VERIFIKASI PENYEBAB RETAK PADA PEMANCANGAN TIANG PIPA MENGGUNAKAN HYDRAULIC JACK Edwin Tanjung1, Hadi Rusjanto2, Grace Kurniawati3 1
Alumni Mahaiswa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Email: edwin.tanjung @hotmail.com 2,3 Dosen Tetap Program Studi Teknik Sipil FTSP Universitas Trisakti Jakarta, Jl. Kyai Tapa No.1, Jakarta
ABSTRAK Hydraulic Static Pile Driver (HSPD) merupakan solusi baru untuk proyek pemancangan, terutama yang terletak di tengah kawasan padat penduduk dan bangunan. HSPD memiliki keunggulan berupa tidak adanya getaran dan kebisingan seperti alat pemancang tiang pada umumnya. Namun, dalam praktek ditemukan kasus dimana tiang yang digunakan (spun pile) mengalami keretakan (vertikal) sebelum kuat tekan yang diinginkan tercapai. Makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui penyebab retak yang timbul pada spun pile akibat proses pemancangan tersebut. Analisa dilakukan dengan bantuan program SAP2000 untuk menghitung besar tegangan yang timbul akibat beban vertikal dan horizontal clamp pada permukaan spun pile, kemudian dianalisa menggunakan metode lingkaran Mohr (Mohr’s Circle) untuk menemukan tegangan utama serta arahnya. Tegangan utama tersebut kemudian dibandingkan dengan tegangan ijin beton serta Modulus of Rupture dari beton tersebut. Kata Kunci : Hydraulic Static Pile Driver, spun pile, Finite Element Method, SAP2000, Modulus of Rupture.
1.
LATAR BELAKANG
Pesatnya perkembangan proyek konstruksi di Indonesia berbanding lurus dengan perkembangan alat-alat untuk membantu dan mempermudah aktivitas dalam pengerjaan proyek konstruksi tersebut. Di kota-kota besar di Indonesia, bangunan tinggi adalah salah satu jenis konstruksi yang umum dibangun, terutama karena keterbatasan lahan. Untuk mempermudah pengerjaan konstruksi tersebut, dibutuhkan teknologi khusus, termasuk juga dalam pengerjaan pondasinya. Jack-in pile adalah suatu sistem pemancangan pondasi tiang yang pada pelaksanaannya, tiang ditekan masuk ke dalam tanah dengan menggunakan dongkrak hidraulis (hydraulic jack) yang diberi beban counterweight dan gaya tekan dongkrak dapat langsung dibaca melalui manometer, sehingga gaya tekan tiang dapat diketahui tiap mencapai kedalaman tertentu. Penggunaan jack-in pile sering menjadi alternatif pilihan selain penggunaan pondasi bor ketika lokasi proyek berada di daerah yang padat dengan bangunan atau pemukiman penduduk. Jack-in pile memiliki keunggulan karena tidak menimbulkan getaran dan kebisingan yang dapat mengganggu lingkungan sekitar, dan biayanya relatif lebih murah dibandingkan dengan pondasi bor. Untuk pemasangan jack-in pile sendiri, sering digunakan tiang pancang berupa pipa beton (spun pile) karena lebih ekonomis daripada tiang pancang yang berupa balok beton (square pile). Namun, dalam prakteknya tiang pancang pipa beton ini dapat mengalami keretakan saat dipancang dengan hydraulic jack walaupun tekanan yang diberikan belum sebesar tekanan yang diijinkan. Oleh sebab itu, dalam skripsi ini penulis akan menganalisis perilaku tiang pancang pipa beton yang dipancang dengan hydraulic static pile driver (HSPD) dengan bantuan program SAP2000 dan membandingkannya dengan retak yang terjadi pada spun pile yang digunakan dalam praktek, sehingga dapat mengetahui penyebab keretakan tersebut.
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
S-67
Struktur 2.
LANDASAN TEORI
Beton Bertulang Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari agregat halus (pasir) dan agregat kasar (kerikil/batu pecah) yang dicampur menjadi satu dengan semen dan air. Beton memiliki kuat tekan yang tinggi dan kuat tarik yang sangat rendah. Beton bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan baja dimana tulangan baja berfungsi menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki beton. Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti. Nilainya bervariasi tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan, dan karakteristik dan perbandingan semen dan agregat. Peraturan ACI menyebutkan bahwa rumus untuk menghitung modulus elastisitas beton untuk beton dengan berat normal yang berkisar 2320 kg/m3 adalah sebagai berikut: = 4700
(1)
Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya. Alasan utama dari kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton dipenuhi oleh retak-retak halus. Retak-retak ini tidak berpengaruh besar bila beton menerima beban tekan karena beban tekan menyebabkan retak menutup sehingga memungkinkan terjadinya penyaluran tekanan. Jelas ini tidak terjadi bila balok menerima beban tarik. Kuat tarik beton pada waktu mengalami lentur sangat penting ketika kita sedang meninjau retak dan lendutan pada balok. Berdasarkan beratus-ratus hasil pengujian, peraturan ACI menyebutkan nilai modulus keruntuhan fr sama dengan 7.5 ′ dalam satuan psi, atau 0.7 ′ dalam satuan MPa.
