PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH PUTRA MANDIRI SEMARANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Tarbiyah
Oleh : Emmy F. W NIM. 3102150
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2008
Drs. H. Raharjo, M.Ed, St Rt 01/II Jambearum Patebon Kendal
PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp. : 5 (empat) eks. Hal
: Naskah Skripsi a.n. Saudari Emmy F W
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini saya kirim naskah skripsi saudari : Nama
: Emmy F W
NIM
: 3102150
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI) Judul
: PROBLEMATIKA
PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH PUTRA MANDIRI SEMARANG Dengan ini saya mohon agar skripsi tersebut dapat dimunaqosahkan. Demikian harap menjadi maklum. Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Semarang,
Februari 2008
Pembimbing
Drs. H. Raharjo, M.Ed, St NIP. 150 246 873
ب
ج
PERNYATAAN Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian pula skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan sebagai bahan rujukan.
Semarang, 2 Februari 2008 Deklarator
Emmy F. W NIM. 3102150
د
PERSEMBAHAN
Aku persembahkan karya ini teruntuk Bapak dan Ibuku
Terima kasih atas doa dan restu bapak dan ibu, semoga ananda dapat mengukir “bahagia” pada hari-hari bapak dan ibu selanjutnya setelah kisah berat dan panjang terlampaui. Adik dan sepupuku (Arip, Ema, Lany) Terima kasih atas supportnya selama ini. Teman-temanku paket C 2002 (Wee', Adel, Bejo, Awank, Pico, Saefuroh,) Semoga karya ini menjadi pemicu letupan semangat atas nama cita, Cinta, dan persahabatan kita.
ﻩ
ABSTRAK Emmy F W (NIM: 3102150), Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Skripsi. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2007. Dalam penelitian ini rumusan permasalahan yang diangkat adalah, bagaimana kreativitas guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam serta problematika dan solusi yang ditawarkan guru dalam mengembangkan kreativitasnya terhadap meode dan media pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Dari rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kreativitas guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis psikologi dan deskrptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mengembangkan kreativitas guru terhadap metode dan media pembelajaran pendidikan agama Islam, guru telah berhasil dalam mengoptimalkan kreativitasnya meskipun masih butuh pembenahan. Kreativitas yang telah dikembangkan tertuang dalam sebuah bentuk pembelajaran yang inovatif. Artinya selain menjadi seorang pendidik, guru juga menjadi seorang kreator. Kreativitas yang diterapkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran pendidikan agama Islam adalah dengan menciptakan sebuah model pembelajaran yang dekat dengan keseharian siswa secara nyata, artinya guru mampu menyinergikan pelajaran dengan kenyataan yang biasa ditemukan dalam kesehariannya dan disesuaikan dengan tingkat perkambangan siswa. Kreativitas serta aktivitas guru mampu menjadi inspirasi bagi para siswanya sehingga siswa terpacu motivasinya untuk belajar, berkarya dan berkreasi meskipun masih sederhana. Problematika mendasar yang dihadapi guru dalam mengembangkan kreativitasnya terhadap metode dan media pembelajaran pendidikan agama Islam yaitu adanya kesulitan siswa dalam memahami materi. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan kondisi kognisi siswa sehingga siswa kesulitan dalam menerima materi Pendidikan Agama Islam. Sedangkan solusi yang ditawarkan guru yaitu dengan mengadakan hubungan emosional antara guru dan siswa agar guru dapat menyesuaikan metode dan media yang tepat bagi siswa.
و
ز
MOTTO
… ﻢ ﺴ ِﻬ ِ ﻧﻔﹸﺎ ِﺑﹶﺄﻭﺍ ﻣﺮﻐﻴ ﻳ ﻰﺣﺘ ﻮ ٍﻡ ﺎ ِﺑ ﹶﻘﺮ ﻣ ﻐﻴ ﻳ ﻪ ﻟﹶﺎ …ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ “…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. ..” (QS. Ar-Ra'd: 11)1
,ﺖ ﺒﺼ ِ ﻒ ﻧ ﻴﺎ ِﻝ ﹶﻛﺠﺒ ِ ﻭِﺇﻟﹶﻰ ﺍﹾﻟ ,ﺖ ﻌ ِﻓﻒ ﺭ ﻴﺎ ِﺀ ﹶﻛﺴﻤ ﻭِﺇﻟﹶﻰ ﺍﻟ ﺖ ﺤ ِﻄﻒ ﺳ ﻴﺽ ﹶﻛ ِ ﺭ ﻭِﺇﻟﹶﻰ ﺍﹾﻟﹶﺄ “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan.” (QS. Al-Ghosiyah: 17-20)2
226.
1
Muhammad Yunus, Terjemahan Al-Qur’an al-Karim, (Bandung: Al-Ma’arif, t.th), hlm.
2
Ibid, hlm
ح
KATA PENGANTAR Alhamdulillaahirabbil ‘aalamiin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dengan judul “Kreativitas Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang”. Sholawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah menuntun kita kejalan yang lurus yakni agama Islam. Setelah melewati berbagai ujian dan cobaan, akhirnya laporan yang menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata I (S1) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo dalam Ilmu Tarbiyah ini dapat terselesaikan. Selesainya penyusunan laporan skripsi ini tentu saja tidak dapat dilepaskan dari peran serta dan bantuan banyak pihak. Oleh karena itu perkenankan penulis pada lembar ini menghaturkan banyak terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hadjar, M.Ed selaku Dekan Fakultas Tarbiyah yang telah mengabdikan jiwa dan raganya demi memajukan anak bangsa. 2. Bapak Drs.H. Raharjo, M.Ed, St selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga ditengah kesibukannya yang teramat padat. Terima kasih atas nasehat, motivasi, dan bimbingan yang sungguh tiada ternilai harganya. Mudah-mudahan Allah membalas segala kebaikannya. 3. Semua dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberi penulis bekal ilmu yang begitu besar dengan penuh kesabaran dan pengertian. 4. Staff karyawan
Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo Semarang yang senantiasa membantu penulis dalam mengatasi masalah administrasi selama penulis belajar. 5. Staff pengelola perpustakaan baik fakultas maupun institut yang telah memberikan pelayanan yang baik ketika penulis membutuhkan bahan rujukan sebagai referensi.
ط
6. Kepala Sekolah dan segenap terapis Sekolah Putra Mandiri Semarang yang telah memberikan izin dan kesempatan serta bantuannya. 7. Bapak (Fadlan) dan Ibu (Latifah) tercinta yang telah memberikan dukungan dan doa restunya. 8. Adik dan seluruh keluargaku yang penuh kerelaan dan kesabaran membimbing dan mengarahkanku dengan ilmu kehidupan karena cinta dan dukungan mereka sehingga karya ini ada. 9. Teman-temanku paket C (Wee', Adel, Bejo, Awank, Pico, Saefuroh, dll) yang telah memberikan support. 10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2002 yang baik hati yang telah membantu pengetikan skripsi ini, penulis ucapkan banyak terima kasih. 11. Teman-teman PPL (Dani, Mbak Ning, Lubis, Pak Say, Mustofa, Salis, Nina, Oliv, Faid, Mbak Anis, Mbak Alvi , Mbak Khasanah dan Awar) 12. Teman-teman KKN (Mami Larmi, Papi Trisno, Om Minan, Neng Aya', Idut, Comat Kartolo Ginting, Kasan, Aan, Bang Ali, Kak Ozzy, Cholis, Teh Ifa dan Pa'de Jamal) posko 23 di Pesantren Batang yang terus memberikan dorongan dan semangat. 13. Seluruh pihak yang mungkin belum dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam lembar ini karena keterbatasan yang ada. Hanya sepenggal ucapan terima kasih yang penulis ungkapkan, semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Akhir kata semoga sekelumit karya ini mampu memberikan manfaat bagi khazanah keilmuan di IAIN Walisongo Semarang khususnya dalam ilmu Tarbiyah, dan bagi kita semua yang membacanya. Amiin ya Robbal ‘Alamin.
Penulis
ي
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................
iv
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................
v
HALAMAN MOTTO ....................................................................................
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... viii KATA PENGANTAR ....................................................................................
ix
HALAMAN DAFTAR ISI .............................................................................
xi
BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Penegasan Istilah ....................................................................
5
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah .......................................
7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................
7
E. Telaah Pustaka .......................................................................
8
F. Metode Penelitian ..................................................................
11
G. Sistematika Penulisan .............................................................
15
BAB II : LANDASAN TEORI A. Autisme ...................................................................................
17
1. Pengertian Autisme ...........................................................
17
2. Karakteristik Autisme 3. Penyebab Autisme ............................................................
18
B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis ........................
22
1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis
22
2. Dasar Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis........
25
3. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis......
31
ك
4. Kurikulum Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis..................................................................................
33
5. Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis..................................................................................
35
6. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis.....
37
7. Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis.......
40
C. Kreativitas Guru Autis 1. Pengertian Kreativitas Guru Autis………………………... 41 2. Ciri-ciri Guru Kreatif Autis……………………………….. 45 3. Manfaat Kreativitas Bagi Guru Autis……………………… 48 4. Kompetensi Guru Autis……………………………………. 50 5. Dealapan Ketereampilan Guru Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis………………………………………... 53 BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum Sekolah Putra Mandiri Semarang ..............
57
1. Tinjauan Histotis ...............................................................
57
2. Visi dan Misi.....................................................................
57
3. Letak Geografis................................................................
58
4. Struktur Organisasi ...........................................................
58
5. Keadaan Guru dan Siswa ..................................................
59
6. Sarana dan Prasarana…………………………………….
60
B. Gambaran Khusus Sekolah Putra Mandiri Semarang .............
62
1. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam…………
62
2. Sistem Pembelajaran .........................................................
64
3. Kreativitas Guru ...............................................................
66
4. Problematika
yang
Dihadapi
Guru
dalam
Mengembangkan Kreativitasnya terhadap Metode dan Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Solusi yang Ditawarkan Guru...........................................
ل
69
BAB IV : ANALISIS
KREATIVITAS
GURU
DALAM
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK
AUTIS
DI
SEKOLAH
PUTRA
MANDIRI
SEMARANG A. Analisis terhadap Kreativitas Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam .......................................................
74
B. Analisis terhadap Problematika yang Dihadapi Guru dalam Mengembangkan Kreativitasnya terhadap Metode dan Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Solusi yang Ditawarkan Guru ...........................................................
84
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................
88
B. Saran-saran .............................................................................
88
C. Penutup ..................................................................................
90
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
م
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan UUD 1945 alenia 4 ditegaskan bahwa Pemerintah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum,
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
dan
ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.1 Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintah mengupayakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang terpadu, merata, setara / seimbang dengan basis mutu lokal, regional, dan internasional. Tujuannya untuk meningkatkan mutu sumber daya bangsa Indonesia, mengejar ketinggalan di segala aspek kehidupan dan menyelesaikannya dengan perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemerintah mengupayakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional termasuk Pendidikan Agama Islam bagi bangsa Indonesia, karena sepanjang hidup manusia membutuhkan pendidikan untuk kelangsungan hidupnya. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendali diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2 Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Oleh karena itu, setiap individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal, seperti : konsep, prinsip, kreativitas, tanggung jawab dan ketrampilan. Dengan kata lain, setiap individu perlu mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam maka terciptalah kehidupan 1
UUD 1945. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab I pasal 1, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006), Cet.3, hlm. 3. 2
2
religius dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa dapat menghayati dan mengamalkan ajarannya sesuai dengan agamanya. Sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 31 :
ﺎﺀﺳﻤ ﻼِﺋ ﹶﻜ ِﺔ ﹶﻓﻘﹶﺎ ﹶﻝ ﺃﹶﻧِﺒﺌﹸﻮﻧِﻲ ِﺑﹶﺄ ﻤ ﹶ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟ ﻢ ﺿﻬ ﺮ ﻋ ﺎ ﹸﺛﻢﺎﺀ ﹸﻛﱠﻠﻬﺳﻤ ﻡ ﺍ َﻷ ﺩ ﻢ ﺁ ﻋﻠﱠ ﻭ ( ٣١:ﲔ)ﺍﻟﺒﻘﺮﺍﺓ ﺎ ِﺩِﻗﻢ ﺻ ﺘﻻﺀ ﺇِﻥ ﻛﹸﻨـﺆﻫ “Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!" (QS. Al-Baqarah : 31)3 Ayat diatas menafsirkan kewajiban manusia untuk mengupayakan dan menyelenggarakan pendidikan termasuk Pendidikan Agama Islam. Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk kelangsungan hidup manusia dan untuk mengembangkan potensi diri guna memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendali diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Islam memandang bahwa setiap manusia diciptakan untuk beribadah pada Allah SWT. Kewajiban ini mutlak adanya dan berlaku untuk semuanya selagi mereka tetap dalam keadaan sadar, dalam arti mampu menggunakan akal dan hatinya untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Kewajiban manusia dalam membutuhkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk pedoman hidup sehingga agama merupakan standarisasi nilai-nilai sosial dimasyarakat
dan
untuk
melestarikannya,
maka
sangat
diperlukan
penyelenggaraan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Secara psikologis, agama sangat urgen diperlukan untuk memberikan bimbingan, arahan dan pengajaran bagi setiap muslim agar dapat beribadah dan bermuamalah dengan ajaran Islam. 3
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Surabaya: Mahkota, 1999), hlm. 14
3
Kewajiban tersebut diatas tidak hanya berlaku bagi orang normal saja tetapi juga berlaku bagi orang yang terbelakang (autisme) atau cacat mental walaupun mereka mempunyai kelainan pada saluran saraf tertentu atau kelainan mental. Karena tujuan manusia hidup didunia hanya untuk beribadah dan menyembah Allah SWT. Sehingga untuk menjalankan syariat agama dengan benar seseorang harus memperoleh pengetahuan tentang hal tersebut diatas. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Demikian pula dengan anak cacat mental atau terbelakang (autisme). Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak dapat lepas dari tujuan Pendidikan Agama Islam yang hendak dicapai, tujuan Pendidikan Agama Islam yang hendak dicapai tertuang dalam GBPP PAI yaitu : “meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dengan kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.4 Dari rumusan tujuan Pendidikan Agama Islam ini mengandung pengertian bahwa proses pendidikan agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah dimulai dari tahapan kognitif, afektif dan psikomotorik yang akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Kebutuhan akan pendidikan merupakan hak semua warga negara. Berkenaan dengan ini, di dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) secara tegas disebutkan bahwa : “tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”.5 Hak setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan sudah dijamin oleh hukum yang pasti dan bersifat mengikat. Artinya, pihak manapun tidak dapat merintangi atau menghalangi maksud seseorang untuk belajar dan mendapat pengajaran. Hak setiap warga negara tersebut tidak hanya berlaku bagi setiap anak normal saja, tetapi juga pada anak yang memiliki kelainan 4 5
GBPP PAI. UUD 1945.
4
khusus seperti autisme. Keadaan ini dipertegas lagi dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bab IV pasal 5 ayat 2, yaitu : “warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan latar sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.6 Hal ini sesuai dengan alQur’an surat Abasa ayat 1-4 :
ﻳﺬﱠﻛﱠﺮ ﻭ ﹶﺃ. ﺰﻛﱠﻰ ﻳ ﻌﻠﱠﻪ ﻚ ﹶﻟ ﺪﺭِﻳ ﻳ ﺎﻭﻣ . ﻰﻋﻤ ﻩ ﺍﹾﻟﹶﺄ ﺎﺀ ﺃﹶﻥ ﺟ.ﻮﻟﱠﻰ ﺗﻭ ﺲ ﺒﻋ (٤-١ :ﻯ )ﻋﺒﺲ ﺍﻟ ﱢﺬ ﹾﻛﺮﻌﻪ ﻨ ﹶﻔﹶﻓﺘ “Dia (Muhammad) mengerutkan muka (musam mukanya) dan berpaling. Karena Telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?”.7 Ayat diatas menjelaskan bahwa anak autis berhak mendapat pendidikan seperti anak normal lainnya termasuk Pendidikan Agama Islam. Pendidikan Agama Islam sebagai bekal untuk pedoman hidup sehingga agama merupakan standarisasi nilai-nilai sosial dimasyarakat. Autisme adalah sindroma (kumpulan gejala) di mana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autis seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autisme tidak termasuk golongan penyakit, tetapi suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Anak autis tidak mampu bersosialisasi, mengalami kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku berulang-ulang serta bereaksi tidak biasa terhadap rangsangan sekitarnya. Dengan kata lain, pada anak autis terjadi kelainan emosi, intelektual dan
6
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Op.Cit., hlm. 10. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Surabaya: Mahkota, 1999), hlm. 1024 7
5
kemauan (gangguan pervasif). Autisme adalah suatu keadaan di mana seorang anak berbuat semaunya sendiri, baik cara berfikir maupun berperilaku.8 Dalam pelaksanaan pendidikan bagi anak autis, terutama dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam sering dijumpai banyak permasalahan yang menghambat dalam mencapai tujuan Pendidikan Islam. Permasalahan tersebut bisa muncul dari peserta didik, lingkungan maupun faktor pendukung lainnya. Permasalahan yang muncul dari peserta didik (anak autis) yaitu adanya kelainan emosi, intelektual dan kemampuan (gangguan pervasif) yang merupakan suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Anak autis memiliki tingkat gangguan perkembangan yang berbeda-beda, antara penyandang autisme yang satu dengan penyandang autisme yang lain. Ada varian symptom yang ringan dan ada juga yang berat. Secara umum dapat dispesifikasikan ke dalam 3 hal yang mencakup kondisi mental, kemampuan berbahasa serta usia si anak. Adanya tingkat gangguan perkembangan yang berbeda-beda ini bergantung pada umur, inteligensia, pengaruh pengobatan dan beberapa kebiasaan pribadi lainnya. Sekolah Putra Mandiri Semarang adalah lembaga pendidikan khusus yang dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam terdapat problematika yang sangat beragam. Dari uraian di atas, penulis melihat pentingnya pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang dengan problematika dan solusinya. B. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahpahaman dan untuk memperjelas pokok masalah yang dibahas dalam penulisan skripsi ini serta sebagai batasan ruang lingkupnya, maka perlu kiranya penulis jelaskan beberapa istilah pokok yang ada dalam judul “Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang”, antara lain
8
Faisal Yatim, Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak, (Jakarta: Pustaka Populer, 2003), cet.VII. hlm. 9-10.
