POTENSI PETERNAKAN SAPI PEDAGING UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) PUTRI CEMPO MOJOSONGO, SOLO
SKRIPSI PUPUT YANITA SENJA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PETERNAKAN BOGOR 2010
i
RINGKASAN Puput Yanita Senja. D14060341. 2010. Potensi Peternakan Sapi Pedaging untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo Mojosongo, Solo. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Zulfikar Moesa, M.S. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. Daerah perkotaan identik dengan penduduknya yang padat. Selain itu, daerah perkotaan juga identik dengan permasalahan sampah perkotaan yang sampai saat ini sulit diselesaikan. Sampah adalah bahan sisa, baik bahan yang sudah tidak digunakan lagi maupun bahan yang sudah diambil bagian utamanya. Sampah berdasarkan sifatnya dibagi dua, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang mengandung bahan-bahan tersebut mudah didegradasi oleh mikroba. Sampah organik dapat dicerna dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Penggunaan ternak khususnya sapi sebagai alternatif untuk mengatasi permasalahan sampah tersebut mulai digalakkan oleh pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem pemeliharaan sapi pedaging di TPA Putri Cempo, mengetahui bagaimana pemanfaatan TPA sebagai lahan peternakan serta potensi ternak, khususnya sapi pedaging dalam mengurangi sampah di TPA, dan mengetahui pemanfaatan sampah lebih lanjut sebagai alternatif pengurangan biaya pakan dalam penggemukan sapi pedaging. Tujuan yang lain adalah menghitung pendapatan yang diperoleh dari usahaternak sapi di TPA Putri Cempo tersebut, dan mengetahui manfaat keberadaan sapi yang mengkonsumsi sampah bagi warga sekitar TPA Putri Cempo. Penelitian ini dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Solo, Surakarta. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai pertengahan Juli 2009 hingga pertengahan Agustus 2009. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah peternak sapi pedaging di TPA Putri Cempo. Jumlah sampel yang diambil adalah 40 orang peternak dengan menggunakan metode purposive. Penulis dengan sengaja mengambil sampel secara langsung dari populasi secara acak dikarenakan jumlah populasi yang tidak merata. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Analisis yang dilakukan berupa analisis deskriptif dan analisis pendapatan. Sistem pemeliharaan ternak sapi pedaging di TPA Putri Cempo mayoritas adalah semi intensif yaitu sebesar 65%. TPA Putri Cempo berpotensi sebagai lahan peternakan dimana sampah organik di TPA Putri Cempo dapat mencukupi kebutuhan pakan 4426-5034 ekor sapi pedaging. Penggunaan sampah organik sebagai pakan sapi pedaging ini dapat mengurangi sampah di TPA Putri Cempo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya usahaternak terbesar berasal dari biaya tetap, yaitu biaya penyusutan sapi pedaging sebesar 53,37%, sedangkan ratarata biaya pakan yang dikeluarkan peternak di TPA Putri Cempo adalah 18,86% dari keseluruhan biaya yang ada. Penggunaan sampah organik sebagai pakan mengurangi biaya pakan usahaternak. Rata-rata pendapatan usahaternak sapi pedaging yang diperoleh peternak TPA Putri Cempo yang berasal dari hasil penjualan ternak adalah sebesar Rp5.353.406,09/peternak/tahun. Rata-rata kontribusi pendapatan usahaternak i
sapi pedaging di TPA Putri Cempo sebesar 39,78% dari total pendapatan peternak. Perbandingan taraf kesejahteraan peternak tersebut antara sebelum dengan sesudah adanya TPA Putri Cempo telah nyata meningkat. Kata-kata kunci : sampah organik, sistem pemeliharaan sapi pedaging di TPA, analisis pendapatan usahaternak, dan kesejahteraan peternak
ii
ABSTRACT Potential of Beef Cattle Production to Increase The Prosperity of The Society in Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo Mojosongo, Solo. Senja, P.Y., Z.Moesa, dan H.Nuraini The objectives of this research were to identify management of beef cattle, to calculate the income of beef cattle production, to utilize the organic waste product as beef cattle feed and also to decrease the feed cost, and to know the prosperity of the beef cattle farmer. Primary data obtained by direct interview with the beef cattle farmer, used questionnaire as the tool. Secondary data obtained from relevant institutions sources that related with the topic of the research, and then the data analyzed using descriptive quantitative method. The result of the research were: (1)beef cattle production at TPA Putri Cempo was semi intensive production that use organic waste product as the beef cattle feed in the feeding system, (2)the income from the beef cattle production at TPA Putri Cempo was Rp5.353.406,09 with average contribution 39,78% from the total net income per year, (3)using organic waste product as beef cattle feed decreased the feed cost up to 18,86%, (4)the prosperity of the beef cattle farmer increased. Keywords: organic waste product, beef cattle feed, farmer income, and farmer prosperity
iii
POTENSI PETERNAKAN SAPI PEDAGING UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) PUTRI CEMPO MOJOSONGO, SOLO
SKRIPSI PUPUT YANITA SENJA
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PETERNAKAN BOGOR 2010 iv
Nama
: Potensi Peternakan Sapi Pedaging untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo Mojosongo, Solo. : Puput Yanita Senja
NIM
: D14060341
Judul
Menyetujui,
Pembimbing Utama
(Ir. Zulfikar Moesa, M.S.) NIP: 19450221 197412 1 001
Pembimbing Anggota
(Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si.) NIP: 19640202 198903 1 003
Mengetahui, Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 17 Maret 2010
Tanggal Lulus : v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Mei 1988 di Solo, Surakarta, Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sularso dan Ibu Yanik Riani Naryati. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan pada tahun 2000 di
SDN
Mojosongo V, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SMP Negeri 1 Surakarta, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMA Negeri 1 Surakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk) dan diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di berbagai organisasi meliputi bendahara PSM Agriaswara IPB peridode 2006–2007, anggota MAX IPB periode 2006–2007, bendahara Ayumas (OMDA Solo) IPB periode 2008–2009, anggota Ayumas (OMDA Solo) IPB periode 2006–sekarang, serta anggota Himaproter Fapet IPB periode 2007–sekarang. Penulis juga aktif mengikuti pelatihan dan seminar diantaranya Pelatihan Pengolahan Hasil Peternakan pada tahun 2007, Stadium General MK Pengelolaan Kesehatan Ternak Tropis pada tahun 2008, Seminar Teknologi Pangan dan Ilmu Gizi Tingkat Nasional pada Budidaya dan Prospek Usaha Lebah Madu
pada
tahun
tahun 2008,
2008,
Seminar
Seminar
dan
Pelatihan Jurnalistik pada tahun 2008, Training dan Fieldtrip Jurnalistik pada tahun 2008, Seminar Nasional Peternakan 2009 pada tahun 2009, serta Studium General “Peningkatan Softskill di Bidang Peternakan”pada tahun 2010. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di sejumlah instansi diataranya Dinas Pertanian Kota Surakarta pada tahun 2008 dan Rumah Pemotongan Hewan Bubulak dan Bogor pada tahun 2009. Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa Supersemar pada tahun 2008/2009.
vi
KATA PENGANTAR Peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang berperan penting dalam perekonomian masyarakat. Tujuan pembangunan peternakan adalah meningkatkan pendapatan peternak, meningkatkan populasi dan produksi ternak, pembangunan agribisnis peternakan dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya sehingga upaya pengembangan peternakan dapat ditingkatkan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan peternak pada khususnya. Salah satu ternak yang berpotensi untuk dikembangkan adalah usahaternak sapi pedaging. Pemanfaatan
tempat
pembuangan
sampah
(TPA)
sebagai
lokasi
penggembalaan sapi menjadi sebuah model pengembangan peternakan yang sudah diterapkan oleh sejumlah pemerintah kota. Budidaya sapi pedaging di TPA Kota Surakarta (Solo), Semarang, dan Yogyakarta merupakan contoh sukses yang siap diadopsi oleh kota-kota di Indonesia, karena di TPA-TPA tersebut ratusan ekor sapi pedaging dibudidayakan hanya dengan cara dilepas untuk memakan sampah, tanpa pemberian pakan lain, dan hasilnya sangat memuaskan. Skripsi dengan judul Potensi Peternakan Sapi Pedaging Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo Mojosongo, Solo disusun atas dasar kondisi yang terjadi seperti yang digambarkan. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui sistem pemeliharaan sapi pedaging di TPA Putri Cempo, mengetahui bagaimana pemanfaatan TPA sebagai lahan peternakan serta potensi ternak, khususnya sapi pedaging dalam mengurangi sampah di TPA, dan mengetahui pemanfaatan sampah lebih lanjut sebagai alternatif pengurangan biaya pakan dalam penggemukan sapi pedaging Tujuan yang lain adalah menghitung pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak sapi di TPA Putri Cempo tersebut, dan mengetahui manfaat keberadaan sapi yang mengkonsumsi sampah bagi warga sekitar TPA Putri Cempo Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga hasil yang tertuang dalam tulisan ni dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan. Bogor, April 2010 Penulis vii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ………………………………………………………………
i
ABSTRACT …………………………………………………………………
iii
LEMBAR PERNYATAAN………………………………………................
iv
LEMBAR PENGESAHAN.…………………………………………………
v
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………................
vi
KATA PENGANTAR ………………………………………………………
vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………...
viii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
x
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..…
xi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… PENDAHULUAN …………………………………………………………. Latar Belakang ……………………………………………………… Tujuan ………………………………………………………………. Kegunaan …………………………………………………………… TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………… Usaha Peternakan Sapi Potong ……………………………………… Sistem Pemeliharaan Sapi Pedaging ………………………… Pakan Ternak Sapi …………………………………………... Sampah ……………………………………………………………… Pengelolaan Sampah ………………………………………… Pemanfaatan Sampah untuk Pakan …………………………. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) …………………………. Analisis Pendapatan Usahaternak …………………………………… Penerimaan ………………………………………………….. Biaya ………………………………………………………… Pendapatan ………………………………………………….. MATERI DAN METODE …………………………………………………. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………….. Populasi dan Sampel ………………………………………………… Desain Penelitian ……………………………………………………. Data dan Instrumentasi ……………………………………………... Pengumpulan Data ………………………………………………….. Analisis Data ………………………………………………………... Analisis Deskriptif ………………………………………….. Analisis Pendapatan ………………………………………… Batasan Istilah ……………………………………………………….
xii 1 1 4 4 5 5 7 8 9 10 11 12 13 13 14 15 17 17 17 17 17 18 18 18 19 22
viii
KONDISI UMUM …………………………………………………………
23
Kota Solo…………………. ……………………………………….. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo…………………..
23 23
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………… …
27
Karakteristik Peternak ……………………………………………… Aspek Manajemen Teknis Usaha Peternakan Sapi Pedaging ……… Sistem Pemeliharaan ………………………………………. Perkawinan ……………………………………………........ Perkandangan ………………………………………………. Pakan ………………………………………………………. Analisis Pendapatan ………………………………………………… Kepemilikan Ternak …………………………………………. Biaya Usahaternak Peternakan di TPA Putri Cempo ……….. Penerimaan dan Pendapatan Peternakan di TPA Putri Cempo Pendapatan Usahaternak ……………………………………. Pendapatan Diluar Usahaternak ……………………………. Pendapatan Rumah Tangga Peternak ……………………….. Kontribusi Pendapatan Usahaternak …………………………
27 31 31 32 32 34 41 41 43 46 47 48 49 49
KESIMPULAN …………………………………………… …………………
52
Kesimpulan ………………………………………………………… Saran ………………………………………………………………..
52 52
UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………………
53
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….
54
LAMPIRAN ………………………………………………………. …………
58
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Komposisi Umum Sampah Kota ……………………………..............
10
2. Perhitungan Pendapatan Usaha Ternak dan Pengeluaran untuk Usaha Ternak Sapi Pedaging (Rp/Tahun) …………………………….
21
3. Karakteristik Peternak Sapi Pedaging di TPA Putri Cempo ………….
27
4. Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi Pedaging di TPA Putri Cempo……
31
5. Sistem Perkandangan Ternak Sapi Pedaging di TPA Putri Cempo……
33
6. Jenis Pakan Utama yang Diberikan Peternak di TPA Putri Cempo……
35
7. Jumlah Sampah yang Dibuang di TPA Putri Cempo Mojosongo Selama 5 Tahun Terakhir ……………………………………………...
36
8. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Berbagai Jenis Pakan Ternak
38
9. Jenis dan Kandungan Residu Pestisida pada Hati Sapi yang Digembalakan pada TPA………………………………………………
40
10. Kepemilikan Ternak Sapi Pedaging di TPA Putri Cempo …………….
42
11. Rata-rata Kepemilikan Ternak Sapi Pedaging di TPA Putri Cempo…..
42
12. Rata-Rata Biaya Per Peternak Per Tahun di TPA Putri Cempo …..…..
44
13. Total Biaya Pakan Peternakan di TPA Putri Cempo ………………….
45
14. Analisis Pendapatan Rata-Rata Per Peternak Per Tahun ……………… 46 15. Perbandingan Taraf Kesejahteraan Masyarakat Sebelum dan Sesudah Adanya TPA Putri Cempo……………………………………………..
50
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. TPA Putri Cempo (a)…………………………………......................
59
2. TPA Putri Cempo (b)…….………………………………………….
59
3. Sapi di TPA Putri Cempo (a)……………………………….……….
59
4. Sapi di TPA Putri Cempo (b)…………………………………….….
59
5. Sistem Pemeliharaan Intensif…………………………………….….
59
6. Sistem Pemeliharaan Semi Intensif……………………………….…
59
7. Kandang (a)…………….……………………………………………
60
8. Kandang (b)……………………………………………………….…
60
9. Pakan (sampah)………………………………………………………
60
10. Pakan (jerami)……………………………………………………..…
60
11. Rumah Narasumber (a)………………………………………………
60
12. Rumah Narasumber (b)..…………………………………………..…
60
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Peta Kota Solo, Surakarta ……………………………......................
58
2. Gambar-gambar Penelitian ………………………………………….
59
3. Kapasitas Tampung TPA Putri Cempo …………………………..….
61
4. Jumlah Sampah yang Dimanfaatkan oleh Sapi Pedaging di TPA Putri Cempo…………………………………………………………….…..
62
5. Kuesioner Penelitian……………………………………….………. .
63
6. Kepemilikan Sapi Narasumber……………………………………….
66
7. Kepemilikan Sapi Narasumber yang Berprofesi Sebagai Pemulung…
67
8. Kepemilikan Sapi Narasumber yang Berprofesi Sebagai Bukan Pemulung……………………………………………………………..
68
9. Rincian Biaya Peternak yang Berprofesi Sebagai Pemulung..………
69
10. Analisis Pendapatan Peternak yang Berprofesi Sebagai Pemulung….
70
11. Rincian Biaya Peternak yang Berprofesi Sebagai Bukan Pemulung…
71
12. Analisis Pendapatan Peternak yang Berprofesi Sebagai Bukan Pemulung…………………………………………………………..…
73
13. Sertifikat Pengujian Sampel………………………………………..…
74
14. Hasil Pengujian Sampel..…………………………………………...…
75
15. Hasil Analisis Bahan………………………………..…………………
76
xii
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan manusia tidak pernah dapat dipisahkan dengan sampah. Sampah dijumpai baik di desa maupun di kota. Daerah perkotaan pada khususnya, selain identik dengan penduduknya yang padat juga identik dengan permasalahan sampah perkotaan yang sampai saat ini sulit diselesaikan oleh pemerintah kota sekalipun. Masyarakat kota seringkali membuang sampah di sembarang tempat. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kebersihan lingkungan. Masyarakat tidak menyadari akan banyaknya masalah yang dapat timbul dari sampah tersebut. Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya maupun karena pengolahannya. Sampah seringkali dinilai sebagai bahan yang sudah tidak ada manfaatnya. Sampah ditinjau dari segi sosial ekonomi merupakan bahan yang tidak ada harganya. Apabila ditinjau dari segi lingkungan, sampah merupakan bahan yang dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian. Sampah secara periodik dikumpulkan di suatu tempat penampungan atau yang lebih dikenal sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tempat Pembuangan Akhir Putri Cempo merupakan tempat pembuangan sampah akhir yang berada di Kota Solo, Surakarta. Setiap harinya TPA tersebut menerima sampah dari seluruh penjuru kota sekitar ± 240 ton per harinya. Jumlah sampah yang sedemikian banyaknya tentu akan menyebabkan masalah dalam pengumpulan, pembuangan, serta penanganannya. Masalah tersebut memberi dampak negatif khususnya bagi lingkungan dan masyarakat di sekitar TPA tersebut. Masyarakat seringkali tidak menyadari dampak negatif tersebut. Masyarakat sekitar yang pada umumnya berprofesi sebagai pemulung menganggap hal tersebut sebagai hal yang biasa. Menurut mereka sampah merupakan sumber penghasilan mereka. Sampah berdasarkan sifatnya dibagi dua, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang mengandung senyawa organik yang mudah didegradasi oleh mikroba. Contoh sampah organik antara lain daun-daunan, sisa makanan, serta sayur dan buah yang telah busuk. Sampah anorganik merupakan sampah yang tidak dapat didegradasi oleh mikroba karena tidak tersusun oleh senyawa-senyawa
1
organik. Sampah anorganik contohnya kaleng, plastik, besi, dan kaca. Sampah-sampah anorganik ini diambil oleh masyakarat khususnya yang berprofesi sebagai pemulung di TPA Putri Cempo karena dinilai masih mempunyai nilai jual. Berbeda dengan sampah anorganik, sampah organik seringkali tidak termanfaatkan sepenuhnya padahal sampah organik tersebut yang paling terasa dampak negatifnya terhadap lingkungan, salah satunya polusi udara. Sampah organik tersebut sebenarnya memiliki potensi lebih, diantaranya dapat diolah menjadi pupuk organik. Sampah organik yang masih segar dan masih ada kandungan gizinya juga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai alternatif pakan ternak. Penggunaan sampah organik sebagai pakan ternak kini mulai dikembangkan. Penggunaan sampah organik sebagai pakan ternak merupakan salah satu kemungkinan mengambil manfaat dari sampah, yang berarti memperkecil akibat-akibat negatif serta mengambil manfaat positif bagi kehidupan masyarakat sekitar. Selain itu, penggunaan sampah organik sebagai pakan ternak dapat mengurangi biaya pakan yang selama ini merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan sapi pedaging. Sampah organik tersebut dapat dijadikan pakan utama maupun sampingan bagi ternak seperti sapi. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana potensi masyarakat sekitar TPA Putri Cempo khususnya dalam beternak sapi pedaging yang mengkonsumsi sampah sebagai salah satu alternatif usaha sambilan untuk meningkatkan pendapatan. Pemanfaatan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebagai lahan peternakan khususnya peternakan sapi pedaging merupakan suatu hal yang jarang dilakukan. Hanya ada empat daerah di seluruh Indonesia, yaitu Solo, Semarang, Bantul, dan Tasikmalaya yang mulai menggalakkan hal tersebut. Bagi daerah perkotaan pada khususnya, sampah semakin banyak setiap harinya tidak diikuti dengan semakin luasnya lahan pembuangan akhir. Setiap kota biasanya hanya memiliki satu TPA. Apabila hal tersebut tidak diikuti dengan penanganan sampah yang tepat dan cepat, dapat dibayangkan bagaimana mengunungnya tumpukan sampah tersebut. Penanganan yang ada selama ini hanya terbatas pada pemanfaatan sampah sebagai pupuk. Hal tersebut kini pun mulai sulit dijalankan karena terlalu heterogennya sampah dan kurangnya tenaga kerja. Penggunaan ternak khususnya sapi sebagai alternatif untuk mengatasi permasalahan sampah tersebut mulai digalakkan oleh keempat daerah tersebut. Pemerintah setempat berharap sapi tersebut dapat mengurangi volume sampah yang ada di TPA. 2
Sapi-sapi tersebut tidak mungkin dibiarkan berkeliaran sepanjang waktu di TPA. Sapi-sapi tersebut membutuhkan pemeliharaan. Pemelihara terdekat adalah masyarakat yang tinggal di TPA tersebut. Permasalahan yang ada sebagian besar masyarakat tersebut yang berprofesi sebagai pemulung merupakan masyarakat kurang mampu. Kebutuhan keluarga saja sulit terpenuhi bagaimana mungkin mereka akan sanggup membeli dan memelihara sapi. Kurangnya pengetahuan masyarakat khususnya masalah pemeliharaan sapi juga menjadi kendala tersendiri. Hal tersebut menyebabkan pemeliharaan sapi-sapi tersebut kurang maksimal. Pemeliharaan sapi tidak hanya bagaimana sapi-sapi tersebut makan dan tumbuh besar begitu saja. Pemelihara dalam hal ini masyarakat harus memperhatikan aspekaspek terkait dalam hal pemeliharaan sapi. Aspek-aspek tersebut meliputi pakan yang diberikan, pengaturan waktu pemberian pakan, perkandangan, serta aspek terkait lainnya. Kendala yang ada dalam pemeliharaan sapi pedaging di TPA selama ini adalah kurangnya pengetahuan masyakat di TPA tersebut khususnya dalam pemeliharaan sapi pedaging. Sapi-sapi tersebut dilepas dan tidak dipantau. Jenis-jenis sampah yang dikonsumsi sapi-sapi tersebut juga tidak dikontrol dan tidak dibatasi. Selain itu, sapisapi tersebut tidak diberi tambahan pakan yang lain. Masalah identifikasi juga perlu ditinjau lebih jauh dikarenakan sapi-sapi tersebut tidak diberi tanda pengenal. Selain permasalahan-permasalahan tersebut diatas, tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan sapi yang mengkonsumsi sampah tersebut benar-benar menunjukkan dampak positif yang nyata baik pada lingkungan maupun masyarakat di TPA. Ditahun awal pemeliharaan, masyarakat sangat merasakan manfaat sapi pemakan sampah tersebut khususnya dalam peningkatan pendapatan mereka. Keberagaman keadaan yang timbul dari sebelum memelihara sapi pemakan sampah hingga isu tersebut merebak mempengaruhi keberagaman pendapatan masyarakat di TPA tersebut. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai pengembangan peternakan sapi pedaging di TPA untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya dilihat dari pendapatan masyarakat tersebut.
