Budiyono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal 1-12
PENGARUH METODE FERMENTASI, KOMPOSISI UMPAN, pH AWAL, DAN VARIASI PENGENCERAN TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DARI VINASSE THE INFLUENCE OF FERMENTATION METHOD, FEED COMPOSITION, VARIATIONS IN THE INITIAL pH OF FERMENTATION AND FEED DILUTION TO THE BIOGAS PRODUCTION FROM VINASSE Budiyonoa*, Mariyah Eka Pratiwia, Ignata Noviantari Sinar Ya a
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058 *email:
[email protected] Received 17 Juni 2013, accepted 26 Agustus 2013, Published 25 September 2013
ABSTRAK Limbah cair industri bioetanol dari hasil bawah sisa proses distilasi dikenal dengan vinasse. Kandungan COD (Chemical Oxygen Demand) yang tinggi pada vinasse lebih tepat diuraikan dengan proses anaerob menjadi biogas. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh metode fermentasi, komposisi umpan, variasi pH awal fermentasi yaitu 6,7, dan 8, dan variasi pengenceran umpan 1:0, 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5 (Total Solid (TS) 27.865%, 13.93%, 9.288%, 6.96%, 5.573%, 4.64%). Sumber bakteri yang digunakan dari rumen sapi sebanyak 25 ml dan urea 2.57 g sebagai nutrisi. Proses fermentasi dilakukan secara batch dengan pengukuran gas setiap 3 hari menggunakan metode water displacement technique sampai gas tidak terbentuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode tanpa pengendalian pH pada komposisi vinase rumen urea (250ml vinasse, 25 ml rumen, 2.57 urea) dan pH awal fermentasi 7 merupakan variabel terbaik dengan total produksi biogas sebesar 635 ml (8.49 ml biogas/gr COD). Untuk varibel pengenceran umpan, produksi biogas terbaik pada rentang rasio 1:4 (TS 5,573%) dan 1:5(TS 4,64%) yaitu sebesar 27,22-30,17 ml /g TS. Kata Kunci : biogas, pH awal, total solid, urea, vinasse
ABSTRACT Liquid wastes from the bioethanol industry bottom rest of the distillation process known as vinasse. High COD content of the vinasse more appropriately treated by the anaerobic process which produce biogas. Anaerobic waste treatment processes produce biogas consisting of methane (CH4) and carbon dioxide (CO2). This research aims to study the influence of fermentation method, feed composition, variations in the initial pH of fermentation 6, 7, and 8, and feed dilution in 1:0, 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5 (Total Solid (TS) 27.865%, 13.93%, 9.288%, 6.96%, 5.573%, 4.64%). Sources of bacteria used is cow rumen fluid and urea as a nutrient. Batch fermentation process is done by measurement of gas every two days using water displacement technique up to gas had not formed. The results of research showed that the methods of without controlling pH on the composition of vinase rumen urea and initial pH 7is the best variable to the total biogas production of 635 ml (8:49 ml biogas / gr COD). The variable dilution feed for diversify TS show that highest biogas production is between the ratio of 1:4 (5.573% TS) and 1:5 (TS 4.64%) in amount of 27.22 to 30.17 mL/g TS. 1
Budiyono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal 1-12
Keywords : biogas, initial pH, total solid, urea, vinasse PENDAHULUAN Salah satu dampak negatif industri pada lingkungan adalah adanya limbah cair yang dihasilkan. Begitu pula pada industri alkohol, limbah cair yang dihasilkan dikenal dengan vinasse. Vinasse merupakan limbah cair dalam industri pembuatan alkohol, dimana vinasse merupakan sisa proses distilasi yang sebelumnya dibuat melalui proses fermentasi (sludge pada bagian proses fermentasi alkohol) (Hidalgo, 2009).Vinasse memiliki kandungan COD tinggi > 1000 mg/L dengan rasio COD (Chemical Oxygen Demand)/ BOD (Biology Oxygen Demand) > 3 lebih tepat diuraikan dengan proses anaerob. Proses ini akan menguraikan bahan organik dan anorganik yang terkandung dalam limbah cair tanpa adanya oksigen (Corbitt, 1999). Vinasse yang berasal dari limbah pembuatan alkohol dari molasses memiliki pH 4,46 dengan kadar BOD 