PERAN K.H AHMAD SANUSI DALAM PENDIDIKAN ISLAM Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)
Disusun Oleh: Maya Maryati NIM. 109011000291
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Maya Maryati
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 28 Desember 1990
Nim
: 109011000291
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Angkatan Tahun
: 2009
Alamat
: Jl. Prepedan Gg. Jambu Rt.02/09 No. 63, 11810, Kelurahan-Kamal Kecamatan-Kalideres, Jakarta Barat. MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul: Peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam, adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen: Dosen Pembimbing
: Drs. H. Ahmad Basuni, M.A
NIP
: 1949 1126 1979 0110 01
Dosen Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri
Jakarta, 20 April 2014
Maya Maryati
ABSTRAK Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengambil judul tentang Peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam. Alasan penulis memilih judul tersebut karena, Pertama: Para ulama sekarang ini kurang produktif dalam mengembangkan ilmunya pada suatu karya tulis, yang diterapkan dari kebanyakan para ulama saat ini hanya berceramah dan mengajar. Kedua: Masih kurangnya pembahasan mengenai peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam. Ketiga: Minimnya kajian tokoh Islam di Indonesia dan minimnya kajian tokoh Islam tradisional di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam. Diketahui bahwa, K.H Ahmad Sanusi adalah seorang ulama tradisional yang membentengi umat dan melahirkan pendidikan Islam yang maju pada masanya. Dari beberapa peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam, memiliki kesan yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat pada umumnya dan masyarakat kota Sukabumi pada khususnya. Untuk mengetahui beberapa peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan tersebut, beliau masih memiliki peninggalan atau pun berkas K.H Ahmad Sanusi yang ada di pesantren yang didirikannya di Sukabumi, Jawa Barat. Dari sinilah, penulis merasa perlu untuk mengemukakan dari beberapa perjuangan seorang tokoh sekalipun ulama tradisional yang sangat gigih dari K.H Ahmad Sanusi semasa hidupnya dalam pendidikan Islam. Penulisan skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif (qualitatif research). Dan metode penelitian yang digunakan yaitu metode historis yang ditopang dengan beberapa metode antara lain: Metode Kepustakaan (Library Reseach) dan metode Lapangan (Field Reseach). Adapun dalam teknik pengumpulan data penulis menggunakan tiga cara antara lain: Observasi, Wawancara, dan Dokumenter. Hasil penelitian yang penulis dapat, tentang Peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam diantaranya meliputi: Keaktifan K.H Ahmad Sanusi pada dunia pendidikan dan penerbitan K.H Ahmad Sanusi dengan banyaknya karya-karya beliau hingga seratus lebih, diantaranya: Kitab Tafsir al-Qur’an, Kitab Hadits, Kitab Ilmu Tauhid, Kitab Ilmu Fiqh, Kitab Ilmu Bahasa Arab, Kitab Akhlak, Kitab Ilmu Mantiq, Kitab Ilmu Bade’, Kitab Ilmu Bayan, Kitab Sejarah, Kitab Jum’ah, Kitab Munadoroh, dll; Serta Keaktifan K.H Ahmad Sanusi pada organisasi yang didirikannya sendiri dengan nama Al-Ittihadiat al-Islamiyah (AII) yang merupakan organisasi masa hasil fusi antara PUI dan PUII; dan adanya perluasan pesantren yang K.H Ahmad Sanusi dirikan dengan menjadikan suatu lembaga hingga berdiri sampai sekarang ini. Sedangkan pelajaran yang berharga dari K.H Ahmad Sanusi adalah dapat memberikan semangat atau motivasi pada generasi umat maupun penerus ulama selanjutnya dengan cara mengikuti jejak langkah beliau dalam memajukan pendidikan Islam antara lain, yaitu semangat untuk mendirikan pesantren, semangat dalam memberikan pengajaran yang lebih baik dan semangat dalam berkarya sendiri pada bidang keagamaan. Karena K.H Ahmad Sanusi tidak hanya dikenal sebagai ulama tradisional melainkan ulama yang produktif dalam karya-karyanya. Dan dari beberapa perannya beliau yang sangat kharismatik menjadi kaca berbandingan bagi kita saat ini.
i
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, sebagaimana kita telah diberikan nikmat iman dan islam, serta nikmat sehat sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada kita semua. Berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini bisa terselesaikan. Sholawat serta salam, tak lupa panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, beserta sahabatnya. Bab demi bab terselesaikan sudah dalam sebuah bentuk karya ilmiah skripsi yang insya Allah berguna untuk penulis dan orang lain nantinya. Halangan serta tantangan dalam penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari orang tua dan para dosen, teman-teman, maupun pengajar lain yang memiliki intensitas ilmu dibidang kelembagaan, khususnya mengenai masalah “Peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam”. Penulis hanya bisa mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Allah SWT, yang selalu memberikan kesehatan, kemudahan serta nikmat yang luar biasa. 2. Orang tua saya, Babeh Umar dan Umi Munati serta keluarga tercinta yang senantiasa memberi semangat, doa, kasih sayang, serta berbagai dorongan yang tak terhingga baik moril maupun materil. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan kepada kedua beliau. 3. Dra. Nurlena Rifa’i, M.A.Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendididkan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag., selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Drs. H. Ahmad Basuni, M.A., selaku Dosen Pembimbing Skripsi terimakasih yang tak terkira atas kesediaannya berbagi ilmu dan meluangkan waktunya
ii
untuk membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan saran, motivasi dan nasihat demi keberhasilan penulisan skripsi ini. 7. Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A, Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran, motivasi baik serta bimbingan dalam penulisan karya ilmiah ini maupun dalam perkuliahan biasanya dari semester pertama sampai terakhir. 8. Drs. H. Munandi Shaleh, M.Si, Dosen STAI Syamsul Ulum Sukabumi, yang turut membantu saya dalam mempermudah wawancara dan pencarian berkasberkas terkait pada pembahasan. 9. Husein Murtafi Said, S.Kom, calon pemimpin hidup saya yang selalu mensupport, dan selalu hadir dalam memberikan cinta dan kasih sayang, serta kebahagiaan baik moril maupun materil. Smoga Allah merestui kami dalam jalinan yang suci, abadi selamanya. 10. Segenap pimpinan dan staf perpustakaan baik perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan
Keguruan
maupun
perpustakaan
utama
UIN
Syarif
Hidayatullah, Jakarta. 11. Segenap teman-teman PAI angkatan 2009 khususnya kelas G, dan temanteman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu tetapi tidak mengurangi rasa sayang saya pada kalian semua selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, namun demikian saya telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengetahuan saya. Kritik dan saran dari pembaca serta rekan-rekan mahasiswa senantiasa saya nantikan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Jakarta, 2014 Penulis
Maya Maryati, (NIM: 109011000291)
iii
DAFTAR ISI COVER LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ABSTRAK ........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR .......................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................
4
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..........................................
4
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ................................................
4
KAJIAN TEORI A. Pendidikan Islam ........................................................................
6
1. Pengertian Pendidikan ..........................................................
6
2. Pengertian Pendidikan Islam .................................................
9
3. Dasar-dasar Pendidikan Islam ............................................... 11 4. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam .................................... 13 5. Materi Pendidikan Islam ....................................................... 16 6. Metodologi Pendidikan Islam ............................................... 20 B. Pendidikan Islam di Indonesia..................................................... 25 1. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia ................................ 25 2. Organisasi Islam dan Pendidikan Islam di Indonesia .......... 28 3. Tokoh-tokoh (ulama) Pendidikan Islam di Indonesia .......... 31 C. Pentingnya Peran Ulama ............................................................ 33 D. Pembahasan Kajian yang Relevan .............................................. 35 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 36 B. Metode Penelitian ........................................................................ 37 iv
C. Prosedur ....................................................................................... 38 1. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 38 2. Teknik Pengelolaan Data ..................................................... 39 D. Analisis Data .............................................................................. 39 E. Teknik Penulisan ........................................................................ 40 BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (PERAN K.H AHMAD SANUSI DALAM PENDIDIKAN ISLAM) A. Sejarah Sukabumi Pada Masa Abad Pertengahan Abad ke 19 Sampai Abad ke 20 ..................................................................... 41 B. Biografi K.H Ahmad Sanusi Dan Latar Belakangnya ................ 43 C. Peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam ................... 61 1. Dunia Pendidikan Dan Penerbitan K.H Ahmad Sanusi ....... 61 2. Mendirikan Al-Ittihadiyatul Islamiyyah (AII) ..................... 70 3. Perluasan Pesantren K.H Ahmad Sanusi ............................. 75
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 79 B. Implikasi .................................................................................... 80 C. Saran-saran ................................................................................. 80
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 81
v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat diperlukan sebagai proses yang mampu membangun potensi manusia menuju kemajuan dalam segala aspek.1 Menurut islam, pendidikan adalah pemberi corak hitam putihnya perjalanan hidup seseorang. Oleh karena itu, ajaran islam menetapkan bahwa pendidikan merupakan salah satu kegiatan yang wajib hukumnya bagi pria dan wanita, dan berlangsung seumur hidup semenjak dari buaian hingga ajal datang.2 Manusia Muslim yang telah mendapatkan pendidikan Islam itu harus mampu hidup di dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagai yang diharapkan oleh citacita Islam. Pengertian pendidikan Islam dengan sendirinya adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia Muslim baik duniawi maupun ukhrawi.3 Dari itu bahwa pendidikan Islam sangatlah penting dalam kehidupan umat, karena manusia perlu adanya perubahan dalam diri dan pengetahuan serta bimbingan akhlak yang tidak keluar dari syariat Islam. Agar manusia menjadi bertaqwa, berakhlak, dan berguna bagi setiap orang sehingga manusia tersebut mendapat kebahagiaan di dunia maupun akhirat. 1
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam , (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 29 . Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet 1, 1991), hlm. 1. 3 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung:CV.Pustaka Setia, 1991), hlm.13. 2
1
2
Hakikat pendidikan Islam pada dasarnya dapat dipahami dan dianalisis serta dikembangkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsep operasionalnya dapat dipahami, dianalisis dan dikembangkan dari proses pembudayaan, pewarisan dan pengembangan ajaran agama, budaya, dan peradaban Islam dari generasi ke generasi. Sedangkan secara praktis dapat dipahami, dianalisis dan dikembangkan dari proses pembinaan dan pengembangan (pendidikan) pribadi muslim pada setiap generasi dalam sejarah umat Islam.4 Sejarah bangsa telah mengukir berbagai peran yang dimainkan ulama. Kerukunan umat beragama telah berhasil dan terbina dengan baik berkat dukungan ulama, sehingga kerukunan itu dapat mengokohkan persatuan dan kesatuan bangsa yang menjadi modal pembangunan negara dan bangsa selama ini. Ulama berperan melalui komunikasi interpersonal yang dilakukan melalui ceramah-ceramah agama dan khutbah Jum’at di masjid-masjid. Dalam menggerakkan pembangunan di negara-negara sedang berkembang, seperti Indonesia, paling tidak ada tiga kelompok pemimpin yang harus mengambil peranan. Tiga kelompok itu adalah pemimpin resmi (pemerintah), pemimpin tidak resmi (tokoh agama) dan pemimpin adat. Salah satu peran ulama sebagai tokoh Islam yang patut dicatat adalah posisi mereka sebagai kelompok terpelajar yang membawa pencerahan kepada masyarakat sekitarnya. Berbagai lembaga pendidikan telah dilahirkan oleh mereka baik dalam bentuk sekolah maupun pondok pesantren. Semua itu adalah lembaga yang ikut mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang terpelajar. Mereka telah berperan dalam memajukan ilmu pengetahuan, khususnya Islam lewat karya-karya yang telah ditulis atau jalur dakwah mereka. Dari pengkajian ini, peran ulama dalam pengembangan pendidikan agama dan Khazanah keagamaan menjadi sangat penting untuk dilakukan.5 Kita mengetahui bahwa adanya teori pengembangan pendidikan Islam itu diterapkan oleh upaya-upaya guru pendidikan Islam, ulama serta banyaknya peran seorang tokoh pendidikan Islam yang membawa pembaharuan dalam pendidikan 4
Muhaimin, op. cit., hlm.29-30. Rosehan Anwar dan Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan Khazanah Keagamaan, (Jakarta: PT. Pringggondani Berseri, cet. 1, Desember 2003), hlm. 1. 5
3
Islam. Jika kita lihat kembali pada peran ulama di abad ke-20 dalam mengembangkan pendidikan Islam, sangat memberikan dampak positif. Sehingga dapat memberikan perubahan pendidikan Islam yang baik di zaman tersebut. Dalam pendidikan Islam di Indonesia, bahwa banyak peran para tokoh modern maupun tradisional dalam menterdepankan serta mengembangkan pendidikan Islam demi tujuan yang ingin mereka capai. Ulama pendidikan Islam tersebut di antaranya ialah Abdullah Ahmad dari Sumatera Barat, Abdul Halim dan Ahmad Sanusi dari Jawa Barat, Imam Zarkasyi dari Jawa Timur, dan masih banyak lagi tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia yang lainnya. Dari beberapa tokoh tersebut, terasa bahwa peran mereka tidak kalah penting dan hebatnya dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang hidup di abad klasik dan pertengahan. Namun dalam penulisan ini, penulis memilih K.H Ahmad Sanusi dari Jawa Barat untuk mengetahui secara dalam tentang peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam. Alasan penulis memilihnya karena, Pertama: Telah diketahui bahwa K.H Ahmad Sanusi adalah ulama tradisional yang sangat produktif. Dari itu kita dapat membandingkan sosok K.H Ahmad Sanusi dengan ulama-ulama masa kini yang kita ketahui bahwa para ulama sekarang ini kurang produktif dalam mengembangkan ilmunya pada suatu karya tulis, yang diterapkan dari kebanyakan para ulama saat ini hanya berceramah dan mengajar. Kedua: Masih kurangnya pembahasan mengenai peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam. Ketiga: Minimnya kajian tokoh Islam di Indonesia atau minimnya kajian ulama tradisional di Indonesia. Dalam mengetahui peran K.H Ahmad Sanusi pun, penulis memiliki referensi yang kuat yaitu beliau masih memiliki peninggalan, dokumentasi atau pun masih adanya pihak keluarga dari K.H Ahmad Sanusi yang berada di pesantren yang didirikannya di Sukabumi, Jawa Barat. Dari sinilah, penulis merasa perlu untuk mengemukakan dari beberapa perjuangan K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam. Dari sini pula berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan, maka penulis perlu mencari kejelasan untuk mengetahui secara dalam
4
yang kemudian penulis tuangkan dalam karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul berikut : “PERAN K.H. AHMAD SANUSI DALAM PENDIDIKAN ISLAM”.
B. Identifikasi Masalah Dalam uraian singkat di atas, penulis mengidentifikasikan beberapa permasalahan yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya sebagai berikut: 1.
Kurang produktifnya ulama-ulama pada masa sekarang ini, para ulama sekarang ini hanya berceramah, mengajar namun tidak membuat banyak karya tulisan
2.
Masih kurangnya pembahasan mengenai peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam
3.
Masih minimnya kajian tokoh Islam di Indonesia dan minimnya kajian ulama tradisional di Indonesia
C. Batasan dan Rumusan Masalah Dalam pembahasan ini batasan masalahnya adalah: 1.
Bagaimana peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam
Adapun perumusan masalahnya adalah: 1.
Apa saja peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan utama penelitan ini adalah untuk menemukan jawaban kualitatif terhadap pertanyaan-pertanyaan utama yang tersimpul dalam rumusan masalah. Lebih rinci tujuan itu dapat diungkapkan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan islam.
Adapun Manfaat dari penelitian ini adalah:
5
1. Sebagai rujukan dalam mengembangkan pendidikan Islam untuk generasigenerasi muda, agar pendidikan Islam dapat menjadi lebih baik lagi. 2. Secara Teoritis, dapat semakin memperkaya khazanah intelektual islam pada umunya dan bagi akademika Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam pada khususnya. 3. Selain itu, dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya sehingga proses pengkajian secara mendalam akan terus berlangsung dan memperoleh hasil yang maksimal. 4. Dan secara praktis, dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum sehingga mampu menumbuhkan kepedulian terhadap pendidikan pada umumnya dan pendidikan Islam pada khususnya.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Istilah pendidikan adalah terjemah dari bahasa Yunani paedagogie yang berarti “pergaulan dengan anak-anak.” Sedangkan orang yang tugasnya membimbing atau mendidik dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri disebut paedagogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).1 Pendidikan bisa berarti pemeliharaan dengan penuh kasih sayang agar yang dipelihara dapat berkembang dengan baik dan memberi manfaat bagi manusia dan bagi alam itu sendiri, lantaran di antara satu alam dengan lainnya saling membutuhkan dalam ekosistem. Misalnya, air jika dipelihara dengan baik akan memberi manfaat bagi manusia tumbuh-tumbuhan, binatang dan seterusnya. Pada tingkat operasional pendidikan dapat dilihat pada praktek yang dilakukan oleh Rasulullah, antara lain beliau telah membacakan ayat-ayat Tuhan kepada manusia, membersihkan mereka dari kemusyrikan dan mengajarkan kepada manusia kitab dan hikmah (QS. 62:2). Kata mensucikan pada ayat tersebut, menurut M. Quraisy Shihab, dapat diidentikan dengan mendidik, sedang mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak-anak dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika dan fisika.
1
Armai Arief, MA, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, April 2005), hlm.17.
6
7
Berdasarkan pernyataan di atas, pendidikan berarti berkaitan dengan mensucikan, membentuk perilaku dengan adab sopan santun.2 Menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani, mendefinisikan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan tingkah laku individu, pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.3 Menurut M. Arifin bahwa “Pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadiannya serta kemampuan dasar anak didik, baik dalam pendidikan formal maupun non formal.”4Dan menurut Hasan Langgulung bahwa “Pendidikanadalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang di didik.”5 Sementara itu, dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spriritual keagamaan, pengendalian diri, masyarakat, bangsa dan negara.”6 Dan menurut penulis, bahwa pendidikan adalah usaha sistematis dalam membimbing anak manusia yang berlandaskan pada proses individual dan sosialisasi dalam mengembangkan serta memberi pengetahuan ilmu dari segala bidang apapun terhadap seseorang yang belum mengetahuinya atau belum memahaminya. Berpijak dari istilah di atas, pendidikan bisa diartikan sebagai “usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk membimbing atau memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah
2
Armai Arief, MA, op. cit, hlm. 186-188 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 28. 4 M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga; Sebagai Pola Pengembangan Metodologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet.4, hlm. 14 5 Abuddin Nata,loc.cit., hlm. 28. 6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, (Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi, cet. Pertama, September 2003), hlm. 5. 3
8
kedewasaan.” Atau dengan kata lain, pendidikan adalah “bimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakatnya.” Definisi pendidikan di atas sepertinya hanya dimaksudkan untuk pendidikan anak-anak di lembaga persekolahan. Pertanyaan yang muncul kemudian, bagaimana kalau yang diajar atau dibimbing adalah orang yang telah dewasa atau orang tua, apakah hal itu disebut juga pendidikan? Menanggapi hal demikian, para pakar pendidikan umat beragama dalam memberikan makna pendidikan. John Dewey misalnya, mengartikan pendidikan sebagai organisasi pengalaman hidup, pembentukan kembali pengalaman hidup. Sementara itu, Komisi Nasional Pendidikan mendefinisikan, pendidikan adalah usaha nyata menyeluruh yang setiap program dan kegiatannya selalu terkait dengan tujuan akhir pendidikan. Meski berawal dari akar kata sama, tetapi pemberian makna terhadap istilah pendidikan begitu beragam. Hal ini disebabkan oleh karena sifat pendidikan yang dinamis. Pengertian pendidikan di zaman Yunani akan berbeda dengan pengertian pendidikan di zaman Aufklarung. Pengertian pendidikan di zaman kemajuan Islam akan berbeda dengan pengertian yang diberikan para pakar pendidikan Islam di zaman kemundurannya. Demikian juga dalam konteks Indonesia, arti pendidikan di zaman Orde Lama, Baru dan Era Reformasi akan berbeda. Perbedaan itu secara prinsip dikarenakan tujuan pendidikan yang ingin dicapai berbeda-beda (beragam) pada setiap masanya, serta amat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik dan geografisnya, apalagi, pendidikan adalah ilmu pengetauan yang bercorak teoritis dan praktis.7 Di negara demokrasi, pendidikan merupakan sarana untuk membentuk warga negara menjadi diri sendiri. Setiap individu diberi kesempatan yang sama untuk berkembang dan mendapatkan pendidikan yang layak sebagai manusia. Individu
7
Armai Arief, MA, op. cit, hlm. 17-18.
9
juga diberi kebebasan sebesar-besarnya untuk mampu merealisasikan diri, dan kemampuannya semaksimal mungkin.8
2.
Pengertian Pendidikan Islam Agama Islam adalah agama yang universal. Yang mengajarkan kepada umat
manusia
mengenai
berbagai
aspek
kehidupan,
baik
duniawi
maupun
ukhrawi.9Islam adalah damai, sentosa dan aman.Agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan untuk umat manusia, melalui RasulNyaMuhammad SAW. Tujuan ajaran islam yaitu untuk mendorong manusia agar patuh dan tunduk kepada Tuhan, sehingga terwujud keselamatan, kedamaian, aman dan sentosa, serta sejalan pula dengan misi ajaran islam, yaitu menciptakan kedamaian di muka dumi dengan cara mengajak manusia untuk patuh dan tunduk kepada Tuhan.10 Kata “Islam” dalam “Pendidikan Islam” menunjukkan warna pendidikan tertentu yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam.11Salah satu di antara ajaran Islam tersebut adalah, mewajibkan kepada umat Islam untuk melaksanakan pendidikan. Karena menurut Islam ajaran Islam, pendidikan adalah juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipenuhi, demi untuk mencapai kesejahtraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan pendidikan itu pula manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal dan kehidupannnya. Lebih-lebih Islam merupakan agama ilmu dan agama akal. Karena Islam selalu mendorong umatnya untuk mempergunakan akal dan menuntut ilmu pengetahuan, agar dengan demikian mereka dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, dan dapat menyelami hakikat alam. Apabila kita memperhatikan ayat-ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, maka nyatalah bahwa Allah telah menekankan perlunya orang belajar baca tulis dan belajar ilmu pengetahuan. 8
Armai Arief, MA, op. cit, hlm. 19. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 2009) hlm. 98. 10 Abuddin Nata, op. cit., hlm. 32. 9
11
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), cet. 7, hlm. 24
10
Firman Allah dalam Surat Al-A’laq ayat 1-5:
.. .. . Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. Al- Alaq: 1-5) Dari ayat tersebut, jelaslah bahwa agama Islam mendorong umatnya agar menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan diteruskan dengan belajar berbagai macam ilmu pengetahuan. Islam disamping menekankan kepada umatnya untuk belajar juga menyuruh umatnya untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Jadi Islam mewajibkan umatnya belajar dan mengajar. Melakukan proses belajar dan mengajar adalah bersifat manusiawi, yakni sesuai dengan harkat kemanusiaannya, sebagai makhluk Homo educandus, dalam arti manusia itu sebagai makhluk yang dapat dididik dan dapat mendidik. Banyak ayat Al- Qur’an dan Hadits yang menjelaskan hal tersebut, diantaranya:12 Firman Allah dalam Surat Al- Taubah ayat 122:
Artinya: “Apakah tidak lebih baik pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. Al- Taubah: 122). Sabda Nabi:
12
Zuhairini, dkk, op. cit., hlm. 98-101.
11
Artinya: “Belajarlah dan kemudian ajarankanlah kepada orang-orang lain, serta rendahkanlah dirimu kepada guru-gurumu, serta berlaku lemah lembutlah kepada murid-muridmu”. (H.R. Al- Thabrani). M. Arifin memandang pendidikan Islam sebagai proses mengarahkan dan membimbing anak didik ke arah pendewasaan pribadi yang beriman, berilmu pengetahuan yang saling mempengaruhi dalam perkembangannya untuk mencapai titik optimal kemampuannya.13 Samsul Nizar mendefinisikan bahwa pendidikan Islam sebagai rangkaian proses yang sistematis, terencana dan komprehensif dalam upaya mentransfer nilai-nilai kepada anak didik, mengembangkan potensi yang ada pada diri anak didik sehingga anak didik mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan nilai-nilai illahiyah yang didasarkan pada ajaran agama (Al- Qur’an dan Hadits) pada semua dimensi kehidupannya.14 Proses kependidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual, dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana ia hidup. Proses tersebut senantiasa berada di dalam nilai-nilai Islami, yaitu nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syariah dan akhlakul karimah.15
3.
Dasar-dasar Pendidikan Islam Dasar atau pudamen dari suatu bangunan adalah bagian dari bangunan yang
menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya bangunan itu. Pada
13
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam Dan Umum), (Jakarta: Bina Aksara, 1991), hlm. 44. Samsul Nizar, M.A, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 2001), hlm. 94. 15 HM Arifin M,ed, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bina Aksara 1987), cet.l, hlm. 13. 14
12
suatu pohon dasar atau pundamennya adalah akarnya. Fungsinya yaitu mengkokohkan berdirinya pohon itu.16 Yang dimaksud dengan dasar pendidikan adalah pandangan hidup yang melandasi seluruh aktivitas pendidikan. Karena dasar menyangkut masalah ideal dan fundamental, maka diperlukan landasan pandangan hidup yang kokoh dan komprehensif, serta tidak mudah berubah.17 Menurut al- Syaibany dasar pendidikan Islam adalah identik dengan dasar ajaran Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu al-Qur’an dan hadits. Kemudian dasar tadi dikembangkan dalam pemahaman para ulama dalam bentuk qiyas syar’i, ijma’ yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar dalam bentuk hasil pemikiran yang menyeluruh dan terpadu tentang jagat raya, manusia, masyarakat dan bangsa, pengetahuan manusia dan akhlak, dengan merujuk kepada kedua sumber asal (al-Qur’an dan hadits) sebagai sumber utama.18 Dan Ahmad D. Marimba juga berpendapat bahwa dasar pendidikan Islam itu adalah Firman Tuhan dan Sunnah Rasulullah SAW. Al-Qur’an adalah sumber kebenaran dalam Islam. Kebenarannya tidak dapat diragukan lagi. Sedangkan Sunnah Rasulullah adalah prilaku, ajaran-ajaran dan perkenan-perkenan Rasulullah sebagai pelaksana hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an. Inipun tidak dapat diragukan lagi.19 Dan identik dasar ajaran Islam itu sendiri berasal dari kedua sumber yaitu, AlQur’an dan Hadits, Kemudian dari dasar keduanya dikembangkan dalam pemahaman Ulama. Allah berfirman dalam surat Al- Baqarah ayat 2 yaitu:
16
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1980), cet. 4, hlm. 38. 17 Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), hlm. 59. 18 Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam konsep dan perkembangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 37. 19 Ahmad D. Marimba, op.cit., hlm. 41.
