PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DAN PROBLEMATIKANYA STUDI KASUS DIDESA KEDUNG LEPER BANGSRI JEPARA (TAHUN 2015)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh : Amalia Najah NIM 1211009
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA TAHUN 2015
NOTA PEMBIMBING Kepada Yth. Bapak Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Islam Nahdlatul Ulama’ Jepara Di JEPARA Assalamualaikum Wr.Wb Dengan hormat kami sampaikan bahwa setelah kami mengadakan penelitian dan perbaikan seperlunya, selanjutnya kami kirimkan kepada bapak naskah skripsi saudara: Nama
: Amalia Najah
NIM
: 1211009
Judul Skripsi :PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DAN PROBLEMATIKANYA STUDI KASUS DI DESA KEDUNG LEPER BANGSRI JEPARA (TAHUN 2015) Demikian surat pembimbingan ini kami sampaikan agar kiranya skripsi saudara tersebut dapat dimunaqosahkan. Wasaalamu ‘alaikum WR.Wb
Jepara, September 2015 Pembimbing
Drs K.H. Ahmad Barowi TM,. M.Ag
DEKLARASI Bismillahirrahmanirrahim Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan. Demikian delkarasi dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Jepara, Agustus Deklarator
Amalia Najah 1211009
PERSEMBAHAN Dengan perasaan yang tulus dan ikhlas, skripsi ini kupersembahkan untuk: 1. Ibuku tercinta, atas segala dukungan, do’a kasih sayang dan semua yang telah diberikan. 2. Bapakku tercinta, yang selalu menginspirasi dalam setiap langkah hidupku dan juga selalu berusaha keras mencari nafkah untuk membiayai kuliah penulis. 3. Adikku tersayang yang selalu menemani dalam suka maupun duka. 4. Serta saudara-saudara yang senantiasa mewarnai hidupku. 5. Semua para dosen-dosen di UNISNU yang telah memberikan bekal atau pegangan dalam mengarungi kehidupan ini. 6. Sahabat-sahabat Kos Pekeng terutama Sahabat Kos Yunda Indri Atmana S.E, yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi penulis. 7. Teman-teman MI, Mts, dan MA yang selalu menemani curahan hati penulis. 8. Teman-teman senasib dan seperjuangan Fakultas Syariah UNISNU Jepara angkatan 2011, terima kasih kalian telah menjadi bagian indah dalam hidupku, masa-masa bersama kalian akan menjadi suatu kenangan yang akan selalu aku rindukan.
MOTTO
Bermimpi Tanpa Mau Melakukan Sesuatu Untuk Membuat Mimpi Menjadi Kenyataan Menggiring Kita Kepada Kehidupan Yang Tidak Pernah Menghasilkan Buah
ABSTRAK Nama: Amalia Najah, 1211009. Pernikahan di Bawah Umur Antara Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 di Desa Kedung Leper. Skripsi. Jepara : Program Strata 1 Jurusan Ahwal AlSyakhshiyyah UNISNU Jepara Tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1). Faktor pendorong pernikahan di bawah umur. (2). Untuk mengetahui problematika setelah terjadi pernikahan di bawah umur. (3). Untuk mengetahui bagaimana analisis pernikahan di bawah umur dalam tinjauan hukum islam dan undang-undang perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif Studi Kasus di desa kedung leper yang dengan melalui pengumpulan datanya yaitu melalui wawancara bapak petinggi Desa Kedung Leper dan masyarakat yang pernah melakukan pernikahan di bawah umur. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa dampak dari pernikahan di bawah umur adalah adanya masalah ekonomi. Karena para remaja yang melakukan pernikahan di bawah umur belum ada kreatifitas untuk mencari pekerjaan. Mereka belum mampu mencari uang untuk menafkahkan keluarganya. Dan berikutnya dampak dari psikologis remaja, remaja pada umumnya sifatnya masih labil, tingkat emosinya masih tinggi dan emosi yang dimunculkan sulit sekali untuk menghentikannya. Oleh karena itu apabila para remaja melaksanakan perkawinan yang masih dibawah umur, yaitu pria yang belum mencapai umur sembilanbelas tahun dan wanita yang belum mencapai enambelas tahun, dikhawatirkan nanti rumah tangga yang dijalaninya tidak akan mudah, justru akan mengakibatkan perselisihan yang berkepanjangan. Dari segi kesehatan, pasangan yang melakukan pernikahan dibawah umur, banyak berpengaruh atas tingginya angka kematian. Karena prnikahan dibawah umur sangat berpengaruh akan kelahiran anak. Dan menimbulkan suatu penyakit akibat melahirkan dengan usia muda yaitu penyakit kanker rahim. Dari segi kesehatan usia yang efektif untuk melahirkan seorang anak adalah usiam 20-35 tahun. Oleh karena itu, anak yang dilahirkan dibawah dan diatas usia tersebut nanti akan menjadi cacat mental atau fisik, kebutaan dan ketulian. Dan juga wanita yang belum mencapai usia efektif, untuk melahirkan akan sering mengalami kelahiran prematur atau kelahiran sebelum waktunya. Berdasarkan hasil tersebut, pernikahan akan lebih baik dilakukan dengan usia yang sepantasnya. yaitu usia diatas duapuluh tahun, usia tersebut sudah menunjukkan kedewasaan seseorang, karena usia dibawah umur apabila melakukan pernikahan akan menimbulkan masalah-masalah dalam keluarganya.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah swt. Yang telah melimpahkan rahmat, tauhiq, hidayah serta inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadar bahwa ini semua tidak lepas dari tauntunan dan bimbingan-Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepangkuan baginda besar Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya, atas jasa dan perjuangan besar beliau penulis dapat menikmati kehidupan pada saat ini. Skripsi yang berjudul “Pernikahan di Bawah Umur Antara Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Studi Kasus di Desa Kedung Leper” ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana strata 1 (satu) pada UNISNU Jepara. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terealisasikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak. Dr. KH. Muhtarom HM< selaku Rektor UNISNU Jepara. 2. Bapak Drs. H. Ahmad Barowi Tm, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah UNISNU Jepara.
3. Bapak Drs. H. Ahmad Barowi Tm, M. Ag, selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Kepala Perpustakaan UNISNU Jepara yang telah memberikan izin dan layanan perpustakaan yang diperlukan skripsi ini. 5. Para dosen atau staf pengajar di lingkungan UNISNU Jepara yang membekali berbagai pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 6. Kepada TU Fakultas Syariah yang selalu setia melayani dengan setulus hati. 7. Bapak dan Ibu yang telah membantu, baik moril maupun materil dalam penyusunan skripsi ini. 8. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhirnya penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh mencapai kesempurnaan dalam asrti sebenarnya, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan para pembaca pada umumnya. Jepara, 07 September 2015 Penulis
Amalia Najah NIM:1211009
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i NOTA PEMBIMBING ...................................................................................................... ii DEKLARASI .................................................................................................................... iii PENGESAHAN ............................................................................................................... iv PERSEMBAHAN .............................................................................................................. v MOTTO ............................................................................................................................ vi ABSTRAK ....................................................................................................................... vii KATA PENGANTAR .................................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................................... x
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................ 8 C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 9 D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 9 E. Telaah Pustaka ............................................................................. 10 F. Metode Penelitian ....................................................................... 12 G. Sistematika Penulisan Skripsi ...................................................... 15 BAB II : FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR dan PROBLEMATIKANYA
A. Faktor Pendorong Pernikahan Di Bawah Umur 1. Sekilas Tentang Pernikahan Di Bawah Umur ............................ 16 2. Batas Usia Menikah ................................................................ 17 3. Pernikahan Di Bawah Umur Dalam Perspektif Hukum Islam .... 25 4. Faktor Pendorong Pernikahan Di Bawah Umur .............................. 30 B. Problematika Pernikahan Di Bawah Umur 1. Dampak Psikologis ......................................................................... 35 2. Timbulnya Masalah Rumah Tangga ......................................... 45 3. Timbulnya Perceraian ............................................................. 49 4. Undang-Undang Perlindungan Anak ....................................... 50 BAB III : GAMBARAN DESA KEDUNG LEPER A. Letak Geografis Desa Kedung Leper ............................................. 53 B. Sejarah Desa Kedung Leper ......................................................... 55 C. Visi dan Misi Desa Kedung Leper ................................................. 57 D. Biografi Petinggi Desa Kedung Leper ........................................... 59 BAB IV : ANALISIS PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR STUDI KASUS DI DESA KEDUNG LEPER A. Hasil Penelitian Pernikahan di Bawah Umur di Desa Kedung Leper ..61 B. Hikmah dan Manfaat Pernikahan di Bawah Umur......................... 65 C. Dampak Negatif Pernikahan di Bawah Umur................................ 70 D. Perbedaan Pernikahan di Bawah Umur Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.......................................... 75
BAB V : PENUTUP A. KESIMPULAN............................................................................. 79 B. SARAN-SARAN.......................................................................... 80 C. PENUTUP............................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN HASIL PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhlukn-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhtumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah swt. Sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.1 Menurut para mujtahid nikah adalah suatu ikatan yang dianjurkan syariat.2 Pasal I menyebutkan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam bab II disebutkan syarat-syarat tentang perkawinan yaitu pasal 6 ayat 2 menyatakan “untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu ) tahun harus mendapatkan izin kedua orang tua. Sedangkan dalam pasal 7 ayat 1 “perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas ) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas ) tahun.3 Dalam pengertian diatas, yang di maksud pernikahan di bawah umur adalah pernikahan yang dilakukan pada usia yang masih sangat muda. Di era yang modern ini pernikahan tersebut masih banyak dilakukan pada 1 H.M.A. Tihami, Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (kajian fikih nikah lengkap), ed.i, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm.6. 2 Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi., Fiqih Empat Mazhab, (Jeddah: Hasyimi., 2012), hlm.318. 3 Undang-undang Pokok Perkawinan, (Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, 1996), hlm. 3-4.
masyarakat sekitar. seperti di desa kedung leper. Di daerah tersebut orang yang melakukan pernikahan di bawah umur berkisar antara 3 orang atau lebih. Mata pencaharian atau pekerjaan orang tua tersebut sebetulnya beragam, tetapi yang lebih dominan adalah sebagai tukang batu (kuli) atau tukang kayu. Adapun yang lainnya mereka bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pedagang. Dan sebagian besar mereka bekerja sebagai pedagang dirumahnya masing-masing. Penyebab terjadinya pernikahan di bawah umur ini disebabkan ada beberapa faktor. Diantaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan di masyakat tersebut. Mereka banyak terpengaruh pola pikir yang sempit dalam memahami dan mengerti hakekat dan tujuan pernikahan. Orang tua yang memiliki rasa ingin bebas merawat anak perawannya. Bahwasanya pendidikan saat ini menurut mereka sangatlah mahal, apabila anak mereka tersebut ingin sekolah setinggi-tingginya, para orangtua merasa terbebani dengan biaya hidup anak perawannya. Untuk itu mereka mengambil keputusan untuk menikahkan anak perawannya sesegera mungkin supaya anaknya sudah menikah bisa membantu orang tuanya yang sedang kesusahan. Pernikahan di bawah umur juga memicu bahwa orang tua yang memiliki rasa ketakutan bahwa anaknya menjadi perawan tua alias tidak lakulaku, faktor ekonomi maupun lingkungan tempat mereka tinggal juga bisa menjadi penyebab terjadinya pernikahan di bawah umur.
Selain itu pernikahan di bawah umur juga terjadi akibat pergaluan bebas yang mereka tempuh, dan bahkan orang tua yang sudah menjalin hubungan yang begitu erat dengan keluarga mempelai laki-laki dan mempelai perempuan yang ingin menikahkan anak-anak mereka. Pada pernikahan di bawah umur ini terjadi pada seorang remaja yang sudah tidak ingin melanjutkan sekolahnya. Dia kecelakaan alias hamil duluan, orang tua mereka sangat malu dengan tingkah laku anak-anaknya. Orang tua perempuan itu harus memilih jalan untuk menikahkan anaknya yang masih belia. Saat dia menikah, anak itu pun belum bisa mengatur kehidupan rumah tangganya. Mentalnya masih sangat labil, sehingga timbul perpecahan di kehidupan rumah tangga mereka. Dari penjelasan pernikahan diatas, maka dapat di simpulkan bahwa kedewasaan itu perlu baik fisik atapun secara mental. Karena hal itu akan berpengaruh akan kehidupan anak-anak mereka kelak. Oleh karena itulah maka sangat penting untuk memperhatikan umur pada anak yang akan menikah. Oleh karenanya, di dalam pernikahan di bawah umur tersebut belum tentu menjaga amanah dan tanggung jawab sebagai suami istri, bahwa sesungguhnya pasangan suami istri mesti menyadari dan merasakan bagaimana cara mereka memikul amanah karena amanah merupakan sebuah tanggung jawab terhadap yang dipimpinnya.4
4
Syaikh Mushthafa Masyhur, Fiqih Dakwah , Jilid 1, (Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2000), hlm. 119.
Jadi dalam kepemimpinan itu adalah bukti akan manajemen yang bagus dalam mengurus rumah tangga.5 Dalam pernikahan terdapat beberapa hukum, yaitu: 1. Fardlu Hukum nikah fardlu, pada kondisi seseorang yang mampu biaya wajib nikah, yakni biaya nafkah dan mahar dan adanya percaya diri bahwa ia mampu menegakkan keadilan dalam pergaulan dengan istri yakni pergaulan dengan baik. Demikian juga ia yakin bahwa jika tidak menikah pasti akan terjadi perbuatan zina, sedangkan puasa yang dianjurkan Nabi tidak akan mampu menghindarkan dari perbuatan tersebut. Nabi Bersabda:6
ِ اب من استطَاع ِمْن ُكم الباء َة فَ ْلي ت زَّو فَِنََّ غَ َض ل ر ُن ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ ْ ْ َ ِ َايَ َم ْع َشَر الشَّب َ ْ َر ِر َوغ َ َ ُ ل ْلب لر ْوِم فَِنََّ ُ لَ ُ ِو ََا ءُ روو متف للي َّ لِْل َف ْرِج َوَم ْن ََلْ يَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَْي ِ ِِب
“Wahai para pemuda barang siapa diantara kalian ada kemampuan biaya nikah, maka nikahlah. Barang siapa tidak mampu hendaknya berpuasalah, sesungguhnya ia sebagai perisai baginya”. (HR. Muttafaq Alaihi). 2. Wajib Hukum nikah menjadi wajib bagi seseorang yang memiliki kemampuan biaya nikah, mampu menegakkan keadilan dalam pergaulan yang baik dengan istri yang dinikahinya.
5
Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi, Indahnya Syariat Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2006),
hlm. 349. 6
Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam dkk., Fiqih Munakahat, (Jakarta: AMZAH, 2009), hlm. 44-45.
