PERBANDINGAN PENGARUH ANESTESI KETAMIN-XYLAZINE DAN KETAMIN-ZOLETIL TERHADAP FREKUENSI NAFAS DAN DENYUT JANTUNG KUCING LOKAL (Feline domestica) PADA KONDISI SUDDEN LOSS OF BLOOD
SKRIPSI
TITIN TAMBING O111 10 271
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
ii
PERBANDINGAN PENGARUH ANESTESI KETAMIN-XYLAZINE DAN KETAMIN-ZOLETIL TERHADAP FREKUENSI NAFAS DAN DENYUT JANTUNG KUCING LOKAL (Feline domestica) PADA KONDISI SUDDEN LOSS OF BLOOD
TITIN TAMBING
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Judul Skripsi
Nama NIM
: Perbandingan Pengaruh Anestesi Ketamin-Xylazine dan Ketamin-Zoletil Terhadap Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Kucing Lokal (Feline domestica) pada Kondisi Sudden Loss of Blood : Titin Tambing : O111 10 271
Disetujui Oleh, Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Drh. Dwi Kesuma Sari 197302161999032001
Drh. Dedy Rendrawan M. P
Diketahui Oleh Dekan Fakultas Kedokteran
Ketua Program Studi
Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp. Bs NIP. 19551019 198203 1 001
Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M.Sc NIP. 19480307 197411 2 001
Tanggal Lulus : 28 November 2014
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Titin Tambing
NIM
: O111 10 271
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa : a. Karya skripsi saya adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, 16 Desember 2014
Titin Tambing
iv
v
PERBANDINGAN PENGARUH ANESTESI KETAMIN-XYLAZINE DAN KETAMIN-ZOLETIL TERHADAP FREKUENSI NAFAS DAN DENYUT JANTUNG KUCING LOKAL (Feline domestica) PADA KONDISI SUDDEN LOSS OF BLOOD ABSTRAK Titin Tambing (O111 10 271). Perbandingan Pengaruh Anestesi Ketamin-Xylazin dan Ketamin-Zoletil Terhadap Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung pada Kucing Lokal (Feline domestica) dalam Kondisi Sudden Loss of Blood. Dibawah bimbingan Dr. drh. Dwi Kesuma Sari sebagai pembimbing utama dan drh. Dedy Rendrawan M.P sebagai pembimbing anggota. Sudden loss of blood adalah kondisi tubuh kehilangan 15% volume darah yang dapat disebabkan oleh trauma atau penyakit. Pada kondisi sudden loss of blood diperlukan tindakan medis yang membutuhkan anestesi, namun harus tetap memperhatikan fungsi organ vital dari pasien. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan pengaruh kombinasi anestesi ketamin-xylazine dan ketamin-zoletil terhadap frekuensi nafas dan denyut jantung kucing lokal (Feline domestica) pada kondisi sudden loss of blood. Penelitian ini menggunakan 6 ekor kucing jantan dengan usia ±1,5 tahun, selanjutnya kucing dibagi acak menjadi 2 kelompok lalu masing-masing sampel dalam kelompok akan dikondisikan dalam kondisi sudden loss of blood. Perlakuan 1 (P1): atropin 0,05 mg/kg BB/ subkutan + xylazin 1 mg/kg BB/intramuskuler + ketamin 10 mg/kg BB/intramuskuler. Perlakuan 2 (P2): atropin 0,05 mg/kg BB/ subkutan + zoletil 10 mg/kg BB/intramuskuler + ketamin 10 mg/kg BB/intramuskuler. Pengamatan yang dilakukan adalah frekuensi nafas dan denyut jantung yang dihitung setiap 5 menit sejak fase II sampai dengan fase recovery anestesi. Data yang diperoleh diuji statistik dengan metode rancangan acak kelompok. Hasil yang diperoleh dari perbandingan kombinasi anestesi ketamin-xylazin dan ketamin-zoletil terhadap frekuensi nafas dan denyut jantung tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (P>0,05). Sehingga kedua kombinasi tersebut dapat digunakan untuk kondisi sudden loss of blood.
Kata kunci : Ketamin, xylazin, zoletil, sudden loss of blood, frekuensi nafas, denyut jantung, kucing lokal
vi
PERBANDINGAN PENGARUH ANESTESI KETAMIN-XYLAZINE DAN KETAMIN-ZOLETIL TERHADAP FREKUENSI NAFAS DAN DENYUT JANTUNG KUCING LOKAL (Feline domestica) PADA KONDISI SUDDEN LOSS OF BLOOD ABSTRACT Titin Tambing (O111 10 271). Comparing the Effects of the Anesthetic Combinations of Ketamine-Xylazine and Ketamine-Zoletil in Breathing and Heartbeat Frequency of Domestic Cat (Feline domestica) in the condition of sudden loss of blood. Supervised by Dr. drh. Dwi Kesuma Sari as the main supervisor and drh. Dedy Rendrawan M.P as co-supervisor.
Sudden loss of blood is the condition in which the body loses 15 % of blood volume that can be caused by trauma or disease. On the condition of sudden loss of blood, medical treatment is needed that requires anesthesia, but attention should still be given to the function of vital organs of the patient. This study is aimed at comparing the effects of the anesthetic combinations of ketamine-xylazine and ketamine-zoletil in breathing and heartbeat frequency of local cats (Feline domestica) in the condition of sudden loss of blood. This study used male cats 6 ± 1.5 years of age, divided randomly into two groups and each sample in the group was conditioned in a state of sudden loss of blood or acute hemorrhage. The sample cat will then be given treatment, treatment 1 ( P1 ) : atropine 0.05 mg / kg / subcutaneous + xylazin 1 mg / kg / intramuscularly + ketamine 10 mg / kg / intramuscularly . Treatment 2 ( P2 ) : atropine 0.05 mg / kg / subcutaneous + zoletil 10 mg / kg / intramuscularly + ketamine 10 mg / kg / intramuscularly . Observations were then made on the frequency of breathing and heart rate every 5 minutes from phase II to phase anesthesia recovery. Once the physiological data from each cat was obtained, comparison was done on the frequency of breathing and heart rate by using the method of randomized block design. Based on the results, it can be concluded that the ratio of the combination of ketamine-xylazin and ketamine-zoletil does not produce a significant difference in the frequency of breathing and heart rate (P>0.05). So both these combinations can be used to condition the sudden loss of blood.
Key words : Ketamine, xylazine, zoletil, sudden loss of blood, breathing frequency, heart rate, the domestic cat.
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 04 Maret 1992 di Tana Toraja dari ayahanda Yohanis Dattu Pakau dan ibunda Kartini Rammang. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Tonggoni pada tahun 2004, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Swasta Antam Pomalaa dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 17 Makassar. Penulis diterima di Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin pada tahun 2010. Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi internal kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HIMAKAHA) FKUH menjabat sebagai anggota divisi Minat dan Bakat pada periode 2011-2012. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan komunitas penyayang hewan peliharaan seperti Dogglizious Makassar.
viii
KATA PENGANTAR Salam Sejahtera Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Perbandingan Pengaruh Kombinasi Anestesi Ketamin-Xylazin dan Ketamin-Zoletil terhadap Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Kucing Lokal (Feline domestica) pada Kondisi Sudden Loss of Blood. Ungkapan terima kasih yang terindah, penulis persembahkan kepada orang tua tersayang, ayahanda Yohanis Dattu Pakau dan ibunda Kartini Rammang, serta adinda Yultianti Pakau dan semua keluarga yang tak sempat disebutkan yang telah membantu penulis selama mengikuti pendidikan di di PSKH FK-UH. Ungkapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada Ibu Dr. Drh. Dwi Kesuma Sari selaku pembimbing I yang dengan sabar dan ikhlas memberi bimbingan dan arahan kepada penulis, serta Bapak Drh. Dedy Rendrawan M. P selaku pembimbing Anggota yang dengan kesabaran memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sejak penyusunan proposal hingga penulisan akhir. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2. Ibu Drh. Meriem Sirupang dan Ibu Drh. Dini Kurnia Ikliptikawati, M. Sc selaku tim Penguji yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis. 3. Staf Pengajar dan Staf Administrasi yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti pendidikan di PSKH FK-UH. 4. Ibu Drh. Mona Kesuma Sari yang telah memberikan dukungan melalui tempat, alat, dan bahan selama penelitian. 5. Adik-adik Aluma Belicia dan Earline Christel yang telah mendukung selama penelitian dan penyusunan skripsi. 6. Venny, Novhita, Imelda Vera, Sarah Melati, Yusma, Litha, Tri Marlinda, Ervin Pratiwi, Veby Dixie, dan Moonika Todingan yang selalu mendukung dalam doa selama penelitian dan penyusunan skripsi. 7. Rekan-rekan mahasiswa PSKH FK-UH angkatan 2010, khususnya kepada Priskha Florancia, Noer Chalid Khaidir, Zainal, Andhika Yuda, Vilzah Fatimah, Andi Noor Warizah, Pratiwi Meylinda Dengen, Riana, Ryan Payung, Sitti Mughniaty, Imelda Meiliany, Rozana, Laletologi dan Keluarga Sejati serta rekan-rekan lain yang tidak sempat di sebutkan yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh pendidikan di PSKH FK-UH. Akhir kata, semoga segala berkat dari Tuhan Yang Maha Esa selalu memberkati semua pihak yang telah di sebutkan di atas. Amin. Makassar,
November 2014
Titin Tambing
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN ABSTRAK RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK KATA PENGANTAR I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Rumusan masalah I.3 Tujuan penelitian I.4 Manfaat penelitian I.5 Hipotesis I.6 Ruang Lingkup Penelitian I.7 Keaslian Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Fisiologis Kucing II.2 Sudden Loss of Blood II.3 Anestesi II.4 Alur Penelitian III. MATERI DAN METODE III.1 Metode penelitian III.2 Waktu Penelitian III.3 Bahan Penelitian III.4 Peralatan Penelitian III. 5. Prosedur Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Ketamin-Xylazin IV.2 Ketamin-Zoletil IV.3 Perbandingan Rata-Rata (±SD) Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan V.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
i iii iv v vii viii ix x xi xii
1 2 2 2 2 3 3 4 6 7 13 14 14 14 14 14 16 18 20
23 23 24
X
DAFTAR TABEL 1. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Normal Kucing 2. Tahap-Tahap Perdarahan Akut atau sudden loss of blood 3. Perbandingan Rata-Rata (±SD) Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung
5 6 20
xi
DAFTAR GAMBAR 1. Gambar Hewan Percobaan 2. Gambar Skema Alur Penelitian
4 14
xii
DAFTAR GRAFIK 1. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pa1 Hasil Kombinasi Ketamin-Xylazin pada Kondisi Sudden Loss of Blood 2. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pb1 Hasil Kombinasi Ketamin-Xylazin pada Kondisi Sudden Loss of Blood 3. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pc1 Hasil Kombinasi Ketamin-Xylazin pada Kondisi Sudden Loss of Blood 4. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pa2 Hasil Kombinasi Ketamin-Zoletil pada Kondisi Sudden Loss of Blood 5. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pb2 Hasil Kombinasi Ketamin-Zoletil pada Kondisi Sudden Loss of Blood 6. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pc2 Hasil Kombinasi Ketamin-Zoletil pada Kondisi Sudden Loss of Blood 7. Perbandingan Frekuensi Nafas antara Kombinasi Anestesi Ketamin-Xylazin dan Ketamin-Zoletil 8. Perbandingan Denyut Jantung antara Kombinasi Anestesi Ketamin-Xylazin dan Ketamin-Zoletil
16
17
17
18
19
19
21 22
1
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang Perkembangan teknologi saat ini semakin mendukung dalam pengobatan dan operasi di bidang kedokteran. Pembedahan yang dilakukan tentu membutuhkan obat anestesi yang dapat memberikan keamanan yang baik serta mendukung operasi dengan memberikan waktu yang sesuai dengan jenis operasi yang dilakukan. Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan hilangnya kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui penekanan sistem saraf pusat karena adanya induksi secara farmakologi atau penekanan sensori pada saraf. Agen anestesi umum bekerja dengan cara menekan sistem saraf pusat (SSP) secara reversible (Adams, 2001). Anestesi umum merupakan kondisi hilangnya respon rasa nyeri (analgesia), hilangnya ingatan (amnesia), hilangnya respon terhadap rangsangan atau refleks dan hilangnya gerak spontan (immobility), serta hilangnya kesadaran (unconsciousness) (McKelvey dan Hollingshead, 2003). Saat ini anestesi yang banyak digunakan oleh dokter hewan praktek adalah anestesi secara injeksi, baik yang diberikan secara intramuskular atau intravena yang pada umumnya digunakan untuk operasi dengan durasi anestesi yang singkat. Penggunaan anestesi ini karena beberapa alasan tertentu, diantaranya karena penggunaan yang praktis, relatif tidak mahal, dan obat yang digunakan relatif mudah didapat. Kekurangan dari anestesi injeksi adalah kedalaman anestesinya tidak bisa dikontrol dan untuk recovery pasien harus menunggu proses metabolisme agen anestetika tersebut (Forsyth, 2008). Berbeda dengan anestesi injeksi, pada jenis anestesi inhalasi penggunaannya memerlukan seseorang yang dapat menggunakan mesin anestesi, sehingga kurang praktis, anestetika yang digunakan relatif sulit didapat sehingga mempengaruhi biaya yang dikeluarkan oleh klien, serta dapat menghasilkan tekanan intracranial pada pasien ( Pinnoch et al, 1999). Pemilihan obat anestesi umum harus didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu jenis operasi, lamanya operasi, temperamen hewan, fisiologis hewan, dan spesies hewan (Erwin, 2009). Kondisi fisiologis khususnya frekuensi nafas dan denyut jantung merupakan bagian vital yang perlu dipertahankan. Salah satu permasalahan yang sering dihadapi dalam kondisi emergency care adalah sudden loss of blood atau kehilangan volume darah secara tiba-tiba. Hal ini tentu membahayakan fisiologis pasien khususnya denyut jantung dan frekuensi nafas. Sudden loss of blood dalam kasus emergency care adalah suatu kondisi pasien mengalami kekurangan volume darah yang dapat diakibatkan oleh trauma. Kasus emergency care perlu di tangani dengan bantuan anestesi yang tepat agar kondisi fisiologis pasien tetap terjaga dalam kondisi stabil. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti akan melakukan percobaan pada salah satu hewan kesayangan yaitu kucing, untuk melihat perbandingan frekuensi nafas dan denyut jantung antara kombinasi anestesi ketamin-xylazin dan ketamin-zoletil pada kondisi sudden loss of blood.
