etanol dari Ubi Kayu ........................................................
34
4.4 Karakterisasi Produk Samping Fermentasi ..........................................
36
4.4.1 Karakteristik Ampas ...................................................................
37
4.4.2 Karakteristik Vinasse ..................................................................
38
4.5 Penentuan Komposisi dan Tingkat Daur Ulang Vinasse .....................
40
5 SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
51
5.1 Simpulan ..............................................................................................
51
5.2 Saran ....................................................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
53
LAMPIRAN .................................................................................................
61
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Perkembangan produksi ubi kayu di Indonesia ......................................
6
2 Komposisi kimia tepung ubi kayu dan ubi kayu segar ...........................
7
3 Sifat fisika dari etanol .............................................................................
15
4 Komposisi onggok ..................................................................................
18
5 Komposisi vinasse ..................................................................................
18
6 Baku mutu limbah cair untuk industri etanol ..........................................
19
7 Komposisi kimia ubi kayu ......................................................................
30
8 Karakteristik hasil hidrolisis ubi kayu dengan kadar padatan dan konsentrasi asam yang berbeda ...............................................................
33
9 Karakteristik hasil fermentasi .................................................................
35
10 Komposisi kimia ampas ..........................................................................
37
11 Karakterisasi vinasse ...............................................................................
38
12 Nilai yield etanol, efisiensi penggunaan substrat, Δ total asam dan efisiensi fermentasi hasil daur ulang vinasse pada berbagai konsentrasi ..............................................................................................
42
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Struktur kimia amilosa dan amilopektin dalam pati (Zamora 2005). .....
8
2 Struktur kimia selulosa (Zamora 2005) ..................................................
8
3 Proses konversi glukosa menjadi etanol (Voet et al. 2006) ....................
14
4 Desain sistem fermentasi etanol secara anaerobik (Najafpour & Lim 2002) .........................................................................
15
5 Kerangka pemikiran penelitian ...............................................................
21
6 Diagram alir proses pengolahan vinasse .................................................
26
7 Diagram alir proses daur ulang vinasse ..................................................
27
8 Umbi dan bubur ubi kayu .......................................................................
29
9 Penampakan produk hasil hidrolisis. (a) hasil hidrolisis yang tidak sempurna, (b) hasil hidrolisis yang sempurna. ........................................
32
10 Perubahan nilai pH pada awal dan akhir fermentasi ...............................
40
11 Perubahan nilai derajat polimerisasi substrat sebelum dan sesudah fermentasi ................................................................................................
45
12 Penambahan air dan penghematan penggunaan air selama proses daur ulang vinasse dibandingkan dengan kontrol ..........................................
47
13 Desain proses produksi bioetanol dengan daur ulang vinasse ................
50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Prosedur analisis parameter-parameter percobaan ..................................
61
2 Hasil pengukuran kadar etanol ................................................................
71
3 Hasil pengukuran pH sebelum dan sesudah fermentasi ..........................
72
4 Hasil pengukuran total gula sebelum dan sesudah fermentasi ................
73
5 Hasil pengukuran gula reduksi sebelum dan sesudah fermentasi ...........
74
6 Data nilai yield etanol (ΔP) dan yield fermentasi (YP/S) .........................
75
7 Data penggunaan substrat (ΔS) dan efisiensi penggunaan substrat (ΔS/So) ......................................................................................
76
8 Hasil pengukuran dan perhitungan total asam ........................................
77
9 Hasil analisis yield etanol .......................................................................
78
10 Hasil analisis Δ total asam.......................................................................
80
11 Hasil analisis kadar etanol fermentasi .....................................................
81
12 Hasil analisis efisiensi fermentasi ...........................................................
83
13 Hasil perhitungan derajat polimerisasi sebelum dan sesudah fermentasi ................................................................................................
86
14 Hasil pengukuran dan perhitungan penambahan air dan penghematan air ......................................................................................
87
15 Data rendemen etanol hasil fermentasi ...................................................
88
16 Hasil analisis efisiensi penggunaan substrat ...........................................
89
1
1
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Bioetanol merupakan hasil proses fermentasi glukosa dari bahan yang
mengandung komponen pati atau selulosa karena merupakan polimer dari glukosa. Ubi kayu merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai kandungan pati yang tinggi dan serat (selulosa dan hemiselulosa) dalam umbinya yang potensial digunakan sebagai bahan baku produksi etanol. Tingkat konversi pati ubi kayu menjadi bioetanol menurut Nurdyastuti (2005) adalah sebesar 16,66%, yang berarti 1 ton ubi kayu akan menghasilkan 166,7 l etanol. Pembuatan bioetanol dengan bahan baku pati dan serat membutuhkan proses hidrolisis untuk memecah komponen polisakarida menjadi glukosa yang kemudian akan dikonversi oleh Saccharomyces cerevisiae menjadi etanol melalui proses fermentasi. Pati dan serat dapat dihidrolisis dengan katalis asam, katalis enzim, serta kombinasi enzim dan asam. Ubi kayu pada umumnya baru memanfaatkan komponen pati sedangkan komponen selulosa dan hemiselulosa belum dimanfaatkan secara maksimal karena proses hidrolisis menggunakan enzim hanya menggunakan enzim amilolitik yang hanya mampu menghidrolisis pati. Penggunaan katalis asam dalam proses hidrolisis antara lain dapat menghidrolisis komponen pati, selulosa dan hemiselulosa secara bersamaan. Beberapa penelitian mengenai hidrolisis pati menggunakan asam telah dilakukan antara lain oleh Musyarofah (2007) yang menggunakan HNO3 untuk menghidrolisis empulur sagu, serta Putri dan Sukandar (2008) yang menggunakan HNO3, H2SO4 dan HCl untuk menghidrolisis pati ganyong. Hidrolisis menggunakan katalisator asam akan memotong secara acak ikatan pada komponen pati dan serat. Hasil hidrolisis amilosa (komponen pati larut air) akan menghasilkan glukosa dan maltosa, sedangkan amilopektin (komponen pati tidak larut air) akan menghasilkan dekstrin, maltosa, isomaltosa dan glukosa. Hidrolisis sempurna dari selulosa akan menghasilkan glukosa, sedangkan hidrolisis sebagian akan menghasilkan komponen selobiosa dan selo-
2
oligosakarida. Hemiselulosa yang terdiri dari banyak jenis monomer dapat terhidrolisis menjadi xilosa, arabinosa, galaktosa, glukosa dan glukorunat. Khamir akan mengkonversi gula-gula sederhana yang ada menjadi etanol dalam kondisi anaerob. Adanya mekanisme penghambatan proses fermentasi oleh produk (etanol) yang dihasilkan akan mengakibatkan penurunan kinerja dari khamir dalam mengkonversi gula menjadi etanol. Oleh karena itu, etanol yang ada dalam media harus dikeluarkan dahulu dengan proses destilasi, kemudian gula yang ada pada vinasse dimanfaatkan kembali sebagai media fermentasi dengan melakukan daur ulang. Pemanfaatan vinasse menjadi penting karena volumenya yang besar, sehingga jika dibuang ke lingkungan akan menimbulkan pencemaran air. Pemanfaatan vinasse untuk didaur ulang sebagai bahan baku pembuatan etanol mulai dikembangkan karena selain dapat meningkatkan jumlah etanol yang didapatkan, proses daur ulang tidak memerlukan instalasi pengolahan baru karena dapat menggunakan instalasi produksi yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi fermentasi etanol secara berkesinambungan dengan cara mendaur ulang vinasse yang keluar, sehingga gula yang tersisa pada fermentasi dapat dimanfaatkan pada proses fermentasi berikutnya. Kandungan gula pada vinasse masih cukup banyak dan berpotensi untuk dimanfaatkan kembali menjadi substrat untuk pembuatan etanol. Proses daur ulang juga dapat berfungsi untuk memanfaatkan kandungan air dalam vinasse sebagai pengencer hidrolisat yang baru sehingga selain dapat memanfaatkan sisa gula juga dapat mengurangi pemakaian air selama proses produksi sehingga akan mengurangi biaya produksi. 1.2
Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan desain proses
pembuatan bioetanol dari vinasse. Vinasse yang dimaksud pada penelitian ini adalah sisa cairan destilasi hasil fermentasi etanol ubi kayu dengan hidrolisis asam. Pemanfaatan vinasse ini dapat mengurangi jumlah produk samping yang keluar dari proses, menghemat penggunaan bahan baku singkong dan menghemat
3
air yang digunakan untuk mengencerkan substrat. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: 1. Melakukan karakterisasi vinasse dari fermentasi hidrolisat asam ubi kayu sebagai bahan baku media daur ulang. 2. Mendapatkan rasio komposisi vinasse yang didaur ulang dan hidrolisat asam ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol, sehingga menghasilkan kadar etanol dan jumlah siklus daur ulang yang terbaik.
4
5
2
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Ubi Kayu Ubi kayu (Manihot utilissima Pohl) merupakan tanaman pangan berupa
perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong atau kasape. Ubi kayu berasal dari benua Amerika, tepatnya dari negara Brazil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India dan Tiongkok. Ubi kayu berkembang di negara-negara yang terkenal pertaniannya dan masuk ke Indonesia tahun 1852. Klasifikasi tanaman ubi kayu adalah sebagai berikut: dunia
: Plantae
filum
: Spermatophyta
sub filum
: Angiospermae
kelas
: Dicotyledonae
ordo
: Euphorbiales
famili
: Euphorbiaceae
genus
: Manihot
spesies
: Manihot utilissima Pohl; Manihot esculenta Crantz
Ubi kayu berbentuk silinder dengan ujung yang mengecil dimana diameter rata-ratanya sekitar 2-5 cm dan panjang 20-30 cm. Ubi kayu umumnya diperdagangkan dalam bentuk umbi segar. Umbi ubi kayu mempunyai dua lapisan kulit yaitu kulit luar dan kulit dalam. Daging umbi biasanya berwarna kuning atau putih. Di bagian tengah umbi terdapat suatu jaringan yang tersusun dari serat sedangkan di antara kulit dan daging terdapat lapisan kambium (Muchtadi 1992). Ubi kayu merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang menjadi sumber bahan baku utama pembuatan bioetanol karena mempunyai kemampuan untuk tumbuh di tanah yang tidak subur, tahan terhadap serangan hama penyakit dan dapat diatur waktu panennya. Beberapa alasan digunakannya ubi kayu sebagai bahan baku bioenergi, khususnya bioetanol, diantaranya adalah ubi kayu sudah lama dikenal oleh petani di Indonesia; tanaman ubi kayu tersebar di 55 kabupaten dan 33 provinsi; ubi kayu merupakan tanaman sumber karbohidrat karena
6
kandungan patinya yang cukup tinggi; harga ubi kayu di saat panen raya seringkali sangat rendah sehingga dengan mengolahnya menjadi etanol diharapkan harga ubi kayu menjadi lebih stabil; ubi kayu akan menguatkan security of supply bahan bakar berbasis kemasyarakatan; ubi kayu toleran terhadap tanah dengan tingkat kesuburan rendah, mampu berproduksi baik pada lingkungan sub-optimal, dan mempunyai pertumbuhan yang relatif lebih baik pada lingkungan sub-optimal dibandingkan dengan tanaman lain (Prihandana et al. 2007). Potensi pengembangan ubi kayu di Indonesia sangat besar karena produktivitasnya dari tahun ke tahun semakin meningkat seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Perkembangan produksi ubi kayu di Indonesia Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ku/ha) 2000
1.284.040
16.089.020
125,00
2001
1.317.912
17.054.648
129,41
2002
1.276.533
16.912.901
132,00
2003
1.244.543
18.523.810
149,00
2004
1.255.805
19.424.707
155,00
2005
1.213.460
19.321.183
159,00
2006
1.227.459
19.986.640
163,00
2007
1.201.481
19.988.058
166,36
2008
1.193.319 (2)
21.593.053 (2)
180,95 (2)
2009
1.194.181 (1)
21.786.691 (1)
182,44 (1)
Keterangan:
(1)
: angka ramalan I : angka sementara Sumber: Departemen Pertanian (2009) (2)
Selama ini dikenal ada dua jenis ubi kayu, yaitu ubi kayu manis dan ubi kayu pahit. Kriteria manis dan pahit biasanya berdasarkan kadar asam sianida (HCN) yang terkandung dalam umbi ubi kayu. Komposisi kimia tepung dan pati ubi kayu jenis pahit dan manis ternyata hampir sama, kecuali kadar serat dan kadar abu pada tepung ubi kayu manis lebih tinggi dari tepung ubi kayu pahit (Rattanachon et al. 2004). Umbi dari ubi kayu mempunyai kandungan karbohidrat sekitar 32% hingga 35%. Jenis polisakarida yang menyusun umbi ubi kayu antara
7
lain pati, selulosa dan hemiselulosa. Perbandingan kandungan kimia tepung ubi kayu tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia tepung ubi kayu dan ubi kayu segar Komposisi (% bk) Komponen Tepung Ubi Kayua) Ubi Kayu Segar b) Air 8,65 ± 0,10 57,00 Abu 2,55 ± 0,14 2,46 Lemak 6,54 ± 0,02 Protein 1,81 ± 0,03 Karbohidrat (by difference) 80,45 ± 0,23 Serat kasar 2,69 ± 0,04 11,05 Selulosa 0,36 ± 0,01 Hemiselulosa 1,88 ± 0,03 Lignin 0,02 ± 0,01 Pati 62,54 ± 0,00 74,81 Sumber : a) Arnata (2009), b) Susmiati (2010)
Karbohidrat yang terkandung dalam ubi kayu terdiri dari serat kasar dan pati. Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin yang berfungsi sebagai penguat tekstur. Komponen karbohidrat merupakan bahan baku utama yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan etanol adalah pati yang berfungsi sebagai sumber energi. Pati terdiri dari dua fraksi yaitu fraksi amilosa dan amilopektin. Fraksi amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glikosida, sedangkan fraksi amilopektin mempunyai struktur bercabang dengan ikatan α-(1,6)-Dglikosida sebanyak 4-5% dari berat total. Molekul-molekul glukosa di dalam amilosa saling bergandengan melalui gugus glukopiranosa β-1,4. Hidrolisis amilosa menghasilkan maltosa di samping glukosa dan oligosakarida lainnya, sedangkan pada amilopektin sebagian dari molekul-molekul glukosa di dalam rantai percabangannya saling berikatan melalui gugus α-1,6. Ikatan α-1,6 sangat sukar diputuskan, terlebih jika dihidrolisis memakai katalisator asam. Struktur kimia amilosa dan amilopektin ditunjukkan pada Gambar 1.
8
Amilosa
Amilopektin Gambar 1 Struktur kimia amilosa dan amilopektin dalam pati (Zamora 2005). Selulosa merupakan serat-serat panjang yang secara bersama-sama dengan hemiselulosa dan lignin membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Selulosa terdiri atas sejumlah besar molekul glukosa nomor satu dengan gugus hidroksil C4 dari molekul glukosa lainnya. Selulosa mempunyai struktur yang mirip dengan amilosa yaitu merupakan polimer berantai lurus α(1,4)-D-glikosida namun berbeda pada jenis ikatan glikosidanya yaitu β-(1,4)-Dglikosida. Selulosa jika dihidrolisis oleh enzim selobiase akan menghasilkan dua molekul glukosa dari ujung rantai, sehingga dihasilkan selobiosa β-(1,4)-Dglikosida (Winarno 1992). Struktur kimia selulosa ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Struktur kimia selulosa (Zamora 2005).
9
Hemiselulosa merupakan polimer dari sejumlah sakarida-sakarida yang berbeda-beda antara lain D-xilosa, L-arabinosa, D-galaktosa, D-glukosa dan Dglukorunat. Susunan dari bahan-bahan tersebut dalam rantai hemiselulosa juga banyak bercabang karena gugus β-glukosida di dalam molekul yang satu dapat berikatan dengan gugus hidroksil C2, C3 atau C4 dari molekul yang lain (Tjokroadikoesoemo 1986). Hemiselulosa dihubungkan oleh ikatan kovalen dengan lignin. Hemiselulosa relatif lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi monomer yang mengandung glukosa, manosa, galaktosa, xilosa dan arabinosa. Hemiselulosa mengikat lembar-lembar selulosa membentuk mikrofibril yang meningkatkan stabilitas dinding sel tanaman. Hemiselulosa juga berikatan silang dengan lignin membentuk jaringan kompleks dan memberikan struktur yang kuat. 2.2
Saccharomyces cerevisiae S. cerevisiae merupakan suatu khamir sel tunggal (unicellular) yang
berukuran 5 – 10 μm, berbentuk bulat, silindris, atau oval. S. cerevisiae digunakan untuk produksi etanol pada kondisi anaerob. Klasifikasi S. cerevisiae adalah sebagai berikut: dunia
: Fungi
filum
: Ascomycotina
sub filum
: Saccharomycotina
kelas
: Saccharomycetes
ordo
: Saccharomycetales
famili
: Saccharomycetaceae
genus
: Saccharomyces
spesies
: Saccharomyces cerevisiae
Semua galur dari S. cerevisiae dapat tumbuh secara aerobik di dalam media glukosa, maltosa dan trehalosa namun tidak dapat hidup di dalam laktosa dan selobiosa. Kemampuan untuk hidup dan menggunakan berbagai jenis gula akan berbeda-beda yang dipengaruhi oleh kondisi aerobik atau anaerobik, beberapa galur tidak dapat tumbuh secara anaerobik di media sukrosa dan trehalosa. Semua galur dari S. cerevisiae dapat menggunakan amonia dan urea sebagai sumber nitrogen tetapi tidak dapat menggunakan nitrat karena ketidakmampuannya untuk
10
mereduksi menjadi ion amoniak. Khamir selain membutuhkan unsur nitrogen juga memerlukan unsur fosfor dan unsur logam seperti magnesium, besi, kalsium dan seng untuk pertumbuhannya. Untuk dapat bertahan hidup, S. cerevisiae membutuhkan nutrien yang diperoleh dari medium perkembangbiakkannya seperti (NH4)2SO4, MgSO4.7H2O, KCl, CaCl2, P3(PO4)5, ekstrak ragi, air, dan glukosa. S. cerevisiae merupakan mikroorganisme yang dapat dikultivasi pada kondisi aerobik dan anaerobik, produk yang dihasilkan pada kedua kondisi tersebut berbeda. S. cerevisiae pada kondisi aerobik akan menghasilkan individu baru, sedangkan pada kondisi anaerobik dihasilkan produk utama yang dapat berupa etanol dimana hasilnya tergantung pada konsentrasi awal biomassa. Setiap individu sel juga dapat dipandang sebagai fermentor dalam skala mikroskopik. Reaksi-reaksi ini terjadi secara simultan dan diatur oleh pengontrol dari internal sel itu sendiri. Kontrol ini mengatur sel untuk memodifikasi laju reaksi dan kemampuan memproduksi berdasarkan pada lingkungan dan ketersediaan nutrisi. Lebih dari itu, pertumbuhan populasi sel juga menunjukan keheterogenan sel. Setiap individu sel dapat memiliki tahap pertumbuhan yang berbeda. Aktifitas metabolisme sel untuk setiap fasa berbeda. Reaksi fermentasi tergantung pada gula yang digunakan dan hasil produksi. Substrat yang paling umum digunakan pada fermentasi adalah glukosa (C6H12O6) dan menghasilkan dua molekul etanol (C2H5OH), ini adalah reaksi dari ragi, dan sering digunakan dalam produksi makanan. Gula (glukosa/fruktosa) Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + energi(ATP) Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari khamir ini antara lain: a. Kondisi lingkungan Suhu, pH, dan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen-DO) merupakan faktor kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu, perlu diatur sedemikian rupa agar pertumbuhan biomassa dapat optimal. Khamir bersifat anaerobik fakultatif. Khamir dalam kondisi anaerobik akan melakukan proses fermentasi dengan mengkonversi glukosa menjadi etanol, sedangkan khamir akan menjalani fase pertumbuhan dengan keadaan sedikit oksigen. Kadar oksigen yang dibutuhkan oleh khamir untuk
11
bertumbuh adalah 0,05-0,10 mmHg tekanan oksigen. Proses fermentasi anaerobik tidak membutuhkan oksigen lebih dari itu, karena oksigen yang berlebihan akan mendorong pertumbuhan khamir dengan cepat dan mengkonsumsi glukosa (Trust 2008). S. cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH berkisar 4 hingga 4,5 agar dapat tumbuh dengan baik (Sassner 2008). b. Konsumsi glukosa Khamir memerlukan waktu beberapa menit agar dapat mengkonsumsi glukosa secara maksimal ketika umpan glukosa dialirkan ke dalam kultur. Kapasitas penuh konsumsi glukosa akan hilang jika sel-sel tidak dirangsang dengan konsentrasi glukosa yang lebih tinggi untuk beberapa jam. Secara kinetik glukosa berperan ganda, pada konsentrasi rendah (kurang dari 1 g/l) merupakan substrat pembatas, sedangkan pada konsentrasi tinggi (lebih dari 300 g/l) akan menjadi penghambat (Mangunwidjaja 1994). Gaur (2006) mengatakan bahwa konsentrasi gula dalam substrat yang umum digunakan di dalam industri adalah sebesar 16-18%. Apabila konsentrasi gula lebih tinggi dari 18% akan menyebabkan tekanan osmotik yang mengurangi efisiensi proses fermentasi. c. Adaptasi terhadap etanol Setelah waktu yang lama (>100 jam), sel-sel khamir beradaptasi terhadap konsentrasi etanol yang lebih besar. Proses respirasi dipengaruhi oleh konsentrasi etanol yang ada di dalam substrat. Kadar etanol pada kadar 40 g/l akan menjadi penghambat baik untuk pertumbuhan biomassa maupun produksi etanol (Mangunwidjaja 1994). d. Sensitivitas terhadap berbagai efek Penundaan konsumsi glukosa hanya berpengaruh jika kultur yang dikultivasi dalam waktu yang lama dengan konsentrasi glukosa rendah dipaksakan dengan konsentrasi glukosa yang lebih besar. Penundaan respirasi menyebabkan pembentukan etanol karena jumlah umpan yang terlalu besar dan menyebabkan timbulnya hambatan respirasi tambahan karena etanol (Präve et al. 1987). Kebutuhan unsur mikro diperlukan di dalam kehidupan khamir. Pada jumlah rendah fosfor, sulfur, potasium dan magnesium diperlukan untuk sintesis komponen-komponen mineral. Beberapa mineral
12
(Mn, Co, Cu dan Zn) dan faktor pertumbuhan organik (asam amino, asam nukleat dan vitamin) diperlukan dalam jumlah besar sehingga perlu ada tambahan nutrien ke dalam media dalam bentuk komponen tunggal seperti garam amonium dan potasium fosfat (Kosaric et al. di dalam Subekti 2006).