6
1. Problematika Problematika adalah persoalan yang belum terungkap sampai diadakan penyelidikan ilmiah dan metode yang tepat.9 2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Menurut E. Mulyasa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perilaku ke arah yang lebih baik.10 Sedangkan Pendidikan Agama Islam menurut Zakiah Darajat adalah bimbingan dan suhan yang diberikan kepada anak dalam pertumbuhan jasmani dan rohani untuk mencapai tingkat dewasa sesuai dengan ajaran Agama Islam dalam negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila.11 Sehingga pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perilaku ke arah yang lebih baik yaitu berupa bimbingan dan suhan yang diberikan kepada siswa dalam pertumbuhan jasmani dan rohani untuk mencapai tingkat dewasa sesuai dengan ajaran Agama Islam dalam negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila 3. Anak Autis
9
Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006), Cet. III, Hlm. 554 10 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 100 11 Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 173.
7
Anak adalah manusia yang masih kecil.12 Sedangkan autis berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti berdiri sendiri.13 Autisme adalah sindroma (kumpulan gejala) di mana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autis seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autisme tidak termasuk golongan penyakit, tetapi suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan.14 Dengan kata lain, pada anak autis terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan pervasif). Sehingga anak autis adalah manusia yang masih kecil yang mengalami penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, anak autis seperti hidup dalam dunianya sendiri. C. Pembatasan dan Rumusan Masalah Agar pembatasan skripsi ini dapat terfokus pada pokok permasalahan, maka penulis telah merumuskan beberapa pokok permasalahan yang perlu mendapatkan pembahasan dan pemecahan dalam penelitian skripsi ini. Adapun pokok permasalahan dalam pembahasan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang? 2. Problematika dan solusi apa yang ditawarkan guru dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang?
12
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kams Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet. III, hlm. 41 13 Hasan Sadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve, t.th.), hlm. 329. 14 Faisal Yatim, Op.Cit., hlm. 10.
8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah : a. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang. b. Untuk mengetahui problematika dan solusi yang ditawarkan guru dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Adapun nilai guna yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi penulis merupakan wahana untuk menambah wawasan ilmu serta menerapkan ilmu pengetahuan yang di dapat pada perkuliahan terutama yang berkaitan dengan masalah pelaksanan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak tidak normal termasuk anak autis. 2. Bagi Sekolah Putra Mandiri Semarang sebagai feedback dan bahan informasi bagi para guru secara umum dan khususnya bagi guru yang membelajarkan pendidikan agama Islam. 3. Bagi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang untuk menambah khazanah kepustakaan guna pengembangan karya-karya ilmiah lebih lanjut. E. Telaah Pustaka Sebagaimana dipaparkan dalam latar belakang dan perumusan masalah,
bahwa
penelitian
ini
akan
dipusatkan
perhatiannya
pada
problematika pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Untuk menghindari duplikasi tentang skripsi ini, berikut penulis paparkan beberapa karya yang berhubungan dengan penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Solikin, NIM : 310038. Penelitian ini berjudul pembelajaran PAI pada anak autisme di Sekolah Star Kids Pedurungan Tengah Semarang. Penelitian ini membahas kondisi fisik anak
9
autis, metode yang tepat dan efektif dalam pross belajar mengajar dan kemampuan motorik anak autis dalam mencapai pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Star Kids Center Pedurungan Tengah Semarang.15 Dari penelitian di atas, maka penulis mengkaji yang belum pernah diteliti sebelumnya, yaitu mengenai problematika pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Dalam penelitian ini penulis menitik beratkan pada problematika dan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Sedangkan untuk memberikan penjelasan tentang isi skripsi ini, maka penulis cantumkan beberapa telaah pustaka seputar problematika dan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis sebagai berikut : Pertama, karya H. Ahmad Syar’i berjudul Filsafat Pendidikan Islam. Buku ini berisikan tentang falsafah pendidikan Islam.16 Kedua,
karya
M.
Basyiruddin
Usman
berjudul
Metodologi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Buku ini berisikan tentang metode pembelajaran pendidikan agama Islam.17 Ketiga, karya Syaiful Bahri Djamarah dan Asma Zain berjudul Strategi Belajar Mengajar. Buku ini berisikan tentang strategi belajar mengajar. 18 Keempat, karya Theo Peeters berjudul Autisme. Buku ini berisikan tentang autisme secara umum.19 Kelima, karya Faisal Yatim, berjudul Autisme Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-Anak. Buku ini berisikan informasi bagi masyarakat dalam mengenal autisme.20
15
Solikin, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autisme di Sekolah Star Kids Pedurungan Semarang, (IAIN Walisongo Semarang, Fakultas Tarbiyah, 2005) 16 Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2005), Cet.1. 17 Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,2005). Cet.1. 18 Syaiful Bahri Djamarah dan Asma Zain, Strategi Belajar Mengaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. II 19 Theo Peeters, Autisme, (Jakarta: Dian Rakyat,2004), Cet.1. 20 Faisal Yatim, Op.Cit.
10
Dari beberapa literatur di atas, penulis mencoba mengkaji seputar problematika dan pembelajaran Pendidikan Agama Islam serta anak autis. F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif. Sedangkan data deskriptif dimaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian.21 Adapun tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui problematika serta solusi yang ditawarkan guru dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Sedangkan untuk memperkuat teori-teori yang dibahas, maka penulis lengkapi dengan penelitian kepustakaan (library research). 2. Fokus Penelitian Berdasarkan judul penelitian di atas, maka yang menjadi fokus penelitian adalah pelaksanaan dan problematika pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Adapun yang dikaji adalah pelaksanaan dan problematika dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang. 3. Sumber Data Sumber data adalah tempat di mana data diperoleh, diambil dan dikumpulkan. Sumber data dalam penelitian berbentuk kata-kata dan
21
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 18.
11
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainlain.22 Sumber data dalam penelitian ini berupa proses belajar dan informan. Proses belajar mengajar dalam penelitian ini adalah proses belajar mengajar yang dilakukan oleh para pendidik di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Sedangkan informan dalam penelitian ini adalah para pendidik di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Dari beberapa informan diharapkan dapat terungkap kata-kata dan tindakan yang dijadikan sebagai sumber utama. 4. Tehnik Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini, pengumpulan data dilakukan dengan mengguanakan metode: 1) Metode Observasi Ciri khas metode kualitatif adalah tidak dapat dipisahkan dari pengamatan. Observasi adalah mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara cermat tentang situasi di lapangan dengan cara berperan serta dalam kegiatan sehari-hari subyek, pada setiap situasi yang diinginkan peneliti.23 Dalam penelitian kualitatif, pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya, karena teknik ini dibesarkan atas pengulangan secara langsung. Dalam observasi ini menggunakan teknik observasi langsung. Observasi dilakukan dikelas pada saat proses belajar mengajar untuk mengetahui secara langsung mengenai problematika pembelajaran Pendidikan Agama Islam Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang. 2) Metode Interview Salah satu metode pengumpulan data ialah dengan jalan wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya 22
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2002), Cet.XVII, hlm. 112. 23 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 123
12
langsung kepada responden.24 Interview atau wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak, dikerjakan dengan sistematik dan berdasarkan pada tujuan penelitian.25 Dalam penelitian ini, penulis mengadakan wawancara untuk mengetahui problematika dan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Wawancara ini dilakukan secara langsung dengan guru yang mengajarkan Pendidikan Agama Islam. 3) Metode Dokumentasi Dokumentasi merupakan metode yang digunakan dengan mencari data melalui peningkatan tulisan, seperti arsip yang berupa catatan-catatan, transkip, buku agenda dan lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian.26 Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang gambaran umum Sekolah Putra Mandiri Semarang. Data ini berupa AD/ART, visi misi, letak geografis, struktur organisasi, keadaan guru, karyawan dan siswa serta sarana dan prasarana Sekolah Putra Mandiri Semarang. 5. Analisis Data. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan model miles dan huberman. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.27 Kegiatan dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
24
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metodologi Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 192. 25 Kuntjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : PT. Gramedia, 1993), hlm. 129. 26 S. Margono, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm. 165. 27 Sugiyono, Metodologi PenelitianPendidikan, (Bandung: Alfabet, 2006), hlm. 337
13
Analisis dilakukan untuk melihat secara seksama mengenai problematika dan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Adapun langkah-langkah dalam analisis data yaitu: a. Data Reduction. Data reduction adalah pencarian data yang diperoleh dari lapangan.
b. Data Display. Data display adalah menyajian data setelah mencari data yang diperoleh dari lapangan. c. Data Conclucion. Data conclucion adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Model interaktif dalam analisis data ditunjukkan pada gambar berikut;
14
Gambar. Komponen dalam analisis data.28
Berdasarkan gambar diatas, langkah awal yang dilakukan peneliti adalah pencarian data. Setelah pencarian data, maka peneliti melakukan antisipatory sebelum menyajikan data. Setelah menyajikan data kemudian mengambil kesimpulan.
28
Ibid, hlm. 338
BAB II LANDASAN TEORI
A. Autisme Istilah autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak barabad-abad yang lampau. Dr Leo Kanner (seorang pakar spesialis penyakit jiwa) melaporkan bahwa ia telah mendiagnosa dan mengobati pasien dengan sindroma autisme. Untuk menghormatinya autisme disebut juga sindroma kanner. 1. Pengertian Autisme Istilah autisme berasal dari bahasa Yunani yaitu autos yang berarti berdiri sendiri. Sedangkan isme yang berarti aliran. Berarti autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri. Faisal Yatim menegaskan dalam bukunya yang berjudul Autisme suatu Gangguan Jiwa Pada Anak, autisme bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autisme tidak termasuk golongan penyakit tetapi suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Menurut
Theo
Peeters,
autisme
merupakan
suatu
gangguan
perkembangan, gangguan pemahaman pervasif (kemauan) dan bukan bentuk penyakit mental. Penyandang autisme memiliki gaya kognisi yang berbeda, pada dasarnya berarti bahwa otak mereka memproses informasi dengan cara berbeda. Mereka mendengar, melihat dan merasa tetapi otak mereka memperlakukan informasi ini dengan cara yang berbeda. Sedangkan berdasarkan Dikdasmen Depdiknas, autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejala autisme mulai tampak sebelum anak berusia
tiga tahun. Bahkan pada autistik infantil (autisme berat) gejalanya sudah ada sejak lahir. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah suatu sindroma (kumpulan gejala) gangguan perkembangan yang menyangkut komunikasi dan sosial, kemampuan berbahasa, kepedulian terhadap sekitar, pemahaman pervasif sehingga anak autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri dan bukan suatu bentuk penyakit mental. Sindroma gangguan perkembangan yang dimiliki oleh anak autis berbeda-beda antara anak yang satu dengan yang lainnya. Ada yang ringan dan ada juga yang berat. Adanya tingkat gangguan perkembangan yang berbeda-beda tergantung pada umur, inteligensia, pengaruh pengobatan dan beberapa kebiasaan pribadi lainnya. 2. Karakteristik Autisme Sebagai sindrom, autisme dapat menimpa seluruh anak dari berbagai tingkat sosial dan kultur. Hanya lebih sering terdapat pada anak lelaki, bisa sampai 3-4 kali dibanding anak perempuan, mungkin ada hubungan genetik. Sebagian besar penderita autisme biasanya mengalami gangguan berbahasa, kejadian autisme di negara maju sekitar 5-15/10.000 penduduk. Karakteristik anak autis seperti digambarkan oleh Harry Gottesfeld yaitu From birth autistic children show no responsiveness to people. They fail to learn speech and do not seem interested in communicating or relating to other people. They sometimes learn words but use them for the sound contless time. Some autistic children are mistaken for being mentally retarded, but they show good motor development and there are other indicat in of normal intellectual capacities. They often relate to inominate objects and seem to enjoy playing with them. They also frequently enjoy motor activities and may engange in such repetitive toilet, or banging their heads against the wall. Sejak lahir anak autis tidak menunjukkan respon dan tidak menunjukkan adnya komunikasi atau seperti menggunakan bahasa planet. Terkadang mereka belajar kata untuk berkomunikasi tetapi hanya untuk mereka sendiri yang paham. Mereka selalu mungulang-ulang kata atau bunyi. Beberapa anak autis seperti
reterdasi mental tetapi mereka menunjukkan perkembangan sensor motorik (fisik) yang baik dan ada indikasi memiliki kecerdasan normal. Mereka selalu berimajinasi dan menikmati permainan mereka. Mereka juga menikmati kegiatan fisik seperti berguling-guling, berputar-putar dan mematikan keran air, pembilas toilet atau membenturkan kepala ke dinding. Pada dasarnya anak autis mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang: a. Komunikasi 1) Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada. 2) Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna. 3) Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya. 4) Mengecoh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa tidak dapat dimengerti orang. 5) Berbicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. 6) Senang meniru atau membeo (echolalia) 7) Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya. 8) Sebagian dari anak autis tidak berbicara (non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa. 9) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu. b. Interaksi sosial 1) Penyandang autisme lebih suka menyendiri. 2) Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan 3) Tidak tertarik untuk bermain bersama teman. 4) Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh. c. Gangguan sensoris 1) Saat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk. 2) Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
3) Senang mencium, menjilat mainan atau benda-benda. 4) Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut. d. Pola bermain 1) tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya. 2) Tidak suka bermain dengan anak sebayanya. 3) Tidak kreatif, tidak imajinatif. 4) Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-putar. 5) Senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda. 6) Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana. 7) Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif) 8) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan bolak balik, melakukan gerakan yang diulang-ulang. 9) Tidak suka para perubahan. 10) Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong. e. Emosi 1) Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan. 2) Temper tantrum (mengamuk tidak terkendali) jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya kandang suka merusak dan menyerang. 3) Kadang-kadang berperilaku menyakiti dirinya sendiri. 4) Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain. Kadang-kadang anak autis dapat berkembang normal namun pada usia tertentu
terjadi
gangguan
perkembangan
dan
akhirnya
mengalami
kemunduran. Kebanyakan inteligensia anak autis rendah. Namun, 20 % dari anak autis masih mempunyai IQ > 70. kemampuan khusus, seperti membaca, berhitung, menggambar, melihat penanggalan, atau mengingat jalanan yang
banyak liku-likunya kurang. Anak autis berarti anak yang kurang bisa bergaul atau kurang bisa mengimbangi anak sebayanya. Tetapi tidak sampai seperti anak Down Syandrome yang idiot, atau anak yang gerakan ototnya kaku, pada anak dengan kelainan jaringan otak. Perilaku autisme digolongkan menjadi dua jenis yaitu: a. Perilaku Eksesif (berlebihan) Perilaku eksesif ditandai hiperaktif dan tontrum (mengamuk) berupa menjerit, mengepak, menggigit, mencakar, memukul dan sebagainya. Terkadang dalam perilaku eksesif terjadi anak menyakiti diri sendiri (self abuse). b. Perilaku Defisit (berkekurangan) Perilaku defisit ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai (naik ke pangkuan ibu bukan untuk kasih sayang tetapi untuk meraih kue), defisit sensoris sehingga dikira tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat misalnya tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab dan melamun. B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis 1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pengertian pembelajaran pendidikan agama Islam pada anak autis, terlebih dahulu penulis kemukakan mengenai pengertian belajar. Karena belajar dan pembelajaran memiliki keterkaitan yang sangat erat. Definisi tentang belajar berbeda-beda menurut teori belajar yang dianut oleh para ahli. Menurut pendapat tradisional, belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Dalam hal ini dipentingkan pendidikan intelektual. Siswa diberikan bermacam-macam mata pelajaran untuk menambah pengetahuan yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal.
