PREDIKSI AWAL MUSIM HUJAN MENGGUNAKAN ADAPTIVE NEURO-FUZZY INFERENCE SYSTEM PADA STUDI KASUS KABUPATEN INDRAMAYU
JUNIARTO BUDIMAN
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prediksi Awal Musim Hujan Menggunakan Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System Pada Studi Kasus Kabupaten Indramayu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Juniarto Budiman NIM G64090017
ABSTRAK JUNIARTO BUDIMAN. Prediksi Awal Musim Hujan Menggunakan Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System pada Studi Kasus Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh AGUS BUONO dan MUSHTHOFA. Anomali iklim menyebabkan pergeseran awal musim hujan di Indonesia. Pada sektor pertanian, hal ini menyulitkan dalam penentuan masa cocok tanam yang tepat. Kesalahan dalam penentuan masa cocok tanam mengakibatkan meningkatnya risiko gagal panen akibat kekeringan. Indramayu sebagai salah satu lumbung padi nasional tentu sangat bergantung pada iklim yang terjadi di dalam memproduksi padi. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi awal musim hujan di Kabupaten Indramayu dengan membangun model adaptive neuro-fuzzy inference system (ANFIS). Data yang digunakan ialah southern oscillation index (SOI) bulan Mei, Juni, Juli, dan Agustus sebagai prediktor dan awal musim hujan tahun 1971-2010. Pada data SOI dilakukan pengecilan interval data sehingga terdapat 7 interval. Terdapat 5 wilayah hujan di Indramayu dan wilayah hujan rataan untuk diprediksi menggunakan model ANFIS masing-masing. Hasil prediksi dievaluasi menggunakan root mean squared error (RMSE) dan koefisien korelasi kuadrat. Hasil prediksi terbaik diperoleh pada interval [-7,7] dengan ratarata RMSE sebesar 1.95 dasarian dan koefisien korelasi sebesar 0.33. Kata kunci: adaptive neuro-fuzzy inference system, musim hujan, prediksi, southern oscillation index
ABSTRACT JUNIARTO BUDIMAN. Predicting The Onset of The Rainy Season in Indramayu District of Indonesia Using Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System. Supervised by AGUS BUONO and MUSHTHOFA. Climate anomalies cause the onset of the rainy season changes in Indonesia. In agriculture, the change complicates precise determination of cultivation. Incorrect determination increases crop failure due to droughtness. As one of the national granaries, rice production in Indramayu highly depends on the climate. This research aims to predict the onset of the rainy season in Indramayu using adaptive neuro-fuzzy inference system (ANFIS). The data used in this study are southern oscillation index (SOI) from Mei to August as predictor and the onset of the rainy season from 1971 to 2010. SOI data was reduced to 7 intervals. There are 5 rain regions in Indaramayu, and the average rain region was predicted using ANFIS model for each region. The prediction result was evaluated using the root mean squared error and the squared correlation coefficient. The best prediction result was obtained at interval [-7,7] with an average of the root mean squared error of 19.5 days and a squared coefficient correlation of 0.33. Keywords: adaptive neuro-fuzzy inference system, rainy season, predict, southern oscillation index
PREDIKSI AWAL MUSIM HUJAN MENGGUNAKAN ADAPTIVE NEURO-FUZZY INFERENCE SYSTEM PADA STUDI KASUS KABUPATEN INDRAMAYU
JUNIARTO BUDIMAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Departemen Ilmu Komputer
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji: 1 Dr Ahmad Faqih
Judul Skripsi: Prediksi Awal Musim Hujan Menggunakan Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System pada Studi Kasus Kabupaten Indramayu Nama : Juniarto Budiman NIM : G64090017
Disetujui oleh
Dr Ir Agus Buono, MSi MKom Pembimbing I
Mushthofa, SKom MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Buono, MSi MKom Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala limpahan berkat serta kasih karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungan dari semua pihak dalam pelaksanaan kuliah maupun penelitian yang telah dilaksanakan, yaitu: 1 Ibunda tercinta Herawati Irwan beserta keluarga besar saya atas nasihat, doa, kasih sayang, dukungan, serta motivasi kepada penulis selama menjalani pendidikan dan menyelesaikan kuliah di Institut Pertanian. 2
Bapak Dr Ir Agus Buono, MSi MKom dan Bapak Mushthofa, SKom MSc atas kesabarannya dalam membimbing dan saran serta masukan selama bimbingan.
3
Bapak Dr Ahmad Faqih selaku dosen penguji yang telah memberi masukan dan saran pada penelitian dan tugas akhir penulis.
4
Sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 46 Ilmu Komputer IPB atas segala kebersamaan, bantuan, dukungan, serta kenangan bagi penulis selama menjalani masa studi. Semoga kita bisa berjumpa kembali kelak sebagai orang-orang sukses.
5
Rekan-rekan satu bimbingan, Gita Adhani, Maulita Pangesti, Dewi Humaira dan Fahman Haqqi semoga tercapai cita-cita kita setelah lulus kuliah nanti.