39 g/L dan COD 84,9 g/L. Berdasar data tersebut maka vinasse lebih cocok diuraikan dengan proses anaerob (Khanal et al., 2010). Proses pengolahan limbah secara anaerob dapat menghasilkan gas yang terdiri dari metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Keduanya di kenal dengan biogas (Jordening and Winter, 2004) yaitu gas yang mudah terbakar dan dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Penelitian terdahulu menyebutkan, pengaruh suhu dan C/N rasio terhadap produksi biogas terbaik pada suhu 30 0C dengan rasio C/N 30 (Yulistiawati, 2008). Menurut Saputra et al. (2009), upaya peningkatan produksi biogas dari limbah cair industri etanol dengan digester anaerobik dapat meningkatkan produksi biogas sebesar 7% pada penambahan waktu sirkulasi 30 menit. Budiyono et al. (2010), mengkaji tentang peningkatan produksi biogas dengan menggunakan rumen sebagai inoculumpada berbagai variasi pengenceran serta perbedaan TS (total solid). Hasil yang diperoleh menunjukkan kandungan TS optimum sebesar 7-9%. Sjahfruddin (2011), mempelajariparameter-parameter proses awal produksi biogas diantaranya nilai rasio C/N sebesar 30, total solid sebesar 9.9%, volatile solid sebesar 78.9%, pH berkisar 6.5 - 7, dan suhu sebesar 28oC dapat menghasilkan produksi biogas yang semakin besar. Penyisihan COD semakin besar sebanding dengan besarnya COD influent tetapi tidak semua COD yang hilang terbentuk menjadi biogas. Hal ini terjadi karena pada beban COD terlalu tinggi membuat bakteri acidogenik dan acetogenik lebih aktif dibandingkan bakteri
metana
(methanobacterium).
Bakteri
penghasil
biogas
akan
terhambat
pertumbuhannya jika berada pada pH di bawah 6,5, sehingga diperlukan penelitian untuk 2
Budiyono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal 1-12
mempelajari pengaruh metode fermentasi denganpengendalian pH, selain itu kendala lain yang terjadi pada produksi biogas adalah pH drop pada awal fermentasi sehingga mempengaruhi hasil. Oleh
karena itu untuk meningkatkan produksi biogas perlu
pengkajian mengenai metode fermentasi, komposisi umpan, pH awal fermentasi, pengaruh penambahan urea sebagai nutrisi dan variasi pengenceran umpan . METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair alkohol/vinasse yang diambil dari UKM Tirta Jaya Bekonang-Solo, cairan rumen sapi, urea, air dan NaOH. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah tangki digester, pH meter, dan alat analisis. Dalam penelitian ini waktu fermentasi, cairan rumen sapi, dan konsentrasi vinasse merupakan variabel tetap. Sedangkan metode fermentasi, komposisi umpan, pH awal fermentasi 6,7, dan 8 dan variasi pengenceran umpan merupakan variabel bebas. Pengenceran vinasse dilakukan pada rasio perbandingan vinasse dan air pada 1:0, 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, dan 1:5 atau sebanding dengan konsentrasi TS 27,865%; 13,93%; 9,288%; 6,96%; 5,573%; dan 4,64%. Uji hasil dilakukan dengan analisis jumlah biogas dengan menggunakan water displacement technique. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari sampai tidak terbentuk gas lagi. Secara keseluruhan desain peralatan yang digunakan tersaji dalam Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Desain peralatan produksi biogas dari vinasse
PEMBAHASAN Pengaruh Metode Fermentasi Terhadap Biogas yang Dihasilkan 3
Budiyono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal 1-12
Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh metode fermentasi terhadap biogas yang dihasilkan. Penelitian dilakukan dengan metode pengendalian pH dan tanpa pengendalian pH. Tahap fermentasi dilakukan dengan cara menyiapkan 250 mL vinasse bercampur 25 mL rumen dan 250 mL vinasse yang bercampur 25 mL rumen, 2.57 g urea. pH keduanya diatur sesuai dengan variabel yang ditentukan, selanjutnya dilakukan fermentasi anaerob di dalam digester. Volume biogas yang dihasilkan dari proses fermentasi sebagai fungsi lama waktu fermentasi dicantumkan dalam grafik pada gambar 2.
