79
Pertumbuhan beberapa strain ikan mas ... (Adang Saputra)
PERTUMBUHAN BEBERAPA STRAIN IKAN MAS YANG DIPELIHARA PADA TAMBAK BERSALINITAS RENDAH Adang Saputra, Ongko Praseno, Achmad Sudradjat, dan Anjang Bangun Prasetio Pusat Riset Perikanan Budidaya Jl. Ragunan 20 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Ikan mas (Cyprinus carpio Linn) merupakan salah satu dari 10 jenis ikan budidaya air tawar penting yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Sampai saat ini produksi ikan mas utama dihasilkan dari kegiatan budidaya yang dilakukan di lahan perkolaman, sawah, serta keramba jaring apung di danau maupun waduk. Apabila kegiatan ini diteruskan tanpa ada alternatif lokasi solusi pengganti, akan mempengaruhi tingkat produktivitas hasil dari perikanan budidaya. Alternatif lain untuk budidaya ikan mas di antaranya lahan tambak bersalinitas rendah, karena akhir-akhir ini banyak lahan tambak yang sudah tidak beroperasi (marginal). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pertumbuhan ikan mas strain kuningan, wildan, dan majalaya di tambak bersalinitas rendah serta mengetahui strain ikan mas yang dapat tumbuh lebih baik pada salinitas rendah. Penelitian telah dilaksanakan pada tahun 2009, dengan lokasi penelitian di lahan tambak Desa Keronjo Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Pada saat penelitian dilaksanakan, salinitas air berkisar antara 1‰–5‰ dengan padat tebar sebanyak 3 ekor/m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan panjang dari berturutturut yaitu ikan mas strain wildan sebesar 0,49 cm/hari, strain kuningan sebesar 0,44 cm/hari, dan 0,41 cm/ hari. Pertambahan bobot rata-rata dari yang tertinggi yaitu ikan mas strain wildan 1,41 g/hari, strain kuningan 1,15 g/hari, dan ikan mas majalaya 0,86 g/hari. Dilihat dari aspek pertambahan panjang dan bobot, pertumbuhan beberapa strain ikan mas yang dipelihara di tambak salinitas berturut-turut dari yang terbaik yaitu strain wildan, kemudian strain kuningan, dan strain majalaya. Dari hasil analisis mutu air beberapa parameter kimia sudah melampaui standar kadar optimum untuk budidaya ikan.
KATA KUNCI:
ikan mas, pertumbuhan, salinitas rendah, tambak
PENDAHULUAN Ikan mas (Cyprinus carpio Linn) merupakan salah satu dari 10 jenis ikan budidaya air tawar penting yang dapat dibudidayakan di Indonesia (Nugroho & Wahyudi, 1991). Kegiatan riset yang berhubungan dengan strain ikan mas unggul telah banyak dilakukan oleh Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor sekitar akhir tahun delapan puluhan. Dari beberapa strain ikan mas, ternyata ikan mas strain sinyonya, sutisna kuningan, wildan Cianjur, dan majalaya cukup bagus pertumbuhannya apabila dibandingkan dengan ikan mas lainnya. Sampai saat ini, produksi terbesar ikan mas dihasilkan dari budidaya yang dilakukan di lahan perkolaman, sawah, keramba jaring apung (KJA) di danau maupun waduk. Hasil riset dalam rangka peningkatan produksi telah banyak dilakukan di antaranya: berbagai sistem teknik budidaya dengan rekayasa wadah, nutrisi (pakan), lingkungan dan hama penyakit, serta teknik mendapatkan benih unggul (Cholik et al., 2005; Arifin & Kurniasih, 2007; Ariyanto et al., 2003; Dharma & Suhenda, 1986; Nugroho & Wahyudi, 1991; Jangkaru et al., 1987). Sehubungan dengan peningkatan produksi ini, ada perubahan sistem budidaya dari tradisional menjadi sistem intensif. Dampak dari pergeseran teknologi budidaya dari sistem tradisional ke sistem intensif, apabila tidak memenuhi kaidah cara berbudidaya ikan yang baik (CBIB) di antaranya dapat menurunkan kualitas lahan budidaya. Kondisi ini dapat terjadi di perairan umum maupun di lahan darat. Menurut Saputra (2009) sesuai dengan sifatnya, sumberdaya alam akan mengalami penurunan daya guna apabila pengaruh lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia dan industri terlalu berat. Penurunan daya guna ini berupa penurunan kualitas perairan yang bersifat fisik, kimia, maupun biologi yang dampaknya terhadap penurunan produksi perikanan dari kegiatan budidaya tersebut. Selain dampak terhadap penurunan kualitas perairan dan daya dukung lingkungannya, dampak lain yang tidak kalah pentingnya adalah penurunan tingkat imunitas ikan. Dengan menurunnya
