PERALATAN KESELAMATAN KERJA PADA PERAHU SLEREK DI PPN PENGAMBENGAN, KABUPATEN JEMBRANA, BALI
ADI GUNA SANTARA
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Peralatan Keselamatan Kerja pada Perahu Slerek di PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali” adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2013
Adi Guna Santara NIM C44090056
ABSTRAK ADI GUNA SANTARA. Peralatan Keselamatan Kerja pada Perahu Slerek di PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali. Dibimbing oleh FIS PURWANGKA dan BUDHI HASCARYO ISKANDAR. Penangkapan Ikan merupakan salah satu kegiatan yang paling berbahaya di dunia. 80% kecelakan kapal terjadi karena kesalahan manusia. Keberadaan dan penggunaan perlengkapan keselamatan kerja yang sesuai dapat memperkecil resiko kecelakaan dini maupun kecelakaan yang telah terjadi, sehingga dapat terhindar dari akibat fatal yang tidak diinginkan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kesesuaian peralatan keselamatan yang digunakan pada perahu slerek di PPN Pengambengan, Bali sesuai dengan standar Internasional dan Nasional, serta menggambarkan peranan institusi terkait dalam upaya peningkatan keselamatan nelayan. Metode survei dan pengamatan langsung digunakan dalam penelitian ini. Aspek-aspek yang diteliti adalah jenis, jumlah, dan kesesuaian perlengkapan keselamatan yang harus dibawa. Minimnya perlengkapan dan pemikiran mengenai alat keselamatan yang ada dan tidak sesuai dengan standar nasional untuk kapal berukuran panjang kurang dari 24 meter otomatis akan mempengaruhi resiko keselamatan nelayan. Belum adanya peraturan khusus tentang keselamatan kapalkapal kecil menunjukan bahwa keselamatan nelayan dalam kegiatan penangkapan di Indonesia sampai saat ini belum diperhatikan dan belum ada kebijakan yang jelas dari pemerintah daerah dan pusat. Kata kunci: Keselamatan Kerja, Peralatan Keselamatan, PPN Pengambengan.
ABSTRACT ADI GUNA SANTARA. Safety Equipment On Slerek Boat in PPN Pengambengan, Jembrana, Bali. Supervised by FIS PURWANGKA and BUDHI HASCARYO ISKANDAR. Fishing is one of the most dangerous activities in the world. About 80% of ship accidents occur due to human error. The availability and proper use of safety equipment can minimize the risk. This study aims to identify the suitability of safety equipment used on Slerek boat in PPN Pengambengan, Bali accordance with international and national standards, and describes the role of relevant institutions in order to increase the fishermen safety. Surveys and direct observation methods were used in this study. Aspects of the study were the types of safety equipment, numbers of safety equipment, and the suitability of equipment which must be taken. The lack of equipment and awareness about safety, and do not comply with the national standards for boat less than 24 meters length will directly affect the fishermen safety. The lack of regulations on small boat safety showed that the fishermen safety in fishing activities in Indonesia have not been considered and there is no clear policy from local and central government. Key words : PPN Pengambengan, Safety Equipment, Safety work
PERALATAN KESELAMATAN KERJA PADA PERAHU SLEREK DI PPN PENGAMBENGAN, KABUPATEN JEMBRANA, BALI
ADI GUNA SANTARA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Peralatan Keselamatan Kerja pada Perahu Slerek di PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali Nama : Adi Guna Santara NIM : C44090056 Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
Fis Purwangka, S.Pi, M.Si. Pembimbing I
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M. Si. Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Peralatan Keselamatan Kerja pada Perahu Slerek di PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali” dapat diselesaikan. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada : 1. Fis Purwangka, S.Pi, M.Si. dan Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M. Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan nasehat yang bermanfaat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Deni Achmad Soeboer, S.Pi., M.Si. atas kesediaanya selaku dosen penguji tamu, atas saran, nasehat serta kritik yang membangun dalam memperbaiki skripsi ini. 3. Dr. Yopi Novita, S.Pi., M.Si. selaku Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas saran dan arahannya. 4. Maman Suparman, S.Pi, M.Si, Hamba Ainul Mubarok, S.Pi, M.Si, Suci Nurhadini H, S.Pi, dan civitas Laboratorium MOBA. 5. Dosen-dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP-IPB) atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 6. Orang tua tercinta, Mamah (Rustiarti), Papah (H. Harun Narasid), M. Piter Kombo, Intan Moulina dan keluarga besar atas kasih sayang, teladan, doa, saran, bantuan, pengertian serta dukungannya selama penulis menjalankan studi di Institut Pertanian Bogor. 7. Annalisa Prastika Febriani yang telah banyak membantu dan menemani penulis di saat susah dan senang. 8. Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Jembrana, Kepala Dinas PPN Pengambengan beserta Staff. 9. Kel. Misdari, Kel. Janip, Kel. I Putu gede Budiatya, Kel. Komang, Kel. Sugito beserta masyarakat Desa Pengambengan yang telah bersedia membantu penulis dalam kondisi suka duka di lokasi studi. 10. Anak Bagan (Cahra, Apoy, Tibet, Gun, Dedi, Guntur, Maul, Iin), teman seperjuangan (Agus, Ade, Satria, Ardian), para wanita-wanita perkasa PSP 46, keluarga besar PSP 46 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, PSP 45, PSP 47, PSP 48, B.09 (Bi-o-niners), FDC-IPB, Diklat XXIX, BEM C, Crew Poseidon, Lorong 2 Asrama C2 yang selalu ada menghibur disaat penat dan menemani disaat susah dan senang. 11. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa depan. Demikianlah skripsi ini disusun, semoga bermanfaat. Bogor, September 2013 Adi Guna Santara
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Metode Penelitian
2
Pengumpulan Data
3
Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Perikanan Slerek
4 4
Perahu Slerek
4
Metode Penangkapan Ikan
6
Alat Keselamatan KESIMPULAN DAN SARAN
10 16
Kesimpulan
16
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