Maksud dari memiliki kemampuan biaya nikah adalah di khawatirkan tidak mampu untuk memberi nafkah terhadap istrinya kelak, karena laki-laki yang menikah pada usia remaja akan di pastikan tidak mampu untuk mencari nafkah sendiri dan keluarganya. Seperti yang di katakan oleh Syekh Taqiyyuddin berkata, “Apa yang di katakan Imam Ahmad dan kebanyakan para ulama adalah jelas dan benar. Sebab, dalam kondisi seperti ini tidak disyaratkan bagi orang tersebut untuk mampu memberi nafkah, karena Allah menjanjikan bagi orang yang mau melaksanakan nikah akan menjadi kaya.7 3. Haram Bagi seseorang yang tidak memiliki kemampuan nafkah nikah dan yakin akan terjadi penganiayaan jika menikah.8 Termasuk di dalamnya apabila pernikahan dibawah umur dilakukan maka akan sering terjadi pertengkaran bahkan sampai dengan perceraian. Dalam kitab undang-undang hukum perdata bagian bab ke empat tentang perkawinan, bagian ke satu nomor 29 mengatakan bahwa: “seseorang jejaka yang belum mencapai umur genap delapan belas tahun, dan juga seorang gadis yang belum mencapai enam belas tahun, tak dibolehkan mengikat dirinya dalam perkawinan. Sementara itu dalam hal
7
Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 640.
adanya alasan-alasan yang penting, presiden berkuasa meniadakan larangan ini dengan memberikan dispensasi.9 4. Makruh Makruh bagi seseorang yang dalam kondisi campuran. Seseorang mempunyai kemampuan harta biaya nikah dan tidak dikhawatirkan terjadi maksiat zina, tetapi dikhawatirkan terjadi penganiayaan istri yang tidak sampai ke tingkat yakin. 5. Fardlu, Mandub, dan Mubah Seseorang dalam kondisi normal, artinya memiliki harta, tidak khawatir dirinya melakukan maksiat zina sekalipun membujang lama dan tidak dikhawatirkan berbuat jahat terhadap istri.10 Dalam fatwa MUI pada tahun 1975 ada dua pendapat mengenai pernikahan di bawah umur, yaitu:11 1.
Pernikahan usia di bawah umur hukumnya sah sepanjang telah terpenuhinya syarat dan rukun nikah, tetapi haram jika mengakibatkan mudharat.
2.
Kedewasaan usia merupakan salah satu indikator bagi tercapainya tujuan pernikahan, yaitu kemaslahatan hidup berumah tangga dan bermasyarakat serta jaminan keamanan bagi kehamilan.
R. Tjitrosudibio dkk., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ‘Undang-undang Pokok Agraria dan undang-undang perkawinan’ (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2006), hlm. 8. 10 Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam, op.cit., hlm. 46-47. 11 Ma’ruf Amin, Majlis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, (Jakarta: Erlangga, 2011), hlm. 912. 9
Dari dua pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa pendapat yang nomor dua tidak di perbolehkan menikah dibawah umur di karenakan itu berdampak oleh janin yang di kandungnya pada usia yang masih sangat muda. Pernikahan menurut undang-undang No 1 Tahun 1974 bahwa apabila pria dan wanita melakukan sebuah pernikahan maka pihak wanita harus sudah mencapai umur selebihnya enambelas tahun dan pihak pria harus sudah berumur sembilanbelas tahun. Sedangkan menurut hukum islam batas usia pernikahan tidak ditentukan. Apabila keduabelah pihak sudah menunjukkan hal-hal dalam kedewasaannya dengan umur berapapun maka pernikahan boleh saja dilakukan. Tujuan perkawinan menurut agama islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Manusia
diciptakan
Allah
SWT
mempunyai
naluri
manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan. Pemenuhan naluri manusiawi adalah keperluan biologis termasuk aktifitas hidup, agar manusia menuruti tujuan kejadiannya, Allah mengatur hidup manusia dengan aturan perkawinan. Jadi aturan perkawinan menurut islam merupakan tuntutan agama
yang
perlu
mendapat
perhatian,
sehingga
tujuan
melangsungkan perkawinanpun hendaknya ditujukan untuk memenuhi petunjuk agama.12 Menikah hukum asalnya adalah sunnah. Perintah untuk menikah merupakan tuntutan untuk melakukan nikah. Namun hukum asal sunnah ini dapat berubah menjadi hukum lain tergantung orang yang dalam keadaan hukum nikah tersebut.13 Dari latar belakang di atas penulis meneliti tentang skripsi yang berjudul “Pernikahan Di bawah Umur Dan Problematikanya Studi Kasus di Desa Kedung Leper (Tahun 2015)”. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas bahwa penulis merumuskan masalahmasalah yang ada di skripsi penulis, yaitu sebagai berikut: 1. Apa faktor pendorong pernikahan di bawah umur? 2. Apa Problematika setelah terjadi pernikahan di bawah umur? 3. Bagaimana analisis pernikahan di bawah umur dalam tinjauan hukum islam dan undang-undang perkawinan?
12 Prof. Dr. Abdul Rahman Ghozali M.A, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 22-23. 13 Zulfa Fikriana Rahma, Resiko Pada Remaja Akibat Pernikahan Dini, dalam http://modalyakin.blogspot.co.id/2012/03/jurnal-resiko-pada-remaja-akibat.html 9 Desember Diakses Januari 2014.
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan dari rumusan masalah di atas maka penulis memiliki tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui faktor pendorong pernikahan di bawah umur. 2. Untuk mengetahui Problematika setelah terjadi pernikahan di bawah umur. 3. Untuk mengetahui bagaimana analisis pernikahan di bawah umur dalam tinjauan hukum islam dan undang-undang perkawinan. D. Manfaat Penelitian Dengan diperolehnya data dan informasi yang memadai perihal Pernikahan Di bawah umur dan Problematikanya studi kasus di Desa Kedung Leper (Tahun 2015), secara umum
penelitian ini diharapkan dapat
memperoleh manfaat, yaitu sebagai berikut: 1. Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat yang ada di desa kedung leper untuk tidak melakukan pernikahan di bawah umur dan seharusnya usia remaja dapat melakukan pendidikan yang lebih tinggi lagi. 2. Penelitian ini juga dapat bermanfaat dan juga diambil pelajaran yang ada di skripsi penulis, bagaimana dampak dari pernikahan di bawah umur itu, agar bisa berfikir lurus kedepan dalam mempertimbangkan untuk menikah di bawah umur. 3. Penelitian ini juga bisa bermanfaat bagi penulis untuk lebih mengetahui bagaimana dari sudut pandang islam dan undang-undang tentang pernikahan di bawah umur.
E. Telaah Pustaka Pernikahan di bawah umur berdampak dan bahkan sering terjadi perselisihan antar suami istri. Nah disini penulis menemukan judul skripsi, buku, dan jurnal yang juga membahas tentang pernikahan di bawah umur. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: a. Penelitian Terdahulu Dalam skripsi dari M. Zaenal Arifin yang berjudl “Problematika Pernikahan di Bawah Umur” . ia membahas tentang pandangan secara biologis dan psikologis pada saat masa dewasa setelah terjadi pernikahan di bawah umur. Dan ia juga membahas usia pernikahan menurut undangundang perkawinan No. 1/1974. Di skripsi penulis ini pembahasannya hampir sama dengan apa yang di bahas oleh saudara Zaenal Arifin, yang membedakan dengan skripsi penulis bukan dari undang-undangnya saja melainkan juga dari sudut pandang islam. Happy Firdayati, dalam skripsinya yang berjudul “Pelaksanaan Perkawinan Usia Muda dan Pengaruhnya Terhadap Perceraian di KUA Mijen Kecamatan Mijen Kabupaten Demak Tahun 2006 dan 2007” Skripsi tersebut membahas tentang tinjauan umum pelaksanaan perkawinan usia muda dan pengarunya terhadap perceraian yang penelitiannya di lakukan di KUA Mijen Kabupaten Demak. Ia menerangkan tentang batasan-batasan perkawinan usia muda dan pengaruh-pengaruhnya yang di akibatkan oleh perceraian.
Sedangkan dalam skripsi penulis ini pernikahan dibawah umur juga penelitiannya yang berlokasi di desa kedung leper dan ada beberapa masalah-masalah yang diakibatkan oleh pernikahan di bawah umur itu. b. Deskripsi Buku Dalam buku yang di tulis MUI yang berjudul “Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975” membahas tentang Deskripsi Masalah tentang pernikahan dini dan UU, Ketentuan Hukum, dan dasar penetapannya. Dalam Karangan Prof. R. Subekti, S.H. yang berjudul Kitab Undang-undang Hukum Perdata , didalam buku tersebut menyebutkan pasal batas usia wanita dan laki-laki untuk melakukan pernikahan. Dalam buku Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia yaitu dalam bahasan isinya yang membahas mengenai pernikahan usia dini, dalam buku tersebut mendeskripsikan masalah tentang pernikahan usia dini, ketentuan-ketentuan hukum, rekomendasi, dan dasar penetapan tentang pernikahan usia dini. c. Jurnal Dalam jurnal Zulfa Fitriana Rahma yang berjudul “Resiko Pada Remaja Akibat Pernikahan Dini” ia menerangkan tentang sebab-sebab dari pernikahan dini ada dua, sebab dari anak dan sebab dari luar anak. Sebab dari anak yang meliputi: faktor pendidikan, faktor telah melakukan hubungan biologis. Sedangkan sebab dari luar anak yang meliputi: faktor pemahaman agama, faktor ekonomi, dan faktor adat dan budaya.
Dari beberapa kajian pustaka diatas, maka masih banyak lagi beberapa buku referensi yang membahas tentang pernikahan di bawah umur lainnya yang sangat membantu penulisan skripsi ini. F. Metodologi Penelitian Metode ialah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode. Jadi, metodologi penelitian ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturanperaturan yang terdapat dalam penelitian.14 Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif ialah metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive
dan
snowbaal,
teknik
pengumpulan
dengan
trianggulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/ kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.15
14 Prof. Dr. Husaini Usman dkk., Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 41. 15 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 14.
a. Teknik Pengumpulan Data Dengan meneliti pernikahan di bawah umur studi kasus di Desa Kedung Leper, mengenai pengumpulan data yang di pakai dalam penelitian ini meliputi: 1. Wawancara Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden.16 Metode dengan menggunakan wawancara dapat dilakukan secara langsung berhadapan dengan yang diwawancarai, tetapi dapat juga secara tidak langsung seperti memberikan daftar pertanyaan untuk dijawab pada kesempatan lain.17 Metode wawancara ini dilakukan pada bapak petinggi desa kedung leper dan para pelaku yang melakukan pernikahan di bawah umur. 2. Kepustakaan Data kepustakaan adalah data yang diambil dari buku, majalah, koran, jurnal dan lain-lain untuk melengkapi penulisan skripsi ini. Kepustakaan tersebut didasarkan pada teori-teori dan hasil temuan yang jelas. Studi kepustakaan studi utamanya adalah mencari dasar pijakan
16
Moh. Nazir, Ph. D, Metode Penelitian, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 193-194. Dr. Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: Raja Grafindo, 2011), hlm. 51. 17
atau fondasi untuk memperoleh dan membangun landasan teori, kerangka berfikir, dan menentukan dugaan sementara.18 b. Pendekatan Penelitian Penyusun menggunakan metode Normative, yang berdasarkan pada norma-norma hukum islam agar dapat memecahkan masalah tentang pernikahan di bawah umur. c. Teknik Analisis Data Dalam hal ini penulis menguunakan metode: -
Metode deduktif : cara berfikir yang berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum dan bertitik tolak pada pengetahuan umum itu kita hendak menilai sesuatu kejadian yang khusus.
-
Metode induktif : cara berfikir yang berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa yang khusus dan konkrit, kemudian ditarik generalisasigeneralisasi yang mempunyai sifat umum.
-
Metode komparatif : suatu metode yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.19
-
Metode deskriptif : suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.20
G. Sistematika Penulisan Skripsi
18
H. Amri Darwis, Metode Penelitian Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),
19
Moh Nazir, Op.cit., hlm. 54. Ibid., hlm. 58.
hlm. 31. 20
Untuk dapat memahami urutan dan pola pikir dari tulisan ini, maka skripsi disusun dalam lima bab. Setiap bab merefleksikan muatan isi yang satu sama lain saling melengkapi. Untuk itu di susun sistematika sedemikian rupa sehingga dapat tergambar ke arah mana dan tujuan dari tulisan ini. Bab pertama, berisi pendahuluan, memuat tentang garis-garis besar skripsi, meliputi: Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Telaah Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan Skripsi. Bab kedua, berisi tentang faktor pendorong pernikahan di bawah umur. Bab ketiga, berisi tentang untuk mengetahui problematika setelah terjadi pernikahan di bawah umur. Bab keempat, berisi tentang mengenai pernikahan di bawah umur dalam tinjauan hukum islam dan undang-undang perkawinan. Bab kelima, berisi tentang penutup, yaitu merupakan bagian akhir yang berisikan : Kesimpulan, saran-saran dan penutup.
BAB II FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DAN PROBLEMATIKANYA A. FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR 1. Sekilas Tentang Pernikahan Di Bawah Umur Pernikahan di bawah umur adalah sesuatu yang tidak asing lagi bagi masyarakat indonesia, terutama pada masyarakat desa. Biasanya orang-orang desa sering putus sekolah pada saat masih SMP, atau masih duduk dikelas satu SMA. Sesuai dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 suatu perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu para pihak yang bersangkutan juga wajib menjunjung tinggi segala konsekuensi yang berkaitan dengan hubungan perkawinan sebagai suatu hubungan batin yang suci.21 Pernikahan di bawah umur sebenarnya telah terjadi sejak lama, bahkan sampai sekarang, itu terbukti dari jurnal Arya Ananta Wijaya Pada zaman Belanda sudah terjadi pernikahan di bawah umur. Hal itu ditandai dengan banyaknya orang belanda melakukan perkawinan dengan anakanak gadis pribumi yang masih di bawah umur dengan aturan hukum yang 21
Soedharyo Soimin, S.H, Himpunan Yurisprodensi tentang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 176.
dilaksanakan yakni aturan hukum perdata (BW) dan telah menjadi tradisi turun temurun yang dibawa sampai sekarang.22 Ketika muncul berita pernikahan salah seorang pengusaha Jawa Tengah dengan gadis yang masih berusia 12 tahun, muncul diskusi publik mengenai hukum pernikahan di bawah umur. Banyak pertanyaan dari masyarakat mengenai perspektif hukum Islam tentang pernikahan di bawah umur. Dengan hal itu, Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang tentang Perkawinan menegaskan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur sembilan belas tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur enam belas tahun”.23 2. Batas Usia Menikah a. Pandangan Fiqih Dalam Literatur Fiqih Islam, keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia III Tahun 2009 tidak terdapat ketentuan secara eksplisit mengenai batas usia pernikahan, baik batasan usia minimal maupun maksimal. Walau demikian, hikmah tasyri’ dalam pernikahan adalah menciptakan keluarga sakinah, serta dalam rangka memperoleh keturunan dan ini bisa tercapai pada usia dimana calon mempelai telah sempurna akal pikirannya serta siap melakukan proses reproduksi.
22
Arya Ananta Wijaya, Analisis Perkawinan Anak Dibawah Umur Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, dalam “Jurnal Ilmiah”, 19 Februari 2013 (Mataram: Universitas Mataram, 2013) hlm. 7. 23 Ma’ruf Amir, op.cit., Hlm. 912.
