Desain dan Implementasi Sistem Pengaturan Fuzzy untuk Waktu Pengapian pada Mesin Pengapian Busi Mohamad Abdul Hady, Ari Santoso, Imam Arifin Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Insitut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111 e-mail:
[email protected] Abstrak – Pada mesin pengapian busi terjadinya ledakan dalam ruang bakar harus diatur pada waktu yang tepat. Jika terjadinya ledakan terlalu cepat ataupun terlalu lambat, maka gaya dorong piston akan berkurang, efisiensi menurun, bahkan dapat menyebabkan kerusakan mesin. Waktu pengapian yang tepat dipengaruhi oleh kondisi kecepatan putar mesin, beban mesin, suhu dalam ruang bakar, dan nilai oktan bensin. Pada penelitian ini digunakan sebuah kontroler logika fuzzy untuk mengatur waktu pengapiannya, sehingga waktu pengapian bisa disesuaikan dengan kondisi kecepatan putar mesin dan beban mesin. Kontroler tersebut selanjutnya diimplementasikan dalam bentuk look-up table dan ditanamkan pada mikrokontroler. Dengan diterapkannya kontroler logika fuzzy terdapat perbaikan respon sistem pada kondisi tunaknya. Tanpa adanya kontroler waktu pengapian fluktuasi atau ripple kecepatan putar mesin pada kondisi tunak masih cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai RMSE-nya. Setelah diberi kontroler waktu pengapian, fluktuasi kecepatan putarnya dapat diminimalkan dan ditunjukkan dengan menurunnya nilai RMSE responnya. Kata kunci: Mesin Pengapian Busi, Waktu Pengapian, Fuzzy.
1.
PENDAHULUAN
Mesin pengapian busi merupakan salah satu jenis mesin bakar yang membutuhkan pemicu berupa percikan bunga api untuk meledakkan campuran udara dan bahan bakar dalam ruang bakarnya [1]. Percikan bunga api pada mesin ini dihasilkan oleh busi yang diberi tegangan tinggi. Selanjutnya, percikan tersebut akan memicu terjadinya proses pembakaran dalam ruang bakar. Energi yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran akan menyebabkan piston terdorong dan memutar mesin. Mesin ini memiliki 4 siklus berurutan yaitu siklus hisap (intake), siklus kompresi (compression), siklus pembakaran (combustion), dan siklus buang (exhaust). Campuran bahan bakar dan udara masuk ke dalam ruang bakar pada saat siklus hisap. Kemudian saat siklus kompresi, campuran tersebut didorong naik dan dikompresi oleh piston. Selanjutnya, bahan bakar dan udara yang terkompresi diledakkan dengan dipicu oleh percikan bunga api, sehingga piston terdorong ke
bawah dan memutar as kruk (poros putar mesin). Jika siklus tersebut terjadi dalam dua putaran mesin, maka mesin tersebut disebut mesin 4 langkah (4-stroke engine). Namun, jika siklus tersebut terjadi dalam satu kali putaran mesin disebut dengan mesin 2 langkah (2stroke engine). Siklus kerja mesin pengapian busi yang paling rawan dan sering terjadi masalah adalah saat siklus kompresi. Pada siklus ini diharapkan waktu terjadinya proses pembakaran dalam ruang bakar (waktu pengapian) terjadi pada waktu yang tepat, sehingga gaya dorong yang dihasilkan bisa maksimal. Jika pengapian terjadi terlalu cepat atau terlalu lambat, maka tidak seluruhnya campuran bahan bakar dan udara terbakar sempurna sehingga menurunkan efisiensi dan performa mesin. Pengapian yang terlalu cepat (pre-ignition) juga dapat menyebabkan kerusakan mesin, karena terjadinya detonasi atau ketukan [2]. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sistem yang mampu mengubah waktu pengapian pada ruang bakar, sehingga tepat dan sesuai dengan kondisi mesin. Hal yang paling sering dibahas dalam penelitian tentang mesin adalah permasalahan peningkatan kinerja dan efisiensinya. Salah satu hasil pengembangan mesin pengapian busi ini adalah digunakannya sistem injeksi elektronik untuk mengatur banyak bahan bakar yang digunakan dan penggunaan Engine Control Unit (ECU) sebagai pengendali utamanya. Secara umum, ada dua sistem penting yang mempengaruhi kinerja dan efisiensi mesin yaitu, sistem pengapian dan sistem injeksi bahan bakar. Sistem pengapian pada mesin pengapian busi dirancang untuk menentukan waktu pengapian atau waktu saat dipicunya proses pembakaran dalam silinder. Sistem injeksi bahan bakar merupakan sistem yang bertugas untuk mengatur banyak bahan bakar yang digunakan oleh mesin. Waktu pengapian yang tepat pada sistem pengapian dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu diantaranya kecepatan putar mesin, jenis bahan bakar yang digunakan, suhu dalam ruang bakar dan banyak udara yang digunakan. Jika kecepatan putar mesin semakin tinggi, maka waktu pengapian juga akan semakin mendekati titik mati atas (TMA). Untuk menyesuaikan waktu pengapian ini, dibutuhkan kontroler yang mampu mengatur waktu pengapian agar lebih akurat. Jika waktu pengapian tidak tepat maka akan mengurangi kinerja mesin dan akan menimbulkan ketukan pada mesin (knocking). 1