6
Semua instansi yang telah memberikan beasiswa kuliah kepada penulis selama berkuliah.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Kritik, saran dan masukan dalam penelitian ini penulis harapkan, demi baiknya penelitian ini dikemudian hari. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Bogor, Juli 2013 Juniarto Budiman
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
2
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
METODE
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
SIMPULAN DAN SARAN
14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
16
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Ilustrasi dasarian pada bulan Januari Data SOI tahun 2009-2010 Arsitektur ANN satu lapis Arsitektur ANFIS dengan 5 input dan 3 membership function Diagram alir metode penelitian Peta cakupan wilayah hujan di Kabupaten Indramayu Grafik koefisien korelasi antara SOI dengan awal musim hujan seluruh wilayah hujan 8 Grafik nilai RMSE (kiri) dan korelasi rata-rata (kanan) untuk seluruh wilayah 9 Grafik nilai RMSE (kiri) dan korelasi (kanan) masing-masing wilayah hujan pada setiap interval 10 Diagram boxplot galat hasil prediksi awal musim hujan setiap wilayah hujan pada model ANFIS (pada interval data) terbaik masing-masing wilayah
3 4 4 5 7 8 10 11 12
13
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data SOI tahun 1971-2010 2 Data Observasi AMH tahun 1971-2010 3 Hasil analisis korelasi sederhana antara data SOI dengan data awal musim hujan seluruh wilayah hujan tahun 1971 - 2010 4 Hasil prediksi awal musim hujan seluruh wilayah hujan pada seluruh interval data 5 Hasil perhitungan diagram boxplot galat prediksi awal musim hujan
16 17 18 19 21
PENDAHULUAN Latar Belakang Anomali iklim memiliki dampak langsung terhadap pertanian di Indonesia (Estiningtyas dan Amien, 2006). Salah satu faktor pengendali iklim yang berpengaruh terhadap pertanian yaitu El Nino-southern oscillation (ENSO). Kejadian ENSO dapat diamati melalui anomali pada data indeks suhu permukaan laut (SPL) dan data indeks osilasi selatan (southern oscillation index, SOI). Terdapat 2 kejadian ENSO, yakni El Nino dan La Nina. Kedua kejadian ENSO dapat mempengaruhi tingkat curah hujan, awal musim hujan, dan panjang musim hujan. El Nino juga menyebabkan awal musim hujan menjadi mundur dan panjang musim hujan menjadi lebih singkat, demikian La Nina sebaliknya. Menurut Boer (1999), pada El Nino dapat terjadi penurunan curah hujan hingga 80 mm/bulan dari curah hujan normal sehingga dapat menyebabkan kekeringan sedangkan peningkatan curah hujan hingga 40mm/bulan akibat La Nina. Pada sektor pertanian, anomali iklim El Nino dan La Nina sangat memiliki pengaruh. Anomali iklim tersebut semakin sering terjadi dan membuat musim menjadi ekstrim dengan durasi yang semakin panjang sehingga berdampak signifikan terhadap produksi pertanian di banyak negara, termasuk Indonesia (IPCC 2001). Berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh kedua anomali tersebut, anomali El Nino yang perlu diwaspadai karena memiliki dampak negatif bencana kekeringan terhadap pertanian. Pada tahun 2012, tercatat telah terjadi bencana El Nino dengan fase lemah sejak Juli dan meningkat menjadi fase moderat hingga akhir tahun 2012. Hal ini menyebabkan kekeringan di Sumatera, Jawa dan Kalimantan dan munculnya jumlah titik panas yang cukup tinggi di Sumatera dan Kalimantan (Radius 2012). Dampak langsung anomali iklim tersebut terhadap sektor pertanian dapat dikurangi dengan beberapa penanggulangan dini. Menurut Kementan (2011), informasi dan inovasi teknologi dapat digunakan dalam proses adaptasi perubahan iklim. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi atau menghindari resiko gagal panen akibat pergeseran musim dan perubahan pola hujan. Salah satu teknologi adaptasi menghadapi ancaman kelangkaan air dan kekeringan ialah penyesuaian waktu dan pola tanam berdasarkan atlas kalender tanam (katam). Atlas ini disusun berdasarkan kondisi pola tanam petani saat ini dan 3 skenario kejadian iklim, meliputi tahun basah (TB), tahun normal (TN), dan tahun kering (TK). Prediksi musim hujan tentu diperlukan di dalam penyesuaian waktu dan pola tanam. Awal musim hujan dapat diketahui melalui pengukuran terhadap curah hujan rata-rata dasarian suatu daerah. Penelitian Swarinoto (2010) menggunakan regresi linier berganda untuk menentukan hubungan antara nilai SPL di beberapa wilayah Indonesia, SPL Nino 3.4, dan SPL Samudera Hindia (Indian Ocean dipole mode, IODM). Penelitian Kurniawan (2012) menggunakan jaringan syaraf tiruan back propagation Levenberg-Marquardt untuk memprediksi awal musim hujan dengan prediktor SOI dan menghasilkan koefisien korelasi sebesar 0.99 dan nilai galat rata-rata sebesar 0.2 dasarian. Penelitian untuk memprediksi awal musim hujan juga pernah dilakukan oleh Larasati (2012) menggunakan support
2 vector regression dengan prediktor SOI menghasilkan koefisien korelasi sebesar 0.7 dan RMSE sebesar 2.3 dasarian. Penelitian ini melihat pola musim hujan dalam melakukan prediksi awal musim hujan yang dipengaruhi oleh anomali iklim El Nina dan La Nina. Salah satu parameter yang berkorelasi kuat dalam mempengaruhi terjadinya anomali iklim ialah SOI. Nilai SOI di kawasan Asia Tenggara merupakan indikator baik dalam perubahan curah hujan karena memiliki korelasi kuat (Podbury 1998). Menurut Marjuki (2011), terdapat hubungan linier antara AMH di Jawa dengan SPL di perairan Hindia Pasifik, yakni kenaikan SPL Hindia Pasifik mengakibatkan kejadian ENSO sehingga AMH di Jawa secara umum mundur dari AMH normal. Oleh karena itu, pada penelitian ini menggunakan data SOI sebagai prediktor dan adaptive neuro-fuzzy inference system (ANFIS) dalam memprediksi awal musim hujan. Perumusan Masalah
Masalah yang dihadapi pada penelitian ini, antara lain : Pada interval berapakah SOI memiliki tingkat variabilitas yang baik supaya memprediksi awal musim hujan dengan baik? Bagaimana akurasi model ANFIS yang dibangun dalam memprediksi awal musim hujan setiap tahun? Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah membangun model dengan menggunakan ANFIS untuk memprediksi awal musim hujan pada studi kasus Kabupaten Indramayu. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini ialah membuat model Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System untuk memprediksi awal musim hujan pada kabupaten Indramayu sehingga membantu petani dalam menentukan awal masa tanam yang tepat. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan produksi padi Indramayu. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup pada penelitian ini meliputi: 1. Data yang digunakan ialah data SOI pada bulan Mei, Juni, Juli dan Agustus dari situs Badan Metereologi Australia tahun 1971-2010, 2. Data awal musim hujan di setiap stasiun iklim dan cuaca, BMKG di setiap daerah wilayah hujan di Indramayu tahun 1971-2010, 3. Memprediksi awal musim hujan dengan metode ANFIS, dan 4. Pengujian akurasi yang digunakan ialah RMSE dan analisis korelasi sederhana.
3
TINJAUAN PUSTAKA Dasarian Secara harfiah, dasarian dibentuk dari 2 kata yakni dasa, yang berarti 10 dan harian. Dasarian merupakan satuan waktu per-10 hari yang biasa digunakan di dalam metereologi. Satuan ini dipakai di dalam analisis dan prakiraan cuaca. Di dalam setahun terdapat 36 dasarian dan tiap bulan terdapat 3 dasarian. Jumlah hari di dalam dasarian dalam kenyataannya beragam. Pada bulan yang memiliki jumlah hari tidak sama dengan 30 hari (seperti Januari, Februari, Maret, Mei, Juli, Agustus, Oktober, dan Desember) dasarian ke-3 pada bulan tersebut memiliki jumlah tidak sama dengan 10 hari.
