PERBANKAN SYARIAH DAN WAKAF PRODUKTIF: SEBUAH PROPOSAL PRODUK SOSIONOMIK Sugianto IAIN Sumatera Utara, Medan Bambang Kusnadi PT Bank Muamalat Indonesia, Medan Jl. Ksatria Gg. Damai No. 1A Tanjung Rejo, Medan e-mail:
[email protected]
Abstrak Waqf is one of religious aspect that has the economic dimension. Waqf is one instrument that serve as the distributor of the wealth from the the have to the have not. Management of waqf in fiqh is not limited to worship interests alone but can be used to improve the welfare of the people. Product model of productive waqf is a model of banking products that synergize syarriah Islamic institutions with Islamic banking institutions in order to increase the role of the economic empowerment of the people. This model is quite implementative applied by the Islamic banking and special needs of each institution and the region. Kata kunci: wakaf, produktif, SPV, agent marketing
A. Pendahuluan Salah satu problematika mendasar yang saat ini masih dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah problematika kemiskinan. Berdasarkan data statistik per September 2011, jumlah penduduk miskin nasional berada dalam posisi 12,36 % atau sekitar 29,89 juta dari total penduduk Indonesia. Namun, angka tersebut hanyalah berkurang 27,74% dibandingkan tingkat kemiskinan pada tahun 1976. Dengan demikian, dalam kurun waktu hampir 3 dekade, kebijakan ekonomi nasional beserta strateginya hanya memangkas tingkat kemiskinan sekitar 24 juta orang. Perkembangan jumlah penduduk miskin Indonesia dapat dilihat pada gambar 1. Jika dilihat sebaran kemiskinan di Indonesia, maka berdasarkan data statistik per 2011 bahwa sebaran kemiskinan di pedesaan menunjukkan dua kali lebih besar dibandingkan di perkotaan, sekitar 15,59% dan 9,09%, atau 18.94 juta berbanding 10,95 juta orang. Sebaran kemiskinan di Indonesia ini dapat dilihat pada table 1. Sementara angka pengangguran sebelum krisis ekonomi, tahun 1996, tingkat pengangguran nasional sekitar 4,8%, dan enam belas tahun kemudian tingkat pengangguran per Agustus 2011 telah meningkat kepada 6,56% atau sebanyak 7,70 juta jiwa.1
1
BPS, Data Sosial Ekonomi, 2012.
38.70 37.90 38.39 37.34 36.15 35.10
39.05 37.17 34.97 32.53 31.02 29.89
19.14 18.41 18.19 17.42 16.66 15.97
2006 17.75 2007 16.58 2008 15.42 2009 14.15 2010 13.33 2011 12.36
2000 2001 2002 2003 2004 2005
1976 40.10 54.20 1980 28.60 43.20 1984 21.60 35.00 1987 17.40 30.00 1990 15.10 27.20 1993 13.70 25.90 1996 11.30 22.50 17.70 34.50 1997 1998 24.20 49.50 1999 23.40 48.00
Gambar 1. Perkembangan jumlah penduduk miskin Indonesia tahun 1976 - 2011
Number of poor (million)
Poverty rate (%)
Sumber : BPS (2011). Kondisi ini sesungguhnya merupakan potret dari kemiskinan struktural. Artinya, kemiskinan yang ada bukan disebabkan oleh lemahnya etos kerja, melainkan disebabkan oleh ketidakadilan sistem. Kemiskinan model ini sangat membahayakan kelangsungan hidup sebuah masyarakat, sehingga diperlukan adanya sebuah mekanisme yang mampu mengalirkan kekayaan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat mampu (the have) kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu (the have not). Ajaran Islam memiliki beberapa instrumen yang berfungsi sebagai distributor aliran kekayaan dari tangan the have kepada the have not. Di samping zakat, sebagai rukun Islam yang ketiga dan kewajiban bagi Muslim yang mampu, merupakan instrumen utama, wakaf dan jenis infaq sunnat lainnya juga merupakan instrumen distribusi aliran kekayaan. Perbedaan wakaf dengan instrumen lainnya, baik zakat maupun infaq lainnya adalah harta wakaf dalam bentuk materinya tidak boleh habis atau dihabiskan. Sedangkan secarra khusus perbedaannya dengan zakat adalah penerima manfaat wakaf tidak ditentukan secara pasti sebagaimana mustahiq zakat yang ditentukan kepada delapan asnaf. Wakaf, menurut Yasir Nasution, memiliki dua dimensi, yaitu dimensi ibadah dan dimensi muamalah. Dari pihak orang yang berwakaf (waqif) tampak dimensi pengabdian (attabarru’), sementara dari mekanisme dan manfaatnya bagi orang lain kelihatan dimensi sosial ekonominya. Dimensi ibadahnya memperlihatkan status hukum yang bersifat baku, sedangkan dimensi muamalahnya menunjukkan felksibilitas dan dinamika. Hukumnya
