PRODUKSI BIOMASSA SEL DARI Mentha piperita L. MELALUI PENAMBAHAN 2,4-D DAN KITOSAN SECARA IN VITRO
RIZKA WIJAYANTI MAKMURYANI A24090174
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2016
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Biomassa Sel dari Mentha piperita L. melalui penambahan 2,4-D dan Kitosan secara In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Rizka Wijayanti Makmuryani NIM A24090174
4
ABSTRAK RIZKA WIJAYANTI MAKMURYANI. Produksi Biomassa Sel dari Mentha piperita L. melalui penambahan 2,4-D dan Kitosan secara In Vitro. Dibimbing oleh NI MADE ARMINI WIENDI.
Mentha (Mentha sp.) merupakan salah satu tanaman aromatik penghasil minyak atsiri yang cukup prospektif sebagai penambah aroma dan rasa pada makanan. Perbanyakan bibit M. piperita secara konvensional diperbanyak melalui stolon yang berpengaruh pada pengurangan hasil terna yang dapat dipanen. Kultur jaringan merupakan alternatif pemenuhan kebutuhan bibit yang banyak dan bebas penyakit dengan waktu yang cepat tanpa mengurangi hasil panen serta tidak membutuhkan areal tanam yang luas. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh zat pengatur tumbuh 2,4-D dan konsentrasi kitosan terhadap kemampuan proliferasi sel membentuk kalus dan peningkatan produksi biomassa sel dari Mentha piperita L. secara in vitro. Penelitian terdiri dari dua percobaan terpisah. Percobaan I merupakan induksi kalus dari eksplan daun, dan percobaan II merupakan induksi kalus dari eksplan internode. Masing-masing percobaan disusun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama ialah 2,4-D dengan lima taraf konsentrasi yaitu 0 mg L-1, 0,5 mg L-1, 1 mg L-1, 1,5 mg L-1, dan 2 mg L-1. Faktor kedua yaitu kitosan dengan tiga taraf konsentrasi yaitu 0 mg L-1, 5 mg L-1, dan 10 mg L-1. Pengamatan dilakukan terhadap persentase eksplan berkalus, diameter kalus, bobot basah, bobot kering kalus dan kadar air kalus. Pemberian kombinasi 2,4-D dan kitosan dalam media MS (Murashige dan Skoog) dapat meningkatkan pembentukan dan pertumbuhan kalus M. piperita 81% hingga 100% lebih baik dibandingkan kontrol pada eksplan daun maupun eksplan internode. Penambahan 2,4-D dan kitosan nyata mempengaruhi diameter kalus, bobot basah, dan bobot kering kalus baik secara tunggal maupun interaksi keduanya, pada eksplan daun maupun eksplan internode. Pada eksplan daun, perlakuan kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap diameter kalus pada 5 hingga 8 MST. Kombinasi perlakuan optimum untuk meningkatkan diameter kalus pada eksplan daun adalah dengan kitosan 10 mg L-1 dan 2,4-D 1,5 mg L-1, sedangkan perlakuan optimum untuk meningkatkan bobot basah dan bobot kering pada eksplan daun yaitu dengan kitosan 5 mg L-1 dan 2,4-D 1 mg L-1. Kombinasi perlakuan optimum untuk meningkatkan diameter kalus, bobot basah, dan bobot kering eksplan internode adalah dengan kitosan 5 mg L-1 dan 2,4-D 1 mg L-1. Kata kunci: 2,4-D, induksi kalus, kitosan, Mentha piperita L.
6
ABSTRACT RIZKA WIJAYANTI MAKMURYANI. In Vitro Production of Biomass Cell of Mentha piperita L. with the addition of 2,4-D and Chitosan. Supervised by NI MADE ARMINI WIENDI.
Mentha (Mentha sp.) is one of the aromatic plant that produce essential oil which is prospective as the aroma and flavor enhancer in food. M. piperita usually reproduced conventionally through stolon that affect the reduction of the results that can be harvested. Tissue culture is an alternative way to fulfill the needs of seedlings and disease free plants in a short time without reducing crop yields and does not require extensive planting areas. The aims of the research was to study the effect of growth regulators 2,4-D and chitosan on the ability of forming callus cell proliferation and increased in vitro biomass production of Mentha piperita L. cells. The research consisted of two separate experiments. The first experiment is callus induction from leaf explants, and the second experiment is callus induction from internode explants. Each experiment was arrangement on completely randomized block design with two factors. The first factor is 2,4-D with five levels of concentration of 0 mg L-1, 0,5 mg L-1, 1 mg L-1, 1,5 mg L-1 and 2 mg L-1. The second factor is chitosan with three levels of concentration of 0 mg L-1, 5 mg L-1 and 10 mg L-1. Observations carried out on a percentage of explants callus, callus diameter, fresh weight, dry weight of callus and its water content. Treatment concentration of 2,4-D and chitosan in MS medium (Murashige and Skoog) can enhance the formation and growth of callus M. piperita 81% to 100% better than the control on leaf explants and internode explants. The addition of 2,4-D and chitosan significantly affected callus diameter, fresh weight, dry weight callus of the leaf explants and internode explants, whether as a single factor or its interaction. In the leaf explants, chitosan treatment did not significantly affect callus diameter in 5 to 8 weeks after planting. The optimum combination of treatments to increase the diameter of callus in leaf explants with chitosan was 10 mg L-1 and 2,4-D 1,5 mg L-1, while the optimum treatment to improve the fresh weight and dry weight on leaf explants are chitosan 5 mg L-1 and 2,4-D 1 mg L-1. The optimum combination of treatments to improve callus diameter, fresh weight, dry weight of internode explants is chitosan 5 mg L-1 and 2,4-D 1 mg L-1. Keywords: 2,4-D, callus induction, chitosan, Mentha piperita L
PRODUKSI BIOMASSA SEL DARI Mentha piperita L. MELALUI PENAMBAHAN 2,4-D DAN KITOSAN SECARA IN VITRO
RIZKA WIJAYANTI MAKMURYANI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
8
Judul Skripsi Nama NIM
: Produksi Biomassa Sel dari Mentha piperita L. melalui penambahan 2,4-D dan Kitosan secara In Vitro : Rizka Wijayanti Makmuryani : A24090174
Disetujui oleh
Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, M.S. Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
10
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Produksi Biomassa Sel dari Mentha piperita L. melalui penambahan 2,4-D dan Kitosan secara In Vitro” ini dapat terselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, M.S. selaku pembimbing skripsi yang telah mendanai penelitian ini dan membimbing hingga karya tulis ini selesai. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, dan teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Oktober 2016
Rizka Wijayanti Makmuryani
12
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Mentha piperita L. Senyawa Menthol Kultur Jaringan Zat Pengatur Tumbuh Kitosan Produksi Metabolit Sekunder secara In Vitro BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengamatan Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vii 1 1 2 2 3 3 3 4 4 5 5 6 6 6 6 7 8 9 9 20 23 23 27 36
vi
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kombinasi perlakuan pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap induksi kalus M. piperita 7 Persentase eksplan daun M. piperita yang terkontaminasi hingga 8 MST 9 Persentase eksplan daun M. piperita yang berkalus pada media dengan penambahan 2,4-D dan kitosan pada 8 MST 11 Pengaruh perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap diameter kalus eksplan daun M. piperita 11 Interaksi perlakuan 2,4-D dan kitosan terhadap diameter kalus eksplan daun M. piperita pada 8 MST 12 Pengaruh perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap bobot basah dan kering kalus eksplan daun M. piperita pada 4 dan 8 MST 12 Interaksi perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap bobot basah kalus eksplan 13 daun M. piperita pada 8 MST Interaksi perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap bobot kering kalus eksplan daun M. piperita pada 8 MST 13 Pengaruh perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap kadar air kalus eksplan daun M. piperita pada 4 MST dan 8 MST 14 Interaksi antara kitosan dan 2,4-D terhadap kadar air eksplan daun M. piperita pada 8 MST 14 Persentase eksplan internode M. piperita yang terkontaminasi hingga 8 MST 15 Persentase eksplan internode M. piperita yang berkalus pada media dengan penambahan 2,4-D dan kitosan pada 8 MST 15 Pengaruh perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap diameter kalus eksplan internode M. piperita 16 Interaksi perlakuan 2,4-D dan kitosan terhadap diameter kalus eksplan internode M. piperita pada 8 MST 17 Pengaruh perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap bobot basah dan bobot kering kalus eksplan internode M. piperita pada 4 dan 8 MST 17 Interaksi perlakuan 2,4-D dan kitosan terhadap bobot basah kalus eksplan internode M. piperita pada 8 MST 18 Interaksi perlakuan 2,4-D dan kitosan terhadap bobot kering kalus eksplan internode M. piperita pada 8 MST 18 Pengaruh perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap kadar air kalus eksplan internode M. piperita pada 4 MST dan 8 MST 19 Interaksi perlakuan 2,4-D dan kitosan terhadap kadar air kalus eksplan internode M. piperita pada 8 MST 19 Interaksi perlakuan 2,4-D dan kitosan terhadap kadar air kalus eksplan internode M. piperita pada 8 MST 19
DAFTAR GAMBAR 1 Kultur dengan eksplan yang terkontaminasi 2 Keragaan kalus pada eksplan daun M. piperita pada 2 MST
9 10
vii
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Komposisi media Murashige-Skoog (MS) Jenis perlakuan dalam penelitian produksi senyawa metabolit dari Mentha piperita L. melalui penambahan 2,4-D dan kitosan secara in vitro Grafik persentase eksplan daun M. piperita yang terkontaminasi hingga 8 MST Grafik persentase eksplan daun M. piperita yang berkalus pada media dengan penambahan 2,4-D dan kitosan pada 8 MST Grafik persentase eksplan internode M. piperita yang terkontaminasi hingga 8 MST Grafik persentase eksplan internode M. piperita yang berkalus pada media dengan penambahan 2,4-D dan kitosan pada 8 MST Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap rata-rata diameter kalus M. piperita pada eksplan daun Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap rata-rata diameter kalus M. piperita pada eksplan internode Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap persentase bobot basah M. piperita pada eksplan daun Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap persentase bobot basah M. piperita pada eksplan internode Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap persentase bobot kering M. piperita pada eksplan daun Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap persentase bobot kering M. piperita pada eksplan internode Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap rata-rata kadar air kalus eksplan daun M. piperita Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap rata-rata kadar air kalus eksplan internode M. piperita
30 30 31 31 32 32 33 34 35 35 35 36 36 36
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak atsiri merupakan senyawa yang umumnya berupa cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji, maupun dari bunga dengan cara penyulingan. Minyak atsiri tersusun dari komponen-komponen yang bersifat mudah menguap, memiliki berat jenis yang rendah dan dapat melarutkan bahan organik (Sastrohamidjojo, 2004). Minyak atsiri memiliki aroma khas dari tanaman aslinya dan mudah menguap. Sifat toksik alami minyak atsiri berguna dalam pengobatan sebagai senyawa anti mikroba (Setyawan, 2002). Perkembangan industri minyak atsiri Indonesia sangat lambat walaupun nilai ekspornya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi karena kurangnya kerjasama antar industri kecil dan menengah. Sebagian besar ekspor minyak atsiri Indonesia ke pasar dunia masih berupa produk setengah jadi yang menyebabkan nilai ekspornya pun menjadi rendah. Sehingga diperlukan kerjasama yang sinergis antar pelaku industri untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas minyak atsiri agar daya saing minyak atsiri Indonesia di pasar dunia dapat meningkat. Jenis-jenis minyak atsiri yang di ekspor sejak zaman penjajahan adalah serai wangi (Cymbopogon nardus L.), kenanga (Canangium odoratum M.), akar wangi (Vetiveria zizanioides L.) dan nilam (Pogostemon cablin) (Hobir dan Nuryani, 2004). Contoh lain tanaman penghasil minyak atsiri adalah cengkih (Syzygium aromaticum), jahe (Zingiber officinale), pala (Myristica fragrans), lada (Piper nigrum L.), kayu manis (Cinnamomum sp.), cendana (Santalum album), melati (Jasminum sp.), dan kayu putih (Melaleuca leucadendron) (Rizal dan Djazuli, 2006). Minyak atsiri hampir seluruhnya diekspor. Pada tahun 2002, volume ekspor mencapai 4,091 ton dengan nilai US $ 51,028 juta (Hobir dan Nuryani, 2004). Mentha (Mentha sp.) merupakan salah satu tanaman aromatik penghasil minyak atsiri yang cukup prospektif sebagai penambah aroma dan rasa pada makanan, minuman, obat, kosmetik, dan produk penyegar lainnya. Tanaman ini tergolong dalam famili Lamiaceae dari genus herba menahun yang terdiri dari 2530 jenis yang dibudidayakan dan ada yang masih liar (Balitbangtan, 2012). Jenis minyak mentha yang diperdagangkan di pasar dunia adalah minyak permen (peppermint oil) dari M. piperita, minyak mentha kasar (cornmint oil) dari M. arvensis, dan minyak spearmint dari M. spicata. Masalah utama dalam budidaya tanaman mentha di Indonesia adalah tanaman yang tidak mampu berbunga karena umumnya jenis tanaman tersebut dibudidayakan di daerah sub tropik tergolong tanaman hari panjang, yaitu membutuhkan penyinaran 16-18 jam agar tanaman dapat berbunga (Balitbangtan, 2012). Bunga merupakan indikator terbaik untuk menentukan waktu panen, karena kadar minyak dan total mentolnya mencapai maksimum pada masa pembungaan penuh. Perbanyakan bibit M. piperita secara konvensional diperbanyak melalui stolon atau dengan setek pucuk dan batang yang berpengaruh pada pengurangan hasil terna yang dapat dipanen. Perbanyakan vegetatif secara terus-menerus juga dapat mengakumulasi penyakit sistemik. Kultur jaringan merupakan alternatif
2
pemenuhan kebutuhan bibit yang banyak dan bebas penyakit dengan waktu yang cepat tanpa mengurangi hasil panen serta tidak membutuhkan areal tanam yang luas. Melalui kultur jaringan, sifat hasil yang ingin diperoleh dapat dimodifikasi sehingga lebih sesuai dengan yang diharapkan. Penambahan zat pengatur tumbuh pada media kultur dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada eksplan yang ditanam. Pemberian 2,4-D pada medium dasar kultur in vitro dapat menginduksi kalus dan menyebabkan pertumbuhan kalus terus berlangsung. Produksi metabolit sekunder pada tanaman mentha di lapang sangat bergantung pada iklim dan kondisi lahan. Produksi metabolit dapat juga dilakukan secara in vitro untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas yang terkontrol dan tidak terpengaruh iklim. Penggunaan media untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder menjadi sangat penting diteliti untuk memproduksi secara in vitro. Penambahan bahan-bahan organik telah dilaporkan dapat meningkatkan produksi metabolit. Selain penggunaan zat pengatur tumbuh, pertumbuhan dan perkembangan dapat dibantu dengan pemberian bahan organik seperti kitosan. Kitosan adalah poli(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin (Wahyono et al., 2009). Perlakuan media dengan penambahan kitosan memberikan hasil terbaik pada warna batang dan persentase bobot kering planlet Mentha piperita. Konsentrasi kitosan 20 mg L-1 secara nyata menghambat munculnya tunas dan dapat meningkatkan persentase bobot kering (Azizi et al., 2012). Pengaruh kitosan yang menghambat pertumbuhan vegetatif Mentha piperita secara in vitro ada kemungkinan meningkatkan kandungan mentolnya karena diduga kandungan mentol memiliki korelasi positif terhadap persentase bobot kering planlet M. piperita. Tujuan Tujuan dari penelitian ini ialah mempelajari pengaruh zat pengatur tumbuh 2,4-D dan konsentrasi kitosan terhadap kemampuan proliferasi sel membentuk kalus dan peningkatan produksi biomassa sel dari Mentha piperita L. secara in vitro. Hipotesis
1.
