PERSPEKTIF BAPEPAM-LK TERHADAP RUU OJK DALAM BIDANG PENGAWASAN PASAR MODAL SYARIAH
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh: DIAN PUTRI WARYATI NIM: 107046101866
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
PERSPEKTIFBAPEPAM.LK TERHADAPRUU OJK DALAM BIDANG PENGAWASANPASARMODAL SYARIAH Skripsi persyaratan DiajukanUntukMemenuhi Memperoleh celar Sarjana EkonomiSyariah(S.E.Sy) Oleh:
DIAN PUTRI WARYATI NIMI 107046101866 DibawahBimbingan Pembimbing
Prof. Dr. E. Muha
Amin Suma,S.H,M.A, M.M
KONSENTRASIPERBANKANSYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UMVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAII
JAKARTA 1432Ht20l1M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul '?ERSPEKTIF BAPEPAM-LK TERIIADAP RUU OJK DALAM BIDATYGPENGAWASAN PASAR MODAL SYARIAII" telah diujikan dalam SidangMunaqasahFakultasSyariahdan Hukum Univenitas Islam Negeri (UIN) SyarilHidayatullah Jakatapada3 November201l. Skipsi illi telahditeflma sebagaisalahsatusyaratuntuk memperolehgelarSarjanaEkonomi Syariah(S.E.Sy) padaProgramStudiMuamalat(Ekonomi!slam). Jakarta,3 November2011 Mengesahkan, yariahdanHukum
50 5051982031012 PANITIA UJIAN l.
Ketua
Dr. EuisAmalia.M.Ae NrP.197107011 998032003
2. Sekretaris
Mu'min Roul MA NIP.1970041619970 31004
3. Pembimbing
madAmin NIP.195505051982031012
4. PengujiI
A. ChairulHadi.MA NIP.150 4
5. PergujiII
184
Drs. BurhanuddinYusuf. MM NIP.195406181981031005
,4t-''fkW"'
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,
September 2011
Dian Putri Waryati
KATA PENGANTAR
ﻴﻢﹺﺮﺣ ﻤﻦﹺ ﺍﻟﺮﺣ ﻢﹺ ﺍﷲِ ﺍﻟﺑﹺﺴ Puja dan puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT dengan segala kenikmatan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan berbagai kemudahan. Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang selalu memberi syafa’at kepada umatnya dari setiap lafadz shalawat yang terucap. Penulis sadar bahwa dalam mengerjakan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak, dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum sekaligus merupakan dosen pembimbing skripsi, Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, yang telah memberikan bimbingan, pelajaran, semangat dan nasehat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini. 2. Ketua Program Studi Muamalat Ibu Euis Amalia dan Sekretaris Jurusan Studi Muamalat Bapak Mu’min Rouf, atas segala waktu, bantuan, bimbingan dan semangat kepada penulis. 3. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahan.
i
4. Seluruh Staf Fakultas Syariah dan Hukum, Staf Perpustakaan Utama, dan Staf Perpustakaan Fakultas, atas segala pelayanan yang diberikan kepada penulis. 5. Kepada orang tua, Bapa Wardih dan Mama Nuryati, juga Dede Rama yang telah memberikan perhatian dan kasih sayang yang tak terhingga dalam mendidik dan mendampingi penulis dalam keadaan apapun. 6. Bapak Luthfy Zain Fuady dan Muhammad Thouriq yang telah meluangkan waktunya sebagai narasumber penulis. Mba Risaa dan Pak Yudi (Humas Bapepam-Lk) yang telah banyak membantu penulis. 7. Shafitranata, Soraya, Tari, Ratna, Annafi, Maya, Yuke, Azizah, yang telah memberikan dukungan moril dan kehadirannya saat bahagia maupun sedih, semoga selalu dapat bersama. Dan juga keluarga besar PS 2007 khususnya PS C’07, yang telah memberikan warna dalam hidup penulis, semoga kesuksesan berpihak pada kita, Aamiin. 8. Dan untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, maaf tidak bisa disebut semuanya, tapi penulis tidak akan melupakan jasa kalian, semoga Allah membalasnya, Aamiin Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya untuk mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum. Jakarta November 2011
Penulis ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………..………………………………………. ….
i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. iii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………
1
B. Identifikasi Masalah. …………………………………………
3
C. Batasan dan Rumusan Masalah..……………………………. . 4 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………….. 5 E. Review Studi Terdahulu………………………………………
6
F. Metode Penelitian……………………………………………..
8
G. Sistematika Penulisan………………………………………. 10 BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG RUU OJK A. Latar Belakang Pemikiran…………………………………. … 12 B. Sejarah Pembentukan RUU OJK…………………………… 18 C. Pemikiran Yang Berhubungan Dengan RUU OJK………… … 19 D. RUU OJK Terkait Pengawasan Pasar Modal Syariah………. 28
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG BAPEPAM-LK A. Sejarah Berdirinya Bapepam-Lk…………………………… … 32 B. Dasar Hukum Pembentukan Bapepam-Lk………………... … 34 C. Fungsi dan Tugas Bapepam-Lk…………………………..... … 35 D. Peraturan Bapepam-Lk dan DSN-MUI Terkait Pasar Modal Syariah………………………………………………… 46
iii
BAB IV
TANGGAPAN BAPEPAM-LK TENTANG RUU OJK DALAM BIDANG PENGAWASAN PASAR MODAL SYARIAH A. Pendapat Bapepam-Lk Terkait Pemikiran Pembentukan OJK…………………………………………………………… 48 B. Pendapat Bapepam-Lk Terhadap Kewenangan OJK Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Pasar Modal Syariah Dalam RUU OJK…………………………………………….. 52 C. Kelangsungan Bapepam-Lk Jika Pengawasan Pasar Modal Syariah Menjadi Kewenangan OJK………………….. 55 D. Nilai-nilai syariah dalam RUU OJK…………………………. 60
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………................. 67 B. Saran………………………………………………………….. 68
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 70 LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………………… 71
iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah lembaga keuangan di Indonesia di antaranya dalam bidang perbankan, pasar modal, maupun industri jasa keuangan non bank baik konvensional maupun syariah membuat masyarakat semakin cerdas dalam menggunakan jasa maupun produk lembaga keuangan dalam melancarkan transaksi keuangannya. Dalam setiap bidang lembaga keuangan tentu memerlukan badan pengawas untuk mendukung maupun mengatur operasional lembaga keuangan tersebut, agar tujuan dari dibentuknya lembaga tersebut dapat tercapai. Akan tetapi beberapa tahun belakangan Indonesia mengalami krisis keuangan, sebut saja masalah subrime mortage di AS yang mengakibatkan krisis keuangan di berbagai negara yang secara umum menginvestasikan modalnya di AS, namun tidak berdampak besar bagi Indonesia. Tidak hanya itu permasalahan yang terjadi di Bank Century yang merugikan nasabahnya dan berdampak pada tingkat kepercayaan nasabah pada dunia perbankan. Untuk kasus yang sedang marak menjadi perbincangan masyarakat pada awal 2011 adalah penjebolan dana nasabah Citibank yang dilakukan oleh pegawai bank tersebut. Hal tersebut menimbulkan kesan lemahnya pengawasan BI terhadap perbankan. Semakin gencarnya pertumbuhan lembaga keuangan berdasarkan prinsip syariah juga berdampak pada timbulnya pasar modal berdasarkan prinsip syariah,
1
2
tentu untuk pengawasannya sendiri dilakukan oleh Bapepam-Lk dan Dewan Syariah nasional (DSN). Makin bertambahnya instrumen-instrumen di pasar modal syariah maupun jumlah emiten saham syariah, membuat DSN dan Bapepam-Lk mengharuskan untuk membuat peraturan-peraturan yang dapat merangsang perkembangan pasar modal syariah dan tentunya agar berjalan sesuai dengan prinsip syariah. Hal tersebut diatas membuat pemerintah berpikir keras untuk mencari cara bagaimana mengurangi risiko yang ada pada lembaga keuangan agar dampaknya tidak meluas ke perekonomian Indonesian secara umum. Diantara langkah pemerintah untuk menangani krisis yang terjadi yaitu dengan membentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang merupakan amanat dari UU No. 3 tahun 2004 tentang BI yang pada akhir tahun 2010 OJK harus terbentuk. Pada pertengahan tahun
2010 pemerintah melalui Kementerian Keuangan
mengajukan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) OJK kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dipertimbangkan isinya kemudian disahkan menjadi undang-undang (UU) OJK. Menurut RUU OJK yang terdapat pada website resmi Bapepam-Lk, tugas dari OJK adalah melakukan pengaturan serta pengawasan lembaga keuangan diantaranya perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank. Pembentukan OJK ini didasari pada pentingnya melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan secara menyeluruh dalam satu atap pengawasan. Ditengah perbincangan hangat soal pembentukan OJK banyak pihak yang pro maupun
3
kontra dilihat dari segi butuh atau tidaknya OJK ini dikarenakan sudah ada lembaga yang terbentuk dalam melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan. Sebut saja BI yang salah satu tugasnya adalah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan, juga ada Bapepam–Lk
yang tugasnya
adalah melakukan pengaturan dan pengawasan dibidang pasar modal dan lembaga keuangan. Dalam skripsi ini, penulis mengangkat judul “Perspektif Bapepam-Lk Terhadap RUU OJK Dalam Bidang Pengawasan Pasar Modal Syariah”. Disini penulis akan menjelaskan tentang tugas OJK dalam melakukan pengawasan pasar modal syariah dilihat dari RUU OJK yang hingga saat ini belum disahkan oleh DPR, bagaimana pendapat
Bapepam-Lk tentang
pembentukan lembaga OJK tersebut, kewenangan OJK dalam melakukan pengawasan pasar modal syariah dilihat dari sudut pandang Bapepam-Lk, dan bagaimana kelangsungan Bapepam-Lk sebagai lembaga yang melakukan pengaturan serta pengawasan terhadap pasar modal jika OJK benar terbentuk serta menguraikan nilai-nilai syariah yang terdapat dalam RUU OJK. B. Identifikasi Masalah Luasnya perbincangan mengenai pembentukan OJK membuat penulis perlu kiranya mengidentifikasi masalah terkait pembentukan OJK serta kewenangannya dalam pengawasan pasar modal syariah yang tertuang dalam RUU OJK. Berikut identifikasi masalahnya:
4
1. Apa yang dimaksud dengan OJK? 2. Apa yang menjadi latar belakang pembentukan OJK? 3. Apa yang membuat kewenangan OJK sangat luas untuk menjadi lembaga independen dalam pengawasan lembaga keuangan? 4. Bagaimana pendapat Bapepam-Lk terhadap pembentukan OJK? 5. Bagaimana kedudukan Bapepam-Lk dalam hal pengawasan lembaga keuangan yang menjadi tanggung jawabnya (pasar modal syariah) jika OJK benar terbentuk? C. Batasan dan Rumusan masalah Dalam penelitian ini penulis akan mengemukakan seputar permasalahan pembentukan OJK dan pendapat dari Bapepam-Lk sebagai lembaga yang mengawasi Pasar Modal Syariah mengenai wewenang OJK dalam melakukan pengaturan dan pengawasan Pasar Modal Syariah yang tertulis dalam RUU OJK. Untuk mempermudah pembahasan maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut: 1. Perspektif Bapepam-Lk tentang pembentukan OJK dan isi dari RUU OJK? 2. Perspektif
Bapepam-Lk
Terhadap
Kewenangan
OJK
Dalam
Melakukan Pengawasan Terhadap Pasar Modal Syariah Dalam RUU OJK? 3. Bagaimana perspektif Bapepam-Lk jika pengawasan pasar modal syariah menjadi kewenangan OJK?
5
4. Apa saja nilai-nilai syariah dalam RUU OJK? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mendeskripsikan tanggapan Bapepam-Lk mengenai pembentukan OJK dan RUU OJK.
2.
Mendeskripsikan tanggapan
Bapepam-Lk terkait kewenangan OJK
dalam melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap pasar modal syariah. 3.
Mendeskripsikan kelangsungan lembaga Bapepam-Lk jika pengawasan pasar modal syariah benar menjadi kewenangan OJK.
4.
Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai syariah yang terdapat dalam RUU OJK. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1.
Bagi penulis diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman terkait kewenangan OJK dalam melakukan pengawasan pasar
modal
syariah yang tertuang dalam RUU OJK. 2.
Bagi fakultas syariah dan hukum, diharapkan dapat menambah koleksi penelitian yang dapat dijadikan referensi dalam kegiatan belajar mengajar.
3.
Bagi mahasiswa secara umum, diharapkan dapat memberi dan membuka wawasan tentang OJK?
6
E. Riview Studi Terdahulu No. 1.
Identitas Peneliti
Isi
Perbedaan
Penulis: Afika
Tujuan: secara umum penelitian Pada penelitian tersebut
Yumya Syahmi
tersebut untuk mengetahui
terfokus pada kewenangan
Judul: “Pengaruh
dampak dari pembentukan OJK
BI pasca terbentuknya
Pembentuka
terhadap kewenangan dan fungsi
OJK. Untuk penlitian yang
Otoritas Jasa
BI.
akan dilakukan penulis
Keuangan
Metode Penelitian: kualitatif,
terfokus pada perspektif
Terhadap
menghasilka data eksploratis
bapepam terhadap RUU
Kewenangan Bank
analisis.
OJK terkait pengawasan
Indonesia
Hasil: pengawasan perbankan
pasar modal syariah.
Dibidang
akan menjadi wewenang OJK,
metode penelitian yang
Pengawasan
namun peran BI tidak dapat
akan digunakan adalah
Perbankan”.
dikesampingkan, OJK tetap
kualitatif deskriptif
Skripsi S1,
harrus berkoordinasi dengan BI
analisis, yaitu menjelaskan
Fakultas Hukum
menyangkut informasi dan data
secara jelas bagaimana
Universitas
perbankan. Setelah OJK
perspektif bapepam
Indonesia, 2008.
terbentuk pengawasan BI
terhada RUU OJK dengan
terfokus pada kebijakan moneter
sebelumnya melihat
yaitu mencapai dan memelihara
fenomena politik yang
kestabilan nilai uang.
terjadi terkait pembentukan OJK dengan segala kewenangannya.
2.
Penulis: Izzudin
Tujuan: mencari tau
Dalam penelitian tersebut,
Judul:
sejauhmana pengawasan bank
penulis lebih fokus kepada
“Menimbang
oleh OJK.
pengawasan bank yang
Pengawasan Bank
Periode penelitian: 2010
akan dilakukan oleh OJK.
7
oleh OJK”, Bank
Hasil: kebijakan moneter dan
Sedangkan penelitian yang
dan Managemen,
keuangan yang ditangani oleh
akan dilakukanlebih fokus
maret-april 2010.
dua institusi yang berbeda tidak
kepada pengawasan pasar
akan berjalan sesuai harapan
modal oleh OJK menurut
apabila tidak ada koordinasi dan
RUU OJK dilihat dari
komunikasi yang baik. Akan
kacamata Bapepam-Lk.
disayangkan jika OJK nanti tidak berjalan efektif, mengingat OJK memiliki peran, tugas, dan kewenangan yang sangat luas. Penulis menyarankan, agar perlu kiranya ruang lingkup penanganan OJK dibatasi hanya sektor perbankan saja, sehingga lebih fokus.
3.
Penulis: Malik
Hasil: dalam rangka melakukan
Pada artikel tersebut
Cahyadin
perbaikan dalam pengawasan
lembaga yang dimaksud
Judul: “urgensi
dibidang lembaga keuangan, ada
belum disebutkan secara
pembentukan OJK:
hal-hal yang yang perlu
spesifik, utnuk penelitian
menuju system
diperhatikan, diantaranya perlu
selanjutnya
pengawasan yang
mengkaji secara mendalam akan
mengkhususkan pada
lebih proaktif
pembentukan OJK untuk jangka
lembaga Bapepam-Lk
terhadap lembaga
panjang, perlu mempersiapkan
selaku pengawas pasar
keuangan”.
sistem, sumber daya dan
modal saat ini. Dan juga
Pangsa, edisi 8,
undang-undang yang menjadi
akan membahas
September 2002.
fondasi terbentuknya pengawas
bagaimana pandangan
lembaga keuangan. Meskipun
bapepam terhadap RUU
8
lembaga keuangan bersifat
OJK yang member
independen perlu adanya
kewenangan terjadap
koordinasi dengan otoritas
lembaga yang akan
moneter dalam melakukan
dibentuk yaitu OJK dalam
pengawasan.
hal pengawasan pasar modal syariah yang belum sempat disinggung pada artikel tersebut.
F. Metodelogi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) yakni dengan melakukan wawancara langsung ke lembaga terkait yaitu Bapepam-Lk. Data dari hasil wawancara tersebut dijabarkan dalam bentuk uraian, secara kualitatif dan alamiah mengenai pandangan BapepamLk terhadap RUU OJK terkait pengawasan pasar modal syariah disertakan dengan kutipan langsung wawancara.
2.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan penulis adalah melakukan wawancara kepada Bapepam-Lk terkait masalah yang diangkat dan juga library research, yaitu mencari bahan materi baik teori maupun praktis
9
melalui literatur berupa bahan-bahan pustaka (buku, majalah, artikel, dan lainya). 3.
Jenis dan Sumber data Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Sumber data nya berasal dari data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu maupun perseorangan seperti hasil wawancara maupun kuesioner.1 Data primer dalam penelitian ini berasal dari hasil wawancara kepada Bapepam-Lk terkait RUU OJK dalam bidang pengawasan Pasar Modal Syariah. Adapun sumber data sekundernya adalah RUU OJK yang di ajukan pemerintah melalui kementrian keuangan kepada DPR yang diserahkan kepada DPR pada bulan Juni 2010.
4.
Metode pengolahan data Pengolahan data menggunakan metode deskriptif, yaitu melihat fenomena
yang
terjadi
terkait
pembentukan
OJK
dengan
segala
kewenangannya yang tertulis dalam RUU OJK yang mengundang pro dan kontra, dan pengolahan data yang dilakukan dengan cara menganalisis serta menjelaskan secara jelas data-data yang didapat secara apa adanya yang bertujuan untuk menjawab persoalan yang diangkat dalam penelitian.
1
Umar Husein, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. Keenam, h. 42
10
5.
Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan proposal skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007”.