18
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL 1 2 3
Aktivitas pukat cincin di PPN Pengambengan, Bali Daftar Alat Keselamatan Perahu Berukuran Kecil Syarat alat apung menurut SOLAS 1978
8 11 13
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Perahu Slerek PPN Pengambengan (Bali) Desain jaring purse seine PPN Pengambengan Perahu slerek dengan muatan penuh Perahu slerek tidak ada muatan Nelayan Slerek PPN Pengambengan (Bali) Proses bongkar hasil tangkapan Keberadaan Peralatan Keselamatan Alat keselamatan pada perahu slerek Keterampilan Nelayan
4 5 6 6 7 10 12 13 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3
Lokasi Penelitian Spesifikasi bahan alat tangkap pukat cincin di PPN Pengambengan Kuesioner Peralatan Keselamatan
18 18 19
PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pengambengan merupakan pusat kegiatan perikanan rakyat terbesar di Bali dan merupakan salah satu Outerring Fishing Port yang tidak hanya dimanfaatkan oleh nelayan asal Bali tetapi juga oleh nelayan asal Jawa Timur. Diharapkan PPN Pengambengan dapat dimanfaatkan juga oleh nelayan lain di Indonesia yang beroperasi di Selat Bali. PPN Pengambengan terletak di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. PPN Pengambengan berjarak 9 km dari Kota Negara dan 105 km dari Kota Denpasar. Waterfront PPN Pengambengan menghadap ke Wilayah Pengelolaan Perikanan RI (WPP-RI) 573 Samudera Hindia dan Selat Bali dengan posisi 08 23’ 46” Lintang Selatan dan 114 34’ 47” Bujur Timur. Nelayan PPN Pengambengan termasuk dalam nelayan tradisional dengan hasil tangkapan utama berupa ikan lemuru yang terkonsentrasi di Selat Bali. Armada kapal penangkapan ikan yang dipakai oleh nelayan pengambengan merupakan perahu tradisional asli Madura dan mempunyai bentuk konstruksi “double pointed” (lambung kiri dan lambung kanan bertemu pada satu titik masing-masing di haluan dan buritan kapal). Jenis alat tangkap dominan yang dipakai oleh nelayan Pengambengan adalah jaring pukat cincin dengan nama lokal “slerek” dimana operasi penangkapan ikan dilakukan dengan metode “Two boat system” dan pola kerja harian (one day trip). Jumlah Anak Buah Kapal (ABK) perahu slerek mencapai 20-40 orang dan menimbulkan banyak risiko kecelakaan kerja. Penangkapan ikan di laut merupakan salah satu kegiatan yang paling berbahaya di dunia. Profesi nelayan memiliki karakteristik pekerjaan “3d” yaitu: membahayakan (dangerous), kotor (dirty), dan sulit (difficult) (FAO, 2000). Ketiga karakteristik pekerjaan tersebut ditambah faktor ukuran kapal yang umumnya relatif kecil, pada kondisi cuaca dan gelombang laut besar yang semakin tidak menentu akibat adanya pemanasan global maka tingkat kecelakaan kapal penangkap ikan semakin lebih tinggi. Menurut International Maritime Organization (IMO) (2006) 80% kecelakan kapal terjadi karena kesalahan manusia dan untuk industri perikanan tangkap terjadi 7% kecelakaan kerja dari total kecelakaan yang terdata. Kecelakaan dapat terjadi pada kapal-kapal baik dalam pelayaran berlabuh atau sedang melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan meskipun sudah dilakukan usaha untuk menghindarinya. Hal ini memunculkan perhatian dunia melalui organisasi internasional antara lain ILO (International Labour Organization), IMO (International Maritime Organization) dan FAO (Food and Agriculture Organization). Dalam konferensi STCW-F (Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel) (1995) yang membahas mengenai hal keselamatan dan kesehatan kerja pada kapal perikanan berukuran kecil (panjang kapal < 24 m), untuk menyelaraskan peraturan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja pada kapal perikanan merupakan kesatuan yang tidak bisa terpisahkan dari pengelolaan perikanan. Kecelakaan kerja yang terjadi di kapal meliputi Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di kalangan awak belum terekam dengan baik.
2 Kurangnya kesadaran dan kurang memadainya kualitas serta keterampilan pekerja sehingga banyak awak kapal yang meremehkan tentang risiko bekerja, seperti tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia atau terlatih untuk itu (misalnya, sertifikasi Basic Safety Training for Fisheries), sehingga perangkat keselamatan merupakan salah satu penyebab kecelakaan kerja di kapal. Perangkat keselamatan adalah peralatan yang mempunyai konstruksi atau bahan yang mempunyai spesifikasi dapat membantu melindungi, mencegah dan menghentikan kecelakaan kerja di atas kapal. Keberadaan perangkat keselamatan pada kapal perikanan didasarkan ukuran kapal terutama berkaitan dengan jumlah, ukuran, dan kesesuaian perangkat tersebut. Keberadaan dan penggunaan perlengkapan keselamatan kerja yang sesuai dengan standar dapat memperkecil risiko kecelakaan dini maupun kecelakaan yang telah terjadi, sehingga dapat terhindar dari akibat fatal yang tidak diinginkan.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kesesuaian peralatan keselamatan yang digunakan pada perahu slerek di PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali dengan standar Internasional dan Nasional dan mengetahui keberadaan alat keselamatan minimal yang harus dibawa untuk perahu berukuran < 24 m.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat dijadikan sebagai bahan informasi mengenai peralatan keselamatan yang digunakan pada perahu slerek dan sebagai informasi umum yang diperlukan bagi para penentu kebijakan dalam pengembangan keselamatan kerja nelayan di PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada tanggal 3 sampai 28 April 2013. Penelitian bertempat di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Proses pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Keselamatan Kerja dan Observasi Bawah Air, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan melihat serta mengikuti proses operasi penangkapan ikan secara langsung
3 pada kapal perikanan di PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali. Aspekaspek yang diteliti adalah jenis–jenis peralatan keselamatan kerja, jumlah perlengkapan keselamatan, dan kesesuaian perlengkapan keselamatan yang harus dibawa menurut peraturan Internasional dan Nasional.
Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei melalui wawancara, kuesioner dan pengamatan langsung di lapangan mengenai ketersedian dan kesesuaian peralatan keselamatan kerja untuk kapal berukuran < 24 m. Kuesioner peralatan keselamatan kerja dapat dilihat pada Lampiran 5. Metode survei merupakan metode untuk menggali data dan informasi yang diperlukan dari responden contoh atau orang-orang yang berpengalaman (pejabat berkepentingan atau key person) dalam bidang keselamatan dan penangkapan di wilayah lokasi studi. Jenis data dalam penelitian adalah : 1) Jenis–jenis peralatan keselamatan kerja; 2) Jumlah perlengkapan keselamatan; 3) Kesesuaian peralatan keselamatan yang dibawa menurut standar nasional dan internasional; dan 4) Tingkat keterampilan nelayan. Responden dalam penelitian ini terdiri dari 30 nelayan slerek dan 30 perahu slerek. Target responden yang digunakan adalah : 1) Nakhoda/Nelayan perahu slerek pada ukuran 12–24 m (30 nelayan dari 30 perahu slerek); 2) Pegawai Pelabuhan Perikanan/Syahbandar perikanan PPN Pengambengan Kabupaten Jembrana, Bali; 3) HNSI di PPN Pengambengan Kabupaten Jembrana, Bali; 4) Penyuluh/pengawas perikanan tangkap yang ada di PPN Pengambengan Kabupaten Jembrana, Bali; 5) Dinas Kelautan, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Jembrana, Bali; dan 6) Polairud, dan Syahbandar PPN Pengambengan. Data primer diarahkan kepada pengumpulan data mengenai peralatan keselamatan dan peraturan yang berlaku. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber yang memberikan informasi relevan terhadap penelitian seperti Ditjen Perikanan Tangkap, Ditjen Perhubungan Laut, Depnakertrans, Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Perikanan.
Analisis Data Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi kesesuaian peralatan keselamatan yang digunakan pada perahu slerek di PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali sesuai dengan standar Internasional dan Nasional serta menggambarkan peranan institusi terkait dalam upaya peningkatan keselamatan nelayan.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Perikanan Slerek Perahu Slerek Armada kapal perikanan dominan yang dipakai oleh nelayan Pengambengan (Bali) adalah perahu tradisional asli madura dengan nama lokal “slerek”. Perahu slerek di PPN Pengambengan berbahan dasar kayu dan memiliki penampang melintang berbentuk double pointed. Dimensi utama perahu slerek di Pengambengan memiliki ukuran rata-rata panjang (LOA), lebar (B) dan dalam (D) secara berurutan yaitu : 19.31 meter; 5.14 meter; dan 1.72 meter. Mesin penggerak perahu slerek yang digunakan adalah mesin merk Yanmar dan terdapat 4-6 buah mesin pada satu perahu. Mesin ini berdaya 26-30 PK yang sebenarnya diperuntukan untuk inboard engine. Akan tetapi mesin tersebut dimodifikasi menjadi outboard engine. Mesin perahu slerek diletakan di atas lantai dek perahu, serta dilengkapi oleh poros propeller yang panjang. Mesin tersebut termasuk mesin diesel dengan menggunakan solar sebagai bahan bakarnya. Gambar perahu slerek di PPN Pengambengan Bali disajikan pada Gambar 1.
(Sumber : Dokumentasi pribadi)
Gambar 1 Perahu slerek PPN Pengambengan (Bali) Jenis alat tangkap dominan yang digunakan nelayan Pengambengan adalah jaring pukat cincin dengan nama lokal “slerek”. Pukat cincin dilengkapi dengan cincin untuk dilalui tali cincin atau tali kolor. Pukat cincin adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, tanpa kantong dan digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Fungsi cincin dan tali kolor sangat penting terutama pada waktu pengoperasian pukat cincin, oleh karena itu dengan adanya tali kolor tersebut jaring yang tadinya tidak berkantong akan membentuk kantong pada akhir penangkapan. Perahu slerek termasuk kelompok
5 kapal dengan metode pengoperasian berdasarkan alat tangkap yaitu encircling gear. Menurut Iskandar dan Pujiati (1995), kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkap dengan cara dilingkarkan, seperti kapal purse seine, payang dan dogol merupakan kelompok encircling gear. Alat tangkap pukat cincin diletakan diatas lantai dek, pada sisi kiri lambung perahu slerek. Sesuai dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) Gubernur Jawa Timur dan Gubernur Bali, No. 238 Tahun 1992 dan No. 674 Tahun 1992 tanggal 14 November 1992, tentang Pengaturan/Pengendalian Pukat Cincin di Selat Bali. Ukuran jaring pukat cincin maksimal memiliki panjang jaring 300 meter, lebar jaring/kedalaman maksimum 60 meter dan ukuran mata jaring kantong pukat cincin dengan mesh size 1 inchi (2.54 cm). Akan tetapi terdapat penyimpangan ukuran alat tangkap dengan peraturan SKB Gubernur Jawa Timur dan Bali, yakni perbedaan ukuran mata jaring pukat cincin. Pada perahu slerek ukuran mata jaring rata-rata memakai mesh size 0.5 inchi (1.27 cm) untuk alat tangkap pukat cincin. Desain alat tangkap pukat cincin di PPN Pengambengan yang disajikan pada Gambar 2.
