Jur. Embrio (7) (2) (81-89) 2014
ISSN No.2085-403X
Optimalisasi Produksi Embrio dengan Penambahan Glutathione dalam Media Pematangan dan Kultur Embrio Kerbau Secara In Vitro (Optimalisation embryo production by glutation addition in maturation media and buffalo embryo culture by in vitro condition) oleh: John Hendri , Harissatria 1) dan Rica Mega Sari 1) 1)
1)
Prodi Peternakan Fakultas Pertanian Univ. Muhammad Yamin Solok Email:
[email protected]
ABSTRACT The concentration of high fat content in the media oocyte maturation and embryo culture media water buffalo In Vitro very influential and sensitive to an increase in oxidative stress that occurs in conditions in vitro. An increase in oxidative stress were higher in the process of maturation and embryo culture in vitro of water buffalo, will result in low rate of maturation and the low percentage of fertilized oocytes in In Vitro. The purpose of this study was to determine the concentration of the addition of glutathione (GSH) is appropriate in the medium of water buffalo oocyte maturation in vitro. Increase the percentage of oocyte maturation and fertilization of buffalo in In Vitro. Materials used in this study is ovarian buffaloes and methods used in this study is the experimental method in the laboratory. Based on the results of this study concluded that the addition of glutathione, 1.5 mM in media oocyte maturation buffalo in vitro provide a significant influence on the percentage of maturation that (P <0:01) or 62.5% and in line with the high percentage of oocytes buffalo mature in the treatment of the addition of glutathione 1.5 mM, the percentage of fertilized oocytes were also higher, namely 88.98%. Keywords: Maturation, fertilization, oocytes, buffalo, in vitro
PENDAHULUAN Optimalisasi untuk meningkatkan produktivitas produksi embryos kerbau secara In Vitro telah banyak dilakukan dan diupayakan semaksimal mungkin untuk penerapan teknologi reproduksi seperti Transfer Embrio (TE). Salah satu keutamaan penerapakan aplikasi teknologi fertilizationIn Vitro (FIV) adalah untuk memproduksi embryos secara banyak dan murah dan merupakan alternatif untuk meningkatkan populasi ternak kerbau, meningkatkan produktifitas dan mutu genetik ternak kerbau. Walaupun penerapan aplikasi Optimalisasi Produksi......
teknologi fertilizationIn Vitro akan mendapatkan embryos secara banyak, murah dan seragam, tetapi kendala yang sering muncul selama proses maturation oocytes, fertilization dan cultureembryos kerbau secara In Vitro adalah tidak sempurnnya kesesuaian komposisi media maturation oocytes, komposisi mediumcultureembryos dengan kondisi fisiologis oosit kerbau yang di maturation secara In Vitro. Ditinjau dari aspek fisiologis, oosit dan embrio kerbau mengandung kadar lemak yang tinggi selama proses 82
Jur. Embrio (7) (2) (82-90) 2014
maturation dan selama proses cultureembryos secara In Vitro(Boni et al., 1992). Konsentrasi kadar lemak yang tinggi pada medium maturation oocytes dan medium cultureembryos kerbau secara In Vitro, sangat berpengaruh dan sensitif terhadap peningkatan stres oksidatif yang terjadi dalam kondisi In Vitro(Gasparrini et al., 2003). Upaya untuk mengurangi peningkatan terjadinya stres oksidatif yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kadar lemak dalam medium maturation dan medium culture yang di sekresikan oleh oocytes dan embryos, maka diperlukan bahan-bahan kimia tertentu untuk mengurangi resiko tersebut selama proses maturation dan cultureembryos secara In Vitro. Salah satu bahan kimia yang dapat mengurangi stres oksidatif bagi sel mamalia yang di maturation dan selama culture secara In Vitro adalah glutathione (GSH) (De Matos dan Furnus, 2000). Glutathione (C10,H17,N3O6S) dan derivatnya yang merupakan tri-peptida (y-Glu-Cys-Gly) dapat mempengaruhi banyak aspek metabolisme, diantaranya membantu detoksifikasi dan transport dari y-glutamilamino acid, sehingga diharapkan dapat meningkatkan persentase fertilizationIn Vitro yang pada akhirnya bisa meningkatkan persentase embryos sampai morula dan blastosist (De Matos dan Furnus, 2000). Belum optimalnya tingkat keberhasilan teknologi FIV pada kerbau yang disebabkan tingginya kadar lemak pada saat maturation dan culture embryos In Vitro, maka dilakukan upaya untuk meningkatkan keberhasilan (FIV) dengan berbagai perlakuan seperti penambahan bahan kimia glutathione (GSH) dengan konsentrasi yang tepat kedalam medium maturation oosit dan medium culture embryos secara In Vitro.
