PERANCANGAN PENGELOLAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PIPA PVC DI PT. DJABES SEJATI MENGGUNAKAN METODE JUST IN TIME (JIT)
Oleh : Henny Wunas, I Nyoman Pujawan
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Pengelolaan persediaan merupakan salah satu faktor penyebab keberhasilan perusahaan manufaktur dalam menghasilkan suatu produk yang berkualitas dan tepat waktu. Permasalahan ketidaktepatan waktu kedatangan bahan baku dan permasalahan jumlah persediaan yang berlebihan sangat berpengaruh terhadap tingginya biaya operasional pabrik. Kendala yang ada pada PT. Djabes Sejati adalah sistem pengadaan bahan baku pipa PVC berdasarkan estimasi rencana produksi sehingga menyebabkan jumlah produksi tidak sesuai dengan rencana, mengakibatkan sering terjadi jumlah persediaan yang berlebihan atau kekurangan. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan dalam menentukan jumlah pengadaan bahan baku pipa PVC dengan melakukan penerapan sistem Just In Time (JIT). Dalam penerapan sistem pengadaan berdasarkan Just In Time (JIT), bahan baku pipa PVC akan didatangkan berdasarkan kebutuhan bahan baku pipa PVC di bagian produksi, dengan menggunakan Pull system (Sistem tarik). Dasar pemilihan bahan baku yang akan diterapkan dalam sistem Just In Time adalah bahan baku yang jumlah permintaannya mempunyai Koefisien variansi (Coefficient of Varians) CV< 15%. Dari hasil penerapan sistem Just In Time (JIT) didapat penurunan Holding Cost sebesar 41,2% serta penurunan sebesar 9,8 % pada Total Cost.
Kata kunci : Sistem Pengadaan, Just In Time, Pull System, Coefficient of Varians, Holding Cost, Total Cost
1
PENDAHULUAN Krisis Global di dunia sedang terjadi, dan persaingan dalam industri manufaktur semakin ketat hal ini menyebabkan banyak industri manufaktur tidak dapat mengatasi krisis yang terjadi dan kalah dalam bersaing, akibatnya banyak pabrik tidak lagi beroperasi dan berproduksi. Selain itu tingginya harga pokok, harga bahan baku maupun tingginya biaya tetap pabrik juga menjadi penyebab banyak industri manufaktur tutup. Salah satu bagian dari operasional perusahaan adalah bagian persediaan. Pengelolaan persediaan merupakan salah satu faktor keberhasilan suatu perusahaan manufacturing untuk melayani kebutuhan pabrik dan konsumen dalam menghasilkan suatu produk yang berkualitas dan tepat waktu. Permasalahan tidak tepatnya waktu kedatangan bahan baku yang telah dijadwalkan perusahaan dapat membuat suatu kepanikan apabila stok persediaan bahan baku habis sementara order harus dipenuhi. Sebaliknya kelebihan persediaan menimbulkan biaya tambahan seperti biaya keamanan, biaya gudang, resiko penyusutan yang kerapkali perusahaan kurang mempertimbangkannya. Dalam operasional pengadaan bahan baku dari vendor ini, banyak permasalahan yang timbul antara lain pengadaan bahan baku yang sering berlebihan, pengaturan dan permintaan material sewaktu memproduksi produk yang tidak sesuai dengan jumlah permintaan bahan baku kepada Departemen PPIC, dan biaya yang tinggi akibat barang jadi yang terlalu banyak menumpuk. Permasalahan ini menyebabkan biaya operasional PT. Djabes Sejati menjadi sangat tinggi. Tabel A. Nilai persediaan bahan baku Juni
Juli
Agustus
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah) 9,268,548,355 5,870,242,612 5,921,738,544
