VENA TROMBOEMBOLI LAPORAN PENDAHULUAN A. Pengertian Istilah penyakit tromboemboli mencerminkan hubungan antara thrombosis, yaitu proses pembentukan bekuan darah, dan resiko emboli yang selalu ada. Seringkali tanda pertama thrombosis vena adalah emboli paru. Angka mortalitas dan morbiditas akibat emboli paru menyebabkan pengobatan thrombosis vena profunda ditekankan pada pencegahan emboli. Sebagai akibatnya, kedua proses tersebut saling berkaitan. (Sylvia, 2006) Harus ditarik garis perbedaan yang jelas antara tromboflebitis dan flebotrombosis berdasarkan pada derajat peradangan yang menyertai proses trombotik. Tromboflebitis ditandai dengan tanda-tanda peradangan akut. Flebotrombosis menunjukkan adanya thrombosis vena tanpa tanda dan gejala peradangan yang jelas. Flebothrombosis adalah istilah yang diterapkan ketika trombosis terjadi di pembuluh darah jauh di dalam tidak adanya reaksi inflamasi dalam pembuluh darah. Hal ini umumnya disebut sebagai deep venous thrombosis (thrombosis vena profunda). Perbedaan ini dianggap penting dalam menentukan resiko emboli paru karena peradangan dipercaya meningkatkan daya lekat bekuan darah pada dinding pembuluh darah, sehingga mengurangi resiko emboli paru. Kini disadari bahwa tidak dapat membedakan kedua istilah ini dengan jelas ; peradangan biasanya timbul bersama dengan thrombosis. Karena itu, keadaan ini hanya menunjukkan derajat proses yang sudah lebih dahulu terjadi. Istilah tromboflebitis superficial adalah istilah yang lebih disukai untuk menunjukkan peradangan vena-vena superficial. Istilah thrombosis vena profunda lebih disukai untuk penyakit tromboembolik pada vena-vena profunda ekstrimitas bawah. Proses tromboembolik pada vena-vena superficial memiliki manifestasi klinis dan cirri peradangan yang lebih berat dibandingkan dengan proses tromboembolik pada system vena profunda. (Sylvia, 2006 ) B. Patofisiologi Mekanisme pasti mengenai keadaan yang mengawali terjadinya masih belum dipahami. Tiga kelompok factor pendukung yang dikenal sebgai Trias Virchow, lazim dijumpai 1) Statis aliran darah PENYAKIT PEMBULUH DARAH
1
Statis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk terjadinya thrombosis dan tampaknya menjadi factor pendukung pada keadaan immobilisasi atau saat anggota gerak tidak dapat dipakai untuk jangka waktu lama. Immobilisasi (seperti yang timbul selama masa perioperasi atau pada paralisis). Menghilangkan pengaruh pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi dan pengumpulan darah diekstrimitas bawah. Diusulkan bahwa stasis darah dibelakang katup vena dapat menyebabkan penumpukan trombosit dan fibrin, yang mencetuskan perkembangan thrombosis vena. 2) Cedera
endotel
Walaupun cedera endotel diketahui dapat mengawali pembentukan thrombus, lesi yang nyata tidak selalu dapat ditunjukkan. Tetapi, perubahan endotel yang tidak jelas, yang disebabkan oleh perubahan kimiawi, iskemia atau anoksia, atau peradangan dapat terjadi. Penyebab kerusakan endotel yang jelas adalah trauma langsung pada pembuluh darah (seperti fraktur dan cidera jaringan lunak) dan infuse intravena atau zat-zat yang mengiritasi (seperti kalium klorida, kemoterapi, atau antibiotic dosis tinggi) 3) Hiperkoalabilitas
darah
Hiperkoalabilitas darah bergantung pada interkasi kompleks pada berbagai macam variabel, termasuk endotel pembuluh darah, factor-faktor pembekuan dan trombosit, komposisi, dan sifat-sifat aliran darah. Selain system pembekuan melalui lisis dan disolusi bekuan melalui lisis dan disolusi bekuan untuk mempertahan kan patensi bekuan. Keadaan hiperkoabulasi timbul akibat perubahan salah satu variabel ini. Kelainan hematologis, trauma, terapi esterogen, atau pembedahan dapat menyebabkan
kelainan
koagulasi.
Thrombosis akan semakin terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh darah apabila thrombus makin matang. Sebagai akibatnya resiko embolisasi menjadi lebih besar pada fase-fase awal thrombosis, namun demikian ujung bekuan tetap dapat terlepas dan menjadi emboli pada sewaktu fase organisasi. Selain itu perluasan thrombus dapat membentuk ujung yang panjang dan bebas, dan dapat lepas menjadi emboli yang menuju sirkulasi paru. Perluasan progresif juga meningkatkan derajat obstruksi vena dan melibatkan daerah-daerah tambahan dari system vena. Pada PENYAKIT PEMBULUH DARAH
2
akhirnya, patensi lumen mungkin dapat distabilkan dalam derajat tertentu (atau direkanalisasi) dengan retraksi bekuan dan lisis melalui system fibrinolitik endogen. (Sylvia, 2006 ).
C. Jenis-Jenis Tromboemboli 1. Tromboflebitis a) Pengertian Tromboflebitis adalah invasi atau perluasan mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang-cabangnya. Tromboflebitis didahului dengan trombosis, dapat terjadi pada kehamilan tetapi lebih sering ditemukan pada masa nifas. Tomboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode
pasca partum
pada saat
kemampuan
penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan kepala janin gelana kehamilan dan persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007). b) Etiologi Pada masa hamil dan khususnya persalinan saat terlepasnya plasenta kadar fibrinogen yang memegang peranan penting dalam pembekuan darah meningkat sehingga memudahkan timbulnya pembekuan. Berikut adalah penyebab dari tromboflebitis : 1) Perubahan susunan darah 2) Perubahan laju peredaran darah 3) Perlukaan lapisan intema pembuluh darah 4) Perluasan infeksi endometrium 5) Mempunyai varises pada vena 6) Obesitas 7) Pernah mengalami tramboflebitis
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
3
8) Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi stir up untuk waktu yang lama 9) Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga (Adele Pillitteri, 2007). c) Faktor predisposisi 1) Riwayat bedah kebidanan 2) Usia lanjut 3) Multi paritas 4) Varices 5) Infeksi
nifas
Trombosis bisa terdapat pada vena-vena kaki juga pada vena-vena panggul. Trombosis pada vena-vena yang dekat pada permukaan biasanya disertai peradangan, sehingga merupakan tromboflebitis. Adanya septikhema, dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. d) Klasifikasi dan Manifestasi klinis Tromboflebitis dibagi atas 2 jenis berdasarkan tempat, tanda dan gejala : 1) Pelvio
tromboflebitis.
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipogastika. Vena yang paling sering terkena adalah vena ovarika dextra perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ke vena renalis, sedangkan perluasan infeksi dari vena ovarika dextra adalah ke vena cava inferior. Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut : a) Nyeri terdapat pada perut bagian bawah atau perut bagian samping, timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas. b) Menggigil berulang kali, menggigil terjadi sangat berat (30-40 menit) dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas. c) Suhu badan naik turun secara tajam (360C-400C) d) Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan e) Cenderung terbentuk pus yang menjalar kemana-mana terutama ke paruparu PENYAKIT PEMBULUH DARAH
4
f)
Gambaran darah ; Terdapat leukositosis.
2) Tromboflebitis femoralis (Flegmasia alba dolens)
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai misalnya pada vena femoralis, vena poplitea dan vena safena. Edema pada salah satu tungkai kebanyakan disebabkan oleh suatu trombosis yaitu suatu pembekuan darah balik dengan kemungkinan timbulnya komplikasi emboli paru-paru yang biasanya mengakibatkan kematian. Penilaian klinik pada trombo flebitis femoralis : a) Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris 7-10 hari kemudian suhu mendadak baik kira-kira pada hari ke 10-20 yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali. b) Pada salah satu kaki yang terkena, akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut : i. Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki yang lain. ii. Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas. iii. Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha. iv.
Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, dan nyeri.
v. Edema kadang-kadang terjadi selalu atau setelah nyeri, pada umumnya terdapat pada paha bagian atas tetapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian meluas dari bawah keatas. vi.
Nyeri pada betis.
vii. Pada trombosis vena femoralis, vena dapat teraba didaerah lipat paha. viii. Oedema pada tungkai dapat dibuktikan dengan mengukur lingkaran dari betis dan dibandingkan dengan tungkai sebelah lain yang normal. 2. Thrombosis vena profunda
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
5
Thrombosis vena profunda (DvT) mengenai pembuluh-pembuluh darah system vena profunda yang menyerang hampir 2 juta orang amerika serikat setiap tahunnya. Serangan awalnya disebut DVT akut. Episode DVT dapat menimbulkan kecacatan untuk waktu yang lama karena kerusakan katup-katup vena profunda. Kebanyakan thrombus vena profunda berasal dari ekstrimitas bawah; banyak yang sembuh spontan lainnya menjadi lebih luas atau emboli. Penyakit ini dapat menyerang satu vena atau lebih; vena-vena di betis adalah vena-vena yang paling sering terserang. Factor resiko utama adalah ; immobilisasi nyata, dehidrasi, keganasan lanjut, diskrasia darah, trauma pada anggota gerak bawah atau pelvis. Factor predisposisi lain adalah pemakaian obat kontrasepsi yang mengandung esterogen, kehamilan, gagal jantung, dan obesitas. D. Pemeriksaan diagnostic Pemilihan pemeriksaan penunjang untuk tromboemboli tergantung dari tanda, gejala, faktor risiko, ketersediaan alat, dan tenaga ahli yang ada untuk melakukan dan menginterpretasikan pemeriksaan. 1. Ultrasonografi dopler : menunjukkan adanya peningkatan lingkar ekstrimitas yang dipengaruhi. 2. Impedans pletisnografi : mendeteksi obstruksi vena. 3.
Venografi kontras : memastikan kontrkasi TVD.
4.
Hemoglobin / Hematokrit (Hb / Ht) : mengidentifikasi hemokonsentrasi
5.
Pemeriksaan koagulasi : menunjukkan hiperkoagulasi.
6.
Venogram adalah pameriksaan yang paling membantu untuk melokalisir tempat trombosis.
E. Penatalaksanaan Pada umumnya penatalaksanaan yang diberikan pada pasien dengan tromboemboli hampir sama perbedaannya dapat dilihat dari pengobatan medis yang diberikan. Pada pasien yang mengalami flebotrombosis atau thrombosis vena profunda diberikan obat antikoagulan dan pada tromboflebitis diberikan obat antikoagulan, juga diberikan obat antiinflamasi atau antibiotic. Penatalaksanaan keperawatan mandiri dapat dilakukan dengan : PENYAKIT PEMBULUH DARAH
6
1.
