Peranan Sektor Industri Terhadap Pengembangan Sektor Lainnya Di Provinsi Sumatera Selatan ( Pendekatan Model Input-Output ) Oleh: M. Darojatun, SE, ME (Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Baturaja, Staf Dinas PU kab. Baturaja) 1. Pendahuluan 1.1.
Latar Belakang
Perubahan sektor industri yang pesat beberapa tahun terakhir telah menggeser peranan sektor pertanian dalam struktur perekonomian nasional maupun regional. Walaupun secara absolut sektor pertanian telah mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, namun secara relatif sektor pertanian mengalami penurunan sejalan dengan pertumbuhan sektor industri. Hal ini menunjukkan semakin mengecilnya kontribusi sektor pertanian dalam struktur ekonomi nasional Sumatera Selatan sebagai Provinsi yang memiliki berbagai potensi antara lain potensi pasar, tenaga kerja, dan sumberdaya alam, telah mengalami pertumbuhan pada berbagai sektor ekonomi, terutama sektor industri. Selama kurun waktu 2000-2007 pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan adalah sebesar 4,81 persen. Relatif besarnya rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan lebih banyak masih ditopang oleh sektor pertanian. Walaupun demikian sektor industri pengolahan juga menunjukkan tingkat perkembangan yang cukup meyakinkan. Fenomena yang berbeda dengan pendekatan teoritis, dimana selama beberapa tahun terakhir kontribusi sektor pertanian mengalami penurunan, namun kontribusi sektor industri tidak mengalami peningkatan, bahkan mengalami penurunan cukup menarik untuk diteliti, apakah benar Provinsi Sumatera Selatan tidak mampu menjadikan sektor industri sebagai sektor basis dalam pembangunannya kedepan, ataukah sektor pertanian yang dominan sebagai sektor basis secara terusmenerus. Untuk itu penelitian ini akan melihat apakah sektor industri dapat dijadikan sektor basis di wilayah Provinsi Sumatera Selatan, serta untuk melihat peranan dan dampak ekonomi pengembangan sektor industri terhadap pengembangan wilayah, khususnya kesempatan kerja dan pendapatan. Pengamatan mengenai peranan dan dampak yang ditimbulkan oleh keberadaan industri disuatu wilayah dan kaitannya dengan pengembangan wilayah merupakan kajian yang menarik dan penting. Dengan mengamati kontribusi kegiatan industri dalam pengembangan wilayah, kiranya dapat diperoleh masukan-masukan bagi kebijaksanaan pengembangan industri dan pengembangan wilayah, khususnya Provinsi Sumatera Selatan.
1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam tulisan ini adalah Untuk mengetahui apakah sektor industri dapat dijadikan sebagai sektor basis untuk Provinsi Sumatera Selatan dan bagaimana pengaruh sektor industri tersebut terhadap kesempatan kerja di Provinsi Sumatera Selatan. TINJAUAN PUSTAKA [Type text]
2.1. Teori Pengmbangan Wilayah Teori pertumbuhan wilayah merupakan teori pertumbuhan ekonomi nasional yang disesuaikan pada skala wilayah dengan anggapan dasar bahwa suatu wilayah adalah mini nation (Tommy Firman, 1985). Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori perttumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaan dalam proses input output barang dan jasa maupun orang. Dalam sistem wilayah keluar masuk orang atau barang dan jasa relatif bersifat terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih tertutup (closed region). Menurut John Glasson (1977) pertumbuhan wilayah dapat terjadi sebagai akibat dari penentu endogen atau eksogen, yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam wilayah yang bersangkutan ataupun faktor-faktor di luar wilayah, atau kombinasi dari keduanya. Dalam model-model ekonomi makro disebutkan bahwa ekonomi penentu intern pertumbuhan wilayah adalah modal, tenaga kerja, tanah (sumberdaya alam), dan sistem sosio-politik, sedangkan menurut model ekspor pertumbuhan, industri ekspor dan kenaikan permintaan adalah penentu pokok pertumbuhan wilayah yang bersifat ekstern.
