Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 21 November 2015 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor
PROFIL KETERAMPILAN ARGUMENTASI SISWA SMAN 2 SAMPIT DALAM MENYELESAIKAN MASALAH FISIKA Muhamad Toyep*1, Prabowo2, Soeparman Kardi2 SMAN 2 Sampit1) Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya2)
Abstrak: Proses kognitif utama yang terjadi dalam problem solving yaitu representasi masalah dan argumentasi. Penelitian tentang argumentasi yang terjadi di dalam problem solving, sejauh pengetahuan penulis, belum banyak dilakukan. Argumentasi merupakan proses pengajuan klaim dan penyediaan pembenaran atas klaim tersebut menggunakan bukti-bukti. Argumentasi merupakan proses berpikir informal yang mendasar serta berperan sentral dalam kemampuan intelektual seseorang berkaitan dengan problem solving dan pengambilan putusan. Penelitian awal tentang profil argumentasi siswa dalam menyelesaikan masalah fisika telah dilakukan dengan subjek siswa kelas XII IPA SMAN 2 Sampit Tahun Pelajaran 2014/2015. Data diperoleh melalui tes keterampilan argumentasi. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut nilai rata-rata siswa (dengan jawaban benar) 65,5 sedangkan skor rata-rata keterampilan argumentasinya adalah 43,0. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan materi sangat baik sedangkan keterampilan argumentasi masih rendah. Hasil lain yang terungkap adalah sebagian besar claim disertai data dan warrant, namun backing dan qualifier sangat sedikit. Rebuttal hampir tidak ditemukan dari keseluruhan argumen yang diberikan. Hasil ini merekomendasikan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang keterampilan argumentasi siswa. Kata kunci: Keterampilan Argumentasi, model Toulmin Abstract: There are two major cognitive processes that occur in problem solving, problems representation and argumentation. Related to problem solving has not been much research on argumentations that occur in it. The argumentation is the process of posing claim and providing justification for the claim using evidence. The argumentation is a fundamental informal thinking process and played a central role in a person's intellectual abilities related to problem solving and decision making. Based on this initial research has been done on the profile of students argumentation in solving physics problems. The participants were students of XII grade SMAN 2 Sampit. Data obtained through argumentation skills test. The average value of students (the correct answer) 65.5, while the average score of argumentation skills was 43.08. This suggests that mastery of the material is very good while the argumentation skills are still low. Other findings are mostly claims accompanied data and warrant, but very little backing and qualifier. Rebuttal not found from the whole argument. These results suggest for more research on students' argumentation skills. Keywords: Argumentation Skills, Toulmin model
1. Pendahuluan Membantu siswa dalam membangun kemampuan problem solving yang lebih baik adalah salah satu aspek yang terpenting dalam pembelajaran fisika [1]. Di samping meningkatkan penguasaan pengetahuan (content knowledge) guru juga dituntut untuk mengajarkan keterampilan berpikir tingkat tinggi termasuk problem *
[email protected]
FP-131
Profil Keterampilan Argumentasi Siswa SMAN 2 Sampit dalam....
FP-132
solving agar siswa dapat membangun keterampilan kognitifnya secara lebih baik. Masalah dalam pembelajaran biasanya sengaja dibuat untuk memberikan latihan pada siswa. Keterampilan yang penting dalam problem solving adalah kemampuan berargumentasi secara koheren terhadap setiap aksi dan solusi yang dihasilkan [2]. Argumentasi adalah proses pengajuan klaim dan penyediaan pembenaran atas klaim tersebut menggunakan bukti-bukti. Argumentasi merupakan proses berpikir informal yang mendasar serta berperan sentral dalam kemampuan intelektual seseorang berkaitan dengan problem solving, membuat pertimbangan, pengambilan putusan, dan formulasi ide-ide. Argumentasi menuntut seorang problem solver untuk mengidentifikasi berbagai perspektif alternatif, sudut pandang, dan pendapat yang