Gambar 1 Ilustrasi dasarian pada bulan Januari Awal Musim Hujan Awal musim hujan ditentukan melalui pengukuran curah hujan rataan dasarian pada suatu daerah. Apabila hasil pengukuran curah hujan rataan lebih besar sama dengan 50 mm selama 3 dasarian berturut-turut, maka dasarian tersebut merupakan awal musim hujan (Swarinoto, 2010). Untuk mengukur curah hujan pada rentang waktu tertentu digunakan alat yang bernama pluviometer. Southern Oscillation Index (SOI) SOI merupakan hasil pengukuran perbedaan tekanan udara permukaan antara Tahiti dan Darwin. Nilai SOI dapat berfluktuasi karena umurnya yang relatif pendek dan pola cuaca harian. SOI dapat mengindikasikan terjadinya anomali iklim El Nino dan La Nina dan dampak potensial yang dihasilkannya. Interval nilai SOI adalah [-35, 35]. Apabila nilai SOI bernilai negatif, berarti suhu permukaan laut di Samudera Pasifik lebih rendah dari suhu permukaan laut di laut sebelah utara Australia, sehingga tekanan udara di Darwin lebih tinggi daripada di Tahiti. Nilai SOI yang bernilai negatif mengindikasikan terjadinya anomali iklim El Nino yang mengakibatkan curah hujan menurun sehingga terjadi kekeringan. Sebaliknya. Nilai SOI yang bernilai positif mengindikasikan terjadinya anomali iklim La Nina yang mengakibatkan curah hujun meningkat. Hasil perhitungan SOI pada tahun 2009 hingga tahun 2008 oleh Badan Metereologi Australia ditunjukkan pada Gambar 2.
4 30 25 20 15
SOI
10 5 0
-5 -10 -15 -20 -25 2009
2010 Tahun
Gambar 2 Data SOI tahun 2009-2010 Artificial Neural Network (ANN) ANN merupakan sistem pemroses informasi yang menerapkan karakteristik jaringan saraf biologis manusia. ANN dikarakteristikan dengan pola interkoneksi neuron (arsitektur), metode penentuan bobot pada koneksi, dan fungsi aktivasinya. Pada ANN satu lapis (Gambar 3), arsitektur terdiri dari lapisan neuron input, bobot, dan lapisan neuron output.
Gambar 3 Arsitektur ANN satu lapis (Fausett 1994) Metode Penalaran Fuzzy Sugeno Penalaran fuzzy merupakan seperangkat prinsip matematika untuk representasi pengetahuan berdasarkan membership functions. Tahapan penalaran fuzzy terdiri dari beberapa tahap, yakni fuzzifikasi, pembangkitan aturan, agregasi, dan defuzzifikasi. Pada tahapan fuzzifikasi, nilai input yang berupa nilai nyata diubah ke dalam nilai crisp sesuai dengan derajat keanggotannya. Tahapan
5 selanjutnya dibangkitkan aturan-aturan berdasarkan nilai input. Setelah beberapa aturan terbentuk, dihitung hasil dari masing-masing aturan dan dilakukan agregasi. Tahapan terakhir ialah mengembalikan nilai output berupa nilai crisp yang didapat ke dalam nilai nyata kembali. Pada penalaran fuzzy Sugeno, nilai output yang didapat bukan dalam nilai crisp melainkan sudah berupa nilai nyata. Nilai output dapat berupa konstanta pada fuzzy Sugeno orde nol dan berupa kombinasi linear dari nilai input pada fuzzy Sugeno orde satu. Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS) Menurut Jang (1993), ANFIS merupakan arsitektur yang secara fungsional sama dengan metode penalaran fuzzy Sugeno orde satu. ANFIS terdiri atas 5 lapis, dimana pada setiap lapis terdapat node (Gambar 4). Pada setiap node memiliki pengetahuan yang tersimpan di dalam bobot. Perubahan nilai bobot dapat terjadi sebagai fungsi dari pembelajaran dengan mengubah pengetahuan yang tersimpan. Terdapat dua macam node, yakni node adaptif dan node tetap. Nilai bobot dapat berubah pada node adaptif, sedangkan nilai bobot tidak dapat berubah pada node tetap. Pada node tetap, bobot ditetapkan apriori sesuai dengan masalah yang harus diselesaikan.
Gambar 4 Arsitektur ANFIS dengan 5 input dan 3 membership function Pada lapis pertama, tiap node pada lapisan ini merupakan node adaptif terhadap parameter suatu fungsi aktivasi. Output tiap node berupa derajat keanggotaan yang diberikan oleh fungsi keanggotaan input. Rumus perhitungan nilai output untuk setiap node ke-i sebagai berikut:
6 Oi1 = µ Ai (j) Oi1 = µ Bi (k) Oi1 = µ Ci (l) Oi1 = µ Di (m) Oi1 = µ Ei (n) dengan j,k,l,m,n = input ke node-i A,B,C,D,E = himpunan fuzzy O = output berupa derajat keanggotaan Pada lapis kedua, tiap node pada lapisan ini berupa node tetap yang outputnya adalah hasil perkalian dari sinyal yang datang. Setiap output merupakan representasi dari premis-premis pada sebuah aturan yang dihubungkan dengan operator AND. Fungsi output lapis ini sebagai berikut : Oi2 = Wi = µAi (j) µBi (k) µCi (l) µDi (m) µEi (n) Pada lapis ketiga, tiap node pada lapisan ini berupa node tetap. Output yang dihasilkan merupakan hasil perbandingan premis-premis pada sebuah aturan terhadap seluruh premis yang ada pada seluruh aturan, sehingga seringkali lapis ini disebut normalisasi premis. Fungsi output pada lapis ini sebagai berikut : Oi Wi 3
Wi W1 W2 W3
Pada lapis keempat, tiap node pada lapisan ini berupa node adaptif. Output pada lapisan ini merupakan kombinasi linear dari parameter konsekuen pada aturan dengan hasil normalisasi premis dari lapis ketiga sebagai faktor pengali. Fungsi output node pada lapis ini sebagai berikut : Oi 4= Wi ƒi = Wi ( pij + qik + ril + sim + tin + ui) , dengan p,q,r,s,t,u merupakan parameter konsekuen Pada lapis kelima terdapat satu node tunggal yang tetap. Output pada lapisan ini merupakan penjumlahan dari keseluruhan output lapisan keempat. Algoritme Pembelajaran Hybrid Algoritme pembelajaran hybrid merupakan gabungan antara algoritme feed forward dan back propagation. Pada feed forward, parameter premis tetap dan konsekuens diidentifikasi menggunakan metode least square estimation (LSE). Pada back propagation, sinyal galat antara keluaran yang diinginkan dan keluaran aktual dirambatkan mundur sedangkan parameter premis diperbaharui dengan metode penurunan gradien (Widodo 2005).
7
METODE Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahapan tersebut diselesaikan menurut diagram alir metode yang digunakan untuk melakukan penelitian seperti pada Gambar 5.
