PROFIL HEMATOLOGI DAN KIMIA DARAH ANJING YANG TERINFEKSI KOMBINASI Babesia sp. DAN Haemobartonella sp. KRONIS
LENI MAYLINA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Profil Hematologi dan Kimia Darah Anjing yang Terinfeksi Kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. Kronis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2013 Leni Maylina B351100031
RINGKASAN LENI MAYLINA. Profil Hematologi dan Kimia Darah Anjing yang Terinfeksi Kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. Kronis. Dibimbing oleh DONDIN SAJUTHI dan ANITA ESFANDIARI. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari status kesehatan anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis melalui pengamatan terhadap profil hematologi dan kimia darah. Penelitian menggunakan 28 ekor anjing yang telah didiagnosis positif terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. Anjing dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan ras, yaitu BM/Belgian Malinois (n= 4), GR/Golden Retriever (n=3), LR/Labrador Retriever (n=6), GS/German Shepherd (n=6), and RW/Rotweiller (n=9). Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendapatkan temuan klinis. Sampel darah diambil dari vena chepalica antibrachii untuk menghitung derajat infeksi, hematologi rutin (jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah trombosit, jumlah leukosit total, jumlah limfosit, monosit, neutrofil segmen, neutrofil batang, eosinofil dan basofil). dan kimia darah (aktivitas AST dan ALT, konsentrasi total bilirubin, bilirubin conjugated, bilirubin unconjugated, total protein, ureum, kreatinin, sodium, potasium, pH, pCO 2 , HCO 3 -, pO 2 dan sO 2 ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ras anjing memiliki derajat infeksi terhadap Babesia sp. dan Haemobartonella sp. ≤ 1 % (derajat infeksi ringan). Temuan klinis yang didapatkan bervariasi, meliputi kepucatan membran mukosa, konjungtiva dan sklera hiperemi, aritmia, bradikardia, takhikardia, splenomegali, diare berdarah dan infestasi caplak. Jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, nilai hematokrit dan jumlah trombosit cenderung lebih rendah (dibandingkan nilai normal) pada semua kelompok ras anjing, dengan indeks eritrosit berupa normositik normokromik dan mikrositik normokromik. Temuan lain berupa konsentrasi bilirubin total, bilirubin conjugated, ureum, dan total protein yang cenderung lebih tinggi (dibandingkan nilai normal), sedangkan tekanan oksigen (pO 2 ) dan saturasi oksigen (sO 2 ) cenderung lebih rendah (dibandingkan nilai norrmal) pada semua kelompok ras anjing.
Kata kunci: hematologi, kimia darah, anjing, Babesia sp., Haemobartonella sp.
SUMMARY LENI MAYLINA. Hematology and Blood Chemistry Profile of Dog Infected Chronically by Babesia sp. and Haemobartonella sp. Combination. Supervised by DONDIN SAJUTHI and ANITA ESFANDIARI. The objective of this experiment was to study the hematology and blood chemistry profiles of dog infected chronically by Babesia sp. and Haemobartonella sp. combination. Twenty eight dogs 2-8 years of age positively infected the combination of Babesia sp. and Haemobartonella sp. were devided into five groups depending on breeds, i.e. BM/Belgian Malinois (n= 4), GR/Golden Retriever (n=3), LR/Labrador Retriever (n=6), GS/German Shepherd (n=6, and RW/Rotweiller (n=9). Physical examination were done to obtain clinical findings. Blood samples were collected from cephalica antibrachii vein to determine the degree of infection, routine hematology (erythrocyte count, hemoglobin concentration, hematocrit, leukocyte count, neutrophyl, eosinophyl, basophyl, limphocyte, monocyte, and thrombocyte count) and clinical chemistry (ALT and AST activity, bilirubin count, conjugated bilirubin, unconjugated bilirubin, protein count, ureum, creatinine, sodium, potassium, pH, pCO 2 , HCO 3 , pO 2 and sO 2 ). Results of this study indicated that the degree of infection of Babesia sp. dan Haemobartonella sp. were < 1 % at all breed of dogs. Clinical findings were various including pale mucous membrane, hiperemic conjunctiva and sclera, arythmia, bradycardy, tachycardy, splenomegaly, bloody diarrhea, and ticks infestation. The erythrocyte count, hemoglobin concentration, hematocrit, and thrombocyte counts tend to be lower than normal range at all groups. The other findings such as total bilirubin, conjugated bilirubin, ureum, and total protein tend to be higher than normal range, while oxygen tension (pO 2) and oxygen saturation (sO 2 ) tend to be lower than normal range at all breed of dogs.. Keyword: hematology, blood chemistry, dogs, Babesia sp., Haemobartonella sp.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PROFIL HEMATOLOGI DAN KIMIA DARAH ANJING YANG TERINFEKSI KOMBINASI Babesia sp. DAN Haemobartonella sp. KRONIS
LENI MAYLINA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Biomedis Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji pada Ujian Tertutup: drh. Agus Wijaya, MSc., PhD
Judul Tesis Nama NRP
: Profil Hematologi dan Kimia Darah Anjing yang Terinfeksi Kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. Kronis : Leni Maylina : B351100031
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST, PhD Ketua
Dr. drh. Anita Esfandiari, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Biomedis Hewan
Drh. Agus Setiyono, MS, PhD
Tanggal Ujian:
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini adalah Profil Hematologi dan Kimia Darah Anjing yang Terinfeksi Kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. Kronis. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST., PhD dan Ibu Dr. drh. Anita Esfandiari, MSi selaku pembimbing, Bapak drh. Agus Wijaya, MSc., PhD selaku penilai serta Bapak drh. Agus Setiyono, MS., PhD., APVet selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedis Hewan yang telah banyak memberi kemudahan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada segenap pimpinan beserta Tim Dokter dari Klinik Veteriner (KOMPOL drh. R. Chaindrapraso Saleh, IPTU drh. Fitri Patmawati, IPTU drh. Adi, drh. Jeanni Dumayanti) dan tim K-9 Direktorat Polisi Satwa Kelapa Dua, Depok, Pimpinan beserta Staf Laboratorium Praktek Dokter Hewan Bersama (PDHB) drh. cucu K. Sajuthi, dkk., Staf Laboraorium Patologi Klinik Rumah Sakit BRIMOB Kelapa Dua, Depok beserta seluruh Staf Pengajar Bagian Penyakit Dalam, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH-IPB yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami (drh. Didid Wahyu Jatmiko), anak (Raihan Arya Sena Jatmiko), ayah (alm. Bapak H. Darsam), ibu (Hj. Tatik Syafiati, Spd), mertua (Bapak Mulyono, SPd dan Ibu Kustati, SPd) serta seluruh keluarga, atas segala doa, pengertian, dukungan dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2013 Leni Maylina
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA
5
3 METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Desain Penelitian Prosedur Analisis Data
15 15 15 17 17
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
19
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
53 53 53
DAFTAR PUSTAKA
55
LAMPIRAN
59
RIWAYAT HIDUP
93
DAFTAR TABEL 1 Persentase eritrosit berparasit pada kelima ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis 2 Hasil pemeriksaan keadaan umum semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis 3 Temuan klinis yang ditemukan selama pemeriksaan fisik dan observasi pada kelima kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis 4 Rata-rata parameter hematologi pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis 5 Rata-rata parameter kimia darah pada kelima kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis
20 23
24 26 37
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
7 8 9
10 11 12
13 14 15
16
17 18 19 20 21
22
Siklus hidup Babesia sp. Proses destruksi eritrosit Babesia canis dan Babesia gibsoni Haemobartonella canis pada eritrosit anjing Desain penelitian Identifikasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. serta morfologi eritrosit: sferosit → sebagai tanda adanya anemia yang dimediasi sistem imun persentase eritrosit berparasit pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Rata-rata jumlah eritrosit (x106/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Rata-rata konsentrasi hemoglobin (g/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Rata-rata nilai hematokrit (%) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Rata-rata jumlah trombosit (x103/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Rata-rata jumlah leukosit total (x103/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Rata-rata jumlah limfosit (x103/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Rata-rata jumlah monosit (x103/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Rata-rata jumlah neutrofil segmen (x103/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Rata-rata jumlah neutrofil batang (x103/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Rata-rata jumlah eosinofil (x103/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Rata-rata jumlah basofil (x103/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Rata-rata aktivitas AST (IU/L) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Rata-rata aktivitas ALT (IU/L) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Rata-rata konsentrasi total protein (g/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Rata-rata konsentrasi bilirubin total (mg/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis
7 8 11 13 17
19 21 27
28 28 30
31 32 33
33
34 35 35 38 39
39
40
23 Rata-rata konsentrasi bilirubin conjugated (mg/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis 24 Rata-rata konsentrasi bilirubin unconjugated (mg/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis 25 Rata-rata konsentrasi ureum (mg/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis 26 Rata-rata konsentrasi kreatinin (mg/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis 27 Rata-rata pO 2 (mmHg) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis 28 Rata-rata sO 2 (%) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis 29 Rata-rata pH darah pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis 30 Rata-rata pCO 2 (mmHg) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis 31 Rata-rata konsentrasi HCO 3 - (mEq/L) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis 32 Kurva disosiasi hemoglobin (HbO 2 ) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis 33 Rata-rata konsentrsi natrium (mEq/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis 34 Rata-rata konsentrasi kalium (mEq/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis
40
41 42
43 44 45 45 46 47 48
50
50
DAFTAR LAMPIRAN 1
2 3 4
5
6 7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Uji statistik persentase eritrosit berparasit semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik bobot badan semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik temperatur tubuh pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik frekuensi nafas (RR) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik frekuensi denyut jantung pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik jumlah eritrosit pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik konsentrasi hemoglobin (Hb) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata nilai hematokrit (Hct) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata jumlah trombosit pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata jumlah leukosit total pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata jumlah limfosit pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata jumlah monosit pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata jumlah neutrofil segmen pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata jumlah neutrofil batang pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata jumlah eosinofil pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata jumlah basofil pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis
61 63 64
65
66 67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
17
18
19
20
21
22
23
24
25 26 27
28 29 30
31
Uji statistik rata-rata konsentrasi ureum pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata konsentrasi kreatinin pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata aktivitas AST pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata aktivitas ALT pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemotbartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata konsentrasi total protein pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata konsentrasi bilirubin total pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata konsentrasi bilirubin conjugated pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata konsentrasi bilirubin unconjugated pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata pH darah pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata pCO 2 pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata konsentrasi HCO 3 - pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata pO 2 pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata sO 2 pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata konsentrasi natrium pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Uji statistik rata-rata konsentrasi kalium pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis
78
79
80
81
82
83
84
85 86 87
88 89 90
91
92
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Anjing memiliki tingkat intelegensi dan kesetiaan yang tinggi sehingga dapat dilatih sebagai penjaga, pelacak bahan peledak dan narkoba serta pengendali huru-hara. Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) mendirikan Sub Direktorat Satwa (sekarang Direktorat Polisi Satwa) yang memiliki unit K-9 yang khusus memfasilitasi pelatihan anjing pelacak dan pengendali massa. Anjing yang dilatih di Direktorat Polisi Satwa antara lain Belgian mallinoise (BM), Golden retriever (GR), Labrador retriever (LR), German shepherd (GS), dan Rotweiller retriever (RW) (POLRI 2007). Anjing-anjing tersebut dipilih karena mudah dilatih dan dapat dimanfaatkan sebagai anjing pekerja, misalnya sebagai hewan kesayangan, pemburu, pencari jejak dan penyelamat, penjaga, pemandu dan pelacak (Grandjean 2006). Pemeliharaan anjing di Direktorat Polisi Satwa memiliki kendala, diantaranya adanya gangguan oleh ektoparasit. Ektoparasit yang sering ditemukan pada anjing adalah caplak Rhipicephalus sanguineus. Caplak ini hidup di permukaan kulit anjing dan menghisap darah melalui pembuluh darah perifer yang berada di bawah kulit. Caplak berpotensi sebagai vektor berbagai penyakit yang disebabkan oleh protozoa maupun riketsia (Levine 1994). Protozoa yang ditularkan oleh caplak diantaranya Babesia sp., dan oleh riketsia diantaranya Haemobartonella sp.. Spesies Babesia yang sering ditemukan menginfeksi anjing adalah Babesia canis dan Babesia gibsoni. Keduanya merupakan protozoa yang hidup intraeritrosit (intrasitoplasmik) (Stockham dan Scott 2002), sedangkan Haemobartonella sp. (pada anjing Haemobartonella canis) hidup epieritrositik. Baik Babesia sp. maupun Haemobartonella sp., keduanya dapat menyebabkan anemia hemolitik secara akut maupun kronis, tergantung dari derajat infeksi dan keaktifan agen penyebab (Weiss dan Wardrop 2010). Penyakit yang diakibatkan oleh infeksi Babesia sp. (babesiosis) tersebar di seluruh dunia, terutama di negara tropis dan subtropis (Lubis 2006). Hal ini terkait dengan cara penularan protozoa ini, dimana penularannya dapat terjadi melalui vektor caplak, sehingga kemungkinan penularan antar sesama anjing sangat besar. Kasus babesiosis dilaporkan terjadi pada spesies sapi, kuda, domba, kucing, anjing, dan hewan liar (seperti rubah, rusa dan hewan pengerat) (Yatim dan Herman 2006). Kasus haemobartonellosis lebih sering dilaporkan terjadi pada kucing (Weiss dan Wardrop 2010). Belum ditemukan laporan mengenai studi epidemiologi kasus infeksi oleh Haemobartonella sp. di Indonesia. Infeksi tunggal oleh Haemobartonella sp. menunjukkan manifestasi klinis ringan pada anjing, sedangkan infeksi tunggal Babesia sp. dapat memperlihatkan gejala anemia ringan sampai berat (membran mukosa pucat sampai ikterus), penurunan berat badan, gangguan saluran pencernaan maupun pernafasan. Menurut Guyton dan Hall (2007), manifestasi klinis yang tampak pada masing-masing infeksi tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal (tatalaksana pemeliharaan, lingkungan dan musim) dan faktor internal (status kekebalan individu dan status nutrisi).
2
Kombinasi infeksi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. dapat menunjukkan manifestasi klinis yang lebih nyata dibandingkan dengan infeksi yang terjadi secara tunggal (Birkenheuer et al. 2007). Pemberian terapi untuk babesiosis dan haemobartonellosis pada anjing didasarkan pada kondisi penderita dan derajat infeksi. Imidocarb diproprionat sejak lama telah digunakan untuk pengobatan babesiosis, sedangkan doksisiklin dan klindamisin adalah obat terbaru yang dimanfaatkan untuk pengobatan babesiosis dan haemobartonellosis. Faktor yang mempengaruhi keputusan pemberian terapi diantaranya adalah status kesehatan anjing, yang dapat dinilai melalui pemeriksaan hematologi dan kimia darah (Aielo 2002). Informasi mengenai infeksi kombinasi babesiosis dan haemobartonellosis pada anjing di Indonesia belum ada laporannya. Selama ini belum ada informasi mengenai gambaran hematologi dan kimia darah pada infeksi kombinasi kedua penyakit ini di Indonesia. Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa lebih dari 50 % anjing di Direktorat Polisi Satwa Polri Kelapa Dua terinfeksi Babesia sp. dan Haemobartonella sp.. Oleh karena itu penelitian ini penting untuk dilakukan.
Perumusan Masalah Anjing dapat dimanfaatkan sebagai anjing pelacak yang membantu polisi dalam melakukan tugasnya. Oleh karena itu, berdasarkan fungsinya anjing-anjing tersebut disebut sebagai anjing polisi yang tergabung dalam sebuah tim khusus yang disebut K-9. Anjing polisi di Direktorat Polisi Satwa Kelapa dua, Depok banyak didatangkan dari Amerika (Amerika Serikat dan Kanada) serta Eropa (Belanda), dimana negara-negara tersebut adalah endemik babesiosis pada anjing. Masalah utama pemeliharaan anjing di Kelapa Dua terutama adanya infestasi ektoparasit caplak. Beberapa laporan penelitian disana menyebutkan bahwa caplak yang menginfeksi anjing adalah jenis Riphicephalus sanguineus, dimana caplak ini merupakan vektor parasit darah dan riketsia; diantaranya adalah Babesia sp. dan Haemobartonella sp. Babesiosis pada anjing (oleh Babesia canis dan atau Babesia gibsoni) merupakan protozoa yang hidup intraeritrosit (intrasitoplasmik) (Stockham dan Scott 2002), sedangkan Haemobartonella sp. pada anjing (Haemobartonella canis) hidup pada permukaan eritrosit. Keduanya akan mengakibatkan eritrosit mengalamai kerusakan (membran, hemoglobin, dan fleksibilitas) sehingga terjadi proses destruksi. Destruksi eritrosit besar-besaran berpotensi menyebabkan anemia. Jika destruksi eritrosit berhubungan dengan mediator sistem imun, maka terjadi anemia hemolisis intravaskular maupun ekstravaskular yang akan memperparah anemia. Pemecahan eritrosit akan berdampak pada oksigenasi jaringan (terjadi hipoksia dan hipoksemia) (Price dan Wilson 2006; Macfarlane et al. 2000). Hipoksia pada jaringan akan mengganggu organ-organ vital dalam tubuh, misalnya jantung, paru-paru, ginjal dan hati (Davies dan Shell 2002). Selain itu, hipoksemia dan hipoksia akan mempengaruhi keseimbangan kurva disosiasi hemoglobin (Price dan Wilson 2006) yang berakibat pada afinitas hemoglobin dalam mengikat oksigen. Selain anemia, babesiosis dan
3
haemobartonellosis dapat menyebabkan pula terjadinya trombositopenia (Weiss dan Wardrop 2010). Temuan klinis yang muncul merupakan manifestasi klinis dari anemia dan trombositopenia Infeksi kronis oleh kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. sering tidak memunculkan gejala klinis dan sering terlewatkan. Padahal, infeksi kronis merupakan tahap dimana anjing menjadi pembawa (carrier) yang menjadikan penyebaran kedua agen ini semakin meluas. Seringkali anjing dilaporkan mati secara tiba-tiba dengan gambaran patologi berupa kerusakan multi organ (terutama organ jantung, ginjal dan hati). Gambaran darah dapat merepresentasikan kondisi anjing pada saat masih hidup. Oleh karena itu diperlukan kajian mengenai profil hematologi dan kimia darah anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis. Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah infeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis mempengaruhi profil hematologi dan kimia darah pada anjing.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari profil hematologi dan kimia darah pada anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis. . Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah informasi tentang status kesehatan anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis melalui pemeriksaan hematologi dan kimia darah sehingga didapatkan rekomendasi penanganan yang sesuai.