bervariasi; membangun dan memilih solusi yang tepat dan masuk akal; dan mendukung solusi yang diambil dengan data dan bukti [3]. Sebagai pola penalaran ilmiah, argumentasi didukung oleh filsafat ilmu dan juga dari perspektif psikologi perkembangan. Pola penalaran ilmiah ini juga sejalan dengan pendekatan baru dalam psikologi perkembangan yang mengklaim bahwa beberapa elemen dari penalaran ilmiah terikat konteks dan beberapa elemen lainnya bebas konteks. Beberapa penelitian telah menunjukkan argumentasi dapat digunakan untuk menilai kualitas penalaran ilmiah dalam pembelajaran berbasis inkuiri. Kajian yang lebih mutakhir telah menggunakan argumentasi sebagai model untuk mendorong peningkatan penalaran ilmiah dalam pembelajaran berbasis inkuiri [4]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penalaran ilmiah di kelas sains dapat ditingkatkan dengan menerapkan argumentasi. Selain itu, peran guru dalam membina argumentasi juga sangat penting [5]. Penelitian telah dilaksanakan mengenai pola-pola argumentasi siswa dalam pembelajaran kooperatif dengan menggunakan model argumentasi Toulmin. Pada penelitian tersebut digunakan soal fisika berstruktur lengkap (well-structured problems) dalam meneliti argumentasi siswa, padahal argumentasi adalah sebuah variabel yang secara signifikan dapat menjadi prediktor performa siswa pada keduanya, baik soal berstruktur lengkap maupun berstruktur tak lengkap [6]. Hal ini menyebabkan penelitian dari peneliti tersebut nampak masih kurang atau dapat dikatakan agak timpang. Penelitian telah tentang argumentasi siswa terkait dengan soal berstruktur tak lengkap dalam seting pembelajaran online, tetapi fokusnya adalah pada efek pemberian scaffolding argumentasi [7]. Hasilnya menunjukkan bahwa siswa menggunakan lebih banyak argumentasi dalam soal berstruktur tak lengkap. Penelitian yang menggunakan model Toulmin telah dilaksanakan dalam seting masalah berstruktur tak lengkap namun persfektifnya adalah pada bidang filsafat sains yang menghasilkan rekomandasi adanya dua level problem solving, yaitu low level process dan high level process [8]. Hasil ini kurang menyentuh bidang pengajaran sains. Argumentasi kolaboratif berbeda dengan pemahaman umum argumentasi sebagai debat atau retorika persuasif, dan bertentangan dengan makna argumentasi sebagai konflik lisan atau pertengkaran [9]. Argumentasi kolaboratif adalah inti dari wacana dalam ilmu pengetahuan, merupakan wahana penilaian teori bersaing
FP-133
Muhamad Toyep dkk
yang dihadapkan dengan data, dan komunitas ilmiah menemukan kesepakatan. Secara lebih luas, argumentasi kolaboratif dapat dilihat sebagai proses pengambilan keputusan yang digunakan di berbagai bidang profesi seperti kedokteran, teknik, dan bisnis. Ini adalah bentuk pemikiran kritis produktif ditandai dengan evaluasi klaim dan bukti-bukti pendukung, pertimbangan alternatif, beban biaya dan manfaat, dan eksplorasi implikasi. Para peneliti dalam ilmu pembelajaran telah mengusulkan bahwa argumentasi, khususnya argumentasi kolaboratif, dapat menjadi strategi pembelajaran yang sangat efektif. Argumentasi dapat membantu peserta didik untuk memahami isi wacana, meningkatkan minat dan motivasi mereka, dan meningkatkan kinerja pada tugas pemecahan masalah [10]. Siswa kelas enam yang lebih termotivasi dalam diskusi argumentatif cerita dalam diskusi pembacaan cerita tradisional. Teori dan beberapa hasil penelitian yang telah disebutkan di atas mendorong penelitian lebih lanjut tentang argumentasi. Fokus utama yang perlu mendapat perhatian belum tampak jelas. Hal ini dapat diatasi jika terdapat fakta empirik sebagai pijakan awal. Dengan adanya data pendukung maka masalah nyata yang ada di lapangan akan sangat memberi makna pada penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan pemikiran di atas maka telah diadakan penelitian awal tentang keterampilan argumentasi siswa dalam menyelesaikan fisika. Harapannya adalah akan diperoleh hasil yang dapat mendeskripsikan profil keterampilan argumentasi siswa. Selanjutnya berdasarkan deskripsi yang ada akan dapat diberikan rekomendasi untuk fokus penelitian lanjutan mengenai masalah terkait.
