PERBEDAAN KECERDASAAN EMOSIONAL PADA SISWA PENGURUS OSIS DENGAN SISWA BUKAN PENGURUS OSIS DI SMA 1 SURUH SALATIGA
OLEH DHITA PRABANDARI 80 2008123
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA SISWA PENGURUS OSIS DENGAN SISWA BUKAN PENGURUS OSIS DI SMA 1 SURUH SALATIGA
Dhita Prabandari Heru Astikasari S. Murti
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan kecerdasan emosional pada siswa pengurus OSIS dengan siswa bukan pengurus OSIS. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa pengurus OSIS dan siswa bukan pengurus OSIS. Pengambilan sampel pengurus OSIS menggunakan sampel jenuh, yaitu semua anggota populasi dijadikan sampel yaitu sebanyak 30 siswa. Sedangkan untuk sampel bukan pengurus OSIS menggunakan teknik proportional random sampling. Skala kecerdasan emosional disusun berdasarkan komponen kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Goleman (2000) yaitu kemampuan interpersonal, kemampuan intrapersonal, penyesuaian diri, penanganan stress, dan suasana hati. Teknik analisis menggunakan Uji Independen T Tes. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kecerdasan emosional pada siswa yang pengurus OSIS dan bukan pengurus OSIS dengan nilai thitung sebesar 5,586 dengan signifikansi sebesar 0,000, karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05), sehingga Ha diterima. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara kecerdasan emosional pada siswa yang pengurus OSIS dan bukan pengurus OSIS. Kata kunci : kecerdasan emosional, pengurus OSIS dan bukan pengurus OSIS
i
Abstract
This study aimed to see whether there are differences in emotional intelligence in students with student council members are not members of the student council. The population in this study were students and student council members are not members of the student council. Sampling council members using saturated sample, ie all members of the population sampled as many as 30 students. While not a member of the student council for samples using proportional random sampling technique. Emotional intelligence scale is based on components of emotional intelligence suggested by Goleman (2000), namely interpersonal skills, ability intrapersonal, adjustment, handling stress, and mood. Independent test analysis techniques using T test. The results showed that there are significant differences between emotional intelligence in students whose members are not members of the student council and the student council with tcount of 5.586 with a significance of 0.000, because the significance value less than 0.05 (0.000 <0.05), so that Ha received , This means that there are significant differences between emotional intelligence in students whose members are not members of the student council and the student council. Keywords: emotional intelligence, student council members and not members of the student council
ii
1
PENDAHULUAN Mengingat bahwa masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya maka untuk menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki apa yang disebut kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif (Mu’tadin, 2002). Peranan IQ hanya sekitar 20 % untuk menopang kesuksesan hidup seseorang, sedangkan 80 % lainnya ditentukan oleh faktor lain, diantaranya kecerdasan emosional. Beberapa ahli dalam bidang tes kecerdasan menemukan bahwa seseorang yang memiliki IQ tinggi dapat mengalami kegagalan dalam bidang akademis, karir dan kehidupan sosial. Banyak orang yang memiliki kecerdasan rata-rata mendapatkan kesuksesan dalam hidupnya. (Goleman, 2001). Kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati (Goleman,2001). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang seperti: lingkungan tempat tinggal, orang tua dan keluarga, sekolah dan variasi teman
2
sebaya dan aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Remaja yang tinggal dengan masyarakat yang sering tawuran, tindak kriminalitas yang tinggi akan mempengaruhi remaja tersebut dalam pengendalian emosinya. Lingkungan tempat tinggal dimana remaja itu berada akan membantu remaja tersebut mencapai kematangan emosional. Pengaruh orang tua dan keluarga juga dapat membantu remaja mencapai kematangan emosional (Goleman, 2001). Remaja membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari kelekatan secara emosional dari orang tua dan keluarga. Sekolah merupakan lembaga yang memiliki peran penting dalam perkembangan remaja. Perlakuan positif yang diberikan oleh pihak sekolah khususnya para guru dapat membantu remaja mencapai kematangan emosional. Remaja yang memiliki variasi teman