Sistem Pengaturan Kecepatan Stasioner dengan Pengapian Multispark Menggunakan Kontroler PID Primadani Kurniawan 2207100041
Macet Berhenti sejenak Stasioner
Sebagian besar kendaraan menggunakan mesin bensin Atau spark ignition engine
Mesin 4 tak yang dikendalikan secara elektronik
• Variabel yang dikendalikan adalah bukaan katup idle yang memvariasikan jumlah udara masuk • Penggunaan PID pada sistem elektronik otomotif • Pengaruh injeksi bahan bakar dan titik pengapian tidak ditinjau
• Mengatur kecepatan stasioner HANYA dengan memvariasikan udara masuk • Memperbaiki respon kecepatan stasioner sehingga sesuai dengan referensi
Bahan bakar berbayar
1. Langkah Hisap 2. Langkah Kompresi 3. Langkah Kerja 4. Langkah Buang
Throttle dan Katup idle
Intake Manifold Throttle Injektor
TDC CAS Top Dead Centre & Crank Angle Sensor
Exhaust Manifold
Koil
• Jalur udara masuk • Dikendalikan secara mekanik
2
1
5
3
4
6
Silinder 3 TOP
Silinder 4 TOP
85o 75o
5o
75o
Silinder 2 TOP
85o
15o
5o
Silnder 1 TOP
75o
5o
75o
55o
5o
Rangkaian Ekivalen
Resistansi = 15 Ω
BAB III PERANCANGAN SISTEM Bab ini akan membahas tentang perancangan unit kendali untuk keadaan stasioner mesin, dimulai dari perancangan rangkaian elektronika, pembuatan algoritma kendali. 3.1.
Langkah Kerja Pembuatan Tugas Akhir Gambar 3.1 menunjukkan diagram blok dari unit kendali kecepatan stasioner pada mesin 4 langkah.
Gambar 3.1. Diagram Blok Sistem Pengaturan Kecepatan Stasioner
Perancangan dan implementasi tugas akhir ini secara umum terbagi menjadi dua bagian pokok, yaitu pengerjaan perangkat keras dan perangkat lunak. Perancangan dan implementasi dilakukan pada perangkat keras maupun perangkat lunak dilakukan bersamaan dengan harapan ketika perangkat keras selesai maka siap untuk diisi dengan perangkat lunak yang terdiri dari algoritma pengendalian. 3.2
Identifikasi Kebutuhan Sebuah sistem pengaturan mesin terdiri dari berbagai elemen penyusun. Elemen yang pertama adalah sensor-sensor, lalu unit kontroler dan aktuator beserta drivernya. Sensor digunakan untuk merasakan sebuah kondisi yang terjadi pada mesin. Kemampuan kontroler yang sangat baik jika tidak didukung oleh kemampuan sensor yang memadai maka sinyal kontrol yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan. Sensor yang digunakan harus dilindungi dari interferensi sinyal yang dapat menggangu bacaan aktual dari sensornya. Unit kontroler yang digunakan harus mampu melakukan komputasi dengan cepat dan tepat mengingat sangat dinamisnya sistem yang akan dikendalikan. 15
Aktuator merupakan sebuah jembatan antara sinyal kontrol yang berasal dari kontroler sebelum masuk ke plant. Hal ini dilakukan mengingat perbedaan tingkat daya yang digunakan antara sinyal kontrol yang berdaya relatif rendah, dengan sinyal yang dibutuhkan plant yang cenderung lebih tinggi. Integrasi dari semua elemen-elemen tersebut haruslah membentuk sebuah unit kendali yang mempunyai respon cepat dengan komputasi yang tepat. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diharapkan algoritma pengendalian yang ditanamkan dapat mengendalikan mesin secara tepat. a)
Spark Ignition Engine Plant yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin Mitsubishi 4G63 DOHC (Double Over Head Cam) 2.0 Liter ditunjukkan pada Gambar 3.2. Mesin ini merupakan mesin 4 langkah dengan bahan bakar bensin. Pihak Mitsubishi menyebut sistem injeksinya dengan ECI (Electronic Control Injection) Multi, mempunyai arti bahwa injeksi dikendalikan secara elektronik dengan banyak titik penyemprotan. Titik tersebut berada pada masing-masing silinder. Dengan adanya 4 silinder pada mesin ini maka jumlah injektor juga sebanyak 4 buah.