Pendapat yang lebih modern, menganggap belajar sebagai a change in behavior atau perubahan kelakuan, seperti belajar apabila ia dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukannya sebelum ia belajar, atau bila kelakuanya berubah sehingga lain caranya menghadapi suatu situasi dari pada sebelum itu. Dalam arti yang luas, ini melingkupi pengamatan, pengenalan, pengertian, perbuatan, ketrampilan, perasaan, minat, penghargaan dan sikap. Jadi belajar tidak hanya mengenai pendidikan intelektual, tetapi mengenai seluruh pribadi anak. Bertolak dari pengertian belajar di atas, maka pengertian pembelajaran menurut E. Mulyasa adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perilaku ke arah yang lebih baik. Sedangkan menurut Hamzah B. Uno yang dikutip dari pendapatnya Dedeng, pembelajaran adalah upaya untuk membelajaran siswa. Secara implisit, dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan dan pengembangan metode didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada. Pembelajaran yang dimaksud oleh Hamzah B. Uno hampir sama dengan pendapatnya OP Dahama dan op Bhatnagar yaitu: Teaching is prosess of creating situation the facilitate the learning process. Creating situation includes providing activities, materials, and guidance needed by the learnes. Pembelajaran adalah keadaan dari proses berkreasi. Situasi berkreasi termasuk menghasilkan aktifitas, materi dan petunjuk yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Dalam UU SISDIKNAS pasal 1 ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi pengertian pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar sehingga terjadi
perilaku ke arah yang lebih baik. Belajar mengacu pada hasil apa yang ingin dicapai sedang pembelajaran adalah proses dari belajar. Adapun pengertian Pendidikan Agama Islam yaitu: Menurut Ahmad Syafi’i Pendidikan Agama Islam ialah Ikhtiar yang dilakukan oleh si pendidik dan atau terdidik dalam rangka terbentuknya kedewasaan jasmani dan atau rohani (kognitif, psikologis dan afektif) terdidik sesuai dengan tuntutan ajaran Islam dalam rangka kebahagiaan hidup di duniawi dan ukhrawi. Penyelenggaraan pendidikan dikatakan pendidikan agama Islam paling tidak harus memenuhi dua kriteria yaitu materi dan tujuan serta personil dan lembaga pengelolaannya harus Islami. Sedangkan menurut Achmadi, Pendidikan Agama Islam ialah usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagaman subjek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Implikasi dari pengertian ini, Pendidikan Agama Islam merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan Islam. Pendidikan agama Islam berfungsi sebagai jalur pengintegrasian wawasan Islam dengan bidang-bidang studi (pendidikan) yang lain. Di dalam GBPP PAI, dijelaskan Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Jadi pengertian Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik untuk mengembangkan fitrah keberagaman siswa agar mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Dari berbagai uraian di atas dapat diambil pengertian pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis adalah proses interaksi anak autis dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar untuk
mengembangkan fitrah keberagaman anak autis agar mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat
dengan
memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. 2. Dasar Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis Dasar pembelajaran pendidikan adalah pandangan yang mendasari seluruh aktivitas pendidikan baik dalam rangka penyusunan teori, perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Karena pembelajaran pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan dan secara kodrati, manusia adalah makhluk pedagogik maka dasar pendidikan yang dimaksud tidak lain ialah nilai-nilai tertinggi yang dijadikan pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa dimana pendidikan itu berlaku. Sedangkan yang dimaksud dengan pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam autis ialah pandangan hidup islami atau pandangan hidup muslim yang pada hakekatnya merupakan nilai luhur yang bersifat transenden, universal dan eternal. Menurut Ahmad Syar’i, dasar pendidikan Islam bersifat mutlak, final dan permanen yaitu al-Qur'an dan al-Hadits dengan berbagai fungsinya antara lain, sebagai rujukan final, fundamen, sumber kekuatan dan keteguhan, landasan kerja, sumber peraturan dan atau sumber kebenaran penyelenggaraan pendidikan Islam. Searah dengan dasar Pendidikan Agama Islam maka Achmadi menyebutkan bahwa dasar Pendidikan Agama Islam adalah sumber-sumber nilai dalam Islam yaitu al-Qur'an dan sunnah rasul yang shahih. Karena banyaknya nilai yang terdapat dalam sumber tersebut, maka nilai yang dipilih dan diangkat beberapa diantara yang dipandang fundamental dan dapat meragukan berbagai
nilai yang lain yaitu tauhid, kemanusiaan, kesatuan umat manusia, keseimbangan dan rahmatan lil alamin. Sedangkan dasar pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis di Indonesia mempunyai dasar yang cukup kuat, baik landasan ideal maupun konstitusional. Hal ini dapat ditinjau dari tiga segi dasar yuridis atau hukum, dasar religius dan dasar sosial psikologis. Ketiga dasar tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Dasar Yuridis Dasar Hukum Yaitu dasar-dasar pelaksanaan Pendidikan Agama Islam autisme yang berasal dari peraturan perundang-undangan di Indonesia yang secara langsung dapat dijadikan pegangan dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam autis. Dasar yuridis meliputi:
1) Dasar Ideal yaitu Pancasila Dasar ideal pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis tertuang dalam pancasila pada: a) Sila pertama butir pertama yang berbunyi, “percaya dan taat kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. b) Sila kedua butir kedua yang berbunyi, ”mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membedabedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.” Maka untuk merealisasikan diperlukan pemahaman agama yaitu melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis. 2) Dasar Konstitusional
Dasar konstitusional pembelajaran Pendidikan Agama Islam autis tertuang dalam : a) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran” b) Undang-Undang Pasal 5 ayat 2 berbunyi: “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.. Pasal 29 ayat 3 berbunyi: “Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal dan informal”. 3) Dasar Operasional Dasar operasional pembelajaran Pendidikan Agama Islam tertuang dalam Tap MPR tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang dijabarkan dalam UU No 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Undang-undang ini dijabarkan lagi melalui peraturan-peraturan pemerintah yaitu : PP No. 27 tahun 1990 tentang pendidikan pra sekolah, PP No. 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar, PP No. 29 tahun 1990 tentang pendidikan menengah dan PP No. 30 tahun 1990 tentang pendidikan tinggi. Sedangkan pada sekolah-sekolah umum di bawah departemen pendidikan nasional diatur melalui surat-surat keputusan Mendikbud yaitu SK Mendikbud No. 060/U/1993 tertanggal 25 Januari 1993 tentang Kurikulum Pendidikan Dasar, SK Mendikbud No. 061/U/1993 tertanggal yang sama tentang Kurikulum Sekolah Menengah Umum dan SK Mendikbud No. 080/U/1993 tertanggal 27 Januari 1993 tentang Kurikulum Sekolah Kejuruan. Pada lembaga-lembaga lain yang mengelola pendidikan menyesuaikan dengan aturan-aturan tersebut. b. Dasar Religius Dasar religius pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis yaitu al-Qur'an dan hadits.
1) Dasar al-Qur'an yaitu : 1) QS. Al-Abasa ayat 1-4:
ﺰﻛﱠﻰ ﻳ ﻌﻠﱠﻪ ﻚ ﹶﻟ ﺪﺭِﻳ ﻳ ﺎﻭﻣ (2) ﻰﻋﻤ ﺍﹾﻟﹶﺄﺎﺀﻩ( ﺃﹶﻥ ﺟ1) ﻮﻟﱠﻰ ﺗﻭ ﺲ ﺒﻋ (4) ﻯ ﺍﻟ ﱢﺬ ﹾﻛﺮﻌﻪ ﻨ ﹶﻔ ﹶﻓﺘﻳﺬﱠﻛﱠﺮ ﻭ ( ﹶﺃ3) “Dia (Muhammad) bermuka musam dan berpaling. Karena telah datang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?” 2) QS. Az-Zaryat ayat 56
ﻭ ِﻥﺒﺪﻌ ﻴﺲ ِﺇﻟﱠﺎ ِﻟ ﺍﹾﻟﺈِﻧﻦ ﻭ ﺠ ِ ﺍﹾﻟﺧﹶﻠ ﹾﻘﺖ ﺎﻭﻣ “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. 2) Dasar hadits yaitu: HR Bukhari
ﻭﻟﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻔﻄﺮﺓ
ﻱla n g 10 2 5 ےے
ﻛﻞ ﻣﻮ ﻓﺄﺑﻮﺍﻩ ﻳﻬﻮﺩﺍﻧﻪ ﺍﻭﻳﻨﺼﺮﺍﻧﻪ ﺍﻭﳝﺠﺴﺎﻧﻪ
ÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿs4ÿÿÿÿng1025áæÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿrtlch
“Tiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci maka orang tualah yang menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (HR. Bukhari) HR Tirmidhi dan Jami’ash Shohih
ﺔﹰ ﺍﹶﻳﻟﹶﻮﻰ ﻭﻨﺍ ﻋﻮﻠﱢﻐﺑ “Sampaikanlah olehmu mengenai dari hal agama meskipun hanya satu ayat”.
c. Dasar Sosial Psikologis Yaitu dasar kejiwaan dan sosial manusia dalam membutuhkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis. Manusia dalam hidupnya di dunia senantiasa membutuhkan ajaran agama untuk pedoman hidup sehingga agama merupakan standarisasi nilai-nilai sosial di masyarakat dan fungsi memberikan inspirasi perkembangan sosial kemasyarakatan untuk melestarikan ajaran agama Islam, maka sangat diperlukan penyelenggaraan pembelajaran pendidikan agama islam baik untuk anak normal maupun untuk anak yang memiliki keterbalakangan mental seperti anak autis. Secara psikologis, agama sangat urgen diperlukan untuk memberikan bimbingan, arahan dan pengajaran bagi setiap muslim agar dapat beribadah dan bermuamalah dengan ajaran Islam. 3. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis Pada dasarnya, prinsip tujuan Pendidikan Agama Islam menurut Ahmad Syar’i yang dikutip dari al-Syaibani yaitu menyeluruh, keseimbangan, kejelasan, tidak ada pertentangan, realistis dan dapat dilaksanakan. Perubahan pada
arah
yang
dapat
dikehendaki,
menjaga
perbedaan-perbedaan
perseorangan dan dinamis serta menerima perubahan. Di samping sebagai standar dalam mengukur dan mengevaluasi tingkat pedoman dan arah proses pendidikan Islam itu sendiri. Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis yaitu: a. Tujuan instruksional Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami dan berlaku umum, karena sesuai dengan konsep Ilahi yang mengandung kebenaran mutlak dan universal.
1) Menurut Achmadi, tujuan instruksional meliputi: 1) Menjadikan hamba Allah yang paling taqwa.
2) Mengantarkan subyek didik menjadi khalifatullah fil ard (wakil Tuhan di bumi) yang mampu memakmurkannya (membudayakan alam sekitar) dan lebih lagi mewujudkan rahmat bagi alam sekitarnya, sesuai dengan tujuan penciptaannya. 3) Untuk memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai di akhirat, baik individu maupun masyarakat. 2) Menurut Hasan Langgulung, tujuan instruksional meliputi: Tujuan yang bersifat mutlak, artinya tidak akan mengalami perubahan baik dalam dimensi ruang atau waktu yang berbeda-beda. Karena tujuan ini mengandung kebenaran yang mutlak dan universal yang sudah jelas sebagaimana ditegaskan sendiri oleh Allah sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur'an surat adz-Dzariyat ayat 56, makna berbakti atau menyembah kepada Allah pengertiannya sangat luas. b. Tujuan Umum Berbeda dengan tujuan tertinggi yang lebih menekankan pendekatan filosofis, tujuan umum lebih menekankan pendekatan empirik, artinya tujuan yang diharapkan dapat dicapai ketika proses pendidikan diterapkan. Tujuan umum berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian siswa. Dikatakan umum karena berlaku bagi siapa saja tanpa dibatasi ruang dan waktu, dan juga menyangkut diri subyek didik secara total. Tujuan ini diharapkan siswa dapat mengalami perubahan pada sikap, perilaku dan kepribadian berdasarkan ajaran agama Islam yang dalam proses pembelajaranya disesuaikan berdasarkan tingkat perkembangan siswa. c. Tujuan Khusus Tujuan khusus adalah perubahan-perubahan yang diingini yang merupakan bagian yang termasuk di bawah tiap tujuan umum pendidikan. Tujuan ini merupakan gabungan pengetahuan, ketrampilan, pola laku, nilai-
nilai dan kebiasaan yang terkandung dalam tujuan tertinggi dan tujuan umum. Pengkhususan tujuan tersebut dapat didasarkan pada: 1) Kultur dan cita-cita saat bangsa dimana pendidikan itu diselenggarakan. 2) Minat, bakat dan kesanggupan subjek didik. 3) Tuntutan situasi, kondisi dan kurun waktu tertentu. Sehingga
pada
tujuan
khusus
ini
bersifat
relatif,
sehingga
memungkinkan diadakan perubahan dan penyesuaian baik yang berkaitan dengan tuntutan dan kebutuhan maupun berkaitan dengan kepentingan penyelenggaraan pendidikan secara umum berdasarkan pada ketiga pengkhususan tujuan di atas dan juga disesuaikan berdasarkan tingkat perkembangan siswa berdasarkan tingkat perkembangan siswa. 4. Kurikulum Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis Kegiatan utama pendidikan yaitu dalam rangka melaksanakan kurikulum yang telah ditetapkan, sehingga kurikulum merupakan bagian terpenting dari pendidikan. Di samping itu kurikulum juga berfungsi untuk menjabarkan idealisme, cita-cita pendidikan, ke dalam langkah-langkah nyata yang akan menjadi pedoman untuk melaksanakan proses pendidikan dan pengajaran. Kurikulum memiliki kedudukan yang sangat strategis karena menghubungkan idealisme pendidikan di satu sisi dan praktek pendidikan di sisi lain. Kurikulum berfungsi sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Kurikulum berfungsi untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu terciptanya perubahan perilaku peserta didik yang diharapkan oleh suatu lembaga pendidikan. Karena sebagai alat, maka kurikulum harus mampu memberikan gambaran yang lebih nyata tentang lulusan yang ingin dihasilkan oleh lembaga tersebut. Kurikulum harus memberikan pedoman tentang apa yang harus dihasilkan dalam rangka mencapai harapan tersebut. Sehingga kurikulum memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan corak perubahan yang menjadi tujuan utama pendidikan. Kurikulum harus konsisten dengan tujuan utama pendidikan dan harus dinamis menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat agar corak perubahan perilaku
yang diharapkan dan dihasilkan dalam proses pendidikan tidak menyimpang dari idealisme dan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah bahan-bahan Pendidikan Agama Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan agama Islam. Sedangkan tujuan pendidikan agama Islam yang tertuang dalam GBPP PAI yaitu meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dengan kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini, kurikulum pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis dapat dipilih, dimodifikasi dan dikembangkan oleh guru autis atau pelatih atau terapis atau pembimbing dengan bertitik tolak pada kebutuhan masing-masing anak autis berdasarkan hasil identifikasi. Karena anak autis memiliki kemampuan yang berbeda serta proses perkembangan dan tingkat pencapaian program juga tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Pemilihan dan modifikasi kurikulum juga disesuaikan dengan tingkat perkembangan kemampuan anak dan ketidakmampuannya, usia anak serta memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada. Pelayanan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak autis yang dimulai sejak dini (intervensi dini) dalam mengembangkan kurikulum mengacu pada: 1. Program Pengembangan Kelompok Bermain (Usia 2-3 tahun) 2. Program Taman Kanak-kanak (Usia 4-5 tahun) 3. Kurikulum Sekolah Dasar 4. Kurikulum SLB Tuna Rungu 5. Kurikulum SLB Tuna Grahita
Penyusunan program layanan Pendidikan Agama Islam dan pengajaran diambil dari kurikulum tersebut, dengan mempertimbangkan kemampuan dan ketidakmampuan (kebutuhan) anak dengan modifikasi. Mengenai materi yang diajarkan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak autis meliputi sub bidang studi yaitu akidah akhlak, fiqih, al-qur’an hadis, sejara islam dan bahasa arab. 5. Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis Untuk menciptakan pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan, seorang guru autis dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan pendekatan. Pendekatan (approach) merupakan pandangan falsafi terhadap subject matter yang harus diajarkan, yang urutan selanjutnya melahirkan metode mengajar, dalam pelaksanaannya dijabarkan dalam teknik penyajian bahan pelajaran. Pendekatan sangat penting untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan, sehingga guru autis harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan siswa. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam pada anak autis yaitu: a. Pendekatan Pembiasaan Pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu tanpa dipikirkan lagi. Dengan pembiasaan siswa terbiasa mengamalkan agamanya baik secara individu di tengah kehidupan masyarakat. b. Pendekatan Integralistik Dalam kamus Bahasa Inggris integralistik berarti menggabungkan atau menyatukan. Pendekatan ini dilakukan dengan menggabungkan atau menyatukan antara meteri yang satu dengan materi yang lainnya. Sehingga dalam proses belajar mengajar guru dituntut memiliki kemampuan dan pemahaman yang lebih terhadap berbagai disiplin ilmu. c. Pendekatan Emosional
Pendekatan emosional adalah usaha untuk menggugah perasaan dan emosi siswa dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran agamanya. Melalui pendekatan emosional, guru selalu berusaha untuk mendekati siswa memberikan simpati dan empati dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama yang sesuai dengan tuntutan al-Qur’an. Dengan sentuhan rohani diyakini sangat besar kontribusinya dalam memicu dan memacu semangat siswa dalam beribadah dan menuntut ilmu setiap orang yang disentuh perasaannya, secara otomatis emosinya juga akan tersentuh. d. Pendekatan Pengalaman (Experience approach) Pendekatan pengalaman yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada siswa dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Siswa diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman keagamaan baik secara individu maupun kelompok. Dengan pengalaman maka akan disadari akan pentingnya pengalaman itu bagi perkembangan jiwa siswa. Belajar dari pengalaman lebih baik dibandingkan dengan sekedar bicara. e. Pendekatan Keteladanan Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan baik yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara personal sekolah, perilaku pendidikan dan tenaga pendidikan lain yang mencerminkan akhlak yang terpuji maupun yang tidak langsung melalui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan. Guru adalah figur terbaik dalam pandangan siswa yang akan dijadikannya sebagai teladan dalam mengidentifikasikan diri dalam segala aspek kehidupannya. Sehingga keteladanan guru terhadap siswa merupakan kunci keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual dan sosial siswa. 6. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis Perkembangan mental peserta didik di sekolah antara lain meliputi kemampuan untuk bekerja secara abstraksi menuju konseptual. Implikasinya pada pembelajaran pendidikan agama islam pada anak autis harus memberikan
