Anwarudin Syah, M.J. et al.: Penyimpanan kapsul cendawan mikoriza Arbuskula ... J. Hort. 16(2):129-133, 2006
Penyimpanan Kapsul cendawan mikoriza arbuskula untuk mempertahankan Daya multiplikasi dan Infektivitas Anwarudin Syah, M.J., Jumjunidang, dan Y. Herizal
Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Jl. Raya Solok Aripan Km. 8 Solok 27301 Naskah diterima tanggal 5 April 2005 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 11 Oktober 2005 ABSTRAK. Aplikasi cendawan mikoriza arbuskula (CMA) sampai saat ini dilakukan dengan meletakkan inokulum dalam pasir yang mengandung spora CMA ke bidang perakaran tanaman. Cara tersebut kurang praktis dan dosis spora yang diberikan tidak diketahui secara pasti. Telah dilakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan kapsul CMA terhadap daya multiplikasi dan infektivitasnya. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Balitbu Solok selama 24 bulan, mulai November 2001 sampai November 2003, dalam rancangan acak kelompok faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 6 ulangan. Faktor pertama adalah lama penyimpanan kapsul CMA yang terdiri dari 8 bulan dan 18 bulan, sedangkan faktor kedua adalah jenis pembawa yang terdiri dari 2 macam, yaitu tanah hitam dan tanah merah. Spora CMA dicampur dengan masing-masing pembawa kemudian dimasukkan ke dalam kapsul. Selanjutnya setiap kapsul yang berisi spora CMA disimpan selama 8 dan 18 bulan pada suhu kamar. Setelah penyimpanan, kapsul CMA ini diinokulasikan pada bidang perakaran tanaman Pueraria javanica. Peubah yang diamati meliputi jumlah spora yang terbentuk dan persentase infeksi spora CMA pada akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa spora CMA yang dikemas dalam kapsul masih memiliki daya infektivitas dan multiplikasi yang cukup baik sampai penyimpanan selama 18 bulan dan tanah hitam merupakan pembawa terbaik untuk mengemas spora CMA dalam kapsul. Dari penelitian ini, pengembangan kapsul CMA secara komersial sangat memungkinkan untuk dilakukan. Kata kunci: Mikoriza arbuskula; Pueraria javanica; Penyimpanan; Pembawa; Infektivitas; Multiplikasi. ABSTRACT. Anwarudin Syah, M.J., Jumjunidang, and Y. Herizal. 2006. The storage of arbuscular mycorrhiza fungi in capsul to maintain its multiplication and infectivity. The application of arbuscular mycorrhiza fungi (AMF) so far was done through placing the AMF spores inoculum in a sand medium on the plant rooting zone. This method was impractical and the number of AMF spores was unknown. Therefore, the study was done to find out the effect of storage duration of AMF capsules on the rate of multiplication and its infectivity. The experiment was conducted at the Laboratory of Indonesian Tropical Fruit Research Institute, Solok, from November 2001 to November 2003 using a factorial randomized block design with 2 factors and 6 replications. The first factor was storage duration of AMF capsul of 8 and 18 months and the second factor was type of carriers, i.e. black soil and red soil. Arbuscular mycorrhiza fungi spores were mixed with each carrier and put into capsule then stored at room temperature for 8 and 18 months. After storage the capsules were inoculated to rhyzospore of P. javanica. The parameters observed were the ability to multiplicate and the percentage of infection of AMF spores in the root of P. javanica. The results indicated that black soil was good carrier for AMF spores packed in capsule and can be stored for 18 months. Keywords: Mycorrhiza arbuskula; Pueraria javanica; Storage duration; Carrier; Infectivity; Multiplication
Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) yang termasuk ke dalam kelompok endomikoriza pada beberapa tanaman komersial telah menunjukkan hasil yang cukup baik. Inokulasi CMA pada apel dapat meningkatkan kandungan P pada daun dari 0,04 menjadi 0,19% (Gededda et al. 1984). Penggunaan CMA (Glomus etunicatum dan Gigaspora margarita) dapat meningkatkan pertumbuhan beberapa jenis bibit apel dan mendorong pertumbuhan tanaman di pembibitan (Matsubara et al. 1996). Pada tanaman pisang, inokulasi mikoriza juga mampu meningkatkan pertambahan tinggi tanaman serta kandungan hara N, P, K, dan Ca pada daun (Muas dan Jumjunidang 1994). Struktur yang terbentuk akibat kerjasama yang saling menguntungkan
antara cendawan mikoriza dengan akar tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan masukan air dan hara seperti P, N, K, Cu, dan Zn (Sanni 1976). Dalam pemanfaatan CMA pada suatu tanaman, jenis dan macam inokulum yang digunakan cukup menentukan keberhasilan pencapaian sasaran. Penggunaan inokulum CMA campuran yang terdiri dari beberapa spesies tampaknya lebih efektif daripada penggunaan spesies tunggal (Camprubi dan Calvet 1996). Untuk tanaman manggis, CMA campuran yang berasal dari daerah Padang, Sawahlunto Sijunjung, dan Limapuluh Kota, mampu mempercepat pertumbuhan semaian manggis sekitar 40% dibanding129
J. Hort. Vol. 16 No. 2, 2006 kan dengan semaian tanpa inokulasi mikoriza (Muas et al. 2002). Sampai saat ini, inokulasi CMA pada tanaman umumnya dilakukan dengan cara meletakkan inokulum CMA pada bidang perakaran inang. Inokulum tersebut merupakan media penggandaan CMA yang umumnya berupa pasir yang mengandung spora CMA dan potongan-potongan akar tanaman inang. Cara ini dianggap kurang praktis karena sangat meruah dengan bobot yang cukup berat sehingga agak sulit ditransportasikan terutama untuk jarak jauh. Selain itu, jumlah spora yang diinokulasikan untuk setiap tanaman tidak diketahui dengan tepat. Untuk mengatasi hal ini, maka spora CMA perlu dikemas ke dalam bentuk yang lebih praktis dan sederhana dengan jumlah spora yang diketahui. Untuk pengemasan spora mikoriza dibutuhkan bahan pencampur yang biasa disebut carrier (pembawa) dan bahan untuk mengemas. Pembawa yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain harus steril (bebas mikroorganisme), netral (tidak mengandung unsur hara dan bahan kimia lainnya), tidak mempengaruhi aktivitas spora yang dikemas, mudah dibentuk dan mudah diperoleh dengan harga yang murah. Bahan yang dapat digunakan sebagai pembawa adalah tepung, tetapi tanah juga dapat digunakan asalkan tanah tersebut steril dan bersifat netral. Peracikan obat-obatan untuk kesehatan, pembuatan pestisida, dan bahan makanan sering menggunakan tepung sebagai pembawa. Bahan untuk mengemas selain harus mudah diperoleh dengan harga murah juga harus tahan simpan dan mudah larut dalam air agar spora yang berada di dalamnya dapat keluar dan segera aktif untuk menginfeksi akar tanaman. Jawal et al. (2004) telah mengemas spora ke dalam kapsul dan hasilnya menunjukkan bahwa spora yang dikemas dalam kapsul dengan bahan pencampur dari tanah hitam memberikan hasil terbaik terhadap daya multiplikasi dan infektivitasnya, kemudian diikuti oleh pembawa tanah merah, sedangkan tepung terigu kurang baik digunakan sebagai pembawa. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa spora CMA bisa dikemas ke dalam kapsul sehingga dapat memudahkan aplikasi dan transportasinya serta dosis spora untuk setiap kapsul juga diketahui. Sampai saat ini belum diketahui sampai berapa lama daya 130
