Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2016 ISBN 978-602-74194-1-4 Purwokerto, 06 Agustus 2016
PERILAKU MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANG KURANJI Erna Juita1, Dasrizal2 Staf Pengajar Pendidikan Geografi STKIP PGRI Sumatera Barat 1 E-mail:
[email protected] ABSTRAK Secara khusus tujuan penelitian adalah untuk melihat bagaimana perilaku masyarakat dalam pengelolaan lingkungan di wilayah DAS Batang Kuranji, dimana masyarakatnya selalu mengeksploitasi DAS tersebut secara besar-besaran tanpa adanya izin yang jelas dari pemerintah terkait. Hasil penelitian menunjukkan umumnya masyarakat yang melakukan penambangan pasir dan batu di Batang kuranji merupakan masyarakat setempat. Dalam hal ini mayoritas masyarakat menjadikan sebagai mata pencaharian utama. Usaha penambangan yang dilakukan di daerah Kalumbuk adalah usaha penambangan kecil atau usaha penambangan rakyat yaitu usaha pertambangan dengan produksi 0 – 20 m3 per hari per lokasi dan tanpa menggunakan mesin. Pengaruh perilaku masyarakat secara umum dalam pengelolaan lingkungan Pada indikator penambangan galian-c: dimana perilaku masyarakat dalam pelaksanaan dan pengelolaan ka-tegori “tidak baik” terlihat dari tidak adanya ijin dalam kegiatan penambangan, tidak adanya kontrol sosial dalam aktivitas penambangan pasir dan batu dan masyarakat tidak mengetahui dampak penambangan terhadap kualitas lingkungan.
Kata Kunci : Perilaku, Masyarakat, Pengelolaan, Lingkungan, DAS PENDAHULUAN Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup akan buruk sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta kehidupan makhluk lainnya. Penurunan kualitas air akan menurun daya dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan sumber daya alam. (Asdak, 2002). Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem yang memiliki unsur-unsur utama berupa Vegetasi tanah, air sebagai objek yang perlu didayagunakan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup, manusia sebagai subjeknya haruslah mengarahkan daya upayanya untuk mendaya gunakan dan melestarikan sumber daya tersebut. Daerah aliran sungai juga sebagai ekosistem masyarakat karena kehidupan manusia tidak dapat melepaskan diri dari keadaan sistem lingkungan tersebut. Secara hidrologi DAS didefenisikan sebagai daerah yang dibatasi oleh punggung gunung topografi sehingga air yang jatuh akan mengalir melalui suatu titik pengamatan. Dalam suatu sistem hidrologi DAS berlaku sistem masukan dan keluaran. DAS berfungsi sebagai transistor dimana masukannya adalah curah hujan dan energi sedangkan keluarnya adalah debit aliran sungai dan sedimentasi. DAS juga merupakan suatu bentuk ekosistem yang berbagi kedalam wilayah hulu, tengah dan hilir. Wilayah hulu didominasi oleh kegiatan pertanian dan hutan sedangkan di wilayah hilir didominasi oleh lahan sawah dan pemukiman. (http://suntoro.staff.ac.id, diakses tanggal 27 Agustus 2010.
75
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2016 ISBN 978-602-74194-1-4 Purwokerto, 06 Agustus 2016
Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 dalam pasal 7 ayat 1, tentang penataan ruang yang menyatakan, sempadan sungai termasuk dalam kawasan lindung. Namun keadaan ini bertolak belakang dengan peningkatan angka per-tumbuhan penduduk yang diikuti peningkatan aktivitas pembangunan dimana: (a) peningkatan pertumbuhan penduduk yang ditandai dengan alih guna lahan menjadi kawasan pemukiman.(b) praktek cocok tanam yang mengabaikan kaidah konservasi (c) keadaan ini makin diperbesar dengan adanya eksploitasi bahan galian-c (pasir, batu, dan kerikil) liar yang dilakukan penduduk setempat dibeberapa tempat pada badan sungai, dan (d) adanya industri dan rumah tangga yang membuang sampah ke perairan sekitar sehingga menyebabkan ter-jadinya pencemaran pada daerah aliran sungai. Tingginya kerapatan penduduk sepanjang kawasan aliran sungai Batang Kuranji karena adanya perkembangan pembangunan fisik (pemukiman) dan usaha sehingga menarik minat masyarakat untuk bermukim di bantaran sung-ai, kondisi lahan yang cocok untuk kegiatan pertanian dan