(a)
(c)
(b)
(d)
Keterangan (a) Grafik produksi biogas kumulatif dengan komposisi umpan vinasse dan rumen (b) Grafik produksi biogas kumulatif (mL) / COD (g) umpan dengan komposisi vinasse dan rumen 4
Budiyono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal 1-12
(c) Grafik produksi biogas kumulatif dengan komposisi umpan vinasse, rumen, dan urea (d) Grafik produksi biogas kumulatif (mL) / COD (g) umpan dengan komposisi vinasse, rumen, dan urea R1 = Dengan pengendalian pH (pH 6) R2 = Dengan pengendalian pH (pH 7) R3 = Dengan pengendalian pH (pH 8) R4 = Tanpa pengendalian pH (pH 6) R5 = Tanpa pengendalian pH (pH 7) R6 = Tanpa pengendalian pH (pH 8)
Gambar 2. Pengaruh Metode Fermentasi Terhadap Produksi Biogas Komulatif Dari Gambar 2, dapat dilihat bahwa metode tanpa pengendalian pH (R4, R5, R6) menunjukkan hasil lebih baik daripada metode dengan pengendalian pH (R1,R2,R3). Analisa varians membuktikan bahwa terdapat perbedaan antara metode pengendalian pH6 dengan komposisi vinasse rumen dan tanpa pengendalian pH karena nilai P (nilai probabilitas) kurang dari 0,05 (P = 0,0057), dapat dinyatakan bahwa hasil produksi biogas terbaik pada metode tanpa pengendalian pH. Tetapi pada metode tanpa pengendalian pH dengan komposisi vinasse rumen juga terdapat kemiripan hasil dan dibutuhkan analisis varians. Ternyata hasil yang ditunjukkan lebih besar dari 0,05 (P= 0,211) sehingga antara ketiga variabel tersebut tidak ada perbedaan yang cukup signifikan, dapat dinyatakan metode terbaik untuk memproduksi biogas pada komposisi vinasse rumen adalah tanpa pengendalian pH pada rentangg pH 6-8. Sedangkan untuk komposisi vinasse rumen urea produksi biogas tertinggi diperoleh pada metode tanpa pengendalian pH sebesar 635 mL (8,49 mL biogas/g COD) pada pH 7. Metode dengan pengendalian pH diharapkan mampu menjaga pH pada rentang optimal, yaitu 6,7-7,5. Metode ini dilakukan dengan membuka digester untuk melakukan pengendalian pH. Tetapi hal ini menjadikan kondisi dalam digester rentang dengan udara, akibatnya sulit menghindari kontaminasi udara yang mengakibatkan bahwa hasil yang diperoleh pada metode pengendalian pH tidak optimal. Adanya kontaminasi udara menyebabkan bakteri penghasil biogas (bakteri metanogenesis) yang merupakan bakteri anaerob obligat akan mengalami hambatan pertumbuhan bahkan mati (Deublein and Steinhauser, 2008). Bakteri anaerob obligat adalah organisme yang tidak membutuhkan oksigen bebas bahkan jika kontak dengan oksigen akan mengakibatkan penghambatan atau mematikan organisme tersebut. Mikroba anaerob obligat dapat hidup melalui proses fermentasi, respirasi anaerob, atau proses methanogenesis. Mikroba anaerob obligat sangat sensitif terhadap oksigen karena dapat meningkatkan potensial redoks dari larutan. Potensial redoks yang tinggi dapat 5
Budiyono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal 1-12