4
Halaman ini sengaja dikosongkan
5
TINJAUAN PUSTAKA Anjing (Canis familiaris) Anjing merupakan salah satu hewan yang banyak dipelihara karena mempunyai hubungan erat dengan manusia. Beberapa tujuan dari pemeliharaan anjing antara lain sebagai hewan kesayangan, hewan penjaga, dan juga sebagai hewan pelacak. Hal ini dikarenakan anjing memiliki tingkat kecerdasan dan pengabdian yang tinggi kepada manusia (Grandjean 2006). Salah satu keistimewaan anjing adalah daya penciumannya yang sangat tajam. Kemampuan penciuman yang sangat tajam pada anjing dapat dimanfaatkan untuk melacak keberadaan barang ataupun orang sehingga sangat membantu polisi dalam memecahkan permasalahan kriminal seperti adanya bom, narkoba, maupun pencarian orang. Unit K-9 Direktorat Polisi Satwa merupakan salah satu unit di bawah POLRI yang menangani pelatihan dan pemeliharaan anjing pelacak. Anjing yang sering dipilih sebagai anjing pelacak adalah ras Belgian Malinois (Belgian Shepherd), Golden Retriever, Labrador Retriever, German Shepherd dan Rottweiler (POLRI 1996). Anjing-anjing tersebut dipilih sebagai anjing polisi karena memiliki berbagai keistimewaan. Belgian Malinois memiliki karakter sangat energik dan aktif, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai anjing pelacak, penjaga, dan penyelamat. Golden Retriever adalah anjing yang berani, aktif, memiliki penciuman tajam, dan memiliki ingatan yang istimewa, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai anjing pemandu, penyelamat, dan pendeteksi obat-obatan. Labrador Retriever merupakan raja anjing pemburu yang memiliki karakteristik sangat aktif, gesit, memiliki penciuman yang sangat tajam, pandai berenang, memiliki ingatan visual dan mampu merekam jejak lokasi dengan baik, sehingga anjing ini baik digunakan sebagai penjaga, penyelamat dan pendeteksi obatobatan. German Shepherd memiliki kewaspadaan yang tinggi, cepat belajar, ramah, berani, patuh pada perintah, dan memiliki penciuman yang istimewa, sehingga anjing ini dapat dimanfaatkan sebagai anjing pekerja (pemburu, pencari jejak dan penyelamat, penjaga, dan pemandu). Rottweiler memiliki kekuatan luar biasa, pekerja keras dan tidak akan pernah menyalak tanpa ada penyebab, sehingga anjing ini dapat dimanfaatkan sebagai anjing polisi, militer, penjaga dan pengendali massa (huru hara) (Grandjean 2006). Anjing-anjing yang dipergunakan sebagai anjing polisi tersebut masuk ke dalam kategori ras besar dan dapat dilatih menjadi anjing pekerja (working dog). Masing-masing ras memiliki keistimewaan dan perbedaan kepekaan terhadap penyakit. Beberapa ras diduga lebih tahan dalam merespon suatu infeksi, sedangkan ras lainnya lebih peka terhadap infeksi yang sama. Ras anjing German Shepherd sering disebut sebagai ras yang sangat peka dalam merespon suatu penyakit (Grandjean 2006).
6
Babesiosis pada Anjing Babesiosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Babesia sp.. Babesia sp. merupakan protozoa intraeritrositik yang dapat ditularkan melalui vektor caplak. Penyakit ini ditularkan pada anjing yang imunitasnya menurun atau dalam kondisi imunosupresi. Tingkat keparahan penyakit ini dipengaruhi oleh faktor umur, ras dan status/kondisi premunisi (Benavides dan Sacco 2007). Kondisi premunisi yaitu keseimbangan yang terjadi antara respon imun hewan yang terinfeksi dengan kemampuan parasit untuk memunculkan gejala klinis (Mandell et al. 2010; Wulansari 2002). Ras anjing diduga merupakan faktor predisposisi dan mempengaruhi infeksi ini. Hasil penelitian Mellanby et al. (2011) menunjukkan bahwa anjing ras besar pekerja (working dogs) memiliki resiko terinfeksi babesiosis lebih besar dibandingkan dengan anjing ras mini (Mellanby et al. 2011). Secara historis, Babesia diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan spesies mamalia yang diinfeksi. Babesia besar mempunyai panjang 3 sampai 6 pm, sedangkan Babesia kecil mempunyai panjang 1 sampai 3 pm ((Iqbal et al. 2011). Dua spesies Babesia yang sering menginfeksi anjing adalah Babesia canis dan Babesia gibsoni. Keduanya merupakan protozoa yang hidup intraeritrosit (intrasitoplasmik) (Stockham dan Scott 2002). Babesia canis adalah spesies yang diidentifikasi sebagai Babesia besar. Babesia canis mencakup tiga subspesies, yaitu Babesia canis vogeli, Babesia canis canis, dan Babesia canis rossi. Ketiga subspesies tersebut secara genetik berbeda, ditularkan oleh vektor yang berbeda, dan memiliki distribusi geografis yang berbeda dengan berbagai tingkat patogenitas (Iqbal et al. 2011). Babesia canis vogeli memiliki distribusi di seluruh dunia, ditularkan oleh Rhipicephalus sanguineus, dan dianggap kurang patogen. Babesia canis canis ditemukan terutama di Eropa, ditularkan oleh Dermacentor reticulatus, dan cukup patogen. Babesia canis rossi adalah endemik di Afrika, ditularkan oleh Haemaphysalis leachi, dan merupakan subspesies sangat ptogen. Babesia gibsoni (B. gibsoni) merupakan spesies yang diidentifikasi sebagai Babesia kecil.. Babesia gibsoni memiliki distribusi di seluruh dunia, ditularkan oleh Haemaphysalis, dan memiliki derajat infeksi yang bersifat subklinis sampai infeksi berat yang dapat menyebabkan kematian (Iqbal et al. 2011). Selain ditularkan melalui vektor caplak, agen ini dilaporkan dapat juga ditularkan melalui aplikasi tranfusi darah dari donor ke resipien apabila anjing pendonor bersifat carrier dan melalui transplasental dari induk ke anak (Fukumoto et al. 2005). . Siklus Hidup Babesia sp. Caplak terinfeksi merozoit selama menghisap eritrosit dan tetap infektif selama beberapa generasi melalui transmisi transovarial (Boozer dan Macintire 2005) Babesia sp. memiliki siklus perkembangan aseksual (skizogoni) yang terjadi pada inang dan perkembangan seksual (gametogoni dan sporogoni) yang terjadi pada caplak. Transmisi dimulai ketika inang tergigit caplak yang mengandung sporozoit Babesia sp. di dalam kelenjar ludahnya. Sporozoit yang
7
memasuki inang mengalami siklus pre-eritrositik, dimana akan mengikuti aliran limfe dan membentuk tropozoit (infektif). Beberapa hari kemudian terbentuk badan berinti banyak (schizont) yang berisi merozoit. Semakin banyak jumlah merozoit menjadikan schizont pecah dan melepaskan merozoit ke dalam aliran darah. Merozoit yang menginfeksi eritrosit berubah menjadi tropozoit muda dan jika telah matang berubah lagi menjadi schizont yang dapat pecah kembali dan melepaskan merozoit lain yang akan menginfeksi eritrosit lain di sekitarnya (Gardiner et al. 2002). Siklus hidup Babesia sp. dijelaskan melalui Gambar 1.
Gambar 1 Siklus hidup Babesia sp. (Gardiner et al. 2002)
Patogenesis Babesiosis ditularkan melalui gigitan vektor, salah satunya yaitu Rhipicephalus sanguineus. Sporozoit akan ditemukan dalam sirkulasi darah pada inang (anjing) setelah terinfeksi selama 2 sampai 3 hari (Igarashi et al. 1988). Infeksi oleh Babesia sp. dimulai ketika inang tergigit caplak yang mengandung sporozoit Babesia sp. di dalam kelenjar ludahnya. Sporozoit yang memasuki inang mengalami siklus pre-eritrositik, mengikuti aliran limfe dan membentuk tropozoit (Gardiner et al. 2002). Tiga sampai empat hari kemudian terbentuk badan berinti banyak (skizont) yang berisi merozoit. Semakin banyak jumlah merozoit menjadikan skizont pecah dan melepaskan merozoit ke dalam aliran darah setelah anjing terinfeksi selama 2 sampai 3 hari.
8
b
a
c
Gambar 2 Proses destruksi eritrosit a) infeksi Babesia sp. dalam eritrosit; b) Penetrasi merozoit Babesia sp. ke dalam eritrosit mengaktifkan komplemen (C3b) (Kaneko et al. 1997); c) hemolisis intravaskular dan ekstravaskular akibat destruksi eritrosit oleh Babesia sp. yang diperantarai sistem imun (Stockham dan Scott 2002)
9
Di dalam tubuh inang, organisme menempel pada membran eritrosit dan ditelan melalui proses endositosis. Mekanisme masuknya merozoit melalui proses endositosis, yang terdiri dari tiga tahap: 1) usaha untuk tidak dikenali inang dan penempelan ke membran eritrosit; 2) invaginasi eritrosit mengelilingi merozoit untuk membentuk parasitophorus vacuole; dan 3) membran eritrosit menutup setelah invasi merozoit selesai (Igarashi et al. 1988). Tahap selanjutnya, membran luar (berasal dari parasitophorus vacuole eritrosit inang) segera terlepas, sehingga parasit dapat berkontak langsung dengan sitoplasma eritrosit. Merozoit yang menginfeksi eritrosit berubah menjadi tropozoit muda dan jika telah matang berubah lagi menjadi skizont yang dapat pecah kembali dan melepaskan merozoit lain yang akan menginfeksi eritrosit lain disekitarnya (Gardiner et al. 2002). Penetrasi merozoit ke dalam eritrosit terjadi melalui mekanisme: 1) kontak merozoit menyebabkan membran plasma teraktivasi sehingga jalur komplemen juga teraktivasi dan merozoit memperoleh komplemen di permukaan eritrosit dan melalui reseptor komplemen pada sitoplasma terbentuk ikatan yang kuat; dan 2) merozoit memiliki reseptor C3b sehingga dapat mengikat C3b yang terdapat pada permukaan membran eritrosit (Igarashi et al. 1988). Eritrosit yang terinfeksi merozoit (Gambar 2a), berikatan dengan komplemen yang melapisi eritrosit (Gambar 2b). Kerusakan membran eritrosit diduga diakibatkan oleh lisis osmotik dalam sirkulasi (hemolitik intravaskular) (Gambar 2c). Eritrosit yang dilapisi oleh komplemen diekspresikan melalui proses fagositosis oleh sel makrofag (Gambar 2c) menghasilkan kerusakan eritrosit, yang akan dibuang dalam ruang ekstravaskular pada limpa dan hati (hemolisis ekstravaskular) (Weiss dan Wardrop 2010). Pembelahan terus-menerus merozoit yang tidak terbendung mengakibatkan eritrosit-eritrosit lain di sekitar eritrosit berparasit juga ikut terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi oleh parasit ini mengalami destruksi (Gardiner et al. 2002). Daya hidup eritrosit normal pada anjing adalah 100 hari, namun dengan adanya infeksi ini menyebabkan pemendekan umur eritrosit sampai kurang dari setengahnya (Weiss dan Wardrop 2010), sehingga banyak eritrosit akibat infeksi parasit ini didestruksi lebih cepat dari umurnya. Parasitemia adalah suatu keadaan dimana parasit ditemukan dalam sirkulasi darah. Parasitemia dikaitkan dengan siklus hidup Babesia sp. dan terdeteksi di dalam sirkulasi selama periode prepaten. Periode prepaten adalah periode perkembangan sporozoit menjadi tropozoit dan periode ketika merozoit menginfeksi eritrosit. Periode ini membutuhkan waktu selama 1 – 2 minggu (Urquhart et al. 2003). Parasitemia yang disebabkan oleh B. canis dapat berlangsung selama 3-4 hari, diikuti periode hilangnya parasit dari peredaran darah perifer selama kurang lebih 10 – 14 hari. Selanjutnya, periode inkubasi dan perkembangan merozoit terjadi antara 2 – 12 minggu (Quin et al. 2008). Biasanya persentase parasitemia mencapai 1.5 % atau lebih pada stadium perkembangan. Tingkat parasitemia tersebut telah mampu memunculkan gejala klinis. Gejala klinis yang muncul berupa demam, kepucatan membran mukosa, pembesaran limpa dan hati, takhikardia serta urin menjadi lebih gelap. Parasitemia mencapai puncak (>1.5 % - >5 %) pada 4 sampai 6 minggu setelah infeksi (Boozer dan Macintire 2005). Stadium terakhir merupakan stadium “penyembuhan”, ditunjukkan dengan persentase parasitemia yang rendah. Jika hal ini berlangsung lama tanpa
10
menimbulkan gejala klinis, maka bisa dipastikan hewan menjadi carrier (Kocan et al. 2010). Setelah 2 minggu pasca infeksi akan terjadi parasitemia kedua, dengan jumlah parasit lebih banyak di dalam eritrosit, sebagai hasil perbanyakan secara pembelahan (Subronto 2005). Parasitemia dapat terjadi berulang-ulang ketika inang berada dalam kondisi dengan kekebalan tubuh yang menurun. Sistem kekebalan tubuh yang ada, tidak benar-benar menghilangkan infeksi, dan hewan akan menjadi carrier kronis (Boozer dan Macintire 2005). Anemia hemolitik dan trombositopenia merupakan gambaran utama babesiosis pada anjing. Anemia disebabkan oleh ekstra dan intravaskular hemolisis. Destruksi eritrosit akibat immune mediated hemolytic anemia (IMHA) terjadi karena adanya antigen Babesia sp. pada permukaan eritrosit. Hal ini menyebabkan kerusakan eritrosit, baik intravaskular maupun ekstravaskular (Gambar 2c). Destruksi eritrosit tersebut akan memunculkan gejala hemoglobinemia, hemoglobinuria dan kuning (ikterus/jaundice) (Boozer dan Macintire 2005).
Gejala Klinis Gejala klinis muncul setelah periode inkubasi, dimana derajat parasitemia mencapai > 1.5 %, dan diperkirakan terjadi dalam waktu 4 – 6 minggu pasca infeksi. Gejala klinis pada infeksi perakut ditandai dengan kegagalan respirasi (dyspnoe) hingga kematian secara tiba-tiba. Secara umum, gejala klinis pada infeksi akut yang muncul pada anjing penderita babesiosis berupa demam, membran mukosa anemis sampai ikterus, hati dan limpa membesar, berat badan menurun, gangguan saluran cerna (muntah dan diare berdarah), gangguan saluran pernafasan, takikardia dan urin berwarna lebih gelap (Lubis 2006). Gejala klinis pada infeksi kronis sering tidak tampak, namun terkadang ditemukan membran mukosa anemis, demam intermiten dan penurunan berat badan (Tilley dan Smith 2011). Babesia gibsoni dapat menyebabkan infeksi yang bersifat hiperakut, akut, dan kronis. Infeksi hiperakut yang langka terutama terjadi pada anak anjing yang baru lahir dan mengakibatkan kematian dengan cepat. Infeksi tersebut diduga diperoleh dari induknya. Infeksi Babesia gibsoni akut biasanya memunculkan gejala demam, kelesuan, trombositopenia, dan anemia, sedangkan infeksi babesia kronis bisa sama sekali tanpa gejala atau bisa juga disertai dengan demam intermiten, lesu, dan penurunan berat badan (Boozer dan Macintire 2005).
Diagnosis Diagnosis pada kasus infeksi B. canis akut didasarkan pada gejala klinis yang muncul dan ditemukannya parasit Babesia sp di dalam eritrosit melalui pemeriksaan ulas darah. Pada pemeriksaan ulas darah, Babesia besar (Babesia canis) tampak terlihat seperti buah pear, sedangkan Babesia kecil (Babesia gibsoni) tampak sebagai inti kecil bersitoplasma (Boozer dan Macintire 2005) (Gambar 3). Sampai saat ini belum ada tes yang 100% sensitif untuk diagnosis babesiosis pada anjing. Selain melalui pemeriksaan ulas darah, diagnosis bisa dilakukan melalui pemeriksaan serologis yang meliputi Coomb Test, IFA
11
(Immunoflourescent Antibody Test), IFT (Indirect Fluorescent Test), ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay), dan PCR (Polymerase Chain Reaction) (Iqbal et al. 2011; Boozer dan Macintire 2005).
a b Gambar 3 Babesia canis (a) dan Babesia gibsoni (b) di dalam eritrosit anjing (Boozer dan Macintire 2005)
Gambaran Hematologi dan Kimia Klinik Babesiosis pada Anjing Anemia dan trombositopenia merupakan kelainan yang paling sering ditemukan pada anjing dengan infeksi babesiosis tunggal. Gejala klinis yang muncul pada penderita babesiosis merupakan manifestasi klinis dari adanya anemia (Iqbal et al. 2011). Destruksi eritrosit akibat infeksi Babesia sp. secara besar-besaran akan menyebabkan terjadinya anemia. Sumsum tulang meresponnya dengan cara meningkatkan produksi eritrosit muda (retikulosit) yang akan dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Jumlah retikulosit yang sangat tinggi di dalam sirkulasi darah (retikulositosis) bisa mengindikasikan adanya proses hemolisis. Penghitungan jumlah retikulosit dalam sirkulasi merupakan kunci diagnosis adanya anemia hemolitik. Destruksi eritrosit pada anemia hemolitik umumnya terjadi di dalam limpa sehingga organ ini akan mengalami pembesaran. Rata-rata masa hidup eritrosit pada kejadian ini sangat pendek, berkisar antara 10-20 hari (Sibuea et al. 2009), dimana masa hidup eritrosit pada anjing dalam keadaan normal berkisar antara 100 – 110 hari (Weiss dan Wardrop 2010; Colville dan Bassert 2002). Destruksi eritrosit menyebabkan terjadinya pemecahan eritrosit besarbesaran sehingga di dalam hati terbentuk bilirubin yang berlebihan. Kemampuan hati dalam mengkonjugasi bilirubin terbatas, menyebabkan kadar bilirubin unconjugated di dalam darah akan meningkat sehingga penderita terlihat kekuningan (ikterus/jaundice) yang disebut sebagai ikterus prehepatik. Pemecahan eritrosit berlebihan akan berdampak pada menurunnya ikatan hemoglobin–oksigen (HbO 2 ). Ikatan ini yang membawa oksigen beredar dalam sirkulasi sehingga membantu proses oksigenasi sel. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi oksigenasi jaringan atau sel adalah konsentrasi oksigen yang terkandung dalam darah (Segal 2010). Konsekuensi dari menurunnya ikatan hemoglobin–oksigen (HbO 2 ) menyebabkan oksigenasi jaringan terganggu.
12
Manifestasi klinis yang terlihat adalah adanya takhikardia akibat hipoksemia dan hipoksia (Price dan Wilson 2006).
Pengobatan dan Pencegahan Tujuan utama pengobatan pada kasus babesiosis adalah untuk menekan perkembangan parasitemia dan mengembangkan keadaan premunisi. Imidocarb dipropionat adalah obat yang direkomendasikan oleh FDA (Food and Drug Association) untuk pengobatan babesiosis pada anjing. Dosis yang disarankan adalah 6,6 mg/kg, diberikan secara intramuskular, dengan dosis yang diulang dalam dua minggu berikutnya (Tilley dan Smith 2011). Efek samping yang paling sering dilaporkan muncul setelah pemberian imidocarb adalah sakit di lokasi penyuntikan dan tanda-tanda kolinergik, seperti hipersalivasi, defekasi, dan panting. Pemberian atropin dosis 0,022 mg/kg secara subkutan, 15 sampai 30 menit sebelum pemberian imidocarb dapat mengurangi tanda-tanda kolinergik (Tilley dan Smith 2011). Imidocarb efektif digunakan untuk semua subspesies Babesia canis. Meskipun tidak dapat mengeliminasi/menghilangkan seluruh parasit dalam darah, imidocarb dapat menurunkan mortalitas pada infeksi Babesia gibsoni (Iqbal et al. 2011). Obat-obatan lain yang bisa diberikan adalah kombinasi atovakuon (Mepron Glaxo Smith Kline) dengan dosis 13.5 mg/kg BB secara oral, azitromisin 10 mg/kgBB secara oral sekali/hari selama 10 hari. Studi terbaru menunjukkan bahwa pemberian klindamisin 10 mg/kg BB secara oral selama 14 hari efektif untuk terapi babesiosis pada anjing tanpa efek samping. Pemberian terapi suportif berupa terapi cairan dan/atau tranfusi darah tergantung pada kondisi dan derajat anemia anjing (Iqbal et al. 2011). Pencegahan yang dapat dilakukan adalah kontrol terhadap caplak sebagai vektor penyakit. Tindakan pencegahan ini termasuk kontrol caplak (sanitasi lingkungan dan hewan menggunakan Butox®), screening induk, screening donor darah, serta mencegah perkelahian antar anjing untuk mempersempit penularan infeksi antar anjing (Iqbal et al. 2011).
