PERSJARIKATAN OELAMA DAN AL-ITTIHADIJATOEL ISLAMIJJAH: Analisis Historis Organisasi Cikal Bakal Persatuan Ummat Islam (1911-1952)
Executive Summary Mendapat Bantuan Dana dari DIPA UIN Sunan Gunung Djati Bandung Tahun Anggaran 2013
Oleh: Drs. H. Wawan Hernawan, M.Ag. NIP.: 197011031996031002
LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2013 1
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Organisasi massa Persatuan Ummat Islam yang kemudian disingkat PUI merupakan gabungan dari dua organisasi massa Islam yang tumbuh dan didirikan oleh orang Jawa Barat.1 Kedua organisasi itu adalah Perikatan Ummat Islam berpusat di Majalengka dengan tokoh pendiri Abdoel Halim dan Persatuan Ummat Islam Indonesia berpusat di Sukabumi dengan tokoh pendiri Ahmad Sanoesi (Wanta, 1991h: 1). Perikatan Ummat Islam merupakan organisasi yang pada awal didirikannya pada 1911 bernama Madjlisoel 'Ilmi. 1
Jawa Barat bukan hanya tempat kelahiran organisasi massa Islam Perikatan Ummat Islam dan Persatuan Ummat Islam Indonesia, tetapi juga tempat lahirnya organisasi massa Islam Persatuan Islam (Persis) pada 11 September 1923 di Bandung. Pendiri Persatuan Islam adalah Haji Zamzam dan Haji Mahmud Junus (dari Sumatera). A. Hassan sendiri (dari Singapura) baru bergabung dengan organisasi ini pada tahun 1924. Namun demikian, pada A. Hassan inilah Persatuan Islam menyatakan secara terang-terangan sebagai barisan Muslim modernis (Federspiel, 1996: 23). Dalam beberapa kegiatannya, gerakan modernis yang disuarakan Persatuan Islam lebih mengarah kepada permurnian Islam dari pengaruh khurafat dan bid’ah (furivikasi) (PP Persis, 1991: 23-24; Wildan, 1995: 41-42).
3 Pada
November
1916,
atas
petunjuk
dan
bantuan
Tjokroaminoto (presiden SI), diganti menjadi Persjarikatan Oelama (PO) dan mendapat rechtspersoonlijkheid (diakui secara hukum oleh pemerintah) pada 1917.2 Persjarikatan Oelama bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi (Chalim, 1932: 7). Di samping Persjarikatan Oelama
pria,
Abdoel
Halim
mendirikan
organisasi
Persjarikatan Oelama wanita, bernama Fathimijah dan Pemuda Persjarikatan Oelama 21).
(P3-O) (Shaleh, 1966: 18-
Baru pada awal pendudukan Jepang 1942, nama
Persjarikatan Oelama diganti menjadi Perikatan Oemmat Islam (POI) (Ambary, 2006: 252-253). Seperti halnya Perikatan Ummat Islam, organisasi Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) juga mengalami pergantian nama. Pada awal didirikannya, November 1931 bernama Al-Ittihadijatoel Islamijjah (AII) (Lubis et al., 2009: 16).
Al-Ittihadijatoel Islamijjah pertama kali
berkantor pusat di Tanah Tinggi No. 191, Kramat, Batavia Centrum (Mawardi, 1985: 81-82; Nurani, 2005: 53; Lubis et
2
Permohonan badan hukum ini ditandatangani oleh Abdoellah alJufri sebagai sekretaris PO waktu itu. Rechtspersoonlijkheid keluar tanggal 21 Desember 1917 No. 43, ditandatangani oleh Algemeene Secretaris-Hulsboff Pal, Batavia Jakarta (Chalim, 1932: 5; Wanta, 1991f: 11).
4 al., 2009: 16). Organisasi Al-Ittihadijatoel Islamijjah bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, sekaligus menjadi wadah pergerakan nasional untuk menanamkan harga diri, persamaan, persaudaraan, dan kemerdekaan (Iskandar, 1993: 14; Falah, 2009: 79-82). Namun, meskipun AlIttihadijatoel Islamijjah bukan organisasi politik, pendidikan politik yang diajarkan Ahmad Sanoesi mengakibatkan organisasi itu menjadi yang paling militan di Priangan Barat (Wanta, 1991g: 15; Iskandar, 1993: 15; Lubis et al., 2009: 17; Falah, 2009: 88). Pada masa pemerintah Pendudukan Jepang dari Pebruari 1942 hingga Agustus 1945 --sesungguhnya mereka memiliki kebijakan yang sama dengan pemerintah Hindia Belanda dalam menghadapi umat Islam. Hanya saja, sikap politiknya berbeda. Selain itu, pemerintah Pendudukan Jepang tidak menghendaki adanya perkumpulan dan organisasi Pendudukan
pergerakan
bangsa
Jepang
cenderung
Indonesia. menyukai
Pemerintah hubungan
langsung dengan ulama daripada dengan para pemimpin perkumpulan atau organisasi pergerakan. Sehingga, ketika dibentuk Giin Cuo Sangi In (Dewan Perwakilan Rakyat buatan Jepang di Jakarta), para pemimpin organisasi besar Islam itu, termasuk Abdoel Halim dan Ahmad Sanoesi
5 diangkat menjadi Anggota Dewan. Dewan ini kemudian menjadi BPUPKI (Gunseikanbu,1986: 430). Setelah Indonesia Merdeka (17 Agustus 1945), terjadi gejolak antar-golongan, tidak terkecuali di kalangan kaum Muslim. Dalam situasi dan kondisi itulah, Perikatan Umat Islam (PUI) dengan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) di Bogor menjadi Persatuan Ummat Islam (PUI). Peristiwa itu berlangsung pada 5 April 1952/9 Rajab 1371 H (Wanta, 1991h: 33).