Gambar 5 Diagram alir metode penelitian Akuisisi Data Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data SOI dan data awal musim hujan dari stasiun cuaca di Indramayu. Data SOI sebagai prediktor diambil dari situs milik The Bureau of Meterology, Australia (BOM 2012) dari tahun
8 1971 sampai dengan 2010. Data SOI dapat dilihat pada Lampiran 1. Data observasi digunakan data awal musim hujan tahun 1971-2010 dari stasiun cuaca di Indramayu. Data observasi yang berisikan nilai dasarian tahunan dapat dilihat pada Lampiran 2. Indramayu terdiri atas 5 wilayah hujan yang diamati dari stasiun-stasiun cuaca. Data awal musim hujan yang digunakan berasal dari 5 wilayah hujan dan 1 wilayah hujan rataan. Cakupan masing-masing wilayah hujan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Peta cakupan wilayah hujan di Kabupaten Indramayu Praproses Data Pada tahap praproses data dilakukan 2 langkah yakni pembersihan data dan pengecilan interval data. Pembersihan data dilakukan dengan menghapus record yang memiliki missing values. Pengecilan interval data dilakukan pada data SOI sebagai prediktor dan data observasi awal musim hujan. Hal ini bertujuan untuk mencari skala yang paling sesuai untuk melakukan prediksi. Pemilihan Prediktor Pemilihan prediktor dilakukan menggunakan analisis korelasi sederhana. Nilai SOI pada setiap bulan data akan dicari tingkat korelasinya dengan data awal musim hujan. Data yang diperiksa korelasinya ialah data yang telah dilakukan pengecilan interval data. Data SOI pada bulan-bulan yang memiliki nilai korelasi tertinggi digunakan sebagai prediktor dalam memprediksi awal musim hujan. Selain data SOI dari bulan-bulan yang memiliki korelasi tertinggi, prediktor yang digunakan ialah nilai gradien dari data SOI bulan-bulan tersebut.
9 Pemilahan Data Pada penelitian ini akan digunakan metode prediksi deret waktu. Data akan hdibagi menjadi tiga puluh record sebagai data latih dan satu record sebagai data uji. Sebanyak 10 record yang digunakan sebagai data uji (yang akan diprediksi) ialah data tahun 2001-2010. Data yang digunakan sebagai data latih untuk memprediksi tahun ke-k ialah data tahun ke-(k-30) hingga tahun ke- (k-1), sehingga data latih merupakan data dalam kurun waktu 30 tahun. Pemodelan ANFIS Tahap ini dilakukan pembuatan model ANFIS dari setiap set data untuk setiap wilayah hujan. Jumlah membership functions yang digunakan sebanyak 3 buah. Tipe membership functions premis yang digunakan ialah Gaussian. Pelatihan dilakukan dengan epoch sebanyak 40 kali dan nilai toleransi sebesar 0. Pengujian menggunakan data SOI dari tahun 2001 hingga 2010. Analisis Tahap analisis dilakukan dengan menghitung RMSE dan koefisien korelasi antara data hasil prediksi dengan data observasi awal musim hujan. RMSE akan dihitung dari matriks hasil setiap wilayah hujan dan interval data. RMSE menunjukkan galat hasil prediksi dibandingkan dengan data observasi. Apabila nilai RMSE semakin mendekati nilai 0, maka sistem yang dibuat semakin akurat. Koefisien korelasi menunjukkan akurasi hasil terhadap observasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Praproses Data Pembersihan data dilakukan pada record yang memiliki missing values. Hal ini menyebabkan jumlah data latih dan data uji untuk setiap wilayah hujan berbeda-beda. Pada wilayah hujan I dan wilayah hujan rataan, jumlah record sebanyak 40 tahun dan data uji sebanyak 10 tahun. Pada wilayah hujan II, jumlah record sebanyak 30 tahun dan data uji sebanyak 8 tahun. Pada wilayah hujan III, jumlah record sebanyak 30 tahun dan data uji sebanyak 3 tahun. Pada wilayah hujan IV dan wilayah hujan V, jumlah record sebanyak 39 tahun dan data uji sebanyak 9 tahun. Pengecilan interval data dilakukan pada data SOI sebagai prediktor dan data observasi awal musim hujan. Pengecilan interval data bertujuan mencari skala yang paling sesuai untuk melakukan prediksi. Data SOI yang semula memiliki interval [-35, 35] akan diperkecil ke dalam 7 interval, yakni [-1, 1], [-2, 2], [-3, 3], [-4, 4], [-5, 5], [-6, 6], dan [-7, 7]. Pengecilan interval data SOI menggunakan rumus sebagai berikut:
10
SOI 35 max SOI ' (max min) * 70 dengan SOI SOI’ max min
= data SOI awal = data SOI hasil pengecilan interval = batas atas interval yang diinginkan = batas bawah interval yang diinginkan
Data awal musim hujan dilakukan pengecilan interval data dengan dikurangi nilai rata-ratanya. Data awal musim hujan untuk seluruh wilayah hujan dilakukan pengecilan interval data menggunakan rumus berikut : AMH ' AMH 33
dengan AMH = data awal musim hujan awal AMH’ = data awal musim hujan hasil pengecilan interval Pemilihan Prediktor
Koefisien korelasi (r)
Pemilihan prediktor dilakukan menggunakan analisis korelasi sederhana. Nilai SOI pada setiap bulan data akan dicari tingkat korelasinya dengan data awal musim hujan. Data yang diperiksa korelasinya ialah data yang telah dilakukan pengecilan interval data. Data SOI pada bulan-bulan yang memiliki nilai korelasi tertinggi digunakan sebagai prediktor dalam memprediksi awal musim hujan. Selain data SOI dari bulan-bulan yang memiliki korelasi tertinggi, prediktor yang digunakan ialah nilai gradien dari data SOI bulan-bulan tersebut. 0,4 0,3 0,2 0,1 0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,4 -0,5 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust Sep
Okt
Nop
Des
Bulan WH I
WH II
WH III
WH IV
WH V
WH Rataan
Gambar 7 Grafik koefisien korelasi antara SOI dengan awal musim hujan seluruh wilayah hujan
11 Nilai korelasi yang diperoleh antara data awal dengan data yang telah dilakukan pengecilan data dalam beberapa interval ialah sama (Gambar 7). Hasil lengkap perhitungan koefisien korelasi antara SOI dengan awal musim hujan seluruh wilayah hujan dapat dilihat pada Lampiran 3. Hal ini menunjukkan bahwa pengecilan interval data tidak mengubah informasi yang terdapat pada data. Seluruh wilayah hujan menunjukkan nilai korelasi tertinggi antara data awal musim hujan dengan data SOI bulan Mei, Juni, Juli, dan Agustus. Berdasarkan nilai korelasi tersebut, prediktor yang digunakan ialah data SOI bulan Mei, Juni, Juli, dan Agustus. Data SOI bulan September tidak dijadikan sebagai prediktor karena pada bulan tersebut terjadi peralihan musim (musim pancaroba). Selain SOI bulan Mei, Juni, Juli, dan Agustus, prediktor ditambahkan nilai gradien antara bulan Mei dan Agustus sebagai representasi trendline dari SOI. Kinerja Model ANFIS Kinerja dari model ANFIS diukur berdasarkan nilai galat dan korelasi dari hasil prediksi dengan data observasi awal musim hujan. Model ANFIS yang baik ialah hasil prediksinya memiliki galat yang kecil dan korelasi yang tinggi dengan data observasi. 0,7