pengalaman yang bervariasi dengan metode yang efektif dan bervariasi. Pembelajaran harus memperhatikan minat dan kemampuan peserta didik. Penggunaan metode yang tepat akan menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga metode pembelajaran pendidikan agama islam pada anak autis harus dipilih dan dikembangkan untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa. Berikut dikemukakan beberapa metode pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru. a. Metode Drill Drill atau disebut latihan dimaksudkan untuk memperoleh ketangkasan atau keterampilan terhadap apa yang dipelajari, karena hanya dengan melakukannya secara praktis suatu pengetahuan dapat disempurnakan dan disiap-siagakan. Dengan metode drill maka akan terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut akan menjadi baik dan buruk tergantung proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru. b. Metode Karyawisata Metode karyawisata adalah metode pengajaran yang dilakukan dengan mengajak para siswa ke luar kelas untuk mengunjungi suatu peristiwa atau tempat yang ada kaitannya dengan pokok pembahasan. Metode ini akan memberikan pengetahuan yang luas terhadap pokok masalah atau pembahasan dengan melihat atau menunjukkan benda atau lokasi yang sebenarnya. Selain itu metode ini dapat melatih siswa bersikap lebih terbuka, objektif dan memiliki pandanga yang luas terhadap dunia. Metode ini baik untuk mengembangkan sosialisasi siswa terhadap lingkungan sekitar. c. Metode Ganjaran dan Hukuman Metode ganjaran dan hukuman adalah metode yang digunakan alQur’an guna memberikan ancaman hukuman atau sanksi terhadap mereka yang melakukan perbuatan jahat/kesalahan. Metode ini menghendaki guru autis memberi hukuman atau sanksi siswa apabila siswa berbuat tidak baik dan guru autis memberikan ganjaran atau hadiah apabila siswa berbuat baik
sebagai wujud kepedulian guru terhadap siswa. Namun pemberian ganjaran dan hukuman harus disesuaikan dengan kualifikasi perilaku anak didik, baik tingkat kebaikan atau prestasi yang mereka capai maupun kesalahan yang mereka perbuat. d. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi ialah suatu metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. Metode ini menghendaki guru lebih aktif. Gurulah yang memperlihatkan suatu proses, peristiwa, atau cara kerja suatu benda kepada peserta didik. Demonstrasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, dari yang sekedar memberikan pengetahuan yang sudah diterima begitu saja oleh peserta didik, sampai pada cara agar peserta didik dapat memecahkan suatu masalah. Dari beberapa metode diatas metode drill dinilai sangat efektif untuk pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis jika penerapannya pada siswa yang berusia kecil (autis infantil). Karena anak kecil memiliki “rekaman” ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang, sehingga mereka mudah terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari. Oleh karena itu, sebagai awal dalam proses pembelajaran pendidikan agama islam pada anak autis, metode pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa siswa. Karena pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak autis terlebih dahulu diutamakan syariat dari pada akidah. Ini sesuai dengan firman Allah surat Al-Hujurot: 14
ﻢ ﺎ ﹸﻥ ﻓِﻲ ﹸﻗﻠﹸﻮِﺑ ﹸﻜ ِﻞ ﺍﹾﻟِﺈﳝﺪﺧ ﻳ ﺎﻭﹶﻟﻤ ﺎﻤﻨ ﺳﹶﻠ ﻦ ﻗﹸﻮﻟﹸﻮﺍ ﹶﺃ ﻭﹶﻟ ِﻜ ﻮﺍﺆ ِﻣﻨ ﻢ ﺗ ﺎ ﹸﻗ ﹾﻞ ﹶﻟﻣﻨ ﺏ َﺁ ﺍﻋﺮ ﺖ ﺍﹾﻟﹶﺄ ِ ﻗﹶﺎﹶﻟ ﻢ ﺭﺣِﻴ ﺭ ﻪ ﹶﻏﻔﹸﻮ ﻴﺌﹰﺎ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﺷ ﻢ ﺎِﻟ ﹸﻜﻋﻤ ﻦ ﹶﺃ ﻢ ِﻣ ﺘ ﹸﻜﻳِﻠ ﻟﹶﺎﻮﹶﻟﻪﺭﺳ ﻭ ﻪ ﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﺗﻄِﻴﻌ ﻭِﺇ ﹾﻥ "Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. AlHujurot: 14)
7. Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis Media pendidikan merupakan suatu alat atau perantara yang berguna untuk memudahkan proses belajar mengajar, dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan siswa. Media pembelajaran pendidikan Pendidikan Agama Islam pada anak autis sangat membantu guru dalam mengajar dan memudahkan siswa menerima dan memahami pelajaran. Proses ini membutuhkan guru yang profesional dan kreatif yang mampu menyelaraskan antara media pembelajaran pendidikan agama islam pada anak autis dan metode pendidikan agama islam pada anak autis. Media pembelajaran pendidikan agama islam pada anak autis tidak terbatas pada alat-alat audiovisual yang dapat dilihat didengar melainkan siswa dapat melakukannya sendiri. Secara menyeluruh, pola media pembelajaran pendidikan agama islam pada anak autis terdiri dari: a. Bahan-bahan atau membaca (suplementari materialis) Misalnya, buku, komik, koran, majalah, buletin, folder, periodical, pamflet, dan lain-lain. b. Alat-alat audio visual, alat-alat yang tergolong ini seperti: 1. Media pendidikan tanpa proyeksi misalnya papan tulis, papan temple, papan planel, bagan diagram, grafik, karton, komik, gambar. 2. Media pendidikan ada tiga dimensi, misalnya pada benda asli dan benda tiruan contoh, diorama, boneka dan lain-lain. 3. Media yang menggunakan teknik atau masinal Alat-alat yang tergolong dalam kategori ini meliputi film strip, film, radio, televisi, laboratorium elektro perkakas atau instruktif, ruang kelas otomotif, sistem interkomunikasi dan komputer. c. Sumber-sumber masyarakat. Berupa obyek-obyek peninggalan sejarah, dokumentasi bahanbahan masalah-masalah dan sebagainya. d. Kumpulan benda-benda
Berupa benda-benda yang dibawa dari masyarakat ke sekolah untuk dipelajari, misalnya potongan kaca, benih, bibit, bahan kimia, darah dan lain-lain. e. Contoh-contoh kelakuan yang dicontohkan oleh guru Meliputi semua contoh kelakuan yang dipertunjukkan oleh guru waktu mengajar, misalnya dengan tangan, kaki, gerakan badan, mimik dan lain-lain. C.
Kreativitas Guru Autis 1.Pengertian Kreativitas Guru Autis a. Kreativitas Secara harfiah kreativitas berasal dari bahasa Inggris yaitu Creativity, yang artinya daya cipta. Sedangkan dalam bahasa Arab, kata kreativitas atau menciptakan biasanya menggunakan
kata ( ﺧﻠﻖmenjadikan, membuat,
menciptakan) (اﺑﺪعmenciptakan sesuatu yang belum pernah ada), اﻧﺸﺎء (mengadakan, menciptakan, menjadikan) ( اﺟﺪثmengadakan, menciptakan, membuat yang baru), ( ﺟﻌﻞmembuat, menciptakan, menjadikan), ﺻﻴﺮ (menjadikan) ( ﺻﻨﻊmembuat). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kreativitas diartikan sebagai kemampuan untuk mencipta, daya cipta, perihal berkreasi. Sedangkan Kamus Inggris Arab kreativitas berarti:
ﻗﺎﺩﺭ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺑﺘﻜﺎﺭ “Kemampuan untuk mencipta". Dari pengertian etimologi di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan sesuatu yang baru dan belum pernah ada.
Sedangkan dari segi terminologi kreativitas mempunyai arti yang sangat luas dan bermacam-macam. Sebagaimana dirumuskan oleh: Reni Akbar-Hawadi dkk., merumuskan kreativitas adalah kemampuan seseorang melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Conny Semiawan dkk., merumuskan kreativitas adalah kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Sedangkan
Nining
D.
Soekarno
mengemukakan
kreativitas
merupakan proses berfikir dan bertindak kreatif dengan menghasilkan sesuatu yang setidaknya baru, bernilai, dan bermakna baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Ciri hakiki kreativitas terletak pada kreativitas terpuji yaitu suatu kemampuan manusia menciptakan yang terbaik sesuai dengan keadaan, minat dan kemampuan dirinya sehingga mampu menampilkan kreativitas terpuji yang menyejukkan, menyenangkan, menumbuhkan rasa adil dan damai diantara sesama manusia yang sampai pada maknanya paling tinggi yaitu bernilai indah. Jadi yang dimaksud dengan kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang setidaknya baru, bernilai dan bermakna baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. b. Guru Guru adalah pendidik secara etimologi dalam bahasa arab identik dengan mualim ( )ﻣﻌﻠﻢdari kata allama ( )ﻋﻠﻢatau mudarris
( )ﻣﺪرسdari kata
darrasa ( )درسyang berarti mengajar, juga kata mu’addib ( )ﻣﺆدبdari kata addaba ( )ادبberarti mengajar dan murabbi ( )ﻣﺮﺑﻰdari kata raab ( )ربberarti mengasuh atau mendidik.
Sedangkan secara terminologi pengertian guru menurut Syafruddin Nurdin dan Basyiruddin Usman adalah seseorang yang bukan hanya pemberi ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, akan tetapi dia seorang tenaga profesional yang dapat menjadikan murid-muridnya mampu merencanakan, menganalisis, dan menyimpulkan masalah yang dihadapinya. Seorang guru hendaknya bercita-cita tinggi, berpendidikan luas, berkepribadian kuat dan tegar serta berprikemanusiaan yang mendalam. Menurut Nining D Soekarno mengutip dari pendapatnya Engkosworo dalam bukunya yang berjudul Menuju Indonesia Modern, mengemukakan pengertian guru adalah seorang tenaga pendidik yang bekerja menyampaikan ilmu pengetahuan (kognitif), mengembangkan sikap kepribadian (afektif) serta memberikan bekal ketrampilan (psikomotorik) kepada peserta didik, dalam ruang lingkup organisasi pendidikan di tingkat sekolah. Guru sebagai ujung tombak kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas atau sebagai orang yang mengemban dan mengembangkan berbagai bentuk pemikiran yang terkandung dalam kurikulum pendidikan serta berbagai aturan atau pedoman yang berkaitan dengan KBM di sekolah. Dengan demikian diperlukan komprehensivitas diri dari para guru antara lain, pemikiran, kemampuan, disiplin dan motivasi kerja serta kreativitas kerja yang diperlukan agar mencapai hasil yang maksimal menuju tercapainya tujuan pendidikan. Beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa guru adalah seorang tenaga pendidik profesional yang bekerja menyampaikan ilmu pengetahuan
(kognitif),
mengembangkan
sikap
kepribadian
(afektif)
memberikan bekal ketrampilan (psikomotorik) serta dapat menjadikan peserta didik mampu merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi peserta didik, dalam ruang lingkup organisasi di tingkat sekolah. Dari kedua uraian di atas dapat diambil kesimpulan yang dimaksud dengan kreativitas guru autisme adalah kemampuan seorang tenaga pendidik profesional yang bekerja menyampaikan hal yang bersifat kognitif, afektif dan psikomotorik serta dapat menjadikan siswa mampu merencanakan,
menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi siswa untuk menghasilkan sesuatu yang setidaknya baru, bernilai dan bermakna pada anak autis. 2. Ciri-ciri Guru Kreatif Autis Demi tercapainya tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam UU No 2 tahun 2003 maka diperlukan komprehensivitas diri dari para guru antara lain pemikiran, kemampuan, disiplin dan motivasi kerja serta kreativitas. Dari keberhasilan seorang guru autis dalam mengajar ditentukan oleh beberapa faktor baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal terdiri atas motivasi, kepercayaan diri dan kreativitas guru itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal lebih ditentukan kepada sarana serta iklim sekolah yang bersangkutan. Kreativitas merupakan kemampuan untuk mencipta (daya cipta) dan berkreasi. Implementasi dari kreativitas seseorang pun tidaklah sama, tergantung kepada sejauh mana orang tersebut mau dan mampu mewujudkan daya ciptanya menjadi sebuah kreasi ataupun karya. Menurut Slameto yang dikutip dari pendapatnya Sund menyatakan bahwa individu dengan potensi kreatif dapat dikenal melalui pengamatan ciri-ciri sebagai berikut: a. Hasrat keinginan yang cukup besar. Dalam proses belajar mengajar seorang guru harus memiliki motivasi yang tinggi dalam mengajar. b. Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru. Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru digunakan guru untuk menerima sesuatu yang belum pernah ada atau baru. c. Panjang akal Guru yang kreatif harus memiliki akal yang panjang sehingga segala sesuatunya dapat tertata dengan baik. d. Keinginan untuk menemukan dan meneliti. e. Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit.
Guru kreatif menyukai tantangan yang berat untuk menciptakan suatu yang baru yang belum pernah ada atau baru. f. Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan. g. Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas h. Berfikir fleksibel. Dalam kamus Bahasa Indonesia fleksibel berarti: mudah dan cepat menyesuaikan diri. Guru kretif cepat dan mudah menyesuaikan diri. i.
Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban lebih banyak. Guru kreatif tidak suka memberi jawaban singkat.
j.
Kemampuan membuat analisis dan sintesis. Guru kreatif memiliki kemampuan menganalisis.
k. Memiliki semangat bertanya serta meneliti. l.
Memiliki daya abstraksi yang cukup baik.
m. Memiliki latar belakang membaca yang cukup luas. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Utami Munandar di Indonesia terhadap sejumlah ahli psikologi menyebutkan ciri-ciri kepribadian kreatif yang diharapkan yaitu: a. Imajinatif. Dalam kamus Bahasa Indonesia imajinatif berarti daya khayal. Guru kreatif harus memiliki daya khayal khayal dan ingatan yang kuat untuk menemukan sesuatu yang baru. Ketika guru menemukan apa yang dilihat guru mampu menciptakannya dengan sesuatu yang baru. b. Mempunyai prakarsa (inisiatif) Guru kreatif selalu mempunyai ide untuk menciptakan. Ketika mengajar ide ini selalu muncul c. Mempunyai minat luas Guru kreatif mempunyai keinginan atau minat yang luas dalam berkreasi, seperti menciptakan metode yang berbeda dengan guru lain, menciptakan media dan lain-lain. d. Mandiri dalam berpikir atau mempunyai kebebasan dalam berfikir.
e. Bersifat ingin tahu/meneliti. Guru kreatif memiliki rasa ingin tahu terhadap apa yang dilihat. f. Senang berpetualang. g. Penuh energi h. Percaya diri Guru kreatif memiliki kepercayaan yang sangat kuat dan selalu percaya dengan kemampuan yang dimilikinya. i. Bersedia mengambil resiko Guru kreatif bersedia mengambil resiko dan bertanggung jawab dengan apa yang telah diperbuat. j. Berani dalam pendirian dan keyakinan. Guru kreatif memiliki
keberanian dalam bertindak serta memiliki
pendirian dan keyakinan. 3. Manfaat Kreativitas Bagi Guru Autis Dewasa ini ilmu dan teknologi berkembang maju dengan sangat pesat, tetapi di satu pihak pendidikan mengalami kemajuan sedang di pihak lain banyak dilontarkan kemunduran dan kegagalan pendidikan. Di tengah-tengah usaha di bidang pendidikan yang telah dan sedang dilakukan pemerintah dan lembaga-lembaga pendidikan lain, maka pengembangan kreativitas guru dipandang sebagai suatu respon positif dalam meningkatkan kualitas manusia seutuhnya. Guru merupakan salah satu komponen yang berperan utama di dalam pendidikan. Menurut Nining D. Soekarno yang mengutip dari pendapatnya Engkaswara dalam Menuju Indonesia Modern mengemukakan guru adalah seorang tenaga pendidik yang bekerja menyampaikan ilmu pengetahuan (kognitif), mengembangkan sikap kepribadian (afektif) serta memberikan bekal ketrampilan (psikomotorik) kepada peserta didik, dalam ruang lingkup organisasi pendidikan di tingkat sekolah. Guru sebagai ujung tombak kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas atau sebagai orang yang mengemban
dan
mengembangkan berbagai bentuk pemikiran yang terkandung dalam kurikulum
pendidikan serta berbagai aturan atau pedoman yang berkaitan dengan KBM di sekolah, sehingga diperlukan koprehensivitas diri dari para guru antara lain, pemikiran, kemampuan, disiplin dan motivasi kerja serta kreativitas kerja yang diperlukan agar mencapai hasil yang maksimal menuju tercapainya tujuan pendidikan. Guru autis harus mampu mengoptimalkan kreativitasnya, khususnya yang tertuang dalam sebuah bentuk pembelajaran yang inovatif. Artinya selain menjadi seorang pendidik, seorang guru autis juga harus bisa menjadi seorang kreator. Kreativitas yang bisa diterapkan oleh seorang guru autis dalam melaksanakan proses pembelajaran adalah dengan menciptakan sebuah model pembelajaran yang dekat dengan keseharian siswa secara nyata, artinya seorang guru harus mampu menyinergikan pelajaran dengan kenyataan yang biasa ditemukan dalam kesehariannya tergantung pada tingkat gangguan perkembangan yang berbedabeda antara penyandang autisme yang satu dengan penyandang autisme yang lain. Kreativitas serta aktifitas guru autis harus mampu menjadi inspirasi bagi para siswanya. Sehingga siswa akan lebih terpacu motivasinya untuk belajar, berkarya dan berkreasi tergantung. Karena pembelajaran yang
berhasil
adalah
pembelajaran yang terealisasi dalam keseharian siswa itu sendiri dengan baik. Gaya mengajar guru autis juga bergantung pada kreativitas guru itu sendiri, karena kreativitas memiliki korelasi dan signifikan dengan kepribadian seseorang, guru autis yang kreatif akan memiliki kepribadian yang lebih integratif mandiri dan percaya diri, otomatis akan mampu menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Selain itu, guru akan menciptakan iklim yang segar dan kondusif bagi anak didiknya agar mereka memiliki kemerdekaan, keberanian dan percaya diri untuk menyampaikan ide, gagasan, pemikiran dan pendapat mengenai pemahaman suatu materi pelajaran. Jiwa pantang menyerah juga harus ada pada guru autis yang kreatif sehingga ia akan terus berusaha dengan segala cara sampai berhasil. Sifat ulet dilandasi oleh kemauan dan keberanian berbuat dan perkuat oleh kepercayaan atas kemampuan sendiri. Keuletan ditunjukkan dalam usaha yang terus menerus,
usaha yang bervariasi sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada serta
bergantung pada tingkat gangguan perkembangan yang berbeda antara penyandang autisme yang satu dengan penyandang autisme yang lain. Sifat ulet diperlukan untuk mencapai suatu hasil dari proses yang panjang, berliku-liku sesuai dengan kemampuan, minat, bakat dan keadaan siswa serta bergantung pada tingkat gangguan perkembangan yang berbeda antara penyandang autisme yang satu dengan penyandang autisme yang lain. Kreatifitas dilandasi dedikasi dan kemauan kerja disertai oleh kepercayaan yang mendalam mengenai bidang pekerjaannya harus dimiliki guru autis yang kreatif dalam menciptakan situasi mengajar dan bahan pelajaran guna terciptanya tujuan pendidikan nasional. 4. Kompetensi Guru Autis Sebagai penunjang untuk mengembangkan kreativitas guru autis dalam mengajar Pendidikan Agama Islam, maka seorang guru autis juga harus memiliki kemampuan dasar atau kompetensi guru. Kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajibankewajiban secara bertanggungjawab. Kemampuan dasar atau kompetensi guru yang harus dimiliki guru autis menurut Glasser ada empat hal yang harus dikuasai guru, yaitu: a. Menguasai bahan pelajaran. b.