2.
3.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Terdapat pengaruh yang nyata dari konsentrasi 2,4-D terhadap peningkatan daya proliferasi sel dalam pembentukan kalus dan produksi biomassa sel dari Mentha piperita L. secara in vitro. Terdapat pengaruh yang nyata dari konsentrasi kitosan terhadap peningkatan daya proliferasi sel dalam pembentukan kalus dan produksi biomassa sel dari Mentha piperita L. secara in vitro. Terdapat interaksi yang nyata antara 2,4-D dengan kitosan terhadap peningkatan daya proliferasi sel dalam pembentukan kalus dan produksi biomassa sel dari Mentha piperita L. secara in vitro.
3
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Mentha piperita L. Tanaman mentha (peppermint) yang memiliki nama latin Mentha piperita, merupakan persilangan dari Mentha spicata (spearmint) dan Mentha aquatica (water mint). Tanaman mentha berasal dari Eropa dan Amerika Utara. Tanaman mentha adalah tanaman perdu tahunan (perennial) yang masih termasuk dalam famili Lamiaceae. Tinggi tanaman ini biasanya tidak lebih dari 90 cm. Tanaman mentha berkembang dari rimpang kayu, akarnya berwarna putih menyebar baik di dalam tanah juga di permukaan tanah. Mentha memiliki batang yang lunak, halus, berwarna keunguan, dan berbentuk bujursangkar apabila dipotong melintang. Daun tanaman mentha merupakan daun tunggal berbentuk bulat telur lanset dan bergerigi pada bagian tepi daunnya, tulang daun menyirip, pembuluh daun berwarna kemerahan, panjang daun berkisar 4 – 9 cm dan lebar daun berkisar 1,5 – 4 cm. Tanaman mentha memiliki aroma yang khas, rasanya yang pedas tetapi menyegarkan. Mentha merupakan tanaman introduksi. Dalam perdagangan dikenal tiga jenis minyak mentha, yaitu minyak permen (peppermint oil) dari M. piperita, minyak menthol (cornmint oil) dari M. arvensis, dan minyak spearmint (spearmint oil) dari M. spicata (Hobir dan Nuryani, 2004), dengan pangsa pasar dunia masingmasing mencapai 18%, 75% dan 7%. Produk utama yang diambil hasilnya dari tanaman mentha adalah minyak atsiri. Senyawa Menthol Menthol merupakan salah satu senyawa monoterpen yang ada pada tanaman Mentha piperita L. Menthol didapat dari penyulingan hasil terna (batang, daun dan bunga) tanaman M. piperita. Senyawa ini terbentuk dari Geranil pirofosfat yang merupakan precursor dari terpen. Geranil pirofosfat akan menjadi senyawa monoterpen seperti terpinolen, piperitenon, pulegon yang selanjutnya menjadi menthon, isomenthon dan menthol. Menthol dan menthyl acetate yang berperan dalam memberikan rasa pedas dan aroma yang menyegarkan, kebanyakan terdapat di daun yang lebih tua. Disisi yang lain, ketones, menthone, dan pulegon mempunyai aroma yang kurang enak. Komponen-komponen ini muncul dalam jumlah yang besar pada daun yang muda. Minyak esensial peppermint (sampai 2,5% di daun yang kering) kebanyakan dibentuk dari menthol, menthone (10 - 30%), menthyl esters (sampai 10%) dan turunan monoterpene lainnya seperti pulegone, piperitone, menthofurane. Sedikit jasmone (0,1%) dapat meningkatkan kualitas minyak. Di Indonesia, menthol digunakan dalam industri makanan dari coklat dan kembang gula (confectionery), minuman ringan, farmasi, rokok kretek, jamu, sabun dan bahan pembersih keperluan rumah tangga termasuk pasta gigi, kosmetik dan perekat atau lem. Ekspor hasil industri minyak menthol mencapai kenaikan hingga 292% pada tahun 2013 (Kemenperin, 2016). Menurut Hobir dan Nuryani (2004), mutu minyak dari varietas-varietas M. piperita tidak memenuhi standar mutu perdagangan (kadar mentol terlalu rendah,
4
sedang kadar mentofuran terlalu tinggi). Hal ini disebabkan karena lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhannya. Spesies ini harus dipanen pada saat berbunga sehingga kadar mentolnya tinggi dan kadar mentofurannya rendah. Tanaman ini berbunga membutuhkan hari panjang (>12 jam/hari). Kultur Jaringan Teknologi yang dapat dikembangkan dalam upaya meningkatkan produksi tanaman yaitu dengan teknik kultur jaringan (in vitro). Teknik kultur jaringan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan perbanyakan secara konvensional, diantaranya: menghasilkan tanaman dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga lebih ekonomis, tidak memerlukan tempat yang luas, dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa bergantung kepada musim, kesehatan tanaman lebih terjamin karena tanaman yang dihasilkan lebih sehat dan bebas virus, sifat tanaman sama dengan induknya, kecepatan tumbuh lebih cepat dibanding tanaman hasil perbanyakan secara konvensional, serta memungkinkan dilakukannya manipulasi genetik sehingga tanaman yang dihasilkan memiliki sifat yang relatif seragam dan memiliki kualitas cukup tinggi (Gunawan, 1988). Teknik kultur jaringan merupakan alternatif yang dapat digunakan dalam perbanyakan tanaman Mentha. Cara perbanyakan tanaman dengan metode kultur jaringan ini sudah dibuktikan hasilnya pada berbagai jenis tanaman. Faktor penting yang menentukan keberhasilan kultur jaringan diantaraya adalah komposisi media tanam dan bentuk media. Media dasar Murashige dan Skoog merupakan media tanam dengan komposisi yang memiliki kesesuaian untuk berbagai macam jenis tanaman. Media MS dalam penelitian-penelitian terhadap tanaman lain terutama tanaman hias sering dimodifikasi. Modifikasi media yang sering dilakukan pada tanaman hias adalah modifikasi pada konsentrasi media yaitu konsentrasi 1 MS, dan ½ MS. Media MS juga bisa digunakan dalam bentuk media padat dan media cair (Gunawan, 1988). Zat Pengatur Tumbuh Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang dapat mendorong, menghambat, atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Semua hormon tanaman sintetik yang mempunyai sifat fisiologis dan biokimia yang serupa dengan hormon alami tanaman adalah ZPT (Gunawan, 1988). Zat pengatur tumbuh memiliki dampak morfogenik pada kultur jaringan. Variasi konsentrasi dari ZPT dapat memanipulasi perkembangan dan pertumbuhan dari kultur sel dan jaringan. Zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah auksin dan sitokinin. Auksin umumnya memicu pertumbuhan akar, sementara sitokinin memicu pertumbuhan tunas (Gunawan, 1988). Auksin dari jenis 2,4-dikhlorofenoksi-asetat (2,4-D) merupakan senyawa sintetis yang berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh dan herbisida. Respon pertumbuhan yang sama dengan indol asam asetat dengan pemberian pada konsentrasi kecil, sedangkan pada konsentrasi tinggi dapat berfungsi sebagai herbisida. 2,4-dikhlorofenoksi-asetat sebagai auksin menyebabkan perluasan dan
5
pemanjangan sel tidak terjadi namun memicu pembelahan sel. Pembelahan sel yang berlebihan dan tidak diikuti dengan perluasan dan pemanjangan mengakibatkan terjadinya kalus. Pemberian 2,4-D pada medium dasar kultur in vitro dapat menginduksi kalus dan menyebabkan pertumbuhan kalus terus berlangsung (Gunawan, 1988). Kitosan Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang diperoleh dari deasetilisasi kitin (Wahyono et al., 2009). Kitosan lebih banyak digunakan daripada kitin karena penghilangan gugus asetil kitin dapat meningkatkan kelarutannya sebagai pengelmusi, koagulan, pengkelat serta pengental emulsi. Kitosan secara alamiah terdapat dalam beberapa organisme, yaitu kepiting dan udang. Kitosan bersifat nontoksik, biokompatibel, dan biodegradable. Kitosan dapat aktif dan berinteraksi dengan sel, enzim atau matrik polimer yang bermuatan negatif serta sebagai bahan antibakteri (Lim, 2002). Berdasarkan sifat-sifat tersebut, Kitosan dapat digunakan sebagai zat aditif dan aman diaplikasikan dalam media kultur jaringan. Produksi Metabolit Sekunder secara In Vitro Penelitian terhadap produksi senyawa metabolit pada tanaman dengan kalus dan kultur suspensi sel telah berkembang sejak akhir tahun 1950. Penggunaan teknik kultur jaringan diharapkan dapat memperoleh metabolit sekunder, seperti komponen aktif untuk keperluan farmasi dan kosmetik, hormon, enzim, protein, antigen, zat aditif untuk makanan, atau pun pestisida alami dari hasil kultur sel atau kultur jaringan tersebut (Terrier et al., 2007). Metabolit sekunder dapat dihasilkan dengan menggunakan beberapa cara, antara lain kultur suspensi sel, kultur organ, maupun kultur kalus. Produksi metabolit sekunder secara umum memiliki jumlah yang berbeda untuk tiap jaringan tanaman, oleh karena itu diperlukan beberapa percobaan untuk menghasilkan produksi yang tinggi dan kondisi yang optimal (Biondi et al., 2002). Beberapa kultur sel tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder yang lebih tinggi dari tanaman utuh. Namun, terdapat masalah dalam produksi metabolit sekunder dengan kultur sel, yaitu ketidakstabilan dan pertumbuhan sel yang lambat (Rao dan Ravishankar, 2002). Kultur kalus embriogenik yang sebagian besar mengandung gumpalan homogen dari sel yang terdiferensiasi dapat digunakan untuk produksi metabolit sekunder (Filova, 2014). Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan kandungan senyawa metabolit, salah satunya adalah dengan memanipulasi nutrisi media tanam.