Haemobartonellosis pada Anjing Infeksi oleh Haemobartonella sp. disebabkan oleh Mycoplasma haemocanis, yang sebelumnya dikenal sebagai Haemobartonella canis. Mycoplasma haemocanis merupakan mikroorganisme yang masuk ke dalam kelompok riketsia. Mycoplasma haemocanis disebut juga sebagai "Hemotropic mycoplasma”. Mikroorganisme ini mampu bertahan hidup tanpa oksigen, dan tidak memiliki dinding sel sejati, sehingga membuat mereka tahan terhadap antibiotik (Subronto 2006). Mycoplasma merupakan gram negatif dan tahan asam serta bereproduksi melalui pembelahan biner (Aielo 2002). Siklus hidup Haemobartonella sp. sampai saat ini belum banyak dilaporkan. Laporan yang ada terbatas pada informasi bahwa riketsia mampu hidup dalam berbagai stadia caplak dan sewaktu-waktu dapat dipindahkan ke hewan lain (Subronto 2006). Simptom yang muncul merupakan manifestasi klinis anemia, berupa lesu, tidak nafsu makan, anemis, demam, gangguan pernafasan (dispnoe, tachypnoea),
13
dan gangguan sirkulasi (takhikardia dan kerapuhan kapiler) (Gretillat 2008). Anjing penderita haemobartonellosis akut biasanya akan menunjukkan tandatanda depresi, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, dan demam. Kematian dapat terjadi pada kasus yang parah, (Nash 2012).
Patogenesis Patogenesis haemobartonellosis belum banyak dilaporkan. Menurut Weiss dan Wardrop (2010) serta Stockham dan Scott (2002), proses infeksi Haemobartonella sp. terkait dengan mediator imun. Babesiosis dan haemobartonellosis memiliki kesamaan dalam mengaktifkan sistem komplemen (Weiss dan Wardrop 2010; Stockham dan Scott 2002).
Diagnosis Diagnosis didasarkan pada ditemukannya Hemobartonella canis pada preparat ulas darah (Gambar 4). Bila dilihat secara mikroskopis, Mycoplasma haemocanis tampak dalam bentuk rantai atau bisa berupa organisme individu yang menembus permukaan eritrosit (Gambar 4). Polymerase Chain Reaction/PCR merupakan tes yang sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis anjing yang terinfeksi Hemobartonella canis (Kumarl et al. 2011).
Gambar 4 Haemobartonella canis pada eritrosit anjing (Boozer dan Macintire 2005)
Gambaran Hematologi dan Kimia Klinik Haemobartonellosis pada Anjing Haemobartonellosis, seperti juga babesiosis, menyebabkan anemia hemolitik. Gejala klinis yang muncul merupakan akibat dari anemia yang ditimbulkannya. Tingkat keparahan anemia yang ditimbulkan bervariasi, tergantung pada durasi dan derajat parasitemia. Bentuk anemia biasanya regeneratif atau non-regeneratif. Profil hematologi yang pernah dilaporkan berupa neutrofilia, anisositosis, poikilositosis dan anisositosis. Trombositopenia bisa ditemukan pada beberapa kasus. Perubahan biokimiawi darah pada umumnya ringan dan sekunder terhadap anemia akibat kondisi hipoksia (Gretillat 2008).
14
Terapi Tujuan utama pengobatan haemobartonellosis adalah untuk menekan perkembangan Haemobartonella sp. Terapi untuk Mycoplasma haemocanis adalah tetrasiklin yang diberikan secara oral (dosis 20-22 mg/kgBB, tiga kali sehari selama 21 hari) atau kloramfenikol (diberikan secara intravena dengan dosis 20-22 mg/kgBB, dua atau tiga kali sehari selama 9 sampai 21 hari). Karena terapi antibiotik tidak sepenuhnya menghilangkan M. haemocanis, tanda-tanda klinis dapat muncul kembali jika penyakit imunosupresif yang mendasarinya berkembang. Pemberian glukokortikoid secara oral (dosis 1 mg/kgBB, dua kali sehari, diberikan secara bertahap) efektif jika infeksi Mycoplasma haemocanis berhubungan dengan anemia hemolisis yang diperantarai kekebalan (Immune Mediated Hemolytic Anaemia/IMHA). Terapi suportif berupa terapi cairan dan tranfusi darah diberikan ketika hewan menderita anemia berat (Kumarl et al. 2011).
15
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Direktorat Polisi Satwa Polri Kelapa Dua Depok, Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit BRIMOB Kelapa Dua Depok dan di Laboratorium Patologi Klinik, Bagian Penyakit Dalam, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung selama bulan Mei-Oktober 2012.
Alat dan Bahan Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah 28 ekor anjing (umur 2-8 tahun, tanpa membedakan jenis kelamin) yang positif terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp.,. Anjing dibagi ke dalam lima kelompok berdasarkan ras, terdiri dari ras Belgian Malinois/BM (4 ekor), Golden Retriever/GR (3 ekor), Labrador Retriever/LR (6 ekor), German Shepherd/GS (6 ekor) dan Rottweiler/RW (9 ekor). Alat yang dipergunakan adalah cell counter – blood analyzer Hemavet®, instrumen Dialab Photometer DTN-410®, Abbott i-STAT®, tabung vacuum Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA), mikroskop, hand refraktrometer, kertas saring, alat penghitung, tabung mikrohematokrit, pipet tetes, gelas obyek dan syringe 3 ml. Reagen yang dipergunakan adalah kit untuk ureum, kreatinin, total protein, Aspartate transaminase (AST), Alanine transaminase (ALT), bilirubin total, bilirubin direct/conjugated; kit Hemavet®; dan CG8+ Cartridge®. Bahan lainnya yaitu metanol, larutan Giemsa 10 % dan alkohol 70 %.
Metodologi
Metode 1. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan berdasarkan metode Widodo et al. (2011) untuk mengidentifikasi temuan klinis. 2. Pengambilan Sampel Darah Sampel darah diambil dari vena cephalica antibrachii sebanyak 2 ml menggunakan syringe 3 ml. Sebanyak 0.5 ml ditempatkan pada CG8+ cartridge® dan sebanyak 1,5 ml pada tabung vacuum EDTA. Sampel darah dalam tabung vacuum EDTA diperlukan untuk pemeriksaan hematologi lengkap dan kimia darah, sedangkan sampel darah dalam cartridge digunakan untuk analisis gas darah dan elektrolit. Preparat ulas darah dibuat langsung dari darah utuh (whole blood) segera setelah pengambilan darah.
16
3. Pemeriksaan Hematologi Pemeriksaan hematologi lengkap dilakukan menggunakan cell counter blood analyzer Hemavet®, meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, nilai hematokrit, indeks eritrosit, jumlah leukosit total, neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, monosit dan jumlah trombosit. 4. Penghitungan Persentase Eritrosit Berparasit Pembuatan preparat ulas darah untuk penghitungan persentase eritrosit berparasit dilakukan dengan cara sampel darah segar diteteskan pada satu sisi gelas obyek. Salah satu sisi gelas obyek lain ditempatkan pada ujung gelas obyek pertama dengan membentuk sudut 30o - 45o. Gelas obyek kedua ditarik sampai menyentuh tetes darah dan dibiarkan menyebar sepanjang tepi gelas obyek kedua. Gelas obyek kedua didorong ke sepanjang permukaan gelas obyek pertama sehingga terbentuk ulas darah tipis dan merata. Preparat ulas yang telah kering difiksasi ke dalam metanol selama 5 menit. Kemudian preparat diangkat dan dikeringkan di udara. Setelah kering, dilakukan pewarnaan menggunakan larutan Giemsa 10 % selama 45-60 menit. Kemudian preparat ulas yang telah diwarnai dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di udara. Preparat ulas darah dibaca di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000 kali untuk pengamatan terhadap adanya Babesia sp. dan Haemobartonella sp. serta penentuan derajat infeksi Babesia sp. dan Haemobartonella sp.. Persentase eritrosit berparasit (parasitemia) dihitung berdasarkan rumus Sunaga et al. (2002) sebagai berikut: % Eritrosit berparasit (parasitemia) = Jumlah total eritrosit berparasit X 100 % (1000 eritrosit) Menurut Ndungu et al. (2005), derajat infeksi dikategorikan berdasarkan persentase eritrosit berparasit yang didapatkan. Kategori derajat infeksi ditentukan sebagai berikut: ____________________________________________ Persentase eritrosit berparasit Derajat infeksi ____________________________________________ <1% ringan 1–5% sedang >5% berat _____________________________________________ 5. Pemeriksaan Kimia Darah Pemeriksaan kimia darah yang meliputi aktivitas ALT dan AST, konsentrasi bilirubin total, bilirubin conjugate dan unconjugate, ureum dan kreatinin dilakukan menggunakan instrumen Dialab Photometer DTN-410®, sedangkan konsentrasi total protein dianalisis menggunakan hand refraktrometer. Analisis gas darah dilakukan dengan menggunakan Abbot i-STAT® dan kit CG8+ Cartridge yang meliputi pemeriksaan pH, tekanan karbondioksida (PCO 2 ), konsentrasi HCO 3 -, tekanan oksigen (PO 2 ), saturasi oksigen (sO 2 ), konsentrasi sodium (Natrium/Na), dan konsentrasi potasium (Kalium/K).
17
Desain Penelitian Desain penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 5. (Screening preparat ulas darah) Identifikasi Agen Penyakit Hasil positif (Kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp)
Anjing dikelompokkan berdasarkan ras Signalemen Anamnesis
Hematologi
Pemeriksaan Fisik (Temuan Klinis)
Paremeter eritrosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Indeks Eritrosit Parameter leukosit Leukosit Hitung jenis Neutrofil segmen Nutrofil batang Eosinofil Basofil Limfosit Monosit Trombosit
Kimia darah AST ALT Bilirubin total Bilirubin conjugate Bilirubin unconjugate Ureum Kreatinin Total protein Gas darah PO 2 sO 2 pH pCO 2 HCO 3 Elektrolit Natrium Kalium
Gambar 5 Desain Penelitian Prosedur Analisis Data Data yang bersifat kualitatif disajikan secara deskriptif, sedangkan data kuantitatif diuji secara statistik menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan analysis of variance (ANOVA). Data dinalisis menggunakan software SPSS 17.0 for windows dan MS Office Excell 2007.
18
Halaman ini sengaja dikosongkan
19
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. Identifikasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. dilakukan melalui pembuatan preparat ulas darah dengan menggunakan pewarnaan Giemsa. Diagnosis ditetapkan dengan ditemukannya “parasit” pada pemeriksaan ulas darah. Spesies Babesia sp. yang sering ditemukan menginfeksi anjing adalah Babesia canis dan Babesia gibsoni. Keduanya merupakan protozoa yang hidup intraeritrosit (intrasitoplasmik) (Stockham dan Scott 2002), sedangkan Haemobartonella sp. (pada anjing yaitu Haemobartonella canis) hidup epieritrositik (Weiss dan Wardrop 2010). Parasit Babesia sp. yang ditemukan berupa merozoit di dalam sitoplasma, sedangkan Haemobartonella sp. berupa rantai (kelompok) dan organisme individu pada permukaan eritrosit. Merozoit aktif membelah yang ditemukan pada preparat ulas darah merupakan bentuk aktif Babesia sp., sedangkan bentuk tidak aktif ditandai dengan sitoplasma maupun inti yang menghilang (Wulansari 2002).
Gambar 6 Identifikasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. serta morfologi eritrosit: sferosit sebagai tanda adanya anemia yang diperantarai kekebalan Babesia sp.; Haemobartonella sp.; sferosit
20
Hasil pengamatan pada preparat ulas darah yang disajikan pada Gambar 6 menunjukkan bahwa selain ditemukannya Babesia sp. dan Haemobartonella sp., ditemukan pula bentuk sferosit (Spherocyte) pada preparat ulas. Sferosit merupakan salah satu bentuk eritrosit yang abnormal, yang bisa ditemukan pada anemia hemolitik yang diperntarai kekebalan. Menurut Weiss dan Wardrop (2010), adanya sferosit mengindikasikan adanya anemia hemolitik yang diperantarai sistem imun (Immune Mediated Hemolytic Anaemia/IMHA).
Persentase Eritrosit Berparasit Tabel 1 dan Gambar 7 memperlihatkan persentase eritrosit ber”parasit” pada semua kelompok ras anjing yag terinfeksi Babesia sp dan Haemobartonella sp. kronis. Hasil pengamatan memperlihatkan persentase eritrosit berparasit pada masing-masing ras anjing yang terinfeksi Babesia sp. berkisar antara 0.24 – 1.36 % (Belgian Malinois), 0.25–0.95 % (Golden Retriever), 0.19–0.77 % (Labrador Retriever), 0.21–0.39 % (German Shepherd) dan 0.11–0.47 % (Rottweiler). Persentase eritrosit terinfeksi Babesia sp. paling tinggi dijumpai pada anjing dengan ras Belgian Malinois, diikuti berturut-turut oleh anjing ras Golden Retriever, Labrador Retriever, German Shepherd, dan Rottweiler. Persentase eritrosit terinfeksi Haemobartonella sp. berturut-turut berkisar antara 0-2.0 % (Belgian Malinois), 0.3-0.7 % (Golden Retriever), 0.35-0.85 % (Labrador Retriever), 0.2-0.8 % (German Shepherd) dan 0.23-0.65 % (Rottweiler). Persentase eritrosit terinfeksi Haemobartonella sp. paling tinggi dijumpai pada kelompok anjing dengan ras Belgian Malinois, diikuti berturutturut oleh kelompok anjing ras Labrador Retriever, German Shepherd, dan Rottweiler (Tabel 1). Tidak ada perbedaan yang nyata pada persentase eritrosit berparasit Babesia sp. dan Haemobartonella sp. Diantara kelima kelompok ras anjing tersebut (P>0.05), kecuali persentase eritrosit terinfeksi Haemobartonella sp. antara kelompok anjing ras Belgian Malinois dan Rottweiler (P<0.05). Tabel 1 Persentase eritrosit berparasit pada kelima kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Infeksi (%)
Babesia sp. Haemobartonella sp.
Ras Anjing BM
GR
LR
GS
RW
0.8±0.56 ab
0.6±0.35a
0.48±0.29 ab
0.3±0.09 a
0.29±0.18 a
1.0±1.0b
0.5±0.2ab
0.60±0.25ab
0.5±0.3ab
0.44±0.21a
BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; a, b, ab Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0.05)
Persentase eritrosit ber”parasit” Babesia sp. dan Haemobartonella sp. menunjukkan derajat infeksi dari kedua agen patogen tersebut. Persentase eritrosit berparasit atau tingkat “parasitemia” diperoleh dengan cara menghitung banyaknya eritrosit yang terinfeksi “parasit” dalam 1000 eritrosit. Tingkat parasitemia bisa digunakan untuk melihat tingkat keparahan penyakit (Sunaga et al. 2002).
21
Destruksi eritrosit pada babesiosis terjadi karena parasit memperbanyak diri (multiplication) di dalam eritrosit tersebut. Namun demikian, banyaknya eritrosit yang lisis belum tentu proporsional dengan tingkat parasitemia yang terjadi. Tingkat keparahan anemia yang ditimbulkan pada babesiosis tidak selalu sebanding dengan derajat parasitemia (Solihah 2013). Tabel 1 menunjukkan rata-rata persentase eritrosit berparasit Babesia sp. dan Haemobartonella sp. ≤ 1 % pada semua kelompok ras anjing dalam penelitian ini. Tingkat parasitemia pada penelitian ini termasuk rendah. Tingkat parasitemia yang besarnya ≤ 1 % menunjukkan bahwa kelima kelompok ras anjing pada penelitian ini mengalami infeksi dalam tingkat ringan. Menurut Ndungu et al. (2005), tingkat parasitemia atau derajat infeksi dikategorikan berdasarkan persentase eritrosit berparasit yang didapatkan, yaitu derajat infeksi ringan (persentase parasitemia <1%), derajat infeksi sedang (persentase parasitemia 15%), dan derajat infeksi berat (persentase parasitemia > 5%).
Persentase eritrosit berparasit (%)
3
2
1
0
-1 B_BM
B_GR
B_LR
B_GS
B_RW
H_BM
H_GR
H_LR
H_GS
H_RW
Gambar 7 Persentase eritrosit berparasit (%) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis B: infeksi Babesia sp.; H: infeksi Haemobartonella sp. Ras: BM: Belgian Malinois; GR: Golden Retriever; LR: Labrador Retriever; GS: German Shepherd; RW: Rottweiler
Tabel 1 dan Gambar 7 menunjukkan bahwa semua kelompok ras anjing memiliki derajat infeksi terhadap Babesia sp. dan Haemobartonella sp. ≤ 1 % (derajat infeksi ringan). Derajat infeksi biasanya sangat berkaitan dengan gejala klinis yang muncul. Derajat infeksi Babesia sp. yang sedang sampai tinggi memiliki pengaruh lebih buruk terhadap gambaran darah dan manifestasi klinis yang dihasilkan sehingga lebih tampak gejalanya (Birkenheuer et al. 2003). Temuan klinis yang diperoleh pada penelitian ini tidak memperlihatkan adanya gejala babesiosis seperti demam. Gejala kekuningan teramati, masing-
22
masing pada satu ekor anjing kelompok ras Belgian Malinois dan German Shepherd. Hal ini diduga karena tingkat parasitemia yang terjadi rendah yaitu ≤ 1%, dan infeksinya yang bersifat kronis. Babesia sp. (intraeritrositik) dan Haemobartonella sp. (epieritrositik) merupakan “parasit” yang memiliki kemampuan memunculkan gejala klinis sangat beragam. Infeksi pada hewan diduga carrier (pembawa), meskipun diberikan terapi antibiotik, parasitemia dapat berulang pada saat hewan mengalami stres atau penurunan daya tahan tubuh (Weiss dan Wardrop 2010). Organisme Babesia sp. dapat menyebabkan anemia hemolitik akut pada anjing yang mengalami imunosupresi, splenektomi atau bersamaan dengan infeksi yang lain (infeksi kombinasi). Pada hewan sehat yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp., infeksi akan berkembang menjadi tipe kronis, dimana infeksinya asimptomatik dan sporadik disertai dengan derajat parasitemia yang rendah (Weiss dan Wardrop 2010). Infeksi Babesia sp. yang bersifat kronis akan menyebabkan hewan dalam kondisi premunisi, yaitu keseimbangan yang terjadi antara respon imun hewan yang terinfeksi dengan kemampuan parasit untuk memunculkan gejala klinis (Mandell et al. 2010; Wulansari 2002). Keadaan premunisi terjadi saat respon imun mampu menekan pertumbuhan parasit, mencegah hiperparasitemia, menurunkan kepadatan parasit, dan menekan patogenitas parasit sehingga tidak sampai menimbulkan gejala (asimptomatis) (MacDonald 2001; Kurtzhals et al. 1998). Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat parasitemia diantaranya adalah faktor patogenitas spesies agen penyebab, splenektomi dan terdapatnya kombinasi infeksi dengan agen patogen yang lain. Infeksi tunggal oleh Babesia sp. kronis memiliki derajat infeksi ringan. Namun demikian, jika terdapat kombinasi dengan infeksi parasit darah lainnya akan menambah keparahan infeksi, karena tubuh mengalami infeksi ganda (Weiss dan Wrdrop 2010). Jika infeksi Babesia sp. terjadi bersamaan dengan parasit yang lain dan terjadi saling mempengaruhi antar parasit, tingkat parasitemia yang ringan dapat memicu timbulnya gejala klinis (Birkenheuer et al. 2003).
