PENYISIHAN ZAT ORGANIK PADA AIR LIMBAH INDUSTRI BATIK DENGAN FOTOKATALISIS TIO2 Basuki Waskitho Adi Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS
Email :
[email protected] Abstrak Berbagai penelitian telah menyebutkan bahwa limbah cair batik memiliki kandungan organik dan warna yang tinggi, namun kenyataan ini belum membuat sentra industri kerajinan batik mengolah limbahnya sebagaimana mestinya. Kenyataan ini diakibatkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah luas lahan yang diperlukan oleh unit IPAL relatif besar. Sehingga diperlukan metode alternatif pengolahan limbah yang efektif dan solutif terhadap permasalahan yang ada. Salah satu metode pengolahan yang efektif adalah dengan memanfaatkan fotokatalisis dengan TiO2. Pada penelitian ini telah dilakukan pengujian terhadap kemampuan semikonduktor TiO2 untuk menurunkan konsentrasi organik dan warna pada limbah cair batik. Telah dilakukan percobaan secara batch dengan lama penyinaran oleh lampu UV selama 4 jam, dengan variasi konsentrasi pembubuhan TiO2 sebesar 0,05%, 0,075%, 0,1%, dan 0,15%. Limbah cair yang digunakan berasal dari Sentra Batik Jetis Sidoarjo yang divariasikan konsentrasinya yaitu 100 %, 75% dan 50 %. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa effisiensi removal warna mencapai 50% dan removal zat organik (Chemical Oxygen Demand) mencapai 60%. Keyword : limbah batik, fotokatalis,TiO2. Abstract Various studies have mentioned that the batik wastewater contains organic and high color, but this fact has not been made batik industrial processing their waste properly. This fact caused by several factors, one of them is the are of land required by the unit is relatively large for waste water treatment plant that required alternative methods of waste treatment as an effective to the problems. One of the effective method of treatment is by TiO2 photocatalyst. This study has been carried out testing of semiconductor TiO2 ability to lower the concentration of organic and color in the batik wastewater. The experiment has been performed in batch system with the long irradiation by UV lamp 8 watts for 4 hours and affixing the variation of the concentration of TiO2 are 0.05%, 0.075%, 0.1%, and 0.15%. Wastewater is derived from the Sentra Batik Jetis in Sidoarjo which have the varied concentration of 100%, 75% and 50%. The results showed that the color removal efficiency reached 50% and the removal of organic substances (Chemical Oxygen Demand) reached 60% at the optimum concentration of 0.1% TiO2 affixing. Keyword: batik waste water, photocatalysts, TiO2.
1. Pendahuluan Batik Tulis Sidoarjo merupakan salah satu kerajinan batik yang masih bertahan sejak muncul untuk pertama kali pada abad ke-17. Kerajinan batik ini semakin menggeliat seiring dengan semakin banyaknya permintaan terhadap batik. Dalam proses produksinya, industri batik banyak meggunakan bahan-bahan kimia dan air. Bahan kimia ini biasanya digunakan pada proses pewarnaan atau pencelupan. Pada umumnya polutan yang terkandung dalam limbah industri batik dapat berupa logam berat, padatan tersuspensi, atau zat organic. Proses pembatikan secara garis besar terdiri dari pemolaan, pembatikan tulis, pewarnaan/pencelupan, pelodoran/penghilangan lilin, dan penyempurnaan (Purwaningsih, 2008). Proses persiapan bahan, pewarnaan dan pelodoran menghasilkan limbah cair dengan kandungan COD dan warna yang tinggi, kadar COD mencapai 939,7 mg/l dan warna 185 CU (Purwaningsih, 2008). Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur no 45 tahun 2002 tentang baku mutu limbah cair bagi industri atau kegiatan usaha lainnya di Jawa Timur, khusus untuk industri tekstil, baku mutu limbah cair untuk parameter COD 150 mg/l, parameter BOD 50 mg/l, dan untuk parameter TSS adalah 50 mg/l, dengan demikian untuk parameter COD yang mencapai 939,7 mg/l pada limbah cair batik ini telah sangat melebihi baku mutu limbah cair yang berlaku di Jawa Timur. Agar memenuhi baku mutu yang ditetapkan maka harus dilakukan pengolahan terhadap limbah ini sebelum dibuang ke badan air. Salah satu alternatif pengolahan yang dilakukan adalah dengan metode fotokatalisis, yaitu pengolahan dengan penambahan katalis dan cahaya pada air limbah. Air limbah dari pewarnaan tekstil mengandung konsentrasi pewarna yang tinggi. Banyak dari pewarna tersebut berbahaya bagi lingkungan karena sifat racun yang melekat pada pewarna tersebut. Pewarna azo mempunyai satu atau lebih ikatan azo yang merupakan pewarna sintetis yang sering digunakan pada kebanyakan industri tekstil. Metode konvensional yang meliputi proses fisik (adsorpsim, filtrasi, dan flotasi), proses kimiawi (koagulasi, oksidasi, reduksi dan elektrolisis), dan proses biologi telah diaplikasikan untuk mengolah limbah tersebut. Namun demikian sulit untuk menemukan metode yang paling efektif dan efisien untuk menyelesaikan masalah tersebut. Proses oksidasi tingkat lanjut atau biasa disebut AOPs (advanced oxidation processes) adalah salah satu metode alternatif untuk mendegradasi warna dan material organik yang biasa terdapat pada air limbah industri tekstil. AOPs bekerja didasarkan pada senyawa hidroksil radikal yang mempunyai kereaktifan tinggi dan non selective oxidants untuk material organik (Yang et al.,2009). Metode fotokatalisis ini telah banyak digunakan dalam beberapa tahun terakhir, jurnal tentang penelitian semikonduktor (seperti TiO2, ZnO, ZnS, dan CdS) banyak digunakan sebagai metode dalam pengolahan air untuk mengurangi pencemar oleh beberapa senyawa terutama bahan organik. Fifiani (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa semikonduktor TiO2 dapat mendegradasi warna dengan baik pada konsentrasi 0,1%, sedangkan pada studi lain menyebutkan terjadinya perubahan warna yang cukup signifikan dari limbah yang digunakan yaitu limbah leuwigajah dari awalnya berwarna kehitam – hitaman berubah menjadi jauh lebih bening, dengan penambahan 5,883 gram dan 7,503 gram serbuk TiO2 pada 200 ml air limbah (Arutanti et al., 2009). Studi lainnya menyebutkan terjadinya penurunan COD pada limbah cair industri tapioka dari angka 1900 mg/L menjadi 66,67 mg/L dengan menggunakan fotokatalisis sintesis TiO2/zeolit-1 (Fatimah dan Wijaya, 2005).