Gambar 3.2. Mitsubishi 4G63
b)
Sensor Posisi Silinder Pada sebuah sistem pengaturan kecepatan pada mesin 4 langkah maka hal pertama yang dilakukan adalah mencari sensor yang merepresentasikan posisi silinder. Berbeda dengan sistem pengaturan pada motor DC (Direct Current/arus searah) yang 16
menggunakan tacho generator yang berbasis sinyal analog sebagai informasinya, maka pada mesin 4G63 berbasis sinyal digital. Sensor ini disebut TDC (Top Dead Center/titik mati atas) dan CAS (Crank Angle Sensor/sensor sudut piston). Bentuk fisik dari sensor ini dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. TDC dan CAS
Informasi yang terkandung dari sensor ini adalah posisi sudut piston, silinder yang harus diledakkan, serta bisa juga kecepatan. Ketiga informasi tersebut didapatkan dari dua kombinasi sinyal digital yang digunakan. Sinyal yang dihasilkan seperti Gambar 3.4 dimana pada tiap kali putaran mesin terdapat 2 buah sinyal CAS dan satu kali sinyal TDC Sebuah sinyal kotak pada CAS juga merepresentasikan posisi sudut piston. Rising edge (perubahan kondisi dari 0 ke 1) pada sinyal CAS mengindikasikan piston sedang berada pada 75 o sebelum piston mencapai puncak atau BTDC (before top dead center). Pada kondisi ini jika sinyal TDC berada pada logika 1 maka silinder yang harus diledakkan adalah 1 & 4. Begitu pula ketika sensor TDC berada pada logika 0 maka silinder yang harus diledakkan adalah 2 & 3. Tentunya sudut pengapian menyesuaikan dengan kebutuhan, pada kondisi stasioner sudut pengapian berada pada kisaran 10o BTDC.
17
TDC
CAS 1 putaran mesin
1 putaran mesin
Gambar 3.4. Sinyal TDC dan CAS
Lama waktu CAS berlogika 1 merupakan referensi untuk penentuan sudut pengapian pada sinyal CAS berikutnya. Formula untuk menentukan sudut pengapian ditunjukkan pada Gambar 3.5. TMA silinder 1
9.3 ms
10 ms / 70o 75o
5o
75o
TMA silinder 3
10o
Gambar 3.5. Penentuan Sudut Pengapian
10ms 70o Waktu pengapian untuk sudut pengapian 10o adalah: ms / derajat
75o 10o 9.3ms 10ms Untuk menentukan nilai kecepatan mesin, dapat dilihat dari lebar pulsa masing-masing CAS dalam satuan waktu. Satu lebar pulsa CAS merupakan gerak silinder mesin sebesar 70 o, nilai ini diperoleh dari pengurangan kondisi rising edge dengan falling edge sinyal. Mengetahui waktu putaran mesin berputar 70o maka nilai satu putaran mesin (periode) sebesar 360o dapat diketahui. Nilai putaran per menit didapat dari frekuensi (1/T) dikalikan dengan 60. 10o
18
c)
Sensor Posisi Throttle Posisi pada throttle merupakan nilai referensi untuk kecepatan mesin. Pada poros throttle dipasang sebuah potensiometer yang bertujuan untuk mengubah besaran mekanik menjadi sinyal yang mampu dibaca oleh kontroler.