Keadaan Umum dan Temuan Klinis Bobot badan semua kelompok ras anjing yang secara alami terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis dapat dilihat pada Tabel 2. Kelompok anjing ras Belgian Malinois memiliki bobot badan berkisar antara 22.69 – 26.81 kg, masih dalam kisaran nilai normal (23.2 – 27.1 kg) menurut Morgan (2008). Kelompok anjing ras Golden Retriever memiliki bobot badan (18.21 – 38.45 kg) dibawah kisaran nilai normal menurut Grandjean (2006) yaitu 30.4 – 33.7 kg. Bobot badan kelompok anjing ras Labrador Retriever, German Shepherd dan Rottweiler berturut-turut berkisar antara 27.01 – 32.33 kg (normal 30.7 – 35.5 kg); 22.4 – 28.94 kg (normal 28.4 – 35.9 kg); dan 27.76 - 40.24 kg (normal 39.7 – 46.8 kg). Penurunan bobot badan pada hampir semua kelompok ras anjing diduga diakibatkan oleh anemia akibat infeksi oleh Babesia sp. dan Haemobartonella sp, dimana nutrisi tidak dapat dihantarkan dengan baik ke seluruh jaringan. Nutrisi
23
beserta oksigen diedarkan ke seluruh tubuh melalui darah. Kekurangan darah mengakibatkan transport terhambat sampai ke jaringan (Price dan Wilson 2006). Tabel 2 memperlihatkan temperatur tubuh, frekuensi nafas, dan frekuensi denyut jantung pada kelima kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis. Secara umum, temperatur tubuh semua kelompok ras anjing masih dalam kisaran nilai normal menurut Morgan (2008) dan tidak ada perbedaan temperatur tubuh yang nyata antar kelompok ras anjing (P>0.05). Tabel 2. Hasil pemeriksaan keadaan umum semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Keadaan
Nilai
Umum
Normal*
Kelompok Ras Anjing BM
GR
LR
GS
RW
24.75±2.06
28.33±10.12
29.67±2.66
25.67±3.27
34.00±6.24
23.2 – 27.1
30.4 – 33.7
30.7 – 35.5
28.4 – 35.9
39.7 – 46.8
38 – 39.2
38.85±0.82a
38.93±0.31a
38.57±0.73a
38.57±0.55a
38.86±0.56a
RR (x/menit)
16 – 20
18.00±5.16a
20.00±4.00a
25.33±16.91a
33.33±10.63a
24.00±15.49a
HR (x/menit)
70 – 160
79.00±59.45a
57.33±26.63a
BB (kg) ** T (oC)
76.67±47.69a 115.33±55.51a 94.67±57.55a
BB: bobot badan, T: temperatur, RR: frekuensi nafas, HR: frekuensi denyut jantung; BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; *Morgan (2008); **Nilai normal bobot badan (kg) masing-masing ras anjing
Frekuensi nafas kelompok anjing ras Belgian Malinois (13 - 23 kali/menit) dan Golden Retriever (16 - 24 kali/menit) yang secara alami terinfeksi kombinasi Haemobartonella sp. dengan Babesia sp. memiliki kisaran nilai normal menurut Morgan (2008) yaitu 16 – 20 kali/menit. Kelompok anjing ras Labrador Retriever, German Shepherd dan Rottweiler berturut-turut memiliki frekuensi nafas antara 8 – 42 kali/menit; 23 – 44 kali/menit; dan 9 - 33 kali/menit). Ketiga kelompok ras anjing ini memiliki frekuensi nafas yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan nilai normal. Tidak ada perbedaan frekuensi nafas antar kelompok ras anjing (P>0.05). Secara umum, frekuensi denyut jantung pada semua kelompok ras anjing masih berada dalam kisaran normal (Tabel 2), kecuali pada kelompok anjing ras Golden Retriever (kisaran antara 31 – 84 kali/menit) yang memiliki frekuensi denyut jantung cenderung lebih rendah dari nilai normal. Tidak ada perbedaan pada frekuensi denyut jantung diantara kelima kelompok ras anjing tersebut (P>0.05). Temuan Klinis Temuan klinis yang didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik dan selama observasi pada kelima kelompok ras anjing dapat dilihat pada Tabel 3. Temuan klinis pada semua kelompok ras anjing pada penelitian ini bervariasi, meliputi membrane mukosa anemis, konjungtiva dan sklera hiperemi, aritmia, splenomegali, infestasi ektoparasit dan diare berdarah. Temuan klinis lainnya
24
adalah ptechie (kelompok anjing ras Belgian Malinois dan Rottweiler); batuk (kelompok anjing ras Golden Retriever); dyspnoe, hepatomegali dan epistaksis (kelompok anjing ras Belgian Malinois, German Shepherd dan Rottweiler), aritmia bradikardia (semua kelompok ras anjing), takhikardia (semua kelompok ras anjing kecuali kelompok anjing ras Golden Retriever); kesakitan pada saat palpasi ginjal (kelompok anjing ras Golden Retriever); dan vomitus (kelompok anjing ras Belgian Malinois, Labrador Retriever dan Rottweiler). Tabel 3. Temuan klinis yang ditemukan selama pemeriksaan fisik dan observasi pada kelima kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Temuan Klinis Membran mukosa Anemis Membran mukosa Ikterus Konjungtiva hiperemi Ptechie Aritmia Bradikardia Takhikardia Splenomegali Hepatomegali Ginjal: sakit Epistaxis (O) Batuk Dispnoe Ektoparasit Vomitus (O) Diare berdarah (O)
% nTotal (n: 28) LR GS
BM
GR
RW
10.71
10.71
21.43
7.14
7.14
3.57
0
0
3.57
0
3.57 7.14 3.57 7.14 3.57 7.14 3.57 0 0 0 3.57 10.71 0 7.14
3.57 0 3.57 7.14 0 7.14 0 3.57 3.57 3.57 0 10.71 7.14 7.14
3.57 0 10.71 10.71 7.14 7.14 0 0 0 0 0 21.43 3.57 7.14
7.14 0 10.71 3.57 10.71 7.14 3.57 0 7.14 0 3.57 21.43 0 21.43
10.71 10.71 10.71 10.71 10.71 7.14 7.14 0 7.14 0 14.29 21.43 10.71 21.43
Data ditampilkan secara kulaitatif dalam bentuk persentase; O: observasi; BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler
Temuan klinis yang muncul merupakan manifestasi klinis dari anemia dan trombositopenia yang berdampak pada organ lain (Tabel 3). Penelitian Cardoso et al. (2010) menunjukkan bahwa gejala klinis yang muncul pada infeksi Babesia sp. kombinasi dengan infeksi oleh Anaplasma, Leishmania, Erlichia, dan Hepatozoon, berupa letargi, urin kemerahan, hipertermia, anoreksia, membran mukosa anemis, hipotermia, ikterus, muntah, kesakitan abdominal, ataksia, discharge uterus, batuk, ptechi pada gusi, dan discharge mata. Hasil penelitian Simões et al. (2011) menunjukkan bahwa babesiosis pada anjing dapat bersifat subklinis sampai fatal tergantung patogenitas spesies agen dan juga kepekaan individu inang yang dipengaruhi oleh umur, status imun dan infeksi. Manifestasi klinis babesiosis berupa letargi, anoreksia, selaput lendir anemis, hipertermia, hemoglobinuria dan splenomegali. Temuan klini berupa ikterus dilaporkan terjadi pada anjing ras Labrador Retriever yang didiagnosis
25
babesiosis (Yadav et al. 2011). Manifestasi klinis trombositopenia dapat berupa echymosis, ptechie, epistaksis, pendarahan saluran cerna (feses diare-berdarah), perdarahan saluran kemih dan kelamin serta pendarahan sistem saraf pusat (Price dan Wilson 2006).
Parameter Hematologi Rataan jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, nilai hematokrit, indeks eritrosit, jumlah trombosit, jumlah leukosit total, jumlah neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp.kronis disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 8-18. Hampir semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. memperlihatkan jumlah eritrosit (Gambar 8) yang cenderung dibawah nilai normal menurut Morgan (2008). Jumlah eritrosit terendah ditemukan pada kelompok anjing ras Belgian Malinois (berkisar antara 1.87 – 5.63 x 106/µL), diikuti berturut-turut oleh kelompok anjing ras Labrador Retriever (berkisar antara 3.5 – 5.36 x 106/µL), Golden Retriever (berkisar antara 3.27 – 5.07 x 106/µL), Rottweiler (berkisar antara 4.06 – 5.52 x 106/µL) dan German Shepherd (berkisar antara 4.66 – 5.74 x 106/µL). Konsentrasi hemoglobin (Gambar 9) memperlihatkan gambaran yang sama dengan jumlah eritrosit, dimana konsentrasi hemoglobin cenderung berada dibawah nilai normal pada semua kelompok ras anjing. Konsentrasi hemoglobin terendah terdapat pada kelompok anjing ras Belgian Malinois, diikuti berturutturut kelompok anjing ras Golden Retriever (berkisar antara 8.69 – 12.11 x g/dL), Rottweiler (berkisar antara 9.5 – 13.08 x g/dL), Labrador Retriever (berkisar antara 9 - 13.8 x g/dL), dan German Shepherd (berkisar antara 11.61 – 14.35 x g/dL). Demikian pula dengan nilai hematokrit (Gambar 10), dimana semua kelompok ras anjing memiliki nilai yang cenderung berada dibawah nilai normal. Nilai hematokrit paling rendah terdapat pada kelompok anjing ras Belgian Malinois (berkisar antara 12.18 – 38.32 %), diikuti berturut-turut kelompok anjing ras Labrador Retriever (berkisar antara 20.46 – 34.54 %), Golden Retriever (berkisar antara 25.63 – 33.71%), Rottweiler (berkisar antara 25.08 – 39.14 %), dan German Shepherd (berkisar antara 30.12 – 39.54 %). Rendahnya jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit mengindikasikan adanya anemia (Brockus dan Andreasen 2003). Anemia bisa disebabkan oleh salah satu dari tiga mekanisme berikut, yaitu hilang darah (misalnya perdarahan), meningkatnya destruksi eritrosit (oleh proses hemolisis), dan menurunnya produksi eritrosit (Price dan Wilson 2006). Anemia yang terjadi pada semua kelompok ras anjing pada penelitian ini diduga diakibatkan oleh meningkatnya destruksi eritrosit (anemia hemolitik).
26
Tabel 4 Nilai parameter hematologi pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Parameter
Nilai Normal* BM 3.75±1.88a 9.85±3.39a 25.25±13.07a
GR 4.43±0.93ab 10.40±1.71a 29.67±4.04a
NN (100 %)
NN (100 %)
175–500 8 – 17 12 – 30** 3 – 10** 60 – 70** 0 – 4** 2 – 10** 0 – 1**
82.00±84.73a 9.80±7.81a 30.75 ±27.6a 4.25±2.50a 61.50±17.29a 1.50±0.58a 0.75±0.96a 0.00±0.00a
135.67±29.01a 10.83±3.99a 52.33±28.365a 5.33±2.52a 38.00±23.07a 3.33±2.31a 1.00±1.73a 0.33±0.58a
Limfosit (x103/µL)
0.72 – 5.1 **
2.48±2.73
Monosit (x103/µL)
0.18 – 1.35 **
0.31±0.21
Segmen (x103/µL)
3.6 – 13.1 **
6.66±7.29
Batang (x103/µL)
0 – 0.68 **
0.12±0.08
0.12 – 0.75**
0.12±0.19
0 – 0.17 **
0.00±0.00
6
Eritrosit (x10 /µL) Hb (g/dL) Hct (%)
5.5 – 8.5 12 – 18 37 – 55
Indeks eritrosit Trombosit (x103/µL) Leukosit (x103/µL) Limfosit (%) Monosit (%) Segmen (%) Band (%)) Eosinofil (%) Basofil (%)
Eosinofil (x103/µL) Basofil (x103/µL)
a a a
a
4.95±1.79 a
a a
a
0.32±0.15 a
0.15±0.27 a
0.03±0.05
GS 5.20±0.54b 12.98±1.37a 34.83±4.71a
RW 4.79±0.73ab 11.29±1.79a 32.11±7.03a
NN (100 %)
NN (100 %)
144.83±44.24a 16.70±24.06a 26.33±12.71a 5.33±2.94a 63.67±12.26a 3.50±1.22a 0.67±0.82a 0.50±0.55a
174.11±11.33a 13.06±4.23a 32.67±24.10a 3.67±1.58a 58.33±21.89a 4.00±1.96a 1.11±1.05a 0.22±0.44a
a
6.62±5.15
a
0.64±0.52 5.23±4.16
a
Ras Anjing LR 4.17±0.90ab 11.40±2.40a 27.5±7.04a NN (83.33 %) MiN (16.67 %) 55.5±44.24a 13.85±7.12a 45.50±23.81a 3.50±2.07a 44.17±19.34a 2.50±1.52a 0.50±0.55a 0.33±0.52a
a
4.46±2.26
a
0.58±0.63 a
a
0.94±0.62 a
6.06±4.09
6.88±2.09
a
a
0.53±0.35
a
0.06±0.08 a
0.06±0.09
a
0.49±0.29 a
9.4±3.36
0.35±0.36
a
4.95±4.67
a
0.11±0.12 a
0.09±0.1
a
0.41±0.39 a
0.14±0.12 a
0.04±0.08
Hb: hemoglobin, Hct: hematokrit, MCV: Mean Corpuscular Volume; MCHC: Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration; NN: normositik normokromik; MiN: mikrositik normokromik; Lim: limfosit, Mon: Monosit, Segmen: neutrofil segmen; Band: neutrofil muda, Bas: basofil; BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; *Morgan (2008); **Tilley dan Smith (2011)
27
Anemia hemolitik merupakan anemia yang muncul akibat destruksi eritrosit oleh Babesia sp dan Haemobartonella sp.. Infeksi oleh dua agen parasit darah tersebut akan mengakibatkan eritrosit mengalami kerusakan sehingga terjadi proses destruksi. (Price dan Wilson 2006; Macfarlane et al. 2000). Destruksi sel darah merah diduga disebabkan oleh beberapa hal, yaitu perusakan mekanis sel darah merah oleh adanya multiplikasi parasit, eritrolisis berperantaraan kekebalan yang tergantung komplemen dan opsonisasi eritrosit oleh sistem monosit-fagosit. Selain itu, adanya fagositosis eritrosit yang tidak spesifik oleh makrofag yang menjadi aktif, adanya senyawa haemolitik pada serum hewan yang terinfeksi babesia, dan adanya produksi antibodi anti eritrosit, ikut berkontribusi terhadap munculnya keadaan anemia pada babesiosis (Weiss dan Wardrop 2010; Stockham dan Scott 2002). 7
Eritrosit (x 1 juta/µL)
6 5 4 3 2 1 0 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 8 Rata-rata jumlah eritrosit (x106/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai minimum eritrosit menurut Morgan (2008)
Hasil pengamatan pada penelitian ini memperlihatkan munculnya anemia pada hampir semua kelompok ras anjing, walaupun derajat infeksi (tingkat parasitemia) semua kelompok ras anjing pada penelitian ini termasuk kategori ringan (≤ 1%). Tabel 4 memperlihatkan kelompok anjing ras Belgian Malinois merupakan kelompok ras anjing dengan jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit yang paling rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa keparahan anemia pada anjing penderita babesiosis tidak selalu sebanding dengan derajat parasitemia. Hal ini diduga karena jumlah eritrosit yang rusak lebih banyak dibandingkan dengan eritrosit berparasit yang hilang dari sirkulasi. Eritrosit yang tidak ber”parasit”pun rusak oleh adanya infeksi tersebut, karena makrofag juga memfagosit berbagai eritrosit yang tidak berparasit (Weiss dan Wardrop 2010).
28
Gambar 9 Rata-rata konsentrasi hemoglobin (g/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai minimal menurut Morgan (2008) 50
Hematokrit (%)
40
30
20
10
0 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 10 Rata-rata nilai hematokrit (%) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai minimal menurut Morgan (2008)
29
Infeksi kombinasi agen patogen oleh Babesia sp. dan Haemobartonella sp., sama-sama dapat menyebabkan terjadinya destruksi eritrosit, dimana keduanya ikut berkontribusi terhadap munculnya anemia pada hampir semua kelompok ras anjing, terutama kelompok anjing ras Belgian Malinois. Menurut Grandjean (2006), anjing German Shepherd merupakan anjing yang sangat peka terhadap infeksi penyakit. Dalam penelitian ini kelompok ras anjing yang menunjukkan kepekaan adalah kelompok anjing ras Belgian Malinois, dimana anjing ras ini disebut juga sebagai Belgian Shepherd (Grandjean 2006). Pembelahan merozoit yang tidak terbendung secara terus-menerus mengakibatkan eritrosit-eritrosit lain di sekitar eritrosit berparasit juga ikut terinfeksi. Eritrosit-eritrosit yang terinfeksi oleh parasit ini mengalami destruksi/pemecahan (Gardiner et al. 2002). Daya hidup eritrosit normal pada anjing adalah 100-110 hari, namun dengan adanya infeksi ini menyebabkan pemendekan umur eritrosit menjadi 10-20 hari (Sibuea et al. 2009), sehingga banyak eritrosit akibat infeksi parasit ini didestruksi lebih cepat dari umur normalnya (Weiss dan Wardrop 2010; Colville dan Bassert 2002). Tabel 4 memperlihatkan indeks eritrosit pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis. Indeks eritrosit digunakan untuk menentukan jenis anemia berdasarkan morfologi, yang didasarkan pada ukuran dan intensitas warna eritrosit. Hasil penghitungan indeks eritrosit pada kelima kelompok ras anjing menunjukkan adanya dua jenis anemia, yaitu anemia normositik normokromik dan mikrositik normokromik. Jenis anemia normositik normokromik ditemukan pada semua anjing (100%) pada empat kelompok anjing ras Belgian Malinois, Golden Retriever, Rottweiler, dan German Shepherd dan pada 83.33% anjing kelompok ras Labrador Retriever. Sedangkan jenis anemia mikrositik normokromik ditemukan pada 16.67 % anjing kelompok ras Labrador Retriever. Hasil pengamatan jenis anemia yang berupa anemia normositik normokromik pada penelitian ini sama dengan laporan Shah et al. (2011) dan Furlanello et al. (2005). Penelitian lain menunjukkan adanya anemia mikrositik hipokromik (Niwethpathomwat et al 2006), normositik hipokromik dan makrositik hipokromik pada anjing yang terinfeksi Babesia sp (Simões et al. 2011). Tabel 4 dan Gambar 11 menunjukkan rata-rata jumlah trombosit pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis. Jumlah trombosit pada semua kelompok ras anjing cenderung berada dibawah nilai normal menurut Morgan (2008) yang berkisar antara 55.5 – 174.11 x103/µL, dengan urutan jumlah trombosit terendah ditemukan pada kelompok anjing ras Labrador Retriever (berkisar antara 11.26 – 99.74 x103/µL), Belgian Malinois (berkisar antara 0 – 166.67 x103/µL), Golden Retriever (berkisar antara 106.66 - 164.68 x103/µL), German Shepherd (berkisar antara 100.59 – 189.07 x103/µL), dan Rottweiler (berkisar antara 162.78 – 185.44 x103/µL). Menurut Stockham dan Scott (2002), penurunan jumlah trombosit dalam sirkulasi darah (trombositopenia) dapat diakibatkan oleh penurunan produksi trombosit oleh sumsum tulang, distribusi tidak normal (trombosit terperangkap dalam limpa yang membesar), pengenceran serta peningkatan destruksi (penghancuran) trombosit.