Kemampuan mendiagnosa tingkah laku siswa.
c.
Kemampuan melaksanakan proses pengajaran.
d.
Kemampuan mengukur hasil belajar siswa.
Cooper mengemukakan empat kompetensi guru autisme yaitu: a. Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia. b. Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya. c. Mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan bidang studi yang dibinanya. d. Mempunyai ketrampilan teknik mengajar. Dalam UU no.14 thn 2005 Bab IV pasal 10, kompetensi guru meliputi: a. Kompetensi Pedagogik.
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Guru
kreatif
hendaknya
memiliki
kemampuan
mengelola
pembelajaran peserta didik. Kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik harus dikuasai guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang kondusif dan efektif sehingga tujuan pendidikan bisa tercapai. b. Kompetensi Kepribadian Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Seorang guru autis harus siap dan sedia terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya siap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, siap toleransi terhadap sesama teman profesinya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaan. Seorang guru autis harus mencintai profesinya. Dengan mencintai profesinya maka ia akan berusaha untuk membentuk pribadi yang baik (berkepribadian) dan berahlak baik. Berkepribadian matang dan berkembang memungkinkan
ia
dapat
membimbing
peserta
didik
dalam
tahap
perkembangannya, mempunyai ciri-ciri kepribadian yang kuat dan seimbang, mempunyai visi tentang etika tingkah laku manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat, kemandirian pendidik dapat dilihat dari kemampuan dan kekuatannya serta keutuhannya dan keharmonisan sebagai pribadi yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas siswa. c. Kompetensi Profesional Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran
secara
luas
dan
mendalam
yang
memungkinkannya
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Guru profesional yang dituntut kreativitasnya hendaknya memiliki kemampuan penguasaan materi pembelajaran yang kuat dan luas. Pengetahuan ini perlu memberikan makna pada arah perkembangan siswa dan berubah melainkan berkembang menurut jenis pengalaman atau apapun yang dihayatinya. Sehingga guru autis akan lebih mudah dalam memahami peserta didik. Dan dengan menguasai IPTEK maka peserta didik dapat dibimbing untuk dapat mengikuti perkembangan IPTEK agar peserta didik tidak GAPTEK (gagap teknologi). Penguasaan IPTEK bagi seorang guru profesional
yang
dituntut kreativitasnya bukanlah pengetahuan yang
setengah-setengah, tetapi harus pengetahuan IPTEK yang tuntas, karena IPTEK itu sendiri berkembang dengan cepat. Guru yang tidak mempunyai dasar ilmu pengetahuan yang kuat akan tercecer dan tidak akan dapat mengikuti perkembangannya. Dari penjelasan tersebut di atas, haruslah terealisasi dalam bentuk ijazah.
Dengan mempunyai ijazah seorang guru akan diakui tingkat
kecerdasannya. d. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Seorang guru autis harus memiliki kompetensi sosial karena guru sebagai bagian dari masyarakat dan juga sebagai makhluk sosial yang membutuhkan komunikasi dan pergaulan. Komunikasi dan pergaulan dalam pembelajaran digunakan untuk menciptakan hubungan emosional antara guru dan peserta didik. Hubungan emosional yang baik antara guru dan
peserta
didik
untuk
memberi
bimbingan,
mengenal
dan
membangkitkan minat peserta didik terhadap ilmu, sehingga siswa benar-
benar mengalami pembelajaran yang menyeluruh dan integral sesuai dengan tingkat perkembangan minat, bakat dan kecakapannya.Selain itu guru autis juga harus menjalin komunikasi dan pergaulan yang efektif terhadap sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar guna mendukung jalannya proses belajar mengajar agar tujuan pendidikan tercapai. Dari keempat kompetensi di atas sudah barang tentu tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lainnya. Keempat bidang tersebut mempunyai hubungan hirarkis, artinya saling mendasari satu sama
yang lain, antara kompetensi yang satu
mendasari kompetensi yang lainnya. 5. Delapan Keterampilan Dasar Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Sehingga untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan diperlukan berbagai keterampilan. Keterampilan yang diharapkan dapat membantu dalam menjalankan tugasnya dalam interaksi edukatif. Keterampilan dasar mengajar adalah keterampilan mutlak yang harus dimiliki guru autis. Dengan keterampilan dasar mengajar, guru diharapkan dapat mengoptimalkan peranannya di kelas. Beberapa keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai guru autis dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu: a. Keterampilan memberi Penguatan (Reinforcement) Penguatan (reinforcement) merupakan respon terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut. Prinsip penguatan yaitu kehangatan, keantusiasan, ketermaknaan dan menghindari penggunaan respon yang negatif. Penguatan dapat dilakukan secara verbal, dan non verbal.
Pada proses belajar mengajar guru sering mengagungkan kebesaran Allah dengan melafatkan asma Allah seperti mengucap Subhanallah, Astaghfirullah dan lain-lain.
b. Keterampilan Bertanya Keterampilan bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta respons dari seseorang yang dikenal. Keterampilan bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir. Pada proses belajar mengajar guru memotivasi siswa agar siswa mau nertanya tentang pokok pembahasan yang sedang dibahas. c. Keterampilan menggunakan Variasi Keterampilan menggunakan variasi merupakan perbuatan guru dalam konteks proses belajar-belajar yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses belajarnya siswa senantiasa menunjukkan ketekunan, keantusiasan serta berperan serta secara aktif. Guru menggunakan variasi dalam kegiatan pembelajarannya yaitu variasi dalam gaya mengajar, penggunaan media dan sumber belajar, pola interaksi dan variasi dalam kegiatan. d. Keterampilan Menjelaskan Keterampilan menjelaskan adalah mendiskripsikan secara lisan tentang sesuatu benda, keadaan, fakta dan data sesuai dengan waktu dan hukumhukum yang berlaku. Pola yang digunakan bergantung pada materi pembelajaran, kemampuan, usia dan latar belakang kemampuan siswa. e. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran Keterampilan membuka adalah perbuatan guru untuk menciptakan siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup pelajaran adalah mengakhiri kegiatan inti pelajaran. Maksudnya adalah memberikan gambaran menyuruh tentang apa yang telah dipelajari siswa, mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat
keberhasilan
guru
dalam
proses
belajar-mengajar.
Prinsipnya
yaitu
kebermaknaan serta berurusan dan berkesinambungan. Pada proses belajar mengajar utuk mengawalinya guru membuka pelajaran dengan membaca basmalah dan doa mau belajar serat menutupnya dengan mengucap hamdalah dan doa selesai belajar bersama-sama siswa. f. Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil Keterampilan diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur dan melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap maka untuk mengambil kesimpulan dan memecahkan masalah. g. Keterampilan mengelola kelas Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses interaktif edukatif. Prinsip yang diperhatikan dalam mengelola kelas adalah kehangatan dan keantusiasan, tantangan, bervariasi, luwes, penekanan pada hal-hal positif, serta penanaman disiplin diri. h. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap siswa dan menjalin hubungan yang lebih akrab antara guru dengan peserta didik maupun antara siswa dengan siswa. Keterampilan itu merupakan keterampilan yang cukup kompleks dan memerlukan penguasaan keterampilan-keterampilan sebelumnya.
BAB III PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH PUTRA MANDIRI SEMARANG
A. Gambaran Umum Sekolah Putra Mandiri Semarang 1. Tinjauan Historis Sekolah Putra Mandiri Semarang Sekolah Putra Mandiri Semarang merupakan sekolah formal yang berupa tempat terapi bagi anak dengan kebutuhan khusus atau abnormal, khususnya bagi anak autis untuk wilayah Kota Semarang maupun wilayah Jawa Tengah pada umumnya. Sejarah berdirinya Sekolah Putra Mandiri Semarang berawal dari kebutuhan akan wadah atau sekolah yang dapat menampung kemampuan anak autis sesuai dengan tingkat perkembangan kemampuan fisik dan mental anak autis. Dan untuk memberikan bekal ketrampilan agar nantinya anak autis dapat hidup mandiri di masyarakat. Mengingat anak autis adalah aset bangsa yang harus mendapatkan pendidikan untuk menunjang masa depannya, maka berdasarkan kebutuhan tersebut, maka pada tanggal 1 November 1999 para orang tua anak autis dan kalangan profesional pemerhati autisme di Semarang berihtiar untuk mendirikan sekolah yang diberi nama Sekolah Putra Mandiri Semarang di bawah Yayasan Pelita Persada Mandiri.1 Seiring berjalannya waktu dan informasi yang semakin menyebar luas, Sekolah Putra Mandiri Semarang bukanlah tempat terapi, tetapi sekolah untuk anak autis dan juga untuk anak dengan kebutuhan khusus yang lain. 2. Visi, Misi Sekolah Putra Mandiri Semarang a. Visi Sekolah Putra Mandiri Semarang Memberikan kesempatan bagi mereka yang kurang mampu agar bisa memberikan pendidikan bagi anak-anaknya yang menyandang autisme.2
1 2
Wawancara, dengan Drs. Naili Farida, MSi (Kepala Sekolah) tanggal 10 Januari 2007. Dok. Sekolah Putra Mandiri Semarang.
b. Misi Sekolah Putra Mandiri Semarang Membantu para penyandang autisme dan keluarganya dimana bisa dilakukan diagnosa dan intervensi serta pendidikan yang tepat dan terpadu bagi penyandang autisme. Sekolah khusus ini juga akan menjadi sarana penelitian serta menyediakan informasi bagi orang tua anak-anak autisme, serta bagi para profesional yang terkait dan masyarakat yang membutuhkan pelayanan tersebut.3 3. Letak Geografis Sekolah Putra Mandiri Semarang terletak di belakang Badan Diklat Jawa Tengah, tepatnya di Jalan Patrasari 1 NO. 6 Srondol, Semarang, No. Telp: 08156572963.4 lingkungan Sekolah Putra Mandiri Semarang tenang dan nyaman, karena jauh dari jalan raya sehingga pembelajaran menjadi efektif dan tidak terganggu. 4. Struktur Organisasi Sekolah Putra Mandiri Semarang merupakan sekolah swasta dibawah Yayasan Pelita Persada Mandiri yang kepengurusannya di bawah Yayasan Pelita Persada Mandiri Semarang. Adapun struktur organisasi Sekolah Putra Mandiri Semarang sebagai berikut: Kepala Sekolah Dra. Naili Farida, M.Si
Guru Bu Ratih
Guru Bp Suminto
Guru Bu Fajar
Guru Bu Dina
Guru Bu Wida
Guru Bu Tutik
Guru Bu Ika
Mereka mempunyai tugas yang berbeda-beda namun esensinya tetap sebagai pengajar terapis dan mereka harus menguasai berbagai bentuk atau model dalam menangani siswa, baik fisik maupun psikis.
3 4
Ibid. Dok. Brosur Sekolah Putra Mandiri Semarang.
Adapun jadwal pendidikan/terapi di Sekolah Putra Mandiri Semarang sebagai berikut:5 Terapis
Pagi (07.00-10.00 WIB)
Siang(10.00-13.00 WIB) Sore (14.00-17.00 WIB)
Ratih
Dida
Maman
Aldi
Fajar
Bagas
-
Rian
Iim
Steven
Dipo
Sigit
Wida
Adam
Adam
Andika
Ika
Haedar
Hasbi
-
Tuti
Marsha
Raka
-
Dina
Riky
-
Irfan
5. Keadaan guru dan siswa a. Keadaan guru Pengajar di Sekolah Putra Mandiri Semarang tidak dipanggil sebagai guru tetapi disebut sebagai terapis. Adapun keadaan terapis di Sekolah Putra Mandiri Semarang sebagai berikut:6 No.
Nama
Pendidikan
Agama
Mulai Tugas
1
Ratih Danalia E, S.Psi,
S1 UNIKA
Islam
1 Nov 1999
2
Fajar Trisnaningrum, S.Psi
S1 UNIKA
Islam
1 Nov 1999
3
Sumino, Amd. Ot
D3 Okopasi Terapi
Islam
15 Sep 2000
4
Widayanti, Amd, Ot
D3 Okopasi Terapi
Islam
1 Des 2004
5
Ika Nurjiyati, S.Pd
S1 UNNES
Islam
4 Mei 2006
6
Tutik Sri Rahayu, Amd. Ft
D3 Okopasi Terapi
Islam
1 Sep 2006
7
Dina Tri Agustiningrum, Amd.
D3 Okopasi Terapi
Islam
1 Sep 2006
Ot
b. Keadaan siswa Di Sekolah Putra Mandiri Semarang tidak membatasi adanya keyakinan agama sehingga anak dengan latar belakang keyakinan agama apapun boleh sekolah di Sekolah Putra Mandiri Semarang.
5 6
Dok. Sekolah Putra Mandiri Semarang. Ibid.
Jumlah anak yang sekolah di Sekolah Putra Mandiri Semarang ada 16 anak, 2 anak putri dan 14 anak putra. Adapun data siswa sebagai berikut:7 No.
Nama
Usia
Gangguan
Agama
1.
Dida
13 tahun
Gangguan Konsentrasi (autisme sedang) Islam
2.
Maman
10 tahun
Autisme Ringan
Islam
3.
Aldi
8 tahun
Kosa Kata Lemah (Autisme Ringan)
Islam
4.
Bagas
6 tahun
Gangguan Motorik (Autisme Berat)
Kristen
5.
Rian
4 tahun
Susah Konsentrasi
Islam
6.
Steven
5 tahun
Hiperaktif(Autisme Berat)
Islam
7.
Dipo
8 tahun
Pemahaman Kurang
Budha
8.
Sigit
6 tahun
Kosa Kata Lemah
Islam
9.
Adam
10 tahun
Autisme Ringan
Islam
10.
Andika
8 tahun
Terlambat bicara (Autisme Berat)
Islam
11.
Haedar
7 tahun
Kosa Kata Lemah
Kristen
12.
Hasbi
10 tahun
Pemahaman Kurang
Kristen
13.
Marsha
6 tahun
Gangguan Motorik (Reterdasi Mental)
Islam
14.
Raka
7 tahun
Terlambat Bicara (Autisme Berat)
Islam
15.
Riky
4 tahun
Gangguan Konsentrasi (autisme sedang) Islam
16.
Irfan
3 tahun
Kosa Kata Lemah
Islam
Dari 16 anak yang terapi di Sekolah Putra Mandiri Semarang sementara ini yang dapat disimpulkan mengalami perkembangan dan perubahan yang cepat, baik materi agama maupun materi lainnya adalah Adam, Andika dan Dipo.8 6. Sarana dan prasarana Untuk
menunjang
keberhasilan
proses
pembelajaran
dan
pengembangan kreativitas guru di Sekolah Putra Mandiri Semarang, maka diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar proses pembelajaran
7 8
Dok. Arsip Sekolah Putra Mandiri Semarang. Dok. Laporan Perkembangan Tiap Semester
bisa berjalan lancar. Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki Sekolah Putra Mandiri Semarang sampai saat ini adalah: 1. Sarana pembelajaran meliputi: -
Ruang kelas
:7
-
Ruang Kepala Sekolah
:1
-
Kamar mandi
:1
-
Ruang okupasi
:1
-
Ruang keterampilan
:1
-
Ruang komputer
:1
-
Ruang TV/santai
:1
a. Perlengkapan pengajaran -
Meja
:1
-
Kursi
:2
-
Papan tulis
:1
-
Spidol
:1
-
Penghapus
:1
b. Perlengkapan belajar meliputi: -
Puzzle
-
Papan luncur
-
Peralatan menulis
-
Komputer : 2
-
Balok mainan
-
Matras
-
Manik-manik
-
Alat-alat okupasi
-
Ayunan
-
Alat-alat sensoris
-
Buku bergambar
-
alat-alat fisioterasi
-
TV color
-
VCD
2. Sarana administrasi Sarana administrasi yang dimiliki Sekolah Putra Mandiri Semarang antara lain: a. Buku induk b. Buku absen anak c. Buku nilai harian d. Buku evaluasi e. Buku laporan perkembangan tiap semester f. Buku okupasi g. Buku fisioterapi h. Buku konsultasi9
B. Gambaran Khusus Sekolah Putra Mandiri Semarang 1. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang Sekolah Putra Mandiri Semarang merupakan salah satu sekolah khusus formal di Semarang yang menyediakan program terapi bagi anak dengan kebutuhan khusus atau abnormal dan khususnya bagi anak autis sampai memasuki pendidikan sekolah dasar. Program terapi anak autis merupakan satu kesatuan program kegiatan belajar yang utuh. Program terapi ini berisi bahan-bahan pembelajaran yang disusun menurut pendekatan psikologis. Terapi yang dilaksanakan beragam yaitu terapi perilaku, terapi wicara, terapi okupasi fisioterapi dan sensori integrasi. Bahan-bahan terapi merupakan tema-tema yang dikembangkan lebih lanjut oleh guru menjadi program kegiatan pembelajaran yang operasional. c. Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang merupkan materi yang bersifat tambahan bagi siswa yang beragama Islam. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang bersifat tambahan tersebut karena mengingat kewajiban setiap manusia untuk beribadah pada Allah. Kewajiban ini mutlak adanya dan berlaku 9
Dok. Inventaris Sekolah Putra Mandiri Semarang
untuk semuanya selagi mereka tetap dalam keadaan sadar, dalam arti mampu menggunakan akal dan hatinya untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Kewajiban manusia dalam membutuhkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk pedoman hidup sehingga agama merupakan standarisasi nilai-nilai sosial di masyarakat. Dan untuk melestarikannya
sangat
diperlukan
penyelenggaraan
pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Secara psikologis, agama sangat urgen di perlukan untuk memberikan bimbingan, arahan dan pengajaran bagi setiap manusia agar dapat beribadah dan bermuamalah dengan ajaran Islam. Sehingga untuk menjalankan syariat agama dengan benar seseorang harus memperoleh pengetahuan tentang hal tersebut. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.10 d. Kurikulum pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kurikulum pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan di Sekolah Putra Mandiri Semarang yaitu kurikulum lokal, tidak ada kurikulum tertulis tetapi langsung aplikatif (penerapan). Adanya kurikulum lokal dan tidak tertulis karena belum ada kurikulum yang mengatur
secara
tersruktur
dan
sistematis
tentang
pembelajaran
Pendidikan Agama Islam dari Dinas Pendidikan dan Departemen Agama.11 Standar kurikulum yang digunakan mengacu pada usia anak normal. Contoh: untuk anak yang berusia 3 tahun maka standar kurikulumnya sama dengan anak usia playgroup. Sehingga anak dikatakan lulus dan berhasil bila siswa dapat berprilaku seperti siswa normal seusianya. Maka dari itu di Sekolah Putra Mandiri Semarang mempunyai tanggung jawab untuk merubah sektor fisik dan psikis siswa yang ada di dalamnya secara keseluruhan sampai terapinya berhasil. Kurikulum
pembelajaran
Pendidikan
Agama
Islam
yang
dikembangkan disederhanakan dari yang bersifat sederhana sampai yang bersifat komplek dan dari yang bersifat nyata sampai yang bersifat abstrak.