13
Artinya: “Kitab (Al-Qur’an) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. (Q.S Al-Baqarah 2: 2). 4. Tujuan dan fungsi pendidikan Islam Setiap kegiatan yang dilakukan pasti mempunyai tujuan. Apakah kegiatan tersebut dalam proyek besar maupun kecil. Tujuan harus direncanakan agar sebuah rencana atau kegiatan dapat berjalan secara terarah dan menghasilkan sesuatu. Tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam, terlihat sangat besar dalam membangun peradaban manusia. Artinya, peradaban dan kebudayaan manusia tumbuh dan berkembang melalui pendidikan. Agar peradaban bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam konsep pendidikan harus didasari oleh nilai-nilai, cita-cita, dan falsafah yang berlaku di suatu masyarakat atau bangsa. Menurut Omar Al-Toumy Al-Syaibani yang dikutip oleh Jalaluddin, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga tercapai tingkat akhlak al-karimah. Tujuan ini sama dan sebangun dengan tujuan yang akan diapai oleh misi kerasulan, yaitu “membimbing manusia agar berakhlak mulia” kemudian akhlak mulia dimaksud, diharapkan tercermin dari sikap dan tingkah laku individu dalam hubungan dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk Allah, serta lingkungannya.20 Telah dikatakan pula oleh Dr. Zakiah Daradjat bahwa tujuan pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi insan kamil dengan pola takwa, Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah SWT.21 Umar Tirta Raharja mengemukakan : “Bahwa yang dimaksud dengan manusia utuh adalah manusia yang sehat jasmani dan rohani, manusia yang mempunyai hubungan vertikal ( dengan Tuhan ), horizontal (dengan lingkungan)
20 21
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja grafindo Persada, 2002), hlm. 92 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam. (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 41
14
dan konsentris (dengan diri sendiri ) yang berimbang antara duniawi dan ukhrawi.”22 Karena telah dihasilkan dalam rumusan tentang Tujuan Pendidikan Islam menurut Kongres Pendidikan Islam se Dunia di islamabadtahun 1980, menunjukkan bahwa pendidikan harus merealisasikan cita-cita (Idealitas) Islam yang mencakup pengembangan kepribadian muslim yang bersifat menyeluruh secara harmonis berdasarkan potensi psikologi dan fisiologis (jasmaniah) manusia yang memacuh kepada keimanan dan sekaligus berilmu pengetahuan secara berkeseimbangan sehingga terbentuklah manusia muslim yang paripurna yang berjiwa tawakkal (menyerahkan diri) secara total kepada Allah SWT.23 Sebagaimana firman Allah yang menyatakan:
Artinya: “Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku dan hidup dan matiku hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. Al- An’am: 162) Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan di akhirat nanti.24 Dan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah perubahan yang diinginkan dan diusahakan oleh proses pendidikan, baik tingkah laku individu maupun kehidupan masyarakat. Jelaslah juga bahwa sesungguhnya tujuan pendidikan Islam identik dengan tujuan hidup seorang muslim, yaitu manusia yang selalu beribadah setiap gerak hidupnya. Dalam undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 BAB II Pasal 3 disebutkan bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan 22
Umar Tirta Raharja, S.L.La. Sulo, Pengantar Pendidikan,(Jakarta: Rangka Cipta, 1995), hlm. 2. Nur Uhbiyati, loc. cit., hlm. 59 24 Ibid.,hlm. 41. 23
15
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”25 Untuk mencapai itu, maka kesemuanya itu merupakan tanggung jawab yang dibebankan dalam pendidikan yang ada. Maka dalam konteks ini, fungsi pendidikan Islam dapat dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu: a)
Dimensi mikro (Internal), yaitu manusia sebagai subjek dan objek pendidikan. Pada demensi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi memelihara dan mengembangkan fitrah (potensi) insani yang ada dalam diri anak didik seoptimal mungkin sesuai dengan norma agama. Dengan upaya ini diharapkan pendidikan Islam mampu membentuk insani yang berkualitas dan mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, baik sebagai pribadi maupun kepada masyarakat.
b) Dimensi makro (Eksternal), yaitu perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia sebagai hasil akumulasi dengan lingkungan. Pada demensi ini, pendidikan yang dilakukan berfungsi sebagai sarana pewarisan budaya dan identitas suatu komunitas yang didalamnya manusia melakukan berbagai bentuk interaksi dan saling mempengaruhi antara dengan yang lainnya. Tanpa proses pewarisan tersebut, budaya suatu bangsa akan mati. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus mampu mengalihkan dan menginternalisasikan identitas masyarakat pada peserta didiknya sekaligus mampu mewarnai perkembangan nilai masyarakat yang berkembang dengan warna dan nilai Islami.26 Apabila kesemua fungsi tersebut mampu tertanam dan dihayati oleh peserta didik, maka sekaligus akan mampu menjadi alat kontrol bagi manusia dalam melaksanakan setiap kegiatannya di muka bumi. Seluruh aktifitasnya akan senantiasa bernuansa ibadah kepada sang Khaliq dan kepentingan seluruh umat 25
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, (Jakarta, Biro Hukum dan Organisasi, cet. pertama, September, 2003), hlm. 8. 26 Samsul Nizar, op. cit., hlm. 121-122.
16
manusia di muka bumi.27 Dengan kata lain, fungsi pendidikan Islam adalah sebagai upaya menuju terbentuknya kepribadian insan muslim seutuhnya.
5.
Materi pendidikan Islam
Untuk bisa mencapai tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang diharapkan, maka tentu saja materi yang akan disajikan atau yang diperbincangkan sebagai bahan kajian adalah materi-materi yang diambil dari sumber ajaran Islam. Materi pendidikan ini biasanya dikemas dalam sebuah kurikulum yang lebih komplek dengan nama mata pelajaran. Kurikulum dalam arti luas adalah serangkaian program pendidikan yang diperlukan dalam sebuah lembaga pendidikan yang digunakan untuk proses pendidikan, baik yang nyata maupun yang tidak nyata. Rangkaian muatan kurikulum sebagai program pendidikan biasanya menyangkut tujuan, isi atau materi, metode, sarana, pendidik dan sebagainya. Dalam bagian ini akan dijelaskan isi materi dalam kurikulum pendidikan Islam, sebagai mata pelajaran yang diajarkan dalam proses pendidikan Islam.28 Menurut al-Ghazali materi pendidikan Islam itu menyangkut dua hal, yaitu: materi tentang ilmu syari’at dan ilmu non-syari’at. Ilmu syari’at dibagi menjadi dua, yaitu: 1). Ilmu Ushul, yang meliputi ilmu al-Qur’an, Sunnah nabi, pendapat Shahabat dan Ijma’. 2). Ilmu pengantar, meliputi: ilmu bahasa dan gramatika. 3). Ilmu Furu’, meliputi; fiqh, ilmu hal ihwal, hati, dan akhlak. 4). Ilmu pelengkap, meliputi; ilmu qira’at, makhrij huruf, ilmu tafsir, nasikh dan mansukh, lafadz umum-khusus, dan biografi sejarah sahabat. Ilmu non syari’at dapat dibagi menjadi: 1). Ilmu terpuji, seperti; kedokteran, berhitung, ekonomi, pertanian, ekonomi pertenunan, ekonomi pembangunan, dan politik. 2). Ilmu yang diperbolehkan, meliputi; kebudayaan, sastra, sejarah dan puisi. 3). Ilmu yang tercela, meliputi; ilmu tenun, sihir, dan bagian tertentu dari filsafat. Dan Ibnu Khaldun juga menjelaskan bahwa materi yang diajarkan dalam dunia pendidikan dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu: 1). Kebiasaan, meliputi; gramatika dan sastra puisi. 2). Materi yang diambil dari sumber ajaran 27
Samsul Nizar, op. cit., hlm. 123. A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN- Malang Press, Mei 2008), cet. 1., hlm. 120. 28
17
Islam (Kitab suci), meliputi; al-Qur’an-Hadist, ulum al-Qur’an, ulum al-Hadist, ushul fiqh, Fiqh, ilmu kalam, ilmu Tasawuf, ilmu Ta’bir al-Ru’ya. 3). Materi diambil dari hasil berpikir manusia melalui indra dan akalnya, meliputi; logika(mantiq), fisika, metafisika, matematika (aritmatika, aljabar, geografi, ilmu musik, astronomi, dan ilmu nujum).29 Adapun penjelasan mengenai materi dalam pendidikan agama Islam adalah meliputi: a.
Al- Qur’an/Hadits Al- Qur’an adalah sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama.
Menurut keyakinan umat Islam yang diakui kebenarannya oleh penelitian ilmiah, al- Qur’an adalah kitab suci yang memuat firman-firman (wahyu-wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekkah kemudian di Madinah. Tujuannya, untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat kelak.30 Adapun isi al- Qur’an itu antara lain adalah: 1) Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia; 2) Petunjuk mengenai syari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak; 3) Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus diindahkan oleh manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial; 4) Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau; 5) Berita-berita tentang zaman yang akan datang; 6) Benih dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan; 7) Sunatullah atau hukum Allah yang berlaku di alam semesta.31 Hadits adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Apa yang telah disebut dalam al-Qur’an di atas, dijelaskan atau dirinci lebih lanjut oleh Rasulullah dengan sunnah beliau. 29
A. Fatah Yasin, op.cit., hlm. 122-123. Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 93. 31 Ibid., hlm. 103. 30
18
Ada tiga peranan al-Hadits di samping al-Qur’an sebagai sumber agama dan ajaran Islam diantaranya: 1) Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al- Qur’an; 2) Sebagai penjelasan isi al- Qur’an; 3) Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samarsamar ketentuannya di dalam al- Qur’an.32 b.
Aqidah Akidah, menurut etimologi, adalah ikatan, sangkutan. Dalam pengertian
teknis artinya adalah imam atau keyakinan. Aqidah Islam (Aqidah Islamiyah), karena itu, ditautkan dengan rukun iman yang menjadi asas seluruh ajaran Islam. Adapun pokok-pokok keyakinan Islam yang terangkum dalam istilah Rukun Iman itu antara lain: 1) Keyakinan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa; 2) Keyakinan kepada Malaikat-malaikat; 3) Keyakinan kepada para Nabi dan Rasul; 4) Keyakinan akan adanya Hari akhir; 5) Keyakinan kepada Qada’ dan Qadar Allah.33 c.
Syari’ah/syari’at Makna asal syari’at adalah jalan ke sumber (mata) air. Secara harfiah berarti
jalan yang harus dilalui oleh setiap muslim. Dilihat dari segi hukum, syari’at adalah norma hukum dasar yang diwahyukan Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam, baik dalam berhubungan dengan Allah maupun dalam berhubungan dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat.34 d.
Ibadah Ibadah menurut bahasa, artinya taat, tunduk, turut, ikut, dan do’a. Dilihat dari
segi pelaksanaanya, ibadah dapat dibagi tiga, yakni: 1) Ibadah jasmaniah-rohaniah, yaitu ibadah yang merupakan perpaduan jasmani dan rohani, seperti shalat dan puasa;
32
Muhammad Daud Ali, hlm. 110-113. Ibid., hlm. 199-201. 34 Ibid., hlm. 235-236. 33
19
2) Ibadah rohiah dan maliah, yaitu perpaduan rohani dengan harta, seperti zakat; 3) Ibadah jasmanish, rohiah dan maliah (harta) sekaligus, contohnya haji.35 e.
Akhlak Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab akhlak,
bentuk jamak kata khuluq atau al-khulq, yang secara etimologi (bersangkutan dengan cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal usul kata serta perubahanperubahan dalam bentuk dan makna) antara lain berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at.36Akhlak dalam pembagiannya di bagi menjadi 2, yaitu: 1) Akhlak terhadap Allah; 2) Akhlak terhadap Makhluk, dibagi dua: akhlak terhadap manusia dan akhlak terhadap bukan manusia (lingkungan hidup).37 f.
Tarikh Tarikh dalam bahasa Arab disebut sejarah, yang menurut bahasa artinya
ketentuan masa. Sedangkan menurut istilah berarti “keterangan yang telah terjadi dikalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada”. Kata Tarikh juga dipakai dalam arti perhitungan tahun, seperti keterangan mengenai tahun sebelum atau sesudah Masehi dipakai sebutan sebelum atau mengenai tarikh Masehi. Dalam bahasa Inggris sejarah disebut history, yang berarti “pengalaman masa lampau daripada umat manusia”. Pengertian selanjutnya memberikan makna sejarah sebagai catatan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa silam yang diabadikan dalam laporan-laporan tertulis dan ruang lingkup yang luas.38 Dari penjelasan diatas dapat dikemukakan bahwa materi pendidikan agama Islam yaitu al- Qur’an/hadits (isi dan kandungannya tentang akidah, syari’at, sejarah, ilmu pengetahuan, dll), aqidah (yang berisi tentang keyakinan yang terangkum dalam rukun Islam), Syari’ah (yang berisi tentang tingkah laku dan tabi’at), dan tarikh (yang berisi tentang sejarah pada masa lampau). 35
Muhammad Daud Ali., hlm. 244-245. Ibid., hlm. 346. 37 Ibid., hlm. 356. 38 Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 1-2. 36
20
6.
Metodologi pendidikan Islam Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat
signifikan untuk mencapai tujuan. Bahkan metode sebagai seni dalam mentransper ilmu pengetahuan/materi pelajaran kepada peserta didik dianggap lebih signifikan dibanding dengan materi sendiri. Pengertian metode secara etimologi, berasal dari Bahasa Yunani “Metodos”, yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “Jalan” atau “cara”. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Arab metode disebut “Thariqat”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode” adalah: Cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud. Sehingga dapat dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.39 Materi yang baik bukan merupakan jaminan bagi keberhasilan pendidikan. Dapat saja materi kurikulum yang baik akan berakibatkan buruk bagi anak didik, jika dalam pelaksanaan pendidikan digunakan metode yang keliru. Metode dapat diartikan sebagai cara untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik (peserta didik). Mohammad Athiyah al- Abrasy mendefinisikannya sebagai jalan yang kita ikuti untuk memberi paham kepada murid-murid dalam segala macam pelajaran, dalam segala mata pelajaran. Metode adalah rencana yang kita buat untuk diri kita sebelum kita memasuki kelas, dan kita terapkan dalam kelas selama kita mengajar dalam kelas itu.40 Dan menurut Prof. Abd Al- Rahim Ghunaimah menyebut metode sebagai cara-cara yang diikuti oleh guru untuk menyampaikan sesuatu kepada anak didik. Adapun Edgar Bruce Wesley mendefinisikan metode sebagai kegiatan yang terarah bagi guru yang menyebabkan terjadi proses belajar-mengajar, hingga pengajaran menjadi berkesan.41 39
Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, Juli 2002), hlm. 39-42. 40 Jalaluddin dan Usman Said, op. cit., hlm. 52-53. 41 Jalaluddin dan Usman Said, op. cit., hlm. 53.
21
Barangkali masih banyak definisi-definisi tentang metode pendidikan yang dikemukakan para ahli pendidik, namun yang penting kita tangkap adalah makna pokok yang terkandung dalam pengertian metode itu sendiri. Makna pokok yang dapat disimak antara lain bahwa: (1) metode pendidikan adalah cara yang digunakan untuk menjelaskan materi pendidikan kepada anak didik; (2) cara yang digunakan merupakan cara yang tepat guna untuk menyampaikan materi pendidikan tertentu dalam kondisi tertentu; dan (3) melalui cara itu diharapkan materi yang disampaikan mampu memberi kesan yang mendalam pada diri anak didik. Mengacu kepada kepentingan tersebut, maka metode paling tidak harus disesuaikan dengan materi, kondisi dan keadaan anak didik. Karena itu metode yang digunakan dapat bervariasi. Suatu metode mungkin dinilai baik untuk materi dan kondisi tertentu, tapi sebaliknya kurang tepat digunakan pada penyampaian materi yang berbeda dan suasana yang berlainan. Mohammad al-Toumy al-Syaibany menyodorkan pembagian metode dalam pendidikan Islam, yakni metode yang umumnya pernah digunakan dalam pendidikan Islam, antara lain: a.
Metode induksi (pengambilan kesimpulan) Metode ini digunakan untuk mendidik agar anak didik dapat mengetahui fakta-fakta dan kaidah-kaidah umum dengan cara menyimpulkan pendapat.
b.
Metode Perbandingan (Qiyasiah) Metode ini digunakan untuk mendidik agar anak didik dapat membandingkan kaidah-kaidah umum atau teori dan kemudian menganalisanya dalam bentuk rincian-rincian.
c.
Metode Kuliah Metode ini digunakan untuk mendidik anak didik agar mereka dapat mengintisarikan materi yang diberikan secara benar, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
d.
Metode Dialog dan Perbincangan
22
Metode
ini
digunakan
untuk
mendidik
anak
agar
mereka
dapat
mengemukakan kritik-kritik terhadap materi yang diberikan. Kritik dilakukan secara lisan melalui dialog antara guru dan anak didik. e.
Metode Halaqoh
f.
Metode Riwayat
g.
Metode Mendengar
h.
Metode Membaca
i.
Metode Imla’
j.
Metode Hafalan
k.
Metode Pemahaman
l.
Metode Lawatan untuk Menuntut Ilmu. Selain dari ragam metode, al-Syaibany juga mengemukakan dasar-dasar
penyusunan metode pendidikan Islam. Menurut penilaiannya, ada empat yang menjadi dasar pertimbangan penggunaan metode pendidikan Islam, yaitu: 1) Dasar agama, meliputi pertimbangan bahwa metode yang digunakan bersumber dari tuntunan al-Qur’an, sunnat Nabi, pelaksanaan pendidikan yang dilakukan oleh para sahabat dan para ulama shalaf. 2) Dasar biologis, meliputi pertimbangan kebutuhan jasmani dan tingkat perkembangan usia anak didik. 3) Dasar psikologis, meliputi pertimbangan terhadap motivasi kebutuhan, emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat dan intelektual anak didik. 4) Dasar sosial, meliputi pertimbangan kebutuhan sosial di lingkungan anak didik. Karena itu ungkap al-Syaibany selanjutnya bahwa metode pendidikan Islam merangkum
empat
tujuan
pokok,
yakni:
(1).
menolong
anak
didik
mengembangkan kemampuan individunnya; (2). membiasakan anak didik membentuk sikap diri; (3). membantu anak didik bertindak efektif dan efisien; (4). membimbing aktivitas anak didik. Uraian ini menunjukkan bahwa metode
23
pendidikan Islam memiliki sifat yang luwes, sesuai dengan kebutuhan anak didik dan lingkungan zamannya.42 Menurut Armai Arief, pengembangan metode pendidikan Islam memiliki tiga masa, yaitu: 1) Masa Klasik (610-1258M) a) Ceramah; b) Hafalan; c) Membaca tadarus; d) Tanya jawab; e) Bercerita; f) Menulis; g) Metode khusus. Instansi yang dipergunakan adalah antara lain: rumah, masjid, surau, dan pondok sebagai tempat berlangsungnya pendidikan antara Nabi saw, para sahabat dan kaum muslimin. Pada masa ini Socrates mengemukakan metode dialektik atau metode penemuan, sebab pertanyaan yang dilontarkan guru menuntut siswa merumuskan dan menjelaskan suatu pengetahuan. 2) Masa Pertengahan (1258-1800M) Pada masa ini metode yang dipergunakan antara lain: a) Ceramah; b) Hafalan; c) Membaca-menulis; d) Membaca-tadarus; e) Tanya jawab; f) Cerita lewat buku; g) Menulis al-Qur’an mulai ada titik; h) Keyakinan / pembenaran; i) Mudzakarah; j) Umum dan sederhana; 42
Jalaluddin dan Usman Said, op. cit., hlm. 53-55.
24
k) Metode khusus; l) Menyeluruh; m) Pemberian contoh; n) Membimbing. Pada akhir abad ke-11 dan 12, Skulatisisme menyumbangkan suatu metode deduktif analisis logis yaitu doktrin yang didasarkan atas logika dan metafisika Aristoteles. Seiring dengan makin berkembangnya jumlah umat Islam dan keinginan memperoleh pengajaran, menuntut adanya kelembagaan yang lebih teratur dan terarah, maka didirikanlah al- Kuttab sebagai lembaga baru. 3) Masa Modern (1800-sekarang) Metode berikut ini adalah pengembangan metode-metode di masa klasik dan pertengahan yaitu: a) Ceramah menggunakan media; b) Hafalan mandiri; c) Membaca dengan pemahaman; d) Murid bertanya dan menjawab; e) Cerita lewat media; f) Menulis al-Qur’an secara utuh; g) Sintesis analisis; h) Diskusi; i) Deduktif; j) Induktif; k) Komprehensif; l) Demonstrasi; Memasuki abad modern Johan Amos menggunakan metode ilmiah dalam pendidikan, dan John Locke menggunakan metode persepsi dan asosiasi dalam menekankan pentingnya pengalaman. Karena lembaga al-Kuttab tidak mampu menampung aspirasi dan kebutuhan belajar yang lebih luas, maka dibentuklah madrasah atau sekolah. Madrasah
25
dilengkapi dengan perpustakaan. Institusi pendidikan Islam berkembang lagi, seperti zawiyah, perpustakaan, majlis taklim dan pendidikan individual / private. Pada dasarnya antara zaman klasik, pertengahan, dan modern, penggunaan metode pendidikan adalah sama, seperti metode ceramah, diskusi, hafalan, tanya jawab, dll. Namun hal membedakan antara ketiga periode tersebut adalah pengembangan dalam menggunakan metode dengan dibantu alat atau media yang semakin canggih. Penggunaan metode ceramah misalnya, berbeda antara zaman klasik yang hanya mengandalkan suara dan tempat terbatas, dengan periode pertengahan yang sudah menggunakan alat pengeras suara. Apalagi dibanding dengan masa modern yang tidak hanya menggunakan media pengeras suara dan dalam ruangan tertentu, tetapi dapat dijangkau keseluruh pelosok dunia melalui media audio, atau audio-visual, seperti radio, TV, Internet dll.43
B. Pendidikan Islam di Indonesia 1.
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
Sejarah pendidikan Islam di mulai sejak agama Islam masuk ke Indonesia, yaitu kira-kira pada abad keduabelas Masehi. Ahli sejarah umumnya sependapat, bahwa agama Islam mula-mula masuk ialah ke pulau Sumatera bagian Utara di daerah Aceh. Dalam mengetahui sejarah masuknya Islam, tahun berapa, dan siapa yang mula-mula memasukkan? Tidaklah dapat jawaban yang pasti dalam sejarah. Setengah ahli sejarah mengatakan, bahwa agama Islam masuk ke daerah Aceh pada pertengahan abad kedua belas Masehi. Setengah mereka berpendapat, bahwa Islam telah masuk ke daerah Aceh sebelum abad keduabelas Masehi. Alasannya, karena pada abad ke duabelas itu telah banyak ahli-ahli agama yang termasyhur di Aceh. Hal itu menunjukkan, bahwa Islam telah masuk ke daerah Aceh sebelum abad keduabelas, karena tidak mungkin Islam baru masuk, lalu lahir orang-orang ahli dalam Islam itu. Pendapat ini dikuatkan lagi dengan keterangan setengah ahli sejarah, bahwa orang Arab atau Islam telah mengenal pulau Sumatera dalam abad kesembilan. Oleh 43
Armai Arief, op.cit., hlm. 47-49.
26
sebab itu, banyak di antara mereka itu datang ke Sumatera dan ke pulau-pulau Indonesia yang lain untuk berniaga sekaligus mereka menyiarkan agama Islam kepada penduduk negeri. Dengan berangsur-angsur penduduk negeri tertarik kepada agama Islam, lalu mereka memeluk agama itu. Sebab itu tidak heran, bahwa agama Islam telah masuk ke daerah Aceh sebelum abad keduabelas. Umumnya ahli sejarah mempastikan masuk Islam ke daerah Aceh itu dengan perjalanan Marco Polo. Dalam perjalanannya pulang dari Tiongkok, ia singgah di Aceh pada tahun 1292 Masehi. Menurut keterangannya, di Perlak telah didapatnya rakyat yang beragama Islam. Perlak adalah pelabuhan besar di Aceh pada masa itu, yang menghadap ke Selat Malaka. Begitu juga dengan perjalanan Ibnu Bathutha, pengembara Magribi yang masyhur (th. 725 H. = 1325 M). Dalam perjalanannya pulang-pergi ke Tiongkok, ia singgah di Pase. Pada masa itu Pase telah mejadi kerajaan Islam di bawah perintah Raja bernama Al- Malikuz-Zahir. Dengan keterangan tersebut ahli sejarah menetapkan dengan pasti, bahwa agama Islam mula-mula masuk ke Indonesia ialah dari daerah Aceh.Dan dari sanalah Islam memancarkan cahayanya ke Malaka dan Sumatera Barat (Minangkabau). Dari Minangkabau Islam berkembang ke Sulawesi, Ambon dan sampai ke Philipina. Kemudian Islam tersiar ke Jawa Timur, dari sana ke Jawa Tengah dan ke Banten, sampai ke Lampung dan Palembang dan ke seluruh kepulauan Indonesia. Bukan saja agama Islam dianut dan didukung oleh rakyat umum, bahkan berdiri pula beberapa kerajaan Islam di Indonesia. Di Sumatera berdiri kerajaan Islam di Pasei, Perlak, Samudra dan Bersama pada tahun 1290 – 1511 M, dan kerajaan Islam Aeh pada tahun 1514 – 1904 M, kerajaan Islam di Minangkabau pada tahun 1500 M.Di Jawa berdiri kerajaan Islam Demak pada tahun 1500 – 1546 M, dan kemudian kerajaan Islam Banten pada tahun 1550 – 1757 M, dan kerajaan Islam Pajang pada tahun 1668 – 1586 M dan kerajaan Islam Mataram pada tahun 1575 – 1757 M.44 Adapun beberapa pendidikan Islam awal yang muncul di Indonesia, antara lain: 44
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 1988, hlm. 1011.
27
1. Masjid dan Langgar, berfungsi untuk tempat shalat yang lima waktu ditambah dengan sekali seminggu dilaksanakan shalat Jum’at dan dua kali setahun dilaksanakan shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Selain dari masjid ada juga tempat ibadah yang disebut langgar, bentuknya lebih kecil dari masjid dan digunakan hanya untuk tempat shalat lima waktu ataupun untuk tempat pendidikan, bukan untuk tempat shalat Jum’at; 2. Pesantren, ditinjau dari segi sejarah, belum ditemukan data sejarah, kapan pertama sekali berdirinya pesantren, ada pendapat mengatakan bahwa pesantren telah tumbuh sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, sementara yang lain berpendapat bahwa pesantren baru muncul pada masa Walisongo dan Maulana Malik Ibrahim dipandang sebagai orang yang pertama mendirikan pesantren.45 Dan Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang sudah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu. Di lembaga inilah diajarkan dan dididikkan ilmu dan nilai-nilai agama kepada santri. Pada tahap awal pendidikan dipesantren tertuju semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu agama saja lewat kitab-kitab klasik atau kitab kuning. Ilmu-ilmu agama yang terdiri dari berbagai cabang diajarkan di pesantren dalam bentuk wetonan, sorogan, hafalan, ataupun musyawarah (muzakarah). Dan ada pula yang mengartikan bahwa pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bersifat “tradisional” untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.46 3. Meunasah, Rangkang dan Dayah, secara etimologi meunasah berasal dari perkataan madrasah, tempat belajar atau sekolah. Bagi masyarakat Aceh meunasah tidak hanya semata-mata tempat belajar, bagi mereka meunasah memiliki multifungsi. Meunasah di samping tempat belajar, juga berfungsi sebagai tempat ibadah (shalat), tempat pertemuan, musyawarah, pusat informasi, tempat tidur, dan tempat menginap bagi musafir juga tempat pendidikan. Dan Rangkang adalah tempat tinggal murid, yang dibangun disekitar masjid. Kemudian Dayah berasal dari bahasa Arab yaitu Zawiyah, kata Zawiyah pada 45
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, hlm. 20-21. 46 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004, hlm. 25-27.
28
mulanya merujuk kepada sudut dari satu bangunan, dan sering dikaitkan dengan masjid. Di sudut masjid itu terjadi proses pendidikan antara si pendidik dengan si terdidik. Selanjutnya zawiyah dikaitkan tarekat-tarekat sufi, di mana seorang syekh atau mursyid melakukan kegiatan pendidikan kaum sufi; 4. Surau, dalam kamus bahasa Indonesia, surau diartikan tempat (rumah) umat Islam melakukan ibadahnya (bersembahyang, mengaji, dan sebagainya).47
2.