G. Sistematika Penulisan Untuk pembahasan yang lebih terarah dan mempermudah penulisan pemahaman isi, maka penulis menuangkan kedalam lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan
yang
berisikan
latar
belakang
masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, riview studi terdahulu, metode penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Berisikan tentang latar belakang pemikiran pembentukan OJK, sejarah pembentukan OJK, pemikiran yang berhubungan dengan RUU OJK, dan isi RUU OJK yang terkait dengan pengawasan Pasar Modal Syariah. Bab III Pada bab ini membahas gambaran umum tentang BapepamLk dan OJK, meliputi sejarah berdirinya, fungsi dan tujuan, landasan hukum Bapepam-Lk, peraturan Bapepam-Lk dan DSN-MUI terkait Pasar Modal Syariah. Bab IV Berisikan pembahasan tentang tanggapan Bapepam-Lk terkait pembentukan OJK dan RUU OJK, pendapat
Bapepam-Lk tentang
11
kewenangan pengawasan Pasar Modal Syariah jika OJK terbentuk, kelangsungan lembaga Bapepam-Lk jika OJK terbentuk dan nilai-nilai syariah yang terdapat dalam RUU OJK. BAB V Berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II Gambaran Umum Tentang RUU OJK A. Latar Belakang Pemikiran OJK Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank sentral. RUU ini disamping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank. 1 Meski kelahiran OJK ini tengah digodok, tapi sampai kini2 masih banyak yang mempertanyakan gagasan pokok pendirian OJK. Sampai saat ini tidak ada satu latar belakangpun yang dapat meyakinkan, terutama para pelaku pasar keuangan baik diperbankan, asuransi maupun pasar modal, bahwa OJK ini perlu
1
Diakses pada tanggan 28 Juni 2011 dari http://www.ojk-indonesia.info/tentang_ojk
2
Tulisan dimuat dimajalah Investor pada September 2002
12
13
ada dan dibuat sekarang3. Sejauh ini alasan yang sering dilontarkan terhadap pembentukan OJK ini agar Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral dengan pengelolaan moneter negara tidak perlu dipusingkan lagi dengan masalah pengawasan perbankan yang terlalu bersifat teknis. 4 Alasan lain menyebut bahwa OJK perlu dibuat karena undang-undang perbankan secara implisit telah mengarahkan seluruh jasa keuangan berada dibawah satu pengawasan. Tapi alasan ini terlampau berpihak, karena semua undang-undang jasa kauangan yang ada saat ini –UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal misalnya- mempunyai kedudukan yang setara. Koordinasi dan pengelolaan industri jasa keuangan secara lebih terpadu juga terlalu mengadaada untuk dijadikan latar belakang karena itu dianggap hanyalah masalah managerial yang tidak konseptual. 5 Pada tahun1997, Indonesia dihantam krisis moneter yang membuat bank Indonesia (BI) oleng dan nyaris bangkrut. Akibat intervensi yang berlebihan yang dilakukan pemerintah, BI dipaksa untuk memberikan dana talangan kepada bank umum nasional yang terkena rush. Dana talangan itu kemudian dikenal dengan liquidity support atau bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI). Selain ke bank umum swasta, BLBI juga diberikan ke Bank exim, bank milik 3
Tahun 2002
4
Tito Sulistio, Mencari Ekonomi Pro Pasar: Catatan Tentang Pasar Modal, Privatisasi Dan Konglomerasi Lokal, (Jakarta: The Investor, 2004), h. 252 5
Ibid., h. 252
14
pemerintah yang saat ini sudah dilebur ke bank mandiri.jumlahnya sekitar Rp 20 triliun. Ditambah dana penjaminan Rp 53,8 triliun, total dana talangan yang dikucurkan BI mencapai Rp 218,3 triliun.6 Perlu kiranya dibentuk OJK di Indonesia berawal dari amanat Undangundang tentang Bank Indonesia (BI) No.3 tahun 2004 yang menyatakan bahwa: (1) tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. (2) pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana yang dimaksud ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Banyak pakar ekonomi yang menyatakan telah gagalnya BI dalam menjalankan tugasnya sebagai pemilik otoritas pengawas perbankan di Indonesia terlihat dari banyaknya kasus perbankan yang mulai muncul pasca krisis ekonomi global tahun 2010 yang disebabkan oleh kegagalan pembayaran kredit perumahan (subrime morgage default) di Amerika Serikat meskipun dampaknya tidak secara langsung dirasakan oleh Indonesia. Sebut saja di antaranya kasus Bank Century yang kesulitan likuiditas, gagal kliring karena gagal menyediakan dana (refund) bagi nasabah, yang pada akhirnya Bank Century diambil alih oleh pemerintah melalui bantuan yang diberikan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dengan memberikan suntikan 6
Dewi Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 119
15
dana agar Bank Century dapat melakukan likuiditas. Adapula kasus Citybank yang melibatkan pegawai bank tersebut yang melakukan pembobolan dana nasabah sejumlah Rp.17 Milyar, yang hingga Mei 2011 masih dilakukan penyelidikan lebih dalam mengenai kasus tersebut. Tidak hanya itu kasus lain yang terjadi di Bank Mega yakni bobolnya dana milik PT. Elnusa Tbk. sejumlah Rp.111 milyar, yang sahamnya terdaftar pada Bursa Efek. Kasus-kasus yang kerap terjadi pada dunia perbankan menciptakan image dan kepercayaan perbankan dimata masyarakat berkurang, hal ini membuat peran pengawasan BI terhadap perbankan dipertanyakan. Juga yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk segera merancang RUU (Rancangan Undang-Undang) OJK, agar lembaga keuangan tidak hanya indutri perbankan saja akan tetapi industri keuangan lainya seperti pasar modal maupun industri keuangan nonbank dalam melaksanakan kegiatannya dapat diawasi oleh lembaga independen tanpa campur tangan pihak lain agar kerjanya dapat berjalan lebih objektif dalam bertindak. Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan dibidang teknologi informasi dan inovasi financial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis dan saling terkait antar masingmasing subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Disamping itu, adanya lembaga keuangan yang yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah
16
kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga-lembaga keuangan didalam sistem keuangan.7 Dalam naskah akademik pembentukan otoritas jasa keuangan tidak hanya landasan yuridis yaitu amanat UU nomor 3 tahun 2004 pasal 34 tentang Bank Indonesia yang pada hakikatnya pasal 34 dimaksud untuk memberikan otoritas pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan dimaksud terhadap industri perbankan, pasar modal (sekuritas) dan industri keuangan nonbank (asuransi, dana pensiun, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan serta lembaga lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Adapun landasan filosofis dari pembentukan OJK adalah agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, trnsparan, dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
Sedangkan landasan
sosiologis dari
pembentukan OJK adalah perlu adanya prinsip kesetaraan (level playing field), pengaturan dan pengawasan yang didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan transparasi harus ditetapkan sedemikian rupa untuk menciptakan suatu aktifitas dan transaksi ekonomi yang teratur, efisien dan produktif, dan menjamin adanya perlindungan nasabah dan masyarakat.8
7
Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), (Jakarta: 2010), h. 2 8
Ibid., h. 4
17
Tidak hanya itu, ada berbagai pertimbangan yang menjadi alasan pemerintah untuk membentuk OJK yaitu adanya berbagai alasan perubahan yang terjadi dalam industri jasa keuangan, terutama menyangkut empat faktor :9 1. Produk jasa keuangan semakin bervariasi dan kompleks; 2. Karena berbagai alasan bisnis, lembaga-lembaga keuangan cenderung untuk, menjadi bagian dari konglomerasi; 3. Globalisasi perdagangan jasa meningkatkan arus transaksi ke luar dari atau masuk ke Indonesia; 4. Perkembangan inovasi teknologi bisnis yang sangat cepat; kompleksitas produk
yang
diperdagangkan
makin
tinggi.
Inovasi
tersebut
membutuhkan langkah antisipasi perlindungan kepada konsumen. OJK akan menjadi sebuah lembaga yang independen tampa campur tangan pemerintah dalam melakukan tugasnya sesuai dengan amanat UU tentang BI No. 3 tahun 2004. Sesuai dengan namanya Otorotas Jasa Keuangan maka, OJK akan menanungi seluruh lembaga keuangan tidak terkecuali lembaga keuangan berbasis syariah seperti pasar modal syariah misalnya. Dengan begitu dapat dikatakan kewenangan OJK sangatlah luas karena mengawasi seluruh lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Selain itu OJK tidak hanya melakukan
9
Dewi Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah Di Indonesia, Opcit., h. 121
18
pengawasan dan pengaturan saja, akan tetapi juga pemeriksaan dan penyidikan akan menjadi kewenangannya. B. Sejarah Pembentukan RUU OJK Sudah semestinya RUU OJK disahkan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2010 menurut UU No.3 tahun 2004. Menilik kebelakang, UU tentang BI yang memerintahkan untuk dibentuknya lembaga independen yang fungsinya mengawasi lembaga keuangan yang ada di Indonesia dimulai dari UU No.23 pasal 34 tahun 1999 yang mengamanatkan bahwa paling lambat tanggal 31 Desember 2002, namun hingga akhirnya UU tersebut diamandemen menjadi undang-undang yang berlaku sekarang, yaitu UU No.3 tahun 2004 tentang BI. RUU OJK dirancang oleh pemerintah melalui kementerian keuangan termasuk didalamnya Bapepam-Lk sebagai pemilik Otoritas Pengawas Pasar Modal dan juga dari pihak Bank Indonesia sebagai pemilik Otoritas Pengawasan Perbankan, tim penyusun RUU OJK ini diketui oleh Fuad Rachmany, yang pada saat itu (2010) masih menjabat sebagai ketua Bapepam-Lk. Setelah RUU OJK disepakati isinya oleh departemen terkait, lalu RUU OJK diserahkan kepada kementerian hukum dan HAM untuk diperiksa kembali, lalu kemudian diberikan kepada presiden untuk selanjutnya diserahkan kepada DPR untuk disahkan menjadi UU. RUU OJK pun diterima oleh DPR untuk dilanjutkan pembahasannya yang tadinya menjadi kewenangan komisi XI DPR sekarang menjadi
19
kewenangan pansus RUU OJK yang dibentuk pada tanggal 20 Juli 2010 oleh DPR. Pansus RUU OJK ini terdiri dari 30 anggota yang diketuai oleh Nusro Wahid, yang pada awalnya dijadwalkan RUU OJK dapat disahkan menjadi UU pada sidang paripurna tanggal 17 Desember 2011 akan tetapi ternyata pembahasan mengenai RUU OJK belum selesai. Pada akhirnya di sidang paripurna DPR tanggal 27 Oktober 2011 dengan beberapa kesepakatan yang terjadi antara DPR dan pemerintah yang pertama yaitu; 1) fungsi penyelidikan dan penyidikan pada OJK disepakati; 2) masa transisi bagi BI yaitu 3 tahun sejak OJK diundangkan atau akhir 2014, untuk Bapepam-LK harus sudah melebur pada akhir 2012; 3) Dewan Komisioner harus sudah dipilih pada Juni 2012 yang mana panitia penyeleksi calon DK dipimpin oleh Menteri keuangan. C. Pemikiran Yang Berhubungan Tentang RUU OJK Dibeberapa negara sudah menggunakan OJK sebagai pemilik otoritas lembaga keuangan sebut saja Swedia. Swedia dengan bank sentralnya Riskbank merupakan salah satu negara yang sudah puluhan tahun memiliki lembaga pengawasan bank secara terpisah. Pascakrisis 1990-an, negara ini memutuskan untuk melakukan pengawasan secara intensif terhadap perkembangan bank-bank yang suatu saat bisa menimbulkan dampak sistemik dalam arti menyebabkan guncangnya stabilitas keuangan sebuah negara. Atas dasar argumen itu, Riskbank pun lalu membentuk Financial Stability Wing (FSW). FSW memiliki
20
dua tugas pokok yaitu menyangkut pengawasan prasarana keuangan seperti sistem pembayaran dan melakukan pengawasan bank-bank yang masuk kategori sistemik.10 Sebut juga Perancis, pengawasan lembaga keuangan di Perancis dilakukan The Banking Commission. Ini merupakan badan yang bersifat kolegial yang terdiri atas tujuh anggota dan diketuai the governor of the banque de france (The France Central Bank). Badan ini memiliki kewenangan yang cukup besar untuk melakukan pengaturan, pengawasan dan investigasi serta tindakan sanksi/hukum untuk meyakinkan lembaga keuangan memenuhi segala ketentuan hukum perundang-undangan dan/atau peraturan yang berlaku. 11 Pada negara yang melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan semacam OJK tentunya memiliki model-model yang berbeda dari tiap negara, hal inilah yang menjadi pertimbangan dalam menentukan model OJK di Indonesia. Tentunya ada yang sukses menggunakan model yang dianut maupun mengalami kegagalan, dan Indonesia sudah sepatutnya mengambil pelajaran dari negara lain dalam menentukan kebijakannnya sendiri.
10
Paul Sutaryono, “Pengawasan Bank Tetap di BI atau OJK?”, Bank Dan Management, no.112 (Maret-April 2010): hal. 6 11
Ibid., h. 6
21
Model pengawasan industri jasa keuangan di berbagai negara didunia sangat beragam yang dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu:12 1. Multi Supervisory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan oleh lebih dari dua otoritas. Masing-masing industri jasa keuangan seperti perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga jasa keuangan lainnya diatur dan diawasi oleh masingmasing regulator yang berbeda. Model ini diterapkan oleh beberapa Negara seperti Amerika Serikat dan Republik Rakyat China. 2. Twin Peak Supervisory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh dua otoritas utama yang bagiannya didasarkan pada aspek prudential dan aspek market conduct. Dalam model ini lembaga keuangan prudensial seperti seperti bank dan perusahaan asuransi berada dalam satu juridiksi pengaturan dan pengawasan tersendiri, sedangkan perusahaan efek dan lembaga keuangan lainnya serta seluruh produk-produk jasa keuangan berada dalam satu juridiksi pengaturan dan pengawasan tersendiri pula. Model ini diterapkan oleh Negara-negara seperti Australia dan Canada.
12
Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Opcit., h. 10
22
3. Unified supervisory model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan oleh otoritas yang terintegrasi dibawah satu lembaga atau badan yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap seluruh sektor jasa keuangan mencakup perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya. Model ini mulai cenderung diterapkan dibeberapa negara sejak tahun 1997. Yang pertama kali menerapkan model ini adalah Norwegia ditahun 1986. Sampai saat ini sudah lebih dari 30 negara menerapkan model ini. Model ini diterapkan oleh negara-negara yang sektor keuangannya cukup besar dan maju seperti antara lain Inggris, Jepang, Korea Selatan, dan Jerman. Dari ketiga model diatas sepertinya Indonesia akan mengadopsi model yang ketiga yaitu unified supervisory model, dimana hanya ada satu otoritas yang melakukan fingsi pengaturan dan pengawasan dari seluruh lembaga keuangan meliputi perbakan, asuransi, pasar modal, maupun lembaga keuangan lainnya. Fungsi pengaturan dan pengawasan akan berada ditangan OJK yang saat ini rancangan undang-undangnya sedang menjadi pembahasan DPR dan akan segera disahkan menjadi Undang-undang setelah penantian yang cukup lama. Kajian akademis atas kondisi otoritas pengawas yang ada dinegaranegara lain termasuk perkembangan industri jasa keuangan di Indonesia dan
23
negara lain, serta pengaturan dan pengawasannya, telah menjadi dasar bagi penyusunan rancang bangun OJK dalam Rancangan Undang-Undang tentang OJK (RUU-OJK) Terdapat materi RUU OJK dan beberapa ketentuan perundangan yang terkait apabila OJK selaku otoritas yang melakukan pengaturan dan pengawasan disektor jasa keuangan terbentuk, dijelaskan dengan tabel berikut:13 Keterkaitan RUU OJK Dengan Hukum Positif No
1
Peraturan Perundangan Terkait dan Substansi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
2
Terkait dengan kebijakan moneter, sistem pembayaran dan stabilitas keuangan Memuat amanat pembentukan OJK
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
13
Memuat peran OJK terkait bank bermasalah
Rumusan Pasal Peraturan Terkait
Pasal 34 [1] Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. [2}
Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat [1], akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 desember 2010
Pasal 21 Ayat [1] [1] LPS menerima pemberitahuan dari LPP mengenai bank yang sedang dalam upaya penyehatan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan dibidang perbankan.
Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Opcit., H. 14
24
Ayat [2] LPS melakukan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik setelah LPP atau komite koordinasi menyerahkan penyelesaiannya kepada LPS.
Pimpinan OJK menjadi salah satu anggota dewan komisioner LPS
Pasal 65 Ayat [1] [1] Anggota dewan komisioner berjumlah 6 (enam) orang, yang terdiri atas: a. 1 (satu) orang pejabat setingkat eselon 1 departemen keuangan yang ditunjuk oleh menteri keuangan; b. 1 (satu) orang unsur pimpinan LPP yang ditunjuk oleh pimpinan LPP; c. 1 (satu) orang dari unsur pimpinan bank Indonesia yang ditunjuk oleh pimpinan bank Indonesia; d. 3 (tiga) orang anggota yang berasal dari dalam dan/atau luar LPS.
3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Diubah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Saat OJK terbentuk tugas dan wewenang bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UU tentang perbankan menjadi tugas dan wewenang OJK. Beberapa ketentuan yang terkait adalah:
Peran OJK dalam perizinan dan pencabutan izin usaha bank
Pasal 16 [1] Setiap pihak yang melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoles izin usaha sebagai bank umum ata bank perkreditan rakyat dari pimpinan bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undangundang tersendiri. Pasal 37 [2] Apabila: a. Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat [1] belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank;dan/atau b. Menurut penilaian bank Indonesia keadaan
25
suatu bank dapat membahayakan sistem perbankan, pimpinan bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan rapat umum pemegang saham guna membubarkan badan hokum bank dan membentuk tim likuidasi.
4
Peran OJK dalam pembinaan dan pengawasan bank
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun Saat OJK terbentuk, tugas dan wewenang menteri keuangan sebagaimana dimaksud dalam UU tentang dana pensiun menjadi tugas dan wewenang OJK beberapa ketentuan yang terkait adalah:
Peran OJK dalam pembentukan dan pembubaran dana pensiun
Pasal 29 [1] Pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh bank Indonesia Pasal 31 Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.
Pasal 6 Ayat [2] [2] Dalam jangka waktu paling lama 3 [tiga] bulan terhitung sejak diterimanya permohonan pengesahan dana pensiun secara lengkap dan memenuhi ketentuan undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya, maka peraturan dana pensiun tersebut wajib disahkan dengan keputusan menteri dan dicatat dalam buku daftar umum yang disediakan u tuk itu, dan dalam hal permohonan ditolak, [emberitahuan penolakan harus disertai alasan penolakannya. Pasal 34 Ayat [1] [1] Pembubaran dana pensiun ditetapkan dengan keputusan menteri yang sekaligus menunjuk likuidator, untuk melaksanakan tindakantindakan yang diperlukan dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh menteri.
Peran OJK dalam pembinaan dan pengawasan dana pensiun
Pasal 50 Ayat [1] [1] Pembinaan dan pengawasan atas dana pensiun
26
pemberi kerja dan dana pensiun keuangan dilakukan oleh menteri.
lembaga
Pasal 10 Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh menteri.
5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian
Pasal 9
Saat OJK terbentuk tugas dan wewenang menteri keuangan sebagaimana dimaksud dalam UU tentang usaha perasuransian menjadi tugas dan wewenang OJK. Beberapa ketentuan yang terkait adalah:
[1]
6
Peran OJK dalam pembinaan dan dan pengawasan usaha perasuransian Peran OJK dalam pemberian izin dan pencabutan izin usaha perasuransian
Ayat [1] Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib mendapat izin usaha dari menteri, kecualai bagi perusahaan yang menyelenggarakan program asuransi social
Pasal 17 Ayat [1] [1] Dalam hal terdapat pelanggaran tehadap ketentuan dalam undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya, menteri dapat melakukan tindakan berupa pemberian peringatan, pembatasan kegiatan usaha, atau pencabutan izin usaha.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal
Pasal 3
Saat OJK terbentuk tugas dan wewenang bapepam sebagaimana dimaksud dalam UU pasar modal menjadi tugas dan wewenang OJK. Beberapa ketentuan yang terkait adalah:
[1] Pembinaan dan pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal dilakukan oleh badan pengawas pasar modal yang selanjutnya disebut bapepam
Ayat [1]
Pasal 5
Peran OJK dalam pembinaan dan pengawasan pasar modal Wewenang OJK terkaiy pasar modal
Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4, bapepam berwenang untuk : a.
Memberi: 1) Izin kepada bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, reksa
27
b. c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
dana, perusahaan efek, penasehat investasi, dan biro administrasi efek; 2) Izin orang perseorangan bagi wakil penjamin emisi efek, wakil perantara pedagang efek, dan wakil manager investasi; dan 3) Persetujuan bagi bank kustodian; Mewajibkan pendaftaran profesi penunjang pasar modal dan wali amanat; Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentian untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur serta menunjuk managemen sementara bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, serta lembaga penyimpanan dan penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru; Menetapkan persyaratan dan tata cara pernyataan pendaftaran serta menyatakan, menunda, atau membatalkan efektifnya penyataan pendaftaran; Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya; Mewajibkan setiap bank untuk: 1) Menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di pasar modal; atau 2) Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau promosi yang dimaksud; Melakukan pemeriksaan terhadap: 1) Setiap emiten atau perusahaan public yang telah atau diwajibkan menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada bapepam; atau 2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan undang-undang ini; Menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang bapepam sebagaimana dimaksud dalam huruf g; Mengumumkan hasil pemeriksaan;
28
j.
Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu efek pada bursa efek atau menghentikan transaksi bursa atau efek tertentu untuk jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemodal; k. Menghentikan kegiatan perdagangan bursa efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat; l. Memeriksa keberatan yang diajukanoleh pihak yang dikenakan sangsi oleh bursa efek, lembaga penyimpanan dan penyelesaian serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud; m. Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan, dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan pasar modal; n. Melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan dibidang pasar modal; o. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atau peraturan pelaksanaannya; p. Menetapkan instrument lain sebagai efek selain yang telah ditentukan dalam pasal 1 angka 5; dan q. Melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan undang-undang ini.
D. RUU OJK Terkait Pengawasan Pasar Modal Syariah Dalam RUU OJK tidak disebutkan secara rinci tentang industri keuangan berdasarkan prinsip syariah termasuk diantaranya pasar modal syariah, hanya disebutkan secara umum yang masih menginduk ke industri keuangan konvensional. Berikut dijabarkan pada tabel terkait isi RUU OJK yang membahas atau menyebutkan tentang pasar modal:
29
Pembahasan Pasar Modal Dalam RUU OJK No 1
Pasal Pasal 4 ayat (1)
Isi Otoritas jasa keuangan melakukan pengaturan da pengawasan
secara
terpadu,
independen,
dan
akuntabel terhadap: a. Kegiatan jasa keuangan di bidang perbankan; b. Kegiatan jasa keuangan di bidang pasar modal; dan c. Kegiatan jasa keuangan di bidang IKNB
2
Pasal 4 ayat (5)
Tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang pasar modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dlaksanakan oleh pengawas pasar modal.
3
Pasal 20 ayat (2) Kepala eksekutif pengawas pasar modal memimpin tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang pasar modal sebagaimana di maksud dalam pasal 4 ayat (5).