10
Wawancara, dengan Drs. Naili Farida, Msi (Kepala Sekolah) tanggal 20 Desember
11
Wawancara, dengan Drs. Naili Farida, Msi (Kepala Sekolah) tanggal 20 Desember
2006. 2006.
Pembelajarannya dilakukan secara continue dari yang mudah kemudian bertahap sampai yang rumit.12 Materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dikembangkan oleh guru atau terapis dengan bertitik tolak pada kebutuhan masing-masing anak berdasarkan indentifikasi, karena anak autis memiliki kemampuan yang berbeda serta proses perkembangan dan tingkat pencapaian program juga tidak sama antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Pemilihan dan modifikasi materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kemampuan anak sesuai usia anak serta memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada, sehingga tidak semua siswa di Sekolah Putra Mandiri Semarang mendapatkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan tidak semua terapis mengajarkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam karena keterbatasan anak-anak tersebut. Bidang-bidang pengembangan materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang diajarkan di Sekolah Putra Mandiri Semarang yaitu: b. Akidah ahlak Materi yang diajarkan meliputi: 1. Akidah, misalnya: keTauhidan (mengenal Allah).13 2.
Ahlak terhadap orang tua, misalnya: salam,14 penerapan perbuatan baik dan buruk (misalnya tidak boleh memukul, berbohong, dan lain-lain)15
3. Akhlak terhadap Allh, misalnya: menghafalkan doa-doa harian16 c. Fiqih (ibadah) Materi yang dikembangkan meliputi: sholat dan wudhu. d. Al-Qur’an (Iqra’) Materi yang diajarkan meliputi: baca tulis Al-Qur’an dan hafalan suratsurat pendek.17
12
Wawancara denga ibu Fajar tanggal 10 Januari 2007 Wawancara dengan ibu Fajar tanggal 10 Januari 2007. 14 Wawancara dengan ibu Ratih tanggal 11 Januari 2007. 15 Wawancara dengan bapak Sumino tanggal 12 Januari 2007. 16 Wawancara dengan ibu Ida tanggal 13 Januari 2007. 17 Wawancara dengan ibu Ida tanggal 10 Januari 2007. 13
c. Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk anak berkebutuhan khusus (autis) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan kebutuhannya masing-masing yang berbeda antar satu dan lainnya. Penyesuaian program pembelajaran yang dilakukan guru kelas disesuaikan dengan karakteristik spesifik, kemampuan dan kelemahan siswa, kompetensi yang dimiliki dan tingkat perkembangan siswa. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan metode dan media. Kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang dengan menggunakan pendekatan integralistik dengan prinsip terapi sambil belajar, yaitu pembelajaran pendidikan agama Islam dilaksanakan atau disisipkan dalam terapi.18 Materi, metode dan media pembelajaran di Sekolah Putra Mandiri di Semarang disesuaikan dengan tingkat perkembangan kemampuan anak dan ketidakmampuan usia anak serta memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada. d. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, metode merupakan elemen utama dalam pembelajaran. Penggunaan metode yang tepat akan menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Beberapa metode yang digunakan di Sekolah Putra Mandiri Semarang antara lain: 1. Metode Drill Metode drill digunakan pada materi akhlak. Metode ini diberlakukan dalam bentuk latihan yang membiasakan. Metode ini dinilai sangat efektif untuk pembelajaran ahlak pada anak kecil. Karena siswa yang rata-rata anak kecil memiliki “rekaman” ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang, 18
Wawancara, dengan Ibu Ratih tanggal 21 Desember 2006.
sehingga siswa mudah terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari. Guru sering mengingatkan siswa pada saat siswa akan melakukan suatu perbuatan. Contoh pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu: pada saat siswa berangkat sekolah, orang tua siswa mengantarkan siswa ke sekolah. Orang tua mengantarkan siswa sampai ke tangan guru, kemudian guru menyambut siswa dengan menyalaminya dan sambil mengajarkan siswa untuk mengucap salam. Saat memulai pembelajaran, guru membukanya dengan bacaan basmalah dan saat akan melakukan sesuatu, guru juga memulainya dengan bacaan bismilah.19 2. Metode demonstrasi Metode demonstrasi digunakan pada materi fiqih (ibadah), seperti shalat, wudhu dll. Pelaksanaan metode demonstrasi ini tidak dilakukan dalam program terapi tetapi di luar terapi (di jam istirahat waktu sholat dhuhur dan ashar). Ketika waktu sholat dhuhur atau ashar, guru sengaja sholat di ruang terbuka dengan tujuan agar siswa melihat guru/terapis sholat. Dan saat siswa mengetahuinya, rata-rata siswa tertarik dengan gerakan sholat tersebut, kemudian siswa akan mengikuti guru di sebelahnya. Meskipun siswa tidak mengetahui maksudnya sholat untuk apa, tetapi siswa mengetahui bahwa itu gerakan sholat.20 3. Metode karya wisata Metode karya wisata diberlakukan bagi siswa setiap 2 bulan sekali. Metode ini bertujuan untuk membelajarkan siswa dengan membawa siswa langsung ke obyek yang terdapat di luar kelas atau dilingkungan kehidupan nyata, agar siswa dapat mengamati dan mengalami secara langsung. Contoh: karya wisata ke masjid agung Jateng.21
19
Hasil Observasi Peneliti di Sekolah Putra Mandiri Semarang tanggal 15 Desember 2006-15 Januari 2007. 20 Ibid. 21 Wawancara dengan Kepala Sekolah (ibu Naili) tanggal 10 Januari 2007.
e. Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Disamping ada materi, dalam proses terapi didukung juga oleh alat atau media. Media pendidikan merupakan suatu alat atau perantara yang berguna untuk memudahkan proses belajar mengajar, dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan siswa. Media pendidikan
sangat
membantu
terapis
dalam
mengajar
dan
memudahkan siswa menerima dan memahami pelajaran. Beberapa
media
yang
digunakan
sebagai
kelengkapan
pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu: -
buku iqra’/qira’at
-
peralatan menulis
-
buku panduan hafalan, doa harian
-
buku juz ‘amma
-
puzzle22
-
gambar
-
gerakan badan
-
bentuk nyata(misalnya masjid, sajadah, dan lain-lain) f. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dalam melakukan evaluasi, guru telah melauinya denag
berbagai tahapan-tahapan. Sebelum siswa masuk menjadi siswa di Sekolah Putra Mandiri Semarang, terlebih dahulu siswa di diagnosa untuk mengetahui tingkat autisme anak. Diagnosa tersebut dilakukan oleh para ahli yang berwenang menangani autisme seperti dokter spesialis autisme, psikolog, dll. Hasil nilai diagnosa kemudian disampaikan kepada terapis sebagai acuan proses selanjutnya. Oleh terapis, hasil nilai diagnosa dipelajari untuk menentukan materi, metode, media dan cara penanganan yang lain dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Setelah menentukan materi, metode, media dan cara penanganan yang lain dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam selanjutnya guru mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama 22
Dok. Inventaris Sekolah Putra Mandiri Semarang.
Islam (meskipun tidak ada kurikulum tertulis). Sebagai hasil akhir dari terapi dan untuk menilainya maka dilakukan evaluasi yang dilakukan oleh semua guru dan kepala sekolah setiap hari sabtu. Keberhasilan dari kreativitas guru tidak luput dari peran keluarga untuk menilai dan melihat hasil penguasaan materi tersebut sesuai dengan arahan dan anjuran dari terapis. Hasil penilaian dari keluarga digunakan terapis sebagai bahan tambahan evaluasi. Secara lebih jelas tahapan tersebut digambarkan dalam skema sebagai berikut: SKEMA TAHAPAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH PUTRA MANDIRI SEMARANG Penderita Autisme (Anak autis)
Terapis
Diagnosa (Tahap
Tingkat keparahan
Persiapan)
(Tahap Konsentrasi)
Proses pembelajaran
Target terapi (tahap inkubasi)
Hasil laporan Periodik (raport)
Keluarga (orang tua)
Praktek di
Pengarahan
Penilaian
penguasaan materi
Sumber: Dikembangkan untuk Penelitian, penulis, 2006 2. Problematika dan Solusi Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis pasti ada problematika yang dihadapi. Problematika ini bisa
bersifat intern maupun extern. Demikian pula dengan Sekolah Putra Mandiri Semarang. Beberapa problematika tersebut yaitu: a. Tantrum pada anak autis: anak mengalami kesulitan moral over sehingga siswa susah untuk dikendalikan.23 b. Siswa kesulitan dalam memahami materi24 c. Tidak adanya kurikulum tertulis mengenai pembelajaran Pendidikan Agama Islam. d. Belum adanya buku pegangan khusus mengenai pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. e. Terbatasnya waktu pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Sedangkan
solusi
yang
ditawarkan
guru
dalam
mengatasi
problematika di atas yaitu: a. Penerapan
metode
dan
media
disesuaikan
dengan
tingkat
perkembangan anak25 b. Adanya
bimbingan
kelompok
dengan
siswa
lain
guna
mensosialisasikan antar siswa selama 30 menit di akhir jam terapi. c. Adanya hubungan emosional antara guru dengan siswa sehingga memudahkan guru untuk menyesuaikan metode dan media yang tepat bagi siswa.26 d. Adanya evaluasi yang dilakukan oleh para terapis dan kepala sekolah setiap hari sabtu.27 e. Adanya evaluasi bagi siswa berupa tes IQ setiap semester untuk mengetahui perkembangan siswa sehingga guru dapat menyesuaikan metode dan media yang akan digunakan. f. Adanya supervisi pembelajaran dari kepala sekolah yang dilakukan hampir setiap hari. g. Adanya laporan bagi orang tua sebagai bentuk evaluasi setiap harinya h. Diusahakan mencari buku pegangan khusus mengenai pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam 23
Wawancara dengan Ibu Fajar tanggal 10 Januari 2007. Wawancara dengan Ibu Ratih tangggal 11 Januari 2007. 25 Wawancara dengan Bapak Sumino tangggal 10 Januari 2007. 26 Wawancara dengan Ibu Wida tangggal 10 Januari 2007. 27 Wawancara dengan Kepala Sekolah (Ibu Naili)tangggal 10 Januari 2007. 24
51
BAB IV ANALISIS PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH PUTRA MANDIRI SEMARANG Sekolah Putra Mandiri Semarang merupakan salah satu sekolah non formal berupa tempat terapi bagi anak dengan kebutuhan khusus atau abnormal dan khususnya bagi anak autis untuk wilayah semarang maupun wilayah Jawa Tengah pada umumnya. Lembaga terapi ini tidak membatasi adanya keyakinan agama sehingga anak dengan latar belakang keyakinan agama apapun boleh sekolah di Sekolah Putra Mandiri Semarang sehingga tidak semua anak menerima pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Lembaga ini hanya memberikan pembelajaran
Pendidikan
Agama
Islam
sekurang-kurangnya
10%
dari
pembelajaran pendidikan umum. A. Analisis Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang. 1. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang merupkan materi yang bersifat tambahan bagi siswa yang beragama Islam. Sehingga dalam pembelajarannya hanya mengikuti instruksi dari guru tanpa panduan dari buku agama Islam karena tidak ada buku materi Pendidikan Agama Islam bagi anak autis baik dari Departemen Pendidikan maupun Depertemen Agama. Sedangkan materimateri lain juga merupakan materi yang sebenarnya mendukung pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang yang bersifat tambahan tersebut karena mengingat kewajiban setiap manusia untuk beribadah pada Allah. Kewajiban ini mutlak adanya dan berlaku untuk semuanya selagi mereka tetap dalam keadaan sadar, dalam arti mampu menggunakan akal dan hatinya untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Kewajiban manusia dalam membutuhkan 51
52
pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk pedoman hidup sehingga agama merupakan standarisasi nilai-nilai sosial di masyarakat. Dan untuk melestarikannya
sangat
diperlukan
penyelenggaraan
pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Secara psikologis, agama sangat urgen di perlukan untuk memberikan bimbingan, arahan dan pengajaran bagi setiap manusia agar dapat beribadah dan bermuamalah dengan ajaran Islam. Sehingga untuk menjalankan syariat agama dengan benar seseorang harus memperoleh pengetahuan tentang hal tersebut. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Tujuan pembelajaran tersebut sesuai dengan firman Allah surat Al-Baqoroh ayat 31 yaitu:
ﻢ ﻋﻠﱠ َ
ﺳﻤَﺎء هَـﺆُﻻء إِن آُﻨ ُﺘ ْﻢ ْ ل أَﻧ ِﺒﺌُﻮﻧِﻲ ِﺑَﺄ َ ﻼ ِﺋ َﻜ ِﺔ َﻓﻘَﺎ َ ﻋﻠَﻰ ا ْﻟ َﻤ َ ﺿ ُﻬ ْﻢ َ ﻋ َﺮ َ ﺳﻤَﺎء ُآﱠﻠﻬَﺎ ُﺛﻢﱠ ْﻷ َ ﺁ َد َم ا ( ٣١:ﻦ)اﻟﺒﻘﺮاة َ ﺻَﺎ ِدﻗِﻴ “Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!" (QS. Al-Baqarah : 31)1 Ayat diatas menafsirkan kewajiban manusia untuk mengupayakan dan menyelenggarakan pendidikan termasuk Pendidikan Agama Islam. Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk kelangsungan hidup manusia dan untuk mengembangkan potensi diri guna memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendali diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selain itu, tujuan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang sesuai dengan inti pembelajaran bahwa tujuan akhir pendidikan adalah mengubah sikap mental dan perilaku tertentu yang dalam konteks Islam adalah agar menjadi seorang muslim yang terbina 1 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Mahkota, 1999), hlm. 14
52
53
seluruh potensi dirinya sehingga dapat melaksanakan fungsinya sebagai khalifah dalam rangka beribadah pada Allah, namun dalam proses menuju arah tersebut diperlukan adanya pendidikan.2 2. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Materi yang tertuang dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri yang dipilih, dimodifikasi dan dikembangkan sudah sesuai dengan ketentuan Disdosmen Diknas. Ketentuan tersebut yaitu: pemilihan dan modifikasi kurikulum juga disesuaikan dengan tingkat perkembangan kemampuan anak dan ketidak mampuannya, usia anak serta memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada.3 Kurikulum yang dikembangkan mengacu pada a. Program Pengembangan Kelompok Bermain (Usia 2-3 tahun) b. Program Taman Kanak-kanak (Usia 4-5 tahun) c. Kurikulum Sekolah Dasar d. Kurikulum SLB Tuna Rungu e. Kurikulum SLB Tuna Grahita Penyusunan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dan pengajaran diambil dari kurikulum tersebut, dengan mempertimbangkan kemampuan dan ketidakmampuan (kebutuhan) anak dengan modifikasi.4 Dalam menentukan materi, guru telah melalui beberapa tahapan untuk mencapai ide, gagasan, pemecahan masalah, cara kerja, produk baru dan sebagainya. Tahapan tersebut sesuai dengan pendapatnya David Campbell, yaitu: a. Tahap persiapan (preparation) ialah meletakkan dasar. Mempelajari latar belakang perkara, seluk beluk dan problematika. b. Tahap konsentrasi (consentration) ialah sepenuhnya memikirkan, masuk luluh, terserap dalam perkara yang dihadapi.