Kompres hangat dapat mengurangi peradangan dan meningkatkan sirkulasi.
2. Stoking atau perban elastis mungkin dianjurkan untuk mengurangi bengkak. 3. Bedrest dengan kaki ditinggikan diatas posisi jantung mungkin diperlukan untuk meningkatkan sirkulasi aliran balik vena. 4. Pasien diinstruksikan untuk melakukan alternatif dengan bedrest, tidak pernah menggantung kaki, berjalan setiap jam 10 menit, hindari berdiri lama, menghindari menjadi kelebihan berat badan, dan menghindari saat duduk dengan menyilangkan kakinya dan menghindari konstriksi sirkulasi di selangkangan atau menyilangkan kaki di lutut. (www.e-medicinehealth.com) Penatalaksanaan keperawatan kolaborasi (medis, farmakoterapi, laboratorium) 1. Thrombophlebitis umumnya diperlakukan dengan waktu istirahat dengan kaki ditinggikan, obat anti-flammatory non-steroid dan jika diperlukan, antibiotic. 2. Thrombosis vena profunda biasanya diobati dengan obat antikoagulan untuk mengurangi pembentukan gumpalan dan untuk memungkinkan gumpalan yang telah terbentuk untuk membubarkan. 3. Pasien seharusnya antikoagulan tes darah secara berkala dan juga harus waspada untuk tanda-tanda perdarahan yang tidak biasa, seperti tinja berdarah atau tinggal, darah dalam urin, atau perdarahan yang berlebihan pada gusi atau luka kecil 4.
Pembedahan mungkin diperlukan ketika flebitis mempengaruhi sirkulasi dan mengganggu kegiatan sehari-hari. Ini juga mungkin diperlukan untuk mencegah kondisi yang lebih parah dari thrombosis vena profunda menjadi emboli paru. Bedah pemotongan atau pembuangan vena jarang dibutuhkan tetapi bisa direkomendasikan dalam beberapa situasi untuk mengobati trombosis vena profunda atau thromboflebitis. Beberapa teknik bedah termasuk menghapus vena saphenousa, atau menutup vena dengan kateter khusus yang berlaku, dengan menggunakan terapi frekuensi radio, laser atau energi panas. Dalam beberapa kasus, pembuluh darah dapat dilakukan pemotongan selama prosedur pembedahan invasif minimal yang disebut pemotongan vena endoskopik. (www.claveland.com).
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
7
ASUHAN KEPERAWATAN PASCAPARTUM
PADA
KLIEN
DENGAN
TROMBOFLEBITIS
A. Pengkajian 1. Aktivitas / Istirahat Riwayat duduk lama, baik karena berhubungan dengan pekerjaan atau akibat dari pembatasan aktivitas. Immobilisasi berkenaan dengan tirah baring dan anastesia. 2. Sirkulasi Varises vena. Sedikit peningkatan frekuensi nadi (superfisial) Riwayat thrombosis vena sebelumnya, masalah jantung,hemoragi, hpertensi karena kehamilan, hiperkoagulabilitas pada puerperium dini. Nadi perifer berkeurang, tanda Homan” positif mungkin atau mungkin tidak terlihat (indicator TVD). Ekstrimitas bawah (betis / paha) mungkin hangat dan warna merahkemerahanmudaan, atau tungkai yang sakit dingin, pucat, dan edema. 3. Makanan / cairan Penambahan berat badan berlebihan / kegemukan Suplai ASI kadang-kadang berkurang pada klien menyusui 4. Nyeri / ketidaknyamanan Nyeri tekan dan nyeri pada area yang sakit (missal, betis atau paha). Thrombosis dapat teraba, menonjol / berliuk. 5. Keamanan Adanya endometritis pasca partum atau selulitis pelvis. Suhu mungkin agak tinggi, kemajuan pada peninggian yang dapat dilihat dan menggigil. 6. Seksualitas Multipara Persalinan lama berkenaan dengan tekanan kepala janin pada vena-vena pelvis, penggunaan penjejak kaki atau posisi yang salah dari ekstrimitas selama fase intrapartum, atau kelahiran melalui operasi, termasuk kelahiran sesaria. 7. Penyuluhan / pembelajaran Penggunaan kontrasepsi. Penggunaan obat kontrasepsi yang mengandung hormone progesterone, dapat menormalkan pembekuan dalam darah. Penggunaan estrogen untuk supresi laktasi. Penggunaan obat yang mengandung esterogen dapat meningkatkan stasis darah dan koagulasi darah. B. Diagnose keperawatan PENYAKIT PEMBULUH DARAH
8
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan interupsi aliran vena 2. Nyeri berhubungan dengan adanya proses inflamasi, spasme vaskuler 3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan tindakan, dan prognosis berhubungan dengan kurang pemjanan atau mengingat, kesalahan interpretasi. 4. Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan C. Prioritas Keperawatan 1. Memudahkan resolusi thrombus 2. Meningkatkan kenyamanan optimal 3. Mencegah komplikasi 4. Memberikan dukungan emosi dan informasi
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
9
ARTERI PERIFER OKLUSIF Ketika nadi tersumbat karena radang dan penuaan. Apa yang terjadi bila pembuluh nadi tersumbat? Sudah pasti gangguan akan terjadi di sekitar tubuh yang divaskularisasinya. Sumbatan bisa disebabkan oleh itis (keradangan dan obliterasi, distrofi, angiolopati dan angioneuropati). Biasanya arteriosklerosis terjadi seiring dengan proses penuaan. Arteriosklerosis ini menyerang sistem arteria (pembuluh nadi) pada usia lanjut. Dimana tempat terjadinya penumpukan plak (atheroma) dalam proses arteriosklerosis tidak selalu sama, namun menuruti suatu pola tertentu. Jika menyerang arteri di daerah perifer, ekstremitas, biasanya dikenal dengan penyakit arteri perifer oklusif (PAPO). ”Gangguan ini disebabkan karena proses degeneratif dan menimbukan keadaan hipovaskularisasi di ekstremitas,” kata Prof DR. Med dr. Puruhito, SpB (K)TKV, konsultan bedah kardiovaskuler Puruhito menjelaskan bahwa aliran darah terkait dengan prinsip mekanika. Mantan Rektor Unair ini sedikit menyinggung tentang hukum energi yang terjadi pada aliran darah. Disini, energi yang terlibat adalah energi tekanan (tekanan darah dan pulsasi), energi gravitasi (nyeri atau rest pain), energi hambatan/friksi (shear stress), dan energi kinetik (stenosis pembuluh darah). Menurut hukum Poiseulle yang dikoreksi oleh Haganbach, perubahan tekanan dalam aliran darah sebanding dengan panjang pembuluh darah, tahanan perifer dan viskositas serta berbanding terbalik dengan diameter pembuluh darah. Hukum Bernoulli sedikit menjelaskan prinsip dasar hemorheologi (aliran darah). Yaitu, jumlah energi dari energi tekanan, kinetik dan gravitasi pada setiap dua titik selalu sama. Pembuluh darah sesungguhnya bukan pipa yang kaku tetapi dapat berdenyut seperti pulsasi yang dirasakan dan mengakibatkan perubahan diameter pembuluh darah. Shear stress adalah perkalian antara kecepatan dan perbedaan kecepatan. Terdapat korelasi antara penyempitan pembuluh darah, pengurangan tekanan karena aliran pasca stenosis sehingga terjadi turbulensi aliran darah. Konservasi energi menurut Bernoulli mengakibatkan tekanan pada daerah stenosis harus turun. Tekanan terkait dengan tekanan darah (baca: tensi) yang ada pada pembuluh darah. Gravitasi terkait dengan posisi seorang pasien yaitu berdiri, ortostatik, tiduran atau posisi lain. Friksi terkait dengan kelainan dinding pembuluh darah (atherosklerosis, proses arteriosklerosis, aneurisma dan percabangan pembuluh darah). Pengaruh energi gravitasi yang kuat pada aliran darah dapat diamati pada penderita dengan iskemia tungkai pada Fontaine stadium III, yaitu dengan keluhan rest pain. PENYAKIT PEMBULUH DARAH
10
Atherogenesis dan atherothrombosis merupakan proses yang progresif. Pada awalnya berawal dari sel pembuluh darah normal yang terpapar asam lemak bebas dan kolesterol secara terus menerus. Akan timbul benjolan lemak yang menempel di dinding pembuluh darah. Agregasi platelet yang menyelubungi lemak tadi akan menyebabkan terbentuknya plak fibrous dan jika semakin besar akan membentuk atherosklerotic plaque. Bila sumbatan tidak total, kadang ada sensasi nyeri karena kurangnya suplai darah ke end organ, yaitu nyeri klaudikasio di ekstremitas. Seiring dengan bertambahnya usia, plak ini akan terus membesar. Plak yang besar bisa menyebabkan oklusi dan trombosis dalam pembuluh sehingga bisa menyumbat aliran darah. Plak bersifat rapuh sehingga mudah robek. Ketika plak yang membesar ini muncul, berbagai masalah akan muncul. Di ekstremitas bawah bisa timbul iskemia tungkai. Asam arachidonat merupakan komponen yang berkaitan erat dalam proses penyempitan arteri. Komponen ini merupakan struktur asal dari PGI2 yang membentuk vasodilator prostasiklin. Prostasiklin juga berefek antiplatelet. Kebalikan dari efek prostasiklin/prostaglandin, asam arachidonat juga memproduksi TxA2 (tromboksan) yang berfungsi sebagai vasokontriktor dan menimbulkan agregasi platelet. Agregasi platelet ini diperkuat oleh fibronogen dan ini hanya bisa dihentikan oleh prostaglandin. Gejala dan Tanda Pada penyakit arteri yang disebabkan oleh keradangan perlu diperhatikan usia dan jenis kelamin. Pasalnya, keradangan obliterasi sering timbul pada umur muda, kurang dari 35 tahun. Winiwarter buerger atau trombendangiitis obliterans banyak terjadi pada pria. Sedangkan Raynaud sering terjadi pada wanita. Secara klinis ditandai dengan nyeri hebat dengan tandatanda nekrosis ujung jari bahkan gangren. Onset bisa kurang dari 6 bulan. Seringkali penyakit ini ada hubungan dengan habitus merokok, minum kopi dan konsumsi alkohol. Waktu anamnesa perlu ditanyakan apakah pasien merasa nyeri waktu bekerja, berjalan maupun berolahraga. Dan apakah nyeri tersebut hilang saat istirahat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan rabaan pulsasi agak berkurang, akral teraba dingin. Pulsasi arteri di proksimal harus teraba untuk mengkonfirmasi apakah aliran darah di proksimal baik. Palpasi harus dilakukan pada semua arteri yang terletak di superficial dari ekstremitas. Yaitu arteri femoralis, poplitea, dorsalis pedis dan tibialis posterior di tungkai bawah. Sedangkan di tungkai atas adalah arteri axillaris, cubiti, radialis dan ulnaris. Pemeriksaan penunjang meliputi beberapa metode yaitu menggunakan PENYAKIT PEMBULUH DARAH
11
oscillografi, rheografi, doppler dan arteriografi. Paling sering digunakan adalah doppler dan arteriografi. Doppler memakai ultrasound (sonografi), mengukur flow darah secara kualitatif. Sedangkan pemeriksaan arteriografi menggunakan imaging sinar X dan injeksi kontras. Arteriografi yang mendukung penyakit ini menunjukkan gambaran ’ular’ dan arteria halus.