sebaya dan aktivitas juga dapat membantu remaja mencapai kematangan emosional. Variasi teman sebaya dapat melatih remaja mengenal lebih banyak karakter orang lain. Variasi aktivitas dapat melatih remaja menangani aktivitas yang lebih banyak dengan tingkat kesukaran yang berbeda - beda sehingga dapat membantu remaja mencapai kematangan emosional (Hurlock, 1998). Kematangan emosional menurut Menurut Mahoney (2005) dapat diperoleh di dalam kegiatan sekolah seperti jenis ekstrakurikuler keterlibatan sekolah seperti kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). OSIS adalah satu-satunya organisasi siswa yang sah di sekolah sebagai wadah siswa berorganisasi. Anggota OSIS adalah semua siswa yang masih aktif belajar pada sebuah sekolah. Anggota OSIS ini tidak memerlukan kartu anggota dan keanggotaan berakhir bila siswa tersebut tidak menjadi siswa lagi di sebuah sekolah. Pengurus OSIS adalah siswa yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sebagai pengurus, memiliki struktur dan rincian tugas serta tanggung jawab yang jelas pada setiap jabatan
3
yang dipegang. (Depdikbud Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Kesiswaan, 1997). Siswa yang menjadi pengurus OSIS berbeda dengan siswa yang tidak menjadi anggota OSIS dalam hal variasi aktivitas. Siswa pengurus OSIS memiliki aktivitas yang lebih banyak karena harus melaksanakan tugas sebagai pengurus OSIS dan biasa disibukkan dengan adanya berbagai macam rapat seperti: laporan pertanggungjawaban pengurus OSIS, penyusunan program kerja tahunan OSIS termasuk didalamnya penyelenggaraan acara hari besar keagamaan, hari kemerdekaan, perpisahan, bakti sosial dan buku tahunan. Berbeda dengan siswa anggota OSIS yang kegiatannya pada umumnya hanya pergi dan pulang dari sekolah (Hurlock, 1998). Siswa yang menjadi pengurus OSIS juga berbeda dengan siswa yang tidak menjadi anggota OSIS dalam hal variasi teman sebaya. Siswa pengurus OSIS cenderung memiliki teman sebaya yang lebih bervariasi daripada siswa anggota OSIS. Siswa pengurus OSIS cenderung memiliki kesempatan yang lebih besar memiliki variasi teman sebaya yang berasal dari sekolah lain yang se-daerah ataupun se-Indonesia. Pelatihan kepemimpinan OSIS yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Departemen Pendidikan Nasional telah memberikan kesempatan para pengurus OSIS yang tersebar di seluruh Indonesia untuk berkumpul dan berbagi pengalaman. Pelatihan kepemimpinan OSIS memberikan kesempatan para pengurus OSIS untuk memperbanyak teman dari berbagai daerah. Para pengurus OSIS juga dapat mengetahui keanekaragaman budaya serta etnis yang juga mempengaruhi kultur organisasi sekolah masing - masing (Direktorat Pembinaan SMA, 2007). Penelitian Deniz (2008) yang dilakukan pada siswa di Turki menunjukkan hasil bahwa siswa yang mengikuti kegiatan sekolah seperti ekrakurikuler memiliki
4
kompetensi kecerdasan emosional yang baik pada kesadaran diri, kemampuan mengatasi masalah, dan belajar berperilaku empatik. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Sinta dkk (2009), yang menyatakan terdapat perbedaan kecerdasan emosi pada remaja pengurus OSIS dan remaja bukan anggota OSIS,. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruben Yosafat yang mengatakan bahwa hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan ada perbedaan yang nyata kecerdasaan emosional antara siswa yang menjadi anggota OSIS dan yang tidak menjadi anggota OSIS di SMAN 1 Lawang, Malang. Dimana kecerdasaan emosional siswa yang menjadi anggota OSIS lebih tinggi daripada yang tidak menjadi anggota OSIS, Siswa anggota OSIS tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan kepemimpinan OSIS dan ikut dalam forum komunikasi OSIS sehingga pada umumnya siswa anggota OSIS cenderung memiliki teman yang hanya terbatas pada sekolah yang sama. Menurut Anas (2004) siswa pengurus OSIS mempunyai kesempatan yang besar daripada siswa anggota OSIS untuk menjalin hubungan dengan orang lain baik yang berasal didalam sekolah seperti: seringnya berhubungan dengan kepala sekolah dan para guru maupun dengan pihak diluar sekolah dalam rangka menyukseskan suatu acara. Anas menambahkan bahwa siswa pengurus OSIS harus memiliki kemampuan intrapersonal dan interpersonal yang baik. Bertolak dari latar belakang masalah diatas, peneliti ingin mengetahui bagaimana perbedaan kecerdasan emosional pada siswa pengurus OSIS dan siswa yang bukan anggota OSIS. Adapun permasalahan yang ingin diketahui pada penelitian ini adalah apakah ada perbedaan kecerdasan emosional pada siswa pengurus OSIS dengan siswa yang bykan anggota OSIS?
