Prediksi tak-rusak lokasi inisiasi retak pada proses fatik ... (Dr. Roziq Himawan, M.Eng.)
PREDIKSI TAK-RUSAK LOKASIINISIASI RETAK PADA PROSES FATIK SIKLUS RENDAH PADUAN TEMBAGA MENGGUNAKAN ULTRASONIK Roziq Himawan Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir, BAT AN, Serpong e-mail:
[email protected]
ABSTRAK PREDIKSI TAK-RUSAK LOKASI INISIASI RETAK PADA PROSES FATIK SIKLUS RENDAH PADUAN TEMBAGA MENGGUNAKAN UL TRASONIK. Fatik logam merupakan faktor dominan penyebab kegagalan komponen struktur, dibandingkan dengan penyebab lainnya seperti creep dan beban berlebih. Fenomena fatik ini juga terjadi pad a beberapa struktur PLTN misalnya bejana tekan reaktor, pipa-pipa pendingin primer dan pressurizer. Fatik pada struktur-struktur tersebut merupakan fatik siklus rendah yang dipicu oleh beban siklus yang terjadi sa at reaktor start-up dan shut down. Untuk menjamin integritas struktur, dalam pelaksanaan in-service inspection dilakukan uji takrusak untuk mendeteksi te~adinya retak dalam memonitor proses terjadinya fatik. Penelitian terkait dengan pengembangan metode monitoring proses fatik telah dilakukan dengan objek pengamatan retak mikro atau monitoring pertumbuhan retak. Dalam penelitian ini, dilakukan uji tak-rusak menggunakan ultrasonik terhadap spesimen yang sedang mengalami uji fatik siklus rendah yang bertujuan untuk mengembangkan metode untuk memprediksi lokasi inisiasi retak. Selama uji fatik berlangsung, uji ultrasonik dilakukan beberapa kali dengan menghentikan sementara uji fatiknya. Uji ultrasonik dilakukan dengan metode water immersion yang menggunakan focusing probe 15MHz. Analisis hasil uji ultrasonik dilakukan melalui analisis spektrum frekuensi dengan dua parameter yaitu intensitas puncak spektrum frekuensi dan gradien fungsi atenuasi. Dari hasil analisis diketahui bahwa seiring dengan kenaikan siklus pembebanan, intensitas puncak spektrum frekuensi mengalami kenaikan yang selanjutnya turun dan gradien fungsi atenuasi mengalami penurunan di awal proses fatik, selanjutnya meningkat secara konsisten. Dari hasil eksperimen disimpulkan, proses fatik logam dapat dimonitor secara tak-rusak dengan ultrasonik saat pengujian tetapi belum mampu menunjukkan lokasi inisiasi retak. Kata kunci: Fatik siklus rendah, uji tak-rusak, uji ultrasonik, metode water immersion, analisis spektrum. ABSTRACT NON-DESTRUCTIVE PREDICTION OF CRACK INITIATION LOCATION OF COPPER ALLOY ON LOW-CYCLE FATIGUE PROCESS USING ULTRASONIC. Metal fatigue is a dominant factor to structure's component failure compared to the other factors such as creep and over load. Fatigue phenomenon can occur in nuclear power plant's structure such as reactor pressure vessel, primary coolant pipe and pressurizer. Fatigue in these structures is a low-cycle fatigue due to cyclic load when reactor start-up and shut down. To assure the structure integrity, non-destructive testings were performed along in-service inspection to detect the crack occurence to monitor fatigue process. Research on development of fatigue monitoring method has been conducted subjected to micro cracks detection or crack growth monitoring. In this study, ultrasonic non-destructive tests were performed to specimens subjected to low-cycle fatigue test, in order to predict location of crack initiation. Ultrasonic tests were performed using water immersion method with focusing probe of 15MHz frequency. Results of ultrasonic tests were analyzed by spectrum analysis with two parameters, that are peak intensity and gradient of atenuation function. Analysis results show that peak intensity of frequency spectrum increases and then decreases due to increasing of cycle number. Gradient of attenuation function decreases then increases consistently. It's concluded that metal fatigue process could be monitored non-destructively using ultrasonic, but crack initiation location could not be detected yet. Key words: Low-cycle Fatigue, spectrum analysis
non-destructive
testing, Ultrasonic
315
Testing,
water immersion
method,
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
BABI
ISSN 2087-8079
PENDAHULUAN
Komponen-komponen penyusun sistem umumnya akan menerima beban selama masa operasi, baik beban yang sifatnya statis atau dinamis (beban siklus). Terjadinya beban siklus pada suatu material dapat mengakibatkan terjadinya patah fatik (fatigue fracture). Berdasarkan jumlah siklus pembebanan pada saat terjadi patah fatik, maka fatik dikelompokkan menjadi dua, yaitu fatik siklus rendah dan fatik siklus tinggi. Fatik siklus rendah didefinisikan jika patah fatik terjadi pada pengulangan beban kurang dari 100.000 kali, sedangkan fatik siklus tinggi adalah jika pengulangan beban lebih dari 100.000 kali. Pada suatu instalasi PLTN, banyak komponen yang mengalami beban berulang yang dapat mengakibatkan kegagalan, baik berupa fatik siklus rendah maupun fatik siklus tinggi. Fatik siklus rendah misalnya dapat terjadi pada bejana tekan reaktor, pipa pendingin primer, pressurizer, katup isolasi uap utama dan pompa resirkulasi, sedangkan, fatik siklus tinggi misalnya dapat terjadi pada pompa dan tube-tube pada penukar panas. Proses fatik material, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua tahap yaitu sebelum terjadi retak dan sesudah terjadi retak. Proses sebelum terjadi retak meliputi terjadinya deformasi plastis dan terjadinya slip band yang peristiwanya terjadi dalam skala mikro. Pada proses setelah terjadinya retak pada dasarnya merupakan proses perambatan (growth) retak hingga terjadinya