2.3
Produksi Etanol Pembuatan etanol dapat dilakukan dari bahan yang mengandung glukosa.
Glukosa pada mahluk hidup terdapat dalam bentuk polimer seperti pati, selulosa dan oligosakarida. Polisakarida dan oligosakarida harus dipecah menjadi molekul monosakarida agar dapat dipergunakan oleh khamir menjadi etanol. Proses pemecahan polisakarida dan oligosakarida dapat dilakukan dengan dua cara yaitu hidrolisis asam dan hidrolisis enzim. Proses hidrolisis asam dapat menggunakan beberapa jenis asam yang sudah banyak diteliti, antara lain HCl, H2SO4 dan HNO3. Proses hidrolisis pati secara enzimatik terdiri dari dua tahap yaitu liquifikasi dengan α-amilase dan sakarifikasi menggunakan amiloglukosidase. Reaksi yang terjadi pada proses produksi etanol secara sederhana dibagi menjadi dua tahap yaitu (1) pemecahan komponen polisakarida menjadi komponen monosakarida (pemecahan sempurna) dan komponen oligosakarida yang dapat dilakukan secara enzimatis maupun secara kimiawi. Proses pemecahan tahap pertama ditunjukkan pada persamaan reaksi 1. H2O + (C6H10O5)n n C6H12O6 + n H2O …….(1) (2) pengubahan komponen monomer glukosa menjadi etanol yang dilakukan dengan bantuan agen mikrob. Mikrob pengubah monomer glukosa menjadi etanol yang paling efektif adalah jenis khamir spesies S. cerevisiae. Proses konversi monomer glukosa menjadi senyawa etanol ditunjukkan pada persamaan reaksi 2. (C6H12O6)n 2 C2H5OH + 2 CO2……………...(2) Etanol selain diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung selulosa, namun dengan adanya lignin mengakibatkan proses pemecahan menjadi glukosa menjadi lebih sulit. Penggunaan selulosa sebagai bahan baku pembuatan
13
etanol dapat dilakukan dengan menambahan enzim selulase yang dihasilkan dari jenis mikrob Phanerochate chrysosporium dan Trichoderma reesei. Secara biokimia, proses pembentukan etanol didahului dengan proses glikolisis yaitu proses perubahan satu molekul glukosa menjadi dua molekul piruvat. Proses glikolisis secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu. 1. Proses pemakaian energi. Di dalam tahap persiapan ini, glukosa mengalami proses fosforilasi dan pemecahan menjadi dua molekul triosa yaitu gliseraldehid-3-fosfat. Proses ini mengkonsumsi 2 ATP. 2. Proses pembentukan energi. Dua molekul gliseraldehid-3-fosfat akan dikonversi menjadi piruvat yang disertai dengan pembentukan 4 ATP. Respirasi
terhenti
dalam
keadaan
tanpa
oksigen
karena
proses
pengangkutan elektron yang dirangkaikan dengan fosforilasi bersifat oksidasi melalui rantai pernafasan yang menggunakan molekul oksigen sebagai penerima elektron terakhir tidak berjalan. Akibatnya jalan metabolisme lingkar asam trikarboksilat (daur Krebs) akan terhenti pula sehingga piruvat tidak lagi masuk ke dalam daur Krebs melainkan dialihkan pemakaiannya yaitu diubah menjadi etanol (Wirahadikusumah 1985). Khamir memproduksi etanol dan CO2 melalui dua reaksi yang berturutan. 1. Proses dekarboksilasi piruvat menjadi asetaldehid dan CO2 dengan katalis piruvat dekarboksilase (enzim ini tidak ada di binatang). Proses dekarboksilasi merupakan reaksi yang tidak reversibel, membutuhkan ion Mg2+ dan koenzim tiamin pirofosfat. Reaksi berlangsung melalui beberapa senyawa antara yang terikat secara kovalen pada koenzim. 2. Reduksi asetaldehid menjadi etanol oleh NADH dengan dikatalisis oleh alkohol dehidrogenase, dengan demikian pembentukan NAD+ akan digunakan di dalam proses reaksi GADPH glikolisis (Voet et al. 2006). Proses konversi glukosa menjadi etanol secara skematik disajikan pada Gambar 3.
14
Glukosa 2 ATP 2 Gliseraldehid-3-fosfat 4 ATP NAD+ NADH 2 piruvat CO2 Piruvat dekarboksilase 2 asetaldehid NADH Alkohol dehidrogenase
NAD+ 2 etanol
Gambar 3 Proses konversi glukosa menjadi etanol (Voet et al. 2006). Meskipun teknik produksi etanol merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun etanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan etanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai neraca energi dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi etanol masih perlu dilakukan. Menurut Paturau (1981), fermentasi etanol membutuhkan waktu 30-72 jam. Prescott dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol yang dibutuhkan adalah 3 hingga 7 hari. Frazier dan Westhoff (1978) menambahkan suhu optimum fermentasi adalah 25-30oC dengan kadar gula 10-18%. Sifat fisika etanol yang penting secara lengkap disajikan pada Tabel 3.
15
Tabel 3 Sifat fisika dari etanol Parameter
Komposisi
Titik didih normal, °C Suhu kritis, °C Berat jenis, d420, g/ml Panas pembakaran at 25°C, J/g Suhu pembakaran otomatis, °C Batas nyala di udara Batas terendah, vol% Batas tertinggi, vol%
78,32 243,1 0,7893 29.676,69 793,0 4,3 19,0
Sumber: Najafpour dan Lim (2002)
Proses fermentasi etanol dengan sistem ―batch‖ anaerobik yang dilakukan oleh Najafpour dan Lim (2002) menghasilkan biomassa maksimum dan etanol yield masing-masing sebesar 0,297 g/g dan 0,446 g/g. Desain proses fermentasi secara batch disajikan pada Gambar 4. CO2 dan gas lain
Filter Kapas
Tempat Pengambilan Sampel Media
Stirer
Aquades
Gambar 4 Desain sistem fermentasi etanol secara anaerobik (Najafpour & Lim 2002). 2.4
Hidrolisis Asam Hidrolisis
asam
dapat
dipergunakan
untuk
memecah
komponen
polisakarida menjadi monomer-monomernya. Proses hidrolisis yang sempurna akan memecah selulosa dan pati menjadi glukosa, sedangkan hemiselulosa akan
16
terpecah menjadi pentosa dan heksosa. Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam yang dapat digunakan sebagai katalis asam selain asam klorida (HCl). Hidrolisis asam dikelompokkan menjadi dua yaitu hidrolisis asam pekat dengan konsentrasi tinggi dan hidrolisis asam encer dengan konsentrasi rendah (Taherzadeh & Karimi 2007b). Keuntungan hidrolisis menggunakan asam konsentrasi tinggi antara lain proses hidrolisis dapat dilakukan pada suhu yang rendah dan hasil gula yang didapatkan tinggi. Namun penggunaan asam konsentrasi tinggi mempunyai kelemahan antara lain jumlah asam yang digunakan sangat banyak, potensi korosi pada peralatan produksi terutama alat yang terbuat dari besi, penggunaan energi yang tinggi untuk proses daur ulang asam dan waktu reaksi yang lama yaitu berkisar antara dua hingga enam jam. Hidrolisis menggunakan asam dengan konsentrasi rendah mempunyai keuntungan antara lain jumlah asam yang digunakan sedikit dan waktu tinggal yang sebentar. Namun kerugian dalam penggunaan asam encer dengan konsentrasi rendah antara lain membutuhkan suhu tinggi dalam proses operasinya, gula yang didapatkan sedikit, potensi korosi pada peralatan produksi terutama alat yang terbuat dari besi dan pembentukan produk samping yang tidak diharapkan (Taherzadeh & Karimi 2007a). Hidrolisis asam dengan konsentrasi rendah dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama yang melibatkan asam encer untuk menghidrolisis gula dari golongan pentosa yang umumnya terdapat dalam fraksi hemiselulosa. Tahap ini biasanya menggunakan H2SO4 1% pada suhu 80oC-120oC selama 30-240 menit. Tahap kedua menggunakan asam dengan konsentrasi yang lebih tinggi untuk menghidrolisis gula yang berasal golongan heksosa seperti selulosa biasanya dilakukan dengan konsentrasi asam 5-20% H2SO4 dengan suhu 180oC. Proses hidrolisis bertahap ini dapat memaksimalkan hasil glukosa yang dihasilkan dan meminimumkan hasil samping yang tidak diinginkan (Purwadi 2006). Penentuan konsentrasi asam tergantung pada ukuran, bentuk dan kadar air pada partikel lignoselulosa. Asam sulfat biasanya digunakan pada bahan terlarut dengan konsentrasi tidak melebihi 10% berat (H2SO4 umum digunakan tidak lebih dari 5%). Penggunaan katalis asam encer selalu terjadi penambahan air yang
17
banyak pada bahan lignoselulosa dan hal itu membutuhkan energi panas yang lebih banyak selama proses pemanasan (Patent Cooperation Treaty 1998). Proses hidrolisis menggunakan konsentrasi asam encer, selain dapat menguraikan glukosa juga menghasilkan hasil samping yang dapat menghambat proses fermentasi. Hasil samping yang dapat menghambat proses fermentasi antara lain furfural, 5-hidroksimetilfurfural (HMF), asam lefulenat, asam asetat, asam format, asam uronat dan lain-lainnya (Taherzadeh & Karimi 2007b). Hidrolisis asam pada bahan lignoselulosa, hemiselulosa merupakan komponen yang paling mudah terhidrolisis oleh asam yang akan terdegradasi menjadi xilosa, manosa, asam asetat, galaktosa arabinosa dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukuronat, asam metil glukronat dan asam galakturonat (Morohoshi 1991; Sjӧstrӧm 1993).
Selulosa akan terdegradasi menjadi glukosa. Xilosa akan
terdegradasi menjadi furfural dan 5-hidroksimetilfurfural (HMF) pada kondisi suhu dan tekanan tinggi. Komponen fenol terbentuk dari lignin yang terpecah sebagian dan juga selama proses degradasi karbohidrat (Palmqvist & HahnHӓgerdal 2000). Lignin merupakan komponen komplek yang tersusun oleh phenylpropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Ikatan kimia terjadi di antara lignin dan hemiselulosa bahkan terkadang juga dengan selulosa. Lignin sangat tahan terhadap reaksi kimia dan enzimatik (Taherzadeh 1999; Palmqvist & Hahn-Hӓgerdal 2000a). 2.5
Produk Samping Fermentasi Etanol Produk samping proses fermentasi etanol menggunakan ubi kayu ada dua
macam, yaitu produk samping yang berupa padatan dan cairan. Produk samping yang berupa padatan dihasilkan dari hasil pemisahan ampas dengan cairan hidrolisat sedangkan produk samping yang berupa cairan dihasilkan pada saat proses destilasi selesai dilakukan (vinasse) (Parnaudeu et al. 2007). Ampas ubi kayu (onggok) merupakan salah satu produk samping yang dihasilkan pada proses pengolahan ubi kayu. Onggok mengandung air cukup tinggi (81-85%), protein kasar sekitar 1,55% dan serat kasar 10,44% (bahan kering) (Supriyati 2009). Komponen onggok secara lengkap disajikan pada Tabel 4.
18
Tabel 4 Komposisi onggok Parameter Protein Kasar Karbohidrat Abu Serat Kasar Air Lemak Pati
Onggok (%) 2,2 51,8 2,4 10,8 -
a)
Komposisi Onggok (% bk)b) 0,48 0,71 7,3 13,96 1,62 0,29
Sumber: a) Supriyati (2009), b) Jenie et al. (1994)
Vinasse merupakan produk samping proses produksi etanol yang berupa cairan sisa hasil destilasi. Satu liter produk etanol akan menghasilkan vinasse sebanyak 13 l (1:13). Berdasarkan angka perbandingan tersebut, semakin banyak etanol yang diproduksi akan semakin banyak vinasse yang dihasilkan. Jika vinasse ini tidak tertangani dengan baik maka di kemudian hari, produk samping ini akan menjadi masalah yang berdampak tidak baik bagi lingkungan (Solihin 2008). Karakteristik vinasse dari bahan baku molases adalah mempunyai nilai pH sebesar 5; berat jenis 1,02 g/l; C organik sebesar g/Kg d m; C anorganik sebesar 6,8 g/Kg d m; N organik sebesar 28 g/Kg d m; NH4—N sebesar 1,2 g/Kg d m (Parnaudeau et al. 2007). Menurut Alfian (2008), vinasse yang dihasilkan dari proses pembuatan etanol di PT. PG. Rajawali II Unit PSA Palimanan mempunyai kadar COD sebesar 150.000-180.000 mg/l, BOD sebesar 65.000 mg/l, berwarna kuning kecoklatan, mengandung alkohol ± 0,02% dan tingkat keasaman rendah (pH 3 hingga 4). Komposisi vinasse di PT. PG. Rajawali II Unit PSA Palimanan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Komposisi vinasse Parameter Mineral Gula reduksi Protein Asam Volatil Gum Campuran Asam Laktat Campuran Asam Organik Lain Gliserol Lilin, fenol, lignin, dll Sumber: Alfian (2008)
Komposisi (%) 29,0 11,0 9,0 1,5 21,0 4,5 1,5 5,5 17,0
19
Vinasse jika dibuang langsung ke dalam lingkungan tanpa melakukan proses pengolahan terlebih dahulu akan mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Hal ini ini dapat dilihat pada nilai baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri etanol berdasarkan Surat Keputusan menteri Negara Lingkungan Hidup KEP 51-/MENLH/10/1995. Nilai baku mutu limbah cair industri etanol yang disajikan pada Tabel 6 mengisyaratkan perlu adanya pengolahan lebih lanjut dari limbah cair sebelum dibuang agar tidak terjadi pencemaran lingkungan (MenLH 1995). Tabel 6 Baku mutu limbah cair untuk industri etanol Parameter Kadar Maksimum Beban Pencemaran Maksimum (mg/l) (kg/ton) BOD5 150 10,5 TSS 400 28,0 pH 6,0-9,0 Debit Limbah Maksimum 70 m3 per ton produk pupuk etanol Catatan: 1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam mg parameter per l air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk pupuk urea (MenLH 1995).
20
21
3
3.1
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan
karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan ubi kayu segar mempunyai kelebihan dibandingkan dengan penggunaan tepung ubi kayu, yaitu dapat memperpendek proses produksi etanol. Ubi kayu segar harus melalui proses hidrolisis untuk memecah komponen polisakarida menjadi gula-gula sederhana yang siap untuk digunakan sebagai sumber karbon yang akan diubah menjadi etanol oleh khamir. Proses hidrolisis yang digunakan adalah metode hidrolisis asam karena mempunyai kelebihan mampu menghidrolisis komponen pati dan serat secara bersamaan serta penanganannya yang mudah. Namun selama proses fermentasi etanol yang dihasilkan akan menghambat laju fermentasi sehingga tidak semua kandungan gula dapat dikonversi menjadi etanol. Sisa gula yang tidak terkonversi menjadi etanol akan tertinggal pada vinasse. Sebelum digunakan, vinasse harus diberi pretreatment. Proses pretreatment vinasse mempunyai tujuan untuk memperbaiki kualitas dari vinasse itu sendiri. Proses netralisasi selain bertujuan untuk menaikkan pH menjadi 4,5 juga dapat berfungsi untuk menurunkan kadar HMF (Susmiati 2010), sedangkan sentrifugasi bertujuan untuk menghilangkan partikel kotoran dan kelebihan garam yang terbentuk setelah proses netralisasi. Potensi sumber nutrien dalam vinasse tersebut akan didaur ulang sehingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai sumber gula dengan campuran substrat hidrolisat yang segar. Kerangka pemikiran selengkapnya tersaji secara skematik pada Gambar 5. PRETREATMENT
UBI KAYU
HIDROLISIS
FERMENTASI
DESTILASI
ETANOL
Gambar 5 Kerangka pemikiran penelitian.
