Proceeding Seminar Tugas Akhir - Juli 2011
Perancangan dan Implementasi Kontroler PID untuk Pengaturan Waktu Injeksi dan Waktu Pengapian Saat Kecepatan Stasioner pada Spark Ignition Engine M. Luqman Hakim1) Ari Santoso2) Joko Susila3) 1) Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya 60111, email:
[email protected] 2) Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya 60111, email:
[email protected] 3) Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya 60111, email:
[email protected] mesin secara signifikan. Untuk masukan sudut pengapian digunakan untuk menentukan waktu pengapian, untuk masukan waktu injeksi digunakan untuk mengatur banyaknya bahan bakar yang masuk ke dalam ruang bakar, dan untuk bukaan idle speed valve digunakan sebagai variabel gangguan terhadap sistem. Perubahan masukan berupa sudut pengapian dan waktu injeksi yang efektif dapat menyebabkan kecepatan putaran mesin menjadi lebih baik. Perubahan idle speed valve menyebabkan parameterparameter sistem berubah sehingga mempengaruhi kecepatan yang dihasilkan sistem. Untuk mengatur kecepatan pada mesin pengapian busi terlebih dahulu mendapatkan model dari mesin pengapian busi. Model dari mesin pengapian busi saat ini masih didominasi oleh sistem SISO (Single Input Single Output), yaitu masukannya berupa sudut pengapian (spark advance position) atau dapat berupa duty cycle dari waktu injeksi bahan bakar terhadap keluaran kecepatan putaran mesin. Secara riil, model dari mesin pengapian busi merupakan model MIMO (Multiple Input Multiple Output) dimana terdapat banyak masukan dan banyak keluaran. Setiap keluaran dari subsistem dapat mempengaruhi subsistem lainnya. Setelah mendapatkan model matematika yang dapat merepresentasikan sistem mesin pengapian busi, maka dapat digunakan berbagai macam metode kontrol yang selama ini telah banyak diterapkan. Metode kontrol yang digunakan pada penelitian Tugas Akhir ini adalah PID. Kontroler PID yang saat ini dianggap sebagai kontroler konvensional dapat diimplementasikan ke dalam sistem MIMO dari mesin pengapian busi untuk mengendalikan kecepatan putaran mesin. Penanaman kontroler PID ini menggunakan perangkat keras berupa mikrokontroler serta terhubung ke beberapa komponen rangkaian-rangkaian driver aktuator antara lain driver pengapian, driver injeksi, dan driver bukaan idle speed valve oleh motor stepper. Semua rangkaian driver ini tergabung di dalam suatu modul yang disebut sebagai ECU (Engine Control Unit).
Abstrak - Perkembangan dunia otomotif saat ini dituntut untuk menghasilkan mesin dengan kadar emisi yang rendah dan hemat bahan bakar serta kenyamanan dalam menggunakannya. Untuk menjaga agar konsumsi bahan bakar menjadi efektif dapat diperoleh dengan cara mengatur waktu injeksi bahan bakar, sudut pengapian serta menjaga kecepatan stasioner dibawah seribu. Oleh karena itu, diperlukan kontrol terhadap waktu injeksi dan sudut pengapian agar diperoleh kecepatan yang diinginkan. Pada tugas akhir ini dirancang sistem pengaturan kecepatan pada saat stasioner yang memiliki banyak masukan antara lain waktu injeksi, sudut pengapian, dan bukaan idle speed valve dengan menggunakan kontroler PID. Dari pengujian kontroler PID pada sistem pengaturan kecepatan mesin pengapian busi, dapat diperoleh kecepatan putaran mesin sesuai dengan yang diinginkan. Dengan masukan referensi yang sama pada bukaan idle speed valve 15%, dan 20% memiliki overshoot sebesar 3.07% dan 3.27%, akan tetapi secara keseluruhan sistem mampu mengikuti referensi yang diberikan. Kata kunci: Mesin pengapian busi, Pengaturan kecepatan, PID 1.