2
I.2 Perumusan Masalah Kombinasi anestesi yang tepat dalam penanganan pasien pada kondisi sudden loss of blood diharapkan mampu menjaga frekuensi nafas dan denyut jantung agar tetap dalam keadaan yang stabil. Ketamin-Xylazin merupakan kombinasi anestesi yang sering digunakan dalam praktik kedokteran hewan dan zoletil adalah salah satu jenis obat anestesi yang memiliki tingkat keamanan yang baik terhadap fisiologis tubuh pasien selama anestesi dan ketamin-xylazin Berdasarkan rujukan tersebut maka dilakukan penelitian dengan menggunakan kombinasi anestesi ketamin-zoletil dengan kombinasi anestesi ketamin-xylazine untuk melihat pengaruhnya terhadap frekuensi nafas dan denyut jantung kucing pada kondisi sudden loss of blood.
I.3 Tujuan Penelitian Dalam studi ini, tujuan penelitian adalah untuk mengamati perbandingan pengaruh anestesi ketamin-xylazine dan ketamin-zoletil terhadap frekuensi nafas dan denyut jantung kucing lokal (Feline domestica) pada kondisi sudden loss of blood.
I.4 Manfaat Penelitian I.4.1 Manfaat Pengembangan Ilmu Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah dan memperkaya ilmu kedokteran hewan dalam Ilmu Bedah Veteriner dengan menjadi referensi dalam pemakaian anestesi yang memberikan efek fisiologis yang aman terhadap tubuh pasien khususnya pada kondisi sudden loss of blood. I.4.2 Manfaat Pengembangan Aplikatif Melalui penelitian ini dapat diperoleh parameter frekuensi nafas dan denyut jantung pada kondisi sudden loss of blood pada kucing lokal. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat menjadi referensi untuk menggunakan kombinasi anestesi yang memiliki efek anestesi yang baik terhadap fisiologis tubuh kucing pada kondisi emergency care.
I.5 Hipotesis Terdapat perbedaan frekuensi nafas dan denyut jantung kucing lokal pada kondisi sudden loss of blood terhadap pemberian kombinasi Ketamin-Xylazin dan Ketamin-Zoletil.
3
I.6 Ruang Lingkup Penelitian Mengukur frekuensi nafas dan denyut jantung kucing lokal dari fase II sampai fase recovery terhadap pemberian kombinasi Ketamin-Xylazin dan Ketamin-Zoletil pada kondisi sudden loss of blood.
1.7 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai perbandingan kombinasi ketamin-xylazin dan ketamin-zoletil pada kondisi sudden loss of blood dengan menggunakan sampel kucing belum pernah dilakukan. Penelitian sebelumnya tentang perbandingan kedua kombinasi anestesi tersebut dengan judul “Use of The Anesthetic Combination of Tilatemin, Zolazepam, Ketamine, and Xyalzine for Neutering Feral Cats” (Williams et al. 2002).
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Fisiologis Kucing Kucing domestik adalah salah satu hewan karnivora sejati yang berada dalam satu famili Felidae dengan 37 spesies kucing lain yang antara lain mencakup cheetah, puma, jaguar, macan tutul, singa, lynx, dan harimau (Lariviere, 2013). Menurut perhimpunan pencinta kucing dunia terdapat kurang lebih 43 ras kucing yang sudah diakui (Triastuty 2006). Kucing lokal atau kucing kampung (Felis domestica) sulit disebut sebagai kucing bergalur murni secara genetik karena perkawinan hewan ini sulit diamati dan dikontrol, sehingga keturunan yang dihasilkan pun sudah tergolong campuran yang tidak jelas (Endrawati, 2005). Klasifikasi kucing kampung (Felis domestica) menurut Fowler (1993) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Sub phylum : Vertebrata, Kelas : Mamalia, Ordo : Carnivora, Sub ordo : Conoidea, Famili : Felidae, Sub famili : Felinae, Genus : Felis, Spesies : Felis domestica. Kucing dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuhnya, lebih dari 50 % atau sekitar 20 spesies tergolong kucing kecil (small cat), 30 % atau sekitar 11 spesies termasuk kucing berukuran sedang dan sisanya sekitar 7 spesies termasuk kucing besar (big cats) (Endrawati, 2005).
Gambar 1. Kucing Lokal Sumber : GeoChemBio.com/biology/organisms/cat - taxonomy , (2013).
Pemeriksaan fisik dari hewan penderita yang akan menjalani tindak pembedahan adalah langkah awal dalam penentuan potensi resiko dalam pelaksanaan pemberian anestesi. Evaluasi yang menyangkut cardiopulmonary, fungsi ginjal dan hepar merupakan hal khusus yang penting diketahui kondisinya (Sardjana dan Kusumawati, 2011). Sistem sirkulasi hewan terdiri dari suatu pompa empat ruang, yaitu jantung dan sistem pembuluh yang mengedarkan darah baik dari jantung (arteri) maupun ke jantung (vena). Jantung adalah suatu struktur muskular berongga yang bentuknya menyerupai kerucut. (Frandson, 1992). Sementara itu sistem respirasi memiliki 2 fungsi utama, yaitu sebagai penyedia oksigen bagi darah dan mengambil karbondioksida dari dalam darah. Pusat pernafasan adalah sekelompok neuron yang tersebar luas dan terletak bilateral medulla oblongata dan pons (Guyton, 1994).
5
Suhu tubuh adalah suhu bagian dalam (suhu inti), bukan suhu permukaan yang merupakan suhu kulit atau jaringan bawah kulit. Suhu inti relatif konstan kecuali bila terjadi demam, sedangkan suhu permukaan lebih dipengaruhi lingkungan (Guyton and Hall, 1997). Pada kedokteran hewan pengukuran suhu tubuh hewan khususnya kucing dengan menggunakan termometer yang diletakkan di rektum. Ketika melakukan pengukuran suhu melalu rektum lakukan saat tidak ada feses di dalam, agar suhu yang muncul melalui termometer menjadi wakil dari suhu tubuh keseluruhan. Suhu normal pada kucing yaitu 38,00C – 39,30C. Pada semua hewan, suhu tubuh berubah-ubah sepanjang hari, pada pagi hari suhu tubuh lebih rendah, tengah hari agak tinggi, dan mencapai puncak pada sore hari jam 18.00 (rentang suhu dalam sehari adalah ± 0,80C) (Sajuthi et al, 2012). Frekuensi nafas dan denyut jantung normal pada kucing seperti disebutkan Ifianti (2001) disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Normal Kucing Frekuensi Frekuensi Denyut Sumber Nafas/menit Jantung/menit 20-30 110-130 Armour Coy (USA) 20-30 110-130 Malkmus Opperman (1949) 20-30 110-130 Marek Mocsy (1951) Sumber : Ifianti, (2001).
Sistem termostat dalam tubuh terdiri dari beberapa mekanisme penting untuk menurunkan panas tubuh ketika suhu menjadi sangat tinggi, yaitu vasodilatasi pembuluh darah yang akan meningkatkan kecepatan pemindahan panas ke kulit, pengeluaran keringat, dan penurunan suhu tubuh dengan menghambat mekanisme penyebab peningkatan suhu tubuh. Sedangkan ketika tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan suhu mengadakan prosedur yang sangat berlawanan, yaitu : vasokonstriksi kulit di seluruh tubuh oleh rangsangan pusat simpatis hipothalamus posterior, piloereksi untuk membentuk lapisan tebal “isolator udara” di dekat kulit sehingga pemindahan panas ke lingkungan lebih ditekan, peningkatan pembentukan panas oleh sistem metabolisme dengan cara menggigil, rangsangan simpatis pembentukan panas dan sekreksi tiroksin. Rangsangan simpatis dengan pelepasan norepinephrin dan epinephrin akan meningkatkan kecepatan metabolisme jaringan dan meningkatkan aktivitas selular terutama pada jenis jaringan lemak coklat yang meningkatkan pembentukan panas (Guyton, 1994). Saat hewan sakit, suhu kulit dapat tidak terbagi rata dan dapat lebih rendah atau lebih tinggi secara lokal atau secara umum. Pembagian panas yang tidak merata dapat terjadi pada demam tinggi, sakit umum, kedinginan, kelemahan jantung, dan lain sebagainya. Suhu kulit pada seluruh tubuh akan menurun menjelang kematian dan juga pada waktu kehilangan darah dalam jumlah besar (Sajuthi et al, 2012).
6
II.2 Sudden Loss of Blood Darah merupakan gabungan dari cairan tubuh, sel-sel dan partikel menyerupai sel, yang mengalir dalam arteri, kapiler dan vena. Darah secara umum berperan dalam setiap fungsi utama tubuh, di dalam setiap organ dan jaringan tubuh. Darah berfungsi mengirimkan oksigen dan zat-zat gizi ke jaringan dan membawa karbon dioksida dan hasil buangan lainnya (Hariono dan Salasia, 2010). Volume darah kucing berkisar antara 4.7-6.9% berat badan. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume darah meliputi umur, status kesehatan, makanan, ukuran tubuh, derajat aktivitas dan lingkungan. Daerah pengambilan darah atau bleeding sites pada kucing dilakukan pada vena jugularis dan vena cephalica. Volume maximal darah yang keluar saat perdarahan pada kucing adalah 7,7 ml/kg (Mitruka dan Rawnsley, 1977). Darah adalah salah satu cairan yang sangat penting dalam mempertahankan kondisi fisiologis tubuh, sehingga saat terjadi trauma tubuh akan mengalamai syok hipovolemik akibat kehilangan volume darah secara tiba-tiba. Sudden loss of blood adalah indikasi yang paling umum dilakukannya transfusi darah (Weingart et al, 2004). Sudden loss of blood sering terjadi pada kucing, terutama trauma akibat operasi. Gangguan hemostatik dapat timbul akibat penyakit hati atau koagulopati herediter (Tasker, 2006). Pada kondisi sudden loss of blood, nilai Packed Cell Volume (PCV) terkadang tetap normal namun pada kondisi tertentu dapat pula menyebabkan peningkatan yang diakibatkan oleh kompensasi dari kontraksi limpa. Nilai Total Protein yang rendah pada pasien hipovolemik menunjukkan adanya kasus perdarahan darah yang akut. Emergency care pada anjing dan kucing dapat disebabkan oleh kecelakaan mobil, luka gigitan, luka bakar, serangan panas, keracunan, menelan benda asing, kejang, dan lain-lain (Ward, 2014). Mekanisme dari sudden loss of blood yang disebabkan oleh trauma akan menimbulkan penurunan tekanan darah, tekanan nadi dan Cardiac Ouput. Keadaan ini akan merangsang baro reseptor yang ada di arkus aorta dan atrium yang kemudian mengaktifkan system simpatis sehingga terjadi peningkatan denyut jantung,vasokonstriksi pembuluh darah dan retribusi aliran darah dari organ non vital ke organ yang vital (yang dikorbankan antara lain aliran ke kulit, gastrointestinal, dan ginjal). Menurut Forindo, 2013 tahap-tahap kehilangan darah secara tiba-tiba beserta efek yang ditimbulkan disajikan dalam tabel 2. Tabel 2. Tahap-Tahap Sudden Loss of Blood Fisiologis Kelas I Kelas II Kehilangan darah(% volume darah) Hingga 15% 15-30% Tekanan darah Tekanan nadi (dalam mmHg) Sumber : Forindo, (2013).