Proceding Tugas Akhir – Mohamad Abdul Hady/ 2207 100 047
Terjadinya ketukan dapat menyebabkan kerusakan pada mesin dan sebisa mungkin harus dihindari. Oleh sebab itu, perlu dirancang suatu sistem pengendali yang mampu menyesuaikan waktu pengapian dengan kondisi kecepatan putar mesin. Salah satu cara untuk menerapkannya adalah dengan menggunakan sistem elektronik yang mampu diprogram dan algoritma kontroler dapat ditanamkan ke dalam sistem tersebut, sehingga mampu meningkatkan kinerja dan efisiensi mesin. Pada penelitian ini, kontroler logika fuzzy dipilih sebagai pengatur waktu pengapian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ari Santoso dkk, diakatakan bahwa penggunaan fungsi keanggotaan (membership function) pada kontroler logika fuzzy dapat digunakan untuk mewakili sistem pengaturan waktu pengapian mekanik [4]. Penjabaran model mesin pengapian busi akan dibahas lebih detail pada Bagian 2. Bagian 3 menjelaskan tentang perancangan kontroler logika fuzzy. Pada Bagian 4 dibahas tentang hasil yang diperoleh dari simulasi dan implementasi beserta analisanya. Kesimpulan hasil penelitian dan saran untuk penelitian berikutnya disampaikan pada Bagian 5. 2. DESKRIPSI SISTEM 2.1 Mesin Pengapian Busi (Spark Ignition Engine)[1] Mesin pengapian busi merupakan salah satu jenis mesin bakar yang membutuhkan pemicu berupa percikan bunga api untuk meledakkan campuran udara dan bahan bakar dalam ruang bakarnya. Percikan bunga api pada mesin ini dihasilkan oleh busi yang diberi tegangan tinggi hingga terjadi loncatan elektron pada celah kutub positif dan negatif busi. Selanjutnya, percikan tersebut akan memicu terjadinya proses pembakaran dalam ruang bakar. Energi yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran akan menyebabkan piston terdorong dan memutar poros mesin. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pengapian Busi 4 langkah Prinsip utama terjadinya reaksi pembakaran adalah ada bahan bakar, ada oksigen, dan ada pemicu reaksi pembakaran itu sendiri. Pada mesin pengapian busi oksigen yang digunakan adalah oksigen yang terkandung dalam udara. Ketiga elemen tersebut harus ada agar proses terbangkitnya energi gerak berjalan dengan lancar. Jika salah satu dari elemen tersebut tidak ada, maka tidak akan ada proses pembakaran dan tidak ada energi yang dihasilkan. Mesin pengapian busi memiliki 4 siklus berurutan yaitu siklus hisap (intake), siklus kompresi (compression), siklus pembakaran (combustion) atau siklus kerja (power), dan siklus buang (exhaust). Ilustrasi dari setiap siklus mesin dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Siklus kerja mesin 4 langkah Campuran bahan bakar dan udara masuk ke dalam ruang bakar pada saat siklus hisap. Saat siklus kompresi, campuran tersebut didorong naik dan dikompresi oleh piston. Selanjutnya, bahan bakar dan udara yang terkompresi diledakkan dengan dipicu oleh percikan bunga api, sehingga piston terdorong ke bawah dan memutar as kruk (poros putar mesin). Jika siklus tersebut terjadi dalam dua putaran mesin, maka mesin tersebut disebut mesin 4 langkah (4-stroke engine). Namun, jika siklus tersebut terjadi dalam satu kali putaran mesin disebut dengan mesin 2 langkah (2stroke engine). 2.3 Sensor Utama Mesin [2][3][4] 2.3.1 Sensor MAP Sensor MAP (Manifold Absolute Pressure) merupakan sensor yang digunakan untuk mengetahui besar tekanan mutlak pada saluran udara masuk (Manifold). Nilai tekanan mutlak ini selanjutnya digunakan sebagai pengatur jumlah bahan bakar yang masuk pada ruang bakar. Semakin besar tekanan mutlaknya, maka semakin banyak pula bahan bakar yang diinjeksikan. Keluaran sensor ini adalah besaran tegangan dalam volt seperti pada Gambar 2.2.
Gambar 2 Sinyal keluaran sensor MAP 2.3.2 Sensor TPS Sensor TPS (Throttle Position Sensor) digunakan untuk mengetahui besar sudut bukaan throttle. Bukaan katup throttle ini berkisar antara 0o hingga 90o. Besar tegangan keluaran sensor TPS berbanding lurus dengan presentase sudut bukaannya. Nilai tegangan 05 volt merepresentasikan presentase sudut bukaan throttle sebesar 0-100%.
2 Proceding Tugas Akhir – Mohamad Abdul Hady/ 2207 100 047
2.3.3 Sensor TDC dan CAS Sensor TDC (Top Dead Center) dan CAS (Crank Angle Sensor) merupakan sensor yang digunakan untuk mengetahui posisi sudut crank (poros engkol) dan piston mana yang berada pada posisi puncak. Sensor ini memiliki keluaran sinyal berbentuk pulsa yang memiliki dua nilai 0 volt dan 5 volt. Pulsa tersebut dihasilkan oleh piringan berlubang yang berputar mengikuti putaran mesin. Detail piringian pada sensor ini dapat dilihat pada Gambar 3.