simpan spora CMA yang berada dalam kapsul dapat bertahan hidup (cukup infektif dan memiliki daya multiplikasi yang cukup baik). Apabila tidak mampu bertahan dalam waktu yang cukup lama, maka pengemasan spora dalam kapsul ini tidak ekonomis dan efisien sehingga tidak perlu dikembangkan secara komersial. Hipotesis dari penelitian ini adalah daya infektivitas dan daya multiplikasi spora CMA yang dikemas dalam kapsul dipengaruhi oleh lama penyimpanan kapsul dan jenis pembawa yang digunakan. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui berapa lama kapsul CMA yang dikemas dengan pembawa tanah hitam atau tanah merah dapat disimpan, sehingga pengemasan spora CMA dalam kapsul dapat dikembangkan secara komersial. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan selama 24 bulan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu), Solok, mulai bulan November 2001 sampai November 2003 dalam rancangan acak kelompok faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 6 ulangan. Faktor pertama adalah lama penyimpanan kapsul CMA yang terdiri dari 8 bulan dan 18 bulan, sedangkan faktor kedua adalah jenis pembawa, yang terdiri dari 2 macam yaitu tanah hitam dan tanah merah. Setiap unit perlakuan terdiri dari 5 pot tanaman inang P. javanica. Kegiatan penelitian ini dimulai dengan penggandaan spora CMA menggunakan tanaman inang P. javanica yang ditanam pada media pasir steril. Empat bulan kemudian akar inang dipanen dan spora yang berada dalam media pasir dikumpulkan dengan metode pengayakan basah, spora yang terkumpul berada bersama media sangat halus (50 µm) kemudian dihitung menggunakan counting dish (deck glass yang berlekuk ditengahnya dan memiliki garis membentuk kotak-kotak yang berjumlah 100 buah). Spora CMA yang telah terhitung selanjutnya dikeringkan sampai berbentuk tepung halus. Setelah itu, sebagian dari spora tersebut dicampur dengan tanah hitam dan sebagian lagi dengan tanah merah sesuai dengan perlakuan. Campuran spora dengan pembawa kemudian dimasukkan ke dalam kapsul dan setiap
Anwarudin Syah, M.J. et al.: Penyimpanan kapsul cendawan mikoriza Arbuskula ... kapsul mengandung 50-100 spora CMA dengan berat antara 0,4-0,5 g/kapsul. Kapsul yang telah berisi spora CMA kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan pada suhu kamar. Sebelum digunakan, tanah hitam dan tanah merah sebagai bahan pencampur terlebih dahulu disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 259°F dan tekanan 20 psi selama 1 jam.
potong ±1 cm, kemudian dilakukan pewarnaan mengguna-kan tryptan blue sesuai dengan metode Kormanik dan Mc Graws 1982 (Setiadi et al. 1992). Pengamatan infeksi dilakukan terhadap 50 potong akar di bawah mikroskop pembesaran 250x pada 3 bidang pandang mikroskop. Infeksi ditandai dengan adanya spora, vesikel atau hifa CMA pada jaringan akar.
Sepuluh bulan setelah pengemasan spora CMA tahap pertama, dilakukan kembali pengemasan spora tahap kedua. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan perlakuan lama penyimpanan kapsul CMA yang berbeda, yaitu 8 dan 18 bulan. Setelah 18 bulan penyimpanan kapsul CMA tahap pertama dan 8 bulan kapsul CMA tahap kedua selanjutnya dilakukan pengujian daya multiplikasi dan infektivitasnya. Caranya adalah dengan menginokulasikan setiap kapsul CMA yang telah disimpan pada bidang perakaran tanaman inang P. javanica yang ditanam pada pot gelas berisi media pasir steril. Empat bulan setelah diinokulasi, dilakukan pengamatan dengan cara mengeringkan tanaman P. javanica secara perlahan-lahan. Setelah kering kemudian media pasir dipanen untuk dihitung jumlah sporanya, sedangkan akar tanaman inang digunakan untuk menghitung persentase infeksi CMA. Parameter yang diamati meliputi multiplikasi spora dengan menghitung jumlah spora yang berada pada media tanam dan daya infeksi akar spora CMA dengan menghitung persentase infeksi CMA pada akar tanaman P. javanica sesuai prosedur.