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi otomotif saat ini tak akan lepas dari sistem mesin pengapian busi. Salah satu bidang yang selalu diteliti peneliti dan praktisi adalah pengaturan kecepatan saat stasioner. Hal ini selalu diteliti karena alasan konsumsi bahan bakar mesin pengapian busi saat stasioner, kecepatan putaran mesin ketika dalam kondisi tidak bergerak, akselerasi, dan deselerasi yaitu berkisar antara 700 1000 rpm, dapat menghabiskan sekitar 30% kapasitas bahan bakar dan persentase ini akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah kendaraan yang ada di jalanan kota. Oleh karena itu, perkembangan teknologi otomotif terutama dalam bidang kontrol dan elektronik cepat berkembang akibat kebutuhan tersebut. Untuk mengatur kecepatan dalam kondisi stasioner dibutuhkan variabel-variabel yang dapat mempengaruhi sistem antara lain besarnya sudut pengapian(spark advance), Jumlah bahan bakar yang diinjeksikan, dan bukaan idle speed valve. Ketiga masukan ini dapat mempengaruhi kecepatan putaran
2.
DASAR TEORI
2.1. Prinsip Kerja Spark Ignition Engine Spark ignition engine atau Otto Cycle adalah mesin pengubah energi yang terkandung dalam bahan 1
Proceeding Seminar Tugas Akhir - Juli 2011
bakar menjadi energi kinetik dengan bantuan pengapian dari luar. Spark ignition engine memanfaatkan campuran bahan bakar dan udara dari luar ruang bakar sebagai unjuk kerjanya, ketika piston bergerak turun campuran antara bahan bakar dan udara masuk dalam ruang bakar dan terjadi kompresi ketika piston bergerak ke atas. Sumber pengapian dipicu pada interval tertentu dan dengan menggunakan spark plug campuran yang terkompresi dibakar. Panas yang dihasilkan pada proses pembakaran menaikkan tekanan silinder, sehingga piston tertekan ke bawah mendorong crankshaft menghasilkan energi yang diinginkan. setelah langkah pembakaran pada silinder terjadi, gas sisa pembakaran dikeluarkan dari ruang bakar dan campuran bahan bakar yang baru masuk ke dalam ruang bakar untuk proses berikutnya. Pada umumnya peristiwa pergantian gas hasil pembakaran pada ruang bakar mesin mobil terjadi dalam empat langkah dengan dua kali putaran crankshaft dalam tiap satu siklus. Mesin dengan sistem empat langkah terjadi empat kondisi pengaturan katup masuk dan keluar, yaitu pada langkah induksi(1st stroke), langkah kompresi(2nd stroke), dan pengapian, langkah pembakaran dan kerja(3rd stroke) serta langkah pengeluaran(4th stroke). Langkah induksi terjadi ketika piston bergerak turun sehingga menjadikan volume efektif silinder bertambah. Pada saat bersamaan katup pemasukan membuka sehingga campuran bahan bakar dan udara masuk kedalam ruang bakar. Ketika piston bergerak ke atas, volume efektif dari silinder ruang bakar berkurang sehingga menekan campuran antara bahan bakar dan udara. Sebelum piston mencapai titik mati atas (Top Dead Center, TDC), spark plug mengeluarkan bunga api untuk membakar campuran bahan bakar dan udara yang terkompresi.
Prinsip kerja sistem EFI adalah bahan bakar yang disuplai oleh pompa bensin diinjeksikan ke keseluruhan perintah yang diberikan oleh ECU. Jumlah bahan bakar yang diberikan sesuai dengan kondisi mesin saat itu. Proses kerjanya berawal dari udara yang masuk melalui throttle, air intake plenum, dan intake manifold, dan pada akhirnya masuk ke dalam ruang pembakaran. Udara yang masuk ke dalam intake manifold diukur oleh sensor MAP (Manifold Air Pressure) yang kemudian data pengukuran dikirimkan ke ECU. Sensor CAS (Crank Angle Sensor) mengukur sudut-sudut crank saat itu dan dikirimkan ke ECU untuk diolah lebih lanjut. Dari data-data sensor tersebut digunakan sebagai dasar waktu aktivasi injektor atau yang biasa disebut waktu injeksi. Pada Gambar 2.2 merupakan gambar penjelasan sistem injeksi EFI.
Gambar 2.2 Sistem injeksi EFI 2.3. Sistem Pengapian Pada sistem pengapian mesin Mitsubishi Eterna 4G63 merupakan sistem pengapian distributorless. Urutan kerja sistem pengapian dapat dijelaskan pada Gambar 2.3. Awal mula sensor-sensor memberikan sinyal masukan kepada ECU, kemudian ECU akan mengeluarkan sinyal aksi berdasarkan algoritma yang telah ditanamkan. Power Transistor Unit (PTU) memberikan aksi switching yang akan mengrounding-kan coil yang telah dalam proses charging. Akibat adanya grounding tersebut maka coil mengalami proses discharge sehingga tegangan yang telah terkumpul dalam coil dibangkitkan dalam jumlah yang besar sekitar 15.000 volt DC.