2. Metode Metode yang digunakan adalah penelitian survei dengan sedikit penyesuaian. Penyesuaian yang dimaksud adalah pada instrumen yang digunakan. Penelitian survei biasanya menggunakan angket tetapi penelitian ini menggunakan instrumen tes keterampilan argumentasi. Penelitian dilaksanakan di SMAN 2 Sampit pada tanggal 21 Maret 2015. Subjek sebanyak 25 siswa dipilih secara acak dari keseluruhan siswa kelas XII IPA SMAN 2 Sampit tahun pelajaran 2014/2015. Instrumen yang digunakan adalah Tes Keterampilan Argumentasi yang diadopsi dari instrumen yang kembangkan oleh Acar [11]. Tes Keterampilan Argumentasi ini menggunakan model argumentasi Toulmin. Tahap-tahap model argumentasi Toulmin, yaitu claim, data, warrant, backing, qualifier, dan rebuttal. Penggunaan model argumentasi Toulmin dalam menganalisis argumentasi telah dilakukan secara luas. Bentuk Tes Keterampilan Argumentasi yang digunakan adalah soal esai fisika SMA yang pada bagian akhir jawaban siswa diminta menuliskan argumentasi untuk jawabannya. Soal yang diberikan dilengkapi dengan data dan informasi pendukung yang cukup.
Profil Keterampilan Argumentasi Siswa SMAN 2 Sampit dalam....
FP-134
Data hasil penelitian diperoleh dengan memberi skor pada jawaban siswa dan argumentasi yang diberikan. Untuk skor argumentasi digunakan aturan sebagai berikut: Tabel 1 Penskoran Bukti untuk Argumentasi Siswa
Skor 1 3 5
Deskripsi Klaim tanpa bukti atau bukti salah Klaim dengan satu bukti benar Klaim dengan lebih dari satu bukti benar
3. Hasil dan Pembahasan Setelah dilakukan pemeriksaan diperoleh hasil berupa skor penguasaan konsep fisika dan skor keterampilan argumentasi siswa sebagai berikut: Tabel 2 Penguasaan Konsep Fisika dan Keterampilan Argumentasi Siswa
Data
Rata-rata
Tertinggi
Terendah
Penguasaan Konsep Fisika
65,5
93,8
25,0
Keterampilan Argumentasi
43,0
87,5
12,5
Dari data pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa penguasaan siswa terhadap konsep sangat baik, sedangkan kemampuan argumentasi masih rendah. Yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan argumentasi. Usaha untuk meningkatkan keterampilan argumentasi siswa perlu dilakukan mengingat peranan argumentasi yang sangat besar dalam pemecahan masalah. Informasi lain yang diperoleh dari hasil tes cukup banyak. Umumnya siswa menjawab dengan benar namun bukti untuk argumen tidak ada atau salah. Ada sedikit siswa yang menjawab salah tetapi argumen yang diberikan benar. Selanjutnya dicermati bukti argumen siswa berdasarkan model Toulmin diperoleh hasil sebagai berikut: bukti berbentuk data (data) 82%, jaminan (warrant) 56%, dukungan (backing) 27%, penguat (qualifier) 20%, dan sanggahan (rebuttal) 1%. Bukti argumen didominasi bentuk data dan jaminan bahkan hampir tidak ada yang berbentuk sanggahan. Tes keterampilan argumentasi disusun sedemikian rupa sehingga menyediakan bukti untuk argumen berupa data, warrant, backing, qualifier. Rebuttal tidak disediakan karena memerlukan bukti dari luar yaitu bukan berasal dari yang tersedia dalam soal tes. Hal tersebut menunjukkan kurangnya variasi dan kreativitas argumen. Rendahnya variasi dan kreativitas bentuk argumen ini tentu berkorelasi pada rendah keterampilan argumentasi.