VINASSE
22
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2010 hingga bulan Agustus
2010 yang dilaksanakan di Laboratorium SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center), Laboratorium Bioindustri Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor dan laboratorium-laboratorium lainnya di lingkungan Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.3
Bahan dan Alat
3.3.1 Bahan Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah ubi kayu yang berasal dari Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi etanol adalah S. cerevisiae dalam bentuk dry baker yeast komersial. Bahan yang digunakan sebagai bahan tambahan untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah pupuk NPK. Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini antara lain H2SO4 pekat teknis, NH4OH 21%, etanol 70% dan bahan kimia untuk analisis. 3.3.2 Alat Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peralatan gelas, spektrofotometer merk Hach, otoklaf, pH meter merk Beckman, vortex mixer, density meter DMA 4500 merk Anton Paar, refraktometer merk Atago tipe Master-53M dan seperangkat alat produksi bioetanol skala laboratorium. Pengolahan data menggunakan bantuan software Microsoft Office Excel versi 2007. 3.4
Metode Penelitian Tahapan percobaan fermentasi untuk produksi etanol dengan melakukan
proses daur ulang vinasse sebagai umpan balik dapat dibagi menjadi lima tahapan utama antara lain proses persiapan bahan baku, hidrolisis ubi kayu, fermentasi, persiapan vinasse dan proses daur ulang vinasse.
23
3.4.1
Persiapan Bahan Baku Persiapan bahan baku utama penelitian yang berupa ubi kayu diawali
dengan membuang bagian pangkal tanaman yang masih melekat dengan umbi karena umbi yang dipakai dalam penelitian ini dibeli dari petani dalam keadaan masih melekat utuh dengan batang bawah untuk menjaga kesegaran umbi ketika dibawa dari tempat panen ke laboratorium. Ubi kayu kemudian diproses lebih lanjut di Laboratorium SBRC IPB Baranangsiang untuk membersihkan kotoran dan tanah yang masih menempel di umbi dengan cara pencucian. Umbi ubi kayu yang telah bersih kemudian dikupas lapisan kulit arinya yang berwarna cokelat menggunakan pisau. Proses pengupasan selain untuk membersihkan kulit ari sekaligus juga berfungsi untuk menyortir umbi yang jelek, membuang bagian pangkal umbi yang mengandung kayu dan bagian akar yang masih menempel di umbi. Ubi kayu yang telah bersih kemudian dicuci dengan air untuk menghilangkan tanah dan kotoran yang masih menempel pada umbi. Ubi kayu yang telah bersih kemudian digiling hingga halus menggunakan mesin parut hingga menjadi bubur. Bubur ubi kayu kemudian dikarakterisasi sifat kimia antara lain komponen proksimat (air, abu, lemak, protein, serat kasar dan karbohidrat (by difference) menurut metode AOAC (1995)), pati dan komponen serat (ADF, NDF, selulosa dan lignin menurut metode Van Soest (1963)). Prosedur analisis secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.4.2
Hidrolisis Asam Metode hidrolisis yang digunakan merupakan hasil modifikasi metode
hidrolisis yang dipergunakan oleh Susmiati (2010). Hasil hidrolisis tepung ubi kayu dengan total padatan substrat 30% dengan konsentrasi H2SO4 0,4 M akan menjadi patokan bagi hasil hidrolisis bubur ubi kayu. Bubur ubi kayu dihidrolisis menggunakan larutan H4SO4 0,4 M dengan total padatan substrat 30%, 35%, 20%, 18% dan 15%. Hasil hidrolisat kemudian diamati tingkat kesempurnaan proses hidrolisis berdasarkan warna hidrolisat yang merata dan tidak adanya gumpalan ubi kayu. Hasil hidrolisis bubur ubi kayu dengan total padatan substrat 18% dipilih karena menghasilkan total padatan terlarut hidrolisat tertinggi dan tidak adanya gumpalan ubi kayu yang di dalam hidrolisat. Bubur ubi kayu dengan
24
total padatan substrat 18% kemudian dihidrolisis dengan konsentrasi H2SO4 0,4 M dan 1 M yang kemudian diukur nilai total padatan terlarut hidrolisatnya. Nilai total padatan terlarut hidrolisat yang didapatkan kemudian dibandingkan dengan nilai total padatan terlarut hidrolisat hasil hidrolisis tepung ubi kayu. Nilai hasil total padatan terlarut hidrolisat yang mendekati nilai total padatan terlarut tepung ubi kayu yang akan digunakan di dalam penelitian ini, yaitu kadar padatan bubur ubi kayu 18% dengan konsentrasi H2SO4 1 M. Hidrolisis asam dalam penelitian ini dilakukan dalam satu tahap menggunakan otoklaf sederhana dimana suhu dan waktu hidrolisis diatur secara manual. Waktu hidrolisis dihitung ketika kondisi suhu telah tercapai. Bubur ubi kayu dihidrolisis dengan volume total 500 ml dalam erlenmeyer 1000 ml yang diberi sumbat kapas dan alumunium foil untuk mencegah larutan meluap keluar ketika dilakukan proses hidrolisis. Hidrolisis dilakukan dengan menambahkan asam H2SO4 pekat teknis sebanyak 23 ml ke dalam 270,68 g bubur ubi kayu dan ditambahkan aquadest sebanyak 206,32 ml. Perbandingan yang dipakai tersebut untuk mencapai kondisi proses hidrolisis yang diinginkan yaitu kadar padatan 18% dan konsentrasi
H2SO4 sebesar 1 M. Campuran kemudian dihidrolisis
menggunakan otoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit sehingga diperoleh hidrolisat asam yang berwarna merah tua. Proses hidrolisis ini ditujukan untuk memecah komponen pati dan serat yang ada di dalam bahan menjadi glukosa. Selanjutnya dilakukan pengukuran total gula dan gula pereduksi untuk melihat tingkat hidrolisis. 3.4.3 Fermentasi Etanol A. Persiapan Media Fermentasi Hidrolisat asam sebelum digunakan sebagai media fermentasi harus melalui proses netralisasi, penyaringan dan sentrifugasi. Proses netralisasi hidrolisat menggunakan NH4OH teknis 21% hingga pH 4,5. Tahap persiapan hidrolisat selanjutnya adalah proses pemisahan padatan dengan cairan hidrolisat yang terdiri dari dua tahapan proses yaitu penyaringan dan sentrifugasi. Proses penyaringan dilakukan menggunakan kain saring yang berfungsi untuk memisahkan ampas yang berukuran besar. Ampas yang didapatkan dilakukan karakterisasi yang
25
meliputi analisis kadar air, kadar abu, total N, kadar lemak, kadar serat, kadar karbohidrat. Prosedur analisis secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil penyaringan dilanjutkan dengan proses sentrifugasi untuk mengurangi jumlah padatan terlarut dan kelebihan garam yang terbentuk dari proses netralisasi. Proses sentrifugasi dilakukan pada kecepatan 2500 rpm selama 5 menit sehingga dihasilkan dua produk yaitu sludge dan filtrat. Filtrat digunakan sebagai media fermentasi etanol sedangkan sludge tidak digunakan.
B. Fermentasi Etanol Fermentasi dilakukan dengan menambahkan S. cerevisiae sebagai agen yang melakukan fermentasi dalam bentuk dry baker yeast komersial (ragi roti) dan sumber nutrisi berupa pupuk NPK. Jumlah ragi roti dan NPK yang ditambahkan sebanyak 0,06% total gula dan ragi roti sebanyak 0,23% total gula. Proses fermentasi dilakukan selama 96 jam pada suhu ruangan dengan 24 jam pertama diberi perlakuan agitasi menggunakan orbital shaker (129 rpm) dengan sistem tertutup. Hasil fermentasi yang didapatkan dilakukan analisis mengenai kadar etanol, kadar gula, pH dan total asam. Prosedur analisis dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 1. Proses fermentasi diakhiri setelah 96 jam dan dilanjutkan dengan proses destilasi. Kaldu hasil fermentasi kemudian didestilasi untuk memisahkan produk utama yang berupa etanol dan cairan sisa destilasi sebagai produk samping akhir proses destilasi. Parameter yang diamati pada akhir fermentasi antara lain efisiensi pembentukan produk, efisiensi fermentasi dan efisiensi penggunaan substrat. Hasil dari destilasi yang berupa cairan berwarna cokelat gelap inilah yang menjadi bahan baku utama yang diteliti dalam penelitian ini. Cairan hasil destilasi ini kemudian disebut dengan istilah vinasse. 3.4.4
Persiapan Vinasse Vinasse sebelum digunakan sebagai umpan balik dilakukan karakterisasi
sifat kimia yang meliputi meliputi analisis pH, total gula, total gula pereduksi, total padatan terlarut, total asam, kadar HMF, BOD5 dan COD. Prosedur analisis
26
secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Vinasse yang didapatkan dari hasil destilasi mempunyai nilai pH yang rendah. Vinasse harus diolah terlebih dahulu agar dapat dipergunakan kembali sebagai bahan fermentasi alkohol, yaitu dengan melakukan proses netralisasi dan sentrifugasi. Hasil karakterisasi vinasse menjadi acuan dalam melakukan proses pengolahan pretreatment sebelum dilakukan daur ulang. Vinasse dinetralkan dahulu menggunakan NH4OH 21% hingga mencapai pH 4,5 untuk menyesuaikan dengan kondisi pH yang digunakan dalam proses fermentasi. Vinasse kemudian disentrifugasi pada kecepatan 2500 rpm selama 5 menit untuk memisahkan sludge dengan filtrat (treated vinasse). Diagram alir pengolahan vinasse menjadi hidrolisat yang siap digunakan sebagai media fermentasi secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 6. Vinasse
Padatan
Penyaringan
Netralisasi pH 4,5
NH4OH 21%
Sentrifugasi 2500 rpm, 5 menit
Treated Vinasse
Gambar 6 Diagram alir proses pengolahan vinasse. 3.4.5 Daur Ulang Vinasse Modifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan pengolahan kembali produk samping yang keluar dan menggunakan kembali sebagai media fermentasi baru. Produk samping yang keluar, baik produk samping padat maupun vinasse, masih banyak mengandung kandungan karbohidrat yang dapat digunakan sebagai media fermentasi. Produk samping yang ada akan diproses untuk mendapatkan komponen gula sederhana sebagai bahan baku pembuatan etanol. Hasil pengolahan vinasse akan dikombinasikan dengan hidrolisat baru sehingga menjadi media fermentasi baru. Diagram alir proses daur ulang vinasse dapat dilihat secara lengkap pada Gambar 7.
27
Vinasse diformulasikan dengan jumlah 60% (V1), 50% (V2) dan 40% (V3) sedangkan sisanya adalah hidrolisat ubi kayu segar untuk mencari komposisi yang dapat menghasilkan kadar etanol terbaik. Hasil formulasi diatur total padatan terlarutnya hingga mencapai 15% (obrix). Media fermentasi sebelum difermentasi dilakukan proses sterilisasi selama 5 menit pada suhu 105oC untuk mematikan mikrob lain yang dapat mengganggu pertumbuhan S. cerevisiae kemudian ditambahkan NPK sebanyak 0,06% total gula dan khamir sebanyak 0,23% total gula. Proses fermentasi selama 24 jam pertama dilakukan di atas shaker dengan kecepatan 129 rpm dan setelah 24 jam, fermentasi dilanjutkan tanpa pengadukan. Kaldu hasil fermentasi dianalisis kadar etanol, kadar gula dan pH dimana prosedur analisis secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Proses fermentasi dengan melakukan daur ulang vinasse dilakukan berulang hingga tiga kali tingkatan (T1, T2 dan T3). T0 adalah fermentasi awal menggunakan hidrolisat ubi kayu tanpa penambahan vinasse.
Treated Vinasse
Hidrolisat
Media Fermentasi
Persiapan Vinasse Fermentasi
Vinasse
Destilasi
Etanol
Gambar 7 Diagram alir proses daur ulang vinasse. 3.5
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu kandungan vinasse (V) dan tingkat daur ulang (T) dengan dua kali ulangan (Gaspersz 1991). Faktor kandungan vinasse terdiri dari kandungan vinasse 60% (V1), kandungan vinasse 50% (V2) dan kandungan vinasse 40% (V3). Faktor tingkat daur ulang yang dianalisis meliputi daur ulang tingkat pertama (T1), daur ulang tingkat kedua (T2) dan daur ulang
28
tingkat ketiga (T3). Model matematis yang digunakan untuk percobaan ini adalah sebagai berikut: Yijk i j ( ) ij ijk
Keterangan: Yijk
= nilai variabel respon unit percobaan yang dikenai taraf ke-i faktor kandungan vinasse dan tingkat daur ulang ke-j .
µ
= nilai rata-rata pengamatan yang sesungguhnya.
αi
= pengaruh aditif dari kandungan vinasse ke-i
βj
= pengaruh aditif dari tingkat daur ulang ke-j
αβij
= pengaruh interaksi antara kandungan vinasse ke-i dan tingkat daur ulang ke-j.
εijk
= pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij.
Parameter yang diamati meliputi kadar etanol, efisiensi fermentasi, yield etanol, Δ total asam dan efisiensi penggunaan substrat. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk menentukan pengaruh perlakuan terhadap parameter (Setiawan 2009).
29
4
4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku Ubi kayu yang dipergunakan mempunyai warna daging putih dengan
panjang umbi bervariasi, berbentuk silinder memanjang dan warna kulit ari coklat tua. Ubi kayu segar yang telah dipisahkan dari batangnya dibersihkan dari kulit ari yang berwarna coklat dan dicuci dari kotoran yang melekat pada daging umbi. Umbi ubi kayu yang telah bersih dari kotoran kemudian dihancurkan sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Penampakan ubi kayu dan bubur ubi kayu yang digunakan dalam penelitian tersaji dalam Gambar 8.
Gambar 8 Umbi dan bubur ubi kayu. Ubi kayu yang masih segar mempunyai karakteristik kandungan air yang sangat tinggi disusul kandungan karbohidrat, hasil karakterisasi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil karakterisasi ubi kayu segar menunjukkan bahwa kandungan air dalam bahan adalah sebesar 66,74%. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya, Susmiati (2010) menyatakan bahwa ubi kayu segar mempunyai kandungan air sebesar 57% sedangkan Subagio (2006) memberikan hasil kandungan air adalah 62,50 %. Ubi kayu segar yang digunakan harus dilakukan pengukuran kadar air karena hasil pengukuran kadar air akan digunakan sebagai dasar perhitungan pengenceran asam dan kadar padatan yang dipakai pada tahap hidrolisis. Kandungan air yang sangat tinggi pada bahan baku mempunyai keuntungan yaitu mengurangi jumlah penggunaan air pada saat proses hidrolisis. Komponen penting lainnya dari ubi kayu adalah kadar karbohidrat yaitu pati dan serat, karena sumber gula yang digunakan oleh khamir dalam proses
30
fermentasi adalah hasil hidrolisis karbohidrat terutama pati. Kadar serat dan karbohidrat ubi kayu dalam penelitian ini hampir sama dengan data yang diberikan oleh Balagopalan et al. (1988) yaitu kandungan serat dan karbohidrat berturut-turut adalah 0,60% dan 38,10%, sedangkan Subagio (2006) memberikan data bahwa kandungan karbohidrat pada ubi kayu sebesar 34%. Hasil serupa juga diberikan dari hasil penelitian Pandey et al. (2000) bahwa ubi kayu mengandung pati 32,4% dan serat 1,2%. Tabel 7 Komposisi kimia ubi kayu Komponen Air Abu Lemak Protein Pati Serat Kasar Selulosa Hemiselulosa Lignin
Ubi Kayu Segar Berat Basah (%) Berat Kering (%) 66,74 0,67 2,52 0,36 1,33 1,05 3,94 30,42 89,35 0,77 2,87 3,51 11,67 0,67
Pati merupakan komponen utama yang diperhatikan dalam proses hidrolisis dibandingkan komponen serat karena pati lebih mudah dihidrolisis oleh asam dibandingkan serat. Serat yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin lebih sulit terhidrolisis karena adanya ikatan antara selulosa dengan lignin dan hemiselulosa. Faktor lain yang mempersulit hidrolisis serat adalah selulosa mempunyai struktur kristalin sebanyak 50-90% (Judoamidjojo et al. 1989). Kadar selulosa, hemiselulosa dan lignin dianalisa dengan metode Van Soest (1963); yaitu dengan menentukan nilai Acid Detergent Fiber (ADF) dan Neutral Detergent Fiber (NDF). Nilai ADF menunjukkan komponen selulosa dan lignin sedangkan NDF terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kadar hemiselulosa didapatkan dari pengurangan nilai NDF dan ADF. Kadar lignin yang kecil menunjukkan bahwa ada potensi bahwa selulosa juga akan terhidrolisis menjadi gula sederhana sebagai media fermentasi etanol. Sifat hemiselulosa yang amorf dan lebih mudah terhidrolisis dibandingkan dengan selulosa mengakibatkan kondisi optimum hidrolisis hemiselulosa sangat dekat dengan kondisi hidrolisis pati.
31
4.2
Hidrolisis Ubi Kayu Penggunaan asam dalam proses hidrolisis ubi kayu diharapkan dapat
memecah komponen selain pati seperti hemiselulosa dan selulosa. Metode hidrolisis yang digunakan adalah berdasarkan metode hidrolisis yang dilakukan oleh Susmiati (2010) dengan melakukan modifikasi untuk menyesuaikan dengan kondisi bahan baku yang dipakai dalam penelitian ini yang berupa bubur ubi kayu segar. Penggunaan kadar padatan bubur ubi kayu yaitu 18%, lebih rendah dari kadar tepung ubi kayu (30%) seperti yang dipergunakan dalam penelitian Susmiati (2010); dikarenakan serat pada umbi segar yang masih utuh sehingga penyerapan air yang terjadi lebih banyak. Penelitian Susmiati (2010) menggunakan bahan baku tepung ubi kayu dimana pada proses hidrolisis, kadar padatan yang digunakan adalah 30% dengan konsentrasi H2SO4 0,4 M. Penggantian penggunaan kondisi ubi kayu dari bentuk tepung ke bentuk segar didasari beberapa pertimbangan antara lain: 1) Penggunaan bubur ubi kayu segar dapat memperpendek rantai proses produksi. Proses produksi yang dapat dipotong antara lain proses pembuatan chip, pengeringan dan penggilingan. Ketiga proses tersebut dapat diganti menjadi proses pembuburan ubi kayu pada penelitian ini. 2) Memperpendek rantai proses produksi akan memberikan beberapa efek positif antara lain menekan potensi kehilangan bahan, mengurangi biaya produksi dan menghemat pemakaian energi. 3) Memanfaatkan kandungan air yang ada dalam bahan sebagai faktor pengenceran asam sehingga dapat mengurangi jumlah air yang digunakan selama proses produksi. Pada akhir hidrolisis, warna bahan akan berubah dari putih atau merah muda (tergantung dari jenis ubi kayu yang dipakai) menjadi warna merah tua gelap. Hasil hidrolisis yang sempurna dapat dilihat jika warna merah tua pada hidrolisat merata pada seluruh larutan dan tidak ada bubur ubi kayu yang masih berwarna putih dan tidak terdapat gumpalan bubur ubi kayu yang menyerupai lem kanji. Gumpalan yang menyerupai lem kanji menandakan bahwa ada ubi kayu yang tergelatinisasi namun tidak terhidrolisis. Hal ini disebabkan jumlah larutan asam
32
yang terlalu sedikit dibandingkan jumlah padatan yang digunakan. Perbedaan hasil hidrolisis sempurna dengan hasil hidrolisis yang tidak sempurna dapat dilihat pada Gambar 9.
