Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 2, Desember 2012
PENURUNAN MUKA TANAH DI PESISIR SEMARANG (Studi Kasus : Daerah Industri Kaligawe)
Land Subsidence in Semarang Coastal Zone Dino GunawanPryambodo Loka Penelitian Sumberdaya dan Kerentanan Pesisir, KKP Jl. Raya Padang-Painan Km 16, Bungus, Padang 25245 Telp/Fax. (+62) (0751) 751458 e-mail :
[email protected] Diterima (received): 7-5-2012, disetujui untuk publikasi (accepted): 13-11- 2012
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian untuk mendeteksi penurunan muka tanah di kawasan industri Kaligawe, pesisir Semarang, dengan menggunakan metode sipat datar (leveling) untuk melihat penurunan muka tanah yang terjadi di daerah penelitian. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada bulan Juni 2004 dan Nopember 2005 dalam jarak rentang waktu 16 bulan. Disimpulkan bahwa di lokasi penelitian selama periode tersebut telah mengalami penurunan muka tanah sebesar 1 – 10 cm. Penurunan muka tanah terbesar terjadi di sisi sebelah barat dan utara dari daerah penelitian dan yang terkecil hampir merata di tengah daerah penelitian, dengan pola penurunan muka tanah cenderung menuju ke arah barat. Penurunan diduga akibat beban bangunan di atas tanah alluvial yang belum terkompaksi. Katakunci: Penurunan muka tanah, daerah industri Kaligawe, pesisir Semarang, metode sipat datar ABSTRACT This research was conducted to detectland subsidence in the industrial area of Kaligawe,a coastal zone of Semarang by using leveling method. The measurement is done twice, onJune and November 2004. It is concluded that the areahas been experienced 1-10 cm land subsidence within 16 months in the study site. The biggest land subsidence occurs in the western and northern part of the study area, while the smallest almost evenly in the middle of the study area, with the patterns of land subsidence is heading to the west. The subsidance might be caused by theoverburden uncompacted alluvial soil. Keywords: Land subsidence, Kaligawe industrial zone, coastal zone of Semarang, Leveling methods
PENDAHULUAN Kota Semarang dengan penduduk sekitar 1,5 juta jiwa merupakan ibukota Jawa Tengah,kedudukan Kota Semarang sangat strategis sebagai simpul transportasi regional menjadikan kota Semarang mempunyai kelengkapan sarana prasarana fisik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Hal tersebut mendorong pertumbuhan dan perkembangan kota berjalan dengan cepat. Seiring dengan laju pembangunan Kota Semarang, pertumbuhan dan perkembangan kota telah menyebabkan perubahan pada kondisi fisik kota, yaitu perubahan guna lahan. Hal ini tentu sajamenimbulkan permasalahan 107
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 2, Desember 2012
tersendiri pada Kota Semarang. Semakin besar suatu kota maka semakin besar atau komplek permasalahan yang ditimbulkan dan dihadapinya, misalnya Kota Semarang. Kota Semarang dalam beberapa tahun terakhir ini menghadapi permasalahan yang cukup sulit, yaitu banjir. Semarang telah lama dikenal sebagai kota langanan banjir. Banjir dapat terjadi karena hujan yang terus menerus dan tidak dapat menampung air sehingga meluap. Tetapi banjir dapat pula di sebabkan oleh pasang air laut yang masuk ke wilayah daratan, banjir genangan ini biasa di sebut dengan (rob). Air laut masuk melalui sungai pada saat pasang dan selanjutnya mengalir ke pemungkiman setelah melewati saluran drainase. Rob