4
Pasal 21 ayat (1)
Dalam rangka melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, kepala eksekutif
dibidang
measing-masing
mempunyai
kebijakan
operasional
wewenang: a. Menetapkan pengawasan
terhadap
kegiatan
jasa
keuangan; b. Menetapkan aturan teknis dibidang jasa keuangan; c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan
30
tindakan lain terhadap pelaku dan / atau penunjang
kegiatan
sebagaimana
jasa
dimaksud
perundang-undangan
dam
di
keuangan peraturan
bidang
jasa
keuangan; d. Mengeluarkan perintah tyertulis kepada pihak tertentu; e. Melakukan penunjukan pengelola statuter; f.
Menetapkan penggunaaan pengelola statuter;
g. Menetapkan sanksi administrative kepada pihak yang melakukan pelanggaran di bidang jasa keuangan; dan h. Member dan / atau mencabut: 1. Izin usaha; 2. Izin orang perseorangan; 3. Efektifnya pernyataan pendaftaran; 4. Surat tanda terdaftar; 5. Persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6. Pengesahan; dan 7. Persetujuan
pembubaran/
penetapan
pembubaran.
5
Pasal 47 ayat (1)
Tugas
wewenang
pengaturan
dan
pengawasan
dibidang pasar modal dan IKNB yang dilaksanakan oleh menteri keuangan atau badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan secara bertahap beralih kepada otoritas jasa keuangan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal undang-undang ini diundangkan. 6
Pasal 47 ayat (2)
Untuk tahun pertama setelah tugas dan wewenang pengaturan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
31
ayat (1) beralih, pembiayaan penyelenggaraan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan dibidang pasar modal.
7
Pasal 48 ayat (2)
Terhitung
sejak
wewenang
pengawasan dibidang pasar
pengaturan modal
dan
dan IKNB
sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (1) beralih
kepada
otoritas
jasa
keuangan,
status
kepegawaian pegawai negeri sipil pada badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan, kementerian keuangan dialihkan menjadi pegawai otoritas jasa keuangan.
8
Pasal 50 ayat (2)
Badan Pengawas Keuangan,
Pasar
Modal
Kementerian
Dan Lembaga
Keuangan
bertugas
mempersiapkan perangkat dan infrastruktur yang dibutuhkan bagi pengalihan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan dibidang pasar modal dan IKNB dari Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
9
Pasal 52 angka 4
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608). Dan peraturan undang-undang lainnya dibidang jasa keuangan dinyatakan
tetap
berlaku
sepanjang
tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan undangundang ini.
BAB III Gambaran Umum Tentang Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-Lk) A. Sejarah Umum Berdirinya Bapepam-Lk Terbentuknya Bapepam berawal dari dibentuknya tim persiapan pasar modal (PM) dan pasar uang (PU) di Bank Indonesia (BI) berdasarkan keputusan direksi BI No. 4/16 tanggal 26 juli 1968. Dari penelitian Tim tersebut didapatkan bahwa PM di Indonesia benihnya sudah ada sejak tahun 1952, akan tetapi karena pengaruh situasi politik yang terjadi dan masih awamnya pengetahuan masyarakat tentang pasar modal, maka pertumbuhan bursa efek di Indonesia mengalami kelesuan. Tim persiapan PM dan PU dibubarkan setelah melakukan tugasnya dengan dikeluarkannya surat keputusan Kep-Menkeu No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972. Pada tahun 1976 dibentuklah Bapepam (Badan Pelaksana Pasar Modal) yang secara umum bertugas membantu menteri keuangan yang diketuai oleh gubernur Bank Sentral. Dengan dibentuknya Bapepam selain membantu menteri keuangan juga bertugas membentuk kembali PU dan PM. Bapepam juga memiliki fungsi ganda yaitu sebagai penyelenggara serta pengawas bursa efek. Namun, dengan adanya keppres No. 53/1990 dan SK Menkeu No. 1548/1990 maka dualisme fungsi
32
33
Bapepam di hapus terfokus pada pengawasan pasar modal. Sedangkan pasar uang diserahkan kepada Bank Indonesia. Sejak tahun 2005 Bapepam disempurnakan menjadi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (disingkat Bapepam-LK) berdasarkan keputusan menteri keuangan RI Nomor KMK 606/KMK.01./2005tanggal 30 Desember 2005. Bapepam-LK merupakan gabungan dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan Departemen Keuangan. Bapepam-LK berada di bawah departemen Keuangan Republik Indonesia yang bertugas membina, mengatur, mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal serta merumuskan kebijakan dan standarisasi teknis dibidang lembaga keuangan. 1 Diawali dengan diterbitkannya reksadana syariah oleh PT.Dana Reksa pada pertengahan tahun 1997 merupakan awal dari berkembangnya instrumen investasi syariah di Pasar Modal. Hal tersebut menarik perhatian lembagalembaga yang terlibat dalam pasar modal syariah diantaranya Bapepam-Lk dan DSN-MUI untuk membuat nota kesepahaman (MoU) dalam mengembangkan pasar modal berbasis syariah di Indonesia. Dari sisi kelembagaan Bapepam-LK, perkembangan Pasar Modal Syariah ditandai dengan pembentukan Tim Pengembangan Pasar Modal Syariah pada tahun 2003. Selanjutnya, pada tahun 2004 pengembangan Pasar Modal Syariah
1
Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 110
34
masuk dalam struktur organisasi Bapepam dan LK, dan dilaksanakan oleh unit setingkat eselon IV yang secara khusus mempunyai tugas dan fungsi mengembangkan pasar modal syariah. Sejalan dengan perkembangan industri yang ada, pada tahun 2006 unit eselon IV yang ada sebelumnya ditingkatkan menjadi unit setingkat eselon III.2 B. Dasar Hukum Pembentukan Bapepam-Lk GBHN 1999–2004 telah merespon dinamika perubahan industri jasa keuangan tersebut, dimana dinyatakan bahwa dalam rangka menciptakan industri pasar modal yang efektif dan efisien, perlu dibentuk suatu lembaga independen yang mengawasi kegiatan di bidang Pasar Modal dan lembaga keuangan. Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 34 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, disebutkan bahwa pengawasan industri jasa keuangan dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen selambat-lambatnya dibentuk pada Desember 2010. Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Keuangan
RI
Nomor
KMK
606/KMK.01./2005 tanggal 30 Desember 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, organisasi unit eselon I Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan unit eselon I Direktorat
2
“Sejarah Pasar Modal Syariah”, diakses pada tanggal 13 juni 2011 dari http://www.bapepam.go.id/syariah/sejarah_pasar_modal_syariah.html
35
Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK) digabungkan menjadi satu organisasi unit eselon I, yaitu menjadi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan Lembaga Keuangan).3 C. Tugas dan Fungsi Bapepam-Lk Pasar modal di Indonesia dikelola oleh badan pengawas pasar modal (Bapepam) yang struktur organisasinya berada dibawah Departemen Keuangan. Bapepam ini mempunyai berbagai fungsi dan kewenangan.4 1. Tugas dan fungsi Bapepam Bapepam memiliki beberapa tugas dan fungsi, antara lain: a.
Melakukan pembinaan, membuat peraturan, dan mengawasi kegiatan pasar modal sehari-hari.
b.
Mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien dengan tujuan melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.
c.
Melaksanakan pembinaan terhadap semua pelaku dan lembaga yang berkaitan dengan pasar modal.
d.
Mempertanggungjawabkan seluruh aktivitasnya ke menteri keuangan berkaitan dengan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan pasar modal.
3
Diakses pada tanggal 16 juni 2011 dari http://www.bapepam.go.id/bapepamlk/organisasi/index.htm 4
Ade Arhesa an Edia Hendiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta, PT. Indekx Kelompok Gramedia, 2006), h. 217
36
Sebagai Badan Pelaksana Pasar Modal (1976) tugas Bapepam menurut Keppres NO. 52/1976 tentang pasar modal yang disempurnakan dengan Keppres No. 58 tahun 1984 adalah: Mengadakan penilaian terhadap perusahaan-perusahaan yang akan menjual saham-sahamnya
melalui Pasar Modal apakah telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan dan sehat serta baik; Menyelenggarakan Bursa Pasar Modal yang efektif dan efisien; Terus-menurus mengikuti perkembangan perusahaan-perusahaan yang menjual saham-sahamnya melalui pasar modal. 2. Kewenangan Bapepam5 Kewenangan Bapepam antara lain: a. Memberikan izin usaha, izin perorangan, persetujuan kepada pelaku pasar modal. b. Menetapkan persyaratan dan dan tata cara menjadi peserta pasar modal serta dapat menyatakan penundaan atau pembatalan terhadap efektifnya pernyataan pendaftaran. c. Mengadakan pemeriksaan dan dan penyidikan apabila diduga terjadi peristiwa / aktivitas yang merupakan pelanggaran terhadap undangundang dan ketentuan pelaksanaan pasar modal.
5
Ibid., h. 219
37
d. Melakukan pemeriksaan terhadap emiten, perusahaan public, dan pihapihak yang memiliki izin usaha, izin perorangan atau pendaftaran di pasar modal. e. Melakukan
penunjukan
kepada
pihak
lain
untuk
melakukan
pemeriksaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang bapepam. f. Membatalkan atau membekukan pencatatan efek tertentu pada bursa efek atau menghentikan transaksi bursa atau efek tertentu. g. Menetapkan instrument tertentu sebagai efek.
Adapun wewenang Bapepam-Lk secara lengkap tertuang dalam pasal 5 Undang-Undang Pasar Modal sebagai berikut: a. memberi : 1) Izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi Efek; 2) Izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi; dan 3) Persetujuan bagi Bank Kustodian; b.
mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali Amanat;
c.
menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur serta menunjuk
38
manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru; d.
menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan Pendaftaran serta menyatakan,
menunda,
atau
membatalkan
efektifnya
Pernyataan
Pendaftaran; e.
mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap Undangundang ini dan atau peraturan pelaksanaannya;
f.
mewajibkan setiap pihak untuk : 1) menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau 2) mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud;
g.
melakukan pemeriksaan terhadap : 1) Setiap Emiten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau 2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan Undang-undang ini;
h.
menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam huruf g;
39
i.
mengumumkan hasil pemeriksaan;
j.
membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek atau menghentikan Transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemodal;
k.
menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat;
l.
memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau Lembaga Penyimpanan
dan
Penyelesaian
serta
memberikan
keputusan
membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud; m. menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan, dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal; n.
melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar Modal;
o.
memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas Undangundang ini atau peraturan pelaksanaannya;
p.
menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan dalam Pasal 1 angka 5; dan
q.
melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan Undang-Undang ini.
40
Mengingat pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan dunia usaha dan sebagai wahana investasi bagi para pemodal, serta memiliki peranan strategis untuk menunjang pembangunan nasional, pasar modal perlu mendapat pengawasan agar pasar modal dapat berjalan secara teratur, wajar, efisien, serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat (UUPM pasal 4). Untuk itu, bapepam diberikan kewenangan luar biasa dan kewajiban untuk membina, mengatur, dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan dipasar modal. Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat preventif dalam bentuk aturan, pedoman, bimbingan, dan arahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan, penyidikan dan pengenaan sanksi. 6 Fungsi Bapepam yang demikian itu adalah fungsi-fungsi yang juga dimiliki oleh Otoritas Pasar Modal di negara-negara lain di dunia. Kewenangan yang diberikan oleh UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal pasal 3 dan 4 adalah kewenangan yang sesuai standar dan prinsip hukum pasar modal global. Otoritas pasar modal akan mempunyai 3 (tiga) fungsi utama, yaitu melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan. Fungsi-fungsi tersebut diberikan kepada Bapepam untuk memfasilitasi tercapainya tujuan
6
M Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), h.
41
yang dicanangkan UU, yaitu menciptaka pasar modal yang teratur wajar dan efisien, serta memberikan perlindungan kepada pemodal dan masyarakat.7 Bapepam-Lk memiliki wewenang untuk membina, mengatur, dan mengawasi kegiatan pasar modal serta merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis dibidang lembaga keuangan. Dalam melaksanakan wewenang tersebut Bapepam-Lk menyelenggarakan
fungsi
sebagai berikut:8 1.
Penyusunan peraturan di bidang pasar modal;
2.
Penegakan peraturan di bidang pasar modal;
3.
Pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperoleh izin usaha, persetujuan, pendaftaran dari Badan dan pihak lain yang bergerak di pasar modal;
4.
Penetapan prinsip-prinsip keterbukaan bagi Emiten dan Perusahaan Publik;
5.
Penyelesaian yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek,
Kliring,
dan Penjaminan,
dan Lembaga Penyimpan dan
Penyelesaian; 6.
Penetapan ketentuan asuransi di bidang pasar modal;
7.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang lembaga keuangan;
7
8
Ibid., h. 116
Nindyo Pramono, Pengantar Tentang Pasar Modal Di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), h. 52
42
8.
Pelaksanaan kebijakan dibidang lembaga keuangan, sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
9.
Perumusan standar, norma, pedoman kriterian dan prosedur di bidang lembaga keuangan;
10. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang lembaga keuangan; 11. Pelaksanaan tata usaha Badan.
UUPM (Undang-Undang Pasar Modal) tidak membedakan apakah kegiatan pasar modal tersebut dilakukan dengan prinsip-prinsip syariah atau tidak. Dengan demikian, berdasarkan UUPM kegiatan pasar modal di Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan dapat pula dilakukan tidak sesuai prinsip syariah. 9 Dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas Pasar Modal, khusus dalam melakukan pembinaan dan pengawasan pasar modal syariah BapepamLk bekerjasama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) dari Majlis Ulama Indonesia (MUI) yang menjadi pusat referensi atas aspek-aspek syariah dalam kegiatan pasar modal syariah. DSN bertugas memberikan fatwa-fatwa sehubungan dengan kegiatan emisi, perdagangan, pengelolaan portofolio efekefek syariah, dan kegiatan lain yang berhubungan dengan efek syariah. DSN mempunyai kewenangan penuh untuk memberikan keputusan tentang berhak
9
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasuition, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 55
43
tidaknya sebuah efek menyandang label syariah. Kewenangan penuh juga dimiliki DSN dalam pengawasan kegiatan emisi, perdagangan, pengelolaan portofolio efek-efek syariah.10 Secara garis besar fungsi, tugas maupun wewenang Bapepam-Lk adalah menyelenggarakan bursa pasar modal tak terkecuali didalamnya Pasar Modal Syariah yang efektif dan efisien, membuat peraturan ataupun pedoman dalam melakukan kegiatan di Pasar Modal, melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku pasar modal agar senantiasa mengikuti peraturan yang dikeluarkan Bapepam-Lk. Tidak hanya itu Bapepam-Lk pun diharuskan mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bursa pasar modal dan ketika terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan pasar modal, Bapepam-Lk berhak untuk mencabut izin dari pihak atau Badan yang melakukan kegiatan di pasar modal. Dalam perkembangan terkhir
Badan Pengawas Pasar
Modal
(Bapepam) menetapkan perkembangan Pasar Modal Syariah sebagai salah satu priorotas kerja lima tahun kedepan. Rencana tersebut dituangkan dalam Masterplan Pasar Modal Indonesia 2005-2009. Dengan program ini, pengembangan Pasar Modal Syariah memiliki arah jelas dan makin membaik. Terdapat dua strategi utama yang dicanangkan Bapepam untuk mencapai pengembangan pasar modal syariah. Pertama, mengembangkan kerangka hukum untuk memfasilitasi pengembangan pasar mdal berbasis syariah. 10
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Opcit., h. 58
44
kedua, mendorong pengembangan produk pasar modal berbasis syariah. selanjutnya, dua strategi utama tersebut dijabarkan Bapepam menjadi tujuh implementasi startegi, yakni:11 1. Mengatur penerapan prinsip syariah; 2. Menyusun standar akuntansi; 3. Mengembangkan profesi pelaku pasar; 4. Sosialisasi prinsip syariah; 5. Mengembangkan produk; 6. Menciptakan produk baru; 7. Meningkatkan kerja sama dengan dewan syariah nasional (DSN) MUI.
Bapepam-Lk pun memiliki tugas maupun wewenang semacamnya, termasuk ikut andil dalam mengembangkan produk Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank. Adapun strategi yang akan dilakukan bapepam untuk mengembangkan pasar modal berbasis syariah seperti yang tercantum dalam strategi 3 masterplan Bapepam-Lk tahun 2010-2014 dilakukan dalam beberapa program sebagai berikut:12
11
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Cet. III (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 303 12
Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, Master Plan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank 2010-2014, h. 17
45
Program 1: Mengembangkan kerangka regulasi yang mendukung pengembangan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank berdasarkan prinsip syariah. Dengan melakukan penambahan dan penyempurnaan regulasi baru yang lebih komprehensip terkait produk pasar modal dan industri keuangan non bank bersdasarkan prinsip syariah melalui fatwa DSN-MUI. Program 2: Mengembangkan produk pasar modal dan jasa keuangan non bank berdasarkan prinsip syariah. Dengan melakukan langkah penyusunan pedoman baku syariah, dan menciptakan produk-produk baru syariah. Program 3: Mengupayakan kesetaraan produk keuangan syariah dengan produk konvensional. Bapepam akan pelakukan penyetaraan produk, baik dari proses penerbitan maupun perpajakan antara produk konvensional maupun berbasis syariah. Program 4: Meningkatkan perkembangan sumber saya manusia di pasar modal dan industri keuangan non bank berdasarkan prinsip syariah. cara yang ditempuh dalam meningkatkan pengembangan sumber daya manusia dengan memfokuskan pada pembekalan teknis industry dan pengetahuan fikih muamalat. Dan juga membuat pedoman standar kualifikasi dan sertifikasi bagi para professional dibidang pasar modal berbasis syariah.
46
D. Peraturan Bapepam-Lk dan DSN-MUI Terkait Pasar Modal Syariah 1. Fatwa Dewan Syariah Nasional 13 Operasional pasar modal syariah menurut fatwa dewan syariah nasional (DSN) No. 40/DSN-MUI/X/2003, tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip syariah dibidang pasar modal, sebagai berikut: Transaksi yang dilarang dalam pasar modal syariah, antara lain: Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang didalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman. Transaksi yang mengandur unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman, antara lain:
Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu,
Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (efek syariah) yang belum dimiliki (short selling);
Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam bentuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang;
13
Menimbulkan informasi yang menyesatkan;
Muhammad Sholahuddin dan Lukman Hakim, Lembaga Ekonomi dan Keuangan Syariah Kontemporer, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2008), h. 270
47
Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas efek syariah dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian efek syariah tersebut;
Ikhtikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu efek syariah, dengan tujuan mempengaruhi pihak lain;
Dan transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur diatas.
Transaksi dalam pasar modal syariah semestinya mendapatkan Harga Pasar Wajar, yaitu harga pasar dari efek syariah harus mencerminkan nilai valuasi kondisi yang sesungguhnya dari asset yang menjadi dasar penerbitan efek tersebut dan/atau sesuai dengan mekanisme pasar yang teratur, wajar efisien serta tidak direkayasa. 2. Peraturan Bapepam-Lk Terkait Pasar Modal Syariah Terkait
pasar
modal
berdasarkan
prinsip
syariah,
bepepam
mengeluarkan peraturan No.IX.A.13 tentang penerbitan efek syariah, peraturan No.IX.A.14 tentang akad-akad yang digunakan dalam penerbitan efek syariah, peraturan No.II.K.I tentang criteria dan penerbitan daftar efek syariah dan peraturan No.X.K.2 tentang penyampaian laporan keuangan berkala emiten atau perusahaan publik.
BAB IV Perspektif Bapepam-Lk Terhadap RUU OJK Dalam Bidang Pengawasan Pasar Modal Syariah A. Perspektif Bapepam-Lk Terhadap Pembentukan OJK dan Isi RUU OJK Otoritas Jasa Keuangan yakni lembaga yang melaksanakan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan secara terpadu, independen, dan akuntabel terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang perbankan, pasar modal dan industri keuangan nonbank. OJK adalah lembaga independen yang tidak berada dibawah otoritas lain didalam sistem pemerintahan negara Republik Indonesia, yang memiliki independensi di dalam melaksanakan fungsinya, bebas dari campur tangan pihak lain. Independensi OJK dapat dilaksanakan dengan penerapan tata kelola yang baik antara lain dalam hal penetapan Dewan Komisioner yang transparan dan prudent, akuntabilitas dan pertanggungjawaban kepada publik, serta mekanisme check & balances dimana dilakukan pemisahan yang jelas antara fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan. Independensi OJK diatur dalam RUU OJK. 1 Berdasarkan ketentuan pasal 34 Undang-undang tentang Bank Indonesia beserta penjelasannya dapat disimpulkan bahwa OJK akan bertugas mengawasi bank, lembaga-lembaga usaha perasuransian, lembaga-lembaga usaha pasar
1
Diakses pada tanggal 12 Agustus 2011 dari http://www.ojk-indonesia.info
48
49
modal, dana pensiun, lembaga-lembaga usaha pembiayaan, modal ventura, dan lembaga-lembaga lain yang mengelola dana masyarakat. Dengan demikian OJK akan mengambil alih sebagian tugas dan wewenang Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, dan institusiinstitusi pemerintah lain yang selama ini mengawasi lembaga pengelola dana masyarakat.2 Perumusan RUU OJK pasca amandemen UU No.3 tahun 1999 dimulai sejak tahun 2008, yang tentunya berdasarkan amanat UU No. 3 tahun 2004 tentang BI (Bank Indonesia). Pembentukan OJK ini merupakan fungsi pemerintah, dan perumusan RUU OJK dilakukan oleh pemerintah yang terdiri dari kementerian keuangan yang diwakili oleh Bapepam-Lk selaku pemilik otoritas di bidang pasar modal dan BI selaku pemilik otoritas dibidang perbankan. Ditengah polemik butuh atau tidaknya, setuju atau tidak OJK dibentuk, Bapepam-Lk sendiri memiliki pendapat, bahwasanya OJK perlu dibentuk dan adapun penjelasan tentang pentingnya OJK dibentuk tertuang dalam naskah akademik pembentukan OJK.