3,1477
3,0
RMSE
2,5 2,0
2,2085 2,2871 2,2002 2,2287 2,2515 1,9565
1,5 1,0 0,5
Koefisien korelasi (r)
3,5
0,578
0,6 0,5 0,4
0,4496 0,4557
0,473
0,4446 0,4401 0,3878
0,3 0,2 0,1 0
0,0 [-1, 1][-2, 2][-3, 3][-4, 4][-5, 5][-6, 6][-7, 7]
[-1,1] [-2,2] [-3;3][-4,4] [-5,5] [-6,6] [-7,7]
Interval data Interval data Gambar 8 Grafik nilai RMSE (kiri) dan korelasi rata-rata (kanan) untuk seluruh wilayah hujan Berdasarkan interval data, model ANFIS yang terbaik diperoleh pada interval [-7, 7] dengan RMSE sebesar 1.95 dasarian dan koefisien korelasi sebesar 0.578 (Gambar 8). Nilai RMSE rata-rata sebesar 1.95 dasarian memiliki makna bahwa hasil prediksi awal musim hujan berbeda 19 hari daripada awal musim hujan aktualnya. Koefisien korelasi rata-rata sebesar 0.578 menunjukkan bahwa 57.8% data observasi dapat dijelaskan hubungan linear dengan hasil prediksi. Model ANFIS yang hasil prediksi paling tidak baik ialah model pada interval [-1, 1] dengan RMSE rata-rata sebesar 3.14 dasarian, yang berarti hasil prediksi awal musim hujan berbeda 31 hari daripada awal musim hujan aktualnya. Koefisien korelasi rata-rata hasil prediksi model ANFIS pada interval [-1, 1]
12 sebesar 0.4496. Nilai korelasi ini menunjukkan bahwa 44.96% data observasi dapat dijelaskan hubungan linear dengan hasil prediksi. Hasil prediksi yang didapat dari interval [-1, 1] ke interval [-7, 7] memiliki pola, yakni semakin lebar interval datanya semakin memiliki hasil prediksi yang membaik. Hal ini ditunjukkan dari nilai RMSE dan korelasi rata-rata yang diperoleh hasil prediksi. Model ANFIS pada interval [-7, 7] memiliki hasil RMSE terendah dan korelasi tertinggi, maka diperoleh bahwa interval [-7, 7] merupakan skala yang paling sesuai untuk melakukan prediksi awal musim hujan pada penelitian ini. Hasil prediksi awal musim hujan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0
RMSE
Koefisien korelasi (r)
1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
[-1, 1][-2, 2][-3, 3][-4 ,4][-5, 5][-6, 6][-7, 7]
[-1, 1][-2, 2][-3, 3][-4, 4][-5, 5][-6, 6][-7, 7]
Interval data
Interval data WH1
WH II
WH III
WH I
WH IV
WH V
WH Rataan
WH IV
WH II
WH III
WH V
WH Rataan
Gambar 9 Grafik nilai RMSE (kiri) dan korelasi (kanan) masing-masing wilayah hujan pada setiap interval Setiap wilayah hujan memiliki model ANFIS pada interval yang berbedabeda (Gambar 9). Model ANFIS terbaik untuk wilayah hujan I diperoleh pada interval [-5, 5] dengan RMSE sebesar 1.98 dasarian dan korelasi sebesar 0.123. Wilayah hujan II diperoleh model ANFIS terbaik pada interval [-6, 6] dengan RMSE sebesar 2.72 dasarian dan korelasi sebesar 0.113. Wilayah hujan III diperoleh model ANFIS terbaik pada interval [-6, 6] dengan RMSE sebesar 0.75 dasarian dan korelasi sebesar 0.9194. Pada wilayah hujan IV diperoleh model ANFIS terbaik pada interval [-2, 2] dengan RMSE sebesar 2.65 dasarian dan korelasi sebesar 0.2634. Model ANFIS terbaik wilayah hujan V diperoleh pada interval [-7, 7] dengan RMSE sebesar 1.54 dasarian dan korelasi sebesar 0.7565. Wilayah hujan rataan diperoleh model ANFIS terbaik pada interval [-7, 7] dengan RMSE sebesar 1.14 dasarian dan korelasi sebesar 0.6372. Terdapat 2 faktor yang memengaruhi hasil prediksi untuk masing-masing wilayah hujan. Faktor pertama ialah jumlah data latih dan data uji yang berbedabeda untuk setiap wilayah hujan. Hal ini disebabkan oleh tahapan pembersihan data pada praproses data. Semakin mencukupi data latih yang ada untuk membuat dan melatih model ANFIS, semakin meningkat akurasi hasil prediksi yang dihasilkan oleh model ANFIS tersebut. Faktor kedua ialah pola data latih yang berbeda-beda untuk masing-masing wilayah hujan yang digunakan untuk
13 memprediksi awal musim hujan, sehingga setiap wilayah hujan memiliki model ANFIS terbaik pada interval y 6
Galat prediksi
4
2
0
-2
-4
-6 WH1
WH2
WH3
WH4
WH5
WHRataan
Wilayah hujan Gambar 10 Diagram boxplot galat hasil prediksi awal musim hujan setiap wilayah hujan pada model ANFIS (pada interval data) terbaik masing-masing wilayah Model ANFIS terbaik dari masing masing wilayah yang telah diperoleh dihitung galat hasil prediksi dari seluruh data yang diujikan dengan data observasi awal musim hujan. Sebelumnya, hasil prediksi yang diperoleh terlebih dahulu dikembalikan ke interval semula. Galat tersebut diplotkan menggunakan diagram boxplot untuk melakukan validasi terhadap hasil prediksi yang dianggap terbaik dari setiap wilayah hujan. Nilai rataan galat hasil prediksi wilayah hujan I berada di bawah median galat hasil prediksi, yakni sebesar 0.0994 dasarian. Nilai rataan galat hasil prediksi wilayah hujan II sebesar -0.0673 dasarian dan berada di atas median galat hasil prediksi. Nilai rataan galat hasil prediksi wilayah hujan III sebesar 0.5814 dasarian. Nilai rataan galat hasil prediksi wilayah hujan IV berada di bawah median galat hasil prediksi, yakni sebesar -0.9775 dasarian. Nilai rataan galat hasil prediksi wilayah hujan V sebesar -0.7094 dasarian. Nilai rataan galat hasil prediksi wilayah hujan rataan sebesar -0.0314 dasarian. Hasil perhitungan diagram boxplot galat prediksi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5. Gambar 10 menunjukkan bahwa hasil prediksi tersebut valid atau dapat digunakan sebagai prediksi untuk awal musim hujan, karena nilai rataan (mean) dari galat hasil prediksi untuk seluruh data yang diujikan berada pada area kotak sehingga bukan merupakan pencilan. Apabila diperoleh nilai rataan yang berada di luar kotak atau merupakan pencilan, maka hasil prediksi tersebut tidak dapat digunakan sebagai prediksi awal musim hujan karena menyimpang jauh dari aktualnya.