(a) (b) Gambar 9 Penampakan produk hasil hidrolisis. (a) hasil hidrolisis yang tidak sempurna, (b) hasil hidrolisis yang sempurna. Berdasarkan hasil percobaan maka didapatkan bahwa dengan kadar padatan 18% dan 15%, ubi kayu telah terhidrolisis sempurna, yang ditandai dengan warna hidrolisat yang berwarna merah kehitaman merata sedangkan hidrolisat dengan kadar padatan 30%, 25% dan 20% belum terhidrolisis sempurna karena masih terdapat bubur ubi kayu yang berwarna putih dan bagian tengah dari hidrolisat masih berupa gumpalan yang kental. Hasil pengamatan hasil hidrolisis dengan berbagai macam kadar padatan substrat dapat dilihat pada Tabel 8. Adanya gumpalan kental menandakan bahwa proses hidrolisis baru terjadi pada bagian luar yang dekat dinding kaca erlenmeyer sedangkan semakin ke dalam tidak terjadi hidrolisis karena jumlah cairan sudah habis terpakai untuk proses gelatinisasi dan sebagian menguap. Hasil hidrolisis ubi kayu segar dengan kadar padatan 18% dan konsentrasi H2SO4 0,4 M menghasilkan total padatan terlarut yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil hidrolisis tepung ubi kayu dengan kadar padatan 30% dan konsentrasi H2SO4 0,4 M. Hasil hidrolisis asam dengan kadar padatan 18% dan H2SO4 1 M menghasilkan total padatan terlarut (25%) yang lebih mendekati proses hidrolisis menggunakan tepung ubi kayu dengan kadar padatan 30% dan konsentrasi H2SO4 0,4 M yaitu 24%. Hasil hidrolisis menggunakan H2SO4 1 M pada suhu 121oC selama 15 menit akan menghasilkan hidrolisat dengan kadar
33
total gula sebesar 296,98 g/l sedangkan gula pereduksi sebesar 193,88 g/l; dimana nilai dextrose equivalent sebesar 65,28 yang menandakan proses hidrolisis mampu mengkonversi sekitar 65% karbohidrat rantai panjang menjadi gula pereduksi atau glukosa. Hasil hidrolisis menggunakan ubi kayu segar dengan kadar padatan 18%; H2SO4 1 M selama 15 menit ternyata menghasilkan nilai dextrose equivalent yang hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Arnata (2010), dimana hasil hidrolisis menggunakan H2SO4 0,4 M dan waktu hidrolisis selama 10 menit akan menghasilkan nilai dextrose equivalent sebesar 56,63. Menurut Judoamidjojo et al. (1989), konversi pati dengan hidrolisis asam hanya akan memperoleh sirup glukosa dengan DE sebesar 55. Kadar bubur ubi kayu sebesar 18% merupakan kadar maksimum yang tidak menyebabkan gumpalan pada hidrolisat yang diperoleh. Namun hidrolisis bubur ubi kayu dengan kadar padatan 18% menggunakan H2SO4 0,4 M seperti pada penelitian Susmiati (2010) hanya mendapatkan total padatan terlarut hidrolisat sebesar 19%. Oleh karena itu konsentrasi H2SO4 ditingkatkan menjadi 1 M agar diperoleh total padatan terlarut hidrolisat sebesar 25% yang hampir sama dengan total padatan terlarut dari hasil hidrolisis tepung ubi kayu 30% dengan H2SO4 0,4 M. Tabel 8 Karakteristik hasil hidrolisis ubi kayu dengan kadar padatan dan konsentrasi asam yang berbeda Kadar Padatan Konsentrasi Total Padatan Terlarut Pengamatan Visual Substrat (%) H2SO4 (M) Hidrolisat (%) Tepung Ubi Kayu 30
0,4
24
Tidak ada gumpalan
30
0,4
32
Masih ada gumpalan putih
25
0,4
29
Masih ada gumpalan putih
20
0,4
21
Masih ada gumpalan putih
18
0,4
19
Tidak ada gumpalan
15
0,4
16
Tidak ada gumpalan
18
0,4
19
Tidak ada gumpalan
18
1
25
Tidak ada gumpalan
Bubur Ubi Kayu Segar
Bubur Ubi Kayu Segar
34
Pemakaian konsentrasi asam sampai dengan 1 M dan waktu hidrolisis sampai dengan 15 menit berdasrjan hasil penelitian Susmiati (2010) yang memperlihatkan pertambahan kadar HMF di dalam hidrolisat. Hasil hidrolisis pada konsentrasi asam 1 M dengan waktu hidrolisis 10 menit mendapatkan kadar HMF sebesar 0,009 g/l. Kadar HMF akan semakin meningkat jika hidrolisis dilakukan menggunakan H2SO4 1 M dan waktu hidrolisis selama 20 menit yaitu sebesar 0,014 g/l. Wikandari et al. (2010) menyatakan bahwa konsentrasi HMF sebesar 1 g/l akan menghambat pertumbuhan sel dan proses fermentasi oleh S. cerevisiae sehingga menurunkan produksi etanol sebesar 71,42%. 4.3
Fermentasi Etanol dari Ubi Kayu Fermentasi merupakan proses konversi glukosa menjadi etanol dalam
kondisi anaerob dengan agensia perubah berupa khamir. Khamir akan merubah glukosa dan fruktosa menjadi asam piruvat melalui tahapan reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-Parnas yang kemudian akan dilanjutkan dengan proses dekarboksilasi asam piruvat menjadi asetaldehida. Asetaldehida kemudian mengalami proses dehidrogenasi menjadi senyawa etanol. Jenis khamir yang sering digunakan dalam proses fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae karena jenis ini mempunyai beberapa keunggulan antara lain mampu berproduksi tinggi, toleran dengan konsentrasi etanol yang cukup tinggi (12-18% v/v), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32oC (Gaur 2006). Substrat fermentasi yang digunakan diencerkan hingga total gula 15%. Substrat sebelum difermentasi dilakukan proses pemanasan pada suhu 105oC selama 5 menit untuk mematikan mikroorganisme lain yang tidak diinginkan. Pemanasan dilakukan
sesingkat
mungkin
untuk
menghindari
terjadinya
pembentukan senyawa inhibitor. Proses fermentasi dilakukan dalam dua tahap yaitu pertama dilakukan proses agitasi selama 24 jam pertama dengan tujuan untuk meningkatkan kontak antara mikrob dengan nutrisi yang ditambahkan ke dalam substrat sehingga tersuspensi dengan homogen. Proses agitasi juga bertujuan untuk mempermudah difusi
35
oksigen sehingga kadar oksigen terlarut dalam media cukup untuk mendukung pertumbuhan sel secara aerobik (Hollander 1981). Proses fermentasi pada tahap kedua dilakukan hingga 96 jam dan pada akhir fermentasi dianalisis kandungan total gula sisa, gula reduksi sisa dan pH. Etanol yang dihasilkan akan dihitung efisiensi fermentasinya berdasarkan kadar etanol yang dihasilkan pada percobaan dengan kadar etanol yang seharusnya dihasilkan secara teoritis. Jika kondisi fermentasi diasumsikan berjalan sempurna (secara teoritis), maka glukosa dalam substrat terfermentasi 100% menjadi etanol sebanyak 51,11% dan karbondioksida sebanyak 48,89% dengan densitas etanol sebesar 0,789 kg/l (Smith et al. 2006). Data hasil fermentasi bubur ubi kayu ditampilkan dalam Tabel 9. Tabel 9 Karakteristik hasil fermentasi Parameter
Nilai
Kadar Etanol (% v/v)
3,39
pH
4,22
Efisiensi Fermentasi (%)
58,90
Efisiensi Penggunaan Substrat (%)
71,74
Δ Total Asam (g/l)
0,27
Pengukuran total gula pada awal fermentasi dan akhir fermentasi dapat digunakan untuk menentukan nilai efisiensi penggunaan substrat. Efisiensi penggunaan substrat menunjukkan seberapa banyak gula yang dapat dimanfaatkan oleh khamir untuk diubah menjadi etanol (produk utama), asam organik (produk samping) dan digunakan untuk pertumbuhan khamir. Efisiensi penggunaan substrat dihitung berdasarkan persentase perbandingan antara total substrat glukosa yang dikonsumsi dengan jumlah substrat awal yang tersedia. Hasil fermentasi etanol pada kontrol mendapatkan data bahwa terjadi penurunan nilai total gula dari 131,51 g/l menjadi 36,08 g/l. Hal ini menunjukkan bahwa proses fermentasi berlangsung dengan efisiensi penggunaan substrat sebesar 71,74%. Penurunan kandungan gula menunjukkan terjadinya aktivitas mikrob yang menggunakan substrat untuk hidup dan memproduksi etanol.
36
Salah satu parameter yang menandakan terjadinya proses fermentasi adalah terjadinya penurunan nilai pH dari 4,82 menjadi 4,22. Kecenderungan media fermentasi menjadi semakin asam disebabkan karena khamir akan membentuk asam organik. Peningkatan jumlah asam organik yang dihasilkan selama proses fermentasi akan terkumpul di dalam larutan sehingga akan menurunkan nilai pH pada akhir fermentasi. Senyawa asam organik dapat berupa asam asetat, laktat dan piruvat Kadar etanol yang dihasilkan mencapai 3,39 % (v/v). Kadar etanol yang dihasilkan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan percobaan yang dilakukan oleh Susmiati (2010) yaitu sebesar 5,42%. Fermentasi tersebut dilakukan dengan menggunakan hasil hidrolisis asam satu tahap dan ampas dipisahkan. Penelitian Arnata (2009) dengan menggunakan kultur campuran S. cerevisiae dan Trichoderma viride menghasilkan kadar etanol masing-masing sebesar 3,92 ± 0,31% (b/v). Efisiensi fermentasi merupakan rasio antara kadar etanol yang dihasilkan dengan kadar etanol teoritis. Efisiensi fermentasi yang dihasilkan adalah sebesar 58,90%. Jumlah asam-asam organik yang terbentuk mengalami peningkatan setelah proses fermentasi ditandai dengan peningkatan nilai total asam dari 0,99 g/l menjadi 1,26 g/l. Tingginya pembentukan asam organik merupakan salah satu kemungkinan yang menyebabkan proses fermentasi pembentukan etanol tidak maksimal. Gokarn et al. (1997) mengatakan bahwa rendahnya efisiensi produksi etanol dapat disebabkan karena produk biomassa yang rendah selama proses fermentasi dan pembentukan produk samping selain etanol. Piruvat sebagai senyawa antara glikolisis glukosa akan terpecah ke dalam beberapa jalur biosintesis multiproduk antara lain menjadi laktat, asetat, aseton dan butirat. 4.4
Karakterisasi Produk Samping Fermentasi Produk samping yang dihasilkan dari produksi etanol ada dua macam yaitu
produk samping yang berbentuk padat dan produk samping yang berbentuk cairan. Produk samping yang berupa padatan akan dihasilkan pada proses penyaringan hidrolisat dimana cairan hidrolisat akan lolos dari saringan sedangkan padatan yang berupa ampas akan tertahan di kain saring. Produk
37
samping yang berupa cairan, dihasilkan dari proses destilasi dimana etanol akan diuapkan dan kemudian dikondensasi kembali, sedangkan cairan sisa destilasi yang berwarna cokelat tua akan keluar sebagai produk samping yang dikenal dengan vinasse. Ampas akan dibuang dan tidak didaur ulang karena jumlahnya yang sedikit sedangkan vinasse akan diproses kembali untuk digunakan kembali sebagai media fermentasi etanol. Ampas dan vinasse dilakukan analisis komposisi kimia untuk mengetahui karakteristik dari masing-masing produk samping. 4.4.1
Karakteristik Ampas Ampas merupakan hasil samping berupa padatan dari proses pembuatan
etanol dari ubi kayu. Komposisi kimia ampas secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 10. Kandungan ampas yang penting untuk digunakan kembali sebagai media fermentasi etanol adalah serat dan karbohidrat. Kandungan serat kasar dan karbohidrat potensial untuk digunakan kembali dimana kandungan serat kasar yang masih tinggi dapat dipergunakan sebagai sumber glukosa melalui proses hidrolisis baik secara asam maupun enzimatik. Kandungan karbohidrat merupakan unsur utama yang potensial untuk dipergunakan kembali karena jumlah yang masih banyak yaitu sekitar 13,72%-14,70% dari berat ampas basah. Rendemen ampas adalah 5% dari volume hidrolisat asam. Tabel 10 Komposisi kimia ampas Komponen Air Abu Lemak Total N Serat Kasar Karbohidrat (by difference)
Ampas Berat Basah (%) Berat Kering (%) 66,33 ± 0,07 0,31 ± 0,00 0,92 ± 0,00 0,45 ± 0,05 1,34 ± 0,15 11,63 ± 0,04 34,53 ± 0,17 7,07 ± 0,34 21,01 ± 1,04 14,21 ± 0,49 42,20 ± 1,36
Namun karena jumlah ampas yang sedikit, maka proses pengolahan kembali menjadi
bahan baku media fermentasi menjadi kurang efisien jika
dilakukan karena biaya pengolahan yang dikeluarkan menjadi lebih mahal dibandingkan jika ampas dipergunakan sebagai pupuk urea karena kandungan nitrogennya yang tinggi. Hasil pengukuran total N menunjukkan bahwa penetralan menggunakan NH4OH akan meningkatkan kandungan nitrogen dalam
38
ampas karena reaksi NH4OH dengan H2SO4 menjadi (NH4)2SO4 yang merupakan unsur utama penyusun pupuk ZA (zwavelzure ammoniak). 4.4.2 Karakteristik Vinasse Vinasse merupakan hasil samping destilasi yang sudah tidak mengandung alkohol lagi dan mempunyai nilai pH yang cukup asam sebagai hasil dari pembentukan asam-asam organik selama proses fermentasi. Akumulasi asamasam organik dan total padatan terlarut dalam vinasse berpeluang untuk menjadi inhibitor dalam proses daur ulang sehingga diperlukan tahapan pengolahan vinasse sebelum digunakan kembali sebagai media fermentasi antara lain proses netralisasi dan sentrifugasi. Tabel 11 menunjukkan komposisi kimia vinasse, dan terlihat bahwa kandungan gula yang terkandung dalam cairan tersebut masih memungkinkan untuk dipergunakan kembali sebagai media fermentasi yaitu sebesar 15,62% dari total gula awal. Kandungan gula total dalam vinasse sebesar 20,55 g/l sedangkan kandungan gula reduksi sebesar 12,07 g/l. Keberadaan kandungan gula di dalam vinasse berpeluang untuk dimanfaatkan kembali sebagai media tambahan pada hidrolisat sedangkan kandungan air dapat dimanfaatkan sebagai pengencer hidrolisat, sehingga dapat mengurangi penggunaan ubi kayu dan air pada proses pembuatan bioetanol. Kadar HMF dari vinasse terukur sebesar 3,42 mg/100g. Hal ini berarti kadar HMF masih berada dalam batas aman. Taherzadeh et al. (1999) mengatakan bahwa kadar furfural, HMF dan asam asetat yang dapat menghambat mikrob adalah berturut-turut pada kadar 2,2 g/l; 7,3 g/l dan 3,2 g/l. Tabel 11 Karakterisasi vinasse Komponen pH TSS (Total Suspended Solid) (mg/l) Kandungan Gula Reduksi (g/l) Kandungan Gula Total (g/l) Total Asam (g/l) Kandungan hydroxymethylfurfural (mg/100g) BOD5 (Biological Oxygen Demand) (mg/l) COD (Chemical Oxygen Demand) (mg/l)
Jumlah 4,17 ± 0,37 6,65 ± 0,37 12,07 ± 0,30 20,55 ± 1,47 10,80 ± 0,90 3,42 ± 0,02 2.886 9.234
39
Jika dilihat dari karakteristik limbah vinasse pada Tabel 11, maka vinasse yang dihasilkan sangat berpotensi menjadi cemaran jika langsung dibuang ke lingkungan tanpa adanya proses pengolahan limbah terlebih dahulu. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP 51–MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair untuk industri etanol, terdapat tiga parameter penting bagi vinasse untuk industri etanol antara lain nilai BOD5 maksimal adalah 150 mg/l; nilai TSS maksimal 400 mg/l dan pH berada di rentang nilai 6,0 hingga 9,0. Nilai BOD dari vinasse sebesar 2.886 mg/l, nilai ini lebih besar dibandingkan dengan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP 51– MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair untuk industri etanol yang mensyaratkan vinasse harus diencerkan hingga 20 kali agar nilai BOD5 memenuhi nilai ambang batas kualitas. Nilai BOD5 menunjukkan bahwa di dalam vinasse yang dihasilkan banyak terdapat kandungan bahan organik yang jika dibuang langsung ke lingkungan akan mengakibatkan pertumbuhan mikroorganisme yang berlebihan sehingga akan menghabiskan kandungan oksigen dalam air. Nilai COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam limbah (Boyd 1990). Selisih nilai antara COD dan BOD akan memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit terurai yang berada dalam limbah. Oleh karena itu jumlah bahan organik yang sulit terurai dalam vinasse sebesar 6.348 mg/l. Tabel 11 menunjukkan bahwa kadar TSS vinasse masih berada di bawah kadar maksimum yang diperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan, yaitu berada di bawah nilai 400 mg/l. Nilai TSS merupakan parameter penting bagi kualitas air karena semakin tinggi nilainya berarti semakin keruh vinasse sehingga jika dibuang ke lingkungan akan memperkeruh air sehingga menurunkan daya guna air tersebut. Vinasse juga memiliki nilai pH yang berada di bawah ambang yang diperbolehkan yaitu berkisar antara pH 6,0-9,0 sehingga vinasse harus dinetralkan terlebih dahulu menggunakan larutan basa seperti natrium hidroksida (NaOH), amonia (NH4OH), abu soda (Na2CO3), kapur (CaCO3) sebelum dibuang ke lingkungan.
40
4.5
Penentuan Komposisi dan Tingkat Daur Ulang Vinasse Proses daur ulang vinasse dimaksudkan untuk memanfaatkan gula-gula
sisa yang masih ada untuk dikonversi menjadi etanol. Proses daur ulang ini juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi jumlah limbah yang dikeluarkan dari industri etanol. Komposisi vinasse yang digunakan untuk proses daur ulang ada tiga macam yaitu 60% (V1), 50% (V2) dan 40% (V3) dimana masing-masing komposisi akan didaur ulang hingga tiga tingkat, yaitu tingkat pertama (T1), tingkat kedua (T2) dan tingkat ketiga (T3). Salah satu cara identifikasi bahwa proses fermentasi etanol berjalan adalah terjadi penurunan nilai pH di akhir fermentasi. Nilai pH mengalami penurunan dari kisaran 4,71-4,42 menjadi kisaran 4,34-3,94. Data perubahan nilai pH secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Perubahan pH akan terjadi selama proses fermentasi sebagai hasil dari metabolisme khamir dalam media. Derajat keasaman substrat akan mempengaruhi kecepatan fermentasi dimana pH yang optimum untuk pertumbuhan khamir berkisar pada pH 4 hingga 4,5 (Budiyanto 2003), sedangkan Mukhtar et al. (2010) menyatakan bahwa kondisi pH 4,6-4,8 akan memberikan yield etanol yang maksimal dan konsentrasi asam yang rendah. 5.00
pH Awal pH Akhir
pH
4.50
4.00
3.50
3.00
Perlakuan Keterangan: V1: Vinasse 60%, V2: Vinasse 50%, V3: Vinasse 40%, T1: Tingkat daur ulang 1, T2: Tingkat daur ulang 2, T3: Tingkat daur ulang 3
Gambar 10 Perubahan nilai pH pada awal dan akhir fermentasi.