Gambar 2.1 Empat langkah kerja mesin pengapian busi Gambar 2.3 Urutan proses timbulnya pengapian
2.2. Sistem Injeksi EFI(Electronic Fuel Injection) Model Pada mesin Mitsubishi Eterna 2000cc DOHC memiliki sistem injeksi yang disebut sebagai ECI-Multi (Electronically Controlled- Multi Point Fuel Injection) atau atau pada merek mobil lain disebut EFI (Electronic Fuel Injection) dimana memiliki injector pada tiap silindernya dan keseluruhannya diatur oleh ECU.
2.4. Engine Control Unit (ECU) Engine Control Unit (ECU) merupakan suatu komponen elektronika pengontrol keseluruhan sistem kerja di dalam mobil. Salah satu contoh fungsi ECU adalah untuk mengontrol waktu injeksi dan waktu pengapian. ECU bekerja dengan cara mengaktifkan 2
Proceeding Seminar Tugas Akhir - Juli 2011
modul-modul dalam sistem kontrol mesin sebagai contoh modul kontrol pengapian dan modul kontrol injeksi.
Gambar 3.1 Arsitektur sistem pengaturan kecepatan stasioner pada mesin pengapian busi 3.1.1 Komputer Komputer yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut. - Jenis : Personal Computer (PC) - Processor : Intelยฎ CeleronTM 2.80 GHz - RAM : DDR 512 MB - VGA : 64 MB, on board - Monitor : BenQ T52WA, 15โ LCD Monitor
Gambar 2.4 ECU sebagai kontrol utama keseluruhan sistem mobil 2.5. Kontroler Proporsional Integral Derivatif (PID) Kontoler PID merupakan sebuah kontroler yang merupakan gabungan dari beberapa kontroler antara lain proporsional, integral, dan derivatif. Kontroler ini dapat dijelaskan pada Persamaan 2.1. ๐ข ๐ก =๐พ ๐ ๐ก +
1 ๐ก ๐๐ 0
๐ ๐ ๐๐ + ๐๐
๐๐ (๐ก) ๐๐ก
3.1.2 Advantech PCI DAQ 1711 Card Peralatan DAQ (Data Acquisition) PCI Card yang digunakan adalah merek Advantech dengan tipe 1711. PCI Card ini berfungsi sebagai pengubah sinyal analog ke sinyal digital dalam satuan volt serta dapat berfungsi sebaliknya.
(2.1)
3.1.3 Engine Control Unit Engine Control Unit yang dibangun memiliki empat komponen penting antara lain mikrokontroler sebagai central processing unit , driver sistem pengapaian yang bekerja mengatur pengapian tiap silinder secara grouping dan driver sistem injeksi yang bekerja mengatur waktu injeksi pada keseluruhan silinder secara simultan, Rangkaian debouncher yang berfungsi sebagai perangkat penghalus pembacaan sensor TDC dan CAS, dan driver motor stepper yang berfungsi sebagai pengatur pergerakan motor stepper yang digunakan sebagai pembuka dan penutup valve udara untuk kecepatan stasioner. Rangkaian ECU yang telah dibangun dapat dijelaskan pada Gambar 3.2.
Aksi kontrol proporsional berupa aksi kontrol yang proporsional terhadap sinyal error, aksi control integral memberikan aksi yang proporsional pada waktu integral dari error. Hal ini memastikan error steady state menjadi nol. Aksi kontrol derivatif adalah proporsional terhadap waktu derivatif dari error. Hal ini dapat memastikan prediksi error yang akan datang. Kontroler PID secara substansial mampu meningkatkan performa dan tingkat operabilitas. 3. PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini dibahas mengenai perancangan sistem yang terbagi menjadi lima bagian yaitu kebutuhan arsitektur sistem, Mitsubishi Eterna 4G63 DOHC, identifikasi sistem, pemodelan sistem, dan perancangan kontroler PID. 3.1 Kebutuhan Arsitektur Arsitektur sistem pengaturan kecepatan stasioner pada mesin pengapian busi yang dibangun memiliki beberapa komponen yaitu plant berupa mesin pengapian busi, perangkat keras untuk mengontrol mesin, dan perangkat lunak untuk monitoring dan pengambilan data mesin. Gambaran secara detail dijelaskan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.2 Rangkaian ECU yang telah dibangun 3
Proceeding Seminar Tugas Akhir - Juli 2011
dinamis, terlebih dahulu dilakukan pencarian titik kerja sudut pengapian dan waktu injeksi paling efektif dari plant. Untuk memastikan titik kerja paling efektif yaitu dengan memperhatikan kecepatan putaran mesin. Mesin dikatakan bekerja paling efektif yaitu ketika kecepatan putarannya dalam keadaan paling tinggi. Pada Tabel 4.2 menjelaskan mengenai titik kerja sudut pengapian paling efektif dengan variasi bukaan idle speed valve dari 0%, 10%, dan 20%. Sedangkan pada Tabel 4.1 menjelaskan mengenai titik kerja waktu injeksi paling efektif dengan bukaan idle speed valve yang sama dengan pencarian titik kerja sudut pengapian.