14
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan model ANFIS pada interval [-7, 7] paling baik dibandingkan dengan interval lainnya dengan nilai rata-rata RMSE sebesar 1.95 dasarian dan korelasi sebesar 0.578. Model ANFIS terbaik untuk setiap wilayah hujan berbeda-beda. Wilayah hujan yang memiliki model ANFIS terbaik ialah wilayah hujan III dengan RMSE sebesar 0.75 dasarian dan korelasi sebesar 0.9194. Hasil prediksi yang diperoleh dari model ANFIS terbaik masing-masing wilayah hujan ialah valid atau dapat digunakan sebagai prediksi awal musim hujan. Saran 1 2
Saran untuk penelitian selanjutnya ialah : Melakukan kustomisasi pada jumlah membership function, tipe membership function, dan minimum toleransi error pada pemodelan ANFIS. Menambah jumlah data latih agar data latih dapat dilakukan clustering. Model ANFIS dibangun untuk masing-masing cluster data latih tersebut. Selanjutnya, data uji diklasifikasi ke salah satu cluster dan dilakukan prediksi menggunakan model ANFIS untuk cluster tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Boer R. 1999. Perubahan iklim, El Nino, dan La Nina. Di dalam: Kumpulan Makalah Pelatihan Dosen-Dosen PTN Indonesia Bagian Barat Dalam Bidang Agroklimatologi. Bogor (ID): Biotrop. hlm 16-18. [BOM] Bureau of Meteorology. 2012. Monthly southern oscillation index [Internet]. [diunduh 2012 Des 10]. Tersedia pada: ftp://ftp.bom. gov.au/anon/home/ncc/w ww/sco/soi/soiplaintext.html. Estiningtyas W, Amien LI. 2006. Pengembangan model prediksi hujan dengan metode Kalman filter untuk menyusun skenario masa tanam. Jurnal Sumberdaya Lahan (SDL). 1(2): 56-58. Fausett L. 1994. Fundamental of Neural Networks. New Jersey (US): Prentice Hall. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2001. Climate Change 2001: Impacts, Adaption and Vulnerability. Cambridge (UK): Cambridge Univ Pr. hlm 75-104. Jang JSR. 1993. ANFIS: Adaptive-network-based fuzzy inference system. IEEE Trans on Systems, Man, and Cybernetics. 23(3): 668-671. doi: 10.1080/02726340290084111. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2011. Pedoman Umum Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
15 Kurniawan A. 2012. Peramalan awal musim hujan menggunakan jaringan syaraf tiruan backpropagation Levenberg-Marquardt [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Larasati R. 2012. Prediksi awal musim hujan menggunakan data southern oscillation index dengan metode support vector regression [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Marjuki. 2011. Model prediksi awal musim hujan di Pulau Jawa dengan menggunakan informasi suhu muka laut di kawasan Pasifik dan India [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Podbury T, Sheales TC, Hussain I, Fisher BS. 1998. Use of El Nino climate forecasts in Australia. Di dalam: American Agricultural Economics Association Annual Meeting 1998; 1998 Aug 4; Salt Lake City, Utah. Utah (US): Abare Conference Paper. hlm 1-13. Radius DB. 2012. Ancaman El Nino bisa berlangsung hingga akhir tahun [Internet]. [diunduh 2012 Des 23]. Tersedia pada: http://regional.kompas.com/read/2012/08/28/16034765/Ancaman.El.Nino.Bisa. Berlangsung.hingga.Akhir.Tahun. Swarinoto YS. 2010. Evaluasi kehandalan simulasi informasi prakiraan iklim musiman menggunakan metode ROC (kasus ZOM 126 Denpasar). Jurnal Meteorologi dan Geofisika. 11(2): 116 – 126. Widodo TS. 2005. Sistem Neuro Fuzzy untuk Pengolahan Informasi, Pemodelan, dan Kendali. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu
16 Lampiran 1 Data SOI tahun 1971-2010 Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
1971
2.7
15.7
19.2
22.6
9.2
2.6
1.6
14.9
15.9
17.7
7.2
2.1
1972
3.7
8.2
2.4
-5.5
-16.1
-12.0
-18.6
-8.9
-14.8
-11.1
-3.4
-12.1
1973
-3.0
-13.5
0.8
-2.1
2.8
12.3
6.1
12.3
13.5
9.7
31.6
16.9
1974
20.8
16.2
20.3
11.1
10.7
2.6
12.0
6.6
12.3
8.5
-1.4
-0.9
1975
-4.9
5.3
11.6
14.4
6.0
15.5
21.1
20.7
22.5
17.7
13.8
19.5
1976
11.8
12.9
13.2
1.2
2.1
0.2
-12.8
-12.1
-13.0
3.0
9.8
-3.0
1977
-4.0
7.7
-9.5
-9.6
-11.4
-17.7
-14.7
-12.1
-9.4
-12.9
-14.6
-10.6
1978
-3.0
-24.4
-5.8
-7.9
16.3
5.8
6.1
1.4
0.8
-6.2
-2.0
-0.9
1979
-4.0
6.7
-3.0
-5.5
3.6
5.8
-8.2
-5.0
1.4
-2.5
-4.7
-7.5
1980
3.2
1.1
-8.5
-12.9
-3.5
-4.7
-1.7
1.4
-5.2
-1.9
-3.4
-0.9
1981