5
TINJAUAN PUSTAKA Kecerdasan Emosional. Goleman, (2000) mengidentifikasi kecerdasan emosional sebagai team of an array of emotional and sosial knowledge and ability that influence our overall ability to effectively cope with environmental demands.kecerdasan emosional juga dapat diartikan sebagai kemapuan kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber energy (Cooper dan Sawaf,1998). Supardi (2007) mengartikan kecerdasan emosional sebagai suatu dimensi kemampuan yang berupa keterampilan emosional dan sosial yang kemudian membentuk watak dan karakteristik didalamnya terkandung kemampuan-kemampuan seperti kemampuan mengendalikan sosial, empati,motivasi, semangat kesabaran, ketekunan dan keterampilan social.
Aspek Kecerdasan Emosi Sebagai bahan rujukan dan pegangan gambaran kecerdasan emosional yang dimiliki oleh seseorang. Goleman (2000) mengemukakan tentang aspek kecerdasan emosional secara spesifik meliputi: 1)
Kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan sendiri
2)
Pengetahuan diri, yaitu menangani emosi sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas dari guru
6
3)
Motivasi, yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menuntun siswa untuk mengambil inisiatif sehingga bertindak efektif, serta bertahan jika mengalami kegagalan
4)
Empati, yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka dan menumbuhkan hubungan saling percaya
5)
Ketrampilan social, yaitu menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi, mampu berinteraksi dengan baik, menggunakan ketrampilan sosial untuk bekerja sama dengan siswa lain Kelima aspek yang dikemukakan oleh Goleman (2000), yang digunakan untuk
menilai kecerdasan emosi pada siswa anggota OSIS dan bukan anggota OSIS
Perbedaan Kecerdasan Emosional Pada Siswa Pengurus OSIS Dengan Siswa Bukan Anggota OSIS Mahoney (2005) menyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler keterlibatan prososial
lebih
bertujuan
untuk
meningkatkan
kemampuan
kepemimpinan,
mengembangkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual untuk menciptakan lingkungan yang efektif, harmonis terhadap diri sendiri dan terhadap semua pihak. Kegiatan ini dimaksudkan agar siswa terbiasa berinteraksi dan saling kerjasama dengan orang lain. Selain itu kegiatan terebut dapat menumbuhkan kecerdasan emosi siswa karena dengan kegiatan tersebut siswa akan menghargai orang lain, belajar mengendalikan emosi, berempati dengan orang lain, saling tolong menolong dan bekerjasama dalam mengerjakan tugas. Hasil penelitian Deniz (2008) yang dilakukan pada siswa di Turki menunjukkan hasil bahwa siswa yang mengikuti kegiatan sekolah
7
seperti ekrakurikuler memiliki kompetensi kecerdasan emosional yang baik pada kesadaran diri, kemampuan mengatasi masalah, dan belajar berperilaku empatik Menurut Mahoney (2005) jenis ekstrakurikuler keterlibatan sekolah seperti kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) memiliki manfaat meningkatkan kepribadian dan budi pekerti, meningkatkan kemampuan berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan, meningkatkan keterampilan, kemandirian dan percaya diri, meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani, serta mampu menghargai dan menjiwai nilai-nilai seni, meningkatkan dan mengembangkan kreatifitas. Dari hasil penelitian Ashron (2009) menyatakan bahwa siswa yang banyak terlibat dalam kegiatan pemerintahan sekolah mempunyai jiwa kepemimpinan yang tinggi dan juga mempunyai sifat kompetitif. Siswa pengurus OSIS memiliki aktivitas yang lebih banyak karena harus melaksanakan tugas sebagai pengurus OSIS dan biasa disibukkan dengan adanya berbagai macam rapat. Siswa anggota OSIS tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan kepemimpinan OSIS dan ikut dalam forum komunikasi OSIS sehingga pada umumnya siswa anggota OSIS cenderung memiliki teman yang hanya terbatas pada sekolah yang sama. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa siswa pengurus OSIS cenderung memiliki variasi aktivitas yang lebih banyak karena harus melaksanakan tugas sebagai pengurus OSIS dan biasa disibukkan dengan adanya berbagai macam kegiatan. Berbeda dengan siswa anggota OSIS yang kegiatannya pada umumnya hanya pergi dan pulang dari sekolah. .Variasi aktivitas dan variasi teman sebaya tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang
8
(Hurlock, 1998) sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa pengurus OSIS akan memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dari siswa anggota OSIS.
Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori yang telah penulis paparkan diatas, maka hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah; H1 =
Ada perbedaan signifikan kecerdasan emosional pada siswa pengurus osis
dengan siswa bukan pengurus OSIS
METODE PENELITIAN Definisi Operasional Variabel yang digunakan adalah kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan kemampuan yang mencakup memantau perasaan diri sendiri atau orang lain, pengendalian diri, mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif, menguasai kebiasaan pikiran yang dapat mendorong produktifitas dan mampu mengelola emosi yang dapat digunakan untuk membimbing pikiran dan tindakan yang terarah.
Populasi dan Sampel Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa yang menjadi pengurus OSIS dan siswa yang bukan pengurus OSIS. Responden penelitian ini asa dua yaitu pengurus OSIS dan pengurus OSIS. Untuk pengambilan sampel anggota OSIS menggunakan metode sensus, yaitu semua anggota populasi dijadikan sampel, dengan ini sebanyak 30 siswa pengurus OSIS dijadikan sebagai sampel. Sedangkan untuk sampel bukan pengurus OSIS menggunakan teknik proportional random sampling.
9
Dalam proportional random sampling besarnya jumlah sampel yang diambil mengikuti proporsi besarnya jumlah pengurus dari sub-sub populasi, dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan (Hadi, 2000). Jumlah siswa bukan pengurus OSIS dsebanyak 600 siswa dengan proporsi diambil 20 % sehingga diperoleh 30 siswa untuk bukan pengurus OSIS.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dipakai peneliti untuk memperoleh data yang diselidiki. (Suryabrata, 2004). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan memberikan kuesioner kepada pengurus OSIS dan bukan pengurus OSIS.
Skala Pengukuran Skala pengukuran kecerdasan emosi diukur dengan menggunakan skala likert. Range skor untuk pernyataan yang bersifat favorable adalah 4 (SS), 3 (S), 2 (TS) dan 1 (STS).sedangkan skor untuk pernyataan unfavorable adalah 1 (SS), 2 (S), 3 (TS) dan 4 (TS). Semakin tinggi skor skala kecerdasan emosi yang diperoleh, maka akan menunjukan semakin tinggi kecerdasan emosinya. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh, maka akan menunjukan semakin rendah kecerdasan emosinya. Dari hasil penyebaran kuesioner terhadap 60 siswa ( 30 siswa pengurus OSIS dan 30 siswa bukan pengurus OSIS), diperoleh hasil bahwa sebanyak 50 item kecerdasan emosi secara keseluruhan tidak ada yang gugur. Uji Validitas dan Reliabilitas
10
Hasil validitas alat ukur menunjukan hasil nilai item to total correlation yang lebih besar dari 0,3 dan memiliki pergerakan nilai item to total correlation dari nilai 0,3 sampai dengan 0,60, dan diperoleh nilai sig. yang lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan uji reliabilitas yang dilakukan dengan program SPSS 16, ternyata kehandalan dari siswa pengurus OSIS dan siswa bukan pengurus OSIS di SMA negeri I Suruh Salatiga memiliki nilai alpha sebesar 0,663 yang lebih besar dari 0,6. Dengan demikian, siswa anggota OSIS dan siswa bukan anggota OSIS di SMA negeri I Suruh Salatiga adalah reliable atau handal (Ghozali, 2005).
Metode Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui perbedaan kecerdasan emosional antara siswa pengurus OSIS dengan siswa bukan anggota OSIS di SMA Negeri 1 Suruh Salatiga dalam penelitian ini menggunakan uji Independen T test.
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Uji Homogenitas Hasil pengujian dengan menggunakan Levene’s test, diperoleh nilai Levene’s test sebesar 0,095 dengan signifikansi sebesar 0,759 yang lebih besar dari 0,005. Hal ini menunjukan bahwa varian dari dari dua kelompok yang diteliti adalah homogen.