(a) (b) Gambar 3 (a) Piringan di dalam sensor TDC dan CAS; (b) Posisi LED infra merah dan fotodioda sensor TDC dan CAS[3] Sinyal keluaran sensor TDC bernilai 5 volt pada 85oBTDC hingga 55oATDC silinder ke-1 antara 85oBTDC hingga 15oBTDC silinder ke-4. Sinyal dari sensor CAS memiliki nilai yang berbeda, dimana sinyal keluaran sensor CAS bernilai 5 volt antara 75oBTDC hingga 5oBTDC di setiap silinder. Berdasarkan sinyal tersebut dapat diketahui bahwa ketika sinyal sensor TDC dan CAS bernilai 5 volt, silinder yang bergerak menuju titik puncak adalah silinder 1 dan 4. Sebaliknya, ketika sinyal keluaran sensor TDC bernilai 0 volt dan sinyal CAS bernilai 5 volt, silinder yang bergerak menuju titik puncak adalah silinder 2 dan 3. Ilustrasi sinyal ini disajikan pada Gambar 4.
2.3.5 Sistem Injeksi Bahan Bakar Elektronik (Electronic Fuel Injection (EFI)) Sistem injeksi bahan bakar pada mesin pengapian busi adalah sistem bagian utama dari mesin yang berfungsi untuk mengatur banyak bahan bakar yang digunakan untuk proses pembakaran di dalam ruang bakar. Sistem injeksi merupakan hasil pengembangan dari sistem sebelumnya yaitu, sistem karburator. Pada sistem ini bahan bakar diubah menjadi bentuk kabut oleh nozzle injektor, agar mudah menyebar ke seluruh ruang bakar dan mempermudah proses pembakaran. Bahan bakar dari tangki harus dipompa agar bisa mengalir ke injektor dan memiliki tekanan yang cukup untuk menyemprotkan bahan bakar. Pada pipa saluran bahan bakar sebelum masuk ke injektor terdapat komponen yang mengatur besar tekanan bahan bakar, yaitu yang disebut dengan Fuel Pressure Regulator. Deskripsi dari komponen-komponen dalam sistem injeksi disajikan pada Gambar 6. Jumlah bahan bakar yang disemprotkan oleh injektor tergantung pada durasi injektor tersebut diaktifkan. Ketika injektor diaktifkan, solenoid yang ada di dalam injektor akan menarik katup injektor, sehingga bahan bakar bertekanan akan mengalir melalui celah sempit pada ujung injektor.
Gambar 6 Komponen dalam sistem injeksi bahan bakar
Gambar 4 Sinyal keluaran sensor TDC dan CAS 2.3.4 Sensor Induktif Sensor induktif digunakan untuk mengetahui kecepatan putar mesin. Sensor ini diletakkan dekat pada gerigi roda gila mesin, sehingga ketika mesin berputar akan timbul tegangan sinusoidal dengan frekuensi tertentu.
Gambar 5 Sensor induktif
Bagian-bagian fisik dari injektor dapat diamati pada Gambar 7. Injektor mampu bekerja sebagai penyemprot bahan bakar karena didalamnya terdapat solenoid yang memiliki armature yang dapat bergerak naik turun jika ada tegangan yang diberikan. Gerakan armature ini mengakibatkan katup jarum dari injektor ini (needle valve) membuka dan menutup, sehingga jika ada bahan bakar bertekanan didalamnya bisa tersemprotkan.
(a) (b) Gambar 7 (a) Injektor; (b) bagian-bagian penyusun injektor [3] 3
Proceding Tugas Akhir – Mohamad Abdul Hady/ 2207 100 047
2.4 Permasalahan pada Sistem Pengapian Waktu pengapian yang tepat akan menyebabkan puncak tekanan dalam ruang bakar terjadi sekitar 10 o ATDC (After Top Dead Center) [6]. Berdasarkan hasil eksperimen dan perhitungan stoikiometri, waktu pengapian yang terbaik terjadi saat posisi sudut Crank berada pada 30o BTDC (Before Top Dead Center), sehingga puncak maksimal tekanan dalam silinder berkisar antara 10-12o ATDC. Ilustrasi dari hasil eksperimen tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Kurva Tekanan terhadap sudut Crank [6] Jika waktu pengapian terjadi lebih cepat (preignition combustion), maka puncak tekanan maksimal akan bergeser ke kiri. Pengapian yang terlalu cepat akan menyebabkan terjadinya ketukan atau detonasi yang dapat merusak mesin. Penjelasan ini dapat dilihat pada Gambar 9 yang menunjukkan pergeseran tekanan maksimal dalam ruang bakar saat terjadi pre-ignition dan normal combustion.