6
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 2, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2014 hingga bulan Juli 2014. Selama perlakuan, suhu rata-rata ruang inkubasi kultur in vitro adalah 26°C. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah kultur aseptik M. piperita yang sebelumnya telah dikulturkan secara in vitro sebelum digunakan pada penelitian ini. Tanaman M. piperita merupakan aksesi yang diperoleh dari petani di Cipanas, Jawa Barat. Perbanyakan tunas mentha sebagai sumber eksplan dilakukan pada media MS (Murashige dan Skoog) dengan penambahan 0,1 mg L-1 IAA dan 0,1 mg L-1 BA. Komposisi media Murashige-Skoog disajikan pada Lampiran 1. Eksplan yang digunakan sebagai bahan perbanyakan adalah stek buku tunggal, dan dikulturkan selama 8 minggu. Bahan yang digunakan dalam pembuatan media antara lain aquades, larutan stok media MS, kitosan, 2,4-D, gula dan agar. Bahan sterilan yang digunakan adalah alkohol 70%. Alat yang digunakan yaitu alat untuk perbanyakan kultur adalah botol kultur, plastik dan karet, sprayer yang berisi alkohol 70%, pipet, timbangan, indikator pH/lakmus, sendok kaca, autoklaf, scalpel, gunting, laminar air flow cabinet, pinset, gunting, cawan petri, bunsen, rak kultur, termometer ruangan, gelas piala dan pengaduk kaca. Peralatan pendukung lain adalah alat tulis dan buku untuk mencatat. Metode Penelitian Penelitian terdiri dari dua percobaan terpisah. Percobaan I merupakan induksi kalus dari eksplan daun, dan percobaan II merupakan induksi kalus dari eksplan internode. Masing-masing percobaan disusun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama ialah 2,4-D dengan lima taraf konsentrasi yaitu 0 mg L-1, 0,5 mg L-1, 1 mg L-1, 1,5 mg L-1, dan 2 mg L-1. Faktor kedua yaitu kitosan dengan tiga taraf konsentrasi yaitu 0 mg L-1, 5 mg L-1, dan 10 mg L-1. Media dasar yang digunakan adalah dari komposisi MS (Murashige dan Skoog) dengan 30 g L-1 gula dan pH 5,9. Terdapat 15 kombinasi perlakuan dimana setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga diperoleh 45 satuan percobaan. Setiap ulangan terdiri dari sembilan eksplan sebagai satuan amatan sehingga terdapat 405 satuan amatan untuk satu percobaan. Total satuan amatan dalam penelitian ini adalah 810. Kombinasi perlakuan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1 dan perlakuan untuk tiap kode perlakuan terdapat pada Lampiran 2.
7
Planlet M. piperita hasil kultur in vitro pada media MS dengan penambahan 0,1 mg L-1 IAA dan 0,1 mg L-1 BA kemudian disubkultur ke media perlakuan. Eksplan yang digunakan berupa eksplan daun pada percobaan 1 dan eksplan internode pada percobaan 2 untuk induksi kalus produksi mentol. Masing-masing botol kultur ditanami tiga eksplan kemudian kultur disimpan dalam ruangan dengan suhu 25oC dan cahaya ± 650 lux selama delapan minggu. Tabel 1. Kombinasi perlakuan pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap induksi kalus M. piperita. Konsentrasi kitosan (mg L-1) 0 (D0) 0 (C1) C0D0 5 (C2) C1D0 10 (C3) C2D0 Keterangan: C= Kitosan dan D= 2,4-D
Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) 0,5 (D1) 1 (D2) 1,5 (D3) C0D1 C0D2 C0D3 C1D1 C1D2 C1D3 C2D1 C2D2 C2D3
2 (D4) C0D4 C1D4 C2D4
Model rancangan percobaan yang digunakan pada kedua percobaan adalah sebagai berikut: 𝑌𝑖𝑗𝑘 = 𝜇 + 𝛼𝑖 + 𝛽𝑗 + (𝛼𝛽)𝑖𝑗 + 𝜌𝑘 + 𝜀𝑖𝑗𝑘 Yijk = pengamatan pada konsentrasi kitosan ke-i, konsentrasi 2,4-D ke-j, dan ulangan ke-k {k = 1,2,3,...,15} μ = rataan umum αi = pengaruh konsentrasi kitosan ke-i {i = 1,2,3} = pengaruh konsentrasi 2,4-D ke-j {j = 1,2,...,5} βj (αβ)ij = pengaruh interaksi kitosan ke-i dengan 2,4-D ke-j = pengaruh aditif kelompok yang diasumsikan tidak ada interaksi dengan ρk pengaruh perlakuan εijk = pengaruh acak pada konsentrasi kitosan ke-i, konsentrasi 2,4-D ke-j dan ulangan ke-k Pengolahan data menggunakan uji F dengan program aplikasi SAS (Statistical Analysis System) versi 9.1.3. Faktor yang berpengaruh nyata dilakukan uji nilai tengah menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5% (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Pelaksanaan Penelitian Persiapan Alat Alat yang digunakan dalam perbanyakan kultur yaitu pinset, gunting, scalpel dan cawan petri. Alat-alat ini harus dalam keadaan steril ketika digunakan untuk meminimalkan kontaminasi. Alat-alat tersebut dicuci dengan menggunakan deterjen dan dibilas dengan air mengalir sampai bersih. Alat tanam selanjutnya dibungkus dengan menggunakan kertas sebelum dimasukkan kedalam autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 17,5 psi (pound per square inch) selama 60 menit.
8
Persiapan Media Perlakuan Media untuk perlakuan terdiri dari komposisi media MS dengan penambahan zat pengatur tumbuh auksin 2,4-dichlorophenoxyacetic acid yang dikombinasikan dengan kitosan sesuai perlakuan. Pembuatan satu liter media perlakuan adalah dengan cara mepipet sejumlah larutan stok sesuai dengan komposisi media MS Lampiran 1. Gula pasir sebanyak 30 g L-1 dilarutkan dengan menggunakan aquades dalam botol terpisah sebelum ditambahkan kedalam labu takar yang telah berisi larutan stok. Kitosan dan 2,4-D ditambahkan sesuai perlakuan sebelum ditambahkan aquades hingga tanda tera. Larutan yang telah ditera hingga mencapai satu liter ini kemudian diukur pH agar sesuai dengan kondisi tumbuh eksplan. Dalam penelitian ini pH yang digunakan adalah 5,9. Setelah mencapai pH yang sesuai, larutan dipindahkan kedalam panci dan ditambahkan agar-agar sebanyak 7 g L-1. Larutan media dipanaskan sambil diaduk hingga mendidih yang bertujuan untuk melarutkan bahan pemadat. Setelah mendidih, larutan media segera dituangkan ke dalam botol kultur sebanyak 25 ml/botol (Volume botol 200 ml). Botol kultur yang telah berisi media ditutup dengan menggunakan plastik dan diikat dengan karet gelang. Media selanjutnya disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 17,5 psi (pound per square inch) selama 20 menit. Penanaman Eksplan ke Media Perlakuan Planlet M. piperita dipotong-potong didalam cawan petri dan dipisahkan antara bagian daun dan internode. Eksplan tersebut ditanam ke dalam media sesuai dengan bagiannya. Masing-masing botol kultur ditanami tiga eksplan. Kultur kemudian disimpan dalam ruangan inkubasi kultur dengan suhu 26°C dan cahaya ± 650 lux selama delapan minggu. Pengamatan Penelitian Pengamatan yang dilakukan pada percobaan yang dilakukan yaitu: 1. Persentase eksplan M. piperita yang terkontaminasi. Persentase kontaminasi dihitung dari jumlah eksplan yang terkontaminasi oleh cendawan atau bakteri dibagi dengan jumlah seluruh eksplan dan dikali 100%. 2. Saat terbentuk kalus M. piperita in vitro. Kalus yang dihitung adalah eksplan yang telah membentuk kalus dari eksplan M. piperita. 3. Persentase eksplan M. piperita yang berkalus. Persentase eksplan M. piperita yang berkalus didapat dari jumlah eksplan yang menghasilkan kalus dibagi jumlah seluruh eksplan dari masing-masing perlakuan dan dikali 100%. 4. Pengukuran diameter kalus M. piperita. Diameter kalus diukur dan diamati setiap minggu selama dua bulan sebagai indikator profilerasi kalus yang terjadi pada M. piperita. Pengukuran diameter kalus menggunakan kertas millimeter block. 5. Persentase bobot basah dan bobot kering kalus M. piperita. Bobot basah dan bobot kering dilakukan hanya dua kali, yaitu pada minggu keempat dan ke-delapan. bobot kering kalus (mg) Bobot kering kalus (%) dihitung dengan rumus = bobot basah kalus (mg) x 100 %
9
Pengamatan ini dilakukan dengan menimbang kalus M. piperita satu persatu dengan neraca digital. Eksplan selanjutnya dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60°C selama 3 jam (Azizi et al., 2012). Bobot kering planlet kemudian ditimbang untuk menghitung persentase bobot kering planlet. 6. Persentase kadar air kalus M. piperita. bobot basah × bobot kering Kadar air (%) dihitung dengan rumus: × 100% bobot basah
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan I.
Produksi Senyawa Metabolit dari Eksplan Daun Mentha piperita L
Kondisi Umum Selama masa inkubasi tanaman, terjadi kontaminasi oleh bakteri dan cendawan. Kontaminasi disebabkan oleh bakteri, cendawan, dan gabungan kedua nya. Kontaminasi oleh bakteri ditandai oleh adanya lendir di permukaan media atau eksplan. Kontaminasi oleh cendawan ditandai adanya benang-benang yang merupakan hifa cendawan pada media maupun eksplan yang ditanam (Gambar 1).
A
B
Keterangan: A) Eksplan terkontaminasi oleh bakteri; B) Eksplan terkontaminasi cendawan.
Gambar 1. Kultur dengan eksplan yang terkontaminasi. Kontaminasi terjadi sejak minggu pertama setelah tanam. Kontaminasi tertinggi terjadi pada 2 MST yaitu sebesar 13,5%. Kontaminasi semakin berkurang pada minggu selanjutnya karena kultur yang terkena kontaminan langsung dipisahkan untuk mencegah penyebaran kontaminan. Tabel 2. Persentase eksplan daun M. piperita yang terkontaminasi hingga 8 MST Konsentrasi kitosan (mg L-1) 0 5 10 Rata - rata
0 11 11 25 15,67
Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) 0,5 1 1,5 25 17 22 11 20 0 22 33 67 34,33 19,67 18,33
2 33 11 22 22
Rata- rata 21,6 10,6 33,8
10
Rataan persentase kontaminasi tertinggi pada eksplan daun terjadi pada eksplan daun dengan kombinasi perlakuan 2,4-D 0,5 mg L-1 dan kitosan 10 mg L-1 sebesar 67%, sedangkan yang terendah terjadi pada eksplan daun dengan kombinasi perlakuan 2,4-D 1,5 mg L-1 dan kitosan 5 mg L-1 sebesar 0% (Tabel 2). Histogram persentase eksplan daun M. piperita yang terkontaminasi hingga 8 MST disajikan pada Lampiran 3. Kontaminasi diduga terjadi karena beberapa faktor yaitu kurang aseptiknya ruangan serta suhu ruangan yang berfluktuasi antara 23-28ºC. Faktor lainnya yang dapat menjadi penyebab yaitu adanya patogen endogen yang terdapat di dalam eksplan. Pembentukan dan Persentase Eksplan Berkalus Kalus adalah kumpulan sel-sel yang terbentuk dari sel-sel parenkhima yang membelah secara terus menerus dan tidak terorganisir. Kalus dalam kultur in vitro diinisiasi dengan melukai bagian eksplan. Kemampuan eksplan dalam membentuk kalus dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu asal bahan eksplan dan kandungan ZPT yang digunakan pada media tanam. Kalus M. piperita pada eksplan daun mulai terbentuk sejak 2 MST pada media perlakuan dan mulai terbentuk dari bagian luar daun dan bagian yang terpotong (Gambar 2).
Gambar 2. Keragaan kalus pada eksplan daun M. piperita pada 2 MST Tabel 3 menyajikan bahwa perlakuan kitosan dan 2,4-D yang ditambahkan ke dalam media pada percobaan ini berhasil menginduksi pembentukan kalus sebesar 0–100%. Perlakuan konsentrasi 2,4-D 1 mg L-1 dan 1,5 mg L-1 menghasilkan persentase kalus tertinggi yaitu sebesar 100%. Perlakuan konsentrasi kitosan 5 mg L-1 dan 10 mg L-1 menginduksi pembentukan kalus yang tertinggi yaitu sebesar 95,4%. Perlakuan kitosan tersebut juga meningkatkan persentase pembentukan kalus sebesar 18,75% jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa kitosan. Pada media tanpa 2,4-D, penambahan kitosan mampu meningkatkan eksplan berkalus 92–96% dibandingkan tanpa kitosan, sedangkan media tanpa kitosan, penambahan 2,4-D dapat menginduksi eksplan berkalus hingga 100%. Konsentrasi auksin yang tinggi juga dapat bersifat menghambat daripada merangsang pertumbuhan (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Hal ini terlihat pada perlakuan konsentrasi 2,4-D 2 mg L-1 yang mengalami penurunan persentase berkalus hingga 85%. Histogram persentase eksplan daun M. piperita yang berkalus pada media dengan penambahan 2,4-D dan kitosan pada 8 MST disajikan pada Lampiran 4.