30
Trombositopenia, yang ditemukan pada anjing yang terinfeksi Babesia sp., dapat terjadi karena kerusakan berperantara kekebalan dan adanya peningkatan “penimbunan” trombosit yang terjadi secara abnormal dalam limpa. Selain itu trombositopenia juga terjadi akibat adanya penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi akibat penurunan produksi trombosit. Penurunan produksi trombosit terjadi pada infeksi virus, riketsia dan neoplasia (Weiss dan Wardrop 2010). Terjadinya trombositopenia pada anjing penderita babesiosis juga dilaporkan oleh Simões et al. (2011), Shah et al. (2011), Furlanello et al. (2005) serta Makinde dan Bobade (1994).
500
Trombosit (x 1000/µL)
400
300
200
100
0
BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 11 Rata Rata-rata jumlah trombosit (/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai minimal menurut Morgan (2008)
Destruksi trombosit yang dimediasi sistem imun berkontribusi terhadap trombositopenia pada anjing yang mengalami babesiosis, leishmaniasis dan histoplasmosis. Riketsia dapat menyebabkan trombositopenia, namun patogenesisnya belum diketahui. Beberapa mekanisme yang berkontribusi pada munculnya trombositopenia diduga karena adanya destruksi trombosit yang dimediasi imun, kerusakan langsung trombosit, defisit produksi trombosit dan komplikasi sekunder DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) (Weiss dan Wardrop 2010). Trombositopenia dapat menyebabkan echymosis dan ptechie, epistaksis, pendarahan saluran cerna (feses diare-berdarah), perdarahan saluran kemih dan kelamin serta pendarahan sistem saraf pusat (Price dan Wilson 2006). Rata-rata jumlah leukosit total pada semua kelompok ras anjing dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 12. Tampak bahwa semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis memiliki jumlah leukosit total yang masih dalam kisaran normal menurut Tilley dan Smith
31
(2011). Kelompok anjing ras Belgian Malinois terlihat memiliki rata-rata jumlah leukosit total melebihi batas normal bawah, sedangkan kelompok anjing ras German Shepherd terlihat memiliki rata-rata jumlah leukosit total melebihi batas atas nilai normal. Gambaran rata-rata jumlah leukosit total pada Gambar 12 menunjukkan bahwa kelompok anjing ras Belgian Malinois memiliki rata-rata jumlah leukosit total paling rendah diantara kelompok ras anjing lainnya. Menurut Weiss dan Wardrop (2010), jumlah leukosit total menunjukkan respon pertahanan individu terhadap adanya infeksi. Rata-rata hitung jenis leukosit pada semua kelompok ras anjing bisa dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 13-18. Persentase limfosit (Tabel 4 dan Gambar 13) pada kelompok anjing ras Retriever (Golden, Labrador) dan Rottweiller berturut-turut 52.33±28.365 %; 45.50±23.81 %, dan 32.67±24.10 %. Persentase limfosit pada ketiga kelompok ras anjing tersebut cenderung berada diatas nilai range normal menurut Tilley dan Smith (2011) yang berkisar antara 12 – 30 %.
25
Leukosit (x1000/µL)
20
15
10
5
0
BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 12 Rata-rata jumlah leukosit total (x103/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal dan minimal menurut Morgan (2008)
Penelitian yang dilakukan Shah et al. (2011) menunjukkan bahwa jumlah leukosit total dan diferensial leukosit pada kasus infeksi alami babesiosis tidak spesifik menunjukkan perubahan. Namun demikian, penelitian yang dilakukan oleh Latimer dan Prasse (2003) menunjukkan adanya limfositopenia, dimana kemungkinan diakibatkan oleh infeksi kombinasi babesiosis dengan infeksi virus.
32
Limfosit (x1000/µL)
15
10
5
0
BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 13 Rata-rata jumlah limfosit (x103/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal menurut Tilley dan Smith (2011)
Kecenderungan tingginya persentase limfosit (dibandingkan dengan nilai range normal) ketiga kelompok ras anjing (Golden Retriever, Labrador Retriever dan Rottweiller) pada penelitian ini diduga disebabkan oleh adanya infeksi kombinasi babesiosis dan haemobartonellosis yang sudah kronis. Menurut Stockham dan Scott (2002), peningkatan jumlah limfosit dapat diakibatkan oleh adanya peradangan atau infeksi kronis (misalnya akibat infeksi bakteri, riketsia, fungi, virus dan parasit darah terutama Babesia dan Theileria), obat-obatan, neoplasia dan hipoadrenokortisism.
33
2.0
Monosit (x1000/µL)
1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 14 Rata Rata-rata jumlah monosit (x103/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal Tilley dan Smith (2011)
Neutrofil segmen (x1000/µL)
20
15
10
5
0
-5 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 15 Rata-rata jumlah neutofil segmen (x103/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal dan minimal menurut Tilley dan Smith (2011)
34
Gambar 14 menunjukkan bahwa kelompok anjing ras Belgian Malinois cenderung memiliki persentase monosit lebih rendah dibandingkan dengan kelompok ras anjing lainnya. Kelompok anjing ras German Shepherd cenderung memiliki persentase monosit lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok ras anjing lainnya, meskipun rata-rata data pada hampir semua kelompok ras anjing terlihat masih berada dalam batas normal menurut Tilley dan Smith (2011). Tabel 4 dan Gambar 15 memperlihatkan rata-rata jumlah neutrofil segmen pada semua kelompok ras anjing. Rata-rata jumlah neutrofil segmen masih berada dalam kisaran nilai normal menurut Tilley dan Smith (2011). Tabel 4 memperlihatkan pula rata-rata persentase neutrofil segmen pada semua kelompok ras anjing. Persentase neutrofil pada kelompok anjing ras Retriever (Golden, Labrador) dan Rottweiller berturut-turut 38.00±23.07 %, 44.17±19.34 %, dan 58.33±21.89 %. Persentase neutrofil pada ketiga kelompok ras tersebut cenderung lebih rendah dibandingkan dengan nilai range normal menurut Tilley dan Smith (2011), yang berkisar antara 60 –70 %. Tabel 4 dan Gambar 16 menunjukkan rata-rata jumlah neutrofil band pada semua kelompok ras anjing. Jumlah neutrofil paling tinggi dimiliki oleh kelompok anjing ras German Shepherd, dan rata-rata paling rendah terdapat pada kelompok anjing ras Belgian Malinois. Tabel 4 memperlihatkan, persentase neutrofil batang pada kelompok anjing ras German Shepherd menunjukkan adanya kecenderungan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai normal menurut Tilley dan Smith (2011).
Neutrofil batang (x1000/µL)
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 16 Rata-rata jumlah neutrofil batang (x103/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal menurut Tilley dan Smith (2011)
35
1.00
Eosinofil (x1000/µL)
0.75
0.50
0.25
0.00
-0.25
-0.50 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 17 Rata-rata jumlah eosinofil (x103/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai minimal menurut Tilley dan Smith (2011)
0.25
Basofil (x1000/µL)
0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 -0.05 -0.10 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 18 Rata-rata jumlah basofil (x103/µL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal menurut Tilley dan Smith (2011)
36
Tabel 4 dan Gambar 17 menunjukkan rata-rata jumlah eosinofil pada semua kelompok ras anjing yang masih berada dalam range normal menurut Tilley dan Smith (2011). Konfirmasi menggunakan Gambar 17 memperlihatkan sebagian besar rata-rata data nilai eosinofil masing-masing individu pada semua kelompok ras anjing masuk dalam batas normal, selebihnya berada di bawah batas nilai normal. Rata-rata jumlah basofil pada semua kelompok ras anjing (Tabel 4 dan Gambar 18) masih berada dalam batas nilai normal menurut Tilley dan Smith (2011). Gambar 18 memperlihatkan sebagian besar rata-rata data masing-masing individu pada semua kelompok ras terdapat pada area nilai normal, namun terdapat sebagian kecil data pada kelompok anjing ras German Shepherd dan Labrador Retriever yang berada diatas nilai normal. Parameter Kimia Darah Tabel 5 dan Gambar 19-34 memperlihatkan rataan parameter kimia darah pada kelima kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis. Tabel 5 dan Gambar 19 memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan aktivitas enzim AST dibandingkan dengan nilai normal menurut Morgan (2008) pada semua kelompok ras anjing, dengan nilai tertinggi dimiliki oleh German Shepherd. Menurut Stockham dan Scott (2002), peningkatan aktivitas enzim AST dapat terjadi karena hasil dari inflamasi, hipoksia akibat anemia, toksikan dan trauma. Hemolisis juga diduga meningkatkan aktivitas enzim AST, dari ringan sampai sedang (Stockham dan Scott 2002). Aktivitas enzim ALT pada kelompok anjing ras German Shepherd yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 20. Tampak bahwa aktivitas enzim ALT juga cenderung mengalami peningkatan. Menurut Stockam dan Scott (2002), peningkatan aktivitas enzim ALT dapat diakibatkan oleh adanya kerusakan hepatosit, otot skeletal dan pemberian glukokortikoid.
37
Tabel 5 Rata-rata parameter kimia darah pada kelima kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Parameter
Nilai
Kelompok Ras Anjing
Normal*
BM
GR
LR
GS
RW
AST (IU/L)
11 – 50
54.50±13.40a
55.67±5.13a
53.67±8.07a
92.17±120.32a
56.56±22.17a
ALT (IU/L)
15 – 70
54.75±4.50a
55.67±5.13a
53.67±8.07a
85.83±88.43a
57.67±22.17a
Total protein (g/dL)
5 – 7.2
8.68±1.53a
8.13±2.32a
7.92±1.37a
8.42±1.34a
9.31±1.39a
Bilirubin total (mg/dL)
0.1 – 0.6
1.64±1.85a
0.83±0.38a
0.72±0.17a
0.85±0.21a
0.68±0.20a
Bil conjugate (mg/dL)
0.0–0.14
1.31±1.85a
0.71±0.32a
0.35±0.20a
0.48±0.13a
0.35±0.16a
Bil unconjugate (mg/dL)
0.07–0.6
0.34±0.28a
0.12±0.76a
0.36±0.31a
0.30±0.12a
0.40±0.17a
Ureum (mg/dL)
10 – 26
40.25±1.88a
101.0±55.51b
51.83±37.17a
51.67±14.24a
55.67±15.76a
Kreatinin (mg/dL)
0.5 – 1.3**
1.15±0.17ab
1.50±0.61b
1.13±0.25ab
1.13±0.14ab
1.08±0.19a
pO 2 (mmHg)
40 – 60**
34.50±5.97a
34.33±4.62a
34.67±14.24a
38.33±10.05a
30.67±7.66a
≥90***
67.25±10.31a
66.67±11.85a
59.67±22.07a
70.0±14.46a
58.89±15.27a
7.31– 7.42
7.43±0.02b
7.41±0.03ab
7.38±0.03a
7.41±0.03ab
7.41±0.03b
pCO 2 (mmHg)
29 - 42
31.15±3.37a
32.87±2.36a
34.33±4.87a
31.7±3.85a
31.97±4.63a
HCO 3 - (mEq/L)
17 – 25
20.58±1.79a
20.93±2.57a
20.08±2.19a
20.17±1.75a
20.63±2.09a
Natrium (mEq/dL)
142–150
146.75±2.22a
145.0±4.00a
145.0±2.00a
143.67±2.34a
145.33±2.12a
Kalium (mEq/dL)
4.0 – 5.4
3.98±0.28a
4.37±0.12b
3.93±0.29a
4.33±0.26c
4.43±0.30b
sO 2 (%) pH
AST: aspartate transaminase, ALT: alanine transaminase, Bil: bilirubin; pO2: tekanan oksigen; sO2: saturasi oksigen; BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; aHuruf superscript yang sama pada kolom yang berbeda menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05); a, b, ab Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05); *Morgan (2008); **Tilley dan Smith (2011); ***Stockham dan Scott (2002)
38
Tabel 5 dan Gambar 21 memperlihatkan tingginya konsentrasi total protein diatas nilai range normal yang terjadi pada semua kelompok ras anjing, dengan konsentrasi tertinggi ditemukan pada kelompok anjing ras Rottweiller. Menurut Stockham dan Scott (2002), peningkatan konsentrasi total protein dalam sirkulasi darah (hiperproteinemia) dapat disebabkan oleh adanya hemokonsentrsi dan peningkatan sintesis protein akibat inflamasi. Inflamasi yang menyebabkan hiperproteinemia bisa diakibatkan oleh penyakit infeksius (oleh protozoa, riketsia, bakteri, virus, dan fungi) dan penyakit non infeksius (penyakit yang dimediasi sistem imun, nekrosis dan neoplasia). Destruksi eritrosit menyebabkan pemecahan hemoglobin menjadi heme dan globin. Globin tersusun dari protein, dimana pemecahan hemoglobin berlebihan menghasilkan globin berlebihan (Kaneko et al. 1997), sehingga akan terdeteksi sebagai adanya peningkatan total protein plasma. Hiperproteinemia juga diduga bisa disebabkan oleh peningkatan immunoglobulin, komplemen serta faktor koagulasi darah (misalnya fibrin) sebagai respon adanya inflamasi akibat infeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. (Stockham dan Scott 2002). Rata-rata konsentrasi bilirubin total, bilirubin conjugated, dan bilirubin unconjugated pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 22. Secara umum terjadi peningkatan konsentrasi bilirubin total disertai juga dengan peningkatan konsentrasi bilirubin conjugated pada kelima kelompok ras anjing.
350 300
AST (IU/L)
250 200 150 100 50 0 -50 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 19 Rata-rata aktivitas AST (IU/L) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal menurut Morgan (2008)
39
300
250
ALT (IU/L)
200 150
100
50 0 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 20 Rata-rata aktivitas ALT (IU/L) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal menurut Morgan (2008)
14
Total protein (g/dL)
12
10
8
6
4
2 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 21 Rata-rata konsentrasi total protein (g/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal menurut Morgan (2008)
40
5
Bilirubin total (mg/dL)
4 3 2 1 0 -1 -2 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 22 Rata-rata konsentrasi bilirubin total (mg/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal menurut Morgan (2008)
5
Bilirubin conjugate (mg/dL)
4 3 2 1 0 -1 -2 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 23 Rata-rata konsentrasi bilirubin conjugated (mg/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal menurut Morgan (2008)
41
Bilirubin unconjugate (mg/dL)
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 24 Rata-rata konsentrasi bilirubin unconjugated (mg/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal menurut Morgan (2008)
Kelompok anjing ras Belgian Malinois memiliki konsentrasi bilirubin total, bilirubin conjugated, dan bilirubin unconjugated yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok ras anjing lainnya dalam penelitian ini, sedangkan kelompok anjing ras Rottweiler memiliki konsentrasi paling rendah (Tabel 5 dan Gambar 22-24). Laporan Yadav et al. (2011) menunjukkan terjadinya peningkatan konsentrasi bilirubin dalam sirkulasi darah (hiperbilirubinemia) pada anjing penderita babesiosis. Penyakit hemolitik, yang meningkatkan laju destruksi eritrosit, merupakan penyebab pembentukan bilirubin yang berlebihan dan yang paling sering menyebabkan ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati dalam melakukan konjugasi. Hal ini mengakibatkan peningkatan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi dalam darah (Price dan Wilson 2006). Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi disebabkan oleh mekanisme pembentukan bilirubin yang berlebihan, gangguan pengambilan (uptake) bilirubin tak terkonjugasi oleh hati dan gangguan konjugasi bilirubin. Hiperbilirubinemia terkonjugasi disebabkan oleh penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat fungsional atau disebabkan oleh obstruksi mekanis. Jika suplai bilirubin unconjugated melampaui batas normal dan hati mampu melakukan konjugasi dengan baik, namun terjadi gangguan dalam transfer pigmen empedu akan mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin conjugated dalam darah (Price dan Wilson 2006).
42
Kelima kelompok ras anjing dalam penelitian ini mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin total di atas batas atas nilai normal (terutama pada kelompok anjing ras Belgian Malinois). Hiperbilirubinemia ini disebabkan oleh peningkatan konsentrasi bilirubin conjugated hingga 9.36 kali (Belgian Malinois) dan 2.5 - 5 kali pada keempat kelompok ras anjing lainnya. Rata-rata konsentrasi ureum dan kreatinin (mg/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 25-26. Tampak adanya peningkatan konsentrasi ureum pada seluruh individu pada semua kelompok ras anjing, dengan konsentrasi tertinggi dimiliki oleh kelompok anjing ras Golden Retriever (kisaran 45.49 – 156.51 mg/dL). Peningkatan konsentrasi ureum dalam sirkulasi darah diistilahkan sebagai azotemia (Stockham dan Scott 2002). Studi menggunakan 58 anjing yang terinfeksi Babesia sp., 36 % mengalami azotemia dan 22 % diantaranya mati dengan azotemia (Simões et al. 2011). Konsentrasi ureum pada semua kelompok ras anjing cenderung mengalami peningkatan diikuti dengan konsentrasi kreatinin yang berada mendekati batas atas nilai normal (Tabel 5 dan Gambar 25-26). Konsentrasi ureum tertinggi diikuti dengan tingginya konsentrasi kreatinin diatas nilai range normal terlihat pada kelompok anjing ras Golden Retriever. Konsentrasi kreatinin (Gambar 26) cenderung tinggi pada kelompok anjing ras Golden Retriever (kisaran 0.89 – 2.11 mg/dL) diikuti oleh kelompok anjing ras Labrador Retriever, sedangkan kelompok anjing ras lainnya pada penelitian ini memiliki konsentrasi kreatinin pada batas atas nilai normal menurut Tilley dan Smith (2011). 250
Ureum (mg/dL)
200
150
100
50
0
-50 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 25 Rata-rata konsentrasi ureum (mg/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal menurut Morgan (2008)
43
3.0
Kreatinin (mg/dL)
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 26 Rata-rata konsentrasi kreatinin (mg/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal menurut Morgan (2008)
Destruksi eritrosit besar-besaran mengakibatkan banyak hemoglobin bebas dilepaskan ke dalam plasma. Haptoglobin dan hemopektin akan mengikat dan menggiringnya ke sistem retikuloendotelial untuk dibersihkan. Pada kondisi hemolisis berat, konsentrasi haptoglobin maupun hemopektin menurun sehingga hemoglobin bebas berlebihan dalam darah. Hemoglobin dapat melewati glomerulus ginjal hingga terjadi hemoglobinuria (Price dan Wilson 2006, Macfarlane et al. 2000). Hemoglobin bebas dan bilirubin conjugated berlebihan dalam darah membuat filtrasi glomerular bekerja berlebihan. Filtrasi glomerular yang bekerja berlebihan dalam kondisi hipoksia menyebabkan peningkatan kadar ureum (azotemia) (Stockham dan Scott 2002). Pada penelitian ini, terjadi peningkatan konsentrasi ureum (lebih dari dua kali lipat) pada semua kelompok ras anjing. Peningkatan konsentrasi ureum pada penelitian ini disertai pula dengan kecenderungan meningkatnya konsentrasi kreatinin darah (pada konsentrasi normal atas) pada semua kelompok ras anjing. Tabel 5 dan Gambar 27-28 memperlihatkan nilai pO 2 dan sO 2 pada semua kelompok ras anjing. Tampak bahwa rata-rata pO 2 dan sO 2 mengalami penurunan pada semua kelompok ras anjing pada penelitian ini (Tabel 5). Konfirmasi melalui sebaran data individu pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada Gambar 27 (pO 2 ) dan Gambar 28 (sO 2 ). Kelompok anjing ras German Shepherd memiliki rata-rata pO 2 paling tinggi dibandingkan dengan kelompok anjing ras lainnya (Tabel 5). Namun demikian, terlihat pada Gambar 26 bahwa sebagian sebaran data pada kelompok anjing ras German Shepherd berada di bawah nilai normal menurut Tilley dan Smith (2011). Kelompok anjing ras Rottweiller yang memiliki rata-rata pO 2 paling rendah dibandingkan dengan kelompok ras anjing lainnya
44
(Tabel 5), terlihat memiliki rentang nilai yang tidak berbeda jauh dengan kelompok ras anjing lainnya dalam penelitian ini (Gambar 27). 60
pO2 (mmHg)
50
40
30
20 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 27 Rata-rata nilai pO 2 (mmHg) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai minimal menurut Tilley dan Smith (2011)
Gambar 28 memberikan informasi bahwa hampir seluruh data individu pada semua kelompok ras anjing pada penelitian ini memiliki nilai sO 2 di bawah normal. Kelompok anjing ras German Shepherd memiliki rata-rata sO 2 paling tinggi dibandingkan dengan kelompok anjing ras lainnya (Tabel 5). Terlihat pada Gambar 28 bahwa seluruh sebaran data pada kelompok ras anjing berada di bawah nilai normal menurut Stockham dan Scott (2002). Kelompok anjing ras Rottweiller yang memiliki rata-rata sO 2 paling rendah (Tabel 5), terlihat memiliki rentang nilai yang tidak berbeda dengan kelompok anjing ras lainnya (Gambar 28). Kelima kelompok ras anjing memiliki nilai pO 2 dan sO 2 dibawah normal (Tabel 5). Nilai pO 2 yang rendah dinyatakan dengan istilah hipoksemia dan seringkali ada hubungannya dengan hipoksia atau oksigenasi jaringan yang tidak memadai. Makin cepat timbulnya hipoksemia, maka semakin berat kelainan jaringan yang diderita (Price dan Wilson 2006).