adalah kejadian/fenomena alam dimana air laut masuk ke wilayah daratan, pada waktu permukaan air laut mengalami pasang (Wahyudi, 2007) Daerah industri Kaligawe Semarang dipilih sebagai lokasi penelitian karena hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkan beberapa daerah di dataran alluvial Semarang mengalami penurunan muka tanah yang cukup signifikanuntukdiamati. Penurunan muka tanah menjadi masalah seriusbahkanmerugikanmasyarakat karena ketika daerah yang tanahnya turun dan permukaan tanah menjadi lebih rendah daripada permukaan air laut, maka air laut akan melimpah ke daratan sehingga menyebabkan terjadinya banjir (rob) (Tobing, 2000). Penurunan tanah sendiri didefinisikan sebagai perubahan tinggi negatif dari 108
suatu acuan tinggi titik (tinggi referensi). Penurunan tanah merupakan bentuk dinamika bumi yang dapat terjadi karena peristiwa alami yang menyebabkan terjadinya penurunan tanah, atau disebabkan oleh aktifitas manusia yang mendorong terjadinya penurunan tanah seperti contoh pengambilan air tanah yang sangat berlebihan (Marsudi, 2000). Penulisan ini dibatasi pada analisa perubahan ketinggian muka tanah yang terjadi di daerah industri kaligawe Semarang dan nilai ketinggian permukaan tanah di peroleh dari data sipat datar (leveling).Untukmengetahuiperubahanm ukatanahdanmembuatpetapenurunanmu katanahberdasarkan data sipatdatar di daerahpenelitian. Pengukuran ini penting di lakukan untuk menguji apakah fenomena rob disebabkan oleh kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim ataukah pengaruh dari land subsidence. METODOLOGI Lokasi penelitian berada di daerah Industri Kaligawe Semarang (Gambar 1), secara geografis daerah ini terletak pada koordinat 110°26'51,96314" 110°27'50,66908" Bujur Timur dan 6°57'17,74590" 6°57'56,75530" Lintang Selatan, sebelah selatan dari Univ. Sultan Agung (UNISULA) dan Teminal Terboyo, merupakan daerah pesisir dengan jarak dari garis pantai sejauh 1,7 km. Daerah penelitian termasuk dalam daerah alluvialpantai Semarang. Daerah alluvial pantai yang membujurdariarahbarattimursepanjangpantaiutaraJawa.Menurut Bemmelen (1949),dataran alluvial pantai Semarang
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 2, Desember 2012
tumbuhdengancepatkearahutara. Berdasarkanpeta-peta Semarang tahun 1695, 1719, 1816/1842, 1847, 1892, dantahun 1940 dapat diestimasi bahwa proses pelumpuranselama 2,5 abadsudahmenghasilkandaratan pantaiselebarkira-kira 2 km. Hal inimengindikasikanbahwapertambahand aratankearahlaututara rata-rata bisamencapai 8 meter tiaptahunnya. Luas daerah penelitian 1,5 Km2 dengan jumlah titik pengamatan 49 titik amat dengan jarak antar titik sekitar 100 meter. Pengambilan data dilakukan dua kali dalam jarak rentang waktu 16 bulan yaitu pada bulan Juni 2004 dan Nopember 2005. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan alat sipat datar (Gambar 2), yang digunakanuntuk mengukur beda tinggi permukaan tanah. Alat sipat datar yang dipakai adalah merk NAK. Peralatan lain yang digunakan untuk memperoleh data adalah rambu ukur dan landasan rambu. Penentuan titik amat dilakukan dengan alat GPS genggam merk Garmin 12XL.Hinggasaatini, pengukuranbedatinggisipatdatarmasihm erupakancarapengukuranbedatinggi yang paling teliti (Basuki, 2006).
Gambar 1. Lokasi daerah penelitian (adalah daerah industri kaligawe pesisir semarang)(Sumber: Google Earth, 2010)
Gambar 2. Alat sipat datar merk NAK.