Organisasi dan Pendidikan Islam di Indonesia
Lahirnya beberapa organisasi Islam di Indonesia lebih banyak karena didorong oleh mulai tumbuhnya sikap patriotisme dan rasa nasionalisme serta sebagai respon terhadap kepincangan-kepincangan yang ada di kalangan masyarakat Indonesia pada akhir abad ke 19 yang mengalami kemunduran total sebagai akibat eksploitasi politik pemerintah kolonial Belanda. Langkah pertama diwujudkan dalam bentuk kesadaran berorganisasi. Walaupun banyak cara yang ditempuh oleh pemerintah kolonial waktu itu untuk membendung pergolakan rakyat Indonesia melalui media pendidikan namun tidak banyak membawa hasil, justru berakibat sebaliknya makin menumbuhkan kesadaran tokoh-tokoh organisasi Islam untuk melawan penjajah Belanda. Dengan cara menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan rasa nasionalisme di kalangan rakyat dengan melalui pendidikan. Dengan sendirinya kesadaran berorganisasi yang dijiwai oleh perasaan nasionalisme yang tinggi, menimbulkan perkembangan dan era baru di lapangan pendidikan dan pengajaran. Dan dengan demikian lahirlah Perguruan-perguruan Nasional.\, yang ditopang oleh usaha-usaha swasta (partikelir) menurut istilah waktu itu yang berkembang pesat sejak awal tahun 1900 an. Para pemimpin pergerakan nasional dengan kesadaran penuh ingin mengubah keterbelakangan rakyat Indonesia. Mereka insyaf bahwa penyelenggaraan pendidikan yang bersifat nasional harus segera dimasukkan ke dalam agenda
47
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, op.cit, hlm. 23-26.
29
perjuangannya. Maka lahirlah sekolah-sekolah pertikelir (swasta) atas usaha para perintis kemerdekaan. Sekolah-sekolah itu semula memiliki dua corak, yaitu: a.
Sesuai dengan haluan politik, seperti: 1) Taman Siswa, yang mula-mula didirikan di Yogyakarta. 2) Sekolah Sarikat Rakyat di Semarang, yang berhaluan komunis. 3) Ksatrian Institut, yang didirikan oleh Dr. Douwnes Dekker (Dr. Setiabudi) di Bandung. 4) Perguruan Rakyat, di Jakarta dan Bandung.
b.
Sesuai dengan tuntutan / ajaran agama (Islam), yaitu: 1) Sekolah-sekolah Serikat Islam. 2) Sekolah-sekolah Muhammadiyah 3) Sumatera Tawalib di Padang Panjang 4) Sekolah-sekolah Nahdatul Ulama 5) Sekolah-sekolah Persatuan Ulama Islam (PUI) 6) Sekolah-sekolah Al Jami’atul Wasliyah 7) Sekolah-sekolah Al-Irsyad 8) Sekolah-sekolah Normal Islam 9) Dan masih banyak sekolah-sekolah lain yang didirikan oleh organisasi Islam maupun oleh perorangan diberbagai kawasan kepulauan Indonesia baik dalam bentuk pondok pesantren maupun madrasah.
Dan berikut ini adalah kilasan tentang organisasi-organisasi yang berdasarkan sosial keagamaan yang banyak aktivitas kependidikan Islam, yaitu: a.
Al- Jam’iat Al- Khariyah
Organisasi yang lebih dikenal dengan nama Jam’iat Khair ini didirikan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1905. Anggota organisasi ini mayoritas orang-orang Arab, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk setiap muslim menjadi anggota tanpa diskriminasi asal usul. Umumnya anggota dan pipinnanya terdiri dari orang-orang yang
berada,
yang
memungkikan
penggunaan
waktu
mereka
perkembangan organisasi tanpa mengorbankan usaha pencaharian nafkah. b.
Al-Islah Wal Irsyad
untuk
30
Syeikh Ahmad Surkati, yang sampai di Jakarta dalam bulan Februari 1912, seorang alim yang terkenal dalam agama Islam, beberapa lama kemudian meninggalkan Jam’iat Khair dan mendirikan gerakan Agama sendiri bernama AlIslah Wal Irsyad, dengan haluan mengadakan pembaharuan dalam Islam (reformisme). Pada tahun 1941 berdirilah perkumpulan Al- Islah Wal Irsyad, kemudian terkenal dengan sebutan Al- Irsyad, yang terdiri dari golongan-golongan Arab bukan golongan Alawi. Tahun 1951 berdirilah sekolah Al-Irsyad yang pertama di Jakarta, yang kemudian disusul oleh beberapa sekolah dan pengajian lain yang sehaluan dengan itu. c.
Persyerikatan Ulama
Persyerikatan Ulama merupakan perwujudan dari gerakan pembaharuan di daerah Majalengka, Jawa Barat, yang dimulai pada tahun 1911 atas inisiatif Kyai Haji Abdul Halim, lahir pada tahun 1887 di Ciberelang Majalengka. Kedua orang tuanya berasal dari keluarga yang taat beragama (ayahnya seorang penghulu di Jatiwangi), sedangkan saudara-saudaranya mempunyai hubungan yang erat secara kekeluargaan dengan orang-orang dari kalangan pemerintah. d.
Muhammadiyah
Salah sebuah organisasi sosial Islam yang terpenting di Indonesia sebelum Perang Dunia IIdan mungkin jugasampai saat sekarang ini adalahMuhammadiyah. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan tanggal 18 Dzulhijjah 1330 H, oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan atas saran yang diajukan oleh murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi Utomo untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen. e.
Nahdatul Ulama
Nahdatul Ulama didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H. (33 Januari 1926 M) di Surabaya. Yang mendirikannya ialah alim ulama dari tiap-tiap daerah di Jawa Timur. Di antaranya ialah: 1) K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng 2) K.H. Abdul Wahab Hasbullah 3) K.H. Bisri Jombang
31
4) K.H. Ridwan Semarang 5) K.H. Nawawi Pasuruan 6) K.H. R. Asnawi Kudus 7) K.H.R. Hambali Kudus 8) K. Nakhrawi Malang 9) K.H. Doromuntaha Bangkalan 10) K.H.M. Alwi Abdul Aziz 11) Dan lain-lain. f.
Persatuan Islam Persatuan Islam (Persis) didirikan di Bandung pada permulaan tahun 1920-an
ketika orang-orang Islam di daerah-daerah lain telah lebih dahulu maju dalam berusaha untuk mengadakan pembaharuan dalam agama. Bandung kelihatan agak lambat memulai pembaharuan ini dibandingkan dengan daerah-daerah lain, sungguhpun Sarekat Islam telah beroperasi di kota ini semenjak tahun 1913. Kesadaran tentang keterlambatan ini merupakan salah sebuah cambuk untuk mendirikan sebuah organisasi.48
3.
Tokoh-tokoh (Ulama) Pendidikan Islam di Indonesia Inilah beberapa ulama Pendidikan Islam di Indonesia, yang dibahas secara
singkat : a.
Mahmud Yunus, dilahirkan 10 februari 1899 di Desa Sunggayang, Batusangkar, Sumatra Barat. Mahmud Yunus adalah peletak dasar pengajaran dalam bahasa Arab. Ia lebih menekankan pengajaran bahasa Arab karena bahasa ini adalah pintu masuk untuk mempelajari ilmu-ilmu keislaman, seperti Al-Qur’an, Hadits, dan kitab-kitab fiqih. Ia merombak pemikiran lama yang lebih menekankan pada pendalaman kitab-kitab fiqh dengan dituntun oleh guru daripada memberi ilmu alat dan selanjutnya para murid yang akan melaksanakannya. Mahmud Yunus bukan hanya mengajarkan tentang kebahasaannya, tapi juga bagaimana cara mudah dan cepat untuk bisa
48
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam,op.cit, hlm. 210-215.
32
menguasai bahasa Arab. Dan pada tanggal 16 Januari 1982, Mahmud Yunus meninggal dunia di Jakarta.49 b.
Abdullah Ahmad, dilahirkan di Padang Panjang pada tahun 1878. Ia adalah putera H. Ahmad, seorang ulama Minangkabau yang senantiasa mengajarkan agama di surau-surau, di samping sebagai saudagar kain bugis.50 Baliau sempat belajar di Makkah selama empat tahun, berkat ketekunan dan kecerdasannya dalam pengetahuan agama, Abdullah Ahmad pernah diangkat sebagai asisten dari Syaikh Abdul Khatib. Kemudian di tahun 1899, beliau kembali ke kampung halaman untuk mengajar di Surau Jembatan Besi Padang Panjang. Dari sinilah beliau mulai mengajar dengan menggunakan cara tradisional yaitu sistem halaqah. Selain itu, beliau juga seorang ulama yang produktif, banyak karya-karya yang ditulisnya.
c.
Imam Zarkasyi, dilahirkan di Gontor, Jawa Timur pada tanggal 21 Maret 1901 M. Dan meninggal dunia pada tanggal 30 Maret 1985. Ia meninggalkan seorang istri dan 11 orang anak.51 Beliau semasa hidupnya pernah menjadi Dewan PertimbanganMajelis Ulama Indonesia (MUI) pusat. Selain itu, beliau juga orang yang aktif dalam bidang pendidikan, sosial dan politik negara, Imam Zarkasyi juga ternyata seorang ulama yang produktif dalam bidang tulis-menulis. Dalam hal ini, beliau banyak sekali meninggalkan karya ilmiah yang hingga saat ini masih dapat dinikmati. Dan beliau juga rajin menulis beberapa petunjuk teknik bagi para santri dan guru di Pondok Gontor dalam berbagai masalah yang berkaitan dengan pendidikan di pesantren tersebut, termasuk metode mengajar beberapa mata pelajaran. Buku-buku karangannya hingga kini masih dipakai di KMI Gontor dan pondok-pondok pesantren yang didirikan para alumni Gontor serta beberapa sekolah agama.
d.
Abdul Halim, dilahirkan di Ciberelang, Majalengka pada tahun 1887 M. Dia adalah pelopor gerakan pembaharuan di daerah Majalengka, Jawa Barat, yang
49
Herry Mohammad dkk, Tokoh-tokoh Islam Yang berpengaruh Adab 20, Jakarta: Gema Insani Press, 2006, hlm. 85-90. 50 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hlm. 157. 51 Ibid., hlm. 195.
33
kemudian berkembang menjadi persyerikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911, yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M / 9 Rajab 1371 H. Dalam bidang pendidikan K.H Abdul Halim semula menyelenggarakan pendidikan agama seminggu sekali untuk orang-orang dewasa. Pelajaran yang diberikan adalah fiqh dan hadits. Pada
umumnya
K.H
Abdul
Halim
berusaha
untuk
menyebarkan
pemikirannya dengan toleransi dan penuh pengertian. Dikemukakan bahwa ia tidak pernah mengecam golongan tradisi ataupun orang lain atau organisasi lain yang tidak sepaham dengan dia. Tablighnya lebih banyak merupakan anjuran untuk menegakkan etika di dalam masyarakat dan bukan merupakan kritik tentang pemikiran ataupun pendapat orang lain. Dan pada tanggal 7 Mei 1962 K.H Abdul Halim pulang ke rahmatullah di Majalengka Jawa Barat dalam usia 75 tahun dan dalam keadaan tetap teguh berpegang pada mazhab Syafi’i.52 e.
Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia yang lainnya.
C. Pentingnya Peran Ulama Kata ulama berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dari alim; orang yang tahu, orang yang memiliki ilmu agama, atau orang yang meiliki pengetahuan. Seorang ulama tumbuh dan berkembang dari kalangan umat agamanya, yakni umat Islam. Secara terminologi ulama adalah orang yang tahu atau orang yang memiliki ilmu agama dan ilmu pengetahuan keulamaan yang dengan pengetahuannya tersebut memiliki rasa takut dan tunduk kepada Allah SWT. Oleh kalangan awam di Indonesia, pengertian ulama kerapkali dikesankan berubah menjadi tunggal (mufrad), untuk itu, kata ulama sering digunakan, meskipun untuk menunjuk orang yang dikategorikan sebagai alim. Dari segi istilah pengertian ulama juga sering disempitkan karena diartikan sebagai orang yang memiliki pengetahuan dalam bidang fiqih, di Indonesia identik dengan fuqaha dibidang ibadah saja. Hal ini terpengaruh dengan tradisi masa lalu yaitu 52
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, op.cit., hlm. 206-208.
34
pada akhir abad ke 19 atau awal abad ke 20 di mana ulama diidentikan dengan kyai di Pesantren yang kebanyakan keahliannya dalam bidang fikh. Menurut Malik Fajar, ukuran keulamaan yang diberikan masyarakat atau umat kepada seseorang ditentukan olah bidang keilmuannya, kegiatan dan lingkup komunikasi. Disamping itu, ketokohan seorang ulama ditentukan oleh peran dan fungsinya sebagai pengayom, panutan dan pembimbing ditengah umat atau masyarakat. Dari ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa ulama adalah orang yang memiliki pengetahuan agama Islam yang luas dan dengan bekal keilmuannya yang luas itu mereka sanggup memerankan diri sebagai pengayom, menjadi panutan dan pembimbing ditengah umat atau masyarakat.53 Menurut Al-Munawar, ulama adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan luas tentang ayat-ayat Allah, baik yang bersifat kawniyyah (fenomena alam) maupun bersifat qur’aniyyah yang mengantarkan manusia kepada pengetahuan tentang kebenaran Allah, takwa, tunduk, dan takut pada-Nya. Sebagai pewaris nabi, ulama mengemban beberapa fungsi, antara lain: (1). Tabligh, yaitu menyampaikan pesan-pesan agama yang menyentuh hati dan memberi stimulasi bagi orang untuk melakukan pengalaman agama; (2). Tibyan, yaitu menjelaskan masalah-masalah agama berdasarkan referensi kitab suci secara lugas, jelas dan tegas; (3). Uswatun hasanah, yaitu menjadikan dirinya sebagai tauladan yang baik dalam pengalaman agama. Selanjutnya, berkaitan dengan posisi ulama sebagai pewaris nabi pada fungsi tabligh, maka ulama harus mengacu beberapa tugas, yaitu: memberi ketenangan jiwa kepada pendengarnya, memberikan motivasi dengan ikhlas, merancang materi tabligh dan metode penyampaiannya yang dapat membangkitkan intensitas imaniah, untuk kemudian direalisasikan dalam bentuk tingkah laku perbuatan perbuatan sehari-hari. Dalam menjalankan fungsi tibyan, dalam penyampaiannya ulama memerlukan nalar yang jernih untuk dapat memaparkan ajaran agama secara jelas, sederhana dan mudah dipahami. Kemudian sebagai Uswatun
53
Rosehan Anwar dan Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan Khazanah Keagamaan, (Jakarta: PT. Pringggondani Berseri, cet. 1, Desember 2003), hlm. 15-16.
35
hasanah, ulama harus menjadi suri tauladan dan pemimpin yang baik bagi masyarakat. Dilihat dari segi pendidikan, menurut Malik Fadjar, fungsi ulama dapat dipetakan menjadi dua: Pertama, mempersiapkan sarana, melaksanakan pendidikan dan pengkaderan bidang ilmu pengetahuan dan keulamaan. Kedua, mempersiapkan saran kepada pendengarnya tanpa kenal lelah melaksanakan penelitian dan penyelidikan dalam bidang keilmuan dan keulamaan. Mengambil pelajaran dari uraian di atas, maka fungsi dan peran ulama yang dimaksud adalah (1). Keterlibatan mereka dalam pengembangan pendidikan agama (perencanaan pendidikan, penyelenggaraan atau pengelolaan pendidikan, dan pengontrol serta mengevaluasi pendidikan). (2). Karya-karya ulama yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan Islam dan buku-buku acuan keagamaan ulama.54
D. Pembahasan Kajian yang Relevan Pada penulisan tugas akhir yang membahas K.H Ahmad Sanusi, memiliki 1 kajian yang relevan yaitu di antaranya: 1. “Ajaran Tasawuf dalam Raudatul-Irfan Fi Ma-Rifatil- Qur’an Karya Kiai Haji Ahmad Sanusi (Analisis Semiotik dan Resepsi)” (Tesis): dalam judul ini lebih membahas kepada isi dari ajaran Tasawuf dalam salah satu kitab karangan K.H Ahmad Sanusi yaitu Raudatul-Irfan Fi Ma-Rifatil- Qur’an. Namun, skripsi yang penulis buat ini berjudul “Peran K.H Ahmad Sanusi dalam Pendidikan Islam”, di dalam skripsi ini lebih kepada mencari tahu dan membahas secaradalam tentang apa saja peran yang dilakukan K.H.Ahmad Sanusi dalampendidikan agama Islam pada semasa hidupnya untuk mengambil fungsi dari pada peran K.H Ahmad Sanusi tersebut.
54
Rosehan Anwar dan Andi Bahruddin Malik, op.cit., hlm. 17-18.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang berjudul “Peran K.H Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam” ini dilaksanakan di Pesantren Salafiyah Syamsul Ulum, tepatnya di kampung Gunung Puyuh, Sukabumi. Dan dalam proses pengumpulan data dibagi menjadi tiga tahap: Pertama, tahap persiapan dimulai pada tanggal 29 Maret 2013. Kedua, pada bulan April 2013 penulis pertama kalinya berangkat ke Pesantren yang dibangun oleh K.H Ahmad Sanusi yaitu Syamsul Ulum Sukabumi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari lembaran ataupun buku yang ada dari beberapa dokumentasi atau buku karya K.H Ahmad Sanusi yang ada di Sukabumi. Dan penulis juga memperoleh kutipan yang bersangkutan dari perpustakaan, internet, serta sumber lain yang mendukung penelitian, terutama yang berkaitan dengan peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam dari beberapa sumber sebagai sumber skunder. Pada awal tahun 2014, penulis pun berangkat yang kedua kalinya ke Sukabumi guna mencari dokumentasi yang tersedia di Sukabumi sekaligus digunakan untuk penelitian dalam bentuk wawancara dengan salah seorang keluarga dari K.H Ahmad Sanusi, yang memiliki jabatan di Pesantren K.H Ahmad Sanusi dirikan yang bernama Syamsul Ulum Gunung Puyuh, Sukabumi. Dan juga kepada salah seorang yang patut dipercayai oleh pihak keluarga K.H Ahmad
36
37
Sanusi dalam penyimpanan dokumentasi beliau tentang peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam. Ketiga, Kemudian menyimpulkan hasil observasi dan kemudian menafsirkan serta menyusun data dalam bentuk hasil penelitian (laporan) dari sumber-sumber yang telah ditemukan. Adapun kegunaan penelitian dalam bentuk Wawancara ini dilakukan oleh penulis sebagai penguat dalam penulisan skripsi ini dan dapat memperoleh data yang relevan. Kemudian menyusun data dalam bentuk hasil penelitian (laporan) dari sumber-sumber yang telah ditemukan. Dan sebagian penyelesaian skripsi ini dilaksanakan di Perpustakaan Utama dan Perpusatakaan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
B. Metode Penelitian Penulis menggunakan penelitian kualitatif (qualitatif research) yaitu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.1 Dalam penelitian ini, menggunakan tekhnik analisis historis. Analisis Historis adalah kegiatan penelitian untuk menggambarkan (mendeskripsikan) berbagai hubungan antara manusia, peristiwa, waktu dan tempat secara kronologis dengan tidak memandang sepotong-potong objek-objek yang diobservasi.2 Penggunaan metode historis dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kenyataankenyataan sejarah dari riwayat perjuangan K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam. Metode utama tersebut akan ditopang dengan beberapa metode penelitian lain untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan mendalam. Metode-metode
1
Pedoman Penulisan Skripsi, (Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2013), hlm. 62. 2 M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung,:Pustaka Setia, 1999), hlm. 88.
38
tersebut adalah Metode Kepustakaan (Library Reseach) dan Metode Lapangan (Field Reseach).3 Maka, dengan menggambarkan permasalahan yang akan dibahas dengan mengambil materi-materi yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas, kemudian dianalisa, sehingga dihasilkan suatu kesimpulan. Pada metode penelitian yang dipakai oleh penulis ini menunjukkan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang di perlukan bagi penggunaannya sehingga dapat mencapai objek atau tujuan pemecahan masalah. Sedangkan metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dimana usaha itu dilakukan dengan metode ilmiah. Dari itulah, untuk melakukan penelitian ini diperlukan metode penelitian yang tersusun secara sistematis, maka penelitian ini layak diuji kebenarannya dan wajib diketahui sebagai dasar ilmu pengetahuan ataupun wawasan pembaca.
C. Prosedur 1.
Teknik pengumpulan data a. Observasi Observasi digunakan untuk mengamati kepribadian dan kejiwaannya. Penulis melakukan observasi terhadap data primer, hal ini dilakukan langsung di pesantren Syamsul Ulum, Sukabumi yang didirikan K.H Ahmad Sanusi. b. Wawancara Wawancara adalah interaksi bahan yang berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan salah seorang, yaitu yang melakukan wawancara meminta informasi atau ungkapan tentang orang yang diteliti terhadap orang yang dapat dipercayai dalam pengetahuannya. Wawancara ini dilakukan dalam bentuk dialog langsung dengan informan yaitu: kepada salah seorang keluarga dari K.H Ahmad Sanusi, yang 3
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), hlm.106 dan 161.
39
memiliki jabatan di Pesantren K.H Ahmad Sanusi dirikan yang bernama Syamsul Ulum Gunung Puyuh, Sukabumi. Dan juga kepada salah seorang yang patut dipercayai oleh pihak keluarga K.H Ahmad Sanusi dalam penyimpanan dokumentasi beliau. Bagi pihak-pihak yang bisa bertatap muka secara langsung dan tersedia kesempatan yang leluasa, maka wawancara akan dilakukan secara langsung. Namun bagi yang tidak bisa bertemu langsung atau pertemuan tidak bisa melakukan wawancara langsung akan dilakukan wawancara secara tertulis dengan mengajukan lembaran pertanyaan tentang peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam. c. Dokumenter Metode dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metolodogi penelitian sosial. Pada intinya metode dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis. Sedangkan,
dokumenter
adalah
informasi
yang
disimpan
atau
didokumentasikan sebagai bahan dokumenter seperti otobiografi, suratsurat pribadi atau catatan-catatan pribadi, kliping, data yang tersimpan di website, dan lain-lain.
2.
Teknik pengelolaan data Setelah data-data terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis lakukan adalah
membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi, dan mengklarifikasi data-data yang relevan dan yang mendukung pokok bahasan, untuk selanjutnya penulis analisis, simpulkan dalam satu pembahasan yang utuh.
D. Analisis Data Dalam menganalisis data, Penulis menggunakan analisis isi (Content Analysis) merupakan proses memilih, membandingkan, menggabungkan, memilih berbagai pengertian hingga ditemukan pengertian yang relevan dengan fokus
40
penelitian.4 Maka, di sini penulis menggambarkan permasalahan yang dibahas dengan mengambil materi-materi yang relevan dengan permasalahan, kemudian dianalisis, dipadukan, sehingga dihasilkan suatu kesimpulan.
E. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan skripsi ini menggunakan buku Pedoman Akademik Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, tahun 2013.
4
Amin Abdullah, Metodologi Penelitian Agama Pendekatan Multi Disipliner, (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semester, 2006), hlm. 226.
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN “PERAN K.H AHMAD SANUSI DALAM PENDIDIKAN ISLAM” A. Sejarah Sukabumi Pada Masa Pergantian Abad ke 19 - Abad ke 20. Pada masa pergantian abad ke 19-20, adanya gerakan pembaratan dan penyesatan fikiran dengan melakukan berbagai seruan dan gerakan untuk membaratkan, menyesatkan, meragukan pemikiran dalam islam dan memerangi bahasa Arab yang merupakan media pokok untuk memahami sumber-sumber pokok ajaran Islam. Di antara gerakan-gerakan itu adalah gerakan missionari Kristen, gerakan Zionisme, gerakan kembali ke bahasa pasar (‘ammiyah) menggantikan bahasa baku (fusha) dan menggunakan huruf Latin menggantikan huruf Arab. Gerakan Missionari telah menjadi gerakan internasional semenjak tahun 1830M. Ketika diakui oleh Paus dan direncanakan di biayai oleh negara-negara Eropa dengan modal yang begitu banyak. Aktifitas-aktifitas Missionari ini ada dua jalan: Pertama, melalui pendudukan, baik militer maupun lain-lain. Kedua, melalui usaha-usaha pendidikan.1
1
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-husna, cet.1, 1988), hlm. 89-91.
41
42
Dari sini, adapun dapat di ceritakan secara singkat yang pernah terjadi di masa itu, bahwa mayoritas masyarakat Sukabumi memeluk agama Islam sehingga kehidupan sosial budayanya pun di pengaruhi oleh nilai-nilai keislaman. Keadaan tersebut diperkuat oleh kebangkitan gerakan kehidupan keagamaan yang terjadi di Pulau Jawa sejak akhir abad ke-19. Di Sukabumi, kebangkitan kehidupan keagamaan tersebut ditandai dengan semakin banyaknya yang pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji, jumlah pesantren yang semakin meningkat, dan pembangunan masjid yang cukup pesat. Namun di pihak lain, Pemerintah Hindia Belanda berupaya agar nilai-nilai keislaman yang dipraktikkan oleh masyarakat Sukabumi tidak berkembang menjadi suatu gerakan keagamaan. Pemerintah kolonial mengawasi secara ketat perilaku para kyai yang memiliki pengaruh yang sangat kuat di kalangan masyarakat. Selain itu, Pemerintah Hindia Belanda pun berusaha untuk mengkristenkan penduduk pribumi. Usaha itu dilakukan sejak pertengahan abad ke-19 oleh S. Van Aendenburg dari Rotterdamsche Zendingsvereniging. Pada akhir abad ke-19, kristenisasi itu berhasil mendirikan sebuah perkampungan Kristen pertama di Sukabumi yang terletak di daerah Pangharepan. Untuk mendukung penyebaran agama Kristen, baik kalangan misi maupun zending menjadikan sekolah dan rumah sakit sebagai media penyebaran agama Kristen. Oleh karena itu, tidaklah heran kalau sampai tahun 1921, sebagaimana dilaporkan oleh L. De Steurs (Residen Priangan) tanggal 2 Januari 1921, Di Sukabumi telah berdiri dua buah Zendingschool dan sebuah sekolah partikelir yang bernama Hollandsch-Chineescheschool. Keadaan tersebut, yang mendorong kalangan ulama Sukabumi untuk semakin menghidupkan kegiatan-kegiatan yang bernafaskan Islam. Bahkan, mereka kemudian mendorong para santrinya yang telah selesai menimbah ilmu di pesantrennya untuk mendirikan pesantren baru di daerah-daerah. Meskipun hampir
disetiap
wilayah
di
Sukabumi
terdapat
pesantren,
namun
Cantayan,Genteng, Gunung Puyuh, Cipoho, Babakan Cicurug, Sukamantri,
43
Cibalagung, dan Cipanengah dipandang sebagai pusat pendidikan pesantren di Sukabumi.2
B. Biografi K.H Ahmad Sanusi Dan Latar Belakangnya K.H Ahmad Sanusi dari Sukabumi di lahirkan pada tanggal 12 Muharram 1306H, Bertepatan dengan tanggal 18 September 1888 M(Daftar Orang-orang Indonesia Terkemuka di Jawa, R. A. 31No. 2119).3 Di kampung CantayanDesa Cantayan Kecamatan Cantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (daerah tersebut dulunya bernama kampung Cantayan Desa Cantayan Onderdistrik Cikembar, Distrik Cibadak, Afdeeling Sukabumi). Putra ketiga dari delapan bersaudara, dari pasangan K.H Abdurrohim (Ajeungan Cantayan, Pimpinan Pondok Pesantren Cantayan) dengan ibu Empok.4 Beliau adalah seorang yang membentengi aqidah umat dan melahirkan pendidikan yang membebaskan. Karena disatu sisi, ia menyaksikan pendidikan Islam (pesantren) tertinggal jauh oleh pendidikan yang diselenggarakan oleh misionaris Kristen, sedangkan disisi yang lain pendidikan Islam (non formal) yang ada waktu itu adalah penghulu yang menjadi ajang kepanjangan tangan pemerintah colonial.5 Dan K.H Ahmad Sanusi merupakan seseorang yang sangat gigih dalam perjuangannya, dan tidak hanya di keagamaan beliau berperan namun di politik pun beliau aktif.6 Dilihat dari silsilah keluarga, K.H Ahmad Sanusi masih keturunan Syaikh Haji Abdul Muhyi Pamijahan, seorang Waliyullah yang berada di daerah Pamijahan Tasikmalaya.7 Didalam buku karangan Miftahul Falah, bahwa berdasarkan cerita yang berkembang di lingkungan keluarga dan masyarakat
2
Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009), hlm. 2-4. 3 Wawancara dengan Drs.H. Munandi Shaleh, pada tanggal 11 Februari 2014. 4 Munandi Shaleh, M,Si, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan Nasional, (Sukabumi: Ketua Umum MUI, 21 September 2011), hlm. 3. 5 http://ahmadalim.blogspot.com/2010/08/kh-ahmad-sanusi.html, Diakses pada tanggal 18 September 2013. 6 7
Wawancara Drs. K.H. Hasanudin M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014. Munandi Shaleh, M,Si, loc.cit., hlm. 3.