patah. Untuk menghindari terjadinya patah fatik selama sistem beroperasi maka perlu dilakukan pengelolaan terhadap umur (lifetime management), yang salah satunya melalui pelaksanaan in-service inspection (/SI). Oalam pelaksanaan ISI umumnya digunakan berbagai macam metode pengujian yang sifatnya tidak merusak objek yang diuji yang disebut uji tak-rusak, seperti uji penetrant, uji partikel magnet, uji ultrasonik dan uji eddy current. Uji tak-rusak ini bertujuan untuk mendeteksi adanya retak, yang merupakan akibat dari proses fatik. Telah banyak dilakukan penelitian dalam rangka pengembangan teknik pemantauan proses degradasi material akibat fatik, yang umumnya pada objek pasca terjadinya retak[1-5]. Selain itu, Ching, et.al melakukan monitoring secara tak-rusak dengan metode ultrasonik terhadap struktur mikro material akibat deformasi plastis dengan kuantitas regangan yang berbeda-beda, di mana deformasi plastis merupakan awal dari terbentuknya suatu retak[6]. Oalam penelitian tersebut diketahui bahwa parameter-parameter gelombang ultrasonik mengalami perubahan seiring dengan kuantitas perubahan deformasi plastis. Pada penelitian sebelumnya[7], proses degradasi fatik siklus tinggi dipantau dengan metode ultrasonik yang bertujuan untuk memprediksi lokasi terjadinya retak. Meskipun parameter ultrasonik menunjukkan perubahan seiring dengan jumlah pembebanan berulang, namun lokasi retak belum dapat diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu metode pemantauan proses degradasi material akibat fatik, khususnya untuk memprediksi lokasi terjadinya retak. Berdasarkan kondisi operasi PLTN, terjadinya fatik siklus rendah pada bejana tekan reaktor mengakibatkan deformasi plastis besar, maka uji fatik dilakukan pada fatik siklus rendah sedangkan pemantauan secara tak-rusak menggunakan metode ultrasonic water immersion dengan focusing probe 15 MHz. Metode ultrasonik dipilih karena di samping memiliki sifat non-radiasi, gelombang ultrasonik juga mampu mendeteksi kodisi di dalam material. Spesimen dibuat menggunakan material kuningan (brass). Meskipun material ini tidak digunakan secara langsung terkait dengan reaktor nuklir, namun karena material ini memiliki elongation yang besar yang mana diharapkan dapat memberikan dampak pada parameter gelombang ultrasonik secara signifikan. Sehingga, dalam tahap awal pengembangan ini akan lebih mempermudah diperoleh hubungan antara proses fatik dan parameter dalam pengujian ultrasonik. Hasil uji ultrasonik dianalisis dengan analisis spektrum frekuensi gelombang ultrasonik. Melalui penelitian ini diharapkan akan diperoleh metode untuk memprediksi lokasi inisiasi retak pada proses fatik, sehingga dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan ISI yang akan menjamin integritas struktur dalam PLTN. Selain itu penelitian ini juga menunjang tugas bidang dalam evaluasi integritas struktur reaktor.
316
Prediksi tak-rusak lokasi inisiasi retak pada proses tatik ... (Dr. Roziq Himawan, M.Eng.)
BAB II TEORI
2.1.
Fatik Dalam Material Logam
Banyak struktur mekanik yang mengalami kegagalan meskipun struktur tersebut hanya menerima beban yang jauh di bawah kuat tarik material penyusun struktur tersebut. Hal ini dapat terjadi karena beban terse but bekerja secara dinamis atau berulang-ulang terhadap waktu. Fenomena ini disebut fatik, yang didefinisikan sebagai perubahan sifat (mekanik) yang dapat terjadi pada material logam akibat adanya tegangan atau regangan secara berulang. Secara umum perubahan sifat ini akan mengakibatkan retak atau bahkan patah. Definisi ini juga berlaku untuk material non-Iogam seperti material polimer. Jika suatu material logam diberi beban, misalnya dalam uji tarik, seiring dengan semakin bertambahnya tegangan, material akan mengalami deformasi elastis sampai pada tegangan luluh (ays) material tersebut dan setelah itu material akan mengalami deformasi plastis. Meskipun dalam proses fatik material log am tegangan yang bekerja lebih kecil dari tegangan luluhnya, namun proses fatik diawali oleh terjadinya deformasi plastis lokal, yang kemudian memicu terjadinya retak kecil, selanjutnya tumbuh menjadi retak besar dan akhirnya mengakibatkan patah. Deformasi plastik yang terjadi pad a proses fatik ini disebabkan oleh beban yang bekerja secara siklus. Deformasi plastis dapat terjadi karena di dalam struktur material terdapat bidang geser (slip plane) di mana jika ada beban bekerja akan timbul pergeseran yang mengakibatkan deformasi plastis. Karena bidang geser ini dalam satuan terkecil dimiliki oleh kristal, maka dalam suatu material terdapat bidang geser yang sangat banyak. Jika material memperoleh beban dalam satu arah, misalnya pad a saat uji tarik, maka arah pergeserannya ke satu arah. Namun, jika pembebanan dilakukan berulang-ulang secara siklus, di mana secara relatif beban bekerja ke dua arah yang berlawanan secara bergantian, maka arah pergeserannyapun ke dua arah yang berlawanan. Jika dilihat secara mikro, hal ini akan mengakibatkan bentuk jejak pergeseran yang menyerupai gunung dan lembah pada permukaan material. Bagian yang berbentuk gunung ini disebut extrusion, sedangkan bagian lembah disebut intrusion (Lihat Gambar 1). Jika beban berulang terus terjadi, maka intrusion akan berevolusi menjadi retak mikro, yang selanjutnya retak mikro ini akan tumbuh menjadi retak makro .
.....•.... --- --- - ---.-..••.... ,/
Slip pklnes 1/ . ,.,,:::;. /ExtruslO~ ..:::::::~=
"'. '\ \
i./:~;Y~·
\
~ \
:
:
J
.,
J
._"[
,
~o(".
•
•
I ,
•......
.
•
,~
1 .~
,; .~ ,.