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
80
tingkat imunitas, ikan mudah terserang penyakit dan akhirnya mengakibatkan kematian. Kondisi ini menjadi kendala dalam meningkatkan produksi dari sektor perikanan budidaya. Upaya untuk menanggulangi maraknya penyakit dan tingginya mortalitas ikan yang dibudidayakan, di antaranya dengan mengubah media hidup ikan mas yang biasa dibudidayakan di air tawar kemudian dibudidayakan di air bersalinitas rendah. Diharapkan dengan perubahan media air yang digunakan dapat menurunkan tingkat infeksi penyakit pada ikan mas yang dipelihara. Dilain pihak potensi lahan tambak bekas budidaya udang cukup tinggi dan akhir-akhir ini tingkat pemanfaatannya mengalami penurunan, sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai lahan alternatif untuk budidaya ikan mas. Menurut Rukyani (2000), area tambak yang masih dioperasikan untuk budidaya udang umumnya tidak lebih dari 30% dari total area produksi yang ada. Sehingga ini menjadi peluang yang cukup besar untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya khususnya ikan mas dengan mengoptimalkan lahan tambak tidak produktif (idle). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perkembangan budidaya ikan mas strain kuningan, wildan, dan majalaya di lahan tambak bersalinitas rendah serta mengetahui strain ikan mas yang dapat tumbuh lebih baik di tambak bersalinitas rendah sehingga produksinya dapat ditingkatkan. METODOLOGI Penelitian telah dilaksanakan pada tahun 2009, dengan lokasi penelitian di lahan tambak Desa Keronjo Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Benih ikan mas strain kuningan yang digunakan diperoleh dari pembenih di daerah kuningan, ikan mas strain wildan diperoleh dari pembenih ikan di Cianjur, dan ikan mas strain majalaya diperoleh dari pembenih di Subang. Ukuran benih ikan mas strain kuningan pada awal pemeliharaan rata-rata bobotnya 8,02 g dengan panjang standar (FL) rata-rata 6,20 cm. Benih ikan mas strain wildan pada awal pemeliharaan bobotnya rata-rata 8,87 g dan panjangnya sekitar 6,47 cm. Ikan mas strain majalaya yang digunakan dalam penelitian ini dengan bobot awal 16,22 g dan panjang rata-rata (FL) 7,57 cm. Ukuran tambak yang digunakan untuk ikan mas strain kuningan seluas 500 m2 dengan jumlah benih yang ditebar sebanyak 1.500 ekor (kepadatan 3 ekor/m2). Pemeliharaan ikan mas strain Wildan dilakukan di tambak seluas 660 m2, jumlah benih yang ditebar sebanyak 1.980 ekor (kepadatan 3 ekor/m2). Ikan mas majalaya dipelihara di tambak seluas 600 m2 dengan total benih yang ditebar sebanyak 1.800 ekor (kepadatan 3 ekor/m 2). Secara umum salinitas air pada kolam tambak pemeliharaan berkisar antara 1‰–5‰. Selama pemeliharaan, diberikan pakan komersial (pelet) sebanyak 3% dari biomassa. Pemberian pakan dilakukan tiga kali dalam sehari yaitu: pagi, siang, dan sore hari. Pada awal penebaran, diupayakan salinitas air di tambak sekitar 1‰, kemudian berangsur-angsur dinaikan menjadi 4‰– 5‰. Pengamatan dilakukan setiap bulan untuk mengetahui pertumbuhan ikan percobaan. Data lain yang dikumpulkan adalah data kualitas air baik hasil pengukuran secara insitu maupun eksitu. Pengukuran kualitas air insitu menggunakan YSI 556 untuk parameter: suhu, salinitas, DO, pH, dan konduktivitas. Untuk parameter alkalinitas, kesadahan, H2S, bahan organik, BOD, COD, nitrit, nitrat, amoniak, total-P, total-N, Cu, Pb, Cd, dan Hg dilakukan analisisnya di laboratorium. Pengukuran panjang standar ikan menggunakan penggaris