Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
PERANAN ASOSIASI Pseudomonas fluorescens INDIGENUS DAN Glomus aggregatum DI DALAM RHIZOSFIR Gita Pawana Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura email :
[email protected]
ABSTRAK Efek sinergis atau interaksi positif yang mungkin bisa diperoleh dari asosiasi plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) dan cendawan mikoriza arbuskular (CMA) masih perlu di kaji lebih luas. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji apakah Pseudomonas fluorescens (PF) indigenus Madura dapat bersinergi dengan G. aggregatum dan apakah kesinergian tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menekan serangan penyakit batang berlubang pada tembakau Madura. Digunakan rancangan faktorial dengan faktor perlakuan sterilitas media tanam, inokulasi patogen dan amandemensi PF dan GA. Penelitian dilakukan pada rumah kasa secara kulur pot. Hasil yang dipeoleh: 1) PF dapat dapat bersinergi dengan GA, meningkatkan kepadatan populasi PF dan panjang akar terinfeksi GA atau kemantapan kolonisasi GA. 2) Kesinergisan antara PF dengan GA dapat meningkatkan P tersedia dan serapan P, namun tidak dapat memberikan biomassa tanaman yang lebih tinggi dari pada tanpa asosiasi. 3) kesinergisan PF dan GA dapat mencegah terjadinya serangan penyakit batang berlubang, namun demikian tingginya populasi PF pada rhizosfer tidak dapat dipastikan sebagai mekanisme pencegahan serangan penyakit batang berlubang. Kata kunci: Pseudomonas fluorescens, Glomus aggregatum, interaksi, rhizosfer, pertumbuhan tanaman, serangan penyakit PENDAHULUAN Kesuburan lahan dan vigoritas tanaman tidak bisa dilepaskan dari peranan mikroba penghuni rhizosfer. Bakteri yang tergabung dalam kelompok psedomonad pendarfluor (PF) yang tergolong dalam plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR), dan cendawan mikoriza arbuskular (CMA) merupakan mikroba yang dapat membentuk hubungan simbiosis mutalisme dengan tanaman. Mikroba tersebut diketahui dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman melalui interaksi langsung atau tidak langsung. PF mempunyai kapasitas sebagai pelarut fosfat, mampu menghasilkan fitohormon dan bersifat antagonis terhadap patogen tular tanah. Kelompok bakteri ini mempunyai keragaman ekologi yang luas sehingga dapat ditemukan pada berbagai rhizosfer tanaman. CMA merupakan cendawan yang berasosiasi erat dengan akar tanaman membentuk simbiosis mutualisme, cendawan mendapatkan gula dari tanaman sedangkan tanaman mendapat nutrisi seperti fosfat dari cendawan. Interaksi CMA dengan bakteri rizosfer secara umum dapat positif atau negatif (Gryndler et al., 1996), atau netral (Edwards et al, 1998). Interaksi negatif ditunjukkan dengan penurunan perkecambahan spora dan pemanjangan hifa, pengurangan koloni pada akar dan penurunan aktifitas metabolik miselium internal, sebaliknya interaksi Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
positif ditandai dengan adanya sinergisme yang ditunjukkan dengan peningkatan perkembangan dan fungsi CMA. Jaderlund et al., (2008) dalam kultur pot steril menemukan adanya interaksi positif antara Paenibacillus brasilensis PB177dengan G. mosseae, yang ditunjukkan dengan adanya kolonisasi G. mosseae pada akar clover dan wheat yang lebih tinggi dari pada jika tanpa dilakukan inokulasikan P. barasilensis. Sebaliknya interaksi G. deserticola dengan P. fluorescens bersifat negatif yang ditandai dengan rendahnya populasi P. fluorescens, hal tersebut dikarenakan P. fluorescens kalah bersaing untuk mendapatkan karbon organik dengan G. deserticola (Waschkies et al., 1994). Asosiasi CMA G. margarita dengan P. putida sebagai bakteri pelarut fosfat dapat memacu pertumbuhan dan nodulasi Frankia pada actinorhizal, dibandingkan jika diinokulasi secara tunggal. Hal ini dikarenakan G. margarita mampu meningkatkan kapasitas serapan fosfat, sehingga memacu Frankia membentuk nodulasi akar. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung G. margarita menyediakan N bagi actinorhizal melalui peningkatan serapan fosfat (Yamanaka et al., 2005). Artursson dan Jonsson (2003) menemukan adanya interaksi yang spesifik dalam asosiasi CMA dengan rizobakteri. Interaksi tersebut ditentukan oleh senyawa yang dibutuhkan bakteri, yang diekresikan hifa ekstra-radikal atau senyawa yang ada didalam hifa tersebut. Di sisi lain ternyata untuk perkembangan koloni dan pertumbuhannya CMA membutuhkan kehadiran bakteri. Dengan demikian, perkembangan asosiasi alami tersebut menjadi simbiosis mutualistik atau parasitik tergantung pada spesies atau strain dari tanaman, CMA dan bakteri. Ditemukan P. fluorescens menempel lebih erat pada hifa Glomus sp dibandingkan dengan pada hifa G. intraradices. Hifa mengeluarkan exudat berupa karbohidrat sederhana dalam bentuk glukosa dan asam organik yang digunakan sebagai sumber karbon dan nutrisi bagi bakteri. Secara langsung atau tidak langsung metabolit yang dieksudasikan oleh hifa umumnya dipergunakan untuk pertumbuhan P. fluorescens, namun tidak bagi bakteri lain. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji apakah isolat PF indigenus Madura dapat bersinergi dengan CMA G. aggregatum dan apakah kesinergian PF indigenus Madura dengan GA dapat menekan serangan penyakit batang berlubang meningkatkan pertumbuhan tanaman tembakau Madura. METODE Pseudomonas fluorescens (PF) indigenus Madura koleksi lab. Agroekoteknologi Universitas Trunojoyo, inokulan Glomus aggregatum (GA) diperoleh dari LIPI (2009), isolat patogen batang berlubang, benih tembakau Madura varietas Cangkring 95, pupuk ZA, Sp-36, ZK, polibag, media King’s B, aquadest, NaCl, autoklaf, Quebec colony counter, Ca3(PO4)2, pereaksi P pekat, asam askorbat, H2SO4, larutan standar PO4, asam cuka, tinta cina, mikroskop, spektrofotometer, mistar ukur, timbangan, oven. Rancangan percobaan yang digunakan rancangan acak lengkap faktorial yang terdiri atas: Faktor ke 1 media tanam (S) yang terdiri atas: S 0 = media tanam steril. S1 = media tanam tidak steril. Faktor ke 2 adalah inokulasi isolat patogen batang berlubang yang terdiri atas: E0 = tidak diinokulasi isolat patogen. E1 = diinokulasi isolat patogen. Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
Faktor ke 3 adalah amandemen mikroba (A) yang terdiri atas: A0 = sebagai kontrol negatif diberikan pemupukan N+K-P tanpa amandemen. A1 = sebagai kontrol positif diberikan pemupukan lengkap N+P+K tanpa amandemen. A2 = diberikan pemupukan N+K dengan amandemen isolat PF. A3 = diberikan pemupukan N+K dengan amandemen GA. A4 = diberikan pemupukan N + K dengan amandemen isolat PF dan GA. Sebagai media tanam digunakan campuran tanah (top soil), pupuk kandang dan pasir, masing-masing dengan perbandingan volume 2:1:1. Tanah, pupuk kandang dan pasir dicampur sampai homogen kemudian disaring (diayak) dengan diameter saringan 2,5 mm. Sesuai dengan perlakuan separuh dari media tanam disterilkan. Sterilisasi dilakukan dengan otoklaf pada suhu 1200C selama15 menit dengan tekanan 5 kg/cm2. Selanjutnya diisikan ke dalam polibag sebanyak 3 kg setiap polibag. Sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu dilakukan pengukuran pH, P total, dan P tersedia, sedangkan pada media tanam tidak steril dilanjutkan dengan pengukuran kepadatan populasi PF dan kepadatan spora CMA tiap 10 g tanah. Pembibitan dilakukan dengan menggunakan media tanaman steril. Benih disemaikan merata di atas media tanam, kemudian dilakukan penyiraman dengan air steril secara merata di atas permukaan media tanam. Bibit siap dipindahkan ke polibag pada saat bibit mempunyai ukuran panjang daun 5-7 cm atau bibit telah berumur 40 hari setelah semai. Isolat PF dan GA diamendasikan pada saat tanam. Isolat PF diberikan sebanyak 10 ml suspensi sel tiap tanaman dengan kerapatan sel 108 cfu/ml, diberikan di sekitar pangkal akar. Inokulan GA diberikan sebanyak 30 g inokulan tiap tanaman, dengan kepadatan spora 10 spora/g inokulan, diberikan di bawah perakaran. Inokulasi isolat patogen sebanyak 10 ml suspensi sel tiap tanaman dengan kerapatan sel 10 8 cfu/ml suspensi, diberikan di sekitar pangkal batang dilakukan pada saat 7 hari setelah tanam. Pupuk N, P dan K yang diberikan masing-masing sebanyak 2.1, 1,4 dan 1,4 g/tanaman. Pupuk P, K dan ½ dosis pupuk N diberikan pada saat penanaman, ½ dosis pupuk N berikutnya diberikan 3 minggu setelah tanam. Penyiraman dilakukan dengan air steril sampai kapasitas lapang. Parameter yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas: a) Populasi isolat PF pada setiap gram tanah rizosfer, diamati dengan menggunakan metode tuang (pour plate). Populasi PF10-1g rhizosfer = jumlah koloni x tingkat pengenceran x 100. b) Fosfat tersedia pada rizosfer dan kandungan fosfat pada daun dianalisis dengan menggunakan metode Olsen menurut Prasetyo et al (2005). c) Tingkat koloni GA dianalisis menurut Brundrett et al, (1996). d) Pertumbuhan tanaman yang meliputi: Produksi daun basah dan kering, adalah berat dari keseluruhan daun segera setelah panen dan setelah dikeringkan pada 600C. e) Biomassa tanaman ditentukan sebagai bobot kering seluruh bagian tanaman (akar, batang dan daun). f) Fosfat terlarut dari Ca3(PO4)2 pada media ekstrak rhizosfer oleh PF. PF dikulturkan pada media NA. Setelah 24 jam disuspensikan sampai kerapatan sel 106cfu/ml, sebanyak 0,1 ml suspensi dimasukkan ke dalam 10 ml ekstrak rhizosfer yang mengandung 0,5 persen Ca3(PO4)2 dan diinkubasikan pada suhu kamar. P terlarut diamati setelah 24 jam. Ekstrak rhizosfer Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