11
Tabel 3. Persentase eksplan daun M. piperita yang berkalus pada media dengan penambahan 2,4-D dan kitosan pada 8 MST Konsentrasi kitosan (mg L-1) 0 5 10 Rata – rata
0 0 96 92 62,67
Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) 0,5 1 1,5 100 100 100 81 100 100 100 100 100 93,67 100 100
2 100 100 85 95
Rata- rata 80 95,4 95,4
Diameter Kalus Pengukuran diameter kalus dilakukan untuk memperkirakan proliferasi kalus yang terjadi pada M. piperita. Berdasarkan Tabel 4, konsentrasi 2,4-D memberikan pengaruh yang sangat nyata pada perkembangan diameter kalus hingga minggu ke8 setelah tanam. Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap rata-rata diameter kalus M. piperita pada eksplan daun disajikan pada Lampiran 7. Menurut Gunawan (1988) fungsi auksin dalam kultur jaringan adalah merangsang pertumbuhan kalus, suspensi sel dan organ. Konsentrasi kitosan memberikan pengaruh nyata hingga minggu ke-4 setelah tanam. Tabel 4. Pengaruh perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap diameter kalus eksplan daun M. piperita Perlakuan Konsentrasi kitosan (mg L-1) Uji F Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) Uji F Interaksi KK (%)
0 5 10 0 0,5 1 1,5 2
Minggu setelah tanam (MST) 1 2 3 4 5 6 7 8 ---------------------------- Rataan diameter kalus (cm) ---------------------------0,13 b 0,24 b 0,46 b 0,49 b 0,57 0,66 0,73 0,91 0,13 b 0,24 b 0,49 b 0,55 ab 0,65 0,77 0,86 1,05 0,18 a 0,35 a 0,65 a 0,69 a 0,79 0,86 0,96 1,17 * ** * * tn tn tn tn 0,09 c 0,162 c 0,29 d 0,31 c 0,39 c 0,45 c 0,54 c 0,67 c 0,16 ab 0,28 ab 0,49 bc 0,50 bc 0,60 bc 0,68 bc 0,75 bc 0,97 bc 0,13 bc 0,25 bc 0,46 c 0,50 bc 0,59 bc 0,70 bc 0,74 bc 0,91 bc 0,16 ab 0,32 ab 0,65 ab 0,75 ab 0,81 ab 0,92 ab 1,04 ab 1,25 ab 0,20 a 0,39 a 0,79 a 0,85 a 0,94 a 1,04 a 1,18 a 1,41 a ** ** ** ** ** ** ** ** * * * ** * * ** ** 27,03 27,31 24,70 24,82 29,53 30,35 29,09 27,54
Keterangan: *= berbeda nyata pada uji F dengan α 5%.; **= berbeda nyata pada Uji F dengan α 1%; tn= tidak berbeda nyata pada uji F dengan α 5%; KK= koefisien keragaman (%). Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama untuk masing-masing perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT dengan α 5%.
Diameter kalus tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan kitosan, tetapi dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan 2,4-D serta interaksi antara keduanya. Konsentrasi kitosan 10 mg L-1 nyata meningkatkan diameter kalus hingga 5 MST. Perlakuan konsentrasi 2,4-D 2 mg L-1 menghasilkan diameter kalus terbesar yaitu 1,41 cm pada 8 MST. Secara umum, perlakuan konsentrasi 2,4-D dan kitosan yang semakin meningkat menghasilkan diameter kalus eksplan daun yang semakin besar (Tabel 4).
12
Tabel 5. Interaksi perlakuan konsentrasi 2,4-D dan kitosan terhadap diameter kalus eksplan daun M. piperita pada 8 MST Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) 0 0,5 1 1,5 2
Konsentrasi kitosan (mg L-1) 0 5 10 ------------------ rataan diameter kalus (cm) -----------------0,0 c 1,03 ab 0,96 ab 1,04 ab 0,89 ab 0,68 b 0,95 ab 0,71 ab 0,98 ab 1,06 ab 1,08 ab 1,20 a 1,17 ab 1,19 a 1,19 a
Keterangan: Huruf yang sama pada tiap nilai rataan menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%
Kombinasi perlakuan yang menghasilkan diameter kalus pada eksplan daun yang terbesar yaitu perlakuan konsentrasi kitosan 10 mg L-1 dan 2,4-D 1,5 mg L-1 sebesar 1,20 cm. Secara umum perlakuan konsentrasi kitosan dan 2,4-D yang diberikan pada percobaan ini berhasil meningkatkan diameter kalus. Bobot Basah dan Kering Kalus Bobot basah dan bobot kering kalus diamati setelah empat dan delapan minggu periode pertumbuhan sebagai acuan mengetahui media yang optimal untuk pertumbuhan perkembangan kalus dan juga untuk untuk mengukur biomassa dari kalus M. piperita. Kandungan menthol pada tanaman Mentha umumnya dihasilkan dari proses penyulingan tanaman yang sudah dikeringkan. Tabel 6 Pengaruh perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap bobot basah dan kering kalus eksplan daun M. piperita pada 4 dan 8 MST Perlakuan Konsentrasi kitosan (mg L-1)
0 5 10
Uji F Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) Uji F Interaksi KK (%)
0 0,5 1 1,5 2
Bobot basah (mg) Bobot kering (mg) Minggu setelah tanam (MST) 4 8 4 8 64,67 b 486,00 b 18,60 b 60,00 b 69,20 ab 18,80 ab 576,40 a 70,80 a 374,60 b 58,14 b 88,80 b 22,13 b * * * * 29,67 c 137,11 d 10,66 c 32,22 c 47,67 bc 256,78 c 18,11 b 53,00 b 73,11 b 525,33 b 15,22 bc 69,22 a 108,33 a 698,22 ab 78,00 a 28,88 a 26,33 a 112,33 a 777,56 a 82,44 a ** ** ** ** ** ** ** ** 30,54 21,00 29,62 22,76
Keterangan: *= berbeda nyata pada uji F dengan α 5%.; **= berbeda nyata pada Uji F dengan α 1%; tn= tidak berbeda nyata pada uji F dengan α 5%; KK= koefisien keragaman (%). Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT dengan α 5%.
Perlakuan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh yang nyata terhadap perningkatan bobot basah dan bobot kering kalus eksplan daun M. piperita. Sedangkan perlakuan 2,4-D memberikan pengaruh yang sangat nyata pada perkembangan bobot basah dan bobot kering, baik pada 4 MST dan juga 8 MST.
13
Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap persentase bobot basah dan bobot kering M. piperita pada eksplan daun disajikan pada Lampiran 9 dan 11. Interaksi antara perlakuan kitosan dan 2,4-D memberikan pengaruh yang sangat nyata pada peningkatan bobot basah dan bobot kering kalus eksplan daun M. piperita (Tabel 6). Perlakuan kitosan secara tunggal berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot kering kalus M. piperita pada 8 MST (Tabel 6). Pada minggu tersebut, perlakuan konsentrasi kitosan 5 mg L-1 menghasilkan bobot basah dan bobot kering kalus tertinggi yaitu sebesar 576,40 mg dan 70,80 mg. Perlakuan konsentrasi 2,4-D secara tunggal nyata meningkatkan bobot basah dan bobot kering kalus daun M. piperita. Perlakuan konsentrasi 2,4-D 2 mg L-1 menghasilkan bobot basah dan bobot kering kalus tertinggi yaitu 777,56 mg L-1 dan 82,44 mg L-1 pada 8 MST. Penelitian Al-Ajlouni et al. (2015) pada tanaman Ruta graveolens menyatakan bahwa konsentrasi 2,4-D 2 mg L-1 menginduksi bobot basah dan bobot kering kalus tertinggi dibandingkan dengan media lainnya. Tabel 7. Interaksi perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap bobot basah kalus eksplan daun M. piperita pada 8 MST Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) 0 0,5 1 1,5 2 Keterangan:
Konsentrasi kitosan (mg L-1) 0 5 10 -------------------------- rataan bobot basah kalus (mg) -----------------0,0 e 176,0 cde 235,3 cde 306,0 cde 96,3 de 368,0 cde 422,0 cd 249,3 cde 904,7 a 803,0 ab 809,3 ab 482,3 bcd 899,0 a 895,7 a 538,0 abc
Huruf yang sama pada tiap nilai rataan menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%
Tabel 8. Interaksi perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap bobot kering kalus eksplan daun M. piperita pada 8 MST Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) 0 0,5 1 1,5 2 Keterangan:
Konsentrasi kitosan (mg L-1) 0 5 10 -------------------------- rataan bobot kering kalus (mg) -----------------0,0 f 46,3 de 50,3 de 63,0 bcde 37,0 e 59,0 cde 66,3 bcd 44,0 de 97,3 a 82,7 abc 85,0 abc 66,3 bcd 88,0 ab 88,3 ab 71,0 abcd
Huruf yang sama pada tiap nilai rataan menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%
Interaksi kombinasi konsentrasi 2,4-D dan kitosan yang nyata meningkatkan bobot basah dan kering kalus eksplan daun M. piperita yaitu konsentrasi 2,4-D 1 mg L-1 dan kitosan 5 mg L-1 yaitu secara berurutan sebesar 904,7 mg dan 97,33 mg (Tabel 7 dan 8). Kadar Air Kalus Kadar air (%) diukur dengan membandingkan bobot basah kalus dengan bobot kering kalus. Berdasarkan Tabel 8, kadar air kalus daun dipengaruhi sangat
14
nyata oleh interaksi antara konsentrasi kitosan dan 2,4-D pada 4 dan 8 MST. Secara faktor tunggal pun pada 4 MST dan 8 MST, kadar air dipengaruhi secara nyata oleh konsentrasi kitosan dan 2,4-D. Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap rata-rata kadar air kalus eksplan daun M. piperita disajikan pada Lampiran 13. Konsentrasi kitosan 10 mg L-1 meningkatkan kadar air kalus hingga 64,14% pada 4 MST dan 81,84% pada 8 MST (Tabel 9). Perlakuan konsentrasi 2,4-D 2 mg L-1 menghasilkan persentase kadar air kalus tertinggi yaitu 72,76 % pada 4 MST dan 88,55 pada 8 MST. Secara umum, perlakuan konsentrasi 2,4-D dan kitosan dapat meningkatkan kadar air kalus eksplan daun jika dibandingkan dengan kontrol. Tabel 9. Pengaruh perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap kadar air kalus eksplan daun M. piperita pada 4 MST dan 8 MST Kadar air (%)
Perlakuan Konsentrasi kitosan (mg L-1)
0 5 10
Uji F Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) Uji F Interaksi KK (%)
0 0,5 1 1,5 2
4 MST 42,24 b 54,76 a 64,14 a ** 25,25 b 43,94 b 56,09 ab 70,52 a 72,76 a ** ** 29,89
8 MST 67,78 b 80,24 a 81,84 a ** 47,98 c 74,49 b 84,38 a 87,70 a 88,55 a ** ** 2,91
Keterangan: *= berbeda nyata pada uji F dengan α 5%.; **= berbeda nyata pada Uji F dengan α 1%; tn= tidak berbeda nyata pada uji F dengan α 5%; KK= koefisien keragaman (%). Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT dengan α 5%.