2
Darmin Nasution, “Konsepsi Penyusunan Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dan Persiapan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan”, diakses pada tanggal 24 Juni
2011 dari www.legalitas.org
50
“Faktanya OJK ini memang diperlukan, argumennya ada di naskah akademik RUU OJK, itulah argumennya, argumennya sudah cukup kuat”3 Dalam Naskah Akademik Pembentukan OJK dijelaskan bahwasanya terdapat beberapa landasan penting dalam pembentukan OJK, yaitu: landasan yuridis dimana UU No.3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia, yang mengamanatkan bahwasanya perlu dibentuknya lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang termasuk didalamnya perbankan, pasar modal, modal ventura, dana pensiun, lembaga keuangan nonbank dan lain sebagainya yang termasuk dalam bidang industri jasa keuangan baik konvensional maupun syariah. Landasan filosofis, dari segi filosofis pembentukan OJK dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. 4 Adapun dari segi landasan sosiologis, pembentukan OJK didasari semangat reformasi dan gejala transformasi sektor keuangan yang menglobal yang ditandai oleh kemajuan teknologi informasi, inovasi produk-produk finansial yang semakin kompleks dan keterkaitan entitas bisnis antar negara.5 3
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Touriq (Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan Pasar Modal Syariah Bapepam-Lk). Jakarta, 25 Juli 2011 4
Tim Panitia Antar Departemen Pembentukan Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan OJK, 2010, h. 3 5
Ibid, h.5
51
Dalam RUU OJK tidak dijelaskan secara spesifik terkait katagori industri keuangannya, termasuk dalam konvensional ataupun syariah, dalam RUU OJK hanya disebutkan secara umumnya saja. Hal tersebut tidak dipermasalahkan oleh Bapepam-Lk yang di wakili oleh kepala bagian pengembangan kebijakan pasar modal syariah Bapepam-Lk, beliau menyatakan bahwa tidak dibedakannya pasar modal syariah maupun konvensional dalam RUU OJK tidak akan menhambat pertumbukan industri syariah karena bagaimnapun OJK kelak akan menjadi payung hukum dari seluruh industri keuangan baik konvensional maupun syariah. “Menurut saya OJK ini akan menjadi payung hukum sehingga saya tidak perlu merasa khawatir kalau syariah akan tertinggal. Karena nanti setelah OJK nya ada akan ada undang-undang bawahannya, untuk apa khawatir karena industri kita sama ko’, bank ada bank konvensional, asuransi, pasar modal juga ada syariah, hingga ini (OJK) akan menaungi secara hukum. Yang namanya industri keuangan akan masuk disini (OJK) baik konvensional maupun syariah, kenapa kita jadi khawatir, karena kita sudah pasti masuk, seperti kita di Indonesia masa kita takut tidak diakui, kita tidak perlu secara eksklusif menyebutkan itu, gx perlu, karena yang kita susun adalah pengawasan industri keuangan.”6
6
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Touriq (Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan Pasar Modal Syariah Bapepam-Lk). Jakarta 25 Juli 2011
52
B. Perspektif Bapepam-Lk Terhadap Kewenangan OJK Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Pasar Modal Syariah Dalam RUU OJK Menurut ketua Bapepam-LK periode 27April 2006-15April 2011 Fuad Rahmany, draft RUU yang akan diserahkan mengacu pada UU Bank Indonesia pasal 34, ditambahkan Fuad, OJK menjadi badan pengawasan perbankan, serta lembaga keuangan nonbank. Saat ini fungsi pengawasan perbankan ada di BI, sementara untuk fungsi pengawasan (supervisi) pasar modal dan lembaga keuangan nonbank ada di Bapepam-LK, yang merupakan perwakilan dari Kementerian Keuangan. 7 Ruang lingkup OJK terdiri dari pengaturan, pengawasan dan penegakan hukum. Fungsi pengaturan dilakukan oleh Dewan Komisioner sementara Fungsi Pengawasan dilakukan oleh masing-masing pengawas yang terdiri dari pengawas perbankan, pengawas pasar modal dan pengawas industri keuangan nonbank yang selanjutnya disebut Kepala Eksekutif. Kewenangan penegakan hukum dilakukan oleh OJK terhadap industri jasa keuangan sesuai dengan RUU OJK pasal 41. 8 “(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengawasan industri jasa keuangan di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan, diberi 7
“Bapepam: OJK harus terbentuk tahun ini”, diakses pada tanggal 15 Agustus 2011 dari http://finance.detik.com/read/2010/03/01/200212/1308927/5/bapepam-ojk-harus-terbentuk-tahun-ini 8
Diakses pada tanggal 12 Agustus 2011 dari http://www.ojkindonesia.info/mainmenu.php?module=faq&id=0&&page=1
53
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana”.9
Menurut RUU OJK, OJK memiliki wewenang diantaranya melakukan pengaturan dan pengawasan kegiatan sehari-hari pasar modal termasuk didalamnya pasar modal berdasarkan prinsip syariah. Pada Bab II pasal 4 angka (2) dinyatakan bahwa tugas pengaturan dalam kegiatan industri keuangan termasuk didalamnya pasar modal, maka pengaturannya berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang OJK yang akan terbentuk nanti. Adapun dalam tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan dibidang pasar modal dilaksanakan oleh Pengawas Pasar Modal. Hal tersebut menandakan bahwasanya pada setiap bidang industri keuangan yang bernaung di bawah payung OJK tidak serta merta diawasi langsung oleh OJK akan tetapi akan ada bidang atau bagian yang mengawasinya yang dipimpin oleh kepala eksekutif yang bertanggung jawab kepada dewan komisioner. Bapepam-Lk memiliki fungsi utama yaitu melakukan pengawasan terhadap pasar modal baik konvensional maupun syariah. Jika OJK benar terbentuk, menurut Lutfie Zain Fuady selaku kepala bagian hukum pengelolaan investasi syariah Bapepam-Lk pengawasan terhadap pasar modal syariah akan tetap efektif, karena tidak ada fungsi yang hilang dalam tubuh Bapepam-LK
9
Indonesia, Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, ps.41
54
justru akan semakin kuat dengan terbentuknya OJK dengan segala kewenangan yang dimilikinya nanti. “pengawasannya akan tetap efektif bila OJK benar terbentuk, tidak ada kewenangan yang hilang jika menjadi OJK. Makin kuat dia, hilang tidak karena kita gabung dengan bank, kan makin banyak tuh produk yang bersinggungan pasti lebih baik”.10
OJK juga memiliki kewenangan khusus yaitu melakukan penyidikan terhadap industri jasa keuangan yang diduga adanya unsur pidana di bidang industri jasa keuangan yang didapat dari laporan, pengaduan, maupun pemberitahuan seseorang akan adanya kecenderungan tindak pidana tersebut. Kewenangan melakukan penyidikan tersebut yang dijelaskan secara rinci dalam RUU OJK pada Bab VIII pasal 41 angka (3). Kelak OJK akan menaungi seluruh industri keuangan yang ada di Indonesia, dan dalam perumusan RUU OJK itu sendiri hanya disebutkan industri keuangan secara umum. Tidak disebutkannya industri keuangan yang berbasis syariah, hal ini dikarenakan industri keuangan yang berdasarkan prinsip syariah sudah pasti termasuk dalam industri keuangan, baik konvensional maupun syariah. Menurut Ketua Bapepam-Lk periode 2006-2010 Fuad Rahmany, Undang-Undang OJK pada dasarnya hanya mengatur tentang struktur organisasi
10
Wawancara Pribadi dengan Luthfy Zain Fuady (Kepala Bagian Hukum Pengelolaan Investasi syariah Bapepam-Lk). Jakarta 18 Juli 2011
55
dari lembaga pengatur dan pengawas sektor keuangan. Lebih lanjut, Fuad menambahkan, aturan tentang produk keuangan dan batasannya bisa diatur di masing-masing undang-undang. Seperti undang-undang pasar modal mengatur tentang pasar modal, undang-undang perbankan tentang perbankan, demikian halnya dengan undang-undang perasuransian. 11 Karenanya untuk industri keuangan berdasarkan prinsip syariah kelak akan diatur dalam undang-undang turunan pada masing-masing pengawas industri keuangan di OJK nanti.
C. Kelangsungan kelembagaan Bapepam-Lk Jika Pengawasan Pasar Modal Syariah Menjadi Kewenangan OJK Meskipun pengawasan terhadap produk ataupun hal-hal yang terkait dengan pasar modal syariah berada pada biro-biro terkait, namun fungsi pengawasan ini dimaksudkan untuk menjaga kepentingan emiten maupun pemilik saham. Seperti yang dikatakan oleh kepala bagian hukum pengelolaan investasi syariah, Luthfy Zain Fuady bahwa salah satu cara pengawasan yang dilakukan Bapepam-Lk adalah dengan memastikan bahwa efek yang diterbitkan oleh emiten yang menerbitkan saham syariah tetap berada pada jalur syariah.
11
Arif Firdaus, Bapepam Menolak Penjaminan Polis Diatur Dalam OJK, diakses pada tanggal 15 Agustus 2011 dari http://www.tempo.co/hg/perbankan_keuangan/2010/04/27/brk,20100427243528,id.html
56
“…. Tugasnya legulator adalah memastikan atau mendorong untuk menjaga dirinya (perusahaan yang mengeluarkan efek syariah) agar tetap syariah…. ”.12 Diungkapkan pula oleh kepala Bapepam-Lk periode 2006-2010 Fuad Rahmany bahwasanya pengawasan akan tetap berada pada pemilik otoritas semula, seperti pengawasan perbankan akan tetap dilakukan oleh pihak Bank Indonesia begitu pula pasar modal akan tetap menjadi kewengan Bapepam-Lk, tidak langsung sepenuhnya OJK yang melakukan pengawasan langsung, BI dan Bapepam-Lk lah yang akan diawasi oleh OJK. "Kita berpikir positif saja lah. Supervisi terhadap perbankan tetap dilakukan orang-orang BI, jadi bukan oleh OJK langsung. Demikian pula dengan pasar modal tetap oleh orang-orang Bapepam-LK, tetapi mungkin namanya akan berubah. Dan dua lembaga inilah yang akan diawasi OJK secara langsung,"13
Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang tertulis dalam naskah akademik pembentukan OJK bahwasanya, fungsi pengaturan dilakukan oleh Dewan Komisioner sedangkan fungsi pengawasan dilakukan masing-masing oleh pengawas perbankan, pasar modal dan pengawas industri keuangan non bank. Dewan komisioner sebagai organ tertinggi dalam OJK selain menjalankan fungsi pengaturan, juga berperan untuk memastikan masing-masing pengawas
12
Wawancara Pribadi dengan Luthfy Zain Fuady (Kepala Bagian Hukum Pengelolaan Investasi Bapepam-Lk). Jakarta 18 Juli 2011 13
“OJK Tidak Mengubah Peran Otoritas”, diakses Pada Tanggal 17 Juni 2011 dari
Http://Bataviase.Co.Id/Node/104094
57
melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.14 Meskipun fungsi pengawasannya dibagi menjadi masing-masing bidang yang dipimpin oleh Kepala Eksekutif, namun pengaturan dari semua bidang industri keuangan dilakukan oleh dewan Komisioner yang mana dewan komisioner inilah yang mengepalai OJK. Baik fungsi maupun pegawai sebut saja Bapepam-LK kewenangan pengawasan pasar modal akan tetap dimiliki, yang berbeda adalah struktur kelembagaannya yang akan menjadi bagian dari OJK bukan lagi di bawah kementerian keuangan, dan status kepegawaiannya bukan lagi pegawai negeri sipil, akan tetapi menjadi pegawai OJK. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan ketua Bapepam-Lk. "Gedung dan pegawainya tidak berubah. Hanya status kepegawaian yang berubah,"15 Dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap pasar modal syariah, tentunya Bapepam-Lk menciptakan peraturan-peraturan yang kiranya dapat memfasilitasi agar produk-produk pada pasar modal syariah dapat berlaku. Peraturan yang dikeluarkanpun tidak hanya meliputi produk, tetapi juga emiten, laporan keuangan maupun akad-akad yang digunakan dalam mengeluarkan efek
14
Tim Panitia Antar Departemen Pembentukan Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan OJK, 2010, h. 4 15
“OJK Tidak Mengubah Peran Otoritas”, Diakses Pada Tanggal 17 Juni 2011 dari Http://Bataviase.Co.Id/Node/104094
58
syariah. Sejak adanya pasar modal berbasis syariah, Bapepam-Lk bekerjasama dengan DSN-MUI dalam membuat peraturan. Di Indonesia, tonggak awal yang berkaitan dengan pembuatan peraturan pasar modal syariah bisa dikatakan baru dimulai pada tahun 2001, yakni bersamaan dengan dikeluarkannya fatwa DSN MUI No. 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang pedoman investasi untuk reksadana syariah. Kemudian diikuti oleh fatwa DSN MUI tahun 2002 tentang obligasi syariah, serta nota kesepahaman (MoU) Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dengan DSN-MUI tentang pembentukan pasar modal yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. 16 Menurut kepala bagian pengembangan kebijaksanaan pasar modal syariah, kerjasama antara Bapepam-Lk dengan DSN-MUI dalam membuat regulasi dikarenakan keterbatasan pengetahuan Bapepam-Lk terkait bidang syariah dalam pengoperasian pasar modal berbasis syariah. Pengetahuan DSNMUI dalam menguasai ilmu syariah lebih dipercayai karenanya kerjasama ini dibutuhkan agar peraturan yang dibuat adapat memebuhi segala aspek, baik dari segi syariah maupun pasar modal syariah. “Kami sebagai regulator dipasar modal tentunya menyadari bahwa kompetensi atau wilayah kerja kita adalah dari segi industrinya. Ruler, regulasi ngertilah kita, tapi begitu masuk ke syariah mungkin temen-temen di Bapepam-Lk sebagian mengetahui hanya sisi umumnya saja, fiqh muamalat itu apa. 16
Samwise Prodo, “Perkembangan Pasar Modal Syariah Di Inidonesia”, artikel diakses pada tanggal 22 Juni 2011 dari: Http://Id.Shvoong.Com/Business-Management/Investing/2105937Perkembangan-Pasar-Modal-Syariah-Di/#Ixzz1pzl735vl
59
Pengetahuan-pengetahuan itu temen-temen di Bapepam-Lk memiliki tetapi tidak begitu detail, bagaimana mekanisme ijtihad segala macam itu memang bukan wilayahnya kita, bukan kompetensinya kita. Karena itu dibangunlah kerjasama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI”17
Adapun peraturan yang telah dibuat oleh Bapepam-Lk dan DSN-MUI untuk mengakomodir pelaksanaan pasar modal syariah di antaranya peraturan No.IX.A.13 tentang penerbitan efek syariah, peraturan No.IX.A.14 tentang akadakad yang digunakan dalam penerbitan efek syariah, peraturan No.II.K.I tentang kriteria dan penerbitan daftar efek syariah dan peraturan No.X.K.2 tentang penyampaian laporan keuangan berkala emiten atau perusahaan publik. Jika OJK terbentuk tentunya akan ada peraturan turunan yang akan mengatur mekanisme pengawasan dimasing-masing bidang industri keuangan. Mekanisme operasional di bidang pasar modal diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal (UUPM) dan peraturan lain yang dikeluarkan oleh Bapepam-Lk. UUPM inipun berlaku untuk pasar modal syariah seperti yang dikatakan oleh kepala bagian pengembangan kebijakan pasar modal syariah di biro standar akuntansi
dan
keterbukaan
Bapepam-Lk
bahwasanya
UUPM
sudah
mengakomodasi peraturan-peraturan yang dibutuhkan oleh pasar modal syariah.
17
Wawancara Pribadi Dengan Muhammad Touriq (Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan Pasar Modal Syariah Bapepam-Lk). Jakarta 25 Juli 2011
60
"Undang-Undang pasar modal itu bisa dijadikan landasan untuk pasar modal syariah. Sudah akomodatif dan implementatif,"18 Untuk kedepannya OJK tentunya akan membuat peraturan sendiri untuk menetapkan mekanisme operasional OJK. Adapun undang-undang yang dimiliki industri keuangan yang ada berada dalam naungannya akan tetap berlaku, termasuk undang-undang pasar modal dan peraturan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam-Lk akan tetap berlaku, seperti yang ditegaskan oleh kepala bagian hukum pengelolaan investasi Bapepam-Lk. “Oh ya jelas, malah lebih kuat, karena OJK punya kewenangan untuk bikin peraturan”. 19 D. Nilai-nilai Syariah Yang Terdapat Dalam RUU OJK Nilai-nilai yang terkandung dalam RUU OJK secara tidak langsung mengadopsi nilai-nilai syariah maupun perintah yang terdapat dalam Al-Qur’an untuk membentuk manajemen sebuah lembaga yang baik. Brikut dipaparkan nilai-nilai syariah yang terdapat dalam RUU OJK:
18
“Menanti Geliat Syariah di Pasar Modal” Diakses pada tanggal 12 Agustus 2011dari http://bataviase.co.id/node/539930 19
Wawancara Pribadi dengan Luthfy Zain Fuady (Kepala Bagian Hukum Pengelolaan Investasi Bapepam-Lk). Jakarta 18 Juli 2011
61
1. Prinsip Profesionalisme Di dalam RUU OJK diatur kriteria seperti apa yang akan menjadi pegawai OJK, seperti yang disebutkan dalam Bab III Pasal 8 tentang syarat calon anggota dewan komisioner yang berasal dari unsur masyarakat yang diantaranya adalah mempunyai pengalaman atau keahlian di bidang jasa keuangan. Al-Qu’an memerintahkan untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.. Hal ini dijelaskan dalam surat Az-Zumar ayat 39: Artinya: “Katakanlah: "Hai kaumku, Bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, Sesungguhnya Aku akan bekerja (pula), Maka kelak kamu akan mengetahui”. Dan syarat untuk menjadi Dewan Komisioner OJK yaitu memiliki akhlak, moral, dan integritas yang baik dan hendaklah menjaga amanat yang telah diberikan, sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam surat Al-Anfal ayat 27: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanatamanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. 2. Prinsip Perencanaan Dalam RUU OJK Bab V pasal 28 tentang rencana kerja. Dewan Komisioner diharuskan membuat rencana kerja dan anggaran paling lambat 6 (enam) bulan sejak dimulainya tahun buku. Penting kiranya membuat rencana
62
kerja agar dalam menjalankan fungsinya dapat lebih terarah. seperti yang di terangkan dalam surat Al-Hasyr ayat 18:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. 3. Prinsip Pengawasan Pengawasan langsung terhadap industri jasa keuangan dilakukan oleh Kepala Eksekutif, akan tetapi Kepala Eksekutif ini akan tetap di awasi oleh Dewan Komisioner. Hal tersebut diatur dalam Bab III Pasal 13 dan Pasal 14 yang menjelaskan kewenangan Kepala Eksekutif dalam melakukan tugas pengawasan. Dalam Al-Qu’an juga dijelaskan pentingnya melakukan pengawasan dalam surat Al-Balad ayat 17: Artinya: “Dan dia (Tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang”.