Metode sipat datar merupakan metode yang paling teliti dibandingkan dengan metode trigonometris dan barometris. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan teori perambatan kesalahan yang dapat diturunkan melalui persamaan matematis diferensial parsial (Basuki, 2006). Metode sipat datar optis adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan tinggi di atas muka air laut ke suatu titik tertentu sepanjang garis vertikal. Perbedaan tinggi antara titiktitikakan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada pesawat yang ditunjukan pada rambu yang vertikal (Gambar 3). Tujuan dari pengukuranpenyipat datar adalah mencari beda tinggi antara dua titik yang diukur. Misalnyabumi, bumimempunyaipermukaanketinggian yang tidaksamaataumempunyaiselisihtinggi. Apabila selisih tinggi dari dua buah titik dapat diketahui maka tinggi titik kedua dan seterusnya dapat dihitung setelah titik pertama (Basuki, 2006). 109
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 2, Desember 2012
Gambar 3. Skema cara pengukuran sipat datar. Dimana : a = Bacaan rambu di A; b = Bacaan rambu di B; hAB = Beda tinggi dari A ke B; HA = Tinggi stasiun A; HB = Tinggi stasion B
Secara skematik cara pengukuran sipat datar diilustrasikan pada gambar 3. Dimana alat sipat datar ditempatkan diantara dua stasiun pengamatan yang tidak selamanya segaris posisinya. Kemudian perbedaan tinggi stasiun A terhadap B (formula 1) atau sebaliknya (formula 2) adalah di hitung. Selanjutnya tinggi sebenarnya stasiun A dan Stasiun B berturut-turut di tampilkan sebagai formula 3 dan formula 4. hAB = a – b
(1)
hBA = b – a
(2)
HA = HB + hBA = HB + b – a
(3)
HB = HA + hAB = HA + a – b
(4)
Dalam pengukuran sipat datar sudah pasti mengalami kesalahan-kesalahan yang pada garis besarnya dapat digolongkan kedalam kesalahan yang sifatnya sistimatis (Systematic errors) dan kesalahan yang sifatnya kebetulan (accidental errors). Kesalahan-kesalahan yang tergolong sistematis adalah 110
kesalahan-kesalahan yang telah diketahui penyebabnya dan dapat diformulasikan kedalarn rumus matematika maupun fisika tertentu. Misalnya, kesalahan - kesalahan yang terdapat pada alat ukur yang digunakan antara lain kesalahan garis bidik, kesalahan garis nol skala rambu; kesalahan karena faktor alam antara lain refraksi udara dan kelengkungan bumi (Basuki, 2006). Kesalahan sistimatik bersifat menumpuk (akumulasi), sehingga harus dihindari dengancara melakukan koreksi terhadap hasil pengukuran atau dengan melaksanakan teknik pengukuran tertentu. Misalnya, untuk menghilangkan pengaruh kesalahan garis bidik, refraksi udara dan kelengkungan bumi, maka alat sipat datar harus ditempatkan tepat di tengah antara dua rambu (jarak ke rambu belakang dan ke rambu muka harus dibuat sama besar). Dalam rangka menjaga kualitas hasil pengukuran, diperlukan suatu angka toleransi (T). Angka toleransi ini ditentukan berdasarkan tingkat
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 2, Desember 2012
ketelitian (K) yang diinginkan (lihat tabel 1) dan jarak horisontal antara dua stasiun pengamat (D). Perhitungan angka toleransi (formula 5) ini dikembangkan oleh Russell (1987). Apabila suatu hasil pengukuran tidak berada di dalam batas nilai toleransi maka perlu dilakukan perulangan pengukuran. T=±K√D
(5)