Berdasarkan Tabel 10, kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan dan 2,4-D yang nyata meningkatkan persentase kadar air kalus tertinggi pada 8 MST yaitu perlakuan kitosan 5 mg L-1 dengan 2,4-D 2 mg L-1 yaitu sebesar 90,01 %. Seluruh perlakuan kombinasi konsentrasi kitosan dan 2,4-D yang digunakan dalam percobaan ini mampu meningkatkan persentase kadar air kalus daun pada 8 MST. Tabel 10. Interaksi antara konsentrasi kitosan dan 2,4-D terhadap kadar air eksplan daun M. piperita pada 8 MST Konsentrasi kitosan (mg L-1) 0 5 10
Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) 0 0,5 1,0 1,5 2,0 ------------------------------ Kadar air kalus (%) -----------------------------0,00 f 77,99 cd 83,72 abc 88,35 a 88,86 a 71,27 d 61,63 e 89,09 a 89,20 a 90,01 a 72,68 d 83,86 abc 80,33 bc 85,55 abc 86,78 ab
Keterangan: Huruf yang sama pada tiap nilai rataan menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%
15
Percobaan II. Produksi Senyawa Metabolit dari Eksplan Internode Mentha Piperita Kondisi Umum Proses kultur in vitro terdiri dari beberapa tahap pelaksanaannya memungkinkan terjadinya kontaminasi. Kontaminasi merupakan permasalahan mendasar yang sering terjadi pada kultur in vitro. Pada kondisi media yang mengandung sukrosa dan hara, serta kelembaban dan suhu yang relatif tinggi, memungkinkan mikroorganisme serta spora jamur tumbuh dan berkembang dengan pesat. Tabel 11. Persentase eksplan internode M. piperita yang terkontaminasi hingga 8 MST Konsentrasi kitosan (mg L-1) 0 5 10 Rata - rata
0 22 11 13 15,33
Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) 0,5 1 1,5 25 22 33 22 14 13 14 22 11 20,33 19,33 19,00
2 22 22 33 25,67
Rata- rata 24,8 16,4 18,6
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata waktu kontaminasi muncul pada variasi waktu yang seragam. Kontaminasi tertinggi terjadi pada 2 MST yaitu sebesar 12,2%. Rataan persentase kontaminasi tertinggi pada eksplan internode terjadi pada kombinasi perlakuan tanpa kitosan dan 2,4-D 1 mg L-1 dan kitosan 10 mg L-1 dan 2,4-D 2 mg L-1 yaitu sebesar 33%, sedangkan yang terendah terjadi pada perlakuan tanpa 2,4-D dengan kitosan 5 mg L-1 dan 2,4-D 1 mg L-1 dengan kitosan 10 mg L-1 yaitu sebesar 11% (Tabel 11). Histogram persentase eksplan internode M. piperita yang terkontaminasi hingga 8 MST disajikan pada Lampiran 5. Kontaminasi dalam kultur jaringan tanaman disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme (fungi, kapang, bakteri, virus, dan viroid) dan mikropoda (tungau dan trips) (Leifert and Cassells, 2001). Kontaminasi dapat dikurangi dengan menjaga kebersihan laboratorium, salah satunya dengan mencuci tangan sebelum melakukan pengamatan. Pembentukan dan Persentase Eksplan Berkalus Kalus pada eksplan internode M. piperita mulai terbentuk pada 2 MST. Hasil pengamatan terhadap eskplan internode menunjukkan perlakuan konsentrasi kitosan dan 2,4-D yang digunakan pada percobaan ini menginduksi eksplan berkalus mencapai 0 hingga 100% dengan rataan sebesar 90,47%. Tabel 12. Persentase eksplan internode M. piperita yang berkalus pada media dengan penambahan 2,4-D dan kitosan pada 8 MST Konsentrasi kitosan (mg L-1) 0 5 10 Rata - rata
0 0 93 96 63,00
Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) 0,5 1 1,5 92 100 100 81 95 100 100 100 100 91,00 98,33 100
2 100 100 100 100
Rata- rata 78,4 93,8 99,2
16
Perlakuan konsentrasi 2,4-D 1,5 mg L-1 dan 2 mg L-1 menghasilkan persentase kalus tertinggi yaitu sebesar 100%. Perlakuan konsentrasi kitosan 10 mg L-1 menginduksi pembentukan kalus yang tertinggi yaitu sebesar 99,2%. Histogram persentase eksplan internode M. piperita yang berkalus pada media dengan penambahan 2,4-D dan kitosan pada 8 MST disajikan pada Lampiran 6. Diameter Kalus Diameter kalus diukur dari luar botol dengan menggunakan kertas milimeter block. Pengukuran diameter kalus dilakukan untuk memperkirakan proliferasi kalus yang terjadi pada M. piperita. Berdasarkan Tabel 13, diameter kalus dipengaruhi secara nyata oleh interaksi antara konsentrasi kitosan dan 2,4-D. Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap rata-rata diameter kalus M. piperita pada eksplan internode disajikan pada Lampiran 8. Tabel 13. Pengaruh perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap diameter kalus eksplan internode M. piperita Perlakuan Konsentrasi kitosan (mg L-1) Uji F Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) Uji F Interaksi KK (%)
Minggu setelah tanam (MST) 2 3 4 5 6 7 8 ----------------------------- Rataan diameter kalus (cm) -------------------------0,15 0,29 0,51 b 0,56 b 0,64 b 0,73 b 0,82 b 1,00 b 0,18 0,34 0,65 a 0,71 a 0,82 a 0,94 a 1,03 a 1,26 a 0,18 0,37 0,64 a 0,70 a 0,76 ab 0,83 ab 0,93 ab 1,13 ab tn tn ** ** * ** ** ** 0,09 c 0,19 c 0,39 b 0,41 c 0,44 b 0,50 b 0,58 b 0,73 b 0,19 ab 0,39 ab 0,68 a 0,77 a 0,88 a 0,96 a 1,04 a 1,23 a 0,15 b 0,30 b 0,56 a 0,63 b 0,80 a 0,93 a 0,99 a 1,21 a 0,19 ab 0,37 ab 0,68 a 0,72 ab 0,79 a 0,88 a 1,03 a 1,24 a 0,21 a 0,41 a 0,70 a 0,75 ab 0,77 a 0,88 a 1,01 a 1,24 a ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** 30,94 29,04 21,87 20,49 20,77 18,89 17,85 15,90 1
0 5 10 0 0,5 1 1,5 2
Keterangan: *= berbeda nyata pada uji F dengan α 5%.; **= berbeda nyata pada Uji F dengan α 1%; tn= tidak berbeda nyata pada uji F dengan α 5%; KK= koefisien keragaman (%). Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama untuk masing-masing perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT dengan α 5%.
Konsentrasi kitosan 5 mg L-1 secara tunggal nyata meningkatkan diameter kalus yang terbesar yaitu 1,26 cm pada 8 MST. Perlakuan konsentrasi 2,4-D 1,5 mg L-1 dan 2 mg L-1 menghasilkan diameter kalus terbesar yaitu 1,24 cm pada 8 MST. Secara umum, perlakuan konsentrasi 2,4-D dan kitosan yang semakin meningkat menghasilkan diameter kalus eksplan internode. Kombinasi perlakuan yang menghasilkan diameter kalus pada internode yang terbesar yaitu perlakuan konsentrasi kitosan 5 mg L-1 dan 2,4-D 1 mg L-1 (Tabel 14). Secara umum perlakuan konsentrasi kitosan dan 2,4-D yang diberikan pada percobaan ini berhasil meningkatkan diameter kalus.
17
Tabel 14. Interaksi perlakuan 2,4-D dan kitosan terhadap diameter kalus eksplan internode M. piperita pada 8 MST Konsentrasi kitosan (mg L-1) 0 5 ------------------ rataan diameter kalus (cm) 0,00 f 1,06 cde 1,35 bc 1,01 cde 1,01 cde 1,73 a 1,43 ab 1,28 bcd 1,22 bcde 1,22 bcde
Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) 0 0,5 1 1,5 2
10 -----------------1,14 bcde 1,34 bcd 0,91 e 1,00 de 1,29 bcd
Keterangan: Huruf yang sama pada tiap nilai rataan menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%
Bobot Basah dan Kering Kalus Bobot basah dan bobot kering kalus diamati sebagai acuan untuk mengukur biomassa dari kalus M. piperita. Bobot kering kalus ditimbang setelah bobot basah kalus sebelumnya telah dioven untuk menghilangkan air pada kalus. Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa bobot basah dan bobot kering kalus dari eksplan internode M. piperita dipengaruhi sangat nyata oleh interaksi antara perlakuan konsentrasi kitosan dan 2,4-D. Perlakuan 2,4-D secara tunggal berpengaruh sangat nyata terhadap bobot basah dan bobot kering kalus M. piperita pada 8 MST. Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap persentase bobot basah dan bobot kering M. piperita pada eksplan internode disajikan pada Lampiran 10 dan 12. Tabel 15. Pengaruh perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap bobot basah dan bobot kering kalus eksplan internode M. piperita pada 4 dan 8 MST Perlakuan Konsentrasi kitosan (mg L-1)
0 5 10
Uji F Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) Uji F Interaksi KK (%)
0 0,5 1 1,5 2
Bobot basah (mg) Bobot kering (mg) Minggu setelah tanam (MST) 4 8 4 8 387,93 b 20,13 54,93 b 57,80 56,60 487,80 a 24,06 68,60 a 47,80 409,27 ab 21,66 62,47 ab tn ** tn * 16,89 c 177,33 d 13,33 b 36,11 c 425,67 bc 62,89 b 88,00 a 27,00 a 51,67 b 373,11 c 22,66 a 60,44 b 59,00 b 508,56 ab 23,11 a 67,67 b 54,78 b 23,66 a 657,00 a 82,89 a ** ** ** ** ** ** ** ** 21,37 18,89 27,69 22,98
Keterangan: *= berbeda nyata pada uji F dengan α 5%.; **= berbeda nyata pada Uji F dengan α 1%; tn= tidak berbeda nyata pada uji F dengan α 5%; KK= koefisien keragaman (%). Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT dengan α 5%.
Perlakuan konsentrasi kitosan 5 mg L-1 menghasilkan bobot basah dan bobot kering kalus tertinggi yaitu sebesar 487 mg dan 82 mg pada 8 MST. Perlakuan konsentrasi 2,4-D secara tunggal sangat nyata meningkatkan bobot basah dan bobot kering kalus daun M. piperita. Perlakuan konsentrasi 2,4-D 2 mg L-1 menghasilkan bobot basah dan bobot kering kalus tertinggi yaitu 657 mg dan 82,44 mg pada 8 MST.
18
Interaksi kombinasi perlakuan yang nyata menghasilkan bobot basah dan bobot kering kalus eksplan internode yang tertinggi dibandingkan kontrol yaitu perlakuan konsentrasi 2,4-D 1 mg L-1 dan kitosan 5 mg L-1 secara berurutan yaitu sebesar 813 mg dan 89,67 mg (Tabel 16 dan 17). Tabel 16. Interaksi perlakuan 2,4-D dan kitosan terhadap bobot basah kalus eksplan internode M. piperita pada 8 MST Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) 0 0,5 1 1,5 2 Keterangan:
Konsentrasi kitosan (mg L-1) 0 5 10 ------------------ rataan bobot basah kalus (mg) -----------------0,0 f 239,3 def 292,7 cdef 341,3 bcde 182,3 ef 753,3 a 191,0 ef 115,3 ef 813,0 a 677,7 a 556,0 abcd 292,0 cdef 729,7 a 648,3 ab 593,0 abc
Huruf yang sama pada tiap nilai rataan menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%
Tabel 17. Interaksi perlakuan 2,4-D dan kitosan terhadap bobot kering kalus eksplan internode M. piperita pada 8 MST Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) 0 0,5 1 1,5 2 Keterangan:
Konsentrasi kitosan (mg L-1) 0 5 10 ------------------ rataan bobot kering kalus (mg) -----------------0,0 g 52,7 def 55,7 cdef 61,3 bcdef 49,3 ef 78,0 abcd 48,3 ef 43,3 f 89,7 a 77,3 abcd 71,0 abcde 54,7 cdef 87,7 ab 80,3 abc 80,7 abc
Huruf yang sama pada tiap nilai rataan menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%
Kadar Air Kalus Kadar air (%) diukur dengan membandingkan bobot basah kalus dengan bobot kering kalus. Kadar air kalus internode berpengaruh sangat nyata oleh interaksi antara konsentrasi kitosan dan 2,4-D baik pada 4 MST maupun pada 8 MST (Tabel 18). Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap rata-rata kadar air kalus eksplan internode M. piperita disajikan pada Lampiran 14. Secara faktor tunggal pada 4 MST, kadar air hanya dipengaruhi secara nyata oleh konsentrasi 2,4-D. Konsentrasi kitosan dan 2,4-D secara tunggal nyata mempengaruhi persentase kadar air pada 8 MST. Konsentrasi kitosan 5 dan 10 mg L-1 nyata meningkatkan kadar air kalus yaitu 82,15% dan 78,70% pada 8 MST. Perlakuan konsentrasi 2,4-D 2 mg L-1 menghasilkan persentase kadar air kalus tertinggi yaitu 86,09% pada 8 MST. Secara umum, perlakuan konsentrasi kitosan dan 2,4-D mampu meningkat kadar air kalus eksplan internode jika dibandingkan dengan kontrol.