sebagai ibadah tidak mengalami perubahan, tetapi mekanismenya sebagai muamalah dapat berkembang sesuai dengan fungsi dan tujuannya.2
Tabel 1. Angka dan Tingkat Kemiskinan di Indonesia 1976-2010
Year
Percentage of People
The Number of people below
below the poverty line
poverty line (in million)
Urban
Rural
Urban+Rural
Urban
Rural
Urban+Rural
1976
38,8
40,4
40,1
10,0
44,2
54,2
1978
30,8
33,2
33,3
8,3
38,9
47,2
1980
29,0
28,4
28,6
9,5
32,8
42,3
1981
28,1
26,5
26,9
9,3
31,3
40,6
1984
23,1
21,2
21,6
9,3
25,7
35,0
1987
20,1
16,1
17,4
9,7
20,3
30,0
1990
16,8
14,3
15,1
9,4
17,8
27,2
1993
13,4
13,8
13,7
8,7
17,2
25,9
1996
9,7
12,3
11,3
9,6
24,9
34,5
1998
21,9
25,7
16,7
17,6
31,9
49,5
1999
19,4
26,0
23,5
15,6
32,3
48,0
2000
14,6
22,4
19,1
12,1
25,2
37,3
2001
9,8
24,8
18,4
8,5
28,6
37,1
2002
14,5
21,1
18,2
13,3
25,1
38,4
2003
13,57
20,23
17,4
12,2
25,1
37,3
2004
12,6
19,5
16,7
11,5
24,6
36,1
2005
12,05
18,7
15,97
11,6
23,5
35,1
2006
13,4
20,8
17,8
12,9
26,2
39,05
2007
13,559
23,609
37,163
12,52
20,37
16,58
2008
12,768
22,194
34,963
11,65
18,93
15,42
2009
11,910
20,619
32,530
10,72
17,35
14,15
2010
11,097
19,925
31,023
9,87
16,56
13,33
2011
9,09
15,59
12,36
10,95
18,94
29,89
Sumber : BPS (2011). Tahun 2011 adalah data per September 2011.
2M. Yasir Nasution, “Rekonstruksi Fiqh Wakaf Berwawasan Ekonomi Syari’ah.” Dlm. Azhari Akmal Tarigan dan Agustianto (peny.), Wakaf Produktif: Pemberdayaan Ekonomi Umat (Medan: IAIN Press, t.th.), h. 73-74.
Berdasarkan uraian di atas wakaf dapat menjadi sebuah solusi dalam pemberdayaan ekonomi umat. Fungsi ekonomi wakaf tersebut dapat diintegrasikan dengan perbankan syariah. Perbankan syariah di samping sebagai lembaga intermediary juga berfungsi sebagai lembaga yang menyuburkan zakat dan pemberdayaan ekonomi umat. Paper ini bertujuan untuk merekonstruksi wakaf sebagai produk sosionomik bagi perbankan syariah. Paper ini didahului dengan literature review tentang wakaf, Tabung Haji Malaysia: sebuah inspirasi dan model produk wakaf produktif.
B. Literature Review 1. Wakaf Wakaf telah dikenal oleh umat Islam sejak Nabi Muhammad saw masih ada yaitu sejak beliau hijrah dari Makkah ke Madinah. Tepatnya, wakaf disyariatkan pada tahun kedua Hijrah. Para Ulama berpendapat bahwa sejarah awal wakaf dimulai oleh Umar bin Khattab terhadap tanahnya di Khaibar. Menurut keterangan Ibn Umar sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, Umar bertanya kepada Rasulullah tentang bagaimana sebaiknya memperlakukan tanahnya tersebut. Atas saran Rasul Umar mewakafkan tanah tersebut dan mensedekahkah hasilnya kepada fakir miskin, kaum sahabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan kepada para tamu. Perbuatan Umar ini kemudian diikuti oleh Abu Thalhah, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang mewakafkan kebun kesayangannya “Bairoha”. Selanjutnya disusul oleh para sahabat yang lain seperti Abu Bakar, Usman, Ali bin Abi Thalib, Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubir bin Awwam dan Aisyah istri Rasulullah. Wakaf (bahasa Arab) berasal dari kata “waqafa – yaqifu - waqfan” yang berarti menahan, berhenti, diam di tempat atau tetap berdiri. Kata yang mempunyai arti sama adalah “habasa – yahbisu – habsan” . Sedangkan dalam terminologi fiqh berarti:
ﺣﺒﺲ ﻣﺎﻝ ﳝﻜﻦ ﺍﻻﻧﺘﻔﺎﻉ ﺑﻪ ﻣﻊ ﺑﻘﺎﺀ ﻋﻴﻨﻪ ﺑﻘﻄﻊ ﺍﻟﺘﺼﺮﻑ ﺭﻗﺒﺘﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻮﺍﻗﻒ ﻭﻏﲑﻩ ﻋﻠﻰ ﻣﺼﺮﻑ ﻣﺒﺎﺡ ﻣﻮﺟﻮﺩ ﺍﻭ 3
.ﺑﺼﺮﻑ ﺭﻳﻌﻬﻌﻠﻰ ﺟﻬﺔ ﺑﺮ ﻭﺧﲑ ﺗﻘﺮﺑﺎ ﺍﱃ ﺍﷲ ﺗﻌﺎﱃ
(Menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya serta substansi (‘ain) harta itu tetap dengan jalan memutuskan hak penguasaan terhadap harta itu dari orang yang berwakaf; 3
154.