Dimana : T = toleransi dalam satuan milimeter K = ketelitian pengukuran dalam satuan milimeter (disajikan di Tabel 1) D = Jarak antara dua titik yang diukur dalam satuan kilometer Tabel 1. Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang di sajikan pada gambar 4ditampilkan peta tinggi tanah periode Juni 2004, bahwa ketinggian tanah bervariasi antara 0.8 – 2.3 meter. Daerah bagian utara dan barat daya memiliki tinggi tanah kurang dari 1 meter karena di sebelah utara sudah berdekatan dengan laut dan di belakang titik UNISULA merupakan daerah tambak ikan. Tinggi tanah lebih dari 1 meter terdapat di daerah selatan karena semakin ke arah selatan geomorfologinya berubah menjadi perbukitan. Petatinggitanah di daerah
industri Kaligawe pesisir Semarang, hasil pengukuran periode nopember 2005 (gambar 5) yang memilikitinggi tanah kurang dari 1 meter cenderung di daerah barat daya dan utara, sedangkan yang memiliki tinggi lebih dari 1 meter hanya terdapat di bagian selatan. Perbedaan yang cukupsignifikan antara kedua hasil pengukuran tersebut adalah terlihat di bagian tengah daerah penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 6. Pada gambar 6 ditampilkan peta penurunan muka tanah periode Juni 2004 – Nopember 2005 (16 bulan) daerah industri Kaligawe Semarangdibuat dengan menggabungkan hasil pengukuran ketinggian tanah daerah industri Kaligawe Semarang dengan mengurangkan nilai ketinggian bulan Nopember 2005 (gambar 4) terhadap ketinggian bulan Juni 2004 (gambar 5).Peta penurunan muka tanah (gambar 6) menunjukkan bahwa daerah dengan nilai penurunanmukatanah tinggi (6 – 10 cm/16 bln) terjadi di titik : UNISULA, LIK, K1, K2, K7, K10, K13, K14, K16, K26, K37, K39, K41, K44, K45, K46, K47. Daerah dengan nilai penurunanmukatanah sedang (2 – 6 cm/16 bln) terjadi di titik: K4, K5, K6, K8, K12, K15, K17, K18, K20, K24, K25, K27, K28, K29, K30, K32, K33, K34, K35, K36, K38, K40. Sedangkan daerah dengan penurunan muka tanah relatif rendah (1 – 2 cm/16 bln) terjadi di titik: K3, K6, K9, K11, K12, K19, K21, K22, K23, K31, K43.
111
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 2, Desember 2012
9231200 meter
UNISULA
9231000 LIK
9230800
K46
K47
K34 K32
2.1
K43 K19
K23
K22
K21
K20
9230400
K8
1.6 K11
K10
K9 K7
9230200
1.9
1.7
K12
K13
K14
K15
K16
2
1.8
K17
K18
U
K25 K24
K30
K31
9230600
2.2
K26
K27
K28
K29 K44
2.3
K37
K36
K35
K33
K42
K39
K40
K41 K45
K38
K6
K4
K5
1.5 1.4
K3
1.3
K1
1.2
K2
9230000
1.1 1 0.9
9229800
0.8 439000
439200
439400
439600
439800
440000
440200
440400
440600
440800
Gambar 4. Peta tinggitanahhasilpengukuran periode Juni 2004 di daerah Industri Kaligawe pesisir Semarang 9231200
meter UNISULA
2.3
9231000 LIK K45
9230800
K47
K46
K34
9230600
K26
K27
K28
K29 K43
K22
K21
K20
K19
K23
K14
K15
K16
9230400
1.9 1.8 1.7
K17
K18
U
K25 K24
K30
K31
2.1 2
K32
K44
2.2
K37
K36
K35
K33
K42
K38
K39
K40
K41
K8
K10
K9 K7
9230200
K12
K13
K6
1.5 1.4
K3
K4
K5
1.6
K11
1.3 1.2
K1
K2
1.1
9230000
1 0.9 9229800
0.8 439000
439200
439400
439600
439800
440000
440200
440400
440600
440800
Gambar 5. Peta tinggitanahhasil pengukuran periode Nopember 2005 di daerah Industri Kaligawe pesisir Semarang 9231200
A UNISULA
cm/16 bln
9231000 LIK K45
9230800
K46
K47
K34 K42
K32 K29
K44
K31
9230600
K43 K19
C
K18
K26
K27
K28
K25 K24
K30 K21
K20
K22
K23
K15
K8
K14
K10
K9 K6
K12
K13
K7
9230200
U D
K17 K16
9230400
K37
K36
K35
K33
K38
K39
K40
K41
K11
K4
K5 K1
K3
K2
9230000
B 9229800 439000
439200
439400
439600
439800
440000
440200
440400
440600
440800