diperoleh dari 1000 g tanah rhizosfer masing-masing kombinasi perlakuan disuspensikan dalam 2400 ml aquadest. Kemudian disentrifuse selama 5 menit pada kecepatan 2000 rpm. Supernatan disaring dengan pori saringan berdiameter 20 µm untuk membersihkan sisa perakaran dan miselia CMA. Kemudian ditambahkan Ca3(PO4)2 sampai mencapai 0,5 persen lalu di otoklaf. Analisis Data untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan dilakukan analisis varian dengan α = 5 persen, kemudian untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan pada α = 5 persen. HASIL DAN PEMBAHASAN Asosiasi PF dan GA di Rhizosfer Populasi PF pada perlakuan amandemensi PF dan GA yang diamandemensikan pada rhizosfer tembakau secara tunggal dan bersama tidak dipengaruhi media tanam (Tabel1), hal ini menunjukkan bahwa Pfim 20 yang diamandemensikan mampu mendominasikan pertumbuhannya terhadap pertumbuhan mikroba-mikroba yang terlebih dahulu telah ada di dalam rhizosfer sebagai kompetitornya. Tabel 1. Populasi Pfim Pada Rhizosfer Tembakau Pada Perlakuan Amandemensi Dan Media Tanam Amandemensi
Populasi Pfim 20 (cfu.10-1g rhizosfer) Media tanam steril Media tanam tidak steril 2,6 x 108 ± 1,71 a 1,9 x 109 ± 1,26 c 8 4,4 x 10 ± 2,23 ab 6,3 x 109 ± 1,38 d 1,4 x 1012 ± 2,12 e 1,2 x 1012 ± 6,0 e 8 7,9 x 10 ± 1,22 bc 1,9 x 109 ± 1,54 c 4,2 x1012 ± 2,23 f 3,0 x 1012 ± 2,85 ef
Tanpa amandemen dipupuk N+K-P Tanpa amandemen dipupuk N+K+P Amandemen PF dipupuk N+K Amandemen GA dipupuk N+K Amandemen PF dan GA dipupuk N+K Keterangan: GA: Glomus aggregatum, PF: Pseudomonas fluorescens Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa PF indigenus Madura telah memenuhi salah satu syarat sebagai plant growth promoting rhizobacteria (PGPR), yang di jelaskan oleh Compant et al., (2005) dan Barriuso et al., (2008) yaitu efektif mengkoloni, mampu mempertahankan hidup dan berkembang biak pada rhizosfer sepanjang periode pertumbuhan tanaman (akar) dalam kehadiran mikroflora indigenus yang terlebih dahulu sudah ada. Perlakuan amandemen PF dan GA yang diamandemensikan secara bersama memberikan kepadatan populasi PF relatif lebih tinggi dari pada PF yang diamandemensikan secara tunggal (tabel 1), demikian juga terhadap persentase panjang akar terinfeksi cendawan mikoriza arbuskular (CMA) (tabel 2), amandemen secara bersama tersebut juga memberikan persentase panjang akar terinfeksi CMA yang lebih tinggi dari pada GA yang diamandemensikan secara tunggal. Tabel 2. Persentase Panjang Akar Terinfeksi GA Pada Perlakuan Amandemensi Amandemensi Persentase Panjang akar terinfeksi GA Amandemen PF dipupuk N+K 9,78 ± 3,21 a Tanpa amandemen dipupuk N+K+P 9,84 ± 2,91 a Tanpa amandemen dipupukN+K-P 9,89 ± 3,51 a Amandemen GA dipupuk N+K 60,87 ± 4,31 b Amandemen PF dan GA dipupuk N+K 72,26 ± 7,86 c Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05. Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
Kehadiran GA pada asosiasi dengan PF menstimulasi peningkatan pertumbuhan populasi PF dan kehadiran PF meningkatkan persentase panjang akar terinfeksi CMA, dengan demikian maka asosiasi PF dan GA pada rhizosfer tembakau Madura nyata berinteraksi positif, keduanya bersinergi untuk meningkatkan perkembangannya. Sinergi tersebut terwujud melalui aktivitas pertumbuhan populasi PF yang menghasilkan pelarutan fosfat, meningkatkan ketersediaan fosfat yang lebih tinggi, selanjutnya GA memindahkan atau meningkatkan serapan fosfat tersedia kepada akar tanaman inangnya (tembakau). Dengan kondisi fosfat yang tercukupi tembakau akan cukup banyak menghasilkan senyawa-senyawa karbon organik sebagai sumber energi yang didistribusikan kepada GA dan dieksudasikan ke dalam rhizosfer. Jumlah sumber energi yang cukup memacu perkembangan GA yang terwujud dalam bentuk peningkatan persentase panjang akar yang terinfeksi. Demikian juga PF mendapatkan senyawa karbon organik yang cukup, baik dari rhizosfer yang dieksudasikan akar ataupun hyphosfer yang dieksudasikan hifa. PF akan memacu pertumbuhannya untuk meningkatkan kepadatan populasinya. Artursson (2005), menemukan interaksi PGPR dengan CMA terkesan spesifik, kemantapan simbiosis CMA dengan tanaman inangnya menstimulasi perubahan komposisi senyawa kimia eksudat akar. Perubahan tersebut menentukan komposisi komunitas bakteri. Hal ini ditunjukkan dengan kebanyakan kelompok bakteri yang berinteraksi secara sinergis dengan CMA adalah bakteri gram positif dan subklas γ dari klas proteobacteria. Beberapa Pseudomonas spp sebagai bakteri pengkoloni akar ditemukan melekat pada permukaan hifa. Terkait dengan senyawa organik yang dieksudasikan akar tanaman dan hifa CMA Toljander et al., (2007) menemukan senyawa organik yang dieksudasikan