Optimalisasi Produksi......
ISSN No.2085-403X
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Reproduksi, Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Ovary kerbau dikoleksi dari Rumah Potong Hewan (RPH) sebagai sumber sel telur (oocytes), segera setelah kerbau dipotong dengan menggunakan medium Phosphatebuffered saline (PBS) bersuhu sekitar 35°C dalam termos. Setibanya di laboratorium ovary dicuci dengan PBS segar dan ditempatkan di gelas piala dalam air bersuhu 37°C. Dari folikel berukuran <5 mm, oocytes diaspirasi dengan medium PBS menggunakan spoit 10 cc dan jarum suntik berukuran 18 G. Setelah ovarr diaspirasi oocytes nya, maka dilakukan pengirisan untuk mencari oocytes yang mungkin masih tertinggal didalam medium dengan cara mengiris ovary secara hati-hati dan kemudian disemprot dengan medium PBS dan ditampung dalam cawan petri berdiameter 5 cm. Oosit dari tabung kerucut dipindahkan dalam cawan petri berdiameter 10 cm dengan menggunakan pipet pasteur steril. Oocytes dikoleksi dan diseleksi dibawah mikroskop stereo, kemudian di culture dalam medium maturation TCM-199 yang diperkaya dengan FSH, serum dan gentamicin di dalam incubator Co2 5% bersuhu 38.5°C dan kelembaban 90% selama 24 jam. Pada medium maturation TCM-199 dilakukan penambahan glutathione dengan konsentrasi 0, 0.5, 1, dan 1.5 mM sebagai perlakuan A, B, C dan D. Semen kerbau pejantan diperoleh dari RPH Bandar Buat Padang dan dikoleksi dilaboratorium menggunakan spoit 10 ml dan dilakukan penekanan disetiap saluran epididymis. Oocytes yang telah mengalami maturation dalam setiap perlakuan A, B, C dan D, 83
Jur. Embrio (7) (2) (81-89) 2014
ISSN No.2085-403X
dicuci dengan media TCM-199 dua kali dan sekali dalam medium fertilization, kemudian ditempatkan dalam medium Tyrode's albumin lactate pyruvate (TALP) 5 ml dan di injeksikan kedalam medium fertilization dengan konsentrasi 1 x sel spermatozoa (Triwulanningsih et al., 2001 a). Setelah diinkubasi bersama sperma selama 18 jam dalam incubator Co2 5%, oocytes dicuci dengan medium TALP 2 kali untuk menghilangkan sel-sel cumulus yang masih menempel di sekeliling oocytes. Selanjutnya oocytes dicuci kembali dalam medium TALP satu kali dan menghitung jumlah oocytes fertilized pada masing-masing perlakuan. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah persentase oocytes kerbau yang meture dalam masing-masing media perlakuan penamabahan glutathione (GSH) secara In Vitro. Persentase oocytes kerbau fertilized setelah dimatangkan dalam masingmasing perlakuan medium maturation secara In Vitro. Metode yang digunakan Tabel 2. Persentase Oosit Gluthatione (%) Perlakuan A (kontrol, 0% Gluthatione ) B (0.5 Gluthatione) C (1.0 Gluthatione) D (1.5 Gluthatione) Keterangan:
dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dan rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan sebagai kelompok. Data yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan menggunakan sidik ragam. HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase oosit kerbau yang matang dalam masing-masing media Perlakuan penamabahan glutathione (GSH) secara In Vitro Hasil penelitian yang dilakukan memperlihatkan bahwa persentase tertinggi oocytes kerbau yang matang atau mencapai M-II yang dimatangkan menggunakan inkubator selama 24 jam dalam media TCM-199 adalah oosit yang dimatangkan dengan penambahan gluthatione 1.5 mM. Tingkat kematangan pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini :
Kerbau yang Matang pada Berbagai Penambahan n 213 211 211 211
Persentase Oosit Kerbau Matang (%) 30.49a 31.91 a 42.23 a 62.51 b
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0.01).