adanya sumber daya alam yang dapat di eksploitasi sebagai mata pencaharian penduduk setempat. Peningkatan laju pertumbuhan penduduk akan mempengaruhi lingkungan yang diakibatkan rendahnya kepedulian masyarakat. Alasan dijadikannya sungai Batang Kuranji sebagai lokasi penelitian karena: (1) Batang Kuranji merupakan salah satu sungai terbesar di kota Padang dengan luas 22.251 Ha (Dinas Kimpraswil kota Padang, 2011) yang mempunyai fungsi ekologi, sosial dan ekonomi, (2) observasi adanya perilaku rumah tangga yang membuang sampah ke tepi sungai dan adanya kegiatan eksploitasi bahan galian-c pada badan sungai yang berada pada daerah proyek Gunung Nago, Kel. Korong Gadang dan Kel. Kalumbuk yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Peningkatan aktivitas pembangunan juga meningkatkan aktivitas peng-galian bahan galianc. Kebutuhan pasir dan batu semakin besar untuk pembangun-an memicu peningkatan eksploitasi pada sungai Batang Kuranji. Perilaku eksploitasi pasir dan batu yang tidak berwawasan lingkungan dimana setiap hari masyarakat melakukan penggalian, dikhawatirkan dapat merusak kondisi fisik badan sungai. Kurangnya kesadaran dan perilaku masyarakat yang tidak menyadari pentingnya pengelolaan lingkungan di sepanjang aliran sungai dapat menimbulkan ancaman kelestarian terhadap lingkungan. Kelangsungan lingkungan DAS akan terlihat hasilnya jika masyarakat yang berada di sepanjang DAS mampu dan mau menjaga lingkungan DAS tersebut, justru itu, untuk menjaga lingkungan sepanjang daerah aliran sungai tetap lestari dituntut perilaku yang bijak dan kepedulian dari seluruh masyarakat terutama masyarakat yang tinggal di sekitar aliran sungai tersebut. Berdasarkan permasalahan yang ada maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, Bagaimana perilaku masyarakat dalam upaya pengelolaan lingkungan sepanjang daerah aliran sungai Batang Kuranji dalam aktivitas penambangan bahan galian pasir golongan C, serta apa saja yang mempengaruhi prilaku masyarakat tersebut, sehingga dapat diukur penyebab dari prilaku masayarakat itu sendiri.
76
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2016 ISBN 978-602-74194-1-4 Purwokerto, 06 Agustus 2016
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan survey, dengan metode kuantilatif, yang merupakan penelitian yang berorientasi pada data primer dan skunder dan difokuskan pada bagaimana prilaku masyarakat dalam upaya pemanfaatan lahan pada daerah aliran sungai Batang kuranji, yang nantinya mempengaruhi pengelolaan lingkungan di sepanjang pada daerah aliran sungai Batang Kuranji. Sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang berada di sepanjang daerah aliran sungai Batang Kuranji. Pengambilan sampel masyarakat menggunakan metoda “non random sampling” atau tidak acak sederhana. Jumlah sampel pada masing-masing kelurahan ditetapkan dengan metoda “propotional to size” dengan menggunakan formula menurut Nazir (1983): ni = Ni x n N
Dimana : ni = jumlah sampel pada kelurahan ke-i Ni = jumlah populasi pada kelurahan ke-i N = jumlah populasi seluruhnya ( 3 kelurahan) n = jumlah sampel seluruhnya (100 rumah tangga)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Batang Kuranji merupakan salah satu aliran sungai utama yang berhulu dari Gunung Sikai dan kemudian mengalir ke daerah selatan melalui sungai Limau Manis. Ada beberapa anak sungai yang bermuara ke sungai Batang Kuranji meliputi sungai: Padang Janiah, Padang Karuah, dan Limau Manis pada daerah hulu dan sungai Kubu Gadang, Balimbing dan Laras pada bagian hilir. Daerah kawasan hulu daearah aliran sungai Batang Kuranji berada pada wilayah Kelurahan Lambung Bukit Kec.Pauh. Sementara daerah yang dikatakan bagian tengah mencakup kelurahan lain dari Kec. Pauh dan sebagian kelurahan dari Kec. Kuranji. Sedangkan daerah hilir meliputi sebagian Kec. Kuranji, Kec. Nanggalo dan Kec.Padang Utara. A. Perilaku Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Perilaku masyarakat yang diamati dalam kegiatan penambangan adalah aktivitas atau kegiatan penambangan pasir dan batu yang dilakukan pada badan sungai. 1.