Wahbah az-Zuhaili, al-Washaya wa al-Waqf fi al-Fiqh al-Islami (Damaskus: Dar al-Fikr, 1987), h.
ditujukan untuk penggunaan yang halal (mubah) atau memanfaatkan hasilnya untuk tujuan kebaikan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah swt.)
Menurut UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf pasal 1 wakaf adalah: Perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan / atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untukjangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan / atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Defenisi-defenisi di atas menunjukkan bahwa wakaf adalah ibadah sosial, bukan ibadah murni, yaitu ibadah yang memiliki dimensi sosial yang kuat. Dari sudut orang yang berwakaf, ini merupakan ibadah (ungkapan kepatuhan dan penghambaan diri) kepada Allah swt; tetapi dari proses pelaksanaan dan dari sudut penerima hasil wakaf, ini adalah bagian dari ketentuan syari’at Islam untuk melakukan distribusi kekayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial secara menyeluruh. Penjelasan di atas tampak tergambar dari berbagai ayat dan hadis Nabi Muhammad saw sebagai dalil yang menjadi dasar disyari’atkan wakaf. Hal tersebut seperti dalam QS. AlHajj (22): 77; Ali ‘Imran (3): 92; dan al-Baqarah (2): 261. Surah al-Hajj (22): 77 menjelaskan:
. ﻭﺍﻓﻌﻠﻮﺍ ﺍﳋﲑ ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﻔﻠﺤﻮﻥ (Perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan)
Dalam surah Ali ‘Imran (3): 92 disebutkan:
.ﻟﻦ ﺗﻨﺎﻟﻮﺍ ﺍﻟﱪ ﺣﱴ ﺗﻨـﻔﻘﻮﺍ ﳑﺎﲢﺒﻮﻥ ﻭﻣﺎﺗﻨﻔﻘﻮﺍ ﻣﻦ ﺷﺊ ﻓﺎﻥ ﺍﷲ ﺑﻪ ﻋﻠﻴﻢ (Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui)
Sementara dalam surah al-Baqarah (2): 261 Allah SWT berfirman:
ﻣﺜﻞ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻨﻔﻘﻮﻥ ﺃﻣﻮﺍﳍﻢ ﰱ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﷲ ﻛﻤﺜﻞ ﺣﺒﺔ ﺍﻧﺒﺘﺖ ﺳﻨﺎﺑﻞ ﰱ ﻛﻞ ﺳﻨﺒﻠﺔ ﻣﺎﺋﺔ ﺣﺒﺔ ﻭﺍﷲ ﻳﻀﺎﻋﻒ ﳌﻦ ﻳﺸﺂﺀ ﻭﺍﷲ .ﻭﺍﺳﻊ ﻋﻠﻴﻢ
(Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Kuasa (Karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.)
Hadis yang diriwayatkan Muslim berikut adalah hadis yang mendasari wakaf, di samping hadis Ibnu Umar yang diriwayatkan Muslim dan hadis Anas yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim yang telah disinggung sebelumnya:
ﺃﻭ ﻋﻠﻢ, ﺻﺪﻗﺔ ﺟﺎﺭﻳﺔ, ﺇﺫﺍ ﻣﺎﺕ ﺍﺑﻦ ﺁﺩﻡ ﺍﻧﻘﻄﻊ ﻋﻤﻠﻪ ﺇﻻ ﻣﻦ ﺛﻼﺙ:ﻋﻦ ﺃﰉ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﺃﻥ ﺍﻟﻨﱮ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ ( ﺃﻭ ﻭﻟﺪ ﺻﺎﱀ ﻳﺪﻋﻮﻟﻪ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ, ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﻪ (Dari Abu Hurairah r.a., sesungguhnya Nabi Muhammad saw. telah bersabda: “Apabila anak Adam (Manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara: Shadaqah Jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan dan anak sholeh yang mendoakan”.) Menurut fiqih,4 wakaf dinyatakan sah apabila semua rukun dan syaratnya terpenuhi secara lengkap. Rukun (unsur-unsur yang membentuk) wakaf terdiri atas: orang yang berwakaf (waqif), harta yang diwakafkan (al-mauquf), penerima wakaf (al-mauquf ‘alaih), dan akad atau pernyataan berwakaf (‘aqd al-waqf aw shigat al-waqf) dari orang yang berwakaf. Keempat rukun ini, masing-masing memiliki syarat-syarat. Orang yang berwakaf harus mempunyai kecakapan bertindak secara hukum Islam, yaitu dewasa, sehat akalnya, tidak dibatasi hak penguasaannya atas hartanya (ghair mahjur ‘alaih), dan memiliki harta yang hendak diwakafkannya. Adapun benda yang diwakafkan harus berwujud barang yang sah diperjualbelikan, dimilki sepenuhnya oleh waqif pada saat wakaf dilaksanakan, bermanfaat, dan substansinya tetap (baqa`u ‘ainihi), dikatakan dengan jelas jenis, jumlah dan batasnya. Pernyataan wakaf dari waqif harus tegas dan jelas tujuannya, tidak dibatasi oleh waktu, dan tidak dipertautkan dengan suatu syarat (kepentingan). Sedangkan penerima wakaf dapat berupa perorangan, kelompok orang dan badan atau lembaga harus disebutkan secara jelas di dalam pernyataan wakaf. Rukun dan persyaratan tersebut juga dijelaskan dalam PP No. 38 Tahun 1977 pasal 36; KHI pasal 217-218 dan UU No. 41 Tahun 2004 pasal 6 – 23. Secara khusus juga diatur secara administratif tentang keharusan pendaftaran wakaf kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar
4Di
antaranya az-Zuhaili, al-Washaya wa al-Waqf.