3
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui sistem pemeliharaan sapi pedaging di TPA Putri Cempo. 2. Mengetahui bagaimana pemanfaatan TPA sebagai lahan peternakan serta potensi ternak, khususnya sapi pedaging dalam mengurangi sampah di TPA. 3. Mengetahui pemanfaatan sampah lebih lanjut sebagai pakan serta sebagai alternatif pengurangan biaya pakan dalam penggemukan sapi pedaging. 4. Menghitung pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak sapi di TPA Putri Cempo tersebut. 5. Mengetahui manfaat keberadaan sapi yang mengkonsumsi sampah bagi warga sekitar TPA Putri Cempo. Kegunaan Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan : 1. Alternatif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di Tempat Pembuangan Akhir. 2. Alternatif pemanfaatan sampah organik dalam mengurangi sampah di perkotaan pada khususnya. 3. Masukkan bagi pihak-pihak yang terkait (pemerintah dan instansi terkait lainya). 4. Sumbangan informasi bagi peneliti, pihak yang berkepentingan, serta pembaca.
4
TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Pedaging Peternakan di Indonesia ditinjau dari pola pemeliharaannya dibagi dalam tiga kelompok, yaitu : (1) peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan tradisional, ketrampilan masih sederhana dan menggunakan bibit lokal dalam jumlah dan mutu yang relatif terbatas. Pemeliharaan ternak dikerjakan oleh anggota keluarga peternak. Pada umumnya biaya yang dikeluarkan hanya untuk membeli bibit, pembuatan kandang, dan pembelian alat lain. Tujuan pemeliharaan ternak adalah sebagai tabungan, untuk ternak besar dipelihara terutama sebagai hewan kerja dan penghasil pupuk kandang, sedangkan untuk ternak kecil dipelihara dengan tujuan dijual dan dikonsumsi keluarga, (2) peternakan rakyat dengan pemeliharaan semi komersial, menggunakan ketrampilan yang lebih modern dari peternakan tradisional. Peternak sudah menggunakan bibit unggul, obat-obatan, dan makanan penguat. Tujuan utama adalah untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri, dan (3) peternak komersial, dengan tujuan utama adalah menguasai pasar untuk mendapatkan keuntungan. Usaha peternakan komersial dijalankan dengan modal besar, sarana produksi dan teknologi modern (Mubyarto, 1985). Peternakan rakyat yang berskala kecil dan dalam bentuk usaha sampingan merupakan bagian terbesar dari pola peternakan di Indonesia (Baharsyah, 1993). Menurut
Surat
Keputusan
Menteri
Pertanian
Republik
Indonesia
No.362/Kpts/tn.120/5/1990 yang dimaksud peternakan rakyat adalah usaha peternakan yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan dengan ciri-ciri antara lain : (1) skala usahanya kecil, (2) masih produksi rumah tangga, (3) dilakukan sebagai usaha sambilan, (4) menggunakan teknologi sederhana sehingga produktivitasnya rendah dan mutu produk bervariasi, dan (5) bersifat padat karya dan berbasis organisasi kekeluargaan (Departemen Pertanian, 1990). Dewasa ini berkembang peternakan di perkotaan yang diusahakan pada lahan yang sempit atau lahan-lahan tidur. Peternakan di perkotaan ini mengembangkan konsep agribisnis, bukan hanya berorientasi pada budidaya saja tetapi mengusahakan secara komersial, bisa menjangkau pasar dengan memberikan nilai tambah yang tinggi (Adjid, 1999).
5
Usaha peternakan di Indonesia pada umumnya masih dilakukan secara tradisional tetapi sekarang ini banyak pula yang melakukan secara komersial. Usaha peternakan sapi pedaging umumnya merupakan usaha keluarga dan pemeliharaannya lebih banyak sebagai usaha sampingan. Bentuk usaha peternakan di Indonesia pada umumnya dilakukan secara tradisional (Natasasmita dan Mudikdjo, 1979). Soehaji (1992) mengatakan bahwa kondisi peternakan sapi pedaging di Indonesia masih didominasi oleh peternakan rakyat dengan skala pemilikan satu sampai empat ekor, dengan organisasi ekonomi kekeluargaan, pemeliharaan secara tradisional, produktivitas rendah, dan mutu hasil yang bervariasi. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan posisi peternakan rakyat yang lemah. Saragih (1997), merumuskan pergeseran usaha peternakan rakyat menuju industri yaitu : a) peternakan sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dengan tingkat pendapatan dari usaha ternak kurang dari 30 persen, b) peternakan sebagai cabang usaha dalam pertanian campuran dengan tingkat pendapatan dari usaha ternak 30-70 persen, c) peternakan sebagai usaha pokok dengan komoditi lain sebagai sampingan dan pendapatan dari usaha ternak sebesar 70-100 persen, d) industri peternakan yaitu mengusahakan ternak secara khusus dengan tingkat pendapatan usaha ternak sebesar 100 persen. Kawi (1991) mengemukakan permasalahan yang sering dihadapi dalam pengembangan peternakan sapi pedaging adalah : (1) keterbatasan modal, (2) tataniaga yang belum sempurna, rantai yang panjang menyebabkan biaya tinggi, dan (3) sarana tataniaga yang belum berjalan sebagaimana mestinya seperti pasar dan pengangkutan. Pemeliharaan sapi pedaging dapat dilakukan dengan cara sederhana. Kandang sapi dapat dibuat sederhana memakai bambu, atap rumbia dan lantai tanah yang dipadatkan. Tempat makanan tidak banyak membutuhkan perlengkapan, makanan cukup diletakkan di tanah atau dibatasi dengan palang-palang dari bambu atau kayu. Pemeliharaan ternak daging atau ternak potong pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : (1) cara pemeliharaan sapi pedaging sebagai penghasil anak dan (2) pemeliharaan sapi bakalan sebagai potongan atau untuk digemukkan (Parakkasi, 1985).
6
Sistem Pemeliharaan Sapi Pedaging Pemeliharaan sapi pedaging di Indonesia sebagian besar sebagai sumber tenaga kerja (Santoso dan Winugroho, 1990). Hanya sebagian kecil saja dari sapi pedaging tersebut yang dipelihara secara khusus sebagai penghasil daging. Pemeliharaan dapat dibagi atas pemeliharaan ekstensif, intensif dan sedang. Sistem ekstensif dapat dilihat dari aktivitas perkawinan, pembesaran, pertumbuhan,
penggemukkan dilaksanakan
oleh orang yang sama, di lapangan penggembalaan yang sama (Parakkasi, 1999). Tujuan penggemukan sapi pedaging menurut Parakkasi (1985) adalah untuk memperbaiki kualitas karkas. Tanpa proses penggemukan, grade karkasnya hanya standar sedangkan dengan proses penggemukan menyebabkan grade karkasnya minimal adalah good. Pertambahan bobot badan yang berarti hanya dapat terlihat pada musim hujan. Cara pemeliharaan ini apabila dilihat dari dari segi usaha mungkin tidak merugi karena ongkos produksi hampir nol, tetapi secara nasional ataupun dari segi kebutuhan dunia akan daging, sistem ini sangat tidak diharapakan. Sistem ekstensif dengan produksi yang sangat minimal mungkin dapat dimasukkan dalam sistem ekstensif primitif
atau
tradisional.
Pemeliharaan
intensif
sering
disinonimkan
dengan
pemeliharaan dengan ransum tinggi akan penguat. Salah satu keuntungan dari pemeliharaan intensif adalah penggunaan bahan makanan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan pemeliharaan di lapangan penggembalaan. Pengaruh negatif pemeliharaan intensif, misalnya penyakit, investasi yang banyak dan problem limbah. Sistem antara intensif dan ekstensif (mixed farming). Beberapa petani kecil memelihara beberapa ekor sapi dengan maksud digemukkan dengan bahan makanan yang ada di dalam atau sekitar usaha pertaniannya. Tingkat spesialisasinya masih rendah tetapi spesialisasi tersebut sudah ada (Parakkasi, 1999). Menurut Hernowo (2006), sistem pemeliharaan sapi pedaging dikategorikan dalam tiga cara yaitu intensif, semi intensif, dan ekstensif. Sistem intensif dimana ternak dikandangkan. Sistem pemeliharaan semi intensif dimana ternak dikandangkan pada malam hari dan dilepas di ladang penggembalaan pada pagi hari. Sistem pemeliharaan ekstensif yaitu ternak dilepas di padang penggembalaan. Beberapa persyaratan yang diperlukan dalam mendirikan kandang antara lain memenuhi persyaratan kesehatan ternak, mempunyai ventilasi yang baik, efisiensi dalam pengelolaan, melindungi ternak dari pengaruh iklim dan keamanan pencurian, 7
serta tidak berdampak pada lingkungan sekitar. Letak bangunan kandang tidak berdekatan dengan bangunan umum atau perumahan, minimal 10 meter (Rasyid dan Hartadi, 2007). Di Indonesia, usaha penggemukan sapi dilaksanakan oleh peternakan rakyat menggunakan sistem pengelolaan tradisional yang dikenal dengan sapi kereman. Usaha penggemukan sapi (kereman) ini secara historis merupakan usaha rakyat yang turun temurun dilakukan oleh peternak atau petani dibeberapa daerah tertentu seperti Wonosobo, Boyolali, Magetan, Lumajang, Aceh, dan lain-lain. Usaha tersebut dimaksudkan untuk memperoleh pupuk kandang bagi petaninya. Teknologi sapi kereman yang dimaksud adalah memelihara sapi jantan atau kebiri selama beberapa bulan (4-12) dalam kandang tertutup diberi makanan hijauan dari hasil sisa hasil pertanian (Aziz, 1993). Pakan Ternak Sapi Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu menyajikan hara atau nutrien penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukkan, serta reproduksi (Blakely dan Bade, 1991). Williamson dan Payne (1993) menyatakan bahwa pakan ternak secara garis besar dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak pada bahan keringnya. Konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit daripada hijauan dan mengandung karbohidrat, protein, dan lemak yang relatif banyak tetapi jumlahnya bervariasi dengan jumlah air relatif sedikit. Pakan dalam usaha peternakan merupakan bagian yang penting dan menentukan tinggi rendahnya produksi, pertumbuhan, juga besar kecilnya keuntungan peternakan. Apabila ternak diberi makan yang baik, dalam arti cukup gizi, maka ternak akan tumbuh sehat, cepat gemuk, dan dapat berkembang biak dengan baik (Dirjenak, 1991). Pakan untuk ternak ruminansia pada umumnya terdiri dari pakan hijauan dan pakan penguat antara lain berupa biji-bijian, bungkil, bekatul, dan tepung ikan (Umiyasaih dan Anggraeni, 2007). Kemudian dijelaskan pula banyaknya hijauan yang diberikan adalah 10 persen dari berat badan dan diberikan 2-3 kali sehari. Pakan penguat diberikan sebanyak satu persen dari berat badan yang diberikan 1-2 kali sehari. Pemberian air minum sebanyak 20-30 liter per ekor per hari.
8
Ternak yang digemukkan cenderung mengkonsumsi makanan lebih banyak dengan bertambahnya bobot badan. Menurut Natasasmita dan Mukdikdjo (1980) kebutuhan makanan ternak bergantung pada umur, bobot hidup, bangsa, tujuan produksi dan keadaan fisiologis, serta lingkungan. Sapi muda memerlukan hijauan (berdasarkan bobot kering udara) sekitar 2,5%-3% dari bobot hidupnya, sedangkan sapi dewasa hanya 1,5% dari bobot hidupnya. Sampah Sampah adalah bahan sisa, baik bahan-bahan yang sudah tidak digunakan lagi (barang bekas) maupun bahan yang sudah diambil bagian utamanya. Dari segi sosial ekonomis, sampah adalah bahan yang sudah tidak ada gunanya. Dari segi lingkungan, sampah adalah bahan buangan yang tidak berguna dan banyak menimbulkan masalah pencernaan dan gangguan pada kelestarian lingkungan (Hariono, 2007) Sampah berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik, dan oleh karenanya tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen, dimana bahan-bahan tersebut mudah didegradasi oleh mikroba. Sampah organik ini terdiri atas daun-daunan, kayu, kertas, karton, tulang, sisa-sisa makanan, sayur, buah, dan lain-lain. Sampah anorganik terdiri atas kaleng, plastik, besi, dan logam-logam, gelas, atau bahan lain yang tidak tersusun oleh senyawa organik. Sampah ini tidak dapat didegradasi oleh mikroba (Hariono, 2007). Semua sampah organik dapat dicerna serta dapat diurai yang berasal dari pasar, restoran, hotel, atau rumah tangga dapat dijadikan pakan bagi sapi pedaging. Sampah organik tersebut dapat diberikan langsung atau diproses terlebih dahulu (Rohendi, 2005). Sampah dari kegiatan rumah tangga biasanya berupa sisa makanan dan bahan-bahan lain yang sudah tidak berguna lagi. Sampah dari pasar berasal dari bahan yang tidak berguna lagi dari pasar. Karakteristik sampah adalah sifat-sifat sampah yang meliputi sifat-sifat sampah, antara lain sifat fisis, kimiawi, dan biologinya. Sampah-sampah kota di negara-negara berkembang agak berbeda susunannya dengan sampah kota di Negara-negara maju. Komposisi umum sampah kota menurut Jeris dan Regan (1975) tercantum pada Tabel 1.
9
Tabel 1. Komposisi Umum Sampah Kota Kandungan
Jumlah 41-61 % 3-9 % 4-20 % 30-60 % 0,5-1,4 mg/g sampah 0,8-1,4 mg/g sampah 3,1-9,3 % 5-8
Serat kasar Lemak Abu (mineral) Ammonia Senyawa nitrogen organik Total nitrogen Protein pH Sumber : Jeris dan Regan (1975)
Sampah
pada
umumnya
dapat
menimbulkan
gangguan
keseimbangan
lingkungan, kesehatan dan keamanan, serta pencemaran. Gangguan tersebut antara lain (1) sampah dapat menimbulkan pencemaran atau pengotoran, (2) sampah menimbulkan kondisi yang tidak sesuai lingkungan normal, terkadang menyebabkan kenaikan suhu, perubahan pH sehingga kehidupan sekitar akan terganggu, (3) perombakan sampah menjadi senyawa sederhana menyebabkan kekurangan oksigen pada daerah pembuangan sampah, (4) gas yang dihasilkan selama proses degradasi sampah dapat membahayakan kesehatan bahkan kadang beracun, (5) berbagai penyakit dapat timbul dari sampah, dan (6) secara estetika, sampah tidak dapat digolongkan sebagai pemandangan yang nyaman untuk dinikmati (Hariono, 2007). Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah dengan konsep zero waste dilakukan secara terpadu dengan melibatkan partisipasi masyarakat sehingga mampu mengurangi volume timbunan sampah, menghasilkan produk bernilai komersial dari bahan baku sampah, dan meningkatkan penghasilan masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan di tempat pembuangan akhir sampah. Dengan partisipasi masyarakat, sampah kota dapat dipilah menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik dapat diolah menjadi kompos dan dijual sebagai pupuk organik. Sedangkan sampah anorganik dipilah untuk dapat dimanfaatkan kembali dan dapat didaur ulang. Semua sampah organik yang berasal dari pasar, restoran, hotel, dan rumah tangga dapat dijadikan pakan bagi sapi pedaging. Sampah organik tersebut dapat diberikan langsung atau diproses terlebih dahulu (Djajakirana, 2005).
10
Pemanfaatan Sampah Pasar untuk Pakan Semua sampah organik yang berasal dari pasar, restoran, hotel, atau rumah tangga dapat dijadikan pakan bagi ternak kambing dan sapi pedaging. Sampah organik tersebut dapat diberikan langsung atau diproses terlebih dahulu. Sampah pasar yang baru diangkut dari sumber sampah mengandung sampah sayuran segar yang mungkin dapat langsung digunakan sebagai pakan ternak atau diproses menjadi silase. Limbah restoran dan hotel berupa sisa-sisa makanan dapat digunakan sebagai pakan ternak (Rohendi, 2005). Sampah tersebut dapat diberikan secara langsung pada ternak dapat juga diberikan dalam bentuk silase. 1.
Pemberian secara langsung Ternak sapi atau kambing yang dilepas di Tempat Pembuangan Sampah dapat mencari pakannya dan hidup. Sampah organik pasar berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pemberian pakan secara langsung perlu diberi zat tambahan pakan sumber energi dan nitrogen. Sebagai sumber energi dapat ditambah dedak, gaplek, atau molasses. Untuk sumber nitrogen dapat ditambahkan urea yang dapat meningkatkan kandungan protein kasar ransum.
2.