63
4. Prinsip Musyawarah Dalam hal pengambilan keputusan yang terdapat dalam RUU OJK Bab III Pasal 17 angka (6) dilakukan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat. Sebagaimana yang dijelaskan pula dalam Al-Qu’an surat Al-Imran ayat 159: Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. Dan dijelaskan pula apabila terjadi pertentangan pendapat dalam surat An-nisa (04) ayat 59:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
64
pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. 5. Prinsip Keterbukaan Dalam Bab VI Pasal 36 tentang pelaporan dan akuntabilitas, dijelaskan bahwasanya OJK wajib menyusun laporan kegiatan maupun laporan keuangan dan wajib melaporkannya kepada DPR. Hal tersebut senada dengan surat Al-Baqarah ayat 283 yang mengajarkan untuk mencatatkan semua pemasukan ataupun pengeluaran keuangan: Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. 6. Prinsip Kerjasama Pada Bab VII tentang hubungan dengan lembaga lain Pasal 37, OJK wajib berkoordinasi dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan maupun Lembaga Penjamin Simpanan dalam hal bertukar informasi terkait dengan
65
industri keuangan yang bersangkutan. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mencegah dan menangani kondisi krisis di sektor keuangan. Dan juga melakukan hubungan internasional dengan menjadi anggota organisasi pengawas jasa keuangan internasional atas nama Republik indonesia. Kerjasama semacam ini juga dianjurkan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2: ….. Artinya: “..dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
BAB V Penutup A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis tentang perspektif Bapepam-Lk terhadap RUU OJK dalam bidang pengawasan pasar modal syariah, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Bapepam-Lk
mendukung
dibentuknya
OJK
dengan
alasan
agar
pengawasan dibidang keuangan berada dalam satu naungan peraturan maupun pengawasan. Meskipun dalam RUU OJK industri keuangan yang berdasarkan prinsip syariah tidak disebutkan secara jelas, namun BapepamLk tidak mempermasalahkan hal tersebut dengan keyakinan bahwa OJK akan menaungi seluruh industri keuangan baik konvensional maupun syariah. 2.
Fungsi pengawasan terhadap pasar
modal baik syariah maupun
konvensional akan tetap dimiliki oleh Bapepam-Lk namun Bapepam-Lk bertanggung jawab kepada OJK bukan lagi kepada Menteri Keuangan, dan fungsi pengaturan terhadap industri keuangan berada pada OJK. Dalam melakukan pengaturan maupun pengawasan (saat ini) terhadap efek maupun emiten, Bapepam-Lk bekerjasama dengan DSN-MUI dalam membuat peraturan atau kebijakan agar efek syariah yang beredar dipasar modal syariah dapat tetap konsisten dengan tujuannya. kerjasama ataupun
66
67
hubungan antara Bapepam-Lk dengan DSN akan tetap berlangsung jika OJK nantinya terbentuk. 3.
Bapepam-Lk
berpendapat
bahwasanya
fungsi
pengaturan
maupun
pengawasan yang ada pada Bapepam-Lk tidak akan berubah jika OJK benar terbentuk nantinya, malah menurutnya akan makin kuat. Begitupun dengan peraturan maupun undang-undang yang dimiliki pasar modal tidak akan ada yang berubah, bahkan akan ada peraturan yang akan lebih menguatkan peraturan yang ada dan kemungkinan dibentuk peraturan baru oleh OJk. Terkait dengan kewenangan dan status karyawan Bapepam-Lk jika OJK terbentuk, kewenangan Bapepam-Lk akan pindah ke OJK dan status karyawan Bapepam-Lk
akan menjadi karyawan OJK tidak lagi
menjadi pegawai negeri sipil. 4.
Dalam RUU OJK terdapat nilai-nilai syariah yang diantaranya adalah prinsip profesionalisme yang mengharuskan untuk bekerja sesuai dengan kemampuan perencanaan,
dan
keahlian
prinsip
yang
pengawasan,
dimiliki.
Terdapat
prinsip
pula
prinsip
musyawarah,
prinsip
keterbukaan dan prinsip kerjasama, dengan adanya prinsip-prinsip tersebut yang secara tidak langsung diadopsi dari Al-Qur’an diharapkan agar OJK nanti memiliki manajemen kelembagaan yang baik. B. Saran-saran 1.
Sebelum OJK terbentuk, alangkah baiknya jika pemerintah, khususnya pemilik otoritas dari tiap industri keuangan seperti Bapepam-Lk maupun
68
BI lebih menguatkan fungsi pengaturan maupun pengawasannya, agar jika OJK terbentuk nanti tidak sulit untuk melakukan adaptasi lagi, karena otoritas sebelumnya sudah kuat jadi OJK tinggal melanjutkan saja. 2.
Perbedaan pendapat dalam menentukan Dewan Komisioner antara pemerintah dengan DPR sebaiknya jangan terus berlanjut, karena industri keuangan kita butuh OJK jika OJK tidak ada kepastian pastinya pengaturan dan pengawasanpun tidak akan berjalan dengan baik.
3.
Hendaknya DSN tetap dilibatkan dalam membuat regulasi ataupun mengeluarkan fatwa-fatwa terkait pasar modal syariah meski OJK terbentuk nanti karena DSN mempunyai kemampuan untuk membuat atau memutuskan peraturan dari segi syariah agar pasar modal syariah dapat berkembang lebih baik.
4.
Jika memang OJK sudah sepatutnya dibentuk maka sebaiknya pemerintah dan DPR mempercepat pengesahan RUU OJK menjadi UU agar bisa ditindak lanjut dengan segera, terlebih lagi pembentukan OJK ini sudah melewati batas waktu yang diamanatkan UU No.3 tahun 2004 tentang BI, yaitu 31 desember 2010, jangan sampai OJK batal dibentuk karena tidak memiliki titik temu atau bahkan terjadi amandemen dari UU tentang BI tersebut untuk kesekian kalinya yang mungkin kelak akan mencoreng kinerja pemerintah dan DPR hanya karna ketidak seriusan dalam membentuk OJK.
69
Daftar Pustaka Al-Qur’an Al-Karim Arhesa, Ade dan Hendiman, Edia. Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, Jakarta, PT. Indekx Kelompok Gramedia, 2006. Gemala, Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006. Huda, Nurul dan Nasution, Mustafa Edwin. Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007. Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, Master Plan Pasar Modal Dan Industri Keuangan Non Bank 2010-2014. Irsan, M. Nasarudin dan Surya, Indra. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004. Nasution, Mustafa Edwin, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, Cet. Ke-3. Pramono, Nindyo, Pengantar Tentang Pasar Modal Di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997. Sholahuddin, Muhammad dan Hakim, Lukman. Lembaga Ekonomi dan Keuangan Syariah Kontemporer, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2008. Sulistio, Tito, Mencari Ekonomi Pro Pasar: Catatan Tentang Pasar Modal, Privatisasi dan Konglomerasi Lokal, Jakarta: The Investor, 2004. Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta: Kencana, 2009. Sutaryono, Paul, “Pengawasan Bank Tetap di BI atau OJK?”, Bank Dan Management, no.112 Maret-April 2010. Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta: 2010. http://www.ojk-indonesia.info/tentang_ojk
70
http://bataviase.co.id/node/539930 “RUU OJK terhambat komposisi DK”, diakses pada tanggal 23 Juni 2011 dari http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/05/26/13414142/RUU.OJK.Terhambat. Komposisi.DK “Sejarah Pasar Modal Syariah”, diakses pada tanggal 13 juni 2011 dari http://www.bapepam.go.id/syariah/sejarah_pasar_modal_syariah.html http://www.ojk-indonesia.info “OJK Tidak Mengubah Peran Otoritas”, diakses Pada Tanggal 17 Juni 2011 dari Http://Bataviase.Co.Id/Node/104094 Samwise Prodo, “Perkembangan Pasar Modal Syariah Di Inidonesia”, artikel diakses pada tanggal 22 Juni 2011 dari: Http://Id.Shvoong.Com/BusinessManagement/Investing/2105937-Perkembangan-Pasar-Modal-SyariahDi/#Ixzz1pzl735vl www.legalitas.org
KEMENTERIANAGAMA
I
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKAR'TA
rl-.
LTITI
FAKULTAS SYARIAII DAN HUKUM
Jln.lr.H.JuandaNo.95 CioutaiJal€da15412.lndonssia
Nomor : Un.01/Fal PP.01.1. / tl L\ / 2011, Lamp :1 (satu)BerkasProposal Hal : Mohon Kesediaanmenjadi PembimbingSkripsi
(62-21)7491821 r6lp. 162-21)747 11537,7401925 FeD<. Webslt€: www'uinjK-ac.E E"mail: syar
[email protected]
Mei 2011M Jakarta,3 29JumadalUla 1432H
Yang Terhormat Bapak P r o f .D r . H . V . A m i n s u m a .5 H , M { , M \ 4 Dosen FakultasSyariah dan Hukum UIN Jakaria
Assnla1l1nLaikun wa/ahmatullahuabnrakatut. Pimpinan Fakultas Syariah dan Hukum UIN SyadJ Hidayatullah Jakafta mengharapkan kesediaanSaudarauntuk menjadi pembimbing sk psi mahasiswa: Nama Dian Pufri Waryati NIM 107046101E66 Prodi/Konsentrasi Muamalat/Perbankan Syariah Perspektif BAPEPAM Terhadnp Ranc ryan lJndang Judul Skripsi U CnngOtaritis I!1s4Keuallgan(Ru1-1OIK)(tatdnLBiding Pengmoasan PnsnrMadt Sllnrinh Beberapahal yang dapat djpertilnbangkan adalah sebagaiberikut: L Topik bahasan da11 a I litrc dimana perlu dapai diadakan perubahan dan PetyernPurnaan. 2. Teknih penulisan s[paya memjuk kepada buku "pectornar penulisan Skripsr FakultasSyariah darl Hukum UIN Syarif Hidayatuttah lakara,, Demikianlah ataskesediaansaudarakami ucapkan krnna kasih. Wassalantnlnik nunrdl atulltihiudbnrakautL rGtua Procr:m i Muamalat (Ekonomi Islam)
;: i;iir' Ag jirri(\-t;'
2002 41
Tembusan' Disampaikan dengan hormat kepada: L KasubagAkadernik & KemalrasiswaanFakrlltasSyariah dan Hukum 2. SekreiarisProgiam Studi Muamalat FakultasSyariah dan Flukum i. .frsip
KEMENTERIAN
AGAMA
LTNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTASSYARIAHDAN HUKUM No.95Cipll.lJakda 15412Indonosia J L n . l rH . J u a n d a
Nomor : Un.01/F.1/KM.00.02/2198/207I LamPlran r Hal : Permohonan Data/ Wawancara
T e L o . ( 6 2 - 2 r I r714573 7 , 7 4 0 1 9 2 5 (F6a2t2 1 J 7 4 9 1 8 2 1 @m wdo5l€.
[email protected]
J,rrti
2A-1,1,
Kepada Yth Kepala Humas Bapepam Di_ Tempat AssaLafiu' alaikumWr.1,h. Pimpina]r Fakultas Syariah dan Hukum UIN SyaiJ Hidayatullai Jakarta menerangkan bahwa: Nama Nomor Pokok Tempat/TanggalLahir Sernester JLtrusal\/Konsentrasi
Telp /Hp
Dian Pufi Waryati 107046101866 Jakarta,10 Mei 1990 Vlll (Delapan) Muamalat /Perbankan Syariah Jl. H. Kacit Rt.002/09 Rengas No.6 , Ciputat Timur Tangerang Selaian15412 085710645410
adalahbenarmahasiswaFakultasSyariahdan Hukum UIN Syarif HidayatullahJakarta yangsedangmenyelesaikan skripsidenganTopik/ Judul : " PerspektifBapepamTerhadapRUU OII( Dalam BidangpengawasallpasarMoiLal Slariah " untuk melengkapibahan/datayang berkaitandenganpenulisan/pembahasantopik / Judul di atas,dimohonkiranyaBapak/ Ibu/ Saudara/i dapatmembantu/ menedma yangbersangkutan untuk berwawancara. AtaskesediaanBapak/Ibu/Saudara/i,kami ucapkanbanyakterimakasih. I,'Jnssr lnnui nlnikuntlNr.Wb. A.n DEKAN, . Akadqrk-
Mukri Aji, M.A. 21985031003
INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK BADAN PENGAWASPASARMODALDAN LEMBAGAKEUANGAN SEKRETARIATBADAN GEDUNGSUIUITRO OJOJONADIKUSUI\]IO, JL. LAPANGANBANTENGTIMURNO,1-1,JAKARTA10710 TELEPON33s3001;FAKSIMILE3357917;S|TUSw.bapepam.so.id
Nomor Sifat Hal Yth.
j s - 4l tBL.o14t2oi Biasa SuratKeterangan Riset
lq
J
2011
PembantuDekanBidangAkademik ulN SyadfHidayatullah Jakarta Jl. lr. H.juandaNo.95 Ciputat Jakada15412
.021375812011 lllenunjuksu|at SaudaE Noi Un.01/F4|KM.00 , Ianggal20 Juni 2011 yang kami terima melalui mahasiswaSaudarapada tanggal 21 Juni 2011 perihal Permohonan DataMawancara, dengan ini kami beritahukan bahwa mahasiswaSauda|al
: DianPutriWaryati : '107046707866 Jurusan / Konsenkasi : Muamalat / Perbankan Syariah telah melakukanpenelitian(mengumpulkan data) dan wawancafadi Badan PengawasPasar lvlodaldan LembagaKeuangan(Bapepam-LK), Kementerian Keuangan R.l. padabulanJuni20'1'1, dalamrangkapenyusunan skripsidengan judul: Nama NIM
"Perspektif Bapepam TerhadapRUU OJK Dalam Bidang Pengawasan PasarModal Syariah" Demikiansurat keteranganini dibuat untuk digunakansebagaimana mestrnya.
a.n.
Tembusan Yth: 1. Sekretaris Badan; 2. Kabag. KSI& Humas.
Kabag.Kerjasamalntemasionaldan Hubungan Masyarakai
Hasil Wawancara Perspektif Bapepam-Lk Terhadap RUU OJK Dalam Bidang Pengawasan Pasar Modal Syariah
Narasumber
: Luthfy Zain Fuady
Jabatan
: Kepala Bagian Hukum Pengelolaan Investasi Bapepam-Lk
Hari/tanggal
: Senin, 18 Juli 2011
Tempat
: Ruang Rapat Biro Perundang-undangan dan Hukum Bapepam-Lk Gedung Sumitro Djojohadikusumo, JL. Lapangan Banteng Timur No.1-4, Jakarta 10710
Pertanyaan dan jawaban: Tanya
:(Dengan melihat judul skripsi penulis, narasumber langsung memberikan pendapatnya terkait judul yang diangkat)
Jawab
: Sebenarnya itu diskusi yang tidak perlu dalam membedakan perbankan syariah atau perbankan konvensional sebetulnya tidak ada itu perbankan syariah, karena yang dilakukan bank syariah bukan bank, bukan kegiatan bank, mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkan ke masyarakat. Semuanya berbentuk pembiyaan syariah, sebetulnya tidak ada itu hubungan antara kreditor dan debitor. Nah, di pasar modal itu juga tidak ada pasar modal syariah atau tidak syariah itu tidak ada, dimanapun tidak ada. Pada satu produkpun bisa jadi syariah dia tanpa dia dinyatakan syariah . suatu barang dia halal tanpa disebut dia halal, syariah itukan lidzatihi, itu dia halal atau haram, atau juga bisa karena lighairihi atau karena bukan karena zat atau bendanya itu, tapi karena akad-akad diperolehnya benda itu. Di pasar modal juga begitu, kita tidak
pernah bicara konteks pasar modal syariah dalam suatu sistem, tidak ada. Suatu hal, contohlah saham, saham inisecara esensi dia halal tanpa pernah disebut dia halal atau haram, PT. Indosat, PT. Telkom, dll. Dia itukan tidak pernah menyatakan “saham saya halal”, tapi kita melihat di nisbah, eh bukan nisbahnya ya, leveragenya antar hutang syariah dan hutang non syariah, bisnisnya cuma telepon selular, jadi orang bisa melihat halal tanpa pernah si “Telkom” menyatakan “produk saya ini halal”. Dalam artian, ketika indosat menerbitkan sukuk obligasi syariah, indosat misalnya bisa tidak yang halal itu berubah menjadi haram, menjadi tidak syariah?, mungkin, jadi dipasar modal itu tidak pernah ada pembedaan antara syariah dengan yang tidak syariah. yang penting adalah kalu orang sudah mendeclaire dirinya syariah maka dia akan tetap syariah tetapi menjadi syariah tidak ada urusannya dengan pasar modal hingga menjadi syariah itu sendiri. Tetapi who one, seseorang menyatakan “produk saya adalah syariah” dan kemudian menjual produk itu di pasar modal dia mesti mengguaranty bahwa produk dia itu syariah, kita tidak pernah mempertanyakan “kenapa produk anda tidak syariah”, karena awalnya tidak bilang syariah tapi sekali anda bilang syariah maka tugasnya legulator adalah memastikan atau mendorong untuk menjaga dirinya (perusahaannya) tetap syariah, karena orang yang mebeli produk itu kan dulu membeli dengan pandangan syariah “saya membeli itu karena memang dia menyatakan syariah, kalau dia tidak pernah bilang syariah maka saya akan membeli yang lain yang mungkin syariah”. Misalnya saya investor, didatangi untuk membeli obligasi indosat syariah, satu lagi didatangi untuk membeli saham Telkom, syariah dan bukan syariah kan, saya beli dua-duanya. Pada efek syariah walaupun tanpa bilang saya beli efek syariah, artinya apa tujuan saya beli itu adalah saya tidak berpikir syariah atau tidak syariah. nah kebetulan saja pas saya bawa pulang kerumah ternyata syariah, tapi
ketika saya beli sukuk atau obligasinya indosat yang memang niat saya beli itu adalah syariah. nah niat saya itu harus dijaga oleh si penerbit (emiten), pemerintah dalam hal ini harus menjaga agar penerbit itu tetap pada janjinya, Telkom misalnya, ketika dia berubah menjadi syariah, tidak ada urusan dengan regulator karena orang yang beli Telkom tidak ada yang berniat membeli efek syariah tapi karena dia ngasih untung aja. Tanya
: Adakah kemungkinan Pasar Modal Syariah memiliki UU sendiri?
Jawab
: Bapepam itu sendiri tidak punya (bukan tidak punya), disebut kewenangan khusus tentang pengawasan pasar modal syariah tetapi tidak disebut itu bukan berarti tidak punya. Seperti Telkom tadi, tidak disebut bukan berarti tidak syariah, bisa jadi Telkom itu syariah tanpa dia sebut syariah. bapepam juga tudak menyebut secara khusus tentang kewenangan di Undang-Undang (lho yaaaa). Karena tidak disebut dalam Undang-Undang maka dapat dilihat pada peraturan No. IX.A.13 dan IX.A.14 (tentang akad-akad yang digunakan untuk penerbitan efek-efek syariah dipasar modal syariah). pada huruf f diterangkan kewenangan bapepam mengeluarkan daftar efek syariah. No. 3 ada kalimat emitennya itu menyatakan sahamnya syariah, maka huruf b. ketika emiten dari awal sudah menyatakan dirinya itu sudah syariah maka kemudian selanjutnya harus tetap syariah… (no. IX.A.14)
Tanya
: Bagaimana kewenangan pengawasan Bapepam terhadap Pasar Modal Syariah?
Jawab
: Inikan dunia yang bukan dibungkus dengan agama, jadi boleh-boleh saja syariah atau konvensional, tidak ada problem disini. Jadi disini hanya muamalah dan pilihan, ketika dia pindah dari syariah ke konvensional misalnya prostitusi tidak apa-apa asal RUPS nya setuju, yang tadinya
beli karena syariah dan ternyata besok bukan syariah harus dikasih tau kalau besok bukan syariah. jadi kalau saya beli daftarnya itu syariah maka saya punya waktu untuk melakukan devestasi saya, pilihannya saya menjual karena bukan syariah atau menjadi bagian yang bukan syariah , membuat diri saya tidak taat pada peraturan agama kalau dari awal pertimbangan saya membeli efek karena syariah. Tetapi yang tidak boleh adalah membuat orang lain tidak taat pada agamanya tanpa diberitahu, inilah mekanisme yang dibuat jangan sampai orang tau itu menyangka dirinya memiliki efek syariah namun ternyata bukan efek syariah itu yang tidak boleh, tulah perannya bapepam dalam pengawasan. Kewenangan Bapepam dapat juga dilihat di peraturan No.X.K.2 (tentang laporan keuangan, dilaporan keuangan itu ada rasiorasio misalnya rasio antara pembiayaan yang diperoleh dari hutang, ribawi kalau pake bunga dengan pembiayaan perusahaan yang bukan ribawi, misalnya equitas saham kalau 20% pembiayaan ribawi maka sudah keluar dari prinsip syariah, setiap setengah tahun kita meriview laporan keuangan dan ini sudah keluar dari prinsip syariah karena dulunya dia (emiten) mengatakan sahamnya akan dikelola sesuai syariah. Dalam hal reksa dana (syariah), bank custodian yang menjadi wasitnya bahwa manajer investasi yang mengelola dana itu apakah sesuai dengan kontraknya atau tidak. Dalam kontraknya dia bisa bilang adalah syariah, ketika dia melenceng-melenceng maka yang “meniup pluit” pertama kali bukan Bapepam tetapi Bank Kustodian, bukan untuk kepentingan emiten saja, tapi untuk kepentingan pemegang reksadana, artinya apa, bank kustodian ini dia melaksanakan fungsi-fungsinya Bapepam dalam melaksanakan perlindungan. Kadang-kadang kita (Bapepam-Lk) itu bisa pinjem “kepanjangan tangan”, contohnya Bank Kustodian utnuk melakukan pengawasan manajer investasi. Bank kustodian wajib menolak apabila ada efek non syariah masuk, inilah
mekanisme pengawasan yang tidak dilakukan secara langsung oleh Bapepam akan tetapi oleh Bank Kustodian. Lahirnya Bank Kustodian ini dari peraturan Bapepam, ini mekanisme dari pengawasan Bapepam, nah ini semua akan beralih ke OJK jadi aman-aman saja. Tanya
: Bagaimana fungsi pengawasan Bapepam jika OJK benar terbentuk?