Wakaf (PP No. 38 Th 1977 pasal 5 dan 9; KHI pasal 218 (1); UU No. 41 Th 2004 pasal 17 dan 32). Konsekuensi logis dari pernyataan wakaf, maka jelas bahwa kedudukan wakaf adalah sebagai salah satu macam shodaqah. Karena itu, harta wakaf terlepas dari hak milik waqif, dan tidak pula pindah menjadi milik orang atau badan yang menjadi tujuan wakaf. Pada umumnya di dalam buku-buku fiqih ditegaskan bahwa kepemilikan harta wakaf beralih dari waqif kepada Allah swt dan tidak boleh dijual, tidak boleh diberikan/ dihibahkan dan tidak boleh diwariskan. Orang yang mengelola wakaf disebut nazhir atau mutawalli.
2. Fungsi dan Pengelolaan Wakaf Dilihat dari fungsi wakaf sebagai salah satu instrumen distribusi kekayaan dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial secara menyeluruh, maka dimensi muamalahnya memerlukan perhatian yang lebih khusus. Sejarah umat Islam telah membuktikan besarnya peranan wakaf dalam rangka menciptakan keadilan sosial ekonomi. Informasi yang didapat dari catatan wakaf di Istanbul, Jerussalem, Kairo dan kota-kota lainnya menunjukkan bahwa tanah-tanah wakaf meliputi sebahagian besar dari keseluruhan wilayah yang dipergunakan masyarakat.5 Di Turki, sekitar sepertiga dari tanah yang dimanfaatkan adalah harta wakaf. Selain dalam bentuk tanah, di dunia Islam, wakaf juga terdiri atas rumah sakit, sekolah, mesjid, kuda dan kebutuhan publik lainnya, seperti wisma, kamar mandi, sumber air minum, jembatan dan taman kota.6 Hasil wakaf juga dipergunakan untuk membiayai pengelolaan pendidikan, para guru, para pelajar, dokter, perawat dan pasien. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf juga mengatur tentang pengelolaan wakaf tersebut. Dalam Pasal 4 dijelaskan bahwa Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya. Sedangkan Pasal 5 menjelaskan bahwa wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Dalam pengelolaannya agar manfaat ekonominya tercapai, maka nazhir sebagai pengelola wakaf harus mengelola wakaf secara produktif (Pasal 43).
5 6
Monzer Kahf, Waqf and Its Sociological Aspects, Waqf Website, 1993, h.19. Yedyyildiz, Place of the Waqf, h. 2-6
C. Tabung Haji Malaysia: Sebuah Inspirasi Paper ini terinspirasi dari perkembangan bisnis Tabung Haji Malaysia (TH), terutama usaha perkebunan yang dijalankan oleh anak perusahaannya di Indonesia, walaupun pendirian TH tidak bersumber dari wakaf. Tabung Haji Malaysia didirikan pada bulan Agustus tahun 1962 dan beroperasi pada 30 Septembar tahun 1963. Konsep lembaga ini adalah menghindarkan umat Islam yang akan beribadah haji terhindar dari riba.7 Pada dasarnya, TH memiliki dua strategi utama. Pertama, bertujuan untuk memperbaiki masalah sosial-ekonomi kaum muslim. Sementara, kedua, pada saat yang sama memungkinkan mereka untuk berinvestasi dan berpartisipasi secara efektif dalam pembangunan ekonomi nasional. TH adalah lembaga keuangan syariah sejenis perbankan yang diawali dengan 1.281 nasabah di 1963 dan deposit sebesar US $ 15.400 melalui tiga kantor cabang, TH kini telah tumbuh menjadi entitas perusahaan besar.8 Perkembangan TH dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang cukup pesat, TH telah membukukan laba yang cukup besar selama kurun waktu 1990-1994. Laba yang dihasilkan pada tahun 1994 RM 214,8 Juta, dibandingkan dengan profit yang dihasilkan pada tahun 1993 RM 170,3 Juta setelah dikurangi dengan zakat. Tren ini menunjukkan bahwa tabung haji telah menjaga peningkatan profit dengan rata-rata peningkatannya sebesar 43% per tahun. Pada tahun 1994 ini TH telah menambah investasinya pada perusahaan makanan halal sebesar 300 Juta. Keuntungan yang diperoleh pada tahun 1995 meningkat tajam yang berhasil menghimpun dana mencapai RM 3.113 juta, sedangkan pada tahun 1996 meningkat 37% menjadi RM 4,272 juta. Selain itu tabung haji terlibat pula dalam pembangunan Kuala Lumpur Internasional Airport (KLIA), pembangunan pembangkit listrik Bakun Dam di Sarawak, dan investasi-ivestasi lain dengan berbagai perusahaan Eropa. TH mampu menguasai saham beberapa perusahaan yang sangat menguntungkan. Di antaranya petronas, pabrik pengelolaan kelapa sawit, KLIA, sirkuit serpang dan banyak sektor lainnya. Praktis, dana abadi umat Islam di Malaysia membawa kemaslahatan yan maksimal melalui transformasi kegiatan menjadi salah atau tulang punggung ekonomi Malaysia.