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian, peneliti mengidentifikasi beberapa permasalahan yang kemudian dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengapa Abdul Halim dan Ahmad Sanoesi mendirikan Persjarikatan Oelama dan Ittihadijatoel Islamijjah? 2. Dari sudut corak pergerakan, dapatkah Persjarikatan Oelama dan Ittihadijatoel Islamijjah dimasukkan sebagai organisasi Islam Modernis di Indonesia? 3. Bagaimana kiprah kader Persjarikatan Oelama dan AlIttihadijatoel Islamijjah dari 1911-1952?
1.3 Tujuan Penelitian
6 Tujuan yang ingin diperoleh melalui penelitian ini adalah sebagai kerikut. Pertama, ingin mengemukakan tentang awal gerak organisasi massa Islam P ersjar ikat an Oelama dan Al-It t ihad ijat oel Isla mijjah di Jawa Barat dari tahun 1911 sampai dengan 1952 yang difokuskan pada peran dua tokoh utama, yaitu Abdul Halim dan Ahmad Sanoesi. Kedua, Peneliti ingin mengetengahkan, bahwa melalui kajian ini dapat diketahui gerak dan kecenderungan para
kader
Persjar ikat an
Oe lama
dan
Al-
Itt ihadijat oel Islamijjah serta kiprahnya dalam merintis dan mengisi pembangunan di Republik Indonesia. Ketiga, ingin menemukan potensi dan kelemahan yang di miliki Persjar ikat an
Oelama
dan
Al-It t ihadijat oel
Islamijjah guna pengembangan pembangunan organisasi massa Islam di masa kini.
1.4 Kegunaan Penelitian Signifikansi penelitian ini mencakup dua aspek, yaitu teoretis (keilmuan) dan praktis. Aspek teoretis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan studi sejarah, khususnya sejarah organisasi massa (ormas) Islam. Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan akan
7 memberikan pengetahuan historis bagi berbagai kalangan yang membutuhkannya.
BAB II LANDASAN TEORETIS
2.1 Tinjauan Pustaka Dari penelusuran yang dilakukan peneliti, hingga saat ini belum ditemukan kajian atau penulisan yang secara khusus
membahas
Persjar ikat an
perkembangan
Oelama
dan
organisasi
massa
Al-It t ihadijat oel
Islamijjah dari tahun 1911-1952 seperti yang akan dilakukan penulis. Namun demikian, disertasi, tesis, buku, atau tulisan yang membahas secara umum tentang tokoh, sejarah pergerakan, dan program amal P ersjar ikat an Oelama
dan
Al-It t ihadijat oel
Isla mijjah
dapat
dikatakan cukup tersedia. Misalnya, pertama, disertasi berjudul Santi Asromo K.H. Abdul Halim: Studi Tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia ditulis oleh Jalaluddin (1990). Kedua, disertasi berjudul Ortodoksi Tafsir: Respons Ulama Terhadap Tafsir TamsjijjatoelMoeslimien Karya K.H. Ahmad Sanoesi, ditulis oleh Dadang Darmawan (2009). Ketiga, buku Kiai Hadji Abdul Halim
8 Penggerak P.U.I.,ditulis S. Wanta (1991). Keempat, buku Riwayat Perjuangan K.H. Ahmad Sanoesi ditulis S. Wanta (1991). Kelima, buku Revitalisasi Peran PUI dalam Pemberdayaan Ummat oleh A. Darun Setiady (ed.) (2006). Berdasarkan hal tersebut, penulis memberanikan diri untuk mengambil
topik
penelitian
tentang
Persj arikat an
Oelama dan Al-Ittihadij atoel Islamijjah: Analisi s Historis
Organi sasi
Ci kal
Bakal
Persatuan
Ummat Islam (PUI) 1911-1952.
2.2 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, untuk memperoleh eksplanasi tentang Organisasi Cikal Baka l P ersat uan Ummat Isla m (PUI) 1911-1952, perlu dikemukakan suatu
pemikiran
Persjar ikat an
teoretis. Oelama
Kajian dan
historis
tentang
Al-It t ihadijat oel
Islamijjah yang bersifat diakronis masih belum cukup dan diperlukan analisis secara sinkronis dengan menggunakan berbagai alat analisis. Kedua, Per sjar ikat an Oelama da n Al-It t ihadijat oel I slamijjah 1911-1952 merupakan hal yang sangat kompleks. Kompleksitas itu mengacu kepada berbagai dimensi dari Per sjar ikat an Oelama da n
9 Al-It t ihadijat oel
I slamijjah
itu
sendiri.