dan pengukuran bobot menggunakan timbangan. Analisis data kualitas air dilakukan secara deskriptif kemudian dibandingkan dengan standar baku mutu untuk budidaya ikan (kelas III) dari Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001. Analisis data pertambahan bobot dan panjang disajikan dalam bentuk tabulasi. Untuk melihat hubungan antara pertambahan panjang dengan bobot dilakukan analisis dengan menggunakan regresi korelasi dengan mengunakan software minitab 14. HASIL DAN BAHASAN Pertumbuhan Pemeliharaan ikan mas pada tambak bersalinitas rendah ini dilakukan pada tahun 2009. Padat tebar untuk setiap strain ikan mas yaitu 3 ekor/m2. Pakan yang diberikan adalah pakan komersial
81
Pertumbuhan beberapa strain ikan mas ... (Adang Saputra)
(pelet) sebanyak 3% dari total biomassa. Pemberian pakan dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari. Metode pemberian pakan dilakukan secara sebar tangan karena metode ini dianggap paling efektif. Menurut Dharma & Suhenda (1986), ikan mas yang dipelihara umur 3 bulan bobot rata-rata ikan mas yang diberi pakan secara sebar tangan adalah 288,38 g/ekor sedangkan ikan mas yang diberi pakan dengan menggunakan alat, pertumbuhannya hanya sebesar 257,33 g dengan produksi bersih rata-rata per kolam yaitu 237,52 kg dan 206,00 kg. Pertambahan bobot harian rata-rata ikan mas pada tambak pemeliharaan dengan padat tebar 3 ekor/m2 dan dipelihara selama 3 bulan, yaitu: strain wildan 1,41 g/hari, kuningan sebesar 1,15 g/ hari, dan ikan mas strain majalaya sebesar 0,86 g/hari (Gambar 1). Hasil ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ikan mas yang dipelihara di danau/waduk, kolam, maupun sawah. Menurut Cholik et al. (2005), pertumbuhan ikan mas majalaya berkisar antara 3,3–9,9 g/hari, sedangkan sinyonya antara 6–9,9 g/hari. Pada awal pemeliharaan rata-rata benih ikan mas strain majalaya yang di tebar bobotnya 16,22 g, kemudian ikan mas strain wildan 8,87 g, dan ikan mas strain kuningan 8,02 g. Hasil pengamatan pada bulan pertama, kedua, dan ketiga pertumbuhan tertinggi yaitu ikan mas strain wildan, kemudian disusul ikan mas strain kuningan, dan terakhir ikan mas majalaya. Pada pengamatan bulan ketiga, pertambahan bobot ikan mas strain wildan mengalami pertumbuhan yang pesat (1,56 g/hari) dibandingkan ikan mas strain kuningan dan majalaya. Hal ini berbanding terbalik dengan pertumbuhan ikan mas strain majalaya di mana pada bulan ketiga pertambahan bobotnya paling rendah (0,22 g/hari) dibanding ikan mas strain kuningan dan wildan.
140
Bobot (g)
120
Bulan 0
Bulan I
Bulan II
Bulan III
100 80 60 40 20 0 Tambak A (Kuningan)
Tambak B (Wildan)
Tambak C (Majalaya)
Stasiun
Gambar 1. Pertambahan bobot 3 strain ikan masa yang dipelihara selama 3 bulan Pada Gambar 1 terlihat pertambahan bobot ikan mas strain wildan adalah paling tinggi dibandingkan dengan ikan mas strain kuningan maupun majalaya. Pertambahan bobot ikan majalaya paling rendah, walaupun bobot benih rata-rata saat penebaran awal lebih tinggi dibanding ikan mas strain kuningan maupun wildan. Pada Gambar 1 terlihat bahwa pertambahan bobot paling tinggi dari 3 strain ikan mas yang dipelihara pada tambak bersalinitas rendah adalah ikan mas strain wildan, kemudian ikan mas strain kuningan, dan ikan mas strain majalaya. Pertambahan panjang standar rata-rata ikan mas yang dipelihara di tambak selama 3 bulan yaitu: ikan mas strain kuningan 0,44 cm/hari, wildan 0,49 cm/hari, dan majalaya 0,41 cm/hari (Gambar 2). Dari ketiga ikan uji, pertambahan panjang tertinggi yaitu ikan mas strain wildan, kemudian kuningan, dan terakhir majalaya. Pertambahan panjang ini berbanding lurus dengan pertambahan bobot berturut-turut ikan mas strain wildan, kuningan, dan majalaya. Dilihat dari pertambahan panjang dan bobot ikan mas strain wildan yang paling baik untuk di pelihara di tambak bersalinitas rendah.