7
Mohd Shuhaimi Bin Haji Ishak, “Tabung Haji as an Islamic Financial Institution for Sustainable Economic Development” 2011 2nd International Conference on Humanities, Historical and Social Sciences
IPEDR vol.17 (2011) © (2011) IACSIT Press, http://www.tabunghaji.gov.my/web/guest/profil-korporat 8
Shuhaimi, Tabung Haji, h. 237.
Singapore,
h.
236-7.
Lihat
juga
Gambar 2. Alokasi investasi Tabung Haji Malaysia per Desember 2011
Sumber: http://www.tabunghaji.gov.my TH Plantation Bhd. yang merupakan anak perusahaan TH di sektor perkebunan hingga Desember 2011 telah membukukan laba bersih sebesar RM 149,765 juta.9 Saat ini investasi TH sangat beragam. Terbesar adalah pada sektor perdagangan dan jasa sebesar 38,2%. Sektor bidang perkebunan adalah sektor investasi TH terbesar kedua, yaitu 17,7%. Total area perkebunan TH di Indonesia saat ini adalah 82,148 ha yang tersebar di Riau dan Kalimantan.10 Perkembangan perusahaan milik TH di Indonesia dapat dilihat pada gambar 3. Keberhasilan TH, terutama dalam bidang perkebunan di Indonesia mendorong perlunya sebuah inovasi produk perbankan syariah dengan memanfaatkan dana-dana non komersil, seperti wakaf untuk menjadi produktif dan bermanfaat bagi pemberdayaan ekonomi umat maupun untuk kegiatan dakwah dan keagamaan.
9
TH Plantation, Annual Report 2011. http://www.tabunghaji.gov.my.
10
Gambar 3. Perusahaan Tabung Haji Malaysia di Indonesia In
D. Model Produk Wakaf Produktif 1. Sinergi Lembaga Keagamaan dan Perbankan Syariah Implementasi wakaf produktif merupakan program sinergitas antar berbagai potensi umat Islam. Lembaga keagamaan, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Wakaf Indonesia (BWI), organisasi-organisasi organisasi organisasi keagamaan, organisasi profesi dan penggiat ekonomi syariah, individu yang berkeinginan untuk berwakaf serta lembaga keuangan syariah seperti perbankan syariah adalah stakeholder dalam program wakaf produktif. MUI atau organisasi keagamaan adalah lembaga yang dipercaya umat sebagai pendiri badan wakaf. Hal ini disebabkan individu-individu individu individu lembaga ini mempunyai kapabilitas dan kapasitas terutama dalam kacamata keagamaan untuk mendirikan badan wakaf ini. Sementara
perbankan syariah adalah lembaga keuangan yang berdasarkan prinsip syariah dapat menjadi partner dalam pendirian badan wakaf tersebut.
2. Jenis Investasi Wakaf Produktif Badan wakaf atau nazhir yang didirikan sebagai pengelola wakaf dapat menginvestasikan harta arta wakaf sesuai dengan potensi ekonomi di daerah masing-masing. masing Kajian dan studi atas potensi tersebut sangat diperlukan terutama untuk mengantisipasi dan mengeliminir risiko dari setiap jeenis investasi tersebut. Hal ini dikarenakan harta wakaf tidak boleh habis atau hilang. Sumatera, misalnya sangat menarik untuk investasi dalam bidang perkebunan sedangkan daerah lain seperti di kota-kota kota kota besar investasi di bidang infastruktur atau penyewaan gedung perkantoran atau pusat perdagangan. Sedangkan kaitannya dengan perbankan syariah adalah terkait pengembangan portofolio pembiayaan sesuai dengan jenis investasi. 3. Tahapan Wakaf Produktif a. Tahap Pertama ertama: Pendirian Badan Wakaf Tahap pertama ini adalah pendirian Badan Wakaf oleh lembaga keagamaan. Badan Wakaf ini dimaksudkan sebagai nazhir bagi pengelolaan harta wakaf sebagai badan otonom dari lermbaga tersebut. Pendirian dan pengelolaan badan wakaf harus mengacu kepada UU No. 41 Tahun 2004. Gambar 4. Tahap pertama, pendirian Badan Wakaf
Berdasarkan Pasal 9 UU No. 41 Tahun 2004 nazhir wakaf dapat perseorangan, per organisasi atau badan hukum. kum. Persyaratan Nazir: 1) Perseorangan menurut Pasal 10 (1) adalah: a) warga negara Indonesia; b) beragama Islam;
c) dewasa; d) amanah; e) mampu secara jasmani dan rohani; dan f) tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. 2) Nazir organisasi menurut Pasal 10 (2) a) Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan; dan b) organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam. 3) Nazir badan hukum menurut Pasal 10 (3) a) Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan; b) Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; dan c) Badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam. Dalam tugasnya sebagai pengelola harta wakaf, nazir harus memperhatikan pasal 42 dan 43 UU ini. 1) Pasal 42: Nazir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya. 2) Pasal 43: (1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah. (2) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara produktif. (3) Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada ayat (1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin syariah.