19
Tabel 18. Pengaruh perlakuan kitosan dan 2,4-D terhadap kadar air kalus eksplan internode M. piperita pada 4 MST dan 8 MST Kadar air (%) 4 MST 8 MST 0 47,88 b 65,89 b Konsentrasi kitosan 5 53,83 a 82,15 a (mg L-1) 10 46,05 ab 78,70 a Uji F * ** 0 23,24 c 52,31 c 0,5 81,30 a 63,48 a Konsentrasi 2,4-D 1 49,47 b 72,50 b -1 (mg L ) 1,5 56,05 ab 85,68 a 2 54,02 ab 86,09 a Uji F ** ** Interaksi ** ** KK (%) 14,31 4,01 Keterangan: *= berbeda nyata pada uji F dengan α 5%.; **= berbeda nyata pada Uji F dengan α 1%; tn= tidak berbeda nyata pada uji F dengan α 5%; KK= koefisien keragaman (%). Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT dengan α 5%. Perlakuan
Berdasarkan Tabel 18 dan 19, kadar air kalus internode semakin meningkat dengan bertambahnya umur kalus. Kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan dan 2,4-D yang nyata meningkatkan persentase kadar air kalus tertinggi yaitu perlakuan kitosan 10 mg L-1 dengan 2,4-D 0,5 mg L-1 yaitu sebesar 79,23% pada 4 MST dan sebesar 89,24% pada 8 MST. Seluruh perlakuan kombinasi konsentrasi kitosan dan 2,4-D yang digunakan dalam percobaan ini mampu meningkatkan persentase kadar air kalus internode pada 4 MST dan 8 MST. Tabel 19. Interaksi perlakuan 2,4-D dan kitosan terhadap kadar air kalus eksplan internode M. piperita pada 4 MST Konsentrasi 2,4-D (mg L-1) 0 0,5 1 1,5 2
Konsentrasi kitosan (mg L-1) 0 5 10 ------------------ rataan bobot basah kalus (mg) -----------------0,00 32,25 37,46 67,86 43,35 79,23 39,38 75,11 33,92 66,81 60,04 41,30 65,33 58,42 38,33
Tabel 20. Interaksi perlakuan 2,4-D dan kitosan terhadap kadar air kalus eksplan internode M. piperita pada 8 MST Konsentrasi 2,4-D 0 0,5 1 1,5 2
Konsentrasi kitosan (mg L-1) 0 5 10 ------------------ rataan bobot basah kalus (mg) -----------------0,00 76,98 79,96 82,05 72,61 89,24 73,42 88,95 55,15 88,56 87,18 81,29 85,41 85,03 87,85
20
Pembahasan Pembentukan dan Persentase Kalus M. piperita Pembentukan kalus merupakan tahapan awal dalam studi kultur jaringan (Vijayalakshmi dan Shourie, 2015). Kalus merupakan kumpulan sel amorphous yang mengalami pembelahan yang tidak teratur dan terjadi secara terus menerus dalam keadaan in vitro (George dan Sherrington, 1993). Kalus dapat diinisiasi dari hampir semua bagian tanaman, tetapi organ yang berbeda menunjukkan kecepatan pembelahan sel yang berbeda pula. Eksplan internode, akar dan daun menghasilkan kalus yang heterogenous dengan berbagai macam sel (Gunawan, 1988). Kalus Mentha piperita pada eksplan daun dan internode mulai terbentuk sejak 2 MST pada media perlakuan konsentrasi 2,4-D dan kitosan, tetapi kalus belum terbentuk sama sekali pada media kontrol. Sumadji et al. (2014) juga melaporkan bahwa kalus mulai terbentuk pada 2 MST pada eksplan padi varietas IR64, Mentik wangi, dan Rojolele. Seluruh kombinasi perlakuan kitosan dan 2,4-D yang digunakan pada kedua percobaan (percobaan I dan II) berhasil menginduksi pembentukan kalus pada eksplan daun dan internode sebesar 81-100% lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pemberian 2,4-D dan kitosan mempercepat waktu pembentukan kalus dan meningkatkan persentase berkalus pada eksplan daun dan internode M. piperita. Jika dilihat berdasarkan faktor tunggal, persentase pembentukan kalus M. piperita meningkatkan 59,56% lebih baik dibandingkan kontrol pada perlakuan 2,4D dengan konsentrasi 1 mg L-1 dan 1,5 mg L-1 pada eksplan daun dan 1,5 mg L-1 dan 2 mg L-1 pada eksplan internode. Berdasarkan hasil tersebut maka konsentrasi 1,5 mg L-1 merupakan konsentrasi 2,4-D optimal untuk menginduksi dan mempercepat pembentukan kalus M. piperita. Laboney et al. (2013) melaporkan bahwa pemberian 2,4-D dengan konsentrasi sebesar 0,2 mg L-1 dan 2 mg L-1 mampu meningkatkan persentase berkalus jika dibandingkan kontrol pada tanaman kentang. Zulkarnain dan dan Lizawati (2011) melaporkan bahwa pemberian 2,4-D pada kisaran konsentrasi 1 – 5 mg L-1 sangat penting bagi terjadinya proliferasi kalus embriogenik pada jarak pagar. Pawar et al. (2007) melaporkan bahwa penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D berperan mendorong proses morfogenesis kalus dan induksi kalus. Smith (2013) melaporkan bahwa penambahan 2,4-D pada media tanam diduga dapat meningkatkan proses fisiologis sel sehingga eksplan daun dan internode dapat bertahan hidup. Perlakuan konsentrasi kitosan 10 mg L-1 meningkatkan persentase pembentukan kalus sebesar 18,75% lebih baik dibandingkan kontrol pada eksplan daun dan 26,9% lebih baik dibandingkan perlakuan tanpa kitosan pada eksplan internode M. piperita. Piwowarczyk dan Pindel (2014) melaporkan bahwa pemberian kitosan 0,02 mg L-1 dan 2,4-D 2 mg L-1 menginduksi proliferasi kalus grasspea (Lathyrus sativus). Amborabé et al. (2008) melaporkan bahwa kitosan menginduksi tahap awal fase perkembangan sel tanaman. Diameter Kalus Diameter kalus merupakan indikasi dari adanya proliferasi pada sel kalus. Proliferasi sel kalus akan menyebabkan sel menjadi lebih banyak sehingga diameter kalus yang merupakan kumpulas sel akan semakin bertambah besar seiring semakin
21
meningkatnya proliferasi sel kalus. Pemberian zat pengatur tumbuh eksogen pada media akan menyebabkan kandungan zat pengatur tumbuh pada jaringan tanaman meningkat. Yelnitis dan Komar (2010) melaporkan bahwa peningkatan zat pengatur tumbuh pada jaringan tanaman menyebabkan jaringan menjadi stres sehingga terjadi pembelahan sel secara terus-menerus di dalam jaringan yang menyebabkan ukuran kalus bertambah besar. Diameter kalus pada eksplan daun tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan kitosan, tetapi dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan 2,4-D serta interaksi antara keduanya. Konsentrasi kitosan 10 mg L-1 nyata meningkatkan diameter kalus sebesar 39,44% lebih besar jika dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan konsentrasi 2,4-D 2 mg L-1 meningkatkan diameter kalus sebesar 111,26% jika dibandingkan dengan kontrol. Secara umum peningkatan konsentrasi 2,4-D menyebabkan semakin membesarnya diameter kalus eksplan daun. Diameter kalus pada eksplan internode dipengaruhi secara nyata oleh interaksi antara perlakuan konsentrasi kitosan dan 2,4-D pada semua minggu. Perlakuan yang terbaik yaitu kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan 5 mg L-1 dan 2,4-D 1 mg L-1 yang mampu meningkatkan diameter kalus eksplan 73% lebih baik dibandingkan kontrol pada 8 MST. Perlakuan konsentrasi kitosan 5 mg L-1 secara tunggal mampu meningkatkan diameter kalus eksplan internode 26% lebih besar jika dibandingkan kontrol. Kitosan diketahui dapat meningkatkan proliferasi sel tanaman. Kaewjampa et al. (2012) melaporkan bahwa kitosan 0,1 mg L-1 meningkatkan proliferasi sel pada protocorm like-body pada Cymbidium jika dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan seluruh konsentrasi 2,4-D secara tunggal mampu meningkatkan diameter kalus eksplan internode dibandingkan kontrol. Perlakuan konsentrasi 2,4D 2 mg L-1 menghasilkan diameter kalus terbesar dan 69,86% nyata lebih besar dibandingkan dengan perlakuan tanpa 2,4-D. Pemberian 2,4-D telah banyak dilaporkan meningkatkan ukuran diameter pada kalus tanaman. Sukmadjaja dan Mulyana (2011) melaporkan bahwa perlakuan media MS + 2,4-D 2 mg L-1 + BAP 0,4 mg L-1 + CH (Calsium hydrolisat) 2000 mg L-1 menghasilkan diameter kalus terbesar pada tebu varietas Bulu Lawang. Rivai dan Helmanto (2015) juga melaporkan bahwa perlakuan konsentrasi 2,4-D tertinggi (3 mg L-1) nyata meningkatkan diameter kalus sebesar 583,33% lebih besar jika dibandingkan kontrol pada eksplan daun Chrysanthemum indicum. George et al. (2008) menyatakan bahwa auksin dalam kultur jaringan salah satunya berperan dalam pembentukan kalus. Bobot Basah dan Kering Kalus Bobot basah dan bobot kering kalus diamati sebagai acuan untuk mengukur biomassa dari kalus M. piperita. Kandungan menthol pada tanaman Mentha umumnya dihasilkan dari proses penyulingan tanaman yang sudah dikeringkan. Bobot basah dan bobot kering kalus pada daun M. piperita dipengaruhi secara nyata oleh interaksi antara perlakuan konsentrasi kitosan dan 2,4-D. Kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan 5 mg L-1 dan konsentrasi 2,4-D 1 mg L-1 menghasilkan bobot basah kalus 804,7% dan bobot kering 97,33 % lebih tinggi dibandingkan kontrol pada 8 MST. Jika dilihat dari faktor secara tunggal, maka perlakuan konsentrasi kitosan 5 mg L-1 dan konsentrasi 2,4-D 2 mg L-1 menghasilkan bobot basah dan bobot kering kalus daun yang tertinggi. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat jika
22
penggunaan 2,4-D yang dikombinasikan dengan kitosan dapat mengefisiensikan penggunaan 2,4-D yang lebih sedikit untuk menghasilkan bobot basah kalus yang tinggi. Bobot basah kalus dari eksplan internode dipengaruhi secara nyata oleh interaksi antara perlakuan konsentrasi kitosan dan 2,4-D. Perlakuan konsentrasi kitosan 5 mg L-1 dan konsentrasi 2,4-D 2 mg L-1 menghasilkan bobot basah dan bobot kering kalus daun yang tertinggi. Bobot kering kalus dari eksplan internode pada 8 MST nyata dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan konsentrasi kitosan dan 2,4-D. Kombinasi perlakuan yang menginduksi bobot kering kalus internode yang tertinggi yaitu perlakuan konsentrasi 2,4-D 1 mg L-1 dan kitosan 5 mg L-1. Perlakuan ini mampu meningkatkan bobot kering kalus pada eksplan internode sebesar 86,67% lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Secara umum penggunaan konsentrasi kitosan dan 2,4-D pada media mampu meningkatkan bobot basah dan kering kalus baik pada eksplan internode maupun eksplan daun. Piwowarczyk dan Pindel (2014) melaporkan Perlakuan kitosan dan 2,4-D pada media menginduksi massa clump kalus grasspea (Lathyrus sativus L.) sebesar 1,5 – 7 kali lebih besar dibandingkan dengan kontrolnya. Da Rocha et al. (2013) melaporkan bahwa perlakuan 2,4-D dalam konsentrasi rendah (0,2 mg L-1, 0,5 mg L-1, dan 1 mg L-1) menghasilkan biomassa kalus tertinggi pada Cleome rosea Vahl (Cleomaceae). Rengifo (2014) melaporkan bahwa perlakuan kitosan (0,01%, 0,05%, 0,1% atau 0,5%) meningkatkan biomassa kalus kacang tanah (Arachis hypogea) sebesar 74,11% dibandingkan dengan kontrol. Jin et al. (1999) melaporkan bahwa merupakan elisitor biotik yang meningkatkan produksi anthraquinone pada kultur sel Rubia akane. Kadar Air Kalus Kadar air merupakan perbedaan antara berat basah atau berat sebelum pengeringan dan berat sesudah dilakukan pengeringan. Kadar air pada tanaman atsiri dapat digunakan sebagai acuan untuk memperkirakan kandungan minyat atsiri pada tanaman tersebut. Gunawan dan Mulyani (2004) melaporkan bahwa minyak atsiri pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup larut dalam air. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan pada akhir pengamatan (8 MST), kadar air berkisar antara 0 hingga 90,01% pada kalus daun dan 0 hingga 89,24% pada kalus internode M. piperita. Berdasarkan kisaran kadar air tersebut dapat dikatakan bahwa kalus daun dan internode M. piperita hampir seluruhnya terdiri dari air. Secara umum, perlakuan konsentrasi 2,4-D dan kitosan mampu meningkat kadar air kalus eksplan daun dan internode M. piperita jika dibandingkan dengan kontrol. Pada kalus daun M. piperita, kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan 5 mg L-1 dengan 2,4-D 2 mg L-1 nyata meningkatkan persentase kadar air kalus daun sebesar 90,01 % lebih tinggi jika dibandingkan kontrol pada 8 MST. Pada kalus internode, kombinasi perlakuan kitosan 10 mg L-1 dengan 2,4-D 0,5 mg L-1 nyata meningkatkan kadar air kalus yaitu sebesar 79,23 % pada 4 MST dan sebesar 89,24 % pada 8 MST jika dibandingkan kontrol. Peningkatan kadar air akibat perlakuan kitosan dan 2,4-D berkaitan dengan hasil peubah bobot basah dan bobot kering pada percobaan ini. Bobot basah dan bobot kering pada kedua percobaan yang dilakukan meningkat karena pemberian kitosan dan 2,4-D pada media kultur sehingga kadar air pada kalus daun dan
23
internode pun meningkat jika dibandingkan kontrol. Peningkatan kadar air pada kalus daun dan internode M. piperita diharapkan dapat meningkatkan kandungan minyak atsiri mentol yang terlarut di dalamnya. Penambahan 2,4-D sudah banyak diaplikasikan untuk meningkatkan kandungan metabolit sekunder pada tanaman. Misawa (1994) melaporkan penggunaan media Gamborg-B5 dengan 2,4-D 1 mg L-1 menghasilkan kandungan serpentin sebesar 0,01 % pada kultur suspense Catharanthus roseus. Sugiyarto dan Kuswandi (2014) melaporkan penggunaan 2,4-D 2 ppm pada kultur kalus binahong (Andedera cordifolia L.) menghasilkan kadar flavonoid total sebesar 0,0019%. Palupi et al. (2004) melaporkan bahwa pemberian 2,4-D 1 mg L-1 dan BA 1 mg L1 nyata menghasilkan kandungan minyak atsiri nilam yang tertinggi yaitu 29,54%. Kitosan juga telah banyak digunakan untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder pada tanaman. Chang et al. (1998) melaporkan bahwa konsentrasi kitosan 200 mg L-1 menghasilkan senyawa mentol yang tertinggi pada kultur Mentha piperita. Mathew dan Sankar (2012) melaporkan bahwa konsentrasi kitosan 200 mg L-1 nyata menghasilkan biomass sel tertinggi pada kultur suspensi Ocimum basilicum L.