2.1.2 Teori Basis Ekonomi Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) adalah salah satiu teori atau pendekatan yang bertujuan untuk menjelaskan perkembangan dan pertumbuhan wilayah. Ide pokoknya adalah bahwa beberapa aktivitas ekonomi di dalam suatu wilayah secara khusus merupakan aktivitas basis ekonomi, yaitu dalam arti pertumbuhnannya memimpin dan menentukan perkembangan wilayah secara keseluruhan, sementara aktivitas lainnya yang non basis adalah secara sederhana merupakan konsekuensi dari keseluruhan perkembangan wilayah tersebut (Hoover and Giarratani, 1984). Dengan demikian perekonomian wilayah dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu aktivitas basis dan aktivitas bukan basis atau non basis. Glasson (1978) menyatakan bahwa aktivitas basis adalah aktivitas yang mengekspor barang dan jasa ke tempat di laur batas perekonomian wilayah yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang dan jasa mereka kepada orang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan aktivitas non basis adalah aktivitas yang menyediakan barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian yang bersangkutan ruang lingkup produksi dan daerah apsar sektor non basis terutama adalah wilayah yang bersangkutan atau bersifat lokal .
2.1.3. Peranan Sektor Industri dalam Pengembangan Wilayah Peranan industri dalam pertumbuhan wilayah secara jelas dikemukakan oleh Yeates dan Gardner (Arifin, 1997), bahwa kegiatan industri merupakan salah satu faktor penting dalam mekanisme perkembangan dan pertumbuhan wilayah. Hal ini disebabkan adanya efek multiplier dan inovasi yang ditiimbulkan oleh kegiatan industri yang berinteraksi dengan potensi dan kendala yang dimiliki wilayah. Seorang pakar ekonomi Rusia (Rostow), juga mengatakan bahwa tahap tinggal landas dalam pembangunan ekonomi ditandai oleh pertumbuhan yang pesat pada satu atau beberapa sektor industri (Rostow dalam Jhingan, 1990). Hubungan antara industri dan wilayah adalah bervariasi antar berbagai wilayah. Pertama yaitu adanya keterkaitan dengan lingkungan, meningkatkan kesempatan kerja, kebutuhan akan bahan baku, sumberdaya alam dan manusia, serta perbandingan keuntungan nasional dan internasional dalam penggunaannya pda berbagai industri. Kedua, dalam kaitannya dengan industri sendiri yang meliputi : 1. Kepentingan industri dan fungsi yang berkaitan dengan berbagai elemen ekonomi wilayah, seperti jenis pekerjaan, kesempatan kerja, pendapatan rumah tangga, penggandaan antar sektor, pendapatan sektor ekspor dan penggunaan lahan dari berbagai kegiatan ekonomi. [Type text]
2. Organisasi sistem dalam arti kepemilikan, pengendalian, skala ekonomi, teknologi, kapitalisasi dan keterkaitan antara organisasi. 3. Dinamika sistem , terlihat dari adanya pertumbuhan, perkembangan, stagnasi, kemunduran dan stagnasi, kemunduran dan restrukturisasi yang dihasilkan dari kombinasi kelahiran, migrasi masuk, migrasi keluar atau perubahan laian terhadap kondisi perusahaan yang ada. 4. Tipe industri seperti terlihat pada sektor ekonomi fungsi industri dalam mata ranatai produksi, serta tempatnya dalam, divisi tenaga kerja baik secara nasional maupun internasional Ketiga, adanya dampak dari sistem industri dan dinamikanya terhadap kulitas ekonomi, sosial, fisik dan komponen terbangun dari lingkungan masyarakat, khususnya kondisi pasar tenaga kerja, pendapatan riil, kesejahteraan, dan sejenisnya. Untuk dapat mengatasi persoalan yang akan ditimbulkan oleh pembangunan industri, pemerintah daerah perlu mengetahui gambaran menyeluruh mengenai industri itu sendiri seta dampak-dampak yang mungkin ditimbulkan.
2.1.4. Strategi Pengembangan Sektor Industri Hasibuan (1986) mengemukakan bahwa untuk mengurangi ketergantungan pembangunan industri di negara berkembang terhadap negara maju dapat ditempuh strategi industri pengganti impor yang disertai dengan politik proteksi. Ditempuhnya strategi pengganti impor tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa : (1) sumber-sumber ekonomi relatif tersedia di dalam negeri, (2) respon permintaan barang-barang industri dari negara maju masih rendah, (3) mengurangi akibat-akibat ketidakstabilan pasar internasional terhadap pasar di dalam negeri, (4) mendorong industri di dalam negeri supaya lebih berkembang, (5) adanya potensi permintaan di dalam negeri yang memadai, (6) membuka kesempatan kerja, meningakatkan nilai tambah dan menghemat devisa, (7) mempercepat proses pengalihan teknologi, (8) oleh karena strategi tersebut akan diikuti dengan proteksi yang tinggi, sedangkan potensi permintaan dalam negeri cukup luas, maka lebih menarik investasi dari dalam dan luar negeri.