2
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002),
hlm. 169
3 Dikdasmen Depdiknas, Kebijakan Pelayanan bagi Anak Autis , (2005) hlm. 8. www.geogle.com 4 Ibid.
53
54
c. Tahap inkubasi (incubation) ialah tahap mengambil wktu untuk meninggalkan perkara, istirahat, wakti santai. Mencari kegiatankegiatan yang melepaskan diri dari kesibukan pikiran mengenai perkara yang sedang dihadapi. d. Tahap iluminasi (illumination) ialah tahap AHA, mendapatkan ide gagasan, pemecahan, penyesuaian, cara kerja, jawaban baru. e. Tahap verifikasi/produksi (verifications/production) ialah menghadapi dan memecahkan masalah-masalah praktis sehubungan dengan perwujudan ide, gagasan, pemecahan, penyelesaian, cara kerja, jawaban baru. Seperti menghubungi, menyakinkan, dan mengajak orang, menyusun rencana kerja dan melaksanakannya.5 Sedikitnya materi yang dikembangkan di Sekolah Putra Mandiri Semarang karena keterbatasan kondisi kognosi siswa. Sehingga tidak banyak materi yang dikembangkan karena siswa tidak mampu menerima materi Pendidikan Agama Islam seperti anak normal pada umumnya. Namun penentuan materi yang disampaikan pada siswa sudah sesuai dengan ketentuan untuk menentukan materi berdasarkan pendapatnya R. Ibrahim dan Nana Syaodiah, yaitu: a. Materi pelajaran hendaknya sesuai dengan/ menunjsngtercapainya tujuan instruksional. b. Materi pelajaran sesuai dengan tingkat poendidikan/ perkembangan siswa. c. Materi pelajaran tersusun dalam ruang lingkup dan urutan yang sistematik dan logis serta berkesinambungan. d. Materi pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat fakta maupun konseptual.6 Materi yang dipilih telah menekankan keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara: a. Hubungan manusia dengan Allah SWT. 5
David Campbell, Mengembangkan Kreativitas oleh A. M Mangunharjana, (Yogyakarta, Kanisius,2005), Cet. 17, hlm. 15 6 R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 100-102
54
55
b. Hubungan manusia dengan sesama manusia. c. Hubungan manusia dengan diri sendiri. d. Hubungan manusia dengan alam sekitar. 3. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam metode merupakan elemen utama dalam pembelajaran. Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik untuk mencapai suatu maksud.7 Penggunaan metode yang tepat akan menentukan efektifitas dan efiensi pembelajaran. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Di Sekolah Putra Mandiri Semarang tidak banyak metode yang dikembangkan. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan kondisi kognitif siswa. Siswa akan mengalami kesulitan apabila menerima materi dengan metode yang bervariasi seperti anak normal pada umumnya. Metode yang sering digunakan oleh guru yaitu metode drill. Selain mudah dan efektif, metode drill dianggap tepat bagi anak autis. Karena dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam ahlak didahulukan daripada syariah. Hal ini sesuai dengan QS Al-Luqman ayat 19, 20
ﻣ ْﻦ ﻭ ﺴ ِﻪ ِ ﻨ ﹾﻔﺸﻜﹸﺮ ِﻟ ْ ﻳﺎﻧﻤﺸ ﹸﻜ ْﺮ ﹶﻓِﺈ ْ ﻳ ﻣ ْﻦ ﻭ ﻤ ﹶﺔ ﹶﺃ ِﻥ ﺍ ْﺷ ﹸﻜ ْﺮ ِﻟﻠﱠ ِﻪ ﺤ ﹾﻜ ِ ﺎ ﹶﻥ ﺍﹾﻟﺎ ﹸﻟ ﹾﻘﻤﺗْﻴﻨﻭﹶﻟ ﹶﻘ ْﺪ َﺁ ُ ﺪ ﺣﻤِﻴ ﻪ ﹶﻏِﻨﻲ ﺮ ﹶﻓِﺈﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﹶﻛ ﹶﻔ “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur , maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. Al-Lukman: 12)8
ﺻِﺒ ْﺮ ْ ﺍْﻨ ﹶﻜ ِﺮ ﻭﻋ ِﻦ ﺍﹾﻟﻤ ﻪ ﺍْﻧﻑ ﻭ ِ ﻭﻤ ْﻌﺮ ﻣ ْﺮ ﺑِﺎﹾﻟ ﻭﹾﺃ ﺼﻠﹶﺎ ﹶﺓ ﹶﺃِﻗ ِﻢ ﺍﻟﻨﻲﺑ ﺎﻳ ﻮ ِﺭﻋ ْﺰ ِﻡ ﺍﹾﻟﹸﺄﻣ ﻚ ِﻣ ْﻦ ﻚ ِﺇﻥﱠ ﹶﺫِﻟ ﺑﺎﺎ ﹶﺃﺻﻋﻠﹶﻰ ﻣ “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah mengerjakan yang baik dan cegahlah dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah 7
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1976), hlm. 649 8 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Surabaya: Mahkota, 1999), hlm. 654
55
56
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan.”(QS. Al-Lukman: 17)9 Metode yang diterapkan oleh Sekolah Putra Mandiri Semarang dapat dikatakan sudah tepat, dalam arti untuk pemilihan materi. Ini didasarkan pada tujuan pembelajaran yang mana mengacu pada pembentukan inteligensi dan penggunaan sensor motorik yang dapat difungsikan dengan baik. Adapun sebagai bahan pertimbangan guru dalam memilih materi sesuai dengan pendapatnya Syaiful Bahri Djamarah, yaitu: a. Tujuan yang hendak dicapai. Tujuan adalah keinginan yang hendak dicapai dalam setiap kegiatan interaksi edukatif.10 Tujuan mampu memberikan maksud yang jelas dan pasti kemana arah kegiatan edukatif akan dibawa. Tujuan dapat memberikan pedoman yang jelas bagi guru dalam mempersiapkan segala sesuatunya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam termasuk memilih metode. Pemilihan sustu metode bertujuan agar siswa mampu menerima materi Pendidikan Agama Islam dengan keterbatasan kondisinya. b. Karakteristitik siswa. Dalam memilih materi guru memperhatikan siswa yang akan menerima dan mempelajari bahan pelajaran yang disajikan guru. Ini perlu sebab metode mengajar ada yang menuntut pengetahuan dan kecekatan tertentu. Aspek yang diperhatikan dari siswa yaitu aspek biologis, intelektual dan psikologi. c. Bahan atau Materi yang Disajikan. Sangat penting bagi guru mengenal sifat bahan atau materi yang disajikan sebelum mimilih metode. Karena setiap bahan atau materi yang disajikan mempunyai sifat yang berbeda-deba. Sehingga dalam mengenal sifat bahan atau materi yang disajikan dapat menjadi pertimbangan dalam memilih matode. 9
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Mahkota, 1999), hlm. 655 10 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 191
56
57
d. Situasi Kelas. Pemilihanmetode disesuaikan dengan situasi kelas karena guru yang berpengalaman mengetahui situasi kelas yang berubah-ubah sesuai kondisi psikologi siswa.. e. Fasilitas. Pemilihan metode perlu dukungan fasilitas.11 Fasilitas yang dipilih sesuai dengan karakteristik metode pembelajaran yang akan digunakan f. Kompetensi Guru. Seorang guru mimiliki kompetensi. Kompetensi ini tertuang dalam UU no;14 tahun 2005 Bab IV pasal 10. kompetensi tersebut yaitu meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional da kompetensi social. Dari keempat kompetensi diatas tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lainnya dalam memilih metode yang tepat bagi siswa. Keempat bidang tersebut mempunyai hubungan hirarkis, artinya saling mendasari satu sama lain, antara kompetensi yang satu mendasarikompetensi yang lain. g. Kelebihan dan Kelemahan Metode. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan masingmasing. Guru telah memperhatikan dua hal tersebut. Metode yang tepat untuk siswa bergantuk dari kecermatan guru dalam memilih metode. Pemilihan metode yang baik yaitu mencari kelemahan suatu metode kemudian dicarikan metode yang dapat menutupi kelemahan tersebut. 4. Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Media pendidikan merupakan suatu alat atau perantara yang berguna untuk memudahkan proses belajar mengajar, dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan siswa.12 Media pembelajaran Pendidikan Agama Islam sangat membantu guru dalam mengajar dan 11 12
Ibid, hlm, 193 Fatah Syukur, Teknologi Pendidikan, (Semarang: Rasail, 2005), hlm. 123
57
58
memudahkan siswa menerima dan memahami pelajaran. Proses ini membutuhkan guru yang profesional dan kreatif yang
mampu
menyelaraskan antara media pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan metode Pendidikan Agama Islam. Di Sekolah Putra Mandiri Semarang, tidak banyak media yang diterapkan. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan kondisi kognitif siswa. Siswa akan mengalami kesulitan apabila menerima materi dengan media yang bervariasi seperti anak normal pada umumnya. Meskipun demikian media yang digunakan melalui berbagai pertimaban. Beberapa pertimbangan tersebut sesuai dengan pendapatnya Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, yaitu a. Tujuan instruksional yang telah ditetapkan b. Isi materi yang disajikan c. Kemampuan guru untuk menggunakan media tertentu. d. Sebelum menggunakannya, guru harus menguasai penggunaannya dengan sebaik-baiknya. e. Tersedianya waktu untuk menggunakannya. f. Dengan tersedianya waktu menjadikan media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pembelajaran berlangsung. g. Media pembelajaran yang dipakai sesuai dengan taraf berfikir siswa.13 Hal tersebut diatas sudah sesuai dengan pertimbangan guru dalam mengembangkan media pembelajaran PAI di Sekolah Putra Mandiri Semarang yaitu dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan siswa sebagai penyandang autism dan tersedianya waktu untuk menggunakan media tersebut. 5. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Evaluasi merupakan cara pemberian penilaian terhadap hasil belajar siswa. Evaluasi dalam Pendidikan Agama Islam digunakan untuk mengetahuiberhasil atau tidaknya dalam proses belajar mengajar. Evaluasi 13
Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. Cet. 2, hlm. 150-151
58
59
yang digunakan secara teratur dengan tujuan agar dapat melihat kemajuan atau pekembangan siswa. Evaluasi yang dilakukan di Sekolah Putra Mandiri Semarang telah melibatkan 3 aspek pokok selain perilaku sasaran menurut pendapatnya Bandi Delphie yaitu: 1) Kondisi sebelumnya yang melatar belakangi perilaku nonadaptif atau maladjudstment. 2) Karakteristik khusu dari siswa yang bersangkutan yang bersifat pribadi. 3) Konsekuensi yang akan diterima setelah dilakukannya program pembelajaran individual.14
B. Analisis Problematika dan Solusi yang Ditawarkan Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis tentu terdapat problematika yang dihadapi. Problematika ini bisa bersifat intern maupun extern. Beberapa problematika dan solusi yang ditawarkan yang ditawarkan guru dalam pelaksanaan pembelajaran PAI disebabkan di Sekolah Putra Mandiri Semarang yaitu: 1. Tantrum pada anak autis, yaitu anak mengalami kesulitan moral over sehingga siswa sudah utuk dikendalikan. Solusi yang ditawarkan guru yaitu: •
adanya hubungan emosional antara guru dengan siswa sehingga memudahkan guru untuk menyesuaikan metode dan media yang tepat bagi guru.
•
adanya
bimbingan
kelompok
engan
siswa
lain
guna
mensosialisasikan antar siswa selama 30 menit di akhir jam terapi. 2. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi.
14
Bandi Delphie, Pembelajaran untuk Anak Berkebutuhan Khusus, (Refika Aditama, Bandung, 2006), hlm. 7
59
60
Solusi yang ditawarkan guru yaitu penerapan metode dan media disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. 3. Tidak adanya kurikulum tertulis mengenai pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Solusi yang ditawarkan guru yaitu: •
Adanya evaluasi yang dilakukan oleh para terapis dan kepala sekolah setiap hari sabtu.
•
Adanya evaluasi bagi siswa berupa tes IQ setiap semester untuk mengetahui
perkembangan
siswa
sehingga
guru
dapat
menyesuaikan metode dan media yang akan digunakan. •
Adanya supervisi pembelajaran dari kepala sekolah yang dilakukan hampir setiap hari.
•
Adanya laporan bagi orang tua sebagai bentuk evaluasi setiap harinya
4. Belum adanya buku pegangan khusus mengenai pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Solusi yang ditawarkan guru yaitu: diusahakan mencari buku pegangan khusus mengenai pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. 5. Terbatasnya waktu pembelajaran Pendidikan Agama Islams Beberapa problematika diatas sangat beragam dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Namun permasalahan yang sangat mendasar yaitu adanya kesulitan siswa dalam memahami materi. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan kondisi kognisi siswa sehingga siswa kesulitan dalam menerima materi Pendidikan Agama Islam. Adanya penyimpangan yang ada pada diri siswa menyebabkan kurangnya pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang Materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dikembangkan oleh guru dengan bertitik tolak pada kebutuhan masing-masing siswa berdasarkan identifikasi. Karena siswa memiliki kemampuan berbeda serta proses perkembangan dan tingkat pencapaian program juga tidak sama antara siswa yang satu dengan yang lainnya, maka pemilihan dan modifikasi materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam disesuaikan dengan tingkat 60
61
perkembangan kemampuan siswa dan ketidakmampuan, usia anak serta memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada. Dengan adanya kesulitan siswa dalam memahami materi maka tidak banyak variasi yang digunakan dalam mengembangkan metode dan materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Solusi yang ditawarkan guru dikatakan sudah tepat menyikapi problematika yang ada. Solusi tersebut sudah menjawab semua problematika yang ada. Meskipun masih banyak pembenahan dan masukan dari berbagai pihak yang lebih kompeten. Untuk solusi mengenai adanya keterbatasan siswa dalam memahami materi, maka guru menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak yaitu dengan mengadakan hubungan emosional antara guru dengan siswa sehingga memudahkan guru untuk menyesuaikan materi, metode dan media yang tepat bagi siswa. Selain itu juga mengadakan penyesuaian dengan orang tua. Penyesuaian ini diperlukan peran orang tua (keluarga) untuk menilai dan melihat hasil penguasaan materi siswa dengan berbagai bahan tambahan guna mengarahkan guru untuk menentukan materi, metode dan media yang tepat bagi siswa. Keberhasilan guru dalam mengembangkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang karena adanya sistem pembelajaran yang menggunakan teknik pengajaran satu guru untuk satu siswa. Tehnik ini memusatkan perhatian dan tujuan akhir pada terbentuknya tingkah laku (behaviour) siswa yang lebih baik. Tehnik ini diharapkan mampu membantu siswa serta meminimalisir kesalahan persepsi siswa dalam pelaksanaan pembelajaran. Disamping itu dapat memudahkan guru untuk mengatasi perilaku reflek yang mungkin timbul dalam proses kegiatan belajar mengajar. Berlakunya tehnik pengajaran satu guru satu siswa karena melihat kondisi kognisi (kemampuan berpikir) siswa yang berbeda antara anak yang satu dengan yang lainnya dalam memproses informasi. Sehingga dengan keadaan ini tidak memungkinkan proses pembelajaran seperti anak normal yaitu dengan satu guru untuk 10 siswa atau lebih.Dengan tehnik tersebut maka 61
62
memungkinkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Keadaan ini menjadikan guru dapat menguasai kondisi secara penuh. Selain itu untuk memudahkan guru dalam menentukan materi, metode dan media, seorang guru hendaknya memiliki sikap: 1. Sikap guru (individu). Sikap guru untuk menemukan gagasan-gagasan serta produk-produk dan pemecahan baru. 2. Kemampuan dasar yang diperlukan Kemampuan kemampuan
dasar
berfikir
yang
diperlukan
convergen
mencakup
(keseluruhan)
dan
berbagai divergen
(berbeda/memilih) yang diperlukan. Menurut Slameto dengan mengutip pendapat Osborn yang memperkenalkan 10 tahap pengajaran pemecahan masalah yang kreatif bagi orang dewasa: a. Memikirkan keseluruhan tahap dari masalah b. Memilih bagian masalah yang perlu dipecahkan c. Memikirkan informasi yang kiranya dapat membantu d. Memilih sumber-sumber data-data yang paling memungkinkan e. Memikirkan segala kemungkinan pemecahan masalah tersebut f. Memilih
gagasan-gagasan
yang
paling
memungkinkan
bagi
pemecahan masalah g. Memikirkan segala kemungkinan cara pengujian masalah h. Memilih cara yang paling dapat dipercaya untuk menguji i. Membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi j. Mengambil keputusan Tahap-tahap 1,3,5,7 dan 9 membutuhkan pemikiran divergen. Tahap-tahap 2,4,6,8,dan 10 membutuhkan pemikiran convergen 3. Teknik-teknik yang digunakan untuk mengembangkan kreativitas. a. Melakukan pendekatan “inquiry” (pemberitahuan) Pendekatan ini memungkinkan guru menggunakan semua proses mental untuk menemukan konsep atau prinsip ilmiah. Pendekatan ini memberikan lebih banyak kesempatan bagi guru untuk menampung serta memahami informasi. Keberhasilan pelaksanaan 62
63
pendekatan ini dapat berkembang di dalam suasana non otoriter, agar guru dapat berfikir secara bebas, bekerja dengan baik karena guru merasa aman dan mengetahui tujuannya, mewujudkan potensi kreativitasnya karena guru diperkenankan untuk melakukannya. b. Menggunakan teknik-teknik sumbang saran (brain storming) Dalam pendekatan ini, semua masalah dikemukakan oleh guru kemudian
masalah-masalah
tersebut
ditinjau
kembali
untuk
menentukan gagasan mana yang akan digunakan dalam pemecahan masalah tersebut. c. Memberikan penghargaan bagi prestasi kreatif Adanya penghargaan yang diterima akan mempengaruhi konsep diri guru secara positif yang meningkatkan keyakinan diri guru. d. Meningkatkan pemikiran kreatif melalui banyak media Sasaran pendidikan dan kurikulum perlu dianalisis untuk mengetahui fungsi mental dalam pendidikan. Hendaknya suatu program yang menetap bagi pengembangan kemampuan kreatif ditingkatkan. Perangsangan serta sensitivitas guru terhadap obyek-obyek dan gagasan secara sistematis disusun.15
15
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhi, (Jakarta: Rineka Cipta, 195), Cet.3, hlm. 154-159
63
64
64
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Setelah peneliti melakukan tahap demi tahap dalam penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang tidak banyak materi, metode dan media yang dikembangkan. Beberapa materi yang diajarkan misalnya materi sholat, wudhu, ahlak terhadap orang tua, ke-Tauhid-an, menghafal doa-doa harian dan baca tulis al-qur’an. Beberapa metode yang dipakai yaitu metode drill, demonstrasi dan karya wisata. Sedangkan media yang dipakai yaitu: buku iqra’/qira’at, peralatan menulis, buku panduan hafalan, doa harian, buku juz ‘amma, puzzle, gambar, gerakan badan dan bentuk nyata (misalnya masjid, sajadah, dan lain-lain). 2. Problematika
mendasar
yang
dihadapi
guru
dalam
pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu adanya kesulitan siswa dalam memahami materi. Sehingga dalam hal ini tidak banyak materi, metode dan media yang dikembangkan. Kurikulum dan Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan kondisi kognisi siswa. Siswa mengalami penyimpangan
perkembangan
sosial,
kemampuan
berbahasa
dan
kepatuhan terhadap sekitarnya pada diri siswa. Penyimpangan tersebut diantaranya disebabkan karena adanya kelainan neuroanatomi (anatomi susunan saraf pusat) pada beberapa tempat di dalam otak. Anak mengalami pengecilan otak kecil terutama pada lobus VI-VII. Seharusnya, dilobus VI-VII banyak terdapat sel purkinje. Namun, pada anak autis jumlah sel purkinje sangat kurang. Akibatnya, produk serotonin kurang, menyebabkan kacaunya penyaluran informasi antar otak. Selain itu, ditemukan kelainan struktur pada pusat emosi di dalam otak sehingga emosi anak sering terganggu.