nol, maupun benar atau salah, tetapi merupakan suatu logika multi nilai yang berangsur-angsur dari nol hingga satu (gradual). Kata fuzzy dalam teori sistem pengaturan selalu dihubungkan dengan kata logika, sehingga diperoleh kata logika fuzzy yang berarti suatu logika yang samar. Dengan kata lain, dalam menentukan fenomena-fenomena di alam yang mengandung sifat tidak tepat atau samar kita tentukan aturan yang samar juga. Konsep teori himpunan fuzzy didasarkan pada pengelompokan elemen-elemen ke dalam kelas-kelas yang mempunyai atas yang tidak jelas. Kelompok-kelompok itulah yang disebut himpunan fuzzy. Logika Fuzzy merupakan hasil pengembangan dari logika Boolean, dimana pada logika Boolean ini hanya terdapat dua nilai logika yaitu benar atau salah (0 dan 1). Dua nilai logika ini sebenarnya sudah sangat efektif untuk mengatasi permasalahan yang karakteristiknya memiliki gambaran yang jelas dan dapat direpresentasikan dalam bentuk kuantitatif. Namun, tidak semua permasalahan bersifat demikian, ada juga permasalahan yang jenisnya lebih kompleks dan kebanyakan ditangani oleh manusia daripada mesin otomatis. Konsep logika benar dan salah belum cukup untuk menangani permasalahan ini, sehingga diperlukan perluasan seperti hampir benar atau sedikit benar. Perbedaan mendasar antara logika fuzzy dengan logika bolean terletak pada harga kebenaran. Pada logika fuzzy harga kebenaran diberikan dalam terminologi linguistik dengan menyertakan predikat kekaburan (fuzzyness). Harga kebenaran dan derajat kekaburan pada terminologi linguistik dapat dinyatakan dengan tolok ukur, misalnya agak, cukup, sangat dan sebagainya. 2.5.2
Gambar 9 Kurva tekanan dalam ruang bakar terhadap sudut crank saat pengapian [6] 2.5 Kontroler Logika Fuzzy [10] 2.5.1 Logika Fuzzy Kata Fuzzy secara leksikal mengandung arti tidak jelas, samar atau kabur. Konsep himpunan fuzzy sebenarnya dilatarbelakangi oleh cara berpikir manusia dalam mempresentasikan dan menganalisa fenomena-fenomena di alam nyata yang serba tidak tepat (samar). Logika manusia memandang suatu fenomena tidak hanya terdiri dari dua nilai, satu atau
Fungsi Keanggotaan Fungsi keanggotaan (Membership Function selanjutnya disingkat MF) adalah suatu fungsi untuk menyatakan hubungan antara sebuah masukan dengan sebuah himpunan fuzzy. Untuk menyatakan suatu fungsi keanggotaan dalam pendefinisian himpunan fuzzy tergantung pada metode yang akan digunakan. Secara umum ada dua metode yaitu pendefinisian secara numerik dan bentuk fungsi. Pendefinisian secara numerik diterapkan atas himpunan dengan pendukung diskrit, sedangkan pendefinisian bentuk fungsi diterapkan pada pendukung kontinyu. Fungsi keanggotaan yang dikenal ada beberapa macam, yaitu diantaranya: a.
Triangle (segitiga): Fungsi keanggotaan ini berbentuk segitiga, digunakan jika terdapat derajat keanggotaan sama dengan nol, dan memiliki satu anggota yang berderajat keanggotaan satu.
4 Proceding Tugas Akhir – Mohamad Abdul Hady/ 2207 100 047
b. Gaussian Fungsi ini berbentuk kurva Gaussian dengan nilai simpangan tertentu, digunakan jika derajat keanggotaan minimalnya mendekati nol pada nilai tak terhingga. c.
Trapezoid (Trapesium) Fungsi keanggotaan ini berbentuk layaknya bidang segi empat trapesium, digunakan jika ada derajat keanggotaan yang bernilai satu antara rentang tertentu, dan ada yang bernilai nol.
2.5.3
Kontroler Logika Fuzzy Mamdani Kontroler logika fuzzy merupakan kontroler yang menggabungkan aspek pendefinisian himpunan fuzzy dengan aspek logika fuzzy untuk memperoleh suatu kontroler yang dapat merepresentasikan cara kerja operator manusia. Kedua aspek diterapkan pada masukan dan keluaran kontroler untuk membentuk hasil perancangan yang berbentuk suatu algoritma aturan fuzzy. Struktur dasar kontroler logika fuzzy terdiri dari beberapa proses, yaitu proses fuzzifikasi, proses penarikan kesimpulan fuzzy, dan Defuzzifikasi. Proses tersebut dapat kita lihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Proses yang ada didalam kontroler logika fuzzy 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Arsitektur Sistem Pengaturan Waktu Pengapian pada Mesin Pengapian Busi Arsitektur sistem pengaturan waktu pengapian pada mesin pengapian busi tersusun atas beberapa bagian. Bagian-bagian penyusunnya adalah kontroler, plant, dan sistem akusisi data. Pada sistem akusisi data terdapat komputer sebagai elemen utama pengumpul data. Secara umum, diagram hubungan antara masingmasing elemen dalam arsitektur sistem ini dapat diamati pada Gambar 11.