1.1 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada tugas akhir ini adalah: 1. Menentukan dosis pembubuhan optimum dari TiO2 sehingga didapat penyisihan zat organik optimum untuk air limbah industri batik. 2. Menentukan hubungan antara konsentrasi air limbah industri batik dengan efisiensi penyisihan pada parameter yang telah ditentukan. 3. Menentukan hubungan antara pembubuhan TiO2 dengan efisiensi penyisihan pada parameter yang telah ditentukan.
2. Tinjauan Pustaka 2.1 Fotokimia Fotokimia adalah ilmu yang mempelajari reaksi-reaksi kimia yang diinduksi oleh sinar secara langsung maupun tak langsung. Reaksi biasa yang berlangsung dalam gelap dan memperoleh energi pengaktifannya melalui tumbukan antar molekul yang acak dan saling beruntun. Reaksi Fotokimia menerima energi pengaktifannya dan menyerap fotocahaya oleh molekul-molekulnya. Karena itu reaksi ini memberikan kemungkinan selektifitas yang tinggi, yang berarti energi dari kuantum cahaya tepat sesuai untuk reaksi tertentu saja. Jadi tahap pengaktifan dalam reaksi fotokimia cukup berbeda dan lebih selektif dibandingkan dengan pengaktifan reaksi biasa. Keadaan elektronik molekul yang tereksitasi mempunyai energi dan distribusi elektron yang berbeda dari keadaan dasar, sehingga sifat kimianya pun berbeda (Soekarjo, 1989). Konversi cahaya ke energi kimia ataupun energi listrik adalah merupakan prinsip dasar elektrokimia. Untuk mempercepat reaksi konversi dibutuhkan suatu katalis yang dalam hal ini disebut fotokatalis. Dimana untuk aktifnya katalis tersebut dibutuhkan suatu energi cahaya dari sekitarnya. Jadi bilamana terjadi absorbsi foton oleh suatu atom atau molekul maka akan terjadi desakan elektron ke level yang tinggi, sehingga akan terjadi eksitasi pasangan elektron dan hole. Apabila hal tersebut terjadi dalam larutan yang mengandung fotokatalis bersama-sama dengan bahan lainyang bisa tereduksi atau teroksidasi dan menerima energi foton yang mana energi foton lebih besar daripada celah energi (Eg) maka elektron bebas akan keluar dan terbentuk hole. Pasangan hole elektron inilah yang berperan dalam fotokimia. 2.2
Fotokatalisis Dengan TiO2 Fotokatalisis dengan titanium dioksida didefinisikan sebagai proses reaksi kimia yang didasarkan pada pembentukan pasangan elektron-lubang (𝑒 − /ℎ+ ), ketika fotokatalis terirradiasi-UV. Definisi umum tersebut mempunyai implikasi bahwa beberapa langkahlangkah fotokatalis merupakan reaksi redoks yang melibatkan (𝑒 − / ℎ+ ). Fenomena fotokatalisis pada permukaan TiO2 dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika suatu semikonduktor tipe n dikenai cahaya (ℎ𝜐) dengan energi yang sesuai, maka elektron (𝑒 − ) pada pita valensi (vb) akan pindah ke pita konduksi (cb), dan meninggalkan lubang positif (ℎ+ ) pada pita valensi, disebut eksitasi. Sebagaian besar (𝑒 − /ℎ+ ) ini akan berekombinasi kembali, baik di permukaan ataupun di dalam bulk partikel, disebut deeksitasi. Sedangkan sebagian lain dari (𝑒 − /ℎ+ ) dapat bertahan sampai pada permukaan semikonduktor, dimana pada akhirnya, (ℎ+ ) dapat menginisiasi reaksi oksidasi dan dilain pihak (𝑒 − ) akan menginisiasi reaksi reduksi zat kimia yang ada disekitar permukaan semikonduktor. Dalam hal ini semikonduktor tersebut adalah titanium dioksida (TiO2). Pada prinsipnya, reaksi oksidasi pada permukaan semikonduktor dapat berlangsung melalui donasi elektron dari substrat ke (ℎ+ ). Apabila potensi oksidasi yang dimiliki oleh (ℎ+ ) pada pita
valensi ini cukup besar untuk mengoksidasi air pada permukaan partikel, maka akan dihasilkan gugus hidroksil. Radikal hidroksil merupakan spesi pengoksidasi kuat dan memiliki potensial redoks sebesar 2,8 Volt. Potensial sebesar ini cukup kuat untuk mengoksidasi sebagian besar zat organik menjadi air, asam mineral dan karbon dioksida. Keberadaan oksigen terlarut dan donor elektron, radikal-radikal terbentuk oleh reaksi antara (e− / h+ ) dan kelompok aktif permukaan TiO2, OH− atau H2O (Pandiyan et al., 2002). Elektron tereksitasi dapat menyebabkan reaksi reduksi, tetapi dalam banyak kasus, adanya oksigen menyebabkan pembentukan anion superoksida radikal, ∙ O− 2 dan hidroperoksida radikal ∙ HO2 yang merupakan agen pengoksidasi yang sangat efisien. Lubang positif mengoksidasi substrat organik teradsorpsi atau bereaksi dengan air menyebabkan pembentukan hidroksil radikal ∙ OH (Dionysiou et al., 2000). Hidroksil radikal sangat reaktif, dan cepat bereaksi dan non-selektif terhadap senyawa organik, menghasilkan total mineralisasi substrat organik pada langkah terakhir dari reaksi (Alhakimi et al., 2003). + − TiO2 + ℎ𝜐 → 𝑒𝑐𝑏 + ℎ𝑣𝑏 − 𝑒𝑠− + O2 → ∙ O2 + ∙ O− 2 + H → ∙ HO2 + ℎ𝑣𝑏 + H2 O → ∙ OH + H+ + ℎ𝑣𝑏 + OH− → ∙ OH Keberadaan fotokatalisis dengan TiO2 