BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan
teknologi
yang terjadi dari
waktu
ke
waktu,
membuat pemikiran manusia pun menjadi semakin modern dan kritis, utamanya dalam hal berbelanja. Konsumen saat ini lebih memiliki banyak pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan pembelian. Tidak hanya itu, perkembangan di dunia industri pun semakin maju dan semakin ketat. Persaingan yang semakin ketat inilah yang memacu setiap perusahaan khususnya yang bergerak di bidang perniagaan harus terus memikirkan improvisasi dan inovasi mengenai strategi pemasarannya agar terus dapat eksis dimata konsumen dan dapat memberikan kepuasan kepada konsumen mengenai kebutuhannya yang dapat berubah-ubah dalam waktu singkat. Saat ini, bisnis tidak bisa hanya berorientasi kepada laba semata, karena pemasaran aktif yang lebih berorientasi kepada pelanggan saat ini telah banyak digunakan oleh para pelaku bisnis, salah satunya bisnis di bidang ritel. Menurut Utami (2010:5) kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berarti memotong atau memecah sesuatu. Terkait dengan aktivitas yang dijalankan, maka ritel menunjukkan upaya untuk memecah barang atau produk yang dihasilkan dan didistribusikan oleh manufaktur atau perusahaan dalam jumlah besar dan massal untuk dapat dikonsumsi oleh konsumen akhir dalam jumlah
kecil sesuai dengan
kebutuhannya. Menurut Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 No 5 bahwasannya “Toko Modern” adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, 1
2
Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan. (Perpres.2007. hukum.unsrat.ac.id/pres/perpres_112_2007.pdf.
Diakses
Tanggal
25
November 2015 Jam 20.35) Menurut Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, BAB II Bagian 2, Pasal 5 No 3 bahwasannya Supermarket dan Department Store (Perpres.2007. hukum.unsrat.ac.id/pres/perpres_112_2007.pdf. Diakses Tanggal 25 November 2015 Jam 20.35) : a. Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan b. Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan di dalam kota/perkotaan. Bisnis ritel modern yang terus berkembang di Indonesia saat ini merupakan bagian pasar yang sangat menjanjikan. Persaingan yang kompetitif dan kondisi sosial, ekonomi dan demografi serta perubahan gaya
hidup
berpengaruh
terhadap
kegiatan
ritel modern.
Tingkat
pertumbuhan ritel yang sangat pesat dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan sistem aktivitas kota serta pertumbuhan fisik kota. Hal inilah yang
menyebabkan
perubahan
pola
dari belanja di
belanja
masyarakat masa kini mengalami
gerai tradisional
yang sederhana ke
gerai
modern. Perkembangan industri ritel nasional yang semakin signifikan dilihat dari indikasi pertumbuhan ritel modern yang keberadaannya semakin popular di kalangan masyarakat Indonesia sebagai penyedia berbagai kebutuhan harian khususnya masyarakat di daerah perkotaan. Hal ini yang menjadikan gaya belanja konsumen mulai beralih ke pasar modern sebagai bentuk kegiatan pengambilan keputusan dalam hal pemenuhan kebutuhan seharihari, hal ini bisa disebabkan karena beberapa keunggulan yang dirasakan jika berbelanja di pasar modern dibandingkan jika berbelanja di pasar tradisional. Adapun pertumbuhan ritel modern di Indonesia ini secara terperinci telah diungkapkan dari AC Nielsen Indonesia pada tahun 2009 dan tahun 2010 pada tabel di bawah ini :
3