hifa CMA dapat memacu terjadinya penseleksian terhadap golongan bakteri tertentu, sehingga mengesankan ada interaksi spesifik antara bakteri dengan CMA. Dari sisi lain Barea et al., (1998) menemukan bahwa walaupun Pseudomonas strain F113G22 menghasilkan senyawa anti cendawan 2,4 diacetylphloroglucinol ternyata asosiasinya dengan Glomus mosseae tetap dapat mendukung perkembangan hifa dengan menstimulasi perkecambahan spora di dalam tanah serta meningkatkan koloni G. mosseae pada akar tanaman tomat. Fosfat Tersedia dan Kandungan Fosfat Daun Konsentrasi fosfat (P) tersedia pada perlakuan amandemen PF dan GA yang diamandemensikan pada rhizosfer tembakau secara tunggal dan bersama dipengaruhi media tanam (tabel 3), hal ini bukan berarti sterilitas media tanam menentukan konsentrasi P tersedia, akan tetapi kehadiran mikroba pelarut P pada rhizosferlah yang menentukan ketersediaan fosfat. Tabel 3. Fosfat Tersedia Pada Rhizosfer Tembakau Pada Perlakuan Amandemensi Dan Media Tanam Amandemensi Tanpa amandemen dipupuk N+K-P
Fosfat tersedia (mg.kg -1 rhizosfer) Media tanam tidak Media tanam steril steril 1,87 ± 0,10 a 2,05 ± 0,05 a
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Tanpa amandemen dipupuk N+K+ P 3,15 ± 0,07 bc 3,28 ± 0,03 Amandemen PF dipupuk N+K 3,33 ± 0,02 cd 3,65 ± 0,40 Amandemen GA dipupuk N+K 3,08 ± 0,03 b 4,29 ± 0,06 Amandemen PF dan GA dipupuk N+K 3,41 ± 0,11 d 4,45 ± 0,21 Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05
cd e f f
Kondisi ini dijelaskan oleh Bagyaraj et al., (2000) dan Khan et al., (2009) bahwa dinamika P tersedia ditentukan oleh aktifitas mikroba pelarut fosfat yang terdapat pada rhizosfer. Perlakuan amandemen PF dan GA yang diamandemensikan pada rhizosfer tembakau secara bersama memberikan konsentrasi P tersedia relatif paling tinggi dari pada yang amandemensikan secara tunggal, maka sesuai dengan pernyataan di atas hal tersebut dikarenakan pada perlakuan ini terdapat populasi Pfim yang tertinggi sebagaimana disajikan pada tabel 3. Adanya mikroba pelarut fosfat lain pada media tanam tidak steril bukan berarti mengecilkan peranan amandemen PF, melainkan dengan kondisi ini dapat ditunjukkan bahwa di dalam rhizosfer PF yang diamandemensikan tetap menunjukkan kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Kondisi ini memperkuat pernyataan sebelumnya, bahwa PF yang diamandemensikan mampu memepertahankan hidup dan berkembang biak pada rhizosfer, walaupun mungkin tanpa melakukan penekanan terhadap pertumbuhan mikroba pelarut fosfat lain yang terlebih dahulu telah ada di dalam rhizosfer sebagai kompetitornya. Sebaliknya jika pada media tanam tidak steril diperoleh konsentrasi fosfat tersedia yang lebih rendah dari pada yang terdapat pada media tanam steril, berarti PF yang diamandemensikan tidak dapat mempertahankan hidupnya atau tidak dapat berkembang biak pada rhizosfer. Kandungan P daun pada perlakuan amandemen PF dan GA yang diamandemensikan pada rhizosfer tembakau secara bersama relatif tertinggi dari pada yang diamandemensikan secara tunggal (tabel 4), dan pada parameter inipun juga dipengaruhi oleh mikroba pelarut P lain yang terdapat pada media tanam tidak steril, sama seperti pada parameter P tersedia pada rhizosfer. Kondisi tersebut menunjukkan serapan P oleh tanaman terkait erat dengan kondisi ketersediaan P di rhizosfer yang merupakan akibat aktivitas interaksi isolat Pfim 20 dengan GA. Smith dan Read, (1997) menjelaskan interaksi sinergis bakteri pelarut P dengan CMA, bakteri pelarut melepaskan P anorganik dengan mengekskresi asam organik dan P organik dengan mengekskresikan fosfatase, melalui hifa ekstraradikal CMA memindahkan P tanah tersedia ke tanaman. Selvaraj dan Chellappan, (2006) menjelaskan peranan utama sismbiosis antara tanaman dengan CMA adalah meningkatkan serapan fosfat. Tabel 4 Kandungan fosfat daun pada perlakuan inokulasi patogen, amandemensi, dan media tanam (mg/kg) Inokulasi pathogen
Amandemensi Tanpa amandemen di pupuk N+K-P
Tanpa diinokulasi
Tanpa amandemen di pupuk N+K+P Amandemen PF dipupuk N+K Amandemen GA dipupuk N+K
Kandungan fosfat pada daun (mg/kg) Media tanam Steril Tidak steril 6,45 ± 0,38 b
7,53 ± 0,03 d
6,74 ± 0,10 c 7,56 ± 0,06 d 10,12 ± 0,07 h
8,85 ± 0,02 e 10,55 ± 0,03 i 10,10 ± 0,02 h
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Diinokulasi
Juni, 2012
Amandemen PF dan GA dipupuk N+K Tanpa amandemen di pupuk N+K-P
11,25 ± 0,03 j
13,35 ± 0,02 n
6,13 ± 0,03 a
9,43 ± 0,01 f
Tanpa amandemen di pupuk N+K+P Amandemen PF dipupuk N+K Amandemen GA dipupuk N+K Amandemen PF dan GA dipupuk N+K
9,00 ± 0,02 e 9,91 ± 0,07 g 12,14 ± 0,02 l 11,21 ± 0,08 j
11,92 ± 0,04 12,84 ± 0,03 13,38 ± 0,02 13,42 ± 0,02
k m n n
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05.