82
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
Bulan 0 Bulan II
16
Panjang (cm)
14
Bulan I Bulan III
12 10 8 6 4 2 0 Tambak A (Kuningan)
Tambak B (Wildan)
Tambak C (Majalaya)
Stasiun
Gambar 2. Pertambahan panjang 3 strain ikan mas yang dipelihara selama 3 bulan Grafik pertambahan panjang standar pada bulan pertama dari ketiga strain ikan mas yang dipelihara mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Rata-rata pertambahan panjang pada bulan pertama untuk ikan mas strain kuningan sebsar 0,19 cm/hari, ikan mas strain wildan sebesar 0,21 cm/hari, dan ikan mas strain majalaya sebsar 0,14 cm/hari (Gambar 2). Tetapi pada bulan kedua dan ketiga mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada Gambar 2 terlihat bahwa pertambahan panjang yang tertinggi pada bulan kedua dan ketiga yaitu ikan mas strain wildan, kemudian ikan mas strain kuningan, dan ikan mas strain majalaya. Dari data ini menunjukkan bahwa ikan mas yang dipelihara di tambak salinitas rendah paling baik pertumbuhannya adalah ikan mas wildan, kemudian kuningan, dan majalaya. Hasil analisis regresi terhadap pertambahan panjang dan bobot menunjukkan nilai positif, dengan persamaan regresi dan garis regresinya disajikan pada Lampiran 1. Nilai regresi positif nenunjukkan bahwa pertambahan panjang akan diikuti dengan peningkatan bobotnya. Hal ini menggambarkan bahwa pertumbuhan ikan mas yang dipelihara di tambak salinitas rendah menunjukkan pertumbuhannya berjalan secara normal. Perbedaan tingkat pertumbuhan yang masih di bawah pertumbuhan ikan mas yang dipelihara di kolam maupun waduk/danau diduga ada pengaruh dari kondisi air yang digunakan. Hasil analisis regresi korelasi panjang dan bobot ikan mas strain kuningan sebesar 0,861 dengan nilai koefisien korelasinya (r) = 0,86. Persamaan regresi antara panjang dan bobot ikan mas strain kuningan adalah panjang = 7,276 + 0,06582 bobot. Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan panjang akan diikuti dengan pertambahan bobot. Akurasi dari regresi korelasi antara panjang dan bobot ikan mas strain kuningan sebesar 86%, artinya pertumbuhan ikan mas kuningan lebih baik dibandingkan dengan ikan mas strain majalaya. Hasil analisis terhadap korelasi panjang dan bobot ikan mas strain wildan sebesar 0,916 dan koefisien korelasinya (r) = 0,92. Persamaan regresinya adalah panjang = 7,169 + 0,06786 bobot. Hasil ini menunjukkan bahwa regresi korelasi panjang dan bobot ikan mas strain wildan paling baik dibandingkan ikan mas strain kuningan dan majalaya dengan akurasi regresinya mencapai 92%. Hasil analisis terhadap korelasi antara panjang dan bobot ikan mas strain majalaya bernilai positif yaitu sebesar 0,799 dengan nilai koefisien korelasinya (r) = 0,80. Ada hubungan yang erat antara panjang dan bobot ikan, artinya panjang dan bobot proporsional dan pertumbuhan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Dilihat dari proporsi panjang dan bobot menggambarkan pengaruh kekurangan pakan tidak terlihat. Persamaan regresinya adalah panjang = 7,993 + 0,05972 bobot. Dilihat dari pertambahan bobot, panjang, dan regresi korelasi antara panjang dan bobot ikan mas strain majalaya hasilnya paling rendah apabila dibandingkan ikan mas strain kuningan dan majalaya
83
Pertumbuhan beberapa strain ikan mas ... (Adang Saputra)