memberikan beberapa keuntungan yang berbeda. TiO2 memiliki stabilitas kimia tinggi pada kisaran pH yang besar, katalis dan bahan kimia berbiaya rendah, tidak ada atau berhambatan rendah dengan keberadaan ion yang umumnya berada di air, memerlukan kondisi reaksi yang relatif ringan dan berhasil mendekomposisi beberapa polutan beracun dan sulit terurai (Bayarri et al., 2005). Meskipun menjadi teknologi menjanjikan, fotokatalisis TiO2 memunculkan beberapa poin yang masih belum jelas; sebelum air limbah diolah, perlu cukup daerah transparan di daerah spektral semikonduktor untuk menyerap, dan dalam beberapa kasus, keseluruhan proses agak lambat karena hanya sekitar 3% radiasi matahari dapat digunakan (Bayarri et al., 2005). Laju dekomposisi dari beberapa organik oleh reaksi fotokatalisis dipengaruhi oleh sisi aktif dan penyerapan foton dari katalis yang digunakan (Ku et al.,1996). Polutan sering hadir dalam konsentrasi terlalu rendah untuk dihapus secara efisien, tapi konsentrasi kontaminan terlalu tinggi juga dapat merugikan bagi pengolahan oksidasi fotokatalisis. Masalah lainnya mungkin timbul dari keberadaan materi alam organik dalam air, karena dapat menempati sisi permukaan terkatalis yang aktif, sehingga menyebabkan efisiensi degradasi jauh lebih rendah (Ilisz et al., 2002). 2.3 Proses Fotokatalis Pada Pengolahan Pewarna Tekstil Telah banyak penelitian tentang penguraian zat warna tekstil dengan proses fotokatalisis.Terutama untuk pewarna azo yang merupakan pewarna organik yang paling sering dipakai pada industri tekstil. Beberapa pewarna yang digunakan untuk industri tektil menjadikan beban dan berbahaya bagi lingkungan dengan melepaskan racun dan berpotensi sebagai senyawa karsinogenik atau yang memacu tumbuhnya kanker. Industri pewarnaan merupakan penghasil polutan terbesar pada sektor industri, dimana hanya 45-47% bahan pewarna yang merupakan bahan biodegradable. Karena sifat racun dan ketahanan pewarna azo inilah degradasi senyawa tersebut menjadi isu penting akhir-akhir ini. Titanium dioksida telah ditemukan menjadi katalis yang lebih efisien untuk degradasi melalui proses fotokatalisis karena transfer elektron yang lebih cepat untuk molekul oksigen, apalagi fotokatalis TiO2 tersedia dalam jumlah besar murah, tidak beracun dan menunjukkan stabilitas kimia relatif tinggi. Meskipun telah banyak penelitian berurusan dengan penghilangan warna fotokatalisis pewarna tekstil tertentu dari kategori kimia yang berbeda, namun kebanyakan dari mereka termasuk pemeriksaan rinci
yang disebut proses utama di bawah kondisi kerja yang berbeda. Hanya sedikit informasi yang tersedia pada mekanisme reaksi yang terlibat dalam degradasi pewarna secara fotokatalisis dan pada identifikasi transien intermediet utama yang baru-baru ini diakui sebagai sangat penting aspek dari proses ini, terutama di melihat aplikasi praktis mereka (Bansal et al., 2010). Pendegradasian warna dengan fotokatalis menggunakan semikonduktor TiO2 merupakan terobosan yang mutakhir untuk pemulihan lingkungan daripada cara-cara metode oksidasi yang sudah bisa dibilang konvensional. Namun kelamahan TiO2 adalah bahwa semikonduktor TiO2 hanya dapat menyerap spektrum UV yang hanya terdapat pada proporsi kecil pada cahaya matahari. Oleh karena itu, modifikasi TiO2 fotokatalis untuk polutan degradasi menggunakan cahaya tampak merupakan objek yang menuntut penelitian. Sensitisasi warna tampaknya menjadi salah satu metode yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini. Proses fotokatalisis peka memiliki beberapa keuntungan yang mungkin lebih dari photocatalysis langsung. Ini memperluas jangkauan energi eksitasi semikonduktor ke wilayah terlihat, membuat penggunaan yang lebih lengkap daripada energi surya dan bisa mempromosikan penghapusan polutan berwarna (Chattterajee et al., 2007). 3. 3.1
Metode Penyiapan Reaktor Reaktor fotokatalisis terdiri dari reaktor silinder terbuat dari sebuah gelas kaca pyrex dengan volume 5 Liter dengan pelapis lembaran aluminium yang direkatkan pada dinding luarnya, untuk mencegah cahaya luar masuk kedalam reaktor.sebuah lampu UV C fluoresen biru 8 W/G8T5 (produksi Hanwen), pengaduk magnetik untuk menjaga agar larutan homogen. Lampu-UV sebagai sumber irradiasi dipasang pada posisi tengah reaktor dan tercelup dalam suspensi. Fotoreaktor dan perlengkapannya tersusun dalam kotak gelap (black box) yang terbuat dari kayu. Sampel disadap dari selang kecil yang mengalirkan suspensi keluar black box, Setelah suspensi disadap keluar black box, TiO2 dipisahkan dari suspensi dengan cara diendapkan selama 12 jam dan dianalisa supernatannya dengan parameter yang telah ditentukan yaitu warna dan COD. 3.2 Pelaksanaan. 