Pada tabel A terlihat nilai persediaan bahan baku yang ada di PT. Djabes Sejati pada periode bulan Juni – Agustus 2008 yang besar, dan target penurunan nilai persediaan adalah 10%. Definisi persediaan (inventory) adalah semua persediaan segala macam jenis barang dan sumber daya yang digunakan didalam sebuah organisasi (perusahaan). Sedangkan sistem inventory adalah sebuah kebijakan dan kontrol yang mengawasi tingkat persediaan dan menentukan seberapa tingkat persediaan harus disediakan, ketika persediaan harus dipenuhi dan berapa besar jumlah barang yang dipesan (Chase, 2004) Nilai persediaan harus dicatat, digolong-golongkan menurut jenis yang kemudian dibuat perincian masing-masing barangnya dalam suatu periode yang bersangkutan. Dalam membuat keputusan yang mempengaruhi inventory size (ukuran persediaan) beberapa biaya yang harus diperhatikan antara lain (Tersine, 1994): 1. Biaya Pembelian (Purchase Cost) harga per unit apabila item dibeli dari pihak luar atau biaya produksi per unit apabila diproduksi dalam perusahaan. 2. Biaya Pemesanan (Ordering Cost) pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. 3. Biaya Penyimpanan (Holding Cost / Carrying Cost) Biaya simpan adalah biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam persediaan dan pemeliharaan maupun investasi saran fisik untuk menyimpan persediaan. Nilai persentase biaya penyimpanan dapat dilihat pada tabel B dibawah ini
2
Tabel B. Persentase Holding Cost
4. Biaya Kekurangan Persediaan ( Shortage / Stockout Cost ) Menurut Marc J. Schnierderjans (1993) definisi sederhana dari Just In Time (JIT) adalah keberhasilan menyelesaikan sebuah produk atau jasa pada setiap tahapan dari kegiatan produksi mulai dari vendor sampai customer yang menggunakan JIT dengan biaya yang rendah. Menurut Schnierderjans dalam penerapan JIT, purchasing memerlukan hubungan yang sangat baik antara supplier dengan bagian pembelian (purchasing department) dengan tujuan yang sama yaitu mendapatkan keuntungan dimasa depan dalam jangka waktu yang panjang. Ada beberapa keuntungan dengan diterapkannya JIT Purchasing disebuah perusahaan dan keuntungan itu sebagai berikut: • Kontrak jangka panjang (long-term contracts), hal ini dapat membuat harga dapat dikontrol dalam periode waktu yang panjang • Meningkatkan keakuratan pemenuhan jumlah pemesanan, juga lead time dapat dikontrol • Meningkatkan kualitas dari barang yang dipesan • Meningkatkan fleksibilitas pemesanan • Dapat menurunkan lots pemesanan dengan meningkatkan frekuensi pengiriman • Dapat melakukan perbaikan secara berkelanjutan dalam hubungan kemitraan (Continous improvement in partnership)
METODE Langkah awal dalam melakukan perancangan persediaan bahan baku adalah mengetahui rencana produksi yang ditetapkan berdasarkan stock akhir bulan lalu, stock bahan baku dan rata-rata permintaan konsumen setiap bulan. Dari data yang didapat pada saat penelitian untuk rencana produksi selama bulan Juni, Juli, Agustus 2008 adalah seperti terlihat pada tabel C berikut ini; Tabel C. Rencana Produksi Pipa PVC (Kg)
3
Untuk menghasilkan pipa PVC yang merupakan produk dari PT. Djabes Sejati, memerlukan bahan baku utama yaitu: o Calcium Carbonat (CaCO3) o Calcium Stearate (LT 01) o Dibasic Lead Stearate (LT 03) o Tribasic Lead Sulfate (LH 50) o Titanium (TIONA) o Lead Stearate (NLS) o Stearic Acid (ST ACID) o Loxiol o PEwax o Carbon Black o PVC Asnyl Dalam penetapan material yang akan diterapkan untuk JIT adalah ditetapkan koefisien variansi (CV) demandnya yang dibawah 15 %, karena jika terlalu jauh variansi demand akan sulit untuk diterapkan JIT, hal ini disebabkan deviasi yang besar sehingga sulit ditetapkan nilai optimal kedatangan barang, semakin tinggi nilai CV dapat menyebabkan semakin fluktuatifnya permintaan dan jumlah persediaan akan semakin besar sehingga akan mempengaruhi biaya-biaya yang terjadi. Untuk mendapatkan koefisien varian dapat menggunakan formula sebagai berikut:
dimana: CV = Koefisien variansi σ = Standar deviasi dari pemakaian (GR) periode 3 bulan µ = Mean dari pemakaian (GR) periode 3 bulan Pemakaian Calcium Carbonat (GRCC) pada periode bulan juni, juli dan agustus digunakan untuk mencari standar deviasi dan mean dari pemakaian tersebut. Untuk ratarata pemakaian bahan baku untuk bulan Juni, Juli, Agustus dapat dilihat pada tabel D Untuk mean didapat menggunakan persamaan berikut ini:
Diketahui Σx = 68.637 Kg N = 74 Hari
Didapat Mean untuk Calcium Carbonat adalah 927,5 Kg Berikutnya adalah menentukan standar deviasi (σ)
Calcium Carbonat
4
Σx = 68.637 Kg 2 Σx = 65.064.401 Kg N = 74 Hari Maka standar deviasi calcium carbonat:
Untuk Koefisiens varians calcium carbonat
% Tabel D. Koefisien Varians untuk semua bahan baku (CV)
Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa dari sebelas bahan baku yang digunakan hanya dua bahan baku yang koefisien variasinya dibawah (CV) dibawah 15 % yaitu: Calcium Carbonat Calcium Stearate maka untuk perancangan sistem JIT akan diberlakukan pada kedua bahan baku di atas. Selanjutnya untuk mereduksi resiko ketidakpastian terhadap persediaan bahan baku, digunakan perhitungan Re-Order-Point untuk mengurangi terjadinya probabilitas kekurangan terhadap bahan baku. Re-Order-Point ditentukan dengan menggunakan service level = 95%, Z = 1.645 Untuk bahan baku Calcium Carbonat : σ = 138,5 kg Z = 1,645 dengan asumsi service level 95 % Safety Stock
5
Re Order point Dimana: d : rata-rata pemakaian perhari (Kg) l : Lead Time (hari) SS : Safety stock (Kg)
Tabel E. Safety stock dan Re Order point
Dengan menggunakan data diatas maka langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah optimal kedatangan (delivery) bahan baku Calcium Carbonat dan Calcium Stearate yang memenuhi kriteria sebagai berikut: • Tidak terjadi ketidak tersediaan bahan baku (stock out) • Jumlah bahan baku minimal • Biaya angkut rendah Dalam menentukan kapasitas kontainer (lot size) menggunakan perhitungan EOQ (Economic Order Quantity) berikut ini:
Dimana: EOQ (C) D S H
: Kapasitas Kontainer ( Kg ) : Average Demand( Kg ) : Setup Cost ( Rp ) : Holding Cost (Rp)
Untuk calcium carbonat: D : (18.761+26.559+23.318)/3 = 22.879 Kg S : Rp. 440,H : (26%/12) X Rp. 440,- = Rp. 10,-
6
Tabel F. Kapasitas kontainer (C)
Dalam menentukan nilai total biaya yang paling optimal maka dilakukan perhitungan dengan mengubah-ubah lead time, reorder point (ROP). Maka didapat nilai total biaya seperti tabel berikut ini: Tabel G. Total cost dengan berbagai lead time
Dari tabel G di atas maka didapatkan total biaya yang paling optimal didapat dengan menggunakan lead time 2 hari, untuk Calcium carbonat Rp. 6.668.724,sedangkan untuk Calcium stearate Rp. 3.669.094,-. Hasil dan Diskusi Dalam melakukan perbandingan antara kondisi existing dengan kondisi setelah penerapan JIT adalah membandingkan hal-hal sebagai berikut ini; • Total jumlah pengiriman bahan baku (Delivery Quantity) • Jumlah frekuensi pengiriman (Delivery Frequency) • Biaya angkut/pengiriman (Delivery Cost) • Jumlah Inventory (Inventory Level) • Holding Cost • Biaya total (Total Cost) Tabel H. Perbandingan kondisi sebelum JIT dan setelah JIT
7
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini, yang menggambarkan perbandingan antara biaya sebelum dilaksanakan JIT dan setelah dilaksanakan JIT.