dengan akurasi korelasinya sebesar 80%. Hasil ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan mas majalaya di tambak bersalinitas rendah paling rendah dibandingkan ikan mas kuningan dan wildan. Kualitas Air Sumber air utama untuk budidaya ikan mas (strain kuningan, wildan, dan majalaya) yaitu dari muara Sungai Keronjo. Salinitas air sungai ini payau cenderung asin terutama pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan cenderung salinitasnya rendah. Kondisi ini cocok dengan tujuan penelitian, yaitu membudidayakan beberapa strain ikan mas pada tambak bersalinitas rendah. Untuk mempertahankan salinitas air tetap stabil, penambahan air dilakukan apabila terjadi penurunan volume dan penambahan air tawar dilakukan apabila salinitas air di tambak terlalu tinggi. Pada saat pengukuran awal salinitas air di muara Sungai Keronjo mencapai 6,34‰. Hasil pengukuran salinitas pada tambak pemeliharaan berkisar antara 1,74‰–2,90‰. Hasil pengukuran secara insitu terhadap suhu air pada tambak berkisar antara 27,75°C–31,12°C. Suhu ini ternyata lebih panas dibandingkan dengan suhu optimal untuk budiaya ikan mas yaitu berkisar antara 26°C–28°C (Cholik et al., 2005). Keasaman (pH) air pada kolam pemeliharaan berkisar antara 6,32–7,85. Kondisi keasaman perairan pada tambak percobaan tidak mempengaruhi pertumbuhan ikan mas yang dipelihara, karena masih dalam kondisi optimum untuk pertumbuhan yaitu berkisar antara 6–8 (Cholik et al., 2005; Sunarti, 1992). Boyd & Licthkoppler (1982) menyatakan bahwa kisaran pH untuk budidaya ikan adalah sebagai berikut: pH 4 dan 11 adalah titik mati asam dan basa, pH antara 4 dan 6, dan antara 9 dan 10, ikan dapat hidup tapi pertumbuhannya lambat, sedangkan pH 6,5 dan 9 merupakan kisaran optimum bagi kehidupan ikan. Supaya ikan dapat tumbuh maksimal, pH harus tetap ideal dengan fluktuasi yang kecil (Stickney, 1993). Kandungan oksigen terlarut (DO) dalam air pada tambak berkisar antara 6,30–9,03 mg/L. Kondisi ini sangat baik untuk pertumbuhan ikan mas yang dipelihara, karena nilai DO sekitar 4–5 mg/L saja sudah sangat baik untuk pemeliharaan ikan mas (Cholik et al., 2005). Salinitas pada kolam pemeliharaan berfluktuatif, berkisar antara 1,74‰–2,90‰. Kondisi ini jauh di bawah kondisi yang diharapkan sesuai dengan metodologi. Tetapi kondisi salinitas ini sudah maksimum karena curah hujan yang cukup tinggi. Rata-rata salinitas pada kolam pemeliharaan sebesar 1,71‰, sehingga kondisi ini masih dikategorikan air bersalinitas rendah. Hasil analisis di laboratorium terhadap contoh air dari tambak untuk pemeliharaan ikan mas hasilnya disajikan pada Tabel 1. Pada Tabel 1 terlihat bahwa ada beberapa parameter kualitas air yang sudah melebihi baku mutu untuk budidaya ikan (kelas III) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001. Parameter yang sudah melebihi baku mutu yaitu: H2S, COD, amonia, dan Cu, sedangkan parameter lainnya masih dalam kondisi yang optimum untuk budidaya ikan. Konsentrasi hidrogen sulfida (H2S) pada tambak pemeliharaan berkisar antara 0,54–1,25 mg/L, kondisi ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan standar baku mutu untuk perikanan yaitu tidak melebihi 0,002 mg/L. Tingginya konsentrasi H2S pada kolam pemeliharaan ikan disebabkan selain diduga dari pakan yang tidak termakan juga dari sumber air, di mana pada sungai tersebut terdapat banyak sampah yang berasal dari limbah yang masuk ke Sungai Keronjo. Karena limbah sampah banyak masuk ke sungai sehingga proses dekomposisi oleh bakteri terus terjadi, ini salah satu sumber