KESIMPULAN Pemberian kombinasi 2,4-D dan kitosan dalam media MS (Murashige dan Skoog) dapat meningkatkan pembentukan dan pertumbuhan kalus M. piperita 81% hingga 100% lebih baik dibandingkan kontrol pada eksplan daun maupun eksplan internode. Penambahan 2,4-D dan kitosan nyata mempengaruhi diameter kalus, bobot basah, dan bobot kering kalus baik secara tunggal maupun interaksi keduanya, pada eksplan daun maupun eksplan internode. Pada eksplan daun, perlakuan kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap diameter kalus pada 5 hingga 8 MST. Kombinasi perlakuan optimum untuk meningkatkan diameter kalus pada eksplan daun adalah dengan kitosan 10 mg L-1 dan 2,4-D 1,5 mg L-1, sedangkan perlakuan optimum untuk meningkatkan bobot basah dan bobot kering pada eksplan daun yaitu dengan kitosan 5 mg L-1 dan 2,4-D 1 mg L-1. Kombinasi perlakuan optimum untuk meningkatkan diameter kalus, bobot basah, dan bobot kering eksplan internode adalah dengan kitosan 5 mg L-1 dan 2,4-D 1 mg L-1.
DAFTAR PUSTAKA Al-Ajlouni Z., Abbas S., Shatnawi M. and Al-Makhadmeh I. 2015. In vitro propagation, callus induction, and evaluation of active compounds on Ruta graveolens. Journal of Food, Agriculture & Environment. 13 (2): 101-106. Azizi A.A. 2012. Induksi Proliferasi Tunas In Vitro Mentha piperita melalui Penambahan BAP dan Chitosan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Amborabé B.E., Bonmort J., Fleurat-Lessard P. and Roblin G. 2008. Early events induced by chitosan on plant cells. Journal of Experimental Botany. 59 (9): 2317–2324.
24
[Balitbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2012. Varietas Unggul Mentha Mearsia 1. Sinartani. 3455 (2): 6-10. Biondi S., Scaramagli S., Oksman-Caldentey K.M., and Poli F. 2002. Secondary metabolism in root and callus cultures of Hyoscyamus muticus L.: The relationship between morphological organization and response to methyl jasmonate. Plant Science. 163: 563-569. Chang J.H., Shin J.H., Chung I.S. and Lee H.J. 1998. Improved menthol production from chitosan-elicited suspension culture of Mentha piperita. Biotechnology Letters. 20 (12): 1097-1099. da Rocha A.S., Rocha E.K., Alves L.M., de Moraes B.A., de Castro T.C., Albarello N. and Simões-Gurgel C. 2013. Production and optimization through elicitation of carotenoid pigments in the in vitro cultures of Cleome rosea Vahl (Cleomaceae). J. Plant Biochem. Biotechnol. http://www.academia.edu/ 9477237/JPBB_callus_carotenoids. [26 Juni 2016] Filova A. 2014. Production of Secondary Metabolites in Plant Tissue Cultures. Research Journal of Agricultural Science. 46 (1): 236-245. George E.F. and Sherrington P.D. 1993. Plant Propagation by Tissue Culture Technology part I. Exegetics Limited. England. Gunawan, L.W. 1988. Pengenalan Teknik in Vitro. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Bogor. 304p. Hendaryono, D.P.S., dan Wijayani A. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta. Hobir dan Nuryani Y. 2004. Plasma Nutfah Tanaman Atsiri, Perkembangan teknologi TRO, 16 (1): 17-26. Jin J.H., Shin J.H., Kim J.H., Chung I.S. and Lee H.J. 1999. Effect of Chitosan Elicitation and Media Components on the Production of Anthraquinone Colorants in Madder (Rubia akane Nakai) Cell Culture. Biotechnol Bioprocess Eng. 4 : 300-304. Kaewjampa N., Shimasaki K. and Nahar S.J. 2012. Hyaluronic Acid can be a new plant growth regulator for hybrid cymbidium micropropagation. Plant tissue cult.& Biotech. 22(1): 59-64. [Kemenperin] Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2016. Pemantauan Ekspor Sub Kelompok Hasil Industri Minyak Atsiri. http://www.kemenperin. go.id/statistik/trend_hs.php?ekspor=1&sort=2015&sub=Minyak+Atsiri. [26 Juni 2016] Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta. 427p. Laboney U.Z., Biswas G.C., Al-Shoeb M.A. and Miah M.A. 2013. Callus induction and regeneration of potato from shoot tip culture. International Journal of Agricultural Sciences. 3(10): 040-045. Leifert C. and Cassells A.C. 2001. Microbial hazards in plant tissue and cell cultures. In Vitro Cell Dev Biol-Plant 37, 133-138. Lim S. 2002. Synthesis of a Fiberreactive Chitosan Derivative and Its Application to Cotton Fabric as an Antimicrobial Finish and a Dyeing-Improving Agent. Dissertation. Fiber and polymer science, North Carolina State University. Mathew R. and Sankar P.D. 2012. Effect of methyl jasmonate and chitosan on growth characteristic of Ocimum basilicum L., Ocimum sanctum L., and Ocimum gratissimum L. cell suspension cultures. African Journal of Biotechnology. 11 (21): 4759-4766.
25
Mattjik A.A. dan Sumertajaya I.M. 2006. Perancangan Percobaan. IPB Press. Bogor. 101p. Misawa M. 1994. Plant tissue culture: an alternative for production of useful metabolite. FAO Agricultural Services Bulletin (108). Palupi A.D., Solichatun, dan Marliana S.D. 2004. Pengaruh asam 2,4Diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan Benziladenin (BA) terhadap kandungan minyak atsiri kalus daun nilam (Pogostemon cablin Benth.). BioSMART. 6 (2): 99-103. Pawar K.D., Joshi S.P., Bhide S.R., and Thengane S.R. 2007. Pattern of Anti-HIV Dipyranocoumarin Expression in Callus Cultures of Calophyllum inophyllum Linn. J. of Biotechnology. 130: 346-353. Piwowarczyk B. and Pindel A. 2014. Early stages of somatic embryogenesis in root callus of grasspea (Lathyrus sativus L.). Journal of Central European Agriculture. 15(3): 209-218. Rao S.R. and Ravishankar G.A. 2002. Plant cell cultures: Chemical factories of secondary metabolites. Biotechnology Advance. 20: 101-153. Rengifo R.C. 2014. Preparation of biological devices and their use thereof for increasing the production of secondary metabolites from plants. Patents: WO2014018849A1.http://www.google.com/patents/WO2014018849A1?cl=e n. [26 Juni 2016] Rizal M. dan Djazuli M. 2006. Strategi pengembangan minyak atsiri Indonesia. Warta penelitian dan pengembangan pertanian. 28(5):13-14. Rivai R.R. dan Helmanto H. 2015. Induksi kalus Chrysanthemum indicum untuk meningkatkan keragaman genetic dari sel somatik. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. 1(1): 167-170. Sastrohamidjojo H. 2004. Kimia Minyak Atsiri, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Setyawan A.D. 2002. Keragaman Varietas Jahe (Zingiber officinale Rosc.) berdasarkan Kandungan Kimia Minyak Atsiri. Jurnal Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta. BioSMART. 4(2):48-54. Sugiyarto L. dan Kuswandi P.C. 2014. Pengaruh 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan benzyl aminopurin (BAP) terhadap pertumbuhan kalus daun binahong (Andedera cordifolia L.) serta analisis kandungan flavonoid total. Jurnal Penelitian Saintek. 19(1). Sukmadjaja D, dan Mulyana A. 2011. Regenerasi dan pertumbuhan beberapa varietas tebu (Saccharum officinarum L.) secara in vitro. Jurnal AgroBiogen. 7(2): 106-118. Sumadji A.R., Yunus A. dan Sunarto. 2014. Induksi kalus padi (Oryza sativa L.) varietas IR64, Mentik wangi, dan Rojolele melalui kultur in vitro. El-vivo. 2(1): 10-14. Terrier B., Courtois D., Henault N., Cuvier A., Bastin M., Aknin A., Dubreuil J. and Petiard V. 2007. Two New Disposable Bioreactors for Plant Cell Culture: The Wave and Undertow Bioreactor and the Slug Bubble Bioreactor. Biotechnology and Bioengineering. 96 (5): 914-923. Yelnititis dan Komar T.E. 2010. Upaya Induksi Kalus Embriogenik dari Potongan Daun Ramin. Indonesia’s Work Programme for 2008 ITTO CITES Project. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Indonesia. 14p.
26
Vijayalakshmi, U. and Shourie A. 2015. Elicitor induced flavonoid production in callus cultures of Glycyrrhiza glabra and regulation of genes encoding enzymes of the phenylpropanoid pathway. Der Pharmacia Lettre. 7(8): 156166. Wahyono D., Sjahriza A., Wukirsari T. dan Sugita P. 2009. Kitosan: Sumber Biomaterial Masa depan. IPB Press, Bogor. Zulkarnain dan Lizawati. 2011. Proliferasi kalus dari eksplan hipokotil dan kotiledon tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) Pada pemberian 2,4-D. Jurnal Natur Indonesia. 14(1): 19-25.