41
Laju
pertumbuhan tergantung pada nilai
pH karena pH
akan
mempengaruhi fungsi kerja membran, enzim dan komponen sel lainnya terutama yang mengandung unsur protein. Perubahan nilai pH yang terlalu ekstrim akan mempengaruhi stabilitas protein dimana protein akan mengalami proses koagulasi pada titik isoelektrisnya. Perubahan pH juga akan mempengaruhi permeabilitas sel dan sintesis enzim (Judoamidjojo et al. 1989).
Elevri dan Putra (2006)
mengatakan bahwa nilai pH awal media fermentasi sangat mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan karena proton-proton mempengaruhi kinerja enzim-enzim dalam jalur EMP diantaranya enzim fosfofruktokinase yang berperan pada tahap konversi fruktosa 6-fosfat menjadi fruktosa 1-6-difosfat. Perubahan nilai pH selama proses fermentasi dapat diakibatkan oleh beberapa sebab antara lain penambahan jenis sumber nitrogen ke dalam media dan pembentukan asam organik selama proses fermentasi. Penambahan amonia ke dalam media akan mengakibatkan pH menjadi turun sedangkan penambahan nitrat dan komponen amino organik akan mengakibatkan pH menjadi naik. Pembentukan asam-asam organik sebagai produk samping fermentasi etanol akan meningkatkan konsentrasi ion H+ dalam media sehingga akan menurunkan nilai pH media. Pertumbuhan khamir dalam media secara teoritis akan merubah gula menjadi etanol. Banyaknya gula yang digunakan oleh khamir dan banyaknya etanol yang dihasilkan dibandingkan jumlah gula yang dikonsumsi tercermin pada nilai efisiensi penggunaan substrat dan yield fermentasi.
Nilai yield etanol,
efisiensi penggunaan substrat, total asam dan efisiensi fermentasi proses daur ulang vinasse dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 6, Lampiran 7 dan Lampiran 8. Nilai YP/S menunjukkan perbandingan pembentukan produk dengan jumlah substrat yang digunakan dalam proses fermentasi. Berdasarkan data pada Tabel 12, nilai YP/S mengalami penurunan seiring semakin bertambahnya proses daur ulang sedangkan efisiensi penggunaan substrat semakin bertambah besar seiring bertambahnya proses daur ulang. Nilai YP/S mengalami penurunan dari kisaran nilai 0,28-0,34 pada tingkat daur ulang pertama menjadi 0,08-0,11 pada tingkat daur ulang ketiga. Hasil uji statistika (Lampiran 9) menujukkan bahwa
42
untuk perlakuan tingkat daur ulang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap nilai yield etanol yang diperoleh sedangkan untuk perlakuan kandungan vinasse tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai yield etanol yang dihasilkan. Perbandingan YP/S yang kecil menandakan bahwa jumlah produk yang dihasilkan tidak seimbang dengan jumlah substrat yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pembentukan senyawa lain selain etanol yang dilakukan oleh khamir. Tabel 12 Nilai yield etanol, efisiensi penggunaan substrat, Δ total asam dan efisiensi fermentasi hasil daur ulang vinasse pada berbagai konsentrasi Perlakuan YP/S ΔS/So Δ Total Asam (g/l) Efisiensi Fermentasi (%) V1T1
0,29
0,55d
0,18
56,67a
V1T2
0,14
0,71c
0,45
26,72cd
V1T3
0,08
0,78ab
0,49
16,26d
V2T1
0,23
0,73bc
0,23
45,22b
V2T2
0,14
0,77b
0,45
27,58cd
V2T3
0,10
0,83a
0,49
19,43cd
V3T1
0,34
0,58d
0,36
66,57a
V3T2
0,14
0,76b
0,58
28,08c
V3T3
0,11
0,83a
0,58
21,01cd
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% Keterangan: V1: Vinasse 60%, V2: Vinasse 50%, V3: Vinasse 40%, T1: Tingkat daur ulang 1, T2: Tingkat daur ulang 2, T3: Tingkat daur ulang 3
Nilai total asam yang semakin meningkat seperti ditunjukkan pada Tabel 12 mengindikasikan bahwa selama proses fermentasi terbentuk asam-asam organik sebagai hasil metabolisme khamir. Nilai total asam mengalami peningkatan dari semua perlakuan. Perubahan total asam selama fermentasi adalah berkisar pada 0,18 g/l-0,36 g/l tingkat daur ulang pertama sedangkan pada tingkat daur ulang ketiga berkisar pada 0,49 g/l-0,58 g/l. Hasil uji statistika (Lampiran 10) tidak menunjukkan adanya pengaruh dari perlakuan terhadap perubahan nilai total asam yang dihasilkan. Pembentukan asam selama proses fermentasi etanol merupakan peristiwa yang umum terjadi, karena asam organik merupakan produk samping yang dihasilkan oleh khamir selama proses
43
fermentasi. Gokarn et al. (1997) menyatakan bahwa piruvat dapat masuk ke dalam jalur biosintesis multiproduk dimana dapat terbentuk senyawa laktat, butirat, aseton dan asetat. Kehadiran senyawa inhibitor juga akan menghambat kinerja khamir dalam membentuk etanol. FitzGibbon et al. (1998) mengatakan bahwa vinasse kemungkinan juga mengandung komponen melanoidin dan fenolik yang dapat menghambat atau mengurangi aktifitas mikroorganisme. Komponen melanoidin dan fenolik merupakan senyawa pembentuk warna coklat. Jika dilihat dari warna vinasse yang semakin gelap maka ada indikasi bahwa semakin tinggi tingkat daur ulang maka akumulasi komponen melanoidin dan fenolik dalam larutan akan semakin meningkat. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar etanol yang dihasilkan selama proses daur ulang vinasse mempunyai kecenderungan menurun seiring semakin tingginya tingkat daur ulang. Hasil uji statistik (Lampiran 11) menunjukkan bahwa untuk perlakuan dengan kandungan vinasse 50% dan 40% tidak menunjukkan adanya perbedaan kadar etanol yang dihasilkan seiring bertambahnya tingkat daur ulang. Perlakuan dengan kandungan vinasse 60% menunjukkan kadar etanol untuk tingkat daur ulang ketiga berbeda nyata jika dibandingkan pada tingkat daur ulang pertama dan kedua. Hasil uji statistik berdasarkan tingkat daur ulang menunjukkan bahwa kadar etanol pada tingkat daur ulang pertama, kedua dan ketiga tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% untuk semua komposisi vinasse. Penurunan kadar etanol selama proses daur ulang diakibatkan adanya akumulasi senyawa-senyawa inhibitor yang ada dalam media. Daur ulang dengan kandungan vinasse 40% ternyata menghasilkan kadar etanol rata-rata tertinggi yaitu sebesar 2,39% dibandingkan kadar etanol rata-rata pada perlakuan dengan kandungan vinasse 60% dan 50% yaitu masing-masing sebesar 1,83% dan 2,11%. Penelitian Aisyah (2003) menghasilkan kadar etanol sebesar 4,05% dengan bahan baku vinasse fermentasi molasses dengan satu tingkat daur ulang. Efisiensi fermentasi yang semakin rendah pada setiap tingkat daur ulang dapat diakibatkan oleh keberadaan senyawa inhibitor dan pembentukan produk samping selain etanol. Proses destilasi yang menyebabkan media menjadi panas juga berpotensi mengubah kandungan gula dalam substrat menjadi senyawa
44
inhibitor seperti furfural dan hydroxymethylfurfural (HMF). Furfural dan HMF bersifat toksik bagi mikroorganisme fermentatif baik pada kapang, khamir maupun bakteri (Horvarth et al. 2003; Chandel et al. 2007). Rendahnya efisiensi fermentasi juga disebabkan aktivitas khamir dalam membentuk produk samping yang berupa asam organik yang dikarenakan piruvat masuk ke dalam jalur biosintesis multiproduk. Hohl dan Joslyn (1941) menyatakan bahwa pembentukan asam laktat sebagai produk samping proses fermentasi etanol akan dipengaruhi oleh komposisi dari sumber karbon dan nitrogen yang tersedia dalam media dan galur dari khamir yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Mukhtar et al. (2010) menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan pembentukan asam asetat dan penurunan yield etanol seiring semakin tingginya konsentrasi urea. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar piruvat dapat diubah sebanyak mungkin menjadi etanol adalah dengan melakukan optimasi kondisi fermentasi dan seleksi galur khamir (Gokarn et al. 1997). Rata-rata efisiensi fermentasi dengan komposisi vinasse 40% adalah sebesar 38,55% sedangkan untuk kandungan vinasse 60% dan 50 % berturut-turut sebesar 33,22% dan 31,98%. Hasil uji statistika (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan tingkat daur ulang memberikan pengaruh yang nyata terhadap efisiensi fermentasi sedangkan perlakuan kandungan vinasse tidak memberikan pengaruh yang nyata. Nilai efisiensi fermentasi tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian Susmiati (2010) yang melakukan fermentasi dari hasil hidrolisis tahap I dengan pemisahan serat dan tanpa daur ulang vinasse mendapatkan efisiensi proses fermentasi sebanyak 74,88%. Efisiensi fermentasi dengan daur ulang vinasse lebih kecil dibandingkan tanpa daur ulang dikarenakan adanya akumulasi senyawa inhibitor seperti melanoidin dan fenolik yang terjadi akibat adanya pemanasan pada saat destilasi dan sterilisasi.
45
6 Rerata DP Awal Rerata DP Akhir
Derajat Polimerisasi
5 4 3 2 1 0
Perlakuan Keterangan: V1: Vinasse 60%, V2: Vinasse 50%, V3: Vinasse 40%, T1: Tingkat daur ulang 1, T2: Tingkat daur ulang 2, T3: Tingkat daur ulang 3
Gambar 11 Perubahan nilai derajat polimerisasi substrat sebelum dan sesudah fermentasi. Gambar 11 menunjukkan bahwa nilai derajat polimerisasi gula dalam substrat setelah fermentasi mengalami peningkatan dibandingkan dengan nilai derajat polimerisasi sebelum fermentasi. Nilai derajat polimerisasi (Lampiran 13) sesudah fermentasi yang meningkat menunjukkan bahwa selama proses fermentasi, khamir hanya mengkonsumsi gula-gula sederhana sehingga gula-gula rantai panjang yang tidak terpakai tersisa dalam larutan. Aisyah (2003) menuliskan bahwa semakin tinggi frekuensi daur ulang maka semakin banyak terjadi akumulasi komponen-komponen non metabolit (senyawa fenolik dan melanoidin) dalam cairan fermentasi yang dapat menghambat aktivitas khamir sehingga gula tidak dapat diubah seluruhnya menjadi etanol. Derajat polimerisasi pada tingkat daur ulang ketiga menunjukkan data yang berbeda dengan daur ulang pertama dan kedua. Daur ulang ketiga menunjukkan fenomena nilai derajat polimerisasi setelah fermentasi lebih rendah daripada sebelum fermentasi. Jika dilihat dari nilai total asam, maka adanya akumulasi asam organik dan panas pada proses destilasi dan sterilisasi dapat mengakibatkan terjadinya proses hidrolisis pada karbohidrat rantai panjang menjadi gula-gula sederhana.
46
Khamir tidak dapat menggunakan semua jenis gula dalam proses fermentasinya. Khamir hanya dapat menggunakan jenis gula seperti glukosa, maltosa, fruktosa dan galaktosa. Gula-gula sederhana selain glukosa, maltosa, fruktosa dan galaktosa tidak akan dapat terfermentasi oleh khamir walaupun dilakukan proses daur ulang sehingga akan terkumpul dalam vinasse. Oleh karena adanya gula-gula sederhana yang merupakan non fermentable sugar, semakin tinggi tingkat daur ulang akan semakin meningkatkan jumlah non fermentable sugar. Oleh karena itu, akumulasi non fermentable sugar merupakan hambatan dalam proses daur ulang untuk meningkatkan efisiensi fermentasi karena semakin banyak tingkat daur ulang akan semakin banyak pula akumulasi non fermentable sugar yang tidak akan dapat dimanfaatkan oleh khamir untuk dirubah menjadi etanol. Keuntungan dari daur ulang adalah dapat mengurangi jumlah air yang digunakan dalam pengenceran media fementasi. Jumlah air yang ditambahkan ke dalam proses fermentasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 14. Daur ulang dilakukan dengan mencampurkan antara vinasse dan hidrolisat asam dengan komposisi tertentu. Apabila daur ulang tidak dilakukan, maka air yang ditambahkan ke dalam 150 ml hidrolisat adalah 100 ml untuk mencapai total padatan terlarut 15% (obrix). Perlakuan V1T1 dan V2T1 tidak memerlukan penambahan air pada campuran hidrolisat dan vinasse karena kandungan air dalam vinasse cukup untuk mengencerkan larutan hingga mencapai total padatan terlarut 15%. Perlakuan V3T1 memerlukan penambahan air sebanyak 52,63 ml untuk mengencerkan campuran hidrolisat dan vinasse, sehingga air yang dapat dihemat adalah sebanyak 47,37 ml dibandingkan dengan kontrol. Proses daur ulang dengan kandungan vinasse 60% mempunyai persentase penghematan air pada daur ulang tingkat pertama, kedua dan ketiga masingmasing sebesar 100%, 58,33% dan 47,32%. Proses daur ulang daur ulang dengan kandungan vinasse 50% mempunyai persentase penghematan air pada daur ulang tingkat pertama, kedua dan ketiga masing-masing sebesar 100%, 48,73% dan 46,04%. Sedangkan untuk komposisi vinasse 40% mempunyai persentase penghematan air pada daur ulang tingkat pertama, kedua dan ketiga masingmasing sebesar 47,37%, 37,48% dan 26,50%. Perlakuan V1T1 dan V2T1 dapat
47
menghemat air hingga 100% dibandingkan dengan kontrol. Hal ini berarti dengan komposisi tersebut tidak diperlukan tambahan air untuk pengenceran media karena air dalam vinasse telah cukup banyak.
100 Penambahan Air (ml)
90
Penghematan Air (%)
90
80
80
70
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0
Penghematan Air (%)
Jumlah Penambahan air (ml)
100
Perlakuan Keterangan: V1: Vinasse 60%, V2: Vinasse 50%, V3: Vinasse 40%, T1: Tingkat daur ulang 1, T2: Tingkat daur ulang 2, T3: Tingkat daur ulang 3
Gambar 12 Penambahan air dan penghematan penggunaan air selama proses daur ulang vinasse dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan penggunaan air untuk mengencerkan media seiring semakin banyaknya tingkat daur ulang menunjukkan bahwa konsentrasi vinasse semakin pekat sebagai akibat akumulasi gula sisa, mineral dan padatan terlarut. Penghematan penggunaan air jika melakukan daur ulang vinasse memberi keuntungan jika industri bioetanol akan dikembangkan di daerah yang memiliki pasokan air yang minim, selain itu dengan adanya pengurangan penggunaan air dapat mengurangi biaya produksi. Gambar 13 menunjukkan desain proses produksi bioetanol dengan melakukan daur ulang vinasse. Fermentasi etanol dengan daur ulang vinasse didesain menggunakan dua fermentor, tangki penampungan vinasse, tangki penampungan hidrolisat, tangki air, tangki penampungan etanol. Proses fementasi dapat dilakukan dengan menggunakan hidrolisat tanpa daur ulang atau dengan daur ulang vinasse. Ketika vinasse belum dihasilkan, kedua fermentor dapat digunakan untuk fermentasi hidrolisat. Hasil fermentasi hidrolisat akan didestilasi untuk mendapatkan etanol,
48
sedangkan vinasse akan masuk ke proses netralisasi dan selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan padatan dengan cairan. Treated vinasse selanjutnya ditampung dalam tangki vinasse. Proses fermentasi dengan daur ulang vinasse dapat dilakukan menggunakan dua fermentor sekaligus ketika jumlah vinasse yang ditampung telah banyak. Namun jika jumlah vinasse masih sedikit, fermentasi dapat hanya menggunakan satu fermentor dan fermentor yang lain digunakan untuk memfermentasi hidrolisat. Jika dilihat dari rendemen etanol berdasarkan ubi kayu kering, proses fermentasi etanol dengan melakukan daur ulang tidak kalah jika dibandingkan dengan proses fermentasi menggunakan tepung ubi kayu. Produksi etanol menggunakan hidrolisat tepung ubi kayu menghasilkan rendemen etanol berkisar pada nilai 22,69% hingga 30,54% (Susmiati 2010). Produksi etanol menggunakan hirolisat ubi kayu segar menghasilkan rendemen etanol sebesar 22,40%. Proses daur ulang vinasse sebanyak 60% berarti akan mengurangi pemakaian hidrolisat ubi kayu sebanyak 60%. Hal ini berarti akan mengurangi jumlah ubi kayu yang digunakan. Oleh karena itu proses daur ulang vinasse sebanyak 60% akan menghasilkan rendemen etanol sebesar 23,39% (tingkat daur ulang pertama) dan menurun seiring bertambahnya tigkat daur ulang. Demikian pula dengan daur ulang dengan kadar vinasse 50% dan 40% memberikan rendemen etanol yang cukup besar yaitu masing-masing 22,01% dan 21,56% (tingkat daur ulang pertama). Hal ini menunjukkan bahwa proses daur ulang selain dapat mengurangi pemakaian air dapat meningkatkan rendemen etanol, pada daur ulang dengan kandungan vinasse 60%, dibandingkan tanpa melakukan daur ulang. Sedangkan daur ulang vinasse dengan kadar vinasse 50% dan 40%, walaupun menghasilkan rendemen etanol lebih rendah, masih mampu mendekati rendemen etanol pada proses fermentasi tanpa melakukan daur ulang. Data rendemen etanol secara lengkap disajikan dalam Lampiran 15. Tingkat daur ulang vinasse tidak dilakukan lebih dari tiga kali karena jika dilihat dari nilai pada perlakuan dengan kandungan vinasse 40% menunjukkan kadar etanol telah menurun dari 2,58% menjadi 2,08% pada tingkat daur ulang ketiga. Sedangkan jika dilihat dari efisiensi fermentasi juga telah menunjukkan penurunan yang cukup banyak yaitu dari 66,57% menjadi 21,01% pada tingkat
49
daur ulang ketiga. Selain itu akumulasi gula-gula yang tidak dapat dimanfaatkan oleh khamir menjadi etanol akan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan efisiensi fermentasi semakin menurun, karena semakin banyak tingkat daur ulang akan semakin banyak gula-gula tersebut terakumulasi di dalam media. Produksi etanol menggunakan hidrolisis asam dan daur ulang vinasse cocok diterapkan di daerah pedesaan karena mempunyai nilai tambah antara lain dapat mengurangi jumlah ubi kayu yang digunakan. Penggunaan vinasse bertujuan untuk memanfaatkan kembali kandungan gula yang tersisa sehingga dapat mengurangi jumlah hidrolisat yang digunakan yang berarti jumlah ubi kayu yang digunakan semakin sedikit. Jumlah hidrolisat yang berkurang sesuai dengan persentase vinasse yang dicampurkan. Jika perbandingan vinasse yang digunakan adalah 40% maka hidrolisat yang dapat dihemat adalah sebesar 40%. Proses daur ulang vinasse dapat mengurangi jumlah pemakaian air dalam proses pengenceran. Vinasse mengandung air dalam jumlah banyak sehingga dengan melakukan daur ulang vinasse dapat sekaligus memanfaatkan kandungan air yang ada. Daur ulang vinasse dengan komposisi 40% dapat mengurangi air hingga 47,37% pada tingkat daur ulang pertama dan 26,50% pada tingkat daur ulang ketiga. Kelebihan lain yang dimiliki dengan melakukan fermentasi etanol menggunakan
hidrolisat
asam
adalah
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
menghidrolisis ubi kayu hanya 15 menit ditambah waktu untuk pemanasan otoklaf dan pendinginan hidrolisat dibandingkan dengan proses hidrolisis enzim yang membutuhkan waktu 25 hingga 20 menit ditambah waktu pemanasan dan pendinginan proses. Waktu pemanasan yang lebih singkat akan mengurangi bahan bakar yang digunakan sehingga dapat mengurangi biaya produksi. Perbaikan proses detoksifikasi hidrolisat dan proses pengolahan vinasse perlu dilakukan untuk dapat meningkatkan efisiensi dan kadar etanol yang diperoleh. Proses detoksifikasi akan berpengaruh terhadap jumlah senyawa inhibitor dalam hidrolisat, nilai pH, konsentrasi garam yang terbentuk dan kandungan gula dalam media. Metode detoksifikasi seperti metode over liming dan penambahan arang aktif dapat menjadi alternatif karena mudah didapatkan dan harganya yang murah.