(Sumber : Laporan tahunan TPI Pengambengan, 2012)
Gambar 2 Desain jaring pukat cincin PPN Pengambengan Perahu slerek memiliki keunikan yaitu memiliki hiasan yang berbeda pada setiap kapal dan memiliki bambu besar yang terdapat pada bagian atas perahu dan menjadikannya sebagai ciri khas perahu di Selat Bali. Bambu besar yang terdapat pada perahu slerek juga tidak hanya dimanfaatkan sebagai hiasan saja, akan tetapi dimanfaatkan juga sebagai tempat meletakan lampu operasi penangkapan. Selain itu perahu slerek di Selat Bali ini tidak dilengkapi dengan alat-alat keselamatan standar, seperti kotak P3K, life jacket dan life ring. Kondisi ini dapat membahayakan keselamatan nelayan, apabila terjadi kecelakaan atau keadaan darurat lainnya. Alat-alat bantu dan lampu navigasi juga tidak terdapat di atas kapal, apalagi radio komunikasi. Perlengkapan navigasi tersebut, selain berguna untuk menginformasikan posisi kepada kapal, menginformasikan pula jenis kegiatan yang sedang dilakukan. Penggunaan lampu-lampu dan peralatan navigasi tersebut merupakan bagian yang penting dalam keamanan dan keselamatan pelayaran. Peraturan pelayaran lainnya juga harus ditaati oleh nelayan untuk menjamin keselamatan pelayaran perahu slerek. Perahu slerek dengan muatan penuh dapat
6 dilihat pada Gambar 3 dan perahu slerek tidak ada muatan dapat dilihat pada Gambar 4.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar 3 Perahu slerek dengan muatan penuh
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar 4 Perahu slerek tidak ada muatan
Metode Penangkapan Ikan Menurut data tahun 2012 dari Dinas Pertanian Kehutanan dan Kelautan Kabupaten Jembrana (DKPK), di Kabupaten Jembrana sebanyak 9,462 jiwa penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Sebanyak 46% dari jumlah tersebut merupakan nelayan PPN Pengambengan, tetapi juga banyak nelayan pendatang yang berasal dari Jawa Timur dan Madura. Jumlah kelompok nelayan yang telah memanfaatkan TPI Pengambengan sebanyak lebih kurang 85 kelompok, dimana setiap unit kelompok perahu/kapal penangkap ikan beranggotakan 20-40 orang nelayan tradisional dengan hasil tangkapan utama berupa ikan lemuru yang
7 terkonsentrasi di Selat Bali. Tingkat pendidikan nelayan slerek masih relatif rendah, kebanyakan nelayan mengenyam pendidikan sekolah sampai tingkat SD, bahkan tidak sekolah sama sekali. Usia nelayan slerek berkisar antara 19 tahun sampai 50 tahun, mayoritas berusia antara 30 tahun sampai 40 tahun. Pada Gambar 5 menampilkan salah satu nelayan slerek yang sedang melakukan pengecekan mesin sebelum pergi untuk melaut.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar 5 Nelayan slerek PPN Pengambengan (Bali) Pembagian tugas saat pengoperasian alat tangkap pukat cincin, diantaranya ada yang bertugas mengawasi untuk melihat tanda-tanda adanya gerombolan ikan dengan memanfaatkan informasi, dari kondisi alam dan ada pula dengan menggunakan kepercayaan sehingga nelayan tersebut disebut fishing master/tekong. Nelayan yang tugasnya mengecek jaring di laut apabila jaring tersangkut biasanya disebut tukang renang. Adapula nelayan yang bertugas menguras air di kapal selama melaut dan mempersiapkan segala kelengkapan melaut yang biasanya disebut juru bantu. Nelayan yang bertugas untuk mengumpulkan ikan dengan alat bantu lampu di atas sekoci disebut tukang pelang. Adapun nelayan yang bertugas mengemudikan mesin pada kapal slerek lalu mengarahkan kapal, disebut juru mudi dan ABK lainnya bertugas mempersiapkan alat tangkap, menabur jaring atau melakukan setting dan hauling. Daerah penangkapan ikan yang sering disinggahi adalah sekitar laut Bali/Tanah Lot. Proses penentuan daerah penangkapan umumnya berdasarkan pengalaman nelayan. Pengoperasian pukat cincin dilakukan dengan melingkari gerombolan ikan sehingga membentuk sebuah dinding besar yang selanjutnya jaring akan ditarik dari bagian bawah dan membentuk seperti sebuah kolam (Sainsbury 1996). Kegiatan penangkapan ikan nelayan Pengambengan dengan pukat cincin dilakukan dengan pola “memburu ikan” (gadangan) dan pencahayaan dimana operasi penangkapan ikan dilakukan dengan metode “Two boat system” dan pola kerja harian (one day trip). Purse seine Two boat system pengoperasiannya menggunakan dua kapal dan memiliki jaring berbentuk empat persegi panjang dengan letak kantong pada bagian tepi. Kapal yang pertama berfungsi sebagai tempat jaring sedangkan kapal yang kedua berfungsi sebagai penarik tali kolor/purse line.
8 Pengoperasian pukat cincin di PPN Pengambengan dalam satu kali trip penangkapan ikan dapat melakukan 2 sampai 4 kali pengoperasian alat tangkap. Aktivitas pukat cincin dengan metode pencahayaan one day fishing pada saat penelitian, secara urut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Aktivitas pukat cincin di PPN Pengambengan, Bali. No Aktivitas 1 Persiapan di darat 2 Pemuatan (loading) ke atas kapal 3 Berlayar menuju daerah penangkapan ikan (fishing ground) 4 Persiapan alat tangkap 5 Pengoperasian alat tangkap, penurunan jaring (setting) pertama 6 Pengangkatan jaring (hauling) alat tangkap pertama 7 Penanganan hasil tangkapan pertama 8 Persiapan alat tangkap kedua dan seterusnya 9 Pengoperasian alat tangkap, setting kedua dan seterusnya 10 Hauling ke-dua dan seterusnya 11 Penanganan hasil tangkapan kedua dan seterusnya 12 Berlayar menuju pelabuhan asal (fishing base) 13 Proses bongkar hasil tangkapan Urutan langkah kerja dalam setiap aktivitas operasi penangkapan ikan dengan jaring pukat cincin di PPN Pengambengan, Bali seperti : 1) Persiapan di darat Aktivitas penangkapan ikan dengan jaring pukat cincin yang pertama adalah persiapan di darat, dimana pemilik kapal beserta ABK mempersiapkan kebutuhan melaut. Kebutuhan yang diperlukan adalah jumlah ABK minimal untuk melaut (3540 orang ABK), persiapan es, ransum, pemeriksaan mesin, alat tangkap, bahan bakar dan genset. Pada umumnya persiapan darat dilaksanakan pada pukul 16.00 WITA. 2) Pemuatan (loading) ke atas kapal Proses pemuatan (loading) kebutuhan melaut ke atas perahu slerek pada aktivitas pukat cincin di PPN Pengambengan masih tradisional yaitu dengan proses gotong royong. Pada umumnya kegiatan loading dilakukan pada pukul 17.00 WITA. Alat bantu yang digunakan oleh nelayan slerek adalah sarung tangan dan gancu yang berfungsi untuk membantu memindahkan es ke dalam palka agar tidak licin saat memindahkan es. 3) Berlayar menuju daerah penangkapan ikan (fishing ground) Perahu slerek berangkat dari pelabuhan perikanan menuju fishing ground ketika semua kebutuhan melaut sudah dipersiapkan. Kegiatan yang dilakukan adalah melepaskan tali tambat (jangkar), menyalakan mesin, dan juru mudi mengeluarkan perahu untuk keluar dari pelabuhan. Kegiatan ini dilakukan pada pukul 17.30 WITA. Waktu perjalanan dari pelabuhan menuju fishing ground membutuhkan waktu sekitar 120 menit.