Perjalanan penyakit akan menentukan diagnosis apakah penyakit tersebut disebabkan proses degeneratif, obliteratif, akut atau semi akut. Pada proses degeneratif obliteratif, perjalanan penyakit dapat diketahui menurut stadium Fontaine. Stadium I menunjukkan keluhan yang tidak spesifik, seperti kesemutan dan nyeri ringan. Stadium II akan terasa nyeri waktu berjalan dan hilang bila berhenti. Stadium III pasien akan merasakan nyeri bila diam (rest pain) yang menunjukkan mulainya proses irreversibel. Pada stadium IV, kerusakan jaringan dapat diamati dari timbulnya nekrosis dan gangren. Pengobatan Oral Penatalaksanaan PAPO berdasar pada prinsip rheologi darah. Salah satunya adalah menaikkan fleksibitas eritrosit. Eritrosit akan mengalami deformabilitas, yaitu kemampuan eritrosit untuk menjadi lebih lentur hingga mudah mengalir dalam pembuluh darah yang diameternya kecil. Terapi PAPO juga mengandung prinsip menurunkan viskositas plasma dan viskositas umum dari darah. Karena sifat adhesi trombosit cenderung menyebabkan agregasi trombosit maka terapi juga dengan menurunkan agregasi trombosit tersebut. Penggunaan prostaglandin yang berkaitan erat dengan vasodilatasi dan agregasi trombosit dinilai cukup memberikan pengaruh pada penyakit ini. Prostaglandin endogen yang berasal dari tubuh memiliki keterbatasan yaitu waktu paruh yang terlalu pendek (+ 3 menit). Untunglah saat ini telah terdapat beberapa obat baru analog prostaglandin yang dapat diminum per oral sehingga memudahkan pasien mengkonsumsinya. Obat tersebut memiliki waktu paruh hingga 60 menit. Ekskresi dalam feses sebesar 70 – 80 %. Obat memiliki receptor di endotel maupun di platelet. Di dalam tubuh akan mengaktifkan cAMP sehingga kalsium intra sel menurun dan menimbulkan vasodilatasi di endotel. Platelet dicegah untuk menjadi agregasi. Kontraksi mikrotubulus pada platelet juga dicegah sehingga platelet tidak berkerut. Obat analog prostaglandin ini memiliki kelebihan yaitu inhibisi agregasi platelet, inhibisi pembentukan trombus, menurunkan tekanan arteri, merupakan citoprotektif dengan inhibisi SO2, sitokin dan kemotaksis PMN. Manfaat lain adalah mempercepat wound healing dan menurunkan deformitas eritrosit. Obat-obatan yang PENYAKIT PEMBULUH DARAH
12
mengandung derivat prostaglandin umumnya tidak boleh dipakai pada pasien perdarahan dan wanita hamil. Pada kasus perdarahan, akan menghambat pembekuan darah dan pada wanita hamil akan memacu kontraksi uterus dan perdarahan spontan. Perlu diperhatikan pada pasien yang menggunakan obat antikoagulan seperti warfarin, antifibrinolitik (urokinase), sedang menstruasi dan menderita hemofili.
Selain prostaglandin, obat untuk PAPO ada banyak jenisnya. Yaitu antiplatelet seperti golongan aspirin. Aspirin bekerja menghambat asam arakhidonat membentuk siklooksigenase, ticlopidin dan clopidogrel (penghambat agregasi platelet), glycopreotein IIb/Iia inhibitor, cilostazol (sejenis inhibitor phosphodiesterase-III, picotamide (inhibitor TxA2-reseptor bloker), Naftodrofuryl (antagonis serotonin), oxypentifyline (pengurang viskositas darah) dan buflomedil (adrenolitik). Jenis antioksidan dan terapi khelasi berguna untuk mencegah kerusakan oksidatif dan mengurangi reperfusion injury. Sedangkan inositol nikotinat berfungsi untuk vasodilator, fibrinolitik dan mengurangi kadar lemak. Cinnarizine adalah antagonist vasokontriktor endogen, angiotensin dan norepinefrin. Levocarnitin mencegah kerusakan mitokondria penyebab metabolisme oksidatif. Immunomodulator juga dibutuhkan untuk memperbaiki kemampuan jarak jalan dengan autotransfusi darah yang diekspose dengan termal, ultraviolet dan stress oksidatif. Salah satu jenisnya adalah ozon terapi. Pengobatan PAPO sesuai patofisiologi ditujukan agar terjadi perbaikan aliran darah. Upaya pengobatan ditekankan pada penurunan viskositas darah, menaikkan fleksibilitas eritrosit, mencegah perlekatan/agregasi komponen darah dan platelet serta upaya untuk melebarkan pembuluh darah yang mengalami penyempitan. Vasodilator berupa prostaglandin oral memberi peluang untuk dipakai sebagai pengobatan PAPO. Secara umum, menurunkan viskositas darah karena hipertensi dan hiperlipidemia merupakan bagian dari terapi hemorheologik.
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
13
ARTERI ANEURISME A. LAPORAN PENDAHULUAN 1. Pengertian Aneurisma merupakan pelebaran pembuluh darah arteri. 2. Etiologi Ada bakat atau bawaan lemahnya dinding pembuluh darah. Ini bisa terjadi pada pembuluh darah manapun diseluruh tubuh. Akan jadi fatal kalau dinding pembuluh darah yang lemah itu terdapat di otak. o Ada infeksi yang disebabkan oleh jamur maupun bakteri yang mengenai pembuluh darah. o Terjadi peradangan pada aorta o Penyakit jaringan ikat keturunan, misalnya sindroma marfan Sindroma Marfan adalah suatu penyakit jaringan ikat keturunan yang menyebabkan kelainan pada pembuluh darah dan jantung, kerangka tubuh dan mata. o Risiko ini menjadi semakin tinggi pada penderita tekanan darah tinggi, orang dengan tingkat stres tinggi maupun perokok. 3. Patofisiologi Semua jenis aneurisma pasti meliputi kerusakan lapisan media pembuluh darah. Hal ini mungkin disebabkan oleh kelemahan kogenital, taruma atau proses penyakit. Apabila timbul aneurisma, maka akan selalu cenderung bertambah besar ukurannya. Faktor resiko meliputi prediposisi genetik, merokok, dan hipertensi. Lebih dari separuh penderita mengalami hipertensi. Terkadang pada aorta yang mengalami penyakit aterosklerosis, dapat terjadi robekan pada intima, atau media mengalami degenerasi, akibanya terjadi diseksi. Aneurisma diseksi sering dihubungkan dengan hiperteni yang tidak terkontrol. Aneurisma diseksi disebabkan oleh ruptur lapisan intima mengakbitkan darah mengalami diseksi di lapisan media. Ruptur dapat terjadi melalui adventisia atau di dalam lumen melalui lapisan intima, sehingga memungkinkan darah masuk kembali ke jalur utamanya, mengakibatkan diseksi kronis atau diseksi tersebut dapat menyebabkan oklusi
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
14
cabang-cabang aorta. Kematian biasanya disebabkan oleh hematoma yang ruptur ke luar. 4. Manifestasi Klinik a) Manifestasi klinis umum pada aneurisma, terlepas dari tipe dan sisi: Hipertensi dengan pelebaran tekanan nadi Tekanan darah pada paha bawah lebih rendah dari pada tekanan darah pada lengan. Normalnya, TD pada paha lebih tinggi dari lengan Nadi perifer lemah atau asimetris b) Manifestasi klinis khusus untuk aneurisma aorta abdominalis : Massa abdominalis pulsasi abnormal (gambaran paling menonjol) Keluhan-keluhan perasaan ”denyut jantung” pada abdomen bilang terlentang Nyeri punggung bawah atau abdomen Desiran (bunyi mendesis) pada auskultasi massa dengan diafragma stetoskop c) Manifestasi klinis khusus pada aneurisma aorta torakal (menunujkan tekanan massa terhadap struktur intratorakal) : Nyeri dada menyebar ke punggung dan memburuk bila pasien ditempatkan pada posisi terlentang. Pada anuerisma diseksi, nyeri mengikuti arah dimana pemisah berlanjut Perbedaan bermakna pada pembacaan TD diantara lengan Dispnea dan batuk (menunjukan tekanan terhadap trakea) Suara sesak (menunjukan tekanan terhadap saraf laring) Disfagia (menunjukan tekanan terhadap esofagus) 5. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan radiologis membantu mendefinisikan lokasi dan memastikan adanya dan ukuran anuerisma Aortogram memastikan diagnosa aneurisma EKG, enzim jantung, dan ekokardiogram dilakukan untuk mengesampingkan penyakit jantung sebagai penyebab nyeri dada Angiography. Angiography juga menggunakan pewarna khusus menyuntikkan ke dalam aliran darah unutk membuat dalam dari arteri muncul pada gambar x-ray.