3.1.4 Sensor Induktif Sensor induktif merupakan sensor yang bekerja sesuai dengan prinsip induksi, yaitu setiap perubahan flux magnet akan menginduksi EMF (Electromotive Force) dalam kumparan. Untuk pengolahan secara digital, sensor ini tidak bisa digunakan secara langsung pada mikrokontroler, akan tetapi terlebih dahulu diubah besarannya yaitu dari frekuensi menjadi tegangan dengan menggunakan rangkaian Frequency to Voltage (F to V) menggunakan IC LM 2907. 3.1.5 Sensor Top Dead Center (TDC) dan Crank Angle (CAS) Sensor ini merupakan sensor yang bekerja berdasarkan prinsip kerja optocoupler. Sensor TDC berfungsi sebagai penentu posisi piston 1 dan 4 atau 2 dan 3 ketika berada di puncak ruang bakar. Sensor CAS berfungsi sebagai penentu sudut crank. Komponen perangkat keras ini terdiri dari dua hal yaitu bagian piringan dan bagian sensor. Pada lubang bagian terluar digunakan sebagai sensor posisi sudut crank yaitu sepanjang sudut crank 75-5 derajat, sedangkan pada bagian dalam digunakan sebagai sensor posisi TDC dimana terdiri dari dua macam lubang dengan panjang yang berbeda yaitu 8555 derajat (untuk lubang panjang) Before Top Dead Center (BTDC) dan 85-15 derajat (untuk lubang pendek) BTDC.
Tabel 4.1 Titik kerja waktu injeksi Injeksi Bukaan idle
Pengapian
speed valve
(deg BTDC)
(%)
10
Minimal ms
Efektif
rpm
ms
Maksimal
rpm
ms
rpm
0
3.315 975.6 3.57 1066 6.12
804
10
3.57 984.6 3.825 1039 6.63 776.9
20
3.57 1057 3.57 1093 6.63 722.7
Tabel 4.2 Titik kerja sudut pengapian Sudut Pengapian Bukaan idle
3.1.6 Perangkat Lunak Dalam penelitian ini diperlukan beberapa perangkat lunak sebagai penghubung antara data keluaran plant dengan pemroses data yaitu komputer. Perangkat lunak ini digunakan sebagai sistem monitoring dan pemberi setpoin pada plant serta digunakan sebagai media pemrograman mikrokontroler sebagai pengatur jalannya mesin. Perangkat lunak tersebut adalah LabView 7.1 yang merupakan produk dari National Instrumens dan CodeVision AVR 2.03 yang merupakan produk dari HP InfoTech.
Injeksi
speed valve
(ms)
(%)
4
Minimal
Efektif
Maksimal
deg
rpm
deg
rpm
deg
rpm
0
5
930.4
32
1210
47
894.3
10
5
921.4
38
1210
49
1030
20
5
1084
32
1355
47
1256
4.1.1 Identifikasi Statis Sebelum melakukan identifikasi dinamis terlebih dahulu dilakukan identifikasi statis utuk mengetahui karakteristik respon waktu dari tiap-tiap bukaan idle speed valve. Karakteristik respon waktu yang diamati adalah rise time. Untuk mendapatkan rise time tiap-tiap respon kecepatan baik itu akibat pengaruh waktu injeksi dan sudut pengapian dapat dilakukan dengan cara memperhitungkan nilai ๐ sehingga karakteristik rise time dapat diperoleh sesuai dengan Persamaan 4.1
3.2 Mitsubishi Eterna (4G63) DOHC Plant yang digunakan pada penelitian ini adalah plant mesin pengapian busi dengan merek dagang Mitsubishi Eterna dengan spesifikasi sebagai berikut. Model number : 4G63 Tipe : In-line, DOHC Banyaknya silinder :4 Displacement :1,997 lt (121.9)
4.