Gambar 3.6. Sensor Posisi Throttle
Besarnya nilai referensi atau umum disebut bukaan throttle dilihat dari nilai tegangan yang muncul dari sensor. Throttle mesin Mitsubishi 4G63 dilengkapi dengan saklar stasioner. Saklar ini memberikan informasi apakah throttle sedang dalam keadaan membuka atau menutup. Jika pada posisi menutup makan mesin sedang berada pada kondisi stasioner atau deakselerasi. Bentuk dari sensor ini bisa dilihat pada Gambar 3.6 d)
Sensor Tekanan Manipol Sensor tekanan ini memanfaatkan membran sebagai alat yang digunakan untuk mengetahui tekanan udara vakum yang ada di manipol. Menempel pada badan mesin dengan sebuah saluran udara yang terhubung dengan manipol masuk. Jika tekanan vakum pada manipol semakin kuat, maka semakin besar pula perbedaan posisi membran. Saat keadaan mati atau tekanan pada manipol sama dengan atmosfir maka keluaran tegangan dari sensor ini berkisar antara 3,5 sampai dengan 3,7 volt. Jika mesin sedang berjalan maka sejumlah udara memasuki saluran masuk manipol. Sesuai dengan hukum-hukum fisika, jika terdapat fluida bergerak maka tekanannya lebih rendah daripada fluida yang sama pada kondisi diam. 19
Gambar 3.7. Sensor Tekanan Manipol Dan Grafik Informasi Sinyal [6]
Dari kondisi ini dapat dismpulkan bahwa ketika mesin berjalan, tekanan udara pada saluran masuk pada manipol lebih rendah dari tekanan diuar manipol atau atmosfir yang mengindikasikan udara masuk ke silinder. Hal ini menyebabkan perubahan sinyal pada sensor tekanan ini. Besarnya perubahan tekanan berbanding dengan perubahan tegangan. Bentuk fisik dapat dilihat pada Gambar 3.7 e)
Unit Kendali Mesin Dengan berkembangnya elektronika pada jaman sekarang ini, pemilihan kontroler menjadi suatu langkah yang cukup mudah untuk perancangan dan implementasi Tugas Akhir ini. Dengan pertimbangan dimensi dan berat, penulis mengambil sistem mikrokontroler sebagai elemen kontroler. Mikrokontroler yang dipilih adalah Atmega8535. Rangkaian keseluruhan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.8 Atmega 8535 merupakan mikrokontroler dari keluarga AVR dengan arsitektur RISC. Compiler yang digunakan telah menggunakan bahasa C sehingga cukup user friendly.
20
Gambar 3.8. Unit Kendali Mesin
Mikrokontroler ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya mampu mengeksekusi sebagian instruksi hanya dari satu siklus clock, eksekusi yang mencapai 16 juta instruksi per detik pada clock 16 juta hertz, memiliki 3 fasilitas pencacah dan 3 buah sumber interupsi eksternal serta memiliki ADC (analog to digital converter) yang telah terintegrasi di dalamnya. f)
Injektor dan Driver Injektor merupakan sebuah katup bahan bakar yang membuka menutupnya karena kumparan atau solenoid di dalamnya. Pada Tugas Akhir ini digunakan metode injeksi simultan, yakni semua injektor menyemprotkan bahan bakar pada saaat yang bersamaan. Guna mengendalikan injektor diperlukan sebuah driver yang berupa saklar on dan off berbasis transistor. Gambar 3.9 menunjukkan injektor beserta rangkaian driver.