Kelas III
Kelas IV
30-40%
>40
Normal
Normal
Menurun
Menurun
Naik
Menurun
Menurun
Menurun
7
II.3 Anestesi Keadaan teranestesi dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-obatan dan secara fisik melalui penekanan sensori pada syaraf. Obat-obatan anestetika umumnya diklasifikasikan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu: 1). Topikal misalnya melalui kutaneus atau membrana mukosa; 2). Injeksi seperti intravena, subkutan, intramuskular, dan intraperitoneal; 3). Gastrointestinal secara oral atau rektal; dan 4). Respirasi atau inhalasi melalui saluran nafas (Tranquilli et al, 2007). Tujuan dari pemberian anestesi adalah mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan beberapa organ tubuh terutama pada pasien dengan kondisi khusus, seperti: pada pasien tua, bayi atau penderita penyakit komplikasi selain itu tujuan anestesi juga untuk membuat hewan tidak terlalu banyak bergerak bila dibutuhkan relaksasi muskulus (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Tahapan anestesi sangat penting untuk diketahui terutama dalam menentukan tahapan terbaik untuk melakukan pembedahan, memelihara tahapan tersebut sampai batas waktu tertentu, dan mencegah terjadinya kelebihan dosis anestetikum. Tahapan anestesi dapat dibagi dalam beberapa langkah, yaitu: preanestesi, induksi, pemeliharaan, dan pemulihan (McKelvey dan Hollingshead, 2003). McKelvey dan Hollingshead (2003) dan Tranquilli et al, (2007) menyatakan bahwa untuk memonitor anestesi dilakukan pengamatan tahap-tahap anestesi umum. Kualitas status teranestesi dapat dilihat dari perubahan fisiologis sebagai tanda kedalaman anestesi. Berikut ini adalah tahapan dan indikasi status teranestesi oleh anestetika umum: 1. Fase/ tahapan I, Fase ini dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Pada fase ini hewan masih sadar dan memberontak. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan denyut jantung, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi, dengan kecepatan respirasi normal (20-30x/menit). 2. Fase/tahapan II, fase ini dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan fase pembedahan. Pada fase ini adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak. Pernafasan tidak teratur, inkontinentia urin, muntah, midriasi, takikardia. 3. Fase/tahapan III plane 1, ditandai dengan pernafasan yang teratur yaitu 1220x/mnt dan terhentinya anggota gerak. Tipe penafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva, dan kornea terdepres. 4. Fase/tingkatan III plane 2, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. 5. Fase/tingkatan III plane 3, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi. 6. Fase/tingkatan III plane 4, ditandai dengan respirasi tidak teratur, pupil midriasis, tonus muskulus menurun, refleks sphincter ani dan kelenjar air mata negatif. 7. Fase/tingkatan IV, fase ini disebut juga sebagai fase overdosis yang ditandai dengan respirasi apnea (berhenti), fungsi kardiovaskuler kolap, respon bedah atau insisi tidak ada, posisi bola berada di tengah, ukuran pupil dilatasi lebar, respon pupil (-), dan refleks tidak disusul dengan kematian hewan.
8
II.3.1 Atropin Atropin merupakan salah satu jenis premedikasi yang memiliki afinitas kuat terhadap reseptor muskarinik serta terikat secara kompetitif, sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya pada reseptor muskarinik. Kerja obat ini secara umum berlangsung sekitar 4 jam kecuali bila diteteskan ke dalam mata, maka kerjanya bahkan sampai berhari-hari. Kerja atropin pada beberapa fisiologis tubuh, yaitu menghambat semua aktivitas kolinergik pada mata, sehingga menimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata menjadi tidak bereaksi terhadap cahaya dan siklopegia (ketidakmampuan memfokus untuk penglihatan dekat) (Mycek et al, 2001). Pada gastrointestinal, atropin digunakan sebagai obat anti spasmodik untuk mengurangi aktivitas saluran cerna, sebab atropin adalah salah satu obat yang memiliki sifat kuat dalam menghambat saluran cerna. Berefek pula pada kandung kemih dengan mengurangi keadaan hipermotilitas kandung kemih. Atropin dapat menghambat kerja kelenjar saliva sehingga timbul efek pengeringan pada lapisan mukosa mulut (serostomia). Kelenjar saliva sangat peka terhadap atropin, bahkan kelenjar keringat dan air mata juga dapat terganggu (Mycek et al. 2001). Atropin sulfat sebagai premedikasi diberikan pada kisaran dosis 0,02-0,04 mg/kg, yang diberikan baik secara subkutan, intravena maupun intra muskuler (Plumb, 1998). Farmakokinetik dari atropin yaitu atropin mudah diserap, sebagian dimetabolisme di dalam hepar, dan dibuang dari tubuh terutama melalui air seni. Adapun efek samping dari atropin tergantung dari dosis, atropin juga dapat menyebabkan mulut kering, penglihatan mengabur, takikardia, dan konstipasi. Efeknya terhadap sistem saraf pusat termasuk rasa capek, bingung, dan delirium (ketidakmampuan membedakan kondisi yang nyata dan halusinasi) yang dapat berlanjut menjadi depresi dan penyumbatan pada sistem pernapasan bahkan kematian (Mycek et al. 2001). Atropin ini juga dapat menghambat bradikardia yang dapat ditimbulkan oleh obat kolinergik dan tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung, tetapi dapat menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin atau ester kolin yang lain. Pada dosis yang kecil memperlihatkan efek merangsang di susunan saraf pusat dan pada dosis toksik memperlihatkan depresi setelah melampaui fase eksitasi yang berlebihan (Syarif et al, 2011). II.3.2 Ketamin Ketamin adalah anestesi umum non barbiturat yang bekerja cepat dan termasuk dalam golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0chlorophenil) – 2 (methylamino) cyclohexanone hydrochloride. Pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carsen pada tahun 1965. Ketamin mempuyai efek analgesi yang kuat akan tetapi memberikan efek hipnotik yang ringan. Ketamin merupakan zat anestesi dengan efek satu arah yang berarti efek analgesinya akan hilang bila obat itu telah didetoksikasi/diekskresi, dengan demikian pemakaian lama harus dihindarkan. Anestetik ini adalah suatu derivat dari phencyclidine suatu obat anti psikosa (Drajat, 1986). Pemberian ketamin dapat diberikan dengan mudah pada penderita secara intramuskuler. Obat ini menimbulkan efek analgesia yang sangat baik dan dapat dikatakan sempurna dengan hanya diikuti tidur yang superfisial. Hal ini dapat dilihat pada penderita yang diberikan ketamin sering menunjukkan gerakan
9
spontan dari ekstrimitasnya walaupun pelaksanaan operasi telah dilakukan. Keadaan ini disebabkan titik tangkap kerjanya pada daerah kortek dari otak dibanding dengan obat anestesi lainnya yang titik tangkap kerjanya adalah reticular actifiting system dari otak (Dodman et al, 1984). Dosis ketamin pada kucing yaitu 10-30 mg/kg secara intra muskuler (Lumley,1990). Ketamin menyebabkan pasien dalam kondisi tidak sadar dalam durasi yang cepat namun mata masih tetap terbuka tetapi tidak memberikan respon rangsangan dari luar (Hilbery et al, 1992). Selain itu ketamin juga memiliki efek anestetikum yang dapat menekan hipotalamus sehingga menyebabkan penurunan temperatur tubuh (Plumb, 2005). Sifat-sifat ketamin, yaitu larutan tidak berwarna, stabil pada suhu kamar, dan suasana asam (pH 3,5 – 5,5). Adapun farmakokinetik dari ketamin adalah sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian dieksresi terutama dalam bentuk metabolik dan sedikit dalam bentuk utuh. Ketamin dengan pemberian tunggal bukan anestetik yang bagus, karena obat ini tidak merelaksasi muskulus bahkan kadang-kadang tonus sedikit meningkat. Efek puncak pada hewan umumnya tercapai dalam waktu 6-8 menit dan anestesi berlangsung selama 30-40 menit, sedang untuk pemulihan membutuhkan waktu sekitar 5-8 jam. (Gan, 1987; Kusumawati dan Sardjana, 2004). Ketamin merupakan salah satu jenis anesthesi yang sering digunakan pada kucing untuk beberapa jenis operasi. Adapun dosis ketamin untuk kucing adalah 10-30 mg/KgBB (Kusumawati dan Sardjana, 2004) dan 10-15 mg/kgBB (Napier and Napier, 2009). Efek ketamin dapat merangsang simpatetik pusat yang akhirnya menyebabkan peningkatan kadar katekolamin dalam plasma dan meningkatkan aliran darah. Karena itu ketamin digunakan bila depresi sirkulasi tidak dikehendaki. Sebaliknya, efek-efek ini meringankan penggunaan ketamin pada penderita hipertensi atau stroke (Kusumawati dan Sardjana, 2004; Mycek et al, 2001). Kelemahan dari anastetika ini menyebabkan terjadinya depresi pernafasan dan tidak memberikan pengaruh relaksasi pada muskulus, yang karenanya sering dikombinasikan dengan obat yang mempunyai pengaruh terhadap relaksasi muskulus (Hellebrekers et al, 2011). II.3.3 Xylazin Xylazin HCl merupakan senyawa sedatif golongan α2 adrenergik agonis yang bekerja dengan cara mengaktifkan central α2–adrenoreceptor (Thurmon et al. 1996). Xylazin memiliki rumus kimia 2-(2,6-xylodino)5,6-dihydro-4H-1,3thiazin hydrochloride (Booth 1995). Xylazin menyebabkan penekanan sistem saraf pusat yang diawali dengan sedasi kemudian pada dosis yang lebih tinggi digunakan untuk hipnotis, sehingga akhirnya hewan menjadi tidak sadar dan teranestesi (Zulfadli, 2005). Di dalam anestesi hewan, xylazin biasanya paling sering digunakan dengan kombinasi ketamin. Obat ini bekerja pada reseptor presinapsis dan pos-sinapsis dari sistem saraf pusat dan perifer sebagai agonis adrenergik. Xylazin menimbulkan efek relaksasi muskulus centralis. Selain itu, xylazin juga mempunyai efek analgesi. Xylazin menimbulkan kondisi tidur yang ringan bahkan sampai kondisi narkosis yang dalam, tergantung dari dosis untuk masingmasing spesies hewan. Reseptor α2 adrenoreceptor agonis mengerahkan efek penghambatan pada fungsi sistem saraf pusat melalui penghambatan pelepasan
10
neurotransmiter dari saraf simpatis. Hal ini menyebabkan aktivitas saraf simpatis menurun sehingga menurunkan tingkat kewaspadaan, menurunkan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah. Reseptor α2 adrenoreceptor ditemukan di otot polos pembuluh darah arteri organ dan vena abdomen. Ketika α2 adrenoreceptor diaktifkan dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, selain itu α2 adrenoceptor dijumpai juga pada sistem kardiovaskular, respirasi, gastrointestinal, sistem saraf pusat, ginjal, sistem endokrin dan trombosit (Adams, 2001). Obat ini banyak digunakan dalam subtansi kedokteran hewan dan sering digunakan sebagai obat penenang (sedasi), nyeri (analgesik) dan relaksasi otot rangka (relaksan otot). Pemberian xylazin sebagai preanestesi dapat memperpanjang durasi analgesi, mengurangi dosis anestesi dan memperpendek masa pemulihan. Pada kucing penggunaan kombinasi ketamin-xylazin menyebabkan perlambatan absorpsi ketamin sehingga eliminasi ketamin lebih lama, hal ini menyebabkan durasi anestesi lebih panjang (Waterman, 1983), pada kucing range dosis xylazin yang sering digunakan yaitu 1,0-2,0 mg/kg BB secara intra muskuler (Lumley 1990) dan 1-2 mg/kg BB (McLean, 1967). Xylazin dapat menyebabkan gejala bradikardia, arythmia, peningkatan tekanan sistem saraf pusat, pengurangan sistem sistolik, depresi respirasi (pengurangan frekuensi respirasi dan volume respirasi per menit) serta hipertensi yang diikuti dengan hipotensi (Zulfadli, 2005). Xylazin memiliki efek farmakologis yang sebagian besar terdiri dari penurunan cardiac output, sehingga terjadi penurunan frekuensi setelah kenaikan di awal injeksi pada tekanan darah kemudian dalam perjalanan dapat menyebabkan efek vasodilatasi pada tekanan darah yang juga dapat menyebabkan bradikardia, vomit, tremor, motilitas menurun tetapi kontraksi uterus meningkat pada betina, bahkan dapat mempengaruhi keseimbangan hormonal seperti menghambat produksi insulin dan antidiuretic hormon (ADH). Xylazin juga menghambat efek stimulasi saraf postganglion. Pengaruh xylazin dapat dihambat dengan menggunakan antagonis reseptor adrenergik seperti atipamezole, yohimbine dan tolazoline (Kusumawati, 2011). Kontraindikasi dari xylazin adalah tidak boleh digunakan pada hewan yang memiliki hipersensitivitas terhadap obat tersebut. Xylazin dapat diberikan secara intravena, intramuskular, dan subkutan. Pada ruminansia, xylazin dapat menyebabkan peningkatan sekresi saliva, meningkatkan risiko pneumonia aspirasi (pernafasan), tetapi dapat dihambat oleh kerja dari atropin (Kusumawati, 2011). Efek xylazin pada fungsi respirasi biasanya tidak berarti secara klinis, tetapi pada dosis yang tinggi dapat mendepres respirasi sehingga terjadi penurunan volume tidal dan respirasi rata-rata (Plumb, 1991). Perubahan yang cukup jelas terlihat pada fungsi kardiovaskular. Awalnya segera setelah injeksi, tekanan darah akan meningkat, kemudian diikuti dengan konstriksi pembuluh darah kapiler. Sebagai reflek normal terhadap peningkatan tekanan darah dan pemblokiran saraf simpatis, frekuensi denyut jantung akan menurun sehingga menimbulkan bradikardi dan tekanan darah menurun mencapai level normal atau subnormal. Xylazin tidak dianjurkan pada hewan yang memiliki penyakit jantung, darah rendah, dan penyakit ginjal (Ramadhani, 2013).