yang menyebabkan tingginya H2S. COD (Chemical Oxygen Demand) menggambarkan kebutuhan oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik secara kimiawi dengan oksidator kalium dikromat. Dari hasil analisis laboratorium terhadap COD, konsentrasinya berkisar antara 73,94–103,17 mg/L dan konsentrasi ini jauh di atas standar baku mutu untuk perikanan (PP No.82 tahun 2001). Namun demikian DO di perairan masih cukup baik berkisar antara 6,30–9,03 mg/L, sehingga ikan mas yang dibudidayakan tidak banyak terpengaruh dan pertumbuhannya cukup normal. Amoniak (N-NH3) pada tambak berkisar antara 0,07–0,11 mg/L. Konsentrasi amoniak yang ada jauh di atas konsentrasi optimum untuk budidaya perikanan. Standar baku mutu untuk perikanan yaitu 0,02 mg/L (PP No.82 tahun 2001). Tingginya konsentrasi amoniak pada kolam percobaan
84
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Tabel 1. Hasil analisis kualitas air dari tambak percobaan Parameter Alkalinitas (mg/L) Kesadahan (mg/L) H2S (mg/L) Bahan Organik (mg/L) BOD (mg/L) COD (mg/L) N-NO2 (nitrit) (mg/L) N-NO3 (nitrat) (mg/L) N-NH3 (amonia) (mg/L) P-PO4 (mg/L) N-Total (mg/L) P Total (mg/L) Cu (mg/L) Pb (mg/L) Cd (mg/L) Hg (mg/L)
Stasiun pengambilan sampel A
B
C
Outlet
Inlet
65,99 600 1,25 23.92 td 103,17 0,007 0,047 0,094 0,079 0,18 0,1 0,026 0,008 0,006 td
65,99 430 0,895 22.98 0,364 82,84 0,0084 0,036 0,087 0,077 0,16 0,1 0,022 0,01 0,004 td
70,12 590 0,537 23.92 0,364 73,94 0,0042 0,063 0,111 0,077 0,2 0,1 0,018 0,009 0,003 td
65,99 300 0,358 16.15 0,728 59,77 0,0084 0,033 0,077 0,094 0,14 0,11 0,024 0,013 0,007 td
152,6 200 0,537 16,77 1,456 68,96 0,011 0,024 0,067 0,077 0,13 0,1 0,015 0,018 0,005 td
Baku mutu
*)
(-) (-) 0,002 6 50 0,06 20 0,02 (-) 1 0,02 0,03 0,01 0,002
A: Kolam mas strain kuningan; B: Kolam mas strain wildan; C: Kolam mas strain majalaya
disebabkan oleh proses pembusukan bahan organik oleh bakteri serta hasil penguraian protein dan kotoran hewan. Menurut Effendi (2003), amoniak di perairan dipengaruhi oleh: (1) reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara dari atmosfir, (2) limbah industri (proses porduksi urea, produksi bahan kimia, dan industri pulp & paper), dan (3) limbah domestik dan amonia termasuk dalam nitrogen anorganik. Logam berat cuprum (Cu) adalah logam berat esensial, dibutuhkan oleh binatang akuatik tapi dalam jumlah yang tidak banyak. Tetapi apabila jumlah di perairan sudah banyak, dapat mengganggu proses metabolisme pada ikan yang dibudidayakan. Dari hasil pengukuran Cu di air berkisar antara 0,015–0,026 mg/L, nilai ini sudah mendekati batas ambang kadar optimum untuk budidaya ikan. Sedangkan untuk logam berat Cu, Pb, dan Cd hasilnya masih di bawah standar baku mutu untuk budidaya ikan (Tabel 1). KESIMPULAN 1. Pertambahan panjang dan bobot ikan mas strain wildan sebesar 0,49 cm/hari dan 1,41 g/hari dengan regresi korelasinya 0,916 serta persamaan regresinya panjang = 7,169 + 0,06786 bobot 2. Pertambahan panjang dan bobot ikan mas strain kuningan sebesar 0,44 cm/hari dan 1,15 g/hari dengan regresi korelasi sebesar 0,861 serta persamaan regresinya panjang = 7,276 + 0,06582 bobot 3. Pertambahan panjang dan bobot ikan mas majalaya 0,41 cm/hari dan 0,86 g/hari dengan regresi korelasi 0,799 dan persamaan regresinya panjang = 7,993 + 0,05972 bobot 4. Pertumbuhan strain ikan mas terbaik berturut-turut adalah ikan mas strain wildan, strain kuningan, dan strain majalaya 5. Parameter kualitas air H2S, COD, Amoniak, dan Cu kondisinya sudah melebihi standar kadar optimum untuk budidaya ikan. 6. Salinitas pada saat pemeliharaan di tambak berkisar antara 1,74‰–2,90‰. 7. Dilihat dari aspek pertambahan panjang dan bobot, pertumbuhan ikan mas paling baik yang dipelihara di tambak salinitas rendah adalah strain wildan, kemudian strain kuningan, dan terakhir strain majalaya