3.2.1 Pengambilan sampel Sampel diambil pada kolam pewarnaan yang digunakan pada industri rumahan Batik Tulis sebelum masuk ke saluran pembuangan (got). Pada kolam pewarnaan terdapat tiga kolam yaitu kolam yang berisi garam warna, napthol, dan pembilasan. Pengambilan sampel dilakukan pada bagian atas kolam dengan perbandingan 1 warna : 1 napthol : 3 Pembilasan (sesuai dengan ukuran kolam). Pewadahan sampel dilakukan dengan jirigen air 30 Liter. 3.2.2 Penyimpanan dan Pengenceran Sampel Sampel disimpan pada lemari pendingin untuk menghindari turunnya kualitas air limbah.Pengenceran sampel dilakukan dengan menambahkan larutan aquades menurut konsentrasi masing-masing yang telah ditetapkan yaitu 100% (penambahan 0 liter aquades), 75% (penambahan 1 liter aquades), dan 50% (penambahan 2 liter aquades). 3.2.3 Pembubuhan TiO2 Salah satu variasi yang dilakukan pada percobaan ini adalah dosis penambahan TiO2 ke dalam reaktor yang telah diisi sampel sebanyak 4 Liter. Pada Tahap ini diperlukan penimbangan serbuk TiO2 dengan neraca analitik sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan dalam variabelnya, yaitu: • 2 gram untuk dosis pembubuhan 0,05% • 3 gram untuk dosis pembubuhan 0,075% • 4 gram untuk dosis pembubuhan 0,1%
• 6 gram untuk dosis pembubuhan 0,15%
4
Pembahasan
4.1 Fotokatalis Fotokatalitis dengan titanium dioksida didefinisikan sebagai proses reaksi kimia yang didasarkan pada pembentukan pasangan elektron-lubang (𝑒 − /ℎ+ ), ketika fotokatalis terirradiasi-UV. Definisi umum tersebut mempunyai implikasi bahwa beberapa langkahlangkah fotokatalis merupakan reaksi redoks yang melibatkan (𝑒 − / ℎ+ ). Dalam penelitian ini dilakukan proses fotokatalisis dengan variasi dosis pembubuhan TiO2 sebesar 0,05%; 0,075; 0,1%; dan 0,15% serta konsentrasi air limbah 100%; 75% dan 50% yang didapat melalui pengenceran selama 4 jam. Penguraian zat warna oleh proses fotokatalisis disebabkan oleh terbentuknya senyawasenyaa radikal. Persamaan (1-4) menggambarkan reaksi yang terjadi pada proses fotokatalisis dalam air: H2O → •H + •OH (1) •H + •OH → H2O (2) •OH + •OH → H2O2 (3) 2•OH+ → H2O + •O (4) Persamaan (5-10) menggambarkan reaksi pembentukan radikal pada proses fotokatalisis pada keadaan jenuh oksigen atau udara. O2→ 2•O (5) O2 +•O → O3 (6) O2 +•H → •O2H atau (O + •OH) (7) •O + •O2H → •OH + O2 (8) (9) •O + H2O → 2•OH 2•O2H → H2O2 +O2 (10) Pada proses fotokatalisis yang terjadi dalam suatu larutan, hidrogen peroksida terbentuk melalui peristiwa rekombinasi hidroksil radikal (Eq. 5). Jika larutan jenuh dengan udara ataupun oksigen, senyawa hidroksil radikal akan membentuk senyawa hidrogen peroksida (Eq. 5 dan 12). Senyawa hidrogen peroksida yang terbentuk akan memperkuat oksidasi yang dilakukan oleh semikonduktor TiO2, sehingga hasil yang didapatkan akan semakin baik. (wu et al.,2009) 4.1.1 Konsentrasi limbah 100% Konsentrasi air limbah 100% merupakan air limbah yang berasal dari industri batik tanpa dilakukan pengenceran. Air limbah dimasukkan ke dalam fotoreaktor sebanyak 4 liter. Kemudian reaktor dijalankan dengan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil dari jalannya proses fotokatalisis adalah seperti pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Fotokatalisis air limbah konsentrasi 100% Konsentrasi Pembubuhan
0,05%
0,075%
0,10%
0,15%
Waktu (jam)
Absorbansi
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
0,554 0,503 0,453 0,44 0,433 0,549 0,483 0,436 0,411 0,406 0,557 0,452 0,415 0,386 0,378 0,551 0,473 0,451 0,426 0,409
Konsentrasi Effisiensi penyisihan Nilai COD Effisiensi (mg/L) penyisihan COD (%) Warna (mg /L) warna (%)
452 406 361 349 342 448 388 345 322 318 455 360 326 300 292 450 379 359 336 321
0,0 9,2 18,2 20,6 21,8 0,0 12,0 20,6 25,1 26,0 0,0 18,9 25,5 30,7 32,1 0,0 14,2 18,1 22,7 25,8
264 253 231 220 209 253 220 209 187 187 264 209 198 176 165 264 242 231 209 198
0,0 4,2 12,5 16,7 20,8 0,0 13,0 17,4 26,1 26,1 0,0 20,8 25,0 33,3 37,5 0,0 8,3 12,5 20,8 25,0
Sumber :Hasil Analisis Konsentrasi zat warna didapatkan melalui persamaan y = 0,0011x + 0,0563 Dimana, Y = Nilai absorbansi X = Konsentrasi zat warna (mg/L) Sehingga untuk mencari nilai x digunakan persamaan : (𝑦−0,0563) X= 0,0011
Efisiensi penyisihan dihitung menggunakan persamaan : X0 – Xt
Ε= 𝑥 100% 𝑋0 Dimana, Xo = Nilai pada Jam ke-0 Xt = Nilai pada Jam ke-t Tabel 4.1 di atas menjelaskan hubungan antara lama waktu penyinaran dengan degradasi zat warna dan konsentrasi COD. Titik pada jam ke-0 mempunyai sedikit selisih dikarenakan running reaktor dijalankan satu per satu pembubuhan dosis. Untuk menyamakan titik awal (jam ke-0) maka dibuat perbandingan rasio yang merupakan perbandingan nilai pada jam ke-n dengan jam ke-0 yang dapat digambarkan pada Gambar 4.1 dan 4.2.