Pemberian dalam bentuk silase Sampah organik pasar sebagian telah mengalami kerusakan atau pembusukan yang dicirikan dengan dikeluarkannya bau yang tidak sedap. Untuk menghambat pembusukkan lebih lanjut, sampah organik tersebut dapat dibuat silase. Silase juga dapat meningkatkan kadar gizi sampah dengan ditambahkan zat tambahan (Rohendi, 2005) Sampah merupakan tempat berkembangbiaknya berbagai jenis binatang vektor
penyakit seperti lalat, tikus, kecoa, dan lain-lain. Hewan tersebut dapat menularkan berbagai penyakit berbahaya mikroorganisme. Hewan pemakan sampah merupakan hewan yang diumbar mencari makanannya sehari-hari di area Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Keberadaan hewan di area tersebut dapat membahayakan kesehatan ternak akibat kadungan zat berbahaya dalam tubuh ternak serta dapat membahayakan individu yang mengkonsumsinya. Hewan yang mengkonsumsi bahan sampah akan lebih terpapar bahan berbahaya dan menderita serta membahayakan kelangsungan hidupnya. Pemaparan bahaya tersebut dapat melalui saluran pernafasan, pencernaan,
11
serta permukaan tubuh. Kesehatan hewan tersebut hendaknya dipantau dengan cara pemeriksaan gejala klinis serta laboratoris (Hariono, 2007). Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pemanfaatan Tempat Pembuangan Sampah (TPA) sebagai lokasi pengembalaan sapi merupakan model pengembangan peternakan yang telah diterapkan oleh sejumlah pemerintah kota. Budidaya sapi pedaging di TPA kota Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta merupakan contoh sukses dimana pada TPA tersebut ratusan ekor sapi pedaging dibudidayakan hanya dengan cara dilepas untuk memakan sampah, tanpa pemberian pakan lain dan hasilnya sangat memuaskan (Arifin et al., 2003). Di TPA Jatibarang, Kota Semarang, teridentifikasi ada 800 ekor sapi pedaging, 400 ekor diantaranya milik Dinas Peternakan Kota Semarang yang digaduhkan kepada masyarakat sekitar TPA. Sistem budidaya sapi pedaging ini sangat menolong kehidupan masyarakat pinggir kota, karena dengan rata-rata pemilikan 4 ekor induk, mereka bisa memperoleh penghasilan tambahan berupa 4 ekor pedet per tahun. Pada umumnya sapi hasil budidaya di TPA ini dikeluarkan dari TPA setelah berumur 2 tahun dan siap dipotong (Arifin et al., 2003) Kendala yang ada adalah daging hasil pemotongan ternak yang digembalakan di TPA oleh sebagian kalangan masyarakat diragukan keamanannya mengingat ternakternak tersebut sehari-hari mengkonsumsi sampah yang mengandung berbagai jenis bahan beracun, seperti pestisida dan logam berat. Bahan tersebut dapat masuk kedalam rantai makanan sehingga dapat terakumulasi di dalam jaringan tubuh ternak dan jika dikonsumsi manusia dapat mengganggu kesehatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut. Hasil pengujian oleh Arifin et al. (2003) menunjukkan bahwa dalam hati ternak pemakan sampah tersebut ditemukan pestisida tetapi masih dibawah nilai MRL (Maximum Residu Limit) yang diperbolehkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sehingga masih aman dikonsumsi.
12
Analisis Pendapatan Usahaternak Analisis pendapatan memerlukan data penerimaan (revenue) dan pengeluaran (expenses) baik yang menyangkut tetap (fixed) maupun biaya operasi (operating expenses). Semuanya dalam perhitungan tunai (cash). Jumlah yang dijual (termasuk yang digunakan sendiri) dikalikan dengan harga merupakan jumlah yang diterima, itulah yang disebut penerimaan. Bila penerimaan dikurangi dengan biaya produksi hasilnya dinamakan pendapatan. Analisis pendapatan berguna untuk mengetahui dan mengukur apakah kegiatan yang dilakukan berhasil atau tidak. Terdapat dua tujuan utama dari analisa pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Tingkat pendapatan selain dipengaruhi oleh keadaan harga faktor produksi dan harga hasil produksi, juga dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan yang dilakukan oleh peternak. Analisis usahatani meliputi penerimaan dan pendapatan usahatani (Soekartawi, 2002). Penerimaan Menurut Key et al. (2004), penerimaan dalam usahatani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan selama periode pembukuan yang sama. Boediono (2002), menyatakan bahwa penerimaan adalah hasil penjualan output yang diterima produsen dan jumlah penerimaan dari suatu proses produksi dapat ditentukan dengan mengalikan jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual produk tersebut. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 1995). Penerimaan-penerimaan usahatani mencakup banyak hal, yaitu tidak saja penerimaan yang diperoleh langsung dari penjualan produksi, tetapi juga termasuk penerimaan-penerimaan yang berasal dari hasil menyewakan dan atau penjualan benda-benda modal yang kelebihan atau tidak terpakai lagi, menyewakan tenaga ternak, dan penambahan nilai inventori. Penerimaan yang seringkali tidak diperhitungkan adalah penerimaan dalam bentuk fasilitas yang diterima petani dan keluarganya dari usahataninya sendiri (fasilitas menempati tempat tinggal, fasilitas menggunakan kendaraan, dan fasilitas menggunakan produksi usahatani untuk konsumsi) dan penerimaan dalam bentuk hadiah dan subsidi dari pemerintah (Soekartawi, 1995).
13
Menurut Kadarsan (1995), penerimaan perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha dan barang olahannya. Semua hasil agribisnis yang dipakai untuk konsumsi keluargapun harus dihitung dan dimasukkan sebagai penerimaan perusahaan, walaupun akhirnya dipakai pemilik perusahaan secara pribadi. Effendi (2002) dalam penelitiannya menentukan peneriman usahaternak sapi perah menjadi dua jenis, yaitu penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai berasal dari penjualan susu, ternak sapi perah, dan kotoran (feces). Penerimaan tidak tunai berasal dari nilai susu yang dikonsumsi pedet dan keluarga peternak, serta perubahan nilai ternak. Biaya Boediono (2002) menyatakan bahwa biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumber daya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan, biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu, sedangkan biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang jumlah totalnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Daniel (2004) menyatakan biaya produksi adalah kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi, baik tunai maupun tidak tunai. Berdasarkan penelitian Effendi (2002), biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak di Kecamatan Cisarua meliputi biaya pajak, listrik, transportasi, sewa lahan, dan penyusutan kandang. Biaya tidak tetap yang dikeluarkan peternakan terdiri dari biaya pakan, obat-obatan, perlengkapan, tenaga kerja upahan, dan tenaga kerja keluarga. Menurut Media (1995), pada usaha penggemukan sapi rakyat, terdapat kesulitan dalam memilih biaya produksi ke dalam biaya tetap maupun biaya variabel. Hal ini masih sangat kecilnya skala usaha dari rendahnya tingkat pengelolaan sehingga batasan antara biaya tetap dengan biaya variabel menjadi tidak jelas. Dengan demikian yang dimaksud biaya produksi dalam usaha penggemukan sapi rakyat pada pemeliharaan ini adalah seluruh biaya yang dikeluarkan secara riil oleh peternak dalam menjalannya usahanya.
14
Pengeluaran adalah semua uang yang dikeluarkan perusahaan sebagai biaya produksi, baik itu biaya tetap maupun biaya variabel atau biaya lainnya. Dalam suatu usahatani keluarga sering terjadi balas jasa untuk tenaga kerja keluarga atau pemilik yang juga mengusahakan perusahaannya sebagai manajer harus dihitung sehingga balas jasa untuk perkiraan-perkiraan ini dihitung sebagai pengeluaran (Soekartawi, 1995) Pendapatan Indikator keberhasilan dari usahatani atau usaha ternak dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani atau peternak dalam mengelola suatu usahatani atau usahaternak. Semakin besar pendapatan yang diterima petani atau peternak semakin besar pula tingkat keberhasilan usahatani maupun usaha ternaknya. Pendapatan adalah ukuran perbedaan antara penerimaan dan pengeluaran pada periode tertentu, apabila perbedaan yang diperoleh adalah positif mengindikasikan keuntungan bersih yang diperoleh, dan apabila negatif mengindikasikan kerugian (Key et al., 2004) Saputra (2000) dalam penelitiaanya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan adalah lulusan usaha ternak, tingkat produksi dan tingkat koefisien penggunaan faktor produksi. Pendapatan dari usaha ternak sapi selain dari daging juga tergantung biaya makanan, biaya tenaga kerja, dan jumlah sapi. Sedangkan Effendi (2002) menunjukkan faktor yang mempengaruhi besarnya penerimaan usahaternak sapi adalah jumlah pemilikan sapi, banyak sedikitnya jenis dan jumlah pemilikan sapi, banyak sedikitnya jenis dan jumlah produk sapi yang dijual, serta produktivitas ternak. Kay (1988) menyatakan bahwa pada umumnya pendapatan bersih usahatani (net farm income) dapat dibedakan menjadi dua kategori. Kategori pertama adalah pendapatan tunai total (total cash income) dengan biaya tunai total (total cash expenses). Pendapatan tunai ini masih perlu disesuaikan dengan beberapa pengeluaran non tunai seperti penyusutan dan perubahan inventaris. Selanjutnya yang dimaksud dengan kategori kedua adalah pendapatan bersih usahatani (net farm income) yang merupakan hasil penyesuaian (pengurangan) antara pendapat tunai dan biaya-biaya non tunai. Pendapatan yang diperoleh petani dapat berasal dari usahatani maupun dari luar usahatani (Soekartawi, 2002). Menurut Soeharjo dan Patong (1973), pendapatan keluarga adalah angka yang diperoleh dengan menghitung pendapatan dari sumber-sumber lain yang diterima petani 15
bersama keluarganya disamping kebutuhan pokoknya. Menurut Kadarsan (1995), penerimaan khususnya bagi peternak berasal dari panen hasil peternakan atau hasil olahannya. Setelah ada hasil dari usaha ternak, kemudian hasil dijual. Jumlah yang dijual (termasuk yang digunakan untuk keperluan sendiri) dikalikan harga merupakan jumlah yang diterima, itulah yang disebut penerimaan. Apabila penerimaan dikurangi dengan biaya produksi hasilnya dinamakan pendapatan.
16
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Solo, Surakarta. TPA tersebut memiliki populasi ternak sapi pedaging terbesar di Kota Solo dan sekitarnya dengan sumber pakan utamanya adalah sampah. Usaha peternakan sapi pedaging tersebut dikelola oleh masyarakat sebagai usaha utama maupun sebagai usaha sampingan. Pelaksanaan penelitian (pengambilan data) dilakukan mulai pertengahan Juli 2009 hingga pertengahan Agustus 2009. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah peternak sapi pedaging di TPA Putri Cempo. Jumlah sampel yang diambil adalah 40 orang peternak dengan menggunakan metode purposive. Penulis dengan sengaja mengambil sampel secara langsung dari populasi secara acak dikarenakan jumlah populasi dianggap homogen. Desain Penelitian Penelitian ini didesain sebagai suatu penelitian survei dan studi kasus untuk mengetahui pendapatan peternak sapi pedaging di TPA Putri Cempo. Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis pendapatan. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi dan potensi usaha penggemukan sapi pedaging di TPA Puti Cempo. Analisis pendapatan digunakan untuk mengetahui peranan peternakan sapi pedaging pemakan sampah dalam mendukung penghasilan peternak di TPA Putri Cempo. Data dan Instrumentasi Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder meliputi data kualitatif dan kuantitatif. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dan diperoleh melalui wawancara dengan peternak yang
17
terpilih menjadi responden dan juga pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian. Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disusun secara terstruktur dan dipersiapkan terlebih dahulu untuk memperoleh gambaran tentang masukan, keluaran serta besarnya kegiatan usaha peternakan sapi pedaging dan kegiatan usaha diluar usaha ternak. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pengumpulan dari bahan tertulis atau pustaka yang dapat dipercaya dan berhubungan dengan penelitian berupa hasil penelitian, dan data-data pendukung lainnya yang diperoleh dari instansi yang terkait seperti Dinas Kebersihan Perkotaan, Dinas Pertanian Kota Surakarta, Badan Pusat Statistik, Badan Pendapatan Daerah Kota Surakarta, serta literatur yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan di TPA Putri Cempo dan dilaksanakan selama satu bulan yaitu pertengahan Juli 2009 hingga pertengahan Agustus 2009. Data yang mendukung penelitian yang berasal dari dinas-dinas terkait dikumpulkan secara bersamaan sehingga mencukupi kebutuhan penelitian. Data sekunder dikumpulkan berdasar bahan-bahan yang mendukung penelitian. Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan keadaan umum di lokasi penelitian, keadaan umum dan potensi usaha penggemukan sapi pedaging di TPA Putri Cempo yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia (peternak), serta budidaya peternakan. Secara keseluruhan penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk menggambarkan objek penelitian secara lengkap. Analisis ini meliputi gambaran kondisi umum usaha peternakan sapi pedaging di TPA Putri Cempo, berupa deskripsi karakteristik peternak, karakteristik budidaya usahaternak, tatalaksana usaha peternakan sapi pedaging, pendapatan usahatani selain usahaternak sapi pedaging, pendapatan diluar usahaternak, pendapatan rumah tangga peternak, dan kontribusi pendapatan 18
usahaternak sapi pedaging terhadap pendapatan rumah tangga peternak. Karakteristik peternak meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, pengalaman berternak, dan tanggungan keluarga serta pendapatan peternak mengenai keinginan mengembangkan usahanya. Karakteristik budidaya usaha ternak yang dibatasi pada skala usaha, pola usaha, dan sistem pemeliharaan ternak sapi pedaging. Analisis Pendapatan Pendapatan usahaternak sapi pedaging merupakan hasil pengurangan dari penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan dalam usahaternak sapi pedaging tersebut. Penerimaan yang diperoleh dari usahaternak sapi pedaging tersebut dibedakan atas penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai meliputi ternak sapi pedaging dan hasil sampingan, sedangkan penerimaan tidak tunai meliputi nilai daging yang dikonsumsi oleh keluarga peternak serta perubahan nilai ternak. Biaya yang digunakan dalam usahaternak sapi pedaging dibedakan atas biaya tunai dan tidak tunai. Biaya tunai dibedakan lagi menjadi biaya tetap tunai dan biaya variabel tunai. Biaya tetap tunai meliputi biaya air, listrik, telepon, sewa dan pajak lahan, serta perawatan kandang, selanjutnya biaya variabel tunai meliputi biaya pakan, perlengkapan dan tenaga kerja upahan. Biaya tidak tunai juga dibedakan menjadi biaya tetap tidak tunai dan biaya variabel tidak tunai. Biaya tetap tidak tunai meliputi biaya penyusutan (kandang, peralatan, dan ternak), sedangkan biaya variabel tidak tunai adalah biaya tenaga kerja keluarga. Model analisis pendapatan yang akan digunakan dalam pengolahan data disajikan dalam Tabel 2. Analisis pendapatan ini meliputi : 1) Analisis Pendapatan Usaha Ternak Analisis pendapatan ini dihitung berdasarkan selisih antara penerimaan total (Total Revenue) dengan biaya total (Total Cost). Rumus pendapatan menurut Guritno (1996) adalah sebagai berikut :
Kriteria yang digunakan :
maka untung,
maka rugi,
maka
impas 2) Analisis Pendapatan Rumah Tangga Peternak
19
Untuk mengetahui besarnya pendapatan rumah tangga peternak, dilakukan penjumlahan antara pendapatan dari usahaternak sapi pedaging, pendapatan usaha tani selain usaha ternak sapi pedaging, dan pendapatan diluar usaha tani. Persamaan yang digunakan sebagai berikut :
3) Analisis kontribusi Pendapatan Usahaternak Sapi pedaging terhadap Pendapatan Rumah Tangga Peternak Kontribusi pendapatan usahaternak sapi pedaging terhadap pendapatan rumah tangga peternak dapat dihitung dengan persamaan :
Keterangan = : pendapatan usahaternak : total penerimaan : total biaya : pendapatan rumah tangga peternak pendapatan diluar usahaternak : kontribusi pendapatan usahaternak Perhitungan pendapatan dari sumber lain selain usahaternak sapi pedaging dilakukan sebagai berikut : 1) Pendapatan dari usahatani selain usahaternak sapi pedaging diperoleh dengan mengurangkan penerimaan total usaha dengan biaya yang dikeluarkan untuk selain usahaternak sapi pedaging tersebut 2) Pendapatan di luar usahatani, meliputi pendapatan dari usaha dagang, wirausaha, buruh tani, pegawai negeri, dsb : a) Usaha dagang dan wirausaha diperoleh dengan menilai besarnya pendapatan dalam sebulan sesuai dengan jawaban peternak b) Buruh tani dihitung dari jumlah hari kerja dalam sebulan dikali dengan upah perhari atau berdasarkan upah per bulan yang diperoleh (jika upah yang diperoleh adalah upah bulanan)
20
Tabel 2. Perhitungan Pendapatan Usaha Ternak dan Pengeluaran untuk Usaha Ternak Sapi Pedaging (Rp/Tahun) No I
Uraian
Total
v
v
Nilai ternak yang dikonsumsi
v
v
Kematian ternak
v
v
Perubahan nilai termak
v
v
v
v
v
Pakan
v
v
v
Obat-obatan
v
v
Tenaga kerja upahan
v
v
Vaksinasi
v
v
Pajak
v
v
Total (A) Biaya variabel
Subtotal (1) III
Tidak Tunai
Penerimaan usaha ternak Penjualan ternak
II
Tunai
v
v
v
Biaya tetap Peralatan
v
v
Penyusutan kandang
v
v
Penyusutan peralatan
v
v
Perbaikan kandang
v
v
Subtotal (2)
v
v
v
Total (B) = Subtotal (1+2)
v
v
v
Pendapatan usaha ternak (A-B)
v
v
v
Sumber : Soekartawi et al., (1986)
21
Batasan Istilah 1.
Usahaternak sapi pedaging adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pemeliharaan ternak sapi pedaging yang dilakukan peternak di TPA Putri Cempo.
2.
Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu menyajikan hara atau nutrien penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, serta reproduksi (Blakely dan Bade, 1991).
3.
Sampah adalah bahan sisa, baik bahan-bahan yang sudah tidak digunakan lagi (barang bekas) maupun bahan yang sudah diambil bagian utamanya (Hariono, 2007).
4.
Satuan ternak adalah satuan yang didasarkan atas keperluan makanannya (Natasasmita dan Mudikjo, 1980)
5.
Biaya adalah pengukuran nilai sumber daya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk mencari keuntungan (Boediono, 2002).
6.
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 1995).
7.
Pengeluaran adalah semua uang yang dikeluarkan perusahaan sebagai biaya produksi, baik itu biaya tetap maupun biaya variabel atau biaya lainnya (Soekartawi, 1995).
8.
Pendapatan adalah ukuran perbedaan antara penerimaan dan pengeluaran pada periode tertentu, apabila perbedaan yang diperoleh adalah positif mengindikasikan keuntungan bersih yang diperoleh, dan apabila negatif mengindikasikan kerugian (Key et al., 2004).
9.
Pendapatan keluarga adalah angka yang diperoleh dengan menghitung pendapatan dari sumber-sumber lain yang diterima petani bersama keluarganya disamping kebutuhan pokoknya (Soeharjo dan Patong, 1973).
10. Penyusutan adalah penurunan nilai inventaris yang disebabkan oleh pemakaian selama tahun pembukuan seperti penyusuan peralatan, kandang, dan ternak.