•
,
~
J
"'\"""
•.~,~l
." ..,.--------- --- ..-...•....
Gambar 1. Skema terjadinya extrusion dan intrusion 2.2.
Uji Tak-rusak
Untuk menjamin integritas struktur pada suatu instalasi setelah instalasi beroperasi, . dilakukan In-service Inspection (/SI). ISI yang dilakukan terhadap struktur termasuk komponen penyusunnya harus tidak berdampak pada penurunan sifat-sifat mekaniknya. Oleh karena itu, ISI umumnya dilakukan dengan metode yang tidak menimbulkan kerusakan pada objek yang diujinya yang disebut uji tak- rusak (Non-destructive Testing). Meskipun demikian, dalam instalasi PLTN dilakukan juga uji rusak yang ditujukan untuk melakukan surveilance programme bejana tekan reaktor. Uji rusak yang biasanya dilakukan misalnya uji tarik, uji impak dan uji kekerasan. Metode ini dilakukan untuk mengetahui secara aktual kekuatan sifat mekanik bejana tekan.
317
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
Dalam uji tak-rusak terdapat beberapa metode, di mana metode-metode yang ditetapkan sebagai metode uji tak-rusak untuk satu negara berbeda dengan negara lain. Metode-metode yang dikategorikan sebagai metode uji tak-rusak hampir di semua negara adalah: 1. Visual Testing (VT) 2. Eddy Current Testing (ET) 3. Magnetic Particle Testing (MPT) 4. Ultrasonic Testing (UT) 5. Radiography Testing (RT) Sebagaimana namanya, VT dilakukan melalui pengamatan visual terhadap objek pengujian. Untuk metode ET dan MPT disebut surface method, karena secara umum digunakan untuk melakukan deteksi cacat-cacat permukaan, sedangkan metode UT dan RT disebut volumetric method, karena mampu digunakan untuk mendeteksi cacat-cacat yang terdapat di dalam material. Kelima metode uji tak-rusak di atas, masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangan sehingga dalam uji tak-rusak tidak ada metode yang paling baik dan metode yang tidak baik. Masing-masing metode digunakan untuk tujuan tertentu yang mempertimbangkan kondisi cacat, lokasi cacat, lokasi objek pengujian, faktor ekonomis dan lain sebagainya. Bahkan, dalam suatu pengujian tidak dapat ditentukan hanya dengan satu jenis metode saja. Dalam hal ini, satu metode merupakan pelengkap atau pendukung metode yang lainnya.
2.3.
Uji Tak-rusak MetodeUltrasonik
Sebagaimana namanya, uji tak-rusak metode ultrasonik adalah metode pengujian yang mengaplikasikan gelombang ultrasonik. Dalam pengujiannya, gelombang ultrasonik dibangkitkan oleh rangkaian elektronik yang disebut pulser, selanjutnya gelombang ultrasonik dalam bentuk energi listrik ini diubah menjadi energi mekanik untuk diteruskan ke benda uji oleh sensor yang disebut probe. Jika gelombang ultrasonik mengenai suatu inhomogenitas karakteristik akustik, maka akan terjadi pemantulan. Gelombang pantul tersebut akan ditangkap oleh probe dan diubah lagi menjadi energi listrik. Dalam pelaksanaan pengujian ultrasonik, terdapat berbagai jenis gelombang ultrasonik, tipe probe, dan metode pengujian yang disesuaikan dengan objek dan tujuan pengujiannya. Saat ini metode ultrasonik banyak digunakan untuk mendeteksi adanya cacat yang sering muncul dalam sambungan las atau metode fabrikasi yang lainnya. Selain itu, metode ultrasonik dapat juga digunakan untuk memprediksi modulus Young, E, kekerasan material logam, menentukan porositas dan lain-lain, yang dilakukan dengan penyusunan suatu rumus empiris untuk suatu material tertentu.
2.4.
PengujianUltrasonik Untuk Monitor Proses Fatik
Dalam studi Ching etal., diketahui bahwa bahwa parameter-parameter pengujian ultrasonik memiliki korelasi dengan kuantitas deformasi pada material logam[6]. Oleh karena itu, berdasarkan hasil tadi, dilakukan studi untuk memprediksi lokasi inisiasi retak pada proses fatik menggunakan metode ultrasonik. Dalam pengujian ultrasonik, hasil pengujian diperoleh berupa sinyal gelombang pantul, gelombang transmisi atau gelombang hambur di mana sinyal-sinyal tersebut berada dalam domain waktu. Untuk melakukan analisis kuantitatif di dalam domain waktu, kadang kala terdapat kesulitan karena perubahan nilai-nilai parameter terlalu kecil, di mana nilai perubahan ini lebih kecil dari derau (noise) atau fluktuasi hasilnya. Parameter yang biasa digunakan dalam domain waktu adalah amplitudo sinyal, nilai atenuasi dan cepat rambat gelombang dalam spesimen. Dalam penelitian ini, analisis hasil pengujian ultrasonik dilakukan dalam domain frekuensi. Untuk mengubah dari domain waktu ke domain frekuensi diperlukan suatu fungsi matematika yang disebut Fourier Transform. Jika f(t) adalah suatu fungsi dalam domain waktu, dan F(w) adalah suatu fungsi dalam domain frekuensi, Fourier Transform dinyatakan dengan persamaan
318
Prediksi tak-rusak lokasi inisiasi retak pada proses tatik ... (Or. Roziq Himawan, M.Eng.)