Gambar 11 Arsitektur Sistem Pengaturan Waktu Pengapian dan Injeksi 3.2 Identifikasi dan Pemodelan Sistem Identifikasi sistem dilakukan dengan memberikan sinyal masukan (set point) yang berubah terhadap waktu atau disebut dengan identifikasi dinamis. Sistem dikondisikan menjadi sistem loop terbuka dan tanpa ada kontroler yang digunakan. Respon keluaran dari sistem selanjutnya direkam datanya dan digunakan sebagai acuan untuk melakukan pemodelan sistem. 3.2.1 Identifikasi Respon Kecepatan Putar Stasioner dengan Perubahan Waktu Pengapian Identifikasi dilakukan dengan menggunakan masukan sinyal PRBS (Pseudo Random Binary Sequence). Respon kecepatan putar mesin direkam menggunakan PC yang dilengkapi dengan PCI (Peripheral Component Interconnect) Card. Dari data masukan dan keluaran yang didapatkan dilakukan pendekatan dengan model ARX (Auto Regression with Exogenous). Pada Gambar 12 disajikan respon kecepatan putar mesin hasil identifikasi.
Gambar 12 Respon kecepatan putar mesin dengan masukan PRBS 3.2.2 Pemodelan Respon Kecepatan Kecepatan Putar Stasioner Setelah dilakukan proses identifikasi dilakukan pemodelan sistem. Pemodelan sistem yang digunakan ada dua jenis, yaitu dengan pendekatan fungsi alih orde 1 dan orde 2. Pada Tabel 1 disajikan fungsi alih dari masing-masing pengambilan data beserta nilai RMSE (Root Mean Square Error). 5
Proceding Tugas Akhir – Mohamad Abdul Hady/ 2207 100 047
Tabel 1 Fungsi alih hasil pendekatan dengan orde-1 Data
Fungsi Alih
RMSE (%)
0.9025 s 0.1562
1
0.471275075
0.1069 s 0.1788 0.0633 s 0.09764 0.05853 s 0.0924 0.05351 s 0.08541
2 3 4 5
0.157347 0.212644 0.191928 0.203987
Pada Tabel 2 disajikan fungsi alih hasil pendekatan Orde 2. Pemodelan dengan orde 2 ini dilakukan untuk membandingkan nilai RMSE-nya dan yang digunakan sebagai model acuan adalah pendekatan orde 1. Tabel 2 Fungsi alih hasil pendekatan dengan orde-2 Data
Fungsi Alih
RMSE (%)
1
0.07733s 2 3.764s 104.3 s 3 26.35s 2 1717s 174.3
0.144257
2
0.08452s 2 4.105s 112.3 s 3 23.03s 2 1676s 180.8
0.144391
3
0.05385s 2.131 s 2 30.28s 3.28
0.149234
4
0.04549s 1.614 s 2 23.49s 2.586
0.13471
5
0.04093s 1.369 s 2 23.49s 19.76s 2.201
0.134209
Berdasarkan hasil-hasil fungsi alih yang didapatkan, dipilih salah satu fungsi alih yang digunakan sebagai model acuan dengan nilai RMSE terkecil, yaitu sebesar 0.157347%. Fungsi alih yang digunakan seperti pada Persamaan (2). Y ( s) X ( s)
0.1069 s 0.1788
digunakan pada kontroler ini dapat dilihat pada Gambar 13.
……….…...……...... (2)
3.3 Perancangan Kontroler Fuzzy 3.3.1 Perancangan Fungsi Keanggotaan Pada kontroler ini, digunakan lima buah fungsi keanggotaan yang digunakan untuk mendefinisikan setiap masukan dan keluarannya. Jenis fungsi keanggotaan yang digunakan ada dua macam yaitu jenis segitiga dan jenis trapesium. Dalam satu variabel, terdapat dua buah fungsi keanggotaan jenis trapesium dan tiga buah jenis segitiga dalam satu variabel. Fungsi trapesium dipilih untuk mendefinisikan derajat keanggotaan sama dengan satu pada banyak nilai variabelnya, sedangkan fungsi segitiga dipilih karena memiliki nilai yang terbatas dan derajat keanggotaannya bernilai satu pada satu titik tertentu. Ilustrasi dari fungsi keanggotaan yang
1
3
2
5
4
Gambar 13 Fungsi keanggotaan yang digunakan untuk masukan dan keluaran kontroler Fungsi keanggotaan tersebut dirancang dengan melakukan kuantisasi terhadap nilai sebenarnya. Rentang fungsi keanggotaan dan kuantisasinya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Tabel kuantisasi masukan kontroler Tingkat Variasi Input RPM Variasi Input Kuantisasi (An) MAP (Bn) 1 875 0,7 2 1750 1,4 3 2625 2,1 4 3500 2,8 5 4375 3,5 6 5150 4,2 3.3.2 Perancangan Aturan Dasar Aturan dasar dirancang berdasarkan teori waktu pengapian yang tepat pada kondisi tekanan manifold dan kecepatan putar mesin tertentu. Semakin besar tekanan manifold, maka terjadinya waktu pengapian harus dimundurkan atau sudut pengapiannya semakin kecil. Untuk pengaruh dari kecepatan putar mesin, semakin tinggi kecepatan putar mesin, maka waktu pengapian harus semakin dimajukan atau sudut pengapiannya diperbesar. Pada umumnya, perubahan rentang waktu pengapian terbatas antara 10 oBTDC hingga 35 oBTDC. Dengan mengacu pada teori tersebut maka dirancang sebuah aturan dasar yang merepresentasikan perubahan waktu pengapian seperti pada Tabel 4. Tabel 4 Aturan dasar untuk penentuan waktu pengapian Rpm VL
L
M
H
VH
VL
VL
L
L
VL
L
M
H
VH
L
M
H
M
VL
VL
L
L
M
H
VL
VL
VL
L
L
VH
VL
VL
VL
VL
VL
MAP
Selanjutnya, untuk mendapatkan nilai pada kecepatan putar dan tekanan manifold tertentu dilakukan proses defuzzifikasi baik dengan metode 6
Proceding Tugas Akhir – Mohamad Abdul Hady/ 2207 100 047
COA (Center of Area) ataupun MOM (Maximum of Mean).