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
15
Sebuah angiogram menunjukan jumlah kerusakan dan halangan dalam pembuluh darah. 6. Penatalaksanaan Medis Umum Farmako terapi : o Antihipertensif untuk mempertahankan tekanan sistolik pada 120mmHg atau kurang o Propanolol (inderal) untuk menurunkan kekuatan pulsasi dalam aorta dengan menurunkan kontraktilitas miokard. Pembedahan bila terapi obat gagal untuk mencegah pembesaran aneurisma atau pasien menunjukan gejala-gejala distress akut. Pembedahan meliputi eksisi dan pengangkatan aneurisma dan pengantian dengan graf sintetik untuk memperbaiki kontinuitas vaskular. 7. Komplikasi Komplikasi utama berkenaan dengan aneurisma adalah ruptur, yang menimbulkan hemoragi dan kemungkinan kematian. Hipertensi berat meningkatkan resiko ruptur
B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a) Pemerikasaan Fisik (11 pola Gordon) 1. Pola Persepsi Kesehatan Kaji apakah klien mempunyai bakat atau bawaan lemahnya pembuluh darah Kaji apakah pasien mempunyai riwayat ateroklerosis Kaji apakah pasien mempunyai riwayat pembuluh darah 2. Pola Nutrisi Metabolik Kaji apakah nafsu makan klien berkurang 3. Pola Eliminasi Kaji frekuensi bab dan bak pasien 4. Pola Aktivitas dan Latihan Kaji apakah klien ada merasakan nyeri dan di daerah mana nyeri tersebut Kaji apakah klien membutuhkan bantuan orang lain saat melakukan , aktivitas sehari-hari PENYAKIT PEMBULUH DARAH
16
Detensi vena-vena superfisial pada dada, leher, atau lengan (menunjukkan tekanan pada vena kava superior) 5. Pola Tidur dan Istirahat Kaji apakah klien mengalami insomnia Kaji apakah istirahat klien cukup 6. Pola Persepsi Kognitif Kaji mekanisme koping klien Kaji apakah klien ada menggunakan alat bantu pendegaran, penglihatan, cek terakhir? Pupil tak sama (menunujkan tekanan pada rantai simpatis servikal) 7. Pola Persepsi dan Konsep Diri Kaji apakah klien merasa putus asa/frustasi 8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama Kaji bagaimana hubungan klien dengan sesama, keluarga 9. Pola Reproduksi – Seksualitas Kaji apakah klien mengalami perubahan atau masalah yang berhubungan dengan penyakit yang di derita klien 10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress Kaji adakah gangguan penyesuain diri terhadap lingkugan dan situasi baru Kaji ketidakmampuan koping klien terhadap berbagai hal 11. Pola Sistem Kepercayaan Apakah klien menyalahkan Tuhan atas penyakit yang dideritanya b) Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, dan rencana tindakan. 2. Diagnosa a. Nyeri berhubungan dengan anuerisma aorta b. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Ruptur berhubungan dengan aneurisma aorta
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
17
3. Perencanaan DIAGNOSA Nyeri
INTERVENSI
berhubungan 1. Berikan
RASIONAL
analgesik
yang 1. Analgesik memblok
dengan anuerisma aorta
diresepkan
Tujuan:
keefektifan seperlunya. Namun
besar narkotik dapat
Mendemonstrasikan
gunakan
menutupi gejala-
hilangnya nyeri. Melaporkan penurunan
dan
amanlgesik
evaluasi
narkotik
secara hemat.
gejala.
2. Beri tahu dokter bila nyeri 2. Ini dapat menandakan menetap atau memburuk.
progresi aneurisma
intensitas nyeri.
dan seperlunya
Ekspresi wajah
intervensi
rileks. Tak ada merintih
jaras nyeri. Dosis
pembedahan segera. 3. Kaji karakteristik nyeri meliputi : 3. Untuk mengetahui lokasi, durasi, intensitas nyeri
tingkat rasa nyeri
dengan
sehingga dapat
menggunakan
skala
nyeri.
menentukan jenis tindakannya.
Resiko tinggi terhadap
1. Pantau masukan dan halauran
1. Untuk mengevaluasi
komplikasi : Ruptur
setiap jam bila halauran urine 8
keefektifan terapi
berhubungan dengan
jam kurang dari 240 ml
dan untuk deteksi
aneurisma aorta.
sebaliknya setiap 8 jam.
dini komplikasi. 2. Untuk mengevaluasi
Tujuan: Mendemonstrasikan 2. Pantau TD, nadi dan pernapasan
keefektifan terapi
tak adanya
setiap jam bila di UPI,
dan untuk deteksi
komplikasi.
sebaliknya 2-4 jam.
dini komplikasi.
TD tetap antara
3. Untuk mengevaluasi
90/60-120/80 mmHg. Tak adanya manisfestasi syok
keefektifan terapi 3. Pantau kualitas nyeri setiap 1-2 jam 4. Pertahankan tirah baring pada
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
dan untuk deteksi dini komplikasi 4. Tirah baring 18
hipovoleksmik
posisi semi fowler’s.
menurunkan penggunaan energi. Posisi tegak memudahkan pernapasan.
5. Beritahu dokter bila : nyeri dada
5. Tindakan segera
hebat dan rasa tersobek, syok
diperlukan unutk
(kulit dingin dan lembab, disertai
menyelamatkan
dengan hipotensi, takikardia dan
hidup pasien
pucat)
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
19
DISEKSI AORTA
Diseksi Aorta terjadi pada 1/40000 populasi pertahun dan merupakan robekan tunika intima aorta toraks, menyebabkan perdarahan ke dalam dinding aorta, dan membuat flap; kemudian menyebar ke distal dari robekan awal, mengganggu suplai darah organ vital. Bisa terjadi ruptur aorta. ETIOLOGI
Hipetensi
aterosklerosis
sindrum marfan merupakan predisposisi terhadap pembentukan, diseksi dan ruptur aneurisma aorta.
PATOLOGI Tekanan darah tinggi, regangan jaringan ikat dan adanya kelainan pada tunika intima (aterosklerosis) menyebabkan robekan mendadak pada tunika intima. Darah masuk ke lapisan diantara tunika intima dan media, dan tekanan yang tinggi menyebabkan darah mengalir ke arah longitudinal sepanjang aorta, ke arah depan dan belakang dari titik masuk, membentuk lumen palsu. Darah dalam lumen palsu bisa mambeku, atau tetap cair dengan sedikit aliran. Diseksi dibagi menjadi dua tipe, tergantung dari ada tidaknya keterlibatan aorta asendens.
Tipe A : titik robekan intima ada pada aorta asendens, Diseksi biasanya menjalar ke arah distal mengenai aorta desendens krmudian ke arah proksimal merusak aparatus katup aorta dan masuk ke dalam perikardium.
Tipe B : titik robekan intima terdapat pada aorta desendens, biasanya tepat di bawah ujung awal arteri subklavia sinistra. Robekan jarang menyebar ke arah proksimal.
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
20
GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis sangat bervariasi karena akibat serta komplikasi yang disebabkan oleh diseksi aorta sangat beragam. Gejala timbula akibat lepasnya tunika intima dari dinding aorta (keluhan untama) dan akibat terganggunya suplai darah ke organ vital atau ruptur. Gambaran klinis tersering adalah nyeri mendadak yang sangat berat pada dada atau punggung (interskapular), terutama pada pria usia pertengahan dengan hipertensi. Komplikasi dari diseksi adalah :
Ruptur ; nyeri luar biasa, hipotensi, dan kolaps. Seringkali fatal, namin bisa tertahan dengan menurunnya TD. Terjadi pada rongga retroperitoneal, mediastinum, atau rongga pleura kiri (tidak pernah terjadi di bagian kanan).
Tamponade Perikardium : ruptur diseksi tipe A ke arah perikardium menyebabkan hemoperikardium dan tamponade perikardium, gambaran klinisnya adlaah hipotensi (pulsus paradoksus) dan peningkatan tekanan vena jugularis (JVP) (Tanda kussmaul).
Regurgitasi aorta : terlibatnya ujung awal aorta menyebabkan rusaknya cincin katup aorta, sehingga terjadi kebocoran katup. Bisa dijumpai murmur diastolik dini.
Sumbatan cabang sisi aorta : lumen palsu menekan ujung awal cabang arteri yang keluar dari aorta. Bisa mengenai cabang manapun, pada titik manapun sepanjang aorta asenden, desenden, dan abdominalis. Akibatnya bisa terjadi infark miokard (hanya pasien dengan infark inferior yang nampak, karena diseksi koroner utama kiri menyebabkan kematian), stroke, iskemia ekstremitas atas atau bawah, pararesis yang disebabkan oleh oklusi arteri spinalis, gagal ginjal, dan oklusi usus.
Perluasan : diseksi awal bisa meluas sepanjanh aorta, biasanya menyebabkan nyeri lanjutan ke arah perluasan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG : penting untuk menyingkirkan MI. Bisa menunjukkan hipertropi ventrikel kiri (LV) akibat hipertensi yang berlangsung lama.
Foto Toraks : dapat memeperlihatkan pelebaran mediastinum akibat hemomediastinum, atau efusi pleura, yang disebabkan oleh ruptur aorta ke rongga pleura (biasanya yang kiri).
CT Scan : merupakan teknik pencitraan terpilih di banyak rumah sakit. Jangan pernah menunda pemeriksaan dini. pencitraan aorta potongan melintang menunjukkan adanya flap, lumen asli, dan lumen palsu bila diberi kontras.
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
21
Ekokardiografi : jarang memperlihatkan flap diseksi, namun bisa nampak adanya komplikasi seperti hemoperikardium dan regurgitasi aorta.
Ekokardiografi transesofagus (TEE) sangat sensitif untuk pencitraan aorta desendens. Suatu penanda eko khusus dimasukkan melalui esofagus, dan ditempatkan di belakang jantung, memungkinkan pencitraan pembuluh darah besar dan jantung, tanpa terhalang tulang-tulang iga tau paru. Gambaran yang didapatkan berkualitas tinggi. Prosedur ini harus dilakukan oleh operator yang sangat terampil dan merupakan teknik invasif, pasien membutuhkan sedasi; karena bisa menyebabkan kenaikan tekanan darah sementara, yang dapat memicu perluasan diseksi, oleh karena itu pemeriksaan ini hanya dilakukan di pusat pelayanan kardiotoraks sebagai pendahuluan sebelum dilakukan tindakan segera.
PENATALAKSANAAN Diseksi aorta merupakan kegawatdaruratan medis dan harus diobati dengan prioritas tinggi. Pertimbangan segera yang harus diperhatikan pada tipe A maupun tipe B adalah menurunkan tekanan darah sampai sistolik kurang dari 100 mmHg untuk mencegah diseksi atau ruptur lebih lanjut, menggunakan analgesik opiat dan penyekat beta intravena. Pasien yang mengalami hipotensi akibat perdarahan harus diresusitasi untuk mempertahankan TD dalam level cukup. Terapi spesifik tergantung pada asal flap.
Diseksi tipe A : risiko komplikasi yang berbahaya, kususnya ruptur ke perikardium, sangat tinggi, dengan rata-rata kematiam per jam ± 2%. Pasien harus dipindahkan dengan ambulans lampu biru/udara ke pusat pelayanan kardiotoraks sesegara mungkin, pada waktu kapanpun, dan segera dilakukan pembedahan untuk mengganti ujung aorta, dengan atau tanpa kelainan katup aorta sebagai penyerta.