Pada dasarnya islam tidak memberikan batasan usia minimal pernikahan secara definitif. Usia selayaknya pernikahan adalah usia kecakapan berbuat dan menerima hak. Seperti halnya contoh dari buku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu pada bab XVI dalam hal kedewasaan “Bahwa dengan kedewasaan seorang anak yang di bawah umur boleh dinyatakan dewasa, atau kepadanya boleh diberikan hak-hak tertentu orang dewasa.24 Untuk lebih jelasnya, apabila anak itu sudah menunjukkan sikap dewasa padahal si anak itu masih di bawah umur enam belas tahun, maka anak tersebut boleh saja melakukan pernikahan di bawah umur. Asalkan si anak itu tahu tentang kehidupan berumah tangga itu seperti apa, dan kondisi mental dan fisiknya sudah siap untuk menjalankan kehidupan rumah tangganya sendiri. Jadi kesimpulannya dalam pandangan fiqih pernikahan tidak ada batas usianya, asalkan apabila si anak siap untuk melangsungkan sebuah rumah tangga, maka boleh-boleh saja, dan kondisi mental dan fisiknya harus sudah menunjukkan hal-hal kedewasaan pada dirinya. Meskipun
dalam
pandangan
fiqih
dibolehkan
untuk
melangsungkan pernikahan dibawah umur, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
24
Niniek Suparni, S.H, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, 2005), hlm. 133.
a. Yang dinikahkan adalah walinya, dan menurut ulama syafiiyah, hanya oleh ayah atau kakek (dari ayah), tidak boleh menikahkan dirinya sendiri atau oleh hakim. b. Tidak diperbolehkan melakukan hubungan suami istri sampai tiba masa yang secara fisik maupun psikologis siap menjalankan tanggung jawab hidup berumah tangga. c. Untuk mencegah terjadinya hubungan suami istri pada usia yang masih kecil, maka pihak wali akan memisahkan keduanya.25 Dari pandangan hukum islam tersebut ada beberapa dalil aqli dan dalil naqli, yaitu diantaranya dalam surat An-Nisa’ ayat 6:26
ِ ِ َ اح فَِن ْن ا~َ ْستُ ْم ِِّمْن ُُم ُو ْْ اًا فَ ْاْفَعُواْ إِلَْي ُِ ْم غ َْم َواَُْم َو َ َوابْتَ لُواْ الْيَ تَ َامى َ ََّّت إذَا بَلَغُواْ النِّ َك ِ ْ ْ ْ َوَم ْن َكا َن فَِِْي ارا فَ ْليَْأْ ُك ْ ََتْ ُكلُوا َها إِ ْسَرافاا َوبِ ًَ ااوا غَ ْن يَكْبَ ُرواْ َوَم ْن َكا َن َضنِيَّا فَ ْليَ ْستَ ْعف ِ ف فَِنذَا ْفَعتم إِلَي ُِم غَموَم فَْأَ ْْ ُِ ًُا للَي ُِم وَك َفى ِِب ِ ِِبلْمعرو ٦ ّل َ ِسْيب ار النِّساء ِّ ُْ ْ َ ُْ َ ْ ْ ْ ْ ُ ْ َ َ ْ َْ “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu memakan harta anak yatin lebih dari batas kepatutan dan janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). (QS. An-Nisa’ :6) Yang di maksud mencapai nikah ialah jika umur anak telah mencapai batas siap menikah, yakni ketika mencapai umur baligh. 25 Supriadi dan Yulkarnain Harahap, Perkawinan Dibawah Umur dalam Perspektif Hukum Pidana dan Hukum Islam, Dalam Mimbar Hukum, No. 3, Oktober 2009, (Yogyakarta: MH, 2009), hlm. 409. 26 Ma’ruf Amir, op.cit., hlm. 913-914.
Dalam usia tersebut jiwa seseorang cenderung ingin membangun rumah tangga, menjadi seseorang suami dan ayah bagi anak-anaknya kelak. Dan makna ayat wahai para wali, ujilah oleh kalian anak-anak yatim yang ada dalam pemeliharaanmu sampai mereka mencapai umur baligh, yakni ketika mereka sudah pantas membina rumah tangga (baligh). Jika kalian merasakan dalam diri mereka sudah terdapat tanda-tanda kedewasaan, maka berikanlah kebebasan untuk menikah. Dan jika tidak ujilah terus sehingga mereka benar-benar dewasa.27 Dari kesimpulan ayat diatas, dapat dijelaskan bahwa jika anak yang sudah baligh tapi sudah ingin menikah, maka akan diberikan kebebasan untuk menikah, sedangkan apabila anak tersebut masih belum baligh maka harus diuji terus sampai anak itu sudah menunjukkan kedewasaannya. Ada juga hadits yang menerangkan tentang siti aisyah dinikahi oleh rasulullah. Pada saat itu umur siti aisyah baru berumur enam tahun, beliau tidak langsung menggauli istrinya yang berumur enam tahun itu, akan tetapi rasulullah menunggu siti aisyah kalau sudah berumur sembilan tahun dan setelah itu rasuluulah baru bisa menggauli siti aisyah, haditsnya adalah sebagai berikut:
27
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Penerjemah: Bahrun Abu Bakar, Lc dan Drs. Hery Noer Aly. Terjemah Tafsir Al-Maragi, (Semarang: CV. Toha Putra, 1993), hlm. 338.
لن لائشة وضي هللا لنُا قالت تزوَين صلى هللا للي وسلم وغان ابنة رست سنني وبين يب وغان ابنة تسع رمتف للي “Dari Aisyah ra. Ia berkata: “Saya dinikahi Nabi SAW pada saat umur enam tahun, dan saya digauli pada usia sembilan tahun (muttafaq Alaihi). Ada tiga pendapat oleh para jumhur ulama, yaitu: a. Pandangan jumhur fuqoha, mereka membolehkan pernikahan usia di bawah umur. Meski demikian, menurut jurnal dari Arya Ananta Wijaya kebolehan pernikahan di bawah umur ini tidak serta merta membolehkan adanya hubungan badan. Jika dalam hubungan badan mendatangkan kemadlaratan maka itu dilarang. Baik yang usia dini maupun usia dewasa.28 b. Pendapat Ibn Syubrumah dan Abu Bakr al-Asham, sebagaimana disebutkan dalam Fath al-Bari juz 9, halaman 237 yang menyatakan bahwa pernikahan usia di bawah umur hukumnya terlarang, dan menyatakan bahwa praktek nikah Nabi dengan ‘Aisyah adalah sifat kekhususan Nabi. Hal ini dibuktikan dalam sebuah hadits Shahih Bukhari :29
ِ ِ اّل اَواَيت لَوَ زلْت ولْت و ِاْايوفِي ِ ِ ْ َاّلُ َلْن َُا قَال ُ ت قُ ْل ِّٰ َل ْن َلائ َش َة َوضيَا ْ َ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ِّٰ َ ت َاي َو ُسو ِ ِ ِ ت تُ ْرتِ ُع بَعِْي َرَك قَا َ ِِف َ ًْ ََ َْ َجَرةٌ قَ ًْ اُك َ ْ مْن َُ َاوَو َ ت َْ َجَراة ََلْ يُ ْؤَك ْ ْ مْن َُا ِِف اَيَُِِّا ُكْن ِ ٰ َ تَع ِِن اَ َّن وسو,الَّ ِذى ََل ي رتَع اّلُ َللَْي ِ َو َسلَّ ْم ََلْ يَتَ َزَّو ْج بِكاْرا َضْي َرَها ِّٰ صلَى ِّ ْ ُ َ ْ ْ ُْ ْ ْ َ اّل ) ١٧٨٢رصحح بوخاوى 28
Arya Ananta Wijaya, op.cit., hlm. 9. Zaenuddin Ahmad Azzubaidi, Terjemah Hadits Shahih Bukhari Jilid II, Alih Bahasa Dari Drs. Muhammad Zuhri, (Semarang: CV. Toha Putra, 1986), hlm. 559. 29
“Dari Aisyah ra. Berkata: Saya berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu seandainya engkau tiba disuatu lembah, padanya ada pohon yang telah dimakan sebagian (pernah dimakan) dan engkau juga menjumpai pohon itu engkau mengembalakan onta engkau?” Beliau bersabda: Pada sesuatu yang belum pernah untuk menggembalakan”. Aisah maksudkan bahwa Rasulullah saw tidak menikahi gadis selain dirinya. (HR. Shahih Bukhari No. 1782) c. Pendapat Ibn Hazm yang memilah antara pernikahan anak lelaki kecil dengan anak perempuan kecil. Pernikahan anak perempuan yang masih kecil oleh bapaknya dibolehkan, sedangkan pernikahan anak lelaki yang masih kecil dilarang.30 b. Pandangan Hukum Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Undang-undang adalah hasil kesepakatan para ahli diberbagai bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosiologi, bidang antropologi, bidang phisikologi, dan pimpinan masyarakat, pimpinan berdasarkan etnis, pimpinan berdasarkan suku, pimpinan berdasarkan wilayah dan sejenisnya.31 Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sudah diterangkan bahwa perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria yang sudah mencapai sembilan belas tahun dan seorang wanita yang juga sudah mencapai umur enambelas tahun boleh diizinkan. Akan tetapi dengan syarat yang terdapat di ayat (2) yaitu “Dalam hal penyimpangan ayat (1) pasal ini dapat minta dispensasi kepada
Ma’ruf Amin, op.cit., Hlm. 915. Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: ACA deMIA + TAZZAFA, 2010), hlm. 58. 30 31
pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita.32 Yang perlu mendapat izin hanyalah seorang pria yang sudah mencapai umur sembilan belas tahun dan seorang wanita yang sudah mencapai umur enambelas tahun. Itu artinya wanita yang masih di bawah umur enambelas tahun dan pria yang masih di bawah umur sembilan belas tahun, belum boleh diizinkan untuk melakukan perkawinan. c. Prosedur Pernikahan Sehubungan
telah
terjadi
sejumlah
kasus
pernikahan
dimasyarakat yang dinilai tidak lazim dan dilakukan oleh umat Islam Indonesia, seperti contohnya melaksanakan pernikahan di bawah umur,
yang
telah
diberitakan
oleh
media
massa,
sehingga
menimbulkan tanda tanya, prasangka buruk, kerisauan, dan keresahan di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, dalam rapat Dewan Pimpinan Harian MUI yang berlangsung pada 16 April 1996 masalah tersebut telah dibahas secara hati-hati, saksama, dan penuh keprihatinan, dengan mempertimbangkan hasil tabayyun, ketentuan hukum, dan kepentingan umum. Atas dasar itu, MUI menyampaikan pernyataan dan ajakan sebagai berikut:
32
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.
1. Pernikahan dalam pandangan islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti sunnah Rasulullah, dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggung jawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. 2. Ketentuan Umum mengenai syarat sah pernikahan menurut ajaran Islam adalah adanya calon mempelai pria dan wanita, adanya dua orang saksi, wali, ijab kabul, serta mahar (mas kawin). 3. Ketentuan pernikahan bagi warga negara Indonesia (termasuk umat Islam Indonesia) harus mengacu pada Undang-Undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974) yang merupakan ketentuan hukum Negara yang berlaku umum, mengikat, dan meniadakan perbedaan pendapat, sesuai kaidah hukum Islam. 4. Umat Islam Indonesia menganut paham Ahlus sunnah wal jamaah dan mayoritas bermadzhab syafii, sehingga seseorang tidak boleh mencari-cari dalil yang menguntungkan diri sendiri. 5. Menganjurkan kepada umat Islam Indonesia. Khususnya generasi muda, agar dalam melaksanakan pernikahan tetap berpedoman pada ketentuan-ketentuan hukum tersebut diatas. 6. Kepada para ulama, muballigh, dai, petugas penyelenggara perkawinan atau pernikahan agar memberikan penjelasan kepada masyarakat supaya tidak terombang-ambing oleh berbagai macam
pendapat dan memiliki kepastian hukum dalam melaksanakan pernikahan dengan mempedomani ketentuan di atas.33 3. Pernikahan Di Bawah Umur Dalam Perspektif Hukum Islam Dalam bahasan ini penulis mengambil dari jurnal Supriadi dan Yulkarnain Harahap yang berjudul “Perkawinan dibawah umur dalam perspektif hukum pidana dan hukum islam” yaitu hukum pidana dilihat dari konteks Ius Constitutum, Hukum pidana dilihat dari konteks Ius Operandum, dan hukum pidana dilihat dari konteks Ius Constituendum:34 a. Ius Constitutum Pernikahan
dibawah
umur
dilihat
dari
perspektif
Ius
Constitutum yaitu hukum yang masih berlaku pada masa atau sekarang ini. Ius Constitutum pada hakikatnya berkaitan dengan dua pertanyaan. Pertama, apakah pernikahan di bawah umur dapat dikualifikasikan sebagai tindakan tindak pidana dalam hukum pidana yang sekarang berlaku diindonesia? Kedua, apakah pernikahan di bawah umur dapat dijerat dengan peraturan perundang-undangan pidana yang juga sekarang berlaku diindonesia? Dalam kaitannya dengan hukum pidana positif terhadap pernikahan dibawah umur, maka sejauh belum ditemukan hukum pidana positif diindonesia yang secara eksplisit melarang perbuatan menikah dibawah umur. KUHP dan perundang-undangan pidana 33 34
Ma’ruf Amir, op.cit., hlm. 361-362. Supriadi dan Yulkarnain Harahap, op.cit., hlm. 600.
lainnya hanya mengisyaratkan perbuatan melawan hukum yang muncul dalam hubungan perkawinan. Seperti dalam pasal 279 KUHP dan pasal 288 KUHP, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, atau Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Dari keterangan diatas dalam KUHP atau diluar KUHP tidak bisa dijadikan rujukan bahwa pernikahan di bawah umur dilarang dalam aturan hukum pidana. Oleh karena itu, belum ada sanksi pidana yang bisa menjerat pelaku bagi orang yang melakukan pernikahan di bawah umur. Karena pasal 279 KUHP merupakan salah satu pasal kejahatan yang berkaitan dengan asal-usul perkawinan. Sedangkan pasal 288 KUHP tersebut menyatakan bahwa barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita didalam pernikahan, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa sebelum mampu dinikahkan, diancam, apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun, dan jika perbuatannya mengakibatkan mati dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun. b. Ius Operandum Ius Operandum merupakan hukum yang akan diterapkan. Pada persepktif ini pada hakikatnya berkaitan dengan penerapan hukum hukum pidana dan sanksinya terhadap perbuatan tersebut dalam
praktek. Dalam jurnalnya ia meneliti dipengadilan negeri Yogyakarta bahwa tidak pernah ada kasus pidana terkait dengan pernikahan di bawah umur. Dengan kata lain, belum pernah ada proses pemeriksaan sidang pengadilan karena orang telah melakukan pernikahan di bawah umur. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi hal tersebut: 1. Masyarakat yang enggan untuk melapor jika terjadi masalah yang timbul dari pernikahan di bawah umur atau timbul tindak pidana didalamnya. Hal ini mungkin disebabkan karena sebagian masyarakat masih menganggap bahwa pernikahan di bawah umur bukanlah merupakan suatu perbuatan yang tercela atau memang masyarakat belum tahu persis peraturan hukumnya. 2. Materi hukum (legal Substance) yang masih belum jelas pengaturannya terkait dengan pernikahan di bawah umur. Seperti diutarakan sebelumnya bahwa hukum pidana positif diindonesia tidak mengatur larangan sekaligus ancaman pidana bagi yang melakukan pernikahan di bawah umur. c. Ius Constituendum Pernikahan
di
bawah
umur
dilihat
dari
perspektif
constituendum, dilihat dari sebuah fakta bahwa sebenarnya segala sesuatu adalah sebuah proses perkembangan maksudnya sebuah gejala yang ada sekarang akan musnah dimasa mendatang. Ius ini memiliki keterkaitan dengan kriminalisasi. Dalam proses kriminalisasi maka
terdapat ukuran-ukuran yang harus diperhatikan oleh pembentuk undang-undang untuk menetapkan suatu perbuatan itu sebagai tindak pidana. Masalah
parameter
kriminalisasi
pernah
mendapatkan
perhatian dalam Pembaharuan Hukum Pidana Nasioanal Bulan Agustus 1980 di Semarang. Dalam laporan tersebut dikemukakan bahwa untuk menetapkan suatu perbuatan itu sebagai tindak pidana. Dalam hal tersebut ada kriteria umum dan kriteria khusus, yaitu: Kriteria umum kriminalisasi tersebut meliputi: 1. Apakah perbuatan itu tidak disukai atau dibenci oleh masyarakat karena merugikan, atau dapat merugikan, mendatangkan korban atau dapat mendatangkan korban. 2. Apakah biaya mengkriminalisasi seimbang dengan hasilnya yang akan dicapai. Artinya cost pembuatan undang-undang, pengawasan dan penegakan hukum serta beban yang dipikul oleh korban dan pelaku kejahatan itu sendiri harus seimbang dengan situasi tertib hukum yang akan dicapai. 3. Apakah akan menambah beban aparat penegak hukum yang tidak seimbang atau nyata-nyata tidak dapat diemban oleh kemampuan yang dimilikinya. 4. Apakah perbuatan-perbuatan itu menghambat atau menghalangi cita-cita bangsa. Sehingga merupakan bahaya bagi keseluruhan masyarakat.