Jawab
: Saya bilang RUU OJK, pengawasannya akan tetap efektif bila OJK benar terbentuk, tidak ada kewenangan yang hilang jika menjadi OJK. Makin kuat dia, hilang tidak, karena kita gabung dengan bank, kan makin banyak tuh produk yang bersinggungan pasti lebih baik.
Tanya
: Akankah undang-undang ataupun peraturan yang ada di Bapepam akan tetap berlaku, atau akan ada peraturan yang baru?
Jawab
: Oh ya jelas, malah lebih kuat, karena OJK punya kewenangan untuk bikin peraturan.
Tanya
: Bagaimana dengan pembentukan OJK itu sendiri?
Jawab
: OJK itu adalah fungsi pemerintah.
Yang bertandatangan dibawah ini,
Narasumber
Peneliti
Luthfy Zain Fuady
Dian Putri Waryati
Hasil Wawancara Perspektif Bapepam-Lk Terhadap RUU OJK Dalam Bidang Pengawasan Pasar Modal Syariah
Narasumber
: Muhammad Touriq
Jabatan
: Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan Pasar Modal Syariah Bapepam-Lk.
Hari/tanggal
: Senin, 25 Juli 2011
Tempat
: Ruang Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan Pasar Modal Syariah Gedung Sumitro Djojohadikusumo, JL. Lapangan Banteng Timur No.1-4, Jakarta 10710
Pertanyaan dan jawaban: Tanya
: Bagaimana mekanisme pengawasan terhadap produk-produk pasar modal syariah yang dilakukan Bapepam?
Jawab
: Pengawasannya (pasar modal syariah) dilakukan oleh biro-biro terkait, disini hanya membuat kebijakan, kemudian nanti kita design ruler atau regulasi, nanti itu yang pake
adalah temen-temen dibiro teknis dan
investasi. Nanti mereka yang mengusulkan dan yang mengawasi juga mereka. Jawab
: Jadi sebenernya fungsi kita adalah level pembuat draft kebijakan, jadi kita mendesign sebuah aturan , itu dari kita, jadi kita tidak berdiri sendiri dalam menyusun itu (peraturan) karena yang mengetahui nature indistrinya adalah biro-biro teknis terkait, misalnya kalau bicara tentang reksa dana syariah, kalau bicara tentang reksa dana itu adanya di biro teknis dan investasi, mereka yang tau industri dari itu (reksadana) seperti apa, mereka yang mengexpose Terhadap pelakunya, mereka yang
mempunyai komunikasi dengan asosiasi-asosiasinya, sehingga yang tau nature dari industrinya adalah mereka. Kita sebagai supporting hokum, nanti kita bekerjasama dengan mereka (DSN-MUI) di internal BapepamLK kita selalu komunikasi dengan mereka, kira-kira apa si yang dibutuhkan oleh pelaku pasar, khususnya misalnya dalam pengaturan industri reksadana syariah, harus diatur portofolionya segala macam, nanti kita design draftnya, nanti kita diskusikan lagi, kemudian nanti setelah kita sepakati sebuah draft peraturan baru kita masukan ke biro perundang-undangan dan badan hukum. Nanti mereka yang memproses, jadi level kita sampe disitu. Jadi bagaimana si kalau ada pihak yang mau menerbitkan sukuk atau koorporasi nanti kita bikin aturannya dengan biro penilaian perusahaan. Kita bikin ruler dan regulasinya, kita bikin batasanbatasannya segala macam dari mulai pembuatan sampai produk itu di launching. Jadi bagaimana pengawasan-pengawasannya itu diatur diaturan kita, nanti yang menggunakannya adalah biro, mereka yang mengawasi, kita tidak mengawasi jadi kita hanya murni membuat ruler. Tanya
: Dalam pembuatan peraturan, Bapepam bekerjasama dengan DSN-MUI, sejauh mana kerjasama yang terjalin?
Jawab
: Kami sebagai regulator dipasar modal tentunya menyadari bahwa kompetensi atau wilayah kerja kita adalah dari segi industrinya. Ruler, regulasi ngertilah kita, tapi begitu masuk ke syariah mungkin tementemen di Bapepam-Lk sebagian mengetahui hanya sisi umumnya saja, fiqh muamalat itu apa segala macem. Pengetahuan-pengetahuan itu temen-temen di Bapepam-Lk memiliki tetapi tidak begitu detail, bagaimana mekanisme ijtihad segala macam itu memang bukan wilayahnya kita, bukan kompetensinya kita. Karena itu dibangunlah kerjasama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, ketika misalnya
ada yang menyangkut aspek fiqh muamalat dan syariahnya kita akan menyerahkan kebijakan itu kepada DSN-MUI, tetapi tentunya tidak serta merta prosesnya terpisah jadi kita selalu komunikasikan, intinya kita sama-sama, jadi bukan DSN sendiri, mereka mengekspor kita sama-sama, nah adakan rapat secara reguler bukan hanya level penulisan regulasi, ketika kita mengkaji saja yang baru tahap kajian kita juga mengundang mereka sebagai narasumber, kita sharelah pendapat kita dan mereka, jadi istilahnya komunikasi kita seperti itu. Kemudian ada produk kita yang namanya daftar efek syariah kita menelaah dari sisi bener-bener keuangannya segala macem, kita punya tim disini jadi ketika ada satu titik ada problem dari syariah yang mungkin sebenarnya kita paham tapi kita sadar ini bukan kompetensi kita, jadi kita angkat sama-sama dengan DSN. Dari situ muncullah komunikasi ada pendapat-pendapat yang diberikan DSN, jadi kita sepakati, demikian juga sebaliknya ketika DSN ingin menerbitakan sebuah fatwa yang terkait dengan pasar modal, kemudian DSN ingin melihat secara komprehensip, kompetensi DSN itu memang di syariah tetapi untuk melakukan ijtihad tentunya mereka butuh informasi yang komprehensip tentang masalah atau isu yang sedang diangkat misalnya fatwa terakhir tentang mekanisme perdagangan saham fatwa No. 80 atau fatwa tentang obligasi syariah, mereka mencari tau tentang obligasi syariah dan nanti kita berikan informasi sepenuhnya kepada DSN bagaimana mekanismenya. Ketika DSN sudah paham, baru mereka cari, ini sebenarnya dilarang gx si, bertentangan gx si, jadi kalau misalnya ada 1 item yang menjadi khilafiyah (perbedaan pendapat) ada yang bilang boleh ada yang bilang tidak boleh nanti akan timbul khilafiyah, beda pendapat nanti ada dalil-dalinya, mana si yang boleh atau tidak. Nanti ada satu titik siding pleno yang mengexplore itu dibadan harian DSN, tapi ada satu titik siding pleno yang memutuskan apakah itu terlarang atau boleh kalau yang sudah pasti. Selalu beriringan sampai sidang pleno pun
regulasi duduk walaupun perannya supporting hanya menjelaskan. Misalnya dipleno menanyakan “apa si yg dimaksud dengan match atau reaksi harga?” kan mereka gx paham tuh, disitulah peran kita menjelaskan hingga mereka paham disandingkanlah dengan dalil-dalil yang ada. Posisinya itu bukan ….. tapi memang bener-bener terus sampai dengan terkhir bukan dioper-operan gitu, jadi memang beriringan yang selama ini kiami lakukan sejak tahun 2004 sejak ada unit eselom buat syariah ini. Tanya
: Apakah OJk memang harus sudah dibentuk?
Jawab
: Saya sebagai bagian dari Bapepam-Lk akan mendukung apa yang sedang diperjuangkan menteri keuangan dan pemerintah bahwa OJK itu perlu dibentuk.
Tanya
: Dalam RUU OJK tidak dijelaskan secara detail, tidak ada pembedaan antara industri keuangan konvensional ataupun syariah, bagaimana menurut anda?
Jawab
: Menurut saya OJK ini akan menjadi payung hukum sehingga saya tidak perlu merasa khawatir kalau syariah akan tertinggal. Karena nanti setelah OJK nya ada akan ada undang-undang bawahannya, untuk apa khawatir karena industri kita sama ko’, bank ada bank konvensional, asuransi, pasar modal juga ada syariah, hingga ini (OJK) akan menaungi secara hukum. Yang namanya industri keuangan akan masuk disini (OJK) baik konvensional maupun syariah, kenapa kita jadi khawatir, karena kita sudah pasti masuk, seperti kita di Indonesia masa kita takut tidak diakui, kita tidak perlu secara eksklusif menyebutkan itu, gx perlu, karena yang kita susun adalah pengawasan industri keuangan.
Tanya
: Perlukah peraturan atau UU tersendiri tentang pasar modal syariah?
Jawab
: Peraturannya sekarang udah ada, sekali lagi, kita adalah bagian dari industri tidak perlu ada hal-hal yang dikhawatirkan seperti memisahkan diri kemudian kita eksklusif, kita terbuka untuk siapapun selama UU itu bisa mengakomodasi, jadi tidak ada hambatan.
Tanya
: Jadi, cukup dengan UUPM tahun 1995?
Jawab
: Bukan hanya fatwa, regulasi kita cukup untuk membuat pasar modal syariah, Memang peraturan kita sudah memungkinkan untuk melakukan untuk apa saja. Kalau seandainya nanti ada keuangan yahudi y bisa saja, jadi UU kita benar-benar terbuka, karena UU nya mungkin berbeda dengan UU perbankan. Di UU perbankan disebutkan jelas bahwa bank itu adalah menghimpun dana masyarakat kemudian disalurkan dalam bentuk kredit, kredit itu dalam bentuk hutang piutang dengan maminta imbalan berupa bunga, disebutkan seperti itu. Jadi kalau syariah mau masuk ya tidak bisa, maka dibentuklah Undang-undang pervbankan syariah. jadi UU yang eksis tentang mengakomodasi semua unsure berbeda dengan pasar modal, dulu UU SUN No.24 tahun 1992tentang surat utang Negara, disitu jelas bahwa pemerintah republik Indonesia bisa mengambil pendanaan dari masyarakat dalam bentuk surat hutang yang dimana pemerintah itu mengembalikan pokoknya dan membayar bunga. Surat berharga yang tanpa bunga itu tidak bisa karena akan melanggar UU SBSN, jadi dibentuklah UU baru. Jika selama ini UU yang kita bikin memungkinkan kita untuk masuk, bikin aja produk, kecuali UU ini menutup.
Tanya
: Bagaimana kerjasama dengan DSN setelah OJK terbentuk?
Jawab
: Kerjasama dengan DSN seperti sekarang aja kenapa mesti dikhawatirkan, dan apa urgensinya kita membuat DSN baru, DSN sudah ada kenapa mesti dibentuk lagi.
Tanya
: Apakah keberadaan OJK ini penting?
Jawab
: Faktanya OJK ini memang diperlukan, argumennya ada di naskah akademik RUU OJK, itulah argumennya, argumennya sudah cukup kuat.
Yang bertandatangan dibawah ini,
Nara sumber
Peneliti
Muhammad Touriq
Dian Putri Waryati
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
TAHUN
TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
:
a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, diperlukan industri jasa keuangan yang sehat, teratur, dan mempunyai daya saing yang tinggi; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, diperlukan otoritas jasa keuangan yang bertugas melaksanakan pengawasan yang dapat mengeluarkan peraturan yang berkaitan dengan tugas pengawasan terhadap perbankan, pasar modal, dan industri jasa keuangan non bank secara terpadu, independen, dan akuntabel; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang yang mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan, perlu membentuk Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan
1
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan
: UNDANG-UNDANG TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1.
Dewan Komisioner adalah pimpinan otoritas jasa keuangan.
2.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh Dewan Komisioner dan mengikat secara umum.
3.
Peraturan Dewan Komisioner adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh Dewan Komisioner dan mengikat di lingkungan internal Otoritas Jasa Keuangan.
4.
Peraturan Kepala Eksekutif adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh Kepala Eksekutif yang memuat aturan teknis dalam rangka pelaksanaan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Peraturan Dewan Komisioner dan mengikat secara umum.
5.
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan.
6. Pasar Modal adalah pasar modal sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai pasar modal. 7.
Industri Keuangan Non Bank yang selanjutnya disingkat IKNB adalah kegiatan jasa keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan selain bank yang mencakup Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, Lembaga Penjaminan, Pergadaian, Perusahaan Perasuransian, dan lembaga yang menyelenggarakan program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan yang bersifat wajib, serta industri keuangan non bank lainnya.
8.
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
2
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lembaga Penjamin Simpanan adalah Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
9.
10. Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan adalah peraturan
perundang-undangan di bidang perbankan, perbankan syariah, pasar modal, dana pensiun, lembaga pembiayaan, lembaga pembiayan ekspor, lembaga pembiayaan sekunder perumahan, lembaga penjaminan, pergadaian, usaha perasuransian, lembaga yang menyelenggarakan program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan yang bersifat wajib, atau industri keuangan non bank lainnya, termasuk peraturan pelaksanaannya. 11. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
BAB II PEMBENTUKAN, TEMPAT KEDUDUKAN, DAN TUGAS Pasal 2 (1) Dengan Undang-Undang ini dibentuk Otoritas Jasa Keuangan. (2) Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. Pasal 3 (1) Otoritas Jasa Keuangan berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia. (2) Otoritas Jasa Keuangan dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Pasal 4 (1) Otoritas Jasa Keuangan melakukan tugas pengaturan dan pengawasan secara terpadu, independen, dan akuntabel terhadap: a. kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan; b. kegiatan jasa keuangan di bidang Pasar Modal; dan c. kegiatan jasa keuangan di bidang IKNB. (2) Tugas pengaturan sebagaimana dimaksud pada berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
ayat
(1)
dilakukan
(3) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan peraturan pelaksanaan kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia. (4) Tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh pengawas
3
Perbankan. (5) Tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang Pasar Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh pengawas Pasar Modal. (6) Tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang IKNB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh pengawas IKNB.
BAB III DEWAN KOMISIONER, KEPALA EKSEKUTIF DAN ORGAN PENDUKUNG DAN KEPEGAWAIAN Bagian Kesatu Dewan Komisioner Pasal 5 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, Otoritas Jasa Keuangan dipimpin oleh Dewan Komisioner. (2) Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat kolektif. (3) Dewan Komisioner mempunyai 7 (tujuh) orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (4) Susunan Dewan Komisioner terdiri atas: a. seorang ketua merangkap anggota; b.3 (tiga) orang Kepala Eksekutif merangkap anggota; dan c. 3 (tiga) orang anggota. (5) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berasal dari unsur: a. Masyarakat berjumlah 2 (dua) orang yang satu diantaranya sebagai ketua; b. Bank Indonesia berjumlah 1 (satu) orang yang merupakan ex-officio Deputi Gubernur Bank Indonesia; c. Kementerian Keuangan berjumlah 1 (satu) orang yang merupakan ex-officio Pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan; dan d. Otoritas Jasa Keuangan berjumlah 3 (tiga) orang yang merangkap sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, dan Kepala Eksekutif Pengawas IKNB. (6) Dalam hal terdapat calon Anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dinilai tidak mampu, calon Anggota Dewan Komisioner dapat berasal dari unsur masyarakat.
4
(7) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki kedudukan yang setara. Pasal 6 (1) Calon Anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf a dipilih oleh Presiden berdasarkan usulan Menteri Keuangan untuk mendapat konfirmasi dari DPR. (2) Calon Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden sebanyak 2 (dua) orang untuk setiap anggota Dewan Komisioner yang akan ditetapkan. (3) Calon Anggota Dewan Komisioner yang merupakan ex-officio Deputi Gubernur Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf b, diusulkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan kepada Presiden. (4) Calon Anggota Dewan Komisioner yang merupakan ex-officio Pejabat setingkat Eselon I Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf c, diusulkan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden. (5) Calon Anggota Dewan Komisioner yang merangkap sebagai Kepala Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf d, diusulkan oleh Dewan Komisioner melalui Menteri Keuangan kepada Presiden. Pasal 7 (1) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (5) diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama. (2) Pengangkatan kembali Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Pasal 8 Syarat calon Anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat adalah sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. memiliki akhlak, moral, dan integritas yang baik; c. cakap melakukan perbuatan hukum; d. tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit; e. sehat jasmani; f.
berusia paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat ditetapkan;
g. mempunyai pengalaman atau keahlian di bidang jasa keuangan;
5
h. tidak memiliki benturan kepentingan di lembaga jasa keuangan; i.
bukan sebagai pengurus dari organisasi pelaku atau profesi di industri jasa keuangan;
j.
tidak menjadi anggota partai politik; dan
k. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan. Pasal 9 (1) Anggota Dewan Komisioner sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya di hadapan Mahkamah Agung. (2) Bunyi lafal sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk menjadi anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan langsung atau tidak langsung dengan nama dan dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan untuk memberikan sesuatu kepada siapapun”. “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun sesuatu janji atau pemberian dalam bentuk apapun”. “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab”. “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada negara, konstitusi, dan haluan negara”. Pasal 10 (1) Anggota Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, kecuali apabila memenuhi alasan sebagai berikut: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; c. masa jabatannya telah berakhir dan tidak diangkat kembali; d. berhalangan tetap sehingga tidak dapat melaksanakan tugas atau diperkirakan secara medis tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut; e. tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Komisioner lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut, tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; f.
tidak lagi menjadi Deputi Gubernur Bank Indonesia bagi anggota Dewan Komisioner yang berasal dari Bank Indonesia;
6
g. tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon I pada Kementerian Keuangan bagi anggota Dewan Komisioner yang berasal dari Kementerian Keuangan; h. tidak lagi menjabat sebagai Kepala Eksekutif i.
memiliki hubungan keluarga sampai derajat ke tiga dan semenda dengan anggota Dewan Komisioner lain dan tidak ada satupun yang mengundurkan diri dari jabatannya; atau
j.
tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Dewan Komisioner melalui Menteri Keuangan kepada Presiden untuk mendapatkan penetapan. Pasal 11 (1) Dalam hal terjadi kekosongan anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Presiden menetapkan anggota Dewan Komisioner yang baru dengan memperhatikan ketentuan Pasal 6 ayat (1), Pasal 7, dan Pasal 8. (2) Anggota Dewan Komisioner yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan untuk masa jabatan 5 (lima) tahun. Pasal 12 (1) Dalam hal terjadi kekosongan Ketua Dewan Komisioner, anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat bertindak sebagai pejabat sementara Ketua Dewan Komisioner sampai dengan ditetapkannya Ketua Dewan Komisioner yang baru. (2) Dalam hal pada saat yang bersamaan terjadi kekosongan pada kedua anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat, Dewan Komisioner yang ada menunjuk salah satu anggota Dewan Komisioner sebagai pejabat sementara Ketua Dewan Komisioner sampai dengan ditetapkannya Ketua Dewan Komisioner yang baru. (3) Pejabat sementara Ketua Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kewenangan yang sama dengan Ketua Dewan Komisioner. (4) Dalam hal terjadi kekosongan anggota Dewan Komisoner yang merupakan salah satu Kepala Eksekutif, berdasarkan rapat Dewan Komisioner salah satu Deputi Eksekutif bidang tersebut ditunjuk sebagai pejabat sementara Kepala Eksekutif merangkap anggota dewan komisioner sampai dengan ditetapkannya Kepala Eksekutif yang baru. (5) Anggota dewan komisoner yang merangkap sebagai kepala eksekutif yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mempunyai kewenangan yang sama dengan Dewan Komisiner yang merangkap Kepala Eksekutif yang digantikan.
7
Pasal 13 (1) Tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilaksanakan oleh Dewan Komisioner. (2) Dalam rangka melaksanakan mempunyai fungsi:
tugas
pengaturan,
Dewan
Komisioner
a. menetapkan kebijakan umum mengenai pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan; b. menetapkan peraturan dan keputusan Otoritas Jasa Keuangan; dan c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan yang dilakukan oleh Kepala Eksekutif. (3) Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Komisioner mempunyai wewenang: a. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini dan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan; b. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap pihak yang melakukan kegiatan jasa keuangan tertentu untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan hal tertentu guna memenuhi ketentuan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan; c. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter jasa keuangan dalam rangka penyelamatan kelangsungan usaha lembaga keuangan tertentu dan perlindungan kepentingan nasabah, termasuk dalam rangka pemberantasan kejahatan keuangan yang dilakukan pihak di industri jasa keuangan; d. menetapkan Keuangan;
struktur
organisasi
dan
infrastruktur
Otoritas
Jasa
e. menetapkan pengaturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Jasa Keuangan; dan f. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif. Pasal 14 (1) Dalam rangka melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (3), Dewan Komisioner menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Dewan Komisioner, dan/atau Keputusan Dewan Komisioner. (2) Dewan Komisioner dapat mendelegasikan wewenang menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini dan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) kepada Kepala Eksekutif.