menghambat pertumbuhan. Sebagai contoh, methanogen tumbuh pada potensial redoks lebih rendah dari -0,3 V. Terhambatnya pertumbuhan mikroba anaerob obligat akibat kurangnya keseimbangan dalam biosintesis, karena elektron yang akan digunakan untuk biosintesa habis untuk mengurangi oksigen (Kim and Geoffrey, 2008). Sedangkan bakteri asetogenesis dan asidogenesis dapat bekerja optimal pada kondisi kontaminasi udara, tidak membutuhkan udara namun tetap dapat hidup baik pada lingkungannya karena bakteri tersebut merupakan bakteri anaerob fakultatif (Deublein and Steihauser, 2008 ;Voet et al., 2002). Adanya aktifitas kedua bakteri tersebut menyebabkan terjadinya penurunan pH. Hal ini dibuktikan dengan nilai pH yang turun hingga pH 5 pada setiap pengukuran saat pengendalian pH dilakukan. Maka pada pH 8 dengan metode pengendalian pH, bakteri metanogenesis dapat lebih lama bertahan dibandingkan dengan pH 6 dan pH 7. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa terdapat kelemahan pada instalasi digester yang digunakan sehingga sulit menghindari kontaminasi udara. Mulyono (2000), juga menyatakan bahwa dalam proses pencernaan anaerob oksigen merupakan inhibitor. Oksigen terlarut sebanyak 0.01 mg/L dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil metan. Bayuseno (2009), juga menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan oksigen makin meningkat yaitu : 1. Proses penutupan inlet pada digester yang mana oksigen yang berasal dari lingkungan sekitar digester ikut masuk dalam digester saat tutup digester akan dipasang. 2. Proses penutupan tutup digester yang tidak rapat dapat menyebabkan kebocoran. Berdasarkan
permasalahan
yang
ada,
metode
dengan
pengendalian
pH
membutuhkan sistem pengendalian pH yang tepat. Untuk menjaga kestabilan pH pada rentang yang optimal, dapat dilakukan dengan menggunakan bioreaktor UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket) untuk menghindari kontaminasi udara. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hasan (2011), bahwa UASB beroperasi dengan bagus dan mampu menghasilkan effluen bermutu baik. Keuntungan lain dalam menggunakan UASB adalah biaya operasi rendah, dapat menangani bahan cemaran tinggi, dan tidak butuh tempat luas. Penggunaan UASB yang dilengkapi dengan alat penangkap gas dan kran pengambilan sampel dapat digunakan untuk mengetahui laju produksi biogas, penurunan COD, dan kenaikan pH limbah cair.
Pengaruh Komposisi Umpan Terhadap Biogas yang Dihasilkan
6
Budiyono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal 1-12
Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan urea terhadap biogas yang dihasilkan. Penelitian dilakukan cara menyiapkan 250 mL vinasse bercampur 25 mL rumen dan 250 mL vinasse yang bercampur 25 mL rumen dan 2,57 g urea. pH keduanya diatur sesuai dengan variabel yang ditentukan saat sebelum dan sesudah penambahan cairan rumen sapi sebanyak 25 mL. Selanjutnya dilakukan fermentasi anaerob di dalam digester.