Pelaksanaan Penambangan Dalam menilai aktivitas penambangan yang dilakukan masyarakat meng-gunakan beberapa pertanyaan. Hasil penelitian menunjukkan umumnya masyarakat yang melakukan penambangan pasir dan batu di Batang kuranji merupakan masyarakat setempat. Dalam hal ini mayoritas masyarakat menjadikan sebagai mata pencaharian utama. Usaha penambangan yang dilakukan di daerah Kalumbuk adalah usaha penambangan kecil atau usaha penambangan rakyat yaitu usaha pertambangan dengan produksi 0 – 20 m3 per hari per lokasi dan tanpa menggunakan mesin.
77
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2016 ISBN 978-602-74194-1-4 Purwokerto, 06 Agustus 2016
Tabel 1. Perilaku masyarakat Dalam Penambangan Pasir dan Batuan Aktivitas 1. 2. 3. 4. 5.
Penambangan dilakukan oleh masyarakat setempat? (-) Penambangan sebagai mata pencaharian utama?(-) Dalam Aktivitas penggalian menggunakan mesin? (-) Sebelum melakukan penambangan meminta ijin kedinas/instansi? (+) Mau mengalihkan usaha penambangan ke bidang usaha lain? (+)
Ya 31 (75,61) 33 (80,49) 0 (0) 0 (0) 23 (56,1)
Jawaban Kadang 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Tidak 10 (24,39) 8 (19,51) 41 (100) 41 (100) 18 (43,9)
Sumber: Diolah dari data primer, 2013 Catatan: ( ) Angka dalam persen Masyarakat yang melakukan penambangan di Kalumbuk tidak memperoleh ijin atas eksploitasi dari dinas atau instansi terkait. Kelurahan Kalumbuk merupakan salah satu lokasi aliran sungai yang dilarang melakukan kegiatan penambangan. Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang sungai pada pasal 29, yang menyatakan dalam melakukan pengerukan atau penggalian serta pengambil-an bahan galian-c pada sungai hanya dapat dilakukan ditempat yang telah ditentu-kan oleh pejabat pemerintah berwenang. Berdasarkan wawancara dengan informan Dinas Pertambangan kota Padang (Yoserizal) menyatakan bahwa,“Untuk mendapatkan surat ijin penambangan pemohon harus mengajukan surat permohonan kepada gubernur, kepala daerah dengan tebusannya kepada walikota, dinas pertambangan, dinas pekerja-an umum, dinas kimpraswil dan kecamatan serta lurah setempat“. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Tk.I Sumatera Barat No.5 Tahun 1993 tentang petunjuk pelaksanaan Perda No.6 Tahun 1992 tentang usaha penambangan galian-c dengan dengan ketentuan tidak menggunakan alat berat namun setelah Pemda mengeluarkan Perda N0. 27 Tahun 2002 tentang usaha pertambangan bahan galian-c dan dilanjuti dengan Perda No.2 Tahun 2006 maka segala aktivitas galian-c pada daerah aliran sungai tidak lagi mendapatkan ijin dari Pemda. Salah seorang tokoh masyarakat Dt. Palimo (56 tahun) masyarakat menganggap, bahwa sumberdaya alam (material) yang ada masyarakat mempunyai hak untuk memanfaatkannya terutama yang tinggal disepanjang aliran sungai dan sebahagian dari mereka ada yang menganggap sebagai lahan mata pencaharian. Pernah dilakukan pendekatan oleh Pemda terhadap aktivitas masyarakat dengan mengalihkannya ke kegiatan lain, seperti pertanian, namun kenyataannya belum terrealisasi, dan sebahagian menolak karena nilai ekonomi (imbalan) dari penggalian pasir dan batu lebih besar. Sehubungan dengan fungsi daerah aliran sungai Batang Kuranji sebagai fungsi ekologi, sosial dan ekonomi maka sungai sebagai sumber air sangat penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat, untuk itu perlu dilakukan pengaturan penggunaan perlindungan dan pengendalian sungai dalam rangka pemanfaatan dan pelestarian.
78
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2016 ISBN 978-602-74194-1-4 Purwokerto, 06 Agustus 2016
2.