11
II.3.4 Zoletil® Zoletil® merupakan preparat anastesika injeksi yang baru yang terdiri dari tiletamin sebagai tranquilizer mayor dan zolazepam sebagai perelaksasi otot dengan perbandingan 1:1. Tiletamin merupakan golongan anestesi disosiatif yang berasal dari golongan fensiklidin, sedangkan zolazepam merupakan kelompok benzodiazepin yang dapat menyebabkan relaksasi otot (Gwendolyn, 2008). Zoletil® dapat diberikan dengan mudah secara intramuskuler dan akan menghilangkan refleks penderita serta kesadaran penderita dalam waktu ± 5 menit sedangkan pada pemberian melalui intravena, hilangnya refleks dan kesadaran penderita akan dicapai dalam waktu ± 1 menit (Hilbery et al, 1992; Dana et al, 1998; Yin et al, 1998). Zoletil® merupakan bahan kimia larut lemak (Gunawan et al, 2009). Bahan kimia larut lemak akan berdifusi secara langsung melalui membran sel kapiler tanpa harus melewati pori-pori sehingga dapat merembes ke semua area membran kapiler. Kecepatan transport zat larut lemak lebih cepat dari pada zat yang tidak larut lemak (Guyton dan John, 2007). Tiletamin di metabolisme dalam hati dan dieliminasi melalui urin dalam bentuk yang tidak aktif. Tiletamin memiliki efek pada sistem sirkulasi dan respirasi yang serupa dengan ketamin, selain itu efek yang ditimbulkan pada susunan saraf pusat sangat spesifik pada setiap spesies (Thurmon,1996). Durasi anestesi dari tiletamin lebih panjang dibandingkan dengan durasi anestesi dari ketamin, begitu juga dengan analgesia dari tilatemin (Gwendolyn, 2008). Tiletamin dapat menghasilkan efek kataleptik yang cepat, menghilangkan respon terhadap rangsangan, depresi respirasi, dan memiliki periode pemulihan panjang (Hall dan Kathy, 1991). Zolazepam merupakan turunan benzodiazepin yang bebas dari aktivitas hambatan α adrenergik (Thurmon et al, 1996). Kombinasi dengan tiletamin dapat menyebabkan peningkatan penekanan pada sistem saraf pusat, selain itu juga dapat mencegah kekejangan dan memperbaiki relaksasi otot akibat tiletamin (McKelvey dan Wayne, 2003). Zolazepam dapat menimbulkan efek kelemahan pada saat pemulihan dari anestesi pada babi dewasa. Untuk meminimalkan hal tersebut maka penggunaan zoletil® harus dikombinasikan dengan ketamin. Selain itu dapat pula dikombinasikan dengan xylazin juga untuk meningkatkan efek sedasi dan analgesi pada kombinasi tersebut. (Lumb dan Jones, 2007). Zoletil® dapat menyebabkan analgesia, tetapi visceral analgesia yang ditimbulkan tidak cukup untuk bedah abdomen mayor, kecuali jika ditambah dengan agen lain. Takikardia dan aritmia jantung dapat terjadi pada anestesi ringan, dan apabila digunakan pada dosis yang tinggi maka cardiac output akan berkurang secara signifikan. Zoletil® akan dimetabolisme oleh hati dan dieksresikan melalui ginjal (McKelvey dan Wayne, 2003). Obat ini memberikan anestesi umum dengan waktu induksi yang singkat dengan kontraindikasi yang kurang, oleh karena itu zoletil® menjadi obat anestesi pilihan yang memberikan tingkat keamanan yang tinggi dan maksimal. Zoletil® secara umum dapat menyebabkan stabilitas hemodinamik pada dosis yang rendah. Selain itu zoletil® dapat memperbaiki reflek respirasi dan hipersalivasi seperti pada ketamin. Untuk memperbaiki kualitas induksi, melancarkan anestesi dan menurunkan dosis yang dibutuhkan untuk induksi, maka zoletil® dapat dikombinasikan dengan premedikasi, seperti acepromazin atau opioid (Gwendolyn, 2008).
12
Dosis pemberian premedikasi dengan atropin biasanya 15 menit sebelum pemberian zoletil®. Dosis zoletil® pada kucing 10-15 mg/kg BB (intramuskular) atau 5-7,5 mg/BB (intravena) dan durasi anastesi kurang lebih 20-60 menit bergantung pada dosis yang diberikan. Pengulangan pemberian dapat dilakukan 1/2 - 1/3 dosis inisial dan sebaiknya diberi melalui intravena, karena pemberian melalui intramuskuler akan menghilangkan refleks dan kesadaran penderita dalam waktu ± 3-6 menit sedangkan pemberian dengan cara intravena akan membuat hewan penderita mengalami kehilangan reflek dan kesadaran dalam waktu 1 menit (Kusumawati, 2011). Dalam praktek zoletil® sebagai kontraindikasi pada kelinci karena efek tiletamin yang menyebabkan nephrotoxis dan juga dapat menyebabkan depresi pada susunan syaraf pusat serta memberikan efek anaestesi yang kurang baik (Dana et al, 1998). Selain itu penggunaan zoletil® tidak dianjurkan dengan kombinasi pemberian premedikasi derivat phenothiazine mengingat efek negatif yang terjadi pada cardiovascular dan depresi pernafasan serta terjadinya hypotermia (Sardjana et al, 1989). Penanganan kesehatan hewan dalam praktek pada hewan domestik dan hewan kesayangan banyak dilaporkan, namun penanganan di bidang satwa liar masih dirasakan minim informasi yang dapat diperoleh, namun demikian Malley (1997) melaporkan bahwa zoletil® digunakan pada reptilia dengan hasil yang baik.
13
II.4 Alur Penelitian Perlakuan yang sama
Sudden Loss of Blood
Injeksi Atropin Sulfat
Kelompok I Injeksi Kombinasi Ketamin-Xylazin
Pengamatan Frekuensi nafas dan Denyut Jantung
Kelompok II Injeksi Kombinasi Ketamin-Zoletil
Pengamatan Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung
Pengolahan Data metode Rancangan Acak Kelompomk Gambar 2 : Skema Alur Penelitian
14
III.
METODE PENELITIAN
III.1 Metode Pada penelitian ini menggunakan perhitungan data tidak berpasangan 6 sampel yang telah di seleksi berdasarkan kriteria-kriteria yang telah di tetapkan di bagi dalam 2 kelompok hewan yang masing-masing kelompok terdiri atas 3 sampel. III.2 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Oktober tahun 2014. Lokasi penelitian bertempat di Ruang Bedah Klinik, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
III.3 Bahan penelitian Sampel yang digunakan yaitu 6 ekor kucing lokal yang berumur ± 1,5 tahun dan sudah diadaptasi selama 1 minggu. Sediaan premedikasi atropine sulfat, dan sediaan kombinasi anestesi zoletil 50 (Virbac, Perancis), ketamine 10% (Ilium, Australia), alkohol 70%, xylazine 10% (Ilium, Australia) dan betadine.
III.4 Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan antara lain dijabarkan sebagai berikut : spuit (1 cc. 3 cc, 5 cc), penlight, gunting, tampon steril, stetoskop, termometer, torniket dan kandang pemeliharaan (3x1,5m) serta beberapa peralatan handling yang diperlukan berupa pita yang tidak mencederai area ikatan dan restraint.
III.5 Prosedur Penelitian III.5.1 Persamaan Perlakuan Pada tahap awal, 6 ekor kucing jantan berumur ±1,5 tahun akan dibagi ke dalam 2 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor kucing. Kemudian masing-masing kelompok akan di berikan perlakuan yang sama, yaitu pemeliharaan selama 1 minggu.
15
III.5.2 Sudden Loss of Blood Kucing akan diberikan perlakuan dalam kondisi perdarahan akut dengan menghitung terlebih dahulu total volume darah yang diperoleh dari 5% berat badan kucing. Lalu setelah itu mengeluarkan darah sebanyak 15% dari volume total darah kucing melalui vena jugularis. III.5.3 Injeksi Kombinasi Anestesi Masing-masing kelompok akan diinjeksikan premedikasi atropin sulfat dengan dosis 0,05 mg/kg BB. Kemudian diamati frekuensi nafas dan denyut jantung pada masing-masing kelompok tersebut setiap 5 menit. Setelah 15 menit, kelompok 1 akan dinjeksikan kombinasi ketamin (dosis 10 mg/kg)-xylazin (dosis 1 mg/kg) dan kelompok 2 akan diinjeksikan ketamin (dosis 10 mg/kg)-zoletil (dosis 10 mg/kg). Lalu dilakukan pengamatan pada frekuensi nafas dan denyut jantung setiap 5 menit pada masing-masing kelompok. III.5.4 Analisi Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode statistik rancangan acak kelompok. Jika hasil dari analisis P<0,05 yang berarti menunjukkan adanya perbedaan signifikan maka akan dilanjutkan uji ke-2 dengan menggunakan analisis Tukey .
16
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kombinasi ketamin-xylazin dan ketamin-zoletil terhadap frekuensi nafas dan denyut jantung pada kucing lokal dalam kondisi sudden loss of blood atau kehilangan volume darah secara tiba-tiba. Penelitian ini menggunakan 6 ekor kucing jantan dengan usia ±1,5 tahun, selanjutnya kucing dibagi acak menjadi 2 kelompok lalu masing-masing sampel dalam kelompok akan dikondisikan dalam kondisi sudden loss of blood. Kemudian akan diberikan perlakuan pada masing-masing kelompok dengan atropin sulfat (0,05 mg/kg BB sc) sebagai premedikasi. Kelompok 1 diberikan perlakuan kombinasi anestesi ketamin 10 mg/kg BB im {10-30 mg/kg BB (Lumley, 1990)} dan xylazin 1 mg/kg im {1,0-2,0 mg/kg BB (Lumley, 1990)} . Kelompok 2 diberikan perlakuan kombinasi anestesi zoletil 10 mg/kg BB im {1050 mg/kg (Kusumawati, 2011)} dan ketamin 10 mg/kg BB im. Pengamatan terhadap frekuensi nafas dan denyut jantung kucing dalam setiap 5 menit dari fase II hingga memasuki fase recovery. Pada penelitian dari masing-masing kucing di peroleh perbandingan frekuensi nafas dan denyut jantung dengan menggunakan metode statistik rancangan acak kelompok. IV.1 Ketamin-Xylazin Penelitian pada kelompok 1 terdiri dari 3 sampel, yaitu Pa1, Pb1, dan Pc1. Volume darah yang diambil untuk mengkondisikan pasien dalam kondisi sudden loss of blood adalah 15% dari volume darah total. 1. Sampel Pa1: Berat badan 3,4 kg, total volume darah: 170 ml, dan volume darah yang diambil, yaitu 11 ml. 2. Sampel Pb1 : Berat badan 2,5 kg, total volume darah: 125 ml, dan volume darah yang diambil, yaitu 18,75 ml. 3. Sampel Pc1 : Berat badan 3,9 kg, total volume darah: 195 ml, dan volume darah yang diambil, yaitu 29,5 ml. Hasil pengamatan frekuensi nafas dan denyut jantung kucing lokal setelah injeksi kombinasi anestesi ketamin-xylazin disajikan dalam grafik 1,2 dan 3.
Frekuensi
150 110-130/menit
100 50
20-30/menit
0 5 1015202530354045505560 Waktu
Denyut Jantung Pa1 Frekuensi Nafas Pa1
F. II F. III F. III F. III F. II F. I P.1 P. 2 P.1
Grafik 1. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pa1 Hasil Kombinasi Ketamin-Xylazin pada Kondisi Sudden Loss of Blood
17
= Fase II = Fase II = Fase III = Plane 1 = Plane 2 = Batas Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung yang normal Pa1,Pb1,Pc1= Nama masing-masing sampel di kelompok 1
Frrekuensi
Keterangan : F. I F. II F. III P. 1 P. 2
120 100 80 60 40 20 0
Denyut Jantung Pb1 Frekuensi Nafas Pb1
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Waktu F. I
F. II
F.III P.1
F. III F. III F. II P.2 P. 1
Frrekuensi
Grafik 2. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pb1 Hasil Kombinasi Ketamin-Xylazin pada Kondisi Sudden Loss of Blood 300 250 200 150 100 50 0
Denyut Jantung Pc1 Frekuensi Nafas Pc1
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 Waktu F. II F. III P.1
F. III P.2
F. III P.1
F.II F. I
Grafik 3. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pc1 Hasil Kombinasi Ketamin-Xylazin pada Kondisi Sudden Loss of Blood
Pada grafik 1 dan 2 terlihat bahwa Pa1 dan Pb1 memasuki tahap recovery pada menit ke-60 sehingga perhitungan dihentikan pada menit ke-60. Grafik 2 menunjukkan denyut jantung Pb1 berada di bawah dari range normal, yaitu 110130/menit. Hal ini disebabkan karena sesaat sebelum dilakukan pengambilan darah, jumlah denyut jantung pada Pb1 telah mengalami sedikit penurunan dari range yang normal Setelah dilakukan analisis diperoleh data p<0,05 sehingga terdapat perbedaan signifikan jumlah denyut jantung per/menit pada Pb1.