85
Pertumbuhan beberapa strain ikan mas ... (Adang Saputra)
DAFTAR ACUAN Arifin, O.Z. & Kurniasih, T. 2007. Keragaan Pertumbuhan Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio) strain Majalaya, lokal Bogor, dan Rajadanu di Kolam Cijeruk, Bogor-Jawa Barat. J. Ris. Akuakultur, 2(2): 177–185. Ariyanto, D., Nugroho, E., & Subagyo, 2003. Karakterisasi Biokimia Enzimatis Empat Populasi Ikan Mas Menggunakan Metode Elektroforesis. Badan Reset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. . Edisi Akuakultur. J. Pen. Perik. Indonesia, hlm. 1–5. Boyd, C.E. & Lichtkoppler. 1982. Water quality management in pond fish culture. Auburn University. Auburn Alabama. 30 pp. Cholik, F., Jagatraya, A.G., Poernomo, R.P., & Jauzi, A. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara kerjasama dengan Taman Akuarium Air Tawar. Jakarta 415 hlm. Dharma, L. & Suhenda, N. 1986. Pengaruh Pemberian Pakan Secara Sebar dengan Tangan dan Alat “Self-Feeder” Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ikan Mas di kolam Air Deras. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor. Buletin Penelitian Perikanan Darat. 5(1): 79–84. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air.Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan. Kanisius. Jakarta. 258 hlm. Jangkaru, Z., Yuliati P., & Sulhi, M. 1987. Pertumbuhan Bobot Ikan Mas Hibrid antara Strain Majalaya Jantan dan Sinyonya Betina. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor. Buletin Penelitian Perikanan Darat, 6(2): 1–5. Nugroho, E. & Wahyudi, N.A. 1991. Seleksi BerbagaiRas Ikan Mas Koleksi dari Berbagai Daerah di Indonesia dengan Menggunakan “Skor-Z”. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor. Buletin Penelitian Perikanan Darat, 10(2): 49–54. Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta Rukyani, A. 2000. Prospek Teknologi Penanggulangan Penyakit Udang. Puslitbang Perikanan. Saputra, A. 2009. Bioakumulasi Logam Bobot Pada Ikan Patin yang Dibudidayakan di Perairan Waduk Cirata dan Laboratorium. Tesis, Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 90 hlm. Stickney. 2000. Culture of Nonsalmonid Freshwater Fishes. 2 nd (eds). CRC. Press. Boca Raton, Ann Arbor, London, Tokyo. Sunarti. 1992. Pengukuran parameter kualitas air pads longyam dengan tingkat kepadatan 10.000 ikan nila dan 3.000 ikan mas. Laporan Praktek lapangan di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. 97 hlm.
86
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Lampiran 1. Garis regresi panjang dan bobot ikan mas strain kuningan (atas), wildan (tengah), dan majalaya (bawah)
Fitted Line Plot Panjang = 7.276 + 0.06582 Berat 15 14
S R-Sq R-Sq(adj)
2.03204 74.2% 61.2%
S R-Sq R-Sq(adj)
1.80197 83.9% 75.8%
S R-Sq R-Sq(adj)
1.64883 63.8% 45.7%
13
Panjang
12 11 10 9 8 7 6 0
20
40
60 Berat
80
100
Fitted Line Plot Panjang = 7.169 + 0.06786 Berat 16
Panjang
14
12
10
8
6 0
20
40
60
80
100
120
140
Berat
Fitted Line Plot Panjang = 7.993 + 0.05972 Berat 13 12
Panjang
11 10 9 8 7 10
20
30
40
50 Berat
60
70
80