Tipe B : pembedahan memiliki risiko tinggi sehingga pada keadaan ini tidak diindikasikan sebagai terapi lini pertama. Tipe ini merupakan indikasi untuk kontrol TD agresif, dengan target TD sistolik < 100mmHg. Pembedahan hanya dilakukan bila terjadi komplikasi yang mengancam jiwa, seperti ruptur yang berbahaya. Lumen palsu bisa membeku dan menjadi stabil.
PROGNOSIS Diseksi tipe A memiliki tingkat mortalitas segera yang sangat tinggi, namun bila pasien tidak mempunyai komplikasi yang mengancam jiwa (seperti stroke, paraplegia) keadaan pasien setelah
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
22
pembedahan yang berhasil biassanya baik. Keadaan setelah terapi pada diseksi tipe B lebih baik, walaupun bisa terdapat komplikasi lanjut, di antaranya pembentukan dan ruptur aneurisma.
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
23
VARISES VENA A. Pengertian. Varises adalah vena normal yang mengalami dilatasi akibat pengaruh peningkatanan tekanan vena. Varises ini merupakan suatu manifestasi yang dari sindrom insufiensi vena dimana pada sindrom ini aliran darah dalam vena mengalami arah aliran retrograde atau aliran balik menuju tungkai yang kemudian mengalami kongesti. Bentuk ringan dari insufisiensi vena hanya menunjukkan keluhan berupa perasaan yang tidak nyaman, menggangu atau penampilan secara kosmetik tidak enak, namun pada penyakit vena berat dapat menyebabkan respon sistemuk berat yang dapat menyebabkan kehilangan tungkai atau berakibat kematian. Keadaan insufisiensi vena kronis akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan kronis kulit dan jaringan lunak yang dimulai dengan bengkak ringan. Perjalanan sindrom ini akhirnya akan menghasilkan perubahan warna kulit, dermatitis stasis, selulitis kronis atau rekuren, infark kulit, ulkus, dan degenerasi ganas. Komplikasi berat yang dapat muncul sebagai akibat dati insufisiensi vena dapat berupa ulkus pada tungkai yang kronis dan sulit menyembuh, phlebitis berulang, dan perdarahan yang berasal varises, dan hal ini dapat diatasi dengan penanganan dan koreksi pada insufisiensi vena itu sendiri. Kematian dapat terjadi sebagai akibat dari perdarahan yang bersumber dari varises vena friabel, tapi kematian yang diakibat oleh varises vena paling dekat dihubungkan dengan adanya troboemboli vena sekunder. Pasien dengan varises vena mempunyai risiko tinggi mengalami trobosis vena profunda (deep vein thrombosis,DVT) karena menyebabkan gagguan aliran darah menjadi aliran darah statis yang sering menyebabkan phlebitis superfisial kemudian berlanjut menjadi perforasi pembuluh darah vena termasuk pembluluh darah vena profunda. Pada penatalaksaan penderita dengan varises vena perlu diperhatikan kemungkinan adanya DVT karena adanya tromboemboli yang tidak diketahui dan tidak diterapi akan meningkatkan terjadinya mortalitas sekitar 30-60%. Varises vena baru mungkin dapat muncul setelah adanya episode DVT yang tidak diketahui yang menyebabkan kerusakan pada katup vena. Pada pasien ini adanya faktor risiko yang mendasari untuk terjadinya tromboemboli dan memiliki risiko tinggi untuk terjadi rekurensi.
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
24
B. Klasifikasi Vena varikosa diklasifikasikan (Sabiston 1994): a. Vena varikosa primer, merupakan kelainan tersendiri vena superficial ekstremitas bawah b. Vena varikosa sekunder, merupakan manifestasi insufisiensi vena profunda dan disertai dengan beberapa stigmata insufisiensi vena kronis, mencakp edema, perubahan kulit, dermatitis stasis dan ulserasi. C. ETIOLOGI Berbagai faktor intrinsik berupa kondisi patologis dan ekstriksi yaitu faktorlingkungan bergabung menciptakan spektrum yang luas dari penyakit vena. Penyebab terbanyak dari varises vena adalah oleh karena peningkatan tekanan vena superfisialis, namun pada beberapa penderita pembentukan varises vena ini sudah terjadi saat lahir dimana sudah terjadi kelenahan pada dinding pembuluh darah vena walaupun tidak adanya peningkatan tekanan vena. Pada pasien ini juga didapatkan distensi abnormal vena di lengan dan tangan. Herediter merupakan faktor penting yang mendasari terjadinya kegagalan katup primer, namun faktor genetik spesifik yang bertanggung jawab terhadap terjadi varises masih belum diketahui. Pada penderita yang memiliki riwayat refluks pada safenofemoral junction (tempat dimana v. Safena Magna bergabung dengan v. femoralis kommunis) akan memiliki risiko dua kali lipat. Pada penderita kembar monozigot, sekitar 75 % kasus terjadi pada pasangan kembarnya. angka prevalensi varises vena pada wanita sebesar 43 % sedangakan pada laki-laki sebesar 19 %. Keadaan tertentu seperti berdiri terlalu lama akan memicu terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik dalam vena hal ini akan menyebakan distensi vena kronis dan inkopetensi katup vena sekunder dalam sistem vena superfisialis. Jika katup penghubung vena dalam dengan vena superfisialis di bagian proksimal menjadi inkopeten, maka akan terjadi perpindahan tekanan tinggi dalam vena dalam ke sistem vena superfisialis dan kondisi ini secara progresif menjadi ireeversibel dalam waktu singkat. Setiap orang khususnya wanita rentan menderita varises vena, hal ini dikarenakan pada wanita secara periodik terjadi distensi dinding dan katup vena akibat pengaruh peningkatan hormon progrestron. Kehamilan meningkatkan kerentangan menderita PENYAKIT PEMBULUH DARAH
25
varises karena pengaruh faktor hormonal dalam sirkulasi yang dihubungkan dengan kehamilan. Hormon ini akan meningkatkan kemampuan distensi dinding vena dan melunakkan daun katup vena. pada saat bersaan, vena harus mengakomodasikan peningkatan volume darah sirkulasi. Pada akhir kehamilan terjadi penekanan vena cava inferior akibat dari uterus yang membesar. penekanan pada v. cava inferior selanjutnya akan menyebabkan hipertensi vena dan distensi vena tungkai sekunder. berdasarkan mekanisme tersebut varises vena pada kehamilan mungkin akan menghilang setelah proses kelahiran. pengobatan pada varises yang sudah ada sebelum kehamilan akan menekan pembentukan varises pada vena yang lain selama kehamilan. Umur merupakan faktor risiko independen dari varises. Umur tua terjadi atropi pada lamina elastis dari pembuluh darah vena dan terjadi degenerasi lapisan otot polos meninggalkan kelemahan pada vena sehingga meningkatkan kerentanan mengalami dilatasi. Varises vena juga dapat terjadi apabila penekanan akibat adanya obstruksi. Obstruksi akan menciptakan jalur baypass yang penting dalam aliran darah vena ke sirkulasi sentral, maka dalam keadaan vena yang mengalami varises tidah dianjurkan untuk di ablasi. D. TANDA DAN GEJALA Tegang, kram otot, sampai kelelahan otot tungkai bawah. Edema tumit dan rasa berat tungkai dapat pula terjadi, sering terjadi kram di malam hari. Terjadi peningkatankepekaan terhadap cedera dan infeksi. Apabila terjadi obstruksi vena dalam pada varises, pasien akan menunjukkan tanda dan gejala insufisiensi vena kronis; edema, nyeri, pigmentasi, dan ulserasi. Gejala subjektif biasanya lebih berat pada awal perjalanan penyakit, lebih ringan pada pertengahan dan menjadi berat lagi seiring berjalannya waktu.Gejala yang muncul umunya berupa kaki terasa berat, nyeri atau kedengan sepanjang vena, gatal, rasa terbakar, keram pada malam hari, edema, perubahan kulit dan kesemutan. Nyeri biasanya tidak terlalu berat namun dirasakan terus-menerus dan memberat setelah berdiri terlalu lama.
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
26
Nyeri yang disebabkan oleh insufisiensi vena membaik bila beraktifitas seperti berjalan atau dengan mengangkat tungkai, sebaliknya nyeri pada insufisiensi arteri akan bertambah berat bila berjalan dan tungkai diangkat. E. PATOFISIOLOGI Keterangan: Biasanya kerusakan diakibatkan kerena adanya suatu hambatan aliran darah dan tekanan hidrostatik yang terlau besar. Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan darah vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah dikumpulkan dalam kapiler vena superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar, akhirnya melewati katup vena ke vena profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru. Vena superficial terletak suprafasial, sedangkan vena vena profunda terletak di dalam fasia dan otot. Ven perforate mengijinkan adanya aliran darah dari ven asuperfisial ke\ vena profunda. Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik keatas melawan gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasikan suatu mekanisme pompa otot. Pompa ini akan meningkatkan tekanan dalam vena profunda sekitar 5 atm. Tekanan sebesar 5 atm tidak akan menimbulakan distensi pada vena profunda dan selain itu karena vena profunda terletak di dalam fasia yang mencegah distensi berlebihan. Tekanan dalam vena superficial normalnya sangat rendah, apabila mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan menyebabkan distensi dan perunbahan bentuk menjadi berkelok-kelok. Keadaan lain yang meyebabkan vena berdilatasi dapat dilihat pada pasien dengan dialisis shunt dan pada pasien dengan arterivena malformation spontan. Pada pasien tersebut terjadi peningkatan tekanan dalam pembuluh darah vena yang memberikan respon terhadap vena menjadi melebar dan berkelok-kelok. Pada pasien dengan kelainan heresiter berupa kelemahan pada dinding pembuluh darah vena, tekanan vena normal pada pasien ini akan menyebabkan distensi venambuluh vena paling sering dan vena menjadi berkelok-kelok. Peningkatan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh terjadinya insufisiensi vena dengan adanya refluks yang melewati katup vena yang inkompeten baik terjadi pada vena profunda maupun pada vena superficial. Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat disesbabkan oleh adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi ini dapat oleh karena thrombosis intravascular atau akibat adanya penekanan dari luar PENYAKIT PEMBULUH DARAH
27
pembuluh darah. Pada pasien dengan varises oleh karena obstruksi tidak boleh dilakukan ablasi pada varisesnya karena segera menghilang setelah penyebab obstruksi dihilangkan. Kegagalan katup pada vena superfisal paling umum disebabkan oleh karena peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah oleh adanya insufisiensi vena. Penyebab lain yang mungkin dapat memicu kegagalan katup vena yaitu adanya trauma langsung pada vena adanya kelainan katup karena thrombosis. Bila vena superficial ini terpapar dengan adanya tekanan tinggi dalam pembuluh darah , pembuluh vena ini akan mengalami dilatsi yang kemudian terus membesar sampai katup vena satu sama lain tidak dapat saling betemu. Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya kegagalan pada katup-katup lainnya. Peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam system vena superfisial akan menyebabkan terjadinya dilatasi vena yang bersifat local. Setelah beberapa katup vena mengalami kegagalan, fungsi vena untuk mengalirkan darah ke atas dan ke vena profunda akan mengalami gangguan. Tanpa adanya katup-katup fungsional, aliran darah vena akan mengalir karena adanya gradient tekanan dan gravitasi. Varises vena pada kehamilan paling sering disebabkan oleh karena adanya perubahan hormonal yang menyebabkan dinding pembuluh darah dan katupnya menjadi lebih lunak dan lentur, namun bila terbentuk bvarises selama kehamilan hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menyingkir adanya kemungkinan disebabkan oleh keadaan DVT akut. Kerusakan yang terjadi akibat insufisiensi vena berhubungan dengan tekanan vena dan volume darah vena yang melewati katup yang inkompeten. Sayangnya penampilan dan ukuran dari varies yang terlihat tidak mencerminkan keadaan volume atau tekanan vena yang sesungguhnya. Vena yang terletak dibawah fasia atau terletak subkutan dapat mengangkut darah dalam jumlah besar tanpa terlihat ke permukaan. Sebaliknya peningkatan tekanan tidak terlalu besar akhirnya dapat menyebabkan dilatasi yang berlebihan. F. Pemeriksaan klinis (diagnostic) Pemeriksaan klinis dapat dilakukan dengan: a. Test trendelenberg b. Test myer c. Test perthes PENYAKIT PEMBULUH DARAH
28
d. Test Doppler e. Radiologi (phlebografi, morfometri, phlethysmografi)
Selain itu ada beberapa macam pemeriksaan klinis lainya, berikut dijabarkan beserta penjelasannya. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik system vena penuh dengan kesulitan karena sebagian besar sistem vena profunda tidak dapat dilakukan pemeriksaan langsung seperti inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Pada sebagian besar area tubuh, pemeriksaan pada system vena superfisial harus mencerminkan keadaan sistem vena profunda secara tidak langsung. Pemeriksaan vena dapat dilakukan secara bertahap melalui inspeksi, palpasi, perkusi, dan pemeriksaan menggunakan Doppler. Hasil pemeriksaan tersebut nantinya dibuatkan peta mengenai gambaran keadaan vena yang di terjemahkan ke dalam bentuk gambar. Gambar ini akan memberikan informasi mengenai penatalaksaan selanjutnya. a.