b. Tahap Kedua: Pembentukan SPV Pada tahap kedua ini Badan Wakaf membentuk atau mendirikan sebuah perusahaan Special Purpose Company (SPV) yang akan mengelola secara khusus dan professional bidang usaha dari harta wakaf seperti perkebunan. Karena Badan Wakaf belum memiliki modal atau
equity untuk menjalankan perusahaan tersebut, maka badan Wakaf berupaya mencari Tokoh Pengusaha Muslim yang bersedia mengalokasikan surplus su plus dananya dalam bentuk pinjaman temporer atau waqaf muaqqa qat. Dana pinjaman atau wakaf muaqqat tersebut dijadikan sebagai equity dalam membangun SPV tersebut. Pendirian SPV ini menjadi penting karena harta wakaf harus tetap terjaga kekekalannya dan produktif sehingga hasilnya dapaat dimanfaatkan sesuai tujuan wakaf. SPV yang didirikan hendaknya knya berbadan hukum perseroan (PT). Hal ini dimaksudkan bahwa kepemilikan keseluruhan saham SPV ini adalah wakaf umat Islam yang dipercayakan kepada Badan Wakaf sebagai nazir. Dalam tahap ini jika pemilik dana memilih untuk berwakaf secara muaqqat artinya harta yang diwakafkan bersifat tidak kekal, tetapi sesuai dengan waktu tertentu yang diperjanjikan dalam akad wakaf. Ketika waktu berakhir sesuai yang diperjanjikan dalam akad, maka harta wakaf tersebut kembali kepada pewakaf. Posisi equity yang berasal dari wakaf muaqqat digantikan oleh wakaf mu’abbad dari umat Islam. Wakaf mu’abbad adalah wakaf yang tidak dapat diambil kembali harta wakaf tersebut.
Gambar 5. Tahap kedua, pembentukan SPV
c. Tahap Ketiga: Pembiayaan Proyek Special Purpose Company (SPV) yang didirikan pada tahap kedua di atas menggunakan dana pinjaman atau wakaf mu’aqqat. SPV ini didirikan sebagai pengelola proyek usaha sesuai dengan maksud wakaf. Tentu saja modal yang diperlukan sebagai modal
investasi dan modal usaha tidak cukup apabila hanya dari dana awal tersebut. Oleh karena itu, Bank Syariah menjadi jawaban untuk masalah ini. Pada tahap ini peran pertama Bank Syariah dibutuhkan dalam proposal wakaf produktif ini. Bank Syariah dapat mendukung pembiayaan usaha yang diinisiasi seperti perkebunan kepada SPV sampai dengan 70% kebutuhan pembiayaan termasuk beban keuangan sampai menghasilkan. Jadi,, 70% berasal dari bank dan 30% dari SPV yang merupakan dana pinjaman atau wakaf mu’aqqad. Akad yang tepat yang digunakan Bank Syariah adalah murabahah financing. Akad ini dianggap tepat karena digunakan untuk pembelian asset; apakah asset perkebunan atau perkantoran atau lainnya. Kepemilikan asset merupakan inti dari wakaf, karena asset menjadi harta yang diwakafkan kafkan untuk diambil manfaatnya dari pengelolaan harta wakaf tersebut. Jangka waktu pembiayaan ini dapat dilakukan hingga 5 tahun. Sehingga di akhir tahun kelima secara keseluruhan asset tersebut telah menjadi harta wakaf.