18
Pada Pa1 dan Pc1 terlihat peningkatan denyut jantung di awal injeksi hal ini dipengaruhi oleh kondisi sudden loss of blood yang dapat meningkatkan denyut jantung. Pada fase III plane 1 frekuensi denyut jantung memasuki range yang normal, yaitu 110-130/menit. Hal ini dipengaruhi oleh sifat xylazin yaitu menyebabkan bradikardia pada denyut jantung. Pada Pa1 dan Pc1 yaitu terjadi penurunan respirasi yang terjadi pada fase II karena sifat xylazin yang dapat mendepres respirasi sehingga terjadi penurunan volume tidal dan respirasi rata-rata. Respirasi mulai memasuki range normal pada fase III plane 1 karena adanya efek dari atropin yang menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin lain.
IV.2 Ketamin-Zoletil Penelitian pada kelompok 2 terdiri dari 3 sampel, yaitu Pa2, Pb2, dan Pc2. Volume darah yang diambil untuk mengkondisikan pasien dalam kondisi sudden loss of blood adalah 15% dari volume darah total. 1. Sampel Pa2 : Berat badan 2,8 kg, total volume darah: 140 ml, dan volume darah yang diambil, yaitu 21 ml. 2. Sampel Pb2: Berat badan 3,3 kg, total volume darah: 165 ml, dan volume darah yang diambil, yaitu 25 ml. 3. Sampel Pc2: Berat badan 3,3 kg, total volume darah: 165 ml. dan volume darah yang diambil, yaitu 24 ml.
Frekuensi
Hasil pengamatan frekuensi nafas dan denyut jantung kucing lokal setelah injeksi kombinasi anestesi ketamin-zoletil disajikan dalam grafik 4,5 dan 6. 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Denyut Jantung Pa2 Frekuensi Nafas Pa2
5 20 35 50 65 80 95 110 125 140 155 170 Waktu F. II
F. III P. 1
F. III F. III F. II F. I P. 2 P. 1
Grafik 4. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pa2 Kombinasi Ketamin Zoletil pada Kondisi Sudden Loss of Blood
19
140
Frekuensi
120 100 80
Denyut Jantung Pb2
60
Frekuensi Nafas Pb2
40 20 0 5
15 25 35 45 55 65 75 85 95 105 Waktu F.II
F. III P.1
F. III P.2
F. III P.1
F. II
F. I
Grafik 5. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pb2 Kombinasi KetaminZoletil pada Kondisi Sudden Loss of Blood 250 Denyut Jantung Pc2
Frekuensi
200
Frekuensi Nafas Pc2
150 100 50 0 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Waktu F. III P.1
F. III P. 2
F. III P. 1
F. II
Grafik 6. Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Sampel Pc2 Kombinasi KetaminZoletil pada Kondisi Sudden Loss of Blood Pada analisis yang dilakukan pada ketiga sampel di atas diperoleh p<0,05 berarti terdapat perbedaan signifikan pada Pc2. Hal ini disebabkan karena peningkatan respirasi pada Pc2 disebabkan pengaruh dari kondisi sudden loss of blood yang didukung dengan kondisi stress. Stress yang dialami menyebabkan syaraf panca indra akan mengirimkan signal ke Hypophyse sebagai sinyal ke adrenal untuk melepaskan hormon adrenalin dan cortisol. Hormon adrenalin meningkatkan denyut jantung, dan peningkatan tekanan darah dan juga pasokan
20
energi. Pada Pa2 dan Pb2 terlihat adanya penurunan frekuensi nafas atau depresi respirasi dari fase III Plane 1 hingga kembali ke fase I. Hal ini karena efek dari zoletil yang terdiri dari tiletamin yang dapat menghasilkan efek kataleptik yang cepat dan depresi respirasi. IV.3 Perbandingan Rata-Rata (±SD) Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung Perbandingan rata-rata frekuensi nafas dan denyut jantung antara kombinasi ketamin-xylazin dan ketamin-zoletil pada kucing lokal disajikan dalam tabel 7. Waktu (menit) 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’ 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180
P1 (KX) Frekuensi Denyut Nafas Jantung(x/menit) (x/menit) 22,67±11,54 132 ±31,24 56±8,32 122,67±36,95 21,33±10,06 108±38,16 18,67±8,32 97,33±28,37 20 109,33±33,30 17,33±4,61 112±31,24 25,33±11,54 113,33±19,73 22,67±2,30 110,67±31,06 29,33±8,32 109,33±33,30 32±12 105,33±32,08 26,67±6,11 104±32,74 26,67±2,30 154,67±80,53 28 128 24 112 32 124 28 112 28 124 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
P2 (KZ) Frekuensi Nafas(x/menit)
Denyut Jantung(x/menit)
37,33 22,67 17,33 20 17,33 16 17,33 17,33 16 16 20 19,67 16 28 14 14 14 16 16 16 16 18 16 16 16 16 16 16 16 16 16 20 20 20 20 24
149,33±26,63 145,33±23,43 134,67±15,14 118,67±10,06 150,67±46,36 134,67±22,03 129,33±12,85 144,67±12,42 140±31,74 133,33±30,02 129,33±34,01 145,33±44,60 110 108 118 110 112 106 102 104 106 104 112 112 96 100 104 100 100 96 100 104 104 100 100 100
Tabel 7. Perbandingan Rata-Rata (±SD) Frekuensi Nafas dan Denyut Jantung
21
Keterangan : P1 = Perlakuan 1 P2 = Perlakuan 2 KX = Ketamin-Xylazin KZ = Ketamin-Zoletil
Berdasarkan analisis yang dilakukan pada tabel diatas dengan menggunakan metode statistik melalui metode rancangan acak kelompok diperoleh p>0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kombinasi tersebut. Kondisi Sudden loss of blood menyebabkan peningkatan denyut jantung sehingga kucing mengalami peningkatan denyut jantung di awal injeksi. Hasil perbandingan frekuensi nafas dan denyut jantung antara kombinasi anestesi ketamin-xylazin dan ketamin-zoletil disajikan dalam grafik 7 dan grafik 8. 60
Frekuensi
50 40 30 20 10 Respirasi KX 5 15 25 35 45 55 65 75 85 95 105 115 125 135 145 155 165 175
0
Respirasi KZ
Waktu
Grafik 7. Perbandingan Frekuensi Nafas antara Kombinasi Anestesi KetaminXylazin dan Ketamin-Zoletil Keterangan KX = Ketamin-Xylazin KZ = Ketamin-Zoletil Berdasarkan grafik di atas, frekuensi nafas rata-rata dari kombinasi anestesi ketamin-xylazin lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi anestesi ketamin-zoletil. Hal ini disebabkan karena tiletamin memiliki efek yang sama dengan ketamin terhadap respirasi yaitu dapat menghasilkan efek kataleptik yang cepat dan depresi respirasi.
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Denyut Jantung KX Denyut Jantung KZ
5 20 35 50 65 80 95 110 125 140 155 170
Frrekuensi
22
Waktu
Grafik 8. Perbandingan Denyut Jantung antara Kombinasi Anestesi KetaminXylazin dan Ketamin-Zoletil Berdasarkan grafik diatas, terlihat frekuensi denyut jantung rata-rata dari kombinasi anestesi ketamin-xylazin berada di bawah range normal dibandingkan dengan kombinasi anestesi ketamin-zoletil. Hal ini disebabkan karena kondisi Sudden loss of blood yang menyebabkan peningkatan denyut jantung di tunjang oleh kandungan zolazepam yang terdapat dalam zoletil merupakan turunan benzodiazepin yang bebas dari aktivitas hambatan α adrenergik, sehingga menunjang peningkatan denyut jantung hingga tahap recovery.
23
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa perbandingan kombinasi anestesi ketamin-xylazin dan ketamin-zoletil terhadap frekuensi nafas dan denyut jantung tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sehingga kedua kombinasi tersebut dapat digunakan untuk kondisi sudden loss of blood. V.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk menggunakan kombinasi ketamin-xylazin untuk kondisi sudden loss of blood. Kombinasi ketamin-zoletil kurang tepat di gunakan sebab menyebabkan depres respirasi. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan fisiologis kedua kombinasi tersebut pada tingkatan dosis anestesi dari kedua kombinasi tersebut.
24
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1989. Anestesiologi, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Jakarta (ID): FK UI. Anonim.1996. How to Determine a Cat’s or Dog’s Age [artikel]. [12 Februari 2005].United States Anonim. 2005. Cats of The World. http://www.jetwingwco.com/web_pages /education?lecture_series_mod4. html#.. Anonim.2008. Cat [internet]. [diunduh 2014 Feb 24]. http://a-zanimals.com/animals/cat/ Anonim. 2013. Ilmu Bioligi [internet]. [diunduh 2014 Feb 03]. http://ilmubiologi.com/urutan-takson-kucing. Bourne, D. [tanpa tahun]. Tiletamine-Zolazepam (with special reference to Bears, Ferrets and Great Apes) [internet]. [diunduh 2014 Mar 02].http://wildpro.twycrosszoo.org/S/00Chem/ChComplex/TiletamineZolazepam.htm#Pharmacokinetics Chemical book. 2009. Tiletamin Produkt Beschreibung [internet]. [diunduh 2014 Mar 02]. http://www.chemicalbook.com/ChemicalProductProperty_ DE_CB6934727.htm. Dana, G., Prinyle, JK., and Smith, DA. 1998. Hand book of Veterinary Drug, Edisi ke-2. Description of Drugs for Small Animals. Drajat, M.T. 1986 Kumpulan Kuliah Anestesiologi. Aksara Medisina, Salemba, Jakarta. Endrawati, D. 2005. Studi Identifikasi Golongan Darah dan Kemungkinan Hubungannya Dengan Warna Rmbut Pada Kucing Kampung (Felis familliaris) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Farindo, FJ. 2013. Syok Hemoragic. [diunduh 2014 Juni 16]. http://id.scribd.com/doc/136290361/Syok-Hemoragic Foss, MA., County, S., Stewart, N., County, K., Swift, J., and County, S. 2008. Cat anatomy and Physiology [internet], [diunduh 04 Februari 2014]. http://4h.wsu.edu/em2778cd/pdf/EM4289E.pdf Fowler, ME. 1993. Wild Life Medicine Caurse. USA: Directorate General of Livestock Service. Frandson, RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi Ke 4. Srigando, B, Praseno, K (penerjemah). Yogyakarta: Gadjah Mada Universiyy Press. Gan, S. 1987. Farmakologi dan Terapi, edisi 3, Bagian Farmakologi FK UI, Jakarta, , hal 113. Elysabeth. 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Gustrini, D. 2005. Gambaran Klinis Penggunaan Xylazine HCl Tunggal, Suatu Bahan Sedativum/Hipnotikum Pada Kucing. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Guyton, AC., and John, EH. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati, penerjemah; Luqman YR, editor. Jakarta : EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology.
25
Guyton, AC. 1994. Textbook of Medical Physiology, Edisi ke-7. Missoury: WB Saunders Co. Hackner, SG. [tahun tidak diketahui]. Bleeding Disorders: Diagnostic Approach Simplified.New York. Kasyadi. 2010. Patologi Klinik Veteriner. Yogyakarta (ID) : Samudra Biru. Hilbery, ADR., Waterman, AE., and Brouwer, GJ. 1992. Manual of Anaesthesia for Small Animals Practise,Edisi ke-3. BritishSmall Animal Veterinary Association. Hluchy, M et al. [tanpa tahun]. Clinical experience with the use of tiletamine and zolazepam (preparation zoletil) in anaesthesia in cats in surgery [internet]. [diunduh 2014 Mar 14]. University of Veterinary Medicine, Kosice (Slovak Republic.http://agris.fao.org/agrissearch/search.do?f=2000/SK/SK00003.xml; SK1999000655 Ifianti, M. 2001. Durasi dan Beberapa Aspek Fisiologi Pemakaian Anaestetikum Xylazine dan Ketmine Untuk Ovariohisterektomi Pada Kucing Lokal [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Kartha, D. 2012. Male Cat Behaviour [internet].[diunduh 2014 Feb 10]. http://www.buzzle.com/articles/male-cat-behavior.html Kusumawati, D dan Sardjana, IKW. 2004. Anestesi Veteriner. Yogyakarta (ID):UGM Hellebrekers and Hedenqvist. 2011. Handbook of Laboratory Animal Science, Edisi ke-3. United State of America. Hilbery, ADR, Waterman, AE., and Brouwer, GJ. 1992. Manual of Anaesthesia for Small Animals Practise,Edisi ke-3. BritishSmall Animal Veterinary Association. Lariviere, S. 2013. Feline. Encyclopaedia Britannica [internet]. [diunduh 2014 Feb 04]. http://global.britannica.com/EBchecked/topic/98895/feline. Latimer et al.2003. Hematology Ranges. Edisi ke-4. Veterinary Laboratory Medicine : Clinical Patology. Linnaeus. 1758. Mammal Species of The World [internet].[diunduh 2014 Mar 11]. http://www.departments.bucknell.edu/biology/resources/msw3/browse.asp?s= y&d=14000029. Lumb, MV., and Jones, EW. 2007. Veterinary Anesthesia dan Analgesia, Edisi ke-3.USA: Blackwell Publishing. Lumley, JSP., Green, CJ., Lear, P., and James, JEA. 1990. Essential of Experimetal Surgery. Butterwort & Co. London. McKelvey, D and Hollingshead, KW. 2003. Veterinary Anesthesia and Analgesia, Edisi ke-3. Auburn, WA, U.S.A. Mitruka, BM and Rawnsley, HM. (1977). Clinical, Biochemical and Haematological References Values in Normal Experimental Animals. USA : Masson Publishing,. Inc. New York, pp. 83-109. Muyle, S. 2012. Overview of Dental Development [Internet]. [diunduh 2014 Feb 24].http://www.merckmanuals.com/vet/digestive_system/dental_development /overview_of_dental_development.html#v4719570. McLean, S., Murphy, BP., Starmer, GA., and Thomas, J. (1967). Methaemoglobin formation induced by aromatic amines and amides. J. Pharm. Pharmacol., 19, 146-154.