Sudut
๐ก๐ 5% โ 95% = ๐ ln 19
(4.1)
Dari Persamaan dapat diperoleh rise time dengan variasi bukaan idle speed valve seperti pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.
IDENTIFIKASI SISTEM
4.1 Identifikasi Sistem Identifikasi yang dilakukan pada tugas akhir ini adalah identifikasi dinamis dan identifikasi statis, Sebelum melakukan identifikasi baik statis maupun 4
Proceeding Seminar Tugas Akhir - Juli 2011
Tabel 4.3 Rise time kecepatan putaran mesin terhadap waktu injeksi Bukaan Sudut idle Rise Masukan Step Pengapian speed Time valve Minimal Maksimal (deg BTDC) (%) (s) (ms) (ms) 32 0 0.97 3.315 6.12 38 10 1.82 3.57 6.63
Tabel 4.5 Fungsi alih injeksi Bukaan idle speed valve
3.57
0
0.35
5
32
3.825
10
0.5
5
38
RMSE
0%
๐ฎ ๐ =
๐. ๐๐๐ ๐ + ๐. ๐๐๐
0.06635891
10%
๐ฎ ๐ =
๐. ๐๐๐๐ ๐ + ๐. ๐๐๐
0.073374358
๐ฎ ๐ =
๐. ๐๐๐๐ ๐ + ๐. ๐๐๐
0.077885693
20%
Tabel 4.4 Rise time kecepatan putaran mesin terhadap sudut pengapian Bukaan idle Rise Masukan Step Injeksi speed Time valve Minimum Efektif (ms) (%) (s) (deg) (deg)
Fungsi alih
Tabel 4.6 Fungsi alih pengapian Bukaan idle speed valve
RMSE
0%
๐ฎ ๐ =
๐. ๐๐๐๐ ๐ + ๐. ๐๐๐๐
0.157347
10%
๐ฎ ๐ =
๐. ๐๐๐๐๐ ๐ + ๐. ๐๐๐๐
0.187748
20%
4.1.2 Identifikasi Dinamis Dari hasil identifikasi statis, diperoleh karakteristik rise time untuk respon kecepatan terhadap waktu injeksi yang berkisar antara 0.97 detik hingga 1.82 detik, sehingga diambil nilai rise time terbesar yaitu 1.82 detik. Dari nilai rise time ini maka dapat diperoleh waktu sampling untuk masukan PRBS yaitu Ts โ 0.3 detik. ๐. ๐๐ > ๐ก๐ 6. ๐๐ > 1.82 ๐๐ > 0.3 (4.2)
Fungsi alih
๐ฎ ๐ =
๐. ๐๐๐๐๐ ๐ + ๐. ๐๐๐๐๐
0.255467
Model orde 1 yang telah diperoleh dapat digambarkan seperti persamaan 4.4 dengan parameter A dan B diubah menjadi suatu persamaan yang menghubungkan parameter model untuk bukaan idle speed valve yang berubah dari 0% hingga 20%. Y (s) U (s)
๏ฝ
A S๏ซB
(4.4)
Untuk mendapatkan parameter model injeksi terlebih dahulu dilakukan plotting pada Matlab dan dilakukan pendekatan dengan menggunakan polinomial orde 2. Pada Gambar 4.1 dan 4.2 adalah plotting untuk mencari persamaan polynomial orde 2 untuk parameter A dan B pada sistem injeksi, sedangkan pada Gambar 4.3 dan 4.4 adalah plotting untuk mencari persamaan polynomial orde 2 untuk parameter A dan B pada sistem pengapian.
Untuk memperoleh Ts masukan PRBS pada respon kecepatan terhadap sudut pengapian dapat diperoleh seperti perhitungan Ts masukan PRBS pada respon kecepatan terhadap waktu injeksi. Diperoleh Ts โ 0.08 detik. ๐. ๐๐ > ๐ก๐ 6. ๐๐ > 0.5 ๐๐ > 0.08 (4.3) 4.2 Pemodelan Sistem Dari data hasil identifikasi dinamis maka dapat diperoleh model sistem dengan menggunakan ARX, dimana fungsi alih yang diperoleh merupakan fungsi alih kecepatan putaran mesin terhadap waktu injeksi dan sudut pengapian. Fungsi alih tersebut dapat dijelaskan seperti pada Tabel 4.5-4.6 di bawah ini.
Gambar 4.1 Pendekatan quadratic polynomial untuk parameter A fungsi alih kecepatan putaran mesin terhadap injeksi 5