Sedangkan kriteria khusus yang harus diperhatikan adalah sikap dan pandangan masyarakat mengenai patut tercelanya suatu perbuatan tertentu. Salah satunya kriteria khusus yang dihasilkan dalam pembaharuan Hukum Pidana Nasional Bulan Agustus 1980 di Semarang. Dalam laporan tersebut dikemukakan bahwa untuk melakukan suatu perbuatan itu sebagai tindak pidana. Dalam pembaharuan Hukum Pidana Nasional, pernikahan di bawah umur diartikan sebagai tindakan perbuatan tercela. Akan tetapi pernikahan di bawah umur dalam kehidupan masyarakat, ada banyak aspek untuk menentukan atau menilai apakah suatu perbuatan pernikahan di bawah umur itu dapat dipandang sebagai suatu perbuatan tercela di masyarakat. Dalam kaitannya dengan hukum, pernikahan di bawah umur sangat dipengaruhi oleh sosiologi kultural, tidak semua masyarakat menganggap bahwa pernikahan di bawah umur dapat dipandang sebagai perbuatan tercela. Terlebih lagi jika lapisan masyarakat sangat menjunjung tinggi terhadap budayanya masingmasing termasuk menikahkan anak-anak mereka dengan cepat supaya bebas dari tanggung jawab dari anak-anaknya. Sedangkan dalam pandangan agama yang bertumpu dengan al-quran dan hadits, tidak secara terang menegaskan kualifikasi umur bagi seseorang (pria dan wanita) untuk mengadakan perkawinan. Hukum syariat hanya menganjurkan apabila si anak tersebut telah siap secara jasmani dan rohani, maka diperbolehkan untuk menikah di bawah umur.
4. Faktor Pendorong Pernikahan Di Bawah Umur a. Faktor Keluarga Perkawinan merupakan suatu urusan dari orang tua dan urusan keluarga atau famili. Keluarga merupakan sebuah ikatan lahir batin yang dimiliki oleh seseorang. Yang dinamakan keluarga adalah sebagai contoh seperti ibu atau bapak kandung, saudara kandung, sepupu, keponakan, paman, dan bibi. Dari pihak keluarga, menikah di bawah umur itu biasanya dengan menjodohkan anak-anak mereka, karena orangtuanya itu kadang ada yang beranggapan untuk terbebas dari anaknya. Dalam arti orang tuanya tersebut terbebas dari biaya-biaya hidup anaknya karena dengan menikahkan anak-anak mereka itu suaminya telah mengurusinya dari sandang, pangan dan papan. Untuk menghindari hal buruk yang terjadi dalam keluarganya ada dua putusan nikah dengan cara: 1. Kawin paksa yaitu mengawinkan secara paksa si pria yang bersangkutan dengan wanita yang karena perbuatannya menjadi hamil. Apabila pria tersebut bersedia bertanggung jawab atas kelakuannya. 2. Kawin darurat, dengan cara mengawinkan wanita yang sedang hamil Apabila pria yang melakukannya tidak bersedia bertanggung jawab,
pihak dari keluarga akan merasa malu dan secara otomatis pihak dari wanita akan dinikahkan oleh pria lain, yaitu bukan ayah biologis dari bayi yang dikandung oleh wanita tersebut.35 b. Faktor Adat Pernikahan juga mengacu pada urusan masyarakat pada umumnya. Pernikahan yang mempunyai akibat hukum terhadap adat yang berlaku dalam masyarakat.36 Apabila disuatu desa tersebut sering terjadi pernikahan di bawah umur, maka masyarakat setempat akan melakukan hal yang sama, yaitu menikahkan anaknya yang belum mencapai usia baligh. Yang dinamakan usia baligh adalah seorang wanita yang sudah mencapai umur enambelas tahun dan seorang pria yang sudah mencapai usia sembilanbelas tahun. Seperti halnya yang terjadi di desa kedung leper, sering terjadi peristiwa pernikahan di bawah umur. Di desa itu sudah menjadi tradisi atau adat sejak zaman dahulu kala, mereka mengikuti para arwah-arwah dan oleh para leluhur mereka yang hidup di masyarakat tersebut. c. Faktor Ekonomi Dalam permasalahan ekonomi, termasuk aspek bagaimana memandang tujuan hidup manusia, memahami permasalahan hidup dan ekonomi dan bagaimana cara memecahkan masalah ekonomi.37 35
Dr. Djamanat Samosir, Hukum Adat Indonesia, (Bandung: Nuansa Aulia, 2013) hlm.
36
Ibid, hlm. 279
272
Cara memecahkan masalahnya adalah dengan menikahkan anak-anaknya yang masih di bawah umur enambelas tahun. Anak yang seharusnya melanjutkan pendidikannya justru para orangtua, terutama orangtua yang hidup di desa sering menikahkan anak-anaknya cuma dikarenakan ada kendala ekonomi yang tidak mampu membiayai sekolah anak-anaknya dan juga biaya kehidupan sehari-hari. d. Faktor Pendidikan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang pendidikan Nasional, ayat yang pertama menyatakan “bahwa pembukaan
Undang-undang
Republik
Indonesia
tahun
1945
mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.38 Dari faktor ekonomi di atas ada kaitannya dengan faktor pendidikan dan faktor dari keluarga. yang dibahas dalam skripsi penulis. Pendidikan dalam masyarakat merupakan suatu program yang sangat penting. Karena manusia harus mendayagunakan kecerdasan dan pengetahuannya. Pendidikan diasumsikan dapat mengembangkan
37 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas Kerja sama dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 1. 38 Keputusan Mendiknas dan Rancangan PP, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 1.
pontensi-potensi didalam watak dan dapat mengangkat derajat manusia.39 Oleh karena itu, seorang wanita yang di bawah enambelas tahun dan juga seorang pria yang di bawah sembilanbelas tahun sebaiknya mencapai pendidikan yang setinggi mungkin. Banyak anakanak di desa khususnya di daerah bangsri, putus sekolah dikarenakan kendala ekonomi, dan si anak itu tidak ada pilihan lain dengan mengambil langkah untuk bekerja. Dengan bekerja si anak tersebut bisa menghidupi dirinya sendiri. Dan ada juga yang memilih tinggal di rumah saja tanpa ada pekerjaan, dengan kekosongan waktu si anak itu menjalin hubungan dengan lawan jenis, sehingga tidak menutup kemungkinan si anak itu hamil di luar nikah. e. Faktor Kamauan Sendiri Sering kita lihat bahwa pada zaman modernisasi sekarang ini banyak para muda-mudi menjalin hubungan antar sesama jenis. Dari siswa-siswi yang masih duduk di bangku SMP, SMA, bahkan siswasiswi SD sudah banyak yang mengerti tentang perasaan dengan lawan jenisnya. dari buku Yusuf Al-Qardawi menjawab bahwa masalah cinta dan kasih sayang kini merebak menjadi topik pembicaraan dimanamana, karena pengaruh drama, sandiwara, cerpen, novel, film (sinetron) dan lain-lain. Anak-anak gadis banyak yang gandrung dengan masalah ini. Ia mengkhawatirkan mereka terperdaya oleh cinta. Lebih-lebih pada 39
Prof. Dr. H. A. R. Tilaar, M. Sc. Ed, Perubahan Sosial dan Pendidikan, (Jakarta: RINEKA CIPTA, 2012), hlm. 187.
usia puber dan memasuki masa baligh. Akibatnya kata-kata yang manis mudah saja masuk ke dalam hati yang kosong. 40 Cinta yang mereka rasakan itu dinamakan cinta erotik yaitu cinta antara jenis kelamin yang berbeda, antara pria dengan wanita. Cinta ini disebut cinta erotik karena mengandung dorongan-dorongan erotik atau seksual 41 sehingga para muda-mudi itu bisa saja melakukan hubungan badan tanpa ada ijab qabul dulu. Faktor atas kemauan sendiri juga adanya keterkaitan dengan pendidikan. Seperti yang penulis sudah jelaskan diatas pada bagian faktor pendidikan, Mereka kebanyakan putus sekolah karena ingin bekerja, ingin punya uang sendiri. Sehingga mereka menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa sekolah hingga keperguruan tinggi. Setelah anak-anak itu sudah bosan dengan pekerjaannya, mereka akan menjalin hubungan antar sesama lawan jenis sampai berujuk pada perkawinan yang usianya masih sangat muda. Setelah tamat dari pendidikan SMP dan akan memasuki kelas menengah keatas, yaitu setara dengan SMA, kadangkalah para remaja didesa menganggur dirumah, dan tidak ingin melanjutkan sekolahnya. Dan sudah menjalin hubungan dengan lawan jenis yang sudah lama tidak ragu-ragu wanita yang masih dibawah umur enam belas tahun dan pria yang masih dibawah umur sembilan belas tahun mengambil tindakan untuk menikah di bawah umur. 40 Dr. Yusuf Al-Qardawi, Fatwa-fatwa Kontemporer Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani Pers, 1993), hlm. 570. 41 Prof. Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 86.
Dari faktor keluarga Undang-undang Perdata Islam Pasal 13 ayat 1 yang berbunyi “Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali, pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan. Jadi kesimpulannya, apabila seorang wanita yang masih di bawah usia enambelas tahun dan seorang pria yang masih di bawah usia sembilanbelas
tahun
meskipun
atas
kemauan
sendiri,
demi
kesejahteraan hidup sang anak maka pihak keluarga bisa saja mencegah apabila perkawinan akan dilakukan.42 B. PROBLEMATIKA PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR 1. Dampak Psikologis Psikologis merupakan ilmu pengetahuan tentang fenomena dan aktifitas jiwa. 43 Remaja pada umumnya sifatnya masih labil, tingkat emosinya masih tinggi dan emosi yang dimunculkan sulit sekali untuk menghentikannya. Oleh karena itu apabila para remaja melaksanakan perkawinan yang masih di bawah umur, yaitu pria yang belum mencapai umur sembilanbelas tahun dan wanita yang belum mencapai enambelas tahun, dikhawatirkan nanti rumah tangga yang dijalaninya tidak akan mudah, justru akan mengakibatkan perselisihan yang berkepanjangan.
42 Prof. Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-undang Perdata Islam dan Peraturan Pelaksanaan lainnya di Negara Hukum Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 525. 43 Drs. Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, 2009), hlm. 378.
a. Faktor-faktor Psikologis Dari dampak psikologis yang ditimbulkan akibat pernikahan di bawah umur antara lain: 1. Kondisi Ekonomi Keluarga Pasangan usia muda belum mampu menghadapi pekerjaan yang
membutuhkan
keterampilan
penghasilan bagi keluarganya.
fisik
untuk
mendapatkan
Biasanya setelah melakukan
pernikahan di bawah umur dari pihak pria kebanyakan belum sanggup untuk menafkahkan istri dan anaknya kelak, sehingga keadaan rumah tangganya itu akan terguncang atau bercerai berai karena tidak mampu mencukupi kebutuhan kehidupan sehari-hari. 2. Segi Kesehatan Dilihat dari segi kesehatan, pasangan yang melakukan pernikahan di bawah umur banyak berpengaruh atas tingginya angka kematian. Karena usia di bawah enambelas tahun sangat berpengaruh pada kelahiran anak, dan menimbulkan suatu penyakit akibat melahirkan dengan usia muda yaitu penyakit kanker rahim. Dari segi kesehatan, Usia yang efektif untuk melahirkan yaitu usia 20-35 tahun. Artinya wanita yang masih di bawah usia duapuluh tahun dan wanita di atas usia tiga puluh lima tahun, maka anak yang akan dilahirkan nanti akan menjadi cacat mental atau fisik, kebutaan dan ketulian. Dan juga wanita yang belum mencapai usia efektif
untuk melahirkan akan sering mengalami kelahiran sebelum waktunya. 3. Segi Mental Dari jurnal Zulfa Fikriana Rahma, pasangan usia muda ratarata belum siap bertanggung jawab secara moral, pada setiap apa saja yang merupakan tanggung jawabnya. Mereka sering mengalami keguncangan mental, karena mereka masih memiliki mental yang labil dan belum matang emosi.44 Remaja pada umunya memiliki moralitas yang sangat tinggi. Moral disini dimaksudkan sebagai tindakan dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan wajar. Dalam bahasa indonesia ada beberapa perkataan yang makna dan tujuannya sama atau hampir sama dengan moral ialah akhlaq (Arab) etika (Yunani). Susila, kesusilaan, tata susila, budi pekerti, sopan santun, adab, perangi, tingkah laku dan kelakuan. Masa remaja adalah masa yang sangat peka terhadap agama dan akhlak. Masa remaja ini mereka berkeinginan mendapatkan kesempatan, dan berpetualang untuk menghabiskan masa mudanya. Apabila para remaja melakukan pernikahan di bawah umur, mereka tidak akan merasakan apa yang seharusnya dirasakan oleh para remaja pada umumnya.
44
Zulfa Fikriana Rahma, op.cit., diakses 2014.
Pada kehidupan remaja menghadapi problema-problema remaja sering bimbang tak tentu arah, karena belum mempunyai pegangan yang kuat. Para pendidik dan orangtualah yang harus bijaksana membimbing mereka dengan cara persuasif, motivatif, konsultatif maupun edukatif. Pada masa tertentu dalam remaja, terlihat bahwa sikap melawan segala tata cara hidup berubah lagi dan tindak tanduknya menjadi teratur serta mengenal kembali sopan santun. Moral yang dialami pada masa remaja hanya bersifat sementara. Berkeingin tahuan bagaimana merasakan indahnya menjalankan kehidupan rumah tangga dengan orang yang dikasihnya. Sesuai dengan perkembangan intelek dimana mulai tercapai tahap berfikir abstrak, maka pemikiran terhadap suatu masalah tidak lagi terikat pada waktu, tempat, dan situasi, melainkan menjalar ke tata cara dan dasar-dasar hidup mereka. Dari buku psikologi remaja faktor-faktor perkembangan moral yaitu sebagai berikut:45 1. Pada anak sekolah, tingkah lakunya sesuai dengan peraturan yang berlaku, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Perbuatannya dikaitkan dengan ancaman hukuman bila terjadi pelanggaran. Dan dengan hadiah bila mengikuti peraturan. 45
Panut Panuju dan Ida Umami, Psikologi Remaja, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999), hlm. 139-142.
2. Pada anak yang meningkat remaja, ada keinginan untuk menjalankan peraturan yang berlaku dalam kelompok sebayanya atau masyarakat sekitarnya. 3. Pada remaja, kecenderungan membentuk prinsip moral yang otonomi. Prinsip yang berlaku bagi mereka sendiri, walaupun tidak sesuai dengan prinsip kelompok maupun atasan. b. Kebutuhan-Kebutuhan Fisik Remaja Pernikahan tidaklah sepatutnya untuk dilakukan pada remaja, karena seorang remaja membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya, masih memerlukan orang tua, bukanlah menginginkan seorang suami yang ada dikehidupannya. Sebuah pernikahan itu juga membutuhkan mental dan fisik untuk menjalankan kehidupan rumah tangganya. Oleh karena itu penulis tidak menyetujuhi adanya pernikahan di bawah umur. Sebab para remaja kurang mampu menjalankan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Dan pernikahan di bawah umur akan mengakibatkan kondisi Psikologis para remaja akan semakin rumit. Kebutuhan para remaja dibagi menjadi dua yaitu kebutuhan fisik jasmaniah, dan kebutuhan mental rohaniah (Psikis dan sosial) yaitu sebagai berikut:46
46
Ibid., 27-28.