Gambar 4.1 Hubungan antara waktu dengan degradasi warna Gambar 4.1 menjelaskan bahwa kemampuan degradasi semakin meningkat sampai dicapainya titik optimum pada pembubuhan TiO2 sebesar 0,1%, atau dengan kata lain degradasi warna limbah paling besar pada adalah pada penambahan TiO2 sebesar 0,1% dimana degradasi warna mencapai 32,1%. Namun pada dosis pembubuhan 0,15% efisiensi degradasi warna menurun jika dibandingkan dengan dosis 0,1%. Pada Pembubuhan TiO2 sebesar 0,15% efisiensi penyisihan warna hanya mencapai 25,8%. Hal ini disebabkan karena dengan penambahan TiO2 0,15% kekeruhan akan semakin meningkat dan menghalangi penetrasi UV ke dalam seluruh bagian + − ) atau elektron (𝑒𝑐𝑏 ) menurun dan larutan. Hal ini menyebabkan produksi pasangan holes ( ℎ𝑣𝑏 menyebabkan senyawa-senyawa radikal yang dibutuhkan untuk menguraikan zat warna menurun pula. Penurunan ini mengakibatkan penurunan pula pada efisiensi degradasi zat warna (Chattterajee et al., 2007). Proses fotokatalis pada pewarna terlarut akan dimulai dengan penguraian penguraian ikatan azo terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan penguraian ikatan yang bergugus azo lebih mudah daripada penguraian senyawa aromatik yang banyak terdapat di limbah warna. Hal ini menyebabkan turunnya warna dengan konsentrasi yang cukup besar (Yu et al., 2010). Hubungan antara lama penyinaran dengan degradasi zat organik dapat digambarkan seperti Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Hubungan antara waktu dengan degradasi COD Gambar 4.2 di atas dapat dilihat bahwa degradasi penurunan zat organik sejalan dengan penurunan warna, yang paling besar adalah pada konsentrasi pembubuhan TiO2 sebesar 0,1 %. Seperti halnya dengan penurunan warna pada konsentrasi air limbah yang sama, efisiensi degradasi COD semakin meningkat ketika dilakukan penambahan dosis TiO2 sampai mencapai optimum, yaitu pada dosis pembubuhan 0,1%. Setelah melampaui dosis tersebut atau pada dosis 0,15% efisiensi degradasi akan lebih kecil dari efisiensi degradasi pembubuhan 0,1% dikarenakan kekeruhan yang meningkat menghalangi masuknya sinar UV ke seluruh bagian larutan yang mengakibatkan turunnya produksi senyawa radikal oleh semikonduktor TiO2. Perbandingkan efisiensi penyisihan antara keempat dosis pembubuhan tersebut dapat dilihat secara ringkas pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Perbandingan Efisiensi Penyisihan Parameter pada Konsentrasi Air limbah 100%. Gambar 4.3 di atas merupakan efisiensi penyisihan setelah penyinaran selama 4 jam. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penyisihan tertinggi baik pada parameter warna maupun COD didapat pada pembubuhan TiO2 sebesar 0,1% yang mencapai 32,1% untuk penyisihan warna dan 37,5% untuk penyisihan COD. Pada konsentrasi ini nilai akhir COD dengan penyisihan sebesar 37,5% adalah sebesar 165 mg/L atau tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh Keputusan Gubernur Jawa Timur No 42 Tahun 2002 untuk limbah tekstil yaitu sebesar 150 mg/L. 4.1.2
Konsentrasi Limbah 75% Konsentrasi air limbah 75% diperoleh dengan mengencerkan air limbah batik yang digunakan dengan aquades dengan komposisi 3 liter limbah : 1 liter aquades di dalam fotoreaktor bervolume 4 liter. Hasil dari proses fotokatalisis pada konsentrasi limbah 75% dapat dilihat seperti Tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Fotokatalisis Air Limbah Konsentrasi 75% Konsentrasi Pembubuhan
0,05%
0,075%
0,10%
0,15%
Waktu (jam)
Absorbansi
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
0,421 0,394 0,351 0,337 0,313 0,417 0,348 0,334 0,312 0,291 0,424 0,327 0,269 0,255 0,243 0,415 0,373 0,304 0,285 0,280
Konsentrasi Effisiensi penyisihan Nilai COD Effisiensi (mg/L) penyisihan COD (%) Warna (mg /L) warna (%)
332 307 268 255 233 328 265 252 232 213 334 246 193 181 170 326 287 225 208 203
0,0 6,4 16,6 20,0 25,7 0,0 16,5 20,0 25,2 30,2 0,0 22,9 36,6 39,9 42,7 0,0 10,2 26,7 31,3 32,5
209 198 154 154 143 220 187 165 143 132 220 165 143 132 110 231 187 176 165 154
0,0 5,3 26,3 26,3 31,6 0,0 15,0 25,0 35,0 40,0 0,0 25,0 35,0 40,0 50,0 0,0 19,0 23,8 28,6 33,3
Sumber :Hasil Analisis Tabel 4.2 di atas terdapat sedikit perbedaan pada titik ke-0, untuk menyamakan titik awal (jam ke 0) maka dibuat perbandingan rasio yang merupakan perbandingan nilai pada jam ke-n dengan jam ke-0 yang dapat digambarkan pada Gambar 4.4 dan 4.5 berikut ini.
Gambar 4.4 Hubungan antara waktu dengan degradasi warna Proses fotokatalis pada pewarna terlarut akan dimulai dengan penguraian penguraian katan azo terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan penguraian ikatan yang bergugus azo lebih mudah daripada penguraian senyawa aromatik yang banyak terdapat di limbah warna. Hal ini menyebabkan turunnya warna dengan konsentrasi yang cukup besar (Yu et al., 2010). Gambar 4.4 menjelaskan bahwa degradasi penurunan warna semakin meningkat seiring dengan penambahan dosis sampai titik pembubuhan optimum. Degradasi warna yang paling besar adalah pada konsentrasi pembubuhan TiO2 sebesar 0,1 %. Hasil ini sejalan dengan percobaan sebelumnya yaitu pada konsentrasi air limbah 100%, dimana degradasi terbesar berada pada pembubuhan 0,1 %. Menurut Bansal et al, (2009) hal ini kemungkinan disebabkan kerena pembubuhan TiO2 mempunyai titik optimum yang berkaitan dengan proses fotokatalis, dimana ketika titik tersebut dilampaui maka penetrasi sinar UV ke larutan akan menurun, yang mengakibatkan turunnya efek fotokatalis dan lebih dominan di dalamnya proses adsorpsi. Hubungan antara lamanya waktu penyinaran dengan penyisihan zat organik dapat digambarkan seperti pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Hubungan antara waktu dengan degradasi COD Gambar 4.5 di atas dapat dilihat bahwa penyisihan zat organik yang paling besar adalah pada konsentrasi pembubuhan TiO2 sebesar 0,1% yaitu mencapai 50% . Seperti halnya pada degradasi warna pada degradasi zat organik yang terukur dari nilai COD ini menunujukkan hal yang serupa yaitu setiap penambahan dosis pembubuhan TiO2 terjadi peningkatan penyisihan COD yang terjadi pada air limbah dalam fotoreaktor sampai dicapainya titik optimum. Setelah melewati pembubuhan optimum atau pada pembubuhan TiO2 0,15% terjadi penurunan efisiensi penyisihan yang hanya mencapai 33,3%.