Gambar 3.9. Injektor dan Driver
21
g)
Koil Untuk mengaktifkan pengapian yang membutuhkan tegangan sekitar 20kV diperlukan sebuah transformator step-up yang umum disebut koil. Pengapian ini berbasis inductive discharge ignition, yakni memanfaatkan kondisi discharge pada sisi sekunder dari induktor atau kumparan. Cara kerja koil ditunjukkan pada Gambar Terjadi loncatan 3.10 bunga api
Ada arus mengalir
ECU
Tidak ada arus mengalir
Sinyal on dari ECU
ECU
Sinyal off dari ECU
Gambar 3.10. Cara Kerja Koil
h)
Katup Kecepatan Idle Pada saat keadaan stasioner, laju udara tidak lagi melewati throttle melainkan melewati sebuah katup yang dikendalikan oleh motor stepper. Motor ini mempunyai 2 buah kumparan yakni kumparan A dan kumparan B. Besar 1 langkah dari motor ini adalah 15o. Untuk membuka dari 0% sampai 100%, katup ini membutuhkan 120 langkah motor atau perputaran sebanyak 1800o. Letak katup ini tepat di bawah throttle. Pada tugas akhir ini pengaturan posisi dari katup ini menggunakan sebuah mikrokontroler. Besar hambatan masing-masing kumparan adalah sekitar 20-30 Ω. Harus dirancang sebuah driver yang mampu mengalirkan cukup arus yang akan melewati kumparan motor.
22
Gambar 3.11. Tata Letak Katup Idle
Nomor 2 dan 5 pada Gambar 3.11 menunjukkan suplai tegangan 12 volt pada motor stepper. Sementara 1 dan 4 mewakili kumparan A1 dan B1 serta nomor 3 dan 6 mewakili A2 dan B2. Gambar 3.12 menunjukkan skema pengendalian katup idle
Gambar 3.12. Skema dari Motor Stepper dengan Unit Kendali Mesin. [6]
Jika diinginkan langkah maju maka kumparan yang diaktifkan seperti Gambar 3.12 adalah A1 dan B1 dilanjutkan B1 dan A2 kemudian A2 dan B2 B2 dan A1 A1 dan B1 begitu 23
seterusnya. Untuk melangkah mundur atau membuka katup idle maka urutan yang diberikan adalah kebalikan dari cara di atas. 3.3 Integrasi Elemen-Elemen Pembangun Hubungan inter koneksi antar elemen dapat dilihat pada Gambar 3.13. Unit kontroler menggunakan dua buah mikrokontroler, yang pertama untuk injeksi dan yang kedua untuk pengapian. Alasan menggunakan dua buah mikrokontroler adalah untuk mengurangi beban komputasi yang berlebihan jika hanya menggunakan satu buah mikrokontroler. Pada mikrokontroler untuk injeksi menggunakan kristal sebesar 4 Mhz dan pada pengapian menggunakan 4 Mhz. Alokasi pin yang digunakan pada mikrokontroler adalah sebagai berikut: Mikrokontroler Injeksi PORTD.7 PORTB.0 PORTA.0
: Sinyal kontrol untuk mengaktifkan injektor : Masukan dari pulsa CAS : Masukan dari sensor tekanan manipol
Mikrokontroler Pengapian PORTD.2 PORTD.3 PORTC.6 PORTC.7
: Masukan sinyal CAS untuk menghitung kecepatan : Masukan sinyal TDC untuk mengetahui silinder yang harus diledakkan : Sinyal kontrol untuk mengaktifkan pengapian pada silinder 1&4 : Sinyal kontrol untuk mengaktifkan pengapian pada silinder 2&3
Mikrokontroler ketiga PORTB.0 PORTB.1 PORTB.2 PORTB.3 PORTA.0
: Mengaktifkan kumparan B2 pada katup idle : Mengaktifkan kumparan A2 pada katup idle : Mengaktifkan kumparan B1 pada katup idle : Mengaktifkan kumparan A1 pada katup idle : Masukan sinyal kontrol dari computer berupa bukaan katup
24
injektor
TPS
koil
TDC CAS
MAP
Katup idle
Gambar 3.13. Integrasi Elemen Pembangun