Lebih jauh lagi kolaborasi antara bakteri dengan CMA akan memacu pertumbuhan tanaman inang melalui peningkatan serapan P. Konsentrasi P daun menggambarkan vigoritas tanaman, hal ini dikarenakan fosfat mempunyai fungsi sebagai unsur yang berperan dalam metabolisme untuk menghasilkan molekul berenergi, sebagai komponen sutruktur atau penyusun molekul serta sebagai regulator reaksi biokimia. Fosfat Terlarut dari Ca3(PO4)2 pada Media Ekstrak Rhizosfer PF Fosfat (P) terlarut dari Ca3(PO4)2 pada media ekstrak rhizosfer oleh PF dipengaruhi oleh media tanam. Kondisi ini menunjukkan kemungkinan aktivitas mikroba yang terdapat pada media tanam tidak steril lebih tinggi dari pada media tanam steril, sehingga sisa atau residu sumber energi yang terdapat pada media tanam tidak steril lebih rendah dari pada media tanam steril. Hal ini mengakibatkan P terlarut dari Ca3(PO4)2 oleh PF pada media ekstrak rhizosfer asal perlakuan media tanam tidak steril lebih rendah dari pada media tanam steril (tabel 5). Berdasarkan pernyataan ini adanya kehadiran mikroba lain pada media tanam tidak steril memperkuat penyataan tentang adanya mikroba (pelarut fosfat) lain pada media tanam tidak steril. Tabel 5. Fosfat Terlarut Dari Ca3(PO4)2 Pada Media Ekstrak Rhizosfer Oleh Pfim 20 Pada Perlakuan Amandemensi Amandemensi
Fosfat terlarut pada media ekstrak rhizosfer oleh Pfim 20 (ppm) 3,44 ± 0,02 a 3,46 ± 0,04 ab 3,47 ± 0,03 bc 3,49 ± 0,04 c 3,73 ± 0,04 d
Amandemen PF dan GA dipupuk N+K Amandemen PF dipupuk N+K Amandemen GA dipupuk N+K Tanpa amandemen dipupuk N+K-P Tanpa amandemen dipupuk N+K+P Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05
P terlarut dari Ca3(PO4)2 oleh PF pada media ekstrak rhizosfer asal perlakuan amandemen PF dan GA yang diamandemensikan pada rhizosfer tembakau secara bersama paling rendah dari pada amandemensi lainnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa aktivitas pemakaian sumber energi pada rhizosfer perlakuan ini paling tinggi dari pada perlakuan lainnya, sehingga rhizosfer pada perlakuan ini menyisakan sumber energi yang tidak cukup banyak dari pada perlakuan lainnya. Pernyataan ini memperkuat bahwa PF dan GA dapat berinteraksi positif bersinergi meningkatkan pertumbuhan dan perkembangannya. PF memacu kematapan GA, kemantapan Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
simbiosis GA dengan tanaman mengeksudasikan kabon-karbon organik sumber energi bagi peningkatan pertumbuhan populasi PF. Berhubungan dengan fakta tersebut Arturrson (2005) menjelaskan perlakuan inokulasi bakteri pelarut fosfat dan CMA secara bersama memberikan peningkatan biomassa tanaman, akumulasi N dan P pada jaringan tanaman, namun demikian dengan menggunakan pelacak isotop 32P ditemukan, tanaman yang diinokulasi CMA dan PGPR secara bersama menunjukkan aktivitas tertentu (32P/31P) yang lebih rendah dari pada tanaman kontrol (tidak diinokulasi secara bersama). Kondisi ini mengindikasikan bahwa interaksi bakteri pelarut fosfat dengan CMA justru memanfaatkan sumber P, sebaliknya bagi tanaman menjadi tidak tersedia. Berdasarkan pernyataan ini dapat disimpulkan interaksi positif PF dan GA akan memanfaatkan sumber energi atau nutrisi yang ada secara efektif untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga kondisi sumber energi dan hara pada rhizosfer menjadi berkurang bahkan berdampak pada kurang tersedianya bagi tanaman inangnya. Berat Daun dan Biomassa Berat basah dan berat kering daun serta biomassa tanaman dipengaruhi oleh adanya inokulasi patogen pada media tanam. Berat basah dan berat kering daun serta biomassa tanaman pada media tanam yang tidak diinokulasi patogen lebih tinggi dari pada media tanam yang diinokulasi patogen. Hal dikarenakan adanya inokulasi patogen mengharuskan tanaman memberikan respon pertahanan, respon ini menyebabkan pengalihan sebagian energi ke pembentukan respon pertahanan, dengan demikian berat daun dan biomassa yang terbentuk menjadi lebih rendah. Dikemukakan oleh Hammerschmidt dan Nicholson (2000) penurunan biomassa adalah ikutan atau kompensasi dari respon ketahanan tanaman terhadap patogen, yang meliputi respon hipersensitif yang diikuti dengan aktivasi sintesis enzim peroksidase, fenoloksidase, liposigenase, produksi fitoaleksin atau antibiotik juga modifikasi (perubahan) dinding sel. Berat basah dan berat kering daun serta biomassa tanaman pada perlakuan amandemen PF dan GA yang diamandemensikan secara bersama tidak berbeda dengan perlakuan lainnya kecuali tanpa amandemen dipupuk N+K-P (tabel 6; 7 dan 8). Tabel 6. Berat Basah Daun Pertanaman Pada Perlakuan Amandemensi Amandemensi Berat basah daun (g/tanaman) Tanpa amandemen dipupuk N+K-P 79,06 ± 10,41 a Tanpa amandemen dipupuk N+K+P 90,38 ± 14,32 ab Amandemen PF dan GA dipupuk N+K 89,16 ± 12,93 ab Amandemen GA dipupuk N+K 94,80 ± 11,90 b Amandemen PF dipupuk N+K 96,32 ± 17,89 b Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05