Pengelolaan Penambangan Menilai perilaku masyarakat dalam kegiatan penambangan indikator yang digunakan adalah bagaimana pengelolaannya, karena hal ini berhubungan dengan keberlanjutan daerah aliran sungai nantinya, dengan menggunakan beberapa pertanyaan. Dari masyarakat yang ditanyakan (79,23%) melakukan penambangan di-kelola oleh kelompok. Hal ini bertentangan dengan edaran peraturan yang di-keluarkan pemerintah daerah melalui Perda No.1 Tahun 2006 pada pasal 1, menyatakan “setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan pengambilan bahan galian-c diatas bangunan sungai. Pungutan retribusi hasil produksi pasir dan batu hanya dilakukan pada daerah yang mempunyai SIPD (Surat Ijin Penam-bangan Daerah). Pungutan ini ada tahun 1987 dengan tarif iuran eksploitasi Rp.700,00 per ton. Yoserizal menyatakan, sejak tahun 1997 tidak lagi melihat kondisi sungai Batang Kuranji sudah sangat kritis dengan meningkatnya aktivitas masyarakat pada wilayah aliran sungai yang akan membawa dampak yang sangat buruk, untuk itu segala kegiatan pengambilan bahan galian-c harus dihentikan mulai dari kawasan hulu sampai ke muara sungai dalam rangka pemanfaatan dan pelestarian sungai. Tabel 2. Perilaku Masyarakat Dalam Pengelolaan Penambangan Pasir dan Batuan No 1. 2. 3. 4. 5.
Aktivitas Dalam penambangan dikelola oleh kelompok? (-) Adanya pungutan retribusi atas penggalian (bunga pasir)? (+) Dilakukan penertiban oleh Pemda atau instansi terkait? (+) Memberikan teguran kepada orang yang meningkatkan aktivitas penggalian? (+) Mengetahui dampak jelek penambangan terhadap kualitas lingkungan (hidrologi) sungai ? (+)
Ya 30 (73,17) 0 (0) 38 (92,68) 0 (0) 12 (29,27)
Jawaban Kadang-2 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Tidak 13 (31,71) 41 (100) 3 (7,32) 41 (100) 29 (70,73)
Sumber: Diolah dari data primer, 2013 Catatan: ( ) Angka dalam persen. Untuk mencegah dan menjaga kemungkinan terjadinya pelanggaran yang berdampak negatif terhadap alam dan DAS maka Pemda melakukan penertiban. Dari masyarakat yang ditanyakan lebih dari (95,78%) masyarakat menyatakan adanya penertiban dilakukan Pemda, dan pengakuan ini diperkuat dengan pernyataan informan dari Dinas Pertambangan, pengawasan, dan penertiban aktivitas galian-c pada DAS Batang Kuranji dilakukan bekerjasama dengan aparat Satpol PP, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah dan Dinas Pertambangan setiap 1 x 3 bulan. Jika ditemukan pelanggaran maka Pemda akan melakukan tindakan berupa pemasangan papan pengumuman larangan sehingga masyarakat umum mengetahuinya dan menutup jalan masuk ke sungai dengan pagar beton.
79
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2016 ISBN 978-602-74194-1-4 Purwokerto, 06 Agustus 2016
Tidak adanya kontrol sosial dari masyarakat setempat terbukti dari mayoritas (98%) masyarakatn tidak pernah memberikan teguran kepada orang-/kelompok yang meningkatkan aktivitas penggalian. Berdasarkan ketentuan pe-tunjuk teknis usaha pertambangan galian-c yang menyebutkan 500 m dari hulu dan hilir jembatan pada daerah aliran sungai dilarang melakukan eksploitasi. Masyarakat tidak mengetahui dampak penambangan terhadap kualitas lingkungan di karenakan kurangnya pemahaman terhadap kegiatan penambangan berwawasan lingkungan dan anggapan sungai sebagai salah satu sumberdaya alam yang mempunyai potensi ekonomi dan aktivitas pembangunan yang meningkat sehingga permintaan material pasir dan batu meningkat. Perilaku masyarakat dalam kegiatan penambanganakan memberikan kontribusi tidak baik dalam pengelolaan lingkungan. Diantara penyebab kurangnya pemahaman masyarakat terhadap dampak kegiatan tersebut adalah tidak tersedianya sarana dan prasarana serta tindakan yang selama ini dilakukan sudah menjadi kebiasaan. Salah satu proses pembentukan perilaku adalah dengan condisioning atau kebiasaan dimana seseorang akan membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharap-kan sehingga terbentuk perilaku tersebut (Walgito, 2002). Perilaku dalam kegiatan pertanian terlihat masih kurang memahami bentuk teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan, terlihat dari tindakan peng-gunaan pupuk anorganik dan pestisida serta tidak mengetahui dampak tindakan tersebut terhadap