26
Napier and Napier.2009. A Handbook of Living Primates [diunduh 2014 Nov 25]. Inverin, Co. Galway, Ireland. Posner, LP. [tanpa tahun]. Veterinary Anesthesia and Analgesia. [diunduh 2014 Mei 09]. (propofol pdf) Plumb, DC. 2005. Veterinary Drug Handbook. Minnesota: Pharma Vet Publishing. Rahim, SA. 2013. Bedah Veteriner Umum Anestesi Umum [karya ilmiah]. [diunduh 2014 Mar 13]. Ruben, D. [tanpa tahun]. Ketamine (Ketaset®, Vetalar®, Vetaket®) [internet]. [diunduh 2014 Mar 03]. http://www.petplace.com/drug-library/ketamineketaset-vetalar-vetaket/page1.aspx Sardjana, IKW. 2003. Penggunaan Zoletil dan Ketamin untuk Anestesi pada Felidae [penelitian]. Surabaya (ID): Unair. Soepraptini, J., Widyayanti, K., dan Estoepangestie, ATS. 2011. Perubahan Bentuk Eritrosit pada Hapusan Darah Anjing Sebelum dan Sesudah Penyimpanan dengan Menggunakan Citrate Phosphate Dextrose. Surabaya (ID) : Fakultas Kedokteran Hewan Unair. Syarif, A., Estuningtyas, A., Muchtar, A., Arif, A., Bahry, B., Suyatna, DF., Dewoto, HR., Utama, H., Darmansjah, I., and Nafrialdi. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Setiabudy R, Ilustrator. Jakarta (ID): Badan Penerbit FKUI. Tasker, S. 2006. The Differential Diagnosis of Feline Anemia. United Kingdom: Department of Clinical Veterinary Science, University of Bristol Langford. Tejolaksono, MN. [tahun tak diketahui]. Pengendalian Satwa Liar [internet]. [diunduh 2014 Mar 25]. http://id.scribd.com/doc/138673069/PengendalianSatwa-Liar Tilley and Smith. 2000. Minute Veterinary Consult Ver 2, Edisi ke-5 : USA. Tranquilli, WJ et al. 2007. Veterinary Anesthesia and Analgesia, Edisi ke-4. Ames: Blackwell. Triastuty, FN. 2006. Gambaran Darah Kucing Kampung (Felis domestica) di Daerah Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Ward, EE. 2014. How can I provide first aid for cat injuries and emergency dog care[artikel]. [diunduh 2014 June 05]. https://mypeted.com/pethealth/articles/first-aid-for-dog-and-cat-emergency-care/. Weingart, C., Giger, U., and Kohn, B. 2004 Whole blood transfusions in 91 cats: a clinical evaluation. Journal of Feline Medicine and Surgery 139-148. Wicaksono, A. 2009. Anemia. [artikel]. [diunduh 2014 Mei 31]. http://id.scribd.com/doc/43720660/Anemia-Drh-Sunu. Widodo, S., Sajuthi, D., Choliq, C., Wijaya, A., Wulansari, R., dan Lelalana, R.P.A. 2011. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. Widodo S, editor. Bogor (ID) :IPB Pr. Mycek, JM., Harvey, AR., Champe, CP. 2001. Farmakologi. Edisi ke-2. Jakarta (ID): Widya Medika. Wibisono, DA. 2011. Pengaruh Pemberian Propofol 2,5 mg/kgBB Intravena terhadap Agregasi Trombosit [skripsi]. [diunduh 2014 Mei 17]. Semarang (ID): Universitas Dipenogoro.
27
Wiji, SDK., Rinjani, RR., Rahayu, MS., Prinando, M., dan Manan, RFA. 2010. Pengaruh Stress terhadap Suhu Tubuh, Denyut Jantung, dan Pernafasan Kucing Kampung (Felis Domestica) [karya ilmiah]. [diunduh 2014 Mar 13]. http://marwa89.wordpress.com/2010/03/02/pengaruh-stress-terhadap-suhutubuh-denyut-jantung-dan-pernafasan-kucing-kampung-felis-domestica/. Williams et al. 2002. Use of the anesthetic combination of tiletamine, zolazepam, ketamine, and xylazine for neutering feral cats [diunduh 2014 Nov 30]. Journal. vol. 220 :Amerika.
LAMPIRAN
4.1 Ketamin-xylazine 1. Pa1 a. Pemeriksaan Klinis kucing Signalement Nama : Pa1 Jenis : Kucing Lokal Jenis kelamin : Jantan Warna bulu : Hitam dan putih Umur : lebih dari 1,5 tahun Berat Badan : 3,4 kg Status Present Perawatan : Di dalam kandang dengan ukuran 3x1 m. Makanan : Friekies Habitat : Jinak Adaptasi : baik Kulit dan Bulu Aspek bulu : Bersih dan mengkilap Kerontokan : rontok Kebotakan : Tidak ada Turgor kulit : Baik, <3 detik Kepala dan leher Ekspresi wajah : bereaksi waspada Pertulangan kepala : kompak, tidak ada perubahan Posisi tegak telinga : tegak keduanya Mata dan Orbita kiri dan kanan Palpebra : membuka sempurna Cilia : tumbuh keluar Konjuctiva : rose Membran nictitans : Tersembunyi Sclera : Putih Cornea : jernih Refleks Pupil : ada Mulut dan Rongga Mulut Rusak/Luka Bibir : Tidak ada Mukosa : Rose Lidah : Tidak ada kerusakan Telinga Posisi : Tegak keduanya Bau : Tidak ada Permukaaan Daun Telinga: Bersih, tidak ada kerak Krepitasi : Tidak ada Refleks panggilan : Ada Leher Perototan : Simetris, tidak ada kebengkakan Trachea : Teraba Esofagus : Teraba, tidak adanya sisa makanan
Lymphonodus rethropharingealis Kesimetrisan : Simetris Langkah-langkah : a. Kucing diberikan sedasi terlebih dengan menggunakan dosis : Atropin : 0,05 mg/kgBB x 3,4 kg = 0,68 ml 0, 25 mg/ml Ketamin : 10 mg/kg BB x 3,4 kg = 0,34 ml 100 mg/ml Xylazin : 1 mg/kg BB x 3,4 kg = 0,17 ml 20 mg/ml 1. Kucing di berikan perlakuan sedasi terlebih dahulu dengan menggunakan dosis di atas. 2. Kombinasi Ketamin dan xylazine pada sampel ini di satukan dalam 1 spuit dengan masing2 satu dosis, tetapi hanya di berikan setengah dosis dari hasil kombinasi tersebut. 3. Pengambilan darah di lakukan di vena jugularis dengan jumlah Volume darah total = 5 x 3,4 kg = 0,17 x 100 170 ml 100 Perdarahan akut = 15 x 170 ml = 25 ml 100 4. Setelah pengambilan darah sesuai rumus kemudian di ambil kembali darah untuk pemeriksaan darah pasca perdarahan akut. Namun pada penelitian ini hanya ada 9 ml. Setelah pengambilan darah denyut jantung : 140/menit, suhu : 38,30C, CRT : Normal, dan pernapasan : 92/menit. Di ambil lagi 3 ml pada menit ke-30. Jadi total kehilangan darah 11 ml. 5. Setelah itu kucing di tunggu 3-4 jam kemudian di lakukan penelitian anesthesi dengan dosis seperti pada perhitungan di atas. 6. Atropin di berikan pada pukul 15.45 untuk sedas dan kemudian kombinasi ketaminxylazin. Pada pukul 16.28 ketamin di berikan top up ¼ dosis.
2. Pb1 a. Pemeriksaan Klinis kucing Signalement : Nama : Pb1 Jenis : Kucing Lokal Jenis kelamin : Jantan Warna bulu : Putih dan orange Umur : lebih dari 1,5 tahun Berat Badan : 2,5 Status Present Perawatan : Di dalam kandang dengan ukuran 3x1 m. Makanan : Friekies Habitat : jinak Suhu tubuh : 37,60C Frekuensi denyut jantung : 108/menit Frekuensi nafas : 60/menit Adaptasi : baik Kulit dan Bulu Aspek bulu : Kusam Kerontokan : rontok Kebotakan : Tidak ada Turgor kulit : Baik, <3 detik Kepala dan leher Ekspresi wajah : bereaksi waspada Pertulangan kepala : kompak, tidak ada perubahan Posisi tegak telinga : tegak keduanya Mata dan Orbita kiri dan kanan Palpebra : membuka sempurna Cilia : tumbuh keluar Konjuctiva : rose Membran nictitans : Tersembunyi Sclera : Putih Cornea : jernih Refleks Pupil : ada Mulut dan Rongga Mulut Rusak/Luka Bibir : Tidak ada Mukosa : Rose Lidah : Tidak ada kerusakan Telinga Posisi : Tegak keduanya Bau : Tidak ada Permukaaan Daun Telinga: Bersih, tidak ada kerak Krepitasi : Tidak ada Refleks panggilan : Ada Leher Perototan : Simetris, tidak ada kebengkakan Trachea : Teraba
Esofagus : Teraba, tidak adanya sisa makanan Lymphonodus rethropharingealis Kesimetrisan : Simetris Langkah-langkah : 1. Sedasi atropin : 0,05 mg/kg x 2,5 kg = 0,5 ml 0,25 mg/ml Xylazin : 1 mg/kg x 2,5 kg = 0,13 ml 20 mg/ml Ketamin : 10 mg/kg x 2,5 kg = 0,25 ml 100 mg/ml 2. Pengeluaran darah Volume darah total : 5 x 2,5 kg = 125 ml 100 Perdarahan akut : 15 x 125 ml = 18,75 ml 100 Pada pengambilan darah ini jumlah darah yang diambil melebihi yang seharusnya. Data fisiologis kucing setelah perdarahan akut : Suhu : 37,70C Denyut Jantung: 132/menit Pernapasan : 32/menit Pulsus : 124/menit CRT : Pucat 3. Dibiarkan sehari kemudian besoknya di anesthesi dengan dosis yang sama di atas.
3. Pc1 Signalement : Nama :Pc1 Jenis : Kucing Lokal Jenis kelamin : Jantan Warna bulu : Orange Umur : 1,5 tahun Berat Badan : 3,9 kg Status Present: Perawatan : Di dalam kandang. Makanan : Friekies Habitat : jinak Suhu tubuh : 38,10C Frekuensi nadi : 132/menit Frekuensi nafas : 28/menit Adaptasi : baik Kulit dan Bulu Aspek bulu : Baik Kerontokan : rontok Kebotakan : Tidak ada Turgor kulit : Baik, <3 detik Kepala dan leher Ekspresi wajah : bereaksi waspada Pertulangan kepala : kompak, tidak ada perubahan Posisi tegak telinga : tegak keduanya Mata dan Orbita kiri dan kanan Palpebra : membuka sempurna Cilia : tumbuh keluar Konjuctiva : rose Membran nictitans : Tersembunyi Sclera : Putih Cornea : jernih Refleks Pupil : ada Mulut dan Rongga Mulut Rusak/Luka Bibir : Tidak ada Mukosa : Rose Gigi Geligi Lidah : Tidak ada kerusakan Telinga Posisi : Tegak keduanya Bau : Tidak ada Permukaaan Daun Telinga: Bersih, tidak ada kerak Krepitasi : Tidak ada Refleks panggilan : Ada Leher Perototan : Simetris, tidak ada kebengkakan Trachea : Teraba
Lymphonodus rethropharingealis Kesimetrisan : Simetris 1. Sedasi atropin : 0,05 mg/kg x 3,9 kg = 0,78 ml 0,25 mg/ml Xylazin : 1 mg/kg x 3,9 kg = 0,195 ml : 2 = 0,0975 ml 20 mg/ml Ketamin : 10 mg/kg x 3,9 kg = 0,39 ml : 2 = 0,195 ml 100 mg/ml 2.
3.