Tabel 7. Berat Kering Daun Pertanaman Pada Perlakuan Amandemensi Amandemensi Tanpa amandemen dipupuk N+K-P Tanpa amandemen dipupuk N+K+P Amandemen PF dan GA dipupuk N+K
Berat kering daun (g/tanaman) 12,50 ± 1,54 a 14,44 ± 1,82 b 14,50 ± 1,52 b
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
Amandemen GA dipupuk N+K 14,95 ± 1,70 b Amandemen PF dipupuk N+K 15,99 ± 3,02 b Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05
Tabel 8. Biomassa Tanaman Pada Perlakuan Amandemensi Amandemensi Berat biomassa (g/tanaman) Tanpa amandemen dipupuk N+K-P 19,73 ± 2,98 a Tanpa amandemen dipupuk N+K+P 23,06 ± 2,04 b Amandemen PF dan GA dipupuk N+K 23,42 ± 2,17 b Amandemen GA dipupuk N+K 24,06 ± 1,88 b Amandemen PF dipupuk N+K 25,33 ± 4,04 b Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05
Kondisi tersebut menunjukkan amandemen PF dan GA yang diamandemensikan pada rhizosfer tembakau baik secara tunggal atau secara bersama mempunyai pengaruh yang sama terhadap biomassa tanaman dan pengaruh tersebut sama dengan perlakuan tanpa amandemensi dipupuk P+K+P. Amandemen PF dan GA yang diamandemensikan secara bersama mempunyai pengaruh yang lebih rendah dari pada secara tunggal (namun secara statisktik tidak berbeda (p ≥ 5)). Kondisi ini menunjukkan perlakuan amandemen PF dan GA yang diamandemensikan secara bersama tidak selalu memberikan tingkat respon yang sama. Kemungkinan yang dapat dikemukakan sehubungan dengan hal ini barangkali, akibat pemanfaatan ketersediaan P untuk mendukung interaksi positif yang terbentuk lebih berefek pada bentuk penurunan berat daun dan biomassa tanaman dari pada tinggi tanaman dan jumlah daun. Hasil analisis persentase panjang akar terinfeksi GA pada perlakuan amandemen PF dan GA yang diamandemensikan secara bersama adalah 72,26 persen, lebih tinggi dan berbeda dengan perlakuan amandemensi lainnya. Dijelaskan oleh O’Connor et al., (2001) bahwa persentase akar terinfeksi CMA setinggi 30 persen telah cukup memberikan pertumbuhan optimal bagi tanaman simbionnya. Oleh karenanya tingkat koloni yang melebihi optimal ini mengakibatkan tanaman mendistribusikan karbokarbon organik (fotosintat) yang lebih banyak untuk menunjang kemantapan tingkat koloni GA, sehingga aktivitas pembentukan biomassa tanaman pada perlakuan amandemen PF dan GA yang dimandemenkan secara bersama menjadi relatif lebih rendah dari pada yang dimandemensikan secara tunggal. Hal yang mirip juga ditemukan oleh Artursson (2005) bahwa Glomus mosseae atau G. intraradices yang diinokulasikan bersama Paenibaccillus brasilensis pada rhizosfer Triticum aestivum (winter wheat) menurunkan berat daun dan akar dibandingkan jika diinokulasi tanpa P. brasilensis. Faktanya kehadiran P. brasilensis menstimulasi perluasan dan peningkatan kolonisasi Glomus pada akar Triticum aestivum. Demikian juga hasil yang di temukan oleh Artursson et al., (2011) G mosseae yang diinokulasikan bersama P. polymyxa dengan tingkat konsentrasi suspensi tinggi (108 cfu/ml) pada rhizosfer winter wheat memberikan tingkat koloni G mosseae, serapan P dan berat kering akar yang lebih tinggin namun berat kering daun yang lebih rendah, dari pada tingkat konsentrasi suspensi rendah (106 cfu/ml). Berdasarkan hal tersebut dijelaskan perluasan dan peningkatan kolonisasi akibat stimulasi interaksi CMA dan Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
bakteri pelarut fosfat terkesan merugikan dari pada menguntungkan dan kespesifikan dalam interaksi antara PGPR dengan CMA. Keparahan dan Perkembangan Infeksi Penyakit Tingkat keparahan penyakit batang berlubang pada perlakuan amandemensi dipengaruhi oleh inokulasi patogen. Pengaruh inokulasi patogen pada perlakuan tanpa amandemen dipupuk N+K-P lebih besar dari pada tanpa amandemen dipupuk N+K+P, sebaliknya terhadap amandemensi lainnya inokulasi patogen tersebut tidak menimbulkan keparahan penyakit (tabel 9). Tabel 9. Tingkat Keparahan Penyakit Batang Berlubang Pada Perlakuan Amandemensi Dan Inokulasi Patogen Tingkat keparahan penyakit ( persen) Tidak diinokulasi patogen Diinokulasi patogen Tanpa amandemen dipupuk N+K-P 0,00 ± 0,00 a 15,87 ± 7,14 b Tanpa amandemen dipupuk N+K+ P 0,00 ± 0,00 a 9,79 ± 5,21 a Amandemen PF dipupuk N+K 0,00 ± 0,00 a 0,00 ± 0,00 a Amandemen GA dipupuk N+K 0,00 ± 0,00 a 0,00 ± 0,00 a Amandemen PF dan GA dipupuk N+K 0,00 ± 0,00 a 0,00 ± 0,00 a Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p≥ 0,05 Amandemensi