-0.5 -1 -1.5 -2 -2.5 -3 -3.5 -4 -4.5 -5 -5.5 -6 -6.5 -7 -7.5 -8 -8.5 -9 -9.5 -10
Gambar 6. Peta Penurunan muka tanah periode Juni 2004 - Nopember 2005 Daerah IndustriKaligawe Semarang (selisih dari gambar 5 dan gambar 4). Lintasan A – B dan Lintasan C – D dilakukan untuk melihat profil penurunan lebih jelas)
112
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 2, Desember 2012
Hasil dari pengukuran ini memperlihatkan bahwa penurunan muka tanah memiliki nilai yang bervariasi berkisar antara 1 – 10 cm danmemusatpada posisi titik K10, K13, dan K14 penurunan muka tanah terbesar terjadi di titik K14 dan mengarah ke bagian Selatan yaitu sekitar 5-9 cm (gambar 7), sedangkan di bagian Barat penurunannya berkisar dari 2-7 cm (gambar 8). Pola penurunan muka tanah yang terjadi cenderung melebar ke arah Barat. Dikarenakan daerah penelitian merupakan dataran aluvial yang penyusunutamaendapanaluvialnya adalahlapisanlempungyang umumnyamempunyaisifatketeknikantana h dengankompresibilitastinggidanmerupak antanahterkonsolidasi normal, sehinggabebanoverburden, bebanbangunandanpemompaan air tanahdapatmengakibatkan terjadinya proses penurunantanah yang cukupbesar (Sophian, 2010). Penurunan muka tanah yang terjadi di daerah industri Kaligawe pesisir Semarang ditandai oleh tergenangnya beberapa tempat oleh air yangberasaldari saluran pembuangan (drainage) yangdiakibatkanolehrob. Letaknya yang berbatasan langsung dengan Laut Jawamenyebabkan sistem drainaseyangadalangsung berhubungan dengankelaut dan jarak dari daerah penelitian ke garis pantai hanya sejauh 1,7 km. Variasi nilai atau angka penurunan di tiap titik diduga, tergantung oleh beratnya beban yang berada di atasnya dan kedalaman pondasi bangunan. Penyebab terjadinya
penurunan muka tanah di daerah penelitian diduga disebabkan karena daerah penelitian merupakan dataran alluvialdimanakeadaannyabelum terkompaksi sehingga rawan terjadi penurunan muka tanah (Bemmelen, 1949). Pada Lintasan A – B yang yang merupakan perpotongan Utara – Selatan (gambar 7), terlihat jelas penurunan muka tanah selama periode Juni 2004 sampai Nopember 2005 (16 bulan) adalah antara 2 – 8,5 cm. Lintasan C – D yang merupakan perpotongan Barat – Timur (gambar 8) menampilkan penurunan muka tanah sebesar 1,5 – 7 cm dalam kurun waktu 16 bulan. Fenomena pemanasan global (Global Warming) diprediksi menyebabkan dampak pada kenaikan muka air laut (sea level rise) diseluruh belahan dunia. Kenaikanmukalaut yang terjadi di Semarang disinyalir tidakterlepasdarikenaikanmukalaut global yang melandaseluruhdunia.Kenaikanmukalaut global sendiridisebabkanolehmeningkatnyasuhu global.Peningkatan gas-gas rumahkacadanbahanperusakozonmenye babkan suhu yang semakinpanastersebutmencairkanes di kutubdanmenambah volume air laut di seluruhdunia. Diperkirakan dari tahun 1999-2100 mendatang kenaikan muka air laut di indonesia sekitar 1,4 – 5,8 m (Dahuri, 2002). Akibatnya ketika kondisi pasang maka air laut akan masuk ke daratan melalui saluran pembuangan kota Semarang, sedangkan pada kondisi surut air laut menjadi tergenang dan memerlukan waktu yang lama untuk 113
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 2, Desember 2012
kembali ke laut karena topografi relatif datar.Tanah yang tergenang tersebut menjadi jenuh oleh air dan saluran pembuangan menjadi tidak teratur dan
penuh dengan sedimen.Air laut yangmenggenang tersebut yang lebih dikenal sebagai banjir rob (Wahyudi, 2007).