Pengeluaran darah Volume darah total : 5 x 3,9 = 195 ml 100 Perdarahan akut : 15 x 195 ml = 29,5 ml 100 Setelah pengambilan darah, CRT menjadi pucat dan tidak normal kemudian konjuctiva menjadi pucat. Beberapa jam kemudian footpad menjadi pucat dan dingin. Fisiologis setelah perdarahan akut : Suhu : 38,30C Nafas : 32/menit Pulsus : 168/menit Footpad menjadi dingin Dibiarkan kurang lebih 3 jam sampai kucing mengalami recovery.
Setelah itu, kucing di injeksikan dengan kombinasi ketamin-zoletil
4.2 Ketamin-Zoletil 1. Pa2 Signalement : Nama : Pa2 Jenis : Kucing Lokal Jenis kelamin : Jantan Warna bulu : Dasar hitam dengan strep2 putih Umur : 1,5 tahun Berat Badan : 2,8 kg Status Present Perawatan : Di dalam kandang. Makanan : Friekies Habitat : jinak Suhu tubuh : 38,6 Frekuensi nadi : 140/menit Frekuensi nafas : 40/menit Adaptasi : baik Kulit dan Bulu Aspek bulu : Baik Kerontokan : rontok Kebotakan : Tidak ada Turgor kulit : Baik, <3 detik Kepala dan leher Ekspresi wajah : bereaksi waspada Pertulangan kepala : kompak, tidak ada perubahan Posisi tegak telinga : tegak keduanya Mata dan Orbita kiri dan kanan Palpebra : membuka sempurna Cilia : tumbuh keluar Konjuctiva : rose Membran nictitans : Tersembunyi Sclera : Putih Cornea : jernih Refleks Pupil : ada Mulut dan Rongga Mulut Rusak/Luka Bibir : Tidak ada Mukosa : Rose Lidah : Tidak ada kerusakan Telinga Posisi : Tegak keduanya Bau : Tidak ada Permukaaan Daun Telinga: Bersih, tidak ada kerak Krepitasi : Tidak ada Refleks panggilan : Ada Leher Perototan : Simetris, tidak ada kebengkakan Trachea : Teraba
Lymphonodus rethropharingealis Kesimetrisan : Simetris 1. Sedasi atropin : 0,05 mg/kg x 2,8 kg = 0,56 ml 0,25 mg/ml Xylazin : 1 mg/kg x 2,8 kg = 0,14 ml : 2 = 0,07 ml 20 mg/ml Ketamin : 10 mg/kg x 2,8 kg = 0,28 ml : 2 = 0,14 ml 100 mg/ml 2. Pengeluaran darah Volume darah total : 5 x 2,8 kg = 140 ml 100 Perdarahan akut : 15 x 140 ml = 21 ml 100 Setelah pengambilan darah, CRT menjadi pucat dan tidak normal kemudian konjuctiva menjadi pucat. Beberapa jam kemudian footpad menjadi pucat dan dingin. 3. Dibiarkan kurang lebih 3 jam sampai kucing mengalami recovery. Dosis zoletil : 10 mg/kg x 2,8 kg = 0,56 ml 50 mg/ml Setelah itu, kucing di injeksikan dengan kombinasi ketamin-zoletil
2. Pb2 Signalement : Nama : Pb2 Jenis : Kucing Lokal Jenis kelamin : Jantan Warna bulu : Hitam putih Umur : 1,5 tahun Berat Badan : 3,3 kg Status Present Perawatan : Di dalam kandang Makanan : Friekies Habitat : jinak Suhu tubuh : 38,40C Frekuensi nafas : 72/menit Adaptasi : baik Kulit dan Bulu Aspek bulu : Kusam Kerontokan : rontok Kebotakan : Tidak ada Kepala dan leher Ekspresi wajah : bereaksi waspada Pertulangan kepala : kompak, tidak ada perubahan Posisi tegak telinga : tegak keduanya Mata dan Orbita kiri dan kanan Palpebra : membuka sempurna Cilia : tumbuh keluar Konjuctiva : rose Membran nictitans : Tersembunyi Sclera : Putih Cornea : jernih Refleks Pupil : ada Mulut dan Rongga Mulut Rusak/Luka Bibir : Tidak ada Mukosa : Rose Lidah : Tidak ada kerusakan Telinga Posisi : Tegak keduanya Bau : Tidak ada Permukaaan Daun Telinga: Bersih, tidak ada kerak Krepitasi : Tidak ada Refleks panggilan : Ada Leher Perototan : Simetris, tidak ada kebengkakan Trachea : Teraba Lymphonodus rethropharingealis Kesimetrisan : Simetris 1. Sedasi atropin : 0,05 mg/kg x 3,3 kg = 0,66 ml
0,25 mg/ml
2.
3.
Xylazin : 1 mg/kg x 3,3 kg = 0,165 ml : 2 = 0,0825 ml 20 mg/ml Ketamin : 10 mg/kg x 3,3 kg = 0,33 ml : 2 = 0,165 ml 100 mg/ml Pada tahap sedasi di berikan kombinasi ketamin xylazine masing2 setengah dosis Pengeluaran darah
Volume darah total : 5 x 3,3 kg = 0,165 x 100 165 ml 100 Perdarahan akut : 15 x 165 ml = 24,75 ml 25 ml 100 Dibiarkan hanya beberapa jam setelah penelitian sekitar 3 jam lebih lalu di anestesi dengan kombinasi ketamin-zoletil. Rumus dosis zoletil : 10 x 3,3 kg = 0,66 ml 50
3.Pc2 Signalement : Nama : Pc2 Jenis : Kucing Lokal Jenis kelamin : Jantan Warna bulu : Orange Umur : lebih dari 2 tahun Berat Badan : 3,3 kg Status Present: Perawatan : Di dalam kandang dengan ukuran 3x1 m. Makanan : Frieskies Habitat : jinak daptasi : baik Kulit dan Bulu Aspek bulu : Kusam Kerontokan : rontok Kebotakan : Tidak ada Turgor kulit : Baik, <3 detik Kepala dan leher Ekspresi wajah : bereaksi waspada Pertulangan kepala : kompak, tidak ada perubahan Posisi tegak telinga : tegak keduanya Mata dan Orbita kiri dan kanan Palpebra : membuka sempurna Cilia : tumbuh keluar Konjuctiva : rose Membran nictitans : Tersembunyi Sclera : Putih Cornea : jernih Refleks Pupil : ada Mulut dan Rongga Mulut Rusak/Luka Bibir : Tidak ada Mukosa : Rose Lidah : Tidak ada kerusakan Telinga Posisi : Tegak keduanya Bau : Tidak ada Permukaaan Daun Telinga: Bersih, tidak ada kerak Krepitasi : Tidak ada Refleks panggilan : Ada Leher Perototan : Simetris, tidak ada kebengkakan Trachea : Teraba Esofagus : Teraba, tidak adanya sisa makanan Lymphonodus rethropharingealis Ukuran : Kecil, tidak ada perubahan Lobulasi : Jelas
Perlekatan : Tidak ada Konsistensi : Kenyal Suhu : Tidak panas Kesimetrisan : Simetris 1. Sedasi Xylazin : 1 mg/kg x 3,3 kg = 0,165 ml 20 mg/ml Ketamin : 10 mg/kg x 3,3 kg = 0,33 ml 100 mg/ml Pada anestesi ini menggunakan ketamin dengan 1 dosis ditambah setngah dosis xyalazin 2. Pengeluaran darah Volume darah total : 5 x 3,3 kg = 165 ml 100 Perdarahan akut : 15 x 165 ml = 24 ml 100 3. Dibiarkan sehari kemudian besoknya di anesthesi dengan dosis yang sama di atas. Atropine : 0,05 mg/kg x 3,3 kg = 0,66 ml 0,25 mg/ml Ketamin : 10 mg/kg x 3,3 kg = 0,33 ml 100 mg/ml Zoletil : 10 mg/kg x 3,3 kg = 0,33 ml 50 mg/ml
GAMBAR
Persiapan Alat dan Bahan
Pemeriksaan Fisik Awal
Pengambilan Darah melalui Vena Jugular
Volume Darah Yang Diambil
Injeksi Kombinasi Anestesi
Pemeriksaan Fisiologis Kucing
TABEL PENGAMATAN 1. Ketamin-Xylazin SAMPEL 1 (Pa1)
Fisiologis
Atropin
Waktu (Menit) 10 160/menit Normal 36/menit
5 184/menit Normal 40/menit
Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi
15 212/menit Normal 48/menit
Masih bisa meronta, mengerang, dan berjalan dengan normal
Masih dalam keadaan sadar, mampu merespon keadaan
Masih merespon keadaan dan berjalan
Masih bergerak dan mengikuti objek
Masih bergerak dan mengikuti objek
Masih bergerak dan mengikuti objek
Tingkah laku
Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks
Normal
Normal
Normal
Masih ada respon Normal
Masih ada respon Normal
Masih ada respon Normal
Ketamin-Xylazin Fisiologis
Waktu (Menit) 30 35 132/menit 104/menit
Denyut Jantung
5 148/menit
10 144/menit
15 112/menit
20 92/menit
25 120/menit
CRT
3 detik
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Frekuens napas/respirasi
Pernapasan perut 16/menit
Pernapasan perut 16/menit
Pernapasan perut 20/menit
Pernapasan perut 16/menit
Pernapasan perut 20/menit
Pernapasan perut 20/menit
Tingkah laku
Teranesthesi
Teranesthesi
Teranesthesi
Teranesthesi
Teranesthesi
teranesthesi
40 120/menit
45 120/menit
50 108/menit
55 92/menit
60 144/menit
normal
Normal
Pernapasan perut 32/menit
Pernapasan perut 24/menit
Normal Pernapasan perut 32/menit
normal Pernapan perut 44/menit
normal Pernapasan perut 28/menit
Normal Pernapasan perut 28/menit
Teranesthesi
Teranesthesi tetapi ektremitas mulai merasakan respon
Kepala bergerak
Kepala bergerak
Mulai waspada
sudah mulai mengangkat kepala
Fisiologis
Posisi Bola mata
Waktu (Menit) 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Bergerak ke atas
Mengikuti objek
Mengikuti objek
Mulai mengikuti objek
Normal Ada Respon
normal Ada Respon
Mampu merespon rangsangan
Sudah mampu merespon keadaan
Ukuran Pupil
Dilatasi
dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
dilatasi
normal
Respon Pupil
Masih ada respon
Tidak ada respon (-)
Tidak ada respon (-)
(-)
(-)
Ada Respon
Ada Respon
Kekejangan Otot dan Refleks
Masih ada refleks pada ekstremitas dan kelopak mata
Masih ada respon Masih terdapat refleks pada kelopak mata
Kepala mulai bergerak
Kepala mulai bergerak refleks otot sudah membaik
Baik, ekstremitas dan kepala telah bergerak
Masih terdapat refleks pada kelopak mata
Kelopak mata masih ada refleks
Kelopak mata masih ada refleks
55 Mulai bergerak mengikuti objek normal Ada Respon Mengeluark an suara
60 Mengikuti objek normal Ada Respon Refleks sudah sangat baik
Sampel 2 (Pb1) Atropin Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku
Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks
5 156/menit Pucat
Waktu (Menit) 10 156/menit Pucat
15 120/menit Pucat
40/menit
60/menit
44/menit
Masih bisa meronta, mengerang, dan berjalan dengan normal Masih bergerak dan mengikuti objek
Masih dalam keadaan sadar, mampu merespon keadaan
Masih merespon keadaan dan berjalan
Masih bergerak dan mengikuti objek
Masih bergerak dan mengikuti objek
Normal Masih Ada Respon Normal
Normal Masih Ada Respon Normal
Normal Masih Ada Respon Normal
Ketamin-Xylazin Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi
Waktu (Menit) 30 35 76/menit 100/menit Pucat Pucat
5 96/menit Pucat
10 80/menit Pucat
15 68/menit Pucat
20 72/menit Pucat
25 72/menit Pucat
40 76/menit Pucat
45 72/menit Pucat
50 72/menit Pucat
55 80/menit Pucat
60 80/menit Pucat
Pernapasan dada 36/menit
Pernapasan dada 28/menit
Pernapasan perut 32/menit
Pernapasan perut 28/menit
Pernapasan perut 20/menit
Pernapasan perut 20/menit
Pernapasan perut 32/menit
Pernapasan perut 24/menit
Pernapasan perut 36/menit
Pernapan perut 32/menit
Pernapasan perut 32/menit
Pernapasan perut 28/menit
Teranesthesi
Teranesthesi
Teranesthesi
teranesthesi
Teranesthesi
teranesthesi
Teranesthesi
Teranesthesi
Teranestesi
Teranestesi
Teranestesi
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Kepala mulai bergerak Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
tengah
Normal Ada respon
Normal Ada Respon
Normal Ada respon
dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
normal Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil
Fisiologis
Waktu (Menit) 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Kekejangan Otot dan Refleks
Masih ada refleks pada ekstremitas dan kelopak mata
Masih terdapat refleks pada kelopak mata
Masih terdapat refleks pada kelopak mata
Kelopak mata masih ada refleks
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Mulai menggerakk an kelopak mata dan merespon rangsangan
Suhu
38,70C
35,60C
35,60C
Sampel 3 (Pc1) Atropin Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
5 176/menit Pucat, 3 detik
Waktu (Menit) 10 164/menit Pucat
32/menit Perut Masih aktif Normal (mengikuti objek)
40/menit Perut Masih aktif Normal (Mengikuti objek)
Masih aktif Normal (Mengikuti objek)
Dilatasi Ada respon Normal