Gambar 6. Tahap ketiga, pembiayaan proyek
d. Tahap Keempat: Sosialisasi dan Kontrak Agent Setelah SPV dibentuk tahap selanjutnya adalah menghimpun dana wakaf sehingga asset wakaf yang dibiayai dari dana pinjaman atau wakaf mu’aqqat dan pembiayaan dari bank
syariah dapat sepenuhnya menjadi asset wakaf. Untuk penghimpunan dana tersebut secara efektif dan efisien adalah menggunakan tenaga pemasaran secara profesional. Berdasarkan uraian di atas Badan wakaf bersama dengan Bank Syariah menyiapkan Agent Marketing yang akan melakukan fundrising wakaf kepada public. Agent Marketing adalah perusahaan afiliasi Badan Wakaf. Tugas utama Agent Marketing adalah menyiapkan konsep marketing dan staff marketing serta memasarkan sertifikat wakaf produktif. Sertifikat wakaf produktif ini diterbitkan oleh Badan Wakaf dalam bentuk retail atau pecahan-pecahan kecil dengan nominal tertentu sesuai dengan nilai underlying-nya, yaitu asset wakaf seperti perkebunan. Dalam membangun wakaf, Bank Syariah, dapat menyediakan model pembiayaan kepada calon wakif. Wakaf yang dipasarkan staf marketing adalah dalam bentuk retail dengan nilai tertentu. Namun demikian untuk memenuhi hasrat umat Islam yang ingin berwakaf namun tidak memiliki dana tunai, maka peran Bank Syariah kedua adalah memberikan fasilitas pembiayaan wakaf retail, sehingga dapat membeli asset wakaf dengan cara angsuran. Akad yang dapat digunakan oleh Bank Syariah adalah akad murabahah secara cicilan, yaitu akad pembelian asset wakaf. Ketika masih dalam cicilan asset wakaf tersebut masih dalam kategori calon asset wakaf, karena calon asset wakaf tersebut dijadikan underlying pembiayaan. Bank dalam memberikan pembiayaan dapat didasarkan kepada penilaian kemampuan penghasilan, misalkan cicilan hanya s/d 10 % dari penghasilan calon pewakaf. Jangka waktu pembiayaan bisa sampai dengan 5 tahun. Sejauh ini, peranan Bank Syariah adalah pertama, membiayai proyek SPV dan kedua membiayai calon pewakaf yang ingin membeli asset wakaf secara cicil. Di samping peranan financial di atas, Bank Syariah diharapkan juga berperan dalam membangun dan memonitor Agent Marketing yang terafiliasi kepada Badan Wakaf. Pada tahap ini penting untuk disadari bahwa peranan perusahaan Agent Marketing sangat sentral dan penting. Oleh karena itu perusahaan ini dituntut benar-benar profesionaal dengan staf marketing yang handal dan ulet. Karena pekerjaan dan profesinya tersebut staf marketing akan memperoleh ujrah. Teknis pemberian ujrah bagi Agent Marketing dapat dilakukan dengan dua alternatif. Pertama, memperoleh ujrah dari bagian nazir wakaf yaitu Badan Wakaf yang menurut Pasal 12 UU RI No. 41 Th. 2004 bahwa nazir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10%. Kedua, berdasarkan persetujuan MUI atau Dewan Syariah dicantumkan besarnya ujrah dari
setiap sertifikat wakaf dan merupakan biaya terpisah dari nilai wakaf itu sendiri dan dibebankan kepada calon pewakaf. Gambaran tahap keempat ini dapat pat dilihat pada gambar 6.
Gambar 7. Sosialisasi wakaf produktif dan kontrak agen.
e. Tahap Kelima:: Penghimpunan Wakaf Tahap kelima adalah tahap penting bagi Agent Marketing, yaitu menghimpun dana wakaf. Pada tahap ini profesionalitas dan keuletan staf marketing diuji. Sebagai gambaran, misalkan dana wakaf yang dibutuhkan untuk suatu proyek perkebunan dengan luas 1.000 ha (seribu hektar) dengan total nilai investasi sebesar Rp. 50 Milyar dalam jangka waktu 5 tahun. Apabila wakaf retail bernilai Rp. 7.500.000,7.500.000, per sertifikat, maka penghimpunan dana wakaf per tahun dapat dihimpun sebanyak 2.000 unit sertifikat selama empat tahun. tahun. Hasil dana wakaf publik terkumpul (pooling ( account)) digunakan untuk melunasi pinjaman atau wakaf mu’aqqat dan melunasi kewajiban kepada Bank. Bank Pembekalan yang diberikan kepada staf marketing tidak hanya tentang keterampilan memasarkan produk juga pengetahuan tentang wakaf, sehingga dalam menghimpun dana tidak terjadi kesalah-pahaman kesalah calon pewakaf. Gambaran tahap kelima ini dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Penghimpunan dana wakaf.
f. Tahap Keenam: Pelunasan Kewajiban Sesuai dengan jenis proyek yang dipilih Badan Wakaf dan dijalankan oleh SPV masa produktifitasnya tidak sama. Ada proyek selama satu tahun sudah menghasilkan atau lebih dari setahun hingga lima tahun seperti perkebunan kelapa sawit baru bisa menghasilkan. Pada saat asset wakaf sudah beroperasi komersial, maka laba bersihnya digunakan untuk, untuk pertama, membayar hutang bank sampai dengan lunas. Jika hutang kepada bank telah lunas atau hasil proyek masih menguntungkan maka dapat digunakan pada yang kedua, yaitu untuk membiayai embiayai kegiatan atau program Lembaga Keislaman sesuai dengan peruntukan wakaf. wakaf Menjadi penting sebelum memulai proyek untuk menentukan manfaat dari peruntukan wakaf yang secara transparan dijelaskan kepada calon pewakaf dan dinyatakan dalam sertifikat ikat wakaf produktif tersebut. Sehingga tidak ada penafsiran lain dari para calon wakaf berkaitan dengan tujuan dan manfaat wakat. Penyebutan dan penjelasan manfaat wakaf ini bagian dari rukun wakaf tersebut. Pemberdayaan ekonomi umat dengan program secara spesifik dapat diuraikan sebagai manfaat wakaf. Gambaran tahap keenam ini dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Pelunasan Kewajiban Uraian dari tahap pertama hingga tahap keenam dapat dirangkum dalam gambar 9
Gambar 9. Proses pendirian proyek Badan wakaf Produktif.