00
F(m)=
(1 )
ff(t)e-j{Ufdt
dengan t adalah waktu, w adalah frekuensi dan j adalah bilangan imajiner. Oalam pelaksanaan analisis, sinyal ultrasonik di-digitalisasi untuk mendapatkan data numerik. Karena persamaan (1) merupakan fungsi kontinyu, maka dalam pelaksanaan analisis digital diperlukan fungsi diskrit. Fungsi Fourier Transform dalam persamaan (1), dapat dinyatakan dengan persamaan diskrit 2 . jk
n-l
-~
fj = LXke
(2)
n
k=O Nilai x dalam persamaan (2) adalah data numerik hasil pengujian ultrasonik dan n adalah jumlah data. Algoritme untuk melakukan komputasi persamaan (2) dengan cepat disebut Fast Fourier Transform (FFT) dan yang paling umum digunakan adalah algoritme Cooley- Tukey. Gambar 2 memperlihatkan contoh sinyal ultrasonik dan spektrum frekuensi hasil FFT. Untuk melakukan kuantifikasi digunakan dua parameter, yaitu: 1. Intensitas puncak spektrum 2. Gradien fungsi atenuasi Intensitas puncak spektrum adalah nilai maksimum yang ditunjukkan dalam Gambar 2(b), sedangkan gradien fungsi atenuasi didefinisikan sebagaimana diuraikan berikut. 4
-2
-4 6
7
8
9 Time
II
10
(l-1s)
(a) Sinyal gelombang pantul
=
16
.•. .;;;
.G-
~ 0 48
12 0
5
to
15
20
25
30
Frequency (MHz) (b) Spektrum frekuensi geJombang pantul
Gambar 2. Contoh sinyal ultrasonik dan spektrum frekuensi hasil FFT
319
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
Pada pengujian ultrasonik dalam penelitian ini, diambil 2 (dua) data yaitu sinyal gelombang pantul dari permukaan atas spesimen standar dan dari permukaan bawah spesimen. Jika spektrum frekuensi gelombang pantul permukaan atas spesimen standar dinyatakan dengan 'R(w) dan spektrum frekuensi gelombang pantul permukaan bawah spesimen uji dinyatakan dengan 'B(w) , perbandingan kedua parameter terse but dinyatakan dengan persamaan
(3) Persamaan ini disebut dengan transfer function[8]. Namun karena persamaan ini menunjukkan rasio atenuasi pada domain frekuensi, maka selanjutnya disebut fungsi atenuasi[8]. Selanjutnya, untuk mencari gradien fungsi atenuasi dilakukan regresi dalam rentang frekuensi antara 1OMHz-20MHz seperti yang diperlihatkan pad a Gambar 3.
c =0 § .2u2-cc ::;:
CC
Q) ""-
140 80 60 100 120 0 40
Rentang gradien fungsi atenuasi
5
10
15
20
25
30
Frequency (MHz) Gambar 3. Contoh hasil fungsi atenuasi
BAB III METODOLOGI 3.1.
Bahan
Pada penelitian ini digunakan spesimen yang terbuat dari material paduan tembaga (Cu-40Zn) berbentuk pelat dengan ketebalan 4mm. Komposisi unsur paduan tembaga ini diperlihatkan pada Tabel 1 sedangkan bentuk dan ukuran spesimen diperlihatkan pad a Gambar 4. Seperti diperlihatkan pad a Gambar 4, bagian tengah spesimen dibuat melengkung dengan jari-jari 100 mm, dengan tujuan agar tegangan terkonsentrasi di bagian tengah spesimen sehingga deformasi plastis dan retak akan mudah terjadi di bagian tengah ini. Untuk menghilangkan tegangan sisa (residual stress), spesimen diberi perlakuan panas melalui proses annealing yang dilakukan pada temperatur 837 K(600°C) dan waktu tahan selama 4 jam. Untuk menghindari besarnya hamburan gelombang ultrasonik pada permukaan spesimen, maka spesimen dipoles menggunakan amplas dengan tingkat kekasaran #100 - #800.
320
Prediksi tak-rusak takasi inisiasi retak pada proses tatik. .. (Dr. Raziq Himawan, M.Eng.)
Tabel 1. Komposisi unsur paduan Cu-40Zn (wt%) No.
Zn Cu Fe Pb 59,0-62,0 Res. Komponen <0,10 <0,07 Komposisi
!/
50
~
50
100
I ~
Gambar 4. Bentuk dan ukuran spesimen
3.2.
Uji Fatik
Uji fatik dilakukan menggunakan mesin uji fatik dengan beban tarik-tarik. Pada pengujian ini beban diberikan secara siklus yang membentuk pola gelombang sinus, di mana besar beban maksimum diatur konstan sebesar 150 MPa. Perbandingan tegangan (stress ratio), nilai perbandingan antara tegangan minimum dan tegangan maksimum sebesar, R=0,05 dan frekuensi siklus sebesar 10Hz. Pengujian dilakukan pada suhu kamar. Pada jumlah siklus pembebanan tertentu, pengujian dihentikan, spesimen dilepas dari mesin uji selanjutnya dilakukan pengujian ultrasonik. Setelah pengujian ultrasonik, uji fatik dilanjutkan lagi, demikian seterusnya dilakukan berulang-ulang sampai spesimen patah. Bersamaan dengan pelaksanaan pengujian ultrasonik, dilakukan pengamatan permukaan spesimen untuk mengonfjrmasi apakah sudah terjadi retak. 3.3.
Pengujian Ultrasonik
Specimen o
o o
Do
1001
00
Gambar 5. Skema a/at pengujian u/trasonik
321
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
Pengujian ultrasonik dilakukan dengan metode Ultrasonic Water Immersion (UWI). Set-up pengujian ultrasonik diperlihatkan pada Gambar 5. Pengujian dilakukan menggunakan probe tipe focusing dengan jarak fokus 25 mm dan memiliki frekuensi tengah/nominal 15 MHz. Pada saat pengujian, titik fokus probe diposisikan pada permukaan bawah spesimen dengan cara sedemikian rupa sehingga amplitudo gelombang balik pertama mencapai maksimum. Untuk melakukan pengujian pengaruh luas penampang karena terjadinya deformasi plastis, dilakukan pengujian ultrasonik di sepanjang garis tengah spesimen (arah memanjang) dengan interval titik pengujian 5 mm (Gambar 6(a)). Pada daerah yang diperkirakan mengalami regangan (strain) besar yaitu di bagian tengah spesimen, dilakukan pengujian ultrasonik dengan interval 1 mm (berjumlah 14 titik ke arah panjang spesimen dan 23 titik ke arah tegak) seperti diperlihatkan pad a Gambar 6(b). Pengujian pada area ini dilakukan dengan menganalisis gelombang pantul dari permukaan atas (surface reflected wave) dan gelombang pantul dari permukaan bawah pertama (backwall reflected wave). Data pengujian yang berupa gelombang ultrasonik didigitalisasi dan diakuisisi secara langsung dengan komputer. Digitalisasi dilakukan dengan laju akuisisi (sampling rate) 0,2 ns dan setiap data gelombang terdiri dari 10.020 titik data. Untuk mengeliminasi fluktuasi hasil pengukuran yang bersumber dari alat uji, maka dibuat spesimen standar dari material yang sama dan mengalami perlakuan yang sama. Setiap pengujian diawali dengan pengujian spesimen standar yang hasilnya digunakan untuk menormalisasi hasil pengujian terhadap spesimen uji. Untuk menganalisis gelombang pantul ultrasonik, dilakukan analisis spektrum sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya.