Metode Elemen Hingga Sebagaimana telah didefinisikan para pendahulu-pendahulu, bahwa energi itu adalah kekal dan jika aksi (energi) dilakukan terhadap suatu materi, maka materi akan melakukan suatu reaksi sebesar aksi tersebut. Reaksi dari pada materi ini akan disebut dengan gaya dalam. ”GAYA DALAM “ yang ada dalam struktur didefinisikan yaitu: Gaya Normal, Gaya Lintang, dan Gaya Momen yang akan mempengaruhi bentuk fisik materi tersebut. Perubahan bentuk fisik materi ini disebut dengan peralihan (displacement). Metode elemen hingga adalah suatu metode pemaparan bagaimana perjalanan aksi hingga timbul reaksi dalam materi, atau metode untuk memperkirakan besar reaksi dan reaksi apa yang timbul dari materi tersebut. Kontinum dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, maka elemen kecil ini disebut elemen hingga. Proses pembagian kontinum menjadi elemen hingga disebut proses “diskretisasi” (pembagian). Dinamakan elemen hingga karena ukuran elemen kecil ini berhingga (bukannya kecil tak berhingga) dan umumnya mempunyai bentuk geometri yang lebih sederhana dibanding dengan kontinumnya. Dengan metode elemen hingga kita dapat mengubah suatu masalah dengan jumlah derajat kebebasan tertentu sehingga proses pemecahannya akan lebih sederhana.
Tegangan pada Benda Elastis Perlu diperhatikan bahwa tegangan pada suatu bidang adalah vektor tegangan. Resultan tegangan dengan mudah dapat dicari dengan penjumlahan vektor dari komponen-komponennya. Keadaan tegangan pada benda elastis biasanya bervariasi dari satu titik ke titik lainnya; jadi, kita dapat tuliskan σ(x,y,z) dan τ(x,y,z).
Gambar 1. Elemen tiga dimensi
S-68
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Struktur Misalkan komponen tegangan σx, σ y, dan τ = τxy = τ yx pada suatu elemen dua dimensi (Gambar 2) dalam sistem koordinat kartesius diketahui.
Gambar 2. Rotasi elemen dua dimensi Dengan demikian, kedua arah tegak lurus ([1], [2]) bidang-bidsang dimana tegangan geser sama dengan nol (τ = 0) dan tegangan normal σ memiliki nilai ekstrim yang dapat ditentukan dari
(2) Arah-arah ini disebut arah utama (principal direction). Tegangan normal maksimum dan minimum yang bekerja pada bidang ini disebut tegangan utama (σ1, σ2) dan dapat dihitung sebagai
(3) dengan cara yang sama, tegangan geser maksimum adalah
(4) Persamaan untuk menentukan tegangan tegangan utama, dan juga persamaan tranformasi tegangan dua-dimensi dapat diturunkan dan dinyatakan secara grafis dalam lingkaran Mohr.
Gambar 3. Lingkaran Mohr untuk tegangan
3.
STUDI KASUS
Untuk studi kasus dalam tugas akhir ini, penulis menggunakan data dari suatu proyek yang mengalami kegagalan seperti yang telah disebutkan. Pada proyek tersebut dilakukan pemancangan spun pile dengan menggunakan alat HSPD. Berikut adalah data teknis dari spun pile dan alat HSPD dari proyek tersebut yang digunakan untuk analisis. Mutu beton
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
: 50 MPa
S-69
Struktur Diameter spun pile
: 600 mm
Tebal spun pile
: 100 mm
Diameter clamp
: 600 mm (= diameter spun pile)
Tinggi clamp
: 800 mm
Tinggi clamp dari permukaan tanah
:±2m
Tegangan vertikal clamp
: 26 MPa (pembacaan pada skala) 14000 kN/m2(pada permukaan tiang)
Tegangan horisontal clamp
: 16,5 MPa (pembacaan pada skala) 1900 kN/m2 (pada permukaan tiang)
Data tersebut dimodelkan ke dalam aplikasi SAP 2000, kemudian dianalisis dengan aplikasi tersebut. Hasil analisa tegangan yang dihasilkan oleh aplikasi SAP 2000 tersebut kemudian dianalisis lagi dengan metode Lingkaran Mohr untuk menentukan besar dan arah dari tegangan utama yang timbul pada permukaan spun pile.