8
Pasal 15 Anggota Dewan Komisioner tidak dapat menduduki jabatan pada lembaga lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan dan/atau penugasan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 16 (1) Antaranggota Dewan Komisioner dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai derajat ketiga dan semenda. (2) Jika antaranggota Dewan Komisioner terbukti memiliki hubungan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salah seorang di antara mereka wajib mengundurkan diri dari jabatannya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terbukti mempunyai hubungan keluarga. (3) Dalam hal tidak ada satupun anggota Dewan Komisioner yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), semua anggota Dewan Komisioner yang mempunyai hubungan keluarta tersebut diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden. Pasal 17 (1) Dewan Komisioner melaksanakan rapat Dewan Komisioner secara berkala paling sedikit 1 (satu) bulan sekali atau sewaktu-waktu berdasarkan permintaan salah satu anggota Dewan Komisioner. (2) Ketua Dewan Komisioner memimpin rapat Dewan Komisioner. (3) Dalam hal Ketua Dewan Komisioner berhalangan, anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat memimpin rapat Dewan Komisioner. (4) Dalam hal anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhalangan, berdasarkan kesepakatan antara anggota Dewan Komisioner, salah satu anggota Dewan Komisioner ditunjuk untuk memimpin rapat Dewan Komisioner. (5) Rapat Dewan Komisioner dinyatakan sah apabila dihadiri paling sedikit 5 (lima) orang anggota Dewan Komisioner. (6) Pengambilan keputusan Dewan Komisioner musyawarah untuk mencapai mufakat.
dilakukan
berdasarkan
(7) Dalam hal musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak (8) Setiap Rapat Dewan Komisioner dibuat risalah rapat yang ditandatangani oleh semua anggota Dewan Komisioner yang hadir. (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan rapat Dewan Komisioner diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
9
Pasal 18 (1) Dewan Komisioner mewakili Otoritas Jasa Keuangan di dalam dan di luar pengadilan. (2) Dewan Komisioner dapat menyerahkan kewenangan mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada salah satu anggota Dewan Komisioner, dan/atau kepada pejabat Otoritas Jasa Keuangan atau pihak lain untuk mewakili Otoritas Jasa Keuangan yang khusus dikuasakan untuk itu. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penugasan dan pemberian kuasa kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. Pasal 19 (1) Dewan Komisioner harus membuat kode etik Otoritas Jasa Keuangan. (2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. Bagian Kedua Kepala Eksekutif Pasal 20 (1) Kepala Eksekutif pengawas Perbankan memimpin tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4). (2) Kepala Eksekutif pengawas Pasar Modal memimpin tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang Pasar Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5). (3) Kepala Eksekutif pengawas IKNB memimpin tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang IKNB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6). Pasal 21 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Kepala Eksekutif sesuai dengan bidang tugas masing-masing mempunyai wewenang: a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; b. menetapkan aturan teknis di bidang jasa keuangan; c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan tindakan lain terhadap pelaku dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan; d. mengeluarkan perintah tertulis kepada pihak tertentu; e. melakukan penunjukan pengelola statuter; f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
10
g. menetapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran di bidang jasa keuangan; dan
pihak
yang
melakukan
h. memberikan dan/atau mencabut: 1) izin usaha; 2) izin orang perseorangan; 3) efektifnya Pernyataan Pendaftaran; 4) surat tanda terdaftar; 5) persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6) pengesahan; dan 7) persetujuan pembubaran/penetapan pembubaran, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan. (2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Eksekutif sesuai dengan bidang tugasnya. (3) Pengabaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 22 Tugas pengawasan yang dilakukan oleh Kepala Eksekutif dilaksanakan secara independen. Bagian Ketiga Organ Pendukung dan Kepegawaian Pasal 23 (1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dibentuk Sekretariat Dewan Komisioner dan beberapa Deputi Kepala Eksekutif. (2) Otoritas Jasa Keuangan dapat mengangkat tenaga ahli. (3) Susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat Dewan Komisioner dan Deputi Kepala Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara pengangkatan dan penugasan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. Pasal 24 (1) Dewan Komisioner mengangkat dan memberhentikan pegawai Otoritas Jasa Keuangan.
11
(2) Sekretariat Dewan Komisioner dan Deputi Kepala Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) berasal dari pegawai Otoritas Jasa Keuangan. (3) Otoritas Jasa Keuangan dapat mempekerjakan Pegawai Negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Pengangkatan dan pemberhentian pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan mempekerjakan Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Dewan Komisioner. (5) Ketentuan mengenai sistem kepegawaian, sistem penggajian, dan tata cara mempekerjakan Pegawai Negeri diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. Bagian Keempat Lain-lain Pasal 25 Anggota Dewan Komisioner dan pegawai Otoritas Jasa Keuangan yang dengan itikad baik melaksanakan tugas dan/atau wewenangnya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan Peraturan Perundangan-Undangan di Bidang Jasa Keuangan, tidak dapat dituntut secara pribadi di hadapan hukum. Pasal 26 (1) Gaji, penghasilan lainnya, dan fasilitas bagi Anggota Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. (2) Besaran gaji, penghasilan lainnya, dan fasilitas bagi Dewan Komisioner ditetapkan paling banyak 2 (dua) kali dari gaji, penghasilan lainnya, dan fasilitas Deputi Kepala Eksekutif. BAB IV KERAHASIAAN INFORMASI Pasal 27 (1) Setiap orang yang pernah menjabat sebagai anggota Dewan Komisioner atau sebagai pegawai Otoritas Jasa Keuangan dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan atau ditentukan dalam Undang-Undang. (2) Setiap orang yang bertindak untuk dan atas nama Otoritas Jasa Keuangan, yang diperkerjakan dan/atau diperbantukan di Otoritas Jasa Keuangan, atau sebagai tenaga ahli di Otoritas Jasa Keuangan dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas atau berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan.
12
(3) Setiap orang yang mengetahui informasi yang bersifat rahasia baik karena kedudukannya, profesinya, sebagai pihak yang diawasi, atau hubungan apapun dengan Otoritas Jasa Keuangan, dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan keputusan Otoritas Jasa Keuangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerahasiaan, penggunaan, dan pengungkapan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. (5) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB V RENCANA KERJA, ANGGARAN, DAN PEMBIAYAAN Bagian Pertama Rencana Kerja dan Anggaran Pasal 28 (1) Dewan Komisioner menyusun rencana kerja dan anggaran Otoritas Jasa Keuangan serta mengumumkannya dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum dimulainya tahun buku. (2) Dewan Komisioner dapat melakukan perubahan rencana kerja dan anggaran Otoritas Jasa Keuangan pada tahun berjalan. Pasal 29 (1) Otoritas Jasa Keuangan wajib membentuk cadangan paling banyak sejumlah 24 (dua puluh empat) bulan dari anggaran pengeluaran OJK. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja dan anggaran Otoritas Jasa Keuangan diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. Bagian Kedua Pembiayaan Pasal 30 Dalam rangka membiayai kegiatan dalam anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan menetapkan dan memungut biaya yang wajib dibayar oleh industri jasa keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 31 Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah penetapan rencana kerja dan anggaran Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Otoritas Jasa Keuangan menetapkan biaya sebagaimana dimaksud
13
dalam Pasal 30 dan mengumumkannya kepada industri jasa keuangan. Pasal 32 Jenis, besaran, tata cara penarikan, penyetoran dan penagihan, serta penggunaan biaya, pengenaan denda keterlambatan penyetoran biaya diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 33 (1) Otoritas Jasa Keuangan menatausahakan dan mengelola penerimaan biaya secara transparan, akuntabel, dan mandiri. (2) Dana yang berasal dari biaya yang dipungut dari industri jasa keuangan hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan Otoritas Jasa Keuangan dan pembentukan cadangan. Pasal 34 (1) Dalam hal terdapat surplus atau defisit anggaran Otoritas Jasa Keuangan, surplus atau defisit tersebut digunakan untuk menambah atau mengurangi cadangan Otoritas Jasa Keuangan pada tahun berikutnya. (2) Dalam hal terjadi surplus pada tahun berjalan, maka: a. surplus tersebut diperhitungkan sebagai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1);
penambah
cadangan
b. apabila cadangan tersebut telah mencapai sejumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) maka kelebihannya digunakan untuk mengurangi biaya industri jasa keuangan secara proporsional pada tahun berikutnya. (3) Dalam hal terjadi defisit dalam tahun berjalan, defisit tersebut ditutup dari cadangan Otoritas Jasa Keuangan pada tahun tersebut. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai cadangan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. Pasal 35 Dalam hal kondisi perekonomian nasional memburuk sehingga biaya yang dipungut dari industri jasa keuangan dan cadangan yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan tidak mencukupi untuk membiayai kegiatan operasional Otoritas Jasa Keuangan, Pemerintah membiayai pelaksanaan kegiatan Otoritas Jasa Keuangan. BAB VI PELAPORAN DAN AKUNTABILITAS Pasal 36 (1) Otoritas Jasa Keuangan wajib menyusun laporan tahunan yang terdiri atas laporan kegiatan dan laporan keuangan.
14
(2) Periode laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. (3) Otoritas Jasa Keuangan wajib menyampaikan laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dewan Perwakilan Rakyat. (4) Laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan juga kepada Presiden. (5) Dalam rangka penyusunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Komisioner menetapkan standar dan kebijakan akuntansi Otoritas Jasa Keuangan. (6) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Badan Pemeriksa Keuangan. (7) Otoritas Jasa Keuangan wajib mengumumkan laporan keuangan tahunan Otoritas Jasa Keuangan kepada publik melalui media cetak atau media elektronik. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan susunan laporan kegiatan dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta tata cara, bentuk, dan susunan laporan keuangan yang diumumkan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. BAB VII HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA LAIN Bagian Pertama Koordinasi dan Kerja Sama Pasal 37 (1) Otoritas Jasa Keuangan wajib berkoordinasi dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan melalui forum stabilitas sistem keuangan. (2) Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dapat berkoordinasi dan bekerja sama dalam pengawasan bersama atas kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan. (3) Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan dapat berkoordinasi dan bekerja sama dalam pengawasan bersama atas kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan. (4) Untuk memastikan dan memelihara stabilitas sistem keuangan, dalam pengawasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan langsung dan/atau pengawasan tidak langsung terhadap bank. (5) Dalam rangka mendukung koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga
15
Penjamin Simpanan wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi. (6) Dalam rangka peningkatan pengawasan dan penegakan hukum dalam industri jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dan bekerja sama dengan lembaga penegak hukum dan instansi terkait lainnya. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara koordinasi dan kerja sama diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. Pasal 38 (1) Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perbankan. (2) Otoritas Jasa Keuangan menyerahkan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik kepada Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan. (3) Dalam rangka penyelesaian dan penanganan bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik, Otoritas Jasa Keuangan wajib menginformasikan kepada forum stabilitas sistem keuangan tentang bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik. Pasal 39 Dalam rangka mencegah dan menangani kondisi krisis di sektor keuangan, Otoritas Jasa Keuangan wajib berkoordinasi dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai jaring pengaman sistem keuangan. Bagian Kedua Hubungan Internasional Pasal 40 (1) Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan kerja sama dengan otoritas pengawas perbankan, pasar modal, dan/atau industri keuangan non bank di negara lain serta organisasi internasional dan lembaga internasional lainnya. (2) Otoritas Jasa Keuangan dapat menjadi anggota organisasi pengawas jasa keuangan internasional. (3) Dalam hal anggota organisasi pengawas jasa keuangan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah negara, Otoritas Jasa Keuangan dapat bertindak untuk dan atas nama negara Republik Indonesia sebagai anggota. (4) Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan kerja sama dan memberikan bantuan dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan yang dilakukan oleh otoritas pengawas perbankan, pasar modal, dan/atau industri keuangan non bank negara lain berdasarkan permintaan tertulis.
16
(5) Kerja sama dan pemberian bantuan dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan apabila: a. otoritas pengawas perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank negara lain tersebut telah memiliki perjanjian kerja sama timbal balik dengan Otoritas Jasa Keuangan; dan b. pelaksanaan kerja sama dan pemberian bertentangan dengan kepentingan umum.
bantuan
tersebut
tidak
(6) Kerja sama dan pemberian bantuan dalam rangka penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan apabila: a. otoritas pengawas perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank negara lain tersebut telah memiliki perjanjian kerja sama timbal balik dengan Otoritas Jasa Keuangan; dan b. pelaksanaan kerja sama dan pemberian bantuan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerjasama timbal balik dalam masalah pidana. BAB VIII PENYIDIKAN Pasal 41 (1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan industri jasa keuangan di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dapat diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Penyidik Pegawai berwenang:
Negeri
Sipil
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1),
a. menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang industri Jasa Keuangan; b. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang industri Jasa Keuangan; c. melakukan penelitian terhadap orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang industri Jasa Keuangan; d. memanggil, memeriksa, dan meminta keterangan dan barang bukti dari setiap orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di bidang industri Jasa Keuangan; e. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang industri jasa keuangan;
17
f. melakukan penggeledahan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang industri jasa keuangan; g. meminta data, dokumen, atau alat bukti lain baik cetak maupun elektronik kepada penyelenggara jasa telekomunikasi; h. dalam keadaan tertentu meminta kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan pencegahan terhadap orang yang diduga telah melakukan tindak pidana di bidang industri jasa keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; i. meminta bantuan aparat penegak hukum lain; j. meminta keterangan dari bank tentang keadaan keuangan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undangundang di bidang industri jasa keuangan dan/atau peraturan pelaksanaannya; k. memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang industri jasa keuangan; l. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang industri jasa keuangan; dan m. menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 42 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). (2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah). Pasal 43 (1) Setiap orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, atau menghambat pelaksanaan kewenangan Kepala Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling
18
lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). (2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah). Pasal 44 (1) Setiap orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi atau menghambat pelaksanaan perintah tertulis atau tugas pengelola statuter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d dan huruf f, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). (2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah). BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 45 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: 1. Izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya Pernyataan Pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, dan persetujuan pembubaran/penetapan pembubaran yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia, Menteri Keuangan, atau Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Jasa Keuangan sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, dinyatakan tetap berlaku. 2. Permohonan izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya Pernyataan Pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, dan persetujuan pembubaran/penetapan pembubaran, yang sedang dalam proses penyelesaian pada Bank Indonesia, Menteri Keuangan, atau Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Jasa Keuangan, penyelesaiannya dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 46 (1) Pengalihan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan dilakukan secara bertahap dan berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini
19
diundangkan. (2) Untuk 2 (dua) tahun pertama setelah tugas dan wewenang pengaturan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beralih, pembiayaan penyelenggaraan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan berasal dari anggaran Bank Indonesia. Pasal 47 (1) Tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Pasar Modal dan IKNB yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan atau Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan secara bertahap beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini diundangkan. (2) Untuk tahun pertama setelah tugas dan wewenang pengaturan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beralih, pembiayaan penyelenggaraan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Pasar Modal dan IKNB oleh Otoritas Jasa Keuangan, berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 48 (1) Terhitung sejak tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1), beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan, status kepegawaian pegawai Bank Indonesia yang melaksanakan tugas dan wewenang di bidang pengaturan dan pengawasan beralih seluruhnya atau sebagian menjadi pegawai Otoritas Jasa Keuangan. (2) Terhitung sejak tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di bidang Pasar Modal dan IKNB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan, status kepegawaian Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kementerian Keuangan dialihkan menjadi pegawai Otoritas Jasa Keuangan. (3) Pengalihan status kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. (4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Kementerian Keuangan dipekerjakan menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 49 (1) Terhitung sejak Otoritas Jasa Keuangan menyelenggarakan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1), infrastruktur dan kekayaan negara pada Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan, beralih untuk digunakan sementara oleh Otoritas Jasa Keuangan.
20
(2) Terhitung sejak Otoritas Jasa Keuangan menyelenggarakan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Pasar Modal dan IKNB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), infrastruktur dan kekayaan negara pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kementerian Keuangan beralih untuk digunakan oleh Otoritas Jasa Keuangan. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 50 (1) Bank Indonesia bertugas menyiapkan perangkat dan infrastruktur yang dibutuhkan bagi pengalihan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan. (2) Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kementerian Keuangan bertugas mempersiapkan perangkat dan infrastruktur yang dibutuhkan bagi pengalihan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Pasar Modal dan IKNB dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 51 (1) Untuk pertama kali, dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum Otoritas Jasa Keuangan menyelenggarakan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan, Pasar Modal, dan IKNB, Presiden harus menetapkan Dewan Komisioner. (2) Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota dengan ketentuan sebagai berikut: a. Ketua Dewan Komisioner diusulkan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden untuk masa jabatan 5 (lima) tahun; b. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner diusulkan Menteri Keuangan kepada Presiden untuk masa jabatan 4 (empat) tahun; c. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner yang mewakili Bank Indonesia yang merupakan ex-officio Deputi Gubernur Bank Indonesia diusulkan Gubernur Bank Indonesia kepada Presiden melalui Menteri Keuangan; d. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner yang mewakili Kementerian Keuangan yang merupakan ex-officio pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan diusulkan Menteri Keuangan kepada Presiden; e. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner yang merangkap sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan diusulkan Gubernur Bank Indonesia kepada Presiden melalui Menteri Keuangan untuk masa jabatan 5 (lima) tahun; f. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner yang merangkap sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal diusulkan Menteri Keuangan kepada
21
Presiden untuk masa jabatan 5 (lima) tahun; g. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner yang merangkap sebagai Kepala Eksekutif Pengawas IKNB diusulkan Menteri Keuangan kepada Presiden untuk masa jabatan 5 (lima) tahun; (3) Pada saat Otoritas Jasa Keuangan menyelenggarakan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan, Pasar Modal, dan IKNB, Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menetapkan struktur organisasi dan penempatan pegawai. (4) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya dengan masa jabatan yang sama dengan memperhatikan ketentuan Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9. Pasal 52 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3477); 4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962); 6. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); dan peraturan perundang-undangan lainnya di bidang jasa keuangan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
22
Undang-Undang ini. Pasal 53 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SOESILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
NOMOR
23
RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
TAHUN
TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN I. UMUM Dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, dan memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia, maka program pembangunan ekonomi nasional harus dilaksanakan secara komprehensif dan mampu menggerakkan kegiatan perekonomian nasional yang memiliki jangkauan yang luas dan menyentuh keseluruh sektor riil dari perekonomian masyarakat Indonesia. Program pembangunan juga harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel yang berpedoman pada prisip-prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diamanatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, program pembangunan nasional perlu didukung oleh tata kelola pemerintahan yang baik dan melakukan reformasi yang terus menerus terhadap setiap komponen dalam sistem perekonomian nasional. Salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional dimaksud adalah sistem keuangan dan keseluruhan kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional. Fungsi intermediasi yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga jasa keuangan dalam perkembangannya telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam penyediaan dana untuk pembiayaan pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu, pemerintah senantiasa memberikan perhatian yang serius terhadap perkembangan kegiatan industri jasa keuangan tersebut, dengan mengupayakan terbentuknya kerangka peraturan dan pengawasan industri jasa keuangan yang terpadu dan komprehensif. Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi dan inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis dan saling terkait antar masing-masing subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping itu, adanya lembaga keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga-lembaga keuangan di dalam sistem keuangan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi
24
pengaturan dan pengawasan di industri jasa keuangan yang mencakup bidang perbankan, pasar modal dan industri jasa keuangan non bank. Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara lebih terintegrasi. Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Pada hakikatnya Pasal 34 dimaksud memberikan otoritas pengaturan dan pengawasan kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dimaksud terhadap industri Perbankan, Pasar Modal (sekuritas), dan Industri Keuangan Non Bank (asuransi, dana pensiun, modal ventura dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat). Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap industri sektor keuangan tersebut di atas dalam Undang-Undang ini disebut Otoritas Jasa Keuangan (Otoritas Jasa Keuangan). Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga independen yang menyelenggarakan fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan, Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank. Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap industri jasa keuangan, sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang industri jasa keuangan dan lain sebagainya menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Undang-Undang tentang Pasar Modal, Undang-Undang tentang Usaha Perasuransian, Undang-Undang tentang Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya. Adapun mekanisme kerja sama dan koordinasi antara Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis di sektor keuangan diatur dalam undang-undang yang mengatur tentang jaring pengaman sistem keuangan. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas,
25
pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness). Untuk menjamin tercapainya tujuan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan tersebut di atas, maka Otoritas Jasa Keuangan harus merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan urusan kenegaraan yang terintegrasi secara baik dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan lainnya di dalam mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam konstitusi Republik Indonesia. Di samping itu, agar Otoritas Jasa Keuangan dapat melaksanakan fungsinya secara efektif, maka Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki independensi di dalam melaksanakan fungsinya agar dapat terlindungi dari berbagai kepentingan yang dapat menghambat tercapainya tujuan tersebut di atas. Independensi ini diwujudkan dalam dua hal. Pertama, secara kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan tidak berada di bawah otoritas lain di dalam sistem Pemerintah negara Republik Indonesia, dan Kedua, secara orang perseorangan yang memimpin Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki kepastian atas jabatannya berupa jangka waktu jabatan yang tidak bisa diganti sejauh melaksanakan tugas dengan benar dan tidak terlibat dalam kriminalitas. Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan kepada asas-asas sebagai berikut: 1. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan. 2. Asas kepentingan umum, yakni asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. 3. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; 4. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas, dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundangundangan; 5. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan. 6. Asas Akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola di atas, Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki struktur yang memiliki unsur check and balances. Hal ini diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan. Fungsi pengaturan dilakukan oleh Dewan Komisioner sedangkan fungsi pengawasan dilakukan masing-masing oleh Pengawas Perbankan, Pengawas Pasar Modal dan Pengawas Industri
26
Keuangan Non Bank. Dewan Komisioner sebagai organ tertinggi dalam Otoritas Jasa Keuangan selain menjalankan fungsi pengaturan, juga berperan untuk memastikan masing-masing Pengawas melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemisahan fungsi antara Dewan Komisioner dan tiga Pengawas ini dimaksudkan untuk: 1. menciptakan ketegasan pemisahan antara tanggung jawab regulator (Dewan Komisioner) dengan tanggung jawab supervisor (Kepala Eksekutif masing-masing Pengawas); 2. menghindari pemusatan kekuasaan yang terlalu besar pada satu pihak agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan; 3. mendorong terjadinya pembagian kerja (division of labor) sehingga tercipta profesionalisme dari spesialisasi di masing-masing fungsi pengaturan dan pengawasan. Pengawasan terhadap Perbankan, Pasar Modal, dan Industri Keuangan Non Bank perlu dilakukan secara terpisah karena adanya perbedaan karakteristik dari masing-masing industri jasa keuangan tersebut. Dengan adanya pemisahan pengawasan atas masing-masing industri jasa keuangan tersebut, diharapkan dapat terciptanya spesialisasi dalam pengawasan, pengembangan metode pengawasan yang tepat, serta mengurangi luasnya rentang kendali pengawasan agar proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan atas keputusan tersebut menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan demikian, pemisahan pengawasan tersebut akan mewujudkan efektivitas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan untuk masing-masing industri. Mengingat industri jasa keuangan merupakan industri yang mempunyai kegiatan usaha yang bersifat kompleks dan melibatkan dana masyarakat luas, maka Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan pengaturan dan pengawasan terhadap industri jasa keuangan perlu dilakukan secara hatihati dan cermat. Oleh karena itu, pengalihan tugas dan wewenang dari instansi yang lama kepada Otoritas Jasa Keuangan harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan waktu yang tepat dengan memperhatikan hal-hal seperti kesiapan organisasi, personil, perangkat dan infrastruktur, dan stabilitas sistem keuangan. II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas.