Uji Normalitas
11
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Kilmogrov-Smirnov, untuk mengetahui nilai signifikansi yang menunjukan normalitas data. Kriteria yang digunakan yaitu data dikatakan berdistribusi normal jika koefisien Asymp. Sig pada output sama dan lebih besar dari alpha yang ditentukan yaitu 5%. Hasil olahan menunjukan nilai signifikansi sebesar 0,883 yang lebih besar dari 0,05 (5 %) (p > 0,05), maka dapat disimpulan data dalam penelitian ini normal. Statistik Deskriptif. Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel kecerdasan emosi digunakan 5 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah,. Untuk mengetahui interval maka digunakan rumus sebagai berikut: Interval
=
Untuk perhitungan diperoleh nilai interval sebagai berikut: Interval =
= 30
Tabel Kriteria Skor Kecerdasan Emosi Anggota OSIS Anggota OSIS Bukan Anggota OSIS Inerval Kategori F % Mean std F % Mean std 0 0.00% 0 0.00% 50 ≤ x ≤ 80 Sangat Rendah 0 0.00% 0 0.00% 80 ≤ x < 110 Rendah 3 10.00% 19 63.33% 110 ≤ x < 140 Sedang 151.03 9.11 138.27 8.59 27 90.00% 11 36.67% 140 ≤ x < 170 Tinggi 0 0.00% 0 0.00% 170 ≤ x < 200 Sangat Tinggi Total 30 100.00% 30 100.00% Hasil analisis deskriptif di atas menunjukan bahwa kecerdasan emosi pada siswa anggota OSIS cenderung berada pada kategori tinggi dengan nilai rata-rata 151.03. Sedangkan untuk siswa bukan anggota OSIS cenderung berada pada kategori sedang dengan nilai rata-rata 138.30
12
Hasil Uji Perbedaan Berikut disajikan hasil olahan Independen t Test perbedaan kecerdasan emosi pada siswa yang pengurus OSIS dan bukan pengurus OSIS. Hasil uji beda (t-test) menunjukan nilai thitung sebesar 5,586 dengan signifikansi sebesar 0,001, karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05), sehingga Ha diterima. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara kecerdasan emosi pada siswa yang pengurus OSIS dan bukan pengurus OSIS
Tabel Uji Indepenten T Test Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Kecersasan EmosiEqual variances assumed Equal variances not assumed
.529
Sig. .470
t-test for Equality of Means
t 5.586 5.586
Mean Std. Error Sig. (2-tailed) Difference Difference
df 58 57.803
Lower
.001
12.77
2.286
8.192
.001
12.77
2.286
8.191
Pembahasan Hasil analisis data terhadap kecerdasan emosi pada siswa yang anggota OSIS dan bukan anggota OSIS diperoleh nilai thitung sebesar 5,586 dengan signifikansi sebesar 0,000, karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,001 < 0,05), sehingga Ha diterima. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara kecerdasan emosi pada siswa yang pengurus OSIS dan bukan pengurus OSIS.
95% C Interva Diffe
13
Hal ini berarti bahwa siswa pengurus OSIS memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dibandingkan dengan siswa bukan pengurus OSIS. Hal ini sesuai dengan pendapat Goleman (2001) yang menyatakan jika kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati (Goleman,2001). Perbedaan dua mean kecerdasan emosi pada siswa yang pengurus OSIS dan bukan pengurusOSIS dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel Perbedaan Kecerdasan Emosi Pasa Siswa Pengurus OSIS dan Bukan Pengurus OSIS Group Statistics
Kecersasan Emosi
Perbedaan PengurusOSIS BukaPengurus OSIS
30
Mean 151.03
Std. Deviation 9.107
Std. Error Mean 1.663
30
138.27
8.590
1.568
N
Hasil statistik menujukkan bahwa rata-rata jawaban responden mengenai kecerdasan emosi pada siswa yang pengurus OSIS lebih besar dari siswa bukan pengurus OSIS. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosi pada siswa pengurus OSIS lebih tinggi dari siswa bukan pengurus OSIS, hal ini karena siswa pengurus OSIS cenderung memiliki variasi aktivitas yang lebih banyak karena harus melaksanakan tugas sebagai pengurus OSIS dan biasa disibukkan dengan adanya berbagai macam kegiatan. Berbeda dengan siswa bukan pengurus OSIS yang kegiatannya pada umumnya hanya pergi dan pulang dari sekolah. .Variasi aktivitas dan variasi teman sebaya tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan
14
emosional seseorang (Hurlock, 1998) sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa pengurus OSIS akan memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dari siswa pengurus OSIS.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kecerdasan emosi pada siswa yang pengurus OSIS dan bukan pengurus OSIS diperoleh nilai thitung sebesar 5,586 dengan signifikansi sebesar 0,001, karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,001 < 0,05), sehingga Ha diterima. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara kecerdasan emosi pada siswa yang pengurus OSIS dan bukan pengurus OSIS.