(a)
(b)
Gambar 3. Pengaruh komposisi umpan pada metode tanpa pengendalian ph terhadap produksibiogas komulatif (a) Grafik volume produksi biogas dan (b) Grafik volume produksi biogas/cod umpan Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa jumlah biogas komulatif terbanyak yang dihasilkan pada masing-masing komposisi umpan adalah vinasse rumen urea (VRU). Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada hasil yang ditunjukkan oleh Gambar 3, maka dilakukan analisa dengan metode anlisa varians. Dari hasil perhitungan analisa avarians menunjukkan bahwa nilai P sebesar 0.004157, maka nilai P < 0.05 yang berarti ada perbedaan di antara variabel komposisi vinasse rumen dengan vinasse rumen urea.Jadi penambahan urea meningkatkan produksi biogas. Rahmi (2009), juga menyatakan bahwa penambahan urea dapat mempengaruhi peningkatkan produksi biogas karena urea yang ditambahkan
merupakan
sumber
nutrisi
berupa
nitrogen
yang
dibutuhkan
bakteri.Penambahan urea dapat meningkatkan produksi biogas sebesar 52.47% lebih besar daripada komposisi tanpa penambahan urea (Budiyono et al., 2012). 7
Budiyono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal 1-12
Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh nitrogen yang terkandung dalam urea yang ditambahkan. Nitrogen yang terkandung dalam urea diperlukan untuk membentuk struktur sel bakteri dan meningkatkan aktivitas pertumbuhan bakteri. Hubungan antara jumlah karbon dengan nitrogen dinyatakan dengan rasio C/N, dimana rasio optimum pembentukan metana pada rentang 20-30 (Deublein and Steinhauser, 2008). Jika rasio C/N terlalu tinggi, nitrogen akan meningkatkan pertumbuhan bakteri sedangkan yang bereaksi dengan karbon sedikit sehingga gas dihasilkan rendah, jika rasio C/N rendah, nitrogen berakumulasi dalam bentuk amonia yang dapat meningkatkan pH. Vinasse mempunyai rasio C/N yang tinggi yaitu 66-75 (Baez-Smith, 2006), maka dibutuhkan keseimbangan untuk mencapai rasio optimum dengan menambahkan urea. Pengaruh pH Awal Umpan Terhadap Biogas yang Dihasilkan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pH awal yang sesuai untuk meningkatkan produksi biogas. Penelitian dilakukan cara menyiapkan 250 mL vinasse bercampur 25 mL rumen dan 250 mL vinasse yang bercampur 25 mL rumen, 2.57 g urea. pH keduanya diatur sesuai variabel yaitu 6, 7, dan 8. Pengendalian pH dilakukan sebelum dan sesudah penambahan cairan rumen sapi sebanyak 25 mL.Selanjutnya dilakukan fermentasi anaerob di dalam digester.
(a)
(b)
Gambar 4. Pengaruh pH awal umpan komposisi vinasse rumen urea dengan metode tanpa pengendalian ph terhadap produksi biogas komulatif (a) grafik volume produksi biogas dan (b) grafik volume produksi biogas/cod umpan Pengendalian pH awal umpan dilakukan untuk mendapatkan kondisi pH optimal pada 6,7-7,5 (Deublein and Steinhauser, 2008). Untuk mengantisipasi perubahan pH yang 8
Budiyono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal 1-12
terjadi selama proses fermentasi dilakukan variasi pengendalian pH awal umpan yaitu 6, 7 dan 8. Hasil yang ditunjukkan pada Gambar 4bahwa pengendalian pH awal 7 menghasilkan biogas paling besar dibandingkan pH 6 dan 8 yaitu sebesar 635 mL (8,49 mL biogas/gr COD). Beni et al. (2007), juga mengemukakan apabila pH turun menyebabkan pengubahan substrat menjadi biogas terhambat sehingga mengakibatkan penurunan kuantitas biogas. Nilai pH yang terlalu tinggi harus dihindari, karena akan menyebabkan produk akhir yang dihasilkan adalah gas CO2. Pengaruh Variasi Pengenceran Umpan Penelitian dilakukan dengan mencampur vinasse, rumen, urea, dan air dengan berbagai variasi rasio pengenceran umpan (Vinasse:air = 1:0, 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5). Menurut Sjahfruddin (2011), salah satu parameter yang mempengaruhi produksi biogas adalah tingkat pengenceran slurry yang dapat dilihat dari total padatan dan kandungan bahan organik dalam biodigester. Produksi biogas harian dijadikan parameter untuk mengetahui perkembangan bakteri metanogenesis di dalam campuran. Selain itu dapat dijumlah untuk mengetahui jumlah gas yang dihasilkan setiap harinya (Kusumaningrum and Oktavia, 2010). Uji hasil dilakukan dengan metode water displacement technique. Pengukuran dilakukan setiap 3 hari sekali sampai tidak terbentuk biogas. Hasil variasi pengenceran tersaji dalam Gambar 5 berikut.