Uraian peranan masing-masing dari setiap komponen dalam program wakaf produktif ini dapat dilihat pada table 2.
Tabel 2. Peranan masing-masing komponen dalam wakaf produktif MUI/LEMBAGA ISLAM
AGHNIYA (sponsor awal pendirian wakaf)
BADAN WAKAF
SPECIAL PURPOSE COMPANY
Masalah Ummat
Memiliki kemampuan finansial yang baik
Sosialisasi, memasarkan wakaf
Menjalanka n usaha secara profesional
Pengurus dan Program Kerja yang kredible
Peduli dengan masalah ummat dan bersedia menjadi sponsor untuk membangun equity SPV Menjadi penjamin hutang dengan kemampuan keuangan dan hartanya
Membangun dan mengadvokasi pemerintah
Mendirikan SPV, menjadi pengawas dan merekruit profesional yang menjalankan perusahaan sehari-hari Memilih project
Mencari Sponsor program Wakaf
Mendirikan Badan Wakaf
Menyerahkan harta sebagai wakaf temporer
AGEN MARKETING (Perusahaan Afiliasi Badan Wakaf) Menyiapkan Konsep, Staff Marketing yang menjual wakaf
BANK SYARIAH
WAKIF (Masyarakat)
Mendukung program2 pendirian Badan Wakaf dan program fund rising
Membangun sumber keuangan yang sustain
Memasarkan sertifikat wakaf produktif dengan target jumlah dan waktu
Menyaipkan sistim administrasi dan pooling account wakaf
Menyerahkan harta dan kemampuan financialnya sebagai wakaf(bisa secara sekaligus tunai atau cicilan) Mengontrol pemanfaatan dan pelaksanaan wakaf
Melaporkan dan menyerahka n hasil usaha 100%
Mendapatkan ujrof penghimpunan
Membiayai Project
Mengemban gkan usaha
Menyiapkan marketing campaign dan mengontrol pencapaian Target
Menyiapkan konsep pembiayaan retail bagi Calon Wakif yang membeli asset wakaf secara cicilan
Produk sosionomik yang ditawarkan dalam paper ini tentu saja memerlukan kemauan dan tekad bagi masing-masing komponen dengan mengedepankan sikap egaliter dan mengutamakan pemberdayaan umat. Bagi perbankan syariah produk ini adalah kesempatan untuk mengambil peran secara simultan bersama MUOI dan lembaga keislaman lainnya untuk memberdayaakan ekonomi umat.
E. Penutup Sebuah inovasi dan produk baru perbankan syariah adalah terobosan melebihi ruang dan waktu. Apalagi produk tersebut berciri sosial. Berdasarkan uraian dan gambaran proposal produk wakaf produktif di atas menunjukkan bahwa produk tersebut sangat bernilai ekonomis di samping mengembangkan nilai-nilai wakaf, yaitu berbagi dan meratakan distribusi pendapatan. Perbankan syariah dapat memanfaatkan proposal yang diajukan ini disesuaikan dengan kondisi dan kekhasan lembaga dan daerah masing-masing.
Referensi BPS. Data Sosial Ekonomi, 2012. Haji Ishak, Mohd Shuhaimi Bin. “Tabung Haji as an Islamic Financial Institution for Sustainable Economic Development” 2011 2nd International Conference on Humanities, Historical and Social Sciences IPEDR vol.17 (2011) © (2011) IACSIT Press, Singapore. Kahf, Monzer. Waqf and Its Sociological Aspects. Waqf Website, 1993. Nasution, M. Yasir. “Rekonstruksi Fiqh Wakaf Berwawasan Ekonomi Syari’ah.” Dlm. Azhari Akmal Tarigan dan Agustianto (peny.). Wakaf Produktif: Pemberdayaan Ekonomi Umat. Medan: IAIN Press, t.th. Tarigan, Azhari Akmal dan Agustianto (peny.). Wakaf Produktif: Pemberdayaan Ekonomi Umat. Medan: IAIN Press, t.th. TH Plantation, Annual Report 2011. Yedyyildiz, Bahaeddin. “Place of the Waqf in Turkish Cultural System." Artikel dalam Waqf Webside. az-Zuhaili, Wahbah. al-Washaya wa al-Waqf fi al-Fiqh al-Islami. Damaskus: Dar al-Fikr, 1987. http://www.tabunghaji.gov.my.