Selain itu menurut Zain (1986) dalam Sahara (1999) strategi yang perlu dilakukan untuk pengembangan industri dimasa yang akan datang adalah : 1. Keunggulan komparatif, yaitu dilihat dari sumber daya alam yang tersedia di Indonesia 2. Keterkaitan antar sektor terutama sektor hulu hilir. Dari strategi kedua ini diharapkan timbul suatu ketekaitan dimana pertumbuhan yang terjadsi pada sektor industri pemakai akan ikut menumbuhkan industri komponen. Efek selanjutnya adalah terciptanya penghematan devisa, meningkatkan pendapatan, keahlian dan kesempatan kerja. 3. Teknologi yang tinggi dan selalu berkembang untk pembangunan industri hulu secara simultan. Faktor untuk industri hulu harus merupakan pertimbangan yang dominan karena apabila industri hulu menggunakan teknologi yang tinggi dan efisien maka industri hilirnya tidak akan mengalami biaya yang tinggi dan ini sesuai dengan sasaran untuk mengembangkan industri yang kompetitif untuk ekspor. 2.1.5 Pembangunan Sektor Industri dengan Kesempatan Kerja Ada hubungan antara aktivitas pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang mana hal ini terlihat bila terdapat pertumbuhan ekonomi maka mengakibatkan meningkatnya aktivitas kegitan ekonomi, demikian sebaliknya. Dengan adanya kegiatan ekonomi yang meningkat akan membuka lapangan kerja dan menambah kesempatan kerja. Dalam hal ini pertumbuhan ekonomi juga akan mengakibatkan transisi penduduk berupa memungkinkan terjadinya transisi antara pengusaha dan pemilik tenaga kerja. Besar kecilnya trasisisi ini tergantung dari kuantitas dan kualitas tenaga kerja. Variabel penentu dari kualitas tenaga kerja ialah : pendidikan, kesehatan dan perilaku, yakni pandangan dan sikap ditempat kerja yang biasa juga disebut budaya kerja. Mengenai kualitas tenaga kerja meliputi komposisi tenaga kerja dan lapangan kerja, seperti sektor pertanian, industri dan jasa. Pertumbuhan ekonomi juga akan mempengaruhi pergeseran jenis pekerjaan yang dikerjakan oleh tingkat pendidikan, usia pensiun, jam kerja dan sebagainya. [Type text]
Sepanjang waktu, proses tersebut semakin memperburuk disparitas regional pada suatu negara hingga mekanisme kerja mulai beroperasi dalam arah berlawanan, misalnya melalui: (1) penciptaan pekerjaan baru pada wilayah kurang berkembang yang menurunkan atau menghentikan emigrasi ke wilayah lebih kaya; (2) menurunnya daya tarik wilayah lebih maju karena kejenuhan pasar dan kepadatan fisik yang selanjutnya meningkatkan sewa tanah dan menurunkan tingkat profit rata-rata; (3) pertumbuhan investasi publik pad wilayah lemah yang mempunyai efek ganda yaitu lahirnya sistem produksi lokal yang memerlukan lebih banyak investasi dalam kapital sosial dan tumbuhnya investasi privat pada wilayah lemah; dan (4) munculnya efek penuh pengaruh wilayah kuat ke wilayah lemah. 2.1.6. Model Input Output Teknis analisis input - output (I-O) dapat digunakan dalam melakukan tinjauan multi sektoral tersebut dalam perkembangannya, metode ini cenderung semakin sering dipergunakan dalam perencanaan ekonomi nasional maupun wilayah. Biasanya data yang tersedia untuk menerapkan model I-O ini hanya ada pada tingkat nasional, namun mengingat manfaat yang diperoleh dari hasil analisis I-O maka usaha dilakukan untuk menurunkan data tingkat nasional ke tingkat wilayah. (Jhingan, 1994). Pada prinsipnya, fungsi utama perhitungan antar industri adalah mengikuti arus barang dan jasa dari suatu sektor kesektor lain. Setiap sektor akan berperan dua kali dalam perhitungan yaitu sebesar produsen dan konsumen. Tujuan utama model I-O adalah menjelaskan arus antar industri dalam hubungan tingkat produksi tiap sektor ekonomi. Untuk memperoleh model yang sederhana, prameter-prameter yang ada oleh leontief diinterprestasikan sebagai suatu koefisien produksi yang tetap. Beberapa hal lain yang berpengaruh pada hubungan input-output, misalnya faktor kelembagaan seperti pajak atau faktor yang menyangkut struktur permintaan. Manfaat analisis I-O dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat yang bersifat deskripsi dan yang bersifat analisis. Manfaat yang bersifat deskripsi memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai keterkaitan antar sektor.