Kondisi ini tidak dapat dipastikan bahwa amandemen PF secara tunggal atau bersama GA mencegah serangan penyakit batang berlubang melalui mekanisme produksi metabolit sekunder (siderofor dan antibiotik), hal ini dikemukakan karena banyak faktor yang menyebabkan gagalnya infeksi patogen ataupun gagalnya perkembangan infeksi untuk menunjukkan gejala serangan. Berdasarkan kepadatan populasi PF (tabel 1) dapat dipastikan di rhizosfer PF telah melakukan kolonisasi, sehingga kemungkinan patogen batang berlubang tidak dapat menunjukkan perkembangan keparahan karena tingkat populasi yang rendah. Mulya et al., (1996) menemukan bahwa di dalam rhizosfer tomat P. fluorescens strain PfG32R hanya bersifat memperlambat pertumbuhan patogen layu bakteri, populasi patogen tetap tinggi yaitu di atas ambang populasi minimum untuk menginduksi penyakit layu bakteri. Jika penekanan pertumbuhan patogen merupakan faktor penting dalam penekanan keparahan penyakit, kemungkinan penekanan patogen pada tempat infeksi lebih berarti dari pada penekanan pada rhizosfer. Selain itu juga dijelaskan oleh Compant et al., (2005) bahwa patogen dapat melakukan infeksi tetapi tidak dapat terus menunjukkan perkembangan keparahan penyakit karena adanya induksi ketahanan yang dilakukan oleh agen pengendali hayati, baik yang bersifat systemic acquired resistance (SAR) atau induced systemic resistance (ISR). Berdasarkan kondisi lingkungan sebagai faktor pendukung perkembangan infeksi penyakit, tanaman dipelihara di dalam pot yang diletakkan di dalam rumah kasa yang kondisi lingkungannya berbeda dengan di lahan. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa penyakit batang berlubang merupakan penyakit yang sifatnya sporadis sehingga di lahapun tidak selalu didapatkan kemunculannya dan belum diketahui secara pasti (spesifik) faktor pemicunya, dengan demikian tidak dapat dipastikan bahwa infeksi tidak dapat terus menunjukkan perkembangan keparahan penyakit sebagai akibat aktifitas PF atau GA. Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
Serangan penyakit batang berlubang hanya terjadi pada tanaman dengan media tanam yang diinokulasi patogen batang berlubang, dengan kondisi media tanam steril ataupun tidak steril, tanpa ada amandemen. Berdasarkan perkembangan gejala (keparahan) penyakit dimulai sejak 42 hst (gambar 1), gejala penyakit yang muncul pada periode tersebut berkembang membentuk beberapa bercak coklat nekrotik di bekas letak daun atau pada ketiak daun, diikuti kelayuan daun dan batang berlubang yang selanjutnya tanaman bisa mengalami kematian. Tingkat keparahan penyakit (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Tanpa amandemen dipupuk N+K-P Tanpa amandemen dipupuk N+K+P
7
14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 Hari setelah inokulasi
Gambar 1. Perkembangan Tingkat Keparahan Penyakit Gejala penyakit yang muncul pada periode 56-63 hst terus berkembang sampai membentuk batang berlubang saja tanpa diikuti kematian tanman. Gejala penyakit yang muncul pada periode 77 hst tidak menunjukkan perkembangan keparahan. Jika dikemukakan bahwa perkembangan keparahan penyakit berhubungan dengan kondisi ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit, dan perkembangan keparahan penyakit berhubungan dengan umur tanaman, maka seiring dengan bertambahnya umur tanaman tembakau akan memperoleh ketahanan terhadap penyakit batang berlubang. Artinya serangan yang terjadi pada tanaman yang lebih tua akan menimbulkan keparahan yang lebih ringan dibandingkan jika serangan terjadi pada umur yang lebih muda. Nesmith (2001) menjelaskan serangan batang berlubang dimulai sejak transplanting sampai menjelang panen, terkait dengan ini bisa dikemukakan bahwa 1011 minggu setelah taman merupakan periode terbebasnya tanaman tembakau dari serangan batang berlubang, hal ini dikarenakan serangan optimal batang berlubang terjadi sebelum 10-11 minggu setelah tanam, sehingga infeksi yang terjadi pada saat tersebut tidak dapat berkembang mencapai suatu tingkat keparahan yang lebih tinggi. Saat munculnya serangan bervariasi mulai dari 56–77 hst, kondisi ini menunjukkan adanya variasi respon ketahanan tanaman sebagai akibat kondisi fisiologis tanaman dan kondisi jumlah inokulum (patogen) yang bervariasi pula. Jumlah inokulum yang bervariasi merupakan akibat dari kelulushidupan inokulum dari paparan kondisi lingkungannya baik fisis atau biotik. Respon ketahanan tanaman akan gagal mencegah invasi jika infeksi terjadi dengan kepadatan populasi inokulum yang cukup tinggi, Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