implementasi kontroler untuk memenuhi kriteria perbaikan respon sistem yang diinginkan.
3.3.3 Perancangan Look-Up Table Kontroler Fuzzy yang dirancang selanjutnya akan ditanamkan pada mikrokontroler dalam bentuk kontroler Look-Up Table. Tabel ini berisi hasil perhitungan kontroler fuzzy dengan memberikan nilai masukan pada nilai-nilai yang ditentukan. Look-Up Table dibutuhkan untuk mereduksi proses perhitungan. Pada mikrokontroler data keluaran sinyal kontrol diubah kedalam bentuk konstanta pengali lebar pulsa sensor CAS. Dari hasil perkalian tersebut didapatkan waktu pengapiannya. Dengan menggunakan kuantisasi pada rentangrentang masukan pada Tabel 5 didapatkan hasil perhitungan defuzzifikasinya dengan metode COA (Center of Area) seperti pada Tabel 6. Untuk perbandingan digunakan juga metode defuzzifikasi MOM (Maximum of Mean) dan didapatkan data seperti pada Tabel 5.
4.2 Simulasi Sistem dengan Masukan Kontroler Sinyal Kesalahan Simulasi dilakukan dengan menggunakan fungsi alih yang didapatkan dari proses identifikasi. Dengan fungsi alih tersebut, karakteristik plant nyata dapat direpresentasikan dalam model matematis. Untuk pengujian dilakukan penambahan kontroler fuzzy dan kontroler PI sebagai pembanding. Diagram blok yang digunakan pada simulasi sistem dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Tabel 5
Tabel hasil perancangan Look-Up Table dengan metode defuzzifikasi COA
Tegangan MAP
Kec. Putar Mesin
1 2 3 4 5 6 7
1 0.97 0.96 0.96 0.97 0.96 0.96 0.97
Tabel 6
2 0.84 0.84 0.84 0.96 0.96 0.96 0.96
3 0.84 0.84 0.84 0.96 0.96 0.96 0.96
4 0.75 0.84 0.84 0.84 0.96 0.96 0.97
5 0.66 0.75 0.75 0.84 0.84 0.84 0.96
6 0.66 0.75 0.75 0.84 0.84 0.84 0.96
7 0.53 0.66 0.66 0.75 0.84 0.84 0.97
Tabel hasil perancangan Look-Up Table dengan metode defuzzifikasi MOM
Gambar 4.1 Diagram Blok Closed Loop Simulasi Sistem 4.2.1 Analisis Simulasi dengan Kontroler PI Simulasi kontroler PI yang telah dirancang diuji dengan dua jenis pengujian, yaitu: Pengujian dengan nilai set point tetap Pengujian dengan nilai set point berubahubah Pengujian dengan penambahan beban Dengan memberikan nilai set point tetap, respon dapat mengikuti hingga nilai kesalahan waktu tunaknya sama dengan nol. Respon kecepatan putar mesin dapat dilihat pada Gambar 4.2. Pada respon tersebut, terdapat waktu tunda respon sebesar 6 milidetik. Terjadinya fenomena waktu tunda ini disebabkan oleh proses perhitungan pada komputer yang membutuhkan waktu dan transmisi sinyal kontrol dan mencapai plant.
Tegangan MAP
Kec. Putar Mesin
1 2 3 4 5 6 7
1 0.94 0.94 0.94 0.94 0.94 0.94 0.94
4
2 0.87 0.87 0.87 0.94 0.94 0.94 0.94
3 0.81 0.81 0.87 0.90 0.90 0.94 0.94
4 0.75 0.81 0.84 0.84 0.90 0.94 0.94
5 0.69 0.75 0.78 0.84 0.87 0.87 0.94
6 0.63 0.68 0.75 0.81 0.81 0.87 0.94
7 0.56 0.63 0.69 0.75 0.81 0.87 0.94
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Pendahuluan Pengujian sistem dilakukan pada dua tahapan, yaitu tahap simulasi dan implementasi. Dengan membandingkan respon sistem hasil kedua metode pengujian ini, dapat diperoleh análisis mengenai hasil
Gambar 4.2 Respon Kecepatan Putar Mesin dengan Set Point Tetap Dengan memberikan perubahan set point pada saat sistem berjalan 2,5 detik, respon kecepatan putar mesin dapat mengikuti perubahannya. Respon ini dapat menyesuaikan terhadap perubahan set point karena adanya aksi kontrol dari kontroler PI yang mampu mengkompensasi nilai kesalahan pada waktu tunak, sehingga ketika ada perubahan nilai set point, respon 7
Proceding Tugas Akhir – Mohamad Abdul Hady/ 2207 100 047
tetap dapat mengikuti nilainya. Untuk analisis respon keseluruhan dihitung juga nilai RMSE (Root Mean Square Error) antara set point dan respon. Nilai RMSE-nya yaitu sebesar 0,1479 %. Pada Gambar 4.3 disajikan respon keluaran sistem dengan perubahan set point.