000000000000000
Arah beban
-50
o
Arah beba
50
(a)
Load direction
Load Direction
(b)
Gambar 6. Titik dan area pengujian ultrasonik
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 7 memperlihatkan intensitas puncak spektrum frekuensi dari gelombang pantul permukaan bawah pada masing-masing titik pengukuran di sepanjang garis tengah
322
Prediksi tak-rusak takasi inisiasi retak pada proses tatik ... (Dr. Raziq Himawan, M.Eng.)
spesimen (titik-titik yang tersusun memanjang ke arah sumbu spesimen pada Gambar 6 (a)). Masing-masing simbol dalam grafik menunjukkan jumlah siklus pembebanan pada saat pengujian ultrasonik. Oari gambar ini dapat diketahui beberapa hal. Pertama, sejak awal pengujian ultrasonik (sebelum spesimen diberi beban) nilai intensitas spektrum berbeda-beda tergantung pada posisinya. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi material tidak homogen secara akustik (dampaknya terhadap gelombang ultrasonik), di mana karena gelombang ultrasonik merambat menembus material, maka inhomogenitas ini disebabkan oleh kondisi struktur mikro di dalam material. ()
()
., "
c: .:<
0.003
0 U Q:)
""~ ~
(Co () ) Ic. c: l.>, r/) () 2~
~ .~
0.007 0.004 0.008 0.006 0.005
+ +-
-+- N=90.000 ...•..• N=50.000 N=1l0.000 -+-N=O ...g... N=130.000 -25 N=70.000
-50
o
25
50
Position from center line [mm]
Ket: N adalah jumlah siklus pembebanan
Gambar 7. Intensitas puncak spektrum frekuensi pada garis tengah spesimen Kedua; meskipun di semua titik memiliki pola perubahan nilai intensitas puncak spektrum yang sama, namun tidak terlihat hubungan yang jelas antara kenaikan siklus pembebanan dengan intensitas puncak spektrum frekuensi. Ketiga, secara kualitatif, di awal pembebanan, intensitas puncak spektrum frekuensi di bagian tengah spesimen men gal ami kenaikan secara drastis, setelah itu mengalami kenaikan sedikit dan akhirnya mengalami penurunan. Kenaikan di awal pembebanan ini disebabkan karena besarnya tegangan yang bekerja pada spesimen saat uji fatik siklus rendah, sehingga spesimen mengalami deformasi plastis besar yang mengakibatkan penipisan tebal spesimen akibat efek poisson ratio. Deformasi plastis ini memberikan dampak pada kenaikan intensitas puncak spektrum, sedangkan di bagian pinggir spesimen rentang perubahan intensitas puncak spektrum tidak selebar pada bagian tengah spesimen. Gambar 8 memperlihatkan hasil pengujian di bagian tengah spesimen (Iokasi pengujian ultrasonik yang diperlihatkan pada Gambar 6 (b), berupa 14 titikx23 titik). Gambar ini menunjukkan kontur intensitas puncak spektrum frekuensi dari gelombang pantul permukaan bawah. Arah mendatar pada gambar searah dengan arah pembebanan. Warnawarna di dalam gambar menunjukkan nilai intensitas puncak spektrum, di mana warna hijau adalah nilai terendah dan semakin beralih ke warna hijau muda, kuning, oranye dan merah nilai semakin besar. Nilai intensitas puncak spektrum tidak memiliki satuan. Oari gambar ini dapat diketahui bahwa distribusi intensitas puncak spektrum frekuensi mengalami perubahan selama proses degradasi fatik. Oalam Gambar 8 dapat diamati bahwa sebelum spesimen mengalami pembebanan, N=O, hasil pengujian ultrasonik menunjukkan hasil yang hampir sama di semua lokasi, kecuali di beberapa tempat menunjukkan nilai yang lebih besar. Hal ini memperkuat hasil pengujian pad a Gambar 7, bahwa secara akustik material memiliki inhomogenitas. Selain itu, distribusi intensitas puncak spektrum frekuensi menunjukkan adanya pola berbentuk memanjang ke arah sumbu pembebanan. Karena arahnya yang sama dengan arah pengerolan saat fabrikasi material, maka pola ini terbentuk karena kondisi struktur mikro yang diakibatkan ketika proses pengerolan.