3.4 Perencanaan Perangkat Lunak Perangkat lunak yang dirancang terdiri dari tiga program utama yakni pengapian, injeksi dan katup idle speed. Sistem pengaturan kecepatan stasioner tidak bisa hanya mengandalkan hanya satu variabel saja yang dikendalikan seperti katup idle. Namun, pengapian dan injeksi harus disesuiakan sehingga memperoleh hasil yang maksimal. Pada Tugas Akhir ini nilai-nilai pengapian serta injeksi seperti kapan pengapian hatus dinyalakan serta berapa lama pulsa injeksi menyala dikendalikan oleh sebuah look-up table. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan beban kerja mikrokontroler. Sementara itu variabel bukaan katup idle dikendalikan oleh algoritma PID. Diagram alir kedua program tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.14 dan 3.15. a)
Implementasi Program Pengapian Algoritma pengapian dikendalikan oleh sebuah mikrokontroler. Sistem pengapian yang digunakan adalah distributorless atau grouping, pada sistem ini pengapian pada dua 25
silinder dilakukan bersamaan. Silinder yang diledakkan bersamaan adalah silinder 1 & 4 dan silinder 2 & 3. Pembagian dari sistem ini berdasarkan sinyal CAS pada Gambar 3.4. Kedua kombinasi sinyal ini memberikan informasi silinder mana yang harus aktif. Ketika telah ditentukan koil A harus aktif maka untuk menghasilkan tegangan tinggi pada sisi sekundernya diperlukan sebuah charging minimal satu mili detik. Tegangan tinggi akan keluar ketika sinyal charging falling edge b) Implementasi Program Injeksi Bahan Bakar Besarnya injeksi bahan bakar sangat tergantung dari banyaknya udara yang masuk ke dalam silinder. Injeksi dilakukan dua kali tiap langkah, atau sekali tiap putaran mesin. Kapan injeksi dilakukan bergantung dari sinyal CAS, dua kali falling edge sinyal akan memerintahkan injektor menyemprotkan bahan bakar. Start
Stop Gambar 3.14. Diagram Alir Program Pengapian
26
3.5 Identifikasi Mesin Identifikasi plant ditujukan untuk mendapatkan model matematis berupa fungsi alih yang kemudian digunakan untuk proses perancangan kontroler. Gambar 3.16 adalah diagram blok dari identifikasi kecepatan stasioner mesin 4 langkah. Untuk mencati parameternya digunakan fungsi alih lup terbuka, Nilai RPM yang diinginkan dimasukkan melalui mikrokontroler dan diteruskan menuju driver katup idle speed. Respon kecepatan selanjutnya direkam melalui rangkaian f to v,m yakni sebuah rangkaian terintegrasi yang mampu merubah besaran frekuensi menjadi nilai tegangan. Start
Stop Gambar 3.15. Diagram Alir Program Injeksi
Besarnya kecepatan dilihat melalui putaran salah satu roda gigi yang terdapat di crankshaft. Roda gigi tersebut satu putarannya
Gambar 3.16. Diagram Blok Identifikasi Kecepatan Stasioner Mesin
27
terdapat 116 gigi. Sensor yang digunakan adalah sensor induktif tata letaknya ditunjukkan Gambar 3.17, nilai keluaran dari sensor ini adalah sebuah sinyal sinus yang frekuensinya tergantung dari kecepatan mesin.
Gambar 3.17. Tata Letak Sensor Terhadap Roda Gigi [7]
Berdasarkan hasil analisa secara grafis pada Gambar 3.18 didapatkan parameter plant sebagai berikut : Nilai penguatan K diperoleh : K
B 449,716 1,499 A 300
Konstanta waktu dan settling time plant diperoleh :
35ms s (0,5%) 5 13,5ms Fungsi alih plant diperoleh : K s 1 1,499 G p ( s) 0,35s 1 G p ( s)
28
1530
300
449.716
63.2%
131.8
Gambar 3.18. Hasil Identifikasi Mesin Secara Grafis
Gambar 3.19 memperlihatkan perbandingan grafik antara respon mesin 4 tak riil dengan respon model hasil identifikasi. Didapatkan besarnya kesalahan dinyatakan dalam norm error yaitu : f (m) f (i) (3-1) Norm 100% f (i) Dimana :
f (m) adalah grafik respon mesin hasil pemodelan f (i) adalah grafik respon mesin riil Dengan pengambilan data respon mesin 4 tak sebanyak 5 kali maka diperoleh rangkuman hasil fungsi alih beserta besarnya kesalahan yang irepresentasikan dalam Tabel 3.1. Dari tabel berikut maka diperoleh fungsi alih dengan besarnya kesalahan yang terkecil yaitu 2,46 %.