44
sekitarnya, K.H Abdurrahim berasal dari Sukapura (Tasikmalaya). Konon diceritakan bahwa, ayah K.H Abdurrahim yang bernama H. Yasin masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan Raden Anggadipa. Ketika memegang jabatan sebagai Bupati Sukapura, Raden Anggadipa dikenal dengan nama Raden Tumenggung Wiradadaha III. Ia dikenal juga dengan panggilan Dalem Sawidak karena memiliki anak sekitar enam puluh orang.Cerita lain menyebutkan bahwa H. Yasin merupakan keturunan Syaikh Haji Abdul Muhyi, penyebar agama Islam di daerah Tasikmalaya Selatan yang berpusat di Pamijahan. H. Yasin berangkat mengembara ke Sukabumi sampai ia memutuskan untuk menetap di Cantayan. Dalam pengembaraan itu, ia ditemani istrinya yang bernama Naisari. Dari perkawinannya itu, H. Yasin memiliki sepuluh orang putra dan salah satunya bernama K.H Abdurrahim sebagai anak ke enam. Lima orang kakaknya masing-masing bernama Sardan, Eming Ja’ud, Coon, Maryam, dan Iti. Sementara itu, empat orang adiknya masing-masing bernama Fatimah, Madjid, Eming Emot, dan Rohman. Dan K.H Ahmad Sanusi merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara buah cinta K.H Abdurrahim dengan Empok, istrinya yang pertama. K.H Ahmad Sanusi memiliki dua orang kakak yang masing-masing bernama Iting (Perempuan) dan Abdullah (Laki-laki); serta memiliki lima orang adik yang masing-masing bernama Ulan, Nahrowi, Soleh, Kahfi, dan Endah. Selain itu, K.H Abdurrahim pun memiliki enam orang anak hasil pernikahannya dengan Eno, istri keduanya, yang masing-masing bernama Muhammad Mansyur, Ahmad Damanhuri, Dadun Abdul Qohar, Muhammad Maturidi, Bidin Saefudin, dan Bidi Malakah. Adapun pernikahannya dengan Oyo, istri ketiganya, K.H Abdurrahim tidak dikaruniai anak. Dari sumber lain dikatakan bahwa K.H Abdurrahim memiliki dua orang istri masing-masing bernama Empok (istri pertama) dan Siti Zaenab (istri kedua). Dari istri pertamanya, K.H Abdurrahim mempunyai delapan orang anak, sedangkan dari istri keduanya dikaruniai sembilan orang anak. Sumber yang merupakan dokumen keluarga ini menunjukkan perbedaan dengan sumber sebelumnya dalam hal urutan adik-adik K.H Ahmad Sanusi, nama istri kedua K.H Abdurrahim, dan
45
jumlah anak dari istri kedua K.H Abdurrahim. Sebagai gambaran, saudara-saudara K.H Ahmad Sanusi, baik yang seibu/sebapak maupun yang sebapak dapat dilihat dalam gambar silsilah K.H Ahmad Sanusi sebagai berikut8: Gambaran: Silsilah K.H Ahmad Sanusi
EMPOK
X
K.H. ABDURRAHIM
X
SITI ZAENAB
Iting
Acun Manshur
Abdullah
Damanhuri
Ahmad Sanusi
Siti Munzah
Endah
Anfasiah
Ulan
Dadun Abdul Qohar
Soheh
Mamad Ma’turidi
Hanafi
Bidin Saefudin
Nahrowi
Ammatul Jabbar Abdul Malik
Keterangan: Bahwa jumlah keturunan dari K.H. Abdurrahim (Ayah dari K.H Ahmad Sanusi) memiliki 17 keturunan dari 2 istri. Dan K.H Ahmad Sanusi merupakan anak ke 3 dari istri pertama K.H Abdurrahim yaitu ibu Empok. (Sumber: Buku karangan Miftahul Falah, Maret 2009)
Proses pendidikan agama yang diterima K.H Ahmad Sanusi dilakukan secara langsung oleh orang tuanya yang pada waktu itu telah mendirikan sebuah pesantren yang bernama Pesantren Cantayan. Dipesantren ini, secara rutin digelar majlis taklim yang selalu dihadiri oleh para jama’ah dari berbagai daerah. Sementara itu, santri yang masantren di Cantayan juga tidak hanya berasal dari daerah setempat, melainkan ada juga yang berasal dari Bogor dan Cianjur.
8
Miftahul Falah, S.S, op. cit., hlm. 12-15.
46
Seperti halnya di daerah lain, dalam kehidupan sehari-harinya pun, K.H. Ahmad Sanusi mendapat perlakuan istimewah dari para santri dan masyarakat sekitarnya. Hal tersebut disebabkan oleh rasa hormat mereka kepada kyai atau untuk istilah loakal dipanggil dengan sebutan ajengan. Rasa hormat yang begitu tinggi yang diberikan masyarakat kepada kyai atau ajengan karena didorong oleh kedalaman ilmu agamanya. Kyai merupakan kelompok sosial di masyarakat yang memiliki pengaruh sangat kuat sehingga dipandang sebagai salah satu kekuatan penting dalam kehidupan politik. Rasa hormat masyarakat kepada kyai tidak hanya ditujukan kepada dirinya sendiri, melainkan ditujukan pula kepada keluarganya, terutama kepada anakanaknya. Para santri dan masyarakat sekitarnya akan memberikan perlakuan istimewah kepada anak-anak kyai dengan tujuan untuk menjaga nama baik kyai. K.H.Ahmad Sanusi di besarkan dalam lingkungan kehidupan yang agamis, dan sejak kecil ia terbiasa dengan lingkungan yang memiliki perhatian tinggi terhadap agama dan kehidupan beragama islam. Sebagaimana umumnya anak seorang kyai yang terkenal saat itu, dan karena pesantren Cantayan merupakan basis pergerakan kegamaan, maka Ahmad Sanusi memperoleh perhatian dan perlakuan yang istimewa dari ayahnya ataupun dari santri-santri ayahnya dan juga masyarakat pada umumnya. Tingkah laku Ahmad Sanusi senantiasa memperoleh perhatian dari masyarakat, sehingga apabila ia berbuat kesalahan atau kekeliruan banyak orang yang memperingatkannya atau mencegahnya. Ini dilakukan bukan saja karena hal itu dianggap perbuatan dosa, karena menyalahi kaidah dan norma-norma agama, akan tetapi juga akan menjatuhkan nama baik dan wibawa orang tuanya yang sangat disegani oleh masyarakatnya.9 Proses internalisasi masalah-masalah keagamaan tersebut telah terjadi sejak ia masih kecil, ditambah lagi ayahnya sebagaimana umumnya para kyai di tanah Jawa menginginkan anaknya menjadi seorang ulama yang baik dan dapat meneruskan cita-cita orang tuanya, sehingga proses sosialisasi pun sudah dimulai sejak kecil sampai ia dewasa. 9
Miftahul Falah, S.S, op. cit., hlm. 14-16.
47
Sejak usia tujuh sampai limabelas tahun, K.H. Ahmad Sanusi menimba pengetahuan dari ayahnya sendiri. Kepada ayahnya ia belajar menulis dan menbaca huruf Arab dan latin serta ilmu-ilmu agama bersama-sama santri lainnya dipesantren Cantayan. Setelah cukup dewasa, untuk menambahkan pengetahuan dan pengalamannya, ia disuruh ayahnya untuk memperdalam ilmu agama di luar lingkungan pesantren ayahnya.10 Dari sinilah setelah menginjak usia 16 tahun kurang lebih pada tahun 1905, K.H. Ahmad Sanusi mulai belajar serius untuk mendalami pengetahuan agama Islam. Atas anjuran ayahnyauntuk lebih mendalami pengetahuan agama Islam, menambah pengalaman dan memperluas pergaulan dengan masyarakat, beliau nyantri ke berbagai pesantren yang ada di Jawa Barat. Adapun Pesantren yang pernah beliau kunjungi dengan perkiraan lamanya mesantren, diantaranya: 1.
Pesantren Selajambe (Cisaat Sukabumi) Pimpinan Ajengan Soleh/Ajengan Anwar, lamanya nyantri lebih kurang sekitar enam bulan;
2.
Pesantren Sukamantri (Cisaat Sukabumi) Pimpinan Ajengan Muhammad Siddiq, lamanya nyantri lebih kurang sekitar dua bulan;
3.
Pesantren Sukaraja (Cisaat Sukabumi) Pimpinan Ajengan Sulaeman/Ajengan Hafidz, lamanya nyantri lebih kurang sekitar enam bulan;
4.
Pesantren Cilaku (Cianjur) untuk belajar ilmu Tasawwuf, lamanya nyantri lebih kurang sekitar dua belas bulan;
5.
Pesantren Gentur Warung Kondang (Cianjur) Pimpinan Ajengan Ahmad Syatibi dan Ajengan Qortobi, lamanya nyantri lebih kurang sekitar enam bulan; Namun demikian, yang paling berkesan di hati K.H Ahmad Sanusi adalah ketika ia masantren di Pesantren Gentur ini. Kesannya itu muncul karena K.H Ahmad Syatibi memiliki sikap terbuka dan toleran terhadap santrinya. Sikap 10
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), cet.2, hlm. 170.
48
tersebut diperlihatkan sang guru itu dengan tidak keberatan atas perbedaan pendapat antara dirinya dan santrinya itu dalam menafsirkan Ilmu Mantiq(Logika). Para santri menganggapnya sebagai santri kurang ajar, karena ia yang sering menentang pendapat gurunya. Ia berani bertanya dan mengemukakan pendapatnya yang berbeda dengan gurunya, padahal tradisi pesantren pada saat itu sangat tabu untuk bertanya apalagi berdebat dengan guru. Saat itu ia mempunyai pendapat yang berbeda dengan kyai dalam menafsirkan ilmu mantiq yang dipelajarinya. 6.
Pesantren Ciajag (Cianjur), lamanya nyantri lebih kurang sekitar lima bulan;
7.
Pesantren Burniasih (Cianjur), lamanya nyantri lebih kurang sekitar tiga bulan;
8.
Pesantren Keresek Blubur Limbangan (Garut), lamanya nyantri lebih kurang sekitar tujuh bulan;
9.
Pesantren Sumursari (Garut), lamanya nyantri lebih kurang sekitar empat bulan;
10. Pesantren Gudang (Tasikmalaya) Pimpinan K.H.R. Suja’i, lamanya nyantri lebih kurang sekitar dua belas bulan.11
Namun, lamanya mesantren seluruhnya hanya 4,5 tahun. Dari sekian banyak guru dan pesantren yang ia singgahi, ia tinggal antara dua bulan sampai satu tahun, karena ilmu-ilmu yang ia pelajarinya di tiap pesantren pada umumnya sudah ia kuasainya dan sudah dipelajari di pesantren lainnya. Jadi, K.H Ahmad Sanusi pun tidak bersekolah hanya mesantren saja.12 Setelah melanglangbuana ke berbagai pesantren, pada tahun 1909, akhirnya K.H Ahmad Sanusi kembali ke Sukabumi dan masuk ke Pesantren Babakan Selawi Baros Sukabumi. Ketika nyantri di Pesantren tersebut beliau bertemu dengan seorang gadis yang bernama Siti Djuwariyah putri Kyai Haji Affandi dari kebon Pedes, akhirnya beliau menikahi gadis tersebut.13
11
Munandi Shaleh, M,Si, op.cit., hlm. 4. Wawancara dengan Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, pada tanggal 11 Februari 2014. 13 Munandi Shaleh, M,Si, loc.cit., hlm. 5. 12
49
Dan pada tahun 1910 sampai tahun 1915 K.H Ahmad Sanusi mulai aktif di Sarikat Islam ketika bermukim menuntut ilmu di Makkah. Namun, pada tahun 1910 terlebih dahulu K.H Ahmad Sanusi menikah dan pergi haji ke Mekah bersama istrinya serta bermukim di sana beberapa waktu lamanya sekitar 5 (lima) tahun untuk memperdalam pengetahuan agama Islam. Dalam kesempatan itu ia telah mengenal tulisan para pembaru, seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Ia tetap berpegang pada madzhab Syafi’i yang beraliran Ahlusunnah waljama’ah. Orang-orang yang beliau kunjungi sewaktu di kota Makkah al- Mukarramah baik untuk ditimba ilmunya maupun untuk dijadikan teman diskusi dalam berbagai bidang, diantaranya14: 1. Dari kalangan Ulama: a. Syeikh Saleh Bafadil b. Syeikh Maliki c. Syeikh Ali Thayyib d. Syeikh Said Jawani e. Haji Muhammad Junaedi f. Haji Muhammad Jawawi g. Haji Mukhtar 2. Dari kalangan kaum Pergerakkan: a. K.H. Abdul Halim (Tokoh Pendiri PUI Majalengka) Dari sinilah pada tahun 1911 K.H Ahmad Sanusi bertemu dengan K.H Abdul Halim dari Majalengka di kota Mekkah. Mereka berasal dari satu daerah yang sama yakni Tatar Pasundan pertemuan tersebut menjadi sebuah
persahabatan.
Dan
mereka
pun
mulai
berusaha
mengimplementasikan cita-citanya membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan melalui pendidikan. Dari hubungan itulah, kelak di kemudian hari lahir sebuah organisasi yang bernama Persatuan Umat Islam (PUI) yang merupakan organisasi masa hasil fusi antara PUI dan PUII.15 14
Munandi Shaleh, M,Si, op.cit., hlm. 5-6. Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 26.
15
50
b. Haji Abdul Muluk (Tokoh SI) Dari sini, seiring K.H Ahmad Sanusi berguru kepada para ulama di Mekkah. Beliau pun kontinyu melakukan diskusi dengan para santri atau mukminin lainnya. Yang membicarakan tentang berbagai permasalahan umat pada kalangan yang satu mazhab maupun mazhab lain dengan K.H Ahmad Sanusi. Dari kegiatan inilah, pada tahun 1913 K.H Ahmad Sanusi bertemu dengan K.H Abdul Muluk yang memperlihatkan statuten atau anggaran dasar Sarikat Islam (SI) kepada K.H Ahmad Sanusi. Setelah anggaran itu di diskusikan, K.H Abdul Muluk mengajak K.H. Ahmad Sanusi untuk bergabung di Serikat Islam. Ajakan tersebut pun di respon positif oleh K.H Ahmad Sanusi untuk masuk organisasi Sarikat Islam. Akhirnya peristiwa tersebut menghantarkan K.H Ahmad Sanusi untuk terlibat dalam bidang politik. Menurutnya tujuan SI dipandang memiliki tujuan yang baik, yaitu tujuan akhirat dan duniawi. K.H Ahmad Sanusi sangat membela SI, karena terbukti bermula adanya sebuah surat kaleng yang beredar tanpa identitas dengan mengatakan kalau SI adalah organisasi yang bukan berlandaskan Islam. Namun,surat tersebut tidak hanya sampai ke tangan K.H Ahmad Sanusi melainkan kepada beberapa ulama yaitu Syaikh Achmad Khatib dan K.H Muchtar, dua orang ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah. Bahkan surat itu sampai kepada K.H Moehammad Basri dari pesantren Babakan, Cicurug, Sukabumi. Menurut K.H Moehammad Basri surat tersebut ditulis oleh Sayyid Utsman Betawi karena ada kemiripan dari gaya bahasanya. Denagn ini, K.H Ahmad Sanusi merasa terpanggil untuk menyelesaikannya dengan membuat karangan buku yang berjudul Nahratoeddarham yang berisikan tentang kebaikan-kebaikan sesuai dengan anggarannya, antara lain mengenai tujuan didirikannya SI.16 c. K.H. Abdul Wahab Hasbullah (Tokoh Pendiri NU) d. K.H. Mas Mansyur (Tokoh Muhammadiyah).
16
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 27-30.
51
Selain itu, masalah kepercayaan dan mazhab pun menjadi tema perdebatan K.H Ahmad Sanusi ketika berdebat dengan para ulama Ahmadiyah. Dengan ilmu dan pengetahuannya yang begitu dalam serta wawasan yang begitu luas, perdebatan-perdebatan tersebut dapat dilakukan oleh K.H Ahmad Sanusi dengan baik. Oleh karena itu, di kalangan kaum mukminin di Mekkah ia dikenal sebagai ahli debat.17 Selama 5 (lima) tahun lebih bermukim di Makkah, K.H Ahmad Sanusi memanfaatkan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya, untuk mendalami, mengkaji dan memahami berbagai disiplin ilmu tentang ke-Islaman, sehingga menurut tradisi lisan yang berkembang di kalangan para Ulama Sukabumi, bahwa: Saking mendalamnya ilmu yang ia miliki, maka sebagai wujud penghargaan dan pengakuan ketinggian ilmunya tersebut dari para Syeikh yang ada di Makkah, K.H Ahmad Sanusi mendapat kesempatan untuk menjadi imam Shalat di Masjidil Haram. Bahkan, salah seorang Syeikh sampai mengatakan bahwa jika seseorang yang berasal dari Sukabumi hendak memperdalam ilmu kegamaannya, ia tidak perlu pergi jauh-jauh ke Makkah karena di Sukabumi telah ada seorang guru agama yang ilmunya telah mencukupi untuk dijadikan sebagai guru panutan yang pantas diikuti.18 Tepatnya pada bulan Juli 1915 K.H Ahmad Sanusi pulang ke kampung halamannya yaitu Cantayan yang telah ditinggalkannya sejak tahun 1910. Setibanya di Cantayan, K.H Ahmad Sanusi langsung membantu orang tuanya mengajar agama di Pesantren Cantayan, gaya mengajar berbeda dengan para kyai lainnya, termasuk dengan orang tuanya. Beliau mengajar dengan bahasa sederhana dan menerapkan metode halaqoh. Ternyata pada saat itu berdampak positif karena materi pelajaran yang disampaikannya dapat diterima dengan mudah oleh para santri dan jama’ahnya. Santrinya tidak hanya berasal dari Sukabumi, tetapi juga dari luar daerah dan luar Pulau Jawa.Oleh karena itu, dalam waktu yang relatif singkat, K.H Ahmad Sanusi telah mendapat gelar dari
17
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 32. Munandi Shaleh, M,Si, op. cit., hlm. 6-7.
18
52
masyarakat dengan panggilan Ajengan Cantayan atau dalam sumber kolonial dipanggil dengan sebutan Kyai Cantayan. Ditengah-tengah kesibukannya mengajar di Pesantren Cantayan, K.H Ahmad Sanusi didatangi oleh H. Sirod, presiden Serikat Islam Sukabumi itu meminta K.H Ahmad Sanusi untuk menjadi penasehat (adviseur) Serikat Islam di Sukabumi. Sebelum menerima penawaran itu, K.H Ahmad Sanusi mengajukan beberapa persyaratan, yaitu19: 1.
Tidak menerima perempuan sebagai anggota.
2.
Para anggota harus secara mutlak patuh terhadap anggaran dasar (statuten).
3.
Para anggota harus berpegang teguh kepada agama.
4.
Iuran anggota sebesar f 0,10 jangan semuanya disetorkan kepada pengurus besar, iuran itu harus dibagi menjadi dua, masing-masing f 0,50 untuk pengurus besar dan f 0,05 lagi harus dijadikan sebagai kas sebagai modal organisasi untuk memajukan anggotanya dalam urusan perdagangan atau urusan lainnya. Syarat tersebut diterima oleh K.H Sirod hingga sejak Juli 1915, selama 10
bulan K.H Ahmad Sanusi memegang jabatan itu. Namun, sekitar bulan Mei tahun 1916, K.H Ahmad Sanusi mundur dari jabatannya karena dua hal yaitu: Pertama, ia merasa sudah tidak dapat mengerti lagi arah perjuangan Sarekat Islam. Kedua, ia merasa dikhianati oleh pengurus Sarekat Islam Sukabumi karena persyaratan yang diajukannya ternyata sama sekali tidak dijalankan oleh pengurus Sarekat Islam Sukabumi. Kiprah K.H Ahmad Sanusi di Sarekat Islam memang tidak terlalu lama, hanya 3 tahunan. Meskipun terbilang cepat, namun mampu menunjukkan perhatian yang luar biasa terhadap Sarekat Islam. Karena K.H Ahmad Sanusi sebagai pengurus juga anggota, hubungan personal dengan para anggota Sarekat Islam Sukabumi terus telah terjalin. Selain itu, perkembangan organisasi itu pun dapat dipantau oleh K.H Ahmad Sanusi, karena banyak santrinya yang masuk menjadi anggota Sarekat Islam. Namun, mereka tidaklah di susupkan oleh K.H Ahmad Sanusi ke Sarekat Islam Sukabumi dengan tujuan untuk mengendalikan 19
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 32-34.
53
organisasi tersebut. Para santrinya masuk menjadi anggota Sarekat Islam karena keinginan sendiri, bukan disuruh oleh gurunya itu. Hal itu, karena K.H Ahmad Sanusi sangat menghargai perbedaan pendapat. Di dalam buku karangan Miftahul Falah, menurut R. Karnadibrata, Wedana Patih Afdeeling Sukabumi, bahwa dirinya sudah tidak aktif lagi di Sarekat Islam Sukabumi, tidak dapat dipercayai begitu saja oleh Pemerintah Hindia Belanda. Gerak geriknya terus di awasi oleh Pemerintah kolonial karena mereka merasa terancam oleh kewibawaan Ajengan Cantayan itu. Hubungan baik dengan para pengurus dan anggota Sarekat Islam Sukabumi, oleh pemerintah kolonial dipandang sebagai bentuk terselubung bagi aktivitasnya di organisasi tersebut. Pandangan pemerintah kolonial itu semakin menguat karena K.H Ahmad Sanusi masih sering diundang untuk menghadiri rapat-rapat terbuka Sarekat Islam.20 Setelah lama, K.H Ahmad Sanusi kembali melakukan rutinitasnya sebagai seorang ajengan. Metode halaqoh yang diterapkan K.H Ahmad Sanusi dalam mengajar santri begitu efektif. Selain itu juga, di Pesantren Cantayan secara rutin digelar pengajian yang selalu dihadiri kaum muslimin dari berbagai daerah. Dari sinilah, jumlah jama’ah semakin banyak karena kemampuan K.H Ahmad Sanusi dalam berpidato dan ketenarannya semakin meluas ketika berpolitik. Dari sinilah, K.H Abdurrahim menyarankan kepada anaknya untuk mendirikan sebuah Pesantren. Sesuai dengan keinginan ayahnya, pada tahun 1919 K.H Ahmad Sanusi kemudian mendirikan sebuah pesantren di Genteng, Distrik Cibadak, Afdeeling Sukabumi. Di kompleks Pesantren Genteng itu, K.H Ahmad Sanusi mendirikan sebuah masjid yang dikelilingi oleh beberapa bangunan. Di sebelah timur berdiri bangunan tempat pengajian masyarakat umum; sebelah Selatan berdiri sebuah bangunan untuk belajar para santri (madrasah); dan sebelah Barat dibangun tempat tinggal K.H Ahmad Sanusi beserta keluarganya. Sementara itu, disebelah Utara masjid dibuat sebuah kolam (kulah) tempat para santri dan jama’ah mengambil air wudlu. Dan pada tahun-tahun awal perkembangannya, santrinya yang belajar di Pesantren Genteng tidak lebih dari 170 orang. 20
Miftahul Falah, S.S, op. cit., hlm. 34-36.
54
Namun, Masjid Pesantren Genteng yang dibangun oleh K.H Ahmad Sanusi sudah berubah fungsi. Sebagian ruangannya dipakai sebagai kantor Yayasan Pendidikan Islam K.H Ahmad Sanusi dan sebagian lagi dijadikan sebagai ruangan belajar (kelas) Sekolah Menengah Islam Terpadu (SMPIT). Sementara itu, bangunan tempat belajar para santri sudah tidak ada lagi karena memang Pesantren Genteng itu sendiri sekarang sudah tidak berjalan lagi.21 Bagi K.H Ahmad Sanusi, Pesantren Genteng merupakan sebuah alat bagi perjuangannya untuk menegakkan sebuah syariat Islam di Sukabumi. Oleh karena itu, ia tidak bersikap pasif, artinya hanya berdiam di pesantrennya menunggu kaum muslimin mendatangi dirinya. Beliau berkeliling dari satu kampung ke kampung lainnya untuk menyebarkan pemikiran-pemikirannya itu. Dengan sangat lugas, beliau menyampaikan pemikirannya itu kepada para jema’ah yang menghadiri dakwahnya itu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau sejak awal tahun 1920-an, masyarakat tidak hanya memanggil dirinya dengan sebutan Ajengan Cantayan, melainkan juga dengan panggilan Ajengan Genteng. Metode yang diterapkan K.H Ahmad Sanusi kepada santrinya tidaklah berbeda ketika beliau masih membantu ayahnya mengasuh Pesantren Cantayan. Beliau tidak hanya mengajar santrinya dengan menggunakan metode tradisional yakni sorogan dan bandungan, tetapi lebih sering menggunakan metode halaqoh. Dengan metode ini, para santri diajak untuk mendiskusikan setiap persoalan keagamaan. Untuk mengefektifkan proses diskusi tersebut, para santri dibagi ke dalam beberapa kelompok. Mereka mendiskusikan setiap permasalahan agama di masing-masing kelompok yang kemudian dibicarakan lagi dengan kelompok lainnya. Hasil diskusi itu dibahas bersama-sama dengan K.H Ahmad Sanusi sehingga para santri akan memiliki pemahaman yang jauh lebih mendalam dibandingkan dengan sistem sorogan dan bandungan. Metode halaqoh diterapkan untuk santri yang sudah duduk tingkat atau kelas lanjut sedangkan metode sorogan dan bandungan diterapkan untuk santri yang baru duduk di tingkat dasar. Untuk metode bandungan, beliau mengajar santrinya selama empat kali yakni setelah Shalat Subuh, Dzuhur, Ashar, dan Isya. Meskipun 21
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 38-39.