323
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
Setelah dilakukan pembebanan pada spesimen (pada N=50.000), terjadi kenaikan intensitas puncak spektrum frekuensi yang ditandai dengan perubahan warna. Perubahan ini umumnya terjadi pad a daerah di mana pada saat N=O memiliki nilai yang relatif tinggi. Oi samping mengalami kenaikan intensitas, daerah ini mengalami pelebaran juga. Seiring dengan pertambahan jumlah siklus pembebanan (dari N=70.000 N=110.000) pola ini hampir tidak mengalami pergeseran lokasi. Oi dalam daerah sabuk ini nilai intensitas puncak spektrum mengalami kenaikan dibandingkan kondisi awal. Karena di awal pembebanan, spesimen menerima tegangan yang besar, maka hal ini menimbulkan deformasi plastis sehingga terbentuknya pola sabuk ini merupakan perwujudan terjadinya slip band pada spesimen[8,9]. Oari pengamatan ini (hasil pengujian sebelum pembebanan dan setelah dilakukan pembebanan) maka dapat diketahui bahwa pola-pola yang terbentuk pada kontur hasil pengujian merupakan refleksi atau pengaruh dari struktur dalam material (struktur mikro). Pada N=130.000, daerah sabuk yang memiliki nilai intensitas puncak spektrum tinggi mengalami penurunan intensitas (membelah warna merah). Penurunan ini diakibatkan oleh adanya proses hardening pada material. Oi mana pada proses hardening ini terjadi vortex (patahan) slip band selama material mengalami deformasi. Selain itu, dalam pengujian fatik, retak pertama kali diamati pada saat jumlah pembebanan N mencapai 130.000, sedangkan spesimen mengalami patah pada NF133.900. Meskipun retak diamati pada N=130.000 tetapi hasil pengujian ultrasonik (dalam hal ini intensitas puncak spektrum frekuensi) tidak memperlihatkan tanda-tanda kejadian retak. Oari pengamatan visual yang dilakukan dengan mikroskop diketahui bahwa inisiasi retak terjadi dari sisi samping spesimen (bukan permukaan), sehingga tidak terefleksikan pada gelombang pantul permukaan bawah. Oari jumlah siklus pembebanan saat terjadinya inisiasi retak dibandingkan jumlah siklus pembebanan saat spesimen patah, dapat diketahui bahwa umur fatik didominasi oleh umur terjadinya inisiasi retak. Hal ini menunjukkan monitoring degradasi fatik pra terjadinya retak perlu dilakukan. Gambar 9 memperlihatkan hubungan antara nilai gradien fungsi atenuasi di bagian tengah dan bagian ujung posisi pengujian yang diperlihatkan pada Gambar 6(a) dengan jumlah siklus pembebanan. Sumbu mendatar menunjukkan jumlah pembebanan, sedangkan sumbu tegak menunjukkan nilai gradien fungsi atenuasi. Simbol hitam (closed) menunjukkan hasil pengujian di bagian ujung, sedangkan simbol putih (open) menunjukkan hasil pengujian di bagian tengah.
•...
(Y)
•... M 0\ 'r-" 5
•...
Iii
(b)
13 919 21 23 15 11
(c)
(a)
324
Prediksi tak-rusak lokasi inisiasi retak pada proses tatik ... (Dr. Roziq Himawan, M.Eng.)
11
13 15 17
19 21
(d)
(e) •
D
(f)
D
< 0,004 0,004 - 0,0045 0,0045 - 0,005 0,005 - 0,0055 • 0,0055 - 0,006
D
(a) N=O, (b) N=50.000, (c) N=70.000, (d) N=90.000, (e) N=110.000, (f) N=130.000 N indicates number of load cycle
Gambar 8. Oistribusi intensitas puncak spektrum frekuensi hasil pengujian ultrasonik pada masing-masing jumlah pengulangan pembebanan (N) Dari gambar ini diketahui bahwa sebelum spesimen men gal ami pembebanan, nilai gradien atenuasi menunjukkan perbedaan. Setelah beban diberikan pada spesimen, gradien fungsi atenuasi men gal ami penurunan, setelah nilai minimum tercapai mengalami kenaikan secara gradual seiring dengan kenaikan jumlah siklus pembebanan. Pad a tahap akhir, menjelang spesimen patah, gradien fungsi atenuasi mengalami stagnan atau sedikit penurunan. Kecenderungan atau trend ini terjadi baik di bagian tengah maupun ujung spesimen, namun perubahan di bagian tengah mengalami perubahan yang lebih besar. 3.3 3.5 vc 3.] :: .9 ~
:i
•
•
<>
<>
•
<>
<> <>
2.5 o
20000
40000
60000
80000
]00000
]20000
]40000
N umber of Cycle
Gambar 9. Hubungan antara gradien fungsi atenuasi dan jumlah siklus pembebanan
325
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
Interaksi gelombang ultrasonik dengan material yang berdampak pada atenuasi dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu dislokasi dan hamburan oleh batas butir material. Jika gelombang ultrasonik dimasukkan ke dalam material, maka dislokasi yang ada di dalam material tersebut akan mengalami vibrasi menggunakan energi gelombang ultrasonik, sehingga energi gelombang ultrasonik mengalami penurunan atau atenuasi. Interaksi antara atenuasi dan dislokasi di dalam material dijelaskan oleh Granato[10], yang dinyatakan dalam persamaan berikut ini.