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan gluthatione 1.5 mM dalam medium maturation oosit kerbau secara in vitro menghasilkan persentase maturation sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibandingkan maturation dengan penambahan gluthatione 0 mM, 0.5 mM dan 1.0 mM GSH. Sedangkan persentase maturation oosit kerbau dengan Optimalisasi Produksi......
penambahan gluthatione 0 mM, 0.5 mM dan 1.0 mM GSH tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Hal ini berarti bahwa penambahan gluthatione 1.5 mM dalam medium maturation oosit kerbau cukup efektif untuk meningkatkan keberhasilan maturation oosit kerbau secara in vitro.
84
Jur. Embrio (7) (2) (82-90) 2014
Persentase maturation yang lebih tinggi pada penambahan gluthatione 1.5 mM GSH diduga karena konsentrasi gluthatione 1.5 mM tersebut cukup efektif menahan stress oksidatif yang disebabkan oleh tingginya kadar lemak yang di sekresikan oleh oosit kerbau selama proses maturation. Lebih lanjut dijelaskan bahwa GSH memberi perlindungan terhadap kerusakan oksidatif yang terdapat dalam dua bentuk yaitu bentuk mereduksi (GSH) dan bentuk mengoksidasi (GSSG). Glutathione melindungi terhadap reactive oxygen species (ROS) dengan cara difasilitasi oleh interaksi dengan enzim-enzim seperti glutathione peroksidase dan glutathionereduktase. Dalam jaringan hewan, glutathioneperoksidase merupakan suatu selenium yang mengandung enzim antioksidan, mempercepat reduksi hydrogen peroksidase dan lipidperoksida dengan adanya GSH yang akan dikonversi menjadi GSSG. Mayor et al., (2001) menyatakan bahwa penambahan 1 mM GSH dalam medium maturation dapat meningkatkan level GSH intraseluler (3,23 pmol/oosit) dibandingkan dengan tanpa penambahan dan penambahan 0,25, dan 0,5 mM pada oosit kambing prepubertas. Konsentrasi GSH intraseluler pada proses maturation oosit in vitro mencerminkan tingkat pematangan sitoplasma (Funahashi etal., 1994), dan mungkin merupakan suatu indikator yang berharga dari pematangan sitoplasma (de Matos et al., 1997, Abeydeera etal., 1998, Furnus et al. 1998, de Matos dan Furnus, 2000). Sintesis GSH intraseluler secara normal berlangsung selama proses maturation sehingga penambahan GSH eksogen tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat maturation inti sel. de Matos et al., (2002) menyatakan bahwa
Optimalisasi Produksi......
ISSN No.2085-403X
GSH disintesis selama proses maturation baik secara in vivo maupun secara in vitro. Lebih lanjut dinyatakan bahwa konsentrasi GSH intraseluler oosit domba yang dimatangkan secara in vitro menggunakan medium TCM199 berkisar antara 4,2–6,5 pmol/oosit sedangkan yang dimatangkan secara in vivo berkisar 6,38±1,58 pmol/oosit (Livingston et al., 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi GSH intraseluler pada oosit domba yang dimatangkan secara in vitro dan in vivo tidak jauh berbeda, sehingga penambahan GSH dalam medium maturation tidak memberikan pengaruh yang optimal terhadap peningkatan jumlah oosit yang mencapai tahap metaphase II (MII), meskipun memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan seiring dengan peningkatan konsentrasi GSH yang ditambahkan. Beberapa peneliti mendapatkan bahwa penambahan GSH mungkin memberikan pengaruh yang positif pada maturation sitoplasma sehingga bisa mendukung pembentukan pronukleus pada penelitian ini. Penambahan GSH hanya pada medium culture hasilnya lebih baik dibandingkan dengan kontrol, karena penambahan GSH saat culture mungkin membuat kondisi culture lebih baik dari pada kontrol sehingga jumlah pronukleus yang terbentuk lebih banyak. Karja et al., (2006) menyatakan bahwa terjadi penurunan konsentrasi GSH di dalam sel mulai dari unfertilized oosit sampai berkembang menjadi blastosis. Lebih lanjut Kim et al., (1999) dan Zuelke et al., (2003) menjelaskan bahwa pada oosit yang mature, GSH mempunyai peran yang penting dalam pembentukan pronukleus jantan setelah
85
Jur. Embrio (7) (2) (81-89) 2014
ISSN No.2085-403X