Perbandingkan efisiensi penyisihan antara keempat dosis pembubuhan tersebut dapat dilihat secara ringkas pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Perbandingan Efisiensi Penyisihan Parameter pada Konsentrasi Air limbah 75%. Gambar 4.6 di atas adalah gambaran efisiensi penyisihan yang didapat setelah penyinaran selama 4 jam pada air limbah berkonsentrasi 75%. Penyisihan tertinggi baik pada parameter warna maupun COD didapat pada pembubuhan TiO2 sebesar 0,1%. Pada konsentrasi ini nilai akhir COD dengan penyisihan sebesar 50% adalah sebesar 110 mg/L atau telah memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh Keputusan Gubernur Jawa Timur No 42 Tahun 2002 untuk limbah tekstil yaitu sebesar 150 mg/L. 4.1.3
Konsentrasi Limbah 50% Konsentrasi limbah 50% merupakan hasil pencampuran air limbah batik dengan aquades dengan takaran 2 liter air limbah : 2 liter aquades. Kemudian campuran larutan ini dimasukkan ke dalam fotoreaktor untuk dilakukan proses fotokatalisis. Hasil dari proses fotokatalisis pada konsentrasi air limbah 50% dapat dilihat seperti pada Tabel 4.5. Tabel 4.3 Hasil Fotokatalisis Air Limbah Konsentrasi 50% Konsentrasi Pembubuhan
0,05%
0,075%
0,10%
0,15%
Waktu (jam)
Absorbansi
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
0,28 0,241 0,214 0,205 0,197 0,285 0,238 0,201 0,193 0,173 0,275 0,215 0,183 0,138 0,115 0,283 0,237 0,189 0,17 0,168
Konsentrasi Effisiensi penyisihan Nilai COD Effisiensi (mg/L) penyisihan COD (%) Warna (mg /L) warna (%)
203 168 143 135 128 208 165 132 124 106 199 144 115 74 53 206 164 121 103 102
0,0 13,9 23,6 26,8 29,6 0,0 16,5 29,5 32,3 39,3 0,0 21,8 33,5 49,8 58,2 0,0 16,3 33,2 39,9 40,6
165 143 132 110 110 165 154 132 132 99 176 132 99 88 66 176 132 121 110 99
0,0 13,3 20,0 33,3 33,3 0,0 6,7 20,0 20,0 40,0 0,0 25,0 43,8 50,0 62,5 0,0 25,0 31,3 37,5 43,8
Sumber :Hasil Analisis Pada Tabel 4.3 di atas terlihat bahwa titik pada jam ke-0 terdapat sedikit perbedaan antara masing-masing konsentrasi pembubuhan. Untuk menyamakan titik awal (jam ke 0)
maka dibuat perbandingan rasio yang merupakan perbandingan nilai pada jam ke-n dengan jam ke-0 yang dapat digambarkan pada Gambar 4.7 dan 4.8 berikut ini.
Gambar 4.7 Hubungan antara waktu dengan degradasi warna Gambar 4.7 di atas dapat dilihat bahwa efisiensi Penyisihan warna semakin meningkat seiring ditambahkannya dosis TiO2 sampai tecapainya dosisi pembubuhna optimum. Degradasi penurunan konsentrasi zat warna yang paling besar adalah pada konsentrasi pembubuhan TiO2 sebesar 0,1% yaitu mencapai penyisihan sebesar 58,2%.. Seperti pada percobaan sebelumnya yaitu pada konsentrasi air limbah 100%, dan air limbah 75%. Menurut Bansal et al, (2009) hal ini kemungkinan disebabkan kerena pembubuhan TiO2 mempunyai titik optimum yang berkaitan dengan proses fotokatalis, dimana ketika titik tersebut dilampaui maka penetrasi sinar UV ke larutan akan menurun, yang mengakibatkan turunnya efek fotokatalis dan lebih dominan di dalamnya proses adsorpsi. Hubungan antgara lamanya waktu penyinaran dengan penyisihan zat organik pada konsentrasi air limbah 50% dapat digambarkan seperti pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Hubungan antara waktu dengan degradasi COD Gambar di atas 4.8 dapat dilihat bahwa degradasi penurunan zat organik yang paling besar adalah pada konsentrasi pembubuhan TiO2 sebesar 0,1% yaitu mencapai nilai penyisihan 62,5%. Seperti halnya pada penyisihan warna pada penyisihan organik yang diukur sebagai COD ini efisiensi penyisihan semakin meningkat seiring ditambahkannya dosis pembubuhan TiO2, Hingga tercapainya dosis optimum pembubuhan. Apabila dosis optimum tersebut telah terlampaui maka efisiensi penyisihannya akan menurun. Menurut Bansal et al, (2009) hal ini dimungkinkan karena ketika penambahan TiO2 dilakukan terus menerus hingga dosis optimum terlampaui maka penetrasi sinar UV ke dalam larutan akans
emakin menurun, sehingga proses fotokatalisis akan semakin sulit dan tertutupi oleh besarnya pengaruh adsorpsi pada permukaan semikonduktor TiO2. Perbandingkan efisiensi penyisihan antara keempat dosis pembubuhan tersebut dapat dilihat secara ringkas pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Perbandingan Efisiensi Penyisihan Parameter pada Konsentrasi Air limbah 50%. Gambar 4.9 di atas merupakan efisiensi penyisihan setelah penyinaran selama 4 jam. Penyisihan tertinggi baik pada parameter warna maupun COD didapat pada pembubuhan TiO2 sebesar 0,1%. Pada konsentrasi ini nilai akhir COD dengan penyisihan sebesar 62,5% adalah sebesar 66 mg/L atau telah memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh Keputusan Gubernur Jawa Timur No 42 Tahun 2002 untuk limbah tekstil yaitu sebesar 150 mg/L. 4.2
Pengaruh Konsentrasi Air Limbah Terhadap Efisiensi Penyisihan
4.2.1 Pengaruh Konsentrasi Air Limbah Terhadap Efisiensi Penyisihan Konsentrasi Zat Warna Pada percobaan fotokatalis yang telah dilakukan, salah satu variabel yang digunakan adalah konsentrasi air limbah yang didapatkan melalui pengenceran air limbah batik asli sebagai konsentrasi awal 100%. Kemudian untuk mendapatkan konsentrasi air limbah 75% dilakukan pengenceran dari konsentrasi air limbah 100% dengan cara diencerkan dengan perbandingan 3 air limbah : 1 Aquades. Begitu pula pada konsentrasi 50% didapatkan melalui pengenceran konsentrasi 100% dengan perbandingan 1 :1. Hasil perbandingan efisiensi penyisihan konsentrasi warna setelah melalui proses fotokatalis pada konsentrasi air limbah tersebut dapat dilihat seperti Gambar 4.10.