45
100 90
sO2 (%)
80 70 60 50 40 30 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 28 Rata-rata nilai sO 2 (%) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai minimal menurut Tilley dan Smith (2011)
7.500 7.475 7.450
pH
7.425 7.400 7.375 7.350
BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 29 Rata-rata pH darah pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal menurut Morgan (2008)
46
Rata-rata pH darah pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 29. Nilai pH darah tertinggi (dan lebih tinggi dibandingkan nilai normal) dimiliki oleh kelompok anjing ras Belgian Malinois, sedangkan kelompok ras anjing lainnya memiliki nilai pH darah yang masih dalam kisaran normal (Tabel 5). Konfirmasi pada Gambar 29 menunjukkan bahwa kecenderungan peningkatan pH darah juga terjadi pada sebagian data pada kelompok ras lainnya kecuali kelompok anjing ras Labrador Retriever. Tabel 5 dan Gambar 30 menunjukkan rata-rata nilai pCO 2 pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis. Semua kelompok ras anjing pada penelitian ini memiliki nilai pCO 2 dan konsentrasi HCO 3 - dalam kisaran normal (Tabel 5). Gambar 30 menunjukkan bahwa terdapat sebagian kecil sebaran data yang menunjukkan adanya nilai pCO 2 di bawah nilai normal, yang terjadi pada hampir semua kelompok ras anjing kecuali kelompok anjing ras Golden Retriever. Gambar 31 menunjukkan bahwa sebaran konsentrasi HCO 3 - berada pada kisaran nilai normal. Namun demikian, terdapat sebagian kecil data pada kelompok anjing ras Rottweiller yang menunjukkan konsentrasii HCO 3 - di bawah nilai normal.
40.0
pCO2 (mmHg)
37.5
35.0
32.5
30.0
27.5
25.0 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 30 Rata-rata nilai pCO 2 (mmHg) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai minimal menurut Morgan (2008)
Destruksi eritrosit yang menyebabkan penguraian hemoglobin berdampak pada oksigenisasi jaringan. Hemoglobin adalah molekul protein dalam eritrosit yang membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru. Hemoglobin terdiri dari empat molekul protein (rantai globulin) yang terhubung bersama-sama. Hemoglobin dewasa normal mengandung 2 rantai alfa globulin dan 2 rantai beta globulin. Heme adalah
47
kompleks yang dibentuk dari porfirin dan 1 atom besi fero. Masing-masing dari ke-4 ataom besi dapat mengikat satu molekul O 2 secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk fero, sehingga reaksi pengikatan O 2 merupakan suatu reaksi oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Sarana yang menyebabkan oksigen terikat pada hemoglobin adalah jika sudah terdapat molekul oksigen lain pada tetramer yang sama. Jika oksigen sudah ada, pengikatan oksigen berikutnya akan berlangsung lebih mudah. Disamping mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan perifer, hemoglobin memperlancar pengangkutan karbon dioksida (CO 2 ) dari jaringan ke dalam paru-paru untuk diekspirasikan. Hemoglobin dapat langsung mengikat CO 2 jika oksigen dilepaskan dan sekitar 15% CO 2 yang dibawa di dalam darah diangkut langsung pada molekul hemoglobin. Hemoglobin mengikat 2 proton untuk setiap kehilangan 4 molekul oksigen (Kaneko et al. 1997).
27.5
HCO3- (mEq/L)
25.0
22.5
20.0
17.5
15.0 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 31 Rata-rata konsentrasi HCO 3 - (mEq/L) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai minimal menurut Morgan (2008)
Hipoksemia dan hipoksia akan mempengaruhi keseimbangan kurva disosiasi hemoglobin. Kadar pO 2 dan sO 2 yang rendah mengakibatkan kurva disosiasi hemoglobin bergeser ke kanan (Gambar 32). Faktor yang menyebabkan pergeseran kurva ke kanan adalah peningkatan 2,3 difosfogliserol (2,3-DPG), yaitu fosfat organik dalam eritrosit yang mengikat hemoglobin dan mengurangi afinitas hemoglobin terhadap O 2 . Pada anemia hipoksia kronik, 2,3-DPG eritrosit meningkat. Dalam jaringan perifer, defisiensi oksigen meningkatkan akumulasi 2,3-DPG, akibatnya semakin banyak zat ini yang berikatan dengan hemoglobin sehingga afinitas hemoglobin dalam mengikat oksigen berkurang (Kaneko et al. 1997).
48
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah atau saturasi oksigen dibawah nilai normal. Hipoksemia dibedakan menjadi ringan, sedang dan berat berdasarkan nilai tekanan oksigen dan saturasinya yaitu: ringan (pO 2 60-79 mmHg dan SaO 2 > 90%; sedang (PO 2 40-60 mmHg, SO 2 75-89 %); dan berat (jika PO 2 < 40 mmHg dan SO 2 < 75 %). Dari kategori tersebut, kelima kelompok ras anjing masuk ke dalam kategori hipoksemia berat. Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang bertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila tekanan oksigen menurun, kendali nafas akan meningkat, sehingga tekanan oksigen darah meningkat dan sebaliknya tekanan karbondioksida (pCO 2 ) menurun. Jaringan vaskuler yang mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, juga terjadi takhikardia sebagai kompensasi yang akan meningkatkan volume jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki (Astowo 2005).
Gambar 32 Kurva disosiasi hemoglobin (Hb-O 2 ) pada emua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis Hipoksia adalah kekurangan oksigen ditingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat dibandingkan dengan anoksia, sebab jarang dijumpai keadaan dimana benarbenar tidak ada oksigen tertinggal dalam jaringan. Hipoksia anemik yaitu apabila oksigen darah arteri normal tetapi mengalami denervasi. Sewaktu istirahat, hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena terdapat peningkatan kadar 2,3-DPG di dalam eritrosit, kecuali apabila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun demikian, penderita anemia akan mengalami kesulitan cukup besar sewaktu melakukan latihan fisik karena adanya keterbatasan kemampuan meningkatkan pengangkutan oksigen ke jaringan aktif (Astowo 2005). Hal ini diduga yang
49
menyebabkan anjing-anjing “working dogs” mudah mengalami kelelahan sewaktu mendapatkan latihan fisik. Hipoksia dapat terjadi bersamaan dengan hipoksemia. Keadaan ini terjadi selama proses mekanisme overventilasi respiratori (Price dan Wilson 2006). Meskipun kemampuan transport O 2 oleh hemoglobin menurun jika kurva bergeser ke kanan, namun kemampuan hemoglobin untuk melepas O 2 ke jaringan dipermudah (Efek Bohr). Oleh karena itu, pada kondisi anemia dan hipoksemia kronik, pergeseran kurva ke kanan merupakan proses kompensasi. Pergeseran kurva ke kanan menggambarkan adanya peningkatan metabolisme sel dan peningkatan kebutuhan O 2 . Selain itu juga merupakan proses adaptasi dan menyebabkan lebih banyak O 2 yang dilepaskan ke jaringan dari aliran darah. Nilai pO 2 yang rendah dinyatakan dengan istilah hipoksemia dan seringkali ada hubungannya dengan hipoksia atau oksigenasi jaringan yang tidak memadai (Price dan Wilson 2006)). Hipoksemia tidak selalu disertai dengan hipoksia jaringan. Makin cepat timbulnya hipoksemia, semakin berat kelainan jaringan yang diderita (Price dan Wilson 2006). Kadar oksigen yang rendah pada individu yang mempunyai trombus pada pembuluh darah (terutama jantung) akan menyebabkan jantung mengalami penurunan suplai oksigen yang berat yang akan menyebabkan jantung mengalami iskemia (kekurangan oksigen) bahkan sampai terjadinya infark (kematian jaringan). Penelitian oleh Syam (2012) membuktikan bahwa kondisi hipoksia sistemik kronik dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati, ginjal, jantung, dan lambung. Hal ini diduga yang terjadi pada anjing pada penelitian ini, dimana beberapa ekor anjing mati secara tiba-tiba setelah selesai penelitian. Ratarata konsentrasi natrium/sodium pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 33. Konsentrasi natrium pada semua kelompok ras anjing masih berada pada kisaran nilai normal dan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar kelompok ras anjing (P>0.05). Kelompok anjing ras Belgian Malinois memiliki konsentrasi natrium paling tinggi, diikuti berturut-turut oleh kelompok anjing ras Rottweiler, Golden Retriever, Labrador Retriever, dan German Shepherd. Gambar 33 menunjukkan bahwa sebagian besar sebaran data konsentrasi natrium berada pada kisaran nilai normal. Terdapat sebagian kecil data pada kelompok anjing ras Golden Retriever yang memiliki konsentrasi natrium cenderung di bawah nilai normal. Konsentrasi kalium/potasium tertinggi dimiliki oleh kelompok anjing ras German Shepherd, namun demikian masih berada dalam kisaran nilai normal. Terdapat perbedaan konsentrasi kalium yang nyata dengan kelompok ras anjing lainnya (P>0.05). Konsentrasi kalium pada kelompok anjing ras Labrador Retriever dan Belgian Malinois (Tabel 5 dan Gambar 34) berada dibawah kisaran nilai normal.
50
155
Natrium (mEq/dL)
150
145
140
135 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 33 Rata-rata konsentrasi natrium (mEq/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai maksimal dan minimal menurut Morgan (2008)
4.75
Kalium (mEq/dL)
4.50
4.25
4.00
3.75
3.50 BM
GR
LR
GS
RW
Gambar 34 Rata-rata konsentrasi kalium (mEq/dL) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis BM: Belgian Malinois, GR: Golden Retriever, LR: Labrador Retriever, GS: German Shepherd, RW: Rottweiler; nilai minimal menurut Morgan (2008)
51
Sistem renin-angiotensin-aldosteron adalah mekanisme yang sangat penting dalam pengaturan volume cairan ekstraselular dan ekskresi natrium oleh ginjal. Aldosteron adalah hormon yang disekresikan oleh daerah glomerulosa korteks adrenal. Produksi aldosteron dirangsang oleh refleks yang diatur oleh baroreseptor yang terdapat pada arteriol aferen ginjal. Penurunan volume sirkulasi dideteksi oleh baroreseptor yang mengakibatkan sel-sel jukstaglomerular ginjal memproduksi renin. Renin bekerja sebagai enzim yang melepaskan angiotensin I dari protein plasma angiotensinogen. Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II pada paru. Angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan aldosteron. Aldosteron bekerja pada duktus koligentes ginjal yang mengakibatkan retensi natrium (dan air) dan vasokonstriksi otot polos arteriol (Price dan Wilson 2006). Aldosteron merupakan mekanisme pengendali utama bagi sekresi kalium pada nefron distal ginjal. Peningkatan sekresi aldosteron menyebabkan reabsorpsi natrium (dan air) dan ekskresi kalium. Rangsangan utama bagi sekresi aldosteron adalah penurunan volume cairan tubuh atau penurunan kalium serum. Sekresi kalium juga dipengaruhi oleh status asam basa dan kecepatan aliran di tubulus distal. Pada keadaan alkalosis yang disertai kekurangan ion H+, tubulus akan menukar natrium dengan kalium demi mempertahankan ion H+. Kompensasi pernafasan berupa peningkatan pCO 2 melalui hipoventilasi, akan tetapi tingkat hipoventilasi terbatas karena pernafasan terus berjalan oleh dorongan hipoksia, sebab derajat hipoventilasi dan kenaikan pCO 2 dibatasi oleh kebutuhan oksigen (Price dan Wilson 2006). Alkalemia dapat disebabkan oleh pergerakan H+ dari ekstraselular ke intraselular akibat hipokalemia dan hipovolemia (Stockham dan Scott 2002). Hipokalemia dapat terjadi karena adanya alkalosis, peningkatan aktifitas insulin, anoreksia, muntah, diare dan gagal ginjal. Alkalosis mengakibatkan pergerakan K+ dari ekstraselular ke intraselular ketika terjadi perpindahan H+. Muntah dan diare juga dapat menyebabkan tubuh kehilangan K+ (Stockham dan Scott 2002). K+ banyak terdapat di dalam sel eritrosit, sedangkan Na+ banyak terdapat di luar sel, dimana kedua ion ini dikontrol oleh channel Na-K ATPase. Adanya destruksi eritrosit membuat K+ ikut keluar dari sel. Pada penelitian ini, penurunan jumlah eritrosit akibat destruksi dalam jumlah tertentu memperlihatkan gambaran hipokalemia, terlihat pada kelompok anjing ras Belgian Malinois dan Labrador Retriever, sedangkan kelompok ras anjing lainnya masih dapat mengkompensasi adanya pengeluaran kalium dari dalam sel. Ginjal sangat berpengaruh dalam proses perpindahan ion-ion ini. Jika ginjal mengalami penurunan fungsi akibat hipoksia dan berbagai macam manifestasi klinis yang diakibatkan oleh Babesia sp. dan Haemobartonella sp., maka proses kompensasi ion-ion tersebut juga terganggu (Price dan Wilson 2006).
52
Halaman ini sengaja dikosongkan
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap lima kelompok ras anjing (Belgian Malinois, Golden Retriever, Labrador Retriever, German Shepherd dan Rottweiler) yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis, dapat disimpulkan bahwa semua kelompok ras anjing memiliki derajat infeksi terhadap Babesia sp. dan Haemobartonella sp. ≤ 1 % (derajat infeksi ringan). Temuan klinis yang didapatkan bervariasi, meliputi infestasi caplak, kepucatan membran mukosa, konjungtiva hiperemi, splenomegali, aritmia, bradikardia, takhikardia, dan diare berdarah. Jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, nilai hematokrit dan jumlah trombosit cenderung lebih rendah (dibandingkan nilai normal) pada semua kelompok ras anjing, dengan indeks eritrosit berupa normositik normokromik dan mikrositik normokromik. Temuan lain berupa konsentrasi bilirubin total, bilirubin conjugated, ureum, dan total protein yang cenderung lebih tinggi (dibandingkan nilai normal), sedangkan tekanan oksigen (pO 2 ) dan saturasi oksigen (sO 2 ) cenderung lebih rendah (dibandingkan nilai norrmal) pada semua kelompok ras anjing..
Saran Berdasarkan simpulan penelitian, saran yang dapat diberikan adalah perlu penelitian lebih lanjut pada masing-masing ras anjing, khususnya Belgian Malinois untuk mengetahui adanya faktor breed dependent; penelitian lebih lanjut mengenai status antibodi (imunoglobulin) anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis; penelitian lanjutan infeksi kombinasi Babesia sp. dengan parasit darah lainnya; perlu dilakukan studi epidemiologi mengenai penyebaran anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. pada tingkat yang lebih luas di Indonesia; serta perlu dilakukan analisis keterkaitan dampak infeksi penyakit ini dengan kerugian ekonomi.
54
Halaman ini sengaja dikosongkan
55
DAFTAR PUSTAKA Aielo. 2002. The Merck Veterinary Manual. Hemobartonellosis [internet]. [diacu 2012 April 10]. Tersedia dari: http://www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp?cfile=htm/bc/10406.htm. Astowo P. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, FKUI. Bashir IN, Caudhry ZI, Ahmed S, Saeed A. 2009. Epidemiological and vector identification studies on canine babesiosis. Pakistan Veterinary Journal. 29(2): 51-54. Beutler E. 2001. Hematolytic Anemia Due to Infections with Microorganism. Williams Hematology. Ed ke-6. Now York: McGraw-Hill. Birkenheuer AJ, Levy MG, Breitschwerdt EB. 2003. Development and evaluation a seminested PCR for detection an differentiation of Babesia gibsoni (Asian Genotype) and Babesia canis DNA in canine Blood Samples. J Clin Microbiol. 41 (9): 4172-4177. Boozer AL, Macintire DK. 2003. Canine babesiosis. Vet Clin North Am Small Anim Pract. 33: 885-904. [______]. 2005. Babesia gibsoni: A emerging pathogen in dogs [internet]. [diacu 2012 April 10]. Tersedia dari: http://www.CompendiumVet.com. Auburn University College of Veterinary Medicine. Hlm. 33-41. Brockus CW, Andreasen CB, 2003. Erythrocytes. Dalam: Clinical Pathology, Latimer KS, Mahaffey EA, Prasse KW. Ed ke-4. Philadelphia: Blackwell Publishing. Hlm 3-45. Bush BM. 1991. Interpretation of Laboratory Results for Small Animal Clinicians. Austria: Blackwell Scientific Publications. Hlm 38. Cardoso L, Yisaschar-Mekuzas Y, Rodrigues FT, Costa Ãl, Machado J, DizLopes D, Baneth G. 2010. Canine babesiosis in northern Portugal and molecular characterization of vector-borne co-infections. Parasites & Vectors. 3:27. Davies C, Shell L. 2002. Common Small Animal Diagnoses. An Algorithmic Approach. Philadelphia: WB Saunders Company. Hlm 6-9, 72-75, 92-93, 130-133, 138-141, 194-199. Dvir E, Lobetti RG, Jacobson LS, Pearson J, Becker PJ. 2004. Electrocardiographic changes and cardiac pathology in canine babesiosis. J Vet Cardiol 2004: 6(1):15-23. Fukumoto S, Suzuki H, Igarashi I, Xuan X. 2005. Fatal experimental transplacental Babesia gibsoni infections in dogs. International Journal for Parasitology. 2005(9):35. Hlm 1031–1035. Furlanello T, Fiorio F, Caldin M, Lubas G, Solano-Gallego L, 2005. Clinicopathological findings in naturally occurring cases of babesiosis caused by large form Babesia from dogs of Northern Italy. Vet Parasitol. 134: 77-85. Ganong FW. 2003. Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Gardiner CH, Fayer R, Dubey JP. 2002. An atlas of protozoa parasites in animal tissue [internet]. [diacu 2012 April 10]. Tersedia dari: http://www.vet.uga.edu./vvp/archives/NSEP/babesia/ENG/etiologi.htm.