fertilisasi. Maedomari et al., (2007) menyatakan bahwa GSH yang terdapat pada sitoplasma oosit berperan dalam proses pembentukan pronukleus dimulai dari pemecahan ikatan disulfida membran inti yang dilanjutkan dengan inisiasi dekondensasi kromosom. Tidak berpengaruh nyata tingkat maturation oosit dan tingkat fertilisasi oosit kerbau secara in vitro pada perlakuan 0 mM, 0.5mM dan 1.0mM GSH disebabkan karena pada dosis GSH tersebut belum mampu mengurangi konsentrasi lemak dan belum efektif menahan sters oksidatif yang disebabkan oleh tingginya kadar lemak dalam media maturation oosit kerbau secara In Vitro. Selain dari hal tersebut penyebab rendahnya angka pematangan dan fertilisasi oosit kerbau secara in vitro pada perlakuan 0 mM, 0.5 mM dan 1.5 mM GSH kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan individu kerbau/ovarium sebagai sumber oosit. Sebab setiap kali koleksi ovarium dari RPH, tidak semua ovarium berasal dari kerbau yang berumur sama, tetapi berasal dari kerbau afkir, kerbau terlalu muda atau kerbau yang sering dipakai sebagai tenaga kerja, sehingga kualitas oosit sebelum diberi perlakuan juga bervariasi yang mengakibatkan besarnya
keragaman hasil. Hal ini dapat diatasi dengan memperbanyak ulangan (Triwulanningsih et al., 2002). Tidak berpengarunya tingkat maturation dan fertilization oosit kerbau tersebut secara in vitro sesuai dengan pendapat Triwulanningsih et al., (2002) yang didapatkan dalam hasil penelitiannya yaitu (0; 0,25; 0,50; 0,75 dan 1,0 mM) pada medium fertilization tidak berpengaruh terhadap rataan persentase pembelahan oosit, morula, blastosist H8, oosit tidak terbuahi dan oosit yang mengalami degenerasi, sedangkan ulangan sebagai kelompok memberikan pengaruh yang cukup nyata. Persentase oosit kerbau yang terfertilisasi dalam masing-masing media perlakuan penamabahan glutathione (GSH) secara In Vitro Hasil penelitian yang dilakukan memperlihatkan bahwa persentase tertinggi oosit kerbau yang terfertilisasi adalah oosit yang dimatangkan dengan penambahan gluthatione 1.5 mM. Tingkat fertilization pada masingmasing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Persentase Oosit Kerbau yang terfertilisasi pada Berbagai Penambahan Gluthatione (%) Perlakuan A (kontrol, 0% Gluthatione ) B (0.5 Gluthatione) C (1.0 Gluthatione) D (1.5 Gluthatione) Keterangan:
n 65 67 89 132
Persentase Oosit Kerbau Terfertilisasi (%) 33.43a 47.60 a 48.50 a 88.98 b
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0.01).
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan gluthatione 1.5 mM dalam medium
Optimalisasi Produksi......
maturation oosit kerbau secara in vitro menghasilkan persentase oosit terfertilisasi sangat nyata (P<0.01)
86
Jur. Embrio (7) (2) (82-90) 2014
lebih tinggi dibandingkan maturation dengan penambahan gluthatione 0 mM, 0.5 mM dan 1.0 mM. Sedangkan persentase fertilization oosit kerbau dengan penambahan gluthatione 0 mM, 0.5 mM dan 1.0 mM tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Hal ini berarti bahwa penambahan gluthatione 1.5 mM dalam medium maturation oosit kerbau cukup efektif untuk meningkatkan keberhasilan fertilization oosit kerbau secara in vitro. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat keberhasilan maturation inti oosit secara in vitro, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat fertilization. Hal ini diduga bahwa peranan penambahan gluthatione sangat penting dilakukan pada saat maturation oosit kerbau secara in vitro. Pada saat maturation oosit kerbau secara in vitro, gluthatione berfungsi menekan stress oksidatif yang disekresikan oleh sel-sel dan oosit pada saat pematangan sehingga pada waktu oosit difertilisasi dengan spermatozoa cauda epididimis, maka akan semakin tinggi tingkat keberhasilan fertilization secar in vitro. Persentase oosit terfertilisasi yang lebih tinggi pada penambahan gluthatione 1.5 mM diduga karena peranan gluthatione yang sangat penting terhadap mengurangi stress oksidatif sel oocytes. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil yang dikemukakan oleh Urdaneta et al., (2004) bahwa penambahan 1,0 mM GSH dalam medium fertilization meningkatkan angka fertilization dari 10.61% menjadi 30.20% dibandingkan dengan tanpa penambahan GSH pada oosit kambing prepubertas. Lebih lanjut Kim et al., (1999) juga melaporkan penambahan 1 mM GSH dalam medium fertilization, jumlah embrio sapi yang mencapai tahap
Optimalisasi Produksi......