Saran Berdasarkan hasil yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya keterbatasan yang dimiliki oleh penelitian ini, maka dari itu peneliti mengajukan beberapa saran berikut: 1.
Saran teoritis Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian tentang
kecerdasan emosional pada siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler disarankan agar mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seperti lingkungan keluarga, tempat tinggal, lingkungan sekolah dan kegiatan lain yang diikuti siswa di luar sekolah.
15
2.
Saran Praktis Para pembina OSIS, guru dan pengurus kegiatan ekstrakulikuler harus
memperhatikan seluruh aspek-aspek yang dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa, karena kegiatan ekstrakurikuler jenis apapun sebenarnya dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa menjadi lebih baik lagi. Dari hasil penelitian, siswa bukan pengurus OSIS nilai rata-rata lebih rendah dari siswa pengurus OSIS Oleh karena itu, disarankan kepada pembina OSIS, guru dan pengurus kegiatan ekstrakulikuler untuk memperbaiki cara pembinaan pada siswa agar tidak hanya mengutamakan kemampuan membaca dan meulis saja, melainkan meningkatkan kemampuan untuk mengaktualkan diri, belajar untuk mengungkapkan pendapat, ber kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Afiah, 2014. hubungan antara kecerdasan emosional dan penyesuaian social pada siswa di Mi Sultan Agung Sleman. Fakultas Psikologi. Universitas Gajah Mada Yogyakarta Asrori, 2009. Hubungan Kecerdasan Emosi dan Interaksi Teman Sebaya Dengan Penyesuaian Sosial Pada Siswa Kelas VLLL Program Akselerasi di SMP Negeri 9 Surakarta. Program Studi Psikologi. Universitas Sebelas Maret
16
Surakarta Azwar, Saifuddin. 2008. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Chaplin, J. P. (2008). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Cooper, Robert and Ayman Sawaf, 1998, Executive EQ, Emotional Intelligency in Business, London: Orion Business Book. Fahmy, Mustafa. 1992. Penyesuaian Diri. Jakarta : Bulan Bintang Gerungan, W.A. 1988. Psikologi Sosial. Eresco. Jakarta. Goleman, D, (2000). Kecerdasan Emosional, Mengapa EI lebih Penting dari pada IQ. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hurlock, E.B., (1994). Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Erlangga. Jakarta Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta : Andi Hurlock, Elizabeth B, 1998. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Ichsan , 2013. hubungan kecerdasan emosi dengan penyesuaian sosial peserta didik SMP Negeri 20 Padang. Fakultas Psikologi. Universitas Diponegoro Semarang Sunarto, dan Hartono, B.A. 2002. Perkembangan Perserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta. Supriadi. 2007. Educational Leadership. Jurnal Pendidikan Suryabrata. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada Shapiro, Lawrence, E. (1997). Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. Jakarta : Gramedia Surya, M. (1990). Psikologi Perkembangan. Bandung : Publikasi Jurusan PPB FIP IKIP Bandung. Willis , 1993. Konsonansi Kognitif Siwsa Terhadap Peran Guru dan Dampaknya Terhadap Penyesuaian Sosial Siswa di Sekolah. Disertasi Pada PPS UPI Bandung Yosafat, R. (2000). Perbedaan Self Efficacy Siswa Yang Menjadi Anggota Osis Dengan yang Tidak Menjadi Anggota Osis di SMAN 1 Lawang. ISSN: 0853 8050 Yusuf, L.N. (2004). Psikologi Anak dan Remaja. Remaja Rosdakarya. Bandung.