29
Gambar 3.19. Perbandingan Respon Plant dengan Model Hasil Identifikasi
Tabel 3.1 Rangkuman Hasil Identifikasi Kecepatan Stasioner Mesin Fungsi Alih Mesin
Kesalahan (%)
1,499 5, 21s 3,58s 1 e 1,53 5, 43s 5,86s 1 e
2,46 2,96
1,4 10, 4 s 1,3s 1 e 1,37 6, 302s 3,74s 1 e 1,548 6, 43s 3,42s 1 e
3,306 2,68 2,654
3.6 Perancangan Kontroler Untuk mendapatkan kecepatan stasioner mesin yang sesuai dengan kecepatan yang diinginkan, maka dibutuhkan sebuah kontroler. Ada berbagai jenis kontroler dan berbagai macam metode pendekatan untuk mendapatkan parameter kontroler. Pemilihan metode kontrol dipengaruhi oleh jenis plant yang akan diatur, dalam hal ini dicoba untuk mengimplementasikan kontroler PID 30
(proportional-integral-derivatif) dengan metode penalaan cohencoon. 3.6.1 Perancangan kontroler PID Metode pengaturan yang diimplementasikan adalah PID. Metode penalaan parameter kontroler berdasarkan metode cohen coon. Berdasarkan grafik respon kecepatan stasioner mesin pada Gambar 3.16 dan fungsi alih pada persamaan Tabel 3.1 dengan nilai kesalahan terkecil maka didapatkan nilai untuk penalaan kontroler PID yaitu :
0 12,3s 2 13,07s 3 13,18s
1 12,82s 0,35s del 0,52s K
r
B 449,716 1,499 A 300
del 5,2 1,45 3,5
Dari persamaan pada Tabel 2.1 Sehingga besarnya K p , i , d didapat : K p 0,778
i 0,862s d 0,1499s 3.7 Simulasi Hasil Perancangan Kontroler Berdasarkan hasil penalaan parameter kontroler pada subbab 3.5 maka hasil dari parameter tersebut dapat disimulasikan sebagai berikut :
31
waktu (10ms)
Gambar 3.20 Simulasi Sistem dengan Kontroler PID
Gambar 3.20 memperlihatkan hasil simulasi sistem kecepatan stasioner dengan kondisi awal 750 rpm dari penalaan parameter kontroler PID dengan menggunakan metode cohen coon. Dari simulasi terlihat respon sistem terdapat overshoot dan mencapai keadaan tunak sekitar 4,5 detik. Overshoot maksimum terjdai pada detik pertama dengan nilai 1170 rpm.
32
• Mesin 4 langkah (4G63) • Unit Kendali Mesin ▫ Pengondisi Sinyal ▫ CPU Pengapian Injeksi
▫ Driver Aktuator Pengapian Injeksi Katup idle
• Komputer
Sinyal step
Unit Kendali Mesin tegangan
frekuensi
tf ( s)
1.499 5.21s 3.58s 1 e
• • • •
Penalaan menggunakan metode cohen-coon Kp = 0.778 Ki = 1.16 Kd = 0.15
waktu (10ms)
Kp = 0.778
Ki =1.16
Kd = 0.15
Kp = 0.778
Ki =2
Kd = 0.15
Kp = 0.778
Ki =1.16
Kd = 0.15
Kp = 0.778
Ki =2
Kd = 0.15
• Kontroler PID bisa digunakan pada mesin dengan karakteristik MIMO (Multiple input multiple output) dengan hanya menganggapnya sebagai sistem SISO (Single input single output) • Variabel yang dikendalikan pada sistem ini adalah jumlah udara yang masuk • Gangguan yang digunakan adalah katup udara mekanik