a=
(4)
(1~~~~}L4 /'
dengan, (J. adalah atenuasi gelombang ultrasonik, G adalah shear modulus, B adalah specific damping constant, A adalah densitas dislokasi, L adalah panjang rata-rata loop dislokasi, f adalah komponen frekuensi gelombang ultrasonik yang digunakan, b nilai Burgers vector, dan C adalah dislocation-line tension dan dinyatakan dengan AGb2 , A adalah konstanta yang nilainya 0,5. Pada awal proses fatik, dalam waktu yang pendek terjadi deformasi plastis yang besar dan menimbulkan terjadinya slip band. Terjadinya slip band akan meningkatkan densitas dislokasi yang kemudian dislokasi bergerak menuju ke subsurface[11]. Peningkatkan densitas dislokasi memberikan konsekuensi meningkatnya panjang loop dislokasi (L). Berdasarkan persamaan (8), karena A dan L meningkat maka atenuasi meningkat. Selain itu, terjadinya deformasi plastis berdampak juga pad a spektrum frekuensi, dimana spektrum frekuensi akan mengalami ke arah frekuensi yang lebih tinggi [8]. Dua hal ini mengakibatkan penurunan nilai gradien atenuasi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 9. Pada proses fatik selanjutnya, deformasi plastis relatif konstan dan pada tahap ini terjadi hardening (pengerasan). Pad a saat ini densitas dislokasi mengalami penurunan dan gerak/mobilitasnyapun berkurang. Sehingga hal ini akan mengurangi atenuai. Kondisi ini mengakibatkan kenaikan gradien fungsi atenuasi pada Gambar 9. Hubungan antara atenuasi dan hamburan batas butir dinyatakan dengan persamaan[12]. (5) dengan (J. atenuasi gelombang ultrasonik, a konstanta absorbsi, S koefisien hamburan, 0 diameter rata-rata butiran dan f frekuensi gelombang ultrasonik yang digunakan. Dari persamaan (5) dapat diketahui bahwa ukuran butir dalam material memberikan dampak pada atenuasi sebanding dengan pangkat 3. Selama proses fatik, pad a arah sumbu memanjang spesimen akan mengalami elongasi sebaliknya, karena efek poisson ratio pada arah ketebalan akan mengalami penipisan. Hal ini berdampak pada bentuk mikrostruktur yang berubah menjadi kecil memanjang. Ukuran mikrostruktur ini berhubungan erat dengan kuantitas regangan (strain) E. pengaruh regangan terhadap atenuasi ini dinyatakan dengan[8]
dengan (J. atenuasi, B konstanta, E regangan dan f frekuensi gelombang ultrasonik yang digunakan. Dari persamaan (6) diketahui bahwa atenuasi merupakan fungsi dari regangan dan frekuensi. Peningkatan regangan akan meningkatkan atenuasi, dalam parameter penelitian ini akan berdampak pada penurunan gradien fungsi atenuasi. Berdasarkan kedua teori di atas, maka proses perubahan gradien fungsi atenuasi selama proses fatik dapat dijelaskan sebagai berikut. Proses fatik dapat dibedakan menjadi 3 tahap. Pertama, terjadinya deformasi plastis secara signifikan di awal-awal pemberian beban. Deformasi plastis ini mengakibatkan penurunan gradien frekuensi. Dalam saat yang bersamaan, deformasi plastis ini mengakibatkan kenaikan densitas dislokasi yang akan meningkatkan gradien fungsi atenuasi. Namun, karena dampak perubahan struktur mikro akibat deformasi terhadap gradien fungsi atenuasi lebih besar daripada dampak dislokasi
326
Prediksi tak-rusak lokasi inisiasi retak pada proses fatik ... (Dr. Roziq Himawan, M.Eng.)
terhadap gradien fungsi atenuasi, maka penurunan gradien fungsi atenuasi mendominasi perubahan. Kedua, setelah deformasi plastis besar terjadi, deformasi plastis tetap berlangsung meskipun keci!. Pada tahap ini peran peningkatan densitas dislokasi lebih dominan, sehingga gradien fungsi atenuasi mengalami peningkatan. Ketiga, tahap terakhir dalam proses fatik, deformasi plastis telah selesai yang diikuti dengan proses pengerasan (hardening) pada material, di mana pada proses penegrasan ini dislokasi mengalami pengungkungan sehingga tidak bisa bergerak. Oleh karena dislokasi tidak memerlukan energi untuk bergerak, maka gelombang ultrasonik tidak kehilangan energi, yang ditunjukkan dengan gradien fungsi atenuasi yang konstan atau relatif turun. Jika melihat kedua spektrum pengujian (spektrum gelombang pantul dari permukaan spesimen standar dan spektrum gelombang pantul dari permukaan bawah spesimen uji), penurunan gradien fungsi atenuasi kemungkinan disebabkan oleh pergeseran spektrum frekuensi gelombang pantul dari permukaan bawah spesimen uji ke arah frekuensi tinggi. Untuk memastikan hal ini, selanjutnya dilakukan simulasi perubahan gradien fungsi atenuasi menggunakan sinyal gelombang pantul permukaan atas spesimen standar dan sinyal gelombang pantul permukaan bawah spesimen uji yang belum diberi beban, dengan tata cara sebagai berikut. Pertama-tama, dicari spektrum frekuensi dari kedua sinyal tersebut, selanjutnya spektrum frekuensi gelombang pantul permukaan bawah spesimen uji digeser ke arah komponen frekuensi tinggi sedikit demi sedikit sebesar 1 MHz seperti diperlihatkan pad a Gambar 10. Pada Gambar 10, spektrum yang lebih besar adalah spektrum gelombang pantul dari permukaan spesimen standar yang menggunakan skala di sebelah kanan, sedangkan spektrum yang kecil adalah spektrum gelombang pantul dari permukaan bawah spesimen uji yang menggunakan skala di sebelah kiri. 4 spektrum frekuensi kecil menunjukkan pergeseran atau perubahan posisi spektrum dari frekuensi rendah ke frekuensi tinggi. Setelah itu, untuk masing-masing posisi spektrum frekuensi yang kecil dicari spektrum fungsi atenuasinya, di mana hasilnya diperlihatkan pada Gambar 11. Oari Gambar 11 dapat diketahui bahwa jika spektrum frekuensi kecil mengalami pergeseran ke arah frekuensi tinggi, grafik fungsi atenuasi mengalami penurunan di bagian kanan.
0.015
I
,
15
Frequency Spectrum from front surface reflected wave
'"'
/
0.01
C!)
"0 '-"
"
I
.~ :::
I
//--''<.,:;--------------.-. \ \
\
/ /
\\ / -'
/
Ii
§
/
' _", \
Frequency Spectrum from bac~1Vall reflected wav!
Imila .. Ispectrum _------.1 MHz shifted toward high frequency
._.--.-::-------:::.\------.
2 MHz shifted toward high frequency
0.005
/:'" /_-'
o ~. o
":.:<.? ;.<~:,,:~: :.::.~ -'. \, -'. -. ~ _-'.-'
_/ ..
\
3 MHz shifted toward high frequency
=4';:')········· ..' .........• :..•..>~,;;"10
20
30
Frequency (MHz)
Gambar 10. Spektrum sinyal gelombang pantul dari permukaan atas dan permukaan bawah untuk simulasi
327
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
110
ISSN 2087-8079
Initial atenuation function diagram Atenuation Function arter I MHz shirtnlg Atenuation Function arter 2 M Hz shilling
c o
Atenuation Function arter 3 MHz shirtnlg
U c 90 ::J
(.L.