50
H2SO4
NH4OH
Ragi
NPK
Tangki Etanol
Parut
Destilasi Otoklaf
Penyaring Netralisasi
Sentrifus
Fermentor 1
Aliran Air
Fermentor 2
Aliran Kaldu Fermentasi Aliran Etanol Aliran Vinasse
Tangki Air
Aliran Ubi Kayu Aliran Hidrolisat
Tangki Vinasse
Tangki Hidrolisat
Gambar 13 Desain proses produksi bioetanol dengan daur ulang vinasse.
51
5
5.1
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Vinasse mempunyai potensi untuk digunakan kembali sebagai bahan baku pembuatan etanol karena sisa kandungan gulanya masih sebesar 15,62% dari kandungan gula awal, dan kandungan HMF masih berada di bawah ambang batas toleransi khamir. 2. Perlakuan terbaik dari proses daur ulang vinasse berdasarkan kadar etanol dan efisiensi fermentasi adalah daur ulang dengan rasio vinasse 40% dan hidrolisat 60%. Proses daur ulang dengan komposisi 40% vinasse yang menghasilkan kadar etanol sebesar 2,58% (v/v) pada daur ulang tingkat pertama dan 2,08% (v/v) pada daur ulang tingkat ketiga; sedangkan tingkat efisiensi pembentukan etanol menurun dari 66,57% menjadi 21,01%. 3. Proses daur ulang vinasse dapat mengurangi penggunaan air Semakin tinggi komposisi vinasse yang digunakan pada proses daur ulang, maka kadar etanol dan efisiensi fermentasi mempunyai kecenderungan menurun. Semakin tinggi tingkat daur ulang akan mengakibatkan penurunan terhadap efisiensi fermentasi dan kadar etanol yang dihasilkan sehingga disarankan tidak melebihi tiga kali daur ulang.
5.2
Saran Rendahnya kadar etanol yang dihasilkan membuat perlu adanya kajian lebih
lanjut untuk perbaikan proses fermentasi seperti proses detoksifikasi dan seleksi khamir yang adaptif sehingga dapat meningkatkan kadar etanol yang didapatkan. Selain itu, perbaikan proses pengolahan vinasse perlu dilakukan agar didapatkan kualitas vinasse yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan efisiensi fermentasi ketika didaur ulang. Proses detoksifikasi akan berpengaruh terhadap pengurangan jumlah senyawa inhibitor dalam hidrolisat, nilai pH, konsentrasi garam yang terbentuk dan kandungan gula dalam media.
52
53
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah Y. 2003. Studi Daur Ulang Limbah Cair Fermentasi Etanol yang Berbahan Baku Molase dengan Teknologi Membran. [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Alfian. 2008. Mempelajari Teknologi Proses Produksi dan Analisis Pengelolaan Produk samping di PT. P.G. Rajawali II Unit PSA Palimanan. [laporan praktek lapang]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1971. Official Method of Analysis of Association Official Agriculture Chemist. Washington: AOAC International. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1984. Official Method of Analysis of Association Official Analytical Chemists. Washington: AOAC International. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Method of Analysis of Association Official Analytical Chemists. Washington: AOAC International. [APHA] American Public Health Association. 1976. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 18th Ed. New York: American Public Health Association. [APHA] American Public Health Association. 1992. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 18th Ed. New York: American Public Health Association. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarwati, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Arnata IW. 2009. Teknologi Bioproses Pembuatan Bioetanol dari Ubi Kayu (Manihot utilisima) Menggunakan Kultur Campuran Trichoderma viride, Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae. [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Balagopalan C, Padmaja G, Nanda SK, Moorthy SN. 1988. Cassava in Food, Feed, and Industry. Florida: CRC Press, Inc. Boca Raton. Boyd CE. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama: Alabama Agricultural Experiment Station, Auburn University.
54
Budiyanto MAK. 2003. Mikrobiologi Terapan. Malang: UMM Press. Chandel AK et al. 2007. Economics and Environmental Impact of Bioethanol Production Technologies: an Appraisal. J Biotecnol Mol Biol 2(1): 014032. [Deptan] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2009. Basis Data Statistik Pertanian. (Diakses dari http://database.deptan.go.id/bdsp/index.asp). Dewipadma JK. 1978. Pekerjaan Laboratorium Mikrobiologi Pangan. Bogor; Fatemeta. Institut Pertanian Bogor. Elevry PS, Putra SR. 2006. Produksi Etanol Menggunakan Saccharomyces cerevisiae yang Diamobilisasi dengan Agar Batang. J Akta Kim Indones 1 (2): 105-114. FitzGibbon F, Singh D, McMullan G, Marchant R. 1998. The Effect of Phenolic Acids and Molasses Spent Wash Concentration on Distillery Wastewater Remediation by Fungi. J Process Biochem33: 799. Frazier WC, Westhoff DC. 1978. Food Microbiology, 4th Edition. New York: Mc. Graw Hill Book Publishing Co. Ltd. Gaspersz V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Bandung: Penerbit Tarsito. Gaur K. 2006. Process Optimatization for the Production of Ethanol via Fermentation. [dissertation]. Punjab: Departement of Biotechnology and Environment Sciences Thapar Intitute of Engineering & Technology (Deemed University). Patiala-14700. Patiala Punjab India. Gokarn RR, Eitman MA, Sridhar J. 1997. Production of Succinate by Anaerobic Microorganisms in Fuels and Chemicals from Biomass. Washington DC: American Chemical Society. Hohl LA, Joslyn MA. 1941. Lactic Acid Formation in Alcohol Fermentation by Yeast. Plant Physic. 16: 343-360. Hollander M. 1981. Sequential Induction of Maltose Permease System in Saccharomyces cerevisiae. J Biochem. 99: 89-95. Horvarth HS, Franzen CJ, Taherzadeh MJ, Niklasson C, Liden G. 2003. Effect of Furfural on the Respiratory Metabolism of Saccharomyces cerevisiae in Glucose-Limited Chemostats. J Appl Environ Microbiol 69(7): 4076-4086.
55
Jenie BSL, Ridawati, Rahayu WP. 1994. Produksi Angkak oleh Monascus purpureus dalam Medium Vinasse Tapioka, Ampas Tapioka dan Ampas Tahu. Bul Tek dan Industri Pangan V (3): 61-64. Judoamidjojo RM, Sa’id EG, Hartoto L. 1989. Biokonversi. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti, Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Mangunwidjaja D, Suryani A. 1994. Teknologi Bioproses. Jakarta: Penebar Swadaya. [MenLH] Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1995. Salinan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup NOMOR: KEP-51/MENLH/10/1995. Jakarta: Menteri Negara Lingkungan Hidup. Morohoshi, N. 1991. Chemical Characterization of Wood and Its Components in Wood and Cellulosic Chemistry. New York: Marcels Dekker, Inc. Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Mukhtar K, Asgher M, Afghan S, Hussain H, Zia-ul-Hussnain S. 2010. Comparative Study on Two Commercial Galurs of Saccharomyces cerevisiae for Optimum Ethanol Production on Industrial Scale. J Biomedic Biotechnol. 1-5. Musyarofah E. 2007. Hidrolisis Empulur Sagu (Metroxylon sp.) secara Asam dan Pemanfaatannya untuk Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae. [skripsi]. Jakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Santa Dharma. Najafpour GD, Lim JK. 2002 Evaluation and Isolation of Ethanol Producer Galur SMP-6. Regional Symposium on Chemical Engineering. Nurdyastuti I. 2005. Teknologi Proses Produksi Bio-Etanol. Prospek Pengembangan Bio-Fuel Sebagai Bahan Bakar Minyak. Jakarta: BPPT. Palmqvist E, Hahn-Hӓgerdal B. 2000. Fermentation of Lignocellulosic Hydrolysates. I: Inhibition and Detoxification. J Bioresour Technol 74: 17-24. Palmqvist E, Hahn-Hӓgerdal B. 2000a. Fermentation of Lignocellulosic Hydrolysates. II: Inhibition and Mechanisms of Inhibition. J Bioresour Technol 74: 25-33. Pandey A et al. 2000. Biotehnological Potential of Agro-industrial Residues. II: Cassava Bagasse. J Bioresour Technol 74: 81-87.
56
Parnaudeau V, Condom N, Oliver R, Cazevieille P, Recous S. 2007. Vinasse Organic Matter Quality and Mineralization Potential, as Influenced by Raw Material, Fermentation and Concentration Processes. J Bioresour Technology 99: 1553-1562. Patent Cooperation Treaty. 1998. Treatment of Lignocellulosic Material. World Intellectual Property Organization. International Bureau. Paturau JM. 1981. By Product of the Sugar Cane Sugar Industry: An Introduction to Their Industrial Utilization. Amsterdam: Elseiver Scientific Publ. Co. Purwadi R. 2006. Continue Ethanol Production from Dilute-Acid Hydrolizates: Detoxification and Fermentation Technology – Zymomonas mobilis. [theses of doctoral]. Goteborg: Chemical and Biological Engineering, Chalmers University of Technology. Sweden. Putri LSE, Sukandar D. 2008. Konversi Pati Ganyong (Canna edulis Ker.) Menjadi Bioetanol Melalui Hidrolisis Asam dan Fermentasi. J Biodiver 9: 112-116. Präve P, Faust U, Sittig W, Sukatch DA. 1987. Fundamental of Biotechnology. Weinhim: VCH Publishing Co. Prescott SC, Dunn M. 1981. Industrial Microbiology. New York: Mc. Graw Hill Book Publishing Co. Ltd. Prihandana R et al. 2007. Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Rattanachon W, Piyachomkwan K, Sriroth K. 2004. Physicochemical Properties of Root, Flour and Starch of Bitter and Sweet Cassava Varieties. (Diakses http://www.ciat.cgiar.org/biotechnology/cbn/sixth_internationalmeeting/P osters-PDF/PS-5/W_Rattanachon.pdf). Sassner P, Martensson CG, Galbe M, Zacchi G. 2008. Steam Pretreatment of H2SO4-Impregnated Salix for Production of Bioethanol. J Bioresour Technol. 99: 137-145. Setiawan A. 2009. Perancangan Percobaan: Percobaan Faktorial. (Diakses dari http://smartstat.wordpress.com tanggal 02 Agustus 2010). Sjӧstrӧm E. 1993. Wood Chemistry: Fundamentals and Applications. San Diego: Academic Press. Smith TC et al. 2006. Wheat as Feedstock for Alcohol Production. HGCA Research Review 61.
57
Solihin A. 2008. Pemanfaatan Produk samping Pabrik Gula dan Etanol Menjadi Pupuk Organik Bernilai Ekonomi Tinggi. (Diakses dari www.beritabumi.or.id tanggal 26 Agustus 2009). Subagio A. 2006. Ubi Kayu Substitusi Berbagai Tepung-Tepungan. Food Review. (1): 18-22 Subekti H. 2006. Produksi Etanol dari Hidrolisat Fraksi Selulosa Tongkol Jagung. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Supriyati K. 2009. Onggok Terfermentasi Bahan Pakan Bergizi Tinggi. Bogor: Balai Penelitian Ternak. Susmiati Y. 2010. Rekayasa Proses Hidrolisis Pati dan Serat Ubi Kayu untuk Produksi Bioetanol. [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Taherzadeh MJ. 1999. Ethanol from Lignocellulose: Physiochemical Effects of Inhibitors and Fermentation Strategies. Gӧteborg: Chemical Reaction Engineering, Chalmers University of Technology. Taherzadeh MJ, Niklasson C, Liden G. 1999. Conversion of Dilute-Acid Hydrolyzates of Spruce and Birch to Ethanol by Fed-Batch Fermentation. J Bioresour Technol 69: 59-66. Taherzadeh MJ, Karimi K. 2007a. Enzyme-Based Hydrolysis Processes for Ethanol from Lignocellulosic Materials: A Review. J BioResour 2(4): 707738. Taherzadeh MJ, Karimi K. 2007b. Acid-Based Hydrolysis Processes for Etanol from Lignocellulosic Materials: A Review. J BioResour 2 (3): 472-499. Tjokroadikoesoemo PS. 1986. HFS dan Industri Kayu Lainnya. Jakarta: Gedia. Trust N. 2008. Ethanol Fermentation Batch Reactor Design Basics. Team Analysts, GB Analysts Reports. New Jersey: Hackensack. Van Soest, P. J. 1963. Use of Detergent in Analysis of Fibrous Feeds III. New York: The Handbook of Dietary Fiber. Voet D, Voet JG, Pratt CW. 2006. Fundamentals of Biochemistry Life at The Molecular Level. New York: John Wiley & Sons, Inc. Wikandari R, Millati R, Syamsiah S, Muriana R, Ayuningsih Y. 2010. Effect of Furfufural, Hydroxymethylfurfural and Acetic Acid on Indigeneous Microbial Isolate for Bioethanol Production. J Agric (5): 105-109.
58
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wirahadikusumah M. 1985. Biokimia. Metabolisme Energi, Karbohidrat dan Lipid. Bandung: Penerbit ITB Bandung. Woiciechowski AL, Nitsche S, Pandey A, Soccol CR. 2002. Acid and Enzymatic Hydrolysis to Recover Reducing Sugar from Cassava Bagasse: an Economic Study. J Brazilian Archives of Biol Technol an Int 45 (3): 393400. Wyman CE. 1996. Handbook on Bioethanol Production and Utilization. Taylor & Francis Ltd. Zamora A. 2005. Carbohidrat-Chemistry Structure. (Diakses dari http://www.scientificpsychic.com/fitness/carbohydrates.html tanggal 16 September 2010).
59
LAMPIRAN
60
61
Lampiran 1 Prosedur analisis parameter-parameter percobaan 1. Prosedur Analisis Proksimat Ubi Kayu A. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al. 1989) Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi dengan sampel sebanyak 2 g dan ditimbang (A). Sampel kemudian dimasukan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 1-2 jam. Cawan alumunium dan sampel yang telah dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam desikator kemudian ditimbang. Pemanasan sampel dilakukan berulang hingga didapatkan berat yang konstan (B). Sisa contoh dihitung sebagai total padatan, sedangkan air yang hilang dihitung sebagai kadar air. Perhitungan kadar air menggunakan rumus: 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 % =
𝐴−𝐵 𝑥 100% 𝐴
B. Analisis Kadar Abu (AOAC 1995) Sampel sebanyak 2 g diletakkan di atas cawan porselin yang telah di ketahui bobotnya (A). Sampel kemudian diarangkan dahulu menggunakan bunsen hingga tidak mengeluarkan asap lagi. Cawan porselin yang berisi contoh (B) kemudian dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600oC selama 2 jam. Cawan porselin beserta abu kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga mencapai berat yang konstan (C). Kadar abu dihitung menggunakan rumus: 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 % =
𝐶−𝐴 𝑥 100% 𝐵
C. Analisis Kadar Protein (AOAC 1995) Sampel sebanyak 0,1 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl kemudian ditambah dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, 1 g katalis dan beberapa butir batu didih. Sampel kemudian didekstruksi hingga menghasilkan larutan jernih. Larutan hasil dekstruksi yang telah dingin ditambah dengan 15 ml NaOH 50%
62
kemudian dimasukkan ke alat destilasi. Labu erlenmeyer yang berisi 25 ml HCl 0,02 N dan 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dan metil biru 0,02% dalam alkohol (2:1)) diletakkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam dalam larutan HCl. Destilasi dilakukan hingga volume dalam erlenmeyer mencapai dua kali volume awal. Destilat kemudian dititrasi dengan NaOH 0,02 N hingga diperoleh perubahan warna dari hijau menjadi ungu. Kadar total nitrogen dihitung berdasarkan volume larutan NaOH yang digunakan dalam titrasi. Blanko disiapkan seperti prosedur penentuan kadar total nitrogen dengan metode kjedahl dengan aquades sebagai larutan sampel. Penentuan kadar protein dihitung menggunakan rumus: 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑁 % =
𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 14 𝑥 100% 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar Protein (%) = 6,25 x Total N (%) D. Analisis Kadar Pati (AOAC 1971) Analisa pati berdasarkan metode Luff Schrool, larutan Luff Schrool dibuat dengan cara melarutkan CuSO4.5H2O sebanyak 25 g ke dalam 50 ml aquadest, 50 g asam sitrat dilarutkan ke dalam 50 ml aqudest dan 388 g Na2CO3.10H2O dilarutkan ke dalan 400 ml aquadest. Larutan asam sitrat ditambahkan sedikit demi sedikit pada larutan soda, kemudian campuran ditambahkan larutan terusi dan diencerkan hingga 100 ml pada labu ukur, kemudian ke dalam erlenmeyer 500 ml dimasukkan 2 g sampel kering dan ditambahkan 200 ml HCl 3% serta batu didih. Erlenmeyer dipasang pada pendingin tegak dan dihidrolisis selama 3 jam. Larutan kemudian didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH dan indikator fenolftalin. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml, ditambahkan dengan air suling hingga tanda tera, kemudian disaring. Larutan sebanyak 10 ml dipipet ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan larutan Luff Schrool 25 ml serta 15 ml aquadest. Blanko dibuat tanpa larutan contoh yang dianalisa. Erlenmeyer dipasang pada pendingin balik, dididihkan selama 10 menit dan segera didinginkan pada air mengalir.