22
KONDISI UMUM Kota Solo Kota Surakarta atau yang lebih dikenal sebagai “Kota Solo” terletak antara 110o 45’ 15” dan 110o 45’ 35” Bujur Timur dan antara 7o 36’ dan 7o 56’ Lintang Selatan. Kota Solo merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang maupun Yogyakarta. Wilayah Kota Solo ini merupakan wilayah dataran rendah dengan ketinggian ± 92 m dari permukaan laut. Kota Solo berbatasan dengan Kabupaten Boyolali di sebelah Utara, dengan Kabupaten Karanganyar disebelah Timur, serta berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo disebelah Barat dan Selatan. Luas wilayah Kota Solo mencapai 44,06 km2 yang terbagi dalam lima kecamatan, yaitu Kecamatan Laweyan, Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Jebres, serta Kecamatan Banjarsari. Sebagian besar lahan di Kota Solo digunakan sebagai tempat pemukiman, yaitu sebesar 61,68%, sedangkan untuk kegiatan ekonomi juga membutuhkan lahan cukup besar, yaitu sekitar 20% dari keseluruhan luas lahan yang ada. Suhu udara rata-rata di Kota Solo berkisar antara 24,8oC sampai dengan 28,1oC. Kelembaban udara di Kota Solo berkisar antara 66-84%. Hari hujan terbanyak jatuh pada bulan Desember dengan jumlah hari hujan sebanyak 24 hari. Curah hujan terbanyak sebesar 595 mm jatuh pada bulan Februari, dengan rata-rata curah hujan saat hari hujan terbesar jatuh pada bulan Oktober sebesar 31,6 mm per hari hujan (Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2007). Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo Tahun 1986 pemerintah Kota Solo membeli lahan seluas ± 17 hektar di sebelah Timur perkampungan Jatirejo RT 04 RW XI Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kotamadya Surakarta. Lahan tersebut merupakan lahan pertanian tadah hujan yang berbukit di sudut belahan Timur Laut Kota Surakarta. Lahan pertanian tersebut merupakan aset ekonomi-pertanian bagi masyarakat disekitarnya. Lahan pertanian tadah hujan tersebut pada musim penghujan biasanya ditanami tanaman palawija, padi, dan beberapa jenis tanaman yang lain, sedangkan selama musim kemarau, lahan pertanian tersebut seringkali digunakan sebagai lahan penggembalaan ternak kambing dan sapi.
23
Puncak tertinggi di bagian sisi Utara perbukitan lahan tersebut, terdapat kawasan yang dikeramatkan oleh masyarakat sekitar. Lahan tersebut mulai dicoba untuk dijadikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) walaupun masih dalam skala kecil. Lahan tersebut digunakan sebagai lahan pengganti TPA sebelumnya yang berlokasi di daerah Tanggul, Sangkrah-Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon. Pada awalnya, sampah dibuang di TPA Tanggul, Sangkrah hingga TPA tersebut nyaris penuh sehingga perlu diadakan relokasi. Relokasi akhirnya ditempatkan di lahan yang telah dibeli pemerintah tersebut yang kini lebih dikenal sebagai TPA Putri Cempo. Hingga saat ini sampah dari seluruh penjuru Kota Solo dibuang di TPA Putri Cempo. Sistem pengelolaan sampah di TPA Putri Cempo tersebut adalah dengan membuat blok-blok. Masing-masing blok dibuat berlapis-lapis. Sampah ditumpuk berlapis dalam satu blok. Setelah blok tersebut penuh, penumpukan dilanjutkan pada blok selanjutnya, begitu seterusnya. Reaksi warga masyarakat sekitar lahan yang telah dijadikan tempat pembuangan sampah akhir tersebut pada awalnya hingga saat ini bersikap pasif. Hal ini dikarenakan mereka belum merasa terganggu dengan sampah tersebut. Namun, seiring dengan pembuangan sampah yang semakin banyak serta penambahan kapasitas pengangkutan, masyarakat sekitar mulai menunjukkan reaksi negatif berupa mual dan muntah, terutama ketika armada angkut memasuki sekitar kampung. Masyarakat menghindar dengan cara menutup pintu rumah. Walaupun demikian, hingga saat ini masyarakat sekitar tidak pernah mengeluhkan hal itu kepada pihak yang terkait. Total area TPA seluas 17 Ha, yang terdiri dari areal untuk kantor, bengkel, jalan dan yang efektif untuk pembuangan sampah seluas 13 hektar. Berdasarkan pengelolaannya, sampah yang dibuang ke TPA Putri Cempo dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu sampah domestik yang dikelola oleh Dinas Kebersihan Perkotaan (DKP), sampah pasar yang dikelola oleh Dinas Pengelola Pasar (DPP) dan sampah umum yang dikelola (dibuang) oleh masyarakat umum secara mandiri langsung ke TPA. Pada awalnya, pemulung di TPA Putri Cempo berasal dari TPA Tanggul Sangkrah-Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon. Pemulung dari TPA Tanggul tersebut berjumlah 11 orang. Sekian lama waktu berlalu masyarakat sekitar mulai tergerak 24
menjadi pemulung. Masyarakat semakin berminat menjadi pemulung semakin bertambah setelah masyarakat mengetahui bahwa penghasilan pemulung lebih besar dari upah buruh. Jumlah keseluruhan pemulung hingga tahun 2009 ini mencapai ± 200 orang, mencakup masyarakat dari dua kampung wilayah Surakarta serta dua dusun wilayah Karanganyar. Pemanfaatan lahan sebagai tempat pembuangan sampah akhir menyebabkan lahan yang digunakan sebagai lahan penggembalaan serta penyedia pakan untuk ternak sapi milik masyarakat sekitar semakin sempit. Ternak sapi yang dilepas di TPA Putri Cempo tersebut mulai memanfaatkan sampah yang ada sehingga lama-lama ternak tersebut terbiasa memakan sampah yang ada di TPA Putri Cempo itu. Perkembangan ternak yang memakan sampah tersebut ternyata cukup baik serta tidak mempengaruhi kondisi ternak tersebut. Ternak sapi yang pelihara di TPA Putri Cempo ini ± 90% adalah sapi Peranakan Ongole (PO). Sapi PO ini pada awalnya diperoleh peternak dari bantuan pemerintah dengan sistem gaduhan. Sapi PO ini memiliki keunggulan diantaranya kuat, tahan panas, tahan lapar dan haus, serta dapat menyesuaikan dengan pakan yang sederhana (Basuki, 1991). Keunggulan tersebut membuat sapi-sapi PO ini dapat beradaptasi, bertahan, dan tumbuh dengan baik di TPA Putri Cempo. Rata-rata konsumsi bahan kering pada sapi peranakan Ongole yang digembalakan di TPA Putri Cempo ini adalah 8,156 kg/hari. Rata-rata pertambahan bobot badan harian selama 2 bulan adalah 0,698 kg/hari dan rata-rata konversi pakan adalah 12,026. Tingkat produksi yang tertinggi dari sapi keseluruhan adalah dengan pertambahan bobot badan 0,839 kg/hari dan yang paling rendah dengan pertambahan bobot badan 0,480 kg/hari (Al Amin, 2003). Masuknya ternak ke kawasan TPA Putri Cempo pada awalnya dilarang oleh Kepala Dinas DKP Kota Surakarta. Hal ini dikarenakan banyak resiko yang tidak diharapkan sehubungan dengan aktivitas lalu lintas armada angkutan sampah maupun keberadaan alat berat. Selain itu, keberadaan ternak di TPA dipandang menghambat cara kerja petugas disana. Perkembangan populasi ternak sapi cukup pesat mencapai ± 95 ekor per tahun. Hal tersebut membawa puncak kesepakatan antara masyarakat dan pihak DKP Kotamadya Surakarta. Hasil kesepatakan yang terbentuk, yaitu pihak DKP tidak 25
melarang ternak masuk ke TPA sehingga warga masyarakat boleh tetap memulung serta melepas ternak di TPA. Namun, para petugas DKP tidak bertanggungjawab atas terjadinya resiko. Hal tersebut dibuktikan dengan masyarakat tidak menuntut ganti-rugi apapun ketika puluhan ternak sapi yang patah tulang dan atau hilang tertimbun sampah. Sebanyak 84 orang peternak dari 120 orang pemulung-warga setempat kemudian memotivasi berdirinya Kelompok Tani Ternak (KTT) Bakti Mulya pada tanggal 24 Agustus 1993. Populasi sapi awal dibukanya TPA Putri Cempo hanya 8 ekor saja, hingga akhir tahun 1995 telah mencapai mencapai 307 ekor dimana sapi tersebut ± 90% gaduhan dari perorangan di luar kawasan TPA, termasuk 2 ekor sapi bantuan Gubernur Jawa Tengah yang digulirkan tanggal 25 Oktober 1995. Sampai tahun 2008, jumlah populasi ternak di kawasan TPA Putri Cempo berkisar 2000 ekor. Perhatian Gubernur Jawa Tengah diawali dengan memberikan sapi bantuan. Kedatangan Kepala Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah tanggal 30 Januari 1996 ke kawasan TPA Putri Cempo, yang ditugasi oleh Gubernur untuk membina kelompok pemulung-peternak setelah dikirimnya surat kepada Presiden RI Januari 1996. Surat tersebut berisi tentang peternakan di Jatirejo, TPA Putri Cempo, Solo oleh para pemulung-peternak sebagai jalan keluar dari kemiskinan menuju kesejahteraan serta permohonan untuk studi banding menuju peningkatan sistem beternak ke Tapos.
26
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak Karakteristik peternak merupakan salah satu aspek yang dapat mendukung keberhasilan usaha peternakan sapi pedaging. Aspek tersebut terdiri atas umur, pendidikan formal, pekerjaan utama, jumlah tanggungan, anggota dari kelompok ternak setempat, pengalaman beternak, serta motivasi (alasan) beternak. Karakteristik peternak yang diperoleh dalam penelitian (hasil wawancara) disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik Peternak Sapi Pedaging di TPA Putri Cempo No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Uraian
Jumlah Peternak (orang) Persentase (%)
Umur (tahun) 17-55 > 55
27 13
67,50 22,50
Pendidikan formal Tidak sekolah SD SMP SMA
13 22 3 2
32,50 55,00 7,50 5,00
Pekerjaan utama pemulung bukan pemulung
12 28
30,00 70,00
Jumlah tanggungan (orang) 1-3 4-5 >5
26 8 6
65,00 20,00 15,00
Pengalaman beternak (tahun) ≤5 >5
6 34
15,00 85,00
Tergabung dalam kelompok ternak ya tidak
34 6
85,00 15,00
Motivasi (alasan) beternak hobi menambah pendapatan mengisi waktu luang
11 18 11
27,50 45,00 27,50
Keterangan : n = 40
27
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peternak (27 orang) berumur antara 17-55 tahun (67,50%). Kelompok usia produktif tersebut menunjukan bahwa regenerasi bagi petani-peternak tidak terhambat. Peternak usia produktif tersebut memilih beternak sebagai usaha sampingan disamping meneruskan usaha ternak orang tua mereka. Pendidikan berhubungan dengan ilmu pengetahuan peternak khususnya pengetahuan mengenai budidaya ternak serta cara pengelolaan yang baik. Pendidikan peternak pada umumnya digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu pendidikan formal serta pendidikan non formal. Pendidikan formal peternak cukup beragam mulai dari SD, SMP, serta SMA, ada pula peternak yang tidak bersekolah. Pendidikan formal peternak sebagian besar adalah Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 55%. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan dana orang tua mereka diwaktu itu. Mereka lebih memilih membantu orang tua bekerja untuk menghasilkan uang dibandingkan dengan melanjutkan sekolah. Selain itu, pada waktu itu pendidikan belum menjadi prioritas kepentingan masyarakat di tempat penelitian tersebut. Pendidikan non formal yang diperoleh oleh peternak di tempat penelitian tersebut berasal dari penyuluhan. Penyuluhan tersebut diperoleh oleh peternak yang tergabung dalam kelompok peternak di tempat tersebut. Kelompok peternak di tempat penelitian tersebut dinamakan Kelompok Tani Ternak (KTT) Bakti Mulya yang telah berdiri sejak tanggal 24 Agustus 1993. Peternak yang tergabung dalam kelompok ternak tersebut berjumlah 85%. Keseluruhan peternak yang tergabung dalam kelompok ternak tersebut pernah mengikuti kegiatan penyuluhan. Kegiatan penyuluhan tersebut diberikan oleh Dinas Pertanian Kota Surakarta. Penyuluhan telah dilakukan beberapa kali salah satunya adalah setelah pemberian bantuan gaduhan sapi. Penyuluhan yang diberikan berupa pengetahuan dasar pemeliharaan ternak karena sebagian masyarakat yang mendapat gaduhan sapi belum pernah beternak sebelumnya. Selain itu juga diberikan penyuluhan pengendalian penyakit serta cara pengobatannya secara sederhana. Peternak yang tergabung dalam kelompok ternak lebih mudah mendapatkan informasi di bidang peternakan. Hal tersebut dikarenakan adanya pertemuan kelompok ternak secara rutin. Pertemuan tersebut membahas permasalahan yang sering timbul serta mencari solusinya bersama-sama. Peternak-peternak tersebut juga dapat saling
28
bertukar informasi pengalaman. Namun, kegiatan rutin tersebut kini semakin jarang dilakukan karena kesibukan masing-masing. Kedua hasil tersebut diatas (pendidikan formal dan pendidikan non formal) menunjukkan bahwa pendidikan peternak di TPA Putri Cempo tersebut masih tergolong rendah. Kondisi tersebut seakan membenarkan anggapan masyarakat bahwa peternak berpendidikan rendah. Namun, hal tersebut tidak berpengaruh terhadap kegiatan Dinas Pertanian Kota Surakarta untuk memberikan bantuan langsung berupa sapi gaduhan kepada masyarakat. Kriteria peternak yang mendapatkan bantuan langsung tersebut tidak mengharuskan memiliki pendidikan yang tinggi. Kriteria yang dilihat berdasarkan tingkat ekonomi peternak, keuletan serta kejujuran karena bantuan yang diberikan tersebut menggunakan azas bagi hasil (sistem gaduhan). Pengklasifikasian pekerjaan utama penduduk di TPA Putri Cempo yang memiliki ternak terbagi menjadi dua, yaitu pemulung dan bukan pemulung didasarkan pada fakta dimana sebagian besar penduduk di wilayah TPA Putri Cempo berprofesi sebagai pemulung. Namun, ternyata pekerjaan utama peternak di TPA Putri Cempo tersebut adalah bukan pemulung, yaitu sebanyak 70%. Pekerjaan utama peternak yang bukan pemulung tersebut meliputi buruh, petugas DKP, pegawai swasta, wirausaha, petani, ibu rumah tangga, serta supir. Peternak yang bekerja sebagai buruh sebagian besar merupakan buruh plastik, dimana di daerah tersebut terdapat beberapa pabrik plastik. Peternak yang bekerja sebagai petugas DKP (Dinas Kebersihan Perkotaan) mempunyai keuntungan lebih, yaitu sambil bekerja mereka dapat secara langsung mengawasi ternak mereka serta dapat menggiring ternak mereka ke daerah dengan sampah yang masih segar. Peternak yang bekerja sebagai petani biasanya mengolah lahan yang secara turun temurun telah diwariskan oleh orang tua mereka. Ibu rumah tangga juga terlihat peranannya sebagai peternak. Pekerjaan utama para peternak yang cukup bervariasi tersebut menunjukkan bahwa usaha peternakan sapi pedaging diminati oleh berbagai kalangan tidak hanya masyarakat peternak saja. Hal ini dikarenakan ternak sapi pedaging dianggap dapat memberikan tambahan pendapatan serta pemeliharaannya dapat dilakukan diwaktu senggang setelah melalukan pekerjaan utama. Kondisi tersebut diperkuat dengan persentase pekerjaan sambilan sebagai peternak adalah 100%, artinya keempat puluh narasumber adalah peternak.
29
Jumlah tanggungan keluarga peternak sebanyak 1-3 orang adalah 65%. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga peternak adalah 2 orang. Hal tersebut sesuai dengan jumlah terbanyak dari tanggungan keluarga peternak yang berada pada selang 1-3 orang. Peternak telah memiliki bekal pengetahuan mengenai cara beternak baik dari keluarga secara turun-temurun maupun telah berpengalaman merawat ternak sejak kecil. Pengalaman tersebut menjadi guru yang tak ternilai dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan tersebut. Mayoritas peternak, yaitu sebanyak 85% memiliki pengalaman beternak selama lebih dari lima tahun. Pengalaman peternak yang lebih dari lima tahun tersebut dianggap sudah berpengalaman dalam menjalankan usaha peternakan sapi pedaging. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar peternak memulai usaha ternak sapi pedaging sejak mereka masih kecil. Peternak kategori pemula (beternak kurang dari lima tahun) ini umumnya baru memulai beternak sejak 3 tahun yang lalu, yaitu sejak tahun 2006 bertepatan dengan tahun pengadaan gaduhan sapi yang baru. Motivasi (alasan) peternak mengawali usaha beternak sapi pedaging cukup beragam. Sebanyak 45% peternak memutuskan untuk beternak dengan alasan agar dapat menambah pendapatan dan diharapkan dapat meningkatan taraf hidup keluarga peternak. Beternak sapi pedaging juga dapat dijadikan sebagai tabungan jangka panjang karena ternak tersebut dapat dijual sewaktu-waktu pada saat kebutuhan mendesak. Motivasi peternak yang lain dalam beternak adalah untuk hobi serta untuk mengisi waktu luang. Rata-rata peternak di TPA Putri Cempo tersebut memiliki 5 ekor sapi. Kepemilikan ternak berjumlah 1-19 ekor. Sumber kepemilikan sapi-sapi peternak tersebut berasal dari sapi gaduhan dari Dinas Pertanian Kota Surakarta serta membeli sendiri.
30
Aspek Manajemen Teknis Usaha Peternakan Sapi Pedaging Sistem Pemeliharaan Pemeliharaan ternak ruminansia telah biasa dilakukan masyarakat dimana ternak tersebut merupakan sumber komoditi, sumber tabungan serta memiliki fungsi sosial. Pemeliharaan dan perawatan ternak sapi yang baik dapat menjaga kelangsungan hidup ternak sapi yang sehat serta memiliki pertumbuhan yang baik pula. Sistem pemeliharaan sapi pedaging dikategorikan dalam tiga cara yaitu sistem pemeliharaan intensif, semi intensif, serta ekstensif. Sistem pemeliharaan intensif merupakan sistem pemeliharaan dimana ternak dikandangkan sepanjang hari. Sistem pemeliharaan semi intensif, ternak dikandangkan pada malam hari dan dilepas ditempat penggembalaan pada pagi dan atau siang hari. Sistem pemeliharaan ekstensif merupakan sistem pemeliharaan dimana ternak dilepas di ladang penggembalaan sepanjang hari (Hernowo, 2006). Tabel 4. Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi Pedaging di TPA Putri Cempo Sistem Pemeliharan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Intensif
14
35
Semi intensif
26
65
Keterangan : n = 40
Hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan ternak sapi pedaging di TPA Putri Cempo mayoritas adalah sistem pemeliharaan
semi
intensif
yaitu
sebesar
65%.