9 4) Persiapan alat tangkap Setelah sampai di fishing ground, ABK mulai menurunkan jangkar dan menghidupkan lampu-lampu operasi penangkapan ikan yang bertujuan agar ikan berkumpul di sekeliling perahu slerek (metode pencahayaan). 5) Pengoperasian alat tangkap, penurunan jaring (setting) Kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah menunggu naiknya gerombolan ikan yang menjadi target tangkapan. Ketika ikan sudah berkumpul di sekeliling kapal, barulah ABK lainnya menurunkan sekoci yang disertai lampu dan genset. Fungsi sekoci yang disertai lampu dan genset adalah sebagai alat bantu dalam metode penangkapan ikan dengan cahaya. Tukang pelang bertugas mengumpulkan ikan, naik di atas sekoci dan menyalakan mesin genset untuk menghidupkan lampu pada sekoci. Saat lampu sekoci dihidupkan, lampu operasi penangkapan pada perahu slerek mulai diredupkan dan dipadamkan, yang tujuannya agar ikan hanya berkumpul pada satu titik yaitu lampu sekoci. Pada saat ikan berkumpul, perahu slerek mulai menjauhi sekoci untuk menghidupkan mesin dan memulai melingkari gerombolan ikan yang sudah terkumpul di sekitar sekoci. Proses melingkari ikan dengan jaring pukat cincin ini disebut (tawuran). Kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah penurunan pelampung utama yang terletak pada sisi kiri buritan perahu slerek. Penurunan jaring pukat cincin dengan cara melingkari gerombolan ikan yang terkumpul. 6) Pengangkatan jaring (hauling) alat tangkap Pada proses pengangkatan jaring (hauling), aktivitas yang dilakukan adalah menarik tali pelampung utama, kemudian dilakukan proses penarikan tali kolor/tali cincin yang tujuannya agar jaring membentuk kantong dan mencegah ikan untuk meloloskan diri. Pada proses penarikan tali kolor dibantu dengan mesin gardan. Jaring yang telah membentuk kantong kemudian ditarik oleh semua ABK slerek dengan berada pada sisi kiri lambung perahu. Tugas ABK dalam penarikan jaring terbagi-bagi seperti penarik tali pelampung, penarik tali ris, penarik tali kolor, merapikan tali, memberikan air pada mesin gardan agar tidak panas saat proses penarikan tali dan penarik jaring. 7) Penanganan hasil tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh oleh alat tangkap pukat cincin ini langsung dimasukan kedalam palka yang telah berisi es. Proses penyortiran ikan dilakukan apabila hasil tangkapan yang didapatkan berjumlah sedikit. 8) Berlayar menuju pelabuhan asal (fishing base) Operasi penangkapan ikan pukat cincin (one day fishing) di PPN Pengambengan berakhir pada pagi hari pukul 07.30 WITA. Jumlah hasil tangkapan yang didapatkan tidak mempengaruhi jam operasi perikanan slerek. Aktivitas dilanjutkan dengan juru mudi mengarahkan perahu menuju pelabuhan asal (fishing base). Pada saat berlayar menuju fishing base seluruh ABK melakukan kegiatan seperti merapikan alat tangkap, istirahat dan memisahkan hasil tangkapan untuk dibawa pulang.
10 9) Proses bongkar hasil tangkapan Proses bongkar hasil tangkapan dari atas perahu slerek dengan memakai alat bantu berupa wadah penampung (basket). Basket yang telah terisi kemudian di angkut oleh sekoci transportasi untuk di bawa ke tempat pelelangan ikan yang terletak di area PPN Pengambengan. Proses bongkar hasil tangkapan pada perahu slerek disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Proses bongkar hasil tangkapan Risiko kecelakaan yang terjadi pada kegiatan penangkapan perahu slerek adalah seperti : 1) Terjatuhnya tukang pelang dan terbaliknya sekoci pada saat mengumpulkan ikan dikarenakan besarnya gelombang laut; 2) Terbelitnya ABK oleh tali temali pada saat proses penarikan tali ris dan tali kolor; 3) Terjatuhnya ABK dari perahu karena seluruh ABK hanya berada di satu sisi lambung perahu pada proses penarikan jaring; 4) Tenggelamnya ABK karena banyak yang tidak mempunyai kemampuan bertahan di air dan minimnya peralatan keselamatan yang tersedia; 5) Tubrukan di laut, karena proses penangkapan dilakukan dengan pola memburu ikan; 6) Terbaliknya kapal, karena muatan yang berlebihan; dan 7) Ledakan mesin perahu slerek karena diletakan pada tempat yang tidak terlindungi dari air.
Alat Keselamatan Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja (Permenaker, 2010). Peraturan–peraturan yang berlaku bertujuan untuk melindungi seseorang dari bahaya, tetapi masyarakat nelayan tidak terlalu mengkhawatirkannya. Hal ini dikarenakan kurangnya pendidikan tentang keselamatan kerja sehingga mereka merasa bahwa keselamatan tidak menjadi prioritas utama dalam pekerjaan di laut.