Dilatasi Ada respon Normal
Dilatasi Ada respon Normal
37,10C
38,00C
38,00C
15 132/menit Pucat 36/menit
Ketamin-Xylazin Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
5 152/menit
10 144/menit
15 144/menit
20 128/menit
Pucat, 3 detik 16/menit
Pucat, 3 detik 12/menit
Pucat, 3 detik 12/menit
Pucat,3 detik 12/menit
Masih aktif Tengah Dilatasi Ada Respon
Teranesthesi Tengah Dilatasi Ada respon
Teranesthesi Tengah Dilatasi Ada respon
Masih ada 37,60C
Masih ada 38,80C
Waktu (Menit) 25 136/menit
30 128/menit
35 136/menit
40 136/menit
45 136/menit
Pucat, 3 detik Na
Pucat, 3 detik 12/menit
Pucat, 3 detik 12/menit
Pucat,3 detik 20/menit
Pucat 20/menit
teranesthesi tengah Dilatasi Tidak ada
Teranesthesi Tengah Dilatasi Tidak ada respon
Teranesthesi Tengah Dilatasi Tidak ada respon
Teranesthesi Tengah Dilatasi Tidak ada respon
teranesthesi tengah Dilatasi Tidak ada respon
Teranesthesi Tengah Dilatasi Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
38,30C
380C
37,30C
36,60C
36,60C
Tidak ada respon 36,70C
37,30C
50 136/menit
55 140/menit
60 240/menit
65 128/menit
Waktu (Menit) 70 112/menit
75 124/menit
80 112/menit
Pucat 20/menit
Pucat 20/menit
Pucat 24/menit
Pucat 28/menit
Pucat 24/menit
Pucat 32/menit
Pucat 28/menit
Respon Pupil
Teranesthesi Tengah Dilatasi Tidak ada respon
Teranesthesi Bergerak Dilatasi Ada respon
teranesthesi Bergerak Dilatasi Ada respon
Teranesthesi Mengikuti objek Latasi berkurang 65
Teranesthesi Bergerak Latasi berkurang 70
Mulai sadar Mengikuti objek Latasi berkurang 75
Terbangun Bergerak mengikuti objek Latasi berkurang 80
128/menit
112/menit
124/menit
112/menit
Kelopak mata merespon
Kelopak mata merespon
Reflek mata ada
Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
35,80C
35,40C
35,40C
Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil
85 124/menit Pucat 28/menit Sudah terbangun Mengikuti objek Latasi berkurang 85
124/menit Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
2. Ketamin-Zoletil Sampel 1 (Pa2) Atropin 5 100/menit Pucat, 3 detik 20/menit Perut Masih aktif
Waktu (Menit) 10 104/menit Pucat, 3 detik 24/menit Perut Aktif
Normal (mengikuti objek) Normal Ada respon Normal
Normal (Mengikuti objek) Normal Ada respon Normal
Tenang tapi masih bergerak Normal (Mengikuti objek) Normal Ada respon Normal
36,10C
36,30C
36,00C
Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
15 104/menit Pucat, 3 detik 20/menit
Ketamin-Zoletil Fisiologis
Waktu (Menit) 10 15 136/menit 128/menit Pucat, 3 Pucat, 3 detik detik
Denyut Jantung
5 136/menit
CRT
Pucat, 3 detik
Frekuens napas/respirasi
24/menit
8/menit
Posisi Bola mata
Tenang tetapi masih ada sedikit pergerakan pada ekstremitas Tengah
Tenang tetapi masih ada sedikit pergerakan Tengah
Ukuran Pupil Respon Pupil
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Tingkah laku
20 128/menit Pucat,3 detik
25 128/menit
30 124/menit
Pucat, 3 detik
Pucat, 3 detik
35 124/menit Pucat, 3 detik
40 124/menit Pucat,3 detik
45 128/menit Pucat, 3 detik
50 116/menit Pucat, 3 detik
55 116/menit Pucat, 3 detik
60 128/menit Pucat 3 detik
8/menit
12/menit
Perut 12/menit
perut 12/menit
Perut 12/menit
perut 12/menit
Pernapasan perut 12/menit
Pernapan perut 12/menit
Pernapasan perut 12/menit
Pernapasan perut 12/menit
Teranesthesi
teranesthesi
Teranesthesi
teranesthesi
Teranesthesi
Teranestesi
Teranestesi
Teranestesi
Teranestesi
Teranestesi
Tengah
tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Dilatasi Tidak ada
Dilatasi Tidak ada
Dilatasi -
Dilatasi -
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Waktu (Menit) Fisiologis
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Kekejangan Otot dan Refleks
Ada refleks di ekstremitas posterior
Ada pergerakan sedikit
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Kaki mulai bergerak
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Suhu
360C
36,40C
360C
36,40C
36,30C
36,30C
36,20C
360C
Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
Waktu (Menit) 90 95
65
70
75
80
85
112/menit
116/menit
116/menit
116/menit
120/menit
Pucat, 3 detik Pernapasan perut 12/menit Teranestesi
Pucat, 3 detik Pernapan perut 12/menit Teranestesi
Pucat, 3 detik
Pucat 3 detik
Pucat, 3 detik
Pernapasan perut 12/menit Teranestesi
Pernapasan perut 12/menit Teranestesi
Pernapasan perut 12/menit Teranestesi
Pucat, 3 detik Pernapan perut 12/menit Teranestesi
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Dilatasi
Dilatasi Mata tertutup membran nictitans
Dilatasi
Dilatasi
Ada respon
Ada respon
100
105
110
115
120
108/menit
108/menit
116/menit
112/menit
112/menit
112/menit
Pucat, 3 detik
Pucat 3 detik
Pucat, 3 detik
Pucat, 3 detik
Pernapasan perut 12/menit Teranestesi
Pernapasan perut 12/menit Teranestesi
Pernapasan perut 12/menit Teranestesi
Pernapan perut 16/menit Teranestesi
Pucat, 3 detik Pernapasan perut 16/menit Teranestesi
Pucat 3 detik Pernapasan perut 16/menit Teranestesi
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Membran nictitans menutup
Membran nictitans menutup
Membran nictitans menutup
Tidak ada respon
Tidak ada respon
34,50C
34,60C
112/menit
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
35,40C
35,10C
35,10C
34,90C
350C
34,90C
34,90C
34,70C
Daun telinga bergerak sesekali 34,70C
Daun telinga bergerak 34,60C
Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
125 96/menit Pucat, 3 detik
Waktu (Menit) 130 135 100/menit 104/menit Pucat, 3 detik Pucat, 3 detik
Pernapasan perut 16/menit Teranestesi Tengah Dilatasi Ada respon
Pernapan perut 16/menit Teranestesi Tengah Dilatasi Ada respon
Ada respon pada engsel 34,40C
Ada respon pada engsel 34,40C
140 100/menit Pucat 3 detik
Pernapasan perut 16/menit Teranestesi Tengah Dilatasi Membran nictitans menutup Telinga bergerak
Pernapasan perut 16/menit Teranestesi Tengah Dilatasi Ada respon
34,40C
34,40C
Telinga bergerak
Sampel 2 (Pb2) Fisiologis
Atropin
Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
Ketamin-Zoletil Fisiologis
36,90C
50 116/menit Pucat
55 104/menit Pucat
60 112/menit Pucat
12/menit
12/menit
16/menit
16/menit
teranesthesi
Teranesthesi
teranesthesi
Teranesthesi
Teranesthesi
Pernapasan perut 12/menit Teranesthesi
Pernapan perut 16/menit Teranesthesi
Pernapasan perut 16/menit Teranesthesi
Pernapasan perut 20/menit Teranesthesi
Tengah (membran nictitans menutup)
tengah
tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Dilatasi Tidak ada respon pupil
Dilatasi Tidak ada respon pupil
dilatasi Tidak ada respon
Dilatasi Tidak ada respon
Dilatasi Tidak ada respon
Dilatasi Tidak ada respon
Dilatasi Tidak ada respon
Dilatasi Tidak ada respon
Dilatasi Tidak ada respon
Dilatasi Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
37,70C
36,90C
37,40C
37,00C
37,10C
36,90C
36,70C
36,10C
36,40C
36,40C
36,40C
28/menit
16/menit
16/menit
16/menit
Teranesthesi Tengah (Membran nictitans mulai menutup) Dilatasi
Teranesthesi
Ukuran Pupil
Teranesthesi Tengah (Membran nictitans mulai menutup) Dilatasi
Respon Pupil
Ada
Ada
Kekejangan Otot dan Refleks
Tidak ada respon
Suhu
37,90C
Posisi Bola mata
37,50C
45 116/menit Pucat
20 120/menit Pucat
Tingkah laku
37,60C
40 116/menit Pucat
15 124/menit Pucat
Frekuens napas/respirasi
15 -/menit Pucat, 3 detik 44/menit Masih aktif Mengikuti objek Normal Ada respon Normal
Waktu (Menit) 30 35 120/menit 120/menit Pucat Pucat
10 128/menit Pucat
CRT
Waktu (Menit) 10 128/menit Pucat, 3 detik 28/menit Masih aktif Mengikuti objek Normal Ada respon Normal
25 120/menit Pucat
5 132/menit Pucat
Denyut Jantung
5 132/menit Pucat, 3 detik 32/menit Masih aktif Mengikuti objek Normal Ada respon Normal
Fisiologis
Tingkah laku
65 108/menit Pucat Pernapasan perut 20/menit Teranesthesi
70 100/menit Pucat Pernapan perut 16/menit Teranesthesi
75 120/menit Pucat Pernapasan perut 16/menit Teranesthesi
80 104/menit Pucat Pernapasan perut 16/menit Teranesthesi
85 104/menit Pucat Pernapasan perut 16/menit Teranesthesi
Posisi Bola mata
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Ukuran Pupil
Dilatasi Tidak ada respon
Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi
Respon Pupil
Waktu (Menit) 90 95 96/menit 100/menit Pucat Pucat
100 96/menit Pucat
105 96/menit Pucat
110 96/menit Pucat
Pernapan perut 20/menit
Pernapasan perut 20/menit
Pernapasan perut 20/menit
Pernapasan perut 20/menit
Pernapan perut 20/menit
Teranesthesi
Teranesthesi
Teranesthesi
Teranesthesi
Teranesthesi
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Dilatasi
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ada respon
Ekstremitas mulai bergerak tanpa di rangsang 35,40C
Ekstremitas mulai bergerak tanpa di rangsang 35,20C
Kekejangan Otot dan Refleks
Ekstremitas merespon
Ekstremitas merespon
Ekstremitas merespon
Ekstremitas merespon
Ekstremitas merespon
Ekstremitas merespon
Ekstremitas merespon
Ekstremitas merespon
Suhu
36,00C
36,00C
36,00C
360C
36,0C
35,60C
35,30C
35,10C
Sampel 3 (Pc2) Atropin 5 112/menit Pucat 84/menit Masih aktif
Waktu (Menit) 10 128/menit Pucat 64/menit Masih aktif
Mengikuti objek Normal
Mengikuti objek Normal
15 132/menit Pucat 88/menit Tenang tapi masih bergerak Mengikuti objek Normal
Ada respon Normal
Ada respon Normal
Ada respon Normal
37,20C
38,60C
37,60C
Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi Tingkah laku Posisi Bola mata Ukuran Pupil Respon Pupil Kekejangan Otot dan Refleks Suhu
Ketamin-Zoletil Fisiologis Denyut Jantung CRT Frekuens napas/respirasi
Waktu (Menit) 25 30 204/menit 160/menit Normal normal
35 144/menit normal
40 144/menit normal
45 176/menit Normal
50 168/menit Normal
55 168/menit Normal
60 196/menit Normal
32/menit
perut 28/menit
perut 24/menit
perut 24/menit
perut 24/menit
Pernapasan perut 24/menit
Pernapan perut 20/menit
Pernapasan perut 32/menit
Pernapasan perut 72/menit
Teranesthesi
teranesthesi
teranesthesi
teranesthesi
Teranesthesi
teranesthesi
Teranesthesi
Teranesthesi
teranesthesi
Tengah
Tengah
tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Tengah
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Dilatasi Ada respon
Lidah mulai bergerak
Ekstremitas mulai bergerak sesekali
Menggerakk an kepala dan leher
37,70C
37,10C
36,80C
5 180/menit Pucat
10 172/menit Pucat
15 152/menit Pucat
20 208/menit Pucat
60/menit
44/menit
28/menit
Teranesthesi
Ukuran Pupil Respon Pupil
Sempoyongan dan merespon rangsangan Mengikuti objek Normal Ada respon
Kekejangan Otot dan Refleks
Masih mampu merespon
kejangkejang pada ekstremitas
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada
Mulai merasakan rangsangan
Suhu
37,60C
38,10C
38,10C
38,00C
37,80C
37,80C
37,40C
37,50C
37,80C
Tingkah laku Posisi Bola mata
Kepala mulai bergerak Mengikuti objek Normal Ada respon