Gambar 4.3 Respon Kecepatan Putar Mesin dengan Perubahan Set Point Pengujian berikutnya adalah dengan penambahan beban sebesar 10% dari nilai set point sistem. Pembebanan diberikan pada saat sistem telah berjalan 4,5 detik. Pada tahap simulasi ini, beban direpresentasikan dengan ditambahkan masukan negatif pada sistem. Respon kecepatan putar mesin pada awalnya turun, tetapi pada akhirnya dapat kembali mendekati nilai set point-nya. Fenomena ini disebabkan oleh adanya aksi kontroler PI yang mampu menghilangkan nilai kesalahan Pada Gambar 4.4 disajikan respon kecepatan putar mesin ketika ditambahkan beban.
naknya sama dengan nol. Respon kecepatan putar mesin dapat dilihat pada Gambar 4.5. Pada respon tersebut, terdapat waktu tunda respon sebesar 6 milidetik yang merepresentasikan karakteristik waktu tunda plant nyata. Overshoot juga terjadi pada sistem dengan kontroler fuzzy ini, karena aksi kontrol dari kontroler fuzzy lebih kasar jika dibandingkan dengan kontroler PI.
Gambar 4.5 Respon Kecepatan Putar Mesin dengan Set Point Tetap Dengan memberikan perubahan set point pada saat sistem berjalan 2,5 detik, respon kecepatan putar mesin dapat mengikuti perubahannya. Kontroler fuzzy mampu mengkompensasi kesalahan sehingga nilai kesalahan waktu tunaknya mendekati nol. Untuk analisis respon keseluruhan dihitung juga nilai RMSE (Root Mean Square Error) antara set point dan respon. Nilai RMSE-nya yaitu sebesar 0,1134%. Pada Gambar 4.3 disajikan respon keluaran sistem dengan perubahan set point.
1300 Set Point Respon Sistem
1200
Kec. Putar Mesin (rpm)
1100 1000 900 800
Efek pemberian beban
700 600 500 1000
1300
1600
1900 2200 Waktu (mili detik)
2500
2800
Gambar 4.4 Respon Kecepatan Putar Mesin dengan Pemberian Beban 4.2.2
Analisis Simulasi dengan Kontroler Fuzzy Simulasi kontroler fuzzy yang telah dirancang, diuji dengan dua jenis pengujian, yaitu:
Gambar 4.6 Respon Kecepatan Putar Mesin dengan Perubahan Set Point Pengujian berikutnya adalah dengan penambahan beban sebesar 5% dari nilai set point sistem. Pembebanan diberikan pada saat sistem telah berjalan 15,5 detik. Pada Gambar 4.4 disajikan respon kecepatan putar mesin ketika ditambahkan beban.
Pengujian dengan nilai set point tetap Pengujian dengan nilai set point berubahubah Pengujian dengan penambahan beban Dengan memberikan nilai set point tetap, respon dapat mengikuti hingga nilai kesalahan waktu tu8 Proceding Tugas Akhir – Mohamad Abdul Hady/ 2207 100 047
950 Respon Sistem Set Point
940
Kec. Putar Mesin (rpm)
930 920 910 900 890 880
Efek pemberian beban
870 860 850 1800
1900
2000
2100 2200 Waktu (mili detik)
2300
2400
2500
Pada Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa settling time respon kecepatan putar mesin dengan perubahan set point dari 1000 rpm menjadi 1800 rpm adalah sebesar 2,04 detik. Nilai tersebut dipengaruhi oleh aksi kontroler PID yang dirancang untuk mengatur besar katup udara masuk, sedangkan aksi kontroler waktu pengapian tidak mempengaruhi settling time respon. Aksi kontrol tersebut mampu mengkompensasi kesalahan sehingga respon dapat mengikuti nilai set point.
Gambar 4.7 Respon Kecepatan Putar Mesin dengan Penambahan Beban 4.3 Implementasi Sistem Pada kondisi kecepatan stasioner katup idle dikendalikan besar bukaanya oleh motor stepper. Pengaturan kecepatan putar mesin dapat dilakukan oleh sistem dengan aktuatornya berupa katup idle. Sistem ini diberi kontroler PID dan ditambahkan kontroler waktu pengapian yang dirancang dengan metode kontroler fuzzy. Diagram blok implementasi sistem dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Gambar 4.10 Respon Kecepatan Putar Mesin dengan Mapping Pengapian Respon kecepatan putar mesin tanpa kontroler waktu pengapian sebenarnya sudah namun masih terdapat kekurangan dimana ripple pada keadaan tunaknya masih cukup besar dan terjadi fluktuasi. Respon tanpa kontroler dapat diamati pada Gambar 4.11.