Gambar 4.10 Perbandingan Penyisihan Warna Pada Konsentrasi Air Limbah 100%. 75%, dan 50%. Gambar 4.10 di atas menunjukkan perbandingan antara konsentrasi pembubuhan TiO2 dengan konsentrasi air limbah dan persen (%) penyisihan konsentrasi warna. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa titik optimum pembubuhan TiO2 untuk ketiga konsentrasi air limbah adalah sama, yaitu 0,1%. Namun, bukan berarti pada dosis pembubuhan optimum tersebut penyisihan yang dicapai masing-masing konsentrasi air limbah adalah sama. Gambar 4.12 menunjukkan bahwa semakin pekat konsentrasi air limbah maka efisiensi penyisihan dari warna akan semakin menurun. Pada konsentrasi ail limbah 100% didapatkan efisiensi penyisihan optimum 32,1%, pada konsentrasi air limbah 75% efisiensi penyisihannya mencapai 42,7% , sedangkan efisiensi tertinggi didapatkan pada air limbah yang berkonsentrasi 50% yaitu mencapai 58,2%. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi pembubuhan yang sama diasumsikan proses fotokatalis yang berjalan sama, dalam hal ini + − ) dan elektron (𝑒𝑐𝑏 ) yang yang dimaksud sama adalah jumlah produksi pasangan hole ( ℎ𝑣𝑏 berujung pada produksi senyawa radikal yang relatif sama. Sehingga semakin rendah konsentrasi air limbah maka semakin besar efisiensi yang didapatkan. 4.2.2 Pengaruh Konsentrasi Air Limbah Terhadap Efisiensi Penyisihan Nilai COD. Pada variabel pengenceran dalam percobaan ini terdapat pengaruh yang nyata antara konsentrasi air limbah dengan efisiensi penyisihan. Pengaruh yang terjadi antara konsentrasi air limbah dengan penyisihan nilai COD dapat dilihat pada gambar 4.11.
Gambar 4.11 Perbandingan Penyisihan COD Pada Konsentrasi Air Limbah 100%, 75%, dan 50%.
Gambar 4.11 di atas menunjukkan bahwa semakin pekat atau semakin tinggi konsentrasi air limbah maka efisiensi penyisihannya akan semakin menurun. Untuk setiap konsentrasi air limbah, baik itu konsentrasi 100%; 75%; dan 50%, dosis pembubuhan optimum TiO2 adalah 0,1%. Namun bukan berarti pada konsentrasi pembubuhan tersebut efisiensi penyisihannya adalah sama. Seperti pada dosis pembubuhan lainnya semakin pekatnya konsentrasi air limbah maka efisiensi penyisihannya akan semakin turun. Pada dosis pembubuhan optimum konsentrasi air limbah 100% menghasilkan efisiensi penyisihan sebesar 37,5%, sedangkan pada konsentrasi air limbah 75% mencapi efisiensi penyisihan 50%, dan 62,5% pada konsentrasi air limbah 50%. Hal ini disebabkan oleh pada dosis + − pembubuhan yang sama dapat diibaratkan produksi pasangan hole ( ℎ𝑣𝑏 ) dan elektron (𝑒𝑐𝑏 ) adalah sama sehingga produksi senyawa radikal yang berperan sebagai pengurai relatif sama. Sedangkan di sisi lain semakin rendah konsentrasi maka konsentrasi polutan akan semakin rendah pula. Sehingga efisiensi penyisihan yang tertinggi akan dicapai pada konsentrasi polutan yang paling rendah. 4.3 Pengaruh Penyinaran UV UV C yang digunakan pada percobaan ini berasal dari lampu hanwen berdaya 8 watt. Berdasarkan pendekatan persamaan planck yang telah dibahas sebelumnya lampu ini menghasilkan energi foton antara antara 7,091 x 10-22 dan 1,985 x 10-21 joule. Pada percobaan ini untuk melihat pengaruh penyinaran UV terhadap hasil percobaan maka dilakukan penyinaran terhadap air limbah dengan ketiga konsentrasi yaitu 100%; 75%; dan 50%, namun tanpa dilakukan penambahan TiO2. Lama penyinaran dilakukan selama 4 jam atau sama seperti yang dilakukan pada percobaan sebelumnya. Hasil pengaruh penyinaran UV C yang digunakan terhadap penyisihan warna dan nilai COD adalah seperti pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Pengaruh Penyinaran UV C Terhadap Penyisihan Warna dan Nilai COD Konsentrasi air Limbah
100,00%
75,000%
50,00%
Waktu (jam)
Absorbansi
Konsentrasi Warna (mg /L)
Effisiensi penyisihan warna (%)
COD (mg/L)
Effisiensi penyisihan COD (%)
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
0,553 0,551 0,552 0,552 0,552 0,424 0,424 0,423 0,426 0,421 0,274 0,274 0,274 0,273 0,271
452 450 451 451 451 334 334 333 336 332 198 198 198 197 195
0,0 0,4 0,2 0,2 0,2 0,0 0,0 0,2 -0,5 0,7 0,0 0,0 0,0 0,4 1,1
264 264 264 264 264 220 220 220 220 220 176 176 176 176 176
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