ISSN No.2085-403X
blastosis lebih tinggi (27.3%) dibandingkan dengan 0 mM (20.1%), 0.1 mM (21.8%) dan 10 mM (8.9%). Selanjutnya Maedomari et al., (2007) menyatakan bahwa GSH yang terdapat pada sitoplasma oosit berperan dalam proses pembentukan pronukleus dimulai dari pemecahan ikatan disulfide membran inti yang dilanjutkan dengan inisiasi dekondensasi kromosom. Lebih lanjut Zuelke etal., (2003) menjelaskan bahwa pada oocytes yang matang, GSH mempunyai peran yang penting dalam pembentukan pronukleus jantan setelah fertilisasi. Lee et al., (2003) menjelaskan bahwa faktor utama yang mengakibatkan kegagalan pembentukan pronukleus jantan setelah intracytoplasmic sperm injection (ICSI) pada oosit babi adalah konsentrasi GSH. Konsentrasi GSH dalam sitoplasma oosit hasil pematangan in vitro tergantung pada kondisi awal proses pematangan yang ditentukan oleh keberadaan sel-sel kumulus. Konsentrasi GSH dalam oosit menunjukkan tingkat kematangannya dan GSH memengaruhi keberhasilan dan perkembangan embrio selanjutnya (Maedomari et al., 2007, Furnus et al., 2008). Lebih lanjut dijelaskan bahwa di bawah kondisi fisiologi, level GSH tinggi pada oosit tikus dan hamster, penting untuk pembentukan pronukleus jantan setelah fertilisasi dan mendukung perkembangan embrio dini (Zuelke et al., 2003). Rendahnya angka fertilisasi pada perlakuan 0 mM, 0.5mM dan 1,0mM GSH adalah berkemungkinan tidak semua oosit telah mencapai stadium metaphase II, pada saat setelah difertilisasi tidak semua oosit dapat
87
Jur. Embrio (7) (2) (81-89) 2014
melakukan pembelahan dengan sempurna. Menurut De Matos dan Furnus (2000), glutathione dapat meningkatkan laju pembelahan atau cleavage rate dan perkembangan embrio sampai tahap blastosis, selanjutnya dijelaskan bahwa penggunaan glutathione pada medium fertilization dapat meningkatkan penetrasi spermatozoa pada saat fertilisasi in vitro, sehingga diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan fertilisasi in vitro yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas blastosis yang dihasilkan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian pada tahun pertama ini dapat disimpulkan bahwa penambahan glutathione 1.5 mM pada medium maturation oocytes kerbau secara in vitro memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase angka maturation yaitu (P<0.01) atau 62.5 % dan seiring dengan tingginya persentase oosit yang matang pada perlakuan penambahan glutathione 1.5 mM, maka persentase oosit yang berhasil terfertilisasi juga semakin tinggi yaitu 88.98 %. DAFTAR PUSTAKA Abeydeera LR, Wang WH, Cantley TC, Rieke A, Day BN. 1998. Coculture with follicular shell pieces can enhance the developmental competence of pig oocytes after in vitro fertilization: Relevance to intracellular glutathione. Biology Reprod 58: 213-218. Boni, R., Sangella, L., Dale, B., Rovello, S., Di Palo, R., Barbieri, V., 1992. Maturazione in vitro di oociti bufalini: indagine ultrastrutturale. Acta Med. Vet. 38:153-161.
Optimalisasi Produksi......
ISSN No.2085-403X
de Matos DG, Furnus CC, Moses DF. 1997. Glutathione synthesis during in vitro maturation of bovine oocytes: Role of cumulus cells. Biol Reprod 57: 14201425. De
Matos D.G. and C.C.Furnus. 2000.The importance of having high glutathione (GSH) level after bovine in vitro maturation on embryo development. Effect of beta-mercaptoethanol, cystein and cystine. Theriogenology 53:761-771.