63
Kemudian ditambahkan larutan KI 30% dan 25 ml H2SO4 25%. Setelah reaksi habis segera dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai larutan berwarna muda. 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑃𝑎𝑡𝑖 =
0,90 𝑥 𝐺 𝑥 𝑃 𝑥 100% 𝑔
Keterangan: 0,90
= faktor pembanding berat molekul satu unit gula dalam molekul pati
G
= glukosa setara dengan ml Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi (mg) setelah gula diperhitungkan
P
= pengenceran
g
= bobot sampel (mg)
E. Analisis Kadar Serat Kasar (AOAC 1984) Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml kemudian ditambah dengan 100 ml H2SO4 0,325 N dan dididihkan selama 30 menit. Larutan ditambah lagi dengan larutan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml dan dididihkan kembali selama 30 menit. Larutan dalam keadaan panas disaring dengan kertas Whatman No. 40 setelah diketahui bobot keringnya. Kertas saring yang digunakan dicuci berturut-turut dengan air panas, 25 ml H2SO4 dan etanol 95%. Kertas saring beserta sampel kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 100-110oC hingga bobotnya konstan. Kertas saring yang telah kering kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Kadar serat kasar dihitung menggunakan rumus: 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑆𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑎𝑠𝑎𝑟 % =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐸𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 (𝑔) 𝑥 100% 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
F. Analisa Kadar NDF (Van Soest 1963) Sampel ditimbang sebanyak A g dan kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala 500 ml. Larutan NDS yang mengandung aquades 1 l; natrium sulfat 30 g; EDTA 18,81 g; natrium borat 10 H2O 6,81 g; Di Na-HPO4 anhidrat 4,5 g; 2-etoksi etanol murni 10 ml dimasukkan ke dalam gelas piala. Filter glass G-3 ditimbang beratnya (B g). Larutan campuran kemudian
64
dipanaskan selama satu jam di atas penangas listrik. Sampel yang bercampur dengan larutan NDS kemudian disaring dengan filter glass dan dibantu dengan bantuan pompa vakum. Sisa hasil penyaringan kemudian dibilas sebanyak tiga kali dengan air panas dan aseton. Sisa hasil penyaringan kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC. Hasil penyaringan yang telah kering kemudian ditimbang bobotnya (C g) setelah didinginkan terlebih dahulu di dalam eksikator selama satu jam. %𝑁𝐷𝐹 =
𝐶−𝐵 𝑥 100% 𝐴
Keterangan: A = bobot sampel (g) B = bobot filter glass (g) C = bobot fiber glass dan sampel setelah kering (g) G. Analisa Kadar ADF dan Hemiselulosa (Van Soest 1963) Sampel ditimbang sebanyak A g dan kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala. Larutan ADS sebanyak 50 ml yang mengandung H2SO4; CTAB (cethyle trymethyl ammonium bromide) dimasukkan ke dalam gelas piala. Larutan campuran kemudian dipanaskan selama satu jam di atas penangas listrik. Filter glass G-3 ditimbang beratnya (B g). Sampel yang bercampur dengan larutan ADS kemudian disaring dengan filter glass dan dibantu dengan pompa vakum. Sisa hasil saringan kemudian dibilas sebanyak tiga kali dengan air panas dan aseton. Sisa hasil penyaringan kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC. Hasil penyaringan yang telah kering kemudian ditimbang bobotnya (C g) setelah didinginkan terlebih dahulu di dalam eksikator selama satu jam. %𝐴𝐷𝐹 =
𝐶−𝐵 𝑥 100% 𝐴
Keterangan: A = bobot sampel (g) B = bobot filter glass (g) C = bobot fiber glass dan sampel setelah kering (g)
65
H. Analisa Kadar Selulosa (Van Soest 1963) Residu analsia ADF ditimbang bobotnya (C g) kemudian diletakkan di atas nampan yang berisi air dengan ketinggian 1 cm. Larutan H2SO4 ditambahkan ke dalam nampan hingga ketinggian ¾ bagian filter glass. Biarkan sampel selama 3 jam sambil diaduk-aduk. Sampel dipisahkan dari larutan dengan disaring menggunakan pompa vakum. Pencucian dilakukan dengan larutan aseton dan air panas. Sisa hasil penyaringan kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC. Hasil penyaringan yang telah kering kemudian ditimbang bobotnya (D g) setelah didinginkan terlebih dahulu di dalam eksikator selama satu jam. %𝑆𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 =
𝐷−𝐶 𝑥 100% 𝐴
I. Analisis Kadar Lemak (AOAC 1995) Sampel bebas air (hasil analisis kadar air) sebanyak 2 g diekstraksi dengan pelarut heksan dalam soxhlet selama 6 jam. Sampel hasil ekstraksi kemudian diangin-angikan
untuk
menguapkan
pelarut
yang
tersisa
kemudian
dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator, ditimbang hingga diperoleh bobot yang tetap. Kadar lemak dihitung menggunakan rumus: 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 % =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑥 100% 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
2. Prosedur Analisis Vinasse A. Analisis Kadar Gula Total dengan Metode Fenol Sulfat (AOAC 1995) Larutan gula standar dengan berbagai konsentrasi diambil sebanyak 2 ml dan masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml larutan fenol 5% serta ditambahkan 5 ml larutan H2SO4 pekat dengan cepat. Larutan didiamkan selama 10 menit kemudian diukur absorbansinya pada λ = 490 nm. Penetapan konsentrasi gula total pada sampel dilakukan menggunakan prosedur pada penetapan kurva standar.
66
B. Analisis Gula Pereduksi menggunakan Metode DNS (Apriyantono et al. 1989) Asam 3,5 dinitrosalisilat sebanyak 10,6 g dan NaOH sebanyak 19,8 g dilarutkan ke dalam 1.416 ml aquades. Na-K-Tartarat sebanyak 306 g; 7,6 ml fenol yang telah dicairkan pada suhu 105oC; 8,3 g Na-metabisulfit ditambahkan ke dalam larutan yang telah dibuat dan diaduk hingga rata. Keasaman pereaksi DNS yang dihasilkan ditentukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 3 ml larutan DNS dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan indikator fenolftalin. Banyaknya titer berkisar 5-6 ml, dan untuk setiap ml kekurangan HCl 0,1 N pada titrasi ditambahkan 2 g NaOH. Larutan glukosa standar atau sampel sebanyak 1 ml diambil dan ditambahkan ke dalam 3 ml pereaksi DNS. Larutan kemudian diletakkan dalam air mendidih selama 5 menit dan didinginkan hingga mencapai suhu kamar.
Larutan
kemudian
dibaca
absorbansinya
menggunakan
spektrofotometer dengan λ = 550 nm. C. Dextroxe Equivalent (DE) DE diperoleh dengan membagi nilai gula pereduksi pada sampel dengan nilai total gula pada sampel. Nilai DE dihitung menggunakan rumus: 𝐷𝐸 =
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔 𝑙 ) 𝑥 100 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜 (𝑔 𝑙 )
D. Derajat Polimerisasi (DP) Derajat polimerisasi adalah jumlah unit monomer dalam suatu polimer. Derajat polimer diperoleh dengan membagi nilai total gula (metode fenol sulfat) dengan nilai gula pereduksi sampel. Nilai derajat polimerisasi dihitung menggunakan rumus: 𝐷𝑃 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔 𝑙 ) 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔 𝑙 )
E. Analisis Total Suspended Solid (TSS) (APHA 1976) Sampel sebanyak 25 ml (C) disaring menggunakan kertas Whatman No. 41 yang telah dikeringkan terlebih dahulu dan ditimbang bobotnya (A). Sampel yang telah disaring semua kemudian dikeringkan dalam oven pada
67
suhu 105oC selama tiga jam. Sampel yang telah kering didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobotnya konstan (B). Perhitungan nilai TSS menggunakan rumus: 𝑇𝑆𝑆 𝑚𝑔 𝑙 =
𝐵−𝐴 𝑥 1000 𝐶
F. Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) (APHA 1992) Sampel sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan HgSO4. Larutan kemudian ditambah dengan 20 ml K2Cr2O7 dan dikocok hingga bercampur. Jika larutan campuran berwarna hijau maka larutan tersebut harus diencerkan terlebih dahulu sebelum ditambah dengan HgSO4 dan K2Cr2O7. Erlenmeyer yang telah berisi larutan sampel kemudian dipanaskan selama 10 menit kemudian didinginkan sebelum ditambah dengan 150 ml aquades. Larutan sampel yang telah dingin kemudian diambah dengan 1,5 mg kristal KI atau larutan KI, kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga warna iodium berubah menjadi kuning pucat. Larutan sampel diberi indikator pati sebanyak 1-2 ml kemudian dititrasi sehingga warna biru muda berubah kembali menjadi hijau muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga untuk blanko. Perhitungan nilai COD menggunakan rumus: 𝐶𝑂𝐷 𝑝𝑝𝑚 =
𝐵 − 𝐶 𝑥 𝑁 − 𝑡𝑖𝑜𝑠𝑖𝑎𝑛𝑎𝑡 𝑥 8000 𝑥𝑃 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜 (𝑚𝑙)
Keterangan: B = ml Na2S2O3 untuk blanko C = ml Na2S2O3 untuk sampel P = faktor pengenceran G. Analisis Biological Oxygen Demand (BOD) (APHA 1992) Sampel terlebih dahulu dinetralkan menggunakan HCl (jika sampel terlalu basa) atau NaOH (jika sampel terlalu asam). Jika sampel mengandung klor akif, sampel perlu ditambah Na2S2O3 dengan perbandingan molar yang sama. Sampel yang diduga memiliki nilai BOD yang sangat tinggi diencerkan
68
terlebih dahulu hingga pengukuran DO sebesar 3-4 ml O2/l. Sampel untuk pengukuran hari ke 0, ke n dan blanko diletakkan dalam inkubator. Setelah 1 jam, untuk sampel pengukuran hari ke 0 dan blanko diambil untuk diukur konsentrasi oksigen terlarutnya. Nilai BOD dapat ditentukan berdasarkan rumus: 𝐵𝑂𝐷𝑛 (𝑚𝑔 𝑙) =
𝐴𝑜 − 𝐴𝑛 − 𝐵𝑜 − 𝐵𝑛
𝑥𝑃
Keterangan: Ao = oksigen terlarut hari ke 0 untuk sampel An = oksigen terlarut hari ke n untuk sampel Bo = oksigen terlarut hari ke 0 untuk blanko Bn = oksigen terlarut hari ke n untuk blanko P = faktor pengenceran H. Uji Hidroksimetilfurfural (HMF) (AOAC 980.23-1999) Larutan Carrez I: timbang 15 g kalium feroksianida, larutkan dengan air dan encerkan sampai 100 ml. Larutan Carrez II: timbang 30 g seng asetat, larutkan dengan air dan encerkan sampai 100 ml. Natrium bisulfit 0,2%: timbang 0,2 g NaHSO3, larutkan dengan air dan encerkan sampai 100 ml. Timbang dengan teliti 5 g sampel (sampai ketelitian 1 mg) dalam gelas piala kecil, masukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan bilas dengan air sampai volume larutan 25 ml. Tambahkan 0,5 ml larutan Carrez I, kocok dan tambahkan 0,5 ml larutan Carrez II, kocok kembali dan encerkan dengan air sampai tanda garis. Tambahkan setetes alkohol untuk menghilangkan busa pada permukaan. Saring melalui kertas saring dan buang 10 ml saringan pertama. Pipet 5 ml saringan dan masing-masing masukkan ke dalam tabung reaksi 18 ml x 150 ml. Pipet 5 ml air dan masukkan ke dalam salah satu tabung (contoh) dan 5 ml 0,2% natrium bisulfit ke dalam tabung lainnya
69
(pembanding). Kocok sampai tercampur sempurna dan tetapkan absorban contoh terhadap reference (pembanding) dalam sel 1 cm pada panjang gelombang 284 nm dan 336 nm. Bila absorban lebih tinggi dari 0,6 untuk memperoleh hasil yang teliti, larutan contoh diencerkan dengan air sesuai kebutuhan. Demikian juga dengan larutan pembanding (larutan referensi) encerkan dengan cara sama dengan menggunakan larutan NaHSO3 0,1%, nilai absorban yang diperoleh dikalikan dengan faktor pengencer sebelum perhitungan. Kadar HMF dihitung berdasarkan persamaan: 𝐻𝑀𝐹 𝑚𝑔 100 𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 ∶
126 16830
𝑥
1000 10
𝑥
100 5
𝐴284−𝐴336 𝑥 14,97 𝑥 5 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
= 14,97
Keterangan: 126
= adalah bobot molekul HMF
16830 = absorbansifitas moler HMF pada panjang gelombang 284 nm 1000
= mg/g
10
= sentiliter/l
100
= gram sampel yang dilaporkan
5
= bobot contoh yang diambil dalam gram
I. Total Asam (Dewipadma 1978) Total asam ditentukan dengan cara titrasi dan dinyatakan sebagai asam laktat. Sampel sebanyak 1 ml dipipet ke dalam erlenmeyer 50 ml dan ditambah dengan aquades sebanyak 9 ml. Larutan dipanaskan untuk menghilangkan CO2 yang ada. Larutan kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N dengan indikator fenolftalein. Total asam dihitung menggunakan rumus: 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑔 𝑙 =
𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 9 𝑥 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜 (𝑚𝑙)
70
3. Prosedur Analisis Cairan Hasil Fermentasi A. Efisiensi Pemanfaatan Substrat Efisiensi pemanfaatan substrat diperoleh dengan membagi selisih nilai gula pereduksi awal (A) dan gula pereduksi setelah fermentasi (B) dengan nilai gula pereduksi sampel awal (A). Efisiensi pemanfaatan substrat dihitung menggunakan rumus: 𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑚𝑎𝑛𝑓𝑎𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡 % =
𝐴−𝐵 𝑥 100% 𝐴
B. Penentuan Kadar Etanol (Density Meter % v/v 01ML-ITS-90) Hasil destilasi akan dilakukan pengujian kadar etanol menggunakan alat Density Meter dengan spesifikasi sebagai berikut: 1. Jenis
: Density Meter DMA 4500 Merk Anton Paar
2. Metode
: % v/v 01ML-ITS-90
3. Sampel
: 2 ml
4. Suhu Pengukuran
: 20oC
C. Efisiensi Fermentasi Efisiensi fermentasi diperoleh dengan membagi konsentrasi etanol sesungguhnya (yang diperoleh) (A) dengan konsentrasi etanol secara teoritis (B). Efisiensi fermentasi dihitung menggunakan rumus: 𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐹𝑒𝑟𝑚𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑖 % =
𝐴 𝑥 100% 𝐵
D. Rendemen Etanol (% w/w) Rendemen etanol dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut: 𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑥 100% 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑈𝑏𝑖 𝐾𝑎𝑦𝑢 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
71
Lampiran 2 Hasil pengukuran kadar etanol Kode Sampel
Kadar Etanol (% v/v)
Rerata
Ulangan 1
Ulangan 2
Kontrol
21,02
15,81
18,41
V1T1
15,34
23,73
19,53
V1T2
14,66
13,57
14,12
V1T3
6,29
6,09
6,19
V2T1
22,86
20,95
21,91
V2T2
22,09
18,37
20,23
V2T3
8,75
14,44
11,60
V3T1
25,15
25,94
25,55
V3T2
18,93
20,03
19,48
V3T3
10,71
11,45
11,08
Keterangan: V1: Vinasse 60%, V2: Vinasse 50%, V3: Vinasse 40%, T1: Tingkat daur ulang 1, T2: Tingkat daur ulang 2, T3: Tingkat daur ulang 3
72
Lampiran 3. Hasil pengukuran pH sebelum dan sesudah fermentasi Perlakuan Kontrol
pH Awal Ulangan 1 Ulangan 2 4,82 4,81
pH Akhir
Rerata pH Awal 4,82
Ulangan 1 4,12
Ulangan 2 4,31
Rerata pH Akhir 4,22
V1T1 V1T2 V1T3
4,58 4,77 4,64
4,60 4,36 4,56
4,59 4,56 4,60
4,28 4,48 4,21
4,25 4,15 4,06
4,27 4,31 4,14
V2T1 V2T2 V2T3
4,59 4,44 4,58
4,55 4,39 4,58
4,57 4,42 4,58
4,35 4,04 3,97
4,32 4,09 3,96
4,34 4,06 3,97
V3T1 V3T2 V3T3
4,76 4,41 4,47
4,65 4,51 4,55
4,71 4,46 4,51
4,34 4,02 3,92
4,31 4,05 3,96
4,33 4,03 3,94
Keterangan: V1: Vinasse 60%, V2: Vinasse 50%, V3: Vinasse 40%, T1: Tingkat daur ulang 1, T2: Tingkat daur ulang 2, T3: Tingkat daur ulang 3
73
Lampiran 4 Hasil pengukuran total gula sebelum dan sesudah fermentasi
Perlakuan Kontrol V1T1 V2T1 V3T1 V1T2 V2T2 V3T2 V1T3 V2T3 V3T3
Total Gula Awal (g/l) Ulangan 1 Ulangan 2 107,86 155,22 118,00 118,00 127,06 132,4 102,52 102,52 146,59 161,21 150,37 166,76 181,27 181,27 140,55 172,91 161,21 166,60 181,27 188,45
Total Gula Akhir (g/l) Ulangan 1 Ulangan 2 35,42 36,75 52,13 54,61 38,07 30,66 45,49 40,01 41,40 47,27 34,02 39,13 43,14 42,09 34,02 33,11 27,80 26,87 32,48 30,76
Rerata Total Gula Awal 131,54 118,00 129,73 102,52 153,90 158,57 181,27 156,73 163,91 184,86
Rerata Total Gula Akhir 36,09 53,37 34,37 42,75 44,34 36,58 42,62 33,57 27,34 31,62
Keterangan: V1: Vinasse 60%, V2: Vinasse 50%, V3: Vinasse 40%, T1: Tingkat daur ulang 1, T2: Tingkat daur ulang 2, T3: Tingkat daur ulang 3
74
Lampiran 5 Hasil pengukuran gula reduksi sebelum dan sesudah fermentasi Perlakuan Kontrol V1T1 V2T1 V3T1 V1T2 V2T2 V3T2 V1T3 V2T3 V3T3