1. Kebutuhan fisik jasmaniah Kebutuhan fisik jasmaniah merupakan kebutuhan pertama yang disebut juga dengan kebutuhan primer, seperti makan dan minum, seks dan sebagainya tidaklah dipelajari manusia akan tetapi merupakan fitrah sejak manusia itu lahir ke dunia. Jika kebutuhankebutuhan tersebut tidak terpenuhi, akan hilang keseimbangan fisiknya. Misalnya apabila manusia itu merasa lapar, perutnya merasa kosong dan merasa kurang nyaman dan tidak enak badan. Kalau lapar tersebut ditahan selama beberapa hari, maka orang tersebut akan merasa lemah dan sakit kemudian mati. Remaja sebagaimana layaknya manusia dewasa, dalam kebutuhan fisik jasmaniah ini tidak banyak berbeda dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Perbedaannya hanya terletak pada tata cara memenuhi kebutuhan itu. Remaja atau manusia meletakkan pemenuhan kebutuhannya dengan jalan tidak mengurangkan kebutuhan-kebutuhan jiwa (kasih sayang, rasa aman serta harga diri dan sebagainya). Kebutuhan fisik remaja lainnya misalnya dorongan-dorongan seksual yang ingin dipenuhi. Orang yang sehat pastilah bisa menangguhkan pemuasan dorongan-dorongan tersebut sampai pada waktu dan suasana yang mengizinkan. Bagi orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan, dorongan itu akan dipenuhi tanpa memikirkan waktu yang baik. Oleh karena itu terjadilah pernikahan
di bawah umur. Dan mungkin mereka akan mencari norma atau kesepakatan bersama, tentang tata cara memuaskan kebutuhan tersebut walau dengan cara yang menyimpang. 2. Kebutuhan mental Rohaniah Pada kebutuhan ini ada beberapa kebutuhan-kebutuhan yang bersifat kebutuhan mental rohaniah adalah sebagai berikut:47 Kebutuhan akan agama Barangkali banyak dari kita yang tidak menyadari ketika mendengar bahwa dari sejak lahir, kita telah membutuhkan agama. Yang dimaksud dengan agama dalam kehidupan adalah iman yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan dan dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan dan sikap. Kebutuhan remaja kadang-kadang tidak dapat dipenuhi apabila telah berhadapan dengan agama, nilai-nilai sosial dan adat kebiasaan, terutama apabila pertumbuhan sosialnya telah matang, yang seringkali menguasai pikirannya. Pertentangan tersebut semakin mempertajam keadaan bila remaja tersebut berhadapan dengan berbagai situasi, misalnya film di televisi maupun di layar lebar yang menayangkan adegan-adegan tidak sopan, mode pakaian yang seronok, buku-buku bacaan serta koran yang sering menyajikan gambar yang tidak mengindahkan 47
Ibid., 29-30.
kaidah-kaidah moral dan agama. Semuanya itu menyebabkan kebingungan bagi remaja yang tidak mempunyai dasar keagamaan dan keimanan. Oleh karena itu sangat penting dilaksanakan penanaman nilai-nilai moral dan agama serta nilainilai sosial dan akhlak kepada manusia khususnya bagi para remaja sejak usia dini. Remaja
dalam
perkembangannya
akan
memenuhi
banyak hal yang dilarang oleh ajaran agama yang dianutnya. Hal ini akan menjadikan pertentangan antara pengetahuan dan keyakinan yang diperoleh dengan praktek masyarakat di lingkungannya. Oleh karena itu pada situasi yang demikian ini peranan orangtua, guru maupun ulama sangat diperlukan, agar praktek-praktek yang menyimpang tidak ditiru oleh para remaja. Penulis mempunyai peristiwa pada saat penulis sedang menjalankan PPL (Praktek Pengalaman Lapangan) disitu penulis melihat kejadian pada saat seseorang mengajukan dispensasi nikah anaknya. Anaknya masih berumur limabelas tahun dan akan dinikahkan oleh seorang pria yang jauh lebih dewasa darinya. Ketua hakim mempunyai pertanyaan pada anak itu tentang ba’da dhuhul, remaja itupun tidak bisa menjawabnya. Dan hakim menyuruh orangtua remaja itu untuk di pondokkan agar mengerti tentang agama, dispensasi pun dibatalkan demi kebaikan remaja itu. Dalam peristiwa tersebut hal ini
membuktikan bahwa apabila remaja dinikahkan yang belum mencapai umur yang sudah dijelaskan dalam undang-undang maka pengetahuan agama sangatlah penting bagi manusia yang ada di bumi ini. Kebutuhan akan kasih sayang dan rasa kekeluargaan Rasa kasih sayang adalah kebutuhan jiwa yang paling mendasar dan pokok dalam kehidupan manusia. Remaja yang merasa kurang disayang oleh kedua orangtuanya akan menderita batinnya.
Kesehatannya
akan
terganggu
dan
mungkin
kecerdasannya akan terhambat pertumbuhannya, kelakuannya mungkin menjadi nakal, bandel, keras kepala dan sebagainya. Selain itu kebutuhan akan rasa kasih sayang pada usia remaja merupakan kebutuhan yang prinsip bagi kesehatan jiwa dan mental remaja, karena ini merupakan jalan penghargaan dan penerimaan sosial. Apabila dalam keluarga yang dibangunnya menimbulkan perselisihan maka kondisi psikologi pada remaja akan terguncang, untuk itu setiap remaja sangat membutuhkan rasa kasih sayang dan kekeluargaan. Kebutuhan akan rasa aman Kebutuhan remaja akan rasa aman pada remaja harus ditanamkan. Karena remaja yang sudah menjalankan kehidupan
rumahtangga
akan
timbul
tindakan
pertengkaran,
serta
perkelahian yang terjadi dengan suaminya. Oleh sebab itu bimbingan dari orangtua sangatlah penting untuk mendengarkan curahan hati dari anak apabila terjadi perselisihan dalam keluarganya. Kebutuhan akan pengendalian diri Remaja membutuhkan pengendalian diri, karena dia belum mempunyai pengalaman yang memadai. Dia sangat peka karena pertumbuhan seksual yang berlangsung sangat cepat sehingga terjadi kegoncangan dan kebimbangan dalam dirinya terutama dalam pergaulan terhadap lawan jenis. Disamping itu, remaja merasa fisik mereka sudah seperti orang dewasa, terutama dalam kehidupan didesa. Remaja didesa yang masih berumur di bawah enambelas tahun, para orangtua tidak segan untuk menikahkan anaknya padahal dia masih muda karena para orangtuanya melihat anaknya sudah menunjukkan sikap kedewasaanya dan keduaorangtuanya pun tidak ragu untuk menikahkan putra-putinya.48
48
Ibid., 31-39.
2. Timbulnya Masalah Rumah Tangga a.
Masalah Ekonomi Dari penjelasan diatas sudah dijelaskan bahwa penyebab faktor psikologis dalam pernikahan usia muda terjadi konflik tentang masalah ekonomi. Bahwa para remaja yang melakukan pernikahan belum ada kreatifitas untuk mencari pekerjaan. Mereka belum mampu mencari uang untuk menafkahkan keluarganya. Untuk itu dalam hal ini ada dua jenis penyebab krisis keluarga:49 1. Kemiskinan Keluarga miskin masih besar jumlahnya di negeri ini. Berbagai cara diusahakan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi tetap saja kemiskinan tidak terkendali dikarenakan banyak masyarakat melakukan pernikahan dengan usia muda. Kemiskinan jelas berdampak terhadap kehiduapan keluarga. Jika kehidupan emosional suami istri tidak dewasa, maka akan timbul pertengkaran. Sebab istri banyak menuntut hal-hal diluar makan dan minum. 2. Gaya Hidup Manusia memiliki sifat serakah. Barang-barang yang dimiliki oleh keluarga kaya yaitu seperti mobil, rumah mewah,
49
Prof. DR. H. Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga (Family Counseling), (Cv. Alfabeta, Bandung, 2011), hlm. 12-19.
perhiasan, dll, semuanya itu pasti setiap manusia menginginkannya. Pada pernikahan usia muda belum tentu bisa memiliki barangbarang yang sudah dijelaskan oleh penulis diatas, karena usia remaja adalah usia dimana seseorang menemukan jati dirinya. Oleh sebab itu, istri yang juga masih muda tersebut menuntut suaminya untuk membelikan barang-barang mewah. Hal itulah yang memicu adanya pertengkaran antara suami istri. Hal ini jika bertambah parah krisis yang terjadi dalam keluarganya maka akan berujung pada perceraian. b. Masalah Pendidikan Pada pernikahan di bawah umur tentunya pendidikan yang dijalani tidak begitu bagus. Mereka melakukan pernikahan pada saat mereka lulus SMP atau bahkan belum tamat SMA. Oleh karena itu, tentang timbulnya masalah keluarga masalah pendidikan sangat erat kaitannya. Masalah pendidikan sering merupakan penyebab terjadinya krisis di dalam keluarga. Jika pendidikan agak lumayan pada suami istri, maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat dipahami oleh mereka. Sebaliknya pada suami istri yang pendidikannya rendah sering tidak dapat memahami liku-liku rumah tangga. Itulah yang terjadi apabila pernikahan di bawah umur yang dilakukan pada masyarakat indonesia. Kalau sudah demikian maka timbullah saling salah menyalahkan.
c.
Masalah Perselingkuhan Sering kita baca di surat kabar bahwa suatu masalah yang rumit untuk dikaji adalah masalah perselingkuhan dilakukan oleh suami istri yang menikah muda. sebab pernikahan di bawah umur banyak yang tidak harmonis karena ketidakpuasan seks, menikah di bawah umur banyak juga yang suka berganti-ganti pasangan. Setelah mereka bercerai mereka menikah kembali, bercerai menikah kembali dan seterusnya. Oleh sebab itu pernikahan di bawah umur ego dan mental mereka masih labil, cinta yang mereka rasakan saat itu hanya cinta sesaat. Mereka hanya ingin merasakan bagaimana kehidupan rumah tangga, dan menikah dengan usia muda. Dan apabila mereka sudah merasakan itu semua maka akan ada rasa bosan dengan pasangannya dan untuk itu tanpa ada rasa bersalah dengan pasangan mereka, maka mereka melakukan perselingkuhan.
d. Jauh Dari Agama Segala sesuatu keburukan perilaku manusia disebabkan karena dia jauh dari agama. Sebab islam mengajarkan agar manusia berbuat baik dan mencegah orang berbuat mungkar dan keji. Sebenarnya Allah telah mengumumkan dalam kitab suci Alqur’an bahwa umat Islam itu adalah umat yang terbaik yang diciptakan bagi manusia sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT di dalam surat Al-Imran : 110:
ِ َّاس ََتْمرو َن ِِبلْمعر ِ ت لِلن وف َوتَْن َُ ْو َن َل ِن اُمْن َك ِر َوتُ ْؤِمنُو َن ِِبهلِ َولَ ْو ُكْن تُ ْم َخْي َر غ َُّم ٍة غ ْ ََ ُخ ِر ْ ْ ُ َ ُ ُ ُ ِ اب لَ َكا َن خي را َم ِمْن ُم الْم ْؤِمنُو َن وغَ ْكثَرهم الْ َف ِ َءامن ْغه ْ الْ ِكت ١١٧اس ُِو َن ر ُ ُ ُ ُْ َ ْ ا ُ ُُ ُ َََ “Kamu adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahl alKitab beriman, tentulah ia baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali Imran : 110)50 Dari firman Allah SWT di atas sudah jelas sekali : 1) dasar perbuatan baik harus beriman kepada Allah SWT; 2) dasar dari pada perbuatan mencegah dari keji dan mungkar, haruslah iman kepada Allah SWT; 3) walaupun perbuatan baik banyak dilakukan, tetapi tidak iman kepada Allah SWT, maka dia menilai perbuatan tersebut sebagai sia-sia belaka; seperti orang kafir membangun masjid, tidak ada sama sekali pahala baginya. Dan perbuatannya itu dilarang oleh Allah SWT. Banyak sekali kita temukan bahwa seseorang yang melakukan pernikahan di bawah umur, orang tersebut pengetahuan agamanya sangat kurang sekali dikarenakan pendidikan mereka hanya sampai pada tamat SD, SMP, atau hanya awal SMA. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, “Pesan, kesan dan keserasian al-quran, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 184. 50
Seperti yang sudah dijelaskan oleh penulis diatas dalam kebutuhan mental rohaniah yaitu pada bagian kebutuhan akan agama, disitu telah diceritakan pada peristiwa oleh seseorang yang akan mengajukan dispensasi nikah. Orang itu diajukan pertanyaan oleh hakim dalam hal ba’da dzuhul, dengan umur yang baru limabelas tahun itu tidak bisa menjawab dari pertanyaan hakim tersebut, hakim itu menolak dispensasi nikahnya, remaja itu lalu disuruh untuk pergi ke pesantren agar tidak jauh dari agama di kemudian hari. 3. Timbulnya Perceraian Perceraian adalah suatu perbuatan yang terlarang dihadapan Allah. Perceraian menurut Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 adalah Putusnya perkawinan. Jadi yang dimaksud dengan perceraian adalah putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri yang mengakibatkan berakhirnya hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami dan istri. 51 Dalam pernikahan di bawah umur perceraian sangat mungkin terjadi. Banyak para muda mudi setelah melakukan pernikahan mereka sering bosan dengan pasangannya sendiri. Dari penjelasan penulis diatas yang dapat menimbulkan perceraian adalah dalam masalah rumah tangga meliputi masalah pendidikan. Seseorang yang melakukan pernikahan di bawah umur tentu pendidikannya hanya mencapai tamat SD, SMP atau sampai dengan awal SMA. Dengan pendidikan yang minimal itu seseorang akan
Dr. Muhammad Syarifuddin, S.H., M. Hum dkk., “Hukum Perceraian” (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 18. 51
sulit memecahkan masalah dalam keluarganya sehingga berujuk pada perceraian. Masalah yang juga dapat menimbulkan perceraian adalah masalah ekonomi. Disamping pernikahan di bawah umur yang usianya di bawah enambelas tahun (Wanita dan di bawah Sembilanbelas tahun (Pria) belum bisa mencari nafkah untuk keluarganya. Dari pihak wanita tentunya tidak tahan dengan ekonomi yang kurang mencukupi. Dan mengambil kesimpulan untuk menceraikan suaminya dikarenakan tidak bisa memberikan nafkah sehari-hari. 4. Undang-Undang Perlindungan Anak Dalam pernikahan di bawah umur memerlukan tentang undangundang perlindungan anak. Karena pernikahan itu masih di bawah umur yang sudah ditentukan dalam undang-undang perkawinan No 1. Tahun 1974. Pernikahan di bawah umur telah melanggar tentang perlindungan anak, karena seharusnya anak memerlukan pendidikan yang lebih layak untuk menunjang pendidikannya kelak bukan untuk dinikahkan dengan usia yang masih belia. Dalam Jurnal Eddy Fadlyana dan Shinta Larasaty Konvensi Hak Anak dalam atau disebut dengan KHA berlaku sebagai hukum internasional dan KHA diratifikasi melalui Keppres No. 36 tahun 1990, untuk selanjutnya disahkan sebagai undang-undang Perlindungan Anak (UU PA) No. 23 tahun 2002. Pengesahan undang-undang tersebut
bertujuan untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak. Dalam UU PA dinyatakan dengan jelas bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya , termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia. Konvensi hak anak telah menjadi bagian dari sistem hukum nasional, sehingga sebagai konsuensinya kita wajib mematuhi dan memenuhi hak anak sebagaimana dirumuskan dalam KHA. Salah satu prinsip dari KHA yaitu “Kepentingan yang terbaik bagi anak”. Maksud dari prinsip tersebut adalah dalam suatu tindakan yang berkaitan dengan anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif dan yudikatif, kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan yang utama. Dalam UU PA pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam deklarasi hak asasi manusia, dikatakan bahwa pernikahan harus dilakukan atas persetujuan penuh kedua pasangan. Namun kenyataan yang dihadapi dalam pernikahan usia di bawah umur, persetujuan menikah seringkali merupakan akumulasi dari paksaan atau tekanan orang tua atau wali anak, sehinggan si anak itu seringkali setuju untuk menikah muda dikarenakan untu berbakti kedua orang tuanya. Orang tua beranggapan menikahkan anak mereka agar mendapat perlindungan, tetapi pada
kenyataannya
justru
menyebabkan
hilangnya
kesempatan
untuk
berkembang, tumbuh sehat, dan kehilangan kebebasan dalam memilih. Dalam Undang-undang perlindungan anak dengan jelas disebutkan pula mengenai kewajiban orang tua dan masyarakat untuk melindungi anak, dan kewajiban orang tua untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak (Pasal 26). Sanksi pidana berupa kurungan penjara dan denda diatur dalam pasal 77-90 bila didapatkan pelanggaran terhadap pasal-pasal perlindungan anak.52
52
Eddy Fadlyana, Shinta Larasaty, Agustus 2009, “Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya”,Vol. 11 No. 2 , “DalamJurnal Ilmiah”, (Bandung, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Padjajaran, Bandung), hlm. 139-140.