FP-135
Muhamad Toyep dkk
Fakta ini menunjukkan bahwa kemampuan argumentasi siswa masih rendah baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Rendah secara kuantitatif terlihat dari skor pada Tabel 2. Rendah secara kualitatif terlihat dari komponen bukti berdasarkan model argumentasi Toulmin yang tidak muncul semua secara merata, bahkan ada aspek yang tidak muncul sama sekali. Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan argumentasi siswa. Faktor utama yang sangat mempengaruhi hasil-hasil belajar tentunya model pembelajaran yang digunakan. Model-model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan argumentasi di antaranya yang utama adalah inkuiri, pembelajaran kooperatif, Argument-Driven Inquiry (ADI), dan Collaborative Argumentation-Based Learning (CABLE). Dua model yang pertama sudah sangat dikenal sedangkan dua yang terakhir relatif baru dan kurang dikenal. Walau demikian dari hasil wawancara yang kami lakukan terhadap guru yang mengajar, inkuiri dan pembelajaran kooperatif merupakan model yang hampir selalu digunakan. Berdasarkan fakta ini maka faktor model pembelajaran dapat direduksi dari kemungkinan penyebab rendahnya kemampuan argumentasi siswa. Faktor lain yang dapat dipertimbangkan adalah interaksi antarsiswa dan tipe pertanyaan yang diajukan. Bukti argumen yang didominasi data menunjukkan kurangnya variasi, padahal soal tes yang diberikan sudah menyediakan informasi yang cukup. Interaksi antara siswa yang satu dengan yang lain dalam diskusi tentu dapat memperkaya pola pembuktian argumen mereka. Faktor tipe pertanyaan yang dimaksud disini tidak berlawanan dengan kekayaan informasi yang diberikan dalam soal tes. Walaupun banyak informasi disediakan dalam teks soal yang mengarahkan pada bukti argumen tetapi pertanyaan yang diajukan bersifat closeended dan memiliki jawaban tunggal maka hal ini justru mengerucutkan variasi bukti argumen siswa. Keadaan akan berbeda kalau tipe pertanyaan yang diajukan bersifat open-ended atau memiliki lebih dari satu kemungkinan jawaban yang benar. Dengan tipe pertanyaan yang tidak close-ended dan tidak memiliki jawaban tunggal maka dapat diduga bahwa variasi bukti argumen siswa menjadi lebih besar dan kemampuan argumentasi siswa juga meningkat. 4. Kesimpulan penguasaan siswa terhadap konsep fisika sangat baik dengan skor rata-rata 65,5, sedangkan kemampuan argumentasi masih rendah dengan skor rata-rata 43,0. Secara kualitatif berdasarkan model argumentasi Toulmin kemampuan argumentasi siswa juga masih rendah, yang terlihat dari bukti argumen yang tidak muncul semua secara merata, bahkan ada aspek yang tidak muncul sama sekali. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada topik argumentasi siswa khususnya pengaruh faktor interaksi antarsiswa dan tipe pertanyaan yang diajukan dalam pembalajaran.
Profil Keterampilan Argumentasi Siswa SMAN 2 Sampit dalam....
FP-136
Ucapan Terima Kasih Terima kasih yang sedalam-dalamnya disampaikan kepada Bapak Prabowo dan Bapak Soeparman Kardi selaku pembimbing dalam penelitian ini. Tidak lupa pula terima kasih yang sama disampaikan kepada Kepala SMAN 2 Sampit dan jajarannya yang telah mendukung dengan penuh kesungguhan. Daftar Pustaka 1.
Shekoyan, V., Using Multiple-Possibility Physics Problems In Introductory Physics Courses, Ph.D. dissertation, The State University of New Jersey, 2009. 2. Cho, K.L. and Jonassen, D. H., Educational Technology Research and Development, Vol. 50, No. 3, 2002, pp. 5-22. 3. Voss, F.J., Toulmin’s Model And The Solving Of Ill-Structured Problems, Arguing on the Toulmin Model. Springer, Dordrecht, The Netherlands, 2006 4. Osborne, J., Arguing to learn in science: the role of collaborative, critical discourse, Science, Vol. 328 (5977), 2010, pp. 63–466. 5. Osborne, J., Erduran, S., & Simon, S., Enhancing the quality of argumentation in school science, Journal of Research in Science Teaching, 41(10), 2004, pp. 994–1020. DOI: 10.1002/tea.20035 6. Hollabaugh, Physics Problem Solving In Cooperative Learning Groups, Ph.D. dissertation, The University Of Minnesota, 1995. 7. Toulmin, S. E., The Uses of Argument, Cambridge University Press, 2003. 8. Jonassen, D. H., Educational Technology Research and Development, Vol. 45, No. 1, 1997, pp. 65-94. 9. Andriessen, Arguing to learn. K. Sawyer (Ed.) Handbook of the Learning Sciences, Cambridge: Cambridge University press, 2006, pp.443-459. 10. Shin, N. D., H. Jonassen, and S. McGee.. Journal of Research in Science Teaching, Vol. 40, No. 6, 2003. 11. O. Acar, Argumentation Skills And Conceptual Knowledge Of Undergraduate Students In A Physics By Inquiry Class, Ph.D. dissertation, Ohio State University, Ohio, 2008.