Infeksi CMA pada akar tanaman dihitung dengan rumus
Prosedur penghitungan spora CMA Spora CMA dihitung hanya pada 50 g media tanam. Teknik pengumpulan spora adalah teknik pengayakan basah sesuai metode Brundrett et al. (1995). Spora dikoleksi dalam bentuk suspensi (25 –50 ml). Penghitungan dilakukan di bawah mikroskop pembesaran 250x menggunakan counting dish kapasitas 1 ml dengan 3 kali ulangan. Jumlah spora total adalah jumlah rataan spora dalam 1 ml dikalikan dengan volume suspensi. Penghitungan persentase infeksi CMA pada akar tanaman Sampel akar diambil secara acak sebanyak 2 g untuk masing-masing perlakuan, dipotong-
Uji signifikansi peubah menggunakan DMRT 5%. Jumlah potong akar terinfeksi x 100% P= Jumlah potong akar yang HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi nyata antara lama penyimpanan kapsul CMA dengan jenis pembawa yang digunakan baik terhadap daya multiplikasi atau jumlah spora yang terbentuk pada media maupun terhadap persentase infeksi CMA pada akar tanaman. Sementara itu, lama penyimpanan kapsul CMA secara mandiri dapat mempengaruhi jumlah spora CMA yang terbentuk pada media secara nyata sedangkan terhadap infeksi CMA pada akar tanaman P. javanica tidak menunjukkan pengaruh secara nyata. Jenis pembawa yang digunakan secara mandiri dapat mempengaruhi baik jumlah spora yang terbentuk maupun infeksi CMA pada akar tanaman P. javanica (Tabel 1 dan 2). Jumlah spora yang terbentuk selama kurang lebih 4 bulan setelah inokulasi pada tanaman inang, terlihat bahwa spora CMA yang dikemas dalam kapsul dengan pembawa tanah hitam dapat membentuk spora yang nyata lebih banyak daripada pembawa tanah merah, yaitu 471 berbanding 272,58 spora. Data ini tampaknya memperkuat hasil penelitian Jawal et al. 2003, yaitu tanah hitam merupakan pembawa yang terbaik dalam mengemas spora dalam kapsul karena dapat membentuk spora lebih banyak dan persentase infeksi lebih tinggi daripada jenis pembawa lainnya. Perbedaan lama penyimpanan kapsul CMA
131
J. Hort. Vol. 16 No. 2, 2006 harusnya akan mempengaruhi kemampuan hidup atau viabilitas spora yang tercermin dari daya infektivitas dan daya multiplikasinya, yaitu semakin lama disimpan biasanya viabilitas spora akan semakin menurun. Dalam penelitian ini, lama penyimpanan memang mempengaruhi viabilitas spora tetapi bertolak belakang dengan kebiasaan, karena kapsul CMA yang disimpan lebih lama (18 bulan) dapat membentuk spora nyata lebih banyak yaitu 443,67 spora dibandingkan dengan kapsul CMA yang baru disimpan selama 8 bulan hanya membentuk sebanyak 299,92 spora. Hal ini mungkin terjadi karena jumlah spora yang dimasukkan dalam kapsul pada pengemasan tahap kedua tidak sama dengan pengemasan tahap pertama atau jumlah sporanya relatif sama, tetapi kualitas sporanya agak berbeda atau mungkin karena adanya pengaruh lain. Tetapi yang pasti, data ini sudah cukup menunjukkan bahwa spora CMA yang dikemas dalam kapsul dan disimpan sampai 18 bulan masih memiliki viabilitas cukup tinggi karena masih memiliki kemampuan untuk memperbanyak diri (multiplikasi) yang cukup baik setelah diinokulasikan pada tanaman inang. Infeksi CMA pada akar tanaman P. javanica memperlihatkan bahwa spora CMA yang dikemas di dalam kapsul dengan pembawa tanah hitam memiliki kemampuan menginfeksi akar tanaman P. javanica nyata lebih tinggi daripada pembawa tanah merah, yaitu 67,50% berbanding 37,09%. Hasil ini juga sejalan dengan parameter jumlah spora yang terbentuk, yaitu penggunaan tanah hitam sebagai pembawa dalam mengemas spora CMA dapat menghasilkan jumlah spora lebih banyak daripada tanah merah. Lama penyimpanan kapsul CMA terhadap kemampuan CMA dalam menginfeksi akar P. javanica tidak banyak berpengaruh karena penyimpanan 18 bulan secara statistik tidak berbeda nyata dengan penyimpanan 8 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan kapsul CMA sampai 18 bulan masih memiliki kemampuan menginfeksi akar relatif sama dengan kapsul CMA yang baru disimpan 8 bulan. Dilihat dari jumlah spora yang terbentuk pada media maupun persentase infeksi CMA pada akar P. javanica menunjukkan bahwa pembawa yang digunakan sebagai bahan pencampur dalam mengemas spora CMA ke dalam kapsul dapat 132