III. Metode Penelitian Untuk mengetahui basis tidaknya sektor industri, maka digunakan model LQ (loqation quotion) dengan perumusan sebagai berikut : vi / vt LQ = Vi / vt Di mana : LQ = besaran location quotien vi = PDRB sektor industri di Propinsi Sumatera Selatan vt = PDRB Sumatera Selatan secara keseluruhan Vi = PDRB sektor industri seluruh Indonesia vt = PDRB Indonesia secara keseluruhan
[Type text]
B. Elastisitas Tenaga Kerja Untuk mengetahui besarnya elastisitas kesempatan kerja maka rumus yang digunakan adalah: L EL
=
VA x
VA
...................................................................(4) L
Dimana : EL
=
Elastisitas Kesempatan Kerja di Sumatera Selatan
L
= Jumlah tambahan/marjinal tenaga kerja yang terjadi Sumatera Selatan
VA
=
Jumlah tambahan/marjinal sektor industri yang terjadi Sumatera Selatan
L
=
Jumlah tenaga kerja di Sumatera Selatan
VA
=
Jumlah sektor industri di Sumatera Selatan
IV. PEMBAHASAN Dari gambar besaran nilai LQ secara singkat dapat dijelaskan bahwa ada tempat sektor ekonomi yang relatif memiliki keunggulan “locational”karena memiliki nilai LQ>1, Keempat sektor tersebut adalah sektor Industri Pengolahan, perdagangan, pertambangan dan jasa. Sedangkan sektor ekonomi lain seperti sektor pertanian dan pengangkutan, meskipun persentase kontribusinya terhadap PDRB cukup besar namun setidak-tidaknya selama periode observasi tidak memiliki keunggulan “locational”karena besaran nilai LQ ini untuk sektor-sektor ekonomi Provinsi Sumatera Selatan. Elastisitisitas kesempatan kerja merupakan reaksi dari perubahan penyerapan tenaga kerja sebagai akibat dari perubahan PDRB di Provinsi Sumatera Selatan. Keofisien elastisitas sama dengan atau lebih besar dari satu memberikan arti bahwa respon penyerapan tenaga kerja lebih tinggi bila dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada PDRB. Sebaliknya bila nilai koefisien elastisitas lebih kecil dari satu berarti multiplier efek perubahan PDRB kurang begitu nyata dalam menyerap tenaga kerja pada sektor ekonomi yang ada Adapun hasil perhitungan elastisitas penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Selatan adalah sebagai berikut
[Type text]
Tabel 5.2
Hasil Analisis Elastisitas Kesempatan Kerja Menurut Sektor Ekonomi di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2000 – 2006 SEKTOR/LAPANGAN USAHA
Kofisien Elastisitas
1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas & Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, hotel & restoran 7. Pengangkutan & Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa
2000 0.21 0.30 0.58 0.37 0.27 1.35 3.13 0.49
2003 0.05 0.24 0.07 0.06 0.49 0.11 0.59 0.12
2005 -2.02 0.07 0.07 0.14 0.65 0.66 0.13 0.46
2006 0.52 -0.04 -0.11 -0.13 -0.27 -0.37 -0.10 0.65
9.