55
sifatnya bandungan, tetapi beliau masih memberikan kesempatan bertanya kepada para santri. Dengan metode seperti itulah, K.H Ahmad Sanusi mendidik para santrinya untuk berjuang menegakkan hukum Islam khususnya di Sukabumi.22 K.H
Ahmad
Sanusi
adalah
orang
yang
tegas
dalam
berdakwah
mengakibatkan dirinya memiliki keberanian untuk menentang setiap hukum yang dipandangnya tidak sejalan dengan Al-Qur’an. Beliau tidak akan melaksanakan fatwa yang dikaluarkan oleh ulama selama fatwa tersebut dipandang tidak memiliki landasan hukumnya.23 Pada tahun 1920-an, ada beberapa masalah keagamaan yang mengakibatkan terjadinya perdebatan antara K.H Ahmad Sanusi dan ulama pakauman. Beberapa masalah keagamaan yang krusial yang menjadi topik perdebatan antara lain masalah zakat fitrah, zakat maal, dan selamatan. Masalah penulisan dan penerjemahan Al- Qur’an pun mengundang perdebatan dengan ulama dari kalangan tradisional. Dengan demikian, perdebatan masalah-masalah keagamaan tidak hanya terjadi dengan kalangan ulama, birokrat dan modernis, melainkan juga dengan kalangan tradisional. Salah satu tugas dari ulama pakauman adalah menarik zakat fitrah dan zakat maal dari umat Islam yang dilakukan oleh para amil. Zakat fitrah dan zakat maal yang berhasil dikumpulkan oleh mereka, sebesar 70 % disetorkan kepada hoofdpenghulu atau penghulu kepala yang berkedudukan di kabupaten. Sisanya yang 30 % menjadi milik para amil sebagai gajinya. Dapat dibayangkan bahwa zakat fitrah dan zakat maal yang terkumpul tidak sampai secara utuh kepada masyarakat yang berhak menerimanya. Hal ini sungguh membuat K.H Ahmad Sanusi menentang karena bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Bahkan dalam aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sendiri, urusan zakat tidak akan diatur oleh mereka karena pada dasarnya pemerintah tidak akan mencampuri urusan agama Islam. Namun ternyata, pemerintah tidak bersikap konsisten.24
22
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 45-46. Ibid., hlm. 46. 24 Ibid., hlm. 51-52. 23
56
K.H Ahmad Sanusi berpendapat bahwa masalah zakat fitrah dan zakat maal adalah urusan umat Islam bukan urusan pemerintah. Amil yang bertugas mengumpulkan zakat fitrah dan zakat maal adalah amil yang ditunjuk oleh masyarakat bukan amil yang ditunjuk oleh pemerintah. Zakat yang terkumpul kemudian dibagikan kepada masyarakat yang berhak menerimanya (mustahik) sesuai hukum yang telah diatur Al-Qur’an dan Sunnah. Pendapat K.H Ahmad Sanusi tersebut ternyata sangat berpengaruh di kalangan masyarakat Sukabumi. Rupanya, masyarakat Sukabumi lebih menerima fatwa yang dikeluarkan oleh Ajengan Genteng tersebut daripada fatwa yang dikeluarkan oleh Ulama pakauman. Hal ini dapat dilihat dari suatu kenyataan bahwa setidaknya sampai awal 1928, masyarakat yang menyerahkan zakat fitrah dan zakat maal kepada Amil yang ditunjukkan oleh pemerintah semakin berkurang. Tentunya, pendapat K.H Ahmad Sanusi tentang zakat ditentang keras oleh ulama pakauman yang dimotori oleh K.H. R. Ahmad Juwaeni, Hoofdpenghulu Sukabumi. Karena pendapatan mereka dari hasil menarik zakat akan berkurang atau bahkan menjadi hilang. Mereka memandang pendapat K.H Ahmad Sanusi sebagai fatwa yang bukan hanya menyinggung dasar hukum masalah zakat. Lebih jauh mereka berpandangan bahwa fatwa tersebut merupakan suatu bentuk ancaman terhadap kewibawaan ulama pakauman di mata masyarakat.25 Selain argumen K.H Ahmad Sanusi yang begitu bijaksana dalam ketentraman umat jika dicermati, bagi K.H Ahmad Sanusi siapa pun yang berpihak kepada Belanda itu dianggapnnya sebagai musuhnya. Dengan prinsipnya beliau yang kuat, dan tidak adanya kemunafikan pada diri beliau.26 Ketika masalah zakat belum mendapatkan titik temu, K.H Ahmad Sanusi pun menolak acara selamatan bagi umat Islam yang telah meninggal dunia. Pada waktu itu, bahkan sampai sekarang, dalam praktik keagamaan dikalangan masyarakat terdapat suatu tradisi yaitu upacara kematian hari ketiga, hari ketujuh, dan seterusnya. Bagi K.H Ahmad Sanusi, upacara kematian tersebut merupakan 25
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 53-54. Wawancara dengan Drs. K.H Hasanudin, M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
26
57
praktik keagamaan yang hukumnya makruh. Apabila upacara kematian itu dikatakan sebagai suatu ketentuan agama Islam, maka hukumnya menjadi haram karena tidak ada satupun ayat dalam Al-Qur’an yang mengatur upacara tersebut. Dalam pandangan beliau, bahwa upacara kematian tersebut merupakan sebuah warisan karuhun belaka yang tidak memiliki implikasi hukum agama apapun jika hal itu tidak dilaksanakan. Bahkan sebaiknya hal itu ditinggalkan karena hubungannya dengan kemusyrikan sangat dekat. Oleh karena itu, K.H Ahmad Sanusi memandang upacara kematian sebagai masalah dhiafah yaitu sedekah kematian. Pendapat beliau tersebut, kembali mendapat reaksi keras dari ulama pakauman. K. H. R. Uyek Abdullah merupakan sosok ulama pakauman yang sangat keras menentang fatwa K.H Ahmad Sanusi. Ia adalah saudara K. H. R. Ahmad Juwaeni, Hoofdpenghulu Sukabumisekaligus sebagai pengasuh Pesantren Pabuaran. Selain itu, ia pun berkedudukan sebagai anggota Raad Igama Sukabumi dan menjadi Imam masjid Agung (Kaum) Sukabumi. Menyangkut upacara kematian, Kyai Uyek berpendapat bahwa upacara tersebut tidak termasuk masalah Dhiafah dan hukumnya tidak haram. Upacara kematian dipandang sebagai salah satu bentuk sedekah bagi kaum muslimin sehingga hukumnya menjadi Wenang (diperbolehkan). Dua pendapat tersebut dari dua orang ulama berpengaruh mengakibatkan masyarakat
Sukabumi
menjadi
kebingungan.
Dengan
alasan
menjaga
ketentraman, K.H.R Ahmad Juwaeni mempertemukan kedua kyai tersebut dalam suatu acara debat terbuka. Dalam debat tersebut yang diselenggarakan tahun 1922, baik K.H Ahmad Sanusi maupun K.H.R Uyek Abdullah sependapat bahwa upacara kematian boleh diselenggarakan sepanjang diniatkan untuk melakukan sedekah yang tidak terikat oleh ketentuan hari tertentu, yaitu tiluna, tujuhna, matang puluh, natus, dan seterusnya.27 Perdebatan K.H Ahmad Sanusi dengan ulama pakauman menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya konflik dengan elite birokrasi. Betapa tidak, dengan kharismanya yang begitu kuat terpancar dari dirinya, kalangan elite 27
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 54-56.
58
birokrasi merasa kewibawaannya di mata masyarakat menjadi tentram. Dengan perkataan lain, dari perbedaan pendapat mengenai masalah-masalah keagamaan, bergeser menjadi konflik pribadi karena perbedaan pendapat tersebut berubah menjadi hasutan dan fitnahan. Oleh karena itu, kalangan elite birokrasi berusaha dengan berbagai cara untuk menjauhkan K.H Ahmad Sanusi dari masyarakat Sukabumi. Konflik antara K.H Ahmad Sanusi dan elite birokrasi sudah ada ketika dirinya dikaitkan dengan peristiwa Cimareme 1919 serta adanya dampak negatif atas perdebatannya dengan ulama pakauman yang dihembuskan oleh kalangan elite birokrasi, namun titik pangkal konflik itu adalah perbedaan pandangan dalam tradisi mendo’akan bupati setiap hari Jum’at. Tradisi ini memang tidak hanya terjadi di Sukabumi, tetapi umum terjadi di Pulau Jawa. Dalam setiap pelaksanaan Shalat Jum’at, setiap khatib diwajibkan untuk memanjatkan do’a bagi bupatinya. Bagi K.H Ahmad Sanusi, tradisi tersebut bukanlah sebuah kewajiban, malah menyarankan tradisi tersebut tidak perlu dilakukan. Mendo’akan para pemimpin memang diwajibkan dalam syari’at Islam, tetapi yang dido’akan itu seorang pemimpin atau raja yang adil dalam konteks ibadah Islam. Mendo’akan raja atau pemimpin Islam yang dzalim hukumnya haram, apalagi mendo’akan bupati. Bupati bukanlah raja, melainkan seorang pemimpin di suatu daerah yang dalam menjalankan kepemimpinannya itu tidak berdasarkan syariat Islam. Ia diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah kolonial yang dikategorikan sebagai pemerintahan kafir. Oleh karena itu, ia bekerja bukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melainkan untuk menjaga kepentingan kolonialisme. Oleh karena itu, mendo’akan mereka hukumnya haram karena tidak termasuk dalam konteks ibadah Islam. Pandangan tersebut yang kemudian dikenal sebagai kasus Abdaka Maulana dianggap oleh para penguasa bahwa K.H Ahmad Sanusi sebagai rongrongan dan ancaman terhadap kedudukan serta kewibawaan mereka. Hal ini diperkuat dari pihak oleh penguasa karena seiring dengan adanya laporan yang menggambarkan pembangkangan masyarakat terhadap aparat desa sepulangnya mereka dari pengajian yang digelar oleh K.H Ahmad Sanusi. Bahkan lebih dari itu, meskipun
59
sudah tidak memiliki hubungan organisasi tersebut mempergunakan pandangan K.H Ahmad Sanusi dalam berbagai kegiatan pengajian dan propagandanya.28 Peristiwa tersebut kemudian menjadi kartu as bagi elite birokrasi yang menyudutkan K.H Ahmad Sanusi. Mereka semakin gencar menuduh dirinya sebagai biang keladi dan mereka menyebarkan bahwa propaganda K.H Ahmad Sanusi merupakan seorang ulama yang memiliki anti-pemerintah. Mereka mengajukan berbagai sikap penentangan K.H Ahmad Sanusi terhadap berbagai sikap persoalan praktik keagamaan yang sebenarnya sudah diatur oleh pemerintah kolonial. Penuduhan itu, jelas dibantah oleh K.H Ahmad Sanusi, karena beliau tidak merasa ulama yang memiliki anti-pemerintah. Karena seandainya beliau benci kepada Bupati beserta aparatnya, sudah barang tentu dirinya tidak akan menginjakkan kakinya di Masjid Kaum. Malah sebaliknya, beliau selalu Shalat Jum’at di masjid yang dikelola oleh ulama pakauman tersebut. Namun, dapat dipahami bahwa permasalahan ini disimpulkan bahwa dari pihak elite birokrasi menginginkan K.H Ahmad Sanusi untuk diasingkan ke luar Sukabumi.29 Meskipun demikian, kekhawatiran dan ketidaknyamanan kalangan elite birokrasi pribumi tidak dapat ditindaklanjuti oleh Pemerintahan Hindia Belanda. Karena tidak ada bukti kuat yang dapat menangkap dan mengasingkan kyai kharismatik tersebut ke luar Sukabumi. Sampai suatu ketika, terjadilah pengrusakan dua jaringan kawat telepon yang menghubungkan Sukabumi dengan Bandung dan Bogor. Peristiwa tersebut terjadi pada Agustus 1927 dijadikan sebagai bukti awal bagi Pemerintahan Hindia Belanda untuk menangkap dan menahan K.H Ahmad Sanusi. Alasan yang dikemukakan oleh Pemerintah Hindia Belanda itu adalah salah satu jaringan kawat telepon yang dirusak itu lokasinya tidak terlalu jauh dari Pesantren Genteng. Dari itu, K.H Ahmad Sanusi mendekam di penjara selama sembilan bulan sampai pada bulan Mei 1928 beliau dipindahkan ke penjara di Kota Sukabumi. Namun, pihak pemerintah kolonial tidak segera membebaskan K.H Ahmad Sanusi malah mengaitkan dirinya dengan peristiwa perlawanan Kyai Asnawi di 28
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 56-58. Ibid., hlm. 59.
29
60
Menes, Banten yang terjadi tahun 1926. Meskipun tidak bukti dan kesaksian atas keterlibatan K.H Ahmad Sanusi dalam perlawanan Kyai Asnawi (1926) dan pengrusakan jaringan kawat telepon (1927), Gubernur Jenderal B. C. De Jonge mengeluarkan keputusan untuk mengasingkan K.H Ahmad Sanusi ke Tanah Tinggi di Batavia Centrum. Pengasingan itu sendiri resmi diberlakukan sejak November 1928. Pemerintah Hindia Belanda mengatakan bahwa penahanan tersebut adalah untuk menjaga ketentraman umum (rust en order) karena pemikiran-pemikiran K.H Ahmad Sanusi memiliki potensi untuk menciptakan suatu masyarakat yang memiliki semangnat revolusioner. Untuk mencegah perkembangan potensi tersebut, Pemerintah Hindia Belanda memandang perlu untuk mengasingkan K.H Ahmad Sanusi dari lingkungan sosial budayanya.30 Selama K.H Ahmad Sanusi menjalani pengasingan dari tahun 1928-1934 di Batavia Centrum itu, K.H Ahmad Sanusi tidak lantas berpangku tangan atau kemudian berubah pandangannya. Pengasingan tersebut justru telah membentuk watak dan kepribadiannya semakin kuat untuk berjuang menegakkan kebenaran. Beliau terus berjuang melalui pemikirannya yang kemudian diterbitkan menjadi buku yang disebarkan kepada masyarakat sehingga pemikirannya pun menyebar di kalangan masyarakat. Meskipun sedang mengalami pengasingan di tempat yang jauh dari kampung halamannya, namun pemerintah kolonial tidak melarang dirinya bertemu dengan orang-orang yang sepaham dengan dirinya maupun dengan orang-orang yang bertolak belakang dengan dirinya. Para santri dan Jama’ah dari Sukabumi berdatangan ke Batavia Centrum untuk menjenguk kyai kharismatik tersebut. Bahkan tidak hanya yang berasal dari Sukabumi, tidak sedikit juga Jama’ah yang menjenguknya berasal dari daerah luar Sukabumi. Para jema’ah yang datang ke Tanah Tinggi, Batavia Centrum ternyata bukan hanya sekedar menjenguknya. Mereka selalu membawa permasalahan umat dan mendiskusikan dengan K.H Ahmad Sanusi. Dengan perkataan lain, para jama’ah yang mendatangi dirinya memiliki dua tujuan, yakni menjenguk dan mengadukan berbagai persoalan keagamaan. Puncak pengaduan para jama’ah itu terjadi seiring 30
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 61-64.
61
dengan semakin gecarnya usaha yang dilakukan oleh para pembaharu Islam di wilayah Priangan Barat, termasuk Sukabumi.31 Terhadap permasalahan keagamaan itu, K.H Ahmad Sanusi banyak melakukan perdebatan dengan beberapa orang ulama terkemuka dari kalangan pembaharu, antara lain K. H. R. Muhammad Anwar Sanusi dari Pesantren Biru Tarogong; K. H. R. Muhammad Zakaria dari Pesantren Cilame; K. H. Jusuf Taujiri dari Pesantren Cipari; dan K. H. Romli dari Pesantren Haur Koneng. Para Ajeungan tersebut semuannya berasal dari Garut. Bahkan K.H Ahmad Sanusi pun pernah melakukan debat soal keagamaan dengan A. Hasan, tokoh Persis dari Bandung, ketika ia telah mendirikan Al Ittihadul Islamiyah (AII).32
C. Peran K.H. Ahmad Sanusi Dalam Pendidikan Islam 1. Dunia Pendidikan dan Penerbitan K.H Ahmad Sanusi. Pengasingan yang dijalani oleh K.H Ahmad Sanusi memberikan dampak positif terhadap dirinya. Selama dipengasingan Batavia Centrum K.H Ahmad Sanusi menunjukkan dirinya sebagai ulama yang produktif dalam menulis buku. Perjuangan dalam menegakkan kebenaran dalam konteks ibadah Islam tidak hanya dapat dilakukan dengan cara berdakwah secara langsung. Pemikiranpemikirannya yang sedikit banyaknya terpancing oleh adanya pengaduan dari para jama’ah dituangkan oleh K.H Ahmad Sanusi dengan menulis buku. Hal tersebut mudah dipahami karena sebagai orang yang sedang menjalani pengasingan, ruang geraknya sangat dibatasi. Sementara itu, jika tidak menanggapi pengaduanpengaduan para jama’ah yang menyangkut masalah keagamaan, maka masyarakat akan mengalami kebingungan dalam menjalankan praktik-praktik keagamaannya. Oleh karena itu, K.H Ahmad Sanusi menuliskan pemikirannya dengan menerbitkan berbagai buku. Selain itu, produktivitasnya dalam penerbitan buku menunjukkan bahwa K.H Ahmad Sanusi merupakan kyai tradisional yang memiliki pikiran yang progresif. Beliau tidak hanya berdiam diri sambil memegang kuat keyakinan tradisionalnya. 31 32
Miftahul Falah, S.S, op.cit., hlm. 66. Ibid., hlm. 67-68.
62
Beliau memberikan suatu pembelaan terhadap para ulama terdahulu yang menurut kaum mujadid pemikirannya tidak perlu dijadikan bahan rujukan untuk ber-taqlid. Di dalam pengasingan beliau yang meninggalkan para santri dan jama’ahnya di Sukabumi, K.H Ahmad Sanusi tidak meninggalkan dunia pendidikan. Dalam proses pembelajaran terhadap mereka pun tetap dapat dilakukan oleh dirinya. Pada hakikatnya, K.H Ahmad Sanusi tetap melaksanakan proses mengajar tetapi dengan menggunakan media berbeda.33 Adapun materi-materi keagamaan yang disampaikan kepada para santri dan jama’ahnnya dilakukan melalui sebuah buku. Tafsir Qur’an, misalnya, K.H Ahmad Sanusi secara rutin menuliskannya ke dalam beberapa buku (buletin) yang secara rutin beliau terbitkan di Batavia Centrum. Dari menulis buku inilah, K.H Ahmad Sanusi dapat bertahan hidup selama pengasingannya di Batavia Centrum karena buku-bukunya itu banyak dibeli orang. Kemampuannya dalam menerbitkan buku yang jumlahnya mencapai ratusan judul, seperti yang dilaporkan oleh dirinya kepada Pemerintahan Militer Jepang tahun 1942.34 Buah karya Ahmad Sanusi berdasarkan pengakuan-nya sebagaimana yang tercantum dalam lampiran Pendaf-taran Orang Indonesia yang Terkemoeka yang ada di Djawa. (R.A. 31. No. 2119.), untuk disampaikan kepada Gunseikanbu Tjabang I, Pegangsaan Timoer 36 Djakarta, ada 125 judul kitab yang terdiri dari 101 judul kitab berbahasa Sunda dan 24 judul kitab berbahasa Indonesia. Adapun judul kitab tersebut adalah sebagi berikut: 1. Kitab Tafsir al-Qur’an/Ilmu Tajwid a. Raoedlotoel ‘Irfan (17 Boekoe dari 17 Djoez Qoeran); b. Tamsjijjatoel Moeslimin (53 Boekoe dari 7 ½ Djoez Qoeran); c. Tafsir Maldjaoettolibien (Djoez Ama); d. Tafsier Maldjaoettolbien (1 Boekoe); e. Maldjaoettolibien (24 Boekoe dari 100 Djoez Qoeran); f. Tidjanul Gilman (Elmoe Tadjwied Qoeran);
33
Miftahul Falah, S.S,op. cit., hlm. 74-75. Wawancara Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, pada tanggal 11 Februari 2014.
34
63
g. Hiljatoellisan; h. Sirodjoel Moeminien (Doe’a Fadilah Jasin); i. Hidajatoel Azkija (Tardjamah Azkija); j.
Tafsier Soerat Jasin;
k. Tafsier Soerat Waqi’ah; l. Tafsier Soerat Tabarok; m. Tafsier Soerat Doechon; n. Tafsier Soerat Kahfi; o. Sirodjoel Wahadj (Kitab Mi’radj); p. Jasin Waqi’ah; q. Hilaatoel Iman (Kaifijat Chatam Qoeran); r. Silahoel Irfan (2 Boekoe dari 2 Djoez Qoeran); s. Miftahoel Djannah; t. Jasin Waqi’ah (di Gantoeng Loegat dan Keterangannja); u. Ajjoehal Walad Gozalie (Tardjamah). 2. Kitab Hadits a. Tafsier Boechorie; b. Al Hidajah (Menerangkan Hadits2 Kitab Sapinah) 3. Kitab Ilmu Tauhid/Aqidah a. Al loe loeoen nadid (Menerangkan Bahasan Ilmoe Taoehid); b. Matan Ibrohiem Badjoeri (Gantoeng Logat); c. Matan Sanoesi (Gantoeng Logat); d.
Madjma’oel Fawaid (Tardjamah Qowaidoel Aqoid);
e. Taoehidoel Moeslimien (Tentang Ilmoe Taoehied); f. Taoehidoel Moeslimien; g. Tardjamah RisalahQoedsijah; h. Tardjamah Djauharotoettaoehid; i. Al-Moefhimat (Menerangkan Pabid’ahan dan Idjtihad); j. Hiljatoel Aqli (Bab Moertad),; k. Loe Loeunnadies Ilmoe Taoehid; l. Al-Moethohhirot (Bab Moesjrik);
64
m. Noeroel Jakin (Penolakan Ahmadijah Qadian Lahore, 2 Boekoe); n. Oesoeloel Islam; o. Silahoel Mahijah Firqoh 73; p. Hoeljatoel A’qli (Bab Moertad); q. Assoejoefoessorimah (MenolakMatjam2 Bid’ah ). 4. Kitab Ilmu Fiqh a. Al Djaoeharotoel Mardijah (Fiqih Sjafe’ie); b. Tardjamah Fiqih Akbar (karangan Imam Hanafi); c. Hiljatoel Goelam (Bab Siam); d. Mifathoe Darissalam; e. Al Adwijatoessafiah (Bab Solat Hadjat dan Istihoroh); f. Al Oekoedoel Fachiroh (Menerangkan Istiharoh Moetahadjdjiroh); g. Bab Zakat dan Fithrah,; h. Qowaninoeddinijjah (Bab Zakat); i. Bab Nikah; j. Bab Taraweh; k. Hidajatussomad (Tardjamah Zoebad); l. Targib Tarhib; m. Kitab Talqin; n. Bab Kematian; o. Firqoh (8 Nomer); p. Bab Woedloe; q. Bab Bersentoeh; r. Bab Aer The; s. Kasjifoel Aoeham (Tentang Menjentoeh Qoeran); t. Al-Aqwaloel Moefidah (Tentang Adzan Awal). u. Kitab Bab Tioeng; v. Dijafah dan Sodaqoh; w. Al-Isjaroh (Membedakan antara Dijafah dan Sodaqoh), x. Al-Oehoed fil Hoedoed; y. Idjtihad Taqlied.
65
5. Kitab Ilmu Bahasa Arab a. Doeroesoennahwijjah (KeteranganAjurmijah); b. Bahasan Adjroemijah; c. Kasjfoenniqob (Tardjamah Qowai’doel Irob); d. Matan Sorof Bina (Dengan Segala Ketera-ngannya); e. Bahasan Nadlom Jaqoeloe (Ilmoe Sorof); f. Tanwiroerribat (Sjarah Nadom Imriti). 6. Kitab Akhlak/Tasawwuf/Tariqat/Do’a/Aurod. a. Misabahoel Falah (Wiridan Sore dan Soeboeh); b. Sirodjoel Afkar (Wiridan Siang dan Malam); c. Matolioel Anwar (Bab Istigfar); d. Bab Istighfar; e. Miftahoel Gina (Tentang Tasbeh), f. Kitab Asmaoel Hoesna, g. Al Kawakiboeddoerrijjah (Do’a2 Nabi); h. Daliloessairien (Menerangkan Keoetamaan Solawat); i. Asmaoel Hoesna (Dengan ma’nanja serta Choesoe-sijatnja); j. Fadoiloel Kasb i(Bab Kasab dan Ichtiar), k. Al-Madjama’atoelMoefidah (Menerangkan Tiga Kitab); l. Attamsjijjatoel Islamijjah (Manaqib Imam Ampat); m. Fachroel Albab (Manaqib Wali2); n. Doe’a Nabi Ibrohiem; o. Mandoematurridjal (Tawasoel Kepada Aulija); p. A’qoiduddoeror (Mema’nakan Kitab Barzandji), q. Manaqib Sjech Abdoel Qodie Djaelani, r. Tardjamah Kitab Hikam, s. Al Djawahiroel Bahijah (Tentang Adab-Adaban Istri), t. Pengadjaran Istri (2 Nomer); u. Al-DjawahiroelBahijjah (Peradaban Istri); v. Tarbijatoel Islam (Menerangkan Adab2 Islam). 7. Kitab Ilmu Mantiq
66
Moethijjatoel Goelam (Tardjamah Manteq Soelam). 8. Kitab Ilmu Bade’ Al-Kalimatoel Moebajjinah (Ilmoe Badé). 9. Kitab Ilmu Bayan Kifajatoel Moebtadi (Bahasan Samarqondie Ilmoe Bajan). 10. Kitab Sejarah a. Tarich Ahli Soennah; b. Lidjamoel Goeddar (Bab Ajah Boenda Nabi); c. Mifatahoerrohmah (Bab Hadijah). 11. Kitab Jum’ah a. Tanbihoettoelabah (Choetbah Djoemah); b. Bab Djoemah; c. Sirodjoel Oemmah (70 Choesoesijat Djoemah); d. Fathoel Moeqlatain (Tentang Pendirian Djoemah). 12. Kitab Munadoroh Tardjamah Ilmoe Moenadoroh. 13. Lain-lain a. Tasjqiqoel Aoeham (Menolak Madjalah Tjahaja Islam); b. Silahoel Basil (Menolak Kitab Tazahiqoel Bathil); c. Arroe’oedijjah (Menolak Dowabit Qontoerijah) d. Al-Hidajatoel Islamijjah (10 Buku Hrf Latin); e. Tahdziroel Afkar (Menolak Kitab Tasfijatoel Afkar); f. Tahdziroel Awam (Menerangkan Kesetiaan Madjalah Tjahaja Islam); g. Tolakan Kepada Foetoehat; h. Koerseos Al-Ittihad; i. Pengadjaran Al-Ittjihad (7 Nomer); j. Tabligoel Islam (10 Nomer); k. Addaliel (10 Nomer); l. Noeroel Iman (5 Nomer); m. Mindoroh; n. Bab Adzan Awal;
67
o. Hoedjdjatoel Qot’ijjah; p. Al-Moefid (6 Nomer); q. Al-Kalimatoel Moezhiqoh; r. Tanwiroeddoelam fi Firoqil Islam; s. Koerses Lima Ilmoe (10 Nomer); t. Addaliel (10 Nomer). 35 Selain dari judul-judul kitab tersebut di atas, menurut pengakuan keluarga masih ada karangan lainnya yang belum tercatat baik yang masih dalam bentuk manuskrif (tulisan tangan), yang belum tercetak, maupun yang sudah tercetak (print book), jumlahnya diperkirakan sekitar 400-an judul kitab, namunkitabnya masih berada di tangan perorangan, atau di perpustakaan negeri Belanda, atau tempat-tempat lain, yang tentunya memerlukan penelitian lebih lanjut. Materi karya Ahmad Sanusi sebagaimana termaktub pada judul kitab di atas, meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tafsir al-Qur’an, tauhid, fiqh, tasawwuf, nahwu/syorof, mantiq, bade’, bayan, dan lain-lain. Karya itu ia tulis sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada saat itu, sehingga hasil karyanya relatif mudah dipasarkan bahkan dalam waktu singkat dicetak secara berulang-ulang. Kedalaman ilmu yang ia miliki dapat terlihat dari buah karyanya, seperti dalam kitab Tamsyiyyatu al-Muslimin fi Tafsiiri Kalaami Robbi al-‘Aalamiin. Kitab tersebut ia tulis tidak hanya dengan menafsirkan kata perkata, akan tetapi ia tafsirkan pula secara lengkap dengan disertai asbabunnuzul-nya dari ayat-ayat alQur’an yang sedang ia bahas, serta dilengkapi pula dengan sumber kitab yang dijadikan rujukan dalam penafsirannya. Karya tulis Ahmad Sanusi ada pula yang menjadi bahan perdebatan diantara kaum ulama pada saat itu, seperti halnya menuliskan al-Qur’an dengan huruf latin. Hal yang menarik justru Ahmad Sanusilah orang Indonesia pertama yang menuliskan al-Qur’an dengan huruf latin dan menjelaskan maksud yang
35
Munandi Shaleh, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan Nasional, cet- 2, (Sukabumi, At-Tadbir: 2013), hlm. 67-71.