Gambar 4.8 Diagram Blok Implementasi Sistem Data hasil implementasi diambil dengan menerapkan kontroler pada kondisi stasioner. Kontroler waktu pengapian masih menggunakan masukan kecepatan putar mesin dan tegangan MAP (Manifold Absolute Pressure). Berdasarkan Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa ripple pada kecepatan 1800 rpm dapat diminimalkan karena waktu pengapian pada kecepatan tersebut tepat. Pada kondisi kecepatan 2000 rpm dan 1000 rpm ripple masih terjadi.
Fluktuasi kecepatan putar mesin
Gambar 4.11 Respon Kecepatan Putar Mesin Tanpa Kontroler Waktu Pengapian Pada Gambar 4.11 dapat dilihat bahwa respon kecepatan putar mesin masih terdapat fluktuasi hingga mencapai 10% dari kecepatan tunaknya. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dari banyak bahan bakar dan waktu pengapiannya tidak tepat, sehingga gaya dorong piston untuk memutar mesin tidak maksimal dan terjadi fluktuasi kecepatan putarannya.
Gambar 4.9 Respon Kecepatan Putar Mesin dengan Mapping Pengapian pada Kondisi Stasioner 9 Proceding Tugas Akhir – Mohamad Abdul Hady/ 2207 100 047
[5]
[6] Terjadi Fluktuasi yang kecil
[7]
Gambar 4.12 Respon Kecepatan Putar Mesin Setelah Diberi Kontroler Waktu Pengapian Pada Gambar 4.12 dapat dilihat bahwa fluktuasi yang terjadi pada respon kecepatan putarnya dapat dihilangkan, akan tetapi masih terdapat sedikit ripple sebesar 0,25% dari kecepatan waktu tunaknya. Hal ini disebabkan oleh adanya kontroler waktu pengapian yang menjadikan proses peledakan dalam silinder lebih tepat, sehingga gaya dorong piston menjadi lebih kuat dan tidak menimbulkan fluktuasi yang besar. Jika diamati nilai RMSE (Root Mean Square Error) dari respon ini, terdapat perbaikan hingga nilainya menjadi 6,49%. 5
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengaturan waktu pengapian menggunakan kontroler logika fuzzy dapat meningkatkan performa mesin. Dengan menggunakan kontroler fuzzy pada sistem pengaturan waktu pengapian, ripple atau fluktuasi pada keadaan tunak dapat diminimalkan dari 10% menjadi 0.25%. Nilai RMSE (Root Mean Square Error) respon kecepatan putar mesin mengecil dari 9,53% menjadi 6,49%. Penelitian ini masih membutuhkan banyak perbaikan, karena kontroler fuzzy ini masih dalam tahap simulasi dengan banyak faktor yang diabaikan. Oleh karena itu, pada penelitian yang berikutnya akan digunakan sistem Multiple Input yaitu dengan memperhatikan pengaruh temperatur udara, waktu injeksi, dan pengapian.
[8]
Control Terhadap Sudut Pengapian pada Sistem Pembakaran SIE (Spark Ignition Engine). ------------. Using Simulink and Stateflow in Automotive Applications. USA: The Mathworks Inc. 1998. Heywood, John B., Internal Combustion Engine Fundamentals. New York: McGraw-Hill. 1988. Pfiffner, Rolf & Guzzella, Lino. Feedback Linearization Idle-Speed Control: Design and Experiments. Kybernetika. 1999. Jamshidi, Mohammad, Nadeer Vadiee, Timothy J. Ross. Fuzzy Logic and Control. London: Prentice Hall International.1993.
RIWAYAT PENULIS Penulis bernama lengkap Mohamad Abdul Hady, dilahirkan di sebuah kota yang berna nama Probolinggo pada tanggal 13 April 1989. Pria yang memiliki hobby memancing dan berenang ini pada menempuh pendidikan pertama di TK. PG. Pajarakan, kemudian lulus dan melanjutkan ke tingkat dasar di SD Negeri Patokan I Kraksaan. Setelah lulus di tingkat dasar penulis melanjutkan ke SMP Negeri 1 Kraksaan, kemudian ke SMA Taruna Dra. Zulaeha Leces-Probolinggo, hingga pada tahun 2007 menempuh jenjang perguruan tinggi di Jurusan Teknik Elektro-ITS, Bidang Studi Teknik Sistem Pengaturan. Penulis juga pernah aktif di organisasi kampus yaitu sebagai staff Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa di tahun ketiga perkuliahan. Selain itu, penulis aktif sebagai asisten Laboratorium Teknik Pengaturan B.105 hingga semester ke-8.
DAFTAR PUSTAKA [1] Kiencke, Uwe dan Nielsen, Lars. Automotive Control System. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2005. [2] Denton, Tom. Automobile Electrical & Electronic Systems. London: Hodder Headline Group. 1995. [3] Badrawada, I Gusti Gede. Pengeruh Perubahan Sudut Pengapian Terhadap Prestasi Mesin Motor 4 Langkah. Yogyakarta. [4] Santoso, Ari dkk. Experimen Awal: Pengaruh Membership Function Untuk Fuzzy Logic 10 Proceding Tugas Akhir – Mohamad Abdul Hady/ 2207 100 047