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ritel Modern di Indonesia Jenis Ritel Modern 2009 Supermarket Ramayana 93 Super Indo 64 Yogya dan Griya 56 Giant 55 Hero 52 Borma 23 Matahari/Foodmart 23 Geleal 15 Carrefour Express 14 Hardy's 11 Macan Yaohan 8 Sri Ratu 8 Jumlah 422
2010 93 65 57 59 41 24 23 15 15 13 13 7 225
Sumber : Nielsen Indonesia dalam Majalah Warta Ekonomi /07/04April 2011
Dari tabel diatas menjelaskan bahwasannya pertumbuhan ritel modern berjenis supermarket di Indonesia mayoritas mengalami peningkatan yaitu sebanyak 7 perusahaan ritel diantaranya Super Indo, Yogya dan Griya, Giant, Borma, Carrefour
Express, Hardy’s, dan Macan Yaohan. Kemudian
supermarket dalam hal pertumbuhannya relatif stabil terjadi sebanyak 3 perusahaan ritel diantaranya Ramayana, Matahari/Foodmart, dan Geleal. Sedangkan supermarket yang mengalami penurunan jumlah pada tahun berikutnya sebanyak 2 perusahaan ritel yaitu Sri Ratu dan Hero. Sehingga, dapat disimpulkan bahwasannya perusahaan ritel Borma termasuk dalam kategori perusahaan ritel yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pertumbuhan ritel modern di Indonesia terjadi sangat pesat, khususnya di Kota Bandung. Hal ini mendeskripsikan bahwasannya masyarakat Kota Bandung lebih meminati berbelanja di ritel modern, sehingga memicu pertumbuhan gerai ritel supermarket yang terjadi di Kota Bandung, hal ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
4
Tabel 1.2 Ritel Modern di Kota Bandung Periode Tahun 2010 Nama Ritel Griya Borma Yogya SuperIndo Hero Giant Carrefour
Jumlah 22 16 8 6 6 3 2
Sumber : Bagian Pereknomian PEMDA Kota Bandung 2010
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwasannya ritel supermarket Borma di Kota Bandung pada tahun 2010 mengalami peningkatan termasuk dalam peringkat ke 2 setelah gerai perusahaan ritel Griya. Hal ini meunjukkan bahwasannya sebagian konsumen senantiasa melakukan keputusan pembelian pada perusahaan ritel Borma yang menyebabkan gerai Borma mengalami peningkatan pada tahun berikutnya. Kondisi seperti ini merupakan kondisi yang menguntungkan bagi para pengusaha ritel. Para pelaku ritel harus berlomba-lomba menawarkan jasa pelayanannya agar mampu merebut pasar. Oleh karena itu, pelaku bisnis harus mampu menerapkan strategi yang tepat. Salah satu strategi yang dapat dipergunakan adalah merencanakan desain Store Atmosphere (suasana toko) dengan bentuk dan konsep baru serta ide-ide kreatif yang membangun citra toko sehingga membuat pengunjung merasa nyaman ketika berbelanja. Menurut Utami (2010:255) Store Atmosphere (suasana toko) merupakan kombinasi dari karakteristik fisik toko seperti arsitekstur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna, temperatur, musik, aroma yang secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak. Melalui suasana toko
yang
sengaja
diciptakan oleh ritel, ritel berupaya untuk
mengkomunikasikan informasi yang terkait dengan layanan, harga maupun ketersediaan barang dagangan. Sedangkan menurut Kotler (2009) Suasana
5
toko adalah suasana terencana yang sesuai dengan pasar sasarannya dan yang dapat menarik konsumen untuk membeli. Selain itu melihat fenomena persaingan pemasaran yang terjadi di bidang ritel, membuat para pemasar untuk mampu mencari, mengembangkan bahkan merebut pangsa pasar dari para pesaingnya. Selain mengandalkan produk
yang
dihasilkan
dengan
segala
macam
perbedaan
dan
keunggulannya, salah satu modal untuk memenangkan persaingan adalah dengan menggunakan merek (brand). Merek adalah sesuatu yang mudah dikenali dari sebuah produk.