sebaliknya infeksi akan dibatasi respon pertahanan tanaman jika kepadatan populasi inokulum yang ada rendah, namun demikian keberhasilan dan kegagalan respon pertahanan dalam mencegah invasi ditentukan oleh kondisi fisiologis tanaman. KESIMPULAN 1. PF dapat dapat bersinergi dengan GA, meningkatkan kepadatan populasi PF dan panjang akar terinfeksi GA atau kemantapan kolonisasi GA. 2. Sinergi antara PF dengan GA dapat meningkatkan P tersedia dan serapan P, namun tidak dapat memberikan biomassa tanaman yang lebih tinggi dari pada tanpa asosiasi. 3. PF dapat mencegah terjadinya serangan penyakit batang berlubang, namun demikian tingginya populasi PF pada rhizosfer tidak dapat dipastikan sebagai mekanisme pencegahan serangan penyakit batang berlubang. DAFTAR PUSTAKA Artursson, V., K. Jansson. 2003. Use of Bromodeoxyuridine Immunocapture To Identify Active Bacteria Associated With Arbuscular mycorrhizal Hyphae. Appl. and Environ. Microbiol. 69: 6208-6215. Artursson, V. 2005. Bacterial-Fungal Interactions Highlighted Using Microbiomic: Potential Application for Plant Growth Enhancement. Doctoral Thesis Swedish University of Agricultural Science. Uppsala. Sweden. Artursson, V., K. Hjort, D. Muleta, L. Jaderlund, U. Granhall. 2011. Effects on Glomus mosseae Root Colonization By Paenibacillus Polymyxa And Paenibacillus Brasilensis Strains As Related To Soil P-Availability In Winter Wheat. App. and Environ. Soil Sci. Vol. 20. 111-121. Bagyaraj. D. J, P. U. Krishnaraj, S. P. S. Khanuja. 2000. Mineral Phosphate Solubilization: Agronomic Implications, Mechanism And Molekular Genetics. Proc. Indian Natn. Sci. Acad. (PINSA) B66 Nos 2 & 3. 69-82 Barea, J. M., G. Andrade, V. Bianciotto, D.Dowling, S. Lohrke, P. Bonfante, F. O’gara, C. Azcon-Aguilar. 1998. Impact On Arbuscular Mycorrhiza Formation Of Pseudomonas Strains Used As Inoculants For Biocontrol Of Soil-Borne Fungal Plant Pathogens. Appl. and Environ. Microbiol. 6: 2304-2307. Barriuso, J., B. R. Salano, J. A. Lucas, A. P. Lobo, A. G Vilaraco dan F. F. G. Manero. 2008. Ecology, Genetic Diversity And Screening Strategis Of Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) Di Dalam Plant-Bacteria Interctions. Strategis And Techniques To Promote Plant Growth. (ed. Ahmad, I., J. Pichtel dan S. Hayat). Wiley-Vch Verlag GmbH & Co. KgaA, Weinheim, hlm.1-17. Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T. Grove, N. Malajczuk. 1996. Working With Mycorrhiza In Forestry And Agriculture. CSIRO. Wembley. Compant, S., B. Duffy, J. Nowak, C. Clement, E. A. Barka. 2005. Use of Plant GrowthPromoting Bacteria For Biocontrol Of Plant Diseases: Principle, Mechanisms Of Action, And Future Prospects. Appl. And Environ. Microbiol. 7: 4951-4959.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
Edwards, S. G., J. P. W. Young, A. H. Fitter. 1998. Interactions Between Pseudomonas Fluorescent Biocontrol Agents And Glomus Mosseae, An Arbuscular Mycorrhyzal Fungus, Within The Rhizosphere. FEMS Microbiology Letters 166: 297-303. Gryndler, M., H. Hrselova, I. Chvatalova. 1996. Effect Of Free-Soil-Inhabiting Or Root-Associated Microfungi On The Development Of Arbuscular Mycorrhizæ And On Proliferation Of Intraradical Mycorrhizal Hyphæ. Folia Microbiologica 41: 193-196. Hammerschmidt, R., R. L. Nicholson. 2000. A survey of plant defense responses to pathogen di dalam Induced Plant Defenses Against Pathogens and Herbivores (ed. A. A. Agrawal, S. Tuzun, E. Bent). Minnesota. APS Press, hlm. 55-72 . Jaderlund, L., V. Arthurson, U. Granhall, J. K. Jansson. 2008. Spesific interactions between arbuscular mycorrhizal fungi and plant growth promoting bacteria: as revealed by different combinations. FEMS Microbiology Letters. 287 (2): 174180. Khan, A. A., G. Jilani, M. S. Akhtar, S. M. S. Naqvi, M. Rasheed. 2009. Phosphorus solubilizing bacteria: Occurrance, mechanisms and their role in crop production. J. Agric. Biol. Sci. 1: 48-58. Mulya, K., M. Watanabe, M. Goto, Y. Takikawa, S. Tsuyumu. 1996. Suppression of bacterial wilt disease of tomato by root-dipping with Pseudomonas fluorescens Pseudomonad pendarfluorG32. Ann. Phytopathol. Soc. Jpn. 62: 134-140. Nesmith, W. 2001.Bacterial soft rot (hollow stalk, leaf rot and leaf drop) in tobacco. Lexington, USA: University of Kentucky, College of Agriculture: Kentucky Pest News No. 929. O’Connor, P. J., S. E. Smith, F. A. Smith. 2001. Arbuscular mycorrhizal associations in the southern Simpson Desert. Australian Journal of Botany 49: 493–499. Prasetyo, B. H., D. Santoso, L. R. Widowati. 2005. Petunjuk Teknis Analisa Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Departemen Pertanian. Selvaraj, T, P. Chellappan. 2006. Arbuscular mycorrhizae: A Diverse personality. J. Central European Agri. 7: 249-358. Smith. S.E., D.J. Read. 1997. Mycorrhizal Symbiosis. 2nd Edition. San Diego Academic Press, hlm. 9-126. Toljander, J. F., B. D. Lindahl, R. L. Paul, M. Elfstrand, R. D. Finley. 2007. Influence Of Arbuscular Mycorrhizal Mycelial Exudates On Soil Bacterial Growth And Community Structure. FEMS Microbiology Ecology. 61 (2): 295-304. Waschkies, C., A. Schropp, H. Marschner. 1994. Relations Between Grapevine Replan Disease And Root Colonization Of Grapevine (Vitis sp) by fluorescent Pseudomonas and endomycorrhyzal fungi. Plant Soil 162: 219-227. Yamanaka, T., A. Akama, C. Y. Li, H. Okabe. 2005. Growth Nitrogen Fixation And Mineral Acquisition of Alnus sieboldiana after inoculation of Frankia together with Gigaspora margarita and Pseudomonas putida. J. Forest. 10: 21-26.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012