56
Grandjean D. 2006. The Royal Canin Dog Encyclopaedia. Aniwa Publishing. Gretillat S. 2008. Haemobartonella canis (Kikuth, 1928) in the blood of dogs with parvovirus disease. Journal of Small Animal Practice. 22: 647-653. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. Ke-11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hlm 251-255. Igarashi I, Aikawa M, Kreier JP. 1988. Host Cell-Parasite Interaction in Babesiosis. Dalam: Babesiosis of Domestic Animals and Man. Ristic M, editor. Florida: CRC Press Inc. Hlm 53-69. Iqbal A, Wazir VS, Malik MA, Singh R. 2011. Canine babesiosis-an emerging vector-borne disease. Indian Pet Journal-Online. India. Volume 10 Februari 2011. Kaneko JJ, Harvey JW, Bruss ML. 1997. Clinical Biochemistry of Domestic Animals. USA: Academic Press. Karunakaran S, Pillai UN, Sasidharan HP. 2011. Babesia gibsoni infection in a German Shepherd dog. Vet World. 4(6): 269-270. Kocan KM, Feunte JDL, Blouin EF, Coetzee JF, Swing SA. 2010. Review – The natural history of Anaplasma marginale. Veterinary Parasitology. 167:95107. Kumarl A, Naveen KR, Nithin Prabhu BR, Azeemulla HR. 2011. Haemobartonellosis in dogs [internet]. [diacu 2012 April 10]. Tersedia dari: http//www.indianpetjournal.com. Indian Pet Journal-Online. Volume 12 Juni 2011. Kurtzhals JAL, Reimert CM, Tette E, Dunyo SK, Koram KA, Akanmori BD. 1998. Increased eosinophil activity in acute plasmodium falciparum infection –association with cerebral malaria. Clin Exp Immunol. 112:303-7 Latimer KS, Prasse KW. 2003. Leukocytes. Philadelphia: Blackwell Publishing. Hlm 46-79. Levine ND. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. G. Ashadi, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Lubis FY. 2006. Babesiosis (Piroplasmosis). Cermin Dunia Kedokteran. No. 152 Tahun 2006. Hlm 27-29. MacDonald SM, Bhisutthibhan J, Shapiro TA, Rogerson SJ, Taylor TE. 2001. Immune mimicry in malaria: Plasmodium falciparum secretes a functional histamine-releasing factor homolog in vitro and in vivo. PNAS. 98:1082932. Macfarlane PS, Reid R, Callander R. 2000. Pathology Illustrated. Ed ke-4. Churchill Livingstone: Harcourt Publishers. Hlm 347, 387-389. Makinde MO, Bobade PA. 1994. Osmotic fragility of erythrocytes in clinically normal dogs and dogs with parasites. Res Vet Sci. 57: 343-348. Mandell GL, Bennett JE, Dolin R. 2010. Mandell, Douglas, and Bennett's Principles and Practice of Infectious Disease. Philadelphia: Churchill Livingstone/Elsevier. Hlm 3444 Mellanby RJ, Handel IG, Clements DN, Bronsvoort de C, Lengeling BM, Schoeman JP. 2011. Breed and sex risk factors for canine babesiosis in South Africa. Journal of Veterinary Internal Medicine. 25: 1186–1189. Morgan RV. 2008. Handbook of Small Animal Practice. Ed ke-5. Vol 2. Hlm 1269-1271.
57
Mouchet J, Carnevale P, Manguin S. 2008. Biodiversity of malaria in the world [internet]. [diacu 2012 April 10]. Tersedia dari: http://books.google.com/books?id=hSUfzyxZRuwC&pg=PA41. John Libbey Eurotext. Hlm 41. Nash H. 2012. Haemobartonellosis (Hemotropic Mycoplasmosis) in dogs [internet]. [diacu 2012 April 10]. Tersedia dari: http://www.peteducation.com/article.cfm?c=2+2102&aid=293. Drs. Foster & Smith, Inc: Veterinary Services Department. Ndungu SG, Brown CGD, Dolan TT. 2005. In vivo comparison of susceptibility between Bos indicus and Bos Taurus cattle types to Theileria parva infection. Onderstepoort J Vet Res (72) : 13-22 Niwetpathomwat A, Techangamsuwan S, Suvarnavibhaja S, Assarasakorn S. 2006. A retrospective study of clinical hematology and biochemistry of canine babesiosis on hospital populations in Bangkok, Thailand. Comp Clin Pathol. 15: 110-112. Oliveira C, Marjo VDW, Miguel A, Philippe J, Frans J. 1995. Detection of Theileria annulata in blood samples of carrier catle by PCR. J Clinic Microbiol. 33(10):2665-2669. Plotnick A. 2010. Babesiosis. Diseases, symptom, and drugs of cats and dogs. [POLRI]. Kepolisian Republik Indonesia. 1996. Hut Satwa Polri ke 37. Direktorat Samapta Polri Sub Direktorat Satwa. Jakarta. [______]. 2007a. Subdit Satwa Polri [internet]. [diacu 2012 April 10]. Tersedia dari: http://www.sumsel.polri.go.id/satbaru/ditsamapta/index.php. [______]. 2007b. Subdit Satwa Polri [internet]. [diacu 2012 April 10]. Tersedia dari: http://www.sumsel.polri.go.id/satbaru/ditsamapta/index.php. . Price SA dan Wilson LMC. 2006. Pathophysiology. The Concept of Clinical Disease Processes. Ed ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donelly WJ, Leonard FC. 2008. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Scotland: Blackwell Publishing. Sacher RA, McPherson R. 2000. Widmann’s Clinical Interpretation of Laboratory Test. Ed ke-11. Philadelphia: FA Davis. Sandurezu. 2011. Anemia hemolitik [internet]. [diacu 2012 April 10]. Tersedia dari: http://sandurezu.wordpress.com/2011/03/03/anemia-hemolitik/. Segal. 2010. Interpretasi hasil analisa gas darah dan peranannya dalam penilaian pasien-pasien kritis [internet]. [diacu 2012 April 10]. Tersedia dari: http://www.scribd.com/doc/64651776/Analisis-Gas-Darah. Shah SA, Sood NK, Tumati SR. 2011. Haemato-biochemical changes in natural cases of canine babesiosis. Asian Journal of Animal Science.s 5: 387-392. Sibuea WH, MM Panggabean, SP Gultom. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta (ID): PT Rineka Cipta. Hlm 72-74. Simões PB, Cardoso L, Araújo M, Yisaschar-Mekuzas Y, Baneth G. 2011. Babesiosis due to the canine Babesia microti-like small piroplasm in dogs - first report from Portugal and possible vertical transmission [internet]. [diacu 2012 April 10]. Tersedia dari: http://www.parasitesandvectors.com/content/4/1/50. Parasites & Vectors. 4:50. doi:10.1186/1756-3305-4-50. Simões PB, Cardoso L, Araújo M, Yisaschar-Mekuzas Y, Baneth G. 2011. Babesiosis due to the canine Babesia microti-like small piroplasm in dogs
58
- first report from Portugal and possible vertical transmission. Parasites & Vectors 4:50. Sodikoff CH. 1995. Laboratory Profiles of Small Animal Disease. A Guide to Laboratory Diagnosis. Ed ke-2. USA: Mosby. Hlm. 3-5. Spector WG. Pengantar Patologi Umum. Soetjipto NS, Harsoyo, Hana A, Astuti P, penerjemah. Ed ke-3. Solihah C. 2013. Profil Eritrosit Anjing yang Terinfeksi kronis Babesia sp. SKRIPSI. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Stockham SL, Scott MA. 2002. Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology. State Avenue, Ames, Iowa: A Blackwell Publishing Company. Hlm 117125, 135-136, 390-393, 467-475. Subronto. 2006. Penyakit Infeksius pada Anjing dan Kucing. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sunaga F, Namikawa K, Kanno Y. 2002. Continuous in vitro culture of eritrocytic stages of Babesia gibsoni and virulence of the cultivated parasite. J vet Med Sci. 64(7): 571-575. Syam AF. 2012. Dampak Hipoksia bagi Kesehatan [[internet]. [diacu 2012 April 10]. Tersedia dari: http://staff.blog.ui.ac.id/ari.fahrial/2012/04/29/dampakhipoksia-bagi-kesehatan/. Tampubolon MP. 2004. Protozoologi. Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor. Hlm 162-165. Tilley LP, Smith JR. 2011. Blackwell’s Five-Minute Veterinary Consults Canine and Feline. Ed ke-5. Philadelphia: Tilley Blackwell. Tizard IR. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Hardjosworo M, penerjemah. Surabaya: Penerbit Universitas Airlangga. Terjemahan dari: An Introduction to Veterinary Immunology. Trisha G. 2006. Summer heat can be tough on pets [internet]. [diacu 2012 April 10]. Tersedia dari: http://www2.dasnr.okstate.edu/index.php?option=com_content&task=vie w&id=257&Itemid=103. Oklahoma State University: Division of Agricultural Sciences and Natural Resources. Urquhart GM, Armour J, Duncan JL, Dunn AM, Jenning FW. 2003. Veterinary Parasitology. Ed ke-2. Scotland: Blackwell Publishing. Weiss DJ, Wardrop KJ. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. Ed ke-6. Washington: A John Wiley & Sons Ltd. Publication. Widodo S, Sajuthi D, Choliq C, Wulansari R, Wijaya A, Lelana RPA. 2011. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. Ed ke-1. Bogor: IPB Press. Wikipedia. 2011. Anjing [internet]. [diacu 2012 April 10]. Tersedia dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Anjing. Wulansari R. 2002. Therapeutic effect of clindamycin on experimental infection with Babesia gibsoni and their immune responses in dogs. [disertasi]. The United Graduate School of Veterinary Sciences, Yamaguchi University, Japan. Yadav R, Gattani A, Gupta SR, Sharma CS. 2011. Jaundice in dog associated with babesiosis. Int Jour for Agro Vet Med Sci. 5(1): 3-6. Yatim F, Herman R. 2006. Babesiosis (Piroplasmosis). Majalah Kedokteran Nusantara. Volume 39 No. 2.
59
LAMPIRAN
60
Halaman ini sengaja dikosongkan
61
Lampiran 1 Uji statistik persentase eritrosit berparasit pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis % Eritrosit Berparasit Babesia sp. Haemobartonella sp. BM GR LR GS RW BM GR LR GS RW 0.80 0.60 0.48 0.30 0.29 1.03 0.50 0.60 0.50 0.44
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parametersa,,b
Mean Std. Deviation Most Extreme Absolute Differences Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data Descriptive Statistics Dependent Variable:Persentase_Eritrosit_Berparasit Ras Mean SD IbhBBM .4500 .41231 IbhBGR .0667 .11547 IbhBGS .1500 .08367 IbhBLR .3000 .20976 IbhBRW .1667 .15811 IbhHBM 1.0250 1.05317 IbhHGR .5000 .20000 IbhHGS .5000 .30332 IbhHLR .6000 .25298 IbhHRW .4444 .21279 Total .4000 .39818
Persentase eritrosit_berparasit 56 .4000 .39818 .196 .196 -.158 1.470 .027
N 4 3 6 6 9 4 3 6 6 9 56
62
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Persentase_Eritrosit_Berparasit Type III Sum Source of Squares df Mean Square a Corrected 3.179 9 .353 Model Intercept 8.593 1 8.593 Ras 3.179 9 .353 Error 5.541 46 .120 Total 17.680 56 Corrected Total 8.720 55 a. R Squared = .365 (Adjusted R Squared = .240)
F 2.932
Sig. .008
71.332 2.932
.000 .008
Persentase_Eritrosit_Berparasit Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 2 3 IbhBGR 3 .0667 IbhBGS 6 .1500 .1500 IbhBRW 9 .1667 .1667 IbhBLR 6 .3000 .3000 IbhHRW 9 .4444 .4444 IbhBBM 4 .4500 .4500 IbhHGR 3 .5000 .5000 IbhHGS 6 .5000 .5000 IbhHLR 6 .6000 .6000 IbhHBM 4 1.0250 Sig. .101 .089 .062 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .120. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c. Alpha = .05.
63
Lampiran 2 Uji statistik bobot badan pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Bobot_Badan N 28 a,,b Normal Parameters Mean 29.3571 Std. Deviation 6.03057 Most Extreme Absolute .152 Differences Positive .152 Negative -.088 Kolmogorov-Smirnov Z .805 Asymp. Sig. (2-tailed) .537 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Berat_Badan Ras Mean BM 24.7500 GR 28.3333 GS 25.6667 LR 29.6667 RW 34.0000 Total 29.3571
Std. Deviation 2.06155 10.11599 3.26599 2.65832 6.23999 6.03057
Duncana,,b,,c Subset 1 24.7500 25.6667 28.3333 29.6667
Ras N 2 BM 4 GS 6 GR 3 28.3333 LR 6 29.6667 RW 9 34.0000 Sig. .188 .119 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 26.851. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
N 4 3 6 6 9 28
64
Lampiran 3 Uji statistik rata-rata temperatur tubuh pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Temperatur N 28 a,,b Normal Parameters Mean 38.7393 Std. Deviation .59712 Most Extreme Absolute .106 Differences Positive .099 Negative -.106 Kolmogorov-Smirnov Z .563 Asymp. Sig. (2-tailed) .909 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Temperatur Ras Mean BM 38.8500 GR 38.9333 GS 38.5667 LR 38.5667 RW 38.8556 Total 38.7393
Std. Deviation .82260 .30551 .55377 .73394 .56372 .59712
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 GS 6 38.5667 LR 6 38.5667 BM 4 38.8500 RW 9 38.8556 GR 3 38.9333 Sig. .422 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. The error term is Mean Square(Error) = .391. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. c. Alpha = .05.
65
Lampiran 4 Uji statistik rata-rata frekuensi nafas (RR) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test RR N 28 a,,b Normal Parameters Mean 25.0000 Std. Deviation 13.22736 Most Extreme Absolute .209 Differences Positive .209 Negative -.157 Kolmogorov-Smirnov Z 1.104 Asymp. Sig. (2-tailed) .174 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:RR Ras Mean BM 18.0000 GR 20.0000 GS 33.3333 LR 25.3333 RW 24.0000 Total 25.0000
Std. Deviation 5.16398 4.00000 10.63328 16.90759 15.49193 13.22736
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 BM 4 18.0000 GR 3 20.0000 RW 9 24.0000 LR 6 25.3333 GS 6 33.3333 Sig. .118 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.The error term is Mean Square(Error) = 175.072. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
66
Lampiran 5 Uji statistik rata-rata frekuensi denyut jantung (HR) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test HR N 28 a,,b Normal Parameters Mean 89.0000 Std. Deviation 52.37613 Most Extreme Absolute .198 Differences Positive .198 Negative -.198 Kolmogorov-Smirnov Z 1.048 Asymp. Sig. (2-tailed) .222 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Ras Mean BM 79.0000 GR 57.3333 GS 115.3333 LR 76.6667 RW 94.6667 Total 89.0000
Std. Deviation 59.45306 26.63331 55.50736 47.69347 57.54998 52.37613
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 GR 3 57.3333 LR 6 76.6667 BM 4 79.0000 RW 9 94.6667 GS 6 115.3333 Sig. .141 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2839.014. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
N 4 3 6 6 9 28
67
Lampiran 6 Uji statistik rata-rata jumlah eritrosit pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Eritrosit N 28 a,,b Normal Parameters Mean 4.5571 Std. Deviation 1.02864 Most Extreme Absolute .192 Differences Positive .120 Negative -.192 Kolmogorov-Smirnov Z 1.017 Asymp. Sig. (2-tailed) .253 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Eritrosit Ras Mean BM 3.7500 GR 4.4333 GS 5.2000 LR 4.1667 RW 4.7889 Total 4.5571
Std. Deviation 1.87883 .92916 .53666 .89592 .73049 1.02864
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset 1 3.7500 4.1667 4.4333 4.7889
Ras N 2 BM 4 LR 6 4.1667 GR 3 4.4333 RW 9 4.7889 GS 6 5.2000 Sig. .142 .144 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.The error term is Mean Square(Error) = .958. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal c. Alpha = .05.
68
Lampiran 7 Uji statistik rata-rata konsentrasi hemoglobin (Hb) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Hemoglobin N 28 a,,b Normal Parameters Mean 11.3750 Std. Deviation 2.22088 Most Extreme Absolute .156 Differences Positive .076 Negative -.156 Kolmogorov-Smirnov Z .823 Asymp. Sig. (2-tailed) .507 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Hemoglobin Ras Mean BM 9.8500 GR 10.4000 GS 12.9833 LR 11.4000 RW 11.2889 Total 11.3750
Std. Deviation 3.39264 1.70880 1.37028 2.45031 1.79056 2.22088
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 BM 4 9.8500 GR 3 10.4000 RW 9 11.2889 LR 6 11.4000 GS 6 12.9833 Sig. .050 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.The error term is Mean Square(Error) = 4.584. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal c. Alpha = .05.
69
Lampiran 8 Uji statistik rata-rata nilai hematokrit (Hct) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Hematokrit N 28 a,,b Normal Parameters Mean 30.4643 Std. Deviation 7.02631 Most Extreme Absolute .239 Differences Positive .106 Negative -.239 Kolmogorov-Smirnov Z 1.264 Asymp. Sig. (2-tailed) .082 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Hematokrit Ras Mean BM 25.2500 GR 29.6667 GS 34.8333 LR 27.5000 RW 32.1111 Total 30.4643
Std. Deviation 13.07351 4.04145 4.70815 7.03562 3.98260 7.02631
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 BM 4 25.2500 LR 6 27.5000 GR 3 29.6667 RW 9 32.1111 GS 6 34.8333 Sig. .055 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 44.810. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal c. Alpha = .05.
70
Lampiran 9 Uji statistik rata-rata jumlah trombosit pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Trombosit N 28 a,,b Normal Parameters Mean 125142.8571 Std. Deviation 96077.01937 Most Extreme Absolute .126 Differences Positive .119 Negative -.126 Kolmogorov-Smirnov Z .666 Asymp. Sig. (2-tailed) .767 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Trombosit Ras Mean BM 82000.0000 GR 135666.6667 GS 144833.3333 LR 55500.0000 RW 174111.1111 Total 125142.8571
Std. Deviation 84727.01262 29005.74656 53801.17719 44239.12296 1.32745E5 96077.01937
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 LR 6 55500.0000 BM 4 82000.0000 GR 3 135666.6667 GS 6 144833.3333 RW 9 174111.1111 Sig. .078 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.The error term is Mean Square(Error) = 8193299516.909. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal c. Alpha = .05.