68
terkandung dalam al-Qur’an dikaitkan dengan pengetahuan umum dan sejarah terutama ayat-ayat yang menyangkut masalah-masalah kauniyah.36 Dari kitab Raudhatul ‘Irfan karangan K.H Ahmad Sanusi inilah yang pada waktu Pemerintah Belanda pada waktu itu melarang untuk dapat dikembangkan dan disebarluaskan. Bagi Pemerintah Belanda, bahwa dari hadirnya kitab tersebut membuat bahaya bagi Pemerintah Belanda di kota Sukabumi. Dari kitabnya yang unik, namun bermanfaat yaitu kitab tafsiran Al-Qur’an yang di terjemahkan ke dalam logatnya beliau (Sunda) yang lainnya pun tidak ada yang seperti beliau dan pastinya tidak dibolehkan oleh Pemerintah Belanda. Bacaan kitab tersebut diterjemahkan dengan bahasa yang lain, yang lebih enak didengar, difahami dan lebih mendalam dalam menafsirkannya.37 Selain menulis berbagai buku keagamaan, K.H Ahmad Sanusi secara aktif bergerak di bidang penerbitan. Beliau mengurus beberapa majalah yang isinya membicarakan masalah-masalah keagamaan. Pada bulan Maret 1931, K.H Ahmad Sanusi menerbitkan sebuah majalah bulanan yang diberi nama Al-Hidajatoel Islamijjah. Majalah ini diterbitkan dalam satu bulan sebanyak tiga edisi, yaitu bahasa Sunda dengan huruf Latin, bahasa Sunda dengan huruf Arab, dan bahasa Indonesia dengan huruf Latin.Tujuan diterbitkannya majalah itu diperjelas oleh K.H Ahmad Sanusi sebagai upaya memberikan pemahaman kepada umat Islam bahwa membenci para ulama tradisional merupakan kesalahan besar, seperti tercantum di halaman cover majalah tersebut.38 Penerbitan majalah Al-Hidajatoel Islamijjah rupa-rupanya disambut positif oleh umat Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya permintaan pembeli agar tanggal terbit majalah ini diterapkan secara konsisten dan adanya harapan agar majalah ini terbitkan lebih dari satu kali dalam satu bulan. Namun, kedua permintaan dari pembaca itu tidak dapat langsung K.H Ahmad Sanusi lakukan. Karena keterbatasan prasarana yang dimiliki K.H Ahmad Sanusi yaitu percetakan merupakan penyebab ketidakmampuan Al-Hidajatoel Islamijjah terbit secara konsisten tiap bulannya. Pada awal terbitnya, majalah ini dicetak dipercetakan 36
Munandi Shaleh, op.cit., hlm. 72-73. Wawancara dengan Drs. K.H. Hasanudin M,Ag., pada tanggal 11 Februari 2014. 38 Miftahul Falah, S.S, op.cit, hlm. 86. 37
69
milik orang lain sehingga harus tepat tidaknya majalah terbit sangat bergantung pada penuh tidaknya percetakan itu. Sebagai solusinya, K.H Ahmad Sanusi mengusahakan akan mendirikan sebuah percetakan. Sehingga jika memiliki percetakan sendiri, majalah dapat diterbit tiap bulannya pada tanggal yang sama. Dan pada akhirnya dipertengahan tahun 1932, Al-Hidajatoel Islamijjah diterbitkan dua kali dalam satu bulan.39 Sebagai majalah yang bertujuan hendak meluruskan ajaran Islam dari pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dari majalah yang disajikan K.H Ahmad Sanusi, mengupas persoalan-persoalan yaitu Baboel Ijtihad, Azas Islam, keterangan Firqoh Islam, keterangan tentang Mazhab Ampat, pelajaran Tauhid dan Fiqih, dan Bab Tarikh. Dan terkadang pembahasan dalam majalah itu mengupas masalah-masalah khusus yang berbeda-beda, yaitu pada penebitan bulan Agustus 1932 Al-Hidajatoel Islamijjah mengangkat masalah Ahmadiyah Qodian. Intinya K.H Ahmad Sanusi menolak keberadaan Ahmadiyah Qodian sebagai bagian dari agama Islam. Secara tegas K.H Ahmad Sanusi menganjurkan kepada kaum muslimin untuk tidak berhubungan dengan mereka karena dikhawatirkan mereka akan menjadi Kufur. Selain menerbitkan Al-Hidajatoel Islamijjah, K.H Ahmad Sanusi pun menerbitkan majalah yang berisikan tentang tafsir Al-Qur’an. Tafsir ini diterbitkan secara berkala setiap bulan dan menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantarnya. Majalah ini kemudian dijadikan sebagai bahan pengajaran oleh para kyai dan guru agama dalam mengajarkan tafsir Al-Qur’an kepada santrinya. Dari terbitnya majalah inilah menunjukkan bahwa K.H Ahmad Sanusi merupakan seorang ulama ahli Tafsir yang hasil pemikirannya menyebar di sekitar Priangan Barat. Keahlian yang dimiliki K.H Ahmad Sanusi ini, kelak akan menjadi salah satu rujukan ketika beliau dibebaskan dari Batavia Centrum oleh Pemerintahan Hindia Belanda.40
39
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 90-92. Ibid., hlm. 93-94.
40
70
2. K.H Ahmad Sanusi Mendirikan Al- Ittihadiyatul Islamiyyah (AII). Para kyai yang ada di Sukabumi sering menghadapi kritikan dari kaum mujadid. Tidak hanya masalah furu, tetapi juga mereka menyerang berkaitan dengan masalah nasionalisme. Jawaban-jawaban mereka disampaikan secara lisan maupun tertulis sehingga terkesan sebagai jawaban perorangan. Sebagai sebuah komunitas yang memiliki keyakinan tertentu, mereka merasakan perlu adanya wadah atau organisasi yang akan memayungi aktivitas mereka. Dan pada tahun 1931, para ulama pengikut K.H Ahmad Sanusi menggelarkan pertemuan di Pesantren Babakan Cicurug yang di pimpin oleh K.H Moh. Hasan Basri dengan membicarakan berbagai persoalan keagamaan dan kemasyarakatan. Dan pada akhirnya, para kyai yang menghadiri pertemuan itu mencapai kesepakatan untuk membentuk sebuah organisasi yang akan diberi nama AlIttihadiat al-Islamiyah(AII). Hal ini pun disepakati bahwa organisasi yang akan didirikan ini berasaskan Islam dan bertujuan mewujudkan kebahagiaan umat dengan menjalankan secara konsisten ajaran Islam berdasarkan atas mazhab Ahlus Sunnah Wal jama’ah.41 Dan pada awal November 1931, K.H Ahmad Sanusi mengesahkan berdirinya Al-Ittihadiat al-Islamiyah (AII) di kantor pusat Tanah Tinggi No. 191, Kramat, Batavia Centrum. K.H Ahmad Sanusi mendirikan organisasi AII inipun mengatakan bahwa organisasi ini bukan organisasi politik, melainkan. Organisasi sosial-keagamaan. Salah satu tujuannya adalah memajukan pendidikan bagi kalangan bangsa pribumi. Mekipun demikian, K.H Ahmad Sanusi berupaya hendak menggugah kesadaran politik di kalangan para jama’ah dan anggota AII. Hal tersebut dipertegas dengan dimuatnya tulisan yang berjudul Indonesia Iboe Kita dan Islam dan Politik Internasional dalam Soeara Moeslim Edisi Juli dan Agustus 1932. Kedua tulisan itu berisi uraian yang bertujuan hendak menggugah bangsa Indonesia agar tidak bergantung dengan bangsa lain. Bangsa Indonesia harus memperjuangkan nasibnya sendiri dan tanah airnya demi untuk harga diri
41
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 97-98.
71
sebagai sebuah bangsa. Oleh karena itu isi ceramahnya yang dapat menggugah rasa nasionalisme dan disebarluaskannya artikel itu oleh Soeara Moeslim, Gubernur Jawa Barat menuduh AII terlibat dalam kegiatan politik.42 Setelah AII dibentuk, frekuensi pertemuan K.H Ahmad Sanusi dengan para jama’ah atau anggota AII semakin meningkat. Dalam pertemuan itu, K.H Ahmad Sanusi sering mengupas makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al- Qur’an yang berhubungan dengan harga diri, persamaan, persaudaraan, nasionalisme, dan kemerdekaan. Masalah-masalah tersebut sengaja dibahas oleh K.H Ahmad Sanusi sebagai upaya menyadarkan bangsa Indonesia bahwa perpecahan di kalangan mereka sengaja diciptakan oleh Belanda agar kekuasaan kolonialismenya di Indonesia dapat dilanggengkan. Islam merupakan agama yang mengakui adanya persamaan dan menganjurkan untuk memperkuat persaudaraan di kalangan mereka. Kedua hal itu merupakan salah satu faktor bagi tumbuhnya nasionalisme sehingga yang akan menjadi landasan bagi upaya mencapai kemerdekaan.43 Di dalam kegiatan organisasi AII yang didirikan K.H Ahmad Sanusi memberikan dampak positif, tidaklah heran jika aktivitas AII terutama di Sukabumi semakin meningkat sehingga melahirkan kekhawatiran mendalam dari kalangan birokrat. Mereka lebih merasa senang jika K.H Ahmad Sanusi tetap ditahan dan AII dibekukan. Padahal jika dibandingkan dengan organisasi sejenis, perkembangan AII pada tahun-tahun awal berdirinya berjalan lamban. Sampai tahun 1934, AII hanya memiliki sekitar empat belas cabang yang tersebar di daerah Sukabumi, Cianjur, dan Bogor.44 Dan pada suatu saat pun pernah terjadi permasalahan oleh pendiri organisasi AII yaitu K.H Ahmad Sanusi dengan adanya kembali perdebatan antara K.H Ahmad Sanusi dengan ulama Pakauman. Gagasan K.H Ahmad Sanusi untuk mentransliterasi Al-Qur’an ke dalam huruf Latin mendapat respon negatif dari ulama Pakauman sehingga melahirkan perdebatan yang tidak kunjung usai. Sebenarnya, perdebatan ini sudah terjadi sebelum K.H Ahmad Sanusi di asingkan di Batavia Centrum tahun 1927. Dan setelah itu K.H Ahmad Sanusi dipindahkan 42
Miftahul Falah, S.S,op.cit, hlm. 98 & 102-103. Ibid., hlm. 100. 44 Ibid., hlm. 106. 43
72
pengasingannya di Sukabumi dengan menjadi tahanan Kota. Sesampai K.H Ahmad Sanusi di Sukabumi, perdebatan itu semakin memanas sehingga mendorong pejabat setempat untuk mempertemukan dua pihak yang berbeda pendapat. 45 Akhirnya perdebatan masalah boleh atau tidaknya penulisan Al-Qur’an dengan huruf latin yang dilakukan dari kumpulan pembela K.H Ahmad Sanusi dengan kumpulan ulama Pakauman itu ternyata tidak hanya dihadiri oleh kedua kelompok itu saja. Melainkan dari berbagai organisasi keIslaman dan kalangan pers serta 15.000 kaum muslimin mengikuti debat terbuka. Setelah mendengar penjelasan masing-masing pendapat, pihak komite mengambil keputusan bahwa mentransliterasi Al-Qur’an ke dalam huruf latin itu hukumnya dibolehkan. Mereka sependapat dengan K.H Ahmad Sanusi bahwa tidak ada satu pun dalam A-Qur’an yang mengharamkan transliterasi itu. Tentunya, keputusan yang diambil oleh Komite mengundang ketidakpuasan kelompok ulama Pakauman. Sampai akhirnya, K.H Uyek Abdullah kemudian menulis sebuah buku yang isinya menetapkan bahwa orang yang menulis AlQur’an ke dalam huruf latin adalah kafir sehingga halal darahnya untuk dibunuh. Pandangan tersebut direnpon dengan keras oleh K.H Ahmad Sanusi dengan mengirim surat kepada pemerintah. Surat yang dikirim tanggal 27 Februari 1937 itu mengatakan bahwa pandangan K.H Uyek Abdullah merupakan pikiran yang mengundang rasa tidak aman sehingga menimbulkan kerusuhan. Sehubungan dengan itu, beliau meminta untuk segera mengambil keputusan. Namun, protes tersebut tidak ditanggapi pihak pemerintah, mengingat posisi pemerintah yang mendukung ulama Pakauman.46 Dan upaya lain yang dilakukan K.H Ahmad Sanusi adalah mendirikan dan mengelola sekolah, rumah sakit, yayasan anak yatim-piatu, koperasi, toko, dan baitul maal. Upaya ini merupakan cita-cita AII di bidang sosial untuk meningkatkan kesejahtraan para anggotanya.47Dan pada tahun 1939 tepatnya pada tanggal 29 Februari, Gubernur Tjarda (seorang) mencabut status K.H Ahmad 45
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 126. Ibid., hlm. 129-130. 47 Ibid., hlm. 131. 46
73
Sanusi sebagai tahanan kota. Dengan alasan, bahwa menurut G. F. Pijper yang menggantikan Gobee sebagai Adviseur Indlandsche Zaken mengirim surat kepada Gubernur Jenderal A. W. L. Tjarda. Ia berpandangan bahwa ketakutan mendalam yang diperlihatkan oleh sebagian pejabat setempat merupakan sesuatu yang berlebihan dan tidak mendasar.48 Dan Pijper yakin bahwa seandainya K.H Ahmad Sanusi dicabut statusnya sebagai tahanan kota, beliau tidak akan berkeliling dari satu kampung ke kampung yang lainnya untuk memperluas pengaruhnya di kalangan masyarakat. Dalam pandangan Pijper, K.H Ahmad Sanusi merupakan seorang ulama yang memiliki kecerdasan luar biasa. Keahliannya di bidang Tafsir mengundang kecemburuan dari kalangan ulama Pakauman karena hasil penafsirannya mampu menggoyahkan tradisi yang telah dibangun oleh mereka.49 Sampai tahun 1940-an, AII sudah mendirikan sekitar 69 sekolah di bagian daerah, terutama di daerah Priangan dan Bogor.50 Dan pada saat Jepang berhasil menguasai Indonesia dengan adanya peperangan antar Jepang dan Pemerintahan Hindia Belanda, pada awal tahun 1943 pendekatan Jepang terhadap golongan Islam gencar dilakukan. Tujuannya jelas untuk memobilisasi umat Islam membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya. Kolonel Horie, pimpinan Shumubu, mengutus beberapa stafnya untuk menemui sejumlah ulama terkemuka di Pulau Jawa salah satunya H. Abdul Muniam Inada. Dan juga sempat menemui K.H Ahmad Sanusi di Pesantren beliau agar mau bekerja sama membangun Lingkungan Kemakmuran Asia Timur Raya. Sementara itu, ormas Islam pun dibubarkan, termasuk AII, dan MIAI. Semua kegiatan organisasi diIndonesia termasuk organisasi yang didirikan K.H Ahmad Sanusi yaitu AII, di Non-aktifkan dan dibubarkan oleh penguasa Jepang. Karena menurut Pemerintah Militer Jepang, organisasi yang dibubarkannya dipandang tidak optimal dalam memobilisasi umat Islam. Pemerintah Militer Jepang pun akhirnya mendirikan Madjelis Sjoero Moeslimin Indonesia (Masjoemi) pada Oktober 1943.51 48
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 152-154. Ibid., hlm. 152. 50 Ibid., hlm. 131. 51 Ibid., hlm. 161. 49
74
K.H Ahmad Sanusi yang diminta untuk bekerja sama membangun Lingkungan Kemakmuran Asia Timur Raya pun pada dasarnya tidak menolak tawaran kerja sama tersebut. Sikap kooperatif yang diperlihatkan oleh K.H Ahmad Sanusi bukan berarti beliau berposisi sebagai boneka Jepang. Kerja sama yang beliau perlihatkan semata-mata sebagai bentuk strategi dalam perjuangan membebaskan bangsa Indonesia dari penguasaan bangsa asing. Kemudian K.H Ahmad Sanusimenjadi salah seorang pengajar latihan Kyai di Jakarta yang diselenggarakan untuk mengadakan konsolidasi politik Jepang terhadap umat Islam dan diangkat sebagai anggota Dewan Penasihat Daerah Bogor(Giin Bogor Shu Sangi Kai).52Ketika beliau dimintai untuk bekerja sama dengan perorangan Jepang. Posisi K.H Ahmad Sanusi pada waktu itu sebagai ulama dan menurut kalangan Jepang, ulama sangat berpengaruh bagi umat Indonesia.53 Namun, beliau mengadakan konsolidasi dengan mengajukan syarat kepada Pemerintah Militer Jepang, yakni meminta agar AII dihidupkan kembali. Pemerintah Militer Jepang tidak keberatan atas syarat terrsebut selama K.H Ahmad Sanusi mau mengubah anggaran dasarnya dan mengubah nama organisasi tersebut menjadi Persatoean Oemat Islam Indonesia (POII). Sejak tanggal 1 Februari 1944, AII dihidupkan kembali bersama-sama dengan Persjarikatan Oelama Islam (POI) pimpinan K.H Abdul Halim dari Majalengka. Sejak akhir Mei 1944, K.H Ahmad Sanusi dan K.H Abdul Halim diangkat menjadi wakil POII dan POI dalam Masjoemi. Bahkan K.H Ahmad Sanusi kemudian duduk di jajaran pengurus Masjoemi.54 Sampai menjelang kemerdekaan republik Indonesia, K.H Ahmad Sanusi tercatat sebagai anggota panitia Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik
Usaha-Usaha
Persiapan
Kemerdekaan
Indonesia
(BPUPKI).
Kemudian, namanya dicoret dari keanggotaan BPUPKI karena ia dianggap terlalu banyak memihak Islam. Hal ini dilakukannya dengan tujuan agar kelak Indonesia merdeka menjalankan peraturan yang berdasarkan syariat Islam. Dan dengan selesainya Perang Kemerdekaan 1949, K.H Ahmad Sanusi kembali ke Sukabumi 52
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 162-163. Wawancara dengan Drs. H. Munandi Shaleh, pada tanggal 11 Februari 2014. 54 Miftahul Falah, S.S, loc. cit., hlm. 164. 53
75
untuk membangun masyarakat Sukabumi di bawah naungan NKRI. Karena beberapa pekerjaan menunggu untuk diselesaikan, salah satunya rencana mempersatukan POII dengan POI. Akan tetapi, Tuhan berkehendak lain karena pada tahun 1950 K.H Ahmad Sanusi dipanggil menghadap Illahi. Berita wafatnya Ajengan Sanusi begitu cepat menyebar dan dalam waktu yang sekejap ribuan umat Islam berkumpul di Pesantren Gunung Puyuh.55Sosok K.H Ahmad Sanusi, dalam perannya sangatlah aktif di keagamaan maupun politik. K.H. Ahmad Sanusi adalah seorang ulama tradisional yang modern dan berkharismatik yang tinggi, itulah yang dinilai oleh saya dan masyarakat pada umumnya. 56
3. Perluasan Pesantren K.H Ahmad Sanusi Selain K.H Ahmad Sanusi menerbitan Tamsyiyatul Islamiyah, ketika beliau menjadi tahanan kota di Sukabumi, K.H Ahmad Sanusi berkeinginan untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan. Pada akhir tahun 1934, K.H Ahmad Sanusi mendirikan sebuah pesantren kecil yang kemudian dikenal dengan Pesantren Gunung Puyuh. Pada saat itu, beliau mendirikan masjid dan sebuah bangunan sederhana. Meskipun demikian, pesantren tersebut cukup diminati sehingga pada awal berdirinya cukup banyak santri yang masantren di Pesantren Gunung Puyuh.57 Selain
K.H
Ahmad
Sanusi
mempersiapkan
prasarana,
beliau
pun
mempersiapkan lembaga pendidikan dari aspek organisasi dan kurikulum. Beliau memutuskan akan memberi nama Syamsul Ulum terhadap lembaga pendidikan yang akan didirikannya. Sementara itu, Kurikulumnya telah dirancang yaitu seorang siswa akan dianggap berhasil menyelesaikan pendidikannya di pesantren tersebut setelah belajar selama 9 tahun. Masa belajar yang sembilan tahun itu dibagi ke dalam tiga jenjang atau kelas sehingga tiap-tiap kelas akan diselesaikan selama tiga tahun. Dan mata pelajarannya pun menyangkut keislaman, belum dimasukkan mata pelajaran yang memberikan pengetahuan umum pada siswanya.
55
Miftahul Falah, S.S, op.cit., hlm. 201. Wawancara dengan K.H. Anwar Sanusi, S.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014. 57 Miftahul Falah, S.S, loc. cit., hlm.137-140. 56
76
Beberapa bulan kemudian, lamanya belajar di Syamsul Ulum diubah menjadi 12 tahun dengan jenjang kelas tetap. Setelah dianggap cukup siap, pada tanggal 20 Desember 1937 Perguruan Syamsul Ulum secara resmi mulai menjalankan program pendidikannya. Pada tanggal tersebut, jelaslah kiranya bahwa perguruan ini berdiri sebagai perluasan Pesantren Gunung Puyuh yang telah didirikan pada akhir tahun 1934 oleh K.H Ahmad Sanusi.Meskipun pesantren Gunung Puyuh telah diperluas dan namanya diganti menjadi perguruan Syamsul Ulum, namun masyarakat lebih mengenalnya dengan nama pesantren Gunung Puyuh. Hal ini disebabkan karena kebiasaan yang berkembang di masyarakat yang menamai sebuah pesantren disesuaikan dengan nama kampung tempat pesantren berdiri.58 Pada zaman kepemimpinan K.H Ahmad Sanusi saat itu juga disekitar masjid pesantren Syamsul Ulum ini adalah kali seperti sungai kiranya, namun tetap juga bisa terlihat kali itu di belakang. Mengapa bisa rata dengan bangunan-bangunan ini? karena dari sinilah terlihat, bahwa tidak adanya dana sedikit pun dari pemerintah akan tetapi atas bantuan tenaga masyarakat sekitar yang memang gigih dan ikhlas membantu untuk mendirikan Pesantren Gunung Puyuh yang K.H Ahmad Sanusi dirikan tanpa beliau meminta bantuan materi sedikit pun hingga berdirilah lembaga salafiah. Dari kekharismatikan beliau pula masyarakat gigih bantu membangun dan banyak juga yang mengaji dengan beliau pada waktu itu.59 Tepatnya perguruan Syamsul Ulum didirikan ini lantaran penuhnya santri yang belajar kepada beliau ketika di Pesantren Cantayan yaitu pesantren ayahnya K.H Ahmad Sanusi. Diadakannya sekolah pada waktu itu dengan tahapan I’dadiyah, Tsanawiyah, dan ‘Aliyah, namun pada waktu itu belum tercatat di Kementrian Agama, karena pada waktu itu santri Syamsul Ulum tidak diperbolehkan untuk menjadi birokrat. Dengan pengajaran yang beliau terapkan berbeda dengan pesantren lain, dengan adanya metode-metode dalam mengajar, dan kitab-kitab karagannya yang sangat bermanfaat sebagai acuan belajar santri 58 59
Miftahul Falah, S.S,op.cit., hlm. 145-148. Wawancara dengan Drs. K.H. Aab Abdullah S. Ip, M.Ag., pada tanggal 11 Februari 2014
77
Syamsul Ulum hingga saat ini. Hingga banyaknya para santri yang masantren pada waktu itu mencapai 1000. Pada saat K.H Ahmad Sanusi meninggal pun, dan kemudian digantikan oleh K.H Aceh Zarkasyi, santrinya tetaplah banyak. K.H. Ahmad Sanusi menerapkan tiga ajaran yang dijadikan pedoman para santrinyayaitu
pendidikan,
perjuangan,
dan
da’wah.
K.H.
Ahmad
Sanusimenginginkan, agar kelak santrinya mendirikan pesantren jika sudah tamat belajar di Syamsul Ulum.60 Dan jika dilihat pada masa sekarang ini, kini Syamsul Ulum memiliki beberapa jenjang, dari mulai adanya TPA, MI, MTS, MA, sampai STAI Syamsul Ulumnya pun ada, yang belajar di perguruan Syamsul banyak memakai karangan K.H Ahmad Sanusi. Dan jika dilihat di MA Syamsul memiliki jurusan IPA, IPS, dan keagamaan. Sudah barang tentu pengajaran disini tidak akan ingin tertinggal jauh dari pada kemodernan saat ini. Namun, tetap keagamaannya juga diutamakan, dari semua jenjang menggunakan dari beberapa kitab karangan K.H Ahmad Sanusi yang masih dipakai dari dulu hingga sekarang adalah kitab Tafsir(Raudhatul ‘Irfan) dan (Tamsyiyatul Muslimin), dan kitab lainnya, ilmuilmu umum yang diajarkan, serta adanya
61
Jumlah dari pada santri putra yang belajar di Syamsul Ulum adalah 200 santri. Perbedaan kurikulum Syamsul Ulum pada masa kepeminpinan K.H Ahmad Sanusi dengan masa sekarang ini adalah bahwa kurikulum yang diajarkan bercampur dengan kitab-kitab juga pendidikan umumnya juga diadakan. Dan kitab yang masih dipakai dari karangan K.H Ahmad Sanusi di Pesantren Syamsul Ulum saat ini yaitu kitab Raudhatul ‘Irfan dan juga kitab Tamsyiyatul Muslimin, dan banyak kitab-kitab yang lainnya, ditambah lagi dengan adanya pengajaran Tahfidz bagi santriwan dan santriwati atau pun yang sekolah di perguruan Syamsul Ulum. Dan juga lebih di perbanyak lagi dalam kegiatannya seperti adanya kesenian seperti Marawis, Qosidah, dll.