(A-B) Levelling (Juni 04 - Nop 05)
A 0 -1 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
U
K 14
C-D
K 27
K 36
K 39
UNISULA
550
600
650
700
B K5
750
800
850
900
K1
950 1000
-2 Centimeter
-3 -4
-5 -6
-7 -8 -9 Jarak (m)
Gambar 7. Penurunan muka tanah lintasan A-B (lihat pada Gambar 6) Daerah Industri Kaligawe pesisir Semarang. (C-D) Levelling (Juni 04 -Nop 05)
C
U
-0.5
K 44 0
50
100
150
K 43 200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
K 22
K 21
K 30
K 31
750
800
850
900
950
A-B
1000 1050
1100
K 23 1150 1200
D
K 24 1250
1300 1350
1400
X
-1.5
centimeter
-2.5
-3.5
-4.5
-5.5
-6.5
-7.5 jarak (m)
Gambar 8. Penurunan muka tanah lintasan C-D (lihat pada Gambar 6) Daerah Industri Kaligawe pesisir Semarang.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengukuran sipat datar (leveling) tinggi tanah daerah industri Kaligawe pesisir Semarang diperolehpeta penurunan muka tanah sebesar 1 – 10 cm selama selangwaktu16 bulan (Juni 2004 –
114
Nopember 2005). Penurunan muka tanah didaerah penelitian terbesar terjadi di sisi sebelah barat dan utara dan yang terkecil hampir merata di tengah daerah penelitian, dengan pola penurunan muka tanah cenderung menuju ke arah barat. Penurunan tersebut diduga akibat beban bangunan
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 2, Desember 2012
diatas tanah alluvial yang belum cukup terkompaksi. OUTLOOK Untuk melihat sejauh mana peran penurunan muka tanah ini terhadap fenomena kenaikan muka air laut, maka diperlukan kajian lebih lanjut dengan melakukan pengumpulan dan analisa data observasi perubahan muka air laut di pesisir semarang selama 5 – 10 tahun. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Supriyadi selaku Supervisor Lapangan dan atas kesediaannya untuk bekerja sama dalam penelitian ini, dan kepada Bapak Zaenal selaku surveyor yang telah membantu dalam pelaksanaan pengukuran sipat datar. Penelitian ini telah dibiayai dari dana Hibah Pascasarjana DIKTI tahun 2004. DAFTAR PUSTAKA 2006. Ilmu Ukur Tanah.Yogyakarta: Jurusan Geodesi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Basuki,
Bemmelen,
S.
R.W.
van.
1949.
"The
Geology of Indonesia Vol. IA. General Geology". Government Printing Office:
Dahuri, R., 2002. Pengaruh Global Warming terhadap Pesisir dan PulauPulau Kecil. Seminar Nasional
Pengaruh Global Warming terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ditinjau dari Kenaikan Permukaan Air Laut dan Banjir(30 - 31 Oktober 2002). Jakarta Marsudi, 2000. Prediksi Laju Amblesan Tanah di Dataran Alluvial Semarang Propinsi Jawa Tengah.Disertasi Program Pascasarjana ITB Russell. C. Brinker, Paul R. Wolf, Djoko Walijatun. 1987. Dasar-Dasar Pengukuran Tanah. Erlangga, Jakarta Sophian. R. Irvan., 2010., Penurunan Muka Tanah Di Kota-Kota Besar Pesisir Pantai Utara Jawa (Studi Kasus: Kota Semarang). Bulletin of Scientific ContributionVol 8, No 1. Bandung. Tobing, Dodid, M. 2000.Penyelidikan Geologi Teknik Amblesan Tanah Daerah Semarang dan Sekitarnya Propinsi Jawa Tengah.Laporan teknis. DGTL. Bandung Wahyudi S.I. 2007.Tingkat Pengaruh Elevasi Pasang Laut Terhadap Banjir dan Rob Di Kawasan Kaligawe Semarang.Riptek Vol.I, No. I, Hal 27-
34.
The Hague, 732 h.
115