lingkungan. Hal ini jika dibiarkan akan berdampak pada pen-cemaran tanah, pencemaran perairan, dan matinya biota perairan. Perilaku kegiatan penambangan terlihat masyarakat yang melakukan penambangan tidak memperoleh ijin (SIPD) dan tindakan tidak berwawasan lingkungan. Jika dibiarkan dapat merusak kondisi fisik sungai, erosi dan pelebaran badan sungai serta pencemaran kualitas air. Berdasarkan penelitian John (2002), aktivitas penduduk seperti: limbah pertanian, limbah rumah tangga, kotoran ternak akan meningkatkan akumulasi bahan organik yang akan didegradasi oleh mikroba sehingga menyebabkan suhu air meningkat dan kegiatan eksplotasi galian-c besar-besaran sehingga banyak truk pangangkutan pasir keluar masuk sungai sehingga meningkatkan derajat keasaman air dan kekuruhan KESIMPULAN Daerah aliran sungai merupakan kawasan yang sangat penting untuk dilindungi. Pengelolaan sungai bertujuan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia seperti; pertanian, penambangan pada badan sungai dan pengelolaan limbah rumah tangga. Yang dapat mengganggu dan merusak kualitas, dasar dan aliran air sungai. Maka berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa Pengaruh perilaku masyarakat secara umum dalam pengelolaan lingkungan Pada indikator penambangan galian-c: dimana perilaku masyarakat dalam pelaksanaan dan pengelolaan ka-tegori “tidak baik” terlihat dari tidak adanya ijin dalam kegiatan penambangan, tidak adanya kontrol sosial dalam aktivitas penambangan pasir dan batu dan masyarakat tidak mengetahui dampak penambangan terhadap kualitas lingkungan.
80
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2016 ISBN 978-602-74194-1-4 Purwokerto, 06 Agustus 2016
DAFTAR PUSTAKA Adi, B., 15 Mei (2004). Kritis Kondisi Sungai di Sumbar Antara Kebutuhan Hidup dan Bersama. Harian Singgalang. Amsyari, F., (1996). Membangun Lingkungan Sehat. Air Langga University Press. Surabaya. Azwar, S., (2003). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Edisi ke-2, Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 198 hal. Badan Pusat Statistik Kota Padang. (2012). Padang Dalam Angka (2012). Kantor Statistik Kota Padang. Brooks, K.N., P.F. Flolliot., H.M. Gregerson., and J.L. Themes. (1989). Hydrology and The Management of Watershead. Ohio University Press, Colombia, USA, p 388. Hakim, N., M.Y. Nyakpa., A.M. Lubis., S.C.Nugroho., M.R. Saul., M.A. Diha., G.B.Homh dan Bailey. (1986). Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. Hasyim, L., Tiwan, C., Dadang,W. (2003). Pengelolaan Sampah Terpadu Se-bagai salah Satu Upaya Mengatasi Problem Sampah di Perkotaan. Makalah PPS IPB. Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 473/Kpts/TP.270/6/1996 tentang Peng-edaran dan Penggunaan Pestisida. Kodoatie, R.J., Sjarief,R. (2003). Pengelolaan Sumber daya Air Terpadu. Andi. Yogyakarta. Mitchell, B., B. Setiawan., D.H. Rahmi. (2000). Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Nazir, M., (1983). Metodologi Penelitian. Penerbit Gramedia. Jakarta. Notoatmodjo, S., (1985). Pengantar Ilmu Perilaku, BPKM-FKM Universitas Indonesia. Jakarta. .(2001). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Andi. Yogyakarta. Peraturan Walikota Padang Nomor 01 Tahun (2006) tentang Larangan Melaku-kan Kegiatan Pengambilan Bahan Galian Golongan-C Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Kuranji. Ryadi, S., (1984). Pencemaran Air, Dasar-Dasar dan Pokok-Pokok Penang-gulanganya. Karya Anda. Surabaya. Salim, E., (1986). Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Penerbit LP3ES. Jakarta. Singarimbun, M dan S. Effendi. (1987). Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta Soerjani, M., (1997). Pembangunan Dan Lingkungan.Institut Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan. Jakarta.
81
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2016 ISBN 978-602-74194-1-4 Purwokerto, 06 Agustus 2016
Soemartono., R.M., Gatot, P. (1996). Hukum Lingkungan Indonesia. Penerbit Sinar Jakarta. Soemarwoto., O. (1990). Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Cetakkan ke-tiga. Gadjah Mada University Press. Sugiyono., (2000). Metoda Penelitian Administrasi. Alfabet. Padang. Supramako., M. (2000). Ekonomi Lingkungan. BPFE. Yogyakarta.
82