11 Berdasarkan Undang-undang Keselamatan Kerja N0.1. Tahun 1970, pasal 12b dan pasal 12c, bahwa tenaga kerja diwajibkan : 1) Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan; 2) Memenuhi atau mentaati semua syarat-syarat keselamatan kerja dan kesehatan yang diwajibkan. Pada tingkat Internasional IMO/ILO/FAO telah mengatur standar keselamatan kapal yang berukuran ≥ 24 m, sedangkan untuk pengaturan kapalkapal berukuran < 24 m diberikan sepenuhnya kepada pemerintah setempat. Menurut data yang didapatkan, armada kapal perikanan berukuran kecil (panjang kapal < 24 m ) belum banyak diatur oleh pemerintah sementara jumlah kapal berukuran kecil mendominasi armada industri perikanan tangkap nasional, yakni mencapai 94% dari total armada kapal penangkap ikan (DKP, 2009). Belum adanya peraturan khusus tentang keselamatan kapal-kapal kecil menunjukan bahwa keselamatan nelayan dalam kegiatan penangkapan di Indonesia sampai saat ini belum diperhatikan dan belum ada kebijakan yang jelas dari pemerintah daerah dan pusat. Belum diterapkannya pengaturan tentang kepelautan kapal perikanan, serta belum tersedianya standar kapal penangkap ikan, standar alat keselamatan, standar operasi, standar pengawakan kapal dan standar keterampilan awak kapal menjadi masalah utama dalam pengembangan perikanan di Indonesia. Dari studi lapang didapatkan informasi belum adanya bantuan untuk pengadaan perlengkapan keselamatan, sosialisasi tentang keselamatan serta peraturan tentang standar alat keselamatan yang harus di bawa untuk kapal penangkapan ikan dengan ukuran < 24 m di PPN Pengambengan saat akan melakukan operasi penangkapan ikan. Standar kapal penangkap ikan berukuran kecil pada prinsipnya didasarkan pada aspek keselamatan yang mencakup konstruksi, stabilitas, perlengkapan navigasi, perlengkapan keselamatan, peralatan komunikasi, mesin dan pompa– pompa termasuk pompa darurat dan pompa got, serta pintu-pintu kedap air. Peralatan keselamatan kapal penangkap ikan berukuran kecil seharusnya dilengkapi sebagaimana pada Tabel 2 menurut (Danielson 2004). Tabel 2 Daftar alat keselamatan perahu berukuran kecil Daftar alat keselamatan perahu
Basic
1
2
Pelampung penolong/life bouy
Jaket Penolong/Life Jacket
Lampu cerlang/Flashlight
Bucket with rope
Tali ikat ke kapal/Rope connected to the vessel
Dayung/Paddle
Kompas/Compass
Peta laut/Sea chart/Navigation chart
3
12
1
2
FM Radio
Pemadam kebakaran/Fire extinguisher
Tabel 2 Lanjutan Daftar alat keselamatan perahu
Basic
3
Global Positioning System (GPS) Radio VHF/VHF Radio
Mobile Phone
Untuk perahu bermesin (tambahan)
Layar dan tiang layar/Sail and a mast
Suku cadang mesin/Spare part of the engine
Bahan bakar cadangan/Extra fuel of the engine
Sumber. Danielson (2004). Menurut hasil survei dari 30 perahu slerek di PPN Pengambengan, keberadaan alat keselamatan pada perahu slerek yang sesuai dengan syarat perahu berukuran kecil menurut (Danielson 2004) dengan nilai Basic. Alat keselamatan life bouy menggunakan alat keselamatan alternatif yang memiliki fungsi serupa sebagai alat apung berupa ban dalam mobil bekas dengan persentase 63,33%. Jaket penolong (life jacket) digantikan oleh jerigen minyak bekas sebesar 20%, senter 100%, Tali pengikat 100%, dayung 100%, kompas untuk menentukan arah tujuan sebesar 43,33% dan keberadaan ember dengan tali sebesar 100%. Dari hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa masih minimnya kesadaran nelayan tentang keberadaan alat keselamatan terutama pada jaket penolong disajikan pada Gambar 7. Peralatan keselamatan untuk perahu berukuran kecil 100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Persentase
80,00
63,33 60,00
43,33 40,00
20,00 20,00 0,00
Life bouy
Life Flashlight Tali ikat Jacket ke kapal
Dayung
Kompas
Jenis Alat Keselamatan
Gambar 7 Keberadaan peralatan keselamatan
Bucket with rope
13 Berdasarkan Gambar 4 didapatkan komposisi alat keselamatan yang berbeda, hal tersebut dikarenakan (1) rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan nelayan mengakibatkan rendahnya kesadaran terhadap pentingnya alat-alat keselamatan di kapal nelayan PPN Pengambengan (2) harga dari alat keselamatan yang relatif mahal, sehingga tidak semua nelayan mampu membelinya terutama untuk alat life buoy dan kompas (3) prioritas kebutuhan dari masing-masing alat keselamatan yang berbeda menurut nelayan, sehingga tidak semua alat keselamatan tersebut perlu dipenuhi. Peralatan keselamatan yang terdapat pada perahu slerek disajikan pada Gambar 8.
(a) jerigen minyak
(b) ban dalam mobil
(c) kompas
(d) senter
Gambar 8 Alat keselamatan pada perahu slerek Peralatan alternatif tersebut tidak sesuai dengan peraturan nasional yang mengacu kepada peraturan internasional SOLAS (Safety of Life At Sea) 1978 yang mensyaratkan alat apung untuk kapal penangkap ikan yang memiliki panjang < 24 meter sebagaimana pada Tabel 3. Tabel 3 Syarat alat apung menurut SOLAS 1978 No. Nama Alat Fungsi
Syarat
1
Diameter luar 800 mm dan diameter dalam 400 mm, dibuat dari bahan apung yang menyatu, dapat mengapung 24 jam di air tawar dengan beban besi 14.5 kg, diberi warna yang mencolok, dilengkapi dengan alat pemantul cahaya, diberi nama kapal, satu setiap perahu disimpan pada sisi kanan dek kapal.