Gambar 5. Produksi biogas komulatif pada variasi pengenceran. TS adalah rasio berat padatan umpan terhadap berat umpan. Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa rasio 1:2 (TS 9.288%), 1:4 (TS 5.573%), dan 1:5 (TS 4.64%) memiliki hasil biogas terbanyak. Berdasarkan metode analisa varians dinyatakan ketiganya tidak ada perbedaan nampak pada nilai P (P factor) sebesar 0.00265. 9
Budiyono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal 1-12
Nilai yang ditunjukkan lebih kecil dari 0.05 sehingga antara ketiga variabel tersebut terdapat perbedaan yang cukup signifikan.Hal ini sesuai dengan teori jika harga nilai P lebih dari 0.05 (P < 0.05) berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan antara variabel. Untuk mengetahui pengaruh TS pada produksi biogas, yang dinyatakan dalam produksi biogas per gram TS dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Pengaruh TS pada produksi biogas. Variasi rasio menunjukkan rasio volume vinasse terhadap volume air pada umpan. Gambar 6 yang menggambarkan produksi biogas dalam gramtotal solid (TS) menunjukan bahwa produksi biogas per gram TS tertinggi pada rasio pengenceran 1:4 (TS 5,57%) sebesar 30.17 ml/gr TS sedangkan hasil terendah pada rasio pengenceran 1:1(TS 13,93%) sebesar 0,66 ml/gr TS. Analisa varians pada rasio 1:4 dan 1:5 menunjukkan nilai P sebesar 0.11305, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara hasil pada rasio pengenceran 1:4 dan 1:5. Sehingga dapat dinyatakan produksi biogas per gram TS tertinggi pada rasio pengenceran 1:4 dan 1:5 atau pada rentang TS sebesar 4-5%. Produksi biogas pada rasio 1:0, 1:1, 1:2 dan 1:3 yang rendah dikarenakan adanya overloading, semakin banyak TS yang terkandung akan semakin memudahkan terjadinya penurunan pH dan semakin sedikit TS, sangat kecil kemungkinan untuk terjadi penurunan pH. Menurut Soeprijanto et al. (2010), adanya kelebihan substrat yang diumpankan ke dalam bioreaktor menyebabkan bakteri asidogen dan asetogen semakin aktif dan cepat tumbuh,
sehingga
menyebabkan
ketidakseimbangan
antara
asidogenesis
dan
metanogenesis. Bahan organik yang mengandung TS kecil lebih cepat terurai, membuat bakteri metanogenesis dapat bekerja secara optimal dalam memproduksi biogas karena penurunan pH kecil (pH terjaga). Hal ini dibuktikan dengan pH akhir fermentasi rasio 10
Budiyono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal 1-12
pengenceran 1:4 pada pH 6. Sedangkan volume produksi biogas paling rendah pada rasio pengenceran 1:0, disebabkan karena kandungan TS yang besar menyebabkan laju pertumbuhan laju bakteri asetogenesis dan asidogenesis mengalami peningkatan yang diikuti penurunan pH yang mengakibatkan pertumbuhan bakteri metanogenesis menjadi terhambat sehingga produksi biogas menurun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pH akhir antara 4.4 – 5.4. Derajat keasaman pH optimal untuk proses fermentasi berkisar antara 7 sampai 8. Pada pH 6.5 dapat menghambat proses fermentasi dan akan berhenti pada pH 5.5 (Taiganides, 1980). Selain itu kandungan TS yang terlalu kecil dapat mengakibatkan penurunan produksi, karena fermentasi mengalami keterbatasan substrat yang merupakan bahan baku.