Sebanyak
55%
peternak
menggembalakan ternaknya di TPA Putri Cempo sisanya digembalakan di pasar atau dipekarangan rumah. Sapi-sapi milik peternak tersebut dilepas ke TPA Putri Cempo mulai
pukul 05.00 hingga pukul 17.00 tanpa diawasi. Selama ini tidak pernah
ditemukan kasus sapi hilang di TPA Putri Cempo maupun di pasar. Apabila ada sapi yang pada hari itu tidak kembali, keesokan harinya sapi tersebut telah kembali lagi sendiri ke kandangnya. Pada waktu-waktu tertentu, khususnya waktu siang yang panas, sebagian sapi tersebut pulang ke kandang sebentar hingga matahari tidak lagi terik, sebagian ada yang memilih tetap serta berteduh di TPA. Peternak yang menggunakan sistem intensif, yaitu sebanyak 14 orang peternak (35%) mengkandangkan ternaknya
31
sepanjang hari. Beberapa ada yang mengeluarkan sapinya di pelataran rumah dekat kandang dengan tetap diikat (tidak dibiarkan berkeliaran bebas). Sapi-sapi tersebut dilepaskan di TPA Putri Cempo secara bebas tanpa adanya pengawasan dari peternak sehingga kemungkinan terjadinya kecelakaan diladang penggembalaan tersebut cukup tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan tingkat kematian ternak akibat tertabrak alat berat atau tertimbun sampah sewaktu pihak Dinas Kebersihan Perkotaan (DKP) bekerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan kematian ternak yang disebabkan karena penyakit atau keracunan. Peternak yang ternaknya tertabrak buldoser atau tertimbun samapah tidak dapat menuntun ganti rugi kepada pihak DKP dikarena telah ada perjanjian antara peternak dan pihak DKP yang menyatakan bahwa peternak tidak dilarang untuk menggembalakan ternaknya di TPA dengan syarat resiko ditanggung oleh peternak. Perkawinan Sistem perkawinan sapi-sapi di peternakan yang ada di TPA Putri Cempo ada dua, yaitu sistem perkawinan alami dan dengan cara Inseminasi Buatan. Sistem Inseminasi Buatan (IB) pada awal lebih sering dilakukan. Hal tersebut dikarenakan lebih praktis serta peternak dapat memilih sperma pejantan. Namun, sistem inseminasi buatan ini sering kali tidak berhasil. Peternak menuturkan bahwa agar berhasil, sapi harus menjalani 2-3 kali kawin suntik. Hal tersebut dikarenakan tempat tinggal petugas Inseminasi Buatan dinas letaknya ± 10 km dari peternakan sehingga seringkali masa birahinya telah terlewati. Sistem perkawinan buatan ini juga membutuhkan biaya cukup besar. Sekali Inseminasi Buatan dikenai biaya ± Rp 40.000,00 tergantung kualitas sperma yang dipilih. Peternak saat ini lebih senang dengan kawin alam. Sapi-sapi biasanya melakukan kawin alam di TPA Putri Cempo. Perkandangan Tatalaksana pemeliharaan sapi pedaging salah satunya melalui tata laksana perkandangan. Kandang diperlukan untuk melindungi ternak dari perubahan cuaca dan iklim yang ekstrim, mencegah dan melindungi ternak dari penyakit, menjaga keamanan ternak dari pencurian, memudahkan pengelolaan ternak, serta meningkatkan efisiensi
32
penggunaan tenaga kerja (Rasyid dan Hartadi, 2007). Sistem perkandangan ternak sapi pedaging di TPA Putri Cempo ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Sistem Perkandangan Ternak Sapi Pedaging di TPA Putri Cempo Uraian 1.
2.
Jumlah Peternak (orang)
Persentase (%)
membangun kandang
39
97,50
tidak membangun kandang
1
2,50
Dekat (< 10 m)
38
95,00
Jauh (≥ 10 m)
2
5,00
Keberadaan kandang
Jarak kandang dengan rumah
Keterangan : n = 40
Hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 5 menunjukkan sebanyak 97,50% peternak mempunyai kandang. Satu orang yang tidak mempunyai kandang, menitipkan sapi yang dipeliharanya kepada kandang saudaranya. Alasan peternak membangun kandang adalah agar pengawasan dan pemeliharaan ternak sapi mudah dilakukan pada waktu yang tepat. Selain itu, hal tersebut dikarenakan agar memudahkan dalam pengambilan kotoran serta ternak aman dari ancaman pencurian. Bangunan kandang yang ada di TPA Putri Cempo cukup bervariasi dari non permanen, semi permanen, hingga permanen. Kandang non permanen yang ada di TPA Putri Cempo biasanya terbuat dari bahan papan bekas, kayu, serta bambu. Bahan-bahan tersebut diperoleh dari TPA. Hal tersebut dilakukan untuk menekan biaya pembuatan kandang serta memudahkan dalam pengerjaannya sehingga dalam pembangunan kandang dapat menghemat biaya karena dapat dikerjakan sendiri serta tidak membutuhkan waktu yang lama. Kelemahan dari kandang tipe ini adalah kurang kokoh sehingga apabila sapi mengamuk kemungkinan sapi dapat lepas serta dapat merusak lahan. Kandang jenis ini biasanya beralaskan tanah langsung. Peternak yang memiliki kandang permanen hanya 3 orang. Peternak yang memiliki kandang permanen tersebut merupakan peternak yang telah beternak selama ± 20 tahun serta memiliki 15-19 ekor sapi. Kandang permanen biasanya dibuat dengan bahan dari batubata, semen, serta pasir. Dinding dibangun dari batubata dan lantainya telah dilapisi semen. Bangunan
33
kandang semi permanen merupakan perpaduan antara permanen dan non permanen. Bangunan ini biasanya terbuat dari kayu atau bambu tetapi alasnya telah berlapis semen. Selain pembangunan kandang, peternak juga harus memperhatikan perlengkapan yang diperlukan untuk di kandang. Keseluruhan peternak memiliki alat untuk membersihkan kandang berupa cangkul dan atau sekop serta sapu. Kandang yang mereka bangun khususnya peternak dengan sistem pemeliharaan semi intensif tidak dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Hal tersebut dikarenakan sapi telah makan dan minum di TPA selama seharian penuh sehingga ketika di dalam kandang sapi-sapi tersebut hanya tidur terkadang sambil memamah biak. Letak bangunan kandang tidak berdekatan dengan bangunan umum atau perumahan, minimal 10 meter (Rasyid dan Hartadi, 2007). Kandang milik peternak terletak disamping atau dibelakang rumah peternak. Jarak dari rumah peternak serta luasan kandang tergantung luasan tanah yang dimiliki peternak. Peternak yang mempunyai lahan 700-800 m2, luasan kandang ternaknya mencapai 200 m2 kandang ternaknya berjarak 10-15 m dari rumah peternak. Peternak yang luasan lahannya sempit ± 200m2, luas kandang ternaknya hanya
± 5 m2 bahkan menempatkan kandang
ternaknya menempel dengan rumahnya. Pembangunan kandang oleh peternak sebagian besar (95%) dibangun dekat dengan rumah mereka. Kandang tersebut berjarak ± 1 m bahkan banyak yang berhimpitan dengan rumah peternak. Kondisi ini memudahkan peternak dalam memelihara serta melakukan pengawasan pada ternaknya. Hal tersebut sesuai dengan pendapatan Anitasari (2008) bahwa peternak sapi di desa pada umumnya membangun kandang sapinya dekat dengan rumah (< 10 m) atau di dalam rumah dengan alasan faktor keamanan dan mempermudah pemeliharaan.
Kelemahan dari pembangunan
kandang yang dekat dengan rumah adalah bau serta mungkin kebisingan (suara) dari sapi tersebut. Peternak yang membangun kandang ternaknya cukup jauh dari rumah ada satu orang. Peternak ini memanfaatkan lahan rumahnya yang cukup luas. Satu orang peternak tidak miliki kandang. Sapi
miliknya dititipkan pada orang tuanya yang
memiliki kandang namun pemeliharaannya tetap peternak tersebut yang melakukannya.
34
Pakan Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu menyajikan hara atau nutrien penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, serta reproduksi (Blakely dan Bade, 1991). Jenis pakan utama yang diberikan peternak kepada sapi di TPA Putri Cempo pada Tabel 6 adalah sampah (67,50%). Semua sampah organik yang berasal dari pasar, restoran, hotel, atau rumah tangga dapat dijadikan pakan bagi sapi pedaging. Sampah organik tersebut dapat diberikan langsung atau diproses terlebih dahulu (Rohendi, 2005). Sebanyak 32,50% peternak di daerah penelitian tersebut memberi makan ternak mereka dengan rumput dan jerami. Pemanfaatan sampah menjadi pakan ternak termasuk dalam pengelolaan sampah secara recycle dimana sampah diolah kembali (didaur ulang) menjadi produk baru yang bermanfaat kembali, yaitu daging. Tabel 6. Jenis Pakan Utama yang Diberikan Peternak di TPA Putri Cempo Jenis PakanYang Diberikan
Jumlah peternak (orang)
Persentase (%)
Sampah
27
67,50
Rumput/jerami
13
32,50
Keterangan : n = 40
Berdasarkan hasil penelitian Dinas Pertanian Kota Surakarta pada tahun 2007, sampah yang dibuang ke TPA Putri Cempo kemudian dipisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik, terlihat bahwa jumlah sampah organik jauh lebih banyak daripada yang anorganik. Jumlah sampah organik dari masing-masing sumber sampah yang dibuang di TPA yang terlihat pada Tabel 7, diantaranya sampah domestik (63,82%), sampah pasar (83,21%), dan sampah umum (67,53%). Jenis/macam sampah organik yang dominan dari DKP (Dinas Kebersihan Perkotaan) adalah daun pisang, daun-daun pohonan perdu dan kulit jeruk, dari DPP (Dinas Pengelolaan Pasar) adalah daun bawang merah, daun bawang putih, dan daun pisang, dan untuk sampah umum (daun pisang, daun pohon-pohonan perdu dan kulit pisang). Jenis sampah anorganik yang dibuang ke TPA dari ketiga sumber pembuangan sampah yang dominan adalah plastik, kertas, dan kain.
35
Sampah domestik adalah sampah yang berasal dari lingkungan perumahan dan pemukiman (Effendi, 2005). Sampah pasar adalah sampah yang berasal dari lingkungan pasar. Sampah umum adalah sampah yang berasal dari lingkungan umum seperti jalanan. Jumlah sampah yang dibuang ke TPA Putri Cempo paling besar adalah sampah domestik yang dikelola oleh DKP, diikuti oleh sampah pasar yang dikelola oleh DPP dan paling sedikit adalah sampah umum.
36
Selama kurun waktu lima tahun (2002-2006), jumlah sampah organik yang dibuang ke TPA, untuk sampah domestik berkisar 40.033-44.001 ton, sampah pasar berkisar 6.454-8.684 ton, dan sampah umum 1.230-1.686 ton. Total sampah organik yang dibuang ke TPA berkisar antara 47.778-54.335 ton per tahun. Suatu jumlah yang sangat besar, yang apabila tidak dikelola sangat berpotensi bahan pencemar/polutan. Namun demikian, dibalik potensi yang besar ini apabila dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, khususnya
sapi
pedaging maka akan diperoleh keuntungan ganda
(multiplier effect) yakni disatu sisi dapat mengurangi terjadinya pencemaran/polusi disisi lain dapat dipakai sebagai pakan sapi pedaging. Sampah sebagai pakan ternak berupa sampah organik seperti sayuran dan buahbuahan yang terkumpul di TPA Putri Cempo. Sebanyak 15% peternak memberi ternak mereka sampah yang berasal dari pasar serta dari hotel, rumah sakit, atau rumah makan yang bekerja sama menyalurkan sampah mereka ke peternak langsung tanpa melalui DKP. Sebanyak 50% peternak memberikan pakan tambahan disamping pakan utama. Pakan tambahan tersebut berupa sampah apabila pakan utamanya rumput dan jerami. Hasil penelitian menunjukan bahwa 8 dari 20 orang peternak juga menggunakan sampah sebagai pakan tambahan ternak mereka. Peternak memberi ternak mereka rumput, bekatul, dan atau ampas tahu apabila pakan utamanya sampah. Sapi-sapi yang diberi sampah di daerah tersebut umumnya tumbuh dengan baik sama seperti sapi pada umumnya. Sapi yang telah terbiasa memakan sampah tidak mau lagi apabila diberi rumput. Hal tersebut dikarenakan terpolanya pakan serta keberagaman rasa dan kandungan nutrient dalam pakan sampah. Hasil analisis proksimat seperti yang terlihat pada Tabel 8 menunjukkan bahwa kandungan protein kasar (PK) sampah organik berkisar antara 10,00-12,79%. Kandungan ini lebih tinggi dari hijauan dari jenis rumput-rumputan maupun hijauan dari limbah pertanian. Namun yang perlu diperhatikan adalah kandungan serat kasar (SK) sampah organik tersebut masih dibawah kandungan SK hijauan dari jenis rumputrumputan maupun hijauan dari limbah pertanian. Berdasarkan kandungan bahan kering (BK) nya yaitu antara 26,86 (sampah pasar) hingga 34,01 (sampah domestik), maka total BK sampah organik selama lima tahun (2002-2006) terakhir adalah berkisar antara 16.249-18.479 ton per tahun. Bila 37
diasumsikan bakalan sapi pedaging yang digemukkan dengan bobot badan 300 kg per ekor dan kemampuan mengkonsumsi pakan (dalam BK) sebesar 3% bobot badan (9 kg/ekor/hari atau 3.285 kg/ekor/tahun) maka sampah organik tersebut dapat mencukupi 4.946-5.625 ekor sapi. Sapi di TPA Putri Cempo mencapai angka 2.000 ekor sehingga dapat diasumsikan berdasarkan perhitungan diatas, setiap tahunnya sapi pemakan sampah di TPA Putri Cempo tersebut dapat mengurangi sampah organik dapat dicerna di TPA sebesar 6.570 ton BK (19.318 ton bahan segar). Tabel 8. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Berbagai Jenis Pakan Ternak Persentase Berdasarkan Bahan Kering Protein Kasar Serat Kasar 6,70 34,20 9,60 32,70 4,50 35,50 4,90 33,50 9,30 25,60
Jenis Pakan Rumput lapang Rumput gajah Jerami padi Pucuk tebu Jerami jagung Sampah* • Domestik • Pasar • Umum
10,00 12,79 11,72
19,24 22,20 18,42
Sumber : Umiyasih dan Anggraeny (2007) *Dinas Pertanian Kota Surakarta (2007)
Kegiatan penggembalaan sapi di TPA dapat memberikan keuntungan yaitu dapat memanfaatkan barang yang sudah tidak berguna (sampah) menjadi produk yang lebih bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis tinggi yaitu daging sapi yang merupakan sumber protein hewani serta dapat meningkatkan pendapatan peternak melalui kepemilikan sapi pedaging. Masyarakat sekitar TPA merasa ekonominya terangkat berkat adanya sapi pemakan sampah ini. Dinamika kehidupan para pemulung-peternak di
sekitar
TPA
Putri
Cempo,
pada
masa
menurunnya
penghasilan
dari
kepemulungannya kini, maka secara praktis lebih menggandalkan kemampuan ekonominya pada hasil ternak sapi. Namun, pemberian pakan ternak dengan sampah tersebut menimbulkan kontroversi. Ternak sapi di TPA kini diklaim mengandung logam berat dalam tubuhnya. Selain itu, ada pihak yang menyatakan bahwa daging hasil pemotongan ternak yang digembalakan di TPA oleh sebagian kalangan masyarakat
38
diragukan keamanannya mengingat ternak-ternak tersebut sehari-hari mengkonsumsi sampah yang mengandung berbagai jenis bahan beracun, seperti pestisida dan logam berat. Pernyataan-pernyataan tersebut telah mengurangi penghasilan peternak pada khususnya. Peternak di TPA Putri Cempo tersebut tidak percaya akan muatan logam yang melebihi ambang batas dan berbahaya bagi kesehatan manusia tersebut, terbukti sudah hampir dua puluh tahun tidak seorangpun di kawasan TPA Putri Cempo yang meninggal karena penyakit dari sampah. Masyarakat menyatakan justru yang harus lebih dibenahi adalah masalah persoalan penanganan TPA sampahnya yang sudah penuh, dengan cara yang tidak merugikan warga masyarakat untuk memulung dan menggembalakan ternaknya. Purnomo (2008) menyebutkan, tanggal 8 November 1994, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Veteriner menyampaikan hasil pemeriksaan berupa contoh darah sapi pedaging milik Kelompok Tani Bakti Mulya Mojosongo Surakarta (sapi yang mengkonsumsi sampah di TPA Putri Cempo Mojosongo) kepada Kepala Dinas Peternakan Kotamadya Dati II Surakarta. Hasil pemeriksaan Gas Chromatografi penelitian tersebut menunjukkan tidak terdeteksi adanya pestisida dalam darah sapi serta hasil analisis terhadap logam berat dari sample disimpulkan normal Hasil pengujian oleh Arifin et al. (2003) pada Tabel 9 menunjukkan bahwa dalam hati ternak pemakan sampah tersebut ditemukan pestisida tetapi masih dibawah nilai MRL (Maximum Residu Limit) yang diperbolehkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sehingga daging masih aman dikonsumsi. Analisis untuk mengetahui kandungan pestisida menggunakan Gas Kromatografi merek Shimadzu DET, ECD kolom ov 17, suhu kolom 220oC, suhu injector 230oC, kecepatan aliran nitrogen 50 ml/menit, hydrogen 1,3 kg/cm3 dan tekanan udara 1 kg/cm2 (Komisi Pestisida Departemen, 1997). Kehadiran pestisida dalam jaringan tubuh (hati) sapi yang digembalakan di TPA diperkirakan berasal dari sampah yang dikonsumsi oleh ternak tersebut, karena sampah yang dibuang di TPA merupakan campuran dari berbagai tempat (Dinas Kebersihan Kota Semarang, 2002).