27
Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “terpadu” adalah suatu kegiatan pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi dalam rangka efektivitas pelaksanaannya. Yang dimaksud dengan “independen” adalah pelaksanaan kegiatan pengaturan dan pengawasan yang dilakukan secara mandiri tanpa campur tangan pihak lain, kecuali sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini. Yang dimaksud dengan “akuntabel” adalah pelaksanaan kegiatan pengaturan dan pengawasan dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan peraturan perundangan-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Mengingat Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya mempunyai kaitan yang sangat erat dengan perbankan, maka pengaturan perbankan yang terkait dengan kebijakan moneter dan sistem pembayaran tetap menjadi kewenangan Bank Indonesia yang meliputi: a. b. c. d. e. f.
ketentuan mengenai giro wajib minimum; pengaturan dan penyelenggaraan sistem pembayaran; posisi devisa netto (net open position); jenis alat pembayaran dan produk perbankan; pengaturan pasar uang antar bank; dan fungsi lender of the last resort (fasilitas likuiditas intrahari, fasilitas pendanaan jangka pendek, dan fasilitas pembiayaan darurat). Untuk menghindari adanya tumpang tindih dalam pengaturan perbankan, maka Otoritas Jasa Keuangan dalam mengeluarkan peraturan di bidang perbankan melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia.
28
Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Dewan Komisioner merupakan organ tertinggi Otoritas Jasa Keuangan yang menetapkan kebijakan umum dan peraturan pelaksanaan di bidang jasa keuangan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “bersifat kolektif” adalah bahwa setiap pengambilan keputusan disetujui dan diputuskan secara bersamasama oleh anggota Dewan Komisioner. Dengan demikian, setiap keputusan yang diambil di dalam rapat Dewan Komisioner mengikat seluruh anggota Dewan Komisioner. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Unsur dari masyarakat berasal dari kalangan profesional atau ahli dalam bidang industri jasa keuangan.
Huruf b Yang dimaksud dengan “Deputi Gubernur Bank Indonesia” adalah Deputi Gubernur Bank Indonesia yang tugas dan
29
wewenangnya terkait dengan stabilitas sistem keuangan khususnya di bidang perbankan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin kerja sama dan koordinasi yang efektif antara Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka kelancaran dan mendukung tugas dan wewenang masing-masing. Huruf c Yang dimaksud dengan “pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan” adalah pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan yang tugas dan wewenangnya terkait dengan stabilitas sistem keuangan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin kerja sama dan koordinasi yang efektif antara Menteri Keuangan dengan Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka kelancaran dan mendukung tugas dan wewenang masing-masing. Huruf d Cukup jelas. Ayat (6) Pada dasarnya 3 (tiga) orang Anggota Dewan Komisioner adalah berasal dari unsur Otoritas Jasa Keuangan yaitu dari Deputi Kepala Eksekutif. Namun demikian, apabila tidak terdapat Deputi Kepala Eksekutif yang mampu untuk diangkat menjadi Kepala Eksekutif, maka calon Anggota Dewan Komisioner dapat diangkat dari unsur masyarakat yang mempunyai pengalaman dalam bidang pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan sesuai dengan posisi jabatan yang akan diduduki sebagai Kepala Eksekutif, atas usulan Dewan Komisioner. Calon anggota Dewan Komisioner tersebut terlebih dahulu harus melalui uji kelayakan (fit and proper test) dan pengujian lain yang dilakukan Dewan Komisioner. Ayat (7) Yang dimaksud dengan “memiliki kedudukan yang setara” adalah setiap anggota Dewan Komisioner mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban.
30
Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Anggota Dewan Komisioner tidak boleh terkendala oleh kondisi jasmani yang secara permanen menyebabkan yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan “mempunyai pengalaman atau keahlian di bidang jasa keuangan” adalah seseorang yang memiliki pengalaman, keilmuan, atau keahlian yang memadai di bidang jasa keuangan. Huruf h Yang dimaksud dengan “tidak memiliki benturan kepentingan di lembaga jasa keuangan” adalah pada saat menjabat sebagai anggota Dewan Komisioner: -
tidak menjadi pengurus atau yang setara dengan pengurus di lembaga jasa keuangan, atau tidak lagi sebagai pengurus dengan
31
cara mengundurkan diri secara tertulis sebagai pengurus; -
tidak menjadi pengendali dan pengelola di lembaga jasa keuangan;
-
tidak lagi sebagai pengendali di lembaga jasa keuangan dengan cara melepaskan pengendalian dan pengelolaannya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan.
Huruf i Cukup jelas. Huruf j Apabila seseorang diangkat menjadi anggota Dewan Komisioner dan yang bersangkutan merupakan anggota salah satu partai politik, maka yang bersangkutan wajib terlebih dahulu melepaskan keanggotaannya sebagai anggota partai politik tersebut sebelum diangkat menjadi anggota Dewan Komisioner. Huruf k Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas.
Pasal 10 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pengunduran diri anggota Dewan Komisioner berlaku efektif sejak tanggal pengunduran diri tersebut disetujui oleh Presiden. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan “berhalangan tetap” adalah cacat fisik
32
dan/atau cacat mental yang tidak memungkinkan yang bersangkutan melaksanakan tugasnya dengan baik. Berakhirnya keanggotaan Dewan Komisioner karena cacat fisik dan/atau cacat mental, ditetapkan dalam Keputusan Presiden. Yang dimaksud dengan “diperkirakan secara medis” adalah perkiraan secara medis yang dibuktikan dengan keterangan tertulis dari dokter, yang menerangkan bahwa anggota Dewan Komisioner yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut. Huruf e Yang dimaksud dengan “tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan” adalah tidak adanya alasan yang kuat yang menyebabkan anggota Dewan Komisioner diberhentikan antara lain sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang ditunjuk Dewan Komisioner, penugasan di luar kegiatan Otoritas Jasa Keuangan oleh Presiden, atau kegiatan lain demi kepentingan Negara terhadap anggota Dewan Komisioner dimaksud sehingga tidak memungkinkan untuk sementara waktu bagi Anggota Dewan Komisioner tersebut untuk melaksanakan tugasnya di Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan UndangUndang ini. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas.
33
Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas.
Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “perintah tertulis” antara lain perintah tertulis untuk melakukan langkah-langkah pencegahan terhadap gangguan kelangsungan usaha lembaga jasa keuangan, untuk menyampaikan informasi, dokumen, atau laporan tertentu kepada Otoritas Jasa Keuangan, untuk menggantikan pengurus atau pihak tertentu di lembaga jasa keuangan, dan untuk menghentikan perjanjian antara lembaga jasa keuangan dengan
34
pihak lain yang diduga merugikan lembaga jasa keuangan. Huruf c Pengaturan mengenai pengelola statuter dalam ketentuan ini termasuk pengaturan yang memungkinkan pengelola statuter untuk memiliki kewenangan untuk mengambil alih seluruh wewenang dan fungsi manajemen lembaga jasa keuangan, melakukan pembatalan atau pengakhiran perjanjian yang dibuat oleh lembaga jasa keuangan dan melakukan pengalihan portofolio usaha dalam rangka perlindungan kepentingan nasabah dan pemberantasan kejahatan keuangan.
Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Dewan Komisioner dalam mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif ditujukan untuk evaluasi dan perbaikan kinerja dari Kepala Eksekutif. Pengawasan tersebut tidak dimaksudkan untuk memberi kewenangan kepada Dewan Komisioner untuk mengintervensi atau turut campur terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang masingmasing Kepala Eksekutif. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas.
35
Ayat (2) Dalam hal hubungan keluarga terjadi pada 2 (dua) orang atau lebih anggota Dewan Komisioner maka hanya 1 (satu) orang yang diperbolehkan tetap menjabat sebagai anggota Dewan Komisioner. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Rapat dapat dilaksanakan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta rapat saling melihat dan/atau mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Risalah rapat paling sedikit memuat hari dan tanggal pelaksanaan rapat, pimpinan dan peserta rapat, agenda rapat, dan keputusan rapat. Ayat (9)
36
Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dewan Komisioner yang ditunjuk mewakili Otoritas Jasa Keuangan antara lain dalam pelaksanaan kerja sama antarinstansi dan hubungan internasional. Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah badan, lembaga, institusi, atau orang dari dalam maupun luar Otoritas Jasa Keuangan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Sejalan dengan praktik tata kelola yang baik, Otoritas Jasa Keuangan merumuskan dan menerapkan kode etik bagi pegawainya. Kode etik mencakup antara lain, ketentuan mengenai pelarangan untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji oleh pegawai Otoritas Jasa Keuangan, dan ketentuan umum mengenai perilaku yang diharapkan dari pegawai Otoritas Jasa Keuangan. Kode etik ini dievaluasi secara berkala. Pemberlakuan kode etik disesuaikan dengan tingkatan dari pegawai Otoritas Jasa Keuangan, misalnya mereka yang menjadi pegawai pelaksana memiliki kewajiban yang lebih ringan dibanding dengan pegawai dengan jabatan tinggi. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas.
37
Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Yang dimaksud dengan “independen” adalah dalam melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, Kepala Eksekutif tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun kecuali ditentukan dalam Undang-Undang ini. Pasal 23 Ayat (1) Organ di bawah Deputi Kepala Eksekutif terdiri atas Direktur-Direktur dan jajaran di bawahnya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pada prinsipnya Otoritas Jasa Keuangan memiliki pegawai sendiri yang dilakukan dengan rekruitmen langsung. Namun untuk mengefektifkan tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan dapat mempekerjakan Pegawai Negeri dari instansi lain atau dengan status lainnya. Hak dan kewajiban Pegawai Negeri tersebut disetarakan dengan hak dan kewajiban pegawai Otoritas Jasa Keuangan. Pegawai Negeri yang bekerja pada Otoritas Jasa Keuangan dapat berstatus dipekerjakan atau status lainnya dalam rangka menunjang kewenangan Otoritas Jasa Keuangan di bidang pemeriksaan dan/atau
38
penyidikan atau tugas-tugas yang bersifat khusus. Pegawai Negeri tersebut antara lain berasal dari pejabat penyidik Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Penyidik Kepolisian, dan/atau penyidik kejaksaan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud “sistem kepegawaian” mencakup antara lain pengangkatan, pemberhentian, usia pensiun, jenjang karier, hak dan kewajiban pegawai. Pasal 25 Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas tanggung jawab pribadi bagi anggota Dewan Komisioner dan pegawai Otoritas Jasa Keuangan yang dengan itikad baik telah melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk melindungi Dewan Komisioner dan pegawai Otoritas Jasa Keuangan dari perbuatan hukum yang bersifat pidana, perdata, atau tindak pidana lainnya yang dilakukan secara melawan hukum. Pasal 26 Ayat (1) Besaran gaji, penghasilan lainnya, dan fasilitas bagi anggota Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif ditetapkan dengan mempertimbangkan sistem penggajian yang berlaku pada industri jasa keuangan dan regulator jasa keuangan, baik nasional maupun internasional. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 27 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ”rahasia” adalah sesuatu yang menurut peraturan perundang-undangan atau menurut sifatnya dan/atau
39
menurut perintahnya harus dirahasiakan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Hubungan yang terjadi karena kedudukannya misalnya, terjadi antara pejabat dari lembaga berkoordinasi atau bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan. Hubungan akibat profesi misalnya, auditor, penilai, notaris, atau aktuaris di industri jasa keuangan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 28 Ayat (1) Masing-masing Kepala Eksekutif, sesuai dengan bidang tugasnya menyampaikan rencana kerja dan anggaran dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) bulan sebelum dimulainya tahun buku, untuk ditetapkan oleh Dewan Komisioner sebagai bagian dari rencana kerja dan anggaran Otoritas Jasa Keuangan untuk tahun buku berikutnya. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Cadangan paling banyak 24 (dua puluh empat) bulan anggaran pengeluaran OJK yang bersumber dari surplus. Cadangan dibentuk untuk mengatasi pengeluaran-pengeluaran yang tidak terduga atau terencana, seperti peningkatan kegiatan, pelaksanaan pekerjaan yang bersifat luar biasa (extraordinair), pengadaan, penggantian dan pembaruan aktiva tetap, pengadaan perlengkapan yang
40
diperlukan, pengembangan organisasi dan sumber daya manusia, serta menutup defisit tahun berjalan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 30 Yang dimaksud dengan “industri jasa keuangan” adalah setiap pihak yang memperoleh izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya Pernyataan Pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pencatatan, dan pengesahan, termasuk pelaku dan penunjang kegiatan di industri jasa keuangan. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Jenis biaya yang dapat ditetapkan antara lain berupa biaya terhadap perizinan, persetujuan, pendaftaran, pengesahan, pengawasan, pemeriksaan, penelitian, transaksi perdagangan efek, dan/atau biaya lainnya. Biaya-biaya tersebut ditagih secara bulanan, tahunan, atau sewaktu-waktu sesuai karakteristik biaya dimaksud. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “surplus” adalah selisih lebih antara pendapatan dan beban Otoritas Jasa Keuangan. Yang dimaksud dengan “defisit” adalah selisih kurang antara pendapatan dan beban Otoritas Jasa Keuangan.
41
Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 35 Pembiayaan dari Pemerintah dimaksudkan untuk menjamin terselenggaranya kelangsungan pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam keadaan perekonomiaan yang tidak kondusif, dengan tidak mengurangi independensi pelaksanaan tugas dan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan. Pengajuan pembiayaan kegiatan operasional oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada Pemerintah dilakukan setelah Otoritas Jasa Keuangan melakukan upaya-upaya efisiensi pengeluaran. Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Penyampaian laporan Otoritas Jasa Keuangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dimaksudkan untuk menjelaskan pelaksanaan kegiatan dan kinerja Otoritas Jasa Keuangan selama tahun berjalan. Ayat (4) Penyampaian laporan Otoritas Jasa Keuangan kepada Presiden dimaksudkan untuk menjelaskan pelaksanaan kegiatan dan kinerja Otoritas Jasa Keuangan selama tahun berjalan. Dalam hal ini, Presiden
42
sebagai pemangku yang bertanggung menumbuhkan perekonomian nasional.
jawab
memelihara
dan
Ayat (5) Penyusunan standar dan kebijakan akuntansi oleh Otoritas Jasa Keuangan dilakukan dengan memperhatikan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1) Koordinasi ini antara lain diperlukan dalam rangka mendukung tugas Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter yang antara lain mencakup operasi pasar terbuka, giro wajib minimum, sistem pembayaran, dan fasilitas likuiditas, menunjang tugas Kementerian Keuangan di bidang fiskal, dan mendukung tugas Lembaga Penjamin Simpanan di bidang penjaminan simpanan, serta membantu Otoritas Jasa Keuangan dalam pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan, yang dilakukan secara berkala. Ayat (2) Pengawasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk mendukung tugas Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan di sektor Perbankan. Ayat (3) Pengawasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk mendukung tugas Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “pengawasan langsung” adalah yang dikenal
43
dengan istilah onsite supervision. Yang dimaksud dengan “pengawasan tidak langsung” adalah yang dikenal dengan istilah offsite supervision. Ayat (5) Pertukaran informasi tersebut dibangun secara terintegrasi sehingga Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan dapat mengakses dan memperoleh informasi untuk mendukung tugas dan wewenang masing-masing. Ayat (6) Ketentuan ini dimaksudkan agar Otoritas Jasa Keuangan dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain yang memiliki fungsi penegakan hukum, seperti kejaksaan, kepolisian, lembaga dan/atau komisi yang bertugas di bidang pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pemberantasan tindak pidana korupsi, dan lembaga terkait lainnya. Ayat (7) Untuk mengefektifkan koordinasi dan kerja sama antara Otoritas Jasa Keuangan dengan pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, Peraturan Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dapat memuat ketentuan tentang kesepakatan bersama, dan/atau bentuk lain yang setara dengan kesepakatan bersama. Pasal 38 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan, lembaga pengawas sektor jasa keuangan disebut dengan Lembaga Pengawas Perbankan. Dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan maka yang dimaksud dengan Lembaga Pengawas Perbankan adalah Otoritas Jasa Keuangan Ayat (3) Yang dimaksud dengan “bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik” adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Undang-Undang mengenai jaring pengaman
44
sistem keuangan. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Ayat (1) Otoritas Jasa Keuangan dapat berkerjasama dengan: organisasi internasional antara lain, International Organization of Securities Commisions (IOSCO), International Organization of Pension Supervisors (IOPS), International Association of Insurance Supervisors (IAIS), organisasi pengawas dan pengatur perbankan internasional - Lembaga internasional antara lain, Asian Development Bank (ADB), World Bank, Islamic Development Bank (IDB), dan Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) Ayat (2) -
Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a perjanjian kerja sama timbal balik dapat dilakukan melalui perjanjian bilateral maupun multilateral. Huruf b Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas.
45
Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pembiayaan dari Bank Indonesia masih dibutuhkan untuk menunjang dan menjamin kelangsungan pengawasan di bidang Perbankan pada awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 47 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara masih dibutuhkan untuk menunjang dan menjamin kelangsungan pengawasan di bidang Pasar Modal dan IKNB pada awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas.
46
Pasal 50 Ayat (1) Perangkat dan infrastruktur yang dibutuhkan, antara lain struktur organisasi, infrastruktur, dan prosedur operasional, rencana kerja dan anggaran, pengalihan dan pengadaan personalia dari Bank Indonesia, dan instansi lain apabila diperlukan, kepada Pengawas Perbankan, pengalihan dan pengadaan sistem informasi dan dokumentasi. Ayat (2) Perangkat dan infrastruktur yang dibutuhkan, antara lain struktur organisasi, infrastruktur, dan prosedur operasional, rencana kerja dan anggaran, pengalihan dan pengadaan personalia dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan instansi lain apabila diperlukan, kepada Pengawas Pasar Modal dan Pengawas Industri Keuangan Non Bank, pengalihan dan pengadaan sistem informasi dan dokumentasi. Pasal 51 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “Deputi Gubernur Bank Indonesia” adalah lihat penjelasan Pasal 5 ayat 5 huruf b. Huruf d Cukup jelas.
47
Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
48