2.7
-3.2
-16.6
-5.5
7.6
11.5
9.4
5.9
7.5
-5.0
2.6
4.7
1982
9.4
0.6
2.4
-3.8
-8.2
-20.1
-19.3
-23.6
-21.4
-20.2
-31.1
-21.3
1983
-30.6
-33.3
-28.0
-17.0
6.0
-3.1
-7.6
0.1
9.9
4.2
-0.7
0.1
1984
1.3
5.8
-5.8
2.0
-0.3
-8.7
2.2
2.7
2.0
-5.0
3.9
-1.4
1985
-3.5
6.7
-2.0
14.4
2.8
-9.6
-2.3
8.5
0.2
-5.6
-1.4
2.1
1986
8.0
-10.7
0.8
1.2
-6.6
10.7
2.2
-7.6
-5.2
6.1
-13.9
-13.6
1987
-6.3
-12.6
-16.6
-24.4
-21.6
-20.1
-18.6
-14.0
-11.2
-5.6
-1.4
-4.5
1988
-1.1
-5.0
2.4
-1.3
10.0
-3.9
11.3
14.9
20.1
14.6
21.0
10.8
1989
13.2
9.1
6.7
21.0
14.7
7.4
9.4
-6.3
5.7
7.3
-2.0
-5.0
1990
-1.1
-17.3
-8.5
-0.5
13.1
1.0
5.5
-5.0
-7.6
1.8
-5.3
-2.4
1991
5.1
0.6
-10.6
-12.9
-19.3
-5.5
-1.7
-7.6
-16.6
-12.9
-7.3
-16.7
1992
-25.4
-9.3
-24.2
-18.7
0.5
-12.8
-6.9
1.4
0.8
-17.2
-7.3
-5.5
1993
-8.2
-7.9
-8.5
-21.1
-8.2
-16.0
-10.8
-14.0
-7.6
-13.5
0.6
1.6
1994
-1.6
0.6
-10.6
-22.8
-13.0
-10.4
-18.0
-17.2
-17.2
-14.1
-7.3
-11.6
1995
-4.0
-2.7
3.5
-16.2
-9.0
-1.5
4.2
0.8
3.2
-1.3
1.3
-5.5
1996
8.4
1.1
6.2
7.8
1.3
13.9
6.8
4.6
6.9
4.2
-0.1
7.2
1997
4.1
13.3
-8.5
-16.2
-22.4
-24.1
-9.5
-19.8
-14.8
-17.8
-15.2
-9.1
1998
-23.5
-19.2
-28.5
-24.4
0.5
9.9
14.6
9.8
11.1
10.9
12.5
13.3
1999
15.6
8.6
8.9
18.5
1.3
1.0
4.8
2.1
-0.4
9.1
13.1
12.8
2000
5.1
12.9
9.4
16.8
3.6
-5.5
-3.7
5.3
9.9
9.7
22.4
7.7
2001
8.9
11.9
6.7
0.3
-9.0
1.8
-3.0
-8.9
1.4
-1.9
7.2
-9.1
2002
2.7
7.7
-5.2
-3.8
-14.5
-6.3
-7.6
-14.6
-7.6
-7.4
-6.0
-10.6
2003
-2.0
-7.4
-6.8
-5.5
-7.4
-12.0
2.9
-1.8
-2.2
-1.9
-3.4
9.8
2004
-11.6
8.6
0.2
-15.4
13.1
-14.4
-6.9
-7.6
-2.8
-3.7
-9.3
-8.0
2005
1.8
-29.1
0.2
-11.2
-14.5
2.6
0.9
-6.9
3.9
10.9
-2.7
0.6
2006
12.7
0.1
13.8
15.2
-9.8
-5.5
-8.9
-15.9
-5.1
-15.3
-1.4
-3.0
2007
-7.3
-2.7
-1.4
-3.0
-2.7
5.0
-4.3
2.7
1.5
5.4
9.8
14.4
2008
14.1
21.3
12.2
4.5
-4.3
5.0
2.2
9.1
14.1
13.4
17.1
13.3
2009
9.4
14.8
0.2
8.6
-5.1
-2.3
1.6
-5.0
3.9
-14.7
-6.7
-7.0
2010
-10.1
-14.5
-10.6
15.2
10.0
1.8
20.5
18.8
25.0
18.3
16.4
27.1
17 Lampiran 2 Data Observasi AMH tahun 1971-2010 Tahun 70/71 71/72 72/73 73/74 74/75 75/76 76/77 77/78 78/79 79/80 80/81 81/82 82/83 83/84 84/85 85/86 86/87 87/88 88/89 89/90 90/91 91/92 92/93 93/94 94/95 95/96 96/97 97/98 98/99 99/00 00/01 01/02 02/03 03/04 04/05 05/06 06/07 07/08 08/09 09/10
WH1 38 30 34 34 29 30 32 34 36 35 35 32 37 31 33 29 31 33 32 33 35 31 34 33 34 30 30 35 31 32 30 31 34 31 33 33 33 34 34 32
WH2 37 36 35 32 36 36 33 34 35 35 32 33 34 34 33 33 36 33 34 35 30 32 37 32 32 35 34 37 30 36
WH3 38 34 35 32 33 33 34 36 36 33 32 36 37 34 36 31 33 32 34 36 31 34 32 37 32 30 30 30 31 34 -
WH4 31 32 33 32 28 30 32 33 32 32 30 32 36 32 30 29 31 33 32 33 34 33 33 33 34 32 30 35 30 32 32 30 35 35 35 33 37 33 36
WH5/6 37 31 34 31 28 34 33 34 36 31 29 31 36 30 33 33 31 33 32 32 34 32 32 33 34 32 30 34 30 30 32 31 36 35 33 33 37 31 33
WHRataan 35.33 32.75 33.75 33.00 29.25 31.75 32.50 33.75 35.40 34.00 32.40 31.80 36.20 33.20 32.60 32.20 31.80 33.40 32.00 33.00 34.60 32.20 33.20 32.80 35.00 31.80 31.00 34.75 30.20 31.20 32.20 31.00 35.00 33.40 34.00 33.25 33.00 36.25 32.00 34.25
18 Lampiran 3 Hasil analisis korelasi sederhana antara data SOI dengan data awal musim hujan seluruh wilayah hujan tahun 1971 - 2010
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Koefisien Korelasi WH1 -0.2341 -0.225 -0.1977 -0.1064 0.2446 0.1515 0.2038 0.2619 0.2416 0.1057 0.1037 0.1633
Koefisien Korelasi WH2 -0.2775 -0.2677 -0.2415 -0.31 -0.0709 0.2253 0.2503 0.2827 0.3251 0.2631 0.2795 0.1735
Koefisien Korelasi WH3 -0.1328 -0.2024 -0.1296 -0.2672 -0.0871 0.0295 0.0917 0.0696 -0.0874 -0.0883 -0.1934 -0.2046
Koefisien Korelasi WH4 -0.3485 -0.3743 -0.2779 -0.3018 0.0664 -0.0734 0.0761 0.11 0.2091 0.0914 0.1445 0.228
Koefisien Korelasi WH5/6 -0.2508 -0.1762 -0.014 -0.1456 0.1402 0.0675 0.0354 0.0982 0.12 0.1894 0.0909 0.0014
Koefisien Korelasi WHRataan -0.3129 -0.3207 -0.214 -0.2623 0.1068 0.0918 0.1597 0.2163 0.2186 0.1674 0.1169 0.1223
19 Lampiran 4 Hasil prediksi awal musim hujan seluruh wilayah hujan pada seluruh interval data Wilayah Hujan 1 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
[-1, 1] 31.1 33.05 32.26 36.38 31.66 31.12 27.74 34.95 33.22 34.69
[-2, 2] 30.53 34.62 31.48 32.99 32.8 30.92 32.17 33.68 29.85 32.8
[-3, 3] 31.17 31.71 35.13 32.54 33.11 35.04 29.21 30.59 29.32 33.01