39
Tabel 9. Jenis dan Kandungan Residu Pestisida pada Hati Sapi yang Digembalakan pada TPA Jenis pestisida
Kandungan residu (ppm)
Nilai MRL (ppm)
Aldrin
0,00475
0,1
Heptaklor
0,00210
-
Fenitrothion
0,00290
0,5
Klorpirifos
0,00235
0,2
Propenofos
0,00085
-
Organoklorin
Organofosfat
Sumber : Arifin et al. (2003)
Disamping pestisida, keamanan pangan (daging) dari sapi yang digembalakan di lokasi TPA dicurigai pula terkontaminasi oleh logam berat. Mengingat TPA sebagai tempat pembuangan berbagai macam sampah yang kemungkinan mengandung logam berat, sehingga apabila dikonsumsi oleh sapi akan terakumulasi didalam tubuh (daging) sapi mengingat sifat logam yang terakumulatif, paparan ternak yang digembalakan di TPA terhadap logam berat toksik semakin intensif, sehingga kemungkinan masuknya logam berat tersebut ke dalam rantai makanan manusia semakin besar yang pada konsentrasi tinggi (melebihi ambang batas) akan membahayakan konsumen yang mengkonsumsi daging sapi tersebut. Menurut hasil penelitian Pangabean et al. (2008), daging sapi yang diberi makan rumput yang tumbuh di sekitar pabrik yang telah tercemar logam berat sebesar 8,5 ppm mengandung logam berat melebihi batas minimum, yaitu sebesar 0,042-9.39 ppm. Dinas Pertanian Kota Surakarta (2007) dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa kandungan rata-rata logam berat Hydrogyrum (Hg) dalam produk (daging) sapi pedaging yang digembalakan di TPA Putri Cempo adalah 0,0109 ppm. Kadungan logam berat tersebut masih di bawah ambang batas toleransi yang bisa (aman) dikonsumsi sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Surat Edaran Setda Provinsi Jawa Tengah tanggal 18 Januari 2007 yang menyatakan bahwa kandungan Hg dalam daging sapi maksimal 0,03 mg/kg (0,03 ppm). Artinya, dengan melihat
40
kandungan Hg tersebut dapat dinyatakan bahwa produk sapi pedaging layak (aman) dikonsumsi. Paparan ternak yang digembalakan di TPA terhadap logam berat toksik semakin intensif karena sifat logam yang akumulatif sehingga kemungkinan masuknya logamlogam tersebut ke dalam rantai makan manusia semakin besar. Alternatif solusi dalam menurunkan logam berat dari sapi yang digembalakan di TPA adalah melalui penggantian pakan dengan bahan konvensional selama 90 hari sebelum dipotong. Berdasarkan hasil penelitian Arifin et al. (2005) dapat disimpulkan bahwa residu logam berat pada sapi potong yang digembalakan pada TPA dapat dieliminasi pada hari ke 90 hingga produk pemotongannya aman dikonsumsi. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko yang mungkin timbul adalah dengan cara pemasakan melalui perebusan. Manurung (1992) menyebutkan bahwa perebusan dapat megakibatkan terjadinya translokasi air dari dan ke dalam bahan makanan sehingga residu pestisida akan keluar terdesak oleh air yang masuk. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan pestisida terdekomposisi, sedangkan kehadiran air dapat menyebabkan senyawa pestisida terhidrolisis (Jonathan, 1988). Melalui berbagai hasil uji laboratorium serta berbagai hasil penelitian yang lain tersebut, dapat dipahami bahwa ternak di TPA Putri Cempo Mojosongo Solo tidak mengindikasikan adanya aspek yang berbahaya. Kendala tersebut pada awalnya sempat mengkhawatirkan masyarakat, tetapi dengan adanya hasil pengujian tersebut, isu pun mereda dan masyarakat merasa tidak terpengaruh lagi dengan isu tersebut. Analisis Pendapatan Kepemilikan Ternak Kepemilikan ternak dalam suatu peternakan sangat menentukan serta mempengaruhi analisis pendapatan peternakan khususnya dalam biaya. Ternak yang semakin banyak, biaya yang dikeluarkan pun semakin banyak. Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak dinyatakan dalam ekor dan satuan ternak (ST). Data kepemilikan ternak sapi pedaging peternak di TPA Putri Cempo ditunjukkan pada Tabel 10. Hasil pada Tabel 10 menunjukkan kepemilikan ternak antara peternak pemulung serta peternak yang bukan pemulung hampir sama. Peternak pemulung memiliki 106 ekor sapi atau 78,50 ST sedangkan peternak yang bukan pemulung memiliki 100 ekor 41
sapi atau 78,25 ST. Perbedaan kepemilikan terlihat pada jumlah pejantan, dara (jantan dan betina) dan anak dimana kelompok pemulung memiliki jumlah pejantan dan anak yang lebih banyak dari kelompok bukan pemulung tetapi kelompok bukan pemulung mempunyai dara (jantan dan betina) yang lebih banyak dari kelompok pemulung. Tabel 10. Kepemilikan Ternak Sapi Pedaging di TPA Putri Cempo Jenis Sapi
Pemulung
Bukan Pemulung
(ekor)
(ST)
(%)
(ekor)
(ST)
(%)
Jantan
5
5
6,37
3
3
3,83
Betina
63
63
80,25
63
63
80,51
dara jantan
0
0
0,00
2
1
1,28
dara betina
4
2
2,55
13
6.5
8,31
Anak
34
8.5
10,83
19
4.75
6,07
Total
106
78.5
100,00
100
78.25
100,00
Perbedaan kepemilikan sapi tersebut akan sangat berpengaruh terhadap pengeluran biaya khususnya pada biaya tetap (biaya penyusutan sapi) dalam analisis pendapatan. Kepemilikan ternak peternak responden pada peternakan di TPA Putri Cempo tersebut tidak jauh berbeda dengan menyatakan bahwa jumlah ternak sapi pedaging keseluruhan peternak responden di Kecamatan ampel yang menggunakan sistem gaduhan dengan pola bagi hasil adalah 111 ekor (Tarigan, 1996). Tabel 11. Rata-rata Kepemilikan Ternak Sapi Pedaging di TPA Putri Cempo Jenis Sapi
Pemulung
Bukan Pemulung
(ekor)
(ST)
(ekor)
(ST)
Jantan
0,42
0,42
0,11
0,11
Betina
5,25
5,25
2,25
2,25
dara jantan
0,00
0,00
0,07
0,04
dara betina
0,33
0,17
0,46
0,23
Anak
2,83
0,71
0,68
0,17
Total
8,83
6,54
3,57
2,79
42
Rata-rata kepemilikan ternak kelompok pemulung lebih tinggi dari rata-rata kepemilikan ternak kelompok bukan pemulung. Hasil pada tabel 11 menunjukkan ratarata kepemilikan ternak kelompok pemulung adalah 8,83 ekor/peternak atau 6,54 ST/peternak sedangkan rata-rata kepemilikan ternak kelompok bukan pemulung adalah 3,57 ekor/peternak atau 2,79 ST/peternak. Walaupun jumlah total ternak keseluruhan antara kelompok pemulung dan kelompok bukan pemulung hampir sama tetapi jumlah peternak yang berprofesi sebagai pemulung lebih sedikit dari pada jumlah peternak yang berprofesi sebagai bukan pemulung. Profesi pemulung yang tidak terikat waktu juga memungkinkan peternak untuk meluangkan lebih banyak waktunya untuk memelihara ternaknya sehingga ternak mereka cepat berkembang biak. Rata-rata kepemelikan ternak tersebut lebih tinggi dari rata-rata pemeliharaan usahaternak sapi pedaging sebagai diversifikasi usaha untuk menambah pendapatan petani di Kecamatan Cibalong. Rata-rata pemeliharaan usahaternak sapi pedaging sebagai diversifikasi usaha untuk menambah pendapatan petani di Kecamatan Cibalong adalah 0,59 ST (Rozana, 1998). Biaya Usahaternak Peternakan di TPA Putri Cempo Analisis pendapatan berguna untuk mengetahui dan mengukur apakah kegiatan yang dilakukan berhasil atau tidak (Soekartawi, 1995). Analisis pendapatan bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha ternak sapi pedaging (Suastina dan Kayana, 2003). Tujuan dilakukan analisis pendapatan yang lain adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan dan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan (Soekartawi, 1995).
Biaya usahaternak sapi pedaging dalam penelitian
ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel dalam penelitian ini meliputi biaya pembelian sapi bakalan, biaya pakan, serta biaya obat-obatan. Biaya tetap dalam penelitian ini meliputi biaya penyusutan peralatan, biaya penyusutan sapi, serta biaya penyusutan kandang. Rata-rata biaya per peternak per tahun di TPA Putri Cempo disajikan pada Tabel 12. Rata-rata pengeluran total biaya pada peternakan rakyat di TPA Putri Cempo ini adalah Rp 10.818.722,25/peternak/tahun. Rata-rata pengeluran total biaya per peternak per tahun yang dikeluarkan peternak yang pekerjaan utamanya sebagai pemulung (Rp 6.628.779,17), lebih tinggi dibandingkan rata-rata pengeluran total biaya per peternak
43
per tahun yang dikeluarkan peternak yang pekerjaan utamanya sebagai bukan pemulung (Rp 4.189.943,08). Perbedaan tersebut dikarenakan rata-rata kepemilikan ternak peternak yang berprofesi sebagai pemulung lebih tinggi dibanding dengan rata-rata kepemilikan ternak peternak yang berprofesi sebagai bukan pemulung sehingga per satuan ternaknya lebih rendah per tahunnya. Tabel 12. Rata-Rata Biaya Per Peternak Per Tahun di TPA Putri Cempo Uraian
Pemulung Rp
Bukan Pemulung %
Rp
%
Total Rp
%
Biaya variabel pakan
923.000,00
13,92
1.117.291,65
26,67
2.040.291,65
18,86
obat
88.333,33
1,33
35.714,29
0,85
124.047,62
1,15
total
1.011.333,33
15,26
1.153.005,94
27,52
2.164.339,27
20,01
24.125,00
0,36
18.642,86
0,44
42.767,86
0,40
4.091.666,67
61,73
1.682.142,86
40,15
5.773.809,52
53,37
Penyusutan kandang
127.841,67
1,93
82.660,36
1,97
210.502,02
1,95
sewa lahan
690.833,33
10,42
388.642,86
9,28
1.079.476,19
9,98
tenaga kerja
682.979,17
10,30
864.848,21
20,64
1.547.827,38
14,31
Total
5.617.445,83
84,74
3.036.937,14
72,48
8.654.382,98
79,99
Total Biaya
6.628.779,17
100,00
4.189.943,08
100,00
10.818.722,25
100,00
Biaya tetap Penyusutan peralatan Penyusutan sapi
Biaya investasi adalah biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak yang nilainya tetap meskipun total produksinya berubah. Dengan kata lain, biaya ini tidak berubah dan harus dibayarkan walaupun usaha ini tidak beroperasi. Termasuk dalam biaya investasi adalah biaya pembelian tanah, pembangunan kandang dan peralatannya, gudang, serta sarana transportasi. Biasanya, biaya investasi diperhitungkan dalam suatu analisis usaha dalam bentuk biaya penyusutan. Komponen biaya tetap dalam peternakan di TPA Putri Cempo tersebut terdiri atas biaya penyusutan peralatan, biaya penyusutan kandang, serta biaya penyusutan sapi. Berbeda dengan peternakan pada umumnya, dimana pengeluaran terbesar berasal dari biaya variabel, yaitu biaya pakan, pengeluaran biaya terbesar peternakan ini berasal dari biaya tetap ini khususnya biaya penyusutan sapi. Biaya tetap
44
(biaya investasi) pada peternakan di TPA Putri Cempo ini mencakup sebagian besar dari biaya total yaitu sebesar 53,37% berasal dari biaya penyusutan sapi. Hal tersebut dikarenakan mereka menjual sapi hanya ketika butuh saja sehingga biaya investasinya tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya usahaternak terbesar berasal dari biaya
tetap,
yaitu
biaya
penyusutan
sapi
pedaging
sebesar
Rp5.773.809,52/peternak/tahun. Biaya penyusutan sapi pedaging yang dikeluarkan peternak yang pekerjaan utamanya sebagai pemulung lebih tinggi (61,73%) dibandingkan biaya penyusutan sapi pedaging yang dikeluarkan peternak yang pekerjaan utamanya sebagai bukan pemulung (40,15%). Hal tersebut dikarenakan jumlah sapi yang dimiliki oleh peternak pemulung (8,83 ekor atau 6,54 ST) lebih banyak dari jumlah sapi yang dimiliki oleh peternak bukan pemulung (3,57 ekor atau 2,79 ST) sehingga biaya penyusutannya pun lebih tinggi. Biaya penyusutan ini dikeluarkan setiap tahun dengan harapan mendapat manfaat di masa yang akan datang. Peternak mengonsumsi manfaat produktif dan prespektif dari sapi pedaging tersebut dengan menghabiskan nilai gunanya. Pakan dalam usaha peternakan merupakan bagian yang penting dan menentukan tinggi rendahnya produksi, pertumbuhan, juga besar kecilnya keuntungan peternakan (Umiyasih dan Anggraeny, 2007). Pengeluaran terbesar pada suatu peternakan pada umumnya berasal dari biaya pakan. Fitriani (2001) menyatakan biaya pakan yang dikeluarkan oleh peternak usaha gaduhan pada Kecamatan Cepogo adalah sebesar 74,15% dari total biaya sedangkan rata-rata biaya pakan yang dikeluarkan peternak di TPA Putri Cempo adalah 18,86% dari keseluruhan biaya yang ada. Peternak di TPA Putri Cempo ini dapat menekan biaya pakan hingga sekecil-kecilnya karena pakan hampir secara keseluruhan berasal dari sampah. Total biaya pakan peternakan di TPA Putri Cempo disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Total Biaya Pakan Peternakan di TPA Putri Cempo Pemulung Jenis Pakan Pakan Utama Pakan Tambahan
(Rp)
(%)
Bukan Pemulung (Rp/peternak)
(Rp)
(%)
(Rp/peternak)
721.000,00
6,51
60.083,33
22.009.166,00
70,35
786.041,65
10.355.000,00
93,49
862.916,67
9.275.000,00
29,65
331.250,00
11.076.000,00
100,00
923.000,00
31.284.166,00
100,00
1.117.291,65
45
Biaya pakan peternak yang berprofesi sebagai pemulung 93,49% nya berasal dari biaya pakan tambahan. Biaya pakan peternak yang berprofesi sebagai bukan pemulung 70,35% berasal dari biaya pakan utama. Hal tersebut dikarena 50% dari peternak yang berprofesi sebagai pemulung menggunakan pakan tambahan selain pakan utama. Sebanyak ± 80% peternak yang bukan pemulung tidak menggunakan pakan tambahan sehingga pengeluaran untuk biaya pakan utamanya tinggi. Penerimaan dan Pendapatan Usahaternak Peternakan di TPA Putri Cempo Penerimaan suatu usahatani merupakan hasil perkalian antara total volume produksi dengan harga pasar dari produk tanpa memperhitungkan biaya dari proses produksi. Penerimaan suatu usahaternak dalam penelitian ini berasal dari penerimaan tunai yang berasal dari penjualan ternak (sapi pedaging). Besar atau kecilnya penerimaan usahaternak dipengaruhi beberapa faktor antara lain kepemilikan sapi pedaging serta banyak atau sedikitnya sapi pedaging yang dijual. Analisis pendapatan rata-rata per peternak per tahun di TPA Putri Cempo disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Analisis Pendapatan Rata-Rata Per Peternak Per Tahun Uraian
Pemulung
Bukan Pemulung
Total
Penjualan ternak (Rp) Total Biaya (Rp) Pendapatan usahaternak (Rp) Penghasilan RT (Rp) Pendapatan RT total (Rp) Kontribusi Pendapatan (%)
14.333.333,33 6.628.779,17
8.535.714,29 4.189.943,08
10.275.000,00 4.921.593,91
7.704.554,17 6.829.791,67 14.534.345,83 53,01
4.345.771,20 8.648.482,14 12.994.253,35 33,44
5.353.406,09 8.102.875,00 13.456.281,09 39,78
Setiap tahun, rata-rata peternak menjual 1,43 ekor ternak. Penerimaan usahaternak
yang
diperoleh
dari
penjualan
sapi
pedaging
tersebut
sebesar
Rp10.275.000,00 per tahun. Peternak yang berprofesi sebagai pemulung memperoleh penerimaan dari penjualan ternak sebesar Rp 14.333.333,33 per tahun. Peternak yang berprofesi sebagai bukan pemulung memperoleh penerimaan dari penjualan ternak sebesar Rp 8.535.714,29 per tahun. Penerimaan peternak dari penjualan ternak yang berprofesi sebagai pemulung lebih besar dari penerimaan peternak yang berprofesi 46
sebagai bukan pemulung karena rata-rata jumlah sapi yang dijual oleh peternak yang berprofesi sebagai pemulung lebih (1,92 ekor per tahun) banyak dari jumlah sapi `yang dijual oleh peternak yang berprofesi sebagai bukan pemulung lebih (1,21 ekor per tahun). Penerimaan dari penjualan ternak tersebut lebih besar daripada penerimaan dari penjualan sapi peternak penggaduh sapi pedaging di Boyolali yang hanya sebesar Rp 3.695.554,67 per tahunnya (Tarigan, 1996). Perternak di TPA Putri Cempo tidak memperoleh penerimaan yang berasal dari produk sampingan peternakan. Peternak di TPA Putri Cempo tidak menjual produk sampingan dari usahaternak mereka. Produk sampingan yang berupa feces sapi pedaging tersebut hanya ditumpuk disuatu tempat tidak jauh dari kandang. Peternak menyebutkan feces sapi pedaging di TPA Putri Cempo tersebut berbeda dengan feces sapi pedaging pada umumnya. Feces tersebut lebih encer serta apabila kering tampak seperti semen yang telah mengering. Hal tersebutlah yang menyebabkan feces tersebut tidak laku dijual. Hanya peternak yang masih memiliki lahan serta yang mengerjakan lahannya saja yang menggunakan feces tersebut sebagai pupuk. Peternak juga tidak memperoleh penerimaan tidak tunai dari nilai daging sapi yang dikonsumsi peternak selama satu tahun. Hal tersebut dikarenakan peternak selalu menjual ternaknya dalam keadaan hidup. Pendapatan Usahaternak Rata-rata pendapatan usahaternak sapi pedaging yang diperoleh peternak TPA Putri Cempo dari hasil penjualan ternak, peternak memperoleh keuntungan bersih ratarata sebesar Rp 5.353.406,09 per peternak per tahun. Pendapatan usahaternak sapi pedaging yang diperoleh peternak TPA Putri Cempo lebih tinggi dari pendapatan dari gaduhan yang diterima peternak penggaduh sapi pedaging di Kecamatan Ngawi. Pendapatan dari gaduhan yang diterima peternak penggaduh sapi pedaging di Kecamatan Ngawi adalah sebesar Rp 917.750,00 (Budiarti, 2000). Pendapatan usahaternak peternak yang berprofesi sebagai pemulung lebih besar dari pendapatan usahaternak peternak yang berprofesi sebagai bukan pemulung. Pendapatan usahaternak peternak yang berprofesi sebagai pemulung yaitu sebesar Rp7.704.554,17 per peternak per tahun. Pendapatan usahaternak peternak yang berprofesi sebagai bukan pemulung yaitu sebesar Rp4.345.771,20 per peternak per tahun. Hal tersebut dikarenakan jumlah
47
sapi yang dimiliki oleh peternak pemulung (8,83 ekor) lebih banyak dari jumlah sapi yang dimiliki oleh peternak bukan pemulung (3,57 ekor) sehingga pendapatan usahaternaknya pun lebih tinggi, dimana peternak yang berprofesi sebagai pemulung mempunyai waktu lebih banyak untuk memelihara ternaknya. Hasil tersebut hampir sama dengan kalkulasi Purnomo (2008) yang menyatakan bahwa peternak memperoleh pendapatan sampingan dari gaduhan ternak sapi dalam satu tahun sebesar Rp 4.000.000,00. Hasil analisis pendapatan pada usahaternak sapi pedaging di TPA Putri Cempo menunjukkan bahwa pendapatan tunai dan pendapatan bersih selalu bernilai positif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa usahaternak sapi pedaging yang dijalankan peternak menguntungkan, karena sapi pedaging tersebut dapat dijual sewaktu-waktu ketika dibutuhkan. Resiko kegagalan dari usaha ini pun relatif kecil mengingat sapi yang mereka peroleh berasal dari program gaduhan.
Pendapatan Diluar Usahaternak Pendapatan diluar usahaternak peternak adalah berasal dari mata pencaharian utama peternak tersebut. Penghasilan masing-masing peternak berbeda tergantung mata pencahariaannya. Pendapatan rata-rata diluar usahaternak peternak dari mata pencaharian utamanya sebesar Rp 8.102.875,00 per tahun. Pendapatan diluar usahaternak peternak di TPA Putri Cempo ini lebih tinggi dari pendapatan dari tani yang diterima peternak penggaduh sapi pedaging di Kecamatan Ngawi. Pendapatan dari tani yang diterima peternak penggaduh sapi pedaging di Kecamatan Ngawi adalah sebesar Rp 827.643,00 (Budiarti, 2000). Peternak yang bekerja sebagai pemulung berpenghasilan Rp 6.829.791,67 setiap tahunnya atau ± Rp 20.000,00 setiap harinya. Peternak yang bekerja sebagai bukan pemulung berpenghasilan Rp8.648.482,14 atau ± Rp 500.000,00 setiap bulannya. Penghasilan peternak yang berprofesi sebagai pemulung tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan penghasilan peternak yang bukan pemulung karena penghasilan dari memulung tersebut tidak tetap setiap harinya tergantung banyak sedikitnya barang yang dipulung serta rajin tidaknya peternak memulung. Dua orang peternak mendapat Bantuan Tunai Langsung (BLT) dari pemerintah sebesar Rp 200.000,00 per bulan.