Inspeksi Inspeksi tungkai dilakukan dari distal ke proksimal dari depan ke belakang. Region perineum, pubis, dan dinding abdomen juga dilakukan inspeksi. Pada inspeksi juga dapat dilihat adanya ulserasi, telangiektasi, sianosis akral, eksema, brow spot, dermatitis, angiomata, varises vena prominent, jaringan parut karena luka operasi, atau riwayat injeksi sklerotan sebelumnya. Setiap lesi yang terlihat seharusnya dilakukan pengukuran dan didokumentasikan berupa pencitraan. Vena normalnya terlihat distensi hanya pada kaki dan pergelangan kaki. Pelebaran vena superfisial yang terlihat pada region lainnya pada tungkai biasanya merupakan suatu kelainan. Pada seseorang yang mempunyai kulit yang tipis vena akan terlihat lebih jelas. Stasis aliran darah vena yang bersifat kronis terutama jika berlokasi pada sisi medial pergelangan kaki dan tungkai menunjukkan gejala seperti perubahan struktur kulit. Ulkus dapat terjadi dan sulit untuk sembuh, bila ulkus berlokasi pada sisi media tungkai maka hal ini disebabkan oleh adanya insufusiensi vena. Insufisiensi arteri dan trauma akan menunjukkan gejala berupa ulkus yang berloksi pada sisi lateral.
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
29
b. Palpasi Palapsi merupakan bagian penting pada pemeriksaan vena. Seluruh permukaan kulit dilakukan palpasi dengan jari tangan untuk mengetahui adanya dilatasi vena walaupun tidak terlihat ke permukaan kulit. Palpasi membantu untuk menemukan keadaan vena yang normal dan abnormal. Setelah dilakukan perabaan pada kulit, dapat diidentifikasi adanya kelainan vena superfisial. Penekanan yang lebih dalam dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan vena profunda. Palpasi diawali dari sisi permukaan anteromedial untuk menilai keadaan SVM kemudian dilanjutkan pada sisi lateral diraba apakah ada varises dari vena nonsafena yang merupakan cabang kolateral dari VSM, selanjutnya dilakukan palpasi pada permukaan posterior untuk meinail keadaan VSP. Selain pemeriksaan vena, dilakukan juga palpasi denyut arteri distal dan proksimal untuk mengetahui adanya insufisiensi arteri dengan menghitung indeks ankle-brachial. Nyeri pada saat palpasi kemungkinan adanya suatu penebalan, pengerasan, thrombosis vena. Empat puluh persen DVT didapatkan pada palpasi vena superfisialis yang mengalami thrombosis. c. Perkusi Perkusi dilakukan untuk mengetahui kedaan katup vena superficial. Caranya dengan mengetok vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang yang menjalar sepanjang vena di bagian proksimal. Katup yang terbuka atau inkopeten pada pemeriksaan perkusi akan dirasakan adanya gelombang tersebut. Manuver Perthes Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran darah retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam system vena yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass karena adanya obstruksi vena profunda. Hal ini penting karena apabila aliran darah pada vena profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk menjaga volume aliran darah balik vena ke jantung sehingga tidak memerlukan terapi pembedahan maupun skeroterapi. Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises. Pemasangan tourniquet ini PENYAKIT PEMBULUH DARAH
30
bertujuan untuk menekan vena superficial saja. Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan normal aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang mengalami varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi pada vena profunda akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan distesi. Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian pasien diposisikan dengan tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet terpasang. Obstruksi pada vena profunda ditemukan apabila setelah tungkai diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali ke ukuran semula. Tes Trendelenburg Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks vena superficial dengan pasien dengan inkopetensi katup vena profunda. Tes ini dilakukan dengan cara mengangkat tungkai dimana sebelumnya dilakukan pengikatan pada paha sampai vena yang mengalami varises kolaps. Kemudian pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap tidak dilepaskan. Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps tetap kolaps atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu inkopenten pada vena superfisal, namun apabila vena tersebut terisi atau melebar dengan cepat adannya inkopensi pada katup vena yang lebih tinggi atau adanya kelainan katup lainnya. Auskultasi menggunakan Doppler Pemeriksaan menggunakan Doppler digunakan untuk mengetahui arah aliran darah vena yang mengalmi varises, baik itu aliran retrograde, antegrade, atau aliran dari mana atau ke mana. Probe dari dopple ini diletakkan pada vena kemudian dilakukan penekanan pada vena disisi lainnya. Penekanan akan menyebabkan adanya aliran sesuai dengan arah dari katup vena yang kemudian menyebabkan adanya perubahan suara yang ditangkap oleh probe Doppler. Pelepasan dari penekanan vena tadi akan menyebabkan aliran berlawanan arah akut. Normalnya bila katup berfungsi normal tidak akan ada aliran berlawanan arah katup saat penekanan dilepaskan, akhirnya tidak aka nada suara yang terdengar dari Doppler. Pemeriksaan Laboratorium PENYAKIT PEMBULUH DARAH
31
Pemeriksaan laboratorium saat ini tidak bermanfaat dalam menegakkan diagnosis atau terapi varises vena. Pemeriksaan Imaging Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi dan memetakan seluruh area yang mengalami obstruksi dan refluks dalam system vena superficial dan system vena profunda. Pemeriksaan yang dapat dialkukan yaitu venografi dengan kontras, MRI, dan USG color-flow dupleks. USG dupleks merupakan pemeriksaan imaging standar yang digunakan untuk diagnosis sindrom insufisiensi vasirses dan untuk perencanaan terapi serta pemetaan preoperasi. Color-flow USG (USG tripleks) digunakan untuk mengetahui keadaan aliran darah dalam vena menggunakan pewarnaan yang berbeda. Pemeriksaan yang paling sensitive dan spesifik yaitu menggunakan Magnetic Resonance venography (MRV) digunakan untuk pemeriksaan kelainan pada sistem vena profunda dan vena superficial pada tungkai bawah dan pelvis. MRV juga dapat mengetahui adanya kelainan nonvaskuler yang menyebabkan nyeri dan edema pada tungkai. Venografi dengan kontras merupakan teknik pemeriksaan invasive. Saat ini venografi sudah mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pemeriksaan USG dupleks sebagai pemeriksaan rutin penyakit vena. Sekitar 15 % pasien yang dilakukan pemeriksaan venografi ditemukan adanya DVT dan pembentukan trombosisi baru setelah pemberian kontras. G. PENATALAKSANAAN MEDIS Terapi Non Operatif 1. Kaus Kaki Kompresi (Stocking) Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan hemodinamik pasien dengan varises vena dan mengilangkan edema. Kaus kaki dengan tekanan 20-30 mmHg (grade II) memberikan hasil yang maksimal. Pada penelitian didapatkan sekitar 37-47 % pasien yang menggunakan kaus kaki ini selama 1 tahun setelah menderita DVT mencegah terjadi ulkus pada kaki. Kekurangan menggunakan kaos kaki ini adalah dari segi harga yang relatif mahal, kurangnya pendidikan pasien, dan kosmetik yang kurang baik. Pada penelitian randomize controlled trial compression menggunakan stoking (grade I dan II) dibandingkan dengan kontrol penggunaan kaus PENYAKIT PEMBULUH DARAH
32
kaki ini mengurangi terjadinya refluks VSM dan mengurangi keluhan dan gejala varises pada wanita hamil namun tidak ada perbedaan terhadap pembentukan varises vena. 2.Skleroterapi Skleroterapi dilakukan dengan menyuntikkan substansi sklerotan kedalam pembuluh darah yang abnormal sehingga terjadi destruksi endotel yang diikuti dengan pembentukan jaringan fibrotik. Sklerotan yang digunakan saat yaitu ferric chloride, salin hipertonik, polidocanol, iodine gliserin, dan sodium tetradecyl sulphate, namun untuk terapi varises vena safena paling umum digunakan saat ini adalah sodium tetradecyl sulphate dan polidacanol. Kedua bahan ini dipilih karena sedikit menimbulkan reaksi alergi, efek pada perubahan warna kulit (penumpukan hemosiderin) yang rendah, dan jarang menimbulkan kerusakan jaringan apabila terjadi ekstravasasi ke jaringan. Terapi menggunakan kombinasi skleroterapi dengan ligasi safenofemoral junction sangat pupuler dilakukan pada tahun 1960an dan 1970an, terapi kombinasi ini diberikan setelah dilakukan pembedahan konvensional untuk menghilangkan vaarises residual setelah operasi. Sebuah penelitian yang membandingkan antara kombinasi skleroterapi dengan ligasi SFJ dibandingkan kombinas ligasi SFJ dengan stripping didapatkan angka rekurensi klinis dan rekuresnsi terjadinya refluks SFJ yang lebih tinggi pada kelompok yang menggunakan skleroterapi. Sklerotan dibagi berdasarkan jenis substansinya yaitu yang berbentuk foam dan benbentuk liquid. Pada sklerotan jenis foam memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis liquid yaitu dosis yang lebih sedikit, lebih efektif dan menimbulkan komplikasi yang lebih rendah. Pada sebuah penelitian non-randomised membandingkan antara sklerotan jenis foam dengan liquid didapatkan angka oklusi pembuluh darah yang lebih tinggi (67 % dengan 17 % dalam 1 tahun) dan angka gejala klinis yang lebih rendah (8,1 % dan 25 %) pada pasien yang menggunakan sklerotan foam. Tidak ada komplikasi ditemukan pada penelitian ini. Penelitian randomized trial lebih lanjut yang membandingkan antara polidocalol foam dengan polidocanol liquid didapatkan dalam terapi VSM inkompen (diameter < 8 mm)