Guna
kepentingan analisis, sejumlah aspek dari fenomen yang kompleks tersebut dapat diisolasikan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan distorsi pada konteks yang bersangkutan. Ketiga, situasi kompleks yang ditampilkan Persjar ikat an
Oelama
dan
Al-It t ihadijat oel
Islamijjah dapat pula ditinjau berdasarkan insiden-insiden dan urutan-urutan insiden yang menghubungkan sebabakibat di antara faktor-faktor variabel, apakah teologis atau politis. Di sinilah diperlukan pendekatan multi-dimensional dengan tujuan memperkaya pembahasan historis.
10
BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah menganalisis faktorfaktor
dominan
yang
dilakukan
organisasi
massa
Persjarikatan Oelama dan Al-Ittihadijatoel Islamijjah dalam menyebarkan program amalnya sejak 1911 hingga 1952.
3.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah yang meliputi empat tahap, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi (Garaghan, 1946: 103-426; Gottschalk, 1986: 32;
Renier, 1997: 118;
Lubis, 2008: 17-60).
3.3 Teknik Penelitian Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan langsung oleh peneliti dengan mengumpulkan data di beberapa perpustakaan, seperti ke perpuskataan DPW PUI
11 Jawa Barat, Badan Perpustakaan
dan Kearsipan Daerah
(Bapusipda) Jawa Barat, Perpustakaan Unpad, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Unpad, Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, dan perpustakaan pribadi Prof. Nina Herlina Lubis.
3.4 Jadwal Penelitian Direncanakan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, sebagai berikut: TAHAPAN Heuristik: 1. Menentukan dan menghimpun sumber 2. Pembacaan literatus/sumber di berbagai perpustakaan dan koleksi pribadi 3. Penelitian arsip/dokumen di lembaga-lembaga 4. Penelitian sumber visual/audio visual 5. Wawancara Kritik dan Interpretasi: 1. Memilih, menyaring dan menguji data yang terkumpul 2. Menyusun fakta, menafsirkan dan melakukan sintesis 3. Menyusun hasil sementara Historiografi: 1. Penulisan
PENYELESAIAN KEGIATAN
1
2
3
4
5
6
12 2. Pengetikan 3. Pencetakan dan Penjilidan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Kehidupan Keagamaan Islam di Jawa Barat Awal Abad ke-20 Perkembangan masyarakat, pemikiran, dan gerakan, menurut Noer (1995:11), mengandung proses awal atau akhir yang menyebar dalam rentang waktu yang panjang. Demikian halnya dengan perkembangan, pemikiran, dan gerakan kaum Muslim di Jawa Barat. Pemikiran dan gerakan mereka tidak dapat dilepaskan dari pola keagamaan yang dominan ketika Islam masuk ke Jawa Barat yang dilanjutkan dengan persentuhan mereka seiring kedatangan orang-orang Eropa (Lubis et. al., 2011: 323-329), serta hubungan orang-orang Jawa Barat dengan Timur Tengah pada masa-masa selanjutnya (Hasjmy, 1981: 174). Dengan tanpa berpretensi mengesampingkan para penulis lain yang mengetengahkan situasi dan kondisi kaum Muslim di Indonesia pada awal abad ke-20 M., menurut Federspiel (1970: iii), paling tidak terdapat tiga persoalan
13 mendasar yang begitu menyita perhatian kaum Muslim Indonesia, yaitu: respon terhadap budaya lokal non-Muslim, concern terhadap
akidah dan amaliah Islam,
serta
akomodatif terhadap pemikiran dan teknologi modern. Lalu, bagaimana
respons
Persjarikatan
Oelama
dan
Al-
Ittihadijatoel Islamijjah dalam menyikapi tiga persoalan mendasar tersebut? Mengapa?
4.2. Kiprah Abdul Halim dan Ahmad Sanoesi Menurut Gunseikanbu (2604: 430), Abdul Halim kecil diwarisi nama oleh kedua orang tuanya Mohammad Sjatari. Ia dilahirkan pada hari Sabtu Pon, 25 Syawal 1304 H./17 Juni 1887 M./17 Juni 2547 Ç, di Desa Sutawangi, kecamatan
dan
kawedanaan
Jatiwangi,
Majalengka.
Ayahnya Iskandar dan ibunya Siti Mutmainah. Sementara itu, informasi awal mengenai Sanoesi, dijumpai dalam Pendaftaran Orang Indonesia Jang Terkemoeka Jang Ada di Djawa kepada Gunseikanbu Tjabang I, Pegangsaan Timoer 36 Djakarta, pada 2602/1942, Ahmad Sanoesi menulis namanya Ah. Sanoesi. Ia dilahirkan 18 September 1888. Ayahnya bernama Abdurrohim ibn Yasin dan ibunya Empo.
14 Halim dan Sanoesi tidak pernah sekolah pada lembaga pendidikan formal Gubernemen. Keduanya belajar dari pesantren ke pesantren. Setelah itu keduanya melanjutkan pendidikan ke Mekkah. Halim mulai 1908-1911, sementara Sanoesi mulai 1910-1915. Di duga, ketika di Mekkah mereka telah saling bertemu meskipun guru mereka berbeda.