Gula Reduksi awal Ulangan 1 Ulangan 2 48,84 52,07 47,76 47,76 56,89 69,48 57,34 47,82 62,37 62,94 73,2 70,72 73,45 79,87 53,05 59,91 59,7 66,26 68,29 75,11
Gula Reduksi akhir Ulangan 1 Ulangan 2 10,92 11,34 10,06 15,48 12,79 16,74 13,77 14,55 15,46 14,59 13,12 15,4 13,03 12,44 15,57 14,52 14,57 13,05 15,69 14,76
Rerata Gula Reduksi Awal
Rerata Gula Reduksi Akhir
50,46 47,76 63,19 52,58 62,66 71,96 76,66 56,48 62,98 71,70
11,13 12,77 14,77 14,16 15,03 14,26 12,74 15,05 13,81 15,23
Keterangan: V1: Vinasse 60%, V2: Vinasse 50%, V3: Vinasse 40%, T1: Tingkat daur ulang 1, T2: Tingkat daur ulang 2, T3: Tingkat daur ulang 3
75
Lampiran 6 Data nilai yield etanol (ΔP) dan yield fermentasi (YP/S) ΔP (g/l) Perlakuan Rerata ΔP (g/l) Ulangan 1 Ulangan 2 Kontrol 27,59 26,19 26,89 V1T1 19,18 18,26 18,72 V2T1 20,90 23,12 22,01 V3T1 17,46 23,39 20,43 V1T2 15,48 14,35 14,91 V2T2 16,70 17,66 17,18 V3T2 16,61 23,21 19,91 V1T3 10,18 9,87 10,02 V2T3 10,00 17,28 13,64 V3T3 16,18 16,72 16,45
YP/S Ulangan 1 0,38 0,29 0,23 0,31 0,15 0,14 0,12 0,10 0,07 0,11
Ulangan 2 0,22 0,29 0,23 0,37 0,13 0,14 0,17 0,07 0,12 0,11
Rerata YP/S 0,30 0,29 0,23 0,34 0,14 0,14 0,14 0,08 0,10 0,11
Keterangan: V1: Vinasse 60%, V2: Vinasse 50%, V3: Vinasse 40%, T1: Tingkat daur ulang 1, T2: Tingkat daur ulang 2, T3: Tingkat daur ulang 3
76
Lampiran 7 Data penggunaan substrat (ΔS) dan efisiensi penggunaan substrat (ΔS/So) Penggunaan Substrat (ΔS) g/l ΔS/So Perlakuan Rerata ΔS (g/l) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2 Kontrol 72,44 118,47 95,46 0,67 0,76 V1T1 65,87 63,39 64,63 0,56 0,54 V2T1 88,99 101,74 95,37 0,70 0,77 V3T1 57,04 62,51 59,77 0,56 0,61 V1T2 105,19 113,94 109,57 0,72 0,71 V2T2 116,35 127,63 121,99 0,77 0,77 V3T2 138,13 139,19 138,66 0,76 0,77 V1T3 106,53 139,80 123,16 0,76 0,81 V2T3 133,40 139,73 136,57 0,83 0,84 V3T3 148,79 157,69 153,24 0,82 0,84
Rerata ΔS/So 0,72 0,55 0,73 0,58 0,71 0,77 0,76 0,78 0,83 0,83
Keterangan: V1: Vinasse 60%, V2: Vinasse 50%, V3: Vinasse 40%, T1: Tingkat daur ulang 1, T2: Tingkat daur ulang 2, T3: Tingkat daur ulang 3
77
Lampiran 8 Hasil pengukuran dan perhitungan total asam Perlakuan Kontrol
Total Asam Awal (g/l) Ulangan 1 Ulangan 2 1,17 0,81
Total Asam Akhir (g/l) Ulangan 1 ulangan 2 1,35 1,17
Δ Total Asam (g/l) Ulangan 1 Ulangan 2 0,18 0,36
Rerata Δ Total Asam (g/l) 0,27
V1T1 V1T2 V1T3
1,17 0,99 0,81
1,17 1,08 0,90
1,35 1,35 1,44
1,35 1,62 1,26
0,18 0,36 0,63
0,18 0,54 0,36
0,18 0,45 0,49
V2T1 V2T2 V2T3
1,17 1,08 0,99
1,08 0,99 0,99
1,26 1,35 1,53
1,44 1,62 1,44
0,09 0,27 0,54
0,36 0,63 0,45
0,23 0,45 0,49
V3T1 V3T2 V3T3
0,90 0,90 0,90
0,81 0,99 0,90
1,35 1,26 1,53
1,08 1,80 1,44
0,45 0,36 0,63
0,27 0,81 0,54
0,36 0,58 0,58
Keterangan: V1: Vinasse 60%, V2: Vinasse 50%, V3: Vinasse 40%, T1: Tingkat daur ulang 1, T2: Tingkat daur ulang 2, T3: Tingkat daur ulang 3
78
Lampiran 9 Hasil analisis yield etanol Daur Ulang ke1
2
3
Yield Etanol Ulangan 1 Ulangan 2 0,29 0,29 0,23 0,23 0,31 0,37 0,15 0,13 0,14 0,14 0,12 0,17 0,10 0,07 0,07 0,12 0,11 0,11
Kandungan Vinasse 60% 50% 40% 60% 50% 40% 60% 50% 40%
Analisis sidik ragam yield etanol Sumber keragaman Perlakuan - Kand. vinasse - Daur ulang ke - Interaksi Galat Total
Derajat Bebas 8 2 2 4 9 17
Jumlah Kuadrat 0,1319 0,0050 0,1193 0,0076 0,0052 0,1371
Kuadrat Tengah 0,0165 0,0025 0,0596 0,0019 0,0006
F hitung
F (0,01)
F(0,05)
28,69** 4,34ns 103,79** 3,30ns
5,47 8,02 8,02 6,42
3,23 4,62 4,62 3,63
Keterangan: ns: tidak berbeda nyata *: berpengaruh nyata pada taraf 5% **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% Uji lanjut Duncan Yield Etanol Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata kandungan vinasse pada daur ulang tingkat 1. Perlakuan V3 V1 V2
Rata-rata 0,34 0,29 0,23
Selisih 0,051 0,109*
0,059*
NOTASI a a b
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata kandungan vinasse pada daur ulang tingkat 2. Perlakuan V3 V2 V1
Rata-rata 0,14 0,14 0,14
Selisih 0,00 0,01
0,00
NOTASI a a a
79
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata kandungan vinasse pada daur ulang tingkat 3. Perlakuan V3 V2 V1
Rata-rata 0,11 0,10 0,08
Selisih 0,01ns 0,02ns
0,02ns
NOTASI a a a
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata tingkat daur ulang pada kandungan vinasse 60% Perlakuan T1 T2 T3
Rata-rata 0,29 0,14 0,08
Selisih 0,153* 0,207*
0,053*
NOTASI a b c
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata tingkat daur ulang pada kandungan vinasse 50% Perlakuan T1 T2 T3
Rata-rata 0,23 0,14 0,10
Selisih
NOTASI a b 0,04ns b
0,09* 0,13*
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata tingkat daur ulang pada kandungan vinasse 40% Perlakuan T1 T2 T3
Rata-rata 0,34 0,14 0,11
Selisih 0,20* 0,23*
0,04
NOTASI a b b
Hasil pengujian pengaruh sederhana (tabel dwi arah) pada yield etanol T1 T2 T3 V1 2,36aA 1,88bA 1,28cA V2 2,43aA 2,17bA 1,72bA V3 2,58aA 2,51bA 2,08bA Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5%. Huruf kecil dibaca arah horizontal (baris) dan huruf kapital dibaca arah vertikal (kolom)
80
Lampiran 10 Hasil analisis Δ total asam Daur Ulang ke1
2
3
Δ Total Asam (g/l) Ulangan 1 Ulangan 2 0,18 0,18 0,36 0,54 0,63 0,36 0,09 0,36 0,27 0,63 0,54 0,45 0,45 0,27 0,36 0,81 0,63 0,54
Kandungan Vinasse 60% 50% 40% 60% 50% 40% 60% 50% 40%
Analisis sidik ragam Δ Total Asam Sumber keragaman Perlakuan - Kand. vinasse - Daur ulang ke - Interaksi Galat Total
Derajat Bebas 8 2 2 4 9 17
Jumlah Kuadrat 0,33 0,07 0,26 0,00 0,28 0,61
Kuadrat Tengah 0,04 0,03 0,13 0,00 0,03
Keterangan: ns: tidak berbeda nyata *: berpengaruh nyata pada taraf 5% **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%
F hitung 1,34ns 1,06ns 4,23ns 0,04ns
F (0,01) 5,47 8,02 8,02 6,42
F(0,05) 3,23 4,62 4,62 3,63
81
Lampiran 11 Hasil analisis kadar etanol fermentasi Daur Ulang ke1
2
3
Kadar Etanol (%) Ulangan 1 Ulangan 2 2,42 2,30 2,63 2,23 2,20 2,95 1,95 1,81 2,10 2,23 2,09 2,92 1,28 1,24 1,26 2,18 2,04 2,11
Kandungan Vinasse 60% 50% 40% 60% 50% 40% 60% 50% 40%
Analisis sidik ragam kadar etanol Sumber keragaman Perlakuan - Kand. vinasse - Daur ulang ke - Interaksi Galat Total
Derajat Bebas 8 2 2 4 9 17
Jumlah Kuadrat 2,94 0,91 1,83 0,19 1,16 4,10
Kuadrat Tengah 0,37 0,46 0,92 0,05 0,13
F hitung
F (0,01)
F(0,05)
2,85ns 3,55ns 7,11* 0,38ns
5,47 8,02 8,02 6,42
3,23 4,62 4,62 3,63
Keterangan: ns: tidak berbeda nyata *: berpengaruh nyata pada taraf 5% **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% Uji lanjut Duncan Kadar Etanol Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata kandungan vinasse pada daur ulang tingkat 1. Perlakuan V3 V2 V1
Rata-rata 2,58 2,43 2,36
Selisih 0,15ns 0,22ns
0,07ns
NOTASI a a a
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata kandungan vinasse pada daur ulang tingkat 2. Perlakuan V3 V2 V1
Rata-rata 2,51 2,17 1,88
Selisih 0,34ms 0,63ns
0,29ns
NOTASI a a a
82
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata kandungan vinasse pada daur ulang tingkat 3. Perlakuan V3 V2 V1
Rata-rata 2,08 1,72 1,26
Selisih 0,36ns 0,82ns
0,46ns
NOTASI a a a
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata tingkat daur ulang pada kandungan vinasse 60% Perlakuan T1 T2 T3
Rata-rata 2,36 1,88 1,26
Selisih 0,48ns 1,10*
0,62ns
NOTASI a a b
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata tingkat daur ulang pada kandungan vinasse 50% Perlakuan T1 T2 T3
Rata-rata 2,43 2,17 1,72
Selisih 0,27ns 0,71ns
0,45ns
NOTASI a a a
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata tingkat daur ulang pada kandungan vinasse 40% Perlakuan T1 T2 T3
Rata-rata 2,58 2,51 2,08
Selisih 0,07ns 0,50ns
0,43ns
NOTASI a a a
Hasil pengujian pengaruh sederhana (tabel dwi arah) pada kadar etanol (% v/v) T1 T2 T3 V1 2,36aA 1,88aA 1,28bA V2 2,43aA 2,17aA 1,72aA V3 2,58aA 2,51aA 2,08aA Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5%. Huruf kecil dibaca arah horizontal (baris) dan huruf kapital dibaca arah vertikal (kolom)
83
Lampiran 12 Hasil analisis efisiensi fermentasi Daur Ulang ke1
2
3
Kandungan Vinasse 60% 50% 40% 60% 50% 40% 60% 50% 40%
Efisiensi Fermentasi (%) Ulangan 1 Ulangan 2 56,99 56,36 45,96 44,48 59,91 73,23 28,79 24,65 28,08 27,08 23,53 32,64 18,70 13,81 14,67 24,20 21,27 20,75
Analisis sidik ragam efisiensi fermentasi Sumber keragaman Perlakuan - Kand. vinasse - Daur ulang ke - Interaksi Galat Total
Derajat Bebas 8 2 2 4 9 17
Jumlah Kuadrat F hitung F (0,01) Kuadrat Tengah 5050,92 191,23 95,61 4,34ns 8,02 4568,76 2284,38 103,79** 8,02 290,94 72,73 3,30ns 6,42 198,08 22,01 5249,00
F(0,05) 4,62 4,62 3,63
Keterangan: ns: tidak berbeda nyata *: berpengaruh nyata pada taraf 5% **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%
Uji lanjut Duncan efisiensi fermentasi Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata kandungan vinasse pada daur ulang tingkat 1. Perlakuan V3 V1 V2
Rata-rata 66,57 56,67 45,22
Selisih 9,90 21,35**
11,45*
NOTASI a a b
84
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata kandungan vinasse pada daur ulang tingkat 2. Perlakuan V3 V2 V1
Rata-rata 28,08 27,58 26,72
Selisih 0,50 1,36
0,86
NOTASI a a a
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata kandungan vinasse pada daur ulang tingkat 3. Perlakuan V3 V2 V1
Rata-rata 21,01 19,43 16,26
Selisih 1,58 4,76
3,18
NOTASI a a a
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata tingkat daur ulang pada kandungan vinasse 60% Perlakuan T1 T2 T3
Rata-rata 56,67 26,72 16,26
Selisih 29,95** 40,42**
NOTASI a b b
10,47
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata tingkat daur ulang pada kandungan vinasse 50% Perlakuan T1 T2 T3
Rata-rata 45,22 27,58 19,43
Selisih
NOTASI a b 8,15 b
17,64** 25,78**
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata tingkat daur ulang pada kandungan vinasse 40% Perlakuan T1 T2 T3
Rata-rata 66,57 28,08 21,01
Selisih 38,49** 45,56**
NOTASI a b 7,07 b
85
Tabel Matriks selisih perbedaan pasangan rata-rata VxT Kandungan Vinasse Daur ulang V3 V1 V2 V3 V2 V1 V3 V2 V1
T1 T1 T1 T2 T2 T2 T3 T3 T3
Rata-rata 66,57 56,67 45,22 28,08 27,58 26,72 21,01 19,43 16,26
V3
V1
V2
V3
V2
V1
V3
V2
V1
T1 66,57 0 9,90 21,35* 38,49* 38,99* 39,85* 45,56* 47,14* 50,32*
T1 56,67
T1 45,22
T2 28,08
T2 27,58
T2 26,72
T3 21,01
T3 19,43
T3 16,26
0 11,45* 28,59* 29,09* 29,95* 35,66* 37,24* 40,42*
0 17,14* 17,64* 18,50* 24,21* 25,78* 28,96*
0 0,50 1,36 7,07 8,65 11,83*
0 0,86 6,57 8,15 11,33
0 5,71 7,29 10,47
0 1,58 4,76
0 3,18
0
NOTASI a a b c cd cd cd cd d
86
Lampiran 13 Hasil perhitungan derajat polimerisasi sebelum dan sesudah fermentasi
Perlakuan Kontrol V1T1 V2T1 V3T1 V1T2 V2T2 V3T2 V1T3 V2T3 V3T3
Derajat Polimerisasi Awal Ulangan 1 Ulangan 2 2,21 2,98 2,47 2,47 2,23 1,91 1,79 2,14 2,35 2,56 2,05 2,36 2,47 2,27 2,65 2,89 2,70 2,51 2,65 2,51
Derajat Polimerisasi Akhir Ulangan 1 Ulangan 2 3,24 3,24 5,18 3,53 2,98 1,83 3,30 2,75 2,68 3,24 2,59 2,54 3,31 3,38 2,18 2,28 1,91 2,06 2,07 2,08
Rerata Derajat Polimerisasi Awal 2,59 2,47 2,07 1,97 2,46 2,21 2,37 2,77 2,61 2,58
Rerata Derajat Polimerisasi Akhir 3,24 4,35 2,40 3,03 2,96 2,57 3,35 2,23 1,98 2,08
Keterangan: V1: Vinasse 60%, V2: Vinasse 50%, V3: Vinasse 40%, T1: Tingkat daur ulang 1, T2: Tingkat daur ulang 2, T3: Tingkat daur ulang 3
87
Lampiran 14 Hasil pengukuran dan perhitungan penambahan air dan penghematan air Perlakuan
Hidrolisat
Air
Vinasse
Persentase Pengenceran (%)
Penghematan Air (%)
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
Kontrol
150,00
150,00
100,00
100,00
0,00
0,00
66,67
66,67
-
-
V1T1
100,00
100,00
0,00
0,00
150,00
150,00
0,00
0,00
100,00
100,00
V1T2
83,33
83,33
41,67
41,67
125,00
125,00
20,00
20,00
58,33
58,33
V1T3
78,93
78,93
52,68
52,68
118,39
118,39
26,70
26,70
47,32
47,32
V2T1
125,00
125,00
0,00
0,00
125,00
125,00
0,00
0,00
100,00
100,00
V2T2
97,39
101,34
55,22
47,32
97,39
101,34
28,35
23,35
44,78
52,68
V2T3
93,75
102,29
62,50
45,42
93,75
102,29
33,33
22,20
37,50
54,58
V3T1
118,42
118,42
52,63
52,63
78,95
78,95
26,67
26,67
47,37
47,37
V3T2
112,49
112,49
62,52
62,52
74,99
74,99
33,35
33,35
37,48
37,48
V3T3
105,41
106,38
74,31
72,70
70,27
70,92
42,30
41,00
25,69
27,30
Keterangan: V1: Vinasse 60%, V2: Vinasse 50%, V3: Vinasse 40%, T1: Tingkat daur ulang 1, T2: Tingkat daur ulang 2, T3: Tingkat daur ulang 3
88
Lampiran 15 Data rendemen etanol hasil fermentasi Perlakuan Kontrol V1T1 V1T2 V1T3
Rendemen Etanol (%) Ulangan 1 Ulangan 2 22,98 21,82 23,97 22,81 23,21 21,52 16,12 15,62
Rerata Rendemen Etanol (%) 22,40 23,39 22,37 15,87
V2T1 V2T2 V2T3
20,89 21,42 13,33
23,12 21,78 21,11
22,01 21,60 17,22
V3T1 V3T2 V3T3
18,43 18,45 19,18
24,69 25,79 19,64
21,56 22,12 19,41
Keterangan: V1: Vinasse 60%, V2: Vinasse 50%, V3: Vinasse 40%, T1: Tingkat daur ulang 1, T2: Tingkat daur ulang 2, T3: Tingkat daur ulang 3
89
Lampiran 16 Hasil analisis efisiensi penggunaan substrat Daur Ulang ke1
2
3
Kandungan Vinasse 60% 50% 40% 60% 50% 40% 60% 50% 40%
Efisiensi Penggunaan Substrat Ulangan 1 Ulangan 2 0,56 0,54 0,70 0,77 0,56 0,61 0,72 0,71 0,77 0,77 0,76 0,77 0,76 0,81 0,83 0,84 0,82 0,84
Analisis sidik ragam efisiensi penggunaan substrat Sumber keragaman Perlakuan - Kand. vinasse - Daur ulang ke - Interaksi Galat Total
Derajat Bebas 8 2 2 4 9 17
Jumlah Kuadrat 0,1623 0,0289 0,1159 0,0176 0,0055 0,1679
Kuadrat Tengah 0,0203 0,0144 0,0579 0,0044 0,0006
F hitung
F (0,01)
F(0,05)
32,97** 23,46** 94,13** 7,14**
5,47 8,02 8,02 6,42
3,23 4,62 4,62 3,63
Keterangan: ns: tidak berbeda nyata *: berpengaruh nyata pada taraf 5% **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% Uji lanjut Duncan Efisiensi Penggunaan Substrat Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata kandungan vinasse pada daur ulang tingkat 1. Perlakuan V2 V3 V1
Rata-rata 0,73 0,58 0,55
Selisih 0,151* 0,187*
0,035ns
NOTASI a b b
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata kandungan vinasse pada daur ulang tingkat 2. Perlakuan V2 V3 V1
Rata-rata 0,77 0,76 0,71
Selisih 0,005ns 0,057ns
0,053ns
NOTASI a a a
90
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata kandungan vinasse pada daur ulang tingkat 3. Perlakuan V2 V3 V1
Rata-rata 0,83 0,83 0,78
Selisih 0,00ns 0,05ns
0,05ns
NOTASI a a a
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata tingkat daur ulang pada kandungan vinasse 60% Perlakuan T3 T2 T1
Rata-rata 0,78 0,71 0,55
Selisih 0,071* 0,236*
0,165*
NOTASI a b c
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata tingkat daur ulang pada kandungan vinasse 50% Perlakuan T3 T2 T1
Rata-rata 0,83 0,77 0,73
Selisih 0,06* 0,10*
0,04ns
NOTASI a b b
Pengujian pengaruh sederhana dua rata-rata tingkat daur ulang pada kandungan vinasse 40% Perlakuan T3 T2 T1
Rata-rata 0,83 0,76 0,58
Selisih 0,06* 0,25*
0,18*
NOTASI a b c
91
Tabel Matriks selisih perbedaan pasangan rata-rata VxT Kandungan Vinasse Daur Ulang V2 V3 V1 V2 V3 V2 V1 V3 V1
T3 T3 T3 T2 T2 T1 T2 T1 T1
V2 T3
T3 0,833 0,833 0,829 0,783 0,770 0,765 0,734 0,712 0,583 0,548
0,829 0,0000 0,0043 0,0499 0,0636* 0,0682* 0,0987* 0,1209* 0,2501* 0,2854*
V3 T3
V1 T2 0,783
0,0000 0,0456 0,0592* 0,0639* 0,0944* 0,1166* 0,2458* 0,2811*
V2 T2 0,770
0,0000 0,0137 0,0183 0,0488 0,0710* 0,2002* 0,2355*
V3 T1 0,765
0,0000 0,0046 0,0352 0,0574 0,1865* 0,2219*
V2 T2 0,734
0,0000 0,0305 0,0527 0,1819* 0,2172*
V1 T1 0,712
0,0000 0,0222 0,1514* 0,1867*
0,583
0,0000 0,1292* 0,1645*
V3 T1 0,548
0,0000 0,0353
V1 T1 0,548
0,0000
NOTASI a a ab b b bc c d d