Pelampung Pelampung yang penolong/ menyelamatkan life bouy nyawa dirancang untuk dilempar kepada seseorang di dalam air, untuk memberikan daya apung dan untuk mencegah tenggelam
14 Tabel 3 Lanjutan No. Nama Alat Fungsi 2 Jaket Melindungi pengguna Penolong/ yang bekerja di atas air Life Jacket atau dipermukaan air agar terhindar dari bahaya tenggelam dan atau mengatur daya apung (buoyancy) pengguna agar dapat berada pada posisi tenggelam (negative buoyancy) atau melayang (neutral buoyant) di dalam air.
Syarat Tahan dari lompatan pada ketinggian minimal 4.5 m, harus mempunyai daya apung dan stabilitas tinggi, daya apung tidak boleh berkurang lebih dari 5 % setelah terendam dalam air tawar selama 24 jam, harus dilengkapi dengan peluit, harus mampu mengangkat muka orang dari dalam air dan menahan diatas air dengan badan terlentang dalam suatu sudut miring, harus berwarna yang mencolok/orange, nyaman pada saat pemakaian, dan satu life jacket untuk tiap orang diatas kapal.
Sampai saat ini peralatan alternatif seperti ban dalam mobil bekas dan jerigen bekas minyak yang dipakai oleh nelayan PPN Pengambengan belum ada uji ketahanan untuk diketahui tingkat ketahanannya. Minimnya perlengkapan dan pemikiran mengenai alat keselamatan yang ada dan tidak sesuai dengan standar nasional untuk kapal berukuran panjang < 24 m pada kapal penangkapan ikan di PPN Pengambengan otomatis akan mempengaruhi risiko keselamatan nelayan yang sedang melakukan operasi penangkapan ikan di kapal tersebut ketika terjadi kecelakaan kapal di laut seperti pada saat kapal terbalik, tenggelam, terbawa arus, tabrakan, kebakaran serta kecelakaan kerja. Kemampuan yang dimiliki oleh seorang anak buah kapal (ABK) dalam menghadapi bahaya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keselamatan kerja. Hal ini sesuai dengan Suma’mur (1996) yang menjelaskan penyebab kecelakaan kerja dikelompokan menjadi dua, yaitu : a. Kondisi yang berbahaya (unsafe condition), yaitu : kondisi yang tidak aman dari mesin, pesawat, lingkungan, proses, sifat pekerjaan dan cara kerja; b. Perbuatan manusia (unsafe action), yaitu : perbuatan berbahaya dari manusia (human error) yang dalam beberapa hal dapat dilatar belakangi oleh sikap dan tingkah laku yang tidak aman, kurangnya pengetahuan dan keterampilan (lack and knowledge skill), cacat tubuh yang tidak terlihat keletihan dan kelesuhan (fatigue and boredom). Menurut hasil kuisioner kepada 30 nelayan slerek tentang pelatihan keselamatan yang pernah didapatkan. Sebanyak 13.33% nelayan PPN Pengambengan pernah mendapatkan pelatihan keselamatan. Nelayan yang belum mengikuti pelatihan sebesar 86.67%. Rendahnya persentase nelayan yang mengikuti pelatihan keselamatan dikarenakan masih rendahnya pengetahuan dan pemikiran tentang pentingnya keselamatan yang merupakan hal terpenting dalam pekerjaan di laut sehingga keselamatan tidak menjadi prioritas yang utama. Gambar 8 menyajikan persentase keikutsertaan nelayan dalam pelatihan keselamatan.
Jumlah Nelayan
15 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
86,67
13,33
Skill
Unskill
Pelatihan Keselamatan
Gambar 9 Keterampilan nelayan Pelatihan keselamatan di atas kapal harus diadakan secara periodik. Nakhoda dan awak kapal harus memiliki kemampuan atau kompetensi tentang keselamatan kapal. Perawatan dan perbaikan, penempatan, kesiapan alat untuk diluncurkan ke air, sertifikat alat, cara penggunaan peralatan keselamatan merupakan bagian penting dalam upaya penurunan angka kecelakaan pada kapal penangkap ikan. Pihak lain yang memiliki peran penting adalah pemilik atau pengelola armada kapal. Pemilik kapal harus memperhatikan usulan dan saran dari awak kapal dan pihak berwenang untuk melengkapi dan memperbaiki peraturan atau ketetapan pemerintah dalam hal pemenuhan atas peraturan kelautan kapal seperti: alat keselamatan, konstruksi kapal, sertifikat awak kapal, jumlah awak kapal, asuransi, surat ijin berlayar dan dokumen-dokumen kapal. Beberapa penelitian menunjukkan penyebab paling besar kecelakaan kapal adalah faktor internal yakni SDM akibat kurang kompetennya awak kapal. Faktor internal lainnya adalah seperti desain dan konstruksi kapal serta kondisi kapal yang sudah tua, dan peralatan keselamatan yang tidak memadai, sedangkan faktor eksternal meliputi cuaca, gelombang laut dan manajemen sumberdaya perikanan.
16
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Keberadaan peralatan keselamatan pada kapal perikanan di PPN Pengambengan, masih belum memenuhi standar nasional maupun internasional; 2. Profesi nelayan di PPN Pengambengan tidak hanya memiliki karakteristik membahayakan, kotor, dan sulit, tetapi juga dipengaruhi oleh pendapatan yang tinggi akan profesi tersebut, sehingga membuat profesi nelayan menjadi salah satu pilihan pekerjaan; dan 3. Peralatan yang difungsikan sebagai alat keselamatan di perahu slerek adalah ban dalam mobil bekas dan jerigen minyak bekas.
Saran 1. Perlu adanya pelatihan BST (Basic Safety Training) untuk awak kapal dan bantuan pengadaan peralatan keselamatan sesuai dengan standar untuk nelayan PPN Pengambengan; 2. Pemilik kapal dan awak kapal harus menyadari pentingnya melengkapi peralatan keselamatan pada kapal perikanan yang sesuai dengan standar agar dapat menurunkan resiko kecelakaan; dan 3. Perlunya penelitian lanjutan tentang uji ketahanan untuk peralatan keselamatan alternatif yang umum digunakan oleh nelayan.