KESIMPULAN Produksi biogas dari vinasse pada metode tanpa pengendalian pH dengan komposisi campuran umpan vinasse, rumen, urea pada pH awal 7 pada variasi pengenceran rasio 1:4 (TS 5.573%) sebesar 30.17 mL/g TS dan 1:5 (TS 4.64%) sebesar 27.22 mL/g TS. Kadar TS optimum untuk memproduksi biogas dari vinasse adalah4-5 %. Penambahan urea sebagai sumber nitrogen meningkatkan produksi biogas. Pengaturan pH awal umpan digunakan untuk mengkondisikan fermentasi pada rentang pH yang dianjurkan.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan pada Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro dan DP2M Dikti melalui program Hibah Kompetensi yang telah memberikan fasilitas dan pendanaan dalam pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Baez-Smith, C., 2006, Anaerobic Digestion of Vinasse for the Production of Methane in the Sugar Cane Distillery, Loxahatchee, Florida, USA. p. 268-271 Bayuseno, A.P., 2009, Penerapan dan pengujian Model Teknologi Anaerob Digester Untuk Pengolahan Sampah Buah-Buahan di Pasar Tradisional, Rotasi.Vol.11.no.2 Beni Hermawan, L., Qodriyah, and C., Puspita., 2007, Pemanfaatan Sampah Organik sebagai Sumber Biogas untuk Mengatasi Krisis Energi Dalam Negeri, Karya Tulis Ilmiah Universitas Lampung, Bandar Lampung Budiyono, Widiasa I. N., Johari S., Sunarso., 2010, The Influence of Total solid Contents on Biogas Yield from Cattle Manure Using Rumen Fluid Inoculu, Energy Research Journal 1 : 6-11,2010 Corbitt, A.1889, Standard Handbook of Environmental Engineering, McGraw Hill, Inc 11
Budiyono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal 1-12
Deublein, D. and A. Steinhauser, 2008, Biogas from Waste and Renewable Resources, An Introduction, WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA, Weinheim. p.13. Hasan, M., 2011, Biogas Potensi Dari Limbah Cair Industri Tahu, Dinospread. Hidalgo, K., 2009, Vinasse in Feed : Good For Animal and Environment, Feed Tech, 13(5):18-20 Jordening, H.J., and J. Winter., 2005., Environmental Biotechnology: Concepts and Applications. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. Weinheim. Khanal, S.K., R.Y., Surampalli, T.C., Zhang, B.P., Lamsal, R.D., Tyagi, and C.M., Kao., 2010, Bioenergy And Biofuel From Biowastes And Biomass, ASCE, Environmental and Water Resources Institute. Pg 391 Kim, Byung Hong and Geoffrey Michael Gadd., 2008, Bacterial Physiology and Metabolism, Cambridge University Press, Cambridge. UK Kusumaningrum, A., and D. Oktavia., 2011, Optimasi Produksi Biogas dari Limbah Cair Industri Tapioka Melalui Proses Anaerobik Dua Tahap, Tugas Akhir, Fakultas Teknik, UNDIP. Indonesia. Mulyono, D., 2009, Biogas Sebagai Sumber Energi Alternatif, Jurnal Teknik Lingkungan, BPPT. Jakarta Rahmi, Nur and Puji Winarti., 2009, Pengolahan Limbah Cair Domestik Menggunakan Lumpur Aktif Proses Anaerob. Tugas Akhir. Fakultas Teknik, UNDIP. Indonesia Saputra, B.E., R.H., Guna, Soewarno, N., 2009, Upaya Peningkatan Produksi Biogas dari Limbah Cair Industri Etanol. Thesis. Fakultas Teknik, ITS Sjafruddin, R., 2011, Produksi Biogas dari Substrat Campuran Sampah Buah Menggunakan Starter Kotoran Sapi. Jurnal Teknologi Media Perspektif, Vol.11 Nomor 2, Riset And Teknologi Soeprijanto, Ismail, T., Lastuti, M.D. and Niken, B., 2010, Pengolahan Vinasse Dari Air Limbah Industri Alkohol Menjadi Biogas Menggunakan Bioreaktor UASB, Jurnal Purifikasi, vol.11, no.1. Taiganides, E.P., 1980, Bio Engeneering Properties of Feedlot Waste Animal, Applied Science Publishers Ltd, London. Voet, D., Judith, G.Voet, Charlote, and Pratt,W., 2002, Fundamentals of Biochemistry (Upgrade ed.), New York: Wiley. P. 400 Yulistiawati, E., 2008, Pengaruh Suhu dan C/N Rasio Terhadap Produksi Biogas Berbahan Baku Sampah Organik Sayuran, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor
12