Funahashi H, Cantley TC, Stumpf TT, TerlouwSL, Day B. 1994. Use of low-salt culturemedium with elevated oocyte glutathionelevels and enhanced male pronuclearformation after in vitro fertilization. BiolReprod 51: 633639. Furnus CC, de Matos DG, Moses DF. 1998.Cumulus expansions during in vitromaturation of bovine oocytes: Relationshiplevel and its role on subsequent embryodevelopment. Mol Reprod Dev 51: 76-83. Furnus CC, de Matos DG, Picco S, Garcia PP,Inda AM, Mattioli G, Errecalde AL. 2008.Metabolic requirements associated withGSH synthesis during in vitro maturationof cattle oocytes. Anim Reprod Sci 109: 88-99. Gasparrini, B., Sayoud, H., Neglia, G., de Matos, D., Donnay, I., Zicarelli, L., 2003. Glutathione synthesis during in vitro maturation of buffalo (Bubalus
88
Jur. Embrio (7) (2) (82-90) 2014
bubalis) oocytes: effects of cysteamine on embryo development. Theriogenology 60:943-952. Karja NWK, Kikuchi K, Fahruddin M, Ozawa M, Somfai T, Ohnuma K, Noguchi J, Kaneko H, Nagai T. 2006. Development to the blastocyst stage, the oxidative state, and the quality of early developmental stage of porcine embryos cultured in alteration of glucose concentrations in vitro under different oxygen tensions. ReproductiveBiology and Endocrinology 4:54. Kim I.H., A Van Langendockt, A. Van Soom, G. Van Roose, A.L.Casi, P.J.M. Hendriksen. and M. Bevers. 1999. Effect of exogenous glutathione on in vitro fertilization of bovine oocytes. Theriogenology. 52:537- 547. Lee J, Tian XC, Yang X. 2003. Failure of male pronucleus formation in the major cause of lack of fertilization and embryo development in pig oocytes subjected to intracytoplasmic sperm injection. Biol Reprod 68: 1341-1347. Livingston T, Rich K, MacKenzie S, Godkin JD. 2009. Glutathione content and antioxidant enzyme expression of in vivo matured sheep oocytes. Anim Reprod Sci 116: 265-273. Maedomari N, Kikuchi K, Ozawa M, Noguchi J, Kaneko H, Ohnuma K, Nakai M, Shino M, Nagai T, Kashiwazaki N. 2007. Cytoplasmic
Optimalisasi Produksi......
ISSN No.2085-403X
glutathione regulated by cumulus cells during porcine oocyte maturation affects fertilization and embryonic development in vitro. Theriogenology 67: 983993. Mayor P, Lopez-Bejar M, RodriguezGonzalez E, Paramio MT. 2001. Effects of the addition of glutathione during maturation on in vitro fertilization of prepubertal goat oocytes. Zygote 9: 323-330. Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip Dan Prosedur Statistika. Penterjemah Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka, Jakarta. Triwulanningsih, E., M. R. Toelihere, T. L. Yusuf, B. Purwantara dan K. Diwyanto. 2001a. Seleksi dan kapasitasi spermatozoa dengan metode percoll gradient untuk fertilisasi oosit dan produksi embrio in vitro pada Sapi (unpublished). Triwulanningsih, E, P. Situmorang, I. G. Putu, T. Sugiarti, A. M. Lubis, D. A. Kusumaningrum, W. Caroline dan R. G Sianturi. 2002. Penggunaan Glutathione dalam Medium Fertilisasi Guna Meningkatkan Persentase Blastosis Embrio Sapi. JITV Vol. 7. No. 2. Urdaneta A, Jimenez AR, Paramio MT, Izquierdo D. 2004. Cysteamine, glutathione and ionomycin treatments improve in vitro fertilization of pre pubertal
89
Jur. Embrio (7) (2) (81-89) 2014
goat oocytes. Zygote 12: 277-284. Zuelke KA, Jeffay SC, Zucker RM, Perreault SD. 2003. Glutathione (GSH) concentrations vary with
Optimalisasi Produksi......
ISSN No.2085-403X
the cell cycle in maturing hamster oocytes, zygotes, and pre-implantation stage embryos. Mol Reprod Dev 64: 106-112.
90