48
Pendapatan Rumah Tangga Peternak Pendapatan rumah tangga peternak sapi pedaging merupakan penjumlahan seluruh pendapatan dari berbagai konbinasi usaha yang dijalankan, meliputi pendapatan usahaternak serta pendapatan rumah tangga. Nilai pendapatan rumah tangga peternak dipengaruhi oleh banyak serta besarnya usaha yang dimiliki oleh peternak. Rata-rata pendapatan peternak di TPA Putri Cempo per tahunnya adalah Rp 13.456.281,10. Ratarata pendapatan peternak di TPA Putri Cempo lebih tinggi dari rata-rata pendapatan peternak penggaduh sapi pedaging di Kecamatan Ngawi. Rata-rata pendapatan peternak penggaduh sapi pedaging di Kecamatan Ngawi adalah sebesar Rp 252.373,90 (Budiarti, 2000). Rata-rata pendapatan rumah tangga peternak yang berprofesi sebagai pemulung (Rp 14.534.345,83) lebih tinggi dibanding rata-rata pendapatan rumah tangga peternak yang berprofesi sebagai bukan pemulung (Rp 12.994.253,35). Rata-rata pendapatan peternak sudah cukup layak dibanding dengan Upah Minimum Regional yang ada saat ini (± Rp 925.000,00). Rata-rata pendapatan peternak tersebut lebih tinggi dibanding dengan rata-rata pendapatan masyarakat sebelum adanya TPA Putri Cempo dimana pada waktu itu sebagian besar masyarakat pengangguran atau hanya bekerja sebagai buruh pasar saja dengan upah dibawah UMR dan tanpa tambahan penghasilan dari beternak. Kontribusi Pendapatan Usahaternak Kontribusi pendapatan usahaternak sapi pedaging terhadap pendapatan rumah tangga peternak merupakan perbandingan antara pendapatan dari usahaternak sapi pedaging dengan pendapatan rumah tangga peternak. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Tabel 11, rata-rata kontribusi pendapatan usahaternak sapi pedaging di TPA Putri Cempo sebesar 39,78%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa usahaternak sapi pedaging merupakan usaha sampingan (cabang usaha) bagi rumah tangga peternak responden. Kontribusi pendapatan usahaternak sapi pedaging di TPA Putri Cempo lebih tinggi dari kontribusi usaha gaduhan terhadap total pendapatan keluarga peternak usaha gaduhan ternak sapi pedaging di Kecamatan Cepogo. Kontribusi usaha gaduhan terhadap total pendapatan keluarga peternak usaha gaduhan ternak sapi pedaging di Kecamatan Cepogo adalah 4,5%.
49
Kontribusi pendapatan usahaternak sapi pedaging bagi peternak yang berprofesi sebagai pemulung (53,01%) lebih tinggi dibandingkan dengan kontribusi pendapatan usahaternak sapi pedaging bagi peternak yang berprofesi sebagai bukan pemulung (33,44%). Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha peternakan di TPA Putri Cempo ini sangat berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan khususnya dalam pendapatan peternak khususnya peternak yang berprofesi sebagai pemulung dimana masyarakat di sekitar TPA Putri Cempo mayoritas berprofesi sebagai pemulung. Perbandingan taraf kesejahteraan peternak tersebut antara sebelum dengan sesudah adanya TPA Putri Cempo telah nyata meningkat. Perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat di TPA Putri Cempo dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Sebelum dan Sesudah Adanya TPA Putri Cempo Sebelum Ada TPA Putri Cempo Setelah Ada TPA Putri Cempo 1. Pedapatan finansial kurang tersedia (Rp375.000,00/bulan)
1. Pendapatan dalam bentuk finansial lebih tersedia (Rp1.000.000,00/bulan)
2. Rumah tinggal sebagian besar masih tergolong rumah gubug (50%)
2. Rumah tinggal sebagian besar telah berdinding
tembok
dan
lantai
bersemen (99,5%) 3. Jarang
sekali
penduduk
yang
mempunyai kendaraan bermotor (5%) 4. Pendidikan tertinggi
terbatas,
hanya
pendidikan
mencapai
tingkat
dasar saja 5. Sedikit sekali rumah tangga keluarga
3. Hampir setiap rumah tangga keluarga memiliki kendaraan bermotor (99%) 4. Pendidikan melampaui pendidikan dasar, bahkan menargetkan minimal hingga sekolah lanjutan atas 5. Hampir setiap rumah tangga keluarga
yang memiliki media informasi dan
memiliki
hiburan
hiburan
6. Masih banyak warga masyarakat yang pengangguran (70%)
media
informasi
dan
6. Tidak ada warga masyarakat yang pengangguran
Hal ini terbukti bahwa mayoritas memiliki rumah–rumah permanen yang tidak lagi berdinding bambu, tetapi sudah tembok semen bahkan juga sudah mementingkan
50
keperluan pendidikan anak-anaknya, dimana sebelum TPA ada dalam satu kampung hanya mampu meluluskan tiga orang anak pada tingkat Sekolah Dasar dan selebihnya selalu tidak tamat karena alasan tidak adanya biaya untuk bersekolah, mengingat lebih pentingnya kebutuhan sandang-pangan. Kini secara mayoritas, serendah-rendahnya meluluskan anaknya hingga tingkat SLTA (Purnomo, 2008). Bagi sejumlah mayoritas warga masyarakat di kawasan sekitar TPA Putri Cempo yang telah menerjuni kepemulungan sampah dan mengerjakan sambilan memelihara sapi, dibanding dengan kondisi sebelumnya ataupun dibanding dengan keberadaan sejumlah warga setempat yang tidak terjun dalam bidang tersebut kini mengalami perubahan.
51
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasar hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem pemeliharaan ternak sapi pedaging di TPA Putri Cempo mayoritas adalah semi intensif. TPA Putri Cempo berpotensi sebagai lahan peternakan. Penggunaan sampah organik sebagai pakan sapi pedaging ini dapat mengurangi sampah di TPA Putri Cempo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya usahaternak terbesar berasal dari biaya penyusutan sapi pedaging. Penggunaan sampah organik sebagai pakan mengurangi biaya pakan usahaternak. Rata-rata pendapatan usahaternak sapi pedaging yang diperoleh peternak TPA Putri Cempo yang berasal dari hasil penjualan ternak adalah sebesar Rp5.353.406,09/peternak/tahun. Rata-rata kontribusi pendapatan usahaternak sapi pedaging di TPA Putri Cempo sebesar 39,78% dari total pendapatan peternak. Perbandingan taraf kesejahteraan peternak tersebut antara sebelum dengan sesudah adanya TPA Putri Cempo telah nyata meningkat. Saran 1.
Peternak hendaknya memilih sampah organik yang akan diberikan pada sapi pedagingnya berupa sampah organik segar dapat dicerna yang masih layak dikonsumsi oleh ternak, seperti sisa sayuran dan buah-buahan.
2.
Pemerintah Kotamadya Surakarta khususnya Dinas Pertanian Kota Surakarta hendaknya memberikan penyuluhan tentang pemeliharaan, pencegahan dan penanganan penyakit, serta manajemen sapi pedaging yang berkesinambungan dan bekerja sama dengan kelompok ternak yang ada untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan peternak dalam beternak sapi pedaging.
52
UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas semua limpahan kasih sayang dan anugerah yang telah diberikan dalam pembuatan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. sebagai pembimbing akademik atas nasehat dan bimbingan selama menjadi mahasiswa di Fakultas Peternakan, Bapak Ir. Zulfikar Moesa, M.S. sebagai pembimbing utama dan Ibu Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. sebagai pembimbing anggota atas perhatian dan nasehat yang diberikan selama penyusunan proposal, penelitian, seminar, serta penyusunan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Salundik, M.Si. selaku penguji seminar sekaligus penguji sidang serta kepada Ibu Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc. selaku penguji sidang atas bantuan, kritikan, dan masukkannya pada saat seminar dan sidang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Ir. Komariah, M.Si. sebagai panitia seminar dan Ibu Ir. Lucia Cyrilla E.N.S.D, M.Si sebagai panitia sidang atas bantuan, kritikan, dan masukkannya hingga terselesainya skripsi ini. Terimakasih juga kepada Kelompok Tani Ternak Bakti Mulya, Departemen Pertanian Kota Surakarta, Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, dan Dinas Kebersihan Kota Surakarta yang telah mengizinkan penulis menggunakan data penelitian yang berjudul “Potensi Peternakan Sapi Pedaging untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo Mojosongo, Solo”. Pada kesempatan kali ini, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Ibunda Yanik Riani Naryati, dan Ayahanda Sularso, serta adik penulis Pangeran Bumi tersayang yang dengan tulus ikhlas hingga akhir selalu menemani dan mengajari penulis tentang kehidupan, keikhlasan, dan kesabaran, serta kepada semua pihak yang terlibat dalam kelancaran penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Bogor, April 2010 Penulis
53
DAFTAR PUSTAKA Adjid, D.A. 1999. Agribisnis di Perkotaan Sangat Potensial. Sinartani Edisi 3-9 November Hal:6. Al
Amin, D.M. 2003. Pengaruh pemberian pakan sampah organik terhadap komsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan pada sapi peranakan ongole di Desa Randusari, Mojosongo, Surakarta. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Muhamadiyah Surakarta, Surakarta.
Anitasari, P. 2008. Hubungan antara kondisi sanitasi kandang ternak dengan kejadian diare pada peternakan sapi perah di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boloyali tahun 2008. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhamadiyah Surakarta, Surakarta. Arifin, M, B.E. Setiani, dan B.Dwiloka. 2003. Residu pestisda pada hati sapi yang digembalakan di Tempat Pembuangan Sampah (TPA) Jati Barang Kota Semarang. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. Arifin, M, B.E. Subagyo, E. Riyanto, E. Purbowati, dan B.Dwiloka. 2005. Residu logam berat pada sapi potong yang dipelihara di TPA Jati Barang, Kota Semarang pascaproses eliminasi selama 90 hari. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. Aziz, A.M. 1993. Agroindustri Sapi Pedaging. Prospek dalam Pengembangan pada PJPT II. Bangkit, Jakarta. Badan Pusat Statistik Kota Surakarta. 2007. Surakarta Dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, Surakarta. Baharsyah, S. 1993. Kebijaksanaan dan strategi pembangunan pertanian dan Repelita VI. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Ayam Buras. Bandung. Basuki. 1991. Performan sapi peranakan ongole dan kerbau lumpur sebagai ternak kerja pada pola pemeliharaan secara tradisional. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Blakely, J. dan D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Terjemahan : Bambang Srigandono. Universitas Gadjahmada Press, Yogyakarta. Boediono. 2002. Ekonomi Mikro Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 1 Edisi Kedua Cetakan ke-23. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Gadjahmada, Yogyakarta. Budiarti, N.D. 2000. Analisis pendapatan keluarga peternak penggaduh sapi pedaging pada dua kecamatan yang berbeda di Kabupaten Daerah Tingkat II Ngawi, Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 54
Daniel, M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta. Departemen Pertanian. 1990. Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 362/Kpts/Tn.120/5/1990. Departemen Pertanian, Jakarta. Dinas Kebersihan Kota Semarang. 2002. Studi Persampahan Kota Semarang. Dinas Kebersihan Kota Semarang, Semarang. Dinas Pertanian Kota Surakarta. 2007. Studi kandungan residu logam berat pada sapi pedaging di TPA Kota Surakarta. Laporan Akhir Kegiatan Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Dinas Pertanian Kota Surakarta. Dinas Pertanian Kota Surakarta, Surakarta. Direktorat Jendral Peternakan. 1991. Pedoman Pemeliharaan Ternak. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta. Djajakirana, G., Suwardi, H.M.H. Bintoro, M. Syakir, Zairin, A. Sudarman, dan A. Setiana. Manajemen dan teknik pengelolaan sampah pasar DKI Jakarta. Prosiding Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Effendi, E.S.H. 2002. Analisis kontribusi usaha peternakan sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga peternak di Kecamatan Cisarua, Bogor. Skripsi. Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fitriani, A. 2001. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan peternak usaha gaduhan ternak sapi pedaging di Kecamatan Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Guritno, M. 1996. Teori Ekonomi Makro. STIE YKPN, Yogyakarta. Hariono, B. 2007. Hewan/Ternak Pemakan Sampah Perkotaan dan Pemantauannya. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hernowo, B. 2006. Prospek pengembangan usaha peternakan sapi pedaging di Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jeris, J.S. dan Regan, R. 1975. Optimum Conditions for Composting, In: Mantell, C.L: Solid Waste, New York, John Wiley and Sons, pp. 245-253. Jonathan, J. 1988. Kadar residu pestisida chlorphyifos pada sayuran kubis (Brassica aleraceae var capitata L.) setelah dipanen, dipasar, dan setelah dimasak. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kadarsan, H.W. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
55
Kawi, I.N. 1991. Analisis Tata Niaga Penyusunan RPP Perdagangan Ternak. Direktorat Bina Usahatani dan Pengelolaan Hasil. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta. Kay, R.D. 1988. Farm Management. Planing, Control, and Implementation (Second Edition). Mc. Graw Hill Book Company, Singapore. Key, R.D., W.M. Edward, dan P.A. Duffy. 2004. Farm Management. MacGraaw-Hill Inc., New York. Komisi Pestisida Departemen. 1997. Metode Pengujian Residu Pestisida dalam Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. Manurung, H. 1992. Penurunan kadar residu diazinon dan kinetikanya selama pemanasan wortel (Daucus carota L.) yang disemprot dengan Diazinon 60 Ec. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Media, I.G.L. 1995. Sistem produksi usaha penggemukkan sapi pedaging bantuan presiden dana Masyakarakat Perhutani Indonesia (MPI) di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mubyarto. 1985. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Pertanian, Pendidikan, dan Penerapan Ekonomi dan Sosial. Jakarta. Natasasmita, A. dan K. Mudikdjo. 1980. Beternak Sapi Pedaging. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pangabean, T.A., N.Mardhiah, dn E.M. Silalahi. 2008. Logam berat pada jeroan sapi. Prosiding PPI Standarisasi 2008. Parakkasi, A. 1985. Ilmu Nutrisi Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi Ternak Sapi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Purnomo, J. 2008. Peningkatan taraf pendidikan suatu efek positif equilibrium dalam konstelasi masyarakat pemulung, pengelolaan sampah, dan ternak sapi di sekitar TPA Putri Cempo, Surakarta. Seminar Regional Sepekan Bersama Himpunan Mahasiswa Peternakan Appaloosa. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Rasyid, A. dan Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Pedaging. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Dinas Pertanian, Jakarta. Rohendi, E. 2005. Pemanfaatan sampah pasar untuk bahan kompos, pakan ternak, dan ikan. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
56
Rozana, Y. 1998. Usahaternak sapi potong sebagai diversifikasi usahatani untuk menambah pendapatan petani sawah di Kecamatan Cibalong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Santoso, S. dan M. Winugroho. 1990. Tantangan pengembangan ternak kerja di Daerah Transmigrasi Pertanian Lahan Kering, Betung IIB, Sumatera Selatan. Prosiding Nasional Sapi Bali. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Bali. Hal. E27E30. Saputra, B. 2000. Estimasi model peramalan produksi dan tingkat produksi optimal sapi perah. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Saragih, J.R. 1997. Kelembagaan bagi hasil ternak domba dan dampaknya terhadap pendapatan peternak di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tesis. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soehaji. 1992. Menuju Industrialisasi Peternakan Rakyat. Panen Nasional PIR Sapi pedaging. Kerjasama Direktorat Jendral Peternakan dengan Poultry Indonesia. Soeharjo, A. dan Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Jurusan Ilmu Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Universitas indinesia Press, Jakarta. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Soekartawai, A. Soeharjo, J.I. Dillon, dan J.B. Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Suastina, I.G.P.B dan I.G.N. Kayana. 2003. Analisis finansial agribisnis peternakan sapi daging. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Bali. Tarigan, E. 1996. Pola Sistem Gaduhan Ternak Sapi pedaging dan Tingkat Pendapatannya di Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Umiyasih, U. dan Y.N. Anggraeny. 2007. Petunjuk Teknis Ransum Seimbang, Strategi Pakan pada Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Dinas Pertanian, Pasuruan. Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Daerah Tropis. Terjemahan S.G.N. Djiwa Darmadja. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
57
LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Kota Solo, Surakarta
58
Lampiran 2. Gambar-gambar Penelitian
Gambar 1. TPA Putri Cempo (a)
Gambar 3. Sapi di TPA Putri Cempo (a)
Gambar 2. TPA Putri Cempo (b)
Gambar 4. Sapi di TPA Putri Cempo (b)
Gambar 5. Sistem Pemeliharaan Semi Intensif
Gambar 6. Sistem Pemeliharaan
Intensif
59
Gambar 7. Kandang (a)
Gambar 9. Pakan (sampah)
Gambar 11. Rumah Narasumber (a)
Gambar 8. Kandang (b)
Gambar 10. Pakan (jerami)
Gambar 12. Rumah Narasumber (b)
60
Lampiran 3. Kapasitas Tampung TPA Putri Cempo Diketahui : Kisaran Jumlah Sampah Organik
= 47.778 s/d 54.335 ton
Bahan Kering (BK) Sampah Organik = 34,01% Total Bahan Kering Sampah Organik = 34,01% x (47.778 s/d 54.335 ton) = 16.249 s/d 18.479 ton = 16.249.000 s/d 18.479.000 kg Asumsi Bobot Badan Sapi
= 300 kg/ekor
Kemampuan Konsumsi Pakan Dalam Bahan Kering = 3% bobot badan = 3% x 300 kg = 9 kg BK/ekor/hari = 3.285 kg BK/ekor/tahun Sehingga Kapasitas Tampung TPA Putri Cempo
= 16.249.000 s/d 18.479.000 kg/tahun 3.285 kg/ekor/tahun = 4.946 s/d 5.625 ekor
Jadi, kapasitas tamping TPA Putri Cempo adalah 4.946 s/d 5.625 ekor sapi.
61
Lampiran 4. Jumlah Sampah yang Dimanfaatkan oleh Sapi Pedaging di TPA Putri Cempo Diketahui : Jumlah Sapi Di TPA Putri Cempo
= 2000 ekor
Asumsi Bobot Badan Sapi
= 300 kg/ekor
Kemampuan Konsumsi Pakan Dalam Bahan Kering = 3% bobot badan = 3% x 300 kg = 9 kg BK/ekor/hari = 3.285 kg BK/ekor/tahun Bahan Kering (BK) Sampah Organik
= 34,01%
Sehingga Jumlah Sampah (BK) yang Dimanfaatkan oleh Sapi Pedaging di TPA Putri Cempo = 2000 ekor x 3.285 kg BK/ekor/tahun = 6.570.000 kg BK/tahun = 6.570 ton BK/tahun Jumlah Sampah (Bahan Segar) yang Dimanfaatkan oleh Sapi Pedaging di TPA Putri Cempo =
100
/34,01 x 6.570 ton BK/tahun
= 19.318 ton/tahun Jadi, jumlah sampah yang dimanfaatkan oleh sapi pedaging di TPA Putri Cempo 19.318 ton/tahun. Sisa sampah organik di TPA Putri Cempo
= (47.778 s/d 54.335) ton - 19.318 ton = 28.460 s/d 35.017 ton
Jadi, jumlah sampah organik yang tersisa setelah dimanfaatkan oleh sapi pedaging adalah 28.460 s/d 35.017 ton/tahun.
62
Lampiran 5. Kuesioner Penelitian KUESIONER Pengembangan Peternakan Sapi Potong untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Mojosongo, Solo Tanggal Waktu 1.
2.
: :
Identitas Responden Nama : Umur : Alamat : Jenis Kelamin : Jumlah keluarga : Pendidikan formal terakhir : Pendidikan informal terakhir : Pekerjaan utama : Pekerjaan sampingan : Motivasi Beternak : Usaha Peternakan Sapi Potong Mulai beternak : Sebelum beternak : Jumlah ternak yang dipelihara : Sapi potong yang dipelihara : Status kepemilikan ternak : Milik sendiri : Milik orang lain : Gaduhan : Pemeliharaan sapi potong : Tata cara pemeliharaan : Pakan yang diberikan : Jenis pakan : Pakan utama : Pakan tambahan : Sampah sebagai pakan : Jenis sampah yang digunakan sebagai pakan: Cara memperoleh pakan : Pengeluaran biaya untuk pakan : Frekuensi pemberian pakan : Pengangonan : Waktu : Tempat : Pengangon (orang) : Perkandangan Ada tidaknya kandang : Luasan kandang : 63
Jumlah kandang Perawatan kandang Pengeluaran biaya untuk perkandangan Sistem pemeliharaan Sistem pemeliharaan secara umum Sistem penggemukkan Sistem pemberian pakan Penanganan penyakit Vaksinasi Identifikasi ternak Masalah yang timbul Pengelolaan limbah : Tatacara : Kendala : Permasalahan umum : Kendala dalam pemeliharaan : 3. Pendapatan Usahaternak No Uraian Penerimaan usaha ternak I Penjualan ternak Nilai ternak yang dikonsumsi Kematian ternak Perubahan nilai termak Total (A) Biaya variabel II Pakan Obat-obatan Tenaga kerja upahan Vaksinasi Pajak Subtotal (1) Biaya tetap III Peralatan Penyusutan kandang Penyusutan peralatan Perbaikan kandang Subtotal (2) Total (B) = Subtotal (1+2) Pendapatan usaha ternak (A-B) Pendapatan selain dari usaha ternak Pemulung Lain-lain 4. Pemasaran Sistem pemasaran Alasan penjualan ternak
: : : : : : : : : :
Tunai
Tidak Tunai
Total
: : : : :
64
5.