Tabel 1. Lama penyimpanan dan jenis pembawa terhadap rataan jumlah spora terbentuk pada 50 g media (The influence of storage duration and type of carrier to number of spores on 50 g of medium)
Tabel 2. Lama penyimpanan dan jenis pembawa terhadap infeksi spora CMA pada akar tanaman P. javanica (The influence of storage duration and type of carrier to the rate of infection on root of P. javanica)
mempengaruhi kemampuan multiplikasi infektivitasnya, yaitu tanah hitam lebih baik daripada tanah merah. Lama penyimpanan kapsul CMA memperlihatkan bahwa penyimpanan sampai 18 bulan masih baik karena spora CMA-nya memiliki viabilitas yang cukup baik. Hasil penelitian ini telah memperlihatkan bahwa CMA yang termasuk dalam kelompok endomikoriza yang selama ini penggunaannya masih dalam bentuk inokulum segar, dapat dikemas dalam bentuk kapsul yang lebih praktis dan sederhana seperti halnya pengemasan spora ektomikoriza yang biasanya dalam bentuk tablet. Dengan demikian, CMA yang dikemas dalam bentuk kapsul akan memudahkan distribusi dan aplikasinya di lapangan dengan dosis yang lebih tepat dan lebih seragam. Namun demikian, penelitian ini masih perlu dilanjutkan dengan mempelajari metode produksi secara masal, cepat, dan efisien.
Anwarudin Syah, M.J. et al.: Penyimpanan kapsul cendawan mikoriza Arbuskula ... KESIMPULAN 1. Tidak terjadi interaksi nyata antara lama penyimpanan kapsul CMA dengan jenis pembawa yang digunakan terhadap jumlah spora terbentuk dan tingkat infeksi CMA pada akar P. javanica. 2. Tanah hitam merupakan pembawa yang pa-ling baik dalam mengemas spora CMA didalam kapsul. 3. Kapsul CMA yang disimpan sampai 18 bulan masih memiliki viabilitas (daya multiplikasi dan infektivitas) cukup tinggi, sehingga dapat dikembangkan secara komersial. PUSTAKA 1. Brundrett, M., N. Bogher, B. Dell, T. Grove and N. Malajczuk. 1995. Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. CSIRO Centre for Mediterranean Agricultural Research. Wembley, WA.
4. Anwarudin Syah, M.J., Jumjunidang, dan Y. Herizal. 2004. Pengaruh beberapa jenis carrier terhadap daya multiplikasi dan infeksi Cendawan Mikoriza Arbuskula yang dikemas ke dalam kapsul. J. Hort. 14(1):49– 54. 5. Matsubara,Y., T. Karikomi, M. Ikuta. H. Hori, S. Ishikawa and T. Harada. 1996. Effect of Arbuscular mycorrhizal fungus inoculation on growth of apple (Malus ssp.) seedlings. J.Japan. Soc.Hort.Sci. 65(2):297-302. 6. Muas, I. dan Jumjunidang. 1994. Serapan hara dan peranan cendawan mikoriza pada pisang muda. Hasil penelitian Balitbu Solok (tidak dipublikasi) 7. ______, M. Jawal, A. dan Y. Herizal. 2002. Pengaruh inokulasi cendawan mikoriza arbuskula (CMA) terhadap pertumbuhan bibit manggis. J.Hort. 12(3):165-171. 8. Sanni, S. O. 1976. Vesicular-Arbuscular Mycorrhiza in some Nigerian soil and their effect on the growth of cowpea, tomato and maize. New Phytol. 77:667-671. 9. Setiadi, Y., I. Mansur, S. W. Budi dan Ahmad. 1992. Petunjuk laboratorium mikrobiologi tahan hutan. Depdikbud, Dirjen Dikti, PAU Bioteknologi IPB, Bogor. 12 hal.
2. Camprubi,A and C.Calvet. 1996. Isolation and screening of mycorrhizal fungi from citrus nurseries and orchards and inoculation studies. Hort. Sci. 31(3):366-369. 3. Gededda, Y. I., J. M. Trape and R. L. Stebbins. 1984. Effects of VA-mycorrhiza and phosphorus on apple seedlings. Hort. Sci. J. 10(1):24–27.
133