17
DAFTAR PUSTAKA [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan dan [JICA] Japan International. Cooperation Agency. 2009. Indonesian Fisheries Statistics Index 2009. [DKPK] Dinas Kelautan, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Jembrana, Bali. Rencana strategis pembangunan Perikanan Kabupaten Jembrana, Bali.2012. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2000. The State of World Fisheries and Aquaculture. [ILO] International Labour Organization. 2000. Safety and Health in the Fishing Industry. Safety and Health Issues in the Fishing Industry. Geneva. [ILO] International Labour Organization. 2007. Document for Guidance on Training and Certification of Fishing Vessel Personnel. 2001 Edition. FAO of United Nations,ILO and IMO, International Labor Organization, and Food Agriculture Organization, 2006. Code of Safety for Fishermen and Fishing Vessels 2005. [IMO] International Maritime Organization, [ILO] International Labor Organization, [FAO] Food Agriculture Organization. 2006. Code of Safety for Fishermen and Fishing Vessels 2005. Part A. Safety and Health Practice. London. [IMO] International Maritime Organization. 2006. Code of Safety for Fishermen and Fishing Vessels 2005. Part B. Safety and Health Requirements for The Construction and Equipment of Fishing Vessel. London.Cooperation Agency. 2009. Indonesian Fisheries Statistics Index 2009. [Permenaker] Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri. [SOLAS] International Convention for the Safety of Life at Sea, 1978. Danielson Per. 2004. Small Vessel Safety Review. SSPA Report 2002 2798. SSPA Sweden AB. Iskandar, B.H dan Sri Pujiati. 1995. Keragaan Teknis Kapal Perikanan di Beberapa Wilayah Indonesia. Laporan Penelitian. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan, Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. 54 hal. Peraturan Pemerintah (PP) Tahun 2000 Pasal 4 tentang Keselamatan Kerja Perikanan. Sainsbury, J.C. 1996. Commercial Fishing Methods. Fishing News (Book). The White Friars Press Ltd. London, Tombridge. Suherman, A. 2008. Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan Dan Pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara (Ppn) Pengambengan Jembrana Bali. Semarang (ID): Universitas Diponegoro Semarang Suma’mur, (1996). Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. CV. Haji masagung. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
18
LAMPIRAN Lampiran 1 Lokasi Penelitian
Lampiran 2 Spesifikasi bahan alat tangkap pukat cincin di PPN Pengambengan No. Konstruksi 1 Jaring
Bagian Konstruksi
Bahan Ukuran
Sayap kiri dan kanan
PA 219 d/9 ms inci panjang 25 – 30 m x 400 MD, 2 – 4 pcs PA 210 d/9 MS,1inci panjang 20-30 m x 400 MD 2 – 4 pcs PA 210 d/9 ms 1 inci panjang 20 -30 m x 400 MD 2 – 4 pcs PA 210 d/12 ms 1 1 inci panjang 100 -150 m x 400 -700 MD 2 – 4 pcs PE 210 d/12 ms 1 inci panjang 10 MD PE 210 d/12 ms 1 inci panjang 10 MD PE Dia 8 mm panjang 10 -20 m PE Dia 8 mm panjang 200 – 300 m PE Dia 20 mm panjang 150 – 200 m PE Dia 20 mm panjang 150 – 200 m PE Dia 20 mm panjang 200 – 300 m PE Dia 20 mm panjang 1 – 1.5 m PE Dia 20 mm panjang 250 – 300 m Karet sintetis, sanyo N55 N jumlah 1300 – 1500 buah Timah No. 200 – 250 GR/M Jumlah 1000 – 1200 buah Kuningan No. Dia 4 inci jumlah 50 – 70 buah
Badan ke 1 kiri dan kanan Badan ke 2 kiri dan kanan Kantong
Selvedge atas bawah Selvedge sisi kiri dan kanan
2
Tali temali
3
Komponen Lain
Tali penarik Tali pelampung Tali ris atas Tali ris bawah Tali pemberat Tali cincin Tali kolor Pelampung Pemberat Cincin
19 Lampiran 3 Kuesioner Peralatan Keselamatan A. Identitas Responden 1. Nama 2. Desa 3. Kecamatan 4. Kabupaten 5. Usia (tahun) 6. Pendidikan Terakhir 7. Mengikuti Pelatihan Keselamatan Hari/tanggal wawancara : B. IdentitasKapal 1. Nama Kapal 2. Dimensi Kapal (m)
Ya
Tidak
L:
B:
D:
3. Ukuran Palka (m)
4. Keterangan Mesin
Merk : DayaMesin : TahunPembuatan : KapasitasTanki :
5. Keterangan Kapal
Jenis Material Jenis Alat Tangkap Tahun Pembuatan Perbaikan Terakhir
: : : :
6. Lama Trip 8. Jumlah ABK C. Peralatan Keselamatan Nilai Basic 1. Peralatan Keselamatan Basic (Danielson, 2004) Life bouy
Dayung
Life Jacket
Kompas Bucket with
Flashlight Tali ikat ke kapal 6. Perlengkapan Pemadam Lain 7. Peralatan Lainnya
rope
P3K Layar Tool Kit Lain
20
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 Desember 1991 dari pasangan Bapak H. Harun Narasid dan Ibu Rustiarti. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2009, penulis lulus dari SMA Bina Bangsa Sejahtera Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Rekayasa dan Tingkah Laku Ikan pada tahun 2011, Navigasi dan Kepelautan pada tahun 2013. Selain itu penulis juga aktif mengikuti kegiatan-kegiatan kemahasiswaan mulai dari kepanitian hingga pengurus organisasi. Penulis pernah aktif di organisasi kemahasiswaan Fisheries Diving Club 2009/2010, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan menjadi Ketua Departemen Biro Coorporation 2011/2012, HIMAFARIN menjadi staf Departemen Litbangprof 2011/2012. Penulis melakukan penelitian yang berjudul Peralatan Keselamatan Kerja Pada Perahu Slerek di PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali pada bulan April 2013.