[-4, 4] 31.48 32.18 35.26 32.62 32.76 35.36 27.95 31.76 31.33 33.49
[-5, 5] 31.73 32.46 34.08 32.62 32.67 35.6 28.97 32.29 32.13 33.44
[-6, 6] 33.13 32.63 34.82 32.62 32.55 35.48 28.21 32.68 30.2 33.85
[-7, 7] 31.81 32.66 32.91 31.02 32.13 35.21 29.14 32.54 29.77 34.01
[-2, 2] 33.29 33.32 33.03 32.61 35.57 33.11 34.71 33.28
[-3, 3] 33.34 34.13 33 33.47 35.85 32.91 34.41 33.58
[-4, 4] 33.4 32.55 33.16 33.35 35 33.12 35.58 33.76
[-5, 5] 33.44 32.63 33.26 34.24 35.1 33.3 36.08 34.02
[-6, 6] 34.75 32.47 33.42 34.04 35.05 32.9 35.5 34.33
[-7, 7] 33.39 32.52 33.1 32.15 34.5 33.51 34.8 33.55
[-2, 2] 32.57 32.63 33.68
[-3, 3] 31.88 32.36 34.29
[-4, 4] 31.24 31.17 34.34
[-5, 5] 31.37 32.37 34.26
[-6, 6] 31.83 31.28 34.48
[-7, 7] 31.75 31.88 34.17
Wilayah Hujan 2 Tahun 2001 2002 2004 2005 2006 2008 2009 2010
[-1, 1] 34.81 33.15 33.06 35.24 32.36 32.68 37.63 35.26
Wilayah Hujan 3 Tahun 2001 2002 2004
[-1, 1] 35.38 35.15 30.54
20 Lampiran 4 Hasil prediksi awal musim hujan seluruh wilayah hujan pada seluruh interval data (lanjutan) Wilayah Hujan 4 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2008 2009 2010
[-1, 1] 32.83 33 32.04 33.83 33.87 30.85 30.32 30.27 30.04
[-2, 2] 32.91 33.11 34.7 32.99 33.78 32.51 31.68 33.74 31.78
[-3, 3] 31.78 32.07 32.88 32.95 33.26 33.43 30.05 32.52 33.09
[-4, 4] 32 32.33 32.43 32.92 33.05 33.42 29.87 33.8 33.31
[-5, 5] 32.08 32.18 34.41 32.69 33.86 33 29.7 33.78 33.57
[-6, 6] 32.34 31.62 35.08 32.76 33.8 33.49 29.74 33.96 33.85
[-7, 7] 31.97 32.3 35.62 32.76 32.99 33.33 29.88 34.02 33.84
[-2, 2] 31.81 33.43 33.37 33 33.49 31.6 33.01 32.04 35.33
[-3, 3] 31.99 33.13 31.94 32.8 33.94 31.74 32.04 33.2 33.23
[-4, 4] 32.55 31.46 31.87 32.74 34.15 31.83 33.43 33.43 33.08
[-5, 5] 32.61 31.69 32.05 32.65 33.93 31.83 32.6 33.18 33.34
[-6, 6] 32.45 31.64 32.56 32.62 33.87 32.33 32.53 33.49 33.44
[-7, 7] 32.4 31.51 32.86 32.61 33.55 32.6 34.84 30.75 33.5
Wilayah Hujan 5/6 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2008 2009 2010
[-1, 1] 33.75 32.55 31.26 33.66 33.38 32.61 31.53 31.6 31.51
Wilayah Hujan Rataan Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
[-1, 1] 34.66 32.83 33.2 34.35 33.1 31.54 30.64 31.53 31.06 32.9
[-2, 2] 33.43 32.8 31.97 33.01 33.35 32.4 32.8 33.38 32.66 33.17
[-3, 3] 33.36 32.11 32.67 32.56 31.78 33.4 33.56 32.73 32.93 33.33
[-4, 4] 32.98 32.02 36.14 32.68 34.12 33.58 33.71 32.06 36.37 33.97
[-5, 5] 32.86 31.94 35.62 32.89 32.05 33.6 32.46 31.73 36.31 34.92
[-6, 6] 32.87 32.18 34.4 33.14 32.97 33.58 31.99 31.53 36.38 34.28
[-7, 7] 32.8 32.06 36.05 33.16 34.43 33.32 32.02 33.33 32.81 34.05
21 Lampiran 5 Hasil perhitungan diagram boxplot galat prediksi awal musim hujan
Count Mean SD Min Q1 Median Q3 Max Bottom Median-Q1 Q3-Median WhiskerWhisker+
WH1 10 0.099497 2.088645 -4.03173 -1.36698 0.762382 1.58353 2.595805 -1.36698 2.129367 0.821147 2.664745 1.012276
WH2 8 -0.06727 2.906944 -4.102 -1.81327 -0.24779 1.145392 5.50062 -1.81327 1.565481 1.393183 2.288725 4.355229
WH3 3 0.581426 0.573569 0.170016 0.253831 0.337645 0.787131 1.236618 0.253831 0.083814 0.449486 0.083814 0.449486
WH4 9 -0.97753 2.608778 -5.32027 -2.01252 -0.48993 0.742664 3.111121 -2.01252 1.522588 1.232593 3.30775 2.368457
WH5 WHRataan 9 10 -0.70942 -0.03144 1.454153 1.201095 -3.14381 -2.91716 -2.16071 -0.2319 -0.24978 0.250813 0.501901 0.760432 0.54635 1.059631 -2.16071 -0.2319 1.910933 0.482712 0.751676 0.509619 0.983099 2.685257 0.044449 0.299199
22
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Juni 1991. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Pakimsjah Thomas dan Herawati Irwan. Pada tahun 2009, penulis menamatkan pendidikan di SMA Negeri 47 Jakarta. Penulis berkesempatan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Depertemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis aktif berorganisasi di dalam maupun di luar lingkungan kampus. Penulis juga menjadi asisten praktikum pada Mata Kuliah Rangkaian Digital (2010), Penerapan Komputer (2010), Organisasi Komputer (2011), Struktur Data (2011), Sistem Operasi (2012), Basis Data (2013), serta Sistem Pakar (2013). Selain itu, penulis melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan di Kantor PT. Telkom Indonesia Jakarta Selatan pada tahun 2012.