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
33
didapatkan keberhasilan dalam mengablasi refluks VSM lebih tinggi pada polidocanol jenis foam ( 84% lawan 14 %). Terapi Minimal Invasif 1. Radiofrekuensi ablasi (RF) Radiofrekuensi adalah teknik ablasi vena menggunakan kateter radiofrekuensi yang diletakkan di dalam vena untuk menghangatkan dinding pembuluh darah dan jaringan sekitar pembuluh darah. Pemanasan ini menyebakan denaturasi protein, kontraksi kolagen dan penutupan vena. Kateter dimasukkan sampai ujung aktif kateter berada sedikit sebelah distal SFJ yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan USG. Ujung kateter menempel pada endotel vena, kemusian energy radiofrekuensi dihantarkan melalui kateter logam untuk memanaskan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Jumlah energy yang diberikan dimonitor melalui sensor termal yang diletakkan di dalam pembuluh darah. Sensor ini berfungsi mngatur suhu yang sesui agar ablasi endotel terjadi. Penelitian multi-center didapat 85 % VSM mengalami obliterasi pada 2 tahun. Dua penelitian randomized-controlled trial yang membandingkan ablasi radiofrekuensi dengan pembedahan konvensional. Penelitian pertama Lurie et al melaporkan hasil dari EVOLVeS Study yang merupakan percobaan multi-center dengan 81 pasien yang dilakukan radiofrekuensi ablasi atau ligasi SFJ, Stripping VSM dan phlebectomy. Hasil yang didapat 81 % oklusi VSM pada kelompok RF ablasi dengan lama waktu perwatan lebih singkat dari pada kelompok pembedahan ( 74 SD 10 mnt Vs 89 SD 12 mnt), lebih cepat pada RF ablasi (1,39 Vs 6,65 hari kerja). Walaupun komplikasi yang sitimbulkan pada RF ablasi lebih sedikit, komplikasi pasca terapi berupa parestesia lebih banyak pada kelompok RF ablasi ( 16% dibandingkan 6 % pada kelompok pembedahan, tetapi tidak signifikan). Interpretasi hasil study EVOLVeS sulit dilakukan karena berbagai variasi teknik anestesi dan prosedur yang dilakukan pada berbagai Center. Selain itu jumlah sample yang kecil tidak cukup kuat untuk menampilkan signifikansi perbedaan antara teknik yang dilakukan. Penelitian kedua , Rautio randomized pada 28 pasien yang mendapatkan RF ablasi atau pembedahan konvensional. Kedua kelompok ini dilakukan di bawah anestesi umum. Hasil yang didapat penurunan rata-rata VCSS (venous clinical severity score). PENYAKIT PEMBULUH DARAH
34
Pada RF ablasi didapat score VCSS 5,1 (SD=1,5) dan pada pembedahan didapat 4,4 (SD=1), nyeri pasca pembedahan secara signifikan lebih rendah pada RF ablasi dibandingkan kelompok pembedahan konvensional, komplikasi parestesia didapatkan 13 % pada kelompok RF dan 23 % pada pembedahan, Thomboplebitis sistemik didapat 20 % pada kelompok RF. Biaya pengobatan lebih besar pada kelompo RF ablasi dibandingkan dengan kelompok pembedahan konvensional. Pada beberapa penelitian individual didapatkan komplikasi yang lebih rendah pada RF ablasi. Safena neuritis 3-49%, kulit terbakar 2-7 %, hematoma dan phlebitis. DVT dilaporkan sekitar 1 % dan 0,3 % terjadi emboli pulmonum. 2.Endovenous Laser Therapy (EVLT) Salah satu pilihan terapi varises vena yang minimal invasive adalah dengan Endovenous laset therapy (EVLT). Keuntungan yang didapat menggunakan pilihan terapi ini adalah dapat dilakukan pada pasien poliklinis di bawah anestesi local. EVLT yang secara luas digunakan menggunakan daya sebesar 10 14 watt. Prosedurnya EVLT menggunakan fibre laser yang dimasukkan ke distal VSM sampai SFJ dibawah control USG. Prosedur yang dilakukan pertama-tama dialkuakn anestesi local perivena dengan jalan memberikan infiltrasi di sekitar pembuluh darah pepanjang VSM. Tujuannya selain memberikan efek analgesia juga memberikan efek penekanan pada vena agar dinding vena beraposisi dengan fibred an berperan sebagai “heat sink” mencegah kerusakan jaringan local. EVLT tidak menyebabkan vena segera menjadi mengecil bila dibandingkan dengan apabila dilakukan FR ablation, tetapi vena akan mengecil secara gradual beberapa minggu sampai tidak tampak setelah 6 bulan dengan pemerikasaan USG, kemudia diikuti dengan kerusakan endotel, nekrosis koagulatif, penyempitan dan thrombosis vena. Pada sebuah penelitian observasional, VSM mengecil 94 –99 % dengan perbaikan penampilan varises superficial dan menurunkan gejala yang timbul. Dilaporkan oleh Min et al, sekitar 500 pasien yang di follow-up selam 3 tahun didapatkan abalsi VSM sebesar 98 % pada 1 bulan dan 93 % pada 2 tahun. Komplikasi utama yang muncul seperti bruising (24 %) dan thomboplebitis (5%), tetapi tidak didapatkan adanya DVT, perasaan terbakar atau parestesia. Debandingkan dengan PENYAKIT PEMBULUH DARAH
35
RF abalaton absennya komplikasi DVT adalah kemungkinan karena duarsi terapi yang lebih singkat, kontak dengan kateter trombogenik yang lebih singkat, dan suhu yang digunakan lebih tinggi. Terapi Pembedahan 1. Ambualtory phlebectomy (Stab Avulsion) Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan menghilangkan segmen varises yang pendek dan vena retikular dengan jalan melakukan insisi ukuran kecil dan menggunakan kaitan khusus yang dibuat untuk tujuan ini, prosedur ini dapat digunakan untuk menghilangkan kelompok varises residual setelah dilakukan sphenectomy. Mikroinsisi dibuat diatas pembuluh darah menggunakan pisau kecil atau jarum yang berukuran besar. Selanjutnya kaitan phlebectomu dimasukkan ke dalam dan vena dicapai melalui mikroinsisi ini. Menggunakan kaitan kemusian dilakukan traksi pada vena, bagian vena yang panjang dipisahkan dari perlekatan sekitarnya.. bila vena tidak dapat ditarik apat dilakukan insuisi di tempat lain dan proses diulangi dari awal sampai keseluruhan vena. 2.Saphectomy Teknik saphenektomi yang paling popular saat ini adalah teknik menggunakan peralatan stripping internal dan teknik invaginasi dengan jalan membalik pembuluh darah dan menariknya menggunakan traksi endovenous, teknik tersebut dapat menurunkan terjadinya cedera pada struktur di sekitarnya.Gambar 5-6. Untuk menghilangkan VSM, sebuah insisi dibuat 2-3 cm sebelah medial lipatan paha untuk melihat SFJ. Sebelum melakukan stripping pada VSM, semua percabangan dari SFJ harus diidentifikasi dan dilakukan ligasi untuk memilinimalkan terjadinya rekurensi. Setelah ligasi dan pemisahan Junction, peralatan stripping dimasukkan ke dalam VSM di lipatan paha didorong sampai level cruris selnajutnya alat strippeer dikeluarkan melalui insisi yang dibuat (5 mm ataiu lebih kecil) sekitar 1 cm dari tuberosity tibia pada lutut. Kemudia head stripper dipasangkan pada lipatan paha dan dikunci pada ujung proksimal vena. Pembuluh darah kemudian ditarik dan dilipat ke dalam lumen vena sepanjang pembuluh darah sampai pintu keluar yang dibuat sebelumnya di bagian distal. Jika di perlukan dapat diberikan gaas yang berisi efinefrin atau dilakukan ligasi untuk tujuan hemostasis setelah dilakukan strippi PENYAKIT PEMBULUH DARAH
36
Teknik lama dalam stripping vena sudah ditinggalkan karena tingginya insiden komplikaasi yang terjasi setelah dilakukan stripping, komplikasi ini meliputi kerusakan pada nervus safena, yang berlokasi sangat dekat dengan vena pada regio lutut. Komplikasi banyak terjadi pada bila VSP dikeluarkan, karena anatomi dan risiko terjadinya cedera pada vena poplitea dan nerevus peroneal lebih besar. Safenopopliteal junction harus diidentifikasi dengan pemeriksaan dupleks USG sebelum dilakukan deseksi, dan visualisasi dari Safeno popleteal jungtion secara langsung yang adekuat sangat pentingdilakukan. Setelah dilakukan ligasi dan pemisahan junction, sebiauh peralatan stripping dimasukkan ke dalam vena sampai distal cruris dan dikeluarkan melalui pintu yang dibuat dengan insisi (2 -4 mm). Selanjutnya stripper dikunci di proksimal vena dan dilakukan invaginasi dan ditarik dari daerah lutut sampai daerah pergelngan kaki Modifikasi Teknik Pembedahan 1. Ambulatory Conservative Haemodynamic Management (ACHM or CHIVA) Conservative haemodynamic surgery for varicose veins (CHIVA) adalah sebuah teknik pembedahan fisiologis meliputi identifikasi mengugunakan ultrasound dupleks dan ligasi refluk. Vena perforata dan vena safena dipersiapkan dan tidak dilakukan tindakan phlebektomi. Walaupun terdapat peningkatan hemodinamik dan morbilitas yang rendah namun agka rekurensi masih cukup tingg sebesar 35 % pada 3 tahun. Namun pada sebuah studi yang membandingkan antara ligasi SFJ, stripping, dan phlebektomi dilaporkan hasil yang sama pada 3 tahun tapi dengan kerusakan pada nervus cutaneus yang lebih sedikit pada kelompok CHIVA. Prosedur ini belum secara luas digunakan karena teknik yang relatif lebih rumit. 2. Transilluminated Powered Phlebectomy Ablation of Varicosities (TriVexe) Phelebektomi dengan transiluuminasi merupakan metode unutk ablasi varises yang lebih cepat dan reliabel. Teknik memungkinkan dilakukan insisi dan menimbulkan komplikasi yang lebih sedikit. Beberapa studi melaporkan peningkatan biaya operasi, peningkatan insiden terjadinya hematome, dan parestesia pada pasien dengan TriVex. Walupun demikian teknik ini mungkin bermanfaan pada pembedahan dengan varises