C
o
..;: ro ::J
C (!j
70
~
50 10
o
20
30
Frequency (MHz) Gambar 11. Perubahan fungsi atenuasi da/am simu/asi
3
2
1
o
-1 o
1
2
3
4
Shifting ofbackwall reflected wave (MHz) Gambar 12. HasH Simu/asi Pergeseran Spektrum Terakhir, dari grafik fungsi atenuasi dieari gradien fungsi atenuasi untuk komponen frekuensi di dalam rentang frekuensi 10-20 MHz. Hasil perhitungan gradien fungsi atenuasi diperlihatkan pada Gambar 12. Oari Gambar 11 dan 12 dapat diketahui bahwa semakin spektrum frekuensi bergeser ke arah frekuensi tinggi, grafik fungsi atenuasi semakin landai (Gambar 11) dan ini mengakibatkan gradien fungsi atenuasi berkurang (Gambar 12). Oari simulasi ini diketahui bahwa untuk penurunan gradien fungsi atenuasi sebesar 1 dB/MHz, spektrum frekuensi perlu bergeser sekitar 0,5MHz ke arah frekuensi tinggi. Namun, dalam penelitian ini perubahan gradien fungsi atenuasi dalam pengujian ultrasonik lebih keeil dari 0,5dB/MHz. Pad a Gambar 9 diperlihatkan bahwa perubahan gradien fungsi atenuasi
328
Prediksi tak-rusak takasi inisiasi retak pada proses (atik ... (Dr. Raziq Himawan, M.Eng.)
pada pengujian ultrasonik besarnya sekitar 0,1 dB/MHz. Sehingga perubahan puncak frekuensi tidak akan dapat terdeteksi sebagai frekuensi puncak dalam spektrum frekuensi. Oari hal ini diketahui bahwa resolusi alat ukur tidak cukup untuk mendeteksi perubahan yang terjadi selama proses fatik untuk dapat memprediksi lokasi retak. Pada pengujian tak merusak menggunakan ultrasonik, resolusi sistem terkait dengan frekuensi probe gelombang ultrasonik yang digunakan. Semakin tinggi frekuensi gelombang ultrasonik yang digunakan, akan semakin meningkatkan resolusi sekaligus sensitivitas pengujian.
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilakukan pengujian ultrasonik terhadap material yang diberi beban siklus untuk memprediksi lokasi inisiasi retak selama proses degradasi fatik berlangsung. Pengujian ultrasonik dilakukan dengan metode water immersion menggunakan probe fokus dengan frekuensi 15 MHz. Oari hasil pengujian diketahui bahwa intensitas puncak spektrum frekuensi tidak menunjukkan kecenderungan yang baku terhadap kenaikan jumlah siklus pembebanan, sedangkan gradien fungsi atenuasi mengalami penurunan di awal proses fatik, selanjutnya meningkat secara konsisten. Oengan demikian metode tak-rusak dengan ultrasonik dapat digunakan untuk melakukan monitoring proses fatik, namun perubahan yang menunjukkan lokasi retak atau daerah plastis tidak dapat diamati dengan metode yang diterapkan pada penelitian ini.
SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, untuk dapat memperoleh hasil pengujian yang dapat memonitor lokasi retak, maka dalam penelitian berikutnya disarankan untuk: 1. 2.
Menggunakan frekuensi yang lebih tinggi untuk meningkatkan ketelitian pengukuran, sehingga area deformasi yang diamati lebih kecil. Memperkecil jarak jumlah pembebanan antara satu pengujian ultrasonik dengan pengujian berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] [2] [3] [4]
[5]
HIRAO, M., et ai, Small Fatigue Crack Behavior in 7075- T651 Aluminum as Monitored with Rayleigh Wave Reflection, Metallurgical Transaction A, Vol. 24A, (1998) 1773-1782. J. Lankford, The Growth of Small Fatigue cracks in 7075-T6 Aluminum, Fatigue of Eng. Mat. And Struc., Vol. 5(3) 233-248. R.L. Jungerman, et aI., Optical Detection of Acoustic Displacement for the Characterization of Surface Defects, Material Evaluation, Vol. 42 (4) 444-450. R. Himawan, Deteksi Retak Permukaan Akibat Fatik Siklus Rendah Dengan Metode Water Immersion Transduser Tunggal, Pros. Pertemuan dan Presentasi IImiah Penelitian Oasar IImu Pengetahuan Oan Teknologi Nuklir, (2003) 107-114. TRUELL, et aI., Ultrasonic Methods in Solid State Physics, Academy Press, New York, 1969.
[6]
CHING, et aI., Influences of Tensile Direction and Plastic Strain on Ultrasonic Parameters Measured with Rolled Brass Plates, NDT&E International, Vol. 32 (1999) 355-361.
[7]
Roziq Himawan, Perubahan Spektrum Frekuensi Gelombang Ultrasonik pada Proses Rusak Fatik Siklus Tinggi, Prosiding Pertemuan dan Presentasi IImiah Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi (PPI-KIM) (2003) 256-268. KATO, et aI., Relationship Between Ultrasonic Parameters and Local Strain in Plastically Deformed Brass Plates, JSNOI, Vol. 50, No.1, (2001) 34-40.
[8]
329
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
[9]
ISSN 2087-8079
Suprapedi and Toyooka, Time-division Observation of Plastic Deformation Process
Using Digital Speckle Pattern Interferometry, Optical Review, 4, (1997) 284-287,. [10] GRANATO, et. aI., Theory of Mechanical Damping due to Dislocation, Journal of Applied Physics, 27 (1956) 583. [11] HIRAO, M., et aI., Ultrasonic Attenuation Peak During fatigue of Polycrystalline, Acta Materialia, Vol. 48, (2000) 517-524. [12] ANONYMOUS, Ultrasonic Flaw Detection Method, Japanese Industrial Newspaper, (1974)13.
330