6.
7. 8. 9.
Ternak yang dijual : Jenis : Jumlah : Tergabung dalam kelompok pemasaran tertentu : Cara pemasaran : Tempat pemasaran : Sasaran pemasaran : Alasan menjual ternak sapi potong : Penentu harga : Harga jual tertinggi : Waktu : Tempat : Keterangan : Harga jual terendah : Waktu : Tempat : Keterangan : Harga jual rata-rata : Waktu : Tempat : Keterangan : Perlakuan khusus sebelum atau ketika dijual : Kendala dalam pemasaran : Tergabung dalam kelompok ternak : Waktu : Intensitas berkumpul : Manfaat yang dirasakan : Penyuluhan : Waktu : Intensitas : Materi : Kendala Umum : Penanganan kendala selama ini : Peran pemerintah setempat : Keluharan : Dinas Pertanian : Dinas Kebersihan dan Perkotaan : Pihak TPA Putri Cempo :
Narasumber
65
(
)
Lampiran 6. Kepemilikan Sapi Narasumber No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 jumlah
jumlah sapi 19 9 3 5 10 11 2 3 13 2 3 1 2 2 2 7 1 15 15 4 2 2 3 17 2 2 1 5 3 3 16 2 2 5 1 4 3 1 1 2 206
jantan
betina
Anak
1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8
13 5 2 3 6 6 1 2 7 2 2 1 1 1 1 4 1 8 9 3 2 1 2 9 2 1 1 3 2 2 9 1 1 3 1 3 2 1 1 1 126
5 4 1 2 3 4 1 1 5 0 1 0 1 1 1 3 0 6 5 1 0 1 1 7 0 1 0 2 1 1 6 1 1 2 0 1 1 0 0 1 72
66
rata-rata
5.15
0.2
3.15
1.8
Lampiran 7. Kepemilikan Ternak Narasumber yang Berprofesi Sebagai Pemulung No. 1 2 4 6 18 19 21 22 23 24 30 34 jumlah rata-rata/tahun /peternak /ekor /ST
jml sapi
jantan
betina
anak
19 9 5 11 15 15 2 2 3 17 3 5 106
1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 5
13 5 3 6 8 9 2 1 2 9 2 3 63
5 4 2 4 6 5 0 1 1 7 1 2 38
8.83
0.42
5.25
3.17
67
Lampiran 8. Kepemilikan Ternak Narasumber yang Berprofesi Sebagai Bukan Pemulung No. 3 5 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 20 25 26 27 28 29 31 32 33 35 36 37 38 39 40 jumlah rata-rata/tahun /peternak /ekor /ST
jantan
betina
anak
jml sapi
0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3
2 6 1 2 7 2 2 1 1 1 1 4 1 3 2 1 1 3 2 9 1 1 1 3 2 1 1 1 63
1 3 1 1 5 0 1 0 1 1 1 3 0 1 0 1 0 2 1 6 1 1 0 1 1 0 0 1 34
3 10 2 3 13 2 3 1 2 2 2 7 1 4 2 2 1 5 3 16 2 2 1 4 3 1 1 2 100 3.57
68
Tabel 7. Jumlah Sampah yang Dibuang di TPA Putri Cempo Mojosongo Selama 5 Tahun Terakhir Tahun Sumber sampah
Jenis sampah
2002 ton
Domestik
Pasar
Umum
%
ton
2004 %
ton
2005 %
ton
2006 %
ton
%
organik
40.033
56,80
42.707
55,81
43.763
55,60
44.001
55,43
42.080
55,16
non organik
22.695
32,20
24.211
31,64
24.809
31,52
24.944
31,42
23.855
31,27
Total
62.728
88,99
66.918
87,45
68.572
87,13
68.945
86,85
65.935
86,43
organik
6.454
9,16
7.992
10,44
8.430
10,71
8.648
10,89
8.610
11,29
non organik
1.302
1,85
1.613
2,11
1.701
2,16
1.789
2,25
1.737
2,28
Total
7.756
11,00
9.605
12,55
10.131
12,87
10.437
13,15
10.347
13,56
organik
1.291
1,83
1.557
2,03
1.568
1,99
1.686
2,12
1.230
1,61
621
0,88
748
0,98
754
0,96
811
1,02
591
0,77
1.912
2,71
2.305
3,01
2.322
2,95
2.497
3,15
1.821
2,39
non organik
24.618
34,93
26.572
34,72
27.264
34,64
27.544
34,70
26.183
34,32
organik
47.778
67,78
52.256
68,29
53.761
68,31
54.335
68,45
51.920
68,06
total
70.486
100,00
76.525
100,00
78.705
100,00
79,384
100,00
76.284
100,00
non organik Total
Total
2003
Sumber : Data Sekunder DKP Kota Surakarta (2007)
Lampiran 7. Rincian Biaya Peternak yang Berprofesi Sebagai Pemulung Biaya investasi
Biaya variabel
No. kandang 1
sapi peralatan -
pakan
obat
Pystn peralatan
Pystn Pystn sapi kandang
-
30,000
-
Total Biaya
Sewa Lahan
Biaya Tenaga Kerja
-
770,000.00
1,277,500.00
2,077,500.00
-
100,000
2 4,000,000
-
90,000
3,276,000
-
27,000
-
266,800.00
720,000.00
787,500.00
5,077,300.00
4 2,000,000
-
80,000
3,900,000
-
24,000
-
133,400.00
240,000.00
1,095,000.00
5,392,400.00
6 1,000,000
-
60,000
-
-
18,000
-
66,700.00
350,000.00
650,000.00
1,084,700.00
18 5,000,000
-
120,000
-
-
36,000
-
333,500.00
1,500,000.00
900,000.00
2,769,500.00
19 5,000,000
-
100,000
-
-
30,000
-
333,500.00
2,000,000.00
730,000.00
3,093,500.00
-
45,000
-
-
13,500
-
-
300,000.00
200,750.00
514,250.00
22 1,500,000
-
50,000
-
15,000
-
100,050.00
500,000.00
912,500.00
5,427,550.00
23 1,000,000
-
60,000
-
-
18,000
-
66,700.00
150,000.00
365,000.00
599,700.00
24 1,000,000
-
125,000
-
-
37,500
-
66,700.00
960,000.00
365,000.00
1,429,200.00
30 500,000
-
60,000
-
-
18,000
-
33,350.00
200,000.00
365,000.00
616,350.00
34 2,000,000
-
75,000
-
-
22,500
-
133,400.00
600,000.00
547,500.00
1,303,400.00
8,195,750.00
29,385,350.00
21
jumlah
-
23,000,000.00 -
-
Biaya tetap
3,900,000
965,000.00 11,076,000.00 -
289,500.00 -
1,534,100.00 8,290,000.00
rata-rata/tahun
/peternak 1,916,666.67
-
80,416.67
923,000.00
-
24,125.00
-
127,841.67
690,833.33
682,979.17
2,448,779.17
/ekor
216,981.13
-
9,103.77
104,490.57
-
2,731.13
-
14,472.64
78,207.55
77,318.40
277,220.28
/ST
296,774.19
-
12,451.61
142,916.13
-
3,735.48
-
19,794.84
106,967.74
105,751.61
379,165.81
Lampiran 8. Analisis Pendapatan Peternak yang Berprofesi Sebagai Pemulung
No.
jumlah
Total Biaya
Sapi yg dijual
Penjualan
Keuntungan
Penghasilan RT
Pendapatan
KP
1 12,367,500.00
3.00
27,000,000.00
14,632,500.00
12,775,000.00
27,407,500.00
53.39
2 8,667,300.00
2.00
17,000,000.00
8,332,700.00
7,875,000.00
16,207,700.00
51.41
4 7,542,400.00
2.00
15,000,000.00
7,457,600.00
10,950,000.00
18,407,600.00
40.51
6 6,394,700.00
3.00
24,000,000.00
17,605,300.00
6,500,000.00
24,105,300.00
73.03
18 9,519,500.00
2.00
14,000,000.00
4,480,500.00
9,000,000.00
13,480,500.00
33.24
19 10,543,500.00
3.00
21,000,000.00
10,456,500.00
7,300,000.00
17,756,500.00
58.89
21 1,934,250.00
1.00
6,000,000.00
4,065,750.00
2,007,500.00
6,073,250.00
66.95
22 6,147,550.00
1.00
7,000,000.00
852,450.00
9,125,000.00
9,977,450.00
8.54
23 2,029,700.00
1.00
6,500,000.00
4,470,300.00
3,650,000.00
8,120,300.00
55.05
24 8,899,200.00
3.00
21,000,000.00
12,100,800.00
3,650,000.00
15,750,800.00
76.83
30 2,046,350.00
1.00
5,500,000.00
3,453,650.00
3,650,000.00
7,103,650.00
48.62
34 3,453,400.00
1.00
8,000,000.00
4,546,600.00
5,475,000.00
10,021,600.00
45.37
23.00
172,000,000.00
92,454,650.00
81,957,500.00
174,412,150.00
611.83
79,545,350.00
rata-rata/tahun
/peternak
6,628,779.17
1.92
14,333,333.33
7,704,554.17
6,829,791.67
14,534,345.83
50.99
/ekor
750,427.83
0.22
1,622,641.51
872,213.68
773,183.96
1,645,397.64
5.77
/ST
1,026,391.61
0.30
2,219,354.84
1,192,963.23
1,057,516.13
2,250,479.35
7.89
Lampiran 9. Rincian Biaya Peternak yang Berprofesi Sebagai Bukan Pemulung Biaya investasi
Biaya variabel
Biaya tetap
No.
3
Pystn peralatan
Total Biaya
Pystn sapi
Pystn kandang
Sewa Lahan
Biaya Tenaga Kerja
66,700.00
500,000.00
540,000.00
4,894,700.00
kandang
sapi
peralatan
pakan
obat
1,000,000.00
14,000,000.00
60,000.00
2,340,000.00
30,000.00
18,000.00
1,400,000.00
100,000.00
30,000.00
5,200,000.00
-
2,000,000.00
255,500.00
7,585,500.00
20,000.00
18,000.00
700,000.00
-
180,000.00
912,500.00
3,330,500.00
5
-
52,000,000.00
100,000.00
7
-
7,000,000.00
60,000.00
1,500,000.00
8
1,000,000.00
14,000,000.00
60,000.00
-
30,000.00
18,000.00
1,400,000.00
66,700.00
150,000.00
912,500.00
2,577,200.00
9
2,000,000.00
59,000,000.00
90,000.00
-
130,000.00
27,000.00
5,900,000.00
133,400.00
630,000.00
1,095,000.00
7,915,400.00
10
1,000,000.00
14,000,000.00
60,000.00
-
20,000.00
18,000.00
1,400,000.00
66,700.00
332,000.00
182,500.00
2,019,200.00
11
3,000,000.00
14,000,000.00
50,000.00
-
30,000.00
15,000.00
1,400,000.00
200,100.00
700,000.00
600,000.00
2,945,100.00
12
-
7,000,000.00
45,000.00
1,095,000.00
10,000.00
13,500.00
700,000.00
-
300,000.00
365,000.00
2,483,500.00
13
-
7,000,000.00
50,000.00
1,800,000.00
20,000.00
15,000.00
700,000.00
-
60,000.00
1,000,000.00
3,595,000.00
912,500.00
4,033,850.00
14
500,000.00
7,000,000.00
60,000.00
2,190,000.00
20,000.00
18,000.00
700,000.00
33,350.00
160,000.00
15
2,000,000.00
7,000,000.00
60,000.00
1,560,000.00
20,000.00
18,000.00
700,000.00
133,400.00
540,000.00
547,500.00
3,518,900.00
16
4,000,000.00
28,000,000.00
80,000.00
365,000.00
70,000.00
24,000.00
2,800,000.00
266,800.00
240,000.00
2,400,000.00
6,165,800.00
17
1,250,000.00
7,000,000.00
90,000.00
1,800,000.00
10,000.00
27,000.00 18,000.00
700,000.00
83,375.00
50,000.00
600,000.00
3,270,375.00 3,443,900.00
20
-
2,000,000.00
21,000,000.00
60,000.00
40,000.00
25
2,000,000.00
14,000,000.00
60,000.00
-
20,000.00
26
200,000.00
7,000,000.00
60,000.00
-
20,000.00
2,100,000.00
133,400.00
240,000.00
912,500.00
18,000.00
1,400,000.00
133,400.00
200,000.00
924,000.00
18,000.00
700,000.00
13,340.00
150,000.00
547,500.00
2,695,400.00 1,448,840.00
Biaya investasi
Biaya variabel
Biaya tetap
Total Biaya
No. kandang
sapi
peralatan
pakan
obat
Pystn peralatan
Pystn sapi
Pystn kandang
Sewa Lahan
Biaya Tenaga Kerja
27
1,000,000.00
7,000,000.00
45,000.00
-
10,000.00
13,500.00
700,000.00
66,700.00
120,000.00
182,500.00
1,092,700.00
28
2,000,000.00
21,000,000.00
75,000.00
-
50,000.00
22,500.00
2,100,000.00
133,400.00
200,000.00
730,000.00
3,235,900.00
29
1,000,000.00
14,000,000.00
60,000.00
-
30,000.00
18,000.00
1,400,000.00
66,700.00
900,000.00
840,000.00
3,254,700.00
73,000,000.00
100,000.00
-
160,000.00
30,000.00
7,300,000.00
-
360,000.00
456,250.00
8,306,250.00
-
20,000.00
15,000.00
700,000.00
200,100.00
500,000.00
365,000.00
1,800,100.00
31
-
32
3,000,000.00
7,000,000.00
50,000.00
33
500,000.00
7,000,000.00
60,000.00
730,000.00
20,000.00
18,000.00
700,000.00
33,350.00
180,000.00
730,000.00
2,411,350.00
35
1,500,000.00
7,000,000.00
45,000.00
1,047,500.00
10,000.00
13,500.00
700,000.00
100,050.00
180,000.00
1,825,000.00
3,876,050.00
36
750,000.00
21,000,000.00
60,000.00
3,650,000.00
40,000.00
18,000.00
2,100,000.00
50,025.00
180,000.00
1,440,000.00
7,478,025.00
37
1,000,000.00
14,000,000.00
60,000.00
6,083,333.00
30,000.00
18,000.00
1,400,000.00
66,700.00
240,000.00
2,400,000.00
10,238,033.00
38
1,000,000.00
7,000,000.00
50,000.00
6,083,333.33
10,000.00
15,000.00
700,000.00
66,700.00
240,000.00
547,500.00
7,662,533.33
7,000,000.00
45,000.00
1,040,000.00
10,000.00
13,500.00
700,000.00
-
1,200,000.00
912,500.00
3,876,000.00
20,000.00
13,500.00
700,000.00
200,100.00
150,000.00
1,080,000.00
2,163,600.00
39
-
40
3,000,000.00
7,000,000.00
45,000.00
-
jumlah
34,700,000.00
471,000,000.00
1,740,000.00
31,284,166.33
1,000,000.00
522,000.00
47,100,000.00
2,314,490.00
10,882,000.00
24,215,750.00
117,318,406.33
16,821,428.57
62,142.86
1,117,291.65
35,714.29
18,642.86
1,682,142.86
82,660.36
388,642.86
864,848.21
4,189,943.08
rata-rata/tahun /peternak
1,239,285.71
Lampiran 13. Analisis Pendapatan Peternak yang Berprofesi Sebagai Bukan Pemulung No.
Total Biaya
Sapi yg dijual
Penjualan
Keuntungan
Penghasilan RT
Pendapatan
KP
3
4,894,700.00
1.00
7,000,000.00
2,105,300.00
5,400,000.00
7,505,300.00
28.05
5
7,585,500.00
3.00
21,000,000.00
13,414,500.00
2,555,000.00
15,969,500.00
84.00
7
3,330,500.00
1.00
8,000,000.00
4,669,500.00
9,125,000.00
13,794,500.00
33.85
8
2,577,200.00
1.00
6,000,000.00
3,422,800.00
9,125,000.00
12,547,800.00
27.28
9
7,915,400.00
3.00
18,000,000.00
10,084,600.00
10,950,000.00
21,034,600.00
47.94
10
2,019,200.00
1.00
6,000,000.00
3,980,800.00
1,825,000.00
5,805,800.00
68.57
11
2,945,100.00
1.00
8,000,000.00
5,054,900.00
6,000,000.00
11,054,900.00
45.73
12
2,483,500.00
1.00
7,000,000.00
4,516,500.00
3,650,000.00
8,166,500.00
55.31
13
3,595,000.00
1.00
8,000,000.00
4,405,000.00
10,000,000.00
14,405,000.00
30.58
14
4,033,850.00
1.00
8,000,000.00
3,966,150.00
9,125,000.00
13,091,150.00
30.30
15
3,518,900.00
2.00
15,000,000.00
11,481,100.00
5,475,000.00
16,956,100.00
67.71
16
6,165,800.00
2.00
14,000,000.00
7,834,200.00
24,000,000.00
31,834,200.00
24.61
17
3,270,375.00
1.00
6,000,000.00
2,729,625.00
6,000,000.00
8,729,625.00
31.27
20
3,443,900.00
1.00
8,000,000.00
4,556,100.00
9,125,000.00
13,681,100.00
33.30
25
2,695,400.00
1.00
6,000,000.00
3,304,600.00
9,240,000.00
12,544,600.00
26.34
26
1,448,840.00
2.00
16,000,000.00
14,551,160.00
5,475,000.00
20,026,160.00
72.66
27
1,092,700.00
1.00
9,000,000.00
7,907,300.00
1,825,000.00
9,732,300.00
81.25
28
3,235,900.00
2.00
14,000,000.00
10,764,100.00
7,300,000.00
18,064,100.00
59.59
29
3,254,700.00
1.00
6,000,000.00
2,745,300.00
8,400,000.00
11,145,300.00
24.63
31
8,306,250.00
2.00
13,000,000.00
4,693,750.00
4,562,500.00
9,256,250.00
50.71
32
1,800,100.00
1.00
6,500,000.00
4,699,900.00
3,650,000.00
8,349,900.00
56.29
33
2,411,350.00
-
(2,411,350.00)
7,300,000.00
4,888,650.00
(49.33)
35
3,876,050.00
1.00
7,500,000.00
3,623,950.00
18,250,000.00
21,873,950.00
16.57
36
7,478,025.00
1.00
6,000,000.00
(1,478,025.00)
14,400,000.00
12,921,975.00
(11.44)
37
10,238,033.00
1.00
8,500,000.00
(1,738,033.00)
24,000,000.00
22,261,967.00
(7.81)
38
7,662,533.33
-
-
(7,662,533.33)
5,475,000.00
39
3,876,000.00
-
-
(3,876,000.00)
9,125,000.00
5,249,000.00
(73.84)
40
2,163,600.00
1.00
6,500,000.00
4,336,400.00
10,800,000.00
15,136,400.00
28.65
jumlah ratarata/tahun
117,318,406.33
34.00
239,000,000.00
121,681,593.67
242,157,500.00
363,839,093.67
1,233.04
/peternak
4,189,943.08
1.21
8,535,714.29
4,345,771.20
8,648,482.14
12,994,253.35
44.04
-
(2,187,533.33)
350.28
73