Sedangkan solusi yang ditawarkan guru yaitu guru menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Beberapa metode yang diterapkan yaitu metode pembiasaan, demonstrasi dan karya wisata. Untuk menyesuaikan materi, metode dan media maka guru mengadakan hubungan emosional antara guru dengan siswa. Hubungan ini akan memudahkan guru dalam menyesuaikan materi, metode dan media yang tepat bagi siswa. Selain itu juga mengadakan penyesuaian dengan orang tua. Penyesuaian ini diperlukan peran orang tua (keluarga) untuk menilai dan melihat hasil penguasaan materi siswa dengan berbagai bahan tambahan guna mengarahkan guru untuk menentukan materi, metode dan media yang tepat bagi siswa. B. SARAN Dari hasil yang diperoleh dari penelitian ini, peneliti merasa terpanggil untuk ikut menyumbang pemikiran berupa saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi Kepala Sekolah a. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah diadakan hendaknya dapat ditingkatkan lagi. b. Untuk diadakan pelatihan keguruan bagi guru (terapis) mengenai pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak autis. c. Hendaknya diupayakan fasilitas belajar yang dirasa masih kurang berupa buku-buku bacaan keagamaan dan sarana fisik lainnya. Hal ini dimaksud untuk menumbuhkan kegairahan proses pembelajaran pendidikan agama Islam. d. Untuk diadakan pelatihan keguruan bagi guru (terapis) yang berlatar belakang pendidikam psikologi agar guru (terapis) mengetahui tehniktehnik pengajaran. Begitu juga sebaliknya bagi guru (terapis ) yang berlatar belakang pendidikan keguruan untuk diadakan pelatihan psikologi agar guru (terapis) mengetahui tehnik-tehnik psikologi. e. Mutu pengajaran yang selama ini telah dicapai hendaknya dapat ditingkatkan lagi. Dalam pembinaan selanjutnya akan lebih baik
apabila dilengkapi dengan alat-alat yang sesuai dengan pembelajaran pendidikan agama Islam untuk anak autis. f. Untuk lembaga yang berwenang dalam perencanaan dan membuat kurikulum hendaknya dibuat kurikulum pendidikan agama Islam secara tertulis. g. Untuk lembaga yang berwenang dalam perencanaan dan membuat kurikulum hendaknya dalam penyusunannya perlu perhatikan tingkat intelegensi dan kemampuan siswa autis ringan. 2. Bagi Guru (Terapis) a. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah dilakukan
guru
hendaknya
dapat
ditingkatkan
lagi
dengan
memperhatikan materi, metode dan media yang hendak dipakai dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam agar keberagamaan siswa lebih baik. b. Hendaknya
guru
dapat
mengatasi
perbedaan
individu
yang
mempunyai latar belakang lingkungan yang berbeda, yang biasanya menjadi kesenjangan perbedaan kemampuan dan penguasaan materi pembelajaran pendidikan agama Islam. c. Hendaknya diadakan penataran bagi guru yang mengajarkan pendidikan agama Islam agar pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam lebih baik dalam menjalankan tugasnya guna menghadapi siswa dari berbagai macam latar belakang keluarga dan tingkat perkembangan yang berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya. 3. Bagi Orang Tua Tingkatkan kesadaran kerjasama antara orang tua dan pendidik dengan mengadakan komunikasi yang dilakukan dalam waktu senggang agar perkembangan siswa selalu terpantau. Ini dilakukan untuk menilai dan melihat hasil penguasaan materi siswa yang selanjutnya sebagai bahan arahan guru guna menentukan materi, metode dan media. C. PENUTUP
Dengan
rasa
syukur
yang
tak
terhingga
peneliti
ucapkan
Alhamdulillah. Peneliti panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas penulisan skripsi walaupun belum mencapai hasil yang sempurna. Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsih baik berupa pikiran, tenaga maupun doa peneliti ucapkan terima kasih. Peneliti berharap semoga skripsi yang sederhana dan jauh dari kesempurnaan ini dapat bermanfaat. Dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebahagiaan-Nya bagi baik di dunia dan akhirat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA Abi, Imam Abdillah, Shahih Bukhari, Juz I, (Beirut: Darul Kutub, 1992) Agustin, T. (ed), UUD 1945 Amandemen ke-4 Tahun 2002, (Semarang: Aneka Ilmu,2002) Ahmadi, Islam Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 2005) Akbar, Reni dan Hawadi, dkk., Kreativitas, (Jakarta: Grasindo, 2001) Ali, Muhammad al-Kuli, Kamus Pendidikan Inggris Arab, (Beirut: dar al-Ilm lil Malayin, t.th.) Anis, Ibrahim, Al-Mu’jam al-Wasit, Juz I, (Istambul: Al-Maktabah Islamiyah, t.th.) Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pesr, 2002) B. Hamzah Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006) Bahri, Syaiful Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif,(Jakarta: Rineka Cipta, 200), hlm. 201Fatah Syukur, Teknologi Pendidikan, (Semarang: Rasail, 2005) Campbell, David, Mengembangkan Kreativitas oleh A. M Mangunharjana, (Yogyakarta, Kanisius,2005), Cet. 17 D., Nining Soekarno, Berbagai Upaya Mengembangkan Kreativitas Guru. www.geogle.com, Dahama dan Bhatnagar, Education an Comunication for Development, (New Delhi: Oxford and IBH,1980) Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002) Danuatmaja, Bonny, Terapi Anak Autis di Rumah, (Jakarta: Puspa Swara, 2003), cet.1. Dikdosmen
Depdiknas,
Kebijakan
Pelayanan
Bagi
Anak
Autis,
2005,
www.geogle.com
Gottesfeld, Harry, Abnormal Psycology, (USA, Research Associates, 1979), cet. 10
Handojo, Y., Autisma, (Jakarta Buana Ilmu Populer,2006), cet. 4 Hasibuan, JJ. dan Moedjion, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000) Jalaluddin, Kreativitas Guru Pacu Motivasi Belajar Siswa, www.Geogle.com Junus, Mahmud, terjemah al-Qur’an al-Karim, (Bandung : al-Ma’arif, t.th.) Kuntjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : PT. Gramedia, 1993) Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Al-Husna, 2004) Latkinson, Rita (ed), Pengantar Psikologis (Jakarta: Erlangga, 1996) Margono, S. , Metodologi Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000) Mochtar, M., Desain Pembelajaran PAI, (Jakarta: Misaka paksa, 2003) Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2002), cet. 17 Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2002), cet. 3. Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) Mulyasa,E. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2005), cet.3. Munandar, Utami, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta:PT. Rineka Cipta,2004), cet.2 Munawir, Aw. , Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, (Yogyakarta: PP Yogyakarta, 1984) Nasir, Moh, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia, 1985) Nata, Abuddin, Tafsir ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) Nurdin, Syafruddin dan Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2003)
Nurdin, Syafruddin dan Basyiruddin Usman,, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta : Ciputat Press, 2003) O. ,
Kenneth Gangel, Understanding Teaching, Evangelical Training Association, Illionis 1968, www.geogle.com
Peeters, Theo, Autisme, (Jakarta: Dian Rakyat,2004), cet.1. Pemerintah RI UU No.5 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Semarang: Rindang,2003) Rusyan, Tabrani dkk., Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Remaja Rosdakarya, 1989) Sadily, Hasan, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, t.th.) Semiawan, Conny dkk., Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah, (Jakarta: PT. Gramedia, 1984) Shadily, Hasan dan John M Echals, Kamus Bhasa Inggris- Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1999), cet.23 Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metodologi Penelitian Survai, (Jakarta : LP3ES, 1989) Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. ( Jakarta: Rineka Cipta,1995), cet.3 Sujana, Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995) Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) Syar’I, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2005), cet.1. Syukur, Fatah, Teknologi Pendidikan (Semarang: Rasail, 2005), cet. 1 Tilar, HAR, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional, (Magelang: Tera Indonesia, 1999) Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), cet. 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab I pasal 1, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006), cet.3
Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,2005). Cet.1. Usman, Busyirudin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. 1 Uzer, Moh Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Rosdakayar, 2006) Warisan, Ahmad Munawwir, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren AlMunawwir, 1984) Wijayakusuma, Hembing, Psikoterapi untuk Anak Autis, (Jakarta: Pustaka Obor,2004), cet.1 Yatim, Faisal, Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak, (Jakarta : Pustaka Populer, 2003), cet.7 Yunus, Muhammad, Terjemahan Al-Qur’an al-Karim (Bandung: al-Ma’arif, t.th) Zuhairini,et.al., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981)
Draft Dokumentasi
Ruang lingkup data: 1. Profil di Sekolah Putra Mandiri Semarang. 2. Kegiatan belajar mengajar Sekolah Putra Mandiri Semarang.
No. Bentuk Data Materi Data 1. Foto - Lokasi Penelitian
2.
Arsip
Sumber - Brosur
- Kegiatan Belajar Mengajar.
- Brosur
- Profil Sekolah Putra Mandiri
- Dokumentasi.
Semarang
- Dokumentasi.
- Jadwal Sekolah
- Dokumentasi.
- Data Terapis
- Dokumentasi.
- Data Siswa
- Dokumentasi
- Laporan Kegiatan Belajar
- Laporan
Mengajar.
Perkembangan Siswa.
Draft Observasi Ruang Lingkup: 1. Kegiatan belajar mengajar Sekolah Putra Mandiri Semarang. 2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang.. 3. Perilaku siswa.
No.
Pernyataan
1.
Guru menciptakan kelas yang nyaman dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam
2.
Guru bersikap terbuka terhadap pengalaman baru untuk mencoba membelajarkan PAI
3.
Guru menciptakan metode sendiri untuk pembelajaran PAI
4.
Guru membuat media sendiri untuk pembelajaran PAI
5.
Guru menguasai siswa ketika ada siswa yang bermasalah dalam pembelajaran PAI
6
Guru mengevaluasi hasil pembelajaran PAI bersama-sama dengan guru
.
lain dan kepala sekolah
7.
Guru menerima masukan dari guru lain atau kepala sekolah ketika ada permasalahan dalam pembelajaran PAI
8.
Guru aktif dalam pembelajaran PAI
9.
Guru memiliki cara berfikir yang berbeda dengan guru lain dalam mengembangkan variasi metode pembelajaran PAI
10.
Guru memiliki cara berfikir yang berbeda dengan guru lain dalam mengembangkan variasi media pembelajaran PAI
11.
Guru memiliki cara berfikir yang berbeda dengan guru lain dalam mengembangkan variasi pengajaran PAI
Daftar Siswa
No.
Nama
Usia
Gangguan
Agama
1.
Dida
13 tahun
Gangguan Konsentrasi (autisme sedang) Islam
2.
Maman
10 tahun
Autisme Ringan
Islam
3.
Aldi
8 tahun
Kosa Kata Lemah (Autisme Ringan)
Islam
4.
Bagas
6 tahun
Gangguan Motorik (Autisme Berat)
Kristen
5.
Rian
4 tahun
Susah Konsentrasi
Islam
6.
Steven
5 tahun
Hiperaktif(Autisme Berat)
Islam
7.
Dipo
8 tahun
Pemahaman Kurang
Budha
8.
Sigit
6 tahun
Kosa Kata Lemah
Islam
9.
Adam
10 tahun
Autisme Ringan
Islam
10.
Andika
8 tahun
Terlambat bicara (Autisme Berat)
Islam
11.
Haedar
7 tahun
Kosa Kata Lemah
Kristen
12.
Hasbi
10 tahun
Pemahaman Kurang
Kristen
13.
Marsha
6 tahun
Gangguan Motorik (Reterdasi Mental)
Islam
14.
Raka
7 tahun
Terlambat Bicara (Autisme Berat)
Islam
15.
Riky
4 tahun
Gangguan Konsentrasi (autisme sedang) Islam
16.
Irfan
3 tahun
Kosa Kata Lemah
Islam
Daftar Guru
No.
Nama
Pendidikan
Agama
Mulai Tugas
1
Ratih Danglia E, S.Psi,
S1 UNIKA
Islam
1 Nov 1999
2
Fajar Trisnawingrum, S.Psi
S1 UNIKA
Islam
1 Nov 1999
3
Sumina, Amd. Ot
D3 STIE Satya Wacana
Islam
15 Sep 2000
4
Widayanti, Amd, Ot
D3 STIE Satya Wacana
Islam
1 Des 2004
5
Ika Nurjiyanti, S.Pd
S1 UNNES
Islam
4 Mei 2006
6
Tutik Sri Rahayu, Amd. Ft
D3 STIE Satya Wacana
Islam
1 Sep 2006
7
Dina Tri Agustiningrum, Amd.
D3 STIE Satya Wacana
Islam
1 Sep 2006
Ft
Jadwal Sekolah
Terapis
Pagi (07.00-10.00 WIB)
Siang(10.00-13.00 WIB) Sore (14.00-17.00 WIB)
Ratih
Dida
Maman
Aldi
Fajar
Bagas
-
Rian
Iim
Steven
Dipo
Sigit
Wida
Adam
Adam
Andika
Ika
Haedar
Hasbi
-
Tuti
Marsha
Raka
-
Dina
Riky
-
Irfan
Hasil Wawancara
Responden: Drs. Naili Farida Msi (Kepala Sekolah) Hari/Tanggal: Rabu, 10 Januari 2007 Materi: Pembelajaran PAI dan Problematik serta solusinya. 1. Menurut kepala sekolah apakah guru menciptakan kelas yang nyaman dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam? Saya rasa ya, karena pembelajaran disini dilakukan dengan tehnik satu guru satu siswa jadi secara otomatis guru lebih menguasai siswa. Dan ketika siswa tidak nyaman dalam pembelajarannya maka guru akan mengalihkannya untuk membahas meteri lain atau merubah gaya mengajarnya. 2. Apakah guru bersikap terbuka terhadap pengalaman baru dalam mengembangkan metode dan media pembelajaran Pendidikan Agama Islam? Tentu karena pada dasarnya kurikulum yang dikembangkan disini hanya sebatas bina diri, keterampilan dan bakat sedangkan untuk pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak diwajibkan namun guru mengajarkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam meskipun tidak ada kurikulumnya dan hanya bersifat tambahan. 3. Apakah guru menerima masukan atau membicarakannya dengan guru lain atau kepala sekolah ketika ada permasalahan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Isalm? Setiap haru sabtu kami selalu mengadakan evaluasi. Disitu kami membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses belajar mengajar. Ketika ada permasalahan dalam proses belajar mengajar, kami membahas bersama-sama dan rata-rata guru melaksanakan masukan dari guru lain termasuk dari saya (kepala sekolah)
Responden: Ratih Hari/Tangal: kamis, 11 Januari 2007 Materi: Pembelajaran PAI dan Problematik serta solusinya 1. Metode apa yang digunakan guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam? Tidak banyak metode yang diterapkan karena metode yang seharusnya bersifat baik bagi siswa normal tetapi tidak bagi siswa autis. Metode yang biasa dilakukan yaitu metode drill. Metode ini diterapkan dalam bentuk latihan membiasakan 2. Media apa yang digunakan guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam? Media yang biasanya digunakan yaitu gambar. Dengan gambar maka siswa akan lebih memahaminya dan rata-rata siswa suka dengan gambar. 3. Problematika apa yang dihadapi guru dalam mengembangkan metode dan media pembelajaran Pendidikan Agama Islam? Permasalahan yang sering dihadapi adanya keterbatasan siswa dalam memahami materi sehingga saya kesulitan dalam menyesuaikan metode dan madia yang tepat bagi siswa. 4. Solusi apa yang ditawarkan guru dalam mengembangkan metode dan media pembelajaran Pendidikan Agama Islam? Dengan melakukan pendekatan emosional pada siswa untuk mengetahui perkembangan siswa kemudian menyesuaikannya dengan metode dan media yang tepat diterapkan bagi siswa.