BAB III GAMBARAN DESA KEDUNG LEPER A. Letak Geografis Desa Kedung Leper Desa merupakan suatu wilayah perkampungan yang disitu banyak masyarakat saling gotong royong membantu para tetangganya. Karena kehidupan di desa masyarakatnya mengutamakan sopan santun dan adat istiadat yang kental dari nenek moyangnya. Menurut pasal 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah yaitu sebagai berikut: 1. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. 2. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang memiliki kegiatan utama pertanian, pengelolaan sumber daya alam, kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.53 Jadi kesimpulannya desa merupakan suatu kehidupan pada masyarakat yang menjunjung tinggi nilai adat istiadat dan sopan santun,
53
Blogger Pengertian Desa Menurut para ahli dan undang-undang http://www.materisma.com/2015/01/pengertian-desa-menurut-para-ahli-dan.html diakses pada tanggal 12 Agustus 2015.
dan saling gotong royong membantu tetangganya karena semua itu warisan dari nenek moyang. Desa kedung leper dari arah jepara terletak pada arah utara, yaitu bagian kiri perempatan bangsri. Desa kedung leper dibagi dua bagian yaitu desa kedung leper dan desa kedung leper ampean. Desa kedung leper ampean terletak pada gang yang ada perempatan bangsri sedangkan desa kedung leper berada bagian sebelum desa guyangan yaitu perbatasan jembatan antara desa babrik dan desa kedung leper. Desa kedung leper jumlah RT ada dua puluh, sedangkan RW ada enam perumahan. Penduduk yang tinggal di desa kedung leper berjumlah 5. 184 jiwa.54 Di desa ini ada beberapa kondisi perekonomian, tempat ibadah dan pendidikan, yang akan diterangkan sebagai berikut: a. Kondisi perekonomian Kondisi
perekonomian
desa
kedung
leper
rata-rata
perekonomian yang ada di masyarakat sekitar pas-pasan atau cukup untuk kebutuhan sehari-hari. kebanyakan pekerjaan mereka sebagai tukang kuli bangunan, PNS, dan pedagang. Dan para sarjana hanya ada beberapa saja di karenakan pendidikan mereka tidak sampai ke perguruan tinggi. Dan itu membuktikan bahwa di desa kedung leper
54
Informasi dari bapak petinggi kedung Leper, Bapak Irsyad Gusyron Kurniawan tgl 20 Agustus 2015.
tidak sedikitnya para pemuda dan pemudi melakukan pernikahan di bawah umur. b. Tempat Ibadah Pada masyarakat kedung leper mayoritas beragama islam, disana terdapat masjid yang menjadi tempat ibadah di masyarakat tersebut yaitu masjid Mujahiddin yang dibangun oleh Kyai Baidhowi. c. Pendidikan Di desa kedung leper sangat mengutamakan pendidikan itu terbukti dengan adanya bangunan sekolah SD atau MI dan Mts, yaitu: i.
SDN 1 Kedung Leper
ii.
MI Miftahul Huda Kedung Leper
iii.
Mts. Miftahul Huda Kedung Leper
B. Sejarah Desa Kedung Leper Sejarah asal usul merupakan Suatu usaha yang sistematis untuk mempelajari dan melakukan Verifikasi terhadap berbagai peristiwa pada masa lalu dan membuat hubungan diantara peristiwa-peristiwa itu sendiri, dengan masa kini, bahkan sampai masa depan. Penulis sebenarnya mengetahui asal usul desa kedung leper itu dari mbah kakung penulis yaitu mbah saman. dia merupakan penduduk paling lama di desa itu, sehingga penulis lebih mudah menemukan informasi tentang asal usul desa kedung leper itu sendiri. Tidak banyak yang mengetahui tentang asal-usul desa kedung leper, termasuk pak petinggi. Pak petinggi
hanya menjalankan kewajiban mengurus dan menjaga desa kedung leper menjadi lebih baik lagi. Asal-usul desa kedung leper itu terjadi pada saat mbah lukman hakim luka jaya ada disini, yaitu seorang kyai yang dipercayai warga kedung leper, dan sampai sekarang. Mbah saman tidak menyebutkan tahun asal-usul terbentuknya desa kedung leper karena beliau tidak mengetahuinya. Dahulu sebelum jadi desa kedung leper, mbah lukman hakim luka jaya tidak mempunyai tempat tinggal, beliau dulu tinggal dikampung dongos, atau sekitar di daerah mantingan, lalu ia menemukan tempat untuk ditinggali. Dan pada saat itu desa kedung leper belum ada siapapun yang tinggal disitu. Mbah lukman hakim luka jaya yang pertama kali datang di desa kedung leper. Saat mbah lukman hakim menemukan tempat di desa tersebut, lalu beliau kembali ke dongos mengatakan kepada Datu Ketua dan Jaya Putra. “saya sudah menemukan tempat yang baru”. Mbah lukman hakim menyuruh mereka untuk membawa uang dan beras untuk dibawa ke desa yang sudah ditemukan tempat oleh mbah lukman hakim. Terus uang dan beras tersebut di kubur di gedung atau bahasa jawanya disebut kedung. Setelah uang dan beras dikubur digedung, tiba-tiba saja terjadi turun hujan yang sangat deras. Dan gedung tersebut rata menjadi tanah. Sehingga desa tersebut dinamakan Desa Kedung Leper. Itulah asal mula terbentuknya desa kedung leper.55
55
Informan Mbah Saman, Warga Desa Kedung Leper Agustus 2015.
Setelah desa kedung leper terbentuk, orang-orang berdatangan kedesa itu, mbah lukman hakim luka jaya menyampaikan agama islam kepada mereka. Penulis tidak mengetahui kapan mbah lukman hakim luka jaya wafat, akan tetapi, setiap tanggal 28 syura dalam tanggal jawa itu memperingati hari khal atau hari kematian mbah lukman hakim luka jaya. Setiap hari khalnya makamnya penuh dengan penziarah oleh masyarakat di desa kedung leper. Dan hal itu membuktikan bahwa mbah luka jaya adalah orang yang disegani,
dihormati
oleh
warga
desa
kedung
leper
karena
telah
menyampaikan agama islam dan termasuk orang yang pertama kali yang datang di desa itu. Adanya Kedung Leper ampean, karena kedung leper tersebut berada di pinggir kali desa kedung leper yang berada ditengah-tengah desa gajian dan desa babrik. Warga desa kedung leper itu sendiri pada setiap hari kamis, warga berbondong-bondong berziarah kemakam keluaganya, makam keluarga mereka dekat dengan makam mbah lukman hakim luka jaya, jadi tiap hari kamis, di makam mbah lukman hakim luka jaya penuh dengan para peziarah. C. Visi dan Misi Desa Kedung Leper Visi merupakan suatu pandangan jauh tentang peraturan di desa, tujuan-tujuan di desa dan apa yang akan di lakukan untuk mencapai tujuan di
masa yang akan datang demi terwujudnya harapan bagi desa kedung leper itu sendiri. Sedangkan misi merupakan pernyataan tentang apa yang harus dilakukan oleh lembaga dalam usahanya demi mewujudkan visi di desa kedung leper itu sendiri. Dalam Jurnal Dr. Riant Nugroho, ia menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional di katakan bahwa : Visi Merupakan rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan (Pasal 1:11) sedangkan misi merupakan rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi ((Pasal 1:12).56 Saat penulis mewawancarai bapak petinggi di desa kedung leper, yang tempat tinggalnya berada di kedung leper ampean setelah perempatan bangsri, ia mengatakan cuma satu baris tentang visi dan misi di desa kedung leper itu sendiri. Beliau mengatakan visi dari di desa kedung leper itu sendiri, yaitu meliputi : - Menjadikan desa tertib, damai dan tentram sejahtera - Melaksanakan pembangunan desa kedung leper agar menjadi desa yang indah
56 Dr. Riant Nugraha, “Memahami Dasar Perencanaan Strategis”, Nomor 20, “Dalam Jurnal Sekretariat Negara RI”, (Jakarta : Dosen Universitas Pertahanan Indonesia, 2011), hlm. 126-127.
Sedangkan misi dari desa kedung leper itu sendiri beliau mengatakan bahwa beliau akan berusaha keras untuk menjadikan desa kedung leper menjadi desa yang maju. D. Biografi Petinggi Desa Kedung Leper Dalam setiap Desa pasti ada yang namanya Petinggi. Petinggi merupakan seseorang yang menjalankan tugas dan wewenang untuk mengurus, membangun, dan membuat desa supaya menjadikan desa yang lebih maju. Petinggi di desa kedung leper bernama Bapak Irsyad Gusyron Kurniawan. Ia lahir pada tanggal 11 April tahun 1980. Beliau pada tahun sekitar 1986 telah menamatkan pendidikannya di TK Tarbiatul Atfal Kedung Leper. Kemudian beliau melanjutkan sekolah di SD Negeri 1 Bangsri pada sekitar tahun 1988 dan menamatkan SD sekitar tahun 1993. Lalu beliau melanjutkan ke sekolah menengah bahwa di SMP Negeri 1 Bangsri dan menamatkan pada sekitar tahun 1996. Setelah beliau tamat SMP, beliau melanjutkan studynya di SMA Negeri 1 Bangsri yang tempatnya terletak di desa jeruk wangi, dan menamatkan SMA sekitar tahun 1999. Tidak hanya sampai disitu, beliau merantau ke semarang untuk melanjutkan studynya. Beliau
kuliah di UDINUS semarang. Beliau
mengambil fakultas Fakultas Komputer Informatika.
Sebagai petinggi beliau mempunyai harapan untuk desa kedung leper. harapan beliau adalah yang sudah penulis singgung di atas bahwa beliau ingi menjadikan desa kedung leper menjadi desa yang tertib, damai dan tentram, juga melaksanakan pembangunan desa kedung leper menjadi desa yang indah. Itu adalah misi beliau. Sedangkan visinya adalah beliau mengharapkan desa kedung leper menjadi desa yang lebih maju lagi dibandingkan desa-desa yang lainnya. Begitulah wawancara singkat penulis kepada bapak petinggi bapak Irsyad. Penulis sebagai warga desa kedung leper sendiri menginginkan apa yang menjadi harapan bapak irsyad terwujud dan menjadikan desa kedung leper menjadi desa yang lebih baik dari sebelumnya.
BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR STUDI KASUS DI DESA KEDUNG LEPER 1.
Hasil Penelitian Pernikahan Di bawah Umur Di Desa Kedung Leper Dari hasil penelitian penulis pernikahan di bawah umur yang ada di desa kedung leper, ada beberapa orang yang melakukan pernikahan di bawah umur rata-rata mereka berumur limabelas tahun. Undang-Undang perkawinan sudah dijelaskan bahwa pria yang di bawah umur 19 tahun dan wanita di bawah umur enambelas tahun tidak dibolehkan untuk melakukan berkawinan. Dari penelitian penulis menemukan beberapa orang yang melakukan pernikahan di bawah umur. Yang pertama bernama Erna Indarwati, dari RT 02 RW 03. Penulis sempat kesulitan menyanyai responden yang satu ini, karena pada saat penulis bertanya kapan ia menikah ia lupa umur berapa ia menikah. Dan untungnya responden yang satu ini merupakan tetangga penulis, jadi penulis ingat, saudari Erna menikah pada umur lima belas tahun, Ia tidak tamat SMP, kelas dua SMP ia keluar dari pendidikannya dan tidak lama kemudian ia menikah. Kondisi ekonomi keluarganya serba kecukupan, ia menikah dengan seorang pria yang umurnya jauh lebih tua darinya. Setelah ia menikah tidak langsung dikaruniai seorang anak. Dan setelah sekitar dua atau tiga tahun kemudia ia mengandung dan saat ini ia telah memiliki putri yang berumur enam tahun dari pernikahannya.
Yang kedua dari RT 2 RW 4 bernama Fitri Kusniati, ia menikah berumur limabelas tahun. Ia terpaksa dinikahkan oleh orang tuanya karena Pada saat itu ia telah mengandung alias hamil duluan. Kehidupan remaja memang sering melakukan hubungan dengan lawan jenis. Apalagi melakukan hubungan zina dan terjadilah hamil diluar nikah. Keluarganya tidak mau menanggung malu atas kelakuan putrinya. Oleh karena itu orangtuanya terpaksa menikahkan anaknya dengan pemuda yang umurnya tidak jauh beda dengan putrinya. Dalam kehidupan keluarganya tidak begitu baik, sering sekali mereka bertengkar dengan emosi yang masih sangat labil. Itu di akibatkan umur mereka masih muda. Emosinya tidak terkontrol, dalam menyikapi masalah rumah tangga mereka ia pun tidak bisa memecahkan masalahnya. Si pria yang masih remaja itu tidak bekerja untuk menafkahkan keluarganya. Dan tidak mempunyai kreatifitas apa-apa. Penghasilannya pun tidak ada, dan pada saat itu ibunya merantau ke kota jakarta untuk mencari nafkah anak dan menantunya sebagai pembantu. Dikarenakan usia saudara Fitri pada saat itu masih lima belas tahun, resiko melahirkan sangat mungkin terjadi, bayinya lahir secara prematur dan tidak ada dalam sehari bayinya pun mati. Pada peristiwa saudara Fitri tersebut penulis bisa mengambil kesimpulan tentang bayi Fitri yang terlahir secara prematur bahwa dalam jurnal Eddy Fadlyana dan Shinta larasati menjelaskan “penting untuk diketahui bahwa kehamilan pada usia kurang dari tujuhbelas tahun
meningkatkan resiko komplikasi medis, baik pada ibu maupun pada anak. Kehamilan pada usia yang sangat muda ini ternyata berkorelasi dengan angka kematian dan kesakitan ibu. Disebutkan bahwa anak perempuan berusis sepuluh sampai empat belas tahun beresiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia duapuluh hingga dupuluh empat tahun, sementara resiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia limabelas tahun hingga sembilan belas tahun. Anatomi tubuh anak belum siap untuk proses mengandung maupun melahirkan, sehingga dapat terjadi komplikasi . oleh karena itu, pernikahan anak berhubungan erat dengan fertilitas yang tinggi, kehamilan dengan jarak yang singkat atau dengan kata lain keguguran, dan juga terjadi kehamilan yang tidak diinginkan atau hamil diluar nikah.”57 Pada kasus Fitri tersebut kurangnya pengawasan dari orang tua sehingga Fitri terjerumus kedalam hal-hal yang negatif, dan Fitri pada saat menjalankan rumah tangga dengan emosi yang masih sangat labil dan emosi yang sering tidak terkontrol, ia sulit mengatasi masalah yang timbul dalam keluarganya Menjadi orang tua di usia muda, orang tersebut mempunyai ketrampilan yang kurang untuk mengasuh anak sebagaimana yang dimiliki oleh orang dewasa. Hal itu dapat menempatkan anak yang dilahirkan beresiko mengalami perlakuan yang salah atau penelantaran. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan dari pernikahan usia di bawah
57
Eddy Fadlyana, loc.cit, “Usia Pernikahan dini dan permasalahannya”., hlm. 138.
umur beresiko mengalami keterlambatan perkembangan, kesulitan belajar, gangguan perilaku, dan cenderung menjadi orangtua pula di usia di bawah umur.58 Setelah penulis datang ke kediaman saudari Fitri, penulis menemukan informasi pada tetangga bahwa saudari yang bernama Dian Ayu Agustin juga menikah pada umur 15 tahun. Pada saat penulis ingin datang kerumah saudari Ayu tetangganya mengatakan bahwa saudari Ayu telah berada ke kediaman suaminya. Yaitu di desa pendem dan telah memiliki satu putri. Selanjutnya juga dari RT 2 RW 4 ibu shofiatun, sebenarnya penulis ingin mewawancarai anak putrinya, akan tetapi putrinya itu menikah pada umur enam belas setengah tahun. Ibu Shofiatun ini menikah pada umur tigabelas tahun, ia mempunyai dua anak perempuan dan satu anak laki-laki. Dan sekarang belum mempunyai cucu dari anaknya yang bernama Arum. Yang selanjutnya Ibu Banisih warga dari RT 3 RW 6 ia menikah pada umur duabelas tahun, ia mempunyai empat orang anak. Beliau mengatakan dulu ia tidak menginginkan menikah diumurnya yang baru duabelas tahun. Beliau dipaksa orang tuanya menikah karena kondisi ekonomi. Pada saat ia menjalankan rumah tangganya, ia tidak bisa memasak atau menjalankan tugas rumah tangga lainnya.