4.
PEMBAHASAN
Analisa Lingkaran Mohr Dengan bantuan Microsoft Excel dapat diperoleh data tegangan pada titik dengan tegangan tarik terbesar sebagai berikut: σx = S11 = 2375.61 kN/m2 σy = S22 = -12017.42 kN/m2 τxy = S12 = 50.6 kN/m2
Data tersebut kita hitung analisis dengan lingkaran Mohr, dalam tugas akhir ini penulis menggunakan bantuan aplikasi pembuat lingkaran Mohr.
Gambar 4. Analisa lingkaran Mohr tegangan tarik terbesar Dari hasil analisis dengan Lingkaran Mohr, dapat kita peroleh tegangan utama serta arahnya sebagai berikut:
S-70
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Struktur σ1 = 2375.61 kN/m2 σ2 = -12017.42 kN/m2 θ = 0.2o
Gambar 5. Besar dan arah tegangan utama akibat tegangan tarik terbesar Dapat dilihat dari hasil analisa Lingkaran Mohr bahwa muncul tegangan tarik ke arah luar yang merupakan penyebab retakan vertikal pada permukaan spun pile tersebut.
Perbandingan tegangan utama dengan kapasitas tahanan beton Tegangan utama yang dihasilkan oleh analisa dengan Lingkaran Mohr tersebut dibandingkan dengan kapasitas tahanan dari material spun pile tersebut, sebagai berikut: = 0.7 × = 0.7 × √50 × 1000 = 4949.75 kN/m2 Tegangan utama pada penampang dari hasil analisa dengan metode Lingkaran Mohr dengan kapasitas tahanan dari material spun pile dibandingkan sebagai berikut: σ1 = 2375.61 kN/m2 < 4949.75 kN/m2 Untuk tegangan utama tarik, nilainya masih lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas tahanan material spun pile, maka seharusnya tidak terjadi keretakan. Namun, pada kenyataannya terjadi retak vertikal yang disebabkan oleh tegangan tarik ke arah luar (σ1) melampaui Modulus of Rupture. Modulus of Rupture beton kemudian diasumsikan mengalami reduksi akibat beban kombinasi dari clamp, menjadi sebagai berikut: = 0.3 × = 0.3 × √50 × 1000 = 2121.75 kN/m2 Sehingga bila dibandingkan lagi tegangan utama tarik yang didapat dengan kapasitas tahanan tarik material yang telah direduksi: σ1 = 2375.61 kN/m2 > 2121.75 kN/m2 Dapat dilihat bahwa tegangan utama tarik yang timbul pada permukaan spun pile lebih besar daripada kapasitas tahanan materialnya, sehingga timbul retakan yang arahnya tegak lurus dengan arah gaya tarik tersebut (retakan vertikal).
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
S-71
Struktur 5.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa tegangan yang telah dilakukan terhadap spun pile yang dipancang dengan menggunakan HSPD dengan bantuan aplikasi SAP2000 serta metode Lingkaran Mohr, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: • Muncul tegangan tarik pada permukaan spun pile akibat kombinasi beban vertikal dan horizontal dari clamp. • Modulus of Rupture digunakan sebagai indikator perbandingan untuk memverifikasi penyebab keretakan pada spun pile. • Modulus of Rupture diasumsikan mengalami penurunan/reduksi akibat beban kombinasi 3 dimensi. • Tegangan tarik yang timbul lebih besar daripada Modulus of Rupture yang telah direduksi, sehingga dapat diverifikasi penyebab terjadinya keretakan tegak lurus arah tegangan (retak vertikal) pada spun pile.
DAFTAR PUSTAKA Ashwell, D. G., Gallagher, R. H. (1976). Finite Elements for Thin Shells & Curved Members. John Wilet & Sons. Cook, Robert D. (1990). Konsep dan Aplikasi Metode Elemen Hingga. PT. Eresco, Bandung. Departemen Pekerjaan Umum. 2002. SNI 03-2847-2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Pramono, Handi. (2004). Struktur 2D dan 3D dengan SAP2000. Penerbit Maxikom. Susatio, Yerri, Ir. MT. (2004). Dasar-dasar Metode Elemen Hingga. Penerbit ANDI, Jogjakarta. Tanuwidjaja, Hadi Rusjanto. (2011). Paper “Indonesian Practical Experiences Investigating the Pile Design by Using High Capacity Push-In Jacks”.
S-72
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012