60
Wawancara dengan K.H. Anwar Sanusi S.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014. Wawancara dengan Drs. K.H. Aab Abdullah S. Ip, M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
61
78
Adapun saat ini Syamsul Ulum Putra menerapkan organisasi yang layaknya seperti OSIS, yaitu OSPA. Dan jika di pesantren putri itu OSPI, di putranya OSPA (Organisasi Snatri Putra). Jika organisasi yang di Madrasah adalah OSIMA (Organisasi Madrasah). Adapun visi misinya dari Pesantren Syamsul Ulum adalah mencetak kader-kader ulama yang Tafaqu Fiddin.62 Namun di Pesantren Syamsul Ulum putri, jumlah santrinya sebanyak 500an santriwati. Disini juga memakai organisasi layaknya OSIS, namun namanya berbeda yaitu Organisasi Santri Putri (OSPI). Dan yang bertugas untuk membantu ketua yayasan mengelolah Pesantren, dari kebanyakan anak mahasiswa-wi dari STAI Syamsul Ulum sebanyak 35 orang. Mereka bukan hanya kuliah, namun juga ikut mengaji di Pesatren Syamsul Ulum.63 K.H Ahmad Sanusi yang pertama kali menerapkan sekolah-sekolah mewah dengan adanya bangku, kursi dan metode yang diajarkannya pun berbeda dari pesantren-pesantren lain karena tujuan beliau ingin semata-mata menterdepankan pendidikan agar bangsa Indonesia ini tidak dikalahkan oleh negara lain yang ingin menguasainya pada saat itu. Dan dengan itu beliau merasa ingin ada perubahan bahwa tidak semua orang yang belajar di Pesantren itu monoton. Beliau sangat menyemangati muridnya untuk selalu bercita-cita yang tinggi karena tidak harus semua orang yang lulus dari Pesantren itu mesti menjadi Kyai. Namun, beliau juga mengharapkan untuk mendirikan pesantren yang sudah selesai belajar olehnya. Dan beliau sangat berpegang teguh pada keagamaan walaupun aktifnya K.H Ahmad Sanusi dalam ruang lingkup politik. Dari sini, masyarakat sangat menyadari bahwa K.H Ahmad Sanusi itu adalah ulama tradisional yang modern dan dipercayai kepandaian beliau dengan dilihat dari beberapa peran K.H Ahmad Sanusi lainnya.64
62 63 64
Wawancara dengan K.H. Anwar Sanusi S.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014. Wawancara dengan Drs. K.H. Hasanudin M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014. Wawancara Drs. K.H. Hasanudin M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari seluruh uraian yang telah di bahas pada bab sebelumnya, maka dalam bab ini penulis akan menarik kesimpulan secara umum dari pembahasan tentang “Peran K.H Ahmad Sanusi dalam Pendidikan Islam” yang telah penulis teliti. Adapun kesimpulannya, sebagai berikut: 1.
K.H Ahmad Sanusi merupakan salah seorang ulama tradisional dan ulama yang produktif. Beliau dilahirkan pada tanggal 12 Muharram 1306 H, Bertepatan dengan tanggal 18 September 1888 M. Di kampung Cantayan Desa Cantayan Kecamatan Cantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (daerah tersebut dulunya bernama kampung Cantayan Desa Cantayan Onderdistrik Cikembar, Distrik Cibadak, Afdeeling Sukabumi).
2.
Dan K.H Ahmad Sanusi adalah seseorang yang sangat gigih dalam perjuangannya, dan beliau tidak hanya berperan aktif dalam pendidikan Islam namun dalam politik pun beliau aktif. Beliau yang pertama kali menerapkan sekolah-sekolah mewah dengan adanya bangku, kursi dan metode yang diajarkannya pun berbeda dari pesantren-pesantren lain karena tujuan beliau ingin semata-mata menterdepankan pendidikan agar bangsa Indonesia ini tidak dikalahkan oleh negara lain yang ingin menguasainya pada saat itu.
3.
Adapun Peran K.H Ahmad Sanusi dalam Pendidikan Islam, diantaranya sebagai berikut: (1). Beliau aktif pada dunia pendidikan dan penerbitan, dengan banyaknya karya-karya K.H Ahmad Sanusi hingga seratus lebih, diantaranya: Kitab Tafsir al-Qur’an, Kitab Hadits, Kitab Ilmu Tauhid, Kitab Ilmu Fiqh, Kitab Ilmu Bahasa Arab, Kitab Akhlak, Kitab Ilmu Mantiq, Kitab Ilmu Bade’, Kitab Ilmu Bayan, Kitab Sejarah, Kitab Jum’ah, Kitab Munadoroh, dll; (2). Keaktifan K.H Ahmad Sanusi pada organisasi yang didirikannya sendiri dengan nama Al-Ittihadiat al-Islamiyah (AII) yang merupakan organisasi masa hasil fusi antara PUI dan PUII; (3). Dan, Beliau
79
80
memperluas Pesantrennya dengan menjadikan suatu lembaga yang berdiri hingga saat ini.
B. Implikasi Dalam pembahasan ini tentunya memiliki beberapa implikasi, diantaranya:
1. Bahwa saat ini seorang ulama ataupun generasi-generasi selanjutnya dapat melihat dari sisi perjuangan K.H Ahmad Sanusi yang tidak hanya aktif pada segi pendidikan agama melainkan pada segi pertahanan negara. 2.
Dapat pula memotivasi untuk para ulama dan generasi selanjutnya agar menjadi orang yang produktif dalam membuat karya dari karangan sendiri pada bidang pendidikan Islam khususnya.
3. Dan dapat terinspirasi pada semua umat untuk mendirikan lembaga pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam (Pesantren) di Indonesia seperti halnya K.H Ahmad Sanusi, agar melahirkan umat Indonesia menjadi umat yang menterdepankan keagamaan (Beragama) dan berintelektual.
C. Saran-saran Setelah penulis menguraikan hal-hal tentang peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam. Maka, saran-saran yang dapat penulis kemukakan agar sekiranya bisa menjadi manfaat, sebagai berikut: 1.
Tidak hanya untuk mengetahui sosok K.H Ahmad Sanusi dan perannya dalam pendidikan Islam yang sangat gigih dalam perjuangannya, namun juga dapat menjadikan kaca perbandingan dalam kehidupan umat generasi penerus dan dapat terus menterdepankan pendidikan Islam.
2.
Dan bagi umat seluruhnya dapat menjadikan K.H Ahmad Sanusi sebagai sosok ulama tradisional yang tidak tergerus oleh zaman, sebagai gambaran kehidupan seluruh manusia yang dapat membawa kebaikan bagi dirinya dan bagi orang lain di dunia maupun diakhirat kelak.
DAFTAR PUSTAKA A. Yasin., Fatah, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN- Malang Press, Mei 2008), cet. 1. Abdullah., Amin, Metodologi Penelitian Agama Pendekatan Multi Disipliner, (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semester, 2006). Arief., Armai, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, April 2005). _______, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, Juli 2002). Danim., Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002). Daud Ali., Muhammad, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005). Daulay Putra., Haidar, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004). _______, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007). Falah., Miftahul, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi, (Masyarakat Sejarawah Indonesia: Maret 2009). http://ahmadalim.blogspot.com/2010/08/kh-ahmad-sanusi.html, tanggal 18 September 2013.
Diakses
pada
Jalaluddin dan Drs. Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam konsep dan perkembangan Dr. Jalaluddin dan Drs. Usman Said, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996). Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja grafindo Persada, 2002). Langgulung., Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-husna, cet.1, 1988). M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bina Aksara 1987), cet.l.
81
82
_______, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga; Sebagai Pola Pengembangan Metodologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet.4. _______, Kapita Selekta Pendidikan (Islam Dan Umum), (Jakarta: Bina Aksara, 1991). Marimba D., Ahmad, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: AlMa’arif, 1980), cet. 4. M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung,:Pustaka Setia, 1999). Mohammad., Herry dkk, Tokoh-tokoh Islam Yang berpengaruh Adab 20, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006). Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam , (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya, 2002). Nata., Abuddin , Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001). _______, Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005). _______, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010). Nizar., Samsul , Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 2001). Pedoman Penulisan Skripsi, (Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2013). Rosehan Anwar dan Drs. Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan Khazanah Keagamaan, (Jakarta: PT. Pringggondani Berseri, cet. 1, Desember 2003). Shaleh., Munandi, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan Nasional, (Sukabumi: Ketua Umum MUI, 21 September 2011). _______, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan Nasional, cet- 2, (Sukabumi, At-Tadbir: 2013). Tafsir., Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), cet. 7.
83
Tirta., Raharja Umar, Pengantar Pendidikan , (Jakarta: Rangka Cipta, 1995). Uhbiyati., Nur, Ilmu Pendidikan Islam. (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, (Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi, cet. Pertama, September 2003). Wawancara dengan Drs. H. Munandi Shaleh, pada tanggal 11 Februari 2014. Wawancara dengan Drs. K.H Hasanudin, M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014. Wawancara dengan Drs. K.H. Aab Abdullah S. Ip, M.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014. Wawancara dengan K.H. Anwar Sanusi S.Ag, pada tanggal 11 Februari 2014. Yunus., Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 1988). Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997). _______, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 2009). _______, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet 1, 1991).
LAMPIRAN-LAMPIRAN 1.
Gambar K.H Ahmad Sanusi
Ket: Gambar ini pada tahun 1939 2.
Gambar Makam K.H Ahmad Sanusi
Ket: Gambar ini pada tahun 1942
3.
Gambar Menuju Komplek Pesantren Syamsul Ulum, Gunung Puyuh Sukabumi.
4.
Gambar Masjid Pesantren Syamsul Ulum, Gunung Puyuh, Sukabumi (Masjid tersebut yang masih dipakai untuk belajar para santri).
5.
Gambar Drs. K.H Hasanudin M.Ag Keterangan: Beliau adalah yang penulis wawancarai dalam pembahasan Skripsi ini (Beliau menjabat sebagai ketua Yayasan Pesantren Syamsul Ulum Putri, Gunung Puyuh Sukabumi hingga saat ini, dan beliau juga merupakan menantu cucu K.H Ahmad Sanusi)
6.
Gambar K.H Anwar Snusi S.Ag Keterangan: Beliau adalah yang penulis wawancarai dalam pembahasan Skripsi ini (Beliau menjabat sebagai ketua Yayasan Pesantren Syamsul UlumPutra, Gunung Puyuh Sukabumi hingga saat ini, dan beliau
juga
merupakan
Alumni
dari
Pesantren K.H Ahmad Sanusi)
7.
Gambar Drs. K.H Aab Abdullah S.Ip, M.Ag Keterangan: Beliau adalah yang penulis wawancarai dalam pembahasan Skripsi ini (Beliau juga merupakan Alumni dari Pesantren K.H Ahmad Sanusi)
8.
Gambar Drs. Munandi Shaleh M.Si Keterangan: Beliau adalah yang penulis wawancarai dalam pembahasan Skripsi ini (Beliau juga merupakan Alumni dari Pesantren Syamsul Ulum, dan beliau juga seseorang yang dipercayai oleh keluarga K.H Ahmad Sanusi dalam penyimpanan dokumentasi K.H Ahmad Sanusi dan dan beliau juga orang yang membuat tulisan terkait dari semua riwayat perjuangan K.H Ahmad Sanusi serta beliau pula yang menulis ulang dari beberapa karangan K.H
Ahmad
Sanusi
menerbitkanya kembali. 9.
Gambar Prof. Dr. K. H. Deddy Ismatullah S.H, M.H.
kemudian
Keterangan: Beliau adalah Penerus Pimpinan Pesantren Syamsul Ulum, Gunung Puyuh Sukabumi dari 2006 sampai sekarang. Dan Beliau juga Merupakan Cicit dari K.H Ahmad Sanusi.
10. Gambar Lembaran Sistem Pengajaran Di Pesantren Syamsul Ulum Pada
Masa Pimpinan K.H Ahmad Sanusi.
Kepada Yth., Drs. K.H. Hasanuddin M.Ag Kepala Yayasan Syamsul Ulum (Putri) Di – Sukabumi Assalamu’alaikum Wr. Wb., 1.
Bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren Syamsul Ulum?
Jawaban: Pada saat K.H Ahmad Sanusi pulang dari Makkah kurang lebih selama 5 sampai 7 tahun. Sehingga pada saat itu, K.H Ahmad Sanusi sempat mengajar terlebih dahulu di Pesantren Cantayan (Pesantren Ayahnya) setelah pulang dari Makkah selesai menunaikan haji dan menuntut ilmu disana. Dan memutus untuk mendirikan Pesantren sendiri, atas dorongan ayahnya karena banyaknya anak murid yang diajarkan K.H Ahmad Sanusi. Dan K.H Ahmad Sanusi mendirikan Pesantren pertamanya yang bernama Pesantren Genteng, hingga berubah perluasan pesantren menjadi Syamsul Ulum pada tahun 1930-1934 yang masih berdiri hingga saat ini. 2.
Bagaimana sosok K.H Ahmad Sanusi menurut Bapak, dan masyarakat pada
umumnya? Jawaban: K.H Ahmad Sanusi adalah seseorang yang sangat gigih dalam perjuangannya, dan tidak hanya di keagamaan beliau berperan namun di politik pun beliau aktif. Beliau yang pertama kali menerapkan sekolah-sekolah mewah dengan adanya bangku, kursi dan metode yang diajarkannya pun berbeda dari pesantren-pesantren lain karena tujuan beliau ingin semata-mata menterdepankan pendidikan agar bangsa Indonesia ini tidak dikalahkan oleh negara lain yang ingin menguasainya pada saat itu. Dan dengan itu beliau merasa ingin ada perubahan bahwa tidak semua orang yang belajar di Pesantren itu monoton. Beliau sangat menyemangati muridnya untuk selalu bercita-cita yang tinggi karena tidak harus
semua orang yang lulus dari Pesantren itu mesti menjadi Kyai. Namun beliau juga mengharapkan untuk mendirikan pesantren yang sudah selesai belajar olehnya. Dan beliau sangat berpegang teguh pada keagamaan walaupun aktifnya K.H Ahmad Sanusi dalam ruang lingkup politik. Dari sini, masyarakat sangat menyadari bahwa K.H Ahmad Sanusi itu adalah ulama tradisional yang modern dan dipercayai kepandaian beliau dengan dilihat dari beberapa peran-peran K.H Ahmad Sanusi lainnya. 3.
Bagaimana peran K.H Ahmad Sanusi terhadap perjuangannya dalam
pendidikan Islam? Dan apa saja peran K.H Ahmad Sanusi dalam Pendidikan Islam? Jawaban: Yang sangat saya kagumi dari beberapa peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam bahwa kehebatan beliau yang membuat karangan kitab yaitu kitab Raudhatul ‘Irfan. Karena dari kitab inilah Pemerintah Belanda pada waktu itu melarang untuk dapat dikembangkan dan disebarluaskan. Bagi Pemerintah Belanda, bahwa dari hadirnya kitab tersebut membuat bahaya bagi Pemerintah Belanda di kota Sukabumi. Dari kitabnya yang unik, namun bermanfaat yaitu kitab tafsiran Al-Qur’an yang di terjemahkan ke dalam logatnya beliau (Sunda) yang lainnya pun tidak ada yang seperti beliau dan pastinya tidak dibolehkan oleh Pemerintah Belanda. Dengan banyaknya pengaruh keagamaan dari K.H Ahmad Sanusi, membuat Pemerintah Belanda Geram untuk menahan beliau hingga beliau dipindahkan di Jakarta dalam pengasingannya. Akan tetapi, beliau disana malah semakin aktif dalam peran keagamaannya, dan banyak guruguru yang belajar oleh beliau karena akibat buku tafsir karangan beliau tersebut. Sudah barang tentu keahlian beliau dalam menafsirkan itu Al-Qur’an sangat baik, karena ilmu yang diterapkan itu dari ilmu para ulama-ulama Makkah. Yang pada waktu itu juga beliau mulai mengenal Sarikat Islam (SI) dan aktif didalamnya karena pertemuannya dengan K.H Abdul Muluk di Makkah. Dan keaktifan beliau dalam berdebat di Makkah dengan para penuntut ilmu dalam masalah keagamaan sangatlah tidak diherankan. Hingga kebiasaan berdebatnya, beliau terapkan di kota sendiri yaitu Sukabumi sepulang dari Makkah. Beliau aktif debat dengan
kalangan ulama Pakauman (ulama yang berpihak pada Belanda) dan kalangan Elite Birokrasi (orang yang memiliki jabatan di Sukabumi). K.H Ahmad Sanusi yang tidak kooperatif terhadap Belanda, menjadi adanya Perdebatan beliau dengan ulama Pakauman hingga membuat K.H Ahmad Sanusi ingin dijauhi dari kampung halamannya oleh ulama Pakauman. Karena jika dicermat, bagi K.H Ahmad Sanusi siapa pun yang berpihak kepada Belanda itu dianggapnnya sebagai musuhnya. Dengan prinsipnya yang kuat, dan tidak adanya kemunafikan pada diri beliau. Dan inisiatif beliau dengan K.H Abdul Halim membuat oganisasi AII yang telah mereka rencanakan selama di Makkah akhirnya terwujud. Organisasi Fusi yang berawal POI dan POII disatukan menjadi organisasi AII hingga masih aktif sampai saat ini. Dan tentunya, peran K.H Ahmad Sanusi yang lain, adalah keproduktifan beliau dalam membuat tulisan, kitabnya yang masih di pakai di Pesantren Syamsul Ulum saat ini adalah kitab Raudhatul ‘Irfan. Karena menurut saya, bacaan kitab tersebut diterjemahkan dengan bahasa yang lain, yang lebih enak didengar, difahami dan lebih mendalam dalam menafsirkannya. 4.
Kurikulum apa saja yang dipakai oleh pondok pesantren Syamsul Ulum?(kitab2 yang dikaji)
Jawaban: Untuk masalah itu, kita memakai dari beberapa kitab yang tidak jauh berbeda dengan Pesantren lain, namun kita juga masih memakai kitab dari karangan K.H Ahmad Sanusi selian Raudhatul ‘Irfan juga memakai kitab Tamsyiyatul Muslimin yang juga dari karangan beliau. 5.
Bagaimana sistem organisasi yang dikembangkan oleh pesantren Syamsul Ulum pada saat ini?
Jawaban: Disini memakai organisasi layaknya OSIS, namun namanya berbeda yaitu Organisasi Santri Putri (OSPI). Yang bertugas untuk membantu bapak mengelolah Pesantren, dari kebanyakan anak mahasiswa-wi dari STAI Syamsul Ulum sebanyak 35 orang. Mereka bukan hanya kuliah namun juga ikut mengaji di Pesatren Syamsul Ulum.
6.
Apa kontribusi KH. Ahmad Sanusi dalam pengembangan pendidikan Islam pada semasa hidupnya?
Jawaban: Dengan semangatnya beliau, metode pengajaran yang di terapkan menjadi berkembang pada saat itu. Hingga sangat berbeda dengan Pesantrenpesantren yang lainnya. Dan semangatnya pula dalam pemahaman umat terhadap makna Al-Qur’an. 7.
Sistem dan kegiatan apa saja yang masih dikembangkan dan dipertahankan oleh bapak untuk pondok pesantren Syamsul Ulum terhadap kontribusi K.H Ahmad Sanusi pada masa itu?
Jawaban: Yaitu kegiatan mengajar dangan sistem Trapikal yaitu santri yang belajar disini harus melalui beberapa tahapan antara lain: I’dadiyah (Persiapan), Awaliyah (Tingkat Satu), dan uliyyah serta ada juga Ma’had Ali (tingkah pengajian para orang tua). 8.
Apa saran bapak terhadap pendidikan Islam, khususnya di kota Sukabumi, dan apa pendapat bapak tentang hasil yang telah di capai oleh KH. Ahmad Sanusi?
Jawaban: Yang jelas, bapak menginginkan agar pendidikan Islam tetap diterdepankan, semanagat jiwa muda anak sekarang harus seperti jiwa orang zaman dulu. Banyaknya semangat untuk mendirikan pesantren dan terus berkarya dalam karya keagamaan. Menurut bapak tentang hasilnya, sangat memberikan pengajaran yang baik kepada generasi-generasi sekarang dan perannya yang begitu kharismatik dapat menjadi kaca berbandingan bagi kita saat ini. 9.
Ada berapa sumber tenaga pengajar 2013-2014?
Jawaban: Sebanyak 35 orang, banyak yang mengajar di Pesantren Syamsul Ulum ini memiliki kegitan mengajar juga di Sekolah (MTS, MA, STAI) Syamsul Ulum. Dan juga tidak sedikit yang mengajar di Pesantren Syamsul Ulum ini adalah dari para alumni.
10. Ada berapa jumlah santri pada tahun 2013-2014? Jawaban: Sebanyak 500-an murid 11. Apa saja sarana dan prasarana di pondok pesantren Syamsul Ulum? Jawaban: Sarana dan Prasarana disini biasa saja, sengaja tidak dibuat mewah selain biaya yang masih kekurangan. Menurut saya, sarana dan prasarana disini sudah cukup lumayan, di zaman dulu saja sangat miris jika dibandingkan dengan sarana dan prasarana sekarang. Santri tidak perlu adanya kemewahan, karena dari sinilah santri dapat bersungguh dapat menuntut ilmu Sukabumi, 11 Februari 2014. Salam Hormat, Jakarta,
Maya Maryati.
Kepada Yth., K.H. Anwar Sanusi S.Ag Kepala Yayasan Syamsul Ulum (Putra), Sukabumi. Assalamu’alaikum Wr. Wb., 1.
Bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren Syamsul Ulum?
Jawaban: Dengan didirikan oleh K.H Ahmad Sanusi, kurang lebih tahun 19331934. Yang berawal dari pesantren Genteng hingga pesantren Syamsul Ulum pada saat ini. dan tepatnya pesantren Syamsul Ulum didirikan ini lantaran penuhnya santri yang belajar kepada beliau ketika di Pesantren Cantayan yaitu pesantren ayahnya K.H Ahmad Sanusi. Diadakannya sekolah pada waktu itu dengan tahapan I’dadiyah, Tsanawiyah, dan ‘Aliyah. Sehingga setelah pendiri pesantren Syamsul Ulum yaitu K.H Ahmad Sanusi meninggal dilanjutkan oleh anaknya yaitu K.H Acep Zarkasyi. 2.
Bagaimana sosok K.H Ahmad Sanusi menurut Bapak, dan masyarakat pada
umumnya? Jawaban: Mengenai sosok K.H Ahmad Sanusi, dalam perannya sangatlah aktif di keagamaan maupun politik. Yang K.H Ahmad Sanusi adalah seorang ulama tradisional yang modern dan berkharismatik yang tinggi, itulah yang dinilai oleh saya dan masyarakat pada umumnya. Jika ingin lebih jelas lagi tentang sosok dan peran K.H Ahmad Sanusi, bisa kepada bapak Drs. H. Munandi Shaleh yang dapat menjelaskan. Karena beliaulah yang menyimpan dokumentasi-dokumentasi K.H Ahmad Sanusi hingga beliau rajin mengoleksi dan kemudian menjadikan buku terbitan baru untuk sekarang ini dari riwayat perjuangannya hingga karya-karya K.H Ahmad Sanusi pun ada. 3.
Kurikulum apa saja yang dipakai oleh pondok pesantren Syamsul Ulum?(kitab2 yang dikaji)
Jawaban: Kalau pada zaman K.H Ahmad Sanusi mengajar, kurikulumnya lebih kepada kitab-kitab saja. Berbeda dengan saat ini, bahwa kurikulum yang diajarkan itu bercampur dengan kitab-kitab juga pendidikan umumnya juga diadakan. Dan kitab yang masih dipakai dari karangan K.H Ahmad Sanusi di Pesantren Syamsul Ulum saat ini yaitu kitab Raudhatul ‘Irfan dan juga kitab Tamsyiyatul Muslimin, dan banyak kitab-kitab yang lainnya. 4.
Bagaimana sistem organisasi yang dikembangkan oleh pesantren Syamsul Ulum pada saat ini? dan apa visi misi pesantren Syamsul Ulum saat ini?
Jawaban: Saat ini dipesantren Syamsul Ulum Putra menerapkan organisasi yang layaknya seperti OSIS, yaitu OSPA. Jika di pesantren putri itu OSPI, di putranya OSPA (Organisasi Snatri Putra). Dan organisasi yang di Madrasah adalah OSIMA (Organisasi Madrasah). Dan visi misinya adalah mencetak kader-kader ulama yang Tafaqu Fiddin. 5.
Apa kontribusi KH. Ahmad Sanusi dalam pengembangan pendidikan Islam pada semasa hidupnya?
Jawaban: Dengan cara pengajaran yang beliau terapkan berbeda dengan pesantren lain, dengan adanya metode-metode dalam mengajar, dan kitab-kitab karagannnya yang sangat bermanfaat sebagai acuan belajar santri Syamsul Ulum hingga saat ini. Sampai membuat banyaknya para santri yang masantren pada waktu itu mencapai 1000. Pada saat K.H Ahmad Sanusi meninggal pun dan kemudian digantikan oleh K.H Aceh Zarkasyi, santrinya tetaplah banyak. Dan K.H Ahmad Sanusi menerapkan tiga ajaran yang dijadikan pedoman para santrinya yaitu pendidikan, perjuangan, dan dakwah. Dan beliau menginginkan agar kelak santrinya mendirikan pesantren jika sudah tamat belajar di Syamsul Ulum. 6.
Sistem dan kegiatan apa saja yang masih dikembangkan dan dipertahankan untuk pondok pesantren Syamsul Ulum terhadap kontribusi K.H Ahmad Sanusi pada masa itu?
Jawaban: Yang masih dipertahankan dari kepemimpinan K.H Ahmad Sanusi hingga sekarang adalah “pendidikan” yaitu sebagai penerus yang berilmu hingga saat ini da sampai nanti , “perjuangan” yaitu amar ma’ruf nahi munkar serta tanpa pamrih dan “dakwah” yaitu berlatihnya para santri untuk berdakwah dalam satu minggu satu kali. Dan juga adanya barjanji, serta seninya pun ada disini seperti marawis, qosidah, dan ada juga tahfidz, dll. 7.
Apa saran bapak terhadap pendidikan Islam, khususnya di kota Sukabumi, dan apa pendapat bapak tentang hasil yang telah di capai oleh KH. Ahmad Sanusi?
Jawaban: Bahwasanya, masyarakat jangan samapai melebihi batas, yaitu terlalu terpaku dengan keduniawian, harus di imbangi dengan keagamaan yang kuat. 8.
Ada berapa sumber tenaga pengajar 2013-2014?
Jawaban: Tenaga pengajarnya hampir sama dengan yang di Putri, pengajar yang di pesantren putri juga mengajar di putra. Bedanya, yang di putri pengajarnya lebih banyak PR, dan di putra lebih banyak pengajar LK. Namun, jika pengajar Tahfidz itu bisa campuran dari pengajar PR dan LK. 9.
Ada berapa jumlah santri pada tahun 2013-2014?
Jawaban: Jumlah santri putra pada saat ini sekitar 200 santri. 10. Apa saja sarana dan prasarana di pondok pesantren Syamsul Ulum? Jawaban: Layakya pesantren biasa, yang sederhana saja. Namun pasti adanya peningkatan dari pada periode-periode masa lalu hingga saat ini. Sukabumi, 11 Februari 2014. Salam Hormat, Jakarta,
Maya Maryati.
Kepada Yth., Drs. K.H. Aab Abdullah S. Ip, M.Ag. Di – Sukabumi Assalamu’alaikum Wr. Wb., 1.
Bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren Syamsul Ulum?
Jawaban: Sejarahnya yang dapat saya ceritakan, bahwa dahulu sebelum adanya Syamsul Ulum itu K.H Ahmad Sanusi membangun pesantren Genteng, hingga pada akhirnya berubah lebih diperluas tempatnya dengan dinamakan pesantren Syamsul Ulum. Dan dahulu juga disekitar masjid pesantren Syamsul Ulum ini adalah kali seperti sungai kiranya, namun tetap juga bisa terlihat kali itu di belakang. Mengapa bisa rata dengan bangunan-bangunan ini? karena dari sinilah terlihat, bahwa tidak adanya dana sedikit pun dari pemerintah akan tetapi atas bantuan masyarakat-masyarakat sekitar yang memang gigih dan ikhlas membantu untuk mendirikan Pesantren Syamsul Ulum yang K.H Ahmad Sanusi dirikan ini. dari kekharismatikan beliau pula masyarakat gigih bantu membangun dan banyak juga yang mengaji dengan beliau pada waktu itu. 2.
Kurikulum apa saja yang dipakai oleh pondok pesantren Syamsul Ulum?(kitab2 yang dikaji)
Jawaban: Kalau yang masantren disini banyak memakai karangan K.H Ahmad Sanusi, dan jika dilihat di MA memiliki jurusan IPA, IPS, dan keagamaan. Sudah barang tentu pengajaran disini tidak akan ingin tertinggal jauh dari pada kemodernan saat ini. Namun, tetap keagamaannya juga diutamakan. Salah satu kitab yang masih dipakai dari dulu hingga sekarang adalah kitab Tafsir karangan K.H Ahmad Sanusi (Raudhatul ‘Irfan) dan (Tamsyiyatul Muslimin).