58
Ibid.
Di daerah tersebut memang sering terjadi pernikahan di bawah umur bahkan sampai sekarang, hal itu di sebabkan karena adanya kondisi ekonomi keluarga atau atas kemauan anak itu sendiri. Oleh karena itu, penulis tidak bisa menyebutnya satu persatu. Di skripsi penulis ini cukup lima orang saja sebagai bukti penelitian penulis di desa kedung leper di berbagai RT atau RW. Kalupun penulis menyebutkan semua pelaku pernikahan di bawah umur yang ada di desa kedung leper ini, maka tidak akan pernah habis bahasannya, karena terlalu banyak yang melakukannya. Pernikahan di bawah umur tidak akan ada habisnya dibahas, dahulu banyak yang melakukan pernikahan di bawah umur hingga sampai sekarang. Pemerintah pun kuwalahan menangani permasalahan ini. Seharusnya pemerintah bertindak lebih selektif dalam menangani pernikahan di bawah umur. Para remaja harus di wajibkan untuk menuntut ilmu sampai keperguruan tinggi bukan untuk menghabiskan hidupnya mengurus suami dan anak-anaknya. 2. Hikmah dan Manfaat Pernikahan Di bawah Umur 1. Hikmah Pernikahan di bawah Umur Dari teman facebook penulis mengatakan ada lima hikmah nikah muda, yaitu :
a. Sebagai Wadah Birahi Manusia Allah menciptakan manusia dengan menyisipkan hawa nafsu dalam dirinya. Ada kalanya nafsu bereaksi positif dan ada kalanya negatif. Manusia yang tidak bisa mengendalikan nafsu birahi dan menempatkannya sesuai wadah yang telah ditentukan, akan sangat mudah terjebak pada ajang baku syahwat terlarang. Pintu pernikahan adalah sarana yang tepat nan jitu dalam mewadahi aspirasi nulari normal seorang anak keturunan adam. b. Meneguhkan Akhlak Terpuji Dengan menikah, dua anak manusia yang berlawan jenis tengah berusaha dan selalu berupaya membentengi serta menjaga harkat dan martabatnya sebagai hamba Allah yang baik. Akhlak dalam islam sangatlah penting. Lenyaplah akhlak dalam diri seseorang merupakan lonceng kebinasaan, bukan saja bagi dirinya bahkan bagi suatu bangsa. Kenyataan yang ada selama ini menunjukkan gejala tidak baik, di tandahi merosotnya moral sebagian kawula muda dalam pergaulan. Jauh sebelumnya, Nabi telah memberikan suntikan motivasi kepada para pemuda untuk menikah, “Wahai para pemuda, barangsiapa sudah memiliki kemampuan untuk menafkahi, maka hendaknya ia menikah, karena menikah dapat meredam keliaran pandangan, pemelihara kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia
berpuasa, sebab puasa adalah sebaik-baik benteng diri.” (HR. BukhariMuslim). c. Membangun Rumah Tangga Islami Slogan “sakinah, mawaddah, wa rahmah” tidak akan menjadi kenyataan jika tanpa dilalui proses menikah. Tidak ada kisah menawan dari insan-insan terdahulu maupun sekarang hingga mereka sukses mendidik putra-putri dan keturunan bila tanpa menikah yang diteruskan dengan membangun biduk rumah tangga islami. Layaknya perahu, perjalanan rumah tangga kadang terombangambing ombak di lautan. Ada aral melintang. Ada kesulitan datang menghadang.
Semuanya
adalah
tantangan
dan
riak-riak
yang
berbanding lurus dengan keteguhan sikap dan komitmen membangun rumah tangga ala Rasul dan sahabatnya. Sabar dan syukur adalah kunci meraih hikmah ketiga ini. Diriwayatkan tentang sayidina umar yang memperoleh cobaan dalam membangun rumah tangga. Suatu hari, Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman khalifah Umar bin Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah, tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja,
mendengarkan istrinya yang sedang gundah.Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar. Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Beliau berkata, “Wahai saudaraku, istriku adalah yang memasak masakan untukku, mencuci pakaian-pakaianku, menunaikan hajat-hajatku, menyusui anak-anakku. Jika beberapa kali ia berbuat tidak baik kepada kita, janganlah kita hanya mengingat keburukannya dan melupakan kebaikannya.” Pasangan yang ingin membangun rumah tangga islami mesti menyertakan prinsip kesabaran dan rasa syukur dalam mempertahankan perahu daratannya’. d. Memotivasi Semangat Ibadah Risalah Islam tegas memberikan keterangan pada umat manusia, bahwa tidaklah mereka diciptakan oleh Allah kecuali untuk bersembah sujud, beribadah kepada-Nya. Dengan menikah, diharapkan pasangan suami-istri saling mengingatkan kesalahan dan kealpaan. Dengan menikah satu sama lain memberi nasihat untuk menunaikan hak Allah dan Rasul-Nya. Lebih dari itu, hubungan biologis antara laki dan perempuan dalam ikatan suci pernikahan terhitung sebagai sedekah. Seperti diungkap oleh rasul dalam haditsnya, “Dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah sedekah.” “ Wahai Rasulullah,
apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala.” (HR. Muslim) e. Melahirkan Keturunan Yang Baik Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak yang salih, berkualitas iman dan takwanya, cerdas secara spiritual, emosional, maupun intelektual. Dengan menikah, orangtua bertanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya sebagai generasi yang bertakwa dan beriman kepada Allah. Tanpa pendidikan yang baik tentulah tak akan mampu melahikan generasi yang baik pula. Lima hikmah menikah di atas, adalah satu aspek dari sekian banyak aspek di balik titah menikah yang digaungkan Islam kepada umat. Saatnya, muda-mudi berpikir keras, mencari jodoh yang baik, bermusyawarah dengan Allah dan keluarga, cari dan temukan pasangan yang beriman, berperangai mulia, berkualitas secara agama, lalu menikahlah dan nikmati hikmah-hikmahnya. Wallahu A`lam.59 2. Mafaat Pernikahan Di Bawah Umur Apabila pernikahan di bawah umur sudah terlanjur terjadi, maka pernikahan tersebut harus berada di jalur yang benar. Seharusnya ia 59
Himpunan Santri Indonesia, Fanspage Facebook, 27 Maret 2013.
memunculkan beberapa manfaat-manfaat yang sudah terlihat bagi diri kita sendiri. Pernikahan yang benar insyaallah akan membawa barokah bagi diri kita sendiri, berikut manfaatnya : a. Melatih menaklukkan hawa nafsu b. Melatih empati c. Mendorong bangkit dari kelemahan d. Melatih hidup hemat e. Melatih kemampuan managemen f. Melatih perencanaan masa depan60 Adapun ada juga alasan mengapa menikah muda membuat hidup sehat dan bermanfaat :
3.
-
Buat diri sendiri
-
Buat keluarga
-
Buat masyarakat
-
Buat dunia
Dampak Negatif Pernikahan Di bawah Umur Dari peristiwa di atas, penulis sudah menjelaskan semuanya. Pernikahan di bawah umur ada berbagai hikmah yang ada dan manfaatnya. Akan tetapi, pernikahan dini tersebut banyak yang berdampak negatif bagi yang melakukannya.
60
Shofwan al-Banna, Nikah Pasti Gue Pikirin?!,(PRO-BOOKS), hlm. 50-54
Pada usia yang masih dibawah umur seperti usia di bawah tujuhbelas tahun akan melahirkan secara prematur serta dampak kematian ibu akan semakin meningkat. Pernikahan di bawah umur juga berdampak pada setiap wanita yang masih di bawah umur enambelas tahun, mereka yang masih remaja belum tentu bisa mengurus suami seperti menyiapkan makanan kepada suaminya alias tidak bisa memasak. Karena sebelum ia menikah, seorang yang melakukan pernikahan dini tersebut masih duduk di Sekolah SMP, ia hanya bisa belajar dan belajar tidak pernah pergi ke dapur untuk memasak. Untuk itu, pernikahan di bawah umur boleh saja dilakukan asalkan sudah memiliki ilmu tentang kehidupan berumah tangga. Karena ilmu itu penting buat kehidupan didunia maupun dikahirat kelak. Jurnal seorang yang bernama Casmini dari Fakultas dakwah IAIN Sunan Kalijaga, ia menjelaskan bahwa pernikahan di bawah dalam perspektif psikologi memandang pernikahan di bawah umur tidaklah sekedar batasan usia pada manusia. Karena pernikahan tersebut lebih tepat di katakan sebagai pernikahan belia. Alasan ini lebih mengkaitkan pada persoalah sisi perkembangan non-fisik, baik perkembangan biologis maupun perkembangan psikologis. Berikut ini ada dua dampak perkembangan yang berkaitan dengan usia di bawah umur:
1. Pernikahan di bawah umur berkaitan dengan seks Organ seks laki-laki dan organ seks perempuan mencapai usia matang pada akhir masa remaja, kira-kira umur duapuluh satu samapi duapuluh dua tahun. Sudah penulis singgung di atas bahwa pernikahan yang dilakukan pada usia belasan tahun bukan merupakan masa reproduksi yang sehat, karena organ seks belum mengalami kematangan. Untuk itu, banyak bayi yang mati dan lahir prematur sebelum waktunya. Wanita pada usia belasan secara fisiologik dapat hamil dan melahirkan, tetapi pada usia tersebut sebenarnya secara medis dan psikologis belum cukup matang untuk mengasuh anak. Fenomena masyarakat khususnya pada masyarakat pinggiran atau pedesaan masih terdapat konstruk budaya
yang memaksa anak
perempuannya untuk menikah ketika masih usia belia. Pernikahan dalam konstruk budaya tersebut lebih berkaitan dengan faktor usia seseorang, meskipun hal ini lebih terjadi pada kaum perempuan. Deskripsi ini paling tidak menunjukkan bahwa apabila terjadi pernikahan pada usia belasan tahun akan menimbulkan ketidakmatangan pada persoalan reproduksi. Hal ini di sebabkan oleh ketidakmatangan organ seks remaja baik pria maupun wanita, meskipun mereka dapat hamil dan melahirkan, karena rangkaian melahirkan anak adalah mengasuhnya. Islam mengajarkan kepada kita bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah untuk menghasilkan keturunan yang sah, dan keturunan yang
dibuahkan adalah keturunan yang mempunyai kualitas baik fisik amupun mental. Tujuan pernikahan tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan seksual, tetapi tujuan tersebut lebih dipandang secara integral, sebagai muslim konsekuensinya adalah pelaksanaan islam harus di laksanakan secara kaffah tidak hanya sekedar memilih, bersyahadat saja, atau cukup dengan melakukan shalat tanpa melakukan ibadah-ibadah yang lain, tetapi harus melakukan ibadah baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Sama hanya dengan pernikahan, nikah tidak sekedar berakad nikah, tetapi berumah tangga kemudian, karena pernikahan merupakan rangkaian utuh untuk membentuk keluarga sakinah, dan tujuan pernikahan bukanlah dipilah pilih satu persatu dengan sesuka hatinya. Dalam keluarga ada hak-hak dan kewajibab suami dan istri. Berdasarkan kesimpulan tersebut, hak-hak yang diwajibkan dalam islam, bagi masing-masing suami istri memiliki hak-hak dan kewajiban antara satu dengan lainnya yang diklasifikasikan sebagai berikut : a. Hak-hak suami dan kewajiban-kewajiban istri b. Hak-hak istri dan kewajiban-kewajiban suami c. Hak-hak yang berhubungan antara suami istri61 Dari kesimpulan di atas bahwa pernikahan di bawah umur belum tentu melakukan hak-hak dan kewajiban suami istri, karena mereka belum bisa bertanggung jawab untuk membinan rumah tangga. Dr. Ali Yusuf As-Subki, “Fiqih Keluarga” pedoman berkeluarga dalam islam, (Jakarta :AMZAH, 2010), hlm. 143. 61
2. Pernikahan di bawah umur berkaitan dengan emosi Usia remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Remaja terkadang terlihat sedih, dan pada saat yang tidak lama terlihat begitu gembira. Ketika kesedihan dan gembiranya terlihat over dan terkesan meledak-ledak, bahkan sulit dikendalikan. Untuk itu, bagaimana jika pernikahan di bawah umur terjadi mada masa usia remaja?, dimana remaja belum memiliki kesiapan baik secara fisik maupun mental. Jika
itu
kesimpulannya,
terjadi,
sudah
penulis
jelaskan
di
atas.
Maka
perwujudan keluarga yang penuh dengan cinta,
mawaddah dan rahmah mungkin akan jauh dari impian. Sebab dalam usia remaja adaalah usia labil, remaja biasanya punya sikap suka menang sendiri, sehingga kemungkinan terjadinya konflik keluarga sangat besar. Kungungan-kungkungan yang dialami akibat tanggung jawab dan beban rumah tangga yang berkaitan dengan nafkah dan menngurus anakanak menjadikan hilangnya kebebasan mereka untuk keluar bergaul dengan teman sebayanya. Komunikasi yang berlangsung juga sudah tidak menunjukkan bahwa dia masih berada dalam usia remaja. Dari
sisi
perkembangan
manusia,
dimana
tugas-tugas
perkembangan remaja harus langsung saat itu pula tidak akan pernah terpenuhi. Kemungkinan akibat yang terjadi adalah terbentuk sebuah kepribadian yang tidak matang ataupun matang tidak utuh. Mereka akan
terlihat serius dalam mencari nafkah tetapi psikologisnya penuh kecamuk yang terkadang tidak dapat diungkapkan kepada orang lain.62 Ada fakta bahwa usia yang lebih matang saja sering terjadi konflik dalam keluarganya apalagi usia yang belum matang. Akan tetapi setidaknya pernikahan pada usia yang lebih matang akan bisa mencari solusi dalam masalah rumahtangganya ketimbang pernikahan usia yang belum matang. Karena usia tersebut tingkat emosinya lebih labil ketika menghadapi masalah rumah tangga tidak akan bisa di pecahkan. Dan itu akan menimbulkan perpisahan antara kedua belah pihak yaitu perceraian. Di desa kedung leper itu sendiri orang yang melakukan pernikahan di bawah umur jarang terjadi perceraian, akan tetapi penulis yakin di desadesa di sekitar bangsri ada yang berujuk ke perceraian. Karena penulis hanya meneliti di desa kedung leper saja. 4.