1.03
0.03
0.08
0.52
Jasa-jasa
Sumber : Diolah dari data sekunder Dari tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sektor-sektor yang memiliki koefisien elastisitias lebih dari satu hanya terjadi pada tahun 2000, yaitu sektor perdagangan, pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa. Khusus sektor industri elastisitas penyerapan tenaga kerjanya di bawah 1, bahkan pada tahun 2005 dan 2006 memiliki nilai negatif. Elastisitas penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Provinsi Sumatera Selatan memberikan gambaran bahwa sektor industri yang berkembang di Provinsi Sumatera Selatan adalah industri besar dan menengah yang lebih mengandalkan mekanisasi, sehingga multiplier efek terhadap penyerapan tenaga kerja sangat kecil.
V. Kesimpulan 1. Dampak sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja masih lemah, hal ini dibuktikan dari nilai koefisien elastisitas penyerapan tenaga kerja yang lebih kecil dari 1 2. Keterkaitan perekonomian Provinsi Sumatera Selatan baik ke depan dan ke belakang sektor industri secara langsung lemah, namun secara tidak langsung cukup kuat, berarti sektor industri dalam jangka pendek memberikan dampak yang tidak besar atau kecil namun dalam jangka panjang memberikan dampak yang cukup berarti terhadap pengembangan sektor lain. Hal ini ditunjukan oleh nilai koefisien keterkaitan ke depan dan ke belakang secara langsung yang kecil dari satu (<1) sedangkan nilai koefesien keterkaitan ke depan dan ke belakang tidak langsung besar dari satu (>1).
VI. Saran 1. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan diharapkan dalam jangka pendek (1 s/d 5 tahun) lebih memprioritaskan yang besar kepada pengembangan sektor industri pengilingan padi, biji-bijian dan tepung, sektor pengilangan minyak, industri kayu lapis dan sejenisnya karena sektor-sektor merupakan sektor unggulan (leading sector) sehingga diharapkan mampu memacu pengembangan sektor lain dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan . 2. Pengembangan sektor ini ditindak lanjuti dengan kebijakan dalam permodalan, tehnik produksi dan pemasaran dan pengembangan riset teknologi industri. Kebijakan ini dapat berupa pelatihan, [Type text]
penyediaan informasi pasar, dukungan dinas terkait, lembaga keuangan, lembaga pengembangan swadaya masyarakat, swasta, perguruan tinggi dan sebagainya, sehingga dapat berkompetisi
Daftar Pustaka Alhakiem, M.L. 1994. Peranan Sektor Industri Pengolahan terhadap Pembangunan Wilayah Kab. Sukabumi, IPB Bogor Arifin, A. S. M. 1997. Dampak Pengembangan Kegiatan Industri Terhadap Pengembangan Perekonomian Pedesaan, ITB, Bandung Aziz, Iwan. J. 1994. Ilmu ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia, Di edit oleh Marsudi Djojodipuro, LPFE-UI, Jkarta Badan Pusat Statistik, 2002. Sumatera Selatan Dalam Angka Firman, T. 1985. Regional In equities dan Pengembangan Wilayah, ITB Bandung Friedman, I & W. Alonso. 1965. regional Development and Planning, MIT Press Massachusset Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional Terjemahan oleh Paul Sihotang. LPFE-UI, Jakarta Isard, W. 1960. Methods of Regional Analysis an Introduction to Regional Science MIT Press. Massachusset Jhingan, M.L. 1988. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Diterjemahkan oleh D. Guritno. Rajawali Press. Jakarta Kadariah. 1985. Ekonomi Perencanaan, LPFE-UI, Jakarta Kamaluddin, Rustian. 1988. Pengantar Ekonomi Pembangunan dilengkapi dengan Analisis Beberapa Aspek Kebijakan Pembangunan Nsional. LPFE-UI, Jakarta Richardison, H.W. 1991. Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional. Terjemahan Paul Sihotang, LPFE-UI, Jakarta Sahara, 1998. Analisis Peranan Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Daerah. Khususnya Ibukota Jakarta, IPB, Bogor Soepono, P. 1993. Analisis Shift Share Perkembangan dan Penerapan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis (JEBI) No. I Tahun III. Tarigan, R. 2000. Analisa Wilayah untuk Perencanaan Draft ke IX, Medan Todaro, M.P. 1998. Pembangunan ekonomi di Dunia Ketiga edisi Keenam. Alih Bahasa oleh Haris Munandar, Penerbit Erlangga, Jakarta
[Type text]