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
37
yang rekuren dimana didapatkan jaringan parut perivaskular dan kekkakuan pembuluh vena yang menurunkan efikasi bila dilakukan stab avulsion konvensional 3. Subfascial Endoscopic Perforator Ligation (SEPS) and The Linton Procedure Peran dari vena perforata dalam etiologi varises vena masih kontroversi. Bagaimanapun ukuran dan persentase vena perforata yang mengalami inkompenten di sisi medial cruris menunjukkna hubungan dengan severitas penyakit insufisiensi vena kronis. Beberapa ahli bedah vaskurel berpendapat ligasi pada vena perforata merupakan tindakan yang tidak rutin dilakukan. Bila ligasi vena perforata diperlukan untuk mengisolasi vena perforata yang inkompeten, tindakan ligasi endoskopi lebih disarankan dibandingkan dengan operasi terbuka untuk menghindari masalah dengan penyembuhan luka operasi. Atau bila dilakukan operasi terbuka, penentuan vena perforata melalui pemeriksaan ultraound mungkin dapat mengatasi masalah penyembuhan luka operasi bila dibandingkan dengan prosedur Linton tradisional 4. External Valvular Stents Penggunaan valvular stent eksternal diperkenalkan oleh Lane merupakan sebuah solusi yang fisiologis dalam mengatasi refluks vena dengan mempertahankan VSM. Dia medriskripsikan pada 1500 pasien walaupun ourcome data hanya tersedia pada 107 pasien saja menunjukkan setelah folow-up selama 57 bulan , 90 % didapatakan dengan SFJ yang kompeten dengan rara-rata penuruanan diameter VSM dari 7,6 menjasi 4,8 mm. Rekurensi secara klinis menurun. Sayangnya pasien dengan VSM yang berdiameter 1011 mm atau dengan varises yang berkelok-kelok sepanjang VSF diekslusi dan teknik ini hanya dapat diaplikasikan pada 34 % pasien saja. Pasien dengan valvuloplasty didapatkan tingkat morbiditas yang lebih rendah dibandingkan bila dialakukan stripping. Komplikasi yang terjasi lebih jarang dan infeksi yang terjasi karena pelepasa cuff hanya 0,3 % kasus. Teknik mungkin dapat dipilih pada pasien dengan varises vena minor, namun belum ada penelitian yang membandingkan dengan teknik lain dan teknik ini belum secara luas digunakan. 5. Endovenous Diathermy Teknik ini telah dialakukan oleh beberapa ahli bedah pada than 1960-1970-an. Tidak ada bukti keuntungan yang didapat dan ini meningkatkan ririko terjadinya cidera termal. Studi terbaru dikatakan teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengablasi percangan PENYAKIT PEMBULUH DARAH
38
VSM yang inkompeten dengan tetap mempertahankan VSM setelah dilakuakan ligasi Safeno-femoral walupun tidak ada folow up yang dilakuakan selanjutnya dan sebagian besar pasien memerlukan terapi tambahan seperti skloroterapi. KOMPLIKASI Lima sampai tujuh persen kasus mengalami cedera pada nervus cutaneus, keadaan ini sering bersifat sementara namun dapat bersifat permanen. Inform konsen mengenai komplikasi ini diperlukan sebelum dilakukan tindakan terapi. NHSLA melaporkan komplikasi akibat cedera pada saraf pada 12 pasien dengan drop foot setelah dilakukan ligasi safeno-popliteal. Komplikasi berupa terjepitnya vena dan arteri femoral juga tidak dapat untuk dihindari. Hematome dan infeksi pada luka relatif sering terjadi ( sampai dengan 10 %), dan terjadi gangguan dalam aktivitas dan bekerja sehari-hari. Thromboembolism berpotensi terjadi pada pembedahan varises vena, tetapi belum ada bukti yang menujukkan risiko ini meningkat bila dilakukan pembedahan. Sebagian besar ahli bedah vaskuler melakukan profilaksisi agar tidak terjadi komplikasi thomboemboli ini. Tabel 2 menunjukkan angka komplikasi yang terjadi pada berbagai prosedur yang digunakan dalam terapi varises vena H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN I. PENGKAJIAN a.
Kaji derajat dan tipe nyeri. Tingkat aktivitas, gangguan pergerakan: penyebab, tanda-tanda, gejala dan efek dari gangguan pergerakan.
b.
Kaji kualitas denyut perifer. Perubahan suhu pada kedua tungkai bawah. Periksa adanya edema dan derajat edema terutama pada kedua tungkai bawah.
c.
Kaji status nutrisi. Riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan.
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
39
II. DIAGNOSA DAN INTERVENSI DIAGNOSA 1. Nyeri b/d iskemia jaringan sekunder. Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol.
INTERVENSI 1. Kaji derajat nyeri. Catat perilaku melindungi ekstremitas.
RASIONAL 1. Derajat nyeri secara langsung berhubungan dengan luasnya kekurangan sirkulasi, proses inflamasi.
2. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
2. Menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan kontraksi otot dan gerakan.
3. Tinggikan ekstremitas yang sakit.
3. Mendorong aliran balik vena untuk memudahkan sirkulasi, menurunkan pembentukan statis.
4.
Dorong pasien untuk sering mengubah posisi.
4. Menurunkan/mencegah kelemahan otot, membantu meminimalkan spasme otot.
5. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi. 2.Gangguan integritas kulit b/d insufisiensi vaskular. Tujuan : Mempertahankan integritas kulit.
1. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat lokal, eritema, ekskoriasi.
5. Mengurangi nyeri dan menurunkan ketegangan otot 1. Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
2. Kaji ekstremitas untuk penonjolan vena yang jelas.
2. Distensi vena superfisial dapat terjadi pada TVD karena aliran balik melalui vena percabangan.
3. Ubah posisi secara periodik dan hindari pemijatan pada ekstremitas yang sakit. PENYAKIT PEMBULUH DARAH
3. Meningkatkan sirkulasi, pemijatan potensial 40
memecahkan/ menyebarkan trombus sehingga menyebabkan embolus. 4. Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif.
4. Meningkatkan sirkulasi
5. Lakukan kompres hangat, basah atau panas pada ekstremitas yang sakit bila diindikasikan..
5. Meningkatkan vasodilatasi dan aliran balik vena dan perbaikan edema lokal.
3. Gangguan 1. Pertahankan posisi tubuh yang mobilitas fisik b/d tepat. keterbatasan aktivitas akibat nyeri. Tujuan : 2. Perhatikan sirkulasi, gerakan, Menunjukkan dan sensasi secara sering. teknik/perilaku yang
jaringan, mencegah stasis.
1. Meningkatkan stabilitas jaringan (mengurangi risiko cedera), posisi fungsional pada ekstremitas. 2. Edema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas sehingga potensial
memungkinkan
terjadinya nekrosis jaringan.
melakukan aktivitas. 3. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif.
3. Meningkatkan pemeliharaan
4. Jadwalkan aktivitas dan perawatan untuk memberikan periode istirahat yang tidak terganggu.
4. Mencegah kelelahan,
fungsi jaringan.
mempertahankan kekuatan dan toleransi pasien terhadap aktivitas.
5. Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat pada latihan rentang gerak.
4.Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d
1. Lakukan pengkajian nutrisi dengan seksama.
5. Memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien dan memberikan terapi lebih konsisten. 1. Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan
peningkatan
untuk membantu memilih
kebutuhan
intervensi.
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
41
metabolik.
2. Berikan makan porsi kecil dan
2. Tindakan ini dapat
Tujuan :
sering termasuk makanan kering
meningkatkan masukan
Menunjukkan
dan makanan yang menarik
dan memerlukan lebih
peningkatan
untuk pasien.
sedikit energi.
masukan makanan,
3. Berikan diet tinggi
3. Membantu memenuhi
mempertahankan/
kalori/protein dengan tambahan
kebutuhan metabolisme,
meningkatkan berat
vitamin.
mempertahankan berat badan dan regenerasi jaringan.
4. Anjurkan pembatasan aktivitas selama fase akut.
4. Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.
5. Konsul dengan ahli diet.
5. Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi pasien dalam perubahan pencernaan dan fungsi usus.
5. Gangguan citra tubuh b/d varises.
1. Dorong pengungkapan
1. Berikan kesempatan untuk
mengenai masalah tentang
mengidentifikasi rasa
Tujuan :
proses penyakit, harapan masa
takut/kesalahan konsep dan
Peningkatan rasa
depan.
menghadapinya secara
percaya diri dalam kemampuan untuk
langsung. 2. Diskusikan persepsi pasien
2. Isyarat verbal/nonverbal
menghadapi
mengenai bagaimana orang
orang terdekat dapat
penyakit.
terdekat menerima keterbatasan.
mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya.
3. Akui dan terima perasaan
3. Nyeri konstan akan
berduka, bermusuhan,
melelahkan, dan perasaan
ketergantungan.
marah dan bermusuhan
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
42
umum terjadi. 4. Perhatikan perilaku menarik
4. Dapat menunjukkan
diri, penggunaan menyangkal
emosional ataupun metode
atau terlalu memperhatikan
koping maladaptif,
tubuh/perubahan.
membutuhkan intervensi lebih lanjut/dukungan psikologis.
5. Susun batasan pada perilaku maladaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. 6. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas.
5. Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri. 6. Meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, mendorong kemandirian dan partisipasi dalam terapi.
III.
EVALUASI 1. 2. 3. 4.
Nyeri hilang atau terkontrol. Mempertahankan integritas kulit. Menunjukkan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan. 5. Peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit.
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
43