Perbedaan Pernikahan di Bawah Umur Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Dalam skripsi penulis ini, berkaitan dengan pernikahan di bawah umur menurut hukum islam dan undang-undang ada perbedaan, yaitu diantaranya: 1. Menurut Hukum Islam Menurut hukum islam pernikahan tersebut tidak ada batas usianya, asalkan apabila si anak siap untuk melangsungkan kehidupan rumah
62 Casmini, “PernikahanDini (Perspektif Psikologi dan Agama)”, Nomor 1, Vol III, “Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama”, (Fakultas Dakwah IAIN Fakultas Sunan Kalijaga 2002), hlm. 53-54.
tangganya. Meskipun dalam hukum islam di perbolehkan untuk melangsungkan pernikahan dibawah umur, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Yang di nikahkan adalah walinya, dan menurut ulama syafiiyah, hanya oleh ayah atau kakek (dari ayah), tidak boleh menikahkan diri sendiri atau oleh hakim. b. Tidak diperbolehkan hubungan suami istri sampai tiba masa yang secara fisik maupun psikologis siap menjalankan tanggung jawab hidup berumah tangga. c. Untuk mencegah terjadinya suami istripada usia yang masih kecil, maka pihak wali akan memisahkan keduanya. Para fuqoha, memiliki beberapa pendapat tentang pernikahan di bawah umur, yaitu antara lain : a. Pandangan jumhur fuqoha, mereka membolehkan pernikahan usia di bawah umur. Meski demikian , menurut jurnal dari Arya Ananta Wijaya kebolehan pernikahan di bawah umur ini tidak serta merta membolehkan adanya hubungan badan. Jika dalam hubungan badan mendatangkan kemadlaratan itu dilarang. Baik usia dini maupun usia dewasa. b. Pendapat Ibn Syubrumah dan Abu Bakr al-Asham, sebagaimana disebutkan dalam Fath al-Bari juz 9, halaman 237 yang menyatakan bahwa pernikahan usia di bawah umur hukumnya terlarang, dan
menyatakan bahwa praktek nikah Nabi dengan ‘Aisyah adalah sifat kekhususan Nabi. c. Pendapat Ibn Hazm yang memilah antara pernikahan anak lelaki kecil dengan anak perempuan kecil. Pernikahan anak perempuan yang masih kecil oleh bapaknya dibolehkan, sedangkan pernikahan anak lelaki yang masih kecil dilarang. 2. Pandangan Hukum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sudah diterangkan bahwa perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria yang sudah mencapai sembilan belas tahun dan seorang wanita yang juga sudah mencapai umur enambelas tahun boleh diizinkan. Akan tetapi dengan syarat yang terdapat di ayat (2) yaitu “Dalam hal penyimpangan ayat (1) pasal ini dapat minta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita. Yang perlu mendapat izin hanyalah seorang pria yang sudah mencapai umur sembilan belas tahun dan seorang wanita yang sudah mencapai umur enambelas tahun. Itu artinya wanita yang masih di bawah umur enambelas tahun dan pria yang masih di bawah umur sembilan belas tahun, belum boleh diizinkan untuk melakukan perkawinan. Jadi kesimpulannya, perbedaan tentang masalah pernikahan di bawah umur menurut hukum islam dan undang-undang nomor 1 tahun 1974 adalah dalam hukum islam tidak ditentukan batas usia menikah pada seseorang. Akan tetapi, yang penting seseorang tersebut meskipun umurnya
masih sangat muda atau wanita yang masih di bawah umur enam belas tahun dan pria yang masih di bawah umur sembilan belas tahun dan menunjukkan sikap kedewasaannya maka pernikahan di bawah umur boleh dilakukan. Tetapi bagi pria yang masih di bawah umur itu sangat mudlarat sekali melakukan pernikahan di bawah umur karena kebanyakan pria tersebut belum mempunyai kreatifitas untuk mencari pekerjaan. Karena apabila seorang pria melakukan pernikahan di bawah umur, maka dalam kehidupan berumah tangganya tidak ada penghasilan seperti yang di alami oleh saudari Fitri, Fitri merupakan seorang yang menikahi pria yang umurnya masih di bawah sembilan belas tahun yang sudah penulis jelaskan di atas dari studi kasus di desa kedung leper dalam RT 02 RW 04. Dalam kehidupan rumah tangganya tidak ada penghasilan sama sekali di karenakan suaminya itu tidak bekerja sampai sekarang. Untuk itu suaminya tidak bisa menafkahi si fitri tersebut. Sedangkan dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974, pernikahan di bawah umur sudah di jelaskan dalam pasal 7 ayat 1, menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur sembilanbelas tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur enambelas tahun. Dalam pasal 6 ayat 2 menyebutkan syarat-syarat perkawinan bahwa untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur duapuluh satu tahun (21), harus mendapat izin kedua orang tuanya dan mengajukan surat dispensasi nikah kepada pihak pengadilan agama.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dengan melihat dan mencermati uraian bab pertama sampai dengan bab keempat skripsi ini, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa pernikahan di bawah umur merupakan pernikahan yang dilakukan oleh seseorang pada usia yang masih sangat belia. Oleh karena itu, dari pembehasan dan hasil dari penelitian skripsi penulis, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Pernikahan di bawah umur dalam faktor pendorongnya, ada kaitannya dengan masalah ekonomi, karena di desa kedung leper tersebut ekonomi pada masyarakat itu serba kecukupan. Jadi para orang tua disana menikahkan anak-anaknya yang masih umur remaja alasannya adalah supaya orang tua bebas untuk mengurus anak-anaknya. 2. Dari penelitian penulis dari kasus Fitri, yaitu menikah dengan usia muda menyebabkan bayi akan lahir secara prematur. Karena usia efektif untuk melahirka adalah pada usia 21-35 tahun. Apabila melahirkan bayi dengan usia di bawah atau di atas usia tersebut maka dimungkinkan bayi lahir secara prematur. Dan bagi para pria yang masih di bawah umur sembilan belas tahun dan melakukan pernikahan, maka akan sulit mencari pekerjaan karena belum mempunyai kreatifitas apapun untuk bekerja. Dan juga di masyarakat kedung leper pernikahan di bawah umur permasalahannya adalah pada saat menikah orang tersebut belum bisa mengurus rumah
tangganya dengan benar. Perceraian yang di akibatkan menikah di usia muda di desa kedung leper tidak pernah terjadi, akan tetapi masalah yabg timbul adalah tingkat emosinya yang masih sangat labil dan tidak bisa menyelesaikan rumah tangganya. 3. Perbedaan antara pernikahan di bawah umur dengan tinjauan hukum fiqih dan undang-undang nomor 1 tahun 1974 adalah dalam hukum fiqih atau hukum islam tidak di tentukan batas usia yang melakukan pernikahan akan tetapi ditinjau dari sikap kedewasaannya. Sedangkan dalam undangundang nomor 1 tahun 1974 dalam pasal 7 ayat 1 dijelaskan bahwa “perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur sembilan belas tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur enambelas tahun”. Oleh karena itu seorang yang belum mencapai usia tersebut harus mengajukan dispensasi nikah di Pengadilan Agama. B. Saran-saran 1. Bagi para ibu, hendaklah memikirkan bagaimana nasip anaknya nanti apabila melakukan pernikahan dibawah umur. Dan juga jangan terburuburu mengambil keputusan untuk menikahkan putra-putrinya, sedangkan mereka masih dibawah umur. Akan lebih baiknya orangtua membiayai anak-anaknya untuk melakukan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. 2. Bagi para pemuda dan pemudi, sebaiknya belajarlah lebih rajin agar menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa, jangan menambil keputusan untuk menikah muda. Karena menikah itu hanya manis dari
awalnya saja, dan selanjutnya akan banyak masalah-masalah dalam kehidupan keluarga yang sudah penulis jelaskan diatas. 3. bagi para anggota masyarakat, upaya pencegahan pernikahan dibawah umur akan semakin maksimal bila anggota masyarakat turut serta dalam pencegahan pernikahan dibawah umur yang ada disekitar desa kedung leper. 4. Untuk pemerintah, antara pemerintah dan masyarakat jurus terampuh masalah ini, untuk mencegah terjainya pernikahan dibawah umur sehingga kedepannya diharapkan tidak akan ada lagi anak yang menjadi korban akibat pernikahan tersebut dan anak-anak indonesia bisa lebih optimis dalam menatap masa depannya kelak. C. Penutup Meskipun tulisan ini telah diupayakan secermat mungkin namun mungkin saja ada kekurangan yang tidak prinsipil. Menyadari akan hal itu, penulis mengharapkan secercah kritik dan saran menuju kesempurnaan tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA Ad-Dimasyqi Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman, Fiqih Empat Mazhab, Jeddah: Hasyimi, cet. 13, 2012 Ahmad Al-Jarjawi Syekh Ali, Indahnya Syariat Islam, Jakarta: Gema Insani, cet. 1, 2006 Ahmad Azzubaidi Zaenuddin, Terjemah Hadits Shahih Bukhari, Alih Bahasa Dari Drs. Muhammad Zuhri, Semarang: CV. Toha Putra, jilid 2, 1986 Al-Fauzan Saleh, Fiqih Sehari-hari, Jakarta: Gema Insani, cet. 1, 2005 Al-Maragi Ahmad Mustafa, Penerjemah: Bahrun Abu Bakar, Lc dan Hery Noer Aly. Terjemah Tafsir Al-Maragi, Semarang: CV. Toha Putra, cet. 2, 1993 Al-Qardawi Yusuf, Fatwa-fatwa Kontemporer Jilid 1, Jakarta: Gema Insani Pers, 1993 As-Subki Ali Yusuf, Fiqih Keluarga pedoman berkeluarga dalam islam, Jakarta :AMZAH, cet. 1, 2010 Blogger
Pengertian
Desa
Menurut
para
ahli
dan
undang-undang
http://www.materisma.com/2015/01/pengertian-desa-menurut-para-ahlidan.html diakses pada tanggal 12 Agustus 2015 Casmini, , 1 JuniTahun 2002, “PernikahanDini (Perspektif Psikologi dan Agama)”, Nomor 1, Vol III, Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, Fakultas Dakwah IAIN Fakultas Sunan Kalijaga
Darwis Amri, Metode Penelitian Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, cet. 1, 2014 Eddy Fadlyana, Shinta Larasaty, Agustus 2009, “Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya”,Vol. 11 No. 2 , Jurnal Ilmiah, Bandung, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Padjajaran, Bandung Fikriana Rahma Zulfa, Resiko Pada Remaja Akibat Pernikahan Dini, dalam http://modalyakin.blogspot.co.id/2012/03/jurnal-resiko-pada-remajaakibat.html 9 Desember Diakses Januari 2014 Ghozali Abdul Rahman, Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet. 4, 2010 Himpunan Santri Indonesia, Fanspage Facebook, 27 Maret 2013 Keputusan Mendiknas dan Rancangan PP, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. 3, 2009 Amir Ma’ruf, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, Jakarta: Erlangga, 2011 Masyhur Syaikh Mushthafa, Fiqih Dakwak Jilid 1, Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, cet. 1, 2000 Moh. Nazir, Metode Penelitian, Bogor : Ghalia Indonesia, cet. 7, 2011 Muhammad Azzam Abdul Aziz dkk, Fiqih Munakahat talak’, Jakarta: AMZAH, cet. 1, 2009
‘khitbah, nikah, dan
Muhammad Suma Amin, Himpunan Undang-undang Perdata Islam dan Peraturan Pelaksanaan lainnya di Negara Hukum Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2008 Muhammad Syaifuddin dkk, Hukum Perceraian, Jakarta: Sinar Grafika, cet. 2, 2014 Nasution Khoiruddin, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: ACA deMIA + TAZZAFA, 2010 Nugraha Riant, Tahun 2011“Memahami Dasar Perencanaan Strategis”, Nomor 20, Jurnal Sekretariat Negara RI, Jakarta : Dosen Universitas Pertahanan Indonesia Panuju Panut dan Umami Ida, Psikologi Remaja, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, cet. 1, 1999 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas Kerja sama dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, Yogyakarta: Rajawali Pers, cet. 4, 2012 Samosir Djamanat, Hukum Adat Indonesia, Bandung: Nuansa Aulia, cet. 1, 2013 Shihab Quraish, Tafsir Al-Mishbah, “Pesan, kesan dan keserasian al-quran, Jakarta: Lentera Hati, 2002 Shofwan al-Banna, Nikah Pasti Gue Pikirin?!,(PRO-BOOKS) Sohari Sahrani Tihami,
Fiqih Munakahat, kajian fikih nikah lengkap, Ed.I,
Jakarta: Rajawali Pers, 2010
Soimin Soedharyo, Himpunan Yurisprodensi tentang Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, cet. 1, 1996 Sosroatmodjo Arso dan Aulawi Wasit, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, cet. 4, 2004 Subekti Tjitrosudibio dkk,
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ‘Undang-
undang pokok agraria dan undang-undang perkawinan’, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, cet. 37, 2006 Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, cet. 6, 2009 Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Alfabeta, cet. 16, 2012 Sukmadinata Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, cet. 4, 2007 Suparni Niniek, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, cet. 6, 2005 Supriadi dan Yulkarnain Harahap, “Perkawinan Dibawah Umur dalam Perspektif Hukum Pidana dan Hukum Islam”, Dalam Mimbar Hukum, No. 3, Oktober 2009, Yogyakarta: MH, 2009 Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan, Jakarta: RINEKA CIPTA, cet. 1, 2012 Umar Husein, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta: Raja Grafindo, cet. 11, 2011 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.
Undang-undang pokok perkawinan, Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, cet. 3, 1996 Usman Husaini dkk, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: PT Bumi Aksara, cet. 4, 2011 Wijaya Arya Ananta, “Analisis Perkawinan Anak Dibawah Umur Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974”, 19 Februari 2013 Mataram: Universitas Mataram, 2013 Willis Sofyan S., Konseling Keluarga (Family Counseling), Cv. Alfabeta, Bandung, 2011
SUSUNAN PEMERINTAHAN DESA KEDUNG LEPER
Petinggi
Irsyad Gusyron Kurniawan
Perangkat-Perangkat Desa
Carik
Kebayan
H.M Zaenal Abidin
Siswo Hartoyo
Ladu
Hamidun
Petengan
Mudin
Solekhol Hadi
Masykuri
Unsur-Unsur Wilayah
Kamituo I
Kamituo II
Musta’in
Ahmad Shobri
Kaor Umum
Aunun El-Ma’ruf Bendahara Aluwan
BALAI DESA KEDUNG LEPER
Hasil Wawancara Bapak Petinggi Kedung Leper
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. KETERANGAN DIRI Nama
: Amalia Najah
TTL
: Jepara, 20 Agustus 1991
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat
: Kedung Leper RT 02 RW 03 Bangsri Jepara
B. PENDIDIKAN 2005 2008 2011
: MI MIFTAHUL HUDA KEDUNG LEPER : MTS. WAHID HASYIM BANGSRI : MA. WAHID HASYIM BANGSRI