Gambar 1 Grafik Biaya delivery dan holding cost Jika dilihat pada jumlah kedatangan bahan baku calcium carbonat dan calcium stearate pada sistem JIT mengalami penurunan sebesar 0,3% dari 51.640 Kg menjadi 51.478. Hal ini disebabkan dalam penerapan sistem JIT jumlah kedatangan bahan baku ditentukan dengan menggunakan EOQ, jumlah kedatangan bahan baku untuk calcium carbonat sebesar 1.442 Kg dan calcium stearate 644 Kg. Tabel I. Delivery Kondisi Existing
Tabel J. Delivery Sistem JIT
Frekuensi pengiriman menjadi meningkat dari 15 kali kedatangan menjadi 44 kali kedatangan untuk sistem JIT. Kenaikan jumlah pengiriman ini diikuti dengan naiknya biaya kedatangan bahan baku yang naik dari Rp 7.836.000,- menjadi Rp. 8.204.700,(naik 4,7%) yang dapat dilihat pada tabel I dan tabel J Sedangkan dalam menentukan biaya sebuah persediaan yang dihitung adalah holding cost, dan setelah dilakukan penerapan sistem JIT didapatkan penurunan holding cost sebesar 41,2% atau sebesar Rp. 1.492.619,- selama periode bulan Juni sampai Agustus. Dan penurunan holding cost disebabkan oleh turunnya tingkat persediaan di PT Djabes Sejati yaitu sebesar 42,1% dari 80.357 Kg menjadi 46.505 Kg. Untuk total biaya adalah penjumlahan dari delivery cost dengan holding cost. Dalam penerapan sistem JIT didapatkan penurunan biaya total sebesar 9,8% atau dari Rp. 11.461.737,- menjadi Rp. 10.337.818,-
8
KESIMPULAN Setelah dilakukan analisa terhadap hasil penelitian ini maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: • Penerapan sistem JIT dapat mengurangi total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dalam permasalahan biaya kedatangan dan biaya persediaan. Biaya yang paling besar berkurang adalah holding cost yaitu 41,2% atau sebesar Rp. 1.492.619,• Pengiriman bahan baku dalam jumlah kecil harus di sinergikan dengan pengiriman bahan baku lainnya dari supplier yang sama, sehingga biaya bisa efisien • Penentuan Lead Time bahan baku sangat berpengaruh terhadap total biaya, sehingga penetapan sistem JIT ini sangat efektif diterapkan kepada supplier yang berada dalam satu kota sehingga lead time dapat sependek mungkin • Dengan skenario lead time yang berbeda-beda, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penurunan lead time berpengaruh cukup signifikan terhadap penurunan inventory, oleh karena itu penerapan JIT akan lebih effektif bila disertai dengan upaya-upaya penurunan lead time • Holding Cost berkurang 41,2%, biaya transportasi naik 4,7% tetapi biaya total tetap turun sebesar 9,8% setelah di terapkan JIT
DAFTAR PUSTAKA Chase, Richard B. Jacobs, F. Robert. and Aquilano, Nicholas J. (2004), Operation Management for Competitive Advantage, 8th Edition, Mc Graw-Hill Book Company, Inc., USA Heizer, Jay H. and Render, Barry. (2001), Principles of Operations Management, 6th Edition, Prentice-Hall, Inc., USA Schierderjans, Marc J. (1993), Topics In Just-In-Time Management, Allyn & Bacon, USA Tersine, Richard J. (1994), Principles Of Inventory And Materials Management, 4th Edition, Prentice-Hall, Inc.
9