Melihat merek suatu produk membuat
produsennya mudah dikenali. Menurut
Kotler dan Keller (2009: 263),
Brand equity adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan. Sehingga, merek dari sebuah produk sangat penting kedudukannya. Adapun market share yang bisa kita lihat dari 3 kategori perusahaan ritel yang senantiasa mengalami peningkatan dapat dilihat dari tabel dibawah ini : Tabel 1.3 Pelaku Bisnis Ritel Modern Kelompok Supermarket di Kota Bandung Tahun 2010 No Nama Perusahaan 1 PT.Akur Pratama 2 Borma Dakota Pasar Swalayan 3 PT.Lion Super Indo
Nama Outlet Toserba Griya Borma Super Indo
Jumlah Outlet 22 16 6
Market Share 50% 36,36% 13,64%
Sumber : HRD PT.Akur Pratama
Dari tabel di atas menunjukkan bahwasannya market share perusahaan ritel Borma sebesar 36,36% posisinya setelah market share Toserba Griya sebesar 50% dan market share Super Indo posisinya dibawah Borma dan Toserba Griya sebesar 13,64%, sehingga dalam hal ini Borma belum bisa
6
menyaingi kedudukan market share Toserba Griya namun sudah bisa menyaingi kedudukan market share perusahaan ritel Super Indo. Sehingga, dari beberapa data dan penjelasan di atas bahwasannya dengan adanya Store Atmosphere dan Brand Equity dapat menyebabkan atau
mempengaruhi
keputusan
pembelian
seseorang. Sebagaimana
dikemukakan oleh Swastha dan Irawan (2008) bahwa keputusan pembelian adalah pemahaman konsumen tentang keinginan dan kebutuhan akan suatu produk dengan menilai dari sumber-sumber yang ada dengan menetapkan tujuan pembelian serta mengidentifikasi alternatif sehingga pengambil keputusan untuk
membeli
yang
disertai
dengan
perilaku
setelah melakukan pembelian. Hal ini lah yang bisa dijadikan sebuah strategi sebagai salah satu bentuk kegiatan pemasaran aktif yang dilakukan oleh perusahaan ritel yaitu strategi pengembangan Store Atmosphere dan Brand Equity, dalam hal untuk memberikan tindakan pada konsumen yang positif terhadap perusahaan ritel yang sedang dikembangkan melalui pengambilan keputusan berbelanja. BORMA Cikutra merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang ritel yang juga berorientasi tidak hanya kepada laba semata namun juga mengedepankan dalam prinsip kepuasan kepada pelanggan. Borma menawarkan konsep “One-Stop Shopping” yang menawarkan tempat pilihan dengan produk yang beragam, harga murah, dan juga memberikan pelayanan terbaik sehingga melebihi harapan pelanggan. Menciptakan suasana toko yang senyaman mungkin merupakan salah satu tujuan dari BORMA Cikutra dalam rangka memuaskan konsumen. Adapun jumlah gerai perusahaan ritel Borma sampai saat ini yang terjadi di Kota Bandung terus bertambah, seperti ditunjukkan oleh tabel di bawah ini :
7
Tabel 1.4 Gerai Borma di Kota Bandung No
Cabang Borma
No
Cabang Borma
1
Borma Dakota Pasteur
12
Borma Buah Batu
2
Borma Dago
13
Borma Rancabolang
3
Borma Cijerah
14
Borma Sukajadi
4
Borma Antapani
15
Borma Cibeureum
5
Borma Setiabudi
16
Borma Express Dipatiukur
6
Borma Cikutra
17
Borma Pasir Impun
7
Borma Ujung Berung
18
Borma Express Ciuhumbeulit
19
Borma Cibaduyut
Borma Cipadung Sadang 8
Serang Borma Cipamolokan Riung
9
Bandung
20
Borma Cisitu Bandung
10
Borma Kiara Condong
21
Borma Kopo Sayati
11
Borma Garuda Bandung
22
Borma Gempolsari Regency
Sumber : http://www.serbabandung.com/toserba-borma/
Seiring bertambahnya gerai Borma maka jumlah pengunjung Borma pun dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan, seperti grafik di bawah ini : Grafik 1.1 Data Pengunjung Borma Tahun 2013
Sumber : Toserba Borma
8
Dari Grafik 1.1 dapat dilihat jumlah pengunjung pada bulan Juli dan Agustus 2013 lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan bulan Januari, Februari, Maret, April, Mei dan Juni, sehingga pengunjung Borma mengalami peningkatan dari setiap periodenya, hal ini menunjukkan salah satu bentuk kesetiaan konsumen dalam berbelanja di Borma. Namun, berdasarkan hasil pilot study yang dilakukan penulis dengan
cara menyebar kuesioner ke 30 responden konsumen BORMA
Cikutra, hasilnya membuktikan bahwa mayoritas konsumen masih merasa kurang nyaman dengan salah satu elemen dari Store Atmosphere
yaitu
Store Layout. Dalam hal ini, Store Layout yang dimaksud meliputi ruang tunggu, fasilitas umum, lebar lorong dan lalu lintas dalam toko yang ada pada BORMA Cikutra. Berikut hasil olah data kuesioner yang penulis sajikan dalam bentuk tabel:
Gambar 1.1 Ketersediaan Ruang Tunggu yang Nyaman
Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat bahwa dari 30 responden yang mengisi kuesioner, hanya 40% menyatakan setuju dan sisanya 60% menyatakan tidak setuju. Sehingga, dapat disimpulkan bahwasannya responden menyatakan tidak setuju dengan ketersediaan ruang tunggu yang nyaman di BORMA Cikutra.