71
Lampiran 10 Uji statistik rata-rata jumlah leukosit total pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Leukosit N 28 a,,b Normal Parameters Mean 13303.5714 Std. Deviation 5371.97682 Most Extreme Absolute .117 Differences Positive .117 Negative -.100 Kolmogorov-Smirnov Z .617 Asymp. Sig. (2-tailed) .841 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Leukosit Ras Mean BM 9800.0000 GR 10833.3333 GS 16700.0000 LR 13850.0000 RW 13055.5556 Total 13303.5714
Std. Deviation 7813.23663 3992.91038 2405.82626 7115.26528 4229.39449 5371.97682
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 BM 4 9800.0000 GR 3 10833.3333 RW 9 13055.5556 LR 6 13850.0000 GS 6 16700.0000 Sig. .079 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 27834951.691. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal c. Alpha = .05.
72
Lampiran 11 Uji statistik rata-rata jumlah limfosit pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Limfosit N 28 a,,b Normal Parameters Mean 4.8500 Std. Deviation 3.86577 Most Extreme Absolute .176 Differences Positive .176 Negative -.121 Kolmogorov-Smirnov Z .934 Asymp. Sig. (2-tailed) .348 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Limfosit Ras Mean BM 2.4800 GR 4.9467 GS 4.4633 LR 6.6200 RW 4.9489 Total 4.8500
Std. Deviation 2.72767 1.78632 2.25950 5.14789 4.67014 3.86577
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 BM 4 2.4800 GS 6 4.4633 GR 3 4.9467 RW 9 4.9489 LR 6 6.6200 Sig. .157 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 15.705. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal c. Alpha = .05.
73
Lampiran 12 Uji statistik rata-rata jumlah monosit pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Monosit N 28 a,,b Normal Parameters Mean .5968 Std. Deviation .48676 Most Extreme Absolute .182 Differences Positive .182 Negative -.149 Kolmogorov-Smirnov Z .964 Asymp. Sig. (2-tailed) .311 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Monosit Ras Mean BM .3075 GR .6433 GS .9417 LR .5800 RW .4911 Total .5968
Std. Deviation .21282 .51984 .61772 .62715 .29353 .48676
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 BM 4 .3075 RW 9 .4911 LR 6 .5800 GR 3 .6433 GS 6 .9417 Sig. .074 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .228. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal c. Alpha = .05.
74
Lampiran 13 Uji statistik rata-rata jumlah neutrofil segmen pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Segmen N 28 a,,b Normal Parameters Mean 7.0343 Std. Deviation 3.93970 Most Extreme Absolute .119 Differences Positive .119 Negative -.074 Kolmogorov-Smirnov Z .632 Asymp. Sig. (2-tailed) .819 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Segmen Ras Mean BM 6.6550 GR 5.2267 GS 9.3967 LR 6.0550 RW 6.8833 Total 7.0343
Std. Deviation 7.29091 4.15800 3.36460 4.09377 2.08579 3.93970
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 GR 3 5.2267 LR 6 6.0550 BM 4 6.6550 RW 9 6.8833 GS 6 9.3967 Sig. .158 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 16.054. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal c. Alpha = .05.
75
Lampiran 14 Uji statistik rata-rata jumlah neutrofil batang pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Batang N 28 a,,b Normal Parameters Mean .4146 Std. Deviation .39180 Most Extreme Absolute .225 Differences Positive .225 Negative -.145 Kolmogorov-Smirnov Z 1.192 Asymp. Sig. (2-tailed) .117 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Batang Ras Mean BM .1225 GR .3233 GS .5300 LR .3467 RW .5433 Total .4146
Std. Deviation .08342 .15044 .34923 .35814 .52493 .39180
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 BM 4 .1225 GR 3 .3233 LR 6 .3467 GS 6 .5300 RW 9 .5433 Sig. .145 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .153. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal c. Alpha = .05.
76
Lampiran 15 Uji statistik rata-rata jumlah eosinofil pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Eosinofil N 28 a,,b Normal Parameters Mean .1157 Std. Deviation .13702 Most Extreme Absolute .265 Differences Positive .265 Negative -.199 Kolmogorov-Smirnov Z 1.403 Asymp. Sig. (2-tailed) .039 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Eosinofil Ras Mean BM .1225 GR .1533 GS .1050 LR .0633 RW .1422 Total .1157
Std. Deviation .18980 .26558 .12309 .08116 .12306 .13702
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 LR 6 .0633 GS 6 .1050 BM 4 .1225 RW 9 .1422 GR 3 .1533 Sig. .393 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .021. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal c. Alpha = .05.
77
Lampiran 16 Uji statistik rata-rata jumlah basofil pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Basofil N 28 a,,b Normal Parameters Mean .0471 Std. Deviation .07831 Most Extreme Absolute .441 Differences Positive .441 Negative -.274 Kolmogorov-Smirnov Z 2.332 Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Basofil Ras Mean BM .0000 GR .0267 GS .0883 LR .0550 RW .0422 Total .0471
Std. Deviation .00000 .04619 .09704 .08526 .08438 .07831
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 BM 4 .0000 GR 3 .0267 RW 9 .0422 LR 6 .0550 GS 6 .0883 Sig. .132 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .006. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal c. Alpha = .05.
78
Lampiran 17 Uji statistik rata-rata konsentrasi ureum pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Ureum N 28 a,,b Normal Parameters Mean 56.6429 Std. Deviation 29.54998 Most Extreme Absolute .183 Differences Positive .183 Negative -.150 Kolmogorov-Smirnov Z .968 Asymp. Sig. (2-tailed) .306 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Ureum Ras Mean BM 40.2500 GR 101.0000 GS 51.6667 LR 51.8333 RW 55.6667 Total 56.6429
Std. Deviation 8.84590 55.50676 14.23610 37.16674 15.75595 29.54998
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset 1 40.2500 51.6667 51.8333 55.6667
Ras N 2 BM 4 GS 6 LR 6 RW 9 GR 3 101.0000 Sig. .418 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 708.822. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
79
Lampiran 18 Uji statistik rata-rata konsentrasi kreatinin pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Kreatinin N 28 a,,b Normal Parameters Mean 1.1571 Std. Deviation .26726 Most Extreme Absolute .225 Differences Positive .225 Negative -.132 Kolmogorov-Smirnov Z 1.191 Asymp. Sig. (2-tailed) .117 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Kreatinin Ras Mean BM 1.1500 GR 1.5000 GS 1.1333 LR 1.1333 RW 1.0778 Total 1.1571
Std. Deviation .17321 .60828 .13663 .25033 .18559 .26726
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset 1 1.0778 1.1333 1.1333 1.1500
Ras N 2 RW 9 GS 6 1.1333 LR 6 1.1333 BM 4 1.1500 GR 3 1.5000 Sig. .693 .051 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .066. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
80
Lampiran 19 Uji statistik rata-rata aktivitas AST pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test AST N 28 a,,b Normal Parameters Mean 63.1786 Std. Deviation 55.77671 Most Extreme Absolute .330 Differences Positive .330 Negative -.259 Kolmogorov-Smirnov Z 1.746 Asymp. Sig. (2-tailed) .004 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:AST Ras Mean BM 54.5000 GR 55.6667 GS 92.1667 LR 53.6667 RW 56.5556 Total 63.1786
Std. Deviation 13.40398 13.57694 120.31860 8.06639 22.17043 55.77671
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 LR 6 53.6667 BM 4 54.5000 GR 3 55.6667 RW 9 56.5556 GS 6 92.1667 Sig. .365 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 3371.655. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
81
Lampiran 20 Uji statistik rata-rata aktivitas ALT pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 28 a,,b Normal Parameters Mean 61.7143 Std. Deviation 44.44960 Most Extreme Absolute .328 Differences Positive .328 Negative -.238 Kolmogorov-Smirnov Z 1.738 Asymp. Sig. (2-tailed) .005 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:ALT Ras Mean BM 54.7500 GR 55.6667 GS 85.8333 LR 51.3333 RW 57.6667 Total 61.7143
Std. Deviation 4.50000 5.13160 88.42718 12.19289 33.17378 44.44960
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 LR 6 51.3333 BM 4 54.7500 GR 3 55.6667 RW 9 57.6667 GS 6 85.8333 Sig. .306 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2119.895. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
82
Lampiran 21 Uji statistik rata-rata konsentrasi total protein (TP) pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Total_protein N 28 a,,b Normal Parameters Mean 8.6036 Std. Deviation 1.48835 Most Extreme Absolute .132 Differences Positive .076 Negative -.132 Kolmogorov-Smirnov Z .700 Asymp. Sig. (2-tailed) .711 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Total_protein Ras Mean BM 8.6750 GR 8.1333 GS 8.4167 LR 7.9167 RW 9.3111 Total 8.6036
Std. Deviation 1.53052 2.31805 1.34375 1.37174 1.38604 1.48835
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 LR 6 7.9167 GR 3 8.1333 GS 6 8.4167 BM 4 8.6750 RW 9 9.3111 Sig. .206 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2.243. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
83
Lampiran 22 Uji statistik rata-rata konsentrasi bilirubin total pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test BilirubinTotal N 28 a,,b Normal Parameters Mean .8800 Std. Deviation .72359 Most Extreme Absolute .322 Differences Positive .322 Negative -.249 Kolmogorov-Smirnov Z 1.702 Asymp. Sig. (2-tailed) .006 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:BilirubinTotal Ras Mean BM 1.6425 GR .8300 GS .8533 LR .7233 RW .6800 Total .8800
Std. Deviation 1.85207 .38432 .20992 .17455 .20421 .72359
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 RW 9 .6800 LR 6 .7233 GR 3 .8300 GS 6 .8533 BM 4 1.6425 Sig. .065 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .491. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal.
84
Lampiran 23 Uji statistik rata-rata konsentrasi bilirubin conjugate pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test BilirubinDirect N 25 a,,b Normal Parameters Mean .5672 Std. Deviation .75893 Most Extreme Absolute .342 Differences Positive .342 Negative -.256 Kolmogorov-Smirnov Z 1.709 Asymp. Sig. (2-tailed) .006 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:BilirubinDirect Ras Mean BM 1.3050 GR .7133 GS .4750 LR .3480 RW .3533 Total .5672
Std. Deviation 1.85031 .32332 .12583 .20487 .15843 .75893
N 4 3 4 5 9 25
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 LR 5 .3480 RW 9 .3533 GS 4 .4750 GR 3 .7133 BM 4 1.3050 Sig. .099 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .545. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.369. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
85
Lampiran 24 Uji statistik rata-rata konsentrasi bilirubin unconjugate pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test BilirubinIndirect N 25 a,,b Normal Parameters Mean .3304 Std. Deviation .21306 Most Extreme Absolute .172 Differences Positive .172 Negative -.110 Kolmogorov-Smirnov Z .860 Asymp. Sig. (2-tailed) .451 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:BilirubinIndirect Ras Mean BM .3375 GR .1167 GS .3000 LR .3600 RW .3956 Total .3304
Std. Deviation .27945 .07638 .11547 .30765 .17372 .21306
N 4 3 4 5 9 25
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 GR 3 .1167 GS 4 .3000 BM 4 .3375 LR 5 .3600 RW 9 .3956 Sig. .096 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .045. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.369. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
86
Lampiran 25 Uji statistik rata-rata pH darah pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test pH N 28 a,,b Normal Parameters Mean 7.40921 Std. Deviation .032429 Most Extreme Absolute .092 Differences Positive .052 Negative -.092 Kolmogorov-Smirnov Z .486 Asymp. Sig. (2-tailed) .972 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:pH Ras Mean BM 7.42875 GR 7.41067 GS 7.41333 LR 7.37650 RW 7.41911 Total 7.40921
Std. Deviation .016701 .032960 .034022 .030038 .027724 .032429
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset 1 7.37650 7.41067 7.41333
Ras N 2 LR 6 GR 3 7.41067 GS 6 7.41333 RW 9 7.41911 BM 4 7.42875 Sig. .073 .385 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .001. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
87
Lampiran 26 Uji statistik rata-rata pCO 2 pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test pCO2 N 28 a,,b Normal Parameters Mean 32.396 Std. Deviation 4.0528 Most Extreme Absolute .127 Differences Positive .127 Negative -.091 Kolmogorov-Smirnov Z .671 Asymp. Sig. (2-tailed) .759 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:pCO2 Ras Mean BM 31.150 GR 32.867 GS 31.700 LR 34.333 RW 31.967 Total 32.396
Std. Deviation 3.3670 2.3587 3.8460 4.8718 4.6333 4.0528
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 BM 4 31.150 GS 6 31.700 RW 9 31.967 GR 3 32.867 LR 6 34.333 Sig. .303 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 17.805. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
N 4 3 6 6 9 28
88
Lampiran 27 Uji statistik rata-rata konsentrasi HCO 3 - pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test HCO 3 N 28 a,,b Normal Parameters Mean 20.439 Std. Deviation 2.0941 Most Extreme Absolute .130 Differences Positive .115 Negative -.130 Kolmogorov-Smirnov Z .688 Asymp. Sig. (2-tailed) .731 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable: HCO 3 Ras Mean BM 20.575 GR 20.933 GS 20.167 LR 20.083 RW 20.633 Total 20.439
Std. Deviation 1.7858 2.5736 1.7500 2.1913 2.5962 2.0941
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 LR 6 20.083 GS 6 20.167 BM 4 20.575 RW 9 20.633 GR 3 20.933 Sig. .603 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 5.046. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
89
Lampiran 28 Uji statistik rata-rata pO 2 pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test pO 2 N 28 a,,b Normal Parameters Mean 34.107 Std. Deviation 9.3386 Most Extreme Absolute .136 Differences Positive .136 Negative -.080 Kolmogorov-Smirnov Z .721 Asymp. Sig. (2-tailed) .675 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable: pO 2 Ras Mean BM 34.500 GR 34.333 GS 38.333 LR 34.667 RW 30.667 Total 34.107
Std. Deviation 5.9722 4.6188 10.0532 14.2361 7.6649 9.3386
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 RW 9 30.667 GR 3 34.333 BM 4 34.500 LR 6 34.667 GS 6 38.333 Sig. .278 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 92.971. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
90
Lampiran 29 Uji statistik rata-rata sO 2 pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test sO 2 N 28 a,,b Normal Parameters Mean 63.464 Std. Deviation 15.5932 Most Extreme Absolute .135 Differences Positive .135 Negative -.090 Kolmogorov-Smirnov Z .714 Asymp. Sig. (2-tailed) .688 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable: sO 2 Ras Mean BM 67.250 GR 66.667 GS 70.000 LR 59.667 RW 58.889 Total 63.464
Std. Deviation 10.3078 11.8462 14.4637 22.0696 15.2680 15.5932
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 RW 9 58.889 LR 6 59.667 GR 3 66.667 BM 4 67.250 GS 6 70.000 Sig. .345 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 258.506. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
91
Lampiran 30 Uji statistik rata-rata konsentrasi natrium pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Natrium N 28 a,,b Normal Parameters Mean 145.0714 Std. Deviation 2.38713 Most Extreme Absolute .151 Differences Positive .134 Negative -.151 Kolmogorov-Smirnov Z .801 Asymp. Sig. (2-tailed) .543 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Natrium Ras Mean BM 146.7500 GR 145.0000 GS 143.6667 LR 145.0000 RW 145.3333 Total 145.0714
Std. Deviation 2.21736 4.00000 2.33809 2.00000 2.12132 2.38713
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset Ras N 1 GS 6 143.6667 GR 3 145.0000 LR 6 145.0000 RW 9 145.3333 BM 4 146.7500 Sig. .081 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 5.656. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
92
Lampiran 31 Uji statistik rata-rata konsentrasi kalium pada semua kelompok ras anjing yang terinfeksi kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. kronis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Kalium N 28 a,,b Normal Parameters Mean 4.2321 Std. Deviation .30314 Most Extreme Absolute .196 Differences Positive .078 Negative -.196 Kolmogorov-Smirnov Z 1.036 Asymp. Sig. (2-tailed) .234 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptive Statistics Dependent Variable:Kalium Ras Mean BM 3.9750 GR 4.3667 GS 4.3333 LR 3.9333 RW 4.4333 Total 4.2321
Std. Deviation .27538 .11547 .28752 .25820 .15811 .30314
N 4 3 6 6 9 28
Duncana,,b,,c Subset 1 3.9333 3.9750
Ras N 2 LR 6 BM 4 GS 6 4.3333 GR 3 4.3667 RW 9 4.4333 Sig. .779 .527 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .052. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.865. b. The group sizes are unequal. c. Alpha = .05.
93
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tuban, Jawa timur pada tanggal 27 Mei 1984. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Bapak H. Darsam (Alm) dan Ibu Hj. Tatik Syafiati, SPd. Penulis menempuh pendidikan menengah atas di SMAN I Tuban hingga lulus tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) dan lulus tahun 2006. Pada tahun yang sama dan di tempat yang sama, selanjutnya penulis mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan dan lulus tahun 2008. Pada tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana strata 2 (S2) pada Program Studi Ilmu Biomedis Hewan, Sekolah Pascasarjana (SPS) Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa lembaga mahasiswa, diantaranya menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa FKH, Dewan Perwakilan Mahasiswa FKH, Forum Ilmiah Mahasiswa FKH, Forum for Scientific Study (FORCES) IPB, Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) ruminansia. Penulis juga pernah menjadi asisten untuk mata kuliah Patologi Klinik tahun 2006. Beberapa beasiswa yang pernah diperoleh penulis antara lain Beastudi B-SMART Baitul Maal Mu’amalat pada tahun 2005-2006 dan beasiswa Unggulan (On going) pada tahun 2011-2012. Prestasi yang pernah penulis raih selama menjadi mahasiswa adalah sepuluh besar mahasiswa S-1 berprestasi tingkat FKH-IPB (2006) dan juara 2 dalam lomba menulis cerpen kebudayaan pada Art IPB Day’s (2006). Penulis pernah bekerja sebagai staf pengajar di Natural Healing Course (NHC) cabang Bogor pada tahun 2005-2006. Dari bulan Januari tahun 2009 sampai sekarang, penulis bergabung menjadi staf pengajar di Bagian Penyakit Dalam, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga sebagai seorang dokter hewan praktisi (2008-sekarang) serta aktif menjadi pembicara dalam seminar/workshop mengenai kesehatan hewan kesayangan.
94
PENA CINTA Karya: Leni Maylina (2008) Untuk Semua yang telah memberikan kasih sayangnya kepada kami Kutorehkan pena cinta Pada sekuntum mawar yang merekah indah Terpahat namamu disana Dengan lapisan cinta seorang anak yang bersahaja Terima kasih Ayah dan Ibu Aku mencintaimu, karena Engkau adalah cinta Pena Cintaku senantiasa mengatakan Tentang arti keluhuran dan pengabdian Ketulusan kisah menyibakkan percikan ilmu Oleh mereka yang telah banyak mengajariku Terima kasih Guruku Pena cinta berdesir bersama angin melukis tepian langit Membentuk taburan bintang yang setia berkerlip dalam temaram malam Terima kasih Sahabatku Engkaulah bintang yang telah menyisipkan kerinduan akan kebersamaan masa lalu Kugoreskan lagi pena cinta Sebagai bakti tulusku pada Almamater yang tak kan pernah padam Selalu kutitipkan harap disana Bersama rangkaian mimpi yang kupahat erat Menapaki ujung tangga tertinggi menggapai cita Kemarin, Sekarang, dan selamanya, Terima kasih Almamaterku