27
LAMPIRAN
28
29
Lampiran 1. Komposisi media Murashige-Skoog (MS) (Gunawan, 1992) Stok
Jenis Senyawa
A B C
NH4NO3 KNO3 KH2PO4 H3BO3 KI NaMoO4,2H2O CoCl,6H2O CaCl,2H2O MgSO4,7H2O MgSO4,4H2O ZnSO4,7H2O CuSO4,5H2O Na2EDTA,2H2O FeSO4,7H2O Myo-Inositol Thiamin Niacin Pyridoxine Glycin Gula
D E
F Myo Vitamin
Konsentrasi Larutan Stok (g L-1) 82,500 95,000 34,000 1,240 0,166 0,050 0,005 88,000 74,000 4,460 1,720 0,005 3,730 2,780 10,000 0,010 0,050 0,050 0,200 30,000
Volume dalam Media (ml L-1) 20 20 5
5 5
10 10 10
Konsentrasi Senyawa dalam Media (ppm) 1650,000 1900,000 170,000 6,200 0,830 0,250 0,025 440,000 370,000 22,300 8,600 0,025 37,300 27,800 100,000 0,100 0,500 0,500 2,000
Lampiran 2. Jenis perlakuan dalam penelitian produksi senyawa metabolit dari Mentha piperita L. melalui penambahan 2,4-D dan kitosan secara in vitro No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Perlakuan MS (Kontrol) MS + Kitosan 5 mg L-1 MS + Kitosan 10 mg L-1 MS + 2,4 D 0,5 mg L-1 MS + 2,4 D 0,5 mg L-1 + Kitosan 5 mg L-1 MS + 2,4 D 0,5 mg L-1 + Kitosan 10 mg L-1 MS + 2,4 D 1,0 mg L-1 MS + 2,4 D 1,0 mg L-1 + Kitosan 5 mg L-1 MS + 2,4 D 1,0 mg L-1 + Kitosan 10 mg L-1 MS + 2,4 D 1,5 mg L-1 MS + 2,4 D 1,5 mg L-1 + Kitosan 5 mg L-1 MS + 2,4 D 1,5 mg L-1 + Kitosan 10 mg L-1 MS + 2,4 D 2,0 mg L-1 MS + 2,4 D 2,0 mg L-1 + Kitosan 5 mg L-1 MS + 2,4 D 2,0 mg L-1 + Kitosan 10 mg L-1
Kode C0D0 C1D0 C2D0 C0D1 C1D1 C2D1 C0D2 C1D2 C2D2 C0D3 C1D3 C2D3 C0D4 C1D4 C2D4
30
Lampiran 3. Grafik persentase eksplan daun M. piperita yang terkontaminasi hingga 8 MST Eksplan terkontaminasi (%)
80 67
70
60 50 40
33 25
30
25 17
20
11
11
20
22
33
22
22
11
11
10
0
0
Kombinasi media perlakuan Keterangan: Perlakuan C0= 0 mg L-1 Kitosan, C1= 5 mg L-1 Kitosan, C2= 10 mg L-1 Kitosan, D0= 0 mg L-1 2,4-D, D1= 0,5 mg L-1 2,4-D, D2= 1 mg L-1, D3= 1,5 mg L-1, D4= 2 mg L-1
Lampiran 4. Grafik persentase eksplan daun M. piperita yang berkalus pada media dengan penambahan 2,4-D dan kitosan pada 8 MST
Eksplan berkalus (%)
120 96
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
92 85
81
80 60 40 20 0
0
Kombinasi media perlakuan Keterangan: Perlakuan C0= 0 mg L-1 Kitosan, C1= 5 mg L-1 Kitosan, C2= 10 mg L-1 Kitosan, D0= 0 mg L-1 2,4-D, D1= 0,5 mg L-1 2,4-D, D2= 1 mg L-1, D3= 1,5 mg L-1, D4= 2 mg L-1
31
Lampiran 5. Grafik persentase eksplan internode M. piperita yang terkontaminasi hingga 8 MST
Eksplan terkontaminasi (%)
35
33
33
30 25
25
22
22
22
22
22
22
20 15
14
13
14
11
13 11
10 5 0
Kombinasi media perlakuan Keterangan: Perlakuan C0= 0 mg L-1 Kitosan, C1= 5 mg L-1 Kitosan, C2= 10 mg L-1 Kitosan, D0= 0 mg L-1 2,4-D, D1= 0,5 mg L-1 2,4-D, D2= 1 mg L-1, D3= 1,5 mg L-1, D4= 2 mg L-1
Lampiran 6. Grafik persentase eksplan internode M. piperita yang berkalus pada media dengan penambahan 2,4-D dan kitosan pada 8 MST
Eksplan berkalus (%)
120 93
100
96
100 100 92
95
100 100 100 100 100 100 100
81
80 60 40 20 0
0
Kombinasi media perlakuan Keterangan: Perlakuan C0= 0 mg L-1 Kitosan, C1= 5 mg L-1 Kitosan, C2= 10 mg L-1 Kitosan, D0= 0 mg L-1 2,4-D, D1= 0,5 mg L-1 2,4-D, D2= 1 mg L-1, D3= 1,5 mg L-1, D4= 2 mg L-1
32
Lampiran 7. Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap rata-rata diameter kalus M. piperita pada eksplan daun MST 1
2
3
4
5
6
7
8
Sumber Keragaman Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi
db 16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44
JK 0,5459 0,0955 0,2147 0,2282 0,0075 0,2610 0,8069 1,1316 0,2068 0,4534 0,4244 0,0470 0,5088 1,6404 2,1707 0,3110 1,0807 0,7320 0,0469 0,8032 2,9738 2,3303 0,3102 1,1792 0,8142 0,0268 0,8773 3,2076 2,7144 0,1894 1,2164 1,2214 0,0871 1,3711 4,0855 2,9632 0,1762 1,2782 1,4151 0,0937 1,6535 4,6167 3,3871 0,2062 1,4161 1,6704 0,0944 1,7033 5,0904 4,0693 0,2182 1,5804 2,1370 0,1338 1,8852 5,9546
KT 0,0341 0,0478 0,0537 0,0285 0,0038 0,0093
F hitung 3,66 5,12 5,76 3,06 0,40
Pr>F 0,0013 0,0127 0,0016 0,0132 0,6711
0,0707 0,1034 0,1134 0,0530 0,0235 0,0182
3,89 5,69 6,24 2,92 1,29
0,0008 0,0084 0,0010 0,0168 0,2905
0,1357 0,1555 0,2702 0,0915 0,0235 0,0287
4,73 5,42 9,42 3,19 0,82
0,0002 0,0102 <,0001 0,0106 0,4516
0,1456 0,1551 0,2948 0,1018 0,0134 0,0313
4,65 4,95 9,41 3,25 0,43
0,0002 0,0144 <,0001 0,0096 0,6562
0,1696 0,0947 0,3041 0,1527 0,0436 0,0490
3,46 1,93 6,21 3,12 0,89
0,0020 0,1635 0,0010 0,0120 0,4221
0,1852 0,0881 0,3195 0,1769 0,0468 0,0591
3,14 1,49 5,41 3,00 0,79
0,0040 0,2423 0,0023 0,0147 0,4623
0,2117 0,1031 0,3540 0,2088 0,0472 0,0608
3,48 1,69 5,82 3,43 0,78
0,0019 0,2019 0,0015 0,0071 0,4700
0,2543 0,1091 0,3951 0,2671 0,0669 0,0673
3,78 1,62 5,87 3,97 0,99
0,0010 0,2158 0,0015 0,0030 0,3830
KK (%)
27,03
27,31
24,70
24,83
29,53
30,36
29,09
27,54
33
Lampiran 8. Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap rata-rata diameter kalus M. piperita pada eksplan internode MST 1
2
3
4
5
6
7
8
Sumber Keragaman Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi
db 16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44
JK 0,1618 0,0086 0,0748 0,0703 0,0081 0,0759 0,2377 0,6418 0,0426 0,2931 0,2563 0,0497 0,2631 0,9049 1,8362 0,1950 0,6169 0,9236 0,1008 0,4878 2,3240 2,2683 0,2046 0,8061 1,1599 0,0977 0,5099 2,7782 3,1215 0,2378 1,0681 1,7266 0,0890 0,6553 3,7768 3,8692 0,3268 1,2656 2,1929 0,0840 0,6889 4,5581 4,8254 0,3372 1,3753 2,9891 0,1238 0,7703 5,5958 6,0731 0,5019 1,7919 3,6826 0,0966 0,9091 6,9822
KT 0,0101 0,0043 0,0187 0,0088 0,0040 0,0027
F hitung 3,73 1,59 6,90 3,24 1,49
Pr>F 0,0011 0,2218 0,0005 0,0097 0,2434
0,0401 0,0213 0,0733 0,0320 0,0249 0,0094
4,27 2,27 7,80 3,41 2,65
0,0004 0,1224 0,0002 0,0074 0,0885
0,1148 0,0975 0,1542 0,1154 0,0504 0,0174
6,59 5,60 8,85 6,63 2,89
<,0001 0,0090 <,0001 <,0001 0,0721
0,1418 0,1023 0,2015 0,1450 0,0488 0,0182
7,79 5,62 11,07 7,96 2,68
<,0001 0,0089 <,0001 <,0001 0,0860
0,1951 0,1189 0,2670 0,2158 0,0445 0,0234
8,34 5,08 11,41 9,22 1,90
<,0001 0,0131 <,0001 <,0001 0,1683
0,2418 0,1634 0,3164 0,2741 0,0420 0,0246
9,83 6,64 12,86 11,14 1,71
<,0001 0,0044 <,0001 <,0001 0,1999
0,3016 0,1686 0,3438 0,3736 0,0619 0,0275
10,96 6,13 12,50 13,58 2,25
<,0001 0,0062 <,0001 <,0001 0,1241
0,3796 0,2510 0,4480 0,4603 0,0483 0,0325
11,69 7,73 13,80 14,18 1,49
<,0001 0,0021 <,0001 <,0001 0,2433
KK (%)
30,94
29,04
21,87
20,49
20,77
18,89
17,85
15,90
34
Lampiran 9. Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap persentase bobot basah M. piperita pada eksplan daun Minggu ke 4
8
Sumber
db
Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi
16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44
JK 30,42 3,21 11,39 12,01 3,82 10,18 40,61 3108,67 109,38 2081,38 892,45 25,46 492,87 3601,54
KT
F hitung
Pr>F
1,90 1,60 2,85 1,50 1,91 0,36
5,23 4,41 7,83 4,13 5,25
<,0001 0,0217 0,0002 0,0023 0,0116
194,29 54,69 520,35 111,56 12,73 17,60
11,04 3,11 29,56 6,34 0,72
<,0001 0,0605 <,0001 0,0001 0,4940
KK(%)
30,54
21,00
Lampiran 10. Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap persentase bobot basah M. piperita pada eksplan internode Minggu ke 4
8
Sumber
db
Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi
16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44
JK 331,04 4,69 162,12 160,45 3,79 58,13 389,16 2590,16 150,15 1058,71 1348,91 32,38 362,36 2952,52
KT
F hitung
Pr>F
20,69 2,34 40,53 20,06 1,89 2,08
9,97 1,13 19,52 9,66 0,91
<,0001 0,3378 <,0001 <,0001 0,4131
161,88 75,08 264,68 168,61 16,19 12,94
12,51 5,80 20,45 13,03 1,25
<,0001 0,0078 <,0001 <,0001 0,3017
KK(%)
21,38
18,89
Lampiran 11. Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap persentase bobot kering M. piperita pada eksplan daun Minggu ke 4
8
Sumber
db
JK
Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi
16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44
135,62 7,81 55,26 57,86 14,68 39,21 174,83 26653,02 1402,84 15201,64 9983,82 64,71 5755,96 32408,98
KT
F hitung
Pr>F
8,48 3,91 13,82 7,23 7,34 1,40
6,05 2,79 9,87 5,16 5,24
<,0001 0,0786 <,0001 0,0005 0,0117
1665,81 701,42 3800,41 1247,98 32,36 205,57
8,10 3,41 18,49 6,07 0,16
<,0001 0,0472 <,0001 0,0001 0,8551
KK(%)
29,62
22,77
35
Lampiran 12. Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap persentase bobot kering M. piperita pada eksplan internode Minggu ke 4
8
Sumber
db
JK
Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi
16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44
2254,49 117,91 941,02 1175,64 19,91 1035,42 3289,91 22646,93 1405,73 10277,11 10523,16 440,93 5685,07 28332,00
KT
F hitung
Pr>F
140,91 58,96 235,26 146,96 9,96 36,98
3,81 1,59 6,36 3,97 0,27
0,0010 0,2209 0,0009 0,0030 0,7659
1415,43 702,87 2569,28 1315,39 220,47 203,04
6,97 3,46 12,65 6,48 1,09
<,0001 0,0453 <,0001 <,0001 0,3514
KK(%)
27,70
22,98
Lampiran 13. Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap rata-rata kadar air kalus eksplan daun M. piperita Minggu ke 4
8
Sumber
db
JK
Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi
16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44
22,61 3,68 6,78 10,33 1,82 9,17 31,77 238,33 26,48 91,55 120,29 0,02 1,69 240,02
KT
F hitung
Pr>F
1,41 1,84 1,69 1,29 0,91 0,33
4,32 5,62 5,17 3,94 2,78
0,0004 0,0089 0,0030 0,0031 0,0792
14,90 13,24 22,89 15,04 0,01 0,06
246,70 219,26 379,05 249,02 0,13
<,0001 <,0001 <,0001 <,0001 0,8754
KK(%)
29,89
2,91
Lampiran 14. Sidik ragam pengaruh 2,4-D dan kitosan terhadap rata-rata kadar air kalus eksplan internode M. piperita Minggu ke 4
8
Sumber
db
JK
Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi Perlakuan Kitosan 2,4-D Kitosan*2,4-D Ulangan Galat Total Terkoreksi
16 2 4 8 2 28 44 16 2 4 8 2 28 44
195,92 9,59 89,87 95,67 0,79 25,44 221,36 238,01 28,88 72,92 136,02 0,19 3,17 241,18
KT
F hitung
Pr>F
12,25 4,80 22,47 11,96 0,39 0,91
13,48 5,28 24,73 13,16 0,43
<,0001 0,0113 <,0001 <,0001 0,6525
14,88 14,44 18,23 17,00 0,09 0,11
131,58 127,71 161,24 150,39 0,84
<,0001 <,0001 <,0001 <,0001 0,4440
KK(%)
14,32
4,01
36
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 27, Desember 1990 di kota Serang, Banten dan merupakan anak ke-4 dari 6 bersaudara. Sejak lahir penulis tinggal dan dibesarkan di kota Cilegon. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas pada tahun 2009 di SMAN 1 Serang. Kemudian pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di jurusan Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama perkuliahan penulis aktif di beberapa kegiatan departemen. Selain itu penulis juga merupakan anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Uni Konservasi Fauna (UKF) di Divisi Konservasi Reptil Amfibi (DKRA). Penulis juga berpartisipasi dalam beberapa kegiatan antara lain Ekspedisi Global, Metamorfosa 8, Olimpiade Lingkungan, dan UKF EXPO. Selama perkuliahan penulis juga aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar bioteknologi tanaman.
37