9
Gambar 1.2 Ketersediaan Fasilitas Umum (Toilet/ATM)
Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat bahwa dari 30 responden yang mengisi kuesioner 28% menyatakan sangat setuju, 14% menyatakan setuju, 39% menyatakan tidak setuju, dan sisanya 19% sangat tidak setuju. Sehingga, dapat disimpulkan nilai yang paling dominan yaitu responden menyatakan tidak setuju dengan ketersediaan fasilitas umum/WC di BORMA Cikutra.
Gambar 1.3 Lalu Lintas Dalam Toko Memudahkan
10
Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat bahwa dari 30 responden yang mengisi kuesioner 34% menyatakan sangat setuju, 13% menyatakan setuju, 40% menyatakan tidak setuju, dan sisanya 13% sangat tidak setuju.. Sehingga, dapat disimpulkan nilai yang paling dominan yaitu responden menyatakan tidak setuju dengan lalu lintas dalam toko yang memudahkan di BORMA Cikutra.
Gambar 1.4 Lebar Lorong Antar Rak Cukup Luas
Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat bahwa dari 30 responden yang mengisi kuesioner 30% menyatakan sangat setuju, 13% menyatakan setuju, 37% menyatakan tidak setuju, dan sisanya 20% sangat tidak setuju.. Sehingga, dapat disimpulkan nilai yang paling dominan yaitu responden menyatakan tidak setuju dengan lebar lorong antar rak cukup luas di BORMA Cikutra. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa suasana toko yang nyaman merupakan hal yang penting untuk diperhatikan perusahaan dalam rangka memuaskan konsumen karena dapat berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Namun, pada kenyataannya berdasarkan hasil pilot study yang dilakukan penulis ternyata terdapat ketidaksesuaian dengan harapan dari pengelola BORMA Cikutra. Selain itu adanya gap diantara
11
hasil pilot study yang bernilai negatif dengan pertumbuhan ritel gerai Borma dan peningkatan jumlah pengunjung Borma yang bernilai positif. Maka dari itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dari fenomena di atas dengan judul penelitian “Pengaruh Store Layout dan Brand Equity Terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen Pada Supermarket BORMA Cikutra”.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, penulis membatasi penelitian hanya untuk di BORMA Cikutra, beberapa masalah yang diajukan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Bagaimana pengaruh Store Layout terhadap Proses Keputusan Pembelian konsumen? 2. Bagaimana pengaruh Brand Equity terhadap Proses Keputusan Pembelian konsumen? 3. Seberapa besar pengaruh Store Layout terhadap Proses Keputusan Pembelian konsumen? 4. Seberapa
besar
pengaruh
Brand Equity terhadap Proses
Keputusan Pembelian konsumen? 5. Seberapa besar pengaruh Store Layout dan Brand Equity terhadap Proses Keputusan Pembelian secara parsial dan simultan?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Store Layout terhadap Proses Keputusan Pembelian konsumen? 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Brand Equity terhadap Proses Keputusan Pembelian konsumen? 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Store Layout terhadap Proses Keputusan Pembelian konsumen?
12
4. Untuk mengetahui seberapa
besar
pengaruh
Brand Equity
terhadap Proses Keputusan Pembelian konsumen? 5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Store Layout dan Brand Equity terhadap Proses Keputusan Pembelian secara parsial dan simultan?
1.4 Kegunaan Penelitian Dalam penelitian ini menjelaskan tentang pengaruh Store Layout dan Brand Equity terhadap minat beli Borma Swalayan di Cikutra.
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1. Perusahaan Secara langsung penelitian ini dapat menjadi sumber informasi, referensi, bahkan rujukan bagi pihak manajemen Borma Swalayan dalam rangka menyusun strategi perusahaan untuk meningkatkan volume penjualan melalui peningkatan keputusan pembelian pada benak konsumen itu sendiri. 2. Peneliti Penelitian ini diharapkan
dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis mengenai Store Layout dan Brand Equity serta untuk membandingkan teori yang telah diperoleh selama kuliah mengenai bauran pemasaran tersebut dengan praktek nyata dalam dunia yang sebenarnya. 3. Pihak Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada manajemen
Borma
Swalayan
dalam
mengembangkan
dan
menyempurnakan Store Layout dan Brand Equity untuk lebih meningkatkan minat beli konsumen Borma Swalayan Cikutra.