Sumber : Hasil Analisis Tabel 4.4 di atas menjelaskan bahwa lampu UV C Hanwen 8 watt yang digunakan tidak berpengaruh signifikan terhadap penyisihan konsentrasi warna maupun nilai COD pada sampel. Tabel tersebut menyebutkan bahwa pengaruh lampu UV yang digunakan terhadap degradasi zat warna maksimal hanya sebesar 1,1% dan 0 % untuk nilai COD. Sebagai pembandingan yang lebih jelas data dalam tabel tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12 Pengaruh Penyinaran UV C Terhadap Penyisihan Warna dan Nilai COD Gambar 4.12 di atas membandingkan antara penyisihan konsentrasi zat warna dan zat organik setelah penyinaran selama 4 jam oleh lampu UV. Gambar tersebut menyebutkan bahwa pengaruh lampu UV yang digunakan terhadap degradasi zat warna maksimal hanya sebesar 1,1% dan 0 % untuk nilai COD. Yu et al. (2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kekuatan lampu UV sangat membantu proses pembentukan senyawa hidroksil radikal, namun disisi lain perbedaan daya yang dimiliki oleh lampu tersebut berbeda-beda pada beberapa penelitian, sehingga sulit dilihat seberapa besar pengaruhnya. Namun berdasarkan percobaan yang dilakukan, jumlah energi foton yang dihasilkan oleh lampu UV berbanding lurus dengan besaran penyisihan yang dihasilkan. Sehingga dari percobaan ini dapat dikatakan bahwa lampu yang digunakan sebagai sumber penyinaran UV tidak berpengaruh signifikan terhadap penyisihan zat warna maupun zat organik yang terukur sebagai nilai COD. 4.4 Pengaruh Adsorpsi Permukaan TiO2 Chattterajee et al.(2007) pada penelitiannya mengatakan bahwa proses adsorpsi yang terjadi pada permukaan semikonduktor TiO2 merupakan faktor yang mempengaruhi efisiensi penyisihan dari proses fotokatalis. Oleh karena itu diperlukan percobaan untuk mengetahui pengaruh banyaknya pembubuhan dosis TiO2 terhadap adsorpsi yang terjadi pada permukaan TiO2. Percobaan ini bertujuan untuk mengklarifikasi seberapa banyak pengaruh dosis pembubuhan TiO2 terhadap penyisihan parameter. Namun percobaan ini hanya dilakukan pada dosis optimum pembubuhan saja, yaitu pada dosis 0,1% dalam masing-masing konsentrasi air limbah. Percobaan dilakukan tidak sama seperti percobaan fotokatalis, percobaan ini dilakukan tanpa adanya penyinaran oleh lampu UV selama 4 jam. Hasil yang didapat pada percobaan ini dapat dilihat seperti pada Tabel 4.7. Tabel 4.5 Pengaruh Adsorpsi Permukaan TiO2Terhadap Penyisihan Warna dan Nilai COD Konsentrasi air Limbah
100,00%
75,000%
50,00%
Waktu (jam)
Absorbansi
Konsentrasi Warna (mg /L)
Effisiensi penyisihan warna (%)
Nilai COD (mg/L)
Effisiensi penyisihan COD (%)
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
0,56 0,553 0,553 0,552 0,549 0,417 0,411 0,407 0,403 0,403 0,277 0,273 0,271 0,267 0,265
458 452 452 451 448 328 322 319 315 315 201 197 195 192 190
0,0 1,4 1,4 1,6 2,2 0,0 1,7 2,8 3,9 3,9 0,0 1,8 2,7 4,5 5,4
264 253 253 242 253 209 198 198 198 198 176 165 165 176 165
0,0 4,2 4,2 8,3 4,2 0,0 5,3 5,3 5,3 5,3 0,0 6,2 6,2 0,0 6,2
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 4.5 di atas menunjukkan pengaruh adsorpsi permukaan TiO2 terhadap penyisihan konsentrasi zat warna dan nilai COD. Pada tabel tersebut disebutkan bahwa adsorpsi paling besar terletak pada konsentrasi air limbah 50%. Untuk lebih jelasnya perbandingan antara adsorpsi pada masing-masing konsentrasi air limbah dapat digambarkan seperti Gambar 4.15.
Gambar 4.12 Pengaruh Adsorpsi Permukaan TiO2 Pada Masing-masing Konsentrasi Air Limbah Gambar 4.12 di atas menunujukkan hubungan antara konsentrasi air limbah dengan penyisihan parameter akibat adsorpsi permukaan oleh TiO2. Gambar tersebut menerangkan bahwa semakin kecil konsentrasi air limbah maka penyisihan warna ataupun COD semakin besar, hal ini dikarenakan pada konsentrasi pembubuhan yang sama luas permukaan media TiO2 relatif sama, sehingga ketika dibubuhkan pada media yang konsentrasinya berbeda maka penyisihan terbesar berada pada konsentrasi air limbah terkecil.
4. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dosis pembubuhan optimum pembubuhan TiO2 untuk masing-masing konsentrasi air limbah adalah 0,1%. Pada dosis pembubuhan yang sama, semakin kecil konsentrasi air limbah maka semakin besar removal yang didapatkan. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi pembubuhan yang sama maka senyawa radikal dan pengaruh adsorbsi cenderung sama, di sisi lain pada konsentrasi air limbah yang lebih kecil maka polutan yang ada dalam air limbah tersebut semakin kecil. Sehingga effisiensi removal yang didapatkan pada air limbah berkonsentrasi kecil lebih besar dari pada konsentrasi air limbah yang lebih pekat. Penambahan dosis TiO2 pada percobaan yang dilakukan akan meningkatkan effisiensi removal parameter sampai dicapainya dosis optimum, setelah itu penambahan dosis akan menurunkan effisiensi fotokatalisis karena penetrasi UV ke dalam larutan akan berkurang seiring penambahan TiO2.