3.
Apa kontribusi KH. Ahmad Sanusi dalam pengembangan pendidikan Islam pada semasa hidupnya?
Jawaban: Dari banyaknya karya K.H Ahmad Sanusi yang ratusan dan tentunya manfaat dari kitab tersebut dapat dirasakan oleh para murid-murid beliau dengan terus memakai pedoman kitab karangan beliau dari periode ke periode selanjutnya. 4.
Sistem dan kegiatan apa saja yang masih dikembangkan dan dipertahankan oleh bapak untuk pondok pesantren Syamsul Ulum terhadap kontribusi K.H Ahmad Sanusi pada masa itu?
Jawaban: Di pesantren Syamsul Ulum ini, sistemnya seperti sistem klasikal adanya Tsanawiyah dan Aliyah namun belum tercatat di Kementrian Agama atau pun Departemen Agama, hal ini tentu terlihat tampil beda dari pada pesantrenpesantren yang lain. 5.
Apa saja sarana dan prasarana di pondok pesantren Syamsul Ulum?
Jawaban: disini terlihat lumayan, karena jika saya bandingkan dengan masa lalu itu sangat jauh berbeda. Minimnya sarana prasarana, namun tetap mencetak santri berkualitas yang baik. Sukabumi, 11 Februari 2014. Salam Hormat, Jakarta,
Maya Maryati.
Kepada Yth., Drs. H. Munandi Shaleh, M.Si. Di – Sukabumi Assalamu’alaikum Wr. Wb., 1. Ceritakan tentang profil K.H Ahmad Sanusi ? Jawaban: Untuk masalah tanggal kelahiran K.H Ahmad Sanusi banyak yang memiliki argumen yang berbeda. Namun, argumen saya ini akan memberikan yang benar-benar otentik. Yaitu pada tanggal 12 Muharram 1306 H bertepatan dengan tanggal 18 September 1888 M pada malam Jum’at. Mungkin jika ada yang berbeda, saya disini bukan asal bicara. Tetapi, saya menjawab ini berdasarkan apa yang ditulis oleh K.H Ahmad Sanusi sendiri di lampiran catatan orang terkemuka. Dan pada tahun 1905, beliau mulai belajar di berbagai pesantren kurang lebih selama 4 setengah tahun, beliau tidak bersekolah hanya belajar di Makkah selama 5 tahun. 2. Apa saja peran K.H Ahmad Sanusi dalam pendidikan Islam yang bapak ketahui? Jawaban: K.H Ahmad Sanusi pernah bertemu dengan K.H Abdul Halim dan K.H Abdul Muluk di Makkah, dan pada saat itu pula K.H Abdul Muluk mengajaknya masuk ke SI pada tahun 1913. Dan K.H Ahmad Sanusi pernah diperlihatkan anggaran dasarnya, namun beliau masuk SI tidak dibaiat, namanya langsung saja dimasukkan ke daftar nama-nama anggota SI. Pertemuannya dengan K.H Abdul Halim membuat kedua memiliki hubungan yang semakin erat, karena beliau sama-sama dari Jawa Barat. Dari situlah, K.H Ahmad Sanusi dan K.H Abdul Halim sekitar tahun antara 1910/1911. Dan mulai berniat untuk mendirikan organisasi AII dan lembaga-lembaga sekolah, namun hanya berniat. Dan organisasi pun didirikan ketika keduanya
pulang ke kampungnya masing-masing. Dari apa yang telah saya ketahui, bahwa pada pemerintahan Jepang, AII itu sempat di non aktifkan oleh pihak Jepang. Namun, hal tersebut dimintanya kembali aktif oleh K.H Ahmad Sanusi dan K.H Abdul Halim. Ketika beliau dimintai untuk bekerja sama dengan perorangan Jepang. Posisi K.H Ahmad Sanusi pada waktu itu sebagai ulama dan menurut kalangan Jepang, ulama sangat berpengaruh bagi umat Indonesia. Permintaan itu pun diterima asal berubah nama dan anggaran dasarnya. Setelah pulang dari Makkah, beliau mengabdi di pesantren cantayan. Dengan banyaknya murid beliau, kemudian beliau dirikan pensantren sendiri yang bernama pesantren Genteng. Sempat beliau diasingkan karena dakwah dan perannya dikeagamaan yang begitu mendalam, akhirnya beliau diasingkan dari kota yaitu ke Jakarta oleh pemerintahan Belanda pada saat itu. Dipengasingan, jiwa keagamaannya semakin menjadi, beliau mengarang banyaknya buku dari pemikirannya. Hingga pada waktu itu sempat juga dipindahkan kembali ke kampung halamannya, namun tetap sebagai tahanan kota. Perdebatannya dengan pihak pakauman pun sering terjadi, pihak pakauman adalah ulama yang berpihak pada Belanda. Dan perdebatannya dengan pihak Elite Birokrasi juga pernah terjadi, yaitu perdebatan K.H Ahmad Sanusi dengan kalangan para pejabat seperti Gubernur, Bupati dll. Dengan kekharismatikan beliau dan ketegasan beliau dalam berargumen menjadikan adanya perdebatan sengit terhadap pihak Pakauman, sehingga K.H Ahmad Sanusi diasingkan, karena membuat pihak Pemerintahan Belanda yang merasa bahaya dengan kehadirannya K.H Ahmad Sanusi bahkan pihak Pakauman pun sangat mendukungnya. Dipengasingan K.H Ahmad Sanusi tidaklah hanya berdiam diri, namun beliau malah semakin meningkat dalam keaktifannya di dalam pendidikan agama Islam dan beliau menjadi ulama yang produktif. Adapun
beberapa
materi
keagamaan yang disampaikan kepada para santri dan jama’ahnnya dilakukan melalui sebuah buku. Tafsir Qur’an, misalnya, K.H Ahmad Sanusi secara rutin menuliskannya ke dalam beberapa buku (buletin) yang secara rutin beliau terbitkan di Batavia Centrum. Dari menulis buku inilah, K.H Ahmad
Sanusi dapat bertahan hidup selama pengasingannya di Batavia Centrum karena buku-bukunya itu banyak dibeli orang. Kemampuannya dalam menerbitkan buku yang jumlahnya mencapai ratusan judul, seperti yang dilaporkan oleh dirinya kepada Pemerintahan Militer Jepang tahun 1942. Sukabumi, 11 Februari 2014. Salam Hormat, Jakarta,
Maya Maryati.
v I
LEMBAR UJI REFERENSI Nama
: Maya Maryati
I\IM
: 109011000291
Jurusan
: PendidikanAgama Islam
Judul Skripsi 2 "Peran K.H Ahmad SanusiDalam Pendidikanfshm"Footnote& hal. Buku
No.
Halaman
Paraf
Skripsi
Pembimbing
BAB I Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam , (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,2002),hlm. 29. ,)
5.
I
T
I
f
Dra. Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu PendidilcanIslam, (Bandung: I
CV.Pustaka Setia,199f, hlm.13. 4.
{
Dra. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,cet 1, 1991),hlm. l.
a
I
Muhaimin, Paradi$ma PendidikanIslan. @andung:PT. RemajaRosdakarya,2002),hlm.29-30.
2
Drs. H. RosehanAnwar dan Drs. Andi BahruddinMalik, Ulatna dalam Penyebaran Pendiditan dan Khazanah Keagamaan,(Jakarta:PT. PringggondaniBerseri,cet. 1,
2
Y {-
Desember2003),hlm. l.
BAB II 6.
7.
8.
Prof. Dr. Armai Ariel
MA, Reformulasi Pendidikan
hlam, (Jakarta:CRSD PRESS,April 2005), hlm. 17.
6
Prof. Dr. Armai Arief, MA, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta:CRSD PRESS,April 2005), hlm. 186188.
7
AbuddinNat1 IImu PendidikonIslom,(Jakarta:Kencan4 2010),hlm.28-29.
9. M. Arifin, Hubungan Timbal Balik PendidikanAgama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga; Sebagai Pola PengembanganMetodologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978),cet.4,hlm. 14. 1 0 . Abuddin Nata,Ilmu PendidikanIslam, (Iakarta:Kencana, 2 0 1 0 )h. l m . 2 8 .
7 7
d-
t
L
t. I
Y I
7
v
t/I
Undang-undang Republik IndonesiaNomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,(Jakarta:Biro Hukum dan 2003),hlm. 5. Organisasi, cet.Pertama,September t 2 . Prof. Dr. Armai Arief, MA, Reformulasi Pendidikan l1
Islam,(Jakarta: CRSDPRESS,April2005),hlm. l7-18.
1 3 . Prof. Dr. Armai Ariel
7 {
iqL t
8
MA, Reformulasi Pendidikan
Islam,(Jakarta:CRSDPRESS,April2005), hlm. 19.
9
1 4 . Dra. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara2009)hlm. 98.
9
1 5 . Abuddin Nata,Ilmu Pendidikanhlam, (Jakarta:Kencanao 2010),hlm. 32.
9
1 6 . Dr. Ahmad Tafsir, IImu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakary4
9
t
10
il-
1l
t-
2007),cet.7,hlm.24.
1 7 . Dra. Zuhairini,dkk Filsafat PendidiknnIslom, (Jakarta: BumiAksara2009), hlm.98-101. 1 8 . M. Arifin,
Kapita Selelaa Pendidiknn (slam Dan
Umum),(Jakarta:Bina Aksara l99l),h1m.44.
t9. Dr. Samsul Nizar, M.A, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya
1l
{
Media Pratama,200l), hlm. 94.
20. Prof. HM Arifin l\Aed, Filsafat Pendidikon Islam, (Jakarta: PT.BinaAksara1987),cet.l,hlm. 13.
ll
21. Ahmad D. Marimba" Pengantar Filsafat Pendidikan hlarm,(Bandung:Al-Ma'arif, 1980),cet.4,hlm. 38.
t2
/-
22. Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan IsIam @disi B aru), Qakafia: GayaMedia Pratam4 2005),
t2
hlm.59.
{-
23. Dr. JalaluddindanDrs.UsmanSaid,FilsafatPendidikan Islam konsep dan perkembangan,(Jakarta:PT. Raja GrafindoPersada, 1996),hlm.37.
t2
L
.lt I
I
24. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,(Bandung:Al-Ma'arif, 1980),cet.4, hlm. 41.
25.
t3
A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN- Malang Press,Mei 2008), cet. 1, hlm. 66.
I
Y
t4
+
26. A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang:UIN- MalangPress,Mei 2008),cet. 1, hlm. 68.
l4
27. Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H. A. Fuad Ihsan, Fitsafat PendidiknnIslam, (Bandung:CV. PustakaSetia,
t. lt
_-t
l4
2/-
1 9 9 8 )h, l m . 9 3 .
28. Drs. H. HamdaniIhsandan Drs. H. A. Fuad Ihsan, Islam,(Bandung:CV. PustakaSetia, FilsafatPendidikon
t4 {-
1 9 9 8 h),l m.1 0 9 -1 1 0 . 29. e- Fitatr Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang:UIN- MalangPress,Mei 2008),cet. l, hlm' 85-
15
86.
30. ,q" fiiah Yasin, DimensiDimensiPendidikanIslam, Mei 2008),cet.1,hlm.94(Malang:UIN- MalangPress,
t6
95. 3 1 . A. fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang:UIN- MalangPress,Mei 2008),cet. 1, hlm. 95
t6
L
.t,
& 100. a4 JZ.
A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN- Malang Press,Mei 2008), cet. 1, hlm.
l7
103-104. JJ.
v I
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakatta: PT. Raja grafindoPersad42002),hlm. 92.
I
I n
18
Y
3 4. Dra. Hj. Nur Uhbiyati,IImu PendidiknnIslam. (Bandung: CV. PustakaSetia,1997),hlm.41.
I I q tl./
l8
3 5 . Umai Tirta Raharja,S.L.La. Sulo,PengantarPendidikan, (Jakarta:RangkaCipta, 1995),hlm. 2.
18
3 6. Drs. Hj. Nur Uhbiyati,Ilmu PendidikanIslam. (Bandung: Setia,1997),hlm.59. CV. Pustaka
18
{,
F
I
a4
Jt.
Drs. Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu PendidikanIslam. (Bandung: l9
CV. PustakaSetia.1997\,hlm. 41.
{
3 8 . Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNA^S,(Jakarta, Biro Hukum dan
t9
hlm. 8. Organisasi, cet.pertama,September,2003),
3 9 . Samsul Nizar, Pendidikan
Pengantar
Islam,
Dasar-Dasar
(Jakarta: Penerbit
Pratama,2001),hlm. I2l-I22
{
Pemikiran
Gaya Media
_f
r ,1.
20
danhlm. 123.
40. A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN- Malang Press,Mei 2008), cet. 1, hlm.
2l
120.
PendidikanIslam, 4 1 . A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi (Malang:UIN- MalangPress,Mei 2008),cet. 1, hlm.
2l
122-123. 42. Muhammad Daud Ali,
Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta:PT. Raja GrafindoPersada,2}05),hlm. 93.
43. Muhammad Daud Ali,
t,
22
{-
+
Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta:PT. Raja GrafindoPersad42005),hlm. 103.
22
44, Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:PT. Raja GrafindoPersad42005),hlm. 110-
22 {-
I 13. 4 5 . Muhammad Daud Ali,
Pendidikan Agama Islam,
(Iakarta: PT. Raja Grafindo Persad4 2005), hlm. 199-
23
20r. 46. Muhammad Daud Ali,
Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2005), hlm. 235-
23
236.
47. Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:PT. Raja GrafindoPersad42005),hlm. 244'
23
245. 4 8 . Muhammad Daud Ali,
v
t 4l
Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta:PT. Raja GrafindoPersad42005), hlm. 346.
t1 ll
ZJ
q-
.l.rY { I
49. Muhammad Daud Ali,
Pendidiknn Agama Islam,
(Jakarta:PT. RajaGrafindoPersada,2005)hlm. 356.
23
{
5 0 . Zuhaftini dk'k, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 1-2.
24
*
5 1 . Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (l-akarta:Ciputat Pers, Juli 2002),h\m.39-42.
I
25 /lL/
v
52. Dr. Jalaluddindan Drs. Usman Said,Filsafat Pendidikan Islam konsepdan perkembanganDr. Jalaluddin dan Drs' (JsmanSaid, (Jakarta:PT. RajaGrafindoPersada,1996),
27
/-
hlm.52-55.
5 3 , Armai Arief, Pengantarllmu dan MetodologiPendidikan Islam, (Jakarta:CiputatPers,Juli 2002),hlm. 47-49.
29
{-
54. Mahrnud Yunus, Sejarah Pendidikon Islam, Jakarta: PT. MutiaraSumberWidya,1988,hlm. l0'11.
5 5 . Haidar Putra Daulay, Seiarah Pertumbuhan dan PembaharuanPendidikanIslam di Indonesia,Jakarta:
3l
{I
32
t{-
I
I
MediaGroup,2007,h1m.20'21. Prenada Kencana 56. Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidiknn Nasional di Indonesia, Jakatta: Kencana
32
PrenadaMedia Group,2004,hlm. 25'27. 57. Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidiknn Islam di Indonesia, (Jakarta:
YI
32
^l
v I
KencanaPrenadaMedia Group, 2007),hlm. 23'26.
5 8 . Herry Mohammad dkk, Tokoh-tokoh Islam Yang GemaInsaniPress,2006, Adab20, Jakarta: berpengaruh
36
h l m.8 5 -9 0 . 5 9 . Abuddin Nata. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta:PT. Raja GrafindoPersada,200l,hlm. 157.
l/
v l
36
60. Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2001, hlm. 195.
I
37
t
6 t . Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara.1997. hlm. 206-208.
38
{
tf' 62. Drs. H. RosehanAnwar dan Drs. Andi Bahruddin Malik, Ulama dalam Penyebaran Pendidikon dan Khazanah
39
Keagamaan, (Jakarta: PT. Pringggondani Berseri, cet. 1, Desember2003),hlm. l5-16.
63. Drs. H. RosehanAnwar dan Drs. Andi BahruddinMalik, (Jlama dalam Penyebaran Pendidikan dan Khazanah
40
Keagamaan,(Jakarta:PT. PringggondaniBerseri,cet. l, 200-2), hlm. 17-18. Desember
+
BAB III PenulisanSkripsi,(FakultasIlmu Tarbiyahdan 64. Pedoman KeguruanUniversitasIslam NegeriSyarifHidayatullah
42
hlm.62. Jakarta2013),
{
65. Prof.Dr.SudarwanDanim, Menjadi Peneliti Kualitatif, @andung:CV. PustakaSetia, 2002), hlm.41.
42
Ilmu Tarbiyahdan PenulisanSkripsi,@akultas 66. Pedoman KeguruanUniversitasIslam NegeriSyarifHidayatullah
42
Jakarta20l3), hlm. 62-63. 67. Prof. Dr. Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, dan 161. (Bandung:CV. PustakaSetia, 2002),h1m.106
68. Amin
Abdullah,
Metodologi
43
Penelition Agama
PendekatanMulti Disipliner, (Yogyakarta:Kurnia Kalam
45
Semester,2006),hlm. 226.
{
BAB IV
69. Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-husn4cet.1,1988),hlm.89-91.
d
46
7 0 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi, (MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
l-
47
hlm.2-4. 7 1 . WawancaradenganDrs.H. Munandi Shaleh,padatanggal I I Februari2014.
48 {
,{
72. Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan
48
^/
48
f
r
Nasional,(Sukabumi:KetuaUmum MUI, 2l September 2011),hlm. 3. I J.
I 0/08/kh-ahmadim.bloespot.com/20 http://ahmadal 2013. Diaksespadatanggal18 September sanusi.html,
I
74. WawancaraDrs. K.H. HasanudinM.Ag, padatanggall l Februari2014. 7 5 . Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, KH Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan Nasional, (Sukabumi:Ketua Umum MUI, 21 September 20ll), hlm. 3. 76. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangan K.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
Y
48
I'
48
{
49
Y/
il..'
I
hlm. 12-15.
I
77. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009), hlm. 14-16.
51
7 8 , Dr. H. Abuddin Nata, PemikiranPara TokohPendidikan Islam, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,200I), cet.2,
fl
Y
52
hlm. 170.
7 9 . Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Periuangannya Dalam Pergolakan Nasional, (Sukabumi:Ketua Umum MUI, 2l September 20ll), hlm. 4. 80. WawancaradenganDrs.H. Munandi Shaleh,M,Si, pada tanggalI I Februari2014.
^l-
53
I u 53
tL"
t'
1l
8 1 . Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalam Pergolakan Nasional, (Sukabumi:Ketua Umum MUI, 21 September 20Il), hlm.5. 82. Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Periuangannya Dalam Pergolakan Nasional,(Sukabumi:KetuaUmum MUI, 21 September 20lr), hlm. 5-6.
53
54
[]
c/l &,
tI
-{_-I
.}v
1
n
8 3. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangan K.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
55
t
55
t
hlm.26. 84. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangan K.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009), hlm.27-30. 8 5 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
56 {-
hlm.32.
86. Drs.H. Munandi Shaleh, M,Si, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Periuangannya Dalam Pergolakan Nasional,(Sukabumi:KetuaUmum MUI,2l September 20ll), hlm.6-7. 8 7 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangan KH Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
56
,{-
57
hlm.32-34.
8 8. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan KH Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
f
58
hlm.34-36.
89. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 20A9),
59
{
hlm.38-39.
90. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangan K.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
^l r{
60
hhn.45-46.
t
9 1 . Miftahul Falah,S.S,RiwayatPeriuanganK.H Ahmad Maret2009), Indonesia: Sejarawah Sanusi,(Masyarakat
60
h l m.4 6 . 92. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangan KH Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
Y
61
hlm.5l-52.
93. Miftahul Falah, S.S, Riwayat PeriuanganK.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009), hlm.53-54.
61
>l !t-
,
I
v I
I
9 4 . Wawania.a dengan Drs. K.H Hasanudin,M.Ag, pada tanggal1l Februari2014.
,'li
62
1*
63
\, /-i---
9 5 . Miftah"l Falah, S.S, Riwqtat Periuangan K'H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)'
t
hlm.54-56. 9 6 . Vtitatrtrt palah, S.S, Riwayat Periuangan K'H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)'
i
64
,l aI
hlm.56-58. 97. trrtiftanutFalah,S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
64
hlm.59.
98. Miftahut Fatah,S.S,RiwayatPeriuanganKH Ahmad Maret2009)' Indonesia: Sejarawah Sanusi,(Masyarakat
Y
65
h l m.6 l -6 4 . 99. tvtinatrutfaUn, S.S,RiwayatPeriuanganK.H Ahmad
Maret2009)' Indonesia: Sejarawah Sanusi,(Masyarakat
66
h l m.6 6 . 1 0 0 . Vtirunut Falah,S.S,RiwayatPerjuanganK'H Ahmad Maret2009)' Indonesia: Sejarawah Sanusi,(Masyarakat
l
V
66
h l m.6 7 -6 8 . 1 0 1 . Miftahul Falih, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2049),
67
hlm.74-75.
t02. WawancaiaDrs.H. Munandi Shaleh,M,Si, pada tanggal 11Februari2014.
67
1 0 3. Munandi Shaleh, K.H Ahmad Sanusi Pemikiran dan Perjuangannya Dalan Pergolakan Nasional, cet' 2,
72
(Sukabumi,At-Tadbir: 2013),blm. 67'7 l.
1 0 4. Munandi Shaleh,K.H AhmadSanusiPemikirandan Perj uanganrrya D al am PergoIakan Nasi onal, c et' 2, (Sukabumi,At-Tadbir:2013),hlm. 72-73.
73
r
ti l
t
denganDrs. K.H. HasanudinM,Ag., 1 0 5 . Wawancara 73
padatanggal 1I Februari20l4. 1 0 6 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K'H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)'
74
\!
/y I
hlm.86.
l
107. Miftahul Falah, S.S, Rrwayat Periuangan K.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)'
74
/j-'' I
hlm.90-92.
r 0 8 . trrtiftanulFalah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H
I
4 v
tl
Ahmad
Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)'
.sl IJ
)
r-
hlm.93-94. 1 0 9 . Miftahul Falah,S.S,RiwayatPeriuanganK.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
r'tr
75
hlm.97-98.
K.H Ahmad I 1 0 . MiftahulFalah,S.S,RiwqtatPerjuangan Maret2009)' Indonesia: Sejarawah Sanusi,(Masyarakat
T-' I
t'
76
Y
76
t cl
T-
hlm.988.102-103. 1 1 1 . Miftahul Falah, S.S, Riwqtat Periuangan K'H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)'
ft-
hlm. 100.
I
112. Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangon K.H Ahnad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)'
77
hlm. 106.
I 1 3 . trrtitatrutfafan, S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad Maret2009), Indonesia: Sejarawah Sanusi,(Masyarakat
77
hlm.126.
Lr4. Miftahul Falah, S.S, Riwayot Periuangan K.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)'
78 {
hlm. 129-130.
I
11 5 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Periuangon K.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009)' h l m .l 3 l .
78
c
q_
I
t:' t
I
11 6 . Miftahul Falah,S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
I
.l
78
V
hlm.152-154.
I
1 1 7 . Miftahul Falah, S.S, RrwayatPerjuanganK.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
I
78
h l m .1 5 2 . I 1 8 . Miftahul Falah, S.S, Riwayat Perjuangan K.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
78
h l m .1 3 1 . I 1 9 . Miftahul Falah, S.S, Rlilayat PerjuanganK.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009), h l m .1 6 1 .
I
N
r'
,-l
Y
79
120. Miftahul Falah,S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
79
hlm.162-163.
rzt.
WawancaradenganDrs. H. Munandi Shaleh,pada tanggal1l Februari2014.
79
122. Miftahul Falah,S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
il-
v I
80
hlm. 164. 123. Miftahul Falah,S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad Sonusi, (MasyarakatSejarawah.Indonesia: Maret 2009), hlm.20l.
80
124. Wawancara denganK.H. AnwarSanusi,S.Ag,pada tanggalI I Februari 2014.
80
t 2 5 . Miftahul Falah,S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009), h l m . l 3 71- 4 0 .
81
rt -F--
I
126. Miftahul Falah,S.S,RiwayatPerjuanganK.H Ahmad Sanusi,(MasyarakatSejarawahIndonesia:Maret 2009),
81
h l m .1 4 5 - 1 4 8 . 1 2 7 . Wawancara denganDrs. K.H. Aab AbdullahS. Ip, M.Ag., padatanggalI I Februari2014.
I
cl' /4'-
82
'tI
t28. WarvancaradenganK.H. Anwar SanusiS.Ag,pada tanggal1l Februari2014.
82
129. WawancaradenganDrs. K.H. Aab Abdullah S. Ip, M.Ag, padatanggalI I Februari2014.
l
r
83
denganK.H. AnwarSanusiS.Ag,pada 1 3 0 . Wawancara tanggal1l Februari2014.
83
1 3 1 . WawancaradenganDrs. K.H. HasanudinM.Ag, pada tanggal1l Februari2014.
il
83
132. WawancaraDrs. K.H. HasanudinM.Ag, padatanggal l1 Februari2014.
{
84
tr
4-
Mengetahui,
.r# :
KEMENTERIAN AGAMA UINJAKARTA FITK
FORM(FR)
Jl. t. H. JuandaNo 95 Ciputat15412lndonesia
No.Dokumen : FITK-FR-AKD-066 Tgl.Terbit : 1 Maret 2010 No.Revisi: : 01 1t1 Hal
SURATPERMOHONAN IZINOBSERVASI Nomor : Un.OllFt.A(M.013 /.297./2014 L a m p .: . . . . . . Hal : Observasi
Jakartu 13 Januai20l4
KepadaYth. Kepala Yayasan. PondokPesantren. SvamsulUlum Di Tempat
Assalamu'alaikumwr.wb. Denganhormatkami sampaikanbahwa:
ltrt
Nama ,
Maya Maryati
NIM
1000291 10901
Jurusan/Prodi
PendidikanAgamaIslam
Semester
IX (Sembilan)
adalah benar mahasiswa pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah lakarta dan sghubunga.11 dengan penyefesaiantugas akhir kuliah (Skripsi) yang berjudul: "Peran KH Ahmad Sanusi dalam Pendidtkan Islam" mahasiswatersebut memerlukanobservasidenganpihak terkait. Oleh karena itu, kami mohon kesediaan Saudarauntuk menerimamahasiswatersebutdanrnemberikanbanfuanrrya. Demikianlah,atasperhatiandanbantuanSaudarakami ucapkanterimakasih. Wassalamu'alailrumwr.wb.
PendidikanAgamaIslam
M.Ag
| 002
Tembusan: DekanFakultasIlmu TarbiyahdanKeguruan
!fJ
J
PONDOKPESANTREN "SYAMSUL'ULUM'' - SUKABUMI GUNUNGPUYUH t.Blnvangrara *0.88 *.#lHT'ffifr*T;lJll-?H339$*o* *28faur Brrar
STIRAT KETtrRANGAN Nomor : D-O32/O3.Ot -OZ/SKe,tAI/2O | 4
'\ssalamu'aloikum w. w. Bismillahinohmanirrohim Pimpinan pondok pesantren syamsul'ulum Gunungpuyuh sukabumi. Dergan ini menemngkan bahwa : Nama NIM .furusanzProdi Semester
Maya Maryati l o90 I I ooo29 I Pendidikan Agama tslam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan LrINSyarif Hidayatullah Jakarta. IX (Sembilan) \
Telah selesai melaksanakan penelitian di Pondok pesantren Syamsul'Ulum Gunungpuyuh Sukabumi untuk penyelesaian rugas akhir kuliyah (Sl
Sukabumi, I 2 Februari 2Ot4 Pimpinan Pondok Pesantren ,
..H.Deddy Ismatullah Mahdi,SH,M.Hum