4.2.1 Penekanan pada Bidang Pendidikan Kepulangan Halim (1911) dan Sanoesi (1915) dari Timur Tengah --yang diduga dilatari oleh keprihatannya terhadap nasib dunia pendidikan masyarakat pribumi-mereka segera mengubah sistim pendidikan di daerahnya masing-masing.
Di Majalengka, Halim pertama-tama
mendirikan lembaga Madjlisoel ‘Ilmi pada 1911. Mulai 1912, Madjlisoel ‘Ilmi berganti nama menjadi Hajatoel Qoeloeb. Pada Hajatoel Qoeloeb tidak hanya fokus pada pendidikan, tetapi mulai memasuki bidang sosial-ekonomi (Noer, 1995: 81; Ambary, 2006: 252). Hajatoel Qoeloeb tidak berlangsung lama.
Namun, umur Penyebabnya
sering terjadi perang mulut dan perkelahian antara anggota Hajatoel Qoeloeb dengan pedagang China. Sehingga pada
15 1915 seluruh aktivitas Hajatoel Qoeloeb secara resmi dinyatakan dilarang (Noer: 1995: 81). Setelah
Hajatoel
Qoeloeb
dibubarkan,
Halim
mendirikan Madrasah I'anat al-Muta'allimin pada 16 Mei 1916 (Wanta, 1991f: 7; Prawira, 1975: 17). Dalam waktu singkat Madrasah I’anat al-Muta'allimin kemudian terkenal sebagai satu-satunya pusat pendidikan Islam modern di Majalengka. Madrasah I'anat al-Muta'allimin menarik banyak murid tidak saja dari daerah Majalengka, tetapi dari Indramayu, Kuningan, Cirebon, dan beberapa daerah di Jawa Tengah (Wanta, 1991h: 9). Di Sukabumi, setibanya Sanoesi dari Mekkah ke Cantayan pada 1915, ia langsung ditugasi untuk mengajar di pesantren ayahnya. Gaya mengajar Sanoesi berbeda dengan para guru lainnya, termasuk dengan ayahnya. Diduga, Sanoesi mulai mengganti metode halaqah dengan metode yang ia jumpai selama pendidikannya di Mekkah. Sanoesi mengajar dengan bahasa sederhana. Hal yang sama ia terapkan dalam ceramah-ceramah pengajiannya. Perubahan metode
pengajaran
agama
yang
dilakukan
Sanoesi
berdampak positif. Melalui metode yang dikembangkannya materi pelajaran yang disampaikannya dapat diterima relatif lebih mudah oleh para santri dan jamaahnya. Sehingga
16 dalam waktu singkat Sanoesi telah digelari ajengan oleh masyarakat. Terkait dengan gelarnya itu, sumber-sumber kolonial menyebut Sanoesi sebagai Ajengan Cantayan atau Kyai Cantayan (Proces Verbaal Hadji Ahmad Sanoesi tanggal 7 Oktober 1919 dalam Koleksi R.A. Kern No. 278. KITLV).
4.2.2 Penerbitan Periodikal
regular
pertama
yang
diterbitkan
Hoofdbestuur Persjarikatan Oelama bagian surat kabar adalah Soeara Persjarikatan Oelama atau lebih dikenal Soeara P.O. Majalah bulanan khusus kaum P.O. dan ummat Islam tersebut terbit pertama kali pada 1928 dan bertahan selama lima tahun hingga Desember 1932 dengan 60 nomor penerbitan. Selain mengelola majalah periodikal regular Persjarikatan Oelama, pada masa Pendudukan Jepang, Halim membantu penerbitan majalah Pelita, dan mengisi kolom Roeangan Hadis pada majalah Soeara MIAI. Sementara itu, pada 1931 di Sukabumi, Sanoesi menerbitkan periodikal regular bernama Al-Hidajatoel Islamijjah (Wanta, 1991g: 11). Tujuan penerbitan periodikal tersebut terangkum dalam motto majalah itu, yaitu sebagai “Pitodoeh Djalan-Djalanna Dina Agama Islam; Panjapoe
17 Kokotor Roentah2 Kasasaran Dina Agama Islam,” untuk edisi yang berbahasa Sunda. Sedangkan pada edisi bahasa Melayu ditulis, “Penoenjdoek Djalan Dalam Agama Islam; Membersihkan Agama Dari Segala Kotoran” (Al-Hidajatoel Islamijjah, Oktober 1931; Lubis et al., 2009: 28). Dalam setiap terbitan Al-Hidajatoel Islamijjah menampilkan enam rubrik, yaitu: Baboel Ijtihad, Azas Islam, Keterangan Firqoh Islam, Keterangan tentang Madzhab Ampat, Peladjaran Tauhied dan Fiqih, serta Bab Tarich. Selain mengelola majalah Al-Hidajatoel Islamijjah, Sanoesi juga menerbitkan majalah Attabligatoel Islami, dan Almizaan. Selain itu, Sanoesi pun aktif menulis pada di majalah lain, seperti pada Soeara MIAI No. 15 Th. 1. 30 Radjab 1362/1 Agoestoes 2603, tentang Rintisan Boedi.
4.2.3 Membela Dien al-Islam Kiprah Halim di Majalengka dan Sanoesi di Sukabumi dimaksudkan
untuk
membela
kaum
Muslim
dari
keterpurukan aqidah (keyakinan), ritual (ibadah), tarbiyah (pendidikan),
a’ilah (kehidupan keluarga),
mujtama’
(sosial kemasyarakatan), ‘adah (adat istiadat), iqtishad (ekonomi), dan ummah (ummat secara keseluruhan). Dengan berpegang teguh pada pemahaman keagamaan
18 Ahlus-Sunnah
wal
Jama’ah,
Halim
dan
Sanoesi
menggelorakan semangat yang sama, yaitu perubahan masyarakat pribumi menuju ke arah kemajuan (Stoddard, 1966: 321; Taufiqullah, 1991: 19; Iskandar, 1991: 153; Noer, 1995: 84). Sebagai akibatnya, Halim dan Sanoesi kerap mendapat rintangan baik dari masyarakat pribumi maupun pemerintah Hindia Belanda.
4.3. Organisasi Cikal-Bakal Persatuan Ummat Islam 4.3.1 Persjarikatan Oelama (PO) Pembentukan Persjarikatan Oelama (PO) berawal dari pertemuan yang dilaksanakan pada Rabu, 16 Mei 1916 dengan meminjam tempat di Kantoor Priesterraad (Kantor Penghulu) Kabupaten Majalengka. Pertemuan itu dihadiri oleh 8 (tujuh) orang, masing-masing: Mas Haji Iljas, M. Setjasentana, Habib Abdoellah Al-Djufri, M.H. Zoebedi, Hidajat, Sastrakoesoema, Atjung Sahlan, dan Halim (Halim, 1932: 4; Akim, 1964: 17). Kedelapan orang yang hadir pada pertemuan itu mewakili unsur masyarakat, guru, dan tokoh agama di Majalengka yang merasa prihatin atas kondisi pendidikan masyarakat pribumi (Islam).
19 Persjarikatan
Oelama
bergerak
pada
bidang
pendidikan, sosial, dan dakwah. Hingga April 1938 telah melaksanakan kongres ke-15 (Akim, 1964: 20).
Gobee,
seorang penasihat urusan pribumi pernah melaporkan kepada
Gubernur
Jenderal
Hindia
Belanda
tentang
pelaksanaan Kongres Persjarikatan Oelama IX pada 1931, bahwa
Persjarikatan Oelama adalah organisasi yang
berazaskan politik-agama. Gerakannya mirip dengan PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia), namun jauh lebih moderat. Mereka aktif dalam bidang pendidikan, dakwah (Islam), dan penguatan ekonomi pribumi (Verslag van het congres van de Perserikatan Oelama te Madjalengka van 29-31 Augustus 1931. Batavia, 16 October 1931. ANRI). Masuknya tentara Jepang ke Indonesia pada awal 1942, tampaknya disambut baik oleh penduduk pribumi, termasuk oleh Halim dan Persjarikatan Oelama. Namun, didapati beberapa sumber, bahwa pemerintah Pendudukan Jepang sesungguhnya tidak menghendaki adanya organisasi massa dan parpol Islam. Mereka cenderung menyukai hubungan langsung dengan ulama ketimbang pemimpin parpol. Oleh karena itu, pemerintahan Pendudukan Jepang segera mengumpulkan para ulama dan meminta agar kaum
20 Muslim tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat politik.3 Pada September 1943, empat organisasi besar Islam -Muhammadiyah, Nahdhatul 'Ulama, Perikatan Oemmat Islam, 4
dan
Persatuan
Oemmat
Islam
Indonesia 5--
diperkenankan aktif. Dalam Badan-badan seperti Cuo Sangi In maupun Syu Sangikai banyak tokoh Muslim yang menjadi anggota. Pada masa pemerintahan Pendudukan Jepang, dalam Cuo Sangi In yang beranggotakan 43 orang, enam orang di antaranya berasal dari tokoh Muslim yaitu:
3
Secara tidak langsung mulai Mei 1942, pemerintah Jepang menghendaki pembubaran partai Islam dan organisasi Islam non-parpol, kecuali Madjelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Pada saat itu, dari partai Islam yang terang-terangan menyatakan menolak hanya Partai Islam Indonesia (PII) pimpinan dr. Soekiman. Niat pemerintah Jepang untuk membubarkan parpol dan organisasi Ummat Islam dilanjutkan pada Desember 1942. Sehingga terhitung mulai Desember 1942 seluruh parpol Islam dan ormas Islam menghentikan kegiatannya, termasuk Persjarikatan Oelama di Madjalengka (Soeara MIAI, Th. I. No. 1, 1 Januari 2603 (1943). Hlm. 7; Notosusanto, 1984: 19-20). 4 Perikatan Oemmat Islam, adalah nama baru dari Persjarikatan Oelama, dibentuk pada tahun 1943 atas ajuan Ahmad Ambari, Asyikin Hidajat, dan Halim. Dengan perubahan ejaan Bahasa Indonesia pada 1947 (ejaan Soewandi) menjadi Perikatan Ummat Islam (PUI) (Ambary, 2006: 252-253). 5 AII baru berganti nama menjadi Persatoean Oemmat Islam Indonesia (POII) pada masa pendudukan Jepang, tepatnya pada 1 Februari 1944. POII pun mengalami perubahan ejaan Bahasa Indonesia pada 1947 (ejaan Soewandi) menjadi Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) (Ambary, 2006: 253).
21 Abdul
Halim,
Wahid
Hasjim,
dan
Fathurrohman
(Gunseikanbu, 2604: 430; Poesponegoro dan Notosusanto, 1993: 26). Cuo Sangi In kemudian diubah menjadi Dokuritu Zyunbi
Tyoosakai
(Badan
Penyelidik
Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia, BPUPKI). 4.3.2 Al-Ittihadijatoel Islamijjah (AII) Al-Ittihadijatoel
Islamijjah
didirikan
pada
22
November 1931. Hal itu berdasar pada rapat perdana mereka pada 21-22 November 1931 di Batavia Centrum untuk
memilih
Hoofdbestuur
(Iskandar,
1991:
255;
Mulyana, 2003: 105). Pada waktu itu, kantor pusat AII di Tanah Tinggi No. 191, Kramat-Batavia (Nurani, 2005: 53; Falah, 2009: 78). Program
pertama
yang
dilakukan
AII
adalah
menyelenggarakan pengajian-pengajian, tabligh-tabligh, dan mendorong para kyai untuk mendirikan madrasah-madrasah. Hanya saja, pada waktu itu Sanoesi masih berstatus sebagai tahanan kota di Batavia, sehingga tidak dapat bergerak dengan leluasa, karena ia tidak bisa keluar dari gemeente Batavia dan Meester Cornelis. Mengingat hal itu, guna akselerasi program AII, Sanoesi menunjuk Sjafe’i6 dari 6
Namun demikian, meskipun Sjafe’i menjadi pengurus harian Hoofdbestuur AII, segala kebijakan tertinggi oraganisasi sepenuhnya
22 Pesantren Pangkalan Sukabumi untuk menjadi pengurus harian Hoofdbestuur AII, di samping tetap sebagai ketua cabang AII Sukabumi (Iskandar, 1991: 255). Mulai saat itu para kyai banyak yang bergabung. Mereka tidak hanya datang dari Sukabumi, tetapi dari Karawang, Purwakarta, Bogor, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis (Mawardi, 2011: 208). Hingga memasuki 1938, status Sanoesi masih tetap sebagai tahanan kota. Namun demikian, meskipun statusnya seperti itu ia berhasil membesarkan AII dan BII. Kebebasan Sanoesi akhirnya diperoleh pada 20 Februari 1939 setelah Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh menerbitkan Surat Keputusan No. 3 yang berisi penyataan pembebasan Sanoesi dari segala hukuman (Mailrapporten Geheim No. 248 geh/39. ARA dalam Iskandar, 1991: 274; Sulasman, 2007: 74). Belum
ditemukan
informasi
mengenai
kapan
masuknya tentara Jepang ke Sukabumi. Namun demikian, cepatnya proses pendudukan tentara Jepang di Sukabumi, menurut Mawardi (1985: 98), tidak lepas dari peranan Sanoesi yang mengerahkan anggota AII untuk menunjukkan berada di tangan Sanoesi. Dengan dibentuknya AII, pengaruh Sanoesi semakin kuat (Shaleh, 1966: 27).
23 kantung-kantung pertahanan Belanda. Atas bantuan itu, tentara pendudukan Jepang mengutus Muni’am Inada untuk berkunjung
ke
rumah
Sanoesi.
Pada
kesempatan
kunjungannya, Muni’am Inada di samping mengucapkan rasa terima kasih kepada Sanoesi juga menyampaikan tawaran kerja sama dari pemerintah pendudukan Jepang. Dengan pengalaman Sanoesi selama masa pemerintahan Hindia Belanda, pilihannya bukan hanya sekedar kooperatif atau non-kooperatif, tetapi antara kompromi atau dihabisi. Dengan penuh kesadaran apabila bersikap non-kooperatif akan mendapat resiko yang lebih merugikan baik bagi dirinya maupun AII, Sanoesi kemudian menerima tawaran Muni’am Inada. 7 Di sinilah Sanoesi dan AII lebih beroleh fasilitas dan kemudahan. Di antaranya: pada 25 Mei 1944, Sanoesi ditawari untuk menjadi anggota Dewan Penasihat Daerah (Shu Sangi Kai) Keresidenan Bogor. Pada tahun itu Sjamsoeddin, sebagai salah seorang anggota AII dan mantan aktivis Parindra yang dibubarkan pemerintah Pendudukan Jepang pada 27 Juli 1942, ditawari menjadi ketua Gerakan Tiga A (Iskandar, 1991: 276; Sulasman, 2007: 76). Selain 7
Sikap Sanoesi yang menerima tawaran kerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang, awalnya mendapat reaksi keras. Reaksi itu bukan hanya datang dari kalangan kyai non-AII, tetapi juga tokoh pergerakan Nasional, termasuk Soekarno (Iskandar, 1991: 276).
24 itu,
pada akhir 1944, Sanoesi diserahi jabatan sebagai
Wakil Residen Bogor8 (Benda, 1980: 218). Ketika dibentuk Dokuritu Zyunbi Tyoosakai (Badan untuk Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 29 April 1945, Sanoesi dan Sjamsoeddin mewakili POII masuk menjadi anggota Badan tersebut (Bahar et. al., 1995: xxv-xxvii; Lubis et al., 2011: 17). Setelah Indonesia Merdeka, sama halnya seperti Halim, aktivitas Sanoesi dan POII tidak lantas terhenti seiring berakhirnya masa pendudukan Jepang. Pada masa Perang kemerdekaan 1945-1949, Sanoesi tercatat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Ketika ditandatangani perjanjian Renville pada 1948 Sanoesi ikut hijrah ke Yogyakarta (Iskandar, 1991: 277-278; Mawardi, 2011: 121).
Di penghujung hidupnya, beberapa waktu
setelah kembali dari Yogyakarta Sanoesi sakit. Pada hari ahad malam, 15 Syawal 1369/1950, ia wafat dalam usia 63 tahun. Ia dimakamkan di atas bukit sekitar 200 meter 8
Pada saat itu pemerintah Pendudukan Jepang mengadakan perubahan pejabat di lingkungan pemerintahannya. Sejumlah priyayi yang pada masa pemerintahan Hindia Belanda memiliki jabatan tinggi, hanya mengisi jabatan di tingkat daerah. Wakil dari kalangan Islam lainnya juga tidak ada yang mengisi jabatan setingkat Sanoesi. Sehingga Sanoesi merupakan satu-satunya orang pribumi yang mengisi jabatan eksekutif (Sulasman, 2007: 77).
25 sebelah utara Pesantren Gunung Puyuh (Mawardi, 2011: 121).
4.4 Fusi Persatuan Ummat Islam 1952 Persahabatan antara Halim dari Perikatan Ummat Islam (P.U.I.) dengan Sanoesi dari Persatuan Ummat Islam Indonesia (P.U.I.I.) telah berlangsung lama. Kedekatan hubungan dan persahabatan antara Halim dan Sanoesi selanjutnya dapat dipahami dari kebersamaan mereka ketika bersama-sama
menjadi
pengurus
M.I.A.I.,
anggota
Masyumi, anggota Cuo Sangi In, dan duduk berdampingan dalam Dokuritsu Zyunbi Cusakai (BPUPKI) di Jakarta. Setelah proklamasi kemerdekaan R.I. 17 Agustus 1945, mereka masih saling bertemu baik di Jakarta maupun di Yogyakarta (Wanta, 1991g: 4; Ambary, 2006: 253-254). Dari kedekatan hubungan dan persahabatan serta ditengah kesibukan keduanya, diduga mereka mulai dibicarakan upaya fusi. Namun upaya itu baru dapat diwujudkan setelah dua tahun Sanoesi wafat, yaitu pada Sabtu, 5April 1952/9 Rajab 1371 (Wanta, 1991h: 1-2; Wanta, 1994: 21-23).
26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari uraian yang terdapat pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, dari sudut pemahaman keagamaan keduanya dapat dogolongkan pada kelompok tradisionalis. Kedua, dari sisi pemikiran dan gerakan, keduanya termasuk organisasi Islam modern. Ketiga, kader Persjarikatan Oelama dan Al-Ittihadijatoel Islamijjah dalam kurun 1911-1952 telah menunjukkan perannya di masyarakat, bukan hanya dalam bidang agama, tetapi bidang pendidikan, ekonomi, sosial, dan politik. Pada 5 April 1952, Persjarikatan Oelama dan Al-Ittihadijatoel Islamijjah melakukan fusi menjadi Persatuan Ummat Islam.
27 5.2 Saran Sesuai dengan hasil penelitian, dibutuhkan studi lebih lanjut
untuk
memperkuat
hasil
penelitian
ini
atau
menolaknya, sehingga pengetahuan masyarakat tentang organisasi massa Islam Persatuan Ummat Islam semakin luas.
DAFTAR SUMBER 25 I. Arsip dan Dokumen Resmi Tercetak Gunseikanbu. 2602/1942. Pendaftaran Orang Indonesia jang Terkemoeka jang Ada di Djawa, eks Arsip Gunseikanbu Cabang I, Pegangsaan Timur 36 Jakarta. Nomor A. 205 gol. III b. Nomor berkas A. 15. ANRI. -------. 2602/1942. Pendaftaran Orang Indonesia jang Terkemoeka jang Ada di Djawa, eks Arsip Gunseikanbu Cabang I, Pegangsaan Timur 36 Jakarta. Nomor S-283 gol. III b. Nomor berkas 547. ANRI. Proces Verbaal Hadji Ahmad Sanoesi tanggal 7 Oktober 1919 dalam Koleksi R.A. Kern No. 278. KITLV. Verslag van het congres van de Perserikatan Oelama te Madjalengka van 29-31 Augustus 1931. Batavia, 16 October 1931. ANRI.
28
II. Buku Abdulchalim. 1932. Padoman Persjarikatan Oelama. Majalengka: Hoofdbestuur Persjarikatan Oelama Indonesia. KITLV. Akim. Moh. 1964. Kiai H. Abdul Halim Penggerak PUI. Majalengka: Yayasan K.H. Abdul Halim. Ambary, Hasan Mu’arif. 2006. “Sejarah Perkembangan Persatuan Ummat Islam (PUI)” dalam Revitalisasi Peran PUI dalam 26 Pemberdayaan Ummat. Darun Setiady (ed.). Bandung: PW PUI Jawa Barat. Bahar, Saafroedin et. al,.1995. Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945. Jakarta: Setneg RI. Benda, Harry J. 1980. Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam pada Masa Pendudukan Jepang. Terjemahan Daniel Dhakidae. Jakarta: Pustaka Jaya. Falah, Miftahul. 2009. Riwayat Perjuangan K.H. Ahmad Sanusi. Bandung: MSI Cabang Jawa Barat bekerja sama dengan Pemerintah Kota Sukabumi. Federspiel, Howard M. 1970.
29 Persatuan Islam Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia. Ithaca: Cornell University. -------. 1996. Persatuan Islam Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Garaghan, Gilbert J. 1946. A Guide to Historical Method. New York: Fordham University Press. Gottschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah. Terjemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. Gunseikanbu. 2604/1944. Orang Indonesia Jang terkemoeka di Djawa. Ttp.: Gunseikanbu. Hasjmy, A. 1981. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Indonesia. Bandung: Al-Ma’arif.
Islam
di
Iskandar, Muhammad. 1993. Kyai Haji Ajengan Ahmad Sanusi. Jakarta: PB PUI. Lubis, Nina Herlina. 2008. Metode Sejarah. Bandung: Satya Historika. -------. et. al. 2009.
Sejarah Calon Pahlawan Nasional K.H. Ahmad Sanusi Berdasarkan Buku-buku dan Kesaksian Dalam Rangka Pengusulannya sebagai Pahlawan Nasional. Bandung: Dinas Sosial Propinsi Jawa Barat Bekerja
30 sama dengan Pusat Kebudayaan Sunda Fakultas Sastra Unpad. --------, et al. 2011. Sejarah Provinsi Jawa Barat. Jilid 2. Bandung: Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Noer, Deliar. 1995. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES. Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka. PP Persis. 1991. Qanun Asasi/ Qanun Dakhili Persis. Bandung: PP Persis. Renier, G.J. 1997. Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah. Terjemahan A. Muin Umar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Setiady, A. Darun (ed.). 2006. Revitalisasi Peran PUI Dalam Pemberdayaan Ummat. Bandung: Pimpinan Wilayah Persatuan Ummat Islam (PUI) Jawa Barat. Shaleh, Anwar. 1966. Sedjarah Perdjoangan Pemuda Pesatuan Ummat Islam (PPUI). Bandung: Tp. Stoddard, Lothrop. 1966.
31 Dunia Baru Islam. Terjemahan Panitia Penerbit. Jakarta: Panitia Penerbit. Sulasman. 2007. K.H. Ahmad sanusi 1889-1950 Berjuang dari Pesantren ke Parlemen. Bandung: PW PUI Jawa Barat.
Taufiqullah, O. 2006. “PUI dan Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah” dalam A. Darun Setiady (ed.). Revitalisasi Peran PUI Dalam Perberdayaan Ummat. Bandung: PW PUI Jawa Barat. Wanta, S. 1991g. KH Ahmad Sanusi dan Perjoangannya. Seri VII. Majalengka: PB PUI Majelis Penyiaran Penerangan dan Dakwah. h
-------. 1991 .
KH Abdul Halim dan Pergerakannya. Majalengka: PB PUI Majelis Penyiaran Penerangan dan Dakwah. Wildan, Dadan. 1995. Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983. Bandung: Gema Syahida.
III. Skripsi, Tesis, Disertasi, Ensiklopedi, Majalah. Ahmad Sanoesi. 1943.
Artikel/Entri
dalam
32 “Rintisan Boedi”, dalam Soeara MIAI, No. 15 Th. I. 30 Radjab 1362/1 Agoestoes 2603. Al-Hidajatoel Islamijjah, Oktober 1932. Darmawan, Dadang. 2009. Ortodoksi Tafsir: Respons Ulama terhadap Tafsir Tamsjijjatoel-Moeslimien karya K.H. Ahmad Sanusi. Disertasi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Iskandar, Muhammad. 1991. Para Pengemban Amanah Kyai dan Ulama dalam Perubahan Sosial dan Politik di Priangan c.a. 19001942. Tesis. Amsterdam: Vrije Universiteit (Koleksi KITLV). Jalaluddin. 1990. Santi Asromo K.H. Abdul Halim Studi tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Disertasi. Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah. Mawardi, Asep Mukhtar. 1985. Haji Ahmad Sanusi: Perjuangannya. Skripsi. Hidayatullah.
Riwayat Jakarta:
Hidup dan IAIN Syarif
Mawardi, Asep Mukhtar. 2011. Haji Ahmad Sanusi dan Kiprahnya dalam Pergolakan Pemikiran Keislaman dan Pergerakan Kebangsaan di Sukabumi 1888-1950. Tesis. Semarang: UNDIP. Prawira, Suwandi Wigena. 1975.
33 “K.H. Abdul Halim dan Santi Asromo”